berkala kajian konseling dan ilmu keagamaanconsilium.pdf · yang sangat besar bagi masyarakat,...

130
CONSILIUM Berkala Kajian Konseling dan Ilmu Keagamaan Konseling Berwawasan Kebencanaan: Ilustrasi Erupsi Gunung Sinabung Locus of Control Internal dan Kematangan Karir: Studi Kasus SMKN 1 Percut Sei Tuan Kepercayaan Diri dalam Komunikasi Orangtua dengan Remaja: Pengalaman SMA Negeri 4 Takengon Asosiasi Bebas sebagai Klien: Perspektif Psikoanalisis Sigmund Freud Psikologi Agama dalam Studi Islam Strategi Dakwah dalam Konflik antar Agama Risalah Dakwah Nabi Muhammad dan Piagam Madinah Corak Teologi dan Etos Kerja Masyarakat Muslim Jawa Kota Medan Praktek Poligami Mursyid Tarekat Naqsyabandiyah Babussalam (TNB) Pemikiran Hukum Islam tentang Hukum Perkawinan: Analisis CLD KHI-KHI Inpres No 1/1991 Transformasi Kebudayaan Persia dalam Kebudayaan Arab Islam vis a vis Demokrasi dalam Masyarakat Muslim Perkotaan Studi Astronomi Islam di Indonesia: Obsesi dan Cita-Cita Diterbitkan: Jurusan Bimbingan Penyuluhan Islam Fakultas Dakwah dan Komunikasi IAIN

Upload: buinhi

Post on 27-Aug-2019

221 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Berkala Kajian Konseling dan Ilmu Keagamaanconsilium.pdf · yang sangat besar bagi masyarakat, mulai dari kerugian material, psikologis, nyawa yang akan selalu membayangi kehidupan

CONSILIUM

Berkala Kajian Konseling dan Ilmu Keagamaan

Konseling Berwawasan Kebencanaan: Ilustrasi Erupsi Gunung Sinabung

Locus of Control Internal dan Kematangan Karir: Studi Kasus SMKN 1 Percut Sei Tuan

Kepercayaan Diri dalam Komunikasi Orangtua dengan Remaja: Pengalaman SMA Negeri 4 Takengon

Asosiasi Bebas sebagai Klien: Perspektif Psikoanalisis Sigmund Freud

Psikologi Agama dalam Studi Islam

Strategi Dakwah dalam Konflik antar Agama

Risalah Dakwah Nabi Muhammad dan Piagam Madinah

Corak Teologi dan Etos Kerja Masyarakat Muslim Jawa Kota Medan

Praktek Poligami Mursyid Tarekat Naqsyabandiyah Babussalam (TNB)

Pemikiran Hukum Islam tentang Hukum Perkawinan: Analisis CLD KHI-KHI Inpres No 1/1991

Transformasi Kebudayaan Persia dalam Kebudayaan Arab Islam vis a vis Demokrasi dalam Masyarakat Muslim Perkotaan

Studi Astronomi Islam di Indonesia: Obsesi dan Cita-Cita

Diterbitkan: Jurusan Bimbingan Penyuluhan Islam

Fakultas Dakwah dan Komunikasi IAIN

Page 2: Berkala Kajian Konseling dan Ilmu Keagamaanconsilium.pdf · yang sangat besar bagi masyarakat, mulai dari kerugian material, psikologis, nyawa yang akan selalu membayangi kehidupan

CONSILIUM

Berkala Kajian Konseling dan Ilmu Keagamaan

Ketua Penyunting: Ketua Jurusan Bimbingan Penyuluhan Islam

Wakil Penyunting: Abdurrahman

Penyunting Ahli: Abdul Munir (Universitas Negeri Medan)

Abdul Murad (Koordinator Perguruan Tinggi Swasta) Abdullah (IAIN Sumatera Utara)

Afnibar (IAIN Imam Bonjol) Ali Ya’qub Matondang (IAIN Sumatera Utara)

Lahmuddin (IAIN Sumatera Utara) Zainal Arifin (IAIN Sumatera Utara)

Penyunting Pelaksana: Mutiawati Ira Wirtati

Tata Usaha Salianto

Alamat Redaksi: Jurusan Bimbingan Penyuluhan Islam, Fakultas Dakwah dan Komunikasi IAIN

Sumatera Utara, Jalan Williem Iskandar Pasar V Medan Estate 20371, Telp. (+6261) 6615683, Email: [email protected]

Website: www.consilium.fdk.iainsu.ac.id

Page 3: Berkala Kajian Konseling dan Ilmu Keagamaanconsilium.pdf · yang sangat besar bagi masyarakat, mulai dari kerugian material, psikologis, nyawa yang akan selalu membayangi kehidupan

DAFTAR ISI

Konseling Berwawasan Kebencanaan: Ilustrasi Erupsi Gunung Sinabung (1-8)

Rizky Andana Pohan

Locus of Control Internal dan Kematangan Karir: Studi Kasus SMKN 1 Percut Sei Tuan

Cut Metia (9-17)

Kepercayaan Diri dalam Komunikasi Orangtua dengan Remaja: Pengalaman SMA Negeri 4 Takengon (18-25)

Fauzan Irmiga dan Rahmi Lubis

Asosiasi Bebas sebagai Klien: Perspektif Psikoanalisis Sigmund Freud (26-33)

Zainun

Psikologi Agama dalam Studi Islam (34-41) Rubino

Strategi Dakwah dalam Konflik antar Agama (42-50)

Muktarrudin

Risalah Dakwah Nabi Muhammad dan Piagam Madinah (51-61) Waizul Qarni

Corak Teologi dan Etos Kerja Masyarakat Muslim

Jawa Kota Medan (62-72) Nurdiani

Praktek Poligami Mursyid Tarekat Naqsyabandiyah

Babussalam (TNB) (73-83) Ziaulhaq

Pemikiran Hukum Islam tentang Hukum Perkawinan:

Analisis CLD KHI-KHI Inpres No 1/1991 (84-96) Nispul Khoiri

Transformasi Kebudayaan Persia dalam Kebudayaan Arab (97-105)

M. Yakub

Page 4: Berkala Kajian Konseling dan Ilmu Keagamaanconsilium.pdf · yang sangat besar bagi masyarakat, mulai dari kerugian material, psikologis, nyawa yang akan selalu membayangi kehidupan

Islam vis a vis Demokrasi dalam Masyarakat Muslim Perkotaan (106-115) Syarifuddin Elhayat

Studi Astronomi Islam di Indonesia:

Obsesi dan Cita-Cita (116-126) Arwin Juli Rakhmadi Butar-butar

Page 5: Berkala Kajian Konseling dan Ilmu Keagamaanconsilium.pdf · yang sangat besar bagi masyarakat, mulai dari kerugian material, psikologis, nyawa yang akan selalu membayangi kehidupan

1 | Consilium: Volume 1, Nomor 1, Juli-Desember 2013

Fakultas Dakwah dan Komunikasi IAIN Sumatera Utara

Konseling Berwawasan Kebencanaan: Ilustrasi Erupsi Gunung Sinabung

Rizky Andana Pohan

Universitas Negeri Padang [email protected]

Abstrak

Disaster is an unforeseen circumstance by all human beings, but when disaster comes we believe that it is a plan and the will of the Ilahi Rabbi. Guidance and Counseling as a science and profession overall has an obligation and a role to help the victims of natural disasters in terms of mental and psychological. Collaboration between counselors with various parties expected to be healers of wounds and solace to the people who suffered to keep the spirit and future with optimism.

Kata Kunci: Konseling, Bencana dan Erupsi Gunung Sinabung Pendahuluan

ndonesia merupakan sebuah negara strategis dengan segala potensi kekayaan alam yang dimilikinya. Negara kepulauan yang memiliki lebih kurang tujuh belas ribu pulau-pulau besar dan kecil dengan keadaan

geografis yang lengkap disebut sebagai ring of fire mulai dari pegunungan, lautan, sungai, sumber daya mineral, hutan, hewan dan berbagai sumber yang tidak terhitung harganya. Namun sesunguhnya potensi yang kaya itu pada akhir-akhir ini mulai menimbulkan dampak bagi manusia. Dampak itulah yang dinamakan bencana. Dua tahun terakhir ini saja bencana itu seolah-olah datang silih berganti, mulai dari erupsi gunung Sinabung di Kabupaten Karo Sumatera Utara selama lebih kurang enam bulan, erupsi gunung Kelud di Jawa Timur, erupsi Gunung Selamat, banjir di Ibu Kota Jakarta, banjir bandang di Manado. Semua bencana memberikan dampak yang sangat besar bagi masyarakat, mulai dari kerugian material, psikologis, nyawa yang akan selalu membayangi kehidupan masyarakat tersebut. Tidak ada yang dapat memprediksi kapan bencana itu datang, namun manusia sebagai makhluk beragama meyakini bahwa semua itu merupakan kehendak ilahi terlepas apakah semua itu ujian dan cobaan, yang jelas manusia dituntut untuk tetap meghadapi bencana itu dengan penuh keikhlasan, kesabaran dan usaha-usaha dengan memaksimalkan segala potensi yang dimilikinya. Konsep Bimbingan dan Konseling berwawasan Kebencanaan Konseling sebagai profesi yang profesional merupakan sebuah profesi yang unik dan mulia, unik karena tidak semua orang mampu untuk menjiwai sepenuhnya profesi konseling itu. Mulia karena profesi ini merupakan sebuah bantuan yang diberikan oleh konselor kepada klien/ masyarakat dengan ikhlas sehingga salah satu sifat yang harus dimiliki oleh konselor adalah altruistik yaitu lebih mementingkan kepuasaan orang lain daripada diri sendiri.

I

Page 6: Berkala Kajian Konseling dan Ilmu Keagamaanconsilium.pdf · yang sangat besar bagi masyarakat, mulai dari kerugian material, psikologis, nyawa yang akan selalu membayangi kehidupan

Rizky Andana Pohan: Konseling Berwawasan Kebencanaan| 2

Jurusan Bimbingan Penyuluhan Islam

Prayitno mendefenisikan konseling sebagai berikut:1 Konseling adalah pelayanan bantuan oleh tenaga profesional kepada seorang atau sekelompok individu untuk pengembangan kehidupan efektif sehari-hari dan penanganan kehidupan efektif sehari-hari yang terganggu dengan fokus pribadi mandiri yang mampu mengendalikan diri melalui penyelenggaraan berbagai jenis layanan dan kegiatan pendukung dalam proses pembelajaran. Dari pengertian konseling tersebut dapatlah dipahami bahwa Bimbingan dan konseling berwawasan kebencanaan merupakan pelayanan bantuan yang diberikan oleh orang yang profesional (disebut konselor)2 kepada klien dalam hal ini individu atau kelompok masyarakat dalam rangka persiapan meghadapi bencana, pada saat bencana, dan setelah bencana sehingga individu dan kelompok masyarakat tersebut mampu memahami dan menyelesaikan masalahnya dengan berbagai jenis layanan dan kegiatan pendukung yang fokus pada pribadi yang mandiri dan mampu mengendalikan dirinya. Jenis layanan dan kegiatan pendukung bimbingan dan konseling berwawasan kebencanaan diadopsi dari pola Bimbingan dan Konseling pola 17 plus oleh Prayitno antara lain3: 1. Layanan orientasi, yaitu layanan BK yang diberikan kepada masyarakat sebelum

menghadapi bencana maupun ketika telah menghadapi bencana yang didalamnya merupakan pengenalan awal mengenai bencana dan cara penyiapan diri.

2. Layanan informasi, yaitu layanan BK yang diberikan kepada masyarakat sebelum dan setelah menghadapi bencana untuk memberikan informasi agar mampu memahami keadaan, dirinya secara terarah dan bijak ketika sedang menghadapi bencana.

3. Layanan penempatan dan penyaluran, yaitu layanan BK yang diberikan kepada masyarakat ketika sedang menghadapi bencana sehingga ia mampu mandiri dalam menentukan masa depan selanjutnya setelah menghadapi bencana.

4. Layanan penguasaan konten, yaitu layanan yang diberikan kepada masyarakat ketika meghadapi bencana, layanan ini menyangkut penguasaan mengenai satu materi tertentu, misalnya bagaimana cara menyelamatkan diri, harta benda yang perlu dahulu diselamatkan ketika bencana datang, dan lainnya.

5. Layanan konseling perorangan, yaitu layanan yang diberikan kepada seorang individu dengan cara face to face dalam rangka membantu menyelesaikan masalah yang dihadapinya berkenaan dengan bencana yang sedang dialaminya.

6. Layanan bimbingan kelompok, yaitu layanan yang diberikan oleh konselor kepada sekelompok individu dalam rangka membantu mengatasi masalah-masalah umum yang dihadapi kelompok tersebut, serta untuk menumbuhkan sikap kepedulian sosial dalam suasana bencana.

7. Layanan konseling kelompok, layanan ini diberikan oleh konselor kepada klien dalam rangka membantu menyelesaikan masalah-masalah pribadi yang dihadapi oleh setiap anggota kelompok dalam rangka menghadapi keadaan bencana.

1Prayitno, Konseling Integritas (Padang: UNP, 2013), h. 85. 2Konselor profesional adalah berpendidikan S1 BK + Pendidikan Profesi Konselor (1

tahun) 3Prayitno, Wawasan Profesional BK, (Padang: UNP, 2009), h. 45.

Page 7: Berkala Kajian Konseling dan Ilmu Keagamaanconsilium.pdf · yang sangat besar bagi masyarakat, mulai dari kerugian material, psikologis, nyawa yang akan selalu membayangi kehidupan

3 | Consilium: Volume 1, Nomor 1, Juli-Desember 2013

Fakultas Dakwah dan Komunikasi IAIN Sumatera Utara

8. Layanan konsultasi, yaitu layanan yang diberikan oleh konselor kepada individu mengenai masalah-masalah yang dihadapinya bisa saja berkaitan dengan pihak ketiga yang timbul akibat datangnya bencana.

9. Layanan mediasi, layanan ini diberikan oleh konselor kepada individu dalam rangka menyelesaikan masalah dengan pihak lain, dalam hal ini konselor berfungsi sebagai mediator.

10. Layanan advokasi, yaitu layanan yang diberikan oleh konselor kepada individu dalam rangka meningkatkan kembali semangat hidupnya dalam menghadapi bencana yang sedang melanda.

Dalam rangka menjalankan aktivitas konseling dalam suasana kebencanaan, seorang konselor harus mampu menyesuaikan dengan keadaan di lapangan, karena dalam keadaan bencana suasananya jelas jauh berbeda, oleh sebab itudalam situasi ini semua jenis layanan yang digunakan harus disesuaikan dengan kebutuhan dan keadaan masyarakat yang menjadi klien. Jenis kegiatan pendukung juga seharusnya dilaksanakan oleh konselor, namun situasi bencana adalah isidental oleh sebab itu konselor harus mampu melihat bantuan apa yang seharusnya dan secepatnya dilaksanakan antara lain: Aplikasi instrumentasi, Konferensi kasus, Kunjungan rumah, Tampilan kepustakaan dan Alih tangan kasus. Untuk bimbingan dan konseling berwawasan kebencanaan ini maka akan disesuaikan dengan pemakaiannnya sesuai dengan kedaaan dan kondisi di lapangan bencana yang dilasanakan sesuai dengan program-program yang telah direncanakan sebelumnya. Kondisi Klien dan Konselor yang Efektif Bencana merupakan suasana yang terjadi yang tidak bisa ditebak kapan terjadinya. Oleh sebab itu keadaan masyarakat yang tertimpa bencana sudah barang tentu bermacam-macam masalah dan situasi yang dihadapinya. Konselor harus bisa memahami bahwa klien dalam kondisi sedih, berduka karena kehilangan harta benda maupun kehilangan sanak saudaranya. Oleh sebab itu konselor harus memahami peran dan tugasnya yang mulia dalam rangka membantu masyarakat. Carl Rogers menyebutkan sedikitnya tiga kualitas utama yang harus dimiliki oleh setiap konselor adalah4: 1. Konselor yang memiliki kualitas kongruen, yaitu konselor yang dalam perilaku dan

aktifitasnya menunjukkan sebagai dirinya sendiri yang asli, utuh, dan menyeluruh baik dalam kehidupan pribadinya maupun dalam kehidupan profesionalnya.

2. Konselor harus memiliki sikap empati yang tinggi, dapat merasakan pikiran dan perasaan masyarakat yang terkena bencana, merasa memiliki dan kepedulian yang tinggi dari seorang konselor.

3. Unconditional positive regards (penerimaan positif tanpa syarat), adalah sikap yang harus ditunjukkan oleh konselor dalam rangka menerima bagaimanapun keadaan klien yang dihadapinya, apalagi dalam situasi bencana, hal ini merupakan suatu hal yang perlu diperhatikan, konselor tidak boleh takut, jijik, tidak suka dengan keadaan masyarakat. Apapun keadaannya semua masyarakat adalah mulia disisi Allah Swt, dan mereka sangat memerlukan bantuan konselor.

4Mamat Supriatna, Bimbingan dan Konseling Berbasis Kompetensi (Bandung: PT Raja Grafindo

Persada, 2010), h. 21.

Page 8: Berkala Kajian Konseling dan Ilmu Keagamaanconsilium.pdf · yang sangat besar bagi masyarakat, mulai dari kerugian material, psikologis, nyawa yang akan selalu membayangi kehidupan

Rizky Andana Pohan: Konseling Berwawasan Kebencanaan| 4

Jurusan Bimbingan Penyuluhan Islam

Oleh sebab itu sebelum terjun ke lapangan bencana setiap konselor perlu mengamalkan dalam hati mereka bahwa tugas mereka adalah begitu mulia dan sangat dibutuhkan oleh masyarakat yang sedang menghadapi bencana dan kesulitan. Masyarakat korban bencana tidak hanya butuh bantuan materi namun jauh lebih dari itu mereka membutuhkan bantuan moril untuk kembali menumbuhkan rasa percaya diri, optimistis, semangat mereka dalam menyongsong hidup kedepannya, tugas itu menjadi kewajiban setiap konselor untuk membantunya. Sebelum terjun membantu masyarakat bencana berikut ini merupakan sikap dan pribadi yang harus dipersiapkan oleh konselor antara lain: 1. Niat yang tulus dalam hati, dengan berserah diri pada Allah swt, niatkanlah

dalam hati bahwa tugas yang mulia ini adalah tulus dan ikhlas untuk membantu saudara-saudara yang sedang kesulitan dalam menghadapi bencana.

2. Persiapkanlah mental dan psikologis karena suasana bencana tidak bisa terduga keadaannya, oleh sebab itu apapun keadaan yang terjadi di sana setiap konselor harus tetap bertahan membantu masyarakat yang sedang memerlukan bantuan.

3. Bawalah perlengkapan kesehatan, sandang dan pangan, agar dalam menjalankan tugas sebagai konselor merasa fokus dan pikiran tidak akan bercabang kemana-mana.

4. Sebisa mungkin meyakinkan keluarga seperti istri, suami, orang tua dan kerabat lainnya yang ditinggalkan. Yakinkan kepada mereka bahwa tugas konselor di pusat kebencanaan adalah mulia karena membantu saudara-saudara yang sedang kesulitan.

Sikap-sikap pribadi konselor ini merupakan sebuah keniscayaan bagi seorang konselor yang profesional, diharapkan dengan memiliki sikap, pribadi dan persiapan yang matang tersebut konselor akan terhindar dari sikap-sikap negatif yang tidak boleh ada dalam diri konselor, seperti yang dikatakan Guy dalam Gladding menyebutkan sedikitnya enam sikap yang tidak boleh ada di dalam diri seorang konselor yaitu5: 1. Distres emosi yaitu konselor yang mempunyai trauma yang sulit untuk

disembuhkan 1. Vicarious coping yaitu konselor yang memakai kehidupan orang lain untuk dirinya

alih-alih menjalani hidupnya sendiri dengan penuh arti 2. Kesepian dan isolasi yaitu konselor yang tidak mempunyai teman dan berusaha

mencari teman dengan menjadi konselor 3. Keinginan untuk berkuasa yaitu konselor yang selalu merasa ketakutan dan tidak

berdaya, yang berusaha mencariu kekuatan untuk mengatur orang lain 4. Keinginan untuk dicintai yaitu konselor yang narsistik dan impresif, yang percaya

bahwa semua masalah dapat dipecahkan melalui cinta 5. Vicarious rebellion yaitu konselor dengan kemarahan yang tidak tersalurkan, yang

menggunakan perilaku tidak patuh dari klien untuk mengeluarkan pikiran dan perasaaannya.

Dengan menghindari sikap-sikap negatif yang ada di dalam diri konselor di atas dan menumbuhkan sikap-sikap efektif untuk menjadi konselor yang

5Samuel T. Gladding, Konseling Profesi yang Menyeluruh, edisi 6, terj. Winarno dan Lilian

(Jakarta: Indeks, 2012), h. 39.

Page 9: Berkala Kajian Konseling dan Ilmu Keagamaanconsilium.pdf · yang sangat besar bagi masyarakat, mulai dari kerugian material, psikologis, nyawa yang akan selalu membayangi kehidupan

5 | Consilium: Volume 1, Nomor 1, Juli-Desember 2013

Fakultas Dakwah dan Komunikasi IAIN Sumatera Utara

profesional, maka diharapkan ketika melaksanakan bantuan konseling di lokasi bencana, konselor dapat bekerja secara maksimal, seutuhnya dan terfokus. Dengan demikian maka dapat dipastikan bahwa profesi konselor adalah benar-benar profesi yang bermanfaat dan bermartabat di mata masyarakat. Program Bimbingan dan Konseling Berwawasan Kebencanaan Membuat program merupakan sebuah aplikasi atas pelaksanaan konseling di lokasi bencana, oleh sebab itu beberapa hal yang perlu dipertimbangkan sebelum membuat program bimbingan dan konseling berwawasan kebencanaan yaitu latar belakang klien dalam hal ini usia, jenis kelamin dan orinentasi klien. Dalam hal situasi bencana ini konselor perlu melihat usia klien apakah anak-anak, remaja, orang dewasa dan lansia, jenis kelamin kali-laki dan perempuan, orientasi klien maksudnya adalah tujuan, latar belakang pekerjaan, tugas perkembangan dll. Semua itu perlu diperhatikan oleh konselor agar program yang dibuat efektif dan efisien dalam membantu masyarakat. Program yang dibuat oleh konselor dapat berupa program harian, mingguan, bulanan, semesteran dan tahunan sesuai dengan lamanya dan situasi di lokasi bencana. Berikut ini contoh program bimbingan dan konseling berwawasan kebencanaan yang disesuaikan dengan dasar penyusunan program ABKIN6.

PROGRAM MINGGUAN PELAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING

BERWAWASAN KEBENCANAAN Lokasi Bencana : Erupsi Gunung Sinabung Waktu : Minggu I November 2013 Tempat : lokasi pengungsian Zona 1 Desa Simalem Konselor : Rizky Andana Pohan

No Kegiatan Materi Bidang Pengembangan

Pribadi Sosial Belajar Karir Agama Keluarga

1 2 3 4 5 6 7 8

1 Layanan orientasi

Sosialisasi sosialisasi sosialisasi

2 Layanan informasi

Menjadi pribadi yang kuat

Meningkatkan kepedualian sosial

Meningkatkan rencana masa depan

Tauhid Menyanyangi keluarga

3 Layanan penempatan dan penyaluran

Membuat kreatifitas di pengungsian

Meningkatkan ibadah

4 layanan penguasaan konten

Pemahaman diri

Membuka usaha sampingan

Belajar sholat dan mengaji

5 Layanan konseling perorangan

Masalah trauma

Masalah stres sosial

Malas belajar di lokasi bencana

Putus asa untuk hidup

Malas beribadah

Pertengkaran dalam keluarga

6ABKIN, Panduan Umum Pelayanan Bimbingan dan Konseling (Jakarta: ABKIN, 2013). hl, 77.

Page 10: Berkala Kajian Konseling dan Ilmu Keagamaanconsilium.pdf · yang sangat besar bagi masyarakat, mulai dari kerugian material, psikologis, nyawa yang akan selalu membayangi kehidupan

Rizky Andana Pohan: Konseling Berwawasan Kebencanaan| 6

Jurusan Bimbingan Penyuluhan Islam

6 Layanan bimbingan kelompok

Meningkatkan rasa percaya diri

Meningkatkan kepedulian sesama

Belajar berdiskusi

Meningkatkan sholat berjamaah

7 Layanan konseling kelompok

Kesedihan yang berlarut

8 Layanan konsultasi

Bingung dan berputus asa

Cara berdoa yang baik dan benar

Membina keluarga yang harmonis

9 Layanan mediasi & Advokasi

Mediasi antara masyarakat dan pemeritah

10 Aplikasi instrumentasi

Pengungkapan masalah

Pengungkapan masalah

AUM PTSDL

Pengungkapan masalah

11 Himpunan data

12 Konferensi kasus

13 Kunjungan rumah

14 Tampilan kepustakaan

15 Alih tangan kasus

Kepada dokter

Kepada psikiater

Guru mata pelajaran

Kepala daerah

Ustadz/ Orang tua/KUA

Program ini merupakan contoh program mingguan bimbingan dan konseling berwawasan kebencanaan. Program ini dapat dijadikan acuan bagi para konselor yang akan terjuan ke daerah bencana. Konselor harus kreatif, inovatif, dan dinamis. Mengenai materi program sebaiknya konselor melaksanakan need asesment sebelum membuat program dan materinya, mulai dari himpunan data, pengadministrasian instrumen jika dimungkinkan, wawancara, observasi dll. Sehingga dengan demikian program yang dibuat sesuai dengan tujuan dan sasarannya seperti kepada anak-anak, remaja, orang dewasa, orang tua lanjut usia. Konselor tidak boleh menyamakan materi dan cara pelaksanaan layanan kepada semua orang. Dengan mengkelempokkan dari usia maka diharapkan pelayanan yang diberikan oleh konselor benar-benar bermanfaat, efektif, efisien bagi para masyarakat yang sedang tertimpa bencana. Implementasi, Dukungan Sistem (System Support) dan Evaluasi Program 1. Implementasi dan Dukungan sistem

Implementasi program bimbingan dan konseling akan terpokus pada sasaran klien yang ada sesuai dengan program yang telah dirancanag sedemikian rupa dengan berbagai analisa yang telah dibuat. Konselor harus mampu berorientasi secara dinamis dan konsisten mengenai program yang telah dirancang. Oleh sebab itu dalam perancangan dan pembuatan program memerlukan bantuan-bantuan dari

Page 11: Berkala Kajian Konseling dan Ilmu Keagamaanconsilium.pdf · yang sangat besar bagi masyarakat, mulai dari kerugian material, psikologis, nyawa yang akan selalu membayangi kehidupan

7 | Consilium: Volume 1, Nomor 1, Juli-Desember 2013

Fakultas Dakwah dan Komunikasi IAIN Sumatera Utara

pihak-pihak yang terlibat dalam penanganan bencana itulah yang dinamakan dengan dukungan sistem.

Suasana bencana meamang sebuah keadaan yang tidak bisa diprediksi sebelumnya yang pasti, seorang konselor harus siap menghadapi keadaan bagimanapun. Dalam hal ini betapa sangat vitalnya dukungan sistem dalam pelaksanaan bimbingan dan konseling dalam suasana bencana. Dukungan sistem ini akan secara langsung maupun tidak langsung berkolaborasi dengan konselor di lapangan dalam membantu masyarakat dalam rangka rekonstruksi dan pemulihan pasca bencana. Berikut merupakan struktur dukungan sistem pelayanan bimbingan dan konseling berwawasan kebencanaan. Pada diagram dukungan sistem pelayanan bimbingan dan konseling berwawasan kebencanaan di atas dapat terlihat bahwa sasaran sutuhnya adalah masyarakat korban bencana dan wilayah bencana. Konselor terlihat bekerja dalam sebuah sistem yang utuh dan luas sehingga memungkinkan pelaksanaan layanan secara maksimal dan terintegrasi. Kolaborasi antara konselor dengan pemerintah LSM, petugas kesehatan, pemuka adat dan agama, psikolog, BNPB, Basarnas dll, diharapakan mampu membantu masyarakat yang sedang ditimpa bencana baik secara moril maupun materil pasca bencana maupun pada tahap pemulihan dan rekonstruksi pasca bencana. 1. Evaluasi Tahap demi tahap yang telah dilaksanakan oleh konselor mulai dari need asesment, penyusunan program, implementasi program dengan dukungan sitem,

PEMERINTAH

BNPB/BPBD TNI/POLRI

TAGANA dan BASARNAS

PETUGAS KESEHATAN

KONSELOR PMI

MEDIA

NGO dan LSM lain-lain

PSIKOLOG DAN

PSIKIATER

PEMUKA AGAMA DAN PEMUKA

ADAT

MASYARAKAT KORBAN DAN WILAYAH BENCANA

Page 12: Berkala Kajian Konseling dan Ilmu Keagamaanconsilium.pdf · yang sangat besar bagi masyarakat, mulai dari kerugian material, psikologis, nyawa yang akan selalu membayangi kehidupan

Rizky Andana Pohan: Konseling Berwawasan Kebencanaan| 8

Jurusan Bimbingan Penyuluhan Islam

maka tahap yang terkahir dan juga sangat penting adalah tahap evaluasi. Sebaik apapun program dan kinerja konselor evaluasi merupakan sarana pengembangan kemampuan dan keahlian keprofesionalan seorang konselor. Pada tahap ini kita akan melihat bagaimana evaluasi yang seharusnya dilakukan oleh konselor dalam pelaksanaan programnya di kawasan bencana. Mengutip pendapat A. Muri Yusuf yang mengatakan bahwa evaluasi merupakan suatu proses pemberian makna, arti, nilai atau kualitas tentang suatu objek yang dievaluasi atau penyusunan suatu keputusan tentang suatu objek berdasarkan asesmen.7 Dari pengertian tersebut dapatlah dipahami bahwa evaluasi bimbingan dan konseling kebencanaan dilakukan mulai dari input yaitu pada saat need asesment, observasi, wawancawa, studi dokumentasi. Evaluasi proses pada saat implementasi dan pelaksanaan program. Evaluasi hasil pada saat program telah dilaksanakan. Evaluasi ini dapat dilakukan oleh konselor itu sendiri maupun konselor-konselor independen dan pihak-pihak yang terlibat seperti pemerintah tanpa bermaksud menghakimi. Setelah evaluasi maka yang terakhir adalah tindak lanjut atas segala evaluasi yang telah dilakukan, sehingga program-program konselor berikutnya akan kaya dengan khasanah teori, praksis dan implementasi lapangan yang bermuara pada kebermanfaatan dan kebermartabatan profesi konseling itu sendiri. Penutup Profesi konseling merupakan sebuah profesi yang unik dan mulia, unik karena tidak semua individu mampu mewujudkan sikap-sikap yang dibutuhkan untuk menjadi seorang konselor. Mulia karena profesi ini membantu para individu maupun kelompok yang sedang mengalami masalah, hambatan yang dihadapinya agar mampu mandiri dan mengendalikan diri secara efektif. Peran konselor dalam membantu masyarakat yang ditimpa musibah bencana merupakan peran yang profesional dan bermanfaat, jika satu konselor mampu mengimplementasikan program secara baik dan benar maka dibutuhkan peran konselor yang begitu banyak bagi rekonstruksi masyarakat pacsca bencana. Jika itu terlaksana maka sudah bisa dipastikan profesi konseling bermanfaat dan bermartabat itu akan segera dirasakan oleh masyarakat, bangsa, negara dan agama.[]

7A. Muri Yusuf, Asesmen dan Evaluasi Pendidikan (Padang: UNP Press, 2011), hl. 21.

Page 13: Berkala Kajian Konseling dan Ilmu Keagamaanconsilium.pdf · yang sangat besar bagi masyarakat, mulai dari kerugian material, psikologis, nyawa yang akan selalu membayangi kehidupan

9 | Consilium: Volume 1, Nomor 1, Juli-Desember 2013

Fakultas Dakwah dan Komunikasi IAIN Sumatera Utara

Locus of Control Internal dan Kematangan Karir: Studi Kasus SMKN 1 Percut Sei Tuan

Cut Metia

Fakultas Dakwah dan Komunikasi IAIN Sumatera Utara [email protected]

Abstract

This research aims to study and prove a correlation between internal locus of control and the career maturity to the students of SMKN (State Vocational School) 1 Percut Sei Tuan. The Career maturity is a success of anyone in accomplishment of the specific career development task in the certain development phase while internal locus of control is an individual conviction that any events (success or failure) is an outcome of self efforts or self behavior. Anyone with orientation of internal locus of control when faced to the career selection will take any efforts to understand him/her self, to seek information about the works and educational steps, and take efforts to solve any problems. This make the individual career maturity is high. The hypothesis in this research is there is a positive correlation between internal locus of control and the career maturity it means the higher of internal locus of control the higher of career maturity. The internal locus of control is measured using I-E scale that arranged by Rotter (1966) and adapted by researcher. The career maturity is measured by CMI that arranged by Crites and adapted into the culture of Indonesia by Taganing, et. al. (2006). This research involves 90 students in Grade XI and XII of SMKN 1 Percut Sei Tuan in Mapping survey and Construction of Concrete department. The sample is taken by total sampling method because the researcher take total population as sample of this research. Based on the results of research it concluded that there is a significant correlation between variable X – Y, with rxy = 0.674; p = 0.000 (p < 0.010) means the hypothesis is accepted. The effective contribution of internal locus of control to the career maturity is 45.5%.

Kata Kunci: Locus of control Internal, Kematangan Karir, Career Maturity Inventory Pendahuluan

engangguran merupakan salah satu permasalahan di Indonesia dan belum dapat di atasi karena jumlahnya yang masih tinggi di setiap tahunnya, terlebih lagi pengangguran terdidik. Meskipun tidak

menempati posisi yang teratas, pengangguran terdidik yang berasal dari lulusan SMK masih cukup tinggi jumlahnya di Indonesia. Tingginya jumlah pengangguran lulusan SMK tersebut disebabkan karena ketidaksiapan siswa SMK dalam membuat keputusan karir.

Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) merupakan salah satu sistem pendidikan menengah di Indonesia dengan kekhususan yang bertujuan untuk menciptakan dan mempersiapkan lulusannya untuk siap bekerja pada bidang tertentu. Namun

P

Page 14: Berkala Kajian Konseling dan Ilmu Keagamaanconsilium.pdf · yang sangat besar bagi masyarakat, mulai dari kerugian material, psikologis, nyawa yang akan selalu membayangi kehidupan

Cut Metia: Locus of Control Internal dan Kematangan Karir | 10

Jurusan Bimbingan Penyuluhan Islam

kenyataannya tidak sedikit lulusan SMK yang malah menjadi pengguran setelah lulus. Mereka masih bingung dengan tujuannya setelah lulus sekolah nanti. Hal ini disebabkan karena banyak diantara siswa yang tidak memiliki kematangan karir.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, pada Februari 2013 Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) untuk Pendidikan Menengah Atas sebesar 9,39 persen, TPT Sekolah Menengah Pertama sebesar 8,24 persen, TPT Sekolah Menengah Kejuruan sebesar 7,68 persen. TPT Diploma I/II/III sebesar 5,65 persen dan TPT lulusan Universitas sebesar 5,04 persen. Jumlah pengangguran pada Februari 2013 mencapai 7,2 juta orang, dengan persentase sebesar 6,14 persen (www.bps.go.id).

Jumlah pengangguran tersebut seharusnya dapat dikurangi jika saja siswa SMK telah memiliki kematangan karir sejak duduk dibangku sekolah sehingga mereka mampu merencanakan dan mempersiapkan karir untuk masa depannya. Siswa SMK biasanya berusia sekitar 15-19 tahun. Usia 15-19 tahun digolongkan sebagai masa remaja. Menurut John W. Santrock,1 remaja (adolescence) diartikan sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif dan sosial emosional. Dalam kebanyakan budaya, masa remaja dimulai kira-kira usia 10 samapi 13 tahun dan berakhir antara usia 18 sampai 22 tahun.

Mempersiapkan karir merupakan salah satu tugas remaja dalam tahap perkembangannya.2 Untuk dapat memilih dan mempersiapkan karir secara tepat, dibutuhkan kematangan karir. Super3 mendefenisikan kematangan karir sebagai keberhasilan seseorang menyelesaikan tugas-tugas perkembangan karir yang khas pada tahap perkembangan tertentu. Rendahnya kematangan karir akan menyebabkan kesalahan dalam mengambil keputusan karir, termasuk kesalahan dalam menentukan pendidikan lanjutan.

Selanjutnya Sam D. Rogahang4 menambahkan bahwa konsep kematangan karir mencakup kemantapan individu dalam memilih dan mengambil keputusan terhadap pekerjaan yang dipilihnya, kesesuaian antara kemampuan yang di miliki dengan pekerjaan yang dipilihnya, kemampuan dalam membuat perencanaan dan pemecahan masalah yang berhubungan dengan pemilihan pekerjaan, serta mempunyai sikap yang posistif terhadap pekerjaan yang dipilihnya.

Usia peserta didik reguler SMK merupakan masa tentatif yaitu masa proses kristalisasi gagasan tentang perlunya bekerja, konsep diri tentang karir dan pekerjaan, penjajagan terhadap macam-macam bidang kerja (Hall dalam Sudira, 2006). Dalam hal ini peserta didik SMK harus memiliki kompetensi dalam mengidentifikasi minat dan bakat yang dimiliki, mengidentifikasi hambatan-hambatan ketenagakerjaan, menjelaskan strategi untuk mengatasi hambatan-hambatan ketenagakerjaan,

1John W. Santrok, Adolenscence (Jakarta: Erlangga, 2003). 2Elizabeth Hurlock, Psikologi Perkembangan (Jakarta: Erlangga, 1990). 3K. Taganing, et.al., “Adaptasi, Uji Validitas dan Reliabilitas Career Maturity Inventory

(CMI) pada Siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) di Jakarta”, dalam Jurnal Ilmiah Penelitian Psikologi, Nomor 2, volume 11, Desember 2006, h. 59-75.

4Sam D. Rogahang, 2011. “Kematangan Vokasional Siswa SMK Negeri 2 Manado”, dalam Jurnal Elektromatika, nomor 1, volume 1, 2011, h. 21.

Page 15: Berkala Kajian Konseling dan Ilmu Keagamaanconsilium.pdf · yang sangat besar bagi masyarakat, mulai dari kerugian material, psikologis, nyawa yang akan selalu membayangi kehidupan

11 | Consilium: Volume 1, Nomor 1, Juli-Desember 2013

Fakultas Dakwah dan Komunikasi IAIN Sumatera Utara

menempatkan sumber daya dalam mendapat pekerjaan, dan meneliti tren pekerjaan (Sudira, 2006).

Kematanagan karir seseorang dapat dilihat dari faktor-faktor yang mempengaruhinya. Salah satu faktor yang mempengaruhi kematangan karir adalah locus of control internal. Locus of control internal merupakan bagian dari locus of control. Dimana individu dengan locus of control internal akan menghubungkan peristiwa yang dialaminya dengan perilakunya. Apa yang terjadi pada dirinya lebih disebabkan oleh faktor dari dalam dirinya, ia merasa mampu mengatur segala tindakan, perbuatan, dan lingkungannya. Segala sesuatu yang terjadi pada diri mereka, baik atau buruk, untung atau rugi, enak atau tidak, dan sebagainya adalah disebabkan oleh mereka sendiri. Individu dengan locus of control internal cenderung giat, rajin, ulet, mandiri, dan punya daya tahan lebih baik terhadap pengaruh sosial, lebih efektif dalam menyelesaikan tugas, dan lebih peka terhadap informasi yang relevan dengan keadaan dirinya. Itulah sebabnya mereka lebih bertanggung jawab terhadap kesalahan dan kegagalannya, Solomon dan Oberlander.5

Jika siswa mempunyai locus of control internal, ketika dihadapkan dengan pemilihan karir, ia akan melakukan usaha untuk mengenali diri, mencari tahu tentang pekerjaan dan langkah-langkah pendidikan serta berusaha mengatasi masalah yang berkaitan dengan pemilihan karir. Hal tersebut akan membuat kematangan karirnya tinggi.6 Kondisi yang terlihat dari fenomena yang ada di SMKN 1 Percut Sei Tuan, dimana masih ada siswa kelas XI dan XII terutama jurusan Survey Pemetaan dan Konstruksi Batu Beton yang belum mempunyai kematangan karir sehingga belum memiliki kesiapan dalam pembuatan keputusan karir untuk masa depannya. Hal tersebut dapat dilihat dari pemilihan jurusan yang mereka ambil.

Pemilihan jurusan di SMK biasanya dilakukan sejak siswa memulai pendaftaran untuk masuk sekolah. Namun kebanyakan siswa memilih jurusan tanpa mempertimbangkan kemampuan, minat dan bakatnya, mereka cenderung memilih suatu jurusan disebabkan karena popularitas suatu jurusan, saran orangtua, mengikuti pilihan teman dan ada juga siswa yang memilih suatu jurusan karena ia merasa penasaran dengan jurusan yang ia anggap unik. Dalam penelitian ini, peneliti mewawancarai beberapa siswa. Dari wawancara tersebut peneliti menemukan bahwa masih ada siswa yang belum memiliki kematangan karir, terlihat dari pemilian jurusan yang mereka lakukan, dimana dalam memilih jurusan mereka tidak mempertimbangkan keinginan, kemampuan, minat dan bakatnya, melainkan karena ingin mencoba-coba jurusan yang ia anggap unik, karena mengikuti saran dari orangtua dan ikut-ikutan temannya. Mereka juga belum memikirkan tujuannya setelah lulus sekolah. Ada yang masih bingung dengan tujuannya ingin bekerja atau kuliah, ada pula yang ingin kuliah namun jurusan yang diambilnya tidak sesuai dengan jurusan yang sedang dijalaninya sekarang. Selain itu dalam menentukan

5P.S. Hulu, “Perbedaan Orientasi Locus of Control antara Mahasiswa yang Aktif dengan

Tidak Aktif Berorganisasi di Universitas Medan Area”, (Skripsi: Fakultas Psikologi, Universitas Medan Area, 2010).

6A Zulkaida, et.al., “Pengaruh Locus of Control dan Efikasi Diri terhadap Kematangan Karir Siswa Menengah Atas (SMA)”, dalam http://ejournal.gunadarma.ac.id diakses Tanggal 20 Januari 2013.

Page 16: Berkala Kajian Konseling dan Ilmu Keagamaanconsilium.pdf · yang sangat besar bagi masyarakat, mulai dari kerugian material, psikologis, nyawa yang akan selalu membayangi kehidupan

Cut Metia: Locus of Control Internal dan Kematangan Karir | 12

Jurusan Bimbingan Penyuluhan Islam

pendidikan lanjutan mereka masih mengikuti saran dari orang lain seperti orangtua dan gurunya.

Selain mewawancarai siswa, peneliti juga mewawancarai beberapa guru SMKN 1 Percut Sei Tuan, dari wawancara tersebut peneliti menemukan bahwa memang ada sebagian siswa yang belum memiliki pengetahuan tentang tujuannya setelah lulus sekolah nantinya, sehingga banyak di antara siswa siswi tersebut yang tidak serius dan bermain-main dalam belajar terutama siswa siswi dari jurusan Survey Pemetaan dan Konstruksi Batu Beton.

Berdasarkan fenomena dan hasil wawancara di atas, dimana masih ada sebagian siswa siswi SMKN 1 Percut Sei Tuan yang kurang memiliki kematangan karir dan belum memiliki locus of control internal yang baik sehingga menyebabkan kesalahan dalam pengambilan jurusan, dan ketidaksiapan dalam membuat keputusan karir untuk masa depannya. Oleh sebab itu peneliti tertarik melakukan penelitiandengan tujuan untuk mengetahui hubungan locus of control internal dengan kematangan karir pada siswa SMK N 1 Percut Sei Tuan. Hasil Penelitian

Penelitian ini menggunakan sistem try out terpakai artinya data yang sudah diambil dalam uji coba skala alat ukur, kembali digunakan sebagai data untuk pengujian hipotetis. Namun, penggunaan sistem try out terpakai ini memiliki konsekuensi, artinya apabila data uji coba skala tidak memenuhi persyaratan validitas dan reliabilitas, maka penelitian ini tidak dapat dilanjutkan. Melihat hasil uji coba skala I-E, diketahui bahwa dari 23 item terdapat 6 item yang gugur dan 17 item yang valid. Sedangkan CMI yang telah diadaptasi ke dalam budaya Indonesia oleh Taganing, dkk (2006) memilki 80 item, terdiri dari 30 item Skala Sikap dan 50 item Tes Kompetensi. Sejalan dengan sistem yang digunakan dalam penelitian ini, maka data dari item-item yang valid tersebut dijumlahkan kembali, kemudian jumlah nilai locus of control internal masing-masing siswa-siswi di pasangkan dengan jumlah nilai kematangan karir siswa-siswi.

Adapun metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis korelasi Product Moment. Hal ini dilakukan sesuai dengan judul penelitian dan identifikasi variabel-veriabelnya, di mana analisis Product Moment digunakan untuk menganalisis hubungan antara satu variabel bebas dengan satu variabel terikat, namun sebelum dilakukan analisis dengan analisis Korelasi Product Moment, data yang telah diperoleh di uji melalui uji asumsi yang meliputi uji normalitas sebaran dan uji linearitas hubungan. 1. Uji Asumsi a. Uji Normalitas Sebaran

Adapun maksud dari uji normalitas sebaran ini adalah untuk membuktikan bahwa penyebaran data-data penelitian yang menjadi pusat perhatian telah menyebar berdasarkan prinsip kurve normal. Uji normalitas sebaran dianalisis dengan menggunakan formula Kolmogorov-Smirnov Z. Sebagai kriterianya apabila p>0,005 maka sebaranya dikatakan normal, sebaliknya apabila p<0,005 sebaranya dinyatakan tidak normal(Hadi dan Pamardingsih, 2002).Harga-harga tersebut dapat dilihat pada tabelberikut ini:

Page 17: Berkala Kajian Konseling dan Ilmu Keagamaanconsilium.pdf · yang sangat besar bagi masyarakat, mulai dari kerugian material, psikologis, nyawa yang akan selalu membayangi kehidupan

13 | Consilium: Volume 1, Nomor 1, Juli-Desember 2013

Fakultas Dakwah dan Komunikasi IAIN Sumatera Utara

Tabel 2

Rangkuman Hasil Perhitungan Uji Normalitas Sebaran

Variabel RERATA SD K-S P Ket.

Kematangan karir

66,5333 24,34915 0,82 0,038 Normal

b. Uji Linieritas Hubungan

Uji linieritas hubungan dimaksudkan untuk mengetahui derajat hubungan variabel bebas terhadap variabel tergantung. Artinya apakah locus of controlinternal menerangkan adanya hubungan dengan kematangan karir yaitu meningkatnya sumbu X (locus of control internal) seiring dengan meningkatnya sumbuh Y (kematangan karir). Berdasarkan uji linieritas, dapat diketahui apakah variabel bebas dan variabel terikat dapat atau tidak dianalisis secara korelasional. Hasil analisis menunjukkan bahwa variabel bebas (locus of control internal) mempunyai hubungan yang linier terhadap variabelterikat (kematangan karir). Sebagiai kriterianya apabila p<0,05 maka dinyatakan mempunyai hubungan linier (Hadi dan Parmadaningsih, 2002). Harga-harga tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 3 Rangkuman Hasil Perhitungan Uji Linieritas Hubungan

Korelasional f Beda p Beda Keterangan

X-Y 73,435 0,000 Linier

Hasil Perhitungan Analisi Data

Berdasarkan hasil analisis dengan Metode Analisis Korelasi Product Moment, diketahui bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara Locus of control Internal dengan Kematangan Karir, dimana rxy = 0,674; p= 0.000< 0,01. Artinya semakin tinggi locus of control internal, maka semakin tinggi kematangan karir. Koefisien determinan (r2) dari hubungan antara variabel bebas X dengan variabel terikat Y adalah sebesar r2 = 0,455. Ini menunjukkan bahwa locus of control internal mempengaruhi tingkat kematangan karir sebesar 45,5%. Tabel di bawah ini merupakan rangkuman hasil perhitungan r product moment.

Tabel 4 Rangkuman Perhitungan r Product Moment

Statistik Koefisien(rxy) Koef.Det.(r2) P BE% Ket

X-Y 0,674 0,455 0,000 45,5 Signifikan

Skala Internal-External Locus of control (Skala I-E)

Page 18: Berkala Kajian Konseling dan Ilmu Keagamaanconsilium.pdf · yang sangat besar bagi masyarakat, mulai dari kerugian material, psikologis, nyawa yang akan selalu membayangi kehidupan

Cut Metia: Locus of Control Internal dan Kematangan Karir | 14

Jurusan Bimbingan Penyuluhan Islam

Kriteria yang dipakai untuk menentukan tinggi rendahnya locus of control internal digunakan kurva normal yang dibagi 6 bidang/daerah, yaitu 3 daerah positif dan 3 daerah negatif dengan menggunakan mean hipotetik (MH) sebagai titik tengah dalam kurva normal. Selanjutnya, besar satu bidang ditentukan oleh besarnya 1 standar deviasi (SD). Nilai yang berada diantara batas nilai -3SD sampai -2SD dinyatakan sangat rendah, nilai yang berada diantara batas -2SD sampai -1/2SD dinyatakan rendah, nilai yang berada diantara batas -1/2SD sampai +1/2SD dinyatakan normal/sedang, nilai yang berada diantara batas +1/2SD sampai +2SD dinyatakan tinggi, dan nilai yang berada di antara +2SD sampai +3SD dinyatakan sangat tinggi. Di bawah ini merupakan kurva distribusi normal Skala Internal-External Locus of control (Skala I-E).

Kurva Distribusi Normal Skala Internal External Locus of control (Skala I-E) Sedang Rendah Tinggi Sangat Rendah Sangat Tinggi -3SD -2SD -1/2SD MH +1/2SD +2SD +3SD -3,5 0,5 6,5 8,5 10,5 16,5 20,5 M empirik (10,6111)

Berdasarkan kurva di atas diapat di lihat bahwa locus of control internal tergolong tinggi dimana mean hipotetik (8,5) lebih kecil dari mean empirk (10,6111) dan selisihnya melebihi bilangan satu SD/SB (3,98789). Inventori Kematangan Karir (Career Maturity Inventory/CMI)

Kriteria yang dipakai untuk menentukan tinggi rendahnya kematangan karir digunakan kurva normal yang dibagi 6 bidang/daerah, yaitu 3 daerah positif dan 3 daerah negatif dengan menggunakan mean hipotetik (MH) sebagai titik tengah dalam kurva normal. Selanjutnya, besar satu bidang ditentukan oleh besarnya 1 standar deviasi (SD). Nilai yang berada diantara batas nilai -3SD sampai -2SD dinyatakan sangat rendah, nilai yang berada diantara batas -2SD sampai -1/2SD dinyatakan rendah, nilai yang berada diantara batas -1/2SD sampai +1/2SD dinyatakan normal/sedang, nilai yang berada diantara batas +1/2SD sampai +2SD dinyatakan tinggi, dan nilai yang berada di antara +2SD sampai +3SD dinyatakan sangat tinggi. Di bawah ini merupakan kurva distribusi normal Career Maturity Inventory (CMI).

Page 19: Berkala Kajian Konseling dan Ilmu Keagamaanconsilium.pdf · yang sangat besar bagi masyarakat, mulai dari kerugian material, psikologis, nyawa yang akan selalu membayangi kehidupan

15 | Consilium: Volume 1, Nomor 1, Juli-Desember 2013

Fakultas Dakwah dan Komunikasi IAIN Sumatera Utara

Kurva Distribusi Normal Career Maturity Inventori (CMI) Sedang Rendah Tinggi Sangat Rendah Sangat Tinggi -3SD -2SD -1/2SD MH +1/2SD +2SD +3SD -32 -8 28 40 52 88 112 M empirik (66,533) Berdasarkan kurva di atas diapat di lihat bahwa kematangan karir tergolong tinggi dimana mean hipotetik (40) lebih kecil dari mean empirk (66,5333) dan selisihnya melebihi bilangan satu SD/SB (24,34915). Pembahasan

Hasil penelitian ini membuktikan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara locus of control internal dengan kematangan karir siswa di SMKN 1 Percut Sei Tuan. Dengan koefisien kerelasi rxy = 0,674; p= 0.000< 0,01. Artinya semakin tinggi locus of control internal, maka semakin tinggi kematangan karir. Berdasarkan hasil penelitian ini, maka hipotesis yang diajukan dinyatakan diterima. Hal ini didukung oleh Super (dalam Putri, 2012) bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi kematangan karir adalah locus of control internal, dimana individu dengan tingkat kematangan karir yang baik cenderung memilki orientasi locus of control internal. Teori ini juga di perkuat dari hasil penelitian Zulkaidah7 pada siswa kelas XI SMA 39 Jakarta yang menunjukkan adanya hubungan yang positif dan signifikan antara locus of control dengan kematangan karir. Individu dengan locus of controlinternal, ketika dihadapkan dengan pemilihan karir, maka ia akan melakukan usaha untuk mengenali diri, mencari tahu tentang pekerjaan dan langkah-langkah pendidikan serta berusaha mengatasi masalah yang berkaitan dengan pemilihan karir. Hal tersebut akan membuat kematangan karirnya tinggi.

Hasil penelitian ini juga selaras dengan hasil penelitian Aji, dkk (2009),8 dimana hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa ada hubungan yang positif dan signifikan antara locus of controlinternal dengan kematangan karir, yang artinya semakin tinggi locus of controlinternal maka semakin tinggi kematangan karirnya. Super

7A Zulkaidah, et.al., “Pengaruh Locus of Control dan Efikasi Diri terhadap Kematangan

Karir Siswa Menengah Atas (SMA)”, dalam http://ejournal.gunadarma.ac.id diakses Tanggal 20 Januari 2013.

8R. Aji, et.al., “Hubungan antara Locus of Control Internal dengan Kematangan Karir pada Siswa Kelas XII SMK N 4 Purwerejo”, dalam http//eprints.undip.ac.id diakses Tanggal 19 Januari 2013.

Page 20: Berkala Kajian Konseling dan Ilmu Keagamaanconsilium.pdf · yang sangat besar bagi masyarakat, mulai dari kerugian material, psikologis, nyawa yang akan selalu membayangi kehidupan

Cut Metia: Locus of Control Internal dan Kematangan Karir | 16

Jurusan Bimbingan Penyuluhan Islam

(dalam Putri, 2012)9 menjelaskan kematangan karir adalah keberhasilan individu menyelesaikan tugas perkembangan karir yang khas pada tahap perkembangan karir. Individu yang memiliki kematangan karir yang tinggi akan mampu merencanakan karir secara tepat, menguasai tugas sesuai dengan tahap perkembangan karirnya menunjukkan perilaku yang dibutuhkan untuk merencanakan karir, mencari informasi, dan memiliki wawasan tentang dunia kerja, sebaliknya rendahnya kematangan karir dapat menyebabkan kesalahan dalam mengambil keputusan karir, termasuk kesalahan dalam menentukan pendidikan lanjutan.

Ditambahkan oleh Crites (dalam Bozgeyikli, Eroğlu & Hamurcu, 2009)10 bahwa model kematangan karir meliputi komponen kognitif dan afektif. Komponen kognitif meliputi kompetensi pilihan karir, seperti pengambilan keputusan karir, kemampuan, dan keterampilan memecahkan masalah. Komponen afektif meliputi sikap terhadap proses pengambilan keputusan karir. Sedangkan Crites (dalam Rogahang, 2011)11 mengemukakan bahwa seorang yang mempunyai kematangan karir yang baik akan ditandai dengan keajegan dalam memilih pekerjaan dan memiliki kesesuaian dengan kemampuannya ataupun sikap terhadap pekerjaan. Kematangan karir pada dasarnya menjelaskan kesesuaian antara individu dengan pekerjaan dan bagaimana pengambilan keputusan tentang pemilihan pekerjaan tersebut dilakukan.

Dengan melihat besarnya koefisien determinan variabel locus of control internal terhadap kematangan karir sebesar 45,5%, berarti dalam hal ini ada faktor ataupun variabel lain yang mempengaruhi tidak terlihat dalam penelitian ini, diantaranya: educational level, race ethnicity, social economi status, work salience dan gender. Rotter (dalam Kreitner & Kenicki, 2001)12 mengidentifikasikan locus of control sebagai dimensi kepribadian. Dia mengemukakan bahwa individu cenderung menghubungkan kejadian dalam hidupnya dengan dirinya sendiri atau faktor lingkungan. Individu yang percaya bahwa mereka mengendalikan konsekuensi dan peristiwa yang mempengaruhi kehidupan mereka dikatakan memiliki locus of control internal.

Selanjutnya Stewart (2012)13 menambahkan, individudengan locusof controlinternal yang tinggi berasumsi bahwausaha merekaakan berhasil, bekerja lebih giat denganmencari informasi, lebih mungkinuntuk mempengaruhiorang lain, dan dapat menyelesaikan tugas hinggaberhasilkarena mereka memilikikontrol yang lebih baikatas perilakumereka.Merekamenganggap dirinya yang bertanggung jawabuntuk keadaan-keadaan yang terjadi dalam hidupnya. Individu denganlocusof controleksternal

9W. W. L. Putri, “Hubungan Self Efficacy dengan Kematangan Vokasional pada Siswa

Kelas XII SMA Negeri Langsa NAD”, (Skripsi: Fakultas Psikologi, Universitas Medan Area, 2012). 10Bozgeyikli, et.al., “Career Decision Making Self Efficacy: Career Maturity and

Sosioeconomic Status with Turkish Touth”, dalam Journal Education Science and Psychology, 2009.

11Sam D. Rogahang, “Kematangan Vokasional Siswa SMK Negeri 2 Manado”, dalam Jurnal Elektromatika, nomor, 1, volume 1, 2011.

12R. Kreitner, dan Kenicki A., Organizational Behavior (Mc Graw-hill Companies Inc., 2001).

13T. Stewart, “Undergraduate Honors Servise-Learning and Effects on Locus of Control”, dalam Journalof Service-Learning in Higher Education, volume 1, 2012, h. 70-86.

Page 21: Berkala Kajian Konseling dan Ilmu Keagamaanconsilium.pdf · yang sangat besar bagi masyarakat, mulai dari kerugian material, psikologis, nyawa yang akan selalu membayangi kehidupan

17 | Consilium: Volume 1, Nomor 1, Juli-Desember 2013

Fakultas Dakwah dan Komunikasi IAIN Sumatera Utara

yang lebih besarcenderung menghindarkan diridari berpartisipasi dalamkegiatan merekadan merasatidak pedulidengan usahankorelasi product momentya sendiri

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa siswa-siswi SMKN 1 Percut Sei Tuan jurusan Survey Pemetaan dan Konstruksi Batu Beton dinyatakan memiliki kematangan karir yang tergolong tinggi, dimana nilai rata-rata hipotetiknya (40) lebih kecil dari nilai rata-rata empirik (66,5333) dan selisihnya melebihi satu SD/SB. Sementara itu, locus of controlinternal siswa-siswi SMKN 1 Percut Sei Tuan jurusan Survey Pemetaan dan Konstruksi Batu Betonjuga tergolong tinggi, dimana nilai rata-rata hipotetiknya (8,5) lebih kecil dari nilai rata-rata empirik (10,6111) dan selisihnya melebihi satu SD/SB. Berdasarkan uraian di atas dapat dinyatakan bahwa locus of control internal mempengaruhi kematangan karir seseorang. Apabila semakin tinggi locus of control internal siswa maka semakin tinggi kematangan karirnya. Begitu juga sebaliknya, semakin rendah locus of control internal siswa maka semakin rendah tingkat kematangan karirnya. Penutup

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan terdapat hubungan yang signifikan antara locus of control internal dengan kematangan karir, hasil ini dibuktikan dengan koefisien kerelasi rxy = 0,674; p= 0.000< 0,01. Artinya semakin tinggi locus of control internal, maka semakin tinggi kematangan karir. Sejalan dengan kesimpulan yang telah dipaparkan, maka berikut ini dapat diberikan beberapa saran, antara lain : 1). Kematangan karir siswa tergolong tinggi, diharapkan siswa dapat mempertahankan dan lebih meningkatkannya lagi dengan cara lebih meningkatkan locus of control internalnya, sehingga dapat membuat keputusan karir dengan lebih matang berdasarkan kemampuan, minat dan bakat yang dimiliki. 2). Diharapkan kepada pihak sekolah tetap melakukan tes minat bakat kepada siswa-siswinya dan menentukan jurusan berdasarkan hasil tes tersebut agar jurusan yang diambil sesuai dengan kemampuan setiap siswa. 3). kepada peneliti selanjutnya yang ingin melanjutkan penelitian serupa untuk mengkaji faktor-faktor lain yang berhubungan dengan kematangan karir diantaranya: educational level, race ethnicity, social economi status, work salience dan gender, serta pengaruh orangtua dan teman.[]

Page 22: Berkala Kajian Konseling dan Ilmu Keagamaanconsilium.pdf · yang sangat besar bagi masyarakat, mulai dari kerugian material, psikologis, nyawa yang akan selalu membayangi kehidupan

Fauzan dan Rahmi: Kepercayaan Diri dalam Komunikasi Orangtua | 18

Jurusan Bimbingan Penyuluhan Islam

Kepercayaan Diri dalam Komunikasi Orangtua dengan Remaja: Pengalaman SMA Negeri 4 Takengon

Fauzan Irmiga dan Rahmi Lubis

Fakultas Psikologi Universitas Medan Area [email protected] dan [email protected]

Abstrak

Tulisan ini bertujuan melihat hubungan antara komunikasi orangtua anak dengan kepercayaan diri remaja. Masa remaja adalah masa yang penting dalam perjalanan hidup manusia. Masa ini ditandai dengan banyaknya perubahan baik fisik maupun psikologis seperti tubuh bertambah tinggi, mulai berjerawat, suara berubah, munculnya tanda-tanda seksual, menyebabkan munculnya rasa tidak nyaman terhadap tubuh. Perasaan percaya diri sangat penting dimiliki remaja dalam melewati masa perkembangannya. Remaja yang percaya diri akan memiliki pandangan yang positif terhadap lingkungan, mudah menyesuaikan diri, dan aktif melakukan berbagai aktivitas yang menunjang perkembangan kepribadiannya. Perkembangan kepercayaan diri tidak dapat dilepaskan dari lingkungan keluarga khususnya ayah dan ibu. Pola hubungan dan komunikasi yang terbangun antara orangtua dan anak akan menentukan apakah anak akan menerima kelebihan dan kekurangannya sehingga merasa yakin dengan kemampuan yang dimilikinya. Sampel penelitian ini adalah siswa SMA Takengon sebanyak 232 orang. Data dikumpulkan menggunakan skala Komunikasi Orangtua Anak dan Skala Kepercayaan Diri yang telah diuji validitas dan reliabilitasnya dengan uji hipotesis menggunakan korelasi product moment. Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara komunikasi orangtua anak dengan kepercayaan diri (rxy = 0.714; p = 0,000). Artinya semakin baik komunikasi orangtua anak maka semakin tinggi kepercayaan diri pada siswa, sebaliknya semakin buruk komunikasi orangtua anak maka semakin rendah kepercayaan diri pada siswa. Komunikasi orangtua anak memberikan pengaruh sebesar 50.9% terhadap kepercayaan diri. Sampel penelitian memiliki komunikasi orangtua anak (ME=15,698, MH=31,5) dengan kepercayaan diri(MH= 26,017, ME= 52,5) yang rendah.

Kata Kunci: Remaja, Komunikasi Orangtua-Anak, Kepercayaan Diri Pendahuluan

emaja (adolescence) adalah masa perkembangan transisi antara masa anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif dan sosial emosional. Masa remaja diciptakan untuk memudahkan

periode transisi antara masa kanak-kanak, dan dewasa awal untuk mulai memperkenalkan anak kepada budayanya dan kepada dunia yang luas. Dalam proses pendewasaan itu, seorang remaja akan merasakan suatu proses penting dalam

R

Page 23: Berkala Kajian Konseling dan Ilmu Keagamaanconsilium.pdf · yang sangat besar bagi masyarakat, mulai dari kerugian material, psikologis, nyawa yang akan selalu membayangi kehidupan

19 | Consilium: Volume 1, Nomor 1, Juli-Desember 2013

Fakultas Dakwah dan Komunikasi IAIN Sumatera Utara

hidupnya yang disebut pubertas atau masa puber. Pada masa puber seorang remaja akan merasakan adanya pergolakan yang sangat besar dalamdirinya, seperti merasakan adanya ketertarikan pada lawan jenisnya. Minat pada masa remaja cenderung kepada karir, pacaran, eksplorasi identitas diri dan cenderung lebih banyak bergaul dengan kelompoknya (Santrock, 2003).

Masa remaja awal berada pada masa puber yaitu suatu tahap dalam perkembangan dimana terjadi kematangan alat-alat seksual dan tercapai kemampuan reproduksi. Remaja disebut juga dengan istilah “Teenagers” (usai belasan tahun). Menurut Buhler (dalam Hurlock, 1980) pada masa pubertas atau masa remaja awal terdapat gejala yang disebut gejala “negative phase”, istilah “Phase” menunjukkan periode yang berlangsung singkat. “Negative” berarti bahwa individu mengambil sikap “anti” terhadap kehidupan atau kehilangan sifat-sifat baik yang sebelumnya sudah berkembang. Gejala ini banyak terjadi pada remaja awal, diantaranya keinginan untuk menyendiri, berkurang kemampuan untuk bekerja, kegelisahan, kepekaan perasaan, pertentangan sosial dan rasa kurang percaya diri (lack of self confidence). Dari beberapa gejala “negative phase” di atas yang paling menonjol dialami masa remaja adalah rasa kurang percaya diri (lack of self confidence).

Rasa percaya diri merupakan hal yang sangat penting bagi pertumbuhan dan perkembangan individu. Kepercayaan diri merupakan keyakinan dalam diri seseorang untuk dapat menanggapi segala sesuatu dengan baik sesuai dengan kemampuan diri yang dimiliki. Menurut Daradjat (1996) ciri-ciri individu yang mempunyai kepercayaan diri adalah tidak memiliki keraguan dan perasaan rendah diri, tidak takut memulai sesuatu hubungan baru dengan orang lain, tidak suka mengkritik dan aktif dalam pergaulan dan pekerjaan, tidak mudah tersinggung, berani mengemukakan pendapat, berani bertindak, dapat mempercayai orang lain, dan selalu optimis. Lawan dari percaya diri adalah rendah diri. Orang yang kurang percaya diri akan merasa kecil, tidak berharga, tidak ada artinya, dan tidak berdaya menghadapi tindakan orang lain. Orang seperti ini biasanya takut melakukan kesalahan dan juga takut ditertawakan orang lain. Fenomena kurang percaya diri banyak terjadi pada remaja. Yang disebabkan karena pada masa remaja banyak terjadi perubahan.

Pada masa ini seorang remaja akan banyak mengalamiperubahan diantaranya fisik, seksual, psikologis maupunperubahan sosial. Perubahan-perubahan ini yang kemudianmenyebabkan remaja berusaha untuk mencapai kematangan,mencari pengalaman baru dan mencoba menggunakan kesempatanyang seluas-luasnya bagi pertumbuhan kepribadiannya sendiri. Halini pula yang sering disebut sebagai masa periode sosialisasi kedua,karena remaja mulai memperluas daerah sosialisasinya dan mulaimempersiapkan tugas-tugas yang lebih spesifik yang berkaitandengan dunia orang dewasa (Elder dalam Youniss dan Smollar,1985). Adanya tuntutan-tuntutan yang harus dipenuhi oleh seorangremaja untuk melaksanakan tugasnya secara baik tersebut, membuat kepercayaan diri atau self-confidence menjadi begitupenting bagi seorang remaja. Banyak masalah yang dapat timbulkarena seseorang tidak percaya pada dirinya sendiri. Aliatin, dkk(1994) mengemukakan bahwa adanya rasa percaya diri yangmemadai akan menyebabkan seseorang tidak mengalami kesulitandalam

Page 24: Berkala Kajian Konseling dan Ilmu Keagamaanconsilium.pdf · yang sangat besar bagi masyarakat, mulai dari kerugian material, psikologis, nyawa yang akan selalu membayangi kehidupan

Fauzan dan Rahmi: Kepercayaan Diri dalam Komunikasi Orangtua | 20

Jurusan Bimbingan Penyuluhan Islam

menyesuaikan diri terhadap lingkungan yang baru, punyafilsafat hidup sendiri, dan mampu mengembangkan motivasinya.

Ciri-ciri remaja yang mempunyai kepercayaan diri adalah memiliki suatu sikap atau perasaan yakin atas kemampuan diri sendiri sehingga individu yang bersangkutan tidak terlalu cemas dalam setiap tindakan, dapat bebas melakukan hal yang disukai, mampu berinteraksi dengan orang lain, mampu mempunyai dorongan berprestasi serta dapat mengenal kelebihan dan kekurangan diri sendiri. Pembentukan rasa percaya diri remaja tidak bisa lepas dari peran, turut campur orang tua.

Dalam hal ini keluarga merupakan sebuah lingkungan yang paling awal untuk membantu remaja mendapat rasa aman, diterima sehingga akan berdampak positif dalam perkembangan jiwa remaja. Keluarga merupakan tempat atau lingkungan yang dekat dengan kehidupan remaja, sehingga remaja mampu berupaya untuk terbuka dalam menghadapi masalah. Para ahli yang berkecimpung dalam dunia psikologi remaja, pada umumnya sependapat apabila orang tua yang paling baik menjadi pendidik sekaligus pembimbing bagi anak di dalam keluarga maupun di dalam masyarakat. Dengan adanya komunikasi antara orang tua dan anak akan mampu membantu orang tua dan remaja, dalam menghadapi masalah. Permasalahan yang muncul pada diri remaja dapat juga dipengaruhi oleh kurangnya komunikasi dengan orang tua. Hal ini dikarenakan kurang adanya keterbukaan antara orang tua dengan remaja serta kurangnya pengetahuan yang dimiliki orang tua atau terhambat oleh sopan santun atau rasa malu. Tinjauan Pustaka Remaja

Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata Latin “adolescere” (kata bendanya, adolescentia yang berarti remaja) yang berarti “tumbuh” atau “tumbuh menjadi dewasa” (Hurlock, 1980). Seperti halnya dengan semua periode yang penting selama rentang kehidupan, masa remaja mempunyai cirri-ciri tertentu yang membedakannya dengan periode sebelum dan sesudahnya. Ciri-ciri tersebut antara lain (Hurlock , 1980): 1) Masa Remaja sebagai Periode Penting; 2) Masa Remaja sebagai Periode Peralihan; 3) Masa Remaja sebagai Periode Perubahan; 4) Masa Remaja sebagai Usia Bermasalah; 4) Masa Remaja sebagai Masa Mencari Identitas; 5) Masa Remaja sebagai Usia yang Menimbulkan Ketakutan; 6) Masa Remaja sebagai Masa yang Tidak Realistik dan 7) Masa Remaja sebagai Ambang Masa Dewasa. Kepercayaan Diri

Menurut Rini (2002) kepercayaan diri adalah sikap positif seorang individu yang memampukan dirinya untuk mengembangkan penilain positif baik terhadap diri sendiri maupun terhadap lingkungan sekitar.Kepercayaan diri adalah sikap positif seseorang individu yang memampukandirinya untuk mengembangkan penilaian positif terhadap diri sendiri maupunterhadap lingkungan atau situasi yang dihadapinya (Loekmono, 1983). Berikut merupakan beberapa ciri atau karakteristik individu yang mempunyai rasa percaya diri yang proporsional diantaranya adalah:

Page 25: Berkala Kajian Konseling dan Ilmu Keagamaanconsilium.pdf · yang sangat besar bagi masyarakat, mulai dari kerugian material, psikologis, nyawa yang akan selalu membayangi kehidupan

21 | Consilium: Volume 1, Nomor 1, Juli-Desember 2013

Fakultas Dakwah dan Komunikasi IAIN Sumatera Utara

a. Percaya akan kompetensi atau kemampuan diri, hingga tidak membutuhkan pujian, pengakuan, penerimaan, atau pun rasa hormat orang lain.

b. Tidak terdorong untuk menunjukkan sikap konformis demi diterima oleh orang lain atau kelompok.

c. Berani menerima dan menghadapi penolakan orang lain, berani menjadi sendiri. d. Punya pengendalian diri yang baik (tidak moody dan emosinya stabil). e. Memiliki internallocus of control (memandang keberhasilan atau kegagalan,

tergantung dari usaha diri sendiri, tidak menyerah pada nasib atau keadaan sertatidak tergantung atau mengharapkan bantuan orang lain).

f. Mempunyai cara pandang yang positif terhadap diri sendiri, orang lain dan situasi di luar dirinya.

g. Memiliki harapan yang realistik terhadap diri sendiri, sehingga ketika harapan itu tidak terwujud, ia tetap mampu melihat sisi positif dirinya dan situasi yang terjadi (Rini 2002).

Menurut Hakim (2005) ciri-ciri orang yang tidak percaya diri antara lain: a. Mudah cemas dalam menghadapai persoalan dengan tingkat kesulitan tertentu. b. Memiliki kelemahan serta kekurangan dari segi mental, fisik, sosial, atau

ekonomi. c. Sulit menetralisasi timbulnya ketegangan dalam suatu situasi. d. Gugup dan kadang-kadang bicara gagap. e. Memeiliki latar belakang pendidikan keluarga kurang baik. f. Memiliki perkembangan kurang baik sejak masa kecil.

Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kepercayaan diri seseorang, antara lain konsep diri, harga diri, tingkat pendidikan, iteraksi sosial, jenis kelamin, dan komunikasi dalam keluarga. Komunikasi Menurut Siahaan (dalam Hermawan, 2007) menyatakan bahwa komunikasi orangtua dan anak merupakan kebutuhan vital dalam hubungan orangtua dan anak dalam keluarga. Hal ini diperlukan pada saat anak (remaja) ingin mengungkapkan perasaan atau kebutuhan isi hatinya perlu ada orang yang mendengarkan dalam suasana santai, sehingga anak dapat bercerita sepuas hatinya mengenai segala hal yang dialaminya setiap hari. Menurut Lunandi (1994), faktor-faktor yang mempengaruhikomunikasi orangtua anak adalah sebagai berikut: a. Citra Diri, yaitu manusia belajar menciptakan citra diri melalui hubungan dengan

orang lain dilingkungan. Melalui komunikasi dengan orang lain seseorang akan mengetahuiapakah dirinya dibenci, dicinta, dihormati, diremehkan, dihargai atau direndahkan.

b. Lingkungan fisik, yaitu perbedaan tempat akan mempengaruhi pola komunikasi yang dilakukan carauntuk menyampaikan pesan, isi, informasi disesuaikan dengan tempat dimanakomunikasi itu dilakukan karena setiap tempat mempunyai aturan, norma atau nilai-nilai sendiri.

c. Lingkungan sosial, yaitu penting untuk dipahami, sehingga pihak-pihak yang terlibat dalamkomunikasi dalam keluarga memiliki kepekaan terhadap lingkungan

Page 26: Berkala Kajian Konseling dan Ilmu Keagamaanconsilium.pdf · yang sangat besar bagi masyarakat, mulai dari kerugian material, psikologis, nyawa yang akan selalu membayangi kehidupan

Fauzan dan Rahmi: Kepercayaan Diri dalam Komunikasi Orangtua | 22

Jurusan Bimbingan Penyuluhan Islam

sosial.Lingkungan sosial dapat berupa lingkungan masyarakat, lingkungan kerja, danlingkungan keluarga.

Aspek-aspek komunikasi orangtua dan anak menurut Surbakti (2008), yaitu: a. Penyampaian informasi

Besarnya usaha yang dilakukan oleh orangtua dalam penyampaian informasi kepada anak mengenai kegiatan yang dilakukan atau perubahan yang dialami oleh para remaja yang pada umumnya meliputi pemahaman nilai moral, cara berhubungan yang sehat dengan lingkungan, serta mengenai penyaluran minat bakat remaja. b. Penyampaian Pesan

Usaha yang digunakan oleh individu dalam menyampaikan pesan yang berkaitan dengan tugas dan kewajiban yang harus dilakukan di dalam rumah dan masyarakat serta mengenai norma yang harus dipatuhi. c. Penyampaian pendapat

Usaha yang digunakan individu dalam menyampaikan pendapat yang berkaitan dengan pengambilan keputusan untuk memilih jurusan sekolah serta dalam menentukan tata tertib di dalam rumah. d. Pengungkapan perasaan

Usaha yang dilakukan oleh individu dalam menyampaikan perasaan yang dirasakannya, seperti perasaan sedih, kecewa, takut atau jengkel yang dilakukan oleh antar anggota keluarga. Pembahasan

Berdasarkan data uji coba skala kepercayaan diri menunjukkan dari 42 butir pernyataan terdapat 7 butir pernyataan yang gugur dan butir yang valid berjumlah 35 butir pernyataan dengan indeks reliabilitas yang diperoleh sebesar = 0,771.Sedangkan hasil uji coba skala Komunikasi Orangtua Dan Anak menunjukkan dari 24 butir pernyataan terdapat 3 butir yang gugur dan butir yang valid berjumlah 21 butir dengan Indeks reliabilitas yang diperoleh sebesar = 0,749.

Dari uji asumsi normalitas ditemukan bahwa sebaran skor tergolong normal baik untuk variabel komunikasi orangtua- anak (p= 0,06) maupun untuk variabel kepercercayaan diri (p= 0,057).

Tabel 1. Rangkuman Hasil Perhitungan Uji Normalitas Sebaran

Variabel RERATA SD K-S p Keterangan

Variabel Komunikasi Orang Tua-Anak

15.698 2.904 1.074 0.067 Normal

Variabel Kepercayaan Diri

26.017 5.171 1.687 0.057 Normal

Demikian pula untuk uji asumsi linearitasditemukan bahwa hubungan antara variabel bebas dan variabel tergantung adalah linear (p= 0,000).

