buku profil kesehatan indonesia 2009

Upload: yasir-maulana

Post on 31-Oct-2015

142 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

profil kesehatan

TRANSCRIPT

  • 7/16/2019 Buku Profil Kesehatan Indonesia 2009

    1/327

  • 7/16/2019 Buku Profil Kesehatan Indonesia 2009

    2/327

    PROFIL

    KESEHATAN INDONESIA

    2009

    KEMENTERIAN KESEHATAN R I

    ISBN 978-602-8937-18-4

    351.770212

    Ind

  • 7/16/2019 Buku Profil Kesehatan Indonesia 2009

    3/327

    Katalog Dalam Terbitan Kementerian Kesehatan RI

    Ind Indonesia. Kementerian Kesehatan. Pusat Data dan Surveilans Epidemiologi

    Profil Kesehatan Indonesia 2009. - - Jakarta :

    P Kementerian Kesehatan RI 2010

    I. Judul 1. PROFIL KESEHATAN INDONESIA 2009

    Buku ini diterbitkan olehKementerian Kesehatan Republik Indonesia

    ISBN 978-602-8937-18-4

    351.770212

    IndP

  • 7/16/2019 Buku Profil Kesehatan Indonesia 2009

    4/327

    TIM PENYUSUN

    Pengarah

    dr. Ratna Rosita, MPH.M

    Sekretaris Jenderal Kemenkes RI

    Ketua

    dr. Jane Soepardi

    Kepala Pusat Data dan Surveilans Epidemiologi

    EditorHasnawati, SKM, MKesdrg. Vensya Sitohang, MEpid

    Dra. Rahmaniar Brahim, Apt, MKes

    Anggota

    Sunaryadi, SKM,MKes; Iskandar Zulkarnain, SKM,MKes; Nuning Kurniasih, Apt,MSi;

    Marlina Indah Susanti, SKM; Supriyono Pangribowo, SKM; Istiqomah, SS;

    Athi Susilowati Rois, SKM; drg. Rudi Kurniawan, MKes; Margiyono, SKom;Muslichatul Hidayah, Hanna Endang Wahyuni; Endang Kustanti; B.B. Sigit;

    Sondang Tambunan; Hellena Maslinda; Doni Hadhi Kurnianto, SKom

    Kontributor

    dr. Leni Evanita; Lina Khasanah; dr. Rusmiyati, MQIH; Indah Susanti D,SSi,Apt;

    dr. Lucas C Hermawan, MKes; Ingrat Padmosari; Mahmud Fauzi, SKM,MKes;

    Linda Siti Rohaeti; drg. R. Edi Setiawan: Akhmad Rizky Taufik, SKom;Ir. Ade Sutrisno,MKes; Astuti, SKM,MKes; dr. Theresia Hermin; Bunga Mayung DL ;

    Dewi Minarni; Cipto Aris Purnomo; Indah Hartati; Heri Radison, SKM,MKM;

    Nariyah Handayani; Ainol Mardhiah; Yopi Ananda; Anggi Ardhiasti, SKM;

    Ira Oktaviani; Nelly Mustika Sari, SKM; Nurhayati Simanjuntak, SKom

  • 7/16/2019 Buku Profil Kesehatan Indonesia 2009

    5/327

  • 7/16/2019 Buku Profil Kesehatan Indonesia 2009

    6/327

  • 7/16/2019 Buku Profil Kesehatan Indonesia 2009

    7/327

  • 7/16/2019 Buku Profil Kesehatan Indonesia 2009

    8/327

    D

    Profil Kesehatan Indonesia merupakan sarana penyaji data dan informasi kesehatan

    serta yang berkaitan, yang menggambarkan potret status kesehatan masyarakat dan faktor -

    faktor yang mempengaruhi, dari suatu wilayah/Indonesia, dalam satu kurun waktu tertentudalam hal ini tahunan dengan berbagai bentuk: tercetak dan digital (cd-rom, file di website,

    dll). Profil kesehatan sebagai potretsaat ini lebih dinilai sebagai alat evaluasi daripada

    sebagai alat pemantauan. Jika digunakan sebagai pemantau maka profil merupakanpemantauan rencana jangka panjang, misal: Rencana lima tahun pembangunan kesehatan.

    Sebagai bentuk penyajian, data diupayakan lengkap, baik jenis dan cakupannya. Jenis

    data adalah data facility based dan data community based. Penyusunan Profil KesehatanIndonesia Tahun 2009 ini, seperti profil kesehatan pada tahun sebelumnya, sumber data

    berasal dari profil provinsi, data sarana pelayanan kesehatan yang merupakan hasil

    pengolahan data oleh Pusat Data dan Surveilans Epidemiologi, yang berasal dari

    kabupaten/kota, juga data yang berasal dari program.

    Pusat Data dan Surveilans Epidemiologi sebagai koordinator Penyusunan ProfilKesehatan Indonesia bersama-sama dengan seluruh program terkait di Kementerian

    Kesehatan berupaya menyusun bersama-sama, baik narasi maupun lampiran. Profil kesehatan

    Tahun 2009 ini diupayakan disusun dengan tampilan yang lebih menarik, dan eye-catching

    dan bertujuan memudahkan para pembaca dalam menggunakannya. Dalam Profil KesehatanIndonesia ini menggambarkan secara umum tentang kondisi derajat kesehatan, upaya

    kesehatan, sumber daya kesehatan, dan faktor-faktor terkait lainnya, serta perbandingan

    Indonesia dengan negara-negara anggota ASEAN dan SEARO.Profil Kesehatan Indonesia harus tersusun secara sistematis, dimana analisis/narasi

    menggunakan model/kerangka teori yaitu teori blum/teori host-environment-agent/teori lain.

    Analisis diupayakan semaksimal mungkin, tidak hanya deskriptif, tetapi juga analisiskomparatif, analisis kecenderungan, analisis hubungan

    Profil kesehatan harus menarik, narasi dikombinasi dengan bentuk-bentuk penyajian

    lain, seperti tabel, grafik histogram/bar chart, frekuensi poligon, line diagram, bardiagram,pie diagram, scater diagram, pictogram, dan peta.

    Data dan Informasi dalam Profil Kesehatan Indonesia 2009 merupakan salah satuwujud akuntabilitas dari kinerja Kementerian Kesehatan yang mencerminkan Pembangunan

    Kesehatan secara menyeluruh. Tahun yang terdapat dalam judul profil kesehatan, disamakandengan tahun dari data dan informasi yang disajikan.

    Profil Kesehatan Indonesia 2009 ini selain memuat data dan informasi kesehatan dan

    faktor-faktor lain yang terkait, maka seperti profil kesehatan sebelumnya, juga memuatk j di k j di i j di d h 2009 ji d l fil h

    KATA PENGANTAR

  • 7/16/2019 Buku Profil Kesehatan Indonesia 2009

    9/327

  • 7/16/2019 Buku Profil Kesehatan Indonesia 2009

    10/327

  • 7/16/2019 Buku Profil Kesehatan Indonesia 2009

    11/327

  • 7/16/2019 Buku Profil Kesehatan Indonesia 2009

    12/327

    KATA PENGANTAR i

    SAMBUTAN SEKRETARIS JENDERAL iii

    DAFTAR ISI v

    DAFTAR LAMPIRAN vii

    BAB I PENDAHULUAN 1

    BAB II GAMBARAN UMUM DAN PERILAKU PENDUDUK 5A. Keadaan Penduduk 6

    B. Keadaan Ekonomi 9

    C. Keadaan Pendidikan 14

    D. Keadaan Lingkungan 19

    E. Keadaan Perilaku Masyarakat 24

    BAB III SITUASI DERAJAT KESEHATAN 26

    A. Mortalitas 27

    B. Morbiditas 33

    BAB IV SITUASI UPAYA KESEHATAN 58

    A. Pelayanan Kesehatan Dasar 59

    B. Pelayanan Kesehatan Rujukan 83C. Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit 88

    D. Perbaikan Gizi Masyarakat 106

    E. Pelayanan Kesehatan dalam Situasi Bencana 115

    BAB V SITUASI SUMBER DAYA KESEHATAN 117

    DAFTAR ISI

  • 7/16/2019 Buku Profil Kesehatan Indonesia 2009

    13/327

    BAB VI PERBANDINGAN INDONESIA DENGAN NEGARA ANGGOTAASEAN DAN SEARO 143

    A. Kependudukan 144

    B. Derajat Kesehatan 154

    C. Upaya Kesehatan 164

    DAFTAR PUSTAKA 170

    LAMPIRAN

    ***

  • 7/16/2019 Buku Profil Kesehatan Indonesia 2009

    14/327

    Lampiran 2.1 Pembagian Wilayah Administrasi Pemerintahan Menurut Provinsi Tahun

    2009

    Lampiran 2.2 Hasil Sensus Penduduk 2010 dan Rasio Jenis Kelamin Menurut Provinsi

    Tahun 2010

    Lampiran 2.3 Luas Wilayah, Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Menurut

    Provinsi Tahun 2009

    Lampiran 2.4 Laju Pertumbuhan Penduduk Menurut Provinsi Tahun 1971 - 2010

    Lampiran 2.5 Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur Tertentu, Angka Beban

    Tanggungan dan Provinsi Tahun 2009

    Lampiran 2.6 Jumlah dan Persentase Daerah Tertinggal Menurut Provinsi Tahun 2006

    2010Lampiran 2.7 Garis Kemiskinan Menurut Provinsi dan Daerah Tahun 2009 (Maret

    2009)

    Lampiran 2.8 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Menurut Provinsi dan Daerah

    Tahun 2009

    Lampiran 2.9 Angka Melek Huruf Penduduk Berusia 15 Tahun Ke Atas Menurut

    Provinsi dan Jenis Kelamin Tahun 2008 - 2009

    Lampiran 2.10 Rata-rata Lama Sekolah (Tahun) Menurut Provinsi dan Jenis Kelamin

    Tahun 2008 - 2009

    Lampiran 2.11 Angka Partisipasi Sekolah (APS) Menurut Provinsi dan Usia Sekolah

    Tahun 2008 - 2009

    Lampiran 2.12 Persentase Keluarga Menurut Jenis Sarana Air Bersih yang Digunakan

    Menurut Provinsi Tahun 2009

    Lampiran 2.13 Proporsi Penduduk dengan Akses terhadap Air Minum yang AmanMenurut Provinsi dan Wilayah Tahun 2009

    Lampiran 2.14 Persentase Keluarga dengan Kepemilikan Sarana Sanitasi Dasar Menurut

    Provinsi Tahun 2009

    Lampiran 2.15 Proporsi Penduduk dengan Akses Sanitasi Dasar yang Layak Menurut

    DAFTAR LAMPIRAN

  • 7/16/2019 Buku Profil Kesehatan Indonesia 2009

    15/327

    Lampiran 2.19 Persentase Rumah/Bangunan yang Diperiksa dan Bebas Jentik Nyamuk

    Aedes Menurut Provinsi Tahun 2009

    Lampiran 2.20 Persentase Rumah Tangga Ber-Perilaku Hidup Bersih dan SehatMenurut Provinsi Tahun 2009

    Lampiran 2.21 Persentase Wanita Umur Perkawinan Pertama Menurut Provinsi Tahun

    2009

    Lampiran 3.1 Estimasi Angka Kematian Bayi, Angka Kematian Balita Tahun 2007 dan

    Angka Harapan Hidup Menurut Provinsi Tahun 2008

    Lampiran 3.2 Indeks Pembangunan Manusia dan Komponen Menurut Provinsi Tahun

    2007 - 2008

    Lampiran 3.3 10 Besar Penyakit Rawat Inap di Rumah Sakit Tahun 2009

    Lampiran 3.4 10 Besar Penyakit Rawat Jalan Tahun 2009

    Lampiran 3.5 Jumlah Kasus dan Angka Kesakitan Penyakit Malaria Menurut Provinsi

    Tahun 2009

    Lampiran 3.6 Annual Parasite Incidence (API) Malaria di Jawa-Bali Tahun 2004 -

    2009Lampiran 3.7 Hasil Cakupan Penemuan Kasus Penyakit TB Paru Tahun 2009

    Lampiran 3.8 Jumlah Kasus Baru TB Paru BTA Positif Menurut Jenis Kelamin dan

    Provinsi Tahun 2009

    Lampiran 3.9 Jumlah Kasus Baru TB Paru BTA Positif Menurut Kelompok Umur

    (Tahun), Jenis Kelamin dan Provinsi Tahun 2009

    Lampiran 3.10 Hasil Cakupan Pengobatan TB Paru Menurut Provinsi Tahun 2008

    Lampiran 3.11 Jumlah Kumulatif Kasus AIDS, Meninggal, dan Angka Kumulatif Kasus

    Per 100.000 PendudukMenurut Provinsi s.d Desember 2009

    Lampiran 3.12 Jumlah Kasus AIDS Kumulatif Per Triwulan Menurut Provinsi Tahun

    2009

    Lampiran 3.13 Jumlah dan Persentase Kasus AIDS Pada Pengguna NAPZA Suntikan

    (IDU) Menurut Provinsi s.d 31 Desember 2009

    Lampiran 3.14 Jumlah Kasus Pneumonia pada Balita Menurut Provinsi Tahun 2009

    Lampiran 3.15 Jumlah Kasus Baru Kusta, Case Detection Rate (CDR), Kecacatan, dan

    Proporsi Kasus pada Anak Menurut Provinsi Tahun 2009

    Lampiran 3.16 Jumlah Kasus Tetanus Neonatorum dan Faktor Risiko Menurut Provinsi

    Tahun 2009

  • 7/16/2019 Buku Profil Kesehatan Indonesia 2009

    16/327

    Lampiran 3.20 Frekuensi KLB dan Jumlah Kasus pada KLB Campak Menurut Provinsi

    Tahun 2009

    Lampiran 3.21 KLB Campak Berdasarkan Konfirmasi Laboratorium Menurut ProvinsiTahun 2009

