blok 17

18
Koledokolitiasis Robert tupan us abatan 10 2012 335 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Arjuna Utara No.6 Jakarta 11510 [email protected] PENDAHULUAN Dalam skenario yang di dapat “Seorang wanita berusia 50 tahun datang ke poliklinik dengan keluhan nyeri hebat yang hilang timbul secara mendadak pada perut kanan atasnya menjalar hingga punggung kanan sejak 6 jam lalu. Selain itu, sejak 5 hari yang lalu, pasien juga mengeluh demam tinggi, tubuhnya berwarna kekuningan dan tinjanya berwarna pucat seperti dempul”. Sebagian besar pasien dengan batu empedu tidak mempunyai keluhan. Risiko penyandang batu empedu untuk mengalami gejala dan komplikasi realtif kecil. Walaupun demikian, ketika batu empedu mulai menimbulkan serangan nyeri kolik yang spesifik maka resiko untuk mengalami masalah dan penyulit akan terus meningkat. Batu empedu umumnya ditemukan di dalam kandung empedu, tetapi batu tersebut dapat bermigrasi melalui duktus sistikus ke dalam saluran empedu menjadi batu saluran empedu dan disebut sebagai batu saluran empedu sekunder. 1 Di negara Barat 10-15% dengan batu empedu juga disertai batu saluran empedu. Pada beberapa keadaan, batu saluran empedu dapat terbentuk primer di dalam saluran empedu intrahepatik atau ekstrahepatik tanpa melibatkan kandung empedu. Batu saluran empedu primer lebih banyak ditemukan pada

Upload: arzdey

Post on 08-Jul-2016

217 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

makalah blok 17

TRANSCRIPT

Page 1: Blok 17

Koledokolitiasis

Robert tupan us abatan10 2012 335

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jl. Arjuna Utara No.6 Jakarta 11510

[email protected]

PENDAHULUAN

Dalam skenario yang di dapat “Seorang wanita berusia 50 tahun datang ke poliklinik

dengan keluhan nyeri hebat yang hilang timbul secara mendadak pada perut kanan atasnya

menjalar hingga punggung kanan sejak 6 jam lalu. Selain itu, sejak 5 hari yang lalu, pasien

juga mengeluh demam tinggi, tubuhnya berwarna kekuningan dan tinjanya berwarna pucat

seperti dempul”.

Sebagian besar pasien dengan batu empedu tidak mempunyai keluhan. Risiko

penyandang batu empedu untuk mengalami gejala dan komplikasi realtif kecil. Walaupun

demikian, ketika batu empedu mulai menimbulkan serangan nyeri kolik yang spesifik maka

resiko untuk mengalami masalah dan penyulit akan terus meningkat. Batu empedu umumnya

ditemukan di dalam kandung empedu, tetapi batu tersebut dapat bermigrasi melalui duktus

sistikus ke dalam saluran empedu menjadi batu saluran empedu dan disebut sebagai batu

saluran empedu sekunder.1

Di negara Barat 10-15% dengan batu empedu juga disertai batu saluran empedu. Pada

beberapa keadaan, batu saluran empedu dapat terbentuk primer di dalam saluran empedu

intrahepatik atau ekstrahepatik tanpa melibatkan kandung empedu. Batu saluran empedu

primer lebih banyak ditemukan pada pasien di wilayah Asia dibandingkan dengan pasien di

negara Barat.

Perjalanan batu saluran empedu sekunder belum jelas benar, tetapi komplikasi akan

lebih sering dan berat dibandingkan batu kandung empedu asimtomatik. Dalam makalah ini

akan dibahas mengenai faktor-faktor yang bisa menyebabkan terjadinya batu empedu, serta

komplikasi yang dapat terjadi dan cara pencegahannya.

Page 2: Blok 17

PEMBAHASAN

Anamnesis

Anamnesis adalah wawancara antara dokter dan penderita atau keluarga penderita yang

mempunyai hubungan dekat dengan pasien atau warga yang menjadi saksi terhadap apa yang

berlaku, mengenai semua data tentang penyakit.Dalam anamnesis yang harus diketahui

adalah identitas pasien, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang dan dahulu, riwayat

kesehatan keluarga, riwayat peribadi dan riwayat ekonomi.