Tabel 2. Rangkuman Hasil Perhitungan Uji Linieritas Hubungan

Page 27: Berkala Kajian Konseling dan Ilmu Keagamaanconsilium.pdf · yang sangat besar bagi masyarakat, mulai dari kerugian material, psikologis, nyawa yang akan selalu membayangi kehidupan

23 | Consilium: Volume 1, Nomor 1, Juli-Desember 2013

Fakultas Dakwah dan Komunikasi IAIN Sumatera Utara

KORELASIONAL F Beda p Beda KETERANGAN

X – Y 238.687 0.000 Linier

Selanjutnya berdasarkan hasil analisis dengan Metode Analisis Korelasi

Product Moment, diketahui bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara Komunikasi Orang Tua-Anak dengan Kepercayaan Diri, dimana rxy = 0,714 ; p= 0.000< 0,010. Artinya semakin Baik Komunikasi Orang Tua-Anak, maka semakin tinggi Kepercayaan Diri. Koefisien determinan (r2) dari hubungan antara variabel bebas X dengan variabel terikat Y adalah sebesar r2 = 0,509. Ini menunjukkan bahwa Kepercayaan Diri dibentuk oleh Komunikasi Orang Tua-Anak sebesar50,9%.

Tabel 3. Rangkuman Perhitungan r Product Moment

Statistik Koefisien (rxy) Koef. Det. (r2) P BE% Ket

X – Y 0.714 0.509 0.000 50.9 S

Sedangkan untuk perbandingan rata-rata Hipotetik dan rata-rata Empirik,

ditemukan bahwa Komunikasi Orangtua-Anak dalam penelitian ini tergolong buruk

(RH˃RE) demikian pula Kepercayaan Diri tergolong rendah (RH˃RE) .

Tabel 4. Hasil Perhitungan Nilai Rata-rata Hipotetik dan Nilai Rata-rata Empirik

Variabel SB / SD Nilai Rata-Rata

Keterangan Hipotetik Empirik

Komunikasi Orang Tua-Anak

2.904 31.500 15.698 Buruk

Kepercayaan Diri 5.171 52.500 26.017 Rendah

Berdasarkan analisis Product Moment diperoleh hasil bahwa terdapat hubungan

positif yang signifikan antara komunikasi orangtua anak dengan kepercayaan diri pada siswa SMANegeri 4 Takengon dengan koefisien korelasi rxy= 0,714 ; p = 0,000, berarti p < 0,010 yang artinya semakin baik komunikasi orangtua dan anak maka semakin tinggi kepercayaan diri anak, sebaliknya semakin buruk komunikasi orangtua dan anak maka semakin rendah kepercayaan diri. Berdasarkan pada hasil penelitian ini, maka dapatlah dinyatakan bahwa komunikasi orangtua dan anak mempengaruhi kepercayaan diri pada anak. Artinya komunikasi orangtua dan anak yang buruk, menyebabkan anak memiliki kepercayaan diri yang rendah.

Dari penelitian ini membuktikan bahwa komunikasi orangtua dan anak memiliki andil yang cukup berarti dalam menentukan kepercayaan diri. Komunikasi orangtua anak memberikan pengaruh sebesar 50.9% terhadap kepercayaan diri. Masih terdapat 49.1% pengaruh dari faktor lain, dimana faktor lain tersebut dalam penelitian ini tidak dilihat. Hasil penelitian ini sejalan dengan pendapat menurut Loekmono (1983) yang menyatakan bahwa salah satu faktor kepercayaan diri yaitu keluarga, dimana didalam keluarga terdapat komunikasi orangtua dan anak. Orangtua merupakan orang yang paling bertanggung jawab dalam mengembangkan eksistensi anak termasuk kebutuhan fisik dan psikis, sehingga anak dapat tumbuh dan berkembang ke arah yang matang dan harmonis (Hurlock, 1980).

Page 28: Berkala Kajian Konseling dan Ilmu Keagamaanconsilium.pdf · yang sangat besar bagi masyarakat, mulai dari kerugian material, psikologis, nyawa yang akan selalu membayangi kehidupan

Fauzan dan Rahmi: Kepercayaan Diri dalam Komunikasi Orangtua | 24

Jurusan Bimbingan Penyuluhan Islam

Komunikasi antara remaja dan orangtua mempunyai peran besar bagi remaja dalam menghadapi permasalahan rasa kurang percaya diri yang terjadi pada mereka yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari. Hubungan yang terjalin melalui komunikasi orangtua dan anak membantu remaja dalam menghadapi berbagai masalah kaitannya dengan rasa percaya diri pada diri mereka. Komunikasi yang terjalin antara orangtua dan anak dapat diwujudkan atas dasar keterbukaan, empati, dukungan, perasaan positif dan kesamaan. Diharapkan pula remaja mau terbuka kepada orangtua atas segala perubahan yang terjadi pada diri mereka. Keinginan untuk bercerita, terbuka dengan orangtua tidak terlepas dari suatu hubungan komunikasi yang efektif antara orangtua dan anak (Rahmat, 1992).

Hasil yang diperoleh dari penelitian ini diketahui bahwa subjek penelitian ini, yakni siswa SMANegeri 4 Takengon memiliki komunikasi orangtua anak dengan kepercayaan diri yang rendah. Sebab pada Komunikasi orangtua anak dapat dilihat nilai-nilai empirik sebesar 15.698 lebih kecil dari pada nilai rata-rata hipotetiknya, yakni 31.500. Demikian pula halnya dengan kepercayaan diri, nilai rata-rata empirik 26.017 lebih kecil dari pada nilai rata-rata hipotetiknya yakni 52.500. Rendahnya kepercayaan diri di SMA tersebut salah satu faktor penyebabnya seperti yang diungkapkan oleh Loekmono (1983) yang menyatakan bahwa salah satu faktor kepercayaan diri yaitu buruknya komunikasi anak dengan orangtua.Orangtua sebagai figur yang idealnya menjalin komunikasi dalam bentuk memberikan pendapat, pesan, informasi, dan perasaan kepada anak-anaknya yang berusia remaja ternyata dinilai oleh para remaja belum melakukan sesuai dengan yang diharapkan.

Dalam keseharian hidup remaja di tengah keluarga, mereka hanya berkomunikasi seperlunya sebatas memberi pendapat dan pesan. Pesan yang diberikan orangtua umumnya adalah berupa nilai-nilai agama yang harus dipatuhi anak-anaknya. Orangtua umumnya memberikan pendapat setelah remaja melakukan satu tindakan yang kurang tepat dan sulit diterima. Namun orangtua kurang menjalin komunikasi yang terkait dengan memberikan informasi yang dibutuhkan remaja dalam mengambil keputusan seperti pedoman berperilaku, bergaul, ataupun menata kehidupan ke depannya. Informasi juga jarang diberikan terkait dengan kemampuan dan potensi remaja ataupun pilihan pendidikan atau karir yang dapat ditekuni remaja. Hal ini membuat remaja kurang mampu mengambil pilihan dalam pendidikan ataupun menyesuaikan diri di lingkungan sebayanya. Bentuk komunikasi orangtua yang berhubungan dengan perasaan juga lebih jarang dilakukan kepada remaja.

Menurut responden penelitian, orangtua kurang terbuka mengungkapkan perasaan kepada anaknya dan sebaliknya kurang memperhatikan perasaan yang dimiliki anak. Hal ini membuat orangtua dan remaja sulit mencapai saling pengertian satu sama lain sehingga menyulitkan remaja dalam memperoleh dukungan emosional. Pola komunikasi yang kurang memberi perhatian akan aspek perasaan juga membuat remaja kurang memahami perasaannya sendiri dan juga perasaan orang lain.

Selain itu, buruknya komunikasi orangtua anak diperkirakan terkait dengan kesibukan orangtua dalam bekerja, kurangnya pemahaman akan pentingnya berkomunikasi dengan anak, dan tingkat pendidikan yang kurang memadai.

Page 29: Berkala Kajian Konseling dan Ilmu Keagamaanconsilium.pdf · yang sangat besar bagi masyarakat, mulai dari kerugian material, psikologis, nyawa yang akan selalu membayangi kehidupan

25 | Consilium: Volume 1, Nomor 1, Juli-Desember 2013

Fakultas Dakwah dan Komunikasi IAIN Sumatera Utara

Orangtua umumnya cukup sibuk dengan aktivitas mencari nafkah di luar rumah serta mengurusi segala keperluan rumah tangga sehingga tidak lagi memiliki kesempatan untuk lebih memperhatikan kebutuhan psikologis anak-anaknya. Apalagi jika orangtua kurang memiliki kesadaran bahwa berkomunikasi secara teratur dan terbuka kepada anak adalah hal yang sangat penting. Kurangnya kesadaran ini seringkali berkaitan dengan terbatasnya pengetahuan dan adanya nilai-nilai yang lebih mengutamakan kebutuhan fisik dibanding kebutuhan psikologis (Lunandi, 1994). Semakin tinggi pendidikan orangtua akan membuat orangtua semakin memahami bahwa anak membutuhkan satu hubungan yang bermakna melalui komunikasi yang intens dengan orangtuanya untuk mendapatkan informasi, menerima pesan nilai-nilai, mendengarkan pendapat orangtua mengenai diri mereka, serta dapat mengungkapkan apa yang mereka rasakan secara terbuka kepada orangtua. Penutup

Berdasarkan hasil-hasil yang telah diperoleh dan melalui pembahasan yang telah dibuat, maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut: 1. Terdapat hubungan positif yang signifikan antara komunikasi orangtua anak

dengan kepercayaan diri. Hasil ini dibuktikan dengan koefisien korelasi rxy = 0.714; p = 0,000, berarti p < 0,010. Artinya semakin baik komunikasi orangtua anak maka semakin tinggi kepercayaan diri pada siswa, sebaliknya semakin buruk komunikasi orangtua anak maka semakin rendah kepercayaan diri pada siswa. Dengan demikian maka hipotesis yang telah diajukan dalam penelitian ini dinyatakan diterima.

2. Komunikasi orangtua anak memberikan pengaruh sebesar 50.9% terhadap kepercayaan diri. Masih terdapat 49.1% pengaruh dari faktor lain, dimana faktor lain tersebut dalam penelitian ini tidak dilihat. Faktor lain yang mempengaruhi gangguan tidur adalah faktor obat-obatan, gaya hidup, lingkungan, aktivitas fisik dan kelelahan, asupan makanan dan kalori, usia individu.

3. Para siswa SMA Negeri 4 Takengon memiliki komunikasi orangtua anak dengan kepercayaan diri yang rendah. Sebab pada Komunikasi Orangtua Anak dapat dilihat nilai-nilai empirik sebesar 15.698 lebih kecil dari pada nilai rata-rata hipotetiknya, yakni 31.500. Demikian pula halnya dengan Kepercayaan Diri, nilai rata-rata empirik 26.017 lebih kecil dari pada nilai rata-rata hipotetiknya yakni 52.500.

Page 30: Berkala Kajian Konseling dan Ilmu Keagamaanconsilium.pdf · yang sangat besar bagi masyarakat, mulai dari kerugian material, psikologis, nyawa yang akan selalu membayangi kehidupan

Zainun: Asosiasi Bebas sebagai Terapi Klien | 26

Jurusan Bimbingan Penyuluhan Islam

Asosiasi Bebas sebagai Terapi Klien: Perspektif Psikoanalisis Sigmund Freud

Zainun

Fakultas Dakwah dan Komunikasi IAIN Sumatera Utara [email protected]

Abstrak

Artikel ini akan mendiskusikan tentang pendekatan psikoanalisis Sigmun Freud dalam asosiasi bebas sebagai terapi klien. Dalam dunia konseling tujuan utama konseling adalah untuk membantu kemandirian klien, maka teknik asosiasi bebas merupakan bagian yang sangat penting dalam proses membantu pasien untuk terbebas dari traumatik yang pernah dialaminya. Pendekatan psikoanalisis Sigmun Freud memiliki pendekatan tersendiri dalam upaya “mencairkan” masalah yang dialami klien, maka itu lah pentingnya pendiskusikan lebih lanjut pendekatan psikoanalisis Sigmun Freud ini dalam pelaksanaan asosiasi bebas dalam mengembalikan kesadaran klien sebagaimana awalnya.

Kata Kunci: Psikoanalisis, Sigmun Freud, Asosiasi Bebas dan Klien

Pendahuluan

stilah klien dalam bimbingan dan konseling disebut juga konseli atau orang yang membutuhkan bimbingan. Layanan konseling bagi klien sedikitnya memiliki empat fungsi, yaitu fungsi pemahaman, fungsi

pencegahan, fungsi pengentasan, dan fungsi pemeliharaan / pengembangan. Keempat fungsi di atas memiliki mekanisme kerja tersendiri namun satu sama lain tidak dapat dipisahkan.

Bagi seorang konselor ketika melakukan konseling terhadap klien sejatinya ia harus memahami secara utuh tentang diri klien dan masalah klien agar sebelum terjadi masalah bagi klien dapat dicegah. Begitu pula apabila terjadi masalah bagi klien dengan adanya pemahaman yang utuh tentang klien konselor dapat memberikan langkah-langkah pengentasan untuk memandirikan klien. Klien yang dipahami secara utuh, dicegah sebelum memiliki masalah dengan cara mengoptimalkan potensi diri yang dimilikinya, mengaktualisasikan jati dirinya serta meminta dukungan kelompok, seperti teman sebaya dan anggota keluarganya. Apabila klien dapat dicegah sebelum terjadi masalah atau apabila memiliki masalah dan telah dientaskan. Upaya selanjutnya perlu dilakukan fungsi pemeliharaan terhadap diri klien terhadap masalah yang lama agar tidak terulang kembali serta dikembangkan ke arah yang lebih baik lagi.

Banyak sekali metode dan teknik teori bimbingan dan konseling dalam melakukan layanan konseling terhadap empat fungsi di atas. Satu diantaranya teknik asosiasi bebas terhadap terapi klien. Memang dalam teori konseling tinjauan praktik di lembaga pendidikan kurang dikenal istilah terapi, tetapi lebih dikenal dengan istilah pengentasan masalah. Namun belakangan terakhir dalam buku-buku

I

Page 31: Berkala Kajian Konseling dan Ilmu Keagamaanconsilium.pdf · yang sangat besar bagi masyarakat, mulai dari kerugian material, psikologis, nyawa yang akan selalu membayangi kehidupan

27 | Consilium: Volume 1, Nomor 1, Juli-Desember 2013

Fakultas Dakwah dan Komunikasi IAIN Sumatera Utara

konseling yang disusun penulis terutama berlatar pendidikan non pendidikan dan peminat psikologi banyak ditulis istilah terapi klien dalam kaitannya dengan konseling. Aplikasinya konseling tidak hanya diterapkan di lembaga pendidikan tetapi juga di luar lemabaga pendidikan.

Penerapan konseling dapat dilakukan dalam berbagai pendekatan yang dapat dijadikan acuan dasar pada semua praktik konseling. Masing-masing teori tentu saja dikemukakan oleh ahli yang berbeda sehingga penerapan dari pendekatan yang digunakan juga akan terlihat berbeda. Memahami berbagai pendekatan yang ada dalam konseling adalah kewajiban bagi tenaga profesional yang mengatasnamakan dirinya konselor. Kehadiran teori dapat dilakukan untuk menangani masalah klien. Salah satu teori dalam dilakukan dalam pendekatan psikoanalisis.1

Psikoanalisis adalah sebuah model perkembangan kepribadian, filsafat tentang sifat manusia, dan metode psikoterapi. Sumbangan-sumbangan utama yang bersejarah dari teori dan praktik pasikoanalisis mencakup: (1) kehidupan mental individu menjadi bisa dipahami, dan pemahaman terhadap sifat manusia bisa diterapkan pada peredaan penderitaan manusia; (2) tingkah laku diketahui sering ditentukan oleh faktor-faktor tak sadar; (3) perkembangan pada masa dini kanak-kanak memiliki pengaruh yang kuat terhadap kepribadian di masa dewasa; (4) teori psikoanalisis menyediakan kerangka kerja yang berharga untuk memahami cara-cara digunakan oleh individu dalam mengatasi kecemasan dengan mengandaikan adanya mekanisme-mekanisme yang bekerja untuk menghindari luapan kecemasan; (5) pendekatan psikoanalisis telah memberikan cara-cara mencari keterangan dari ketaksadaran melalui analisis atas mimpi-mimpi, resistensi-resistensi, dan transferensi-transferensi.2

Psikoanalisis salah satu ancangan konseling yang ddigolongkan dalam perspektif afektif. Dikenal pula sebagai analisis Freudian yang berupaya membantu klien mendapatkan insight dan pemahaman penuh (mastery) atas konflik-konflik tidak sadar. Psikoanalisis lebih menunjuk pada bentuk atau proses terapi jiwa.3

Didasari hal tersebut di atas tulisan ini dimaksudkan dan dibatasi dalam hal penggunaan teknik asosiasi bebas sebagai terapi klien dalam pendekatan psikoanalis Sigmund Freud. Terapi sederhananya selalu dimaksudkan pengobatan terhadap pasien yang mengalami gangguan psikis oleh terapis dan istilah tersebut mengerucut dalam istilah psikoterapi atau pengobatan jiwa. Pengobatan kejiwaan dikerjakan psikolog dan psikiater dengan teknik-teknik ilmiah dan medis, namun belakangan dengan pengetahuan dimiliki seseorang serta kelebihan lain yang dimilikinya terapi kejiwaan dapat juga dikerjakan oleh ahli terapi dengan non ilmiah dan non medis.

Teknik asosiasi bebas pernah dipraktekkan Sigmund Freud terhadap pasien-pasiennya. Sigmund Freud yang berprofesi sebagai dokter medis selalu juga diikutinya dengan mengamati perilaku pasiennya. Penyembuhan tidak saja fisik tetapi juga psikis pasien. Lahirlah teori analisis jiwa Sigmund Freud yang popular

1Namora Lumongga Lubis, Memahami Dasar-dasar Konseling dalam Teori dan Praktek, cet. 2

(Jakarta: Kencana, 2013), h. 139-140. 2Geradl Corey, Theory and Practice of Conceling and Psychoteraphy, terj. E. Koswara, cet. 7

(Bandung: Refika Aditama, 2013), h. 13-14. 3Andi Mappiare AT., Pengantar Konseling dan Psikoterapi (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), h. 145.

Page 32: Berkala Kajian Konseling dan Ilmu Keagamaanconsilium.pdf · yang sangat besar bagi masyarakat, mulai dari kerugian material, psikologis, nyawa yang akan selalu membayangi kehidupan

Zainun: Asosiasi Bebas sebagai Terapi Klien | 28

Jurusan Bimbingan Penyuluhan Islam

dikenal dengan psikoanalisis dengan mengurai struktur kepribadian manusia terdiri dari Id, Ego, dan Superego. Teknik dasar psikoanalisis tersebut diterapkan dengan teknik asosiasi bebas, penafsiran, analisis mimpi, analisis atas resistensi dan analisis atas transferensi.

Sigmund Freud dan Psikoanalisis

Sigmund Freud lahir tanggal 6 Mei 1856 di Freiberg kota kecil di daerah Moravia, Austria-Hongaria yang sekarang termasuk Cekoslowakia.. Sejak umur 4 tahun keluaga Sigmund Freud pindah ke Wina Austria. Sigmund Freud berasal dari keluarga Yahudi dan menetap di Austria sampai ia berusia 82 tahun. Pendidikan yang ia jalani dalam bidang ilmu kedokteran di universitas Wina dan dia seorang terdidik dalam pekerjaan ilmiah secara umum dan penelitian medis secara khusus. Keahliannya dalam bidang neurologi. Sigmund Freud bekerja dalam laboratorium Profesor Bruecke ahli ternama dalam bidang fisiologi (1876-1882). Sebagai dokter ia bertugas dalam rumah sakit umum di Wina dengan memusatkan perhatiannnya pada anatomi otak (1882-1885). Beberapa tahu lamanya ia mengadakan riset tentang kokain sejenis obat bius (1884-1887). Pada tahun 1886 ia menikah dengan Martha Bernays dan karena alasan ekonomi ia mengurangi riset ilmiah dan membuka praktek sebagai dokter saraf. Namun ia meneruskan penelitian di bidang neurologi dan setelah berkunjung ke Berlin ia menulis beberapa karangan penting tentang cacat otak pada anak-anak. Lama kelamaan perhatiannya bergeser dari neurologi ke psikopatologi. Terpengaruh oleh Breuer sekitar tahun 1888 ia mulai memanfaatkan hipnosa dan sugesti dalam praktek medisnya.4 Sigmund Freud sebagai orang yang terdidik dalam kedokteran bidang neurologi sekaligus praktek sebagai dokter saraf diharapkan dapat mengantarkannya sebagai neorolog besar dan kenamaan pada masa itu. Di samping itu ia juga meminati pengetahuan umum bidang kesusasteraan dan seni rupa. Barangkali ia mengalami kesulitan-kesulitan pribadi sehingga arah yang ditempuh menjurus kepada penelaahan kejiwaan dan memberi tafsiran terhadap mimpi. Faktor-faktor yang ia hadapi dalam kehidupan pribadinya maupun berkecimpung dalam praktek terhadap pasien yang mengalami gangguan saraf menjadikannya berpikir untuk menemukan cikal bakal timbulnya teori psikoanalisisnya. Dunia kedokteran sampai akhir abad ke-19 mengemukaan pendapat dari para ahli kedokteran bahwa semua gangguan psikis berasal dari salah satu kerusakan organis dalam otak. Biarpun belum diketahui kerusakan apa yang menyebabkan gangguan psikis yang tertentu, namun mereka berkeyakinan bahwa secara anatomis otak pasti tidak beres da mereka erkeras untuk menemukan ketidakberesan itu. Memang benar kadang-kadang ada orang yang mengemukakan dugaan bahwa mungkin ada faktor lain yang memainkan peranan juga terlebih kehidupan afektif. Suatu contoh bagus adalah disertasi J. Esquirol di Perancis berjudul Passions Considerees Comme Causes, Symptomes et Mayens Curatifs de l’alienation Mentale, Paris, 1850 (Nafsu-nafsu dipandang sebagai penyebab, gejala dan cara penyembuhan gangguan

4Sigmund Freud, Ueber Psychoanalyse, Funf Vorlesungen, terj. K. Bertens, cet 2 (Jakarta:

Gramedia, 1982), h. xv-xvi.

Page 33: Berkala Kajian Konseling dan Ilmu Keagamaanconsilium.pdf · yang sangat besar bagi masyarakat, mulai dari kerugian material, psikologis, nyawa yang akan selalu membayangi kehidupan

29 | Consilium: Volume 1, Nomor 1, Juli-Desember 2013

Fakultas Dakwah dan Komunikasi IAIN Sumatera Utara

psikis). Tetapi suara-suara sedemikian hampir tidak didengarkan dan tidak mustahil pula mereka sendiri tidak begitu percaya pada dugaan yang mereka kemukakan. Bagaimanapun juga sampai saat itu diterima secara umum bahwa gangguan psikis harus disamakan dengan gangguan organis dalam otak.5

Psikoanalisis Sigmund Freud lahir dalam mengubah pendapat bahwa gangguan kejiwaan disebabkan salah satu kerusakan organis pada otak yang telah menjadi dogma ketika itu. Bagi Freud gangguan psikis tidak sepenuhnya disebabkan kerusakan organis otak semata namun dapat pula disebabkan faktor kejiwaan seseorang.

Secara global dapat dikatakan bahwa Freud menemukan psikoanalisa dalam sepuluh tahun terakhir dari abad ke-19 (1890-1900) sebab kiranya sudah jelas penemuan sepenting itu tidak dapat dibatasi pada salah satu tanggal yang tertentu tetapi memerlukan waktu yang cukup lama. Buku Freud yang pertama Penafsiran Mimpi (1900) psikoanalisanya sudah terbentuk definitif. Dasawarsa yang mendahului penemuan Freud itu (1880-1890) dapat disaksikan beberapa pendekatan baru dalam mengobati pasien-pasien neurotis yang merintis jalan lahirnya teori psikoanalisis.6

Teori psikoanalisis lahir dari praktek dan tidak sebaliknya. Pikoanalisis ditemukan dalam usaha untuk menyembuhkan pasien-pasien histeris. Baru kemudian Freud menarik kesimpulan-kesimpulan teoretis dari penemuannya di bidang praktek. Freud sendiri beberapa kali menjelaskan beberapa istilah psikoanalisis tetapi cara menjelaskannya tidak selalu sama. Salah satu cara yang terkenal berasal dari tahun 1923 dan terdapat dalam suatu arikel yang ditulisnya dalam kamus ilmiah Jerman.7

Sigmund Freud membedakan psikoanalisis dalam tiga hal, yaitu: pertama, istilah psikoanalisis dipakai untuk menunjukkan suatu metode penelitian terhadap proses-proses psikis seperti mimpi yang sebelumnya hampir tidak terjangkau oleh penelitian ilmiah. Kedua, istilah yang menunjukkan teknik mengobati gangguan-gangguan psikis yang dialami pasien-pasien neurotis, ketiga istilah yang dipakai untuk menunjukkan seluruh pengetahuan psikologis yang diperoleh melalui metode dan teknik di atas.8

Struktur Kepribadian Manusia

Kepribadian manusia menurut Sigmund Freud dibagi tiga: pertama, Id yang merupakan komponen biologis atau fisiologis. Kedua, ego yang merupakan komponen psikologis yang sifatnya mengatur, memerintah, mengendalikan. Struktur kepribadian ego adalah pengurai id, berfungsi sebagai pengendali dan pengarah manusia dalam bertindak. Ketiga, superego yang merupakan komponen sosiologis. Id adalah sistem kepribadian yang orisinil; kepribadian setiap orang hanya terdiri dari id ketika dilahirkan. Id merupakan tempat bersemayam naluri-naluri. Id kurang terorganisasi, buta, menuntut, dan mendesak. Id bersifat tidak logis, amoral, dan didorong oleh satu kepentingan, memuaskan kebutuhan-kebutuhan naluriah

5Ibid., h.xiii. 6Ibid., h. xiv. 7Ibid., h. x. 8Ibid.,

Page 34: Berkala Kajian Konseling dan Ilmu Keagamaanconsilium.pdf · yang sangat besar bagi masyarakat, mulai dari kerugian material, psikologis, nyawa yang akan selalu membayangi kehidupan

Zainun: Asosiasi Bebas sebagai Terapi Klien | 30

Jurusan Bimbingan Penyuluhan Islam

sesuai dengan asas kesenangan. Id tidak pernah matang dan selalu menjadi anak manja dari kepribadian, tidak berpikir dan hanya menginginkan atau bertindak. Id bersifat tak sadar.9 Ciri-ciri id menurut Lesmana (2009) adalah bekerja di luar kesadaran manusia, irasonal, tidak terorganisasi, berorientasi pada kesenanagan, primitif, berperan sebagai sumber libido atau tenaga hidup dan energi, dan terakhir merupakan sumber dari dorongan dan keinginan dasar untuk hidup dan mati. Pemenuhan id tidak dapat ditunda dan hanya untuk memuaskan kebutuhan naluriah.10 Struktur kepribadian manusia yang kedua menurut Sigmund Freud adalah ego. Ego adalah eksekutif kepribadian yang memerintah, mengendalikan, dan mengatur. Sebagai “polisi lalu lintas” bagi id, superego dan dunia eksternal. Tugas utama ego adalah mengantarai naluri-naluri dengan lingkungan sekita. Ego mengendalikan kesadaran dan melaksanakan sensor. Diatur oleh asas kenyataan, ego berlaku realistis dan berpikir logis serta merumuskan rencana-rencana tindakan bagi pemuasan kebutuhan-kebutuhan. Apa hubungan antara ego dan id? Ego adalah tempat bersemayam intelegensi dan rasionalitas yang mengawasi dan mengendalikan impuls-impuls buta dari id. Sementara id hanya mengenal kenyataan subjektif, ego membedakan bayangan-bayangan mental dengan hal-hal yang terdapat didunia eksternal.11 Struktur kepribadian ketiga menurut Sigmund Freud adalah superego. Superego merupakan kode moral bagi individu yang menentuka apakah suatu tindakan baik atau buruk, benar atau salah. Superego terbentuk dari nilai-nilai yang terdapat dalam keluarga dan masyarakat yang dipelajari sepanjang tahun-tahun pertama hidup manusia (Lesmana, 2009). Superego bekerja berdasarkan prinsip moral yang orientasinya bukan pada kesenangan tetapi pada kesempurnaan.12 Superego merepresentasikan nilai-nilai tradisional dan ideal-ideal masyarakat yang diajarkan oleh orangtua kepada anak. Superego berfungsi menghambat impuls-impuls id, kemudian sebagai internalisasi standar-standar orangtua dan masyarakat. Superego berkaitan dengan imbalan-imbalan dan hukuman-hukuman. Imbalan-imbalannya adalah perasaan-perasaan bangga dan mencintai diri, sedangkan hukuman-hukumannya adalah perasaan-perasaan berdosa dan rendah diri.13 Sigmund Freud juga memandang manusia bersifat pesimistik, deterministik, mekanistik, dan reduksionistik. Menurutnya tingkah laku manusia dikendalikan oleh dorongan-dorongan biologis dan motivasi tidak sadar serta pengaruh peristiwa psikoseksual yang terjadi pada lima tahun pertama kehidupan. Freud juga menekankan adanya naluri-naluri seksual (berkaitan dengan insting hidup) dan impuls agresif (berkaitan dengan insting kematian) yang mendorong manusia bertingkah

9Corey, Theory and Practice of Conceling, h. 14. 10Lubis, Memahami Dasar-dasar Konseling, h. 142. 11Corey, Theory and Practice of Conceling, h. 14-15. 12Lubis, Memahami Dasar-dasar Konseling, h. 142. 13Corey, Theory and Practice of Conceling, h. 15.

Page 35: Berkala Kajian Konseling dan Ilmu Keagamaanconsilium.pdf · yang sangat besar bagi masyarakat, mulai dari kerugian material, psikologis, nyawa yang akan selalu membayangi kehidupan

31 | Consilium: Volume 1, Nomor 1, Juli-Desember 2013

Fakultas Dakwah dan Komunikasi IAIN Sumatera Utara

laku. Ia mengatakan bahwa tingkah laku manusia pada umumnya untuk memperoleh kesenangan dan menghindari kesakitan.14 Terapeutik Konseling dalam Pendekatan Psikoanalisis

Tujuan terapi psikoanalisis adalah membentuk kembali struktur karakter individual dengan jalan membuat kesadaran yang tak disadari di dalam diri klien. Proses terapeutik difokuskan pada upaya mengalami kembali pengalaman-pengalaman masa kanak-kanak. Pengalaman-pengalaman masa lampau direkonstruksi, dibahas, dianalisis, dan ditafsirkan dengan sasaran merekonstruksi kepribadian. Terapi psikoanalisis menekankan dimensi afektif dari upaya menjadikan ketaksadaran diketahui. Pemahaman dan pengertian intelektual memiliki arti penting, tetapi perasaan-perasaan dan ingatan-ingatan yang berkaitan dengan pemahaman diri lebih penting lagi.15 Dalam melakukan praktik psikoanalisis seorang konselor akan bersikap anonim (konselor berusaha tidak dikenali klien) dan hanya berbagi sedikit pengalaman dan perasaannya agar klien dapat memproyeksikan dirinya kepada konselor. Proyeksi inilah yang selanjutnya ditafsirkan dan dianalisis. (Corey, 2009). Lesmana (2009) menulis anonim diartikan dengan istilah blank screen. Ia menambahkan bahwa fungsi anonim juga agar dapat mempertahankan netralitas supaya terjadi transferensi (klien bereaksi terhadap konselor sebagaimana klien bereaksi terhadap ibu atau ayahnya).16 Dalam proses terapeutik konselor berusaha semaksimal mungkin agar klien dapat mencapai kesadaran diri, bertindak jujur, mampu menangani kecemasan secara realistis dan bisa mengendalikan tingkah lakunya yang tidak rasional. Konselor berusaha untuk membuat penafsiran-penafsiran untuk mengajari klien tentang makna tingkah lakunya sekarang sambil menghubungkannya dengan masa lalu.Cottone (1992) menyatakan bahwa peran konselor menterapi klien dalam pendekatan psikoanalisis adalah memberikan lingkungan (atmosfer) yang baik untuk mempermudah klien mengeksplorasi masa lalunya dan memperkuat fungsi ego menjadi mediator dalam membuat keputusan untuk kehidupan yang lebih adaptif.. Dalam proses terapi klien konselor mempunyai dua tugas penting, yaitu: (1) mampu menumbuhkan self knowledge klien, dan (2) mampu menginterpretasi hal-hal yang tidak disadari oleh klien secara akurat. Jika dua tugas itu dapat berjalan secara efektif, maka Freud berasumsi bahwa symptom penyebab perilaku menyimpang akan dapat diminimalisasi bahkan dihilangkan sama sekali.17 Teknik Asosiasi Bebas terhadap Terapi Klien

Psikoanalisis sebagai teknik penyembuhan penyakit-penyakit kejiwaan (psikoterapi) mempunyai metode untuk membongkar gangguan-gangguan yang terdapat dalam ketidaksaran klien antara lain dapat dilakukan dengan metode analisis mimpi dan metode asosiasi bebas.18

14Lubis, Memahami Dasar-dasar Konseling, h. 143. 15Corey, Theory and Practice of Conceling, h. 38. 16Lubis, Memahami Dasar-dasar Konseling, h. 149. 17Hartono dan Boy Soedarmadji, Psikologi Konseling, cet. 2 (Jakarta: Kencana, 2013, h. 115. 18Sarlito W. Sarwono, Pengantar Psikologi Umum, cet. 2 (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), h. 32.

Page 36: Berkala Kajian Konseling dan Ilmu Keagamaanconsilium.pdf · yang sangat besar bagi masyarakat, mulai dari kerugian material, psikologis, nyawa yang akan selalu membayangi kehidupan

Zainun: Asosiasi Bebas sebagai Terapi Klien | 32

Jurusan Bimbingan Penyuluhan Islam

Teknik asosiasi bebas salah satu cara yang juga dapat dilakukan dalam proses bimbingan konseling. Asosiasi bebas dapat dimodifikasi dalam layanan konseling bagi klien dengan cara pengungkapan masalah-masalah yang dihadapi klien secara jujur dan transparan kepada konselor. Klien tidak perlu ragu-ragu untuk mengungkapkan permasalahan yang dihadapinya karena dijamin kerahasiaannya.

Cara kerja asosiasi bebas dalam proses konseling yakni klien datang ke biro konseling dan menghadap kepada konselor untuk dientaskan masalahnya. Dalam teorinya konselor hendaknya berusaha agar tidak dikenali klien identitas dirinya secara utuh. Tujuannya agar klien bebas mengungkapkan permasalahan yang dihadapi seterang-terangnya dan sejelas-jelasnya. Konselor mendengar dengan penuh seksama setiap keluhan yang dihadapi klien. Cara khas dalam asosiasi bebas dengan mempersilakan klien berbaring di balai-balai yang disediakan sedangkan konselor berada di belakangnya sebagai analis. Dewasa ini cara itu dapat diganti dengan mempersilakan klien duduk di kursi sambil rileks dan sedikit agak merebahkankan badannya. Tujuannnya agar klien sebebas-bebasnya menyampaikan keluhan atau kecemasannya. Saat inilah kesempatan bagi konselor untuk mendengarkan kesenjangan dan pertentangan pada cerita klien, dan peka terhadap isyarat perasaan klien. Hal ini akan merumuskan permasalahan utama klien yang sebenarnya. Peran konselor selanjutnya adalah membuat klien mendapatkan pemahaman terhadap permasalahannya dengan mengalaminya kembali dan setelah itu menyelesaikan pengalaman masa lalunya yang belum terselesaikan.19

Teknik utama asosiasi bebas dengan cara konselor meminta klien agar membersihkan pikirannya dan pemikiran-pemikiran dan renungan-renungan sehari-hari sebisa mungkin, mengatakan apa saja yang melintas dalam pikirannya, betapapun menyakitkan, tolol, remeh, tidak logis, dan tidak relevan kedengarannya. Singkatnya dengan melaporkannya segera tanpa ada yang disembunyikan. Klien terhanyut bersama segala perasaan dan pikirannya.20

Hal ini tidak mudah dilakukan klien untuk mengungkapkan segalanya. Oleh karenanya diperlukan kepiawaian dan keahlian seorang konselor agar klien mau mengungkapkan permasalahannya. Seorang konselor harus mampu membangun komunikasi yang baik dengan klien baik secara verbal maupun non verbal. Bahkan konselor harus memiliki kesabaran dalam tugas dan kedudukannnya sebagai konselor.

Asosiasi bebas adalah sebuah metode pemanggilan kembali pengalaman-pengalaman masa lampau dan pelepasan-pelepasan emosi yang berkaitan dengan situasi traumatik di masa lampau yang dikenal dengan sebutan katarsis.21 Katarsis merupakan pembersihan dengan pengungkapan masalah-masalah yang dihadapi klien sehingga klien merasa lega.

Seseorang yang memiliki masalah tidak mesti dipendam, lama kelamaan akan menjelma menjadi gangguan yang menderita mental. Akibatnya menjadi penyakit mental. Dalam keseharian seseorang yang menumpahkan dan menyampaikan permasalahannya kepada orang lain biasanya akan merasa terkurangi beban yang

19Lubis, Memahami Dasar-dasar Konseling, h. 150. 20Corey, Theory and Practice of Conceling, h. 42-43. 21Ibid., h. 43.

Page 37: Berkala Kajian Konseling dan Ilmu Keagamaanconsilium.pdf · yang sangat besar bagi masyarakat, mulai dari kerugian material, psikologis, nyawa yang akan selalu membayangi kehidupan

33 | Consilium: Volume 1, Nomor 1, Juli-Desember 2013

Fakultas Dakwah dan Komunikasi IAIN Sumatera Utara

diderita. Sebab itu hendaknya orang yang menerima keluhan dan penyampaian masalah seseorang haruslah didengar dan jadilah pendengar budiman.