    Lampiran 3.22 Jumlah Kasus Difteri Menurut Kelompok Umur dan Provinsi Tahun

    2009

    Lampiran 3.23 Jumlah Kasus Difteri Per Bulan Menurut Provinsi Tahun 2009

    Lampiran 3.24 Jumlah Kasus AFP, AFP Rate, dan Non Polio AFP Rate Menurut

    Provinsi Tahun 2009

    Lampiran 3.25 Jumlah Kasus AFP Menurut Kriteria Klasifikasi Klinis dan Provinsi

    Tahun 2009

    Lampiran 3.26 Jumlah Penderita, Case Fatality Rate (%), danIncidence Rate Penyakit

    Demam Berdarah Dengue (DBD/DHF) Menurut Provinsi Tahun 2005 -

    2009

    Lampiran 3.27 Jumlah Kabupaten/Kota yang Terjangkit Demam Berdarah Dengue

    Menurut Provinsi Tahun 2005 2009Lampiran 3.28 Kejadian Luar Biasa (KLB) Diare Menurut Provinsi Tahun 2005 - 2009

    Lampiran 3.29 Jumlah Kasus Demam Chikungunya Menurut Provinsi Tahun 2009

    Lampiran 3.30 Jumlah dan Persentase Kabupaten Terjangkit dan Jumlah Kasus Gigitan

    Hewan Tertular Rabies serta Hasil Pemeriksaan Specimen Hewan

    Menurut Provinsi Tahun 2009

    Lampiran 3.31 Jumlah Penderita Filariasis Menurut Provinsi Tahun 2006 - 2009

    Lampiran 3.32 Situasi Pes Menurut Provinsi Tahun 2009

    Lampiran 3.33 Jumlah Kasus, Meninggal, dan Case Fatality Rate (CFR) Leptospirosis

    Menurut Provinsi Tahun 2004 - 2009

    Lampiran 3.34 Jumlah Kasus dan Meninggal Flu Burung Menurut Provinsi Tahun 2005

    - 2009

    Lampiran 3.35 Jumlah Kejadian Kecelakaan Lalu Lintas, Jumlah Korban Luka dan

    Meninggal Menurut Provinsi Tahun 2009Lampiran 4.1 Cakupan Kunjungan Ibu Hamil K1, K4, dan Persalinan Ditolong Tenaga

    Kesehatan Menurut Provinsi Tahun 2009

    Lampiran 4.2 Persentase Balita Menurut Penolong Kelahiran Terakhir dan Provinsi

    Tahun 2009

  • 7/16/2019 Buku Profil Kesehatan Indonesia 2009

    17/327

    Lampiran 4.6 Jumlah dan Persentase Peserta KB Aktif Menurut Metode Kontrasepsi

    dan Provinsi Tahun 2009

    Lampiran 4.7 Hasil Pelayanan Peserta KB Baru Menurut Metode Kontrasepsi danProvinsi Tahun 2009

    Lampiran 4.8 Jumlah dan Persentase Peserta KB Aktif Menurut Metode Kontrasepsi

    dan Provinsi Tahun 2009

    Lampiran 4.9 Jumlah dan Proporsi Peserta KB Baru Menurut Tempat Pelayanan dan

    Provinsi Tahun 2009

    Lampiran 4.10 Pencapaian Desa/Kelurahan Universal Child Immunization (UCI)

    Menurut Provinsi Tahun 2007 - 2009

    Lampiran 4.11 Cakupan Imunisasi Dasar pada Bayi Menurut Provinsi Tahun 2009

    Lampiran 4.12 Drop Out Rate Cakupan Imunisasi Dpt1 - Campak pada Bayi Menurut

    Provinsi Tahun 2006 - 2009

    Lampiran 4.13 Cakupan Imunisasi TT pada Ibu Hamil Menurut Provinsi Tahun 2009

    Lampiran 4.14 Cakupan Imunisasi TT pada Wanita Usia Subur Menurut Provinsi Tahun

    2009Lampiran 4.15 Jumlah Kunjungan Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Menurut Provinsi

    Tahun 2008

    Lampiran 4.16 Indikator Pelayanan Rumah Sakit Umum Kemeterian Kesehatan dan

    Pemda Menurut Provinsi Tahun 2008 - 2009

    Lampiran 4.17 Pemeriksaan Kesehatan Gigi dan Mulut pada Rumah Sakit Umum

    Depkes dan Pemda Menurut Provinsi Tahun 2008

    Lampiran 4.18 Jumlah Kunjungan Peserta Jamkesmas di Puskesmas Tahun 2009

    Lampiran 4.19 Jumlah Kunjungan Rawat Jalan Tingkat Lanjut (RJTL) Peserta

    Jamkesmas Tahun 2009

    Lampiran 4.20 Jumlah Kasus Rawat Inap Tingkat Lanjut (RITL) Peserta Jamkesmas

    Tahun 2009

    Lampiran 4.21 Cakupan TB Paru BTA Positif, Sembuh, Pengobatan Lengkap dan

    Success Rate (Hasil Pengobatan Penyakit TB Tahun 2008) MenurutProvinsi Tahun 2009

    Lampiran 4.22 Jumlah Kasus Pneumonia pada Balita Menurut Provinsi Tahun 2009

    Lampiran 4.23 Cakupan Pemberian Tablet Besi (Fe) pada Ibu Hamil Menurut Provinsi

    Tahun 2009

  • 7/16/2019 Buku Profil Kesehatan Indonesia 2009

    18/327

    Lampiran 4.27 Rekapitulasi Kejadian Bencana Menurut Jenis Bencana dan Jumlah

    Korban Tahun 2009

    Lampiran 4.28 Rekapitulasi Kecukupan Obat Menurut Provinsi Tahun 2009Lampiran 4.29 Rekapitulasi Kecukupan Obat Menurut Provinsi Tahun 2009 (lanjutan)

    Lampiran 4.30 Rekapitulasi Kecukupan Obat Menurut Provinsi Tahun 2009 (lanjutan)

    Lampiran 4.31 Rekapitulasi Data Kecukupan Obat Nasional Tahun 2009

    Lampiran 5.1 Jumlah Puskesmas dan Rasionya terhadap Penduduk 'Menurut Provinsi

    Tahun 2005 - 2009

    Lampiran 5.2 Jumlah Puskesmas Perawatan dan Puskesmas Non Perawatan Menurut

    Provinsi Tahun 2005 - 2009

    Lampiran 5.3 Jumlah Sarana Kesehatan Menurut Provinsi di Indonesia Tahun 2009

    Lampiran 5.4 Jumlah Rumah Sakit di Indonesia Menurut Pengelola dan Provinsi

    Tahun 2009

    Lampiran 5.5 Jumlah Rumah Sakit Umum dan Tempat Tidur Menurut Pengelola

    Tahun 2005 - 2009

    Lampiran 5.6 Jumlah Tempat Tidur di Rumah Sakit Umum dan Rumah Sakit KhususMenurut Kelas Perawatan dan Provinsi Tahun 2008

    Lampiran 5.7 Jumlah Rumah Sakit Umum dan Tempat Tidur Milik Kemenkes/Pemda

    Menurut Kelas Rumah Sakit dan Provinsi Tahun 2009

    Lampiran 5.8 Jumlah Rumah Sakit Khusus dan Tempat Tidurnya Menurut Jenis

    Rumah Sakit Tahun 2005 - 2009

    Lampiran 5.9 Jumlah Sarana Produksi Bidang Kefarmasian dan Alat Kesehatan

    Menurut Provinsi Tahun 2007 - 2009

    Lampiran 5.10 Jumlah Sarana Distribusi Bidang Kefarmasian dan Alat Kesehatan

    Menurut Provinsi Tahun 2009

    Lampiran 5.11 Jumlah Institusi Politeknik Kesehatan (Poltekkes) Menurut Jurusan dan

    Provinsi Tahun 2009

    Lampiran 5.12 Jumlah Jurusan/Program Studi Politeknik Kesehatan (Poltekkes)

    Menurut Akreditasi dan Strata Tahun 2009Lampiran 5.13 Jumlah Institusi Non Politeknik Kesehatan (Non-Poltekkes) Menurut

    Jurusan/Program Studi dan Provinsi Tahun 2009

    Lampiran 5.14 Jumlah Institusi Non Politeknik Kesehatan (Non-Poltekkes) Menurut

    Akreditasi dan Strata Tahun 2009

  • 7/16/2019 Buku Profil Kesehatan Indonesia 2009

    19/327

    Lampiran 5.18 Rasio Dokter, Dokter Gigi, Perawat dan Bidan terhadap Jumlah

    Puskesmas Menurut Provinsi Tahun 2009

    Lampiran 5.19 Rekapitulasi Keberadaan Dokter Umum Pegawai Tidak Tetap (PTT)Aktif Tahun 2009

    Lampiran 5.20 Rekapitulasi Keberadaan Dokter Gigi Pegawai Tidak Tetap (PTT) Aktif

    Tahun 2009

    Lampiran 5.21 Rekapitulasi Keberadaan Pegawai Tidak Tetap (PTT) Aktif Tahun 2009

    Lampiran 5.22 Distribusi Tingkat Keterlibatan Institusi Diklat Kesehatan Seluruh

    Indonesia dalam Kegiatan Kediklatan Tahun 2009

    Lampiran 5.23 Distribusi Widyaiswara Institusi Diklat Kesehatan Seluruh Indonesia

    Berdasarkan Kelompok Umur Tahun 2009

    Lampiran 5.24 Distribusi Frekuensi Pelatihan dan Jumlah Peserta di Institusi Diklat

    Kesehatan Seluruh Indonesia Berdasarkan Jenis Diklat Tahun 2009

    Lampiran 5.25 Rekapitulasi Peserta Didik Poltekkes Perjenis Tenaga Kesehatan Tahun

    Ajaran 2009/2010

    Lampiran 5.26 Rekapitulasi Peserta Didik Poltekkes Per Jenis Tenaga Kesehatan TahunAjaran 2009/2010

    Lampiran 5.27 Rekapitulasi Peserta Didik Non Poltekkes Per Jenis Tenaga Kesehatan

    Tahun Ajaran 2009/2010

    Lampiran 5.28 Lulusan Diknakes Poltekkes dan Non Poltekkes Berdasarkan Jenis

    Tenaga Kesehatan Tahun 2009

    Lampiran 5.29 Jumlah Lulusan Poltekkes Berdasarkan Jurusan/Program Studi Institusi

    Diknakes Seluruh Indonesia Tahun Ajaran 2009/2010

    Lampiran 5.30 Rekapitulasi Lulusan Non Poltekkes Diknakes Seluruh Indonesia

    Berdasarkan Jenis dan Provinsi Tahun Ajaran 2009/2010

    Lampiran 5.31 Alokasi dan Realisasi Kementerian Kesehatan RI Triwulan IV Tahun

    2009

    Lampiran 5.32 Data Cakupan Kepesertaan Jaminan Kesehatan Per Juni 2010

    Lampiran 5.33 Rekapitulasi Pengangkatan Dokter Umum Pegawai Tidak Tetap (PTT)Aktif Tahun 2009

    Lampiran 5.34 Rekapitulasi Pengangkatan Dokter Gigi Pegawai Tidak Tetap (PTT)

    Tahun 2009

    Lampiran 5.35 Rekapitulasi Pengangkatan Bidan Pegawai Tidak Tetap (PTT) Tahun

  • 7/16/2019 Buku Profil Kesehatan Indonesia 2009

    20/327

    Lampiran 5.39 Distribusi Pegawai Kementerian Kesehatan RI Dirinci Menurut Jenis

    Pendidikan Tahun 2009

    Lampiran 6.1 Perbandingan Beberapa Data Kependudukan di Negara-Negara ASEAN

    & SEARO Tahun 2008

    Lampiran 6.2 Angka Kelahiran, Angka Kematian, dan Indeks Pembangunan Manusia

    di Negara-Negara ASEAN dan SEARO

    Lampiran 6.3 Penduduk yang Menggunakan Sumber Air Bersih dan yang

    Menggunakan Sarana Sanitasi Sehat di Negara-Negara ASEAN dan

    SEARO Tahun 2007

    Lampiran 6.4 Perbandingan Data Tuberkulosis di Negara-Negara ASEAN dan SEARO

    Tahun 2007/2008

    Lampiran 6.5 Angka Estimasi HIV dan AIDS di Negara-Negara ASEAN dan SEARO

    Tahun 2008

    Lampiran 6.6 Jumlah Kasus Penyakit Menular yang Dapat Dicegah dengan Imunisasi

    di Negara-Negara ASEAN & SEAROLampiran 6.7 Perbandingan Cakupan Imunisasi Dasar pada Bayi di Negara-Negara

    ASEAN & SEARO Tahun 2008

    Lampiran 6.8 Perbandingan Upaya Kesehatan di Negara-Negara ASEAN & SEARO

    Tahun 2000-2009

    Lampiran 6.9 Pembiayaan Kesehatan di Negara-Negara ASEAN & SEARO Tahun

    2007

    ***

  • 7/16/2019 Buku Profil Kesehatan Indonesia 2009

    21/327

  • 7/16/2019 Buku Profil Kesehatan Indonesia 2009

    22/327

    Kita sadari bahwa sistem informasi kesehatan yang ada saat ini masih jauh dari

    kondisi ideal, yaitu belum mampu menyediakan data dan informasi kesehatan yang evidence

    based sehingga belum mampu menjadi alat manajemen kesehatan yang efektif. Berbagai

    masalah klasik masih dihadapi dalam penyelenggaraan sistem informasi kesehatan. Di

    antaranya adalah kegiatan pengelolaan data dan informasi belum terintegrasi dan

    terkoordinasi dalam satu mekanisme kerjasama yang baik. Adanya overlapping kegiatan

    dalam pengumpulan dan pengolahan data, di mana masing-masing unit mengumpulkan

    datanya sendiri-sendiri dengan berbagai instrumennya di setiap unit kerja baik di pusat

    maupun di daerah. Penyelenggaraan sistem informasi kesehatan itu sendiri masih belum

    dilakukan secara efisien, masih terjadi redundant data, duplikasi kegiatan, dan tidak

    efisiennya penggunaan sumber daya. Hal ini sebagai akibat dari adanya sistem informasi

    kesehatan yang ada saat ini masih terfragmentasi.

    Situasi demikian menimbulkan tersendatnya pendistribusian informasi terutama dari

    sumber data di unit pelayanan kesehatan atau kabupaten/kota ke provinsi dan pusat yang

    mengakibatkan terjadinya krisis informasi di berbagai unit teknis di pusat. Di samping itu,

    adalah terhambatnya aliran komunikasi data baik dari sumber data di daerah ke pengguna di

    pusat atau sebaliknya, serta terhambatnya aliran komunikasi data antar pengguna atau bahkan

    tertutupnya sumber informasi untuk diakses oleh pengguna lain sehingga menyebabkan

    sulitnya memperoleh informasi yang memadai (lack of informations). Situasi yang demikian

    pada akhirnya menyulitkan dalam pengambilan keputusan berdasarkan evidence based.

    Satu-satunya alat yang dimiliki Kementerian Kesehatan adalah adanya Profil

    Kesehatan Indonesia, yang berisi data tahunan dari hasil pembangunan kesehatan. Sedangkan

  • 7/16/2019 Buku Profil Kesehatan Indonesia 2009

    23/327

    Penyajian Profil Kesehatan Indonesia 2009, yang berasal dari profil kesehatan

    provinsi ini selain sebagai alat ukur sampai dimana capaian indikator pembangunan

    kesehatan setiap provinsi dibanding target nasional bahkan target MDG (MilleniumDevelopment Goal), juga disajikan dalam bentuk peringkat dari tiap indikator, sehingga

    provinsi dapat mengetahui dimana posisinya dalam setiap indikator pembangunan kesehatan

    dibandingkan provinsi lainnya. Dalam penyajiannya, diusahakan untuk ditampilkan berbagai

    data dan informasi yang menjawab Visi dan Misi serta berbagai data dan informasi yang

    menjelaskan tentang reformasi Birokrasi, dengan menggunakan indikator yang sesuai,

    dimana Kementerian Kesehatan memiliki Visi adalah Masyarakat Sehat yang Mandiri dan

    berkeadilan, dengan Misinya adalah sebagai berikut.1.Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui pemberdayaan masyarakat,

    termasuk swasta dan madani.

    2.Melindungi kesehatan masyarakat dengan menjamin tersedianya upaya kesehatanparipurna, merata, bermutu, berkeadilan.

    3.Menjamin ketersediaan dan pemerataan sumber daya kesehatan.4.Menciptakan tata kelola kepemerintahan yang baik.

    Reformasi Pembangunan Kesehatan tahun 2010-2014:

    1.Revitalisasi pelayanan kesehatan.2.Ketersediaan, distribusi, retensi dan mutu SDM.3.Ketersediaan, distribusi, keamanan, mutu, efektivitas, keterjangkauan obat, vaksin,

    dan alat kesehatan.

    4.Jaminan kesehatan masyarakat.5.Keberpihakan pada DTPK (Daerah Tertinggal Perbatasan dan Kepulauan) serta

    DBK (Daerah Bermasalah Kesehatan).

    6.Reformasi birokrasi.7.World class health care.

    Lima nilai Kementerian Kesehatan adalah:

    1.Pro Rakyat (pro poor).2.Inklusif (inclusive).3.Responsif (responsive).4.Efektif, efisien (effective, efficient).5.Bersih (clean).Untuk kelancaran proses Penyusunan Profil Kesehatan Indonesia yang merupakan

  • 7/16/2019 Buku Profil Kesehatan Indonesia 2009

    24/327

    kesehatan diatur dalam peraturan pemerintah. Untuk ini, Pusat Data dan Surveilans

    Epidemiologi bersama Biro Hukum dan Organisasi sedang menyiapkan bahan rancangan

    peraturan pemerintah (RPP) tentang sistem informasi kesehatan. Demikian pula aturan-aturandi bawahnya, seperti pedoman dan petunjuk teknis, sedang dalam proses penyusunan. Dalam

    penguatan perencanaan sistem informasi kesehatan, juga Pusat Data dan Surveilans

    Epidemiologi bersama unit-unit pengelola program dan lintas sektor terkait sedang menyusun

    Rencana Strategis Pengembangan Sistem Informasi Kesehatan.

    Profil Kesehatan Indonesia 2009 ini terdiri atas 6 (enam) bab, yaitu:

    Bab I - Pendahuluan. Bab ini menyajikan tentang latar belakang diterbitkannya Profil

    Kesehatan Indonesia 2009 ini serta sistimatika penyajiannya.

    Bab II - Situasi Umum dan Perilaku Penduduk. Dengan telah selesai dan dipublikasikannya

    hasil sensus penduduk 2010 yang diselenggarakan oleh BPS, maka juga kami masukkan data

    jumlah penduduk tahun 2010. Bab ini juga menyajikan tentang gambaran umum, yang

    meliputi: kependudukan, perekonomian, pendidikan, dan lingkungan fisik; serta perilaku

    penduduk yang terkait dengan kesehatan.

    Bab III - Situasi Derajat Kesehatan. Bab ini berisi uraian tentang hasil-hasil pembangunankesehatan sampai dengan tahun 2009 yang mencakup tentang angka kematian, umur harapan

    hidup, angka kesakitan, dan status gizi masyarakat.

    Bab IV - Situasi Upaya Kesehatan. Bab ini berisi uraian tentang upaya-upaya kesehatan yang

    telah dilaksanakan oleh bidang kesehatan sampai tahun 2009, untuk tercapainya dan

    berhasilnya program-program pembangunan di bidang kesehatan. Gambaran tentang upaya

    kesehatan yang telah dilakukan itu meliputi pencapaian pelayanan kesehatan dasar,

    pencapaian pelayanan kesehatan rujukan, pencapaian upaya pencegahan dan pemberantasan

    penyakit, dan upaya perbaikan gizi masyarakat.

    Bab V - Situasi Sumber Daya Kesehatan. Bab ini menguraikan tentang sumber daya

    pembangunan bidang kesehatan sampai tahun 2009. Gambaran tentang keadaan sumber daya

    mencakup tentang keadaan tenaga, sarana kesehatan, dan pembiayaan kesehatan.

    Bab VI - Perbandingan Indonesia dengan Negara Anggota ASEAN dan SEARO. Bab ini

    menyajikan perbandingan beberapa indikator yang meliputi data kependudukan, AngkaKelahiran, Angka Kematian, Indeks Pembangunan Manusia, data tuberkulosis, angka

    estimasi HIV/AIDS, kasus penyakit menular yang dapat dicegah dengan imunisasi, cakupan

    imunisasi pada bayi dan upaya kesehatan.

  • 7/16/2019 Buku Profil Kesehatan Indonesia 2009

    25/327

  • 7/16/2019 Buku Profil Kesehatan Indonesia 2009

    26/327

    Indonesia terbentang antara 6o garis Lintang Utara sampai 11o garis Lintang

    Selatan, dan dari 97 o sampai 141o garis Bujur Timur serta terletak antara dua benua

    yaitu benua Asia dan Australia. Posisi strategis ini mempunyai pengaruh yang sangat

    besar terhadap kebudayaan, sosial, politik, dan ekonomi. Indonesia merupakan

    negara kepulauan terbesar di Asia Tenggara, menurut data Bakosurtanal, jumlah

    pulau di Indonesia 17.504 pulau. Jumlah pulau itu termasuk yang berada di muara

    dan tengah sungai, serta delta. Fakta ini membuat Indonesia memiliki keragaman

    budaya dan adat istiadat dengan karakteristik yang berbeda satu sama lain.

    Keragaman dalam berbagai aspek tersebut juga terkait dengan perilaku yang

    berhubungan dengan kesehatan.

    Secara administratif wilayah Indonesia pada tahun 2009 terbagi atas 33

    provinsi, 497 kabupaten/kota (399 kabupaten dan 98 kota), 6.543 kecamatan dan

    75.226 kelurahan/desa. Jika dibandingkan dengan jumlah kabupaten/kota yang ada

    pada tahun 2008, maka selama tahun 2009 telah terjadi pembentukan 2 kabupaten

    baru. Pembagian wilayah Indonesia secara administratif menurut provinsi pada tahun

    2009 dapat dilihat pada Lampiran 2.1

    Pada bab ini akan diuraikan gambaran umum Indonesia dan perilaku

    penduduk pada tahun 2009 yang meliputi: keadaan penduduk, keadaan ekonomi,

    keadaan pendidikan, keadaan lingkungan, dan perilaku penduduk yang berkaitan

    dengan kesehatan.

    A.KEADAAN PENDUDUKBerdasarkan hasil Sensus Penduduk 2010 jumlah penduduk Indonesia

  • 7/16/2019 Buku Profil Kesehatan Indonesia 2009

    27/327

    Sedangkan pada tahun 2009, berdasarkan data estimasi penduduk Badan

    Pusat Statistik (SUPAS 2005), jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2009 tercatat

    sebesar 231.369.592 jiwa terdiri dari 115.817.945 laki-laki dan 115.551.647

    perempuan (Lampiran 2.3). Berdasarkan distribusi penduduk menurut jenis kelamin

    dan kelompok umur maka kita dapat memperoleh gambaran piramida penduduk

    Indonesia tahun 2009 sebagai berikut.

    GAMBAR 2.1

    PIRAMIDA PENDUDUK INDONESIA TAHUN 2009

    (dalam ribu)

    Secara nasional, laju pertumbuhan penduduk Indonesia per tahun selama 2

    dasawarsa terakhir adalah sebesar 1,49 persen. Laju pertumbuhan penduduk ProvinsiPapua adalah yang tertinggi dibandingkan dengan provinsi-provinsi lain di

    Indonesia, yaitu sebesar 5,46 persen (SP 2010). Sedangkan provinsi dengan laju

    pertumbuhan terendah yaitu Jawa Tengah sebesar 0,37%. Laju pertumbuhan

    penduduk Indonesia secara rinci sejak Sensus Penduduk tahun 1971 sampai dengan

    Sumber : Badan Pusat Statistik, Estimasi Penduduk Indonesia Dirinci Menurut Kelompok Umur

    dan Jenis Kelamin Tahun 2008

  • 7/16/2019 Buku Profil Kesehatan Indonesia 2009

    28/327

    kepadatan penduduk tertinggi ke-2 dengan kepadatan 1.173 jiwa per km2. Provinsi

    dengan tingkat kepadatan tertinggi ke-3 yaitu DI Yogyakarta sebesar 1.118 jiwa per

    km2. Kepadatan penduduk terendah di Papua, yaitu hanya 7 jiwa per km2, Papua

    Barat merupakan provinsi dengan tingkat kepadatan penduduk terendah ke-2 yaitu

    sebesar 8 jiwa per km2, yang kemudian diikuti oleh Kalimantan Tengah dengan

    kepadatan 14 jiwa per km2.

    Dari data distribusi penduduk menurut pulau dapat diketahui terdapat

    ketimpangan persebaran penduduk antar pulau yang nyata. Lebih dari separuh

    penduduk Indonesia berada di Pulau Jawa, yaitu sebesar 57,99%, dengan luas hanya6,77% wilayah Indonesia. Selebihnya tersebar di Sumatera sebesar 21,44 %,

    Sulawesi 7,25%, Kalimantan 5,65%, Bali dan Kepulauan Nusa Tenggara 5,45%,

    Maluku dan Papua 2,23%. Jumlah penduduk dan angka kepadatan penduduk per

    provinsi tahun 2009 dapat dilihat pada Lampiran 2.3.

    GAMBAR 2.2

    PERSENTASE PERSEBARAN PENDUDUK INDONESIA

    MENURUT KELOMPOK PULAU-PULAU BESAR TAHUN 2009

    Sumber : Badan Pusat Statistik, Estimasi Penduduk Indonesia Tahun 2009,

    http://www.depdagri.go.id.

  • 7/16/2019 Buku Profil Kesehatan Indonesia 2009

    29/327

    Provinsi dengan persentase beban tanggungan tertinggi adalah Nusa

    Tenggara Timur sebesar 59,45% diikuti oleh Sulawesi Tenggara sebesar 57,53% dan

    Maluku sebesar 56,69%. Sedangkan provinsi dengan Angka Beban Tanggungan

    terendah yaitu DKI Jakarta sebesar 37,26% diikuti oleh DI Yogyakarta sebesar

    37,65% dan Jawa Timur sebesar 39,87%. Rincian jumlah penduduk menurut

    kelompok umur, Angka Beban Tanggungan dan provinsi tahun 2009 dapat dilihat

    pada Lampiran 2.5.

    GAMBAR 2.3

    ANGKA BEBAN TANGGUNGAN MENURUT PROVINSIDI INDONESIA TAHUN 2009

    Sumber: Badan Pusat Statistik, Estimasi Penduduk Indonesia Tahun 2009

    B.KEADAAN EKONOMIKondisi perekonomian merupakan salah satu aspek yang diukur dalam

    menentukan keberhasilan pembangunan suatu negara. Perekonomian Indonesia

    selama tahun 2006-2009 mengalami pertumbuhan masing-masing sebesar 5,5 persen

    (2006), 6,3 persen (2007), 6,0 persen (2008) dan 4,5 persen (2009).

  • 7/16/2019 Buku Profil Kesehatan Indonesia 2009

    30/327

    Selama tahun 2009 kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau

    memberi kontribusi terbesar pada inflasi sebesar 7,81%. Kelompok lainnya dalam

    tahun 2009 masing-masing kelompok sandang 6,00%, kelompok kesehatan,kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga masing-masing memberikan kontribusi

    yang sama 3,89%, kelompok bahan makanan 3,88%, perumahan, air, listrik, gas dan

    bahan bakar menyumbang sebesar 1,83% pada inflasi nasional; dan kelompok

    transportasi, komunikasi dan jasa keuangan -3,67%.

    Dengan pertumbuhan ekonomi sebesar 4,5% pada 2009, maka nilai Produk

    Domestik Bruto (PDB) 2009 naik sebesar Rp 662,0 triliun. Dari Rp 4.951,4 triliun

    pada 2008 menjadi sebesar Rp 5.613,4 triliun pada 2009. Pertumbuhan tertinggi

    terjadi pada sektor pengangkutan dan komunikasi 15,5%. Pertumbuhan terendah

    terjadi di sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 1,1%. Sedangkan PDB

    untuk non migas tumbuh 4,9%.

    Untuk mengetahui tingkat pengangguran, dilakukan Survei Angkatan Kerja

    Nasional (Sakernas). Sakernas merumuskan konsep pengangguran sebelum tahun

    2001 sebagai angkatan kerja yang tidak bekerja/tidak mempunyai pekerjaan dan

    sedang mencari pekerjaan. Sejak tahun 2001 konsep pengangguran menjadi angkatan

    kerja yang tidak bekerja/tidak mempunyai pekerjaan, yang mencakup angkatan kerja

    yang sedang mencari pekerjaan, mempersiapkan usaha, tidak mencari pekerjaan

    karena merasa tidak mungkin mendapatkan pekerjaan/putus asa (sebelumnya

    dikategorikan sebagai Bukan Angkatan Kerja) dan yang punya pekerjaan tetapi

    belum mulai bekerja (sebelumnya dikategorikan sebagai Bekerja).

    Persentase pengangguran terbuka adalah perbandingan antara jumlah pencarikerja dengan jumlah angkatan kerja. Pengangguran terbuka disini didefinisikan

    sebagai orang yang sedang mencari pekerjaan atau yang sedang mempersiapkan

    usaha atau juga yang tidak mencari pekerjaan karena merasa tidak mungkin lagi

    mendapatkan pekerjaan, termasuk juga mereka yang baru mendapat kerja tetapi

    belum mulai bekerja. Pengangguran terbuka tidak termasuk orang yang masih

    sekolah atau mengurus rumah tangga.

    Menurut Sakernas, definisi operasional Angkatan Kerja adalah penduduk usiakerja yang bekerja atau punya pekerjaan namun sementara tidak bekerja, dan

    penganggur. Sementara Bekerja menurut definisi Sakernas adalah kegiatan ekonomi

    yang dilakukan seseorang dengan maksud memperoleh atau membantu memperoleh

    pendapatan atau keuntungan, paling sedikit satu jam (tidak terputus) dalam seminggu

  • 7/16/2019 Buku Profil Kesehatan Indonesia 2009

    31/327

    pertanian. Perkembangan angkatan kerja, penduduk yang bekerja dan pengangguran

    pada Februari 2008 - Februari 2010 adalah sebagai berikut.

    TABEL 2.1

    PERKEMBANGAN ANGKATAN KERJA, PENDUDUK YANG BEKERJA

    DAN PENGANGGURAN TERBUKA DI INDONESIA TAHUN 2008 2010

    Feb 2008

    (juta orang)

    Feb 2009

    (juta orang)

    Feb 2010

    (juta orang)

    Jumlah Angkatan Kerja 111,48 113,74 115,99

    Jumlah penduduk yang bekerja 102,05 104,49 107,41

    Pengangguran terbuka 9,43 9,26 8,59

    Pengangguran terbuka (%) 8,46 8,14 7,40

    Sumber: BPS, Survei Angkatan Kerja Nasional 2008-2010

    Pembangunan ekonomi yang diupayakan diharapkan mampu mendorong

    kemajuan, baik fisik, sosial, mental dan spiritual di segenap pelosok negeri terutama

    wilayah yang tergolong daerah tertinggal. Suatu daerah dikategorikan menjadi

    daerah tertinggal karena beberapa faktor penyebab, yaitu geografis, sumber daya

    alam, sumber daya manusia, prasarana dan sarana, daerah rawan bencana dan konflik

    sosial, dan kebijakan pembangunan. Keterbatasan prasarana terhadap berbagai

    bidang termasuk di dalamnya kesehatan menyebabkan masyarakat di daerah

    tertinggal mengalami kesulitan untuk melakukan aktivitas ekonomi dan sosial.

    Unit terkecil daerah tertinggal yang digunakan dalam Strategi Nasional

    Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal (STRANAS PPDT) adalah wilayahadministrasi kabupaten. Menurut definisinya, daerah tertinggal adalah daerah

    kabupaten yang relatif kurang berkembang dibandingkan daerah lain dalam skala

    nasional dan berpenduduk relatif tertinggal. Penetapan kriteria daerah tertinggal

    dilakukan dengan menggunakan pendekatan berdasarkan pada perhitungan 6 (enam)

    kriteria dasar yaitu: perekonomian masyarakat, sumber daya manusia, prasarana

    (infrastruktur), kemampuan keuangan lokal (celah fiskal), aksesibilitas dan

    karakteristik daerah, serta berdasarkan kabupaten yang berada di daerah pedalaman,

    kepulauan (pulau kecil dan gugus pulau), perbatasan antar negara, daerah rawan

    bencana dan daerah rawan konflik dan sebagian besar wilayah daerah pesisir.

    Berdasarkan pendekatan tersebut, maka ditetapkan 199 kabupaten yang

    dikategorikan kabupaten tertinggal. Saat ini Indonesia memiliki 19 kabupaten

  • 7/16/2019 Buku Profil Kesehatan Indonesia 2009

    32/327

    GAMBAR 2.4

    PROVINSI DENGAN PERSENTASE KABUPATEN TERTINGGAL

    DI INDONESIA TAHUN 2009

    Kemiskinan menjadi isu yang cukup menyita perhatian berbagai kalangantermasuk kesehatan. Keterjangkauan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan

    terkait dengan daya beli ekonomi. Kemiskinan juga menjadi hambatan besar dalam

    pemenuhan kebutuhan terhadap makanan yang sehat sehingga dapat melemahkan

    daya tahan tubuh yang dapat berdampak pada kerentanan untuk terserang penyakit-

    penyakit tertentu. Fenomena gizi buruk dan kurang seringkali dikaitkan dengan

    kondisi ekonomi yang buruk jika merujuk pada fakta bahwa keterbatasan pemenuhan

    pangan dapat menyebabkan busung lapar, Kwashiorkor, penyakit kekurangan

    vitamin sepertiXeropthalmia, Scorbut, dan Beri-beri.Pada bulan Maret 2010, jumlah penduduk miskin menurun menjadi 31,02

    juta (13,3%) dari 32,53 juta (14,15%) penduduk miskin pada bulan Maret 2009. Hal

    ini menunjukkan bahwa terjadi penurunan 1,51 juta penduduk miskin. Persentase

    penduduk miskin dari tahun 2006-2010 disajikan pada Gambar 2.5 berikut ini.

    GAMBAR 2.5

    PERSENTASE PENDUDUK MISKIN DI INDONESIA TAHUN 2006 2010

    Sumber: Strategi Nasional Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal

  • 7/16/2019 Buku Profil Kesehatan Indonesia 2009

    33/327

    Berdasarkan data jumlah penduduk miskin menurut provinsi dari BPS

    (Lampiran 2.8) terdapat persebaran penduduk miskin antar pulau yang nyata

    perbedaannya. Lebih dari separuh penduduk miskin di Indonesia berada di PulauJawa yaitu 57,1% tahun 2008 dan menjadi 55,8% tahun 2010. Selebihnya tersebar di

    Sumatera 21,4%, Sulawesi 7,6%, Kalimantan 3,3%, Bali dan Kepulauan Nusa

    Tenggara 7,1%, Maluku dan Papua 4,8% (tahun 2010). Jumlah penduduk miskin dan

    persentase penduduk miskin menurut kelompok pulau tahun 2008-2010 dapat dilihat

    pada tabel di bawah ini.

    TABEL 2.2

    PERSEBARAN DAN PERSENTASE PENDUDUK MISKIN

    MENURUT KELOMPOK BESAR PULAU DI INDONESIA TAHUN 2008 2010

    Maret 2008 Maret 2009 Maret 2010

    Kelompok Pulau Jumlah(juta)

    %Jumlah

    (juta)%

    Jumlah

    (juta)%

    Sumatera 7,3 20,9 5,3 17,3 6,7 21,4

    Jawa 19,9 57,1 18,1 59,1 17,3 55,8

    Kalimantan 2,4 6,8 2,2 7,3 2,2 7,1

    Bali dan Nusa Tenggara 1,2 3,5 1,0 3,3 1,0 3,3

    Sulawesi 2,6 7,5 2,5 8,1 2,3 7,6

    Maluku dan Papua 1,5 4,2 1,5 4,9 1,5 4,8

    Total 34,9 15,4 32,5 14,2 31,0 13,3

    Dalam roadmap reformasi kesehatan masyarakat Kementerian Kesehatan ada

    7 prioritas yang harus dikerjakan untuk mencapai sasaran strategis pembangunan

    kesehatan. Salah satu di antaranya adalah mengatasi permasalahan pelayanan

    kesehatan di Daerah yang Bermasalah Kesehatan (DBK) dengan pendekatan spesifik

    yang tidak bisa disamakan dengan daerah lainnya. Penanggulangan Daerah

    Bermasalah Kesehatan (PDBK) adalah upaya kesehatan terfokus, terintegrasi,

    berbasis bukti, dilakukan secara bertahap di daerah yang menjadi prioritas bersama

    kementerian terkait, dalam jangka waktu tertentu, sampai mampu mandiri dalam

    menyelenggarakan kewenangan pemerintahan di bidang kesehatan seluas-luasnya.

    Menurut definisi, Daerah Bermasalah Kesehatan (DBK) adalah

    keadaan/derajat kesehatan wilayah kabupaten/kota yang digambarkan melalui hasil

    Riskesdas/SUSENAS dengan Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat (IPKM)

    Sumber: BPS, Analisis dan Penghitungan Tingkat Kemiskinan Tahun 2010

    Berita Resmi Statistik, BPS 2008, No. 45/07/Th. XIII, 1 Juli 2010

  • 7/16/2019 Buku Profil Kesehatan Indonesia 2009

    34/327

    kabupaten/kota. Daerah yang mempunyai IPKM

  • 7/16/2019 Buku Profil Kesehatan Indonesia 2009

    35/327

    demikian, pendidikan sebagai senjata utama penghapusan buta huruf itu senantiasa

    harus menyentuh baik generasi muda maupun generasi tuanya.

    GAMBAR 2.6

    PERSENTASE PENDUDUK YANG BUTA HURUF MENURUT KELOMPOK UMUR

    DI INDONESIA TAHUN 2005 2009

    Sumber: BPS, www.bps.go.id

    Tahun 2005-2009 persentase tertinggi penduduk yang buta huruf menurut

    kelompok umur adalah penduduk dengan kelompok umur di atas 45 tahun dengan

    persentase 22,83% pada tahun 2005 dan menurun setiap tahunnya menjadi 18,58%

    pada tahun 2009.

    Indikator pendidikan lainnya yang sejenis adalah Angka Melek Huruf (AMH)yaitu persentase penduduk usia 15 tahun ke atas yang bisa membaca dan menulis

    serta mengerti sebuah kalimat sederhana dalam hidupnya sehari-hari. Penggunaan

    AMH adalah untuk (1) mengukur keberhasilan program-program pemberantasan

    buta huruf, terutama di daerah perdesaan di Indonesia dimana masih tinggi jumlah

    penduduk yang tidak pernah bersekolah atau tidak tamat SD. (2) menunjukkan

    kemampuan penduduk di suatu wilayah dalam menyerap informasi dari berbagai

    media. (3) menunjukkan kemampuan untuk berkomunikasi secara lisan dan tertulis.

    Sehingga angka melek huruf dapat berdasarkan kabupaten mencerminkan potensi

    perkembangan intelektual sekaligus kontribusi terhadap pembangunan daerah.

    AMH nasional adalah 92,58%; provinsi dengan persentase AMH tertinggi

    adalah Sulawesi Utara (99,22%), DKI Jakarta (98,94%) dan Riau (98,11%).

    S b lik t AMH t d h d l h P (70 29%) NTB (80 18%)

  • 7/16/2019 Buku Profil Kesehatan Indonesia 2009

    36/327

    GAMBAR 2.7

    ANGKA MELEK HURUF PENDUDUK BERUSIA 15 TAHUN KE ATAS MENURUT

    PROVINSI DAN JENIS KELAMIN DI INDONESIA TAHUN 2009

    Rata-rata lama sekolah mayoritas penduduk di Indonesia masih relatif rendah

    yaitu 7,7 tahun pada tahun 2009 atau setara dengan kelas dua SMP.

    Gambar di bawah ini menunjukkan rata-rata lama sekolah menurut jenis

    kelamin secara nasional. Rata-rata lama sekolah penduduk usia 15 tahun ke atas padatahun 2006 mencapai 7,4 tahun, sedangkan tahun 2008 mencapai 7,5 tahun. Dilihat

    dari jenis kelamin, rata-rata lama sekolah laki-laki (8,2 tahun) lebih besar daripada

    perempuan (7,3 tahun),

    GAMBAR 2.8

    RATA-RATA LAMA SEKOLAH MENURUT JENIS KELAMIN

    DI INDONESIA TAHUN 2006 2009

    Sumber: BPS, Perkembangan Beberapa Indikator Utama Sosial-Ekonomi Indonesia, Mei 2010

  • 7/16/2019 Buku Profil Kesehatan Indonesia 2009

    37/327

    Rata-rata lama sekolah secara rinci menurut provinsi dapat dilihat dalam

    Lampiran 2.10.

    Angka Partisipasi Sekolah (APS) dari BPS secara umum dikategorikanmenjadi 3 kelompok umur, yaitu 7-12 tahun mewakili umur setingkat SD, 13-15

    tahun mewakili umur setingkat SLTP, dan 16-18 tahun mewakili umur setingkat

    SLTA. Semakin tinggi tingkat pendidikan, semakin rendah APS. Persentase angka

    partisipasi sekolah menurut provinsi dapat dilihat pada Lampiran 2.11.

    Gambar di bawah ini merupakan APS nasional menurut usia sekolah dari

    tahun 2005-2009, berdasarkan 4 kelompok umur dimana kelompok umur 19-24

    tahun mewakili umur setingkat perguruan tinggi.

    GAMBAR 2.9

    PERSENTASE ANGKA PARTISIPASI SEKOLAH MENURUT USIA SEKOLAH

    DI INDONESIA TAHUN 2005 2009

    Sumber: BPS, www.bps.go.id

    Terdapat dua ukuran partisipasi sekolah yang utama, yaitu Angka Partisipasi

    Kasar (APK) dan Angka Partisipasi Murni (APM). Kedua ukuran tersebut mengukur

    penyerapan penduduk usia sekolah oleh sektor pendidikan. Perbedaan di antara

    keduanya adalah penggunaan kelompok usia "standar" di setiap jenjang pendidikan.

    Usia standar yang dimaksud adalah rentang usia yang dianjurkan pemerintah dan

    umum dipakai untuk setiap jenjang pendidikan

    Angka Partisipasi Kasar (APK) adalah rasio jumlah siswa, berapapun

    usianya, yang sedang sekolah di tingkat pendidikan tertentu terhadap jumlah

    d d k k l k i b k i d j j didik APK

  • 7/16/2019 Buku Profil Kesehatan Indonesia 2009

    38/327

    pendidikan perguruan tinggi. Semakin tinggi tingkat pendidikan maka semakin

    rendah persentase APK. Nilai APK dalam kurun waktu 2005-2009 meningkat secara

    perlahan untuk tingkat pendidikan SD/MI, SLTA dan perguruan tinggi, sedangkanAPK tingkat SLTP/MTs cenderung tidak banyak perubahan.

    GAMBAR 2.10

    PERSENTASE ANGKA PARTISIPASI KASAR DI INDONESIA TAHUN 2005 2009

    Sumber: BPS, www.bps.go.id

    Berbeda dengan APK, Angka Partisipasi Murni (APM) menunjukkan

    banyaknya penduduk usia sekolah yang masih bersekolah pada jenjang pendidikan

    yang sesuai dengan usianya. Jika dibandingkan APK, APM merupakan indikator

    daya serap yang lebih baik karena APM melihat partisipasi penduduk kelompok usia

    standar di jenjang pendidikan yang sesuai dengan standar tersebut. Semakin tinggi

    tingkat pendidikan, semakin rendah APM.

    GAMBAR 2.11

    PERSENTASE ANGKA PARTISIPASI MURNI DI INDONESIA TAHUN 2005 2009

  • 7/16/2019 Buku Profil Kesehatan Indonesia 2009

    39/327

    Berdasarkan Gambar 2.11 di atas persentase APM tertinggi pun terdapat pada

    tingkat pendidikan SD/MI dan APM yang terendah adalah pada tingkat pendidikan

    perguruan tinggi. Semakin tinggi tingkat pendidikan maka semakin rendahpersentase APM. Nilai APM dalam kurun waktu 2005-2009 meningkat secara

    perlahan untuk setiap jenjang pendidikan.

    Gambar berikut di bawah ini menggambarkan perkembangan persentase

    tingkat pendidikan tertinggi (TPT) yang ditamatkan. TPT bermanfaat untuk

    menunjukkan pencapaian pembangunan pendidikan di suatu daerah. TPT juga

    berguna untuk melakukan perencanaan penawaran tenaga kerja, terutama untuk

    melihat kualifikasi pendidikan angkatan kerja di suatu wilayah. Menurut definisi,TPT adalah persentase jumlah penduduk, baik yang masih sekolah ataupun tidak

    sekolah lagi, menurut pendidikan tertinggi yang telah ditamatkan.

    GAMBAR 2.12

    PERSENTASE PENDIDIKAN TERTINGGI YANG DITAMATKAN

    PENDUDUK 10 TAHUN KE ATAS DI INDONESIA TAHUN 2005 2009

    Sumber: BPS, www.bps.go.id

    D.KEADAAN KESEHATAN LINGKUNGANLingkungan merupakan salah satu variabel yang kerap mendapat perhatian

    khusus dalam menilai kondisi kesehatan masyarakat. Bersama dengan faktor

    perilaku pelayanan kesehatan dan genetik lingkungan menentukan baik buruknya

  • 7/16/2019 Buku Profil Kesehatan Indonesia 2009

    40/327

    1. Sarana Air Bersih yang Digunakan dan Akses Air Minum

    yang Aman

    Berdasarkan data profil kesehatan provinsi tahun 2009 dapat diketahui

    persentase keluarga menurut jenis sarana air bersih yang digunakan. Secara nasional,

    persentase tertinggi jenis sarana air bersih yang digunakan adalah sumur gali

    (45,41%), diikuti ledeng (27,36%), sumur pompa tangan (10,11%), penampungan air

    hujan (3,49%), air kemasan (2,29%), serta lain-lain (11,30%). Rincian persentase

    keluarga menurut jenis sarana air bersih yang digunakan dapat dilihat dalam

    Lampiran 2.12.Proporsi penduduk yang memiliki akses terhadap sarana air minum yang

    aman secara nasional adalah 47,71%, sedangkan menurut wilayah, akses air minum

    yang aman di perkotaan 49,82% dan di perdesaan 45,72%. Persentase tertinggi akses

    air minum yang aman terdapat di DI Yogyakarta (60,4%), Bali (60,0%), dan

    Sulawesi Tenggara (59,1%). Sedangkan yang terendah terdapat di Banten (27,5%),

    Aceh (30,6%) dan Bengkulu (33.0%)

    Gambaran persentase akses air minum yang aman menurut provinsi dapat

    dilihat dalam Gambar 2.13 di bawah ini.

    GAMBAR 2.13

    PERSENTASE AKSES AIR MINUM YANG AMAN

    DI INDONESIA TAHUN 2009

    Sumber: Ditjen P2PL, 2010

  • 7/16/2019 Buku Profil Kesehatan Indonesia 2009

    41/327

    2. Sarana dan Akses terhadap Sanitasi Dasar

    Berdasarkan data profil kesehatan provinsi tahun 2009 dapat diketahuipersentase keluarga dengan kepemilikan sarana sanitasi dasar. Secara nasional,

    persentase tertinggi akses keluarga dengan kepemilikan sarana sanitasi dasar adalah

    kepemilikan terhadap jamban (81,03%), kepemilikan pengelolaan air limbah

    (73,37%) serta kepemilikan tempat sampah (72,55%). Dari seluruh sarana sanitasi

    dasar tersebut yang memiliki kriteria jamban sehat 55,72%, pengelolaan air limbah

    sehat 55,30% dan tempat sampah sehat 53,46%. Rincian persentase keluarga dengan

    kepemilikan sarana sanitasi dasar dan sehat menurut provinsi dapat dilihat dalamLampiran 2.14.

    Proporsi penduduk yang memiliki akses terhadap sanitasi dasar yang layak

    secara nasional sebesar 51,19%, sedangkan menurut wilayah, persentase akses

    sanitasasi dasar yang layak sebesar 69,51% di perkotaan dan 33,96% di wilayah

    perdesaan.

    GAMBAR 2.14

    PERSENTASE AKSES SANITASI DASAR YANG LAYAKDI INDONESIA TAHUN 2009

    Sumber: Ditjen P2PL, 2010

    Secara rinci proporsi keluarga yang memiliki akses terhadap sanitasi dasar

    yang layak menurut wilayah dan provinsi dapat dilihat dalam Lampiran 2.15.

  • 7/16/2019 Buku Profil Kesehatan Indonesia 2009

    42/327

    3. Rumah Sehat

    Berdasarkan profil kesehatan provinsi tahun 2009, persentase rumah sehatsecara nasional sebesar 63.49%.Provinsi yang memiliki persentase tertinggi adalah

    DKI Jakarta (91,13%), Riau (81,51%) dan Bali (77,85%). Provinsi dengan persentase

    rumah sehat yang rendah adalah Sulawesi Barat (35,21%), Papua (43,61%) dan Nusa

    Tenggara Timur (50,54%).

    GAMBAR 2.15

    PERSENTASE RUMAH SEHAT

    DI INDONESIA TAHUN 2009

    Sumber: Profil Kesehatan Provinsi Tahun 2009

    Persentase rumah sehat menurut provinsi secara rinci (data dari 429 kab/kota)

    disajikan pada Lampiran 2.16.

    4. Tempat Umum dan Pengelolaan Makan (TUPM) Sehat

    Berdasarkan data profil kesehatan provinsi tahun 2009 dapat diketahui

    gambaran tempat-tempat umum dan pengelolaan makanan yang sehat. Secaranasional, dari keseluruhan TUPM, maka yang sudah diperiksa dan dinyatakan sehat

    sebesar 64,84%. Sedangkan menurut jenis TUPM, persentase TUPM sehat yang

    tertinggi adalah hotel sehat (84,58%), restoran/rumah makan sehat (70,69%), pasar

    sehat (54,78%). dan TUPM lainnya (63,25%).

  • 7/16/2019 Buku Profil Kesehatan Indonesia 2009

    43/327

    5. Institusi Dibina Kesehatan Lingkungannya

    Berdasarkan data profil kesehatan provinsi tahun 2009 dapat diketahuigambaran institusi yang diberikan pembinaan kesehatan lingkungan seperti institusi

    sarana kesehatan, sarana pendidikan, sarana ibadah, perkantoran, dan sarana lainnya.

    Secara nasional, dari keseluruhan institusi yang ada telah dilakukan pembinaan

    terhadap kesehatan lingkungan sebesar 64,41%. Sedangkan menurut jenis institusi,

    persentase tertinggi institusi yang dibina kesehatan lingkungannya adalah sarana

    kesehatan (77,02%), sarana pendidikan (67,52%), perkantoran (59,15%), sarana

    ibadah (58,84%) dan sarana lainnya (62,26%). Rincian persentase institusi dibinakesehatan lingkungannya menurut provinsi dapat dilihat dalam Lampiran 2.18.

    6. Rumah/Bangunan yang Diperiksa dan Bebas Jentik Nyamuk

    Ae d e s

    Berdasarkan profil kesehatan provinsi tahun 2009, dari keseluruhan

    rumah/bangunan yang ada, sudah dilakukan pemeriksaan terhadap 26%

    rumah/bangunan. Dari seluruh rumah/bangunan yang diperiksa maka

    rumah/bangunan yang sudah dinyatakan bebas jentik nyamukAedes sebesar 77,08%.

    Provinsi yang persentase bebas jentik nyamukAedes tertinggi adalah DKI Jakarta

    (89,08%), Bali (87,98%) dan Banten (87,44%). Sedangkan yang terendah

    persentasenya yaitu NTT (39,82%), Papua (46,23%) dan Bengkulu (47,22%).

    GAMBAR 2.16PERSENTASE RUMAH BEBAS JENTIK NYAMUKAEDES

    DI INDONESIA TAHUN 2009

  • 7/16/2019 Buku Profil Kesehatan Indonesia 2009

    44/327

    Persentase rumah/bangunan yang diperiksa dan bebas jentik nyamukAedes

    menurut provinsi (data dari 322 kabupaten/kota) secara rinci disajikan pada

    Lampiran 2.19.

    E. KEADAAN PERILAKU MASYARAKAT

    Untuk menggambarkan keadaan perilaku masyarakat yang berpengaruh

    terhadap kesehatan, akan disajikan beberapa indikator yaitu perilaku hidup bersih

    dan sehat (PHBS) dan usia wanita perkawinan pertama.

    1. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)Berdasarkan profil kesehatan provinsi tahun 2009, persentase rumah tangga

    yang ber-Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) secara nasional sebesar 48,41%.

    Provinsi yang memiliki persentase tertinggi adalah Jawa Tengah (88,57%), DI

    Yogyakarta (87,38%) dan Kalimantan Timur (79,73%). Provinsi dengan persentase

    PHBS yang rendah adalah Sumatera Barat (17,97%), Banten (21,37%) dan Papua

    Barat (27,34%).

    GAMBAR 2.17

    PERSENTASE RUMAH TANGGA BERPERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT

    DI INDONESIA TAHUN 2009

    Sumber: Profil Kesehatan Provinsi Tahun 2009

    Persentase rumah tangga yang memenuhi kriteria perilaku hidup bersih dan

    sehat yang baik menurut provinsi secara rinci (data dari 373 kab/kota) disajikan pada

  • 7/16/2019 Buku Profil Kesehatan Indonesia 2009

    45/327

    Secara nasional, umur wanita yang menikah/kawin yang pertama kali paling

    banyak terjadi pada umur 19-24 tahun sebesar 41,33%, kemudian persentase cukup

    banyak terjadi pula pada umur yang relatif masih remaja (16-18 tahun) sebesar33,41%.

    GAMBAR 2.18

    PERSENTASE WANITA MENURUT UMUR PERKAWINAN PERTAMA

    DI INDONESIA TAHUN 2009

    Persentase wanita menurut umur perkawinan pertama menurut provinsisecara rinci disajikan pada Lampiran 2.21.

    ***

    Sumber: BPS, Perkembangan Beberapa Indikator Utama Sosial-Ekonomi Indonesia, Mei 2010

  • 7/16/2019 Buku Profil Kesehatan Indonesia 2009

    46/327

  • 7/16/2019 Buku Profil Kesehatan Indonesia 2009

    47/327

    Derajat kesehatan masyarakat dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor-faktor

    tersebut tidak hanya berasal dari sektor kesehatan seperti pelayanan kesehatan dan

    ketersediaan sarana dan prasarana kesehatan, melainkan juga dipengaruhi faktor ekonomi,

    pendidikan, lingkungan sosial, keturunan, dan faktor lainnya.

    Situasi derajat kesehatan masyarakat dapat tercermin melalui angka morbiditas,

    mortalitas dan status gizi. Pada bab berikut ini situasi derajat kesehatan di Indonesia

    digambarkan melalui Angka Kematian Bayi (AKB), Angka Kematian Balita (AKABA),

    Angka Kematian Ibu (AKI), dan angka morbiditas beberapa penyakit.

    A. MORTALITASMortalitas merupakan angka kematian yang terjadi pada kurun waktu dan tempat

    tertentu yang diakibatkan oleh keadaan tertentu, dapat berupa penyakit maupun sebab

    lainnya. Angka kematian yang disajikan pada bab ini yaitu AKB, AKABA, AKI, dan

    Angka Kematian Kasar.

    1. Angka Kematian Bayi (AKB)Angka Kematian Bayi (AKB) dapat didefinisikan sebagai banyaknya bayi yang

    meninggal sebelum mencapai usia 1 tahun yang dinyatakan dalam 1.000 kelahiran hiduppada tahun yang sama.

    AKB merupakan indikator yang biasanya digunakan untuk menentukan derajatkesehatan masyarakat. Oleh karena itu banyak upaya kesehatan yang dilakukan dalamrangka menurunkan AKB.

    GAMBAR 3.1

    ESTIMASI ANGKA KEMATIAN BAYI PER 1.000 KELAHIRAN HIDUP

    DI INDONESIA TAHUN 1991 S.D TAHUN 2007

    S b BPS H il S i D fi d K h t I d i 2007

  • 7/16/2019 Buku Profil Kesehatan Indonesia 2009

    48/327

    Sumber: BPS, Hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 2007

    Menurut hasil SDKI terjadi penurunan AKB sejak tahun 1991. Pada tahun 1991

    diestimasikan AKB sebesar 68 per 1.000 kelahiran hidup. Sedangkan hasil SDKI 2007

    mengestimasikan AKB sebesar 34 per 1.000 kelahiran hidup. Hasil estimasi tersebut

    memperhitungkan Angka Kematian Bayi dalam periode 5 tahun terakhir sebelum survei,

    misalnya pada SDKI tahun 2007 diperoleh AKB untuk periode 5 tahun sebelumnya yaitu

    tahun 2003-2007 sebesar 34 per 1.000 kelahiran hidup.

    Berbagai faktor dapat menyebabkan adanya penurunan AKB seperti yang

    ditampilkan pada gambar di atas, diantaranya pemerataan pelayanan kesehatan berikut

    fasilitasnya. Hal ini disebabkan AKB sangat sensitif terhadap perbaikan pelayanan

    kesehatan. Selain itu, perbaikan kondisi ekonomi yang tercermin dengan pendapatan

    masyarakat yang meningkat juga dapat berkontribusi melalui perbaikan gizi yang

    berdampak pada daya tahan terhadap infeksi penyakit.

    Hasil SDKI tahun 2007 juga mengestimasikan AKB pada tingkat provinsi. Provinsi

    dengan AKB terendah adalah DI Yogyakarta sebesar 19 per 1.000 kelahiran hidup, diikuti

    Aceh sebesar 25 per 1.000 kelahiran hidup, dan Kalimantan Timur serta Jawa Tengah

    sebesar 26 per 1.000 kelahiran hidup. Sedangkan AKB tertinggi terdapat di ProvinsiSulawesi Barat sebesar 74 per 1.000 kelahiran hidup, diikuti oleh Nusa Tenggara Barat

    sebesar 72 per 1.000 kelahiran hidup dan Sulawesi Tengah sebesar 60 per 1.000 kelahiran

    hidup. Gambaran AKB per provinsi dapat dilihat pada Gambar 3.2 berikut. Rincian AKB

    menurut provinsi di Indonesia terdapat pada Lampiran 3.1.

    GAMBAR 3.2

    ESTIMASI ANGKA KEMATIAN BAYI PER 1.000 KELAHIRAN HIDUPMENURUT PROVINSI DI INDONESIA TAHUN 2007

  • 7/16/2019 Buku Profil Kesehatan Indonesia 2009

    49/327

    2. Angka Kematian Balita (AKABA)Angka Kematian Balita (AKABA) merupakan jumlah anak yang meninggal

    sebelum mencapai usia 5 tahun yang dinyatakan sebagai angka per 1.000 kelahiran hidup.

    AKABA merepresentasikan peluang terjadinya kematian pada fase antara kelahiran dan

    sebelum umur 5 tahun.

    Millenium Development Goals (MDGs) menetapkan nilai normatif AKABA, yaitu

    sangat tinggi dengan nilai > 140, tinggi dengan nilai 71-140, sedang dengan nilai 20-70 dan

    rendah dengan nilai < 20. SDKI tahun 2007 mengestimasikan nilai AKABA sebesar 44 perper 1.000 kelahiran hidup. Angka ini merupakan estimasi untuk periode 5 tahun sebelum

    survei (2003-2007).

    GAMBAR 3.3

    ANGKA KEMATIAN BALITA (AKABA) PER 1.000 KELAHIRAN HIDUP

    DI INDONESIA TAHUN 1991 2007

    Sumber: Badan Pusat Statistik, 2008

    Berdasarkan estimasi terhadap nilai AKABA pada tingkat provinsi, diketahui

    bahwa provinsi dengan AKABA terendah terdapat di Provinsi DI Yogyakarta sebesar 22

    per 1.000 kelahiran hidup, diikuti oleh Jawa Tengah sebesar 32 per 1.000 kelahiran hidup

    dan Kalimantan Tengah sebesar 34 per 1.000 kelahiran hidup. Sedangkan provinsi dengan

    AKABA tertinggi adalah Sulawesi Barat sebesar 96 per 1.000 kelahiran hidup, diikuti oleh

    Maluku sebesar 93 per 1.000 kelahiran hidup dan Nusa Tenggara Barat sebesar 92 per

  • 7/16/2019 Buku Profil Kesehatan Indonesia 2009

    50/327

    GAMBAR 3.4ESTIMASI ANGKA KEMATIAN BALITA PER 1.000 KELAHIRAN HIDUP

    MENURUT PROVINSI DI INDONESIA TAHUN 2007

    Sumber : BPS, Hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 2007

    3. Angka Kematian Ibu (AKI)Angka Kematian Ibu (AKI)juga menjadi salah satu indikator penting dalam

    menentukan derajat kesehatan masyarakat. AKI menggambarkan jumlah wanita yang

    meninggal dari suatu penyebab kematian terkait dengan gangguan kehamilan atau

    penanganannya (tidak termasuk kecelakaan atau kasus insidentil) selama kehamilan,

    melahirkan dan dalam masa nifas (42 hari setelah melahirkan) tanpa memperhitungkan

    lama kehamilan per 100.000 kelahiran hidup.

    AKI juga dapat digunakan dalam pemantauan kematian terkait dengan kehamilan.

    Indikator ini dipengaruhi status kesehatan secara umum, pendidikan dan pelayanan selamakehamilan dan melahirkan. Sensitifitas AKI terhadap perbaikan pelayanan kesehatan

    menjadikannya indikator keberhasilan pembangunan sektor kesehatan.

    AKI mengacu pada jumlah kematian ibu yang terkait dengan masa kehamilan,

    GAMBAR 3 5

  • 7/16/2019 Buku Profil Kesehatan Indonesia 2009

    51/327

    GAMBAR 3.5

    ANGKA KEMATIAN IBU (PER 100.000 KELAHIRAN HIDUP)DI INDONESIA TAHUN 1994-2007

    Sumber : Badan Pusat Statistik,2008

    4. Angka Kematian Kasar (AKK)Angka kematian kasar adalah jumlah kematian yang terjadi pada suatu waktu dan

    tempat tertentu per 1.000 penduduk pada pertengahan tahun. Estimasi Angka Kematian

    Kasar (AKK) berdasarkan hasil SUPAS 2005, menyebutkan bahwa AKK tahun 2007

    sebesar 6,9 per 1.000 penduduk.

    5. Angka Kematian di Rumah Sakit

    Tabel berikut ini menyajikan 10 penyebab kematian terbanyak pada penderita rawatinap di rumah sakit pada tahun 2008.

    TABEL 3.110 PENYAKIT UTAMA PENYEBAB KEMATIAN DI RUMAH SAKIT

    DI INDONESIA TAHUN 2008

    NoGolongan Sebab Sakit Pasien

    Mati

    CFR

    (%)

    1 Penyakit Sistem Sirkulasi Darah 23.163 11,06

    2 Penyakit Infeksi dan Parasit Tertentu 16.769 2,89

    3 Kondisi Tertentu yang Bermula pada Masa Perinatal 9.108 9,74

    4 Penyakit Sistem Napas 8,190 3,99

    5 Penyakit Sistem Cerna 6.825 2,91

    6Cedera, Keracunan, dan Akibat Sebab Luar Tertentu

    i5 767 2 99

    Berdasarkan informasi pada tabel di atas, penyakit sistem sirkulasi darah

  • 7/16/2019 Buku Profil Kesehatan Indonesia 2009

    52/327

    Berdasarkan informasi pada tabel di atas, penyakit sistem sirkulasi darah

    merupakan penyakit yang menempati urutan teratas sebagai penyakit utama penyebab

    kematian di rumah sakit pada tahun 2008. Penyakit sistem sirkulasi darah pada tahun 2008

    menyebabkan kematian sebanyak 23.163 orang dengan Case Fatality Rate (CFR) sebesar11,06%.

    6. Umur Harapan Hidup Waktu LahirDerajat kesehatan masyarakat juga dapat diukur dengan melihat besarnya Umur

    Harapan Hidup Waktu Lahir (UHH). Selain itu, UHH juga menjadi salah satu indikator

    yang diperhitungkan dalam menilai Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Kondisi UHH di

    Indonesia dalam kurun waktu 2006-2008 menunjukkan peningkatan.

    Berdasarkan data BPS, UHH di Indonesia pada tahun 2008 sebesar 69 tahun,

    sedangkan pada tahun 2006 dan 2007 sebesar 68,5 tahun dan 68,7 tahun. Salah satu faktor

    yang berperan dalam peningkatan UHH adalah upaya di bidang kesehatan sebagai bagian

    dari pembangunan kesehatan.

    Pada tahun 2008, provinsi dengan UHH tertinggi adalah DI Yogyakarta, yaitu

    sebesar 73,1 yang diikuti oleh DKI Jakarta sebesar 72,9 dan Sulawesi Utara sebesar 72,0tahun.Sedangkan, UHH terendah terdapat di Provinsi Nusa Tenggara Barat, sebesar 61,5

    tahun, yang diikuti oleh Kalimantan Selatan sebesar 63,1 tahun dan Banten sebesar 64,6

    tahun. Gambaran UHH pada tahun 2007 dan 2008 menurut provinsi terdapat pada

    Lampiran 3.2.GAMBAR 3.6

    UMUR HARAPAN HIDUP WAKTU LAHIR

    MENURUT PROVINSI DI INDONESIA TAHUN 2008

    GAMBAR 3.7

  • 7/16/2019 Buku Profil Kesehatan Indonesia 2009

    53/327

    NILAI IPM MENUURT PROVINSIDI INDONESIA TAHUN 2008

    Sumber: BPS, 2010

    Berdasarkan gambar di atas diketahui bahwa provinsi dengan IPM tertinggi adalah

    DKI Jakarta, Sulawesi Utara, dan Riau. Sedangkan provinsi dengan IPM terendah adalah

    Papua, diikuti oleh Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur.

    B. MORBIDITASMorbiditas dapat diartikan sebagai angka kesakitan, baik insiden maupun prevalen

    dari suatu penyakit. Morbiditas menggambarkan kejadian penyakit dalam suatu populasi

    pada kurun waktu tertentu. Morbiditas juga berperan dalam penilaian terhadap derajat

    kesehatan masyarakat.

    1. Pola 10 Penyakit Terbanyak di Rumah SakitPola 10 penyakit terbanyak pada pasien rawat jalan di rumah sakit tahun 2009

    menurut Daftar Tabulasi Dasar (DTD) menunjukkan bahwa kasus terbanyak merupakan

    penyakit infeksi saluran napas bagian atas akut lainnya dengan jumlah total kasus 488 794

    TABEL 3.2

  • 7/16/2019 Buku Profil Kesehatan Indonesia 2009

    54/327

    POLA 10 BESAR PENYAKIT TERBANYAK PADA PASIEN RAWAT JALANDI RUMAH SAKIT DI INDONESIA TAHUN 2009

    No Daftar Tabulasi dasar (DTD) Kasus Total KasusJumlah

    KunjunganLaki-Laki Perempuan

    1Infeksi saluran nafas bagian atas akut

    lainnya243.578 245.216 488.794 781.881

    2Demam yang sebabnya tidakdiketahui

    143.167 132.087 275.254 358.942

    3Penyakit kulit dan jaringan subkutan

    lainnya99.303 147.953 247.256 371.673

    4

    Diare & gastroenteritis oleh

    penyebab infeksi tertentu (kolitis

    infeksi)

    88.275 83.738 172.013 223.318

    5 Gangguan refraksi dan akomodasi 67.231 89.429 156.660 203.021

    6 Dispepsia 55.817 77.345 133.162 220.375

    7 Hipertensi esensial (primer) 55.446 67.823 123.269 412.364

    8 Penyakit pulpa dan periapikal 54.004 68.463 122.467 234.083

    9Penyakit telinga dan prosesus

    mastoid53.463 52.142 105.605 153.488

    10 Konjungtivitis dan gangguan lainkonjungtiva

    46.380 52.815 99.195 135.749

    Sumber: Ditjen Bina Yanmedik, Kemenkes RI, 2009

    Sedangkan pada pasien rawat inap, pola gambaran 10 penyakit terbanyak menunjukkan

    pola yang sedikit berbeda. Diare dan Gastroenteritis oleh penyebab infeksi tertentu (kolitis

    infeksi) memiliki jumlah kasus terbanyak yaitu 143.696 kasus.

    TABEL 3.3POLA 10 PENYAKIT TERBANYAK PADA PASIEN RAWAT INAP

    DI RUMAH SAKIT DI INDONESIA TAHUN 2009No Daftar Tabulasi Dasar (DTD)

    KasusTotal Kasus Meninggal CFR (%)

    Laki-Laki Perempuan

    1Diare & gastroenteritis oleh

    penyebab infeksi tertentu

    (kolitis infeksi)

    74.161 69.535 143.696 1.747 1,22

    2 Demam berdarah dengue 60.705 60.629 121.334 898 0,74

    3 Demam tifoid dan paratifoid 39.262 41.588 80.850 1.013 1,25

    4Demam yang sebabnya tidak

    diketahui24.957 24.243 49.200 462 0,94

    5 Dispepsia 18.807 28.497 47.304 520 1,10

    B d k CFR kit iliki CFR li ti i di t 10 kit

  • 7/16/2019 Buku Profil Kesehatan Indonesia 2009

    55/327

    Berdasarkan CFR, penyakit yang memiliki CFR paling tinggi di antara 10 penyakit

    terbanyak pada pasien rawat inap di RS adalah Pneumonia sebesar 6,63%. Sedangkan

    penyakit dengan CFR terendah adalah Infeksi Saluran Napas Bagian Atas Akut Lainnya

    sebesar 0,45%.

    2. Penyakit Menulara. Malaria

    Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang upaya pengendaliannya

    menjadi komitmen global dalam Millenium Development Goals (MDGs). Malaria

    disebabkan oleh hewan bersel satu (protozoa) Plasmodium yang ditularkan melalui gigitannyamukAnopheles. Wilayah endemis malaria pada umumnya adalah desa-desa terpencil

    dengan kondisi lingkungan yang tidak baik, sarana transportasi dan komunikasi yang sulit,

    akses pelayanan kesehatan kurang, tingkat pendidikan dan sosial ekonomi masyarakat yang

    rendah, serta buruknya perilaku masyarakat terhadap kebiasaan hidup sehat.

    Ditjen PP&PL Kementerian Kesehatan telah menetapkan stratifikasi endemisitas

    malaria suatu wilayah di Indonesia menjadi 4 strata yaitu :

    1. Endemis Tinggi bila API > 5 per 1.000 penduduk.2.

    Endemis Sedang bila API berkisar antara 1 < 5 per 1.000 penduduk.3. Endemis Rendah bila API 0 - 1 per 1.000 penduduki.

    4. Non Endemis adalah daerah yang tidak terdapat penularan malaria (Daerahpembebasan malaria) atau API = 0.

    GAMBAR 3.8

    STRATIFIKASI ENDEMISITAS MALARIADI INDONESIA TAHUN 2009

    Sumber: Ditjen PP-PL, Kemenkes RI, 2010

    laboratorium tersebut merupakan pelaksanaan kebijakan nasional pengendalian malaria

    d l i li i i l i i k l i kli i h dik fi i

  • 7/16/2019 Buku Profil Kesehatan Indonesia 2009

    56/327

    dalam mencapai eliminasi malaria, yaitu semua kasus malaria klinis harus dikonfirmasi

    laboratorium.GAMBAR 3.9

    ANNUAL PARASITEINCIDENCE MALARIA ()DI JAWA BALI TAHUN 2004 2009

    Sumber: Ditjen PP-PL, Kemenkes RI, 2010

    Indikator untuk upaya penemuan penderita di wilayah Jawa-Bali menggunakanAnnual Parasite Incidence (API) atau Angka Parasit Malaria per 1.000 penduduk. Pada

    tahun 2009 API Jawa-Bali sebesar 0,17 per 1.000 penduduk. Angka ini telah mencapai

    target yang ditentukan, yaitu di bawah 0,25 per 1.000 penduduk. Pada gambar di atas

    nampak bahwa dari tahun 2004-2009, API senantiasa memenuhi target.

    GAMBAR 3.10ANNUAL MALARIA INCIDENCE ()

    DI LUAR JAWA BALI TAHUN 2004 2009

    Sumber: Ditjen PP-PL, Kemenkes RI, 2010

    memenuhi target, karena pada kurun waktu tersebut AMI berada di atas target yang telah

    dit t k Ri i API d AMI t i i t h 2009 d t dilih t d L i 3 5

  • 7/16/2019 Buku Profil Kesehatan Indonesia 2009

    57/327

    ditentukan. Rincian API dan AMI menurut provinsi tahun 2009 dapat dilihat pada Lampiran 3.5.b. TB Paru

    Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksibakteri Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini dapat menyebar melalui droplet orang

    yang telah terinfeksi basil TB. Bersama dengan Malaria dan HIV/AIDS, TB menjadi salah

    satu penyakit yang pengendaliannya menjadi komitmen global dalam MDGs

    Salah satu indikator yang digunakan dalam pengendalian TB adalah Case Detection

    Rate (CDR), yaitu proporsi jumlah pasien baru BTA positif yang ditemukan dan diobati

    terhadap jumlah pasien baru BTA positif yang diperkirakan ada dalam wilayah tersebut.

    Kementerian Kesehatan menetapkan target CDR minimal pada tahun 2009 sebesar 70%.

    Berikut ini disajikan pencapaian CDR menurut provinsi tahun 2009.

    GAMBAR 3.11

    CAKUPAN CASE DETECTION RATE (CDR) TB DI INDONESIA TAHUN 2009

    Sumber: Ditjen PP-PL, Kemenkes RI, 2010

    Pencapaian CDR pada tahun 2009 sebesar 73,1%. Angka ini telah memenuhi target

    minimal yang telah ditetapkan yaitu sebesar 70%. Pada tingkat provinsi, CDR tertinggi terdapat

    di Provinsi Sulawesi Utara sebesar 85,2%, diikuti DKI Jakarta sebesar 81% dan Banten sebesar

    77,7%. Sedangkan provinsi dengan CDR terendah adalah Kalimantan Tengah sebesar 30,6%

    diikuti oleh Kalimantan Timur sebesar 31,1% dan Kepulauan Riau sebesar 32,3%. Pada gambar

    di atas nampak bahwa terdapat 5 provinsi yang telah memenuhi target CDR 70%, yaitu

    Sulawesi Utara, DKI Jakarta, Banten, Maluku, dan Jawa Barat.

    D l k k b h il b TB di k A k K b h il

    GAMBAR 3.12

  • 7/16/2019 Buku Profil Kesehatan Indonesia 2009

    58/327

    GAMBAR 3.12SUCCESS RATE (SR) TB

    DI INDONESIA TAHUN 2004-2008

    Sumber: Ditjen PP-PL, Kemenkes RI, 2010

    Berdasarkan gambar di atas terlihat bahwa pencapaian Success Rate (SR) pada tahun

    2004-2008 telah memenuhi target 85%. Namun demikian terjadi penurunan Success Rate (SR)

    dari 91% pada tahun 2005 menjadi 87,6% pada tahun 2006. Angka ini kemudian kembali naik

    menjadi 91% pada tahun 2007 dan 2008. Gambaran kasus TB dan keberhasilan pengobatannya

    dapat dilihat pada Lampiran 3.7, 3.8, 3.9 dan 3.10.

    c. HIV & AIDS

    HIV & AIDS disebabkan oleh infeksi virus Human Immunodeficiency Virus yangmenyerang sistem kekebalan tubuh yang menyebabkan penderita mengalami penurunan

    ketahanan tubuh sehingga sangat mudah untuk terinfeksi berbagai macam penyakit lain.

    Penyakit ini ditularkan melalui cairan tubuh penderita yang terjadi melalui proses hubungan

    seksual, transfusi darah, penggunaan jarum suntik yang terkontaminasi secara bergantian, dan

    penularan dari ibu ke anak dalam kandungan melalui plasenta dan kegiatan menyusui.

    Kasus HIV dan AIDS menunjukkan trend peningkatan setiap tahun. Sampai dengan

    Desember 2009 jumlah kumulatif kasus AIDS mencapai 19.973 kasus. Gambar berikut

    menampilkan kasus baru dan kumulatif penderita AIDS yang terjadi sampai tahun 2009.

    GAMBAR 3.13

    JUMLAH KASUS BARU DAN KUMULATIF PENDERITA AIDS

  • 7/16/2019 Buku Profil Kesehatan Indonesia 2009

    59/327

    YANG TERDETEKSI DARI BERBAGAI SARANA KESEHATAN

    DI INDONESIA TAHUN 2001 2009

    Sumber: Ditjen PP-PL, Kemenkes RI, 2010

    Pada gambar di atas nampak adanya peningkatan penemuan kasus baru yang cukupsignifikan pada tahun 2008, dari 2.947 kasus baru pada tahun 2007 menjadi 4.969 kasus

    baru pada tahun 2008.

    Besaran kasus juga dapat dilihat dengan menggunakan Case Rate AIDS yang

    diperoleh dengan membandingkan jumlah kasus kumulatif terhadap jumlah penduduk per

    100.000 penduduk. Pada tahun 2009, provinsi dengan Case Rate tertinggi adalah Papua

    sebesar 133,1; diikuti oleh Bali sebesar 45,4; dan DKI Jakarta 31,7 per 100.000 penduduk.

    GAMBAR 3.14CASE RATE AIDS MENURUT PROVINSI DI INDONESIA

    SAMPAI DENGAN 31 DESEMBER TAHUN 2009

    HIV/AIDS memiliki beberapa faktor risiko, yaitu hubungan seksual lawan jenis

    (heteroseksual) hubungan sejenis melalui Lelaki Seks Lelaki (LSL) penggunaan Narkoba

  • 7/16/2019 Buku Profil Kesehatan Indonesia 2009

    60/327

    (heteroseksual), hubungan sejenis melalui Lelaki Seks Lelaki (LSL), penggunaan Narkoba

    suntik secara bergantian, transfusi darah dan perinatal. Berikut ini disajikan persentase

    kasus kumulatif menurut faktor risiko.GAMBAR 3.15

    PERSENTASE KASUS KUMULATIF AIDS MENURUT CARA PENULARAN DI INDONESIA

    SAMPAI DENGAN 31 DESEMBER 2009

    Sumber: Ditjen PP-PL, Kemenkes RI, 2010

    Berdasarkan cara penularan, persentase kasus kumulatif tertinggi adalah melalui

    hubungan heteroseksual sebesar 50,3%. Sedangkan persentase terendah adalah melalui

    transfusi darah sebesar 0,1%.

    Meskipun penggunaan IDU menempati urutan ke-2 terbesar, namun jika kita

    melihat kecenderungan kasus baru AIDS pada pengguna NAPZA suntik menunjukkan

    penurunan selama tahun 2006- 2009 seperti yang nampak pada gambar berikut. Hal inidapat disebabkan oleh adanya upaya promosi kesehatan pada kelompok pengguna NAPZA

    suntik yang menyampaikan pesan bahwa penggunaan jarum suntik secara bergantian

    merupakan perilaku risiko tinggi terhadap penularan HIV.

    GAMBAR 3.16

    JUMLAH KASUS BARU AIDS PADA PENGGUNA NAPZA SUNTIK

    DI INDONESIA TAHUN 2005-2009

    Pada tahun 2009 jumlah kasus baru AIDS yang menggunakan NAPZA suntik

    sebanyak 1 156 kasus Jumlah ini lebih rendah dibandingkan tahun 2008 sebesar 1 255

  • 7/16/2019 Buku Profil Kesehatan Indonesia 2009

    61/327

    sebanyak 1.156 kasus. Jumlah ini lebih rendah dibandingkan tahun 2008 sebesar 1.255

    kasus.

    Berdasarkan jenis kelamin, proporsi kasus kumulatif AIDS laki-laki lebih besarterhadap perempuan yaitu 73,7% berbanding 25,8%.

    GAMBAR 3.17

    PERSENTASE KASUS KUMULATIF AIDS MENURUT JENIS KELAMIN DI INDONESIASAMPAI DENGAN 31 DESEMBER 2009

    Sumber: Ditjen PP-PL, Kemenkes RI, 2010

    Proporsi kasus kumulatif AIDS menurut kelompok umur menunjukkan gambaran

    bahwa sebagian besar kasus kumulatif AIDS terdapat pada usia 20-29 tahun, 30-39 tahun,

    dan 40-49 tahun. Kelompok umur tersebut memang termasuk ke dalam usia produktif yangtentu saja juga aktif secara seksual.

    GAMBAR 3.18

    PERSENTASE KASUS KUMULATIF AIDS MENURUT KELOMPOK UMUR DI INDONESIA

    SAMPAI DENGAN 31 DESEMBER 2009

    Informasi lebih rinci tentang HIV/AIDS dapat dilihat pada Lampiran 3.11, 3.12, dan

    3.13.

  • 7/16/2019 Buku Profil Kesehatan Indonesia 2009

    62/327

    3.13.

    d. PneumoniaPneumonia merupakan infeksi akut yang mengenai jaringan paru (alveoli). Infeksi

    dapat disebabkan oleh bakteri, virus maupun jamur. Pneumonia juga dapat terjadi akibat

    kecelakaan karena menghirup cairan atau bahan kimia. Populasi yang rentan terserang

    Pneumonia adalah anak-anak usia kurang dari 2 tahun, usia lanjut lebih dari 65 tahun, atau

    orang yang memiliki masalah kesehatan (malnutrisi, gangguan imunologi).

    Pada tahun 2009, cakupan penemuan Pneumonia pada balita sebesar 22,18%

    dengan jumlah kasus yang ditemukan sebanyak 390.319 kasus. Berikut ini ditampilkan

    angka cakupan penemuan pneumonia balita menurut provinsi tahun 2009.

    GAMBAR 3.19

    CAKUPAN PENEMUAN PNEUMONIA BALITA

    MENURUT PROVINSI DI INDONESIA TAHUN 2009

    Sumber: Ditjen PP-PL, Kemenkes RI, 2010

    Pada tingkat provinsi, dapat diketahui bahwa tiga provinsi dengan cakupan tertinggi

    berturut-turut adalah Provinsi Nusa Tenggara Barat sebesar 71,45%, Jawa Barat sebesar

    46,16% dan Kepulauan Bangka Belitung sebesar 41,41%. Sedangkan tiga provinsi dengan

    cakupan terendah adalah Provinsi Kepulauan Riau sebesar 0,32%, Aceh sebesar 2,16%,

    dan Kalimantan Barat sebesar 2,54%. Data cakupan masing-masing provinsi terdapat padaLampiran 3.14.

    e. Kusta

    K t k kit l di b bk l h i f k i b kt i

    c. Adanya kuman tahan asam di dalam kerokan jaringan kulit (BTA Positif).Pada tahun 2009 dilaporkan terdapat kasus baru tipe Multi Basiler sebanyak 14 227

  • 7/16/2019 Buku Profil Kesehatan Indonesia 2009

    63/327

    Pada tahun 2009, dilaporkan terdapat kasus baru tipe Multi Basiler sebanyak 14.227

    kasus dan tipe Pausi Basiler sebanyak 3.033 dengan Newly Case Detection Rate(NCDR)

    sebesar 7,49 per 100.000 penduduk. Berikut ini disajikan kecenderungan kasus baru tipePB dan MB serta NCDR.

    GAMBAR 3.20

    JUMLAH KASUS BARU KUSTA TIPE PB DAN MB

    DAN NCDR PER 100.000 PENDUDUK DI INDONESIA TAHUN 2005-2009

    Sumber: Ditjen PP-PL, Kemenkes RI, 2010

    Penemuan kasus baru sejak tahun 2005-2009 menunjukkan kecenderungan

    penurunan. Pada tahun 2005 NCDR sebesar 8,99 per 100.000 penduduk, angka ini turun

    terus hingga 7,49 per 100.000 penduduk pada tahun 2009. Kecenderungan penurunantersebut juga terjadi pada jumlah kasus baru kusta tipe PB dan MB.

    Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (Ditjen

    PP&PL) telah menetapkan 33 provinsi di Indonesia ke dalam 2 kelompok beban kusta,

    yaitu provinsi dengan beban kusta tinggi (high endemic) dan beban kusta rendah (low

    endemic). Provinsi dengan high endemic jika NCDR > 10 per 100.000 penduduk atau

    jumlah kasus baru lebih dari 1.000, sedangkan low endemic jika NCDR < 10 per 100.000

    penduduk.

    GAMBAR 3.21

    STATUS BEBAN KUSTA DI INDONESIA TAHUN 2009

  • 7/16/2019 Buku Profil Kesehatan Indonesia 2009

    64/327

    Sumber: Ditjen PP-PL, Kemenkes RI, 2010

    Keberhasilan dalam mendeteksi kasus baru dapat diukur dari tinggi rendahnya

    proporsi cacat tingkat II, sedangkan untuk mengetahui tingkat penularan di masyarakatdigunakan indikator proporsi anak (0-14 tahun) di antara penderita baru. Proporsi cacat

    tingkat II pada tahun 2009 sebesar 10,37%. Sedangkan proporsi anak di antara penderita

    baru pada tahun 2009 sebesar 11,44%.

    GAMBAR 3.22

    PROPORSI CACAT TINGKAT II DAN PROPORSI ANAK DI ANTARA KASUS BARU KUSTADI INDONESIA TAHUN 2001-2009

    Sumber: Ditjen PP&PL, Kemenkes RI 2009

    2. Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I)a.Tetanus Neonatorum

  • 7/16/2019 Buku Profil Kesehatan Indonesia 2009

    65/327

    Tetanus Neonatorum (TN) disebabkan oleh basil Clostridium tetani, yang masuk ke

    tubuh melalui luka. Penyakit ini menginfeksi bayi baru lahir yang salah satunya disebabkanoleh pemotongan tali pusat dengan alat yang tidak steril. Kasus TN banyak ditemukan di

    negara berkembang khususnya dengan cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan yang

    rendah.

    Pada tahun 2009 dilaporkan terdapat 158 kasus dengan jumlah meninggal 76,

    dengan demikian CFR Tetanus Neonatorum pada tahun 2009 sebesar 48,1%. Pada tahun

    2009 kasus TN terjadi di 20 provinsi, dan 14 provinsi melaporkan adanya kasus meninggal.

    Gambaran kasus Tetanus Neonatorum beserta persentase kasus berdasarkan faktor

    risiko menurut provinsi dapat dilihat pada Lampiran 3.16.

    b.Campak

    Campak merupakan salah satu penyakit PD3I yang disebabkan oleh virus campak.

    Sebagian besar kasus campak menyerang anak-anak. Penularan dapat terjadi melalui udara

    yang telah terkontaminasi oleh sekret orang yang telah terinfeksi. Berikut ini ditampilkan

    Incidence Rate (IR) Campak menurut provinsi tahun 2009.

    GAMBAR 3.23

    INCIDENCE RATE (IR) CAMPAK PER 10.000 PENDUDUK

    MENURUT PROVINSI DI INDONESIA TAHUN 2009

    Sumber: Ditjen PP&PL, Kemenkes RI 2009

    Pada tahun 2009 dilaporkan terdapat 18.055 kasus campak dengan Incidence Rate

    sebesar 0 77 per 10 000 penduduk Incidence Rate tertinggi pada tahun 2009 terdapat di

    c. Difteri

  • 7/16/2019 Buku Profil Kesehatan Indonesia 2009

    66/327

    Penyakit Difteri disebabkan oleh infeksi bakteri Corynebacterium diphtheriae yang

    menyerang sistem pernafasan bagian atas. Penyakit ini memiliki gejala sakit leher, demam

    ringan, sakit tekak. Difteri juga kerap ditandai dengan tumbuhnya membran kelabu yang

    menutupi tonsil serta bagian saluran pernafasan.

    Jumlah kasus Difteri pada tahun 2009 sebanyak 189 kasus, dengan Incidence Rate

    per 10.000 penduduk menurut kelompok umur menunjukkan umur < 1 tahun memiliki IR

    sebesar 0,01; umur 1-4 tahun sebesar 0,02 ; dan umur 5-14 tahun sebesar 0,02 per 10.000

    penduduk.GAMBAR 3.24

    INCIDENCE RATE (IR) DIFTERI PER 10.000 PENDUDUKMENURUT KELOMPOK UMUR DI INDONESIA TAHUN 2003-2009

    Sumber: Ditjen PP&PL, Kemenkes RI 2009

    Gambaran penyakit Difteri menurut provinsi dapat dilihat pada Lampiran 3.22 dan

    3.23.

    d. Polio dan AFP (Acute Flaccid Paralysis/Lumpuh Layu Akut)

    Polio merupakan salah satu penyakit menular yang termasuk ke dalam PD3I yang

    disebabkan oleh virus yang menyerang sistem syaraf higga penderita mengalami

    kelumpuhan. Penyakit yang pada umumnya menyerang anak berumur 0-3 tahun ini

    ditandai dengan munculnya demam, lelah, sakit kepala, mual, kaku di leher dan sakit di

    tungkai dan lengan.

    Sedangkan AFP merupakan kondisi abnormal ketika seseorang mengalami

    GAMBAR 3.25NON POLIO AFP RATE PER 100.000 ANAK < 15 TAHUN

  • 7/16/2019 Buku Profil Kesehatan Indonesia 2009

    67/327

    DI INDONESIA TAHUN 2009

    Sumber: Ditjen PP&PL, Kemenkes RI 2009

    Provinsi dengan non Polio AFP Rate tertinggi adalah Gorontalo sebesar 8,4 per

    100.000 anak < 15 tahun, diikuti oleh DIY dan Sulawesi Utara masing-masing sebesar 5,67dan 5,64 per 100.000 anak < 15 tahun. Sedangkan provinsi dengan non Polio AFP Rate

    terendah adalah Papua sebesar 1 per 100.000 anak < 15 tahun, diikuti oleh NTB dan

    Kalimantan Tengah masing-masing sebesar 1,29 dan 1,57 per 100.000 anak < 15 tahun.

    Informasi lebih rinci menurut provinsi terdapat pada Lampiran 3.24 dan 3.25.

    3. Penyakit Potensial KLB/WabahTerdapat beberapa penyakit yang berpotensi KLB/wabah yang sering terjadi di

    Indonesia, di antaranya adalah Demam Berdarah Dengue (DBD), Diare dan Chikungunya.

    Seluruh penyakit potensial KLB ini banyak mengakibatkan kematian dan kerugian secara

    ekonomi.

    a.Demam Berdarah Dengue (DBD)

    Demam Berdarah Dengue merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue

    dan ditularkan oleh nyamukAedes aegypty. Penyakit ini sebagian besar menyerang anak

    berumur < 15 tahun, namun dapat juga menyerang orang dewasa.

    Pada tahun 2009, terdapat 158.912 kasus dengan jumlah kematian 1.420 orang.

    Dengan demikian, IR DBD pada tahun 2009 adalah 68,22 per 100.000 penduduk dan CFR

    sebesar 0,89%. Angka-angka tersebut mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2008

    GAMBAR 3.26INCIDENCE RATE DBD PER 100.000 PENDUDUK

  • 7/16/2019 Buku Profil Kesehatan Indonesia 2009

    68/327

    DAN CASE FATALITY RATE DBD

    DI INDONESIA TAHUN 2005-2009

    Sumber: Ditjen PP&PL, Kemenkes RI 2009

    Meskipun CFR tahun 2009 lebih tinggi dibandingkan tahun 2008, namun sejak

    tahun 2005 sampai dengan tahun 2008, nampak adanya kecenderungan penurunan CFR.

    Kecenderungan penurunan tersebut tidak nampak pada IR per 100.000 penduduk.

    Angka Insidens (IR) tertinggi terdapat di Provinsi DKI Jakarta, yaitu 313,41 per

    100.000 penduduk, diikuti oleh Kalimantan Barat sebesar 228,3 per 100.000 penduduk dan

    Kalimantan Timur sebesar 173,84 per 100.000 penduduk. Sedangkan IR terendah di

    Provinsi NTT sebesar 8,44 dan Jambi sebesar 8,55 per 100.000 penduduk. Provinsi Maluku

    melaporkan 0 kasus.

    GAMBAR 3.27

    INCIDENCE RATE DBD PER 100.000 PENDUDUK

    DI INDONESIA TAHUN 2009

    Pada tahun 2009, provinsi dengan CFR tertinggi adalah Kep. Bangka Belitung

    sebesar 4,58%, diikuti oleh Bengkulu sebesar 3,08%, Gorontalo sebesar 2,2%. Sedangkan

    CFR terendah terdapat di provinsi Sulawesi Barat, dimana tidak ada kasus meninggal, dan

  • 7/16/2019 Buku Profil Kesehatan Indonesia 2009

    69/327

    CFR terendah terdapat di provinsi Sulawesi Barat, dimana tidak ada kasus meninggal, dan

    DKI Jakarta sebesar 0,11%.

    GAMBAR 3.28

    CASE FATALITY RATE DBD DI INDONESIA TAHUN 2009

    Sumber: Ditjen PP&PL, Kemenkes RI 2009

    Pola perkembangan DBD pada tahun 2009 secara nasional menunjukkan terjadinya

    peningkatan kasus dan kematian DBD dibandingkan tahun 2008. Puncak peningkatan

    kasus tahun 2009 terjadi pada bulan Januari, Februari dan Maret, kemudian kasus menurun

    kembali setelah bulan Juli dan mencapai titik terendah pada bulan September, namun

    terjadi peningkatan sedikit pada bulan November dan Desember.

    Jumlah kabupaten/kota terjangkit DBD sejak tahun 1968 sampai dengan 2009

    cenderung mengalami peningkatan seiring dengan terjadinya pemekaran wilayah di

    Indonesia. Puncak IR DBD terjadi pada tahun 1973, 1988, 1998 dan 2005. Jumlah

    kabupaten/kota terjangkit DBD terus meningkat sampai tahun 1998, dan sedikit menurun

    di tahun 1999, kemudian meningkat kembali sampai tahun 2007. Pada tahun 2008 sebesar73,5% kabupaten/kota terjangkit, sedangkan tahun 2009 tercatat 384 Kabupaten/kota dari

    497 Kabupaten/kota yang ada atau sebesar 77,26%.

    GAMBAR 3.29PERSENTASE KABUPATEN/KOTA TERJANGKIT DBD

    DI INDONESIA TAHUN 2009

    Informasi lebih rinci menurut provinsi terkait dengan penyakit DBD dapat dilihat

    pada Lampiran 3.26 dan Lampiran 3.27.

  • 7/16/2019 Buku Profil Kesehatan Indonesia 2009

    70/327

    b. DiareDiare merupakan penyakit yang terjadi ketika terdapat perubahan konsistensi feses

    selain dari frekuensi buang air besar. Seseorang dikatakan menderita Diare bila feses lebih

    berair dari biasanya, atau bila buang air besar tiga kali atau lebih, atau buang air besar yang

    berair tapi tidak berdarah dalam waktu 24 jam.

    Kejadian Luar Biasa (KLB) Diare terjadi di 15 provinsi dengan jumlah penderita

    sebanyak 5.756 orang, jumlah kematian sebanyak 100 orang atau CFR sebesar 1,74%. CFR

    tahun 2009 tersebut lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya, pada tahun 2008 CFRDiare sebesar 2,48%. Kecenderungan CFR Diare pada periode tahun 2005-2009 terdapat

    pada gambar berikut.

    GAMBAR 3.30CASE FATALITY RATE (CFR) DIARE

    DI INDONESIA TAHUN 2005 2009

    Sumber: Ditjen PP-PL, Kemkes RI, 2010

    Pada gambar di atas terlihat adanya penurunan CFR yang cukup signifikan pada

    tahun 2006-2007, dari 2,52% menjadi 1,26%. Angka ini naik menjadi 2,48% pada tahun

    2008. Angka ini turun menjadi 1,74% pada tahun 2009. Penurunan ini dapat disebabkan

    oleh adanya perbaikan penatalaksanaan kasus Diare.

    Berikut ini disajikan gambaran distribusi provinsi dengan KLB Diare pada tahun

    2009.

    GAMBAR 3.31

    KLB DIARE DI INDONESIA TAHUN 2009

    Informasi lebih rinci menurut provinsi terkait Diare dapat dilihat pada Lampiran

    3.28.

  • 7/16/2019 Buku Profil Kesehatan Indonesia 2009

    71/327

    c.ChikungunyaChikungunya adalah penyakit infeksi akut yang ditandai gejala utama demam, ruam