Anamnesis dapat dibagikan kepada 2 jenis yaitu:

a. Alloanamnesis : riwayat penyakit didapat dari orang tua atau sumber lain.

b. Autoanamnesis: riwayat penyakit yang langsung didapatkan dari pasien. Pasien sendiri

yang menemui dokter dan memberitahu sendiri riwayat penyakit dan keluhan yang

dialami.

Berdasarkan kasus, anamnesis dilakukan berdasarkan tahap kesadaran pasien. Hal ini

adalah merupakan alloanamnesis.Anamnesis harus dilakukan secara teliti, teratur, dan

lengkap karena sebagian besar data yang diperlukan diperoleh dari anamnesis untuk

menegakkan diagnosis.

Didalam skenario didapat keluhan utamanya adalah nyeri hebat pada bagian kanan atas

(kolik), berlangsung lebih dari 30 menit dan kurang dari 6 jam yang menjalar hingga ke

punggung kanan, 5 hari yang lalu tubuhnya berwarna kekuningan dan tinjanya berwarna

pucat seperti dempul. Dari kasus yang ada dilihat juga faktor risiko yang bisa menyebabkan

koledokolitiasis yaitu 4 F (Female, Fat, Forty dan Fertile).

Pemeriksaan Fisik

a. Pemeriksaan tanda-tanda vital seperti suhu, tekanan darah, berat badan, tinggi badan,

Body Mass Index(BMI), frekuensi pernapasan, serta frekuensi nadi.

b. Inspeksi yaitu melihat keadaan fisik pasien apakah terdapat tanda-tanda abnormal

seperti :

- Pasien kelihatan sakit yang amat sangat dengan memegang perut yang artinya

menandakan adanya nyeri kholik abdomen.

- Kulit kelihatan kekuningan mengindikasikan adanya ikterus.

- Frekuensi pernapasan 24 x/mnt menunjukkan sakit yang mungkin disertai oleh

peradangan.

Page 3: Blok 17

c. Palpasi yaitu meraba dibagian abdomen :

- Adakah pasien mempunyai rasa nyeri tekan menyeluruh ataupun hanya di suatu

tempat saja.

- Jika sakit dibagian kuadran kanan atas, indikasikan penyakit yang berhubungan

dengan hepatobilier.

- Suhu badan yang terasa panas, menunjukkan pasien demam yang berkemungki-

nan peradangan dibagian yang sakit.

- Untuk memastikan lakukanlah murphy sign, jika positif mengindikasikan pasien

sakit dibagian empedu atau saluran empedu.

Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan Laboratorium

Hasil studi laboratorium normal pada pasien tanpa gejala dan pasien dengan kolik

bilier yang tidak disertai komplikasi. Pemeriksaan laboratorium umumnya tidak

diperlukan dalam keadaan terdapatnya batu empedu kecuali diduga terdapatnya

kolesistitis. Pasien dengan kolangitis dan pankreatitis memiliki nilai tes laboratorium

yang abnormal. Satu nilai laboratorium abnormal tidak memastikan diagnosis pada

koledokolitiasis, kolangitis, atau pankreatitis, melainkan, satu set hasil studi

laboratorium mengarah ke diagnosis yang benar.2

1. Peningkatan hitung sel darah putihmenimbulkan kecurigaan terhadap adanya

peradangan atau infeksi, tetapi temuan tersebut tidak merupakan hasil yang

spesifik.

2. Peningkatan serum bilirubin menunjukkan terdapatnya gangguan pada duktus

koledokus;semakin tinggi kadar bilirubin, semakin mendukung prediksi. Batu

pada duktus koledokus hadir di sekitar 60% dari pasien dengan kadar bilirubin

serum lebih dari 3 mg / dL.

3. Peningkatan kadar lipase dan amilase serum mengarah kepada terdapatnya

pankreatitis akut sebagai komplikasi dari koledokolitiasis.

4. Enzim transaminase (serum glutamic-piruvat transaminase dan serum glutamic

transaminase-oksaloasetat) meningkat pada pasien yang terdapat koledokolitiasis

disertai komplikasi kolangitis, pankreatitis, atau keduanya.

5. Alkali fosfatase dan gamma-glutamil transpeptidase meningkat pada pasien

dengan koledokolitiasis obstruktif. Hasil kedua tes tersebut memiliki nilai

prediksi yang baik terhadap kehadirannya batu pada duktus koledokus.

Page 4: Blok 17

b. USG (Ultrasonografi) merupakan uji terbaik dalam mendeteksi adanya batu empedu

dengan teknik radiologi yang menggunakan gelombang suara frekuensi tinggi untuk

menghasilkan gambar organ dan struktur tubuh. Gelombang suara yang dipancarkan

dari sebuah alat yang disebut transducer dan dikirim melalui jaringan tubuh.

Gelombang suara yang dipantulkan oleh permukaan dan bagian interior organ internal

dan struktur tubuh sebagai "gema." Gema tersebut menggemakan kembali ke

transducer dan ditransmisikan secara elektrik ke tampilan monitor. Dari monitor, sosok

organ dan struktur dapat ditentukan serta konsistensi organ, misalnya, cair atau padat.

c. Endoscopic Retrograde Cholangio-Pancreatography (ERCP) merupakan sebuah

endoskopi yang tipis dan fleksibel digunakan untuk melihat bagian-bagian dari sistem

empedu pasien. Pasien dibius, dan tabung masuk melalui mulut, melewati perut dan ke

usus kecil. Alat tersebut kemudian menyuntikkan pewarna sementara ke dalam saluran

empedu. Pewarna tersebut memudahkan untuk melihat batu dalam saluran ketika foto

sinar-X diambil. Pada keadaan tertentu batu dapat dihilangkan selama prosedur ini.2

d. Magnetic Resonance Cholangio-Pancreatography (MRCP) merupakan teknik

pencitraan menggunakan gama magnet tanpa zat kontras, instrument, dan radiasi ion.

Pada MRCP, saluran empedu yang terlihat terang karena intensitas sinyal yang tinggi,

sedangkan batu saluran empedu akan terlihat dengan intensitas sinyal rendah yang

dikelilingi empedu yang intensitasnya tinggi. Maka, metode ini sangat cocok untuk

mendeteksi batu saluran empedu.

Working Diagnosis

Berdasarkan gejala-gejala yang terdapat pada pasien tersebut, maka dapat disimpulkan

working diagnosisnya adalah koledokolitiasis dikarenakan pembentukan batu pada duktus

koledokus.

Differential Diagnosis

a. Pankreatitis

Dapat dibedakan menjadi 2 jenis, antara lain :

- Akut merupakan radang pancreatitis akut, terjadi perbaikan ke fungsi normal

pankreas.

- Kronis merupakan radang pancreatitis akut berulang, terjadi gangguan fungsi

pancreas yang menetap, nyeri dan malabsorpsi.

Gejala Klinis yang dapat ditemukan pada penderita, antara lain :

Page 5: Blok 17

- Nyeri hebat di perut kanan atas (epigastrium). Nyeri menjalar ke tulang punggung

dan nyeri biasanya timbul tiba- tiba.

- Mual muntah.

- Berkeringat, denyut nadi meningkat, pernapasan cepat dan dangkal.

- Ikterus pada sclera, asites, demam.

- Pembengkakan pada perut bagian atas karena terhentinya pergerakan isi lambung

dan usus.

b. Kolesistitis

Kolesistitis adalah peradangan pada kandung empedu. Jenis kolesistitis dibedakan

menjadi 2, antara lain :

- Akut merupakan reaksi inflamasi akut dinding kandung empedu yang disertai

keluhan nyeri perut kanan atas, nyeri tekan dan demam.

- Kronik yang berkait dengan litiasis dan timbulnya perlahan.

Biasanya gejala klinis yang dapat ditemukan pada penderita kolesistiasis yaitu

nyeri perut kanan atas yang menjalar sampai ke bahu kanan, mual dan muntah, yang

disertai demam ringan – tinggi.

c. Kolangitis

Juga ditandai dengan Trias Charcot (Nyeri abdomen kanan atas, ikterus, demam).

Kolangitis berkembang bila ada obstruksi duktus biliaris dan infeksi. Ada atau tidak

adanya dilatasi biliaris dan atau massa dapat diketahui dengan pemeriksaan gelombang

ultra pada abdomen atau CT Scan.

Hidrasi intravena dan terapi antibiotik harus dimulai secara dini. Pemilihan untuk

paduan antibiotik meliputi aminoglikosida, penisilin, dan obat antiaerob. Banyak pasien

dengan kolangitis pada awalnya dapat ditangani dengan antibiotik saja. Kunci untuk

penanganan pasien dengan kolangitis adalah tercapainya dekompresi biliaris dan

mempermudah drainase. Ini dapat dilakukan secara pembedahan, endoskopik atau

perkutan.3

d. Kista Saluran Empedu

Kista saluran empedu terutama terjadi pada dukus koledokus. Kista ini adalah

dilatasi kistik dari saluran empedu baik intrahepatik maupun ekstrahepatik. Etiloginya

masih belum dapat dikenal pasti, duduga penyebabnya kongenital atau didapat. Gejala

Page 6: Blok 17

klinis yang sering ditemukan pada penderita seperti ikterus, nyeri perut yang hilang

timbul, dan terdapatnya massa tumor pada perut kanan atas.

e. Abses Hepar

Abses hati adalah bentuk infeksi pada hati yang disebabkan karena infeksi

bakteri, parasit, jamur maupun nekrosis steril yang bersumber dari sistem

gastrointestinal yang ditandai dengan adanya proses supurasi dengan pembentukan pus

di dalam parenkim hati. Dan sering timbul sebagai komplikasi dari peradangan akut

saluran empedu.

Abses hepar dibagi menjadi 2, yaitu :

1. Abses hati amebik (AHA): E. Histolitika (spesifik)

Gejala klinis : Nyeri khas, spontan pada perut kanan atas, jalan membungkuk

kedepan, kedua tangan diletakkan diatasnya, dan demam tinggi intermitten atau

remitten.

2. Abses hati piogenik (AHP): Enterobacteracea, Microaerophilic streptococcus,

Klebsiella pneumonia (non-spesifik)

Gejala klinis : Demam tinggi, spontan pada perut kanan atas, jalan membungkuk

kedepan, kedua tangan diletakkan diatasnya, dan bisa disertai syok.

AHA lebih sering terjadi di negara berkembang dari AHP. AHP banyak terjadi

akibat komplikasi dari sistem biliaris.

Etiologi

Batu empedu lebih banyak ditemukan pada wanita dan faktor resikonya adalah : usia

lanjut, kegemukan (obesitas), diet tinggi lemak dan faktor keturunan. Komponen utama dari

batu empedu adalah kolesterol, sebagian kecil lainnya terbentuk dari garam kalsium. Cairan

empedu mengandung sejumlah besar kolesterol yang biasanya tetap berbentuk cairan. Jika

cairan empedu menjadi jenuh karena kolesterol, maka kolesterol bisa menjadi tidak larut dan

membentuk endapan diluar empedu.4

Sebagian besar batu empedu terbentuk di dalam kandung empedu dan sebagian besar

batu di dalam saluran empedu berasal dari kandung empedu. Batu empedu bisa terbentuk di

dalam saluran empedu jika empedu mengalami aliran balik karena adanya penyempitan

saluran atau setelah dilakukan pengangkatan kandung empedu.4

Batu empedu di dalam saluran empedu bisa mengakibatkan infeksi hebat saluran

empedu (kolangitis), infeksi pankreas (pankreatitis) atau infeksi hati. Jika saluran empedu

tersumbat, maka bakteri akan tumbuh dan dengan segera menimbulkan infeksi di dalam

Page 7: Blok 17

saluran. Bakteri bisa menyebar melalui aliran darah dan menyebabkan infeksi di bagian tubuh

lainnya.

Epidemiologi

Di masyarakat Barat komposisi utama batu empedu adalah kolesterol, sedangkan

penelitian di Jakarta pada 51 pasien didapatkan batu pigmen pada 73% pasien dan batu

kolesterol pada 27% pasien.1,4 Koledokolitiasis atau kolangitis akut lebih rentan terjadi pada

kelompok 4F : female (wanita), fertile (subur)-khususnya selama kehamilan, fat (gemuk), dan

forty (empat puluh tahun).4

Koledolitiasis dapat terjadi dengan atau tanpa faktor resiko. Namun, semakin banyak

faktor resiko, semakin besar pula kemungkinan untuk terjadinya koledokolitiasis. Faktor

resiko tersebut antara lain:

1. Genetik : lebih sering ditemukaan pada orang kulit putih dibandingkan kulit hitam, lebih

sering ditemukan di negara lain selain USA, Chili dan Swedia. Di negara Barat, hampir

semua batu berasal dari kandung empedu. Di Asia, insidensi pembentukan batu,

biasanya berpigmen di duktus primer dan intrahati jauh lebih tinggi.

2. Umur : rata-rata pada 40-50 tahun. Semakin berkurang pada usia muda dan semakin

bertambahnya usia semakin besar kemungkinan untuk mendapatkan batu empedu,

sehingga pada usia 90 tahun kemungkinannya adalah satu dari tiga orang.

3. Jenis Kelamin : lebih sering terjadi pada wanita daripada laki-laki dengan perbandingan 4

: 1. Di USA 10- 20 % laki-laki dewasa menderita batu empedu, sementara di Italia 20

% wanita dan 14 % laki-laki. Di Indonesia jumlah penderita wanita lebih banyak dari

pada laki-laki.

4. Faktor-faktor lain : obesitas, makanan, riwayat keluarga, aktifitas fisik, dan nutrisi jangka

vena yang lama.

Patofisiologi

Terdapat 2 jenis batu yang berada pada saluran empedu, yaitu :

- Batu pigmen, yang terdiri dari garam kalsium dan salah satu dari ke empat anion ini,

yaitu : bilirubinat, karbonat, fosfat, dan asam lemak. Pigmen (bilirubin) pada kondisi

normal akan terkonjugasi dalam empedu, dengan bantuan enzim glukoronil transferase.

Page 8: Blok 17

Kekurangan enzim ini akan mengakibatkan presipitasi/pengendapan dari bilirubin

tersebut.4

- Batu kolesterol, yang bersifat tidak larut dalam air, kelarutan kolesterol sangat

tergantung dari asam empedu dan lesitin.4

Koledokolitiasis dibagi menjadi 2 tipe yaitu primer dan sekunder. Koledokolitiasis

primer adalah batu empedu yang terbentuk di dalam saluran empedu sedangkan

koledokolitiasis sekunder merupakan batu kandung empedu yang bermigrasi masuk ke

duktus koledokus melalui duktus sistikus.

Patogenesis batu pigmen melibatkan infeksi saluran empedu, stasis empedu, malnutrisi,

dan faktor diet. Kelebihan aktivitas β-glukoronidase bakteri dan manusia (endogen)

memegang peran kunci dalam patogenesis batu pigmen pada pasien di negara Timur.

Hidrolisis bilirubin oleh enzim tersebut akan membentuk bilirubin tak terkonjugasi yang akan

mengendap sebagai calsium bilirubinate. Enzim β-glukoronidase berasal dari kuman E.coli

dan kuman lainnya di saluran empedu. Enzim ini dapat di hambat oleh glucarolactone yang

konsentrasinya meningkat pada pasien dengan diet rendah protein dan rendah lemak.

Gejala Klinis

Penderita batu kandung empedu baru memberi keluhan bila batu tersebut bermigrasi

menyumbat duktus sistikus atau duktus koledokus, sehingga gambaran klinisnya bervariasi

dari yang tanpa gejala (asimptomatik), ringan sampai berat karena adanya komplikasi.

1. Dijumpai syndrome Trias Charcot yaitu nyeri di daerah hipokondrium kanan, yang

kadang-kadang disertai kolik bilier yang timbul menetap/konstan, ikterus disertai den-

gan panas atau menggigil. Rasa nyeri kadang-kadang dijalarkan sampai di daerah sub-

kapula disertai nausea, vomitus dan dyspepsia, flatulen dan lain-lain. Pada pemerik-

saan fisik didapatkan nyeri tekan hipokondrium kanan, dapat teraba pembesaran kan-

dung empedu dan tanda Murphy positif.

2. Kolik bilier merupakan keluhan utama pada sebagian besar pasien. Nyeri viseral ini

berasal dari spasmetonik akibat obstruksi transient duktus sistikus oleh batu. Ini bi-

asanya timbul malam hari atau dini hari, berlangsung lama antara 30 – 60 menit, mene-

tap, dan nyeri terutama timbul di daerah epigastrium.

3. Diagnosis dan pengelolaan yang baik dan tepat dapat mencegah terjadinya komplikasi

yang berat. Komplikasi dari batu kandung empedu antara lain kolesistitis akut, kolesis-

titis kronis, koledokolitiasis, pankreatitis, kolangitis, sirosis bilier sekunder, ileus batu

Page 9: Blok 17

empedu, abses hepatik dan peritonitis karena perforasi kandung empedu. Komplikasi

tersebut akan mempersulit penanganannya dan dapat berakibat fatal.

4. Batu kandung empedu dapat migrasi masuk ke duktus koledokus melalui duktus sis-

tikus (koledokolitiasis sekunder) atau batu empedu dapat juga terbentuk di dalam salu-

ran empedu (koledokolitiasis primer). Batu saluran empedu (BSE) kecil dapat masuk

ke duodenum spontan tanpa menimbulkan gejala atau menyebabkan obstruksi tem-

porer di ampula vateri sehingga timbul pankreatitis akut dan lalu masuk ke duodenum

(gallstone pancreatitis). Gambaran klinis koledokolitiasis didominasi penyulitnya

seperti ikterus obstruktif, kolangitis dan pancreatitis.

5. Ikterus  obstruksi, pengaliran getah empedu ke dalam dudodenum akan menimbulkan

gejala yang khas, yaitu: getah empedu yang tidak lagi dibawa kedalam duodenum akan

diserap oleh darah dan penyerapan empedu ini membuat kulit dan membran mukosa

berwarna kuning. Keadaan ini sering disertai dengan gejala gatal-gatal pada kulit (pru-

ritus).

6. Perubahan warna urine dan feses. Ekskresi pigmen empedu oleh ginjal akan mem-

buat urine berwarna sangat gelap. Feses yang tidak lagi diwarnai oleh pigmen empedu

atau tampak kelabu, dan biasanya pekat yang disebut “Clay-colored ”.

7. Defisiensi vitamin  Obstruksi aliran empedu juga akan mengganggu absorbsi vitamin

A,D,E,K yang larut lemak. Karena itu pasien dapat memperlihatkan gejala defisiensi

vitamin-vitamin ini jika obstruksi bilier berlangsung lama. Defisiensi vitamin K dapat

mengganggu pembekuan darah yang normal.

Komplikasi

Batu empedu di dalam saluran empedu bisa mengakibatkan infeksi hebat saluran

empedu (kolangitis), infeksi pankreas (pankreatitis) atau infeksi hati. Jika saluran empedu ter-

sumbat, maka bakteri akan tumbuh dan dengan segera menimbulkan infeksi di dalam saluran.

Bakteri bisa menyebar melalui aliran darah dan menyebabkan infeksi di bagian tubuh lain-

nya.

a. Kolangitis akut: didasarkan apabila gejala trias charcot atau penta Reynlds dijumpai.

Trias Charcot adalah nyeri abdomen bagian kanan atas, ikterus dan demam. Jika adanya

kolangitis supuratif akut gejala trias Charcot disertai dengan penta Reynalds yaitu

hipotensi dan gangguan kesedaran.5

b. Pancreatitis bilier akut: impaksi di papilla vateri yang menyebabkan obstruksi di duktus

pankreatikus dan menyebabkan pancreatitis. Regurgitasi cairan empedu yang naik ke

Page 10: Blok 17

atas secara retrograde menyebabkan sebagian cairan empedu masuk ke dalam duktus

pankreatikus yang menyebabkan peradangan.

c. Sirosis bilier sekunder yang terjadi akibat obstruksi dalam jangka masa yang lama pada

duktus koledokus, terjadi gangguan sekresi cairan empedu yang menyebabkan

kerusakan parenkim hati. Akibatnya fibrosis yang progresif dan serosis. Gejala lanjut

adalah tanda kegagalan hati seperti ensefalopati, hipertensi portal dan asites.

Penatalaksanaan

Medika mentosa

>> Pengobatan suportif.

Asam ursodeoksikolat (pelarut batu empedu dan menurunkan absorbsi kolesterol).

Contoh Estazor Caps 8-10 mg/KgBB dalam 2-3 dosis terbagi.

OAINS,petidin : penghilang nyeri

Antibiotik : sefalosporin, aminoglikosida(gentamisin), dan metronidasol : untuk mencegah

peritonitis dan sepsis

Metotreksat untuk menurunkan reaksi inflamasi akibat autoimun.

Non-medika mentosa

Memperbaiki keadaan umum pasien dengan pemberian cairan dan elektrolit serta koreksi

gangguan elektrolit, nutrisi parenteral.

Memonitor tanda-tanda vital pasien.

Preventif

Penting dilakukan merubah kebiasaan makan. Makanan tinggi serat, tinggi kalsium, dan

rendah karbohidrat serta protein hewani dapat mengurangi pemasukan asam deoksikolat pada

empedu, asam empedu yang meningkatkan supersaturasi kolesterol empedu, dan

mempercepat waktu nukleasi. Lebih jauh, kalori rendah dapat mencegah obesitas yang

merupakan salah satu faktor resiko terbentuknya batu empedu.

Prognosis

Prognosis pasien tersebut adalah bonam, karena dengan penatalaksanaan yang baik dan

pola makan yang teratur, pasien dapat sembuh. Apabila ditambah dengan komplikasi

prognosa menjadi buruk karena melibatkan berbagai organ dan dapat menyebabkan

kematian.

KESIMPULAN

Page 11: Blok 17

Batu saluran empedu sudah menjadi salah satu penyakit yang sering ditemukan dalam

dunia medis. Berdasarkan kasus yang di dapat, serta gejala-gejala klinis yang timbul pada

pasien, dapat disimpulkan bahwa diagnosis pasien mengarah kepada koledokolitiasis, yaitu

batu empedu yang terdapat pada duktus koledokus, diserta komplikasi ikterus dan kolangitis.

Diagnosis kerja koledokolitiasis, dapat didukung oleh terdapatnya kulit yang ikterus pada

pasien, serta komplikasi kolangitis dapat dilihat dari meningkatnya suhu tubuh. Diagnosis

tersebut tidak dapat dipastikan sampai melakukan pemeriksaan lebih lanjut, seperti

pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan penunjang yang lainnya. Penyakit kandung

empedu dapat dihidapi oleh semua orang terutamanya wanita diusia setengah abad dan

disertai dengan factor risiko. Merupakan gangguan yang paling sering terjadi pada sistem

biliaris. Lebih dari 90% klien dengan Cholecystitis (inflamasi kantung empedu) disebabkan

oleh sumbatan batu empedu yang terbentuk di saluran kantung empedu.

DAFTAR PUSTAKA

1. Lesmana LA. Buku ajar ilmu penyakit dalam : Penyakit batu empedu. Edisi ke 4.

Jakarta : Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FK UI ; 2006. h .479 - 81.

2. Dandan IS. Choledocolithiasis. Diunduh pada tanggal 14 Juni 2014.

http://emedicine.medscape.com/article/172216-overview.

3. Schwartz, Seymor I. Intisari prinsip-prinsip ilmu bedah : Kolangitis. Edisi ke 6.

Jakarta : EGC ; 2000. h. 463.

4. Cahyono JBSB. Batu empedu. Yogyakarta : Kanisius ; 2009. h. 29 - 33.

5. Mansjoer A. Kapita selekta kedokteran : Kolelitiasis. 3rd ed, 1st vol. Jakarta : FK UI ;

2009. p. 510.