Katarsis ini biasanya sifatnya sementara namun setidaknya dapat mengurangi keluhan klien. Katarsisi hanya menghasilkan peredaan sesaat atas pengalaman-pengalaman yang menyakitkan yang dialami klien, tidak memainkan peran utama dalam proses treatment psikoanalisis kontemporer. Katarsis mendorong klien untuk menyalurkan sejumlah perasaanya yang terpendam, dan karenanya meratakan jalan bagi pencapaian pemahaman.22

Konselor dapat melacak permasalahan klien melalui ungkapan-ungkapan bebas yang dinyatakan klien. Pelacakan ini pada akhirnya akan menemukan sesuatu yang menekan dalam diri klien, di mana tekanan itu menjadi symptom perilaku klien yang menyimpang. Selanjutnya data-data yang telah dikumpulkan oleh konselor pada akhirnya akan diungkapkan kembali kepada klien. Balikan dari terapi ini pada akhirnya akan menyadarkan klien dan kemudian dapat mengembalikan fungsi ego kembali.23

Proses konseling terhadap terapi klien menggunakan teknik asosiasi bebas setidaknya dapat dipahami, yakni selama proses asosiasi bebas berlangsung konselor mengenali bahan yang direpres dan dikurung di dalam ketaksadaran. Urutan asosiasi-asosiasi membimbing konselor sebagai analis dalam membuat hubungan-hubungan yang dibuat oleh klien di antara peristiwa-peristiwa yang dialaminya. Penghalangan-penghalangan atau pengacauan-pengacauan oleh klien terhadap asosiasi-asosiasi merupakan isyarat bagi adanya bahan yang membangkitkan kecemasan. Konselor menafsirkan bahan itu dan menyampaikannya kepada klien, membimbing klien kea rah peningkatan pemahaman atas dinamika-dinamika yang mendasarinya, yang tidak disadari oleh klien.24

Penutup

Banyak teori-teori psikologi yang memungkinkan dapat digunakan dalam proses konseling, sehingga membantu kegiatan konseling dalam tujuannya memandirikan klien. Teknik asosiasi bebas menjadi bagian yang dapat digunakan terutama bagi klien yang memiliki traumatik masa lalu. Teknik asosiasi bebas dapat mencairkan permasalahan yang diderita klien, sehingga klien merasa lega baik sifatnya sementara sebagai awal dalam terapinya maupun permanen dalam pengentasan masalahnya. Teknik asosiasi bebas dapat mengembalikan ketaksadaran menuju kesadaran sehingga klien merasa nyaman dan mempermudah jalan terapinya.[]

22Ibid., 23Hartono dan Boy Soedarmadji, Psikologi Konseling, h. 117. 24Corey, Theory and Practice of Conceling, h. 42-43.

Page 38: Berkala Kajian Konseling dan Ilmu Keagamaanconsilium.pdf · yang sangat besar bagi masyarakat, mulai dari kerugian material, psikologis, nyawa yang akan selalu membayangi kehidupan

Rubino: Psikologi Agama dalam Studi Islam | 34

Jurusan Bimbingan Penyuluhan Islam

Psikologi Agama dalam Studi Islam

Oleh: Rubino Fakultas Dakwah dan Komunikasi IAIN Sumatera Utara

[email protected]

Abstrak Artikel ini dijelaskan bahwa dalam psikologi agama merupakan salah satu pendekatan yang dapat digunakan dalam mengkaji agama, termasuk Agama Islam. Psikologi Agama merupakan satu disiplin yang mengkaji pengaruh keyakinan dan pengamalan agama seseorang terhadap perilakunya, bukan mengkaji Psikologi dengan menggunakan pendekatan keagamaan. Oleh karena itu, pendekatan Psikologi ini banyak dipergunakan oleh para ilmuwan muslim dalam mengkaji pengaruh ajaran Islam dalam kehidupan seperti pengaruh ibadah salat, puasa, haji, zikir dan sebagainya terhadap perilaku dan kehidupan masyarakat muslim.

Kata Kunci: Psikologi Agama dan Studi Islam Pendahuluan

alam kehidupan sehari-sehari sering kita menjumpai orang yang berubah jalan hidup dan keyakinannya dalam waktu yang sangat pendek, dari seorang penjahat besar, tiba-tiba menjadi seorang yang

baik, rajin dan tekun beribadah, seolah-olah ia dalam waktu yang singkat dapat berubah menjadi orang lain sama sekali. Dan sebaliknya juga ada terjadi orang yang berubah dari patuh dan tunduk kepada agama, menjadi orang yang lalai atau suka menentang agama. Persoalan agama merupakan persoalan yang abstrak yang tidak dapat dikaji secara empirik. Untuk dapat dikaji secara empirik sebagaimana persoalan di atas maka agama harus dikaji dengan menggunakan pendekatan disiplin ilmu lain. Salah satunya adalah dengan melalui pendekatan Psikologi. Banyak ahli-ahli dari Barat terutama pada abad ke 19 yang mengkaji agama dengan menggunakan Psikologi ini, sehingga hal inilah yang kemudian melahirkan disiplin ilmu Psikologi agama yang mencoba mengungkapkan kehidupan keagamaan seseorang dan pengaruh keagamaan seseorang terhadap sikap dan tingkah lakunya. Pengkajian atau studi agama dengan melalui pendekatan Psikologi tidak hanya terbatas kepada salah satu agama saja, tetapi juga semua agama dapat dikaji dengan menggunakan pendekatan Psikologi tersebut tidak terkecuali agama Islam. Banyak para ahli Muslim yang melakukan studi Islam dengan menggunakan pendekatan Psikologi seperti misalnya melihat pengaruh puasa terhadap perilaku seseorang dan lain-lain. Studi tentang pengaruh puasa terhadap prilaku seseorang adalah satu studi Islam dengan menggunakan pendekatan Psikologi. Namun secara metodologi antara studi Islam dengan Psikologi terdapat permasalahan. Terlepas dari hal tersebut yang jelas bahwa dalam studi Islam dengan pendekatan Psikologi telah memberikan

D

Page 39: Berkala Kajian Konseling dan Ilmu Keagamaanconsilium.pdf · yang sangat besar bagi masyarakat, mulai dari kerugian material, psikologis, nyawa yang akan selalu membayangi kehidupan

35 | Consilium: Volume 1, Nomor 1, Juli-Desember 2013

Fakultas Dakwah dan Komunikasi IAIN Sumatera Utara

sumbangan yang besar sehingga melahirkan satu disiplin ilmu baru yaitu Psikologi Islam. Redefinisi Psikologi Agama Psikologi agama berbeda dengan cabang-cabang Psikologi yang lain seperti Psikologi pendidikan, Psikologi sosial, Psikologi kepribadian dan lain sebagainya. Psikologi agama adalah ilmu pengetahuan yang tumbuh dan berkembang melalui sebuah rekonsiliasi dari dua disiplin yang berbeda yaitu Psikologi sebagai ilmu yang empirik dan agama yang bersifat abstrak. Rekonsiliasi ini menimbulkan sebuah pertanyaan “ jika agama dipelajari secara Psikologik, perihal apa yang akan dikaji dari agama itu?”. Menjawab pertanyaan tersebut menurut Crapps adalah dengan mendefinisikan atau memberikan batasan agama dalam pendekatan Psikologi.

Pendekatan ini ditempuh untuk menghindari penggunaan definisi atau batasan agama yang bersifat ambiguitas sebagaimana agama diartikan oleh pemeluknya. Bagi sebagian orang arti agama adalah melakukan ibadah di mesjid, gereja atau biara. Bagi sebagian yang lain agama berarti petunjuk-petunjuk umum tentang hidup yang teratur, ikatan-ikatan organisasi atau persoalan yang menyangkut iman dan perasaan. Dalam pendekatan Psikologi, agama dibatasi dalam tiga masalah pokok yaitu 1) bentuk-bentuk institusi agama 2) penghayatan yang bersifat personal oleh orang-orang yang melekat pada institusi tertentu dalam suatu agama 3) hubungan antara faktor-faktor keagamaan dengan struktur total kepribadian.1 Bentuk institusi agama yaitu institusi yang diasosiasikan dengan struktur dan praktek-praktek dalam tradisi keagamaan. Dalam hal ini agama dibatasi dalam pengertian pemeluknya yaitu institusi yang diasosiasikan dengan banyak kata-kata yang digunakan pemeluknya sebagai label agama seperti gereja, sinagoge, tarikat, iman, firman tuhan, do‟a dan sembahyang, tuhan. Dengan kata lain agama adalah rumah ibadah, iman, firman tuhan, ibadah, tuhan. Di samping itu, batasan agama yang dipahami oleh pemeluknya sebagai pilihan dan organisasi pemersatu. Dalam batasan kedua, agama dibatasi sebagai pengalaman personal yaitu pengalaman personal dalam kaitannya dengan struktur dan institusi agama. Dalam batasan ini, Psikologi melakukan studi terhadap masalah-masalah yang banyak kaitannya dengan kasus konversi (tobat, pindah atau berubah (agama). Misalnya masalah penolakan yang dilakukan oleh sekelompok penganut agama tertentu terhadap agama yang dianutnya dalam bentuknya yang tradisional. Batasan ketiga adalah hubungan agama dengan struktur kepribadian. Batasan ini berkaitan dengan pertanyaan : Apakah agama termasuk satu kategori khusus dan timbul dari fungsi bagian bagian tertentu dari kepribadian ? Ataukah paling tepat dipahami sebagai cara semua orang merespon atas keberadaannya di dunia ? Salah satu kajian dalam katan ini adalah membahas tentang instink beragama, motivasi beragama, perkembangan psikososial dan pertumbuhan keagamaan dan kesehatan mental. Batasan-batasan agama yang diuraikan di atas sekaligus menunjukkan bahwa ada masalah-masalah agama yang berhubungan dengan Psikologi manusia dan

1Robert W. Crapps, An Introduction to Psychology of Religion (Georgia: Mercer University Press,

1986) h. 10.

Page 40: Berkala Kajian Konseling dan Ilmu Keagamaanconsilium.pdf · yang sangat besar bagi masyarakat, mulai dari kerugian material, psikologis, nyawa yang akan selalu membayangi kehidupan

Rubino: Psikologi Agama dalam Studi Islam | 36

Jurusan Bimbingan Penyuluhan Islam

Psikologi manusia yang berhubungan dengan agama. Psikologi agama berupaya mempelajari dan memahami masalah-masalah ini untuk mencari dan menemukan jawabannya. Tujuan utamanya adalah mengembangkan pemahaman terhadap persoalan-persoalan keagamaan dalam budaya manusia. Tentu saja Psikologi Agama tidak akan menjawab pertanyaan-pertanyaan tesebut secara tuntas, sebab selain masalahnya sedemikian luas, masalah agama bukan hanya masalah empiris, tetapi lebih dari itu adalah masalah teologi-normatif atau masalah keyakinan yang sulit diukur secara tepat dan rinci. Sehubungan dengan tujuan utama itu, Thouless memberikan rumusan Psikologi Agama sebagai kajian agama secara Psikologi yang bertujuan untuk mengembangkan pemahaman terhadap prilaku keagamaan dengan mengaplikasikan prinsip-prinsip Psikologi yang dipungut dari kajian terhadap prilaku bukan keagamaan. Hal ini dapat dipahami bahwa prilaku keagamaan yang dipelajari oleh Psikologi agama dalah perbuatan, pikiran dan perasaan yang dikemukakan oleh seseorang dalam hubungannya dengan agama (agama dalam batasan Psikologi).2 Di dalam kenyataan sehari-hari, perbuatan, pikiran dan perasaan yang dikemukakan seseorang dalam hubungannya dengan agama dapat dilihat dalam berbagai keadaan. Ada orang yang kehidupannya cukup sederhana tetapi batinnya selalu merasakan ketenangan karena merasa dekat dengan agama. Sebaliknya ada orang yang hidupnya serba kecukupan tetapi batinnya selalu merasa gelisah karena jauh dari agama. Ada pula orang yang tadinya cenderung mengabaikan agama atau sama sekali tidak peduli dengan agama tiba-tiba berubah menjadi orang yang taat beragama. Orang-orang yang bersikap ekstrim atau toleran dalam beragama. Orang yang marah jika dikatakan tidak beragama walaupun ia tidak menjalankan ajaran agamanya.

Sehubungan dengan keadaan-keadaan ini Zakiah Daradjat memberikan defenisi Psikologi Agama sebagai ilmu yang meneliti dan menelaah kehidupan beragama pada seseorang dan mempelajari berapa besar pengaruh keyakinan agama itu dalam sikap dan tingkah laku serta keadaan hidup pada umumnya. Di samping itu, Psikologi agama juga mempelajari pertumbuhan dan perkembangan jiwa agama pada seseorang, serta faktor-faktor yang mempengaruhi keyakinan tersebut.3 Pendekatan Utama dalam Psikologi Agama Sebagaimana uraian di atas bahwa Psikologi agama adalah satu disiplin ilmu yang berusaha meneliti dan mempelajari tingkah laku manusia dalam hubungan dengan pengaruh keyakinan terhadap agama yang dianutnya serta dalam kaitannya dengan perkembangan usia masing-masing. Upaya untuk mempelajari tingkah laku keagamaan tersebut dilakukan melalui pendekatan Psikologi. Dengan kata lain bahwa pusat kajian Psikologi agama adalah mempelajari agama yang hidup dalam suatu kelompok atau masyarakat khusus tentang tingkah laku keagamaannya dengan menggunakan pendekatan Psikologi. Bukan sebaliknya mempelajari Psikologi dengan melalui pendekatan keagamaan. Hal ini sejalan dengan apa yang

2Robert H. Thouless, Pengantar Psikologi Agama, terj. Machmun Husein (Jakarta: Raja

Grafindo Persada,1995) h. 25. 3Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama (Jakarta: Bulan Bintang, 1996), h. 2.

Page 41: Berkala Kajian Konseling dan Ilmu Keagamaanconsilium.pdf · yang sangat besar bagi masyarakat, mulai dari kerugian material, psikologis, nyawa yang akan selalu membayangi kehidupan

37 | Consilium: Volume 1, Nomor 1, Juli-Desember 2013

Fakultas Dakwah dan Komunikasi IAIN Sumatera Utara

dikemukakan oleh Thouless bahwa Psikologi Agama memusatkan kajiannya pada agama yang hidup dalam budaya suatu kelompok atau masyarakat itu sendiri. Kajiannya terpusat pada pemahaman terhadap prilaku keagamaan tersebut dengan menggunakan pendekatan Psikologi.4 Oleh karena Psikologi Agama mengkaji agama melalui pendekatan Psikologi maka menurut Zakiah Daradjat Psikologi agama tidak akan mencampuri dasar-dasar atau pokok-pokok keyakinan suatu agama, apakah keyakinan itu benar atau salah, masuk akal atau tidak. Sebab masalah pokok-pokok keyakinan agama adalah masalah abstrak yang tidak dapat dikaji oleh ilmu pengetahuan empirik.5 Bagi ilmu pengetahuan empirik, data yang tersedia harus bersifat objektif yaitu harus terukur dan teramati. Sedangkan pokok-pokok keyakinan agama tidak dapat diukur dan tidak dapat diamati, sehingga semua itu diluar wilayah ilmu pengetahuan Psikologi agama. Karena itu Psikologi agama hanya mempelajari dan meneliti gejala-gejala jiwa yang tampak dalam tingkah laku. Lebih lanjut, Zakiah Daradjat menyatakan bahwa lapangan penelitian Psikologi Agama mencakup proses beragama, perasaan dan kesadaran beragama dengan pengaruh dan akibat-akibat yang dirasakan sebagai hasil dari keyakinan terhadap agama yang dianutnya. Oleh karena itu menurut Zakiah Daradjat ruang lingkup yang menjadi lapangan kajian Psikologi Agama meliputi kajian mengenai : 1. Bermacam-macam emosi yang menjalar di luar kesadaran yang ikut menyertai

kehidupan beragama orang biasa (umum), seperti rasa lega dan tentram sehabis sembahyang, rasa lepas dari ketegangan batin sesudah berdo‟a, atau membaca ayat-ayat suci, perasaan tenang, pasrah dan menyerah setelah berzikir dan ingat kepada Allah ketika mengalami kesedihan dan kekecewaan yang bersangkutan.

2. Bagaimana perasaan dan pengalaman seseorang secara individual terhadap Tuhannya misalnya rasa tenteram dan kelegaan batin.

3. Mempelajari, meneliti dan menganalisis pengaruh kepercayaan akan adanya hidup sesudah mati (akhirat) pada tiap-tiap individu.

4. Meneliti dan mempelajari kesadaran dan perasaan orang terhadap kepercayaan yang berhubungan dengan surga dan neraka serta dosa dan pahala yang turut memberi pengaruh terhadap sikap dan tingkah lakunya dalam kehidupan.

5. Meneliti dan mempelajari bagaimana pengaruh penghayatan seseorang terhadap ayat-ayat suci dan kelegaan batin yang terjadi setelah membaca dan mendengar ayat-ayat tersebut.

Semuanya itu menurut Zakiah Daradjat tercakup dalam kesadaran agama (religious counsciousness) dan pengalaman agama (religious experience). Yang dimaksud dengan kesadaran agama adalah bagian/ segi agama yang hadir (terasa) dalam pikiran yang merupakan aspek mental dari aktivitas agama. Sedangkan pengalaman agama adalah unsur perasaan dalam kesadaran beragama yaitu perasaan yang membawa kepada keyakinan yang dihasilkan oleh tindakan (amaliyah).6

Sementara itu, menurut William James kesadaran (consciousness) adalah merupakan keadaan dimana pusat-pusat saraf (nervecentres) memperoleh kesan

4 Robert H.Thouless. Pengantar Psikologi… . h.25 5 Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa…… h.4-5 6Ibid., h.3-6

Page 42: Berkala Kajian Konseling dan Ilmu Keagamaanconsilium.pdf · yang sangat besar bagi masyarakat, mulai dari kerugian material, psikologis, nyawa yang akan selalu membayangi kehidupan

Rubino: Psikologi Agama dalam Studi Islam | 38

Jurusan Bimbingan Penyuluhan Islam

(impression) menyusul terjadinya peristiwa penginderaan terhadap stimulus-stimulus eksternal maupun stimulus-stimulus internal dan menjadi motor (penggerak) aktifitas-aktifitas badaniah.7 Lebih lanjut menurut William James dalam bukunya yang lain bahwa seseorang yang menerima stimulus melalui bahasa Tuhan, maka akan muncul keinginan untuk berkomunikasi dengan Tuhan.8 Hal ini misalnya seseorang yang mendengar seruan adzan di Mesjid atau suara lonceng di Gereja, maka pusat-pusat sarafnya akan menerima stimulus tersebut sebagai bahasa Tuhan, dan akan mendorong aktifitas apa yang harus dilakukannya. Itulah lapangan kajian agama melalui pendekatan Psikologi yang terfokus kepada gejala-gejala jiwa yang tampak dalam tingkah laku yang dapat diukur dan diamati secara empirik. Penulis dan Karya Utama Studi Psikologi Agama Perhatian manusia terhadap kajian Psikologis dalam bidang keagamaan sama tuanya seperti perhatian manusia terhadap dirinya sendiri. Sejak dulu manusia selalu mempertanyakan tentang “kehidupan jiwa”. Sebuah pertanyaan yang merefleksikan makna dari keberadaan jiwa, mengapa orang-orang bertingkah laku seperti yang mereka lakukan, bagaimana makna keberadaan jiwa dan tingkah laku itu berhubungan dengan hal-hal ketuhanan. Persoalan ini, yang telah sekian lama menjadi perhatian manusia baru dikaji oleh Psikologi secara saintifik sejak pertengahan abad ke-19. Sekitar masa itu Psikologi yang semakin berkembang digunakan sebagai alat untuk mengkaji agama. Sejak saat itu banyak muncul para ahli yang mengkaji agama melalui pendekatan Psikologi. Awal mula pendekatan ilmiah dalam Psikologi agama dimulai pada tahun 1881, ketika G.Stanley Hall mempelajari konversi agama dan remaja.

Dengan adanya upaya mempelajari agama melalui pendekatan yang dilakukan Hall tersebut, maka bermunculanlah ahli-ahli yang melakukan pengkajian dan penelitian agama dengan pendekatan Psikologi tersebut di antaranya adalah: 1. Edwin Diller Starbuck tahun 1899 dengan karyanya “The Psychology of Religion An

Empirical Study of the growth of Religious Consciousness” buku yang megupas pertumbuhan perasaan agama pada orang.

2. George Albert Coe dengan karyanya “The Spiritual Life” (1900) dan “The Psychology of Religion” (1916). Dalam karya tersebut Coe agak menentang penekanan atas konversi dan lebih menitikberatkan pada perkembangan agama pada remaja. Satu pembahasan Coe yang perlu digarisbawahi adalah bahwa banyak peristiwa konflik dan kegoncangan agama yang membawa kepada perkembangan agama yang normal dan benar.

3. James H. Leuba dengan karyanya “A Psychological Study of Religion” (1912). 4. William James dengan karyanya “The Varieties of Religious Experience” (1900-1901)

dan “The Psychology of Religious Experience” (1910). 5. George M. Stratton dengan karyanya “Psychology of Religious Life”(1911). 6. James B.Pratt dengan karyanya “The Religious Consciousness (1920).

7William James, Psychology Briefer Course (New York: Collier Book,1962), h. 372-73. 8William James, The Varieties of Religious Experience (New York: The New American Library,

1958), h. 70.

Page 43: Berkala Kajian Konseling dan Ilmu Keagamaanconsilium.pdf · yang sangat besar bagi masyarakat, mulai dari kerugian material, psikologis, nyawa yang akan selalu membayangi kehidupan

39 | Consilium: Volume 1, Nomor 1, Juli-Desember 2013

Fakultas Dakwah dan Komunikasi IAIN Sumatera Utara

7. R. H. Thouless dengan karyanya “An Introduction to the Psychology of Religion” (1923).

8. Karl R.Stolz dengan karyanya “The Psychology of Religious Living” (1937). 9. Paul E. Johnson dengan karyanya “Psychology of Religion” (1945). 10. Gordon W.Allport dengan karyanya “The Individual and His Religion” (1950). 11. W.H.Clark dengan karyanya “The Psychology of Religion” (1958).9

Itulah beberapa orang penulis dan karyanya tentang Psikologi agama dan sebenarnya masih banyak lagi penulis ahli-ahli terkenal lain yang menulis tentang Psikologi agama baik para penulis Barat maupun penulis non-Barat. Sedangkan di Indonesia sendiri tulisan mengenai Psikologi agama baru dikenal sekitar tahun 1970-an yang diperkenalkan oleh Zakiah Daradjat, Aulia, S.S Djam‟an dan lain-lain.10

Ilustrasi Studi Islam dengan Pendekatan Psikologi

Perhatian para ahli terhadap kajian agama dengan menggunakan pendekatan Psikologi tidak hanya muncul dari kalangan orang-orang non-Muslim. Akan tetapi, dari kalangan Muslim juga banyak melakukan studi atau kajian dan penelitian mengenai Islam dengan menggunakan pendekatan Psikologi. Sebagai contoh yaitu

hasil penelitian „Abd al-Mun„in „Abd al-„Aziz al-Mulighi yang dilakukan tahun 1951

dan dibukukan pada tahun 1955 dengan judul “Tatawwur al-Syu‟ur al-Dinî „indâ al-Tifl

wa al-Murahiq” (Perkembangan Rasa Keagamaan pada Anak dan Remaja).11

Bagaimanapun buku ini dapat disejajarkan dengan karya-karya yang dihasilkan oleh ahli-ahli Psikologi agama lainnya. Selain itu juga bukunya yang mulai mengkhusus kepada disiplin ilmu tertentu yaitu “al-Nummuwu al-Nafs (Perkembangan kejiwaan) (1957).12

Karya lain yang lebih khusus mengenai studi Islam dengan pendekatan

Psikologi adalah buku “Ruh al-Din al-Islami” (Jiwa agama Islam) karangan Alif „Abd

al-Fatah tahun 1956. Demikian pula pada tahun 1963 terbit buku “al-Sihah al-

Nafsiyah” karangan Mustafa Fahmi.13 Kemudian, buku karya ilmuan di zaman klasik

seperti “Tahzib al-Akhlaq”, “al-Fauz al-Ashqar” oleh Abu „Ali ibn Muhammad

Maskawaih ataupun “Mizan al-Amal”, “Ihya‟ Ulum al-Din” maupun “al-Munqid min

al-Dalal” oleh Abu Hamid al-Ghazali dapat dijadikan contoh studi Islam dengan

pendekatan psikologi.14

Selanjutnya, buku karangan Sayyid Mujtaba Musavi Lari yang berjudul “Youth

and Moral” (Psikologi Islam : Membangun Kembali Moral Generasi Muda) banyak mengupas tentang konsep Islam yang berkaitan dengan kejiwaan seperti optimisme, pesimisme, amarah dan lain-lain dengan menggunakan pendekatan Islam. Begitu

juga buku yang berjudul “al-„Ilm al-Nafs al-Sufiyah (Ilmu Jiwa dalam Tasawwuf) yang

9Sururin, Ilmu Jiwa Agama (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004), h. 20-25. 10Jalaluddin, Psikologi Agama (Jakarta: Raja Grafindo Persada,1997), h.28-29. 11Daradjat, Ilmu Jiwa, h. 30. 12Jalaluddin, Psikologi, h. 32. 13Ibid., h. 32-33. 14Ibid., h. 50.

Page 44: Berkala Kajian Konseling dan Ilmu Keagamaanconsilium.pdf · yang sangat besar bagi masyarakat, mulai dari kerugian material, psikologis, nyawa yang akan selalu membayangi kehidupan

Rubino: Psikologi Agama dalam Studi Islam | 40

Jurusan Bimbingan Penyuluhan Islam

dikarang oleh Amir Al-Najjâr, “Peranan Agama dalam Kesehatan Mental” yang dikarang oleh Zakiah Daradjat dan “Nafsiologi: Refleksi Analisis tentang Diri dan Tingkah laku Manusia” yang dikarang oleh Sukanto dan A. Dardiri Hasyim termasuk buku yang membahas tentang Islam dengan pendekatan psikologi,

Dalam tataran empiris di lapangan, penelitian tentang pengaruh shalat, puasa, zikir, membaca al-Qur‟an, keyakinan terhadap azab kubur, keyakinan kepada surga dan neraka dan ibadah-ibadah lainnya terhadap sikap dan prilaku seseorang, kelompok atau masyarakat merupakan contoh-contoh penelitian tentang ajaran Islam dengan pendekatan Psikologi.

Problematika Pendekatan Psikologi dalam Studi Islam

Sebagaimana penjelasan yang dikemukan bahwa psikologi hanya mengkaji gejala-gejala jiwa seseorang yang tampak dalam bentuk tingkah lakunya, sehingga Psikologi hanya mengkaji sisi luarnya saja, sementara sisi dalam yang tampak dalam bentuk tingkah laku tidak dapat dikaji melalui pendekatan psikologi, sehingga studi Islam dengan pendekatan Psikologi ini kurang mendalam. Misalnya bidang tasawuf, tidak semua sisi kejiwaan seorang sufi dalam diteliti dengan pendekatan psikologi karena kadangkala tingkah laku yang ditampilkan oleh sufi tersebut bukan sebuah peristiwa yang empiris. Contoh misalnya seseorang yang menangis belum tentu ia dalam keadaan bersedih, atau seseorang yang tersenyum belum tentu hatinya bergembira dan lain-lain sebagainya.

Disamping itu, karena Psikologi berasal dan berkembang di Barat, maka banyak konsep-konsep dan teori-teori Psikologi yang bertentangan dengan konsep Islam, hal inilah yang kemudian melahirkan pemikiran untuk melahirkan konsep Psikologi Islam. Akan tetapi, antara psikologi agama dengan psikologi berbeda pendekatannya. Kalau psikologi agama sebagaimana penjelasan di atas mengkaji agama dengan pendekatan psikologi, tetapi psikologi Islam adalah mengkaji Psikologi dengan pendekatan Islam.

Signifikansi dan Kontribusi Pendekatan Psikologi dalam Studi Islam

Walaupun pendekatan psikologi dalam studi Islam terdapat permasalahan, akan tetapi psikologi sebagai salah satu pendekatan yang digunakan dalam mengkaji Islam terdapat hubungan yang erat, sebab dalam studi Islam terutama dalam tataran pengamalan di lapangan banyak terdapat persoalan-persoalan yang terkait dengan sikap dan prilaku seseorang secara individual dalam mengamalkan ajaran Islam dan juga pengaruh pengamalan ajaran Islam tersebut terhadap sikap dan prilakunya tersebut. Untuk mengungkapkan pesoalan itu semua maka Psikologi sangat berjasa dalam upaya melakukan studi Islam tersebut.

Dengan psikologi ini seseorang selain mengetahui tingkat keagamaan yang dihayati, dipahami dan diamalkan seseorang muslim juga dapat digunakan sebagai alat untuk memasukkan ajaran Islam ke dalam jiwa seseorang sesuai dengan tingkat usianya. Dengan Psikologi ini, agama akan menemukan cara yang tepat dan cocok

Page 45: Berkala Kajian Konseling dan Ilmu Keagamaanconsilium.pdf · yang sangat besar bagi masyarakat, mulai dari kerugian material, psikologis, nyawa yang akan selalu membayangi kehidupan

41 | Consilium: Volume 1, Nomor 1, Juli-Desember 2013

Fakultas Dakwah dan Komunikasi IAIN Sumatera Utara

untuk menanamkannya. Dengan melalui pendekatan psikologi dalam studi Islam, maka dapat diketahui pengaruh ibadah seseorang muslim misalnya pengaruh shalat, puasa, zakat, haji dan ibadah-ibadah lainnya dalam sikap dan tingkah lakunya. Dengan pengetahuan itu, maka dapat disusun langkah-langkah baru yang lebih efisien lagi dalam menanamkan ajaran Islam. Itulah sebabnya ilmu jiwa ini banyak digunakan sebagai alat untuk menjelaskan gejala atau sikap keagamaan seseorang.

Kontribusi yang dimunculkan dengan adanya pendekatan Psikologi dalam studi Islam yaitu melahirkan kajian-kajian baru tentang Islam yang berkaitan dengan Psikologi seperti kesehatan mental, psikologi qur‟ani, al-Qur‟an dan ilmu jiwa, ilmu jiwa dalam tasawwuf dan lain-lain sebagainya. Walaupun terkadang kajian tersebut berbeda pendekatan utama yang digunakan. Di samping itu juga, melahirkan pemikiran terhadap upaya islamisasi ilmu terutama mengenai konsep-konsep Psikologi yang tidak bertentangan dengan konsep ajaran Islam yang bersumber dalam al-Qur‟an dan hadis.

Penutup

Psikologi agama adalah disiplin ilmu yang mengkaji agama dengan pendekatan Psikologi yaitu hanya mempelajari dan meneliti gejala-gejala jiwa yang tampak dalam sikap dan tingkah laku yang berkaitan dengan kesadaran keagamaan dan pengalaman keagamaan seseorang. Bukan sebaliknya mengkaji Psikologi dengan pendekatan agama. Dalam studi Islam banyak para ahli yang menggunakan pendekatan Psikologi untuk mengungkapkan pengaruh kesadaran dan pengalaman seseorang tentang ajaran Islam terhadap sikap dan prilakunya dalam kehidupannya sehari-hari. Dengan melalui pendekatan Psikologi ini akan diketahui tingkat keagamaan yang dihayati, dipahami dan diamalkan seseorang.[]

Page 46: Berkala Kajian Konseling dan Ilmu Keagamaanconsilium.pdf · yang sangat besar bagi masyarakat, mulai dari kerugian material, psikologis, nyawa yang akan selalu membayangi kehidupan

Muktarruddin: Strategi Dakwah dalam Konflik antar Agama | 42

Jurusan Bimbingan Penyuluhan Islam

Strategi Dakwah dalam Konflik antar Agama

Muktarruddin Fakultas Dakwah dan Komunikasi IAIN Sumatera Utara

[email protected]

Abstrak Konflik antar agama yang terjadi tidak selamanya akibat dari kesealahan dalam memahami doktrin agama, melainkan hanya dijadikan sebagai alat penyulut konflik karena sebenarnya kemiskinan jauh lebuh besar memiliki potensi besar menjadi dalang terjadi adalah konflik. Jika konflik antar agama terjadi, maka dakwah tidak boleh berhenti dan para aktivis dakwah harus mampu menyusun satu strategi dakwah yang ampuh. Mencari titik temu doktrin antar agama lebih dikedepankan ketimbang mempertajam perbedaan. Pemilihan materi, waktu dan tempat serta media dan metode dakwah yang tepat sangat penting agar tidak terjadi hambatan dan tindak kekerasan terhadap para pelaku dakwah.

Kata Kunci: Strategi Dakwah dan Konflik Agama Pendahuluan

i daerah konflik pada umumnya terjadi ancaman, gangguan, hambatan dan tantangan. Seluruh kategori itu terjadi akibat antara satu atau beberapa golongan dengan golongan lainnya berlawanan

atau antara suatu kepentingan berseberangan dengan kepentingan yang lain. Konflik kepentingan yang terjadi tidak jarang menimbulkan permusuhan, penghilangan nyawa antar yang berkonflik. Akibat konflik, sering terjadi kemiskinan. Ada pihak yang dirugikan, ada pula yang dirugikan. Dakwah Islam dimana saja dan kapan saja haruslah disampaikan,1 tentunya menyesuaikan dengan situasai dan kondisi yang dihadapi, mempertimbangkan keberadaan objek dakwah yang dihadapi dari berbagai aspeknya.2 Walaupun demukian, penyesuaian dengan kondisi objek dakwah tidaklah dalam arti mungkar, melakukan hal-hal yang justru bertentangan dengan ajaran Islam.

Salah satu medan dakwah yang harus menjadi perhatian para aktivis dakwah adalah daerah konflik. Daerah konflik adalah daerah yang sedang dilanda konflik. Penyebaran dan pengembangan dakwah di daerah ini tentunya tidak sama dengan

1Q.S. Ali „Imran/3: 112. 2Pentingnya memperhatikan objek dakweah yang dihadapi dalam bverbagai situasai dan

kondisinya; kondisi orangnya, masalah yang dihadapinya, sarana dan kondisai yang dimilikiunya, menjadikan aktivis dakwah haruslah seorang yang bijaksana. Inilah salah satu makna hikmah dalam

berdakwah. Zaid „Abd al-Karim al-Zaid, al-Hikmah fi al-Da‘wah Ila Allah, terj. Kathur Suhardi

(Jakarta: Pustaka al-Kausar, 1993), h. 41. Muhammad „Abduh juga berpendapat bahwa pentingnya

pemahaman individu yang dikatakannya dalam sebuah ungkapan خا طب النا س علي قذر عقٌلتين artinya; bicaralah kepada manusia sesuai dengan kapasitas akalnya. Muhammad Natsir, Fiqhud Dakwah: Jejak Risalah dan Dasar-dasar Dakwah (Jakarta: Media Dakwah, 1983), h. 158.

D

Page 47: Berkala Kajian Konseling dan Ilmu Keagamaanconsilium.pdf · yang sangat besar bagi masyarakat, mulai dari kerugian material, psikologis, nyawa yang akan selalu membayangi kehidupan

43 | Consilium: Volume 1, Nomor 1, Juli-Desember 2013

Fakultas Dakwah dan Komunikasi IAIN Sumatera Utara

daerah-daerah lain yang sedang dilanda konfik. Pengembngan dakwah di daerah ini membutuhan pemikirn dan analisa yang mendalam, direncanakan dengan apik, sehingga yang disampaikan tidak semakin memperekeruh suasana yang pada akhirnya dapat mempertinggi intensitas konflik yang telah ada. Inilah yang menjadi topik bahasan daam makalah ini, yakni “strategi dakwah di daerah konflik”. Dalam pembahasan tulisan ini, akan dijelaskan pengertian konflik, faktor penyebabnya, serta cara pengelolaannya. Disamping itu akan diungkapkan tentang starategi dakwah yang berkaitan dengan strategi pemilihan materi, media, dai, waktu dan tempat. Kesemua pemilihan ini merupakan saregi yang ditempuh yang didasari perencanaan dan perkiraan yang matang. Pengertian Konflik Secara bahasa, dalam Kamus Oxford, diterangkan bahwa konflik adalah “fight, struggle, quarrel between employers and workers, wordy conflict, a bitter argumen, opposition, difference of opinions or desires, disagreement”.3 Konflik adalah peperangan, perjuangan, pertengkaran antara majikan dengan pekerja, konflik yang bersifat kata-kata, argumentasi yang menyudutkan, perlawanan dan perbedaan dalam bentuk opini maupun argumentasi. Konflik berarti adanya oposisi atau pertentangan pendapat antara orang-orang, kelompok-kelompok, atau organisasi-organisasi.4 Koflik adalah hubungan antara dua pihak atau lebih, individu atau kelompok yang memiliki atau yang merasa memiliki sasaran-sasaran yang tidak sejalan.5 Konflik dalam tulisan ini diartikan sebagai sebuah perbedaaan-perbedaan antara satu kelompok dengan kelompok lainya dalam memandang suatu permasalahan dan cara menyikapinya sehingga terjadi bentrokan-bentrokan, terutama dalam bentuk fisik. Konflik yang dibahas dalam tulisan ini tidak diarahkan kepada konflik antar manajer dengan karyawan tetapi difokuskan kepada konflik antar kelompok yang ada di masyarakat, baik kelomppok agama, ideologi, politik, suku atau etnis dan budaya. Konflik yang terjadi di wilayah Indonesia dijadikan sebagai contoh konflik. Melihat betapa luasnya faktor penyebab konflik, maka tulisan ini diarahkan kepada konflik yang dilatar belakangi perbedaan agama, walaupun pemicu munculnya bukan didasari perbedaan agama, tetapi kesenjangan ekonomi maupun politik yang mengakibatkan terjadinya kekerasan.6 Menurut G.R. Terry, konflik biasanya mengikuti pola yang teratur terdiri dari 4 tahap: pertama, diawali munculnya krisis, kedua, terjadinya gejala-gejala ekskalasi ketidaksesuaian paham, ketiga, konfrontasi menjadi pusat perhatian, keempat, pengalihan krisis.

3A.S. Hornby, Oxford Advanced Leaner’s Dictionary of Current English Revised and Advised and

Updated (London: Oxford University Press, 1974), h. 178. 4Winardi, Manajemen Konflik (konflik Perubahan dan Pengembangan) (Bandung: Mandar Maju,

1994), h. 1. 5The British Council Indonesia, Mengelola Konflik: Keterampilan dan Strategi Untuk Bertindak,

cet. I (Jakarta: Grafika Desa Putra, 2000), h. 4. 6Jika konflik adalah perbedaan antar pribadi maupun kelompok sehingga menyebabkan

tidak sejalan, maka kekerasan meliputi tindakan, perkataan, sikap, berbagai struktur atau system yang menyebabkan kerusakan secara fisik, mental, sosial atau lingkungan, dan menghalangi seseorang untuk meraih potensinya secara penuh.

Page 48: Berkala Kajian Konseling dan Ilmu Keagamaanconsilium.pdf · yang sangat besar bagi masyarakat, mulai dari kerugian material, psikologis, nyawa yang akan selalu membayangi kehidupan

Muktarruddin: Strategi Dakwah dalam Konflik antar Agama | 44

Jurusan Bimbingan Penyuluhan Islam

Konflik terbagi dua, dekstruktif dan konstruktif. Dikatakan destruktif jika antar mereka yang berkonflikterjadi permusuhan yang berakibat terjadinya kepakuman, terjadinya goncangan jiwa/ stress, komunikasi yang menyusut, persaingan semakain menghebat, perhatian terhadap tumjuan bersama semakin menyusut, yang dikembangkan justru tujuan-tujuan kelompok.Konflik destruktif yang terjadi secara menyeluruh dapat menyebabkan berkurangnya efektifitas individu-individu, kelompok-kelompok karena terjadi gejala menyusutnya produktifitas dan kepuasan. Lain halnya dengan konflik konstruktif, konflik dalam bentuk seperti ini justru menimbulkan keuntungan-keuntungan bagi individu-individu maupun kelompok. Adapun keuntungan yang didapat akibat konflik kostruktif adalah terjadinya kreativitas dan inovasi yang meningkat, terjadinya ikatan kohesi yang semakin kuat dan ketegangan semakin menyusut.7 Pengelolaan Konflik Bibit munculnya konflik secara psikologis didasari oleh: Pertama: Kita masing-masing memiliki sejarah dan karakter yang unik. Kedua: Kita masing-masing dilahirkan sebagai laki-laki dan perempun. Ketiga: Kita masing-masing dilahirkan dalam suatu cra huidup tertentu ; seorang pengembara di dusun Kenya Utara dan seorang yang tinggal di Kota Kuala lumpur memiliki perbedaan pengalaman dan pandangan tentang dunia dan tempat mereka. Keempat: Kita masing-masing memiliki nilai-nilai yang memandu pikiran dan prilaku kita serta memotivasi kita dalam mengambil tindakan tertentudan untuk menolak tindakan lainnya.8 Konflik dapat berubah menjadi kekerasan jika saluran dialog dan wadah untuk mengungkapkan perbedaan tidak memadai, suara-suara ketidak sepakatan dan keluhan-keuhan yang terpendam tidak didengar dan diatasi, banyak ketidak setabilan, ketidak adilan dan ketakutan dalam masyarakat yang lebih luas. Banyak sekali upaya yang dilakukan untuk menyelesaikan konflik. Hingga akhir tahun 80-an banyak terjadi peperangan antar negara. Namun sebagian besar perang sekarang adalah perang internal atau perang saudara dan sebagian besar korbannya adalah warga sipil. Banyak orang berpendapat bahwa perang saudara meningkat dengan berakhirnya perang dingin dan kebangkitan nasionalisme dan identitas etnis, setelah runtuhnya dua kubu tatanan dunia. Runtuhnya sistem sosialis di Uni sovietjuga mengakibatkan kapitalisme globalyang bebas, yang berdampak terhadap berbagai usaha untuk membangun ekonomi dan masyarakatyang demokratis. Lembaga-lembaga keuangan internasional, seperti Bank Dunia dan Badan Keuangan Dunia (IMF) sekarang ini, lebih besar pengaruh dan perannya dalam dalam menentukan kehidupan negara-negara miskin dan lemah di bidang politik, ekonomi dan sosial. Liberalisasi ekonomi sering memicu ketegangan dan konflik di negara-negara miskinini. Meningkatnya konflik-konflik internal, seiring dengan globalisasi konflik yang berbeda di luar kendalai masing-masing negara, juga

7Winardi, Manajemen Konflik, h.1. 8Council Indonesia, Mengelola Konflik, h. 4.

Page 49: Berkala Kajian Konseling dan Ilmu Keagamaanconsilium.pdf · yang sangat besar bagi masyarakat, mulai dari kerugian material, psikologis, nyawa yang akan selalu membayangi kehidupan

45 | Consilium: Volume 1, Nomor 1, Juli-Desember 2013

Fakultas Dakwah dan Komunikasi IAIN Sumatera Utara

disebabkan oleh berkembangnya kekuatan para dalam perang, kejahatan politik dan ekonomi. Ada beberapa teori yang berbicara tentang penyebab konflik: 1. Teori Hubungan Masyarakat

Menurut teori ini bahwa konflik terjadi karena polarisasi yang terus menerus terjadi serta ketidak percayaan dan permusuhan di antara kelompok yang berbeda dalam suatu masyarakat. Cara pencegahan konflik seperti ini adalah meningkatkan komunikasi dan saling pengertian antara kelompok-kelompok yang mengalami konflik, mengusahakan toleransi, agar masyarakat lebih bisa saling menerima keragaman yang ada di dalamnya. 2. Teori Negosiasi Prinsip

Teori ini mengatakan bahwa konflik terjadi karena adanya posisi-posisi yang tidak selaras serta terdapatnya perbedaan-perbedaan diantara pihak-pihak yang mengalami konflik. Cara pencegahan konflik ini adalah membantu pihak-pihak yang mengalami konflik untuk memisahkan perasaan pribadi dengan kepentingan yang ingin dicapai serta melancarkan proses penyampaian kesepakatan yang menguntungkan kedua belah pihak atau semua pihak. 3. Teori Kebutuhan Manusia

Teori ini berpendapat bahwa konflik terjadi akibat tidak terpenuhinya kebutuhan dasar manusaia baik kebutuhan fisik maupun mental maupun kebutuhan sosial.9 Pencegahan konflik seperti adalah dengan membantu pihak-pihak yang mengalami konflik mengidentifikasi dan mengupayakan bersama kebutuha mereka yang tidak atau kurang terpenuhi dan menghasilkan pilihan-pilihan dalam memenuhi kebutuhan itu, sehingga semua pihak terpenuhi kebutuhannya. 4. Teori Identitas

Teori ini memandang bahwa konflik terjadi karena identitas terancam yang sering berakar pada dihapus begitu saja permasalahan yang terjadi di masa lalu tanpa ada penyelesaian. Cara pengelolaan konflik seperti ini adalah dengan menimbulkan empati dan rekonsiliasi antar kelompok yang bertikai lewat urung rembuk dan curah perasaan, meraih kesepakatan dan mengakui identitas semua pihak. 5. Teori Kesalahpahaman Antar Byudaya

Teori ini mengatakan bahwa penyebab konflik adalah ketidakcocokan dalam tatacara komunikasi diantara berbagai budaya yang berbeda. Sasarannya adalah menambah pengetahuan pihak-pihak yang mengalami konflik mengenai budaya pihak lain. Mengurangi stereotip negatif yang mereka miliki tentang pihak lainserta meningkatkan keefektifan komunikasi antar budaya. 6. Teori Transformasi Konflik

Teori ini mengatakan bahwa konflik terjadi akibat ketidak setaraan dan ketidakadilan yang muncul sebagai masalah-masalah sosial budaya dan ekonomi.

9Pentingnya pemenuha kebutuhan manusiadalam kehidupan, bahwa manusia secara

psikologi ingin memenuhi kebutuhannya baik jasmaniah maupun rohaniah. Kebutuhan jasmaniah/ lahiriah dalam bentuk butuh makan, minum dan kebutuhan seksual, sedangkan kebutuhan rohaniah/ batiniah dalam bentuyk kebutuhan akan perhatian, kasih sayang, ilmu pengetahuan, ingin dihargai dan dihormati, kebutuhan akan seni danh kebutuhan sosial. Keseluruhan kebutuhan ini sangat mempengaruhi tampilan tindakan manusia dlam kesehariannya. Wasty Soemanto, Psikologi Pendidikan, Landasan Kerja Pemimpin Pendidikan (Jakarta: Rineka Cipta, 1988), h. 37.

Page 50: Berkala Kajian Konseling dan Ilmu Keagamaanconsilium.pdf · yang sangat besar bagi masyarakat, mulai dari kerugian material, psikologis, nyawa yang akan selalu membayangi kehidupan

Muktarruddin: Strategi Dakwah dalam Konflik antar Agama | 46

Jurusan Bimbingan Penyuluhan Islam

Sasaran yang ingin dicapai adalah mengubah berbagai struktur dan kerangka kerja yang menyebabkan ketidaksetaraan dan ketidakadilan termasuk kesenjangan ekonomi, meningkatkan jalinan hubungan dan sikap jangka panjang diantara pihak yang mengalami konflik, mengembangkan berbagai proses untuk mempromosikan pemberdayaan keadilan, pengampunan, rekonsiliasi dan pengakuan.10 Islam dan Konflik Agama merupakan satu institusi yang berisi aturan-aturan serta ajaran-ajaran yang diperpegangi manusia, baik yang bersumber dari wahyu maupun dari akal pemikiran manusia.11 Pada dasarnya sekelompok penganut agama tertentu nhanya mengakui bahwa agamanyalah yang paling benar. Dalam Islam misalnya, para memeluknya berkeyakinan bahwa Islamlah agama yang paling benar dan yang diterima oleh Allah.12 Al-Qur‟an dan hadis dalam Islam diposisikan sebagai sumber utama dari ajaran islam, berfungsi seabagai pandangan hidup pembeda antara yang benar dan yang salah, serta seabagai penjealas dari seluruh yang ada di bumi.13 Inilah sumber ajaran Islam yang disepakati seluruh ulama disamping sumber-sumber lainnya yang dalam keadaan polemik.14 Islam adalah rahmat bagi seluruh alam, satu pernyataan al-Qur‟an yang menguatkan bahwa Islam dapat dijadikan seabagai pelindung dan pemelihara seluruh yang ada di alam. Islam seabagai rahmat dalam arti Isalam seabagai penyealamat peradaban manusia. Konflik yang terjadi antar manusaia seabagai penghuni alam disebabkan oleh kenyataan bahwa tidak ditemukannya keseragaman dan kesamaan polapikir, visi dan misi seluruh manusaia dalam mengartikulasikan dan merealisasikan agama yang dipercayai dan dianutnya. Perbedaan yang dianut oleh sebagaian besar penduduk bumi tidak selayaknya dijadikan sebagai temeng dan legalisasi konflik dan kekerasan antar sesama anak

10Council Indonesia, Mengelola Konflik, h. 8. 11Definisi dan pembagian agama, lebih lanjut dpat dilihat dalam Harun Nasution, Islam

Ditinjau dari Berbagai Aspeknya (Jakarta: UI Press, 1919), h. 9. 12 (19العوزاى )اى الذيي عنذ هللا االسالم , baca juga hadis Rasul ًهي يجعل غيز االسالم دينا فلي يقبل هنو

(الحذيث )ًىٌ في االخزة هي الخاسزينز 13Ada beberapa fungsi al-Quran, diantaranya: sebagai al-Kitab (buku petunjuk), al-zikr

(peringatan), ruh (qalb/ jiwa), nur (cahaya), al-furqan (pembeda yang hak dan yang batil), al-burhan

(bukti kebenaran). Salah „Abd al-Fattah al-Khalidi, Mafatih li al-Ta’ammul ma‘a al-Qur’an. terj. Kathur

Suhardi (Solo: Pustaka Mantiq, 1985), h. 22. 14Sumber-sumber ajaran Islam yang tidak disepakati seluruh ulama itu antara lain adalah,

ijma‘, qiyas, istihsan, istishab, ‘urf, syar’ man qablana, dan lainnya. Imam Abu Hanifah (80-150 H)

misalnya, disamping al-Qur‟an dan hadis, beliau menjadikan ucapan-ucapan sahabat, qiyas dan ijma‘.

Imam Malik (93-179 H) menjadikan apa yang dilakukan penghuni Madinah, patwa para sahabat

Nabi, qiyas dan istishab dan istihsan sebagai dasar hukum. Imam al-Syafi„i (150-204 H) hanya

menjadikan qiyas dan ijma‘, beliau menolak istihsan, bahkan menurutnya istihsan itu telah lari dari al-

Qur‟an. Imam Hanbali 164-241 H) menerima hadis mursal, yakni hadis yang diriwayatkan oleh

para tabi„in, qiyas serta menerima hadis da‘if sebagai dasar hukum. Munawir Sadzali, Ijtihad

Kemanusiaan (Jakarta: Paramadina,1997), h. 33.

Page 51: Berkala Kajian Konseling dan Ilmu Keagamaanconsilium.pdf · yang sangat besar bagi masyarakat, mulai dari kerugian material, psikologis, nyawa yang akan selalu membayangi kehidupan

47 | Consilium: Volume 1, Nomor 1, Juli-Desember 2013

Fakultas Dakwah dan Komunikasi IAIN Sumatera Utara

manusia. Pada petunjuk Islam tidak sulit untuk menemukan penegasan dan himbauan agar jangan memaksakan agama Isalam keapada orang lain di luar Islam.15 Ajaran Islam sangat fleksibel dan pintu ijtihad senantiasa terbuka selama tidak melanggar keberadaan teks-teks yang telah tetap pemahamannya yang terdapat di dalam al-Qur‟an maupun al-Hadis. Respon al-Qur‟an terhadap penggunaan akal sangat banyak ditemukan dalam al-Qur‟an. Maka dalam proses pemaknaan baru terhadap teks-teks al-Qur‟an menyebabkan pemikiran Islam dari masa ke masa terus mengalami perkembangan. Ajaran Islam sangat universal, artinya Islam tidak turun ke dunia yang vakum, melainkan kepada sekelompok manusia dengan latar belakang sejarah dan kebudayaan tertentu. Oleh karena itu ada istilah nasikh dan mansukh dalam al-Qur‟an, sebagai bukti betapa kontekstualnya ajaran Islam itu. Akal yang diberikan Tuhan digunakan untuk memikirkan dan menganalisa mana yang terbaik dilakukan dalam hidup ini. Akal mendukung kebenaran al-Qur‟an, sehingga respon al-Qur‟an terhadap penggunaan akal sangat banyak.16 Akal berupaya memahami maksud Tuhan yang dituangkan dalam al-Qur‟an. Dengan akal puladapat diterjemahkan pesan-pesan al-Qur‟an untuk disesuaikan dengan kebutuhan manusia. Agama juga sebagai sistem dari kebudayaan,17 oleh karenanya agama sangat butuh terhadap budaya dalam implementasinya dalam kehidupan atau dalam bahas lain membumikannya dalam kehidupan. Agama bersifat suci, berdasarkan wahyu, karena itu cenderung normatif dan permanen, sementara budaya terus-menerus berubah karena watak kesejarahannya. Meski agama suci dan permanentetapi agama mendarat dalam budaya karena agama dipeluk manusia. Proses tumpang tindih kadang-kadang membawa dampak ketegangan karena watak keduanya yang saling berlawanan, tetapi dengan demikian timbul proses saling mengisi dan memperkayavariasi kehidupan manusia.18 Prinsip tidak boleh ada paksaan dan bebas menentukan pilihan agama (Q.S.18:29) merupakan cermin dan kunci ajaran toleransi beragama. Konsekuensi

15 (256البقزة )... ال اكزاه في الذيي قذ تبيي الزشذ هي الغي 16Rangasangan al-Quran agar manusia gesit menggunakan akalnya dapat dilihat dalam al-

Quran dengan bentuk terdapatnya kata-kata ya‘qilu (memakai akal) sebanyak 48 ayat, kata nazara

(melihat secara abstrak) sebanyak 30 ayat, kata tafakkara (berpikir) terdapat 19 ayat, kata faqiha (memahami) sebanyak 16 ayat, kata tazakkara (memperhatikan dan mempelajari) terdapat 40 ayat,

kata ulu al-albab (orang berfikir), kata ulu al-‘ilm (orang berilmu), kata ulu al-absar (orang

berpandangan), kata ulu al-nuha (orang bijaksana). Disamping itu pula banyak ayat-ayat al-Quran yang membicarakan fernomena alam (ayat kawniyah), bahkan pemakaian akal yang maksimallah yang menyebabkan pada zaman kalsik Islam banyak melahirkan para pemikir baik dalam bidang fiqih maupun teologi dan ilmu kalam. Harun Nasution, Islam Rasional: Gagasan dan Pemikiran (Bandung: Mizan, 1996, h. 52.

17Agama sebagai sistem kebudayaan menyebabkan keberadaan agama tidak semuanya diperdapati secara realistis dalam sumber normative itu, tetapi banyak dijumpai dalam budaya manusia dalam kehidupan sehari-hari. Kebenaran prilaku budaya ini diukur sejauhmana prilaku budaya itudidukung oleh sumber-sumber normatif Islam. Nur Ahmad Fadhil Lubis, Agama Sebagai Sistem Kultural (Medan: IAIN Press, 2000), h. 128.

18Apresiasi agama terhadap budaya manusia sehingga memunculkan undang-undang dalam

pemahaman terhadap al-Quran الوحا فظت علي القذين ًاالخذ الجذيذ االصالح . M.Ali Haidar, Nahdatul Ulama dan Islam di Indonesia, Pendekatan Fiqih dalam Politik (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1994), h. 318.

Page 52: Berkala Kajian Konseling dan Ilmu Keagamaanconsilium.pdf · yang sangat besar bagi masyarakat, mulai dari kerugian material, psikologis, nyawa yang akan selalu membayangi kehidupan

Muktarruddin: Strategi Dakwah dalam Konflik antar Agama | 48

Jurusan Bimbingan Penyuluhan Islam

dari adanya ketentuan dasar tersebut, Islam mengakui bahwa umat Islam di atas bumi ini tidak mungkin semuanya bersepakat dalam segala hal, termasuk dalam hal keyakinan beragama. Bila Tuhan menghendaki, niscaya seluruh umat manusia di muka bumi ini beriman, tetapi Allah tidak menghendaki demikian. Oleh karenanya, tidak boleh memaksa orang lain untuk beriman (Q.S.10:99). Ayat ini merupakan tekanan tentang adanya kebebasan manusia untuk menentukan pilihan sendiri apakah akan menerima Islam sebagai agama atau tidak. Terhadap mereka yang belum mau menerima kebenaran Islam, Allah memerintahkan agar kaum muslimin menawarkan kebenaran Islam dengan cara bijaksana, dengan cara menggunakan nasihat-nasihat yangbaik, dan kalau menggunakan diskusi (tukar fikiran), hendaklah hal tersebut dilakukan dengan sebaik-baiknya (Q.S.16:125). Kepada umat Islam diperintahkan agar jangan mencaci makisembahan orang lain, sebab mencaci mereka dapat menimbulkan mereka mencaci Allah (Q.S.6:108). Al-Qur‟an mengajarkan agar umat Islam berbuat baik dan bertindak adil kepada siapapunyang tidak memerangi umat Islam karena agama yang dianut dan tidak pula mengusir umat Islam dari kampungnya. Umat Islam tidak dibenarkan bertenan dengan mereka yang dengan sengajamemerangi Islam karena agama yang dianutnya serta mereka yang membantu pengusiran umat Islam (Q.S.60:8-9). Dalam hubungannya dengan orang-orang yang tidak seagama, Islam mengajarkan agar uamat Islam mengutamakan terciptanya suasana perdamaian hingga timbul rasa kasih sayang diantara umat Islam dengan mereka mendengar firman Allah.19 Konflik dalam arti kekerasan yang dilakukan umat Islamtidak semuanya berbentuk jihad,20tetapi ada juga yang dimotori oleh nafsu keserakahan manusia. Begitu juga Islam dan prilaku umat Islam itu berbeda, tidak selamanya apa yang dilakukan umat Islam sebagi terjemahan kitab suci agama yang dianutnya. Agama bisa sebagai faktor pemersatu (integrated factor) dan bisa juga sebagai faktor pemecah belah (disintegrated factor). Dampak negatif agama sebagai pemecah belah (sentrifugal) dan dampak positif agama sebagai pemersatu (sentripetal) muncul dari pemahaman dan pengalaman ajaran agama seseorang. Pada dasarnya agama itu berisi sumber moral dan nilai. Pada tataran ini semua agama dipahami sebagai sesuatu yang mengajarkan kebaikan, namun dalam tataran pelaksanaannya di tengah-tengah masyarakat sering bertolak belakang dengan nilai yanhg dikandung ajaran agama tersebut. Tidak dapat dipungkiri bahwa tiap-tiap agama memiliki ajaran uantuk menyebarkan agamanya. Di agama Islam dikenal istilah dakwah, sedangkan di agama Kristen dikenal istilah missi. Penyebaeran agama berikut caranya sering

19Ahmad Azhar Basyir, Refleksi Atas Persoalan Keagamaan, Seputar Filsafat, Hukum, Politik dan

Ekonomi (Bandung: Mizan, 1994), h. 234. 20Secara singkat kata Jihad diambil dari kata al-jahd yang berarti kekuatan (taqah) dan

kemampuan (al-wus’u). Jihad ialah berusaha keras dan mencurahkan seluruh kemampuan dan kekuatan baik dalam perang, berbicara dengan lisan atau apapun bentuk usaha yang dilakuikan

untuk menegakkan kalimah Allah Swt. dan memuliakan agamanya. „Abd al-Rahman „Abd al-Khaliq,

Fusulun min Asiyasah al-Syar‘iyah fi Da‘wah ila Allah, terj. Marsuni Sasaky, et.al. (Jakarta: Pustaka al-

Kautsar, 1996), h. 21.

Page 53: Berkala Kajian Konseling dan Ilmu Keagamaanconsilium.pdf · yang sangat besar bagi masyarakat, mulai dari kerugian material, psikologis, nyawa yang akan selalu membayangi kehidupan

49 | Consilium: Volume 1, Nomor 1, Juli-Desember 2013

Fakultas Dakwah dan Komunikasi IAIN Sumatera Utara

menjadi penyebab konflik antar agama. Agama yang satu melihat bahwa penyebaran agama lain mengancam atau merusak eksistensi agamanya. Paling tidak ada dua pendekatan untuk sampai kepada pemahaman agama. Pertama, agama dipahami sebagai suatu doktrin dan ajaran. Kedua, agama dipahami sebagai aktualaisasi dari doktrin yang terdapat dalam sejarah. Nurcholish Madjid menyebutkan kedua istilah itu dengan Islam doktrin dan peradaban, sedangkan Sayyed Hossen Nasr menyebutnya dengan Islam ideal dan Islam realita. Islam tidak pantas disejajarkan dengan suku dan ras karena Islam memiliki tujuan dn pandangan yang jauh ke depan.21Jika agama dipahami sebagai suatu yang sakral dan meyakininya sebagai sesuatu yang menyelamatkan manusia baik di dunia dan akhirat maka agama tidak pantas dijadikan sebagai penyebab konflik. Jika semua orang menyadari kesucian agama maka dampak negatif yang ditimbulkannya sebagai pemecah belah dapat dieliminir, sebaiknya dampak positifnya sebagai pemerstu dapat ditumbuh kembangkan. Strategi Dakwah di Daerah Konflik Strategi dakwah di daerah konflik sangatlah luas pengertiannya, untuk itu penulis hanya mengungkapkan strategi yang dianggap paling penting dengan menggunakan sistem dakwah.22 Strategi dakwah di daerah konflik ini dapat dibagi dua. Pertama, strategi umum dan yang kedua strategi khusus. Adapun yang dikatakan straegi umum adalah penanaman toleransi beragama, sedangkan strategi khusus mencakup pemilihan materi, media dan tempat. Dalam penerapan toleransi antar umat beragama, maka dakwah Islam dapat diarahkan kepada: 1. Menonjolka segi-segi persamaan dalam agama, tidak memperdebatkan segi-segi

perbedaan dalam agama. 2. Melakukan kegiatan sosial yang melibatkan para pemeluk agama yang berbeda. 3. Mengubah orientasi pendidikan agama yang menekankan aspek sektoral fiqhiyah

menjadi pendidikan agama yang berorientasi pada pengembangan aspek universal rabbani.

4. Meningkatkan pembinaan individu yang mengarah kepada terbentuknya pribadi yang memiliki budi pekerti yang luhur dan akhlakul karimah.

5. Menghindari jauh-jauh sikap egoisme dalam beragama yang mengkaliam diri yang paling benar.23

Adapun starategi khusus menyangkut pemahaman situasi dan kondisi medan konflik yang mengharuskan para aktivis dakwahmerencanakan dakwah yang strategis ditinjau dari berbagai sisi. Adapun strategi-strategi khusus itu ialah, strategi pemilihan materi yang sesuai, strstegi pemilihsn tempat, strategi pemilihan waktu, pemilihan pelaku dakwah, strategi pemilihan media dan metode.

21Dadang Kahmad, Sosiologi Agama (Bandung: Rosdakarya, 2000), h. 147. 22Sistem dakwah yang dimaksud dalam tulisan ini meliputi adanya da‘i, mad‘u, materi,

tempat, media, serta metode. Antara satu unsur dengan unsur lainnya tersistem dalam satu kesatuan yang berkaitan satu dengan yang lain.

23Ibid., h.151, Alwi Shihab, Islam Inklusif: Menuju Sikap Terbuka dalam Beragama (Bandung: Mizan, 1998), h. 39 dan 54, Fahmi Huwaydi, Demokrasi Oposisi dan Masyarakat Madani (Bandung: Mizan, 1996), h. 30, 61.

Page 54: Berkala Kajian Konseling dan Ilmu Keagamaanconsilium.pdf · yang sangat besar bagi masyarakat, mulai dari kerugian material, psikologis, nyawa yang akan selalu membayangi kehidupan

Muktarruddin: Strategi Dakwah dalam Konflik antar Agama | 50

Jurusan Bimbingan Penyuluhan Islam

Pemilihan materi dakwah di daerah konflik agama diupayakan agar tidak berisi provokasi terhadap agama lain yang dianut di daerah konflik. Pemilihan tempat yang strategis menyampaikan dakwah di daerah konflik juga harus menjadi perhatian, bila dakwah yang disampaikan itu untuk kalangan intern Islam maka tempat yang tertutup tentu lebih baik dibanding pada tempat yang terbuka. Keselamatan para pelaku dakwah juga harus menjadi pertimbangan.24 Pemilihan waktu yang tepat juga harus menjadi perhatian. Tindak kekerasan yang baru saja usai akan memberikan tekanan emosional yang tinggi bagi pihak-pihak yang merasa dirugikan, dalam situasi ini emosi lebih dominan daripada akal sehat. Demikianlah seterusnya keurgensian pertimbangan –pertimbangan pelaku, media maupun metode dakwah yang digunakan. Penutup

Konflik antar agama yang sering muncul di tengah-tengah masyarakat tidak selamanya akibat dari ajaran agama semata, tetapi acapkali dijadikan sebagai kambing hitam padahal yang terjadi adalah konflik yang disebabkan kemiskinan. Jika konflik antar agama terjadi dan dakwah tidak boleh terhenti maka seyogiyanyalah para aktivis dakwah dapat menyusun satu strategi dakwah yang ampuh. Mencari persamaan-persamaanajaran antar agama lebih dikedepankan ketimbang mempertajam perbedaan. Pemilihan materi, waktu dan tempat serta media dan metode dakwah yang tepat sangat penting agar tidak terjadi hambatan dan tindak kekerasan terhadap para pelaku dakwah.[]

24Rasulullah dalam melaksanakan dakwah Islam di Makkah dan Madinah berbeda. Di

Makkah, yang secara sosiologis rawan konflik ditinggalkan Rasul untuk sementara waktu, itulah yang dikenal dalam sejarah Islam dengan peristiwa hijrah ke Madinah. Dari segi materi yang disampaikan juga memiliki perbedaan. Di Makkah diisi dengan tauhid, sedang di Makkah diisi dengan materi hubungan antar manusia. A. Hasymi, Dustur Dakwah Menurut al-Quran (Jakarta: Bulan Bintang, 1994), h. 281 dan 285.

Page 55: Berkala Kajian Konseling dan Ilmu Keagamaanconsilium.pdf · yang sangat besar bagi masyarakat, mulai dari kerugian material, psikologis, nyawa yang akan selalu membayangi kehidupan

51 | Consilium: Volume 1, Nomor 1, Juli-Desember 2013

Fakultas Dakwah dan Komunikasi IAIN Sumatera Utara

Risalah Dakwah dan Piagam Madinah

Waizul Qarni Fakultas Dakwah dan Komunikasi IAIN Sumatera Utara

[email protected]

Abstrak Sejarah perjalanan dakwah Nabi Muhammad mendapat tantangan yang berat di Mekah hingga berpindah ke Madinah. Proses hijrah ke Madinah tidak berjalan dengan tiba-tiba, tetapi melalui tahapan yang cukup panjang. Petemuan yang dilakukan berkali-kali dengan utusan penduduk Madinah dan berbagai perjanjian dibuat hingga memutuskan untuk memindah kegiatan dakwah ke Madinah. Madinah ternyata merupakan lahan yang subur untuk berkembang dakwah Islamiah. Penduduk asli kota Madinah adalah terdiri dari berbagai suku dan termasuk orang-orang Yahudi. Walaupun upaya yang dilakukan untuk menciptakan persaudaraan dikalangan suku-suku asli Madinah dan kelompok pendantang (muhajirin ) namun tetap terjadi barbagai pertikaian. merumuskan perjanjian yang dapat menyatukan seluruh penduduk Madinah dan dapat menjamin kelansungan dakwah. Perjanjian inilah yang dikenal dengan piagam Madinah. Piagam Madinah mengandung aspek –aspek politik yang menjamin kelansungan hidup mermasyarakat atau bernegara. Pada sisi lain piagam Madinah juga berkaitan dengan aspek keberlankasungan dakwah.

Kata Kunci: Risalah Dakwah dan Piagam Madinah Pendahuluan

abi Muhammad diutus Allah adalah pembawa risalah Islam, pembawa misis dakwah untuk semua manusia1. Dakwah yang beliau sampaikan adalah memberi rahmat bagi sekalian alam2

Pernyataan ayat tersebut di atas menunjukkan bahwa keberadaan Nabi Muhammad Saw. sebagai rasul Allah mempunyai kewajiban menyampaikan risalahnya kepada seluruh umat manusia. Kewajiban ini mulai diemban Nabi mulai sejak turrnnya wahyu kedua yaitu Q.S. al-Muddatsir.3

Tugas ini beliau laksanakan dengan segala kemampuan yang ada pada dirinya. Banyak rintangan dan hambatan yang biliau jumpai, kerena berhadapan dengan kelompok kafir quraisy yang punya budaya jahiliah. Demi suksesnya penyampaian risalah yang haq ini Allah telah memberikan bimbingan dan tuntunan kepada beliau. Rasulullah menerapkan berbagai cara dan metode yang bisa digunakan. Nabi Muhammad dalam mengembangkan dakwahnya menempuh tahap-demi tahap,

1Q.S. Saba‟/34: 28 dan Q.S. al-A„raf/7: 158. 2QS. al-Anbiya„/21: 107. 3QS. al-Muddatsir/74: 1-7.

N

Page 56: Berkala Kajian Konseling dan Ilmu Keagamaanconsilium.pdf · yang sangat besar bagi masyarakat, mulai dari kerugian material, psikologis, nyawa yang akan selalu membayangi kehidupan

Waizul Qarni: Risalah Dakwah dan Piagam Madinah| 52

Jurusan Bimbingan Penyuluhan Islam

Dalam tulisan ini akan diuraikan tahapan-tahapan yang telah dilaksanakan Rasul sampai tercetusnya piagam Madinah.

Dakwah Nabi Muhammad Saw. Sebelum Hijrah

1. Dakwah Perorangan atau Da‘wah al-Afad

Dakwah pada tahap ini Nabi menyampaikan dakwahnya dengan mendatangi orang-orang yang ada sekitarnya. Rasulullah mengajak untuk menyembah Allah, mengganti kepercayaan lama (musyrik) kepada agama yang baru. Pada tahapan ini orang yang mau mengukuti dakwah Nabi hanya beberapa orang saja di antaranya

Khadijah, Abu Bakar al-Siddiq, Zaid bin al-Harits dan „Ali bin Abi Talib.4 Pusat

dakwah pada tahab ini adalah di Dar al-Arqam, yaitu rumah al-Arqam bin Abi al-

Arqam.5

2. Seruan Kepada Kaum Kerabat Cara ini mulai dilaksanakan oleh Rasulullah setelah turun ayat yang artinya : “

dan berilah peringatan kepada kaum kerabatmu yang terdekat“6 (Beliau mulai

menyeru Bani Hasyim, Bani „Abd Mutalib, Bani Naufal dan Bani Abd al-Manaf.

Pada tahap ini juga tidak banyak membawa hasil karena banyak dari kaum kerabat

belau yang menolak terutama paman beliau Abu Jahl dan pemuka qurasy lainya yang

sebagian mereka menentang dengan terang terangan. Sahabat Rasulullah yang telah masuk Islam ada yang mengalami penyiksaan secara fisik.

3. Seruan dengan Cara Terang-terangan Dakwah dengan pola ini dilaksnakan setelah turun ayat “maka jalankanlah

apa yang telah dierintahkan kepadamu dan berpalinglah dari orang-orang musyrik”7. Nabi melaksanakan dakwah ini yang ditujukan kepada masyarakat umum penduduk kota Mekah dan kabilah-kabilah yang datang dari berbagi daerah dalam misi dagang atau mengerjakan ibadah haji. Seruan Nabi secara terang-terangan ini mendapat reaksi keras dari kuam kafir quraisy. Mereka melakukan penyiksaan kepada orang-

orang yang sudah masuk Islam dan membaikot keluarga Bani Hasyim dan Bani Mutallib hingga mereka (kaum muslimin) terpaksa mengungsi ke Habsah.8

Dakwah Nabi pada priode Makkah ini materinya lebih menitikberatkan pada pemurnian akidah, yaitu memberantas bentuk-bentuk syirik, dan menghilangkan kepercayaan nenek moyang yang selama ini dipertahankan. Adapun kepercayan

yang dibawa oleh Nabi Ibrahim dan Isma„il, yaitu milla hanifiyah agama monoteisme

telah mereka campur dengan praktek-praktek tahayul dengan mengadakan

4Thomas W. Arnold, Calipphate (London: Routledge & Poul, 1965) h. 14. 5Husain Haikal, Hayah Muhammad (Beirut: Dar al-Ma„arif , 1983) h. 173. 6Q.S. al-Syu‟ara/29: 214. 7Q.S. al-Hijr/15: 94. 8A. Guillaume, Islam (New York: Pingiun Book ,1982), h .146.

Page 57: Berkala Kajian Konseling dan Ilmu Keagamaanconsilium.pdf · yang sangat besar bagi masyarakat, mulai dari kerugian material, psikologis, nyawa yang akan selalu membayangi kehidupan

53 | Consilium: Volume 1, Nomor 1, Juli-Desember 2013

Fakultas Dakwah dan Komunikasi IAIN Sumatera Utara

penyembahan terhadap ansab dan asnam yaitu patung, batu dan kayu, emas, perak

dan logam.9

Pada awal ini jelas kegiatan dakwah Nabi yaitu menyeru masyarakat untuk megenal Tuhan yang sebenarnya, yaitu tiada Tuhan selain Allah 10.. Bentuk-bentuk keprcayaan nenek moyang yang tidak rasional dejelaskan secara mendasar dengan memberikan gambaran dan contoh-contoh mengenai umat-umat terdahulu yang telah mendapat laknat dari Allah Swt. Ajaran tauhid yang disampaikan Nabi bertujuan untuk memerdekakan jiwa dari pemujaan sesama makhluk sebab itu tidak sesuai dengan fitrah manusia. Penyembahan-penyembahan terhadap berhala telah menjadi ciri khas kaum kafir quraisy beliua coba untuk membersihkanya hinga mereka mau meninggalkan kebiasaan yang bodoh itu.

Awal Dakwah Nabi di Madinah

Setelah menjalankan dakwah di Makkah diupayakan Nabi yang ternyata tidak banyak membawa hasil. Makkah adalah kota yang tandus untuk dakwah Rasulullah sehingga tidak dapat tumbuh subur di sana. Maka setelah melaui proses yang panjang dan sampai kepada datangnya perintah dari Allah Swt. untuk pindah, maka Nabi dan kaum muslimin hijrah ke Yasirb yang diganti dengan nama Madinah. Kegiatan dakwah yang dilakukan Rasulullah setelah hirah adalah sebagai urai berikut.

1. Menganti Nama Kota Yasrib menjadi Madinah Kegiatan dakwah yang pertama dilakuian Nabi adalah menganti nama kota

Yasrib dengan Madinah (kota) atau tempat, madaniyyah atau tamaddun, peradaban. Di

kota itu Nabi hendak membangun tsaqafah dan hadarah sebuah masyarakat yang

berperadaban. Model yang dikehendaki adalah pola kehidupan menetap yang berbudaya dan berperadaban, lawan dari kehidupan yang nomaden. Pembangunan perdapan manusia baru akan dapat dibangun bila ada kehidupan masyarakat yang mentap, basis pendukungnya adalah masyarakat kota.11 Masyarakat kota lebih mudah menerima perubahan, sehingga dinamika demikian akan mudah atau mempercepat perobahan masyarakat yang dikehendaki Islam.

2. Membangun Masjid dan Memfungsikannya Setelah mengganti nama kota, sebagai bagian dari kerangka dakwah,

kemudian Nabi membangun Masjid sebagai lembaga keagamaan dan sosial, dari segi agama berfungsi sebagai tempat ibadah kepada Allah.12 Bila ditinjau dari segi sosialnya masjid berfungsi sebagai tempat mempererat hubungan dan ikatan antara sesama anggota jama‟ah. M Quraish Shihab telah menuliskan bahwa masjid Nabawiy dalam sejarahnya telah berfungsi sebagai:

a. Sebagai tempat ibadah

9Ahmad Salabi, Mausu’ah al-Tarikh al-Islam wa al-Hadarah al- Islamiyyah, vol. 1 (Kairo:

Maktabah al-Nahdah al-Misriyyah, 1978), h. 168. 10Q.S. al-Hasyr/59: 22-24. 11Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar (Jakarta: Rajawali ,1990), h. 78. 12Fahruddin, Ensiklopedi al-Qur’an, vol. 1 (Jakarta: Reneka Cipta, 1992), h. 78.

Page 58: Berkala Kajian Konseling dan Ilmu Keagamaanconsilium.pdf · yang sangat besar bagi masyarakat, mulai dari kerugian material, psikologis, nyawa yang akan selalu membayangi kehidupan

Waizul Qarni: Risalah Dakwah dan Piagam Madinah| 54

Jurusan Bimbingan Penyuluhan Islam

b. Tempat komunikasi dan konsultasi. c. Tempat pendidikan. d. Tempat santunan sosial. e. Tempat latihan militer dan persiapan alat-alat. f. Tempat pengobatan para korban perang. g. Tempat perdamaian dan pengadilan sengketa. h. Aula tempat penerimaan tamu. i. Tempat penawanan tahanan dan. j. Pusat penerangan dan atau pembelaan agama.13 3. Mempersaudarkan Muhajirin dan Anshar

Setelah Mendirikan dan memfungsikan masjid langkah selanjutnya yang dulakukan Rasulullah adalah mempersuadarkan antara kaum Muhajirin dengan kaum Anshar. Tujuan dari mempersaudarakan kedua kaum ini adalah: pertama untuk melenyapkan rasa asing bagi sahabat muhajirin setlah sampai di Madinah, kedua membangun persaudaraan dengan tali agama Allah, bahwa semua muslim adalah bersaudara, dan ketiga agar satu dengan yang lain saling tolong menolong artinya yang kuat menolong yang lemah dan yang mempu menolong yang kekurangan.14

Strategi menciptakan persaudaran yang dilakukan Nabi adalah untuk mewujudkan dakwah yang lebih sempurna yaitu dengan rasa perstuan dan

persaudaraan atau ukhwah al-islamiyah. Ukhwah ini akan jadi efektif bila mereka tetap

berpegang pada tali yang satu yaitu tali agama Allah. Adanya satu rasa dan satu perderitaan hingga timbul rasa tanggung jawab sesama mereka yaitu menyelamatkan agama Islam dan umat Islam. Dengan demikian dakwah akan berjalan dengan baik Islam tersebar dengan luas dan cepat.

Nabi Muhammad Saw. Sebagai Pemimpin Umat dan Rijal al-Da‘wah

Dakwah yang disampaikan di Madinah bukan berarti berjalan mulus tampa halangan, hal ini terjadi karena di Madinah juga ada kelompok yang merasa disaingi dan tidak senang dengan datangnya Nabi dan sahabat Muhajirin terutama kuam Yahudi. Kelompok ini melakukan berbagai intrik dan merong-rong keberadaan Muhajirin dan Islam. Manufer ini mereka lakukan karena mereka merasa posisi dan peran politik mereka menjadi berkurang dengan kehadiran Rasulullah dan sahabat di Madinah. Ketidak senangan mereka terlihat pada adanya kegiatan yang

melecehkan Nabi dan Islam seperti kasus finhas.15

Sebagai pemimpin di Madinah Nabi selalu berusaha menetralisir mereka yang menentang, sehingga lambat laun kedudukan Nabi benar-benar mantap. Langkah

13M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an (Bandung: Mizan, 1994 ) h. 462. 14Munawar Khalil, Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad Saw. (Jakarta: Bulan Bintang, 1965)

h. 66. 15Haikal, al-Hayah,. h. 217-218.

Page 59: Berkala Kajian Konseling dan Ilmu Keagamaanconsilium.pdf · yang sangat besar bagi masyarakat, mulai dari kerugian material, psikologis, nyawa yang akan selalu membayangi kehidupan

55 | Consilium: Volume 1, Nomor 1, Juli-Desember 2013

Fakultas Dakwah dan Komunikasi IAIN Sumatera Utara

mempersaudarakan kaum Muhajirin dan Anshar telah membawa pengaruh secara nyata, yaitu terbentuknya sebuah komunitas atau masyarakat di bawah pimpinan Rasulullah Saw. Pada perkembangan selanjutnya beliau memimpin secara menyeluruh setelah lahirnya perjanjian tertulis yaitu Piagam Madinah. Dalam perjanjian atau piagam Madinah ini Nabi diakui sebagi pemimpin tertinggi dan sebagai hakam bagi penandatangan piagam serta siapa saja yang bergabing dengan mereka.16 Piagam Madinah ini telah memperkokoh posisi Rasul sebagai pimpinan masyarakat Madinah.

Perjanjian antara Nabi dengan masyarakat Madinah telah membawa komunitas Madinah menjadi sebuah tatanan kehidupan sosial yang teratur dan terorganisir. Para pakar politik mengatakan bahwa terlaksananya perjanjian tertulis dengan lahirnya piagam Madinah yang menjadi pengikat antara komunitas-komunitas yang ada di Madinah merupakan satu indikator terbentuknya sebuah pemerintahan di bawah pimpinan Rasulullah.17

Berdasarkan uraian di atas perlu adanya pemahaman yang benar dan menempatkan Nabi pada posisi yang sebenarnya yaitu beliau adalah seorang Rasul Allah bukan sebagai pemimpin negara, sebab tidak ada stetmen wahyu yang secara lansung menunjukan bawa Nabi Muhammad sebagai kepala negara atau sebagai raja.18 Al-Qur‟an menyatakan kedudukan Nabi Muhammad Saw. di tengah-tengah umatnya adalah sebagai utusan Allah, “dan tidaklah Muhammad itu kecuali seorang Rasul, sesungguhnya telah berlalu Rasul-Rasul sebelumnya”.19 Walaupun Beliau adalah Rasul Allah tetapi beliau juga diberi hak untuk memutuskan hukum Allah di antara manusia dan hak untuk mengatur dan menertibkan masyarakat selartas dengan tujuan dakwah.

Keberadaan Nabi Muhammad Saw. sebagai pemimpin Madinah telah terbukti kecakapanya setelah eksistensi kepemimpinannya diakui oleh seluruh komunitas. Berbagai kebijakan telah dilakukan oleh Nabi dan telah membawa pengaruh yang positif bagi kehidupan masyarakat. Sikap Nabi sebagi seorang pemimpin ditunjukkan dalam berbagai tindakan, membina jema‟ah sesama muslimin, dan menjalin hubungan baik dengan berbagi kelompokm suku, bahkan pemeluk agama lain seperti: Yahudi, Nasrani dan berbagai kepercayaan lainya. Nabi juga telah menghilang sekterian hingga beliau milibatkan seluruh golongan tanpa memandang etnis.

Kesuksesan Nabi dalam memimpin masyarakat adalah karena keagungan akhlaqnya.20 Nabi selalu memberikan contoh di dalam melaksanakan kebajikan, menegakkan keadilan, dan selalu memihak kepada kebenaran, membela yang teraniaya dan melindungi yang lemah (fakir miskin dan anak yatim). Nabi selalu berbaur dengan masyarakat tanpa membedakan diri beliau sebagai pemimpin

16Afzalur Rahman, Muhammad as Military Leader (Jakarta: Bumi Aksara, 1991), h . 72. 17William M. Watt, Islamic Political Thought (Jakarta: P3M, 1988 ), h. 223. 18„Ali „Abd al-Raziq, Islam wa al-Usul al-Hukm (Kairo: al-Qahirah, 1925), h. 64-68. 19Q.S. Ali Imran/3 :144, Q.S. Al-Ahzab/ 33: 40, Q.S. al-Fath/48: 29, Q.S. al-Nahl/16: 44. 20Rahman, Muhammad,. h. 61-62.

Page 60: Berkala Kajian Konseling dan Ilmu Keagamaanconsilium.pdf · yang sangat besar bagi masyarakat, mulai dari kerugian material, psikologis, nyawa yang akan selalu membayangi kehidupan

Waizul Qarni: Risalah Dakwah dan Piagam Madinah| 56

Jurusan Bimbingan Penyuluhan Islam

dengan orang-orang yang dipimpin. Nabi selalu terjun lansung dalam berbagai kegiatan seperti saat membangun Masjid, menggali parit (khandak) sebagai usulan

dari Salman al-Farisi dalam upaya penyelamatan diri pada peperangan dengan orang

Quraisy yang hendak menyerang Madinah. Nabi juga selalu memberikan semangat dan dorongan hinga para sahabat tidak pernah merasa lelah.21

Piagam Madinah

Latar Belakang Penulisan Piagam Madinah Dalam rangka mengefektifkan dakwah Islam, setelah Nabi benar-benar

memperoleh dukungan kuat dari warga Madinah, namun dukungan itu bukan datang tiba-tiba namun telah ada jikal bakalnya ketika Rasul masih di Makkah yang diawli dengan bai’ al-‘Aqabah. Dukungan semata dari kaum muslimin saja belum membuat posisi Rasul menjadi mantap, karena penduduk Madinah menurut pembagian geologi, etnis, dan keyakinan terbagi menjadi beberapa kelompok sosial yang memilki perbedaan pemikiran dan kepentingan. Agar dakwah yang beliau sampaikan tidak berbenturan dengan kepentingan berbagai umat lain, maka nabi membuat perjanjian tertulis yang dapat diterima oleh semua kelompok sosial yang majemut itu. Perjanjian itulah yang kemudian dikenal denga piagam Madinah.

Sejarah Penyusunan Naskah Piagam

Catatan tentang waktu yang pasti penyusunan piagam tertulis yang disebut

sahifah (lembaran tertulis) tidak ditemukan dalam catatan sejarah. Ada yang

berpendapat ditulis pada awal atau tahun pertama hijrah, ada juga yang berpendapat sebelum perang Badr, bahkan ada juga yang berpendapat setelah perang Badr. Waat berpendapat bahwa para sarjana umumnya berpendapat penulisan itu dilakukan pada tahun pertama hijrah.22 Wellhausen menetapkan sebelum perang Badr, sementara Hubert Grimne berpendapat bahwa perjanjian itu di buat setelah perang Badar. Pendapat-pendapat ini didasarka peda pasal 23 dan pasal 36 yang menunjukan bahwa kekuasaan Nabi telah diakui secara umum. Kemudian, pada pasal 19 memberi penegasan untuk berperang di jalan Allah, dan sikap keras dituntut dari orang-orang muslimin di Madinah dalam menghadapi kafir quraisy setelah perang Badar.

Fakta sejarah lain yang dapat dijadikan pegangan adalah ketika situasi mulai mencekam dengan adanya ancaman dari kaum quraisy yang akan menyerang madinah, lalu Nabi mengupayakan agar adanya kespakatan intern penduduk kota agar saling bahu membahu untuk mempertahankan Madinah. Berdasarkan ini dapat ditetapkan bahwa piagam Madinah ditulis pada tahun pertama hijrah yaitu sebelum perang Badar. Pada saat posisi Nabi semakin kuat sebelum perang Badr kaum

21Natsir, Fiqhud Dakwah (Solo: Ramadhani,1982), h. 101.

22Watt, Islamic Political, h. 93.

Page 61: Berkala Kajian Konseling dan Ilmu Keagamaanconsilium.pdf · yang sangat besar bagi masyarakat, mulai dari kerugian material, psikologis, nyawa yang akan selalu membayangi kehidupan

57 | Consilium: Volume 1, Nomor 1, Juli-Desember 2013

Fakultas Dakwah dan Komunikasi IAIN Sumatera Utara

Yahudi yang telah terikat dengan perjanjian telah mulai mengadakan sikap permusuhan, namun mereka tidak berani untuk mencetuskannya.23

Ibn al-Atsir menyatakan bahwa perjanjian itu ditulis setalah Nabi tiba di Madinah sebelum perang Badr. Proses penulisan terjadi dalam dua peristiwa. Pertama , Naskah perjanjian ditulis oleh Nabi antara kaum Muhajiriin dengan kaum

Anshar di rumah Anas bin Malik. Kedua, dibuat oleh Nabi dengan melibatkan orang

Yahudi dan terjadi sebelum perang Badar.24 Kemudian naskah tersebut disatukan oleh para penulis sejarah.

1. Kelompok Suku yang tertulis dalam Teks Piagam. Penyebutan nama pada setiap pasal adalah sebagai penegasan kepada siapa

perjanjian itu dibuat, masing-masing yang terlibat disebut dalam perjanjian. Pengulangan kalimat pada pasal 3-10 yang ditujukan kepada kaum muslimin Madinah (Anshar) , karena kelompok ini memilki beberapa suku yang masing-masing disebutkan dalam piagam, bukan hanya menyebutkan kempok Anshar saja. Penegasan ini dilakukan oleh nabi karena ingin memberikan rasa tanggung jawab kepada mereka, demikian pula pada pasal 25-35 untuk kelompok Yahudi. Dengan demikian jelaslah siapa yang menjadi peserta dan siapa yang terlibat dalam piagam madinah itu.

Kasus mengenai adanya tiga suku Yahudi yang tidak termasuk dalam perjanjian tersebut, terdapat dua kemuingkinan. Pertama , karena sejak mereka

berkhianat berturut-turut, yakni qainuqa tahu 2 H sesudah perang badar, nadir 4 H

dan quraizah tahun 5 H , Nabi memerintahkan mereka meninggalkan kota Madinah

secara suka rela atau dengan paksa dan kekuatan militer mereka dihancurkan, dan mereka dicoret dari perjanjian atau piagam Madinah.25 Tindakan Nabi tersebut sebagai hukuman atas pengkhianatan mereka karena tindakan dan suversif terhadap perjanjian damai yang telah mereka sepakati.Kedua Masyarakat Arab yang tergabung

dalam kelompok Bani Nadir dan Bani Quraizah setelah terjadi peristiwa tersebut

dimasukkan ke dalam kelompok Bani Tsa„labah dan Ausallah, mereka hanya

disebut secara tersirat dalam perjanjian.26 Winsinch mengatakan mereka itu tidak

desebut secara jelas, disebut taifah yang mengikat kepada golongan Arab yang

disebut secara jelas. Walaupun tidak disebut secara jelas, dinyatakan bahwa piagam itu memuat semua penduduk dalam satu kesatuan masyarakat Madinah.

Tindakan Nabi Muhammad Saw. selaku pemimpin mengusir orang-orang Yahudi yang berbuat makar, mengkhianati perjanjian dan berbuat mungkar sudah memenuhi prosedur, yaitu dengan pendekatan persuasif, secara damai tetapi mereka melakukan perlawan. Sesuai dengan pasal 37 yang menjelaskan siapa saja yang mengkhianati perjanjian dan melakukan kejahatan, berbuat aniaya dan dosa mereka

23Haikal, Hayah, h. 137. 24Ibn al-Astir, al-Kamil fi al-Tarikh, vol. 2 (Kairo: Dar al-Sadir , 1995). h. 137. 25Ibn Hisyam, Sirah al-Nabawiyyah, vol. 2 (Kairao: Mustafa al-Babi al-Halabi, 1955), h. 219 26Watt, Muhammad Prophet and Statesman (London: Oxford University Press ,1969), h. 226-

227.

Page 62: Berkala Kajian Konseling dan Ilmu Keagamaanconsilium.pdf · yang sangat besar bagi masyarakat, mulai dari kerugian material, psikologis, nyawa yang akan selalu membayangi kehidupan

Waizul Qarni: Risalah Dakwah dan Piagam Madinah| 58

Jurusan Bimbingan Penyuluhan Islam

harus keluar dari Madinah. Jadi dalam rangka penegakan ketentuan itulah Nabi mengusir mereka dari Madinah.

Salah satu aspek dakwah yang ada dalam peristiwa ini adalah menegakkan yang ma‘ruf dan mencegah yang mungkar, sebagaimana firman Allah yang artinya: “Hendaklan ada segolonngnan umat dianatara kamu yang menyeru kepada kebajukan (ma‘ruf) dan mencegah daripada yang mungkar “.27Aplikasi ayat inilah yang ditujukkan kepada siapa saja diperintahkan agar manusia selalau berbuat baik, berbuat sesuai dengan ketentuan Allah dan Rasul Nya dan suatu yang dipandang baik menurut tradisi setemapat (al-ma‘ruf). Ketika di tengah masyarakat Madinah terjadi kemungkaran baik yang dilakukan oleh orang Islam maupun non Islam mereka harus dicegah kerena perbuatan itu berakibat merusak dan menganggu masyarakat. Nabi telah menegakkan amar ma‘ruf nahi munkar dengan melaksanakan perjanjian yang telah disepakati termasuk pengusiran terhadap tiga kelompok Yahudi di Madinah, tindakan ini adalah sah menurut hukum dan dan tidak menyalahi norma-norma yang berlaku.

Piagam Madinah yang terdiri dari 47 pasal adalah outentik dan mencakup keseluruh kelompok masyarakat yang ada di Madinah. Adapun kelompok-kelompok yang disebutkan dalam piagam tersebut adalah : kelompok muslim yang terdiri dari Muhajirin yang berasal dari quraisy, dan Anshar yaitu penduduk asli Madinah yang

mencakup : 1. Bani „Auf, 2. Bani Sa„idah, 3. Bani al-Harits, 4. Bani Jusyam, 5 Bani Najjar, 6. Bani Amr bin „Auf, 7. Bani Nabit dan, 8. Bani al-Aus, point 1-5 adalah

golong Kharaj, sedangkan 6-8 dari glongan Aws.28

Kelompok Yahudi terdiri dari Bani Auf, Bani al-Harits, Bani Sa„idah, Bani Najjar dan Banu Jusyam yang merupakan bagian dari Bani Qainuqa, Bani Tsa„labah,

orang-orang yang dekat atau sekutu-sekutu kepercayaan (bitanah), termasuk orang-

orang musyrik. Sementara orang-orang Arab yang tidak dalam suku Aus danKhajrat digolongkan ke dalam Yahudi kerna hubungan mereka yang dekat dan mereka memeluk agama Yahudi. Kelompok Yahudi dimanakan sama dengan kelompok Arab Madinah , karena mereka tinggal bersama di lingkungan Arab. Kelompok ini adalah orang-orang Yahudi yang telah terlepas dari kesukuan induk Yahudi dan mengadakan asosiasi dengan suku-suku Arab secara bervariasi. Watt menyimpulkan bahwa mereka itu adalah orang-orang Yahudi tetapi berbeda dengan tiga suku utama. Mereka dikenal dengan orang Yahudi seperti klan Arab.29 Pendapat inipun diperkuat oleh al-Samanhudi yang mengatakan, bahwa mereka termasuk kelompok

Yahudi campuran, Jumma’ min al-Yahud (mixed groups of Jews), sehingga mereka tidak

memilki afinitas (persamaan dan pertalian keturunan) kesukuan yang jelas dan terpisah dari suku utama, karena itulah mereka disebut orang-orang Yahudi seperti orang Arab.

27Q.S. Ali Imran/3: 104. 28J. Pulungan, Prinsip-prinsip Pemerintahan dalam Piagam Madinah Ditinjau dari al-Qur’an

(Jakarta: LSIK. 1995 ).h. 93

29Watt,. Ibid, h. 194.

Page 63: Berkala Kajian Konseling dan Ilmu Keagamaanconsilium.pdf · yang sangat besar bagi masyarakat, mulai dari kerugian material, psikologis, nyawa yang akan selalu membayangi kehidupan

59 | Consilium: Volume 1, Nomor 1, Juli-Desember 2013

Fakultas Dakwah dan Komunikasi IAIN Sumatera Utara

Dengan gambaran komposisi penduduk dan muatan teks terdapat kesesuaian, karena para penulis sepert Watt menyatakan bahwa dokumen tersebut dapat diterima sebagai bukti mengenai situasi politik dan sosiologis pada saat permulaan Nabi menetap di Madinah ( Watt, 19964 : 94 ). Demikian juga Winsinck menilai bahwa dokumen tersebut adalah outentik berdasarkan kandungan dan semangat yang termuat di dalamnya sesuai denngan zaman itu.30

Kedudukan Piagam, Madinah.

Bila ditinjau dari aspek dakwah bahwa piagam Madinah adalah merupakan aturan, tata tertip, atau undang-undang guna mengatur masyarakat agar dapat hidup dan terjalin hubungan yang harmonis antara masing-masing kelompok. Dalam masyarakat yang majemuk yang terdiri dari berbagai macam suku sebelum datang Nabi Muhammad Saw. sering terjadi petikaian dan konflik sosial yang berkepanjangan. Rasulullah mengatasi dan mencegah agar konflik itu tidak lagi terjadi dengan membuat kesepakan dan perjanjian tertulis. Dalam perjanjian masing-masing saling menjaga hak-haknya, tidak saling berperang serta saling membantu dalam kebaikan dan akan dikenakan sangsi umum bagi mereka yang melanggar.

Aturan tertulis itu dijadikan alat untuk mendamaikan bila terjadi perselisihan yang ditangani lansung oleh Nabi Muhammad Saw.Pada posisi ini Nabi menjadi

arbiter atau juru damai dan sekaligus manjadi hakam, memberi sangsi bagi yan

melanggar konstitusi. Piagam Madinah ini yang merukakan konstitusi keberadaanya sangat menguntungkan bagi Nabi dalam menyampaikan dakwahnya. Nabi berada

pada dua posisi yaitu pada satu sisi nabi sebagai hakam, pada sisi lainnya nabi dapat

mempraktekkan ajaran Islam secara lansung di tengah-tengah masyarakat Madinah. Piagam ini juga telah menjamin kebebasan menjalankan agama masing-masing, secara tidak lansung dakwah Nabi mendapatkan legitimasi di tengah-tengah masyarakat, hingga jalan bagi tersiarnya agama Islam menjadi terbuka lebar.

Piagam Madianah atau sahifah dapat disebut juga sebuah konstitusi atau

undang undang tertulis karena di dalamnya termuat prinsip-prinsip yang mengatur kepentingan umum untuk membentuk satu masyarakat “umat” dalam satu wadah persatuan untuk Madinah. Penyebutan piagam Madinah sebagai konstitusi dapat didekati dengan difinisi dari konstitusi itu, seperti sebagai berikut ini:

“Kostitusi merupakan prinsip-prinsip pemerintahan yang bersifat fundamental dalam suatu bangsa atau pernyataan secara tidak lansung mengenai peraturan-peraturan, intitusi-institusi dan kebiasaan-kebiasaan, baik

yang tertulis maupun tidak tertulis “. (Sahifah atau piagam Madinah juga dapat

disebut perjanjian (treaty) karena di dalamnya terdapat perjanjian damaian atau perjanjian persahabatan antara kaum Muhajirin dan Anshar dan kaum Yahudi serta sekutu-sekutu mereka.

30Ibid., h. 95

Page 64: Berkala Kajian Konseling dan Ilmu Keagamaanconsilium.pdf · yang sangat besar bagi masyarakat, mulai dari kerugian material, psikologis, nyawa yang akan selalu membayangi kehidupan

Waizul Qarni: Risalah Dakwah dan Piagam Madinah| 60

Jurusan Bimbingan Penyuluhan Islam

Sahifah disebut juga piagam atau charter karena isinya memuat pengakuan

terhadap hak-hak kebebasan beragama dan berkeyakinan, kebebasan berpendapat, prisip-prinsip keadilan untuk melindungi semua golongan. Pemahaman ini dapat dilihat dari pengertian piagam atau charter yang dikemukan oleh Yan Pramudya Puspa dalam kamus hukum “Piagam (charter) berarti persetujuan antara dua belah pihak atau lebih yang wajib ditaati ketentuan-ketentuanya, bagi pihak yang melanggar akan dikenakan sangsi.31 Piagam yang telah disepakati ini telah pula melenyapkan tradisi lextalionis dan tradisi kesukuan lainya yang tidak baik.

Piagam Madinah sebagai dokumen perjanjian persahabatan antara Muhajirin, Anshar dan Yahudi dan sekutunya dan bersama Nabi menjamin hak-hak mereka. Paiagam juga telah meletakkan kewajiban-kewajiban yang harus ditunaikan dalam kehidupan bermasyarakat yang bersifat fundamental dan mengikat. Dalam kajian ilmu politik piagam itu sebagia kunstitusi negara Islam pertama dalam piagam tidak menyebutkan Islam sebagai agama negara.

Kandungan Isi Piagam Madinah.

Zainal Abidin Ahmad telah mencoba menyimpulkan bahwa pokok piagam Madinah menjadi sepuluh pokok mendasar yaitu:

1. Menyatakan negara baru (negara Islam) dengan warga negara ( umat yang satu ) yang terdiri dari kaum Muhajirin, Anshar dan penduduk asli lainya danYahudi.

2. Mengakui hak-hak asasi dan menjamin keamanan dari segala pembunuhan dan kejahatan.

3. Menghidupkan semangat kesetian dan persatuan dikalangan umat beragama. 4. Mengatur masyarakat solider disetiap warga negara yang bermacam agama dan

suku bangsa. 5. Mempertahankan hak-hak minoritas, yaitu kaum Yahudi yang menjadi warga

negara. 6. Menetapkan tugas bagi setiap warga negara, baik mengenai ketaatan dan

kesetiaan maupun mengenai keuangan. 7. Mengumumkan daerah negara dengan Madinah sebagi pusat ibu kota. 8. Menetapkan Nabi Muhammad Saw. sebagai kepala negara yang memegang

pimpinan dan menyelesaikan segala soal. 9. Menyatakan politik perdamaian terhadap segala orang dan negara. 10. Menetapkan sangsi bagi orang-orang yang tidak setia kepada piagam ini serta

akhirnya memohon taufiq dan perlindungan dari Tuhan terhadap nergara baru ini.32

Para ahli baik sejarah maupun politik pada umum dalam melihat kandungan piagam Madinah melihat dari aspek-aspek politinya dan sebagai konstitusi negara dengan porsi yang lebih besar. Padahal sesunggahnya terdapat aspek lain yang juga

31Yan Prmugya, Kamus Hukum, (Semarang: Aneka Ilmu. 1974 ) h. 1974 : 210. 32Zainal Abidin, Piagam Nabi Muihamamd Saw. Kostitusi Negara yang Pertama di Dunia (Jakarta:

Bulan Bintang. 1973).h. 78-79.

Page 65: Berkala Kajian Konseling dan Ilmu Keagamaanconsilium.pdf · yang sangat besar bagi masyarakat, mulai dari kerugian material, psikologis, nyawa yang akan selalu membayangi kehidupan

61 | Consilium: Volume 1, Nomor 1, Juli-Desember 2013

Fakultas Dakwah dan Komunikasi IAIN Sumatera Utara

tidak kalah pentingnya yaitu aspek dakwah. Piagam Madinah sebenarnya telah memuat prunsip-prinsip yang mendukung penyampaian dakwah. Islam guna mewujudkan masyarakat yang Islami.Prinsip-prinsip yang mengatur atau yang mendukung pelaksnaan dakwah nabi adalah sebagai berikut :

1. Pengakuan terhadap Nabi Muhammad Saw. sebagai utusan Allah. 2. Kebebasan mengamalkan agama dan menyiarkannya. 3. Toleransi antar umat beragama, 4. Tolong menolong dalam hidup bertetangga dan bermasyarakat. 5. Persamaan hak dan kewajiban bagi semua golongan dan bersatu dalam

menegakkan keamanan. 6. Menegakan perdamaian dan musyawarah. 7. Menegakkan hukum dan keadilan. 8. Saling menasehati dalam kebenaran dan amar ma‘ruf nahi munkar . 9. Mewujudkan satu umat.

Kesembilan prinsip di atas merupakan satu upaya menciptakan masyarakat

yang majemuk menjadi masyarakat yang bersatu ummah al-wahidah dalam satu

komando di bawah pimpinan Rasulullah Saw.

Penutup

Risalah dakwah yang dibawa Rasulullah Saw. yang diturunkan di Makah dalam penyebaranya mendapat hambatan yang sangat kuat, karena tradisi Jahiliah telah merekat kuat pada suku qaraisy Makkah. Dakwah yang disampaikan Rasulullah adalah untuk seluruh umat manusia dan kesalamatan bagi seluruh alam, namun berbenturan dengan kebiasaan dan tradisi Arab Jahiliah. Akibat itu pada awal pengembangah risalah dakwah di Makah terhambat dan hanya memperoleh pengikut sangat sedikit. Madinah adalah lahan yang subur untuk perkembangan Risalah dakwah Islamiyah. Hijrah dari Makkah ke Madinah adalah sebuah proses yang panjang, setelah adanya jaminan dari berbagai suku di Madinah yang akan melindungi Rasulullah dan sahabat dan dilakukan setelah turun perintah dari Allah. Di Madinah Nabi Muhammad Saw. telah melukukan berbagai kegiatan yang dapat medatangkan keamanan dan kedamaian juga menyebarkan risalah dakwah.

Salah satu usaha besar yang beliau lakukan adalah membuat perjanjian damai dan persahabatan antara kaum Muhajirin dan Anshar dan penduduk asli lainya termasuk Yahudi. Perjajian damai itulah yang disebut piagam Madinah yang dijadikan sebagai pegangan bagi semua kelompok di Madinah untuk dapat hidup secara damai dalam satu kesatuan masyarakat Madinah. Dengan piagam itu Nabi dapat memberikan sangsi dan hukum bagi mereka yang melanggar kesepakatan yang telah dibuat. Satu sisi yang sangat penting dari piagam Madinah itu adalah sebagai upaya memberi legitimasi bagi kepemimpinan Nabi Muhammad sebagai pimpinan negara. Piagam Madinah ini pula dapat mempermudah penyebaran risalah Islam karena disepakti adanya kebebsan menjalankan agama dan menyebarkanya. Akhirnya Islam berkembang dan tersebar keseluruh jazirah Arab dengan Madinah sebagai pusat kegiatan.[]

Page 66: Berkala Kajian Konseling dan Ilmu Keagamaanconsilium.pdf · yang sangat besar bagi masyarakat, mulai dari kerugian material, psikologis, nyawa yang akan selalu membayangi kehidupan

Nurdiani: Corak Teologi dan Etos Kerja | 62

Jurusan Bimbingan Penyuluhan Islam

Corak Teologi dan Etos Kerja Masyarakat Muslim Jawa Kota Medan

Oleh: Nurdiani Fakultas Agama Islam, Universitas Islam Sumatera Utara

[email protected]

Abstraksi Tulisan ini dilakukan untuk menemukan jawaban tentang corak-corak teologi dan pengeruhnya terhadap etos kerja masyarakat Jawa Kota Medan. Dalam melakukan penelitian ini digunakan metode kualitatif yang bertujuan untuk menemukan teori dari lapangan dengan pendekatan sosial antropologis yang mencakup tentang corak teologi masyarakat suatu etnis tertentu. Hasil penelitian ini menemukan sedikitnya ada 3 (tiga) bentuk corak teologi masyarakat Jawa Kota Medan, yaitu a) Semua Telah ditentukan Tuhan b) Manusia Menentukan Nasibnya dan c) Manusia harus Berusaha Optimal. Dari ketiga corak ini sepenuhnya dipengaruhi oleh pengalaman kehidupan masyarakatnya. Artinya, pengalaman yang marginal memberi pengaruh pada rendahnya etos kerja dan sebaliknya pengalaman kehidupan yang baik, memberi pengaruh pula pada corak teologi masyarakatnya. Dari ketiga corak teologi ini memiki pengaruh terhadap tinggi rendahnya etos kerjasama masyarakat. Bagi sebagian kalangan masyarakat lainnya yang menganut corak teologi manusia menentukan nasibnya cenderung memiliki etos kerja yang lebih tinggi dan corak teologi manusia harus berusaha optimal cenderung lebih rendah disbanding corak teologi manusia menentukan nasibnya dan lebih tinggi dari corak teologi semua telah ditentukan Tuhan.

Kata Kunci: Corak Teologi, Etos Kerja, Masyarakat Muslim dan Kota Medan Pendahuluan

eologi merupakan suatu hal yang sangat penting bagi umat beragama, terutama Islam sebab teologi merupakan ilmu yang berkaitan langsung dengan bagaimana cara manusia untuk memaknai dan

menginterpretasikan Tuhan dalam kehidupan manusia.1 Untuk itu, sebagaimana manusia dalam tataran antropologi merupakan makhluk yang tidak bisa memisahkan diri dengan Tuhan dalam makna menghadirkan Tuhan dalam kehidupan.

Signifikansi teologi ini bagi kehidupan karena menempati Tuhan merupakan entititas yang paling pertama dan utama dalam agama. Sedangkan manusia menurut fitrahnya tidak bisa melepaskan ikatan agama karena manusia juga merupakan makhluk agama (homo religius) yang selalu saja membutuhkaan kesadaran tentang hal yang gaib dalam kehidupan yang juga merupakan inti dari bagian teologi itu sendiri.

Teologi mencakup pada pemaknaan luas segala hal yang berkaitan dengan Tuhan, baik itu tentang keadilan, takdir dan eksistensi sepenuhnya memberi pengaruh dalam implementasi kehidupan. Dalam hal ini, menurut Daud Rasyid:2

1Tsuroya Kiswati, al-Juwaini: Peletak Dasar Teologi (Jakarta: Erlangga, 2008), h. 1. 2Daud Rasyid, Islam dalam Berbagai Dimensi (Jakarta: Gema Insani Press, 1998), h. 18.

T

Page 67: Berkala Kajian Konseling dan Ilmu Keagamaanconsilium.pdf · yang sangat besar bagi masyarakat, mulai dari kerugian material, psikologis, nyawa yang akan selalu membayangi kehidupan

63 | Consilium: Volume 1, Nomor 1, Juli-Desember 2013

Fakultas Dakwah dan Komunikasi IAIN Sumatera Utara

Barangkali jelaslah bahwa tuntutan teologi mencakup seluruh sektor dalam kehidupan setiap muslim. Berpangkal dari hati, sesuatu yang paling tersembunyi, tapi sesungguhnya merupakan ini, karena dialah yang memotivasi seluruh aktifitas dan gerakan manusia. Kemudian, diterjemahkan

dengan perkataan, tingkah laku, sikap (sulk), visi (wijhah al-nazar), pola pikir

dan orientasi (ittijah) dan lain sebagainya. Berdasarkan penjelasan di atas jelas terlihat bahwa corak teologi memberi

pengaruh dalam kehidupan sebab corak teologi secara langsung ataupun tidak mempengaruhi dalam menginterpretasikan tentang segala hal yang berkaitan dengan kehidupan. Karena memang teologi menjadi sumber utama dalam menentukan perilaku, termasuk juga bekerja dalam memenuhi kebutuhan kehidupan.

Dalam tatapan corak teologi misalnya dapat disebut masyarakat yang memiliki kecenderungan pada teologi qadariyah lebih tinggi etos kerjanya sebab penempatkan usaha manusia di atas segalanya maka etos kerjanya lebih ditekankan pada optimalisasi potensi manusia. Sebaliknya, masyarakat yang cenderung memiliki corak teologi jabariyah—mungkin—akan lebih rendah etos kerjanya karena—sebagaimana corak teologi ini lebih bermakna “serba Tuhan”—menempatkan Tuhan di atas segalanya dan potensi manusia sangat kecil.3 Berdasarkan pengamatan di lapangan masyarakat Jawa umumnya dapat disebut jauh lebih tinggi etos kerjanya, apabila dibanding masyarakat suku lainnya. Asumsinya, tinggi etos kerja masyarakat jawa ini dipengaruhi corak teologi yang dianut masyatakatnya sebagaimana yang disebut sebelumnya. Untuk itu, penting dilakukan penelitian tentang pengaruh corak teologi terhadap etos kerja masyarakat jawa muslim di Kota Medan untuk membuktikan apakah corak teologi memberi pengaruh pada etos kerja atau tidak. Untuk memudahkan pengkajian ini maka penulis akan membatasinya pada dua hal, yaitu1) bentuk corak teologi masyarakat Jawa Kota Medan dan pengaruh corak teologi terhadap etos kerja masyarakat Jawa Kota Medan. Corak Teologi dan Etos Kerja

Berdasarkan penelitian yang penulis lakukan setidaknya menemukan gambaran tentang pengaruh corak teologi terhadap etos kerja masyarakat Jawa Kota Medan. Dalam temuan penelitian ini penulis akan menyajikan terlebih dahulu tentang corak-corak teologi masyarakat Jawa yang diketahui dengan mengajukan beberapa pertanyaan yang berkaitan khusus dengan tema utama penelitian ini. Hasil dari pertanyaan yang diajukan inilah yang menjadi klasifikasi corak-corak teologi masyarakat Jawa Kota Medan berdasarkan kecenderungannya masing-masing.

Dapat disebutkan bahwa secara umum jawaban yang diberikan responden paling tidak memiliki kedekataan dengan corak-corak teologi yang dikenal secara populer dalam khazanah studi teologi Islam. Untuk itu, temuan penelitian ini akan dilihat dalam kerangka corak-corak teologi tersebut, hal ini dimaksudkan untuk memudahkan dalam memetakan corak-corak teologi yang dianut oleh masyarakat

3Masyharuddin, Aplikasi Konsep Qadariyah dan Jabariyah dalam Kehidupan, dalam M.

Amin Syukur, ed, Teologi Islam Terapana: Upaya Antipatif terhadap Hedonisme Kehidupan Modern (Solo: Tiga Serangkai, 2003), h. 132.

Page 68: Berkala Kajian Konseling dan Ilmu Keagamaanconsilium.pdf · yang sangat besar bagi masyarakat, mulai dari kerugian material, psikologis, nyawa yang akan selalu membayangi kehidupan

Nurdiani: Corak Teologi dan Etos Kerja | 64

Jurusan Bimbingan Penyuluhan Islam

jawa Kota Medan. Karena memang selain memiliki kedekatan dengan peta corak teologi yang ada maka dimaksudkan juga sebagai upaya untuk menegaskan kecenderungan corak teologi yang dianut masyarakat Jawa Kota Medan tersebut. 1. Bentuk-Bentuk Corak Teologi

Sebagaimana telah dikemukan sebelumnya bahwa corak-corak teologi yang dimaksudkan dalam penelitian ini dilihat dalam kerangka corak-corak teologi yang dianggap mapan dalam studi teologi Islam. Temuan-temuan yang dapat dikemukan di sini yang berkaitan dengan corak-corak teologi masyarakat Jawa Kota Medan sebenarnya adalah repsentasi dari corak teologi yang ada dalam studi teologi. Berkaitan dengan ini setidaknya temuan-temuan tentang corak teologi masyarakat Jawa Kota Medan dapat diklasifikasikan pada 3 (tiga) kategori umum. a) Semua Telah ditentukan Tuhan

Berdasarkan temuan yang penulis dapatkan bahwa ternyata bagi sebagian besar mayarakat Jawa Kota Medan memiliki corak pandangan teologi yang menegaskan bahwa semua yang ada di dunia ini telah ditentukan Tuhan keberadaannya, termasuk juga dalam menentukan masalah kehidupan seperti persoalan kaya dan miskin juga sepenuhnya ditentukan Tuhan, sebab manusia tidak memiliki kekuasaan sedikitpun, Tuhan lah yang menentukan nasib manusia untuk menjadi kaya atau miskin dengan jalan yang ditentukan oleh Tuhan sendiri.

Corak pandangan teologi yang mengatakan bahwa semua telah ditentukan Tuhan tampaknya dipengaruhi cara pandangan kehidupan yang apatis, sebab bahwa pandangan yang menegaskan semua telah ditentukan Tuhan jelas menunjukkan bahwa upaya untuk mencari kehidupan yang lebih baik dari sebelumnya merupakan sebuah upaya yang tidak menjadi prioritas kelompok masyarakat Jawa Kota Medan ini. Hal ini tentu saja diperkuat dengan adanya sikap yang pasrah dengan keadaan yang ada masyarakat. Artinya, puas dengan dengan keadaan kehidupan, walaupun dari sisi status sosial bisa disebut sebagai kelompok bawah. Corak pandangan teologi ini secara teoritis dapat disebut—dalam pemaknaan yang longgar—mendekati pandangan kelompok aliran teologi Jabariyah, sebab dalam pandangan kelompok ini bahwa ada semacam kenyakinan bahwa sebagaimana yang disebut Wahyuddin “…. kehendak dan perbuatan manusia sudah ditentukan Tuhan. Jadi, manusia dalam hal ini tak ubahnya seperti wayang. Ikhtiar dan doa yang dilakukan manusia tidak ada gunanya”.4 Berdasarkan penegasan ini dapat dikatakan bahwa pandangan yang menyebutan semua telah ditentukan Tuhan, jelas menempatkan Tuhan di atas segalanya dan manusia tidak memiliki kekuasaan sama sekali. Pandangan sebagian masyarakat Jawa Kota Medan yang berpandangan bahwa semua telah ditentukan Tuhan, setidaknya dapat ditegaskan berdasarkan pandangan yang dikemukan masyarakat Jawa yang direpresentasikan dari hasil jawaban yang menegaskan. Semuanya Tuhan mengatur, mau kaya, mau miskin Tuhan juga mengatur dengan jalan masing-masing. Manusia mana ada daya upayanya, tapi tetap jugalah kita harus terus berusaha seperlunya.5

4Wahyuddin, et.al, Pendidikan Agama Islam untuk Perguruan Tinggi (Jakarta: Grasindo, 2002),

h. 30. 5Wawancara Tanggal 4 Maret 2010.

Page 69: Berkala Kajian Konseling dan Ilmu Keagamaanconsilium.pdf · yang sangat besar bagi masyarakat, mulai dari kerugian material, psikologis, nyawa yang akan selalu membayangi kehidupan

65 | Consilium: Volume 1, Nomor 1, Juli-Desember 2013

Fakultas Dakwah dan Komunikasi IAIN Sumatera Utara

Berdasarkan hasil corak pandangan teologi yang dikemukakan di atas jelas terlihat bahwa Tuhan ditempatkan di atas segalanya, sebab peran manusia hampir sama sekali dinihilkan. Akan tetapi, dari corak teologi yang dikemukan ini juga dapat diketahui bahwa manusia juga harus tetap berusaha seperlunya menunjukkan bahwa manusia juga harus memiliki kemampuan dalam upaya menunjung kehidupannya, terutama dalam masalah memenuhi kebutuhan sandang dan pangan, tanpa upaya ini manusia tidak akan pernah mampu mencapai tujuan hidupnya. Kelompok masyarakat Jawa Kota Medan yang menyakini bahwa Tuhan yang telah menentukan semunya, apabila ingin dikelompok berdasarkan struktur masyarakat adalah kelompok masyarakat kelas bawah yang berprofesi lebih banyak pada sektor jasa. Misalanya seperti buruh bangunan, tukang becak, dan lainnya. Tampaknya, corak teologi yang dianut masyarakat Jawa Kota Medan ini juga dipengaruhi oleh pengalaman kehidupannya yang selalu berada pada level marginal. Artinya, segala kebijakan dalam kehidupan hampir tidak pernah mempertimbangkan kelompok ini sehingga kelompok ini justeru sering menjadi korban dari segala kepentingan kelompok masyarakat menengah atas. b) Manusia Menentukan Nasibnya

Berbeda dengan corak teologi yang pertama, sebagian kelompok masyarakat Jawa Kota Medan lainnya justeru memiliki corak pandangan teologi yang menempatkan manusia yang menentukan nasibnya. Corak teologi ini—sebagaimana corak yang pertama—juga merupakan bagian dari repsentasi dari pandangan teologi yang dikenal dalam sejarah Islam. Corak teologi yang menempatkan manusia yang menempatkan nasibnya jelas merupakan penegakan pada optimalisasi peran manusia di atas segalanya, termasuk dalam menentukan nasibnya.

Corak teologi yang menempatkan manusia sebagai penentu nasibnya, jelas merupakan bentuk dari teologi yang bersifat dinamis, sebab ada upaya pengembangan potensi manusia di dalamnya. Corak teologi ini dalam teologi Islam klasik bisa disebut sangat dekat dengan corak teologi kelompok Qadariyah. Teologi Qadariyah ini menurut Masyaharuddin adalah “… bahwa manusia mempunyai kebebasan penuh untuk menciptakan perbuatan-perbuatannya dalam menjalani hidup di dunia ini. Persoalan manusia bebas atau tidak bebas dalam menciptakan perbuatan yang dilakukanya pada dasarnya berkaitan dengan soal qada’ dan qadar Tuhan”.6

Berdasarkan penjelasan yang dikemukan Masyharuddin jelas terlihat corak teologi yang menempatkan manusia di atas kekuasaan Tuhan, bahwa manusia memiliki kebebasan dalam melaksanakan apa yang ia inginkan. Corak teologi ini juga dipengaruhi oleh pengalaman kehidupan yang semuanya serba kompetitif. Artinya, pengalaman kehidupan yang sepenuhnya melibatkan kehidupan yang serba bersaing, siapa yang mampu mempertahankan diri dari segala bentuk kenyataan hidup maka ia lah yang akan menjadi pemenang, termasuk dalam wilayah mencari kebutuhan hidup.

6Masyharuddin, Aplikasi Konsep Qadariyah dan Jabariyah dalam Kehidupan, dalam M.

Amin Syukur, ed, Teologi Islam Terapana: Upaya Antipatif terhadap Hedonisme Kehidupan Modern (Solo: Tiga Serangkai, 2003), h. 128.

Page 70: Berkala Kajian Konseling dan Ilmu Keagamaanconsilium.pdf · yang sangat besar bagi masyarakat, mulai dari kerugian material, psikologis, nyawa yang akan selalu membayangi kehidupan

Nurdiani: Corak Teologi dan Etos Kerja | 66

Jurusan Bimbingan Penyuluhan Islam

Corak teologi bahwa manusia yang menentukan nasibnya dibentuk oleh cara pandang bahwa Tuhan telah memberikan potensi akal kepada manusia. Maka dengan akal itulah manusia menjalankan kehidupannya, termasuk menentukan pilihan hidup. Selain itu, tampaknya pandangan ini juga dijustifikasi dengan adanya doktrin agama yang mengajarkan bahwa “Tuhan tidak akan merubah nasib suatu kaum, kecuali kaum itu sendiri yang merubahnya”.7 Karena memang dalam kenyataan hidup tidak ada seorang manusia pun yang mampu meraih kesuksesan hidup tanpa dilalui dengan perjuangan dan usaha yang maksimal pula.

Untuk mengetahui secara jelas tentang corak teologi yang menegaskan manusia yang menentukan nasibnya. Berikut ini akan disajikan hasil wawancara yang dapat disebut mengawakili corak teologi masyarakat jawa Kota Medan.

Ya, kalo mau sukses, usaha dong! Tak ada orang sukses yang tak berusaha. Nasib manusia ditentukan dirinya sendiri, kalo kita malas-malas hasilnya ya malas juga, kalo kita rajin ya hasilkan baik, tapi tetap lah berdoa supaya Tuhan mengabulkan.8

Berdasarkan hasil yang dikemukan di atas jelas terlihat bahwa corak teologi masyarakat jawa Kota Medan yang menegaskan manusia yang menentukan nasibnya menunjukkan bahwa manusia seharusnya mampu berusaha maksimal. Inilah yang disebut dengan kedekatan atau paling tidak kesamaan corak teologi qadariyah yang disebut sebelumnya menempatkan manusia di atas segalanya, yang merupakan lawan dari corak teologi jabariyah yang menempatkan posisi manusia “terpaksa” dalam melakukan segala sesuatunya. Namun, menarik juga untuk ditambahkan adanya penegasan bahwa tetaplah berdoa supaya Tuhan mengabulkan memberi implikasi lain bahwa corak teologi ini tidak sepenuhnya bersesuai dengan corak pandangan teologi qadariyah, sebab penempatan upaya untuk menyerahkan diri kepada Tuhan jelas merupakan sesuatu yang sangat berbeda dengan corak teologi qadariyah yang meyakini sepenuhnya manusia yang menentukan nasibnya. Dari sisi struktur sosial kelompok ini adalah umumnya mereka yang berbasis menengah ke atas dari sisi ekonomi. Struktur sosial ini jelas menunjukkan bahwa kelompok ini adalah mereka-mereka yang percaya pada kekuatan potensi diri maka menempatkan segala sesuatunya pada potensi manusia. Jika dikaitkan dengan etos kerja sangat mungkin sekali kalau kelompok ini lebih energik dibanding kelompok yang pertama. Akan tetapi, corak teologi ini juga mendekatkan manusia pada pandangan tidak perlunya Tuhan dalam kehidupan manusia. c) Manusia harus Berusaha Optimal

Tidak jauh berbeda dengan corak teologi yang dikemukan sebelumnya, corak pandangan teologi ketiga yang diyakini masyarakat Jawa Kota Medan adalah bahwa manusia harus berusaha optimal, tapi Tuhan juga yang menentukannya. Corak teologi ini tampaknya dipengaruhi kecenderungan moderasi teologi yang berkembang di kalangan masyarakat, khususunya masyarakat Islam di Indonesia yang meyakini bahwa manusia harus berusaha maksimal, tapi sepenuhnya Tuhan juga yang menentukannya.

7Wawancara Tanggal 4 Maret 2010. 8Wawancara Tanggal 4 Maret 2010.

Page 71: Berkala Kajian Konseling dan Ilmu Keagamaanconsilium.pdf · yang sangat besar bagi masyarakat, mulai dari kerugian material, psikologis, nyawa yang akan selalu membayangi kehidupan

67 | Consilium: Volume 1, Nomor 1, Juli-Desember 2013

Fakultas Dakwah dan Komunikasi IAIN Sumatera Utara

Corak teologi yang ketiga ini apabila ingin dikaitkan dengan teologi yang berkembangan dalam sejarah Islam—mungkin—lebih tepat disandingkan dengan teologi yang diyakini kelompok asy’ariyah. Corak teologi asya’ariyah adalah bentuk moderat dari corak teologi yang “serba” Tuhan dan “serba” manusia. Menurut Harun Nasution corak teologi Asy’ariyah ini adalah Tuhan pencipta perbuatan manusia, sedangkan manusia sendiri yang mengupayakannya (muktasib). Hanya Tuhan-lah yang mampu menciptakan segala sesuatu (termasuk keinginan manusia).9 Berdasarkan penegasan yang dikemukan Harun Nasution jelas terlihat bahwa corak teologi Asyariyah menempatkan manusia sebagai pengupaya atau pelaksana semata. Apabila dikaitkan dengan corak teologi yang telah dikemukan sebenarnya corak teologi ini dekat dengan corak teologi yang pertama, sebab manusia ditempatkan sebagai sesuatu pelaksana semata. Namun, harus diakui bahwa secara umum justeru corak teologi ini lah yang berkembang di kawasan Indonesia atau Asia Tenggara secara umumnya. Tidak terlalu mengherankan kalau corak teologi ini banyak ditemukan di kalangan masyarakat, sebab memang corak teologi ini merupakan teologi resmi yang diyakini sebagian besar masyarakat. Bahkan, tidak tanggung-tanggung sebagian kalangan organisasi keagamaan justeru menempatkan corak teologi ini sebagai bagian dari kecenderungan teologi. Untuk memudahkan penjelasan tentang ini maka berikut ini akan dikutipkan jawaban yang dikemukan sebagian merupakan jawaban dari repsentasi yang dikemukan oleh sebagian besar masyarakat jawa Kota Medan. Berikut ini hasil jawaban yang dikemukan:

… kita wajib berusaha semampu kita, tapi tetaplah harus berdoa, dan menyerahkan semuanya kepada Tuhan. Karena manusia tugasnya hanya berusaha, hasilnya Tuhan yang menentukan.10 Berdasarkan pemaparan yang dikemukan di sini jelas terlihat bahwa bahwa

corak pandangan teologi sebagian besar masyarakat ini menempatkan manusia sebagai pelaku semata dan Tuhan sebagai penentu segalanya. Kenyataan yang dikemukan di sini jelas memberi implikasi bahwa secara teologis masyarakat Jawa Kecamatan Medan Denai menempatkan bahwa potensi manusia sepenuhnya ditentukan Tuhan.

Dari sisi struktur sosial kelompok yang memiliki kecenderungan yang dekat dengan teologi Asyariah ini adalah mereka-mereka yang memiliki status sosial menengah ke bawah. Kelompok ini adalah umumnya mereka yang memiliki profesi sebagai pegawai, pedagang, petani, dan sejenisnya. Klasifikasi sosial ini menunjukkan bahwa kelompok ini adalah mereka yang jauh dari kekuasaan politik sehingga persepsi corak teologinya dipengaruhi oleh sudut pandangan yang mendekati apatis, tetapi tetap saja upaya untuk mewujudkan optimalisasi peran manusia dilakukan sebagaimana mestinya. 2. Pengaruh Corak Teologi Terhadap Etos Kerja Masyarakat

Setelah memaparkan corak-corak teologi yang dianut masyarakat Jawa Kota Medan maka berikut ini penulis akan melihat pengaruhnya terhadap etos kerja.

9Harun Nasution, Teologi Islam: Aliran-Aliran, Sejarah dan Analisa Perbandingan (Jakarta: UI, 1986), h. 75.

10Wawancara Tanggal 4 Maret 2010.

Page 72: Berkala Kajian Konseling dan Ilmu Keagamaanconsilium.pdf · yang sangat besar bagi masyarakat, mulai dari kerugian material, psikologis, nyawa yang akan selalu membayangi kehidupan

Nurdiani: Corak Teologi dan Etos Kerja | 68

Jurusan Bimbingan Penyuluhan Islam

Dalam upaya melihat pengaruh ini akan dijelaskan kembali corak-corak teologi masyarakat, yang kemudian dilihat pengaruh dari kecenderungan yang membentuknya dalam etos kerja masyarakat Jawa Kota Medan tersebut. a) Semua telah ditentukan Tuhan

Corak teologi yang mengatakan bahwa semua telah ditentukan Tuhan jelas secara implisit mengisyaratkan bahwa persoalan pekerjaan adalah termasuk persoalan yang telah diatur oleh Tuhan. Corak teologi jelas menunjukkan sikap yang statis dalam masalah pekerjaan, sebab corak teologi yang menempatkan semua telah ditentukan Tuhan jelas menunjukkan bahwa persoalan pekerjaan sebenarnya adalah sesuatu yang telah ditentukan Tuhan.

Dapat ditegaskan bahwa konsekuensi dari corak teologi semua telah ditentukan Tuhan adalah etos kerja sangatlah rendah, sebab corak teologi yang seperti merupakan bentuk dari pengingkaran terhadap potensi yang ada di dalam diri manusia. Tampaknya, sebagaimana yang disebut sebelumnya bahwa pengalaman kehidupan juga merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari pembentuk corak teologi ini, sebab pengalaman kehidupan yang selalu berada di wilayah marginal dari sisi profesi jelas membentuk pandangan terhadap corak teologi yang cenderung statis dalam melihat kehidupan.

Dalam hal etos kerja corak teologi ini jelas berpengaruh sekali, hal ini dapat dilihat dari pandangan yang dikemukan responden yang menengaskan.

Pekerjaan jadi tukang becak, ya. Memang sudah takdir Tuhan. Kita mau mengapai lagi, kita jalani saja lah, tapi tetap lah harus berusaha untuk menjadi lebih baik. Kalau Tuhan mau merubah kita, ya kita dikasinya jalan yang lain lah!11 Berdasarkan hasil jawaban yang dikemukan kelompok masyarakat Jawa ini

jelas terlihat bahwa corak teologi yang menempatkan semua telah diatur Tuhan memberi konsekuensi terhadap sikap statis pada kehidupan. Berdasarkan pandangan umum kecenderungan corak pandangan ini tampaknya juga dipengaruhi oleh latar belakang rendahnya pendidikan, yang kemudian diperkuat lagi sedikitnya pengalaman atau pergaulan di tengah masyarakat sehingga tidak terlalu mengherankan kalau cenderung bersifat apatis terhadap kehidupan. b) Manusia yang menentukan Nasibnya

Berdasarkan pemaparan sebelumnya dapat dijelaskan bahwa kecenderungan corak teologi yang menempatkan manusia yang menentukan nasibnya. Jelas memberi porsi tersendiri bagi optimalisasi peran manusia dalam kehidupan, termasuk dalam wilayah pekerjaan. Artinya, ada kecenderungan kalau kelompok ini memiliki etos kerja yang baik, sebab dipengaruhi cara pandangan kehidupan yang sepenuhnya bergantung pada kemampuan manusia dalam menentukan nasibnya.

Corak teologi paling tidak menegaskan bahwa dalam masalah pekerjaan manusia harus melakukannya semaksimalnya, sebab tanpa ada upaya yang serius maka tidak akan pernah memberikan hasil yang maksimal pula dalam kehidupan. Untuk itu, upaya yang maksimal akan menghasilkan sesuatu hasil yang maksimal pula. Sebaliknya, usaha yang kurang atau tidak maksimal akan memberikan hasil yang tidak maksimal.

11Wawancara Tanggal 11 Maret 2010.

Page 73: Berkala Kajian Konseling dan Ilmu Keagamaanconsilium.pdf · yang sangat besar bagi masyarakat, mulai dari kerugian material, psikologis, nyawa yang akan selalu membayangi kehidupan

69 | Consilium: Volume 1, Nomor 1, Juli-Desember 2013

Fakultas Dakwah dan Komunikasi IAIN Sumatera Utara

Berdasarkan kecenderungan corak teologi ini umumnya dapat disebut bahwa etos kerja kelompok kedua ini jauh lebih baik, apabila disbanding yang pertama, sebab bagi kelompok ini semua ditentukan oleh usaha dan upaya manusia itu sendiri, apabila manusia mau berusaha yang maksimal maka akan menghasilkan yang maksimal pula. Dalam pandangan kelompok ini nasib manusa sepenuhnya ditentukan oleh manusia itu sendiri, sebab Tuhan telah memberikan potensi bagi manusia maka tugas manusialah untuk mengoptimalkannya sebaik mungkin.

Pandangan inis setidaknya dapat dipertegas dengan hasil jawaban yang dikemukan responden yang mengatakan:

Kalo tak kerja, ya tak makan lah. Nasib kita, kita lah yang menentukannya. Mana rezeki turun dari langit, kalau mau punya duit, ya kerja lah, kerja apa saja boleh yang penting halal.12

Hasil jawaban yang dikemukan di atas jelas menunjukkan bahwa corak teologi yang dianut kelompok masyarakat ini menempatkan manusia di atas segalanya dalam menentukan nasib manusia. Pandangan ini jelas memberi konsekuensi logis pada maksimalisasi etos kerja dalam kehidupan, sebab penempatan manusia sebagai sumber utama juga mengindikasi bahwa kelompok masyarakat ini adalah mereka-mereka yang ambisius dengan pekerjaannya. Kalaupun yang disebut sisi lain dari corak pandangan ini sangat mendekatkan pada prilaku yang cenderung menghalalkan segala cara, sebab ambisiusitas terhadap pekerjaan menjadi pendorong dalam melakukan segala hal, termasuk—mungkin—hal yang negatif. c) Manusia harus Berusaha optimal

Corak teologi ketiga yang dianut kelompok masyarakat Jawa Kota Medan ini mungkin dapat disebut sebagai corak teologi mederat dari pandangan yang pertama dan kedua, sebab pandangan ini menempatkan posisi bahwa manusia harus berusaha secara optimal dan menyerahkan hasilnya kepada Tuhan. Sebagaimana corak teologi yang disebut sebelumnya pandangan ini juga memberi pengaruh tersendiri dalam upaya menumbuhkan etos kerja. Karena memang penempatan manusia sebagai makhluk yang harus berusaha maksimal jelas memberi indikasi pada munculnya etos kerja yang cukup baik bagi masyarakat.

Berdasarkan pemaparan yang telah dikemukan sebelumnya, corak teologi yang ketika memiliki kedekatan dengan corak teologi yang kedua, yaitu tentang optimalisasi peran manusia dalam menentukan nasibnya. Namun, tetap saja keduanya berbeda dalam menginterpretasikan posisi Tuhan dalam menentukan nasib manusia, walaupun di muka disebutkan bahwa kelompok yang kedua ini—yang mewakili bahwa Tuhan juga memiliki peran tersendiri dalam menentukan nasib manusia—tetapi konsekensinya dalam ranah pekerjaan justeru hampir tidak terlihat sama sekali.

Sedangkan corak teologi ketiga ini lebih sedikit moderasi dalam menentukan porsi Tuhan dalam menentukan nasib manusia, sebab dalam pandangan corak teologi yang ketiga ini manusia hanya harus berusaha semaksimalnya, sedangkan yang menentukan hasil sepenuhnya adalah Tuhan. Demikian juga halnya, walaupun di muka disebut bahwa kelompok ini juga memiliki kedekatan dengan corak teologi

12Wawancara Tanggal 11 Maret 2010.

Page 74: Berkala Kajian Konseling dan Ilmu Keagamaanconsilium.pdf · yang sangat besar bagi masyarakat, mulai dari kerugian material, psikologis, nyawa yang akan selalu membayangi kehidupan

Nurdiani: Corak Teologi dan Etos Kerja | 70

Jurusan Bimbingan Penyuluhan Islam

pertama—semua telah ditentukan Tuhan—dalam hal penentuan semuanya hanya ditentukan Tuhan.

Namun, tampaknya dalam masalah etos kerja kelompok terakhir justeru memiliki kedekatan dengan kelompok kedua yang juga memiliki etos kerja yang dapat disebut cukup baik, tetapi tetap saja lebih rendah disbanding dengan corak teologi kedua. Untuk memudahkan penjelasan yang dikemukan maka berikut ini akan disajikan hasil wawancara yang penulis lakukan, hasil wawancara ini dapat disebut dapat mewakili pandangan sebagian kelompok masyarakat Jawa Kota Medan.

Bekerja lah dengan sebaiknya, tapi jangan memaksakan diri. Kerena apapun yang kita kerjakan Tuhan jua yang menentukan, kalo pun kita sudah berusaha sekuatnya, tapi kalo Tuhan tidak mengizinkan, ya tak jadi juga.13

Berdasarkan hasil jawaban yang dikemukan responden di atas jelas terlihat bahwa optimasilasi etos kerja kelompok ini jauh lebih rendah apabila disbanding kelompok kedua, sebab bagi kelompok ini manusia hanya sebatas melaksanakan tugas, tetapi semuanya Tuhan lah yang menentukannya. Corak teologi ini mengindikasikan akan pentingnya penyerahan kepada Tuhan dalam melakukan segala hal, hal ini tentu saja dimaksudkan supaya manusia terlalu egois dalam menjalankan kehidupannya, sebab Tuhan penentu segala yang ada di dalam kehidupan ini. Analisis

Berdasarkan hasil pemaparan yang telah dikemukan sebelumnya jelas terlihat bahwa dari ketiga corak teologi yang dianut kelompok masyarakat Jawa Kota Medan jelas terlihat bahwa semua yang dikemukan pada dasarnya memiliki kelemahan apabila dikaitkan dengan etos kerja. Hal ini penting dikemukan sebagai analisis, sebab ketiga corak teologi memiliki konsekuensi tersendiri. Selain itu, sesaui dengan pandangan Islam yang moderat bahwa corak teologi yang bersifat moderat dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat sebenarnya merupakan bentuk corak teologi yang ideal.

Pada dasarnya, tidak ada corak teologi yang benar-benarnya murni “serba Tuhan” atau “serba manusia”, tetapi lebih dari pada itu corak teologi secara praktis adalah harmonisasi dari kenyataan yang ada. Untuk itu, apabila dikaitkan dengan temuan yang ada setidaknya ada 3 (tiga) corak teologi yang diyakini kelompok masyarakat Jawa Kota Medan, yaitu pertama menempatkan Tuhan sebagai satu-satunya penentu terhadap setiap pekerjaan manusia, kedua adalah kebalikan dari yang pertama menempatkan manusia sebagai penentu berhasil atau tidak sebuah pekerjaan, dan ketiga adalah gabungan dari corak yang pertama bahwa manusia harus berusaha maksimal dan hasilnya Tuhan lah yang menentukannya.

Ketiga corak teologi ini apabila dianalis bahwa corak pertama—mungkin—lebih cenderung pada teologi yang menyebabkan rendahnya etos kerja, sebab upaya manusia hampir sama sekali dinapikan sehingga memberi kesan bahwa manusia bersifat statis. Tampaknya, kecenderungan ini walaupun terkesan agak sangat diterima, tetapi pada kenyataanya bahwa sebagian kalangan masyarakat Jawa Kota

13Wawancara Tanggal 11 Maret 2010.

Page 75: Berkala Kajian Konseling dan Ilmu Keagamaanconsilium.pdf · yang sangat besar bagi masyarakat, mulai dari kerugian material, psikologis, nyawa yang akan selalu membayangi kehidupan

71 | Consilium: Volume 1, Nomor 1, Juli-Desember 2013

Fakultas Dakwah dan Komunikasi IAIN Sumatera Utara

Medan meyakini hal tersebut. Konsekuensi dari corak teologi yang pertama ini tampaknya masyarakatnya adalah mereka yang merupakan kelompok sederhana untuk tidak disebut miskin dari sisi status sosial.

Kenyataan yang dikemukan di atas menarik misalnya apabila dikaitkan apa yang disebut Muhammad Quraish Shihab:

“Dari bahasa aslinya (asli) kata miskin terambil dari kata sakana yang berarti diam atau tenang… memperhatikan akar kata “miskin” yang disebut berarti diam atau tidak bergerak diperoleh kesan bahwa faktor utama penyebab kemiskinan adalah sikap berdiam diri, enggan, atau tidak tidak dapat bergerak dan berusaha”.14 Berdasarkan penjelasan yang dikemukan Quraish Shihab sangat berkaitan

erat tampaknya dengan corak teologi yang pertama ini, bahwa ada kesan kalau teologi yang dianut ini akan cenderung membawa masyarakatnya pada sikap statis pada kehidupan, yang mungkin saja akan berakhir dengan kemiskinan, sebab potensi kemanusiaanya tidak dimanfaatkan secara maksimal.15 Ini lah salah satu kalau ingin disebut kecenderungan yang akan dihasilkan dari corak teologi pertama.

Sedangkan corak teologi kedua yang menempatkan sebagai sentral dalam kehidupan jelas dari sisi etos kerja bahwa kelompok ini adalah kelompok-kelompok yang tidak pernah puas dengan segala yang ada di dalam kehidupan ini. Sangat dapat dipastikan kalau kelompok ini akan terus berusaha semaksimalnya untuk mengembangkan potensi dirinya, sebab penempatan manusia sebagai sentral jelas akan menumbuhkan sikap yang tidak mengenal kata berhenti dalam upaya mencari kebutuhan kehidupan. Corak teologi ini sebenarnya sangat penting dalam upaya menumbuhkan dan menggali potensi diri semaksimalnya.

Sama seperti corak teologi yang pertama bahwa corak kedua ini juga memiliki konsekuensi tersendiri, sebab—sebagaimana yang disebut sebelumnya—kecenderungannya akan menolak segala hal yang berkaitan dengan Tuhan, sehingga bukanlah sesuatu yang mustahil kalau Tuhan akan sama sekali ditolak dalam kehidupan. Ini merupakan salah satu kemungkinan yang akan muncul dari kecenderungan corak teologi kedua, sebab optimalisasi potensi manusia bukan sesuatu yang mustahil akan menjadikan manusia itu sendiri sebagai Tuhan. Padahal penempatan Tuhan sebagai bagian dari kehidupan menjadi kontrol supaya manusia tidak terlalu angkuh dalam kehidupannya.

Demikian juga halnya dengan corak teologi ketiga—yang telah disebutkan sebelumnya—walaupun secara teoritis terlihat lebih moderat dibandingkan corak yang pertama dan kedua, tetapi sebenarnya dalam ranah praktis corak teologi ketiga lebih dekat pada kecenderungan kedua corak teologi yang ada. Untuk itu, penting ditegaskan bahwa corak teologi yang ideal adalah bahwa dalam masalah yang berkaitan dengan Tuhan seharunya memilih corak teologi pertama dan dalam masalah pekerjaan menganut teologi kedua supaya optimalisasi diri dapat benar-

14Muhammad Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an: Tafsir Maudhu’I atas Pelbagai Persoalan

Umat (Bandung: Mizan, 1996), h. 449. 15Mariyon, etl.al, Paham Jabariyah dan Kemiskinan pada Nelayan Tradisional di Wilayah Pesisir

Pantai Kota Bengkulu (Bengkulu: Lembaga Penelitian dan Pengabdian Pada Masyarakat, Universitas Prof. Dr. Hazairin, S.H., 2002).

Page 76: Berkala Kajian Konseling dan Ilmu Keagamaanconsilium.pdf · yang sangat besar bagi masyarakat, mulai dari kerugian material, psikologis, nyawa yang akan selalu membayangi kehidupan

Nurdiani: Corak Teologi dan Etos Kerja | 72

Jurusan Bimbingan Penyuluhan Islam

benar secara utuh. Tampaknya, yang paling mendekati dari semua itu adalah corak teologi yang terakhir dikemukan. Penutup

Berdasaran pemaparan sebelumnya maka pentinglah untuk memberikan beberapa kesimpulan yang merupakan inti utama dalam penelitian ini. Kesimpulan ini merupakan hasil jawaban terhadap rumusan masalah yang telah dirumuskan sebelumnya. 1) Berdasarkan temuan yang penulis dapat di lapangan sedikitnya ada 3 (tiga) bentuk corak teologi masyarakat Jawa Kota Medan, yaitu a) Semua Telah ditentukan Tuhan b) Manusia Menentukan Nasibnya dan c) Manusia harus Berusaha Optimal. Berdasarkan ketiga bentuk corak teologi ini secara umum dibentuk oleh pengalaman masyarakat dalam kehidupan. Artinya, pengalaman kehidupan yang kurang baik dari sisi material membentuk konsekuensi pada corak teologi yang dianut masyarakatnya dan 2) Berdasarkan temuan tentang corak teologi yang ditemukan di lapangan secara teoritis memberi pengaruh terhadap etos kerja masyarakat Jawa Kota Medan. Pengaruh ini dapat dilihat bahwa kelompok masyarakat yang memiliki corak teologi semua telah ditentukan Tuhan cenderung memiliki etos kerja yang rendah. Bagi sebagian kalangan masyarakat lainnya yang menganut corak teologi manusia menentukan nasibnya cenderung memiliki etos kerja yang lebih tinggi dan corak teologi manusia harus berusaha optimal cenderung lebih rendah disbanding corak teologi manusia menentukan nasibnya dan lebih tinggi dari corak teologi semua telah ditentukan Tuhan.[]

Page 77: Berkala Kajian Konseling dan Ilmu Keagamaanconsilium.pdf · yang sangat besar bagi masyarakat, mulai dari kerugian material, psikologis, nyawa yang akan selalu membayangi kehidupan

73 | Consilium: Volume 1, Nomor 1, Juli-Desember 2013

Fakultas Dakwah dan Komunikasi IAIN Sumatera Utara

Praktek Poligami Mursyid Tarekat Naqsyabandiyah Babussalam (TNB)

Oleh: Ziaulhaq

Fakultas Dakwah dan Komunikasi IAIN Sumatera Utara [email protected]

Abstrak

Artikel ini mendeskripsikan tentang praktek poligami mursyid Tarekat Naqsyabandiyah Babussalam (TNB) yang merupakan sebuah fenomena dan sekaligus realitas yang ada dalam masyarakat. Dalam tulisan akan dijelaskan tentang adanya variasi pandangan dalam memahami dan menginterpretasikan praktek poligami yang ada dalam TNB. Variasi pandangan ini juga berimplikasi pada kharisma mursyid karena kenyataan ini berkaitan dengan rasionalitas masyarakat, yang semakin rasional, maka semakin mengecil pula kharisma. Sebaliknya, semakin rendah rasional masyarakat semakin membesar pula kharisma. Selain itu tulisan ini juga akan mendeskripsikan tentang pandangan isteri—yang dipoligami—dalam hubungannya dengan mursyid yang selalu “dipasung” dalam budaya patriarkhi.

Kata Kunci: Poligami, Zuriat, Jamaah, Tarekat Naqsyabandiyah Babussalam (TNB) Pendahuluan

arekat Naqsyabandiyah Babussalam (TNB) merupakan salah satu tarekat yang dikenal luas sebagai tarekat yang mempraktekkan poligami. Sebab, sebagaimana yang diketahui bahwa pendiri TNB ini memiliki isteri-isteri yang tersebar diberbagai daerah, khususnya dunia

Melayu, yang mencakup Indonesia dan Malaysia. Poligami dalam praktek mursyid TNB ini diyakini sebagai bagian dari strategi penyebarluasan jaringan TNB karena dibangun keyakinan bahwa memperbanyak isteri sama artinya memperbanyak zuriat, yang kemudian selanjutnya akan memperbanyak jamaah karena memang ada ditemukan isyarat doktrin TNB untuk mewajiban setiap zuriat sebagai pengamal dan sekaligus pengembangan terakat ini. Dalam prakteknya poligami dalam pengalaman TNB, khususnya pasca sepeninggal mursyid utama pendiri TNB ini praktek poligami ini terus dipertahankan, walaupun intensitasnya tidak lagi sebagai praktek poligami yang dipraktekkan mursyid pertama. Demikian juga dalam perkembangan selanjutnya praktek poligami ini mengalami perbedaan dalam memahami di kalangan zuriat dan jamaah. Sebab, sebagian dari zuriat dan jamaah TNB ini tidak lagi hanya terlibat dalam dunia tarekat saja, tetapi juga tergabung dalam berbagai banyak kegiatan di luarnya, yang diduga mempengaruhi cara pandangan zuriat terhadap poligami itu sendiri. Variasi pandangan tentang poligami mursyid di kalangan TNB ini tentu saja menunjukkan adanya pergeseran dalam menginterpretasikan praktek poligami—yang tetap saja ada dipraktekkan mursyid daerah TNB—sebagai bagian yang identik dengan TNB.

T

Page 78: Berkala Kajian Konseling dan Ilmu Keagamaanconsilium.pdf · yang sangat besar bagi masyarakat, mulai dari kerugian material, psikologis, nyawa yang akan selalu membayangi kehidupan

Ziaulhaq: Praktek Poligami Mursyid | 74

Jurusan Bimbingan Penyuluhan Islam

Terlepas dari dari variasi pandangan tentang praktek poligami, yang menarik lagi dikemukan praktek poligami dari perspektif isteri yang dipoligami itu sendiri bagaimana dalam memahami dan menginterpretasikan. Pandangan isteri yang dipoligami terhadap poligami mursyid tampaknya sangat dipengaruhi oleh otoritas mursyid sebagai orang yang memiliki “kekuasaan spritual”. Berkaitan dengan apa yang dikemukan tulisan ini dimaksudkan akan mendeskripsikan tentang praktek poligami mursyid TNB dalam kaitannya dengan pandangan zuriat atau jamaah dan isteri yang dipoligami terhadap praktek tersebut, yang mana semua itu sangat dipengaruhi oleh otoritas dan kharisma mursyid. Variasi Pandangan

Secara jamak dapat disebut bahwa doktrin poligami di kalangan TNB merupakan sesuatu yang tidak dapat dipisahkan dari tarekat ini, terutama dalam kaitannya dengan upaya proses penyebarluasan jaringan tarekat. Namun, variasi pandangan tentang poligami sebagai strategi politik merupakan suatu kenicayaan. Sebab, subjektifitas jamaah dalam memandang poligami merupakan sesuatu yang tidak bisa dihindari karena—ini umumnya—sangat dipengaruhi tentang atau bagaimana pengalaman jamaah terhadap poligami itu sendiri. Variasi pandangan jamaah tentang poligami ini menunjukkan bahwa sebenarnya ada “ruang berbeda” dalam menginterpretasikan makna kharisma mursyid dalam pandangan jamaah TNB berdasarkan pandangan jamaah masing-masing.

Dalam konteks kharisma tradisional—secara umum—dapat disebut sangat dipengaruhi oleh rendah dan tingginya rasionalitas seseorang dalam menilai segala sesuatunya, semakin rendah tingkat rasional seseorang maka semakin tinggi kharisma seseorang pemimpin dalam pandangan masyarakat tersebut. Sebaliknya, semakin tinggi rasional seseorang, maka semakin kecil pula kemungkinan kharisma seseroang pemimpin tersebut. Jika demikian, pandangan jamaah tentang praktek poligami mursyid sangat dipengaruhi rasionalitas jamaah. Rasionalitas ini sendiri dipengaruhi oleh pendidikan yang dimiliki jamaah, maka tinggi rendahnya jenjang pendidikan jamaah sangat mempengaruhi pandanganya tentang menilai praktek poligami mursyid.

Berkaitan dengan ini variasi pandangan tentang praktek poligami ini juga terklasifikasi berdasarkan rendah dan tingginya rasionalitas jamaah, sebagaimana yang akan dijelaskan dalam pembahasan selanjutnya. Sebab, apabila diidentifikasi berdasarkan jenjang pendidikan, variasi yang menunjukkan tingginya rasionalitas umumnya merupakan kelompok yang memiliki jenjang pendidikan tinggi dan sebaliknya kelompok yang rendah rasionalitasnya merupakan bagian kelompok yang rendah pendidikannya.1 Untuk itu, variasi pandangan jamaah dalam melihat praktek poligami juga sekaligus menunjukkan bahwa tidak selamanya jamaah hanya pasif dalam melihat dan menilai hal-hal yang berkaitan dengan mursyid, walaupun memang harus diakui bahwa unsur kharisma mursyid tetap memiliki pengaruh yang

1Jenjang pendidikan jamaah ini berdasarkan temuan peneliti di lapangan memang sangat

beragam, tetapi secara umum dapat disebut bahwa pendidikan jamaah TNB masih tergolong rendah dan hanya sebagian kecil saja yang pernah memperoleh pendidikan tinggi.

Page 79: Berkala Kajian Konseling dan Ilmu Keagamaanconsilium.pdf · yang sangat besar bagi masyarakat, mulai dari kerugian material, psikologis, nyawa yang akan selalu membayangi kehidupan

75 | Consilium: Volume 1, Nomor 1, Juli-Desember 2013

Fakultas Dakwah dan Komunikasi IAIN Sumatera Utara

besar di kalangan jamaah. Berdasarkan penelitian ini sedikitnya ditemukan ada 3 (tiga) variasi pandangan jamaah tentang praktek poligami yang dilakukan mursyid. 1. Pro [Mendukung]

Kelompok jamaah yang pro terhadap praktek poligami yang dilakukan mursyid umumnya memahami bahwa poligami merupakan sesuatu yang dibenarkan oleh agama. Sebab, secara normatif disebutkan dalam teks-teks keagamaan tentang masalah poligami ini, yang kemudiaan dipertegas dengan pandangan ulama konvensional cenderung membolehkan.2 Kenyataan ini juga dipertegas oleh praktek poligami Nabi sebagai landasan sikap pro terhadap praktek poligami yang dilakukan mursyid. Menurut kelompok ini poligami dilakukan untuk menghindari perbuatan zina karena zina dipandang sebagai sesuatu yang haram dan poligami dianggap sebagai sesuatu yang boleh dilakukan, maka pilihan poligami merupakan salah satu pilihan yang dapat menghindarkan seseorang pada perilaku zina.

Pandangan ini juga diperkuat dengan adanya wasiat yang menyatakan bahwa poligami merupakan sesuatu yang dibolehkan, sedangkan zina merupakan sesuatu yang dilarang sebagaimana yang telah dikemukan dalam pembahasan tentang wasiat keduapuluh tiga. Untuk itu, pilihan poligami merupakan sesuatu yang sangat diajurkan sebagai bagian untuk menghindari perbuatan zina yang tidak hanya dapat merusak diri pribadi, tetapi juga keturunan. Sebab, salah satu tujuan pernikahan itu untuk memperjelas nasab sangat penting dalam upaya melanjutkankan keturunan.3

Praktek poligami yang dilakukan mursyid yang cenderung tidak konvesional misalnya seperti—terkadang—melampaui 4 (empat) isteri dalam saat yang bersamaan dalam pandangan kelompok ini diyakini bahwa mursyid memiliki kekhususan tersendiri karena mursyid dipandang sebagai seorang yang lebih dari manusia lainnya, atau dalam istilah Weber disebut memiliki kelebihan atau magis maka praktek poligami yang dilakukan mursyid dianggap sebagai sesuatu yang khusus saja berlaku bagi mursyid, tidak bagi keseluruhan orang dapat melakukan hal yang sama.

Menarik untuk disebutkan lebih lanjut, dalam konteks pandangan pro jamaah terhadap praktek poligami mursyid ini sangat berkaitan khusus dengan kharisma mursyid yang dibangun atas adanya hubungan baiat antara mursyid dan jamaah,4 yang merupakan legitimasi simbolik antara mursyid dengan jamaah; antara pemimpin dengan yang dipimpin. Kenyataan ini menempatkan mursyid sebagai

2Secara umum dapat disebut dalam literatur Islam klasik umumnya cenderung beranggapan

bahwa poligami merupakan sesuatu yang boleh saja dilakukan, hal ini setidaknya dipertegas bahwa upaya-upaya pembacaan yang berbeda dengan kecenderungan konvesional tentang teks-teks yang diduga membolehkan poligami baru belakang saja banyak ditemui, walaupun mungkin ada pandangan yang kontras dengan pendapat umum tentang poligami umumnya sangat sedikit sekali dijumpai.

3Ahmad al-Jurjawi, Hikmah al-Tasyri‘ wa Falsafatuh (Beirut: Dar al-Kutub al-al-„Alamiyah,

1999), h. 12. 4Baiat ini merupakan bagian terpenting dalam dunia terakat karena baiat dimaknai sebagai

bentuk pengakuan yang total terhadap segala bentuk praktek tarekat, sehingga hubungan guru-murid dianggap legal apabila telah terjadi proses baiat in. Dalam praktek TNB ini umumnya baiat ini dilakukan dengan mekanisme tersendiri dan menggunakan sarana-sarana tertentu dalam proses peresmian seseorang menjadi bagian dari pengamal TNB tersebut.

Page 80: Berkala Kajian Konseling dan Ilmu Keagamaanconsilium.pdf · yang sangat besar bagi masyarakat, mulai dari kerugian material, psikologis, nyawa yang akan selalu membayangi kehidupan

Ziaulhaq: Praktek Poligami Mursyid | 76

Jurusan Bimbingan Penyuluhan Islam

pemegang otoritas tunggal kebenaran. Jika demikian, sebenarnya dapat disebut bahwa pandangan sikap pro terhadap praktek poligami mursyid muncul dari produk autority [kekuasaan] kharisma mursyid tersebut, bukan sebagai bentuk sikap pro yang lahir dari kesadaraan dalam diri sendiri. Dengan kata lain, ada semacam unsur “keterpaksaan” jamaah untuk mengakui dan bersikap pro terhadap praktek poligami mursyid disebabkan kuatnya pengaruh kharisma mursyid di kalangan jamaah, sehingga cenderung jamaah tidak memiliki pandangan pribadi yang otonom dalam menentukan pilihan pandangan tentang praktek poligami mursyid. 2. Kontra [tetapi Setuju]

Kelompok jamaah yang kontra terhadap poligami yang dilakukan mursyid umumnya berpandangan bahwa poligami merupakan sebuah isu yang masih diperdebatkan sampai hari ini, antara yang menerima dan menolaknya. Namun, dalam kaitannya dengan praktek poligami mursyid kelompok ini juga berpandangan bahwa mursyid memiliki kelebihan tersendiri, termasuk juga dalam mempraktekkan poligami. Sebab, mursyid merupakan orang pilihan yang tidak semua orang dapat menjadi mursyid, melainkan orang-orang pilihan yang telah melalui proses panjang yang sepenuhnya sangat berkaitan dengan prestasi ketuhanan.5

Kelompok ini secara teknis berpandangan bahwa poligami merupakan sesuatu hal yang tidak mudah. Sebab, sangat terkait dengan persyaratan utamanya keadilan yang sulit dan hampir tidak mungkin untuk dipenuhi, maka pilihan untuk bermonogami merupakan sebuah pilihan utama bagi jamaah ini. Pandangan kelompok yang kontra terhadap poligami ini setidaknya melihat bahwa persoalan poligami bukan hanya sebatas boleh atau tidak, tetapi lebih dari pada itu juga harus mempertimbangkan dampak dari praktek poligami tersebut, baik itu kepada suami isteri yang berpoligami ataupun juga kepada anak.

Pandangan jamaah yang bersikap kontra, tetapi setuju dengan praktek poligami mursyid sebenarnya apabila dilihat lebih jauh merupakan bentuk “seni penolakan” yang unik. Sebab, ada kesan bahwa secara personal tidak menyetujui praktek poligami, tetapi secara organisatoris tarekat “terpaksa” harus mengakui atau menyetujui praktek poligami mursyid tersebut. Pandangan jamaah ini muncul sangat berkaitan khusus dengan adanya penurunan kharisma mursyid, yang sangat tergantung pada kemampuan mursyid tersebut untuk membuktikan dirinya memiliki nilai lebih di kalangan jamaah. Selain itu juga, sangat mungkin menurunnya kharisma disebabkan meninggalnya murysid atau digantikan oleh mursyid-mursyid berikutnya yang tidak merepsentasikan mursyid yang sebelumnya.

Menurut Weber6 sebuah organisasi yang dipimpin seorang kharismatik ini sebenarnya sangat rentan apabila pemimpinnya meninggal, cepat atau lambat dengan sendirinya organisasi akan bubar. Meskipun diperoleh pengganti yang mungkin memiliki kemiripan kualifikasi dengan pemimpin terdahulu, tetapi popularitasnya tidak akan bisa menyamai pemimpin awal. Berdasarkan teori Weber ini, dapat dipahami bahwa kharisma murysid itu melemah disebabkan meninggalnya mursyid

5Thaharuddin, 03/09/2012. 6Max Weber, Economy and Society: An Outline of Interpretive Sociology (New York: Bedminster

Press, 1947), h. 215.

Page 81: Berkala Kajian Konseling dan Ilmu Keagamaanconsilium.pdf · yang sangat besar bagi masyarakat, mulai dari kerugian material, psikologis, nyawa yang akan selalu membayangi kehidupan

77 | Consilium: Volume 1, Nomor 1, Juli-Desember 2013

Fakultas Dakwah dan Komunikasi IAIN Sumatera Utara

karena memang harus diakui bahwa kharisma itu sedikit atau banyak akan mengalami penurunan disebabkan yang memiliki kharisma tersebut telah tiada.

Dalam konteks ini, biasanya juga terjadi pergeseran pola hubungan mursyid dengan jamaah, yaitu dari pola hubungan paternalistik ke pola fungsional,7 sehingga segala sesuatunya sangat tergantung pada bentuk-bentuk fungsi yang “dimainkan” murysid. Pada level ini, kharisma mursyid tidak lagi sepenuhnya dapat mempengaruhi jamaah. Bahkan, jamaah cenderung “cuci tangan” terhadap segala bentuk hal-hal pejoratif yang dianggap negatif terhadap mursyid dengan menginterpretasikan dirinya berbeda dari apa yang dianggap bersumber dari mursyid tersebut. 3. Tidak Berpendapat [tetapi menolak]

Selain dari kelompok kedua yang telah dikemukan di kalangan jamaah TNB juga ada ditemukan jamaah yang terkesan tidak “berani” memberikan pandangannya tentang praktek poligami yang dilakukan mursyid. Kelompok ini beranggapan bahwa hal yang bersifat privasi mursyid tidak boleh dikomentari, termasuk juga privasi zuriatnya. Sebab, menurut kelompok ini salah satu adab terhadap guru adalah tidak membicarakan privasi mursyid, maka untuk menghindari hal yang dapat melanggar adab terhadap mursyid jamaah justeru memilih tidak memberikan pandangan terhadap apa yang dilakukan mursyid.8

Sikap kelompok ini yang cenderung “diam” terhadap praktek poligami mursyid dikarenakan adanya kharisma mursyid di kalangan jamaah, sehingga jamaah tidak memberikan pandangan pribadi tentang praktek poligami yang dilakukan mursyid. Secara implisit sebenarnya dapat dipahami bahwa pandangan yang tidak “berani” mengomentari praktek poligami mursyid merupakan sebuah “penolakan tersembunyi” terhadap poligami mursyid karena “diam” di sini sebagai bentuk ketidaksetujuan terhadap praktek mursyid. Namun, kharisma mursyid lebih mendominasi, maka jamaah cenderung memilih “diam” terhadap apa yang ia tidak setujui.

Kelompok jamaah ini sebenarnya merupakan bagian dari jamaah yang mayoritas, sehingga “diamnya” jamaah ini merupakan bentuk dari silent majority (mayoritas diam), kalau diidentifikasi kelompok ini umumnya adalah jamaah yang tidak memiliki hubungan genetis (zuriat) langsung dengan mursyid, tetapi hanya merupakan hubungan ideologis tarekat an sich. Tampaknya, dengan adanya kelompok silent majority ini semakin mengukuhkan kharisma mursyid sebagai pegang otoritas kebenaran, sehingga cenderung tidak ada ruang negosiasi untuk mendialogkan antara status mursyid dengan jamaah, termasuk ketidaksetujuan terhadap apa yang dilakukan mursyid.

Berdasarkan variasi pandangan jamaah tentang praktek poligami mursyid yang telah dikemukan, dari ketiga variasi pandangan ini setidaknya menegaskan

7Pergeseran hubungan ini setidaknya dapat dilihat bahwa mursyid tidak lagi sepenuhnya

menjadi penentu segala hal yang berkaitan dengan jamaah, tetapi jamaah juga memiliki nilai tawar sendiri terhadap segala kebijakan atau doktrin yang bersumber dari mursyid pengganti tersebut. Berdasarkan pengamatan yang peneliti lakukan bahwa pada level mursyid zuriat umumnya tidak memiliki pengaruh kharisma yang kuat apabila dibanding dengan mursyid yang pertama.

8Kamal, bukan nama sebenarnya 03/09/2012.

Page 82: Berkala Kajian Konseling dan Ilmu Keagamaanconsilium.pdf · yang sangat besar bagi masyarakat, mulai dari kerugian material, psikologis, nyawa yang akan selalu membayangi kehidupan

Ziaulhaq: Praktek Poligami Mursyid | 78

Jurusan Bimbingan Penyuluhan Islam

bahwa di kalangan jamaah sendiri cukup bervariasi dalam memandang praktek poligami yang dilakukan mursyid. Variasi pandangan ini juga sekaligus menunjukkan bahwa kharisma mursyid di kalangan jamaah cenderung menurun berdasarkan rasionalitas masing-masing di antara setiap jamaah dalam memberikan pandangan terhadap praktek poligami yang dilakukan mursyid. Sampai di sini, ada kesan kuat bahwa umumnya jamaah tidak menyetujui dengan adanya praktek poligami yang dilakukan mursyid berdasarkan variasi pandanganpandangan yang dikemukan tersebut.

Pergeseran Interpretasi

Sebagaimana yang telah dikemukan sebelumnya bahwa secara eksplisit poligami di kalangan TNB memiliki doktrin yang cukup kuat sebagai bagian dari tarekat. Dalam perkembangannya pergeseran interpretasi terhadap doktrin juga merupakan sesuatu yang tidak bisa dinafikan. Sebab, perkembangan kehidupan dengan segala bentuk kecenderungannya “memaksa” untuk terjadinya pergeseran interpretasi terhadap doktrin poligami di kalangan TNB. Menarik untuk disebutkan di sini, bahwa ketika teks doktrin ini ditulis (baca: wasiat) juga ditemukan sebuah pengantar dari Rokan—yang juga mengakui—bahwa dalam perkembangan selanjutnya mungkin saja akan terjadi pergeseran interpretasi dalam memahami wasiat tersebut, Rokan menyatakan bahwa zuriat dibenarkan untuk menginterpretasikan wasiat ini sesuai dengan kebutuhan.9

Bentuk pergeseran interpretasi dalam memahami wasiat ini ada yang secara implisit dan ada juga yang eksplisit. Bentuk pergeseran interpretasi ini dapat dilihat misalnya bahwa tidak semua apa yang tertulis dalam wasiat itu dipraktekkan, atau juga ada sebagian lainnya dari teks wasiat itu yang dialihkan pada makna lainnya, serta ada juga sebagian lainnya yang terkesan sengaja “dihilangkan” dari teks wasiat. Penting untuk disebutkan di sini, misalnya bentuk pergeseran interpretasi implisit ini adalah adanya wasiat yang tidak dipraktekkan misalnya seperti wasiat kedua yang menyatakan “apabila sudah baligh hendaklah menerima tarekat Naqsyabandiayah” dan wasiat ketiga “… jika hendak mencari nafkah hendaklah dengan jalan tulang giga”10, dan wasiat lainnya.

Wasiat-wasiat yang disebutkan ini di kalangan zuriat tidak semuanya dipraktekkan, walaupun ada pengakuan dari zuriat bahwa tidak memperaktekkan wasiat ini merupakan bentuk pelanggaran terhadap wasiat.11 Namun, dalam kenyataannya sebagian dari wasiat ini tidak dipraktekkan, baik oleh zuriat ataupun jamaah. Tidak mempraktekkan wasiat ini dapat dipahami sebagai bentuk pergeseran implisit terhadap wasiat. Sebab, adanya kebutuhan kondisional yang menyebabkan wasiat-wasiat yang disebut tidak dapat dipraktekkan, tetapi pengakuan terhadap wasiat ini merupakan bentuk adanya pengaruh kepercayaan terhadap wasiat tersebut.

9Abdul Wahab Rokan, 44 Wasiat (tp: ttp: tt.), h. 1. 10Tulang giga yang dimaksud di sini adalah bekerja dengan tangan sendiri tidak tergantung

kepada orang lain atau pengertian luas bisa juga dimaknai bekerja secara mandiri mungkin dengan bertani atau berinterpreneur.

11Shalahuddin, 03/09/2012.

Page 83: Berkala Kajian Konseling dan Ilmu Keagamaanconsilium.pdf · yang sangat besar bagi masyarakat, mulai dari kerugian material, psikologis, nyawa yang akan selalu membayangi kehidupan

79 | Consilium: Volume 1, Nomor 1, Juli-Desember 2013

Fakultas Dakwah dan Komunikasi IAIN Sumatera Utara

Sedangkan bentuk pergeseran interpretasi yang eksplisit adalah adanya wasiat—yang seakan—sengaja “dihilangkan” termasuk misalnya wasiat tentang poligami. Menarik untuk dijelaskan, kaitannya dengan wasiat yang seakan sengaja “dihilangkan” ini setidaknya dapat dilihat bahwa salah sumber referensi yang penting dalam sejarah dan perkembangan TNB ini adalah buku yang ditulis Said (1983) yang berjudul tentang “Syeikh Abdul Wahab Rokan: Tuan Guru Babussalam”, yang juga referensi utama penelitian ini, salah satu dari isi buku ini melampirkan wasiat 44 ini, tetapi ada kesan bahwa wasiat yang khusus bicara tentang poligami seakan sengaja “dihilangkan” karena di dalamnya buku itu tidak ditemukan sama sekali wasiat yang berisikan tentang doktrin poligami tersebut.

Sejauh penelitian ini dilakukan, apakah ini merupakan bentuk kesalah dalam mencetak, tetapi yang pasti wasiat yang khusus tentang poligami ini hilang dari bagian wasiat-wasiat tersebut. Fakta lain yang mungkin dapat disebut kaitannya dengan wasiat poligami ini bahwa belakangan di kalangan zuriat ataupun jamaah sendiri banyak yang tidak begitu tertarik untuk berpoligami, yang dipengaruhi banyak faktor, baik itu alasan keadilan yang dianggap sebagai syarat utama yang harus dipenuhi untuk mempraktekkan poligami, ataupun juga alasan lainnya pilihan untuk bermonogami merupakan pilihan yang “aman” dalam membangun kehidupan rumah tangga.

Untuk lebih teknis, adanya pergeseran dalam menginterpretasikan doktrin poligami ini akan dilihat dalam konteks bagaimana perilaku poligami di kalangan zuriat, baik itu generasi anak, cucu dan cicit. Pergeseran dalam memahami doktrin wasiat poligami ini menunjukkan bahwa adanya interpretasi yang lebih realistis terhadap kenyataan yang terus mengalami perkembangan dan perubahan, sehingga wasiat poligami ini mungkin saja dianggap tidak lagi relevan dengan kebutuhan kehidupan kontemporer, maka terjadi pergeseran interpretasi yang cukup radikal dalam konteks poligami ini apabila dilihat kenyataan yang ada saat sekarang ini. a. Kalangan Generasi Anak

Pergeseran interpretasi tentang poligami di level generasi anak ini tidak banyak diketahui, tetapi berdasarkan cacatan Said12 setidaknya dapat dilihat bahwa pada generasi anak ini telah ada pergeseran interpretasi poligami bahwa poligami masih dipraktekkan dan diduga kuat ini juga disebabkan karena adanya doktrin poligami tersebut. Interpretasi poligami di level ini anak ini sedikit telah mengalami “pengenduran” interpretasi tentang jumlah isteri, menurut catatan Said (1983) di level anak ini praktek poligami ini dipraktekkan, tetapi jumlahnya hanya pada 8 (delapan) orang isteri, 6 (enam) orang isteri, 4 (empat) orang isteri, dan lainnya tidak mengikuti praktek poligami mursyid senior.

Pada level generasi anak ini dapat disebut bahwa sebenarnya TNB masih dalam proses penyebarluasan jaringan tarekat, maka sangat mungkin sekali poligami masih dianggap sebagai strategi politik penyebarluasan jaringan. Menarik untuk ditambahkan bahwa generasi anak ini menyebar di berbagai daerah, ada yang tinggal di Riau, Langkat, Malaysia dan daerah lainnya. Jika demikian, dapat ditegaskan konteks poligami pada level anak ini sebagai bentuk upaya melanjutkan tradisi

12Fuad Said, Syeikh Abdul Wahab Rokan: Tuan Guru Babussalam (Medan: Pustaka

Babussalam, 1983), h. 148-153.

Page 84: Berkala Kajian Konseling dan Ilmu Keagamaanconsilium.pdf · yang sangat besar bagi masyarakat, mulai dari kerugian material, psikologis, nyawa yang akan selalu membayangi kehidupan

Ziaulhaq: Praktek Poligami Mursyid | 80

Jurusan Bimbingan Penyuluhan Islam

poligami mursyid dan sekaligus sebagai upaya proteksi dan “pengawalan” jaringan tarekat yang berkembang di daerah-daerah yang telah tersebar secara luas jamaahnya. b. Kalangan Generasi Cucu

Pada level generasi cucu pergeseran interpretasi poligami ini jauh cukup “mengendur” apabila dibanding interpretasi pada level anak. Pada level cucu ini umumnya sebagian besar telah mengenyam pendidikan tinggi. Setidaknya apabila dikaitkan dengan asumsi di awal bahwa semakin rasional seseorang, maka semakin kecil pula pengaruh kharisma mursyid. Pada level ini, menurut satu sumber sebenarnya masih terjadi praktek poligami, tetapi jumlahnya tidak signifikan bahwa ada kesan kuat bahwa praktek poligami pada generasi cucu ini tidak selamanya berhubungan langsung dengan doktrin poligami yang ada di kalangan tarekat. Sebab, generasi cucu yang mempraktekkan poligami ini tidak merupakan bagian dari pengamal tarekat.13

Untuk itu, dapat disebut bahwa walaupun pada level generasi cucu praktek poligami ditemukan, tetapi dapat dipastikan bahwa praktek ini tidak berhubungan langsung dengan doktrin poligami yang ada di TNB. Artinya, praktek poligami yang ada di level cucu justeru disebabkan latar belakang yang berbeda dengan praktek poligami konvensional yang ada di TNB. Jika demikian, dapat disebut pada level cucu doktrin poligami tidak begitu memiliki pengaruh yang besar dalam upaya menginterpretasikan doktrin poligami yang ada dan diyakini di kalangan jamaah TNB. c. Kalangan Generasi Cicit

Tidak jauh berbeda dari level cucu, pada level cicit justeru hampir sulit menemukannya adanya pengaruh doktrin poligami. Sebab, pada level cucu berdasarkan penelitian ini dilakukan, ditemukan justeru sebagian dari mereka tidak mengetahui adanya doktrin poligami tersebut. Akan tetapi, pada level ini mereka juga mengatahui bahwa praktek poligami itu ada di kalangan TNB. Untuk itu, walaupun mungkin ada praktek poligami di kalangan generasi cicit, tetapi itu mungkin saja tidak berhubungan langsung dengan doktrin poligami yang ada di kalangan TNB.

Berdasarkan deskripsi pergeseran interpretasi doktrin poligami ini, setidaknya dapat ditegaskan bahwa doktrin poligami ini mengalami “pengenduran” di kalangan kelas generasi zuriat. Kenyataan ini juga sekaligus menunjukkan bahwa dalam perkembangannya doktrin poligami ataupun praktek poligami itu sendiri sudah sangat sulit ditemukan di kalangan zuriat. Pergeseran ini tentu saja terjadi disebabkan banyak faktor, termasuk juga adanya kesadaran akan eksistensi perempuan (baca: isteri) bukan lagi sebagai kelompok kelas dua, tetapi juga memiliki peran yang hampir sama dengan laki-laki dalam level tertentu. Adanya kesadaran ini sebenarnya dapat disebut menjadi penyebabkan utama terjadinya pergeseran interpretasi poligami di kalangan zuriat TNB. Karena isteri di level cicit ini juga banyak yang terlibat dalam ranah publik, yang juga produktif maka cara pandang terhadap isteri sebagai khadim bagi suami juga mengalami pergeseran ke arah patnership. Bahkan, ditemukan juga ada isteri di level generasi cicit ini yang menempati posisi penting di wilayah publik seperti PNS.

13Shalahuddin, 03/09/2012.

Page 85: Berkala Kajian Konseling dan Ilmu Keagamaanconsilium.pdf · yang sangat besar bagi masyarakat, mulai dari kerugian material, psikologis, nyawa yang akan selalu membayangi kehidupan

81 | Consilium: Volume 1, Nomor 1, Juli-Desember 2013

Fakultas Dakwah dan Komunikasi IAIN Sumatera Utara

Kemudian, hal terpenting lainnya penting disebutkan bahwa sangat mungkin sekali bahwa penyebaran jaringan TNB ini dapat disebut cukup luas, maka proses penyebarluasan jaringan tarekat sejauh penelitian ini dilakukan hampir dapat disebut telah berakhir dalam makna organisatoris, walaupun mungkin ada upaya penyebaran ini dilakukan, tetapi tidak signifikan disebut sebagai proses penyebaran jaringan, maka tentu saja praktek poligami sebagai politik penyebaran jaringan juga secara otomatis mengalami keberakhiran bersamaan dengan berakhirnya proses penyebarluasan TNB. Praktek Poligami: Perspektif Isteri

Untuk mempertegas praktek poligami di kalangan mursyid, maka pengungkapan pandangan isteri murysid tentang poligami merupakan sesuatu yang sangat penting. Sebab, isteri dalam konteks ini merupakan bagian dari pelaku utama praktek poligami ini yang secara langsung mengalami bagaimana poligami tersebut dipraktekkan. Secara normatif dalam pandangan isteri mursyid poligami merupakan sesuatu yang sah saja dilakukan, tetapi bukan merupakan sesuatu kewajiban, maka menolak poligami bukan merupakan suatu dosa. Sebab, poligami hanya merupakan sebuah pilihan saja, tidak ada paksaan untuk berpoligami. Jika demikian, dapat dipahami bahwa poligami sebenarnya tidak mengenal pemaksaan dalam proses pelaksanaannya, maka pengungkapan apa saja alasan untuk berpoligami menjadi sangat menarik untuk dijelaskan.

Dalam pandangan isteri mursyid poligami sangat berkaitan dengan bagian dari upaya-upaya mendekatkan diri kepada Tuhan. Upaya mendekatkan diri kepada Tuhan ini salah satunya menjadi bagian dari kehidupan mursyid yang merupakan seorang salik yang dekat dengan Tuhan.14 Untuk itu, dipahami bahwa pilihan poligami bagi isteri mursyid sangat berkaitan dengan upaya-upaya serius untuk menapaki jalan menuju Tuhan dengan wasilah mursyid yang dianggap dapat menghubungkan isteri muryid kepada Tuhan melalui mursyid. Pandangan ini tentu saja sangat berkaitan dengan doktrin wasilah yang ada dalam tarekat bahwa seseorang itu dapat dihubungkan melalui orang lain yang dianggap suci untuk terhubung kepada orang yang paling dianggap suci; Nabi.

Secara eksplisit isteri mursyid meyakini bahwa praktek poligami yang dilakukan mursyid tidak perlu dikhawatirkan karena praktek poligami mursyid selalu sesuai dengan tuntunan yang diajarkan Nabi tentang poligami. Pandangan ini jelas menegaskan posisi mursyid yang selalu diilustrasikan seperti hubungan Nabi (mursyid) dengan sahabat (jamaah) karena sebagaimana yang diyakini di kalangan TNB bahwa mursyid dianggap sebagai seorang yang terkontrol segala keinginan dan selalu dalam pengawasan Tuhan. Pandangan yang dikemukan isteri mursyid ini jelas menegaskan posisi mursyid yang dianggap sebagai manusia yang paling mendekati kesempurnaan, maka poligami dengan mursyid tentu saja diyakini jauh dari segala yang buruk akan terjadi dalam kehidupan isteri.

Sedangkan apa saja syarat yang membolehkan seorang untuk melakukan poligami menurut isteri mursyid bahwa poligami boleh dilakukan apabila memenuhi syarat, yaitu keadilan. Keadilan ini diklasifikasi pada dua kategori, yaitu keadilan fisik

14Fatimah, 04/09/2012.

Page 86: Berkala Kajian Konseling dan Ilmu Keagamaanconsilium.pdf · yang sangat besar bagi masyarakat, mulai dari kerugian material, psikologis, nyawa yang akan selalu membayangi kehidupan

Ziaulhaq: Praktek Poligami Mursyid | 82

Jurusan Bimbingan Penyuluhan Islam

dan keadilan non fisik. Keadilan fisik yang dimaksudkan mencakup sandang dan pangan, sedangkan keadilan non fisik ini termasuk di dalamnya seperi kasih sayang dan perhatian. Menurut pengakuan isteri mursyid sebenarnya keadilan non fisik ini yang sangat sulit untuk dipenuhi. Bahkan, dalam tahapan tertentu justeru tidak mungkin, tetapi seorang mursyid akan selalu berupaya semaksimalnya untuk memenuhi keadilan non fisik ini, tetapi tetap diyakini bahwa keadilan non fisik ini sangat sulit untuk didapatkan karena umumnya selalu bersifat subjektif.15

Dalam konteks keadilan non fisik ini isteri mursyid juga menegaskan untuk tidak menganjurkan kepada perempuan lain untuk berpoligami. Sebab, secara naluriahnya perempuan tidak pernah ingin “diduakan”, tetapi poligami yang didasarkan pada upaya meraih cinta Tuhan tentu sangat berbeda apa yang akan dirasakan, bahkan mungkin adanya rasa ketidakadilan non fisik, tetapi itu harus dijadikan sebagai jalan untuk lebih mendekatkan diri kepada Tuhan, bukan untuk memperturutkan hawa nafsu karena poligami yang didasarkan hawa nafsu tidak akan pernah membawa kebaikan bagi pelaku poligami.

Selain itu, hal yang menarik yang dapat disebutkan bahwa isteri mursyid dalam menginterpretasikan dirinya dalam kaitannya dengan mursyid, lebih menempatkan dirinya sebagai khadim (pelayan) bagi mursyid, yang setiap saatnya selalu siap untuk mengabdikan dirinya kepada murysid. Posisi ini setidaknya ditegaskan Fatimah (04/09/2012):16

Dulunya iya ikut suluk, tapi ibu tidak ikut suluk selagi Tuan Guru hidup, hanya mengawasi tukang masak saja, tapi setelah tuan guru tidak ada baru suluk. Selama tuan guru ada saya hanya meladeni (melayani_pen) dia saja, itu lah pekerjaan saya yang paling penting, hanya meladeni dia saja, beramal yang lain hanya sekedarnya saja, dia kalau tengah malam makan nasi goreng tengah malam, minum teh manis tengah malam, kalau setelah shalat tahajjud dibanguninya saya mengusikuki kakinya, itu kerjasa saya; mengurusinya… yang terpenting mengurusi dia lah, khusus dia saja, bangun tengah malam meladeni dia, itu yang terpenting. Tidak usah mengerjakan yang sunnat, bangun meladeni dia saja kerja saya. Shalat, zikir lalu meladeni dia lah yang paling penting. Pandangan ini tentu saja dimaknai dalam konteks posisi mursyid yang

diyakini orang yang dekat dengan Tuhan, maka mengabdikan diri sebagai khadim mursyid tentu saja dalam makna luas diartikan sebagai bentuk pengabdian kepada Tuhan. Kemudian, di sisi lain ada juga teks keagamaan yang dipahami secara patriarki bahwa seorang isteri yang menjadi pelayan bagi suaminya merupakan sebuah bentuk pengabdian yang dalam level tertentu sama mulianya dengan praktek-praktek ritual keagamaan.

Pandangan ini jelas sangat dipengaruhi otoritas tradisional mursyid terhadap isteri, sehingga isteri dengan sukarela menjadi khadim bagi murysid, yang muncul dari otoritas seorang mursyid yang didapatkan dari tradisi yang mengatur pola hubungan ini secara sistemik. Pada level ini, kesetiaan dan ketaatan bukan pada aturan tarekat yang mengharus isteri mursyid untuk taat dan patuh pada mursyid, tetapi lebih pada

15Ibid., 16Ibid.,

Page 87: Berkala Kajian Konseling dan Ilmu Keagamaanconsilium.pdf · yang sangat besar bagi masyarakat, mulai dari kerugian material, psikologis, nyawa yang akan selalu membayangi kehidupan

83 | Consilium: Volume 1, Nomor 1, Juli-Desember 2013

Fakultas Dakwah dan Komunikasi IAIN Sumatera Utara

pribadi mursyid yang dianggap sebagai seorang salik yang melampau manusia biasa. Sebagaimana lazimnya sebuah rumah tangga yang tidak selalu berjalan baik, begitu juga dengan rumah tangga seorang mursyid juga tidak lepas dari pelbagai problem yang terjadi.

Dalam kenyataan ini, dalam pandangan isteri mursyid bahwa problem itu pasti selalu ada, terlebih lagi dalam rumah tangga yang berpoligami, problem yang sering terjadi adalah pembagian nafkah yang kurang adil atau jadwal berkunjung yang tidak seimbang, apabila hal itu terjadi isteri biasaya harus bersabar dan berupaya untuk menginspropeksi diri, mungkin saja ada kesalahan yang dilakukan, maka hukuman yang diberikan mursyid dalambentuk kurangnya nafkah atau kunjungan.

Pada dasarnya, pemimpin karismatik dipatuhi karena orang merasa ikatan emosional yang kuat kepada mereka sehingga terbangun hubungan patron (mursyid) dan klain (jamaah) yang mengikat keduanya. Secara lebih spesifik isteri mursyid menegaskan bahwa perempuan yang berpoligami harus yang penyabar dan bermental kuat. Sebab, sangat mustahil poligami akan dapat berjalan dan membuahkan hasil yang baik, apabila tidak diiringi dengan kesabaran dan mental yang kuat, maka tentu saja poligami justeru dapat mendatangkan hal yang buruk bagi pelaku poligami apabila tidak memiliki ketahanan mental.

Dengan demikian, berdasarkan penjelasan yang dikemukan, terutama tentang pandangan isteri terhadap praktek poligami mursyid secara umum dapat disebut kepasrahan isteri untuk berpoligami tentu saja dipengaruhi oleh kharisma yang dimiliki mursyid yang dianggap sebagai orang suci, maka tentu saja konstruk pemikiran isteri ini muncul dari hasil produk otoritas mursyid sebagai pemimpin agama yang dianggap suci dan selalu terkontrol di bahwah arahan Tuhan. Namun, secara lebih integral dapat disebut bahwa posisi isteri dalam poligami mursyid cenderung menempatkan istri sebagai kelompok tidak berdaya atas otoritas mursyid. Penutup Berdasarkan deskripsi yang dikemukan dapat ditegaskan bahwa praktek poligami mursyid di kalangan zuriat atau jamaah dan isteri terjadi pergeseran interpretasi dalam memahami dan menginterpretasikan praktek poligami. Pergeseran interpretasi ini tampaknya sangat berkaitan dengan cara pandangan dan unsur luar TNB yang mempengaruhi zuriat atau jamaah tersebut. Sebab, sebagaimana yang dikemukan bahwa kharisma dipengaruhi dengan rasionalitas masyarakat bahwa semakin rasional masyarakat, maka semakin mengecil pula kharisma. Dalam realitasnya zuriat dan jamaah TNB tidak hanya dari kalangan masyarakat awam, tetapi juga ada sebagian dari kelompok masyarakat kelas terdidik, yang mana pandangannya sangat berbeda dalam memahami dan menginterpretasikan praktek poligami mursyid. Selain itu juga pandangan istri mursyid yang menerima praktek poligami tentu saja dipengaruhi oleh kuatnya budaya patriarkhi dan kharisma mursyid, sehingga isteri lebih memposisikan dirinya sebagai khadim sebagai mursyid.[]

Page 88: Berkala Kajian Konseling dan Ilmu Keagamaanconsilium.pdf · yang sangat besar bagi masyarakat, mulai dari kerugian material, psikologis, nyawa yang akan selalu membayangi kehidupan

Nispul Khoiri: Pemikiran Hukum Islam tentang Hukum Perkawinan| 84

Jurusan Bimbingan Penyuluhan Islam

Pemikiran Hukum Islam tentang Hukum Perkawinan: Analisis CLD KHI-KHI Inpres No 1/1991

Oleh: Nispul Khoiri

Fakultas Dakwah dan Komunikasi IAIN Sumatera Utara [email protected]

Abstrak

Tulisan ini menjelaskan tentang perdebatan tentang status Rancangan naskah tentang Hukum Keluarga Islam, RUU Hukum Kewarisan Islam dan RUU Hukum Perwakafan Islam versi CLD-KHI yang telah menyita perhatian para pengkaji hukum Islam Indonesia. CLD KHI-KHI Inpres No 1/1991 sebagai sebuah pemikiran hukum Islam tentu saja menarik diperbincangkan, terutama apa saja isu-isu yang dibangun di dalamnya tanpa harus terprovokasi. Tulisan ini menganalisis secara substansial apa saja gagasan yang rancangan yang diajukan CLD KHI-KHI Inpres No 1/1991 tersebut.

Kata Kunci: Pemikiran Hukum Islam, Hukum Perkawinan dan CLD-KHI Pendahuluan

ungkin kita masih ingat dalam pikiran kita, sekitar tahun 2003 Departemen Agama RI, menyerahkan draf Rancangan Undang-Undang Hukum Terapan Peradilan Agama (UUHTPA) kepada DPR RI. Gagasan RUUHTPA ini sebagai penyempurnaan materi

KHI dengan tujuan meningkatkan status KHI semula dari INPRES No 1/1991 menjadi UU. RUU HTPA kemudian berubah menjadi RUU Hukum Materil Peradilan Agama (HMPA) bidang perkawinan. Persoalan yang cukup menarik ketika RUUHTPA diajukan pada saat yang sama tepatnya pada tanggal 4 Oktober 2004, sebuah TIM yang menyebut namanya dalam “Kelompok kerja Pengarusutamaan Gender Departemen Agama RI” (Pokja PUG Depag) menggulirkan pula sebuah naskah tandingan rumusan hukum Islam yang disebut “Counter Legal Draft Kompilasi Hukum Islam” (CLD-KHI). Tujuan rancangan naskah ini digulirkan sebagaimana penjelasan Marzuki Wahid salah seorang TIM kontributor CLD-KHI, menawarkan sejumlah pemikiran pembaharuan tentang Hukum Keluarga Islam, RUU Hukum Kewarisan Islam dan RUU Hukum Perwakafan Islam, yang lebih dipandang demokrasi, pluralisme, hak asasi manusia dan kesetaraan gender dalam kontek ke Indonesiaan.1 Meskipun, akhirnya rancangan naskah tentang Hukum Keluarga Islam, RUU Hukum Kewarisan Islam dan RUU Hukum Perwakafan Islam versi CLD-KHI dibekukan oleh Menteri Agama yang saat itu Muhammad Maftuh Basyuni, sehingga terkubur sampai saat ini, namun dalam konteks akademisi, cukup menarik kembali diduskusikan. Paling tidak pemikiran seperti ini harus dilihat lebih tajam dari pesan

1Marzuki Wahid, Pembaruan Hukum Keluarga Islam Pasca Orde Baru Dalam Pendekatan Politik :

Studi Kasus CLD-KHI. Dalam Generasi Baru Peneliti Muslim di Indonesia Kajian Islam Dalam Ragam Pendekatan Program PIES 2008-2009 (Purwokorto : Australia – Indonesia Institut, 2010) h. 6-7.

M

Page 89: Berkala Kajian Konseling dan Ilmu Keagamaanconsilium.pdf · yang sangat besar bagi masyarakat, mulai dari kerugian material, psikologis, nyawa yang akan selalu membayangi kehidupan

85 | Consilium: Volume 1, Nomor 1, Juli-Desember 2013

Fakultas Dakwah dan Komunikasi IAIN Sumatera Utara

dan konteks apa yang akan disampaikan oleh pemikirnya, kemudian metodologi yang dibangun, sehingga kita tidak terlalu cepat terprovokasi untuk menolak, begitu juga tidak terlalu mudah untuk menerima. Perlu ada proses pemikiran yang berkembang walaupun pada akhirnya ada yang menolak atau menerima pemikiran CLD KHI. Latar Belakang Lahirnya KHI Inpres No 1991 dan Eksistensi

Kompilasi Hukum Islam (KHI) adalah kompilasi bahagian teknik penyusunan hukum di Indonesia selain kodifikasi dan unifikasi. Kompilasi atau compilation berasal dari bahasa Inggris, dalam bahasa Belanda disebut ” compilatie”.2 Kemudian kompilasi “to compile” yang bermakna “to compose out of material from other document ” Artinya : “ Menyusun bahan-bahan dari berbagai dokumen lainnya ” Jadi Kompilasi Hukum Islam (baca, KHI) ialah ; Menyusun bahan-bahan hukum Islam dari berbagai dokumen tentang hukum Islam dengan tata kerja dan terencana.3

Kehadiran KHI dirasakan cukup penting dalam rangka unifikasi hukum di Indonesia khususnya di Peradilan Agama. Karena sebelum lahirnya KHI, Pengadilan Agama tidak mempunyai pedoman untuk memutuskan perkara-perkara diajukan kepadanya, kecuali hukum Islam yang tersebar dalam kitab-kitab fiqh yang disusun oleh para ulama klasik. Konsekwensinya disamping tidak adanya kepastian hukum dalam penyelesaian perkara oleh hakim PA berupa ; tidak adanya keseragaman hukum, ketidak jelasan pedoman bagimana melaksanakan syariah dan akibat yang lebih jauh lagi ketidak mampuan mempergunakan jalan-jalan dan alat-alat yang tersedia dalam UUD 1945 dan perundangan lainnya.4

Prof. H. Busthanul Arifin, SH. Selaku pencetus gagasan ini, menegaskan bahwa : Untuk dapat berlakunya Hukum Islam di Indonesia, harus ada antara lain hukum yang jelas dan dapat dilaksanakan baik oleh aparat penegak hukum maupun oleh masyarakat. Persepsi yang tidak seragam tentang syari'ah akan dan sudah menyebabkan hal-hal: (1). Ketidak seragaman dalam menentukan apa-apa yang disebut Hukum Islam itu. (2). Tidak mendapat kejelasan bagaimana menjalankan syari‟at itu. (3). Akibat berkepanjangannya adalah tidak mampu mengunakan jalan-jalan dan alat-alat yang tlelah tersedia dalam UUD 1945 dan perundang-undangan lainnya. (4). Di dalam sejarah Islam pernah dua kali di tiga negara, hukum Islam diberlakukan sebagai perundang-undangan negera, yaitu : India, masa Raja Al Raijeb yang membuat dan yang memberlakukan perundang-undangan Islam yang terkenal

2Dalam pengertian hukum, kompilasi adalah sebuah buