biokim hi

17
LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA BLOK HEMATOIMUNOLOGI PEMERIKSAAN FRAGILITAS ERITROSIT Metode Daya Tahan Osmotic Cara Visual Oleh : Nama : Octi Guchiani NIM : G1A009026 Kelompok : VII Asisten : Nia Tri Mulyani KEMENTRIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

Upload: dannia-riski-ariani-notodarmodjo

Post on 15-Sep-2015

231 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

biokim

TRANSCRIPT

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIABLOK HEMATOIMUNOLOGI

PEMERIKSAAN FRAGILITAS ERITROSITMetode Daya Tahan Osmotic Cara Visual

Oleh :Nama : Octi GuchianiNIM: G1A009026Kelompok: VIIAsisten : Nia Tri Mulyani

KEMENTRIAN PENDIDIKAN NASIONALUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMANFAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU ILMU KESEHATANJURUSAN PENDIDIKAN DOKTERPURWOKERTO

2010LEMBAR PENGESAHANpemeriksaan HEMOGLOBIN METODE HINDSBERG-LANG

Oleh:Octi GuchianiG1A009026VII

Disusun untuk memenuhi persyaratan nilai praktikum Biokimia kedokteran BLOK CHEM II pada Program Pendidikan Dokter Universitas Jenderal SoedirmanPurwokerto

Diterima dan disahkanPurwokerto, Mei 2010

Asisten

Nia Tri Mulyani(G1A007003)

BAB IPENDAHULUAN

A. Judul PraktikumPemeriksaan Fragilitas Eritrosit

B. Tanggal PraktikumJumat, 20 September 2010

C. Tujuan Praktikum1. Mahasiswa dapat mengetahui fragilitas eritrosit.2. Mahasiswa dapat menyimpulkan hasil pemeriksaan fragilitas eritrosit pada saat praktikum setelah membandingkannya dengan nilai normal.3. Mahasiswa dapat melakukan pemeriksaan penunjang untuk membantu menegakkan diagnosa dengan bantuan hasil praktikum yang dilakukan.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

Dasar TeoriHemolisa adalah peristiwa keluarnya hemoglobin dari dalam sel darah merah menuju ke cairan di sekelilingnya. Keluarnya hemoglobin ini disebabkan karena pecahnya membrane sel darah merah. Membrane sel darah merah mudah dilalui atau ditembus oleh ion-ion H+, OH-, NH4+, PO4, HCO3-, Cl-, dan juga oleh subsatansi-substansi yang lain seperti glukosa, asam amino, urea dan asam urat. Sebaliknya membrane sel darah merah tidak dapat ditembus oleh Na+, K+, Ca++, Mg++, fosfat organik dan juga substansi lain seperti hemoglobin dan protein plasma (Asscalbiass, 2010).Secara umum, membrane yang dapat dilalui atau ditembus oleh suatu substansi dikatan bahwa membrane ini permeabel terhadap substansi tersebut. Membrabe yang benar-benar semi permeabel adalah membrane yang hanya dapat ditembus oleh air saja, tetapi tidak dapat ditembus oleh substansi lain. Tidak ada membrane pada suatu organisme yang bersifat betul-betul semi permeabel, yang ada adalah membrane yang bersifat permeabel selektif, yaitu membrane yang dapat ditembus oleh molekul-molekul air dan substansi-substansi tertentu, tetapi tidak dapat ditembus oleh substansi yang lain. Jadi membrane sel darah merah termasuk yang permeabel selektif(Asscalbiass, 2010).Ada 2 macam hemolisa, yaitu:1. Hemolisa osmotik: terjadi karena adanya perbedaan besar antara tekanan osmosa cairan di dalam sel darah merah dengan cairan di sekeliling sel darah merah. Dalam hal ini tekanan osmosa di dalam sel jauh lebih besar dari pada tekanan osmosa di luar sel. Tekanan osmosa di dalam sel darah merah sama dengan tekanan osmosa larutan NaCl 0,9%. Bila sel darah merah yang dimasukan ke dalam larutan 0,8% belum terlihat adanya hemolisa, tetapi sel darah merah yang dimasukan ke dalam larutan NaCl 0,4% hanya sebagian saja sel darah merah yang mengalami hemolisa, sedangkan sebagian sel darah merah yang lainnya masih utuh. Perbedaan ini disebabkan karena umur sel darah merah, SDM yang sudah tua membran selnya mudah pecah sedangkan SDM muda membran selnya masih kuat. Bila SDM dimasukan ke dalam larutan NaCl 0,3%, semua SDM akan mengalami hemolisa. Hal ini disebut hemolisa sempurna. Larutan yang mempunyai tekanan osmosa lebih kecil dari pada tekanan osmosa isi SDM disebut larutan hipotonis, sedangkan larutan yang mempunyai tekanan osmosa lebih besar dari tekanan osmosa isi SDM disebut larutan hipertonis. Suatu larutan yang mempunyai tekanan osmosa yang sama besar dengan tekanan osmosa isi SDM disebut larutan isotonis (Asscalbiass, 2010).2. Hemolisa kimiawi: pada jenis ini SDM dirusak oleh macam-macam substansi kimia. Dinding SDM terutama terdiri dari lipid dan protein, membentuk suatu lapisan lipoprotein. Jadi, setiap subsatansi kimia yang dapat melarutkan lemak (pelarut lemak) dapat merusak atau melarutkan membran SDM. Kita mengenal bermacam-macam pelarut lemak, yaitu kloroform, aseton, alkohol, benzene dan eter. Subsatansi lain yang dapat merusak membrane SDM diantaranya adalah bisa ular, bisa kalajengking, garam empedu, saponin, nitro benzene, pirogalol, asam karbon, resin, dan senyawa arsen (Asscalbiass, 2010).SDM yang ditempatkan pada larutan garam yang isotonis tidak akan mengalami kerusakan dan tetap utuh. Tetapi bila SDM ditempatkan dalam air desilata SDM akan mengalami hemolisa karena tekanan osmosa isi SDM jauh lebih besar dari pada di luar sel sehingga mengakibtkan banyak air masuk ke SDM (osmosis). Selanjutnya air yang banyak masuk ke dalam SDM itu akan menekan membran SDM sehingga membran pecah (Asscalbiass, 2010).

BAB IIIMETODE PRAKTIKUMA. Alat dan Bahan 1. Alat a. Spuit 3 ccb. Tourniquetc. Pipet d. Gelas ukure. Tabung reaksi 12 mlf. Rak tabung reaksig. Vacuum med2. Bahan a. Sampel darahb. EDTAc. NaCl 0,5%d. Aquades

B. Cara Kerja :a. Diambil darah probandus dengan sebanyak 3 cc dengan menggunakan spuit. Darah dimasukkan ke dalam vacuum med yang sudah berisi EDTA. b. Disusun sebanyak 12 tabung reaksi pada rak dan dibagi menjadi 2 baris, masing-masing berisi 6 tabung. Deretan baris pertama dugunakan untuk mengetahui permulaan lisis, baris kedua untuk mengetahui hemolisis sempurna.c. Masing-masing tabung tersebut diberi nomor dari kiri ke kanan dengan urutan : 25, 24, 23, 22, 21, 20, 19, 18, 17, 16, 15, 14.d. Kemudian diteteskan NaCl 0,5% dengan pipet kapiler yang banyaknya disesuaikan dengan nomor tabung.e. Diteteskan pula akuades pada tiap tabung, sampai volumenya berjumlah 25 tetes tiap tabung. Contoh : 24 tetes NaCl 0,5% + 1 tetes aquades, 23 tetes NaCl 0,5 % + 2 tetes aquades.f. Konsentrasi NaCl pada masing-masing larutan menjadi : 0,5%; 0,48%,; 0,46%; 0,44%; 0,42%, 0,40%; 0,38%; 0,36%; 0,34%; 0,32%; 0,30%; 0,28%.g. Diambil darah dari plakon lalu pada masing-masing tabung ditetesi 1 tetes darah, dicampur serta didiamkan 1 jam, pada suhu kamar.h. Diperlihatkan hasilnya. Dilihat mana tabung yang terjadi permulaan hemolisis dan mana tanbung yang terjadi hemolisis yang sempurna (complete hemolisis).

C. Nilai NormalPermulaan lisis : pada NaCl 0,44% (0,440,02% NaCl)Hemolisis sempurna : pada NaCl 0,34% (0,340,02% NaCl)

BAB IVHASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil PengamatanNama Probandus : Fikri ArdiansyahUmur: 19 tahunJenis Kelamin: Laki-laki Permulaan lisis : Interpretasinya: tidak normal, karena melebihi dari kadar normal (normal : < 1 %)

B. PembahasanPraktikum diawali dengan pengambilan sampel darah pada probandus di vena mediana cubiti. Darah yang diperoleh dimasukkan ke dalam vacuum med yang telah diisi EDTA dengan cara memasukkan jarum spuit ke dalam vacum med, darah akan otomatis terhisap ke dalam vacuum med. EDTA berfungsi sebagai anti koagulan.Tabung reaksi kemudian diisi larutan NaCl 0,5% sebanyak nomor pada tabung. Kemudian masing-masin tabung ditambahkan aquades sehingga masing-masing tabung mempunyai volume 25 tetes. Penambahan aquades bertujuan untuk mengubah konsentrasi larutan NaCl sehingga larutannya menjadi lebih hipotonis. Darah yang ada pada vacuum med diambil, lalu masing-masing tabung ditetesi satu tetes darah. Campuran tersebut diinkubasi selama 1 jam, kemudian diamati hasilnya.Hasilnya, sel darah merah mulai mengalami lisis pada(). Hal tersebut (.). Sedangkan hemolisis sempurna terjadi saat konsentrasi NaCl(). Hal tersebut menunjukkan() Namun tidak menutup kemungkinan hasil ini diperoleh karena beberapa kesalahan saat praktikum. Beberapa kesalahan yang mungkin terjadi saat praktikum adalah :1. Faktor praktikan, misalnya kekurang telitian praktikan dalam melakukan pengukuran bahan-bahan praktikum.2. Faktor alat-alat praktikum, misalnya alat yang digunakan masih terkontaminasi zat-zat lain sehingga hasil praktikum kurang akurat.

C. Aplikasi Klinis1. Anemia sel sabitPenyakit ini merupakan akibat dari mutasi asam amino pada rantai beta hemoglobin. Ketika darah menbawa oksigen dalam jumlah yang normal, hemoglobin dan sel darah merah akan berbentuk normal. Akan tetapi ketika kadar oksigen rendah, sel darah merah akan berubah bentuk menjadi seperti bulan sabit. Membran sel dapat dirusak oleh sel darah merah bentuk ini sehingga sel menjadi rapuh dan memperparah anemia (Martini dan Nath 2009).Sickle cell Anemia atau anemi sel sabit adalah penyakit akibat terjadinya perubahan molekul hemoglobin secara genetik. Penderita mengalami keadaan krisis secara berulang-ulang dikarenakan gerakan fisik yang menyebabkannya menjadi lemah, pusing, kekurangan udara dan mengalami degupan jantung dan kenaikan gerak nadi. Kandungan hemoglobin dalam darah pasien hanya setengah dari normal, yaitu sekitar 15-16 gr/ 100 ml. Jumlah sel sabit ini akan meningkat pesat jika mengalami deoksigenasi. Berakibat pada darahnya menjadi mudah rapuh dan pecah sehingga kadar hemoglobin dalam darah menjadi rendah. Anemia sel sabit merupakan penyakit turunan yang disebabkan pasien mewarisi gen hemoglobin mutan dari kedua orang tuanya. Jika hanya mewarisi gen hemoglobin mutan dari satu orang tuanya, disebut sel sabit semu dikarenakan hanya kira-kira 1% eritrosit yang berubah menjadi sel sabit. Penderita akan hidup normal jika menghindari aktivitas fisik yang berlebihan atau tekanan lain yang menekan sistem sirkulasi. Bentuk yang abnormal disebabkan oleh bentuk abnormal hemoglobin yang terkandung. Hemoglobin sel sabit disebut Hemoglobin S dan yang berasal dari manusia dewasa disebut Hemoglobin A. Jika hemoglobin S mengalami deoksigenasi, protein ini menjadi tidak larut dan membentuk rangkaian serat seperti pipa. Serabut tidak larut hemoglobin S yang mengalami deoksigenasi menyebabkan sel darah merah menjadi bentuk sabit. Hemoglobin S berbeda dengan hemoglobin A dari perbedaan satu titik peptida yang menempati posisi berbeda pada kedua peta protein (percobaan yang dilakukan oleh Vernon Ingram). Kedua titik berbeda hanya dalam satu faktor : peptida yang berbeda dari hemoglobin S mengandung residu valin sedangkan peptida sejenisnya dari hemoglobin normal A mengandung residu asam glutamat. Residu valin tidak mempunyai muatan sedangkan asam glutamat mempunyai muatan negatif pada pH 8, yang menyebabkan hemoglobin S bergerak lebih lambat dibandingkan dengan hemoglobin A di dalam medan listrik (Lehninger, 1981).2. Hemoglobinopati Merupakan suatu keadaan mutasi pada gen yang mengkode rantai alfa atau beta yang dapat mempengaruhi fungsi biologik hemoglobin. Di antara beberapa ratus mutan hemoglobin manusia yang sudah diketahui (sebagian besar bersifat benigna dan sangat langka), beberapa mutan dengan fungsi biologik yang sudah berubah contohnya pada hemoglobin S, dimana residu Glutamat (pada hemoglobin normal) tergantikan oleh residu Valin. Sehingga penderita biasanya mengalami suatu penyakit yang disebut dengan anemia sel sabit (sickle cell anaemia). Pada anemia sel sabit yang dikarenakan hemoglobinopati dapat meningkatkan fragilitas eritrosit karena bentuk eritrosit yang tidak normal ( Hoffbrand dan Pettit, 1996).3. Polisitemia vera ( eritremia )Selain polisitemia fisiologis, ada suatu kejadian lain yang patologis dan disebut polisitemia vera, denganjumlah sel darah merah yang dapat mencapai 7 sampai 8 juta / mm3 dan hematokrit yang dapat mencapai 60 sampai 70 persen melebihi nilai normalnya sbesar 40 sampai 45 persen. Polisitemia vera disebabkan oleh penyimpangan gen yang terjadi di sel hemositoblastik yang memproduksi sel sel darah sel sel blas tidak berhenti menghasilkan sel darah merah walaupun sudah terdapat sejumlah besar sel. Hal ini menyebabkan produksi sel darah merah menjadi berlebihan, seperti halnya yang terjadi pada tumor payudara yang menyebabkan terbentuknya sel payudara yang spesifik secara berlebihan. Hal ini biasanya menyebabkan produksi sel darah putih dan trombosit menjadi berlebihan pula (Guyton dan Hall, 2007).Pada polisitemia vera, bukan hanya hematokrit saja yang meningkat melainkan volume total darah juga meningkat, kadang kadang sampai dua kali normal. Akibatnya, seluruh sistem pembuluh darah menjadi membengkak. Selain itu, banyak kapiler darah menjadi tersumbat oleh darah yang kental. Viskositas darah pada polisitemia vera jadang kadang meningkat dari 3 kali viskositas air menjadi 10 kali viskositas air (Guyton dan Hall, 2007)

BAB VKESIMPULAN1. Hemoglobin merupakan protein tetramer kompak yang setiap monomernya terikat pada gugus prostetik hem. Hemoglobin yang mengikat dengan oksigen disebut oksihemoglobin atau HbO2 sedangkan hemoglobin yang tidak mengikat oksigen disebut deoksihemoglobin atau Hb.2. Ikatan hemoglobin dengan CO membentuk HbCO, ikatan ini 200X lebih kuat dibanding ikatan HbO2.3. Hasil yang diperoleh pada pemeriksaan karboksihemoglobin (HbCO) yaitu 1,04 % menunjukkan kadar HbCO yang telah melewati batas normal, namun masih dalam batas toleransi CO yaitu 2 % - < 5 %.4. Aplikasi klinis yang berhubungan dengan Hemoglobin yaitu: a. Sianosisb. Hipoksia Anemikc. Anemia Sel Sabit

DAFTAR PUSTAKA

1. Asscalbiass. 2010. Buku Panduan Praktikum Biokimia Kedokteran Blok CHEM II. Purwokerto : Laboratorium Biokimia FK Unsoed. 12-13.2. Ganong, William F. 2003. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 20. Jakarta: EGC. 512-515, 658, 664.3. Guyton, Arthur. 1995. Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit. Jakarta: EGC. 381.4. Guyton dan Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 10. Jakarta: EGC. 2007. 557, 678.5. Hampson, Scott, Zmaeff. 2006. Carboxyhemoglobin Meansurement by Hospitals: Implications for the Diagnosis of Carbon Monoxide Poisoning. J Emerg Med. 31: 13-166. Lauralee, Sherwood.2001. Fisiologi Manusia Edisi 2.Jakarta : EGC. 348.7. Martini dan Nath. 2009. Fundamentals of Anatomy and Physiology Eighth Edition. San Francisco : Pearson Benjamin Cummings. 658-659.8. Robert K. Murray. 2009. Biokimia Harper Edisi ke 27. Jakarta: EGC.44-46.9. Sethii, JM. 2005. Carbon Monoxide. Crit Care Med. 33: 1210. Wheaver . 2009. Carbon Monoxide Poisoning. New England J Med. 360: 1217-1225

Dapus asli1. Lehninger.1981. Dasar-dasar Biokimia Jilid 1. Jakarta : Erlangga. 221-3A.V. Hoffbrand dan J. E. Pettit. 1996. Pembentukan Sel Darah (Hematopoesis). Dalam: Kapita Selekta Haematologi (Essential Haematology) Edisi 2. Jakarta: EGC. 8-13.1. Guyton dan Hall. 2007. Sel Sel Darah Merah, Anemia, dan Polisitemia. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC. 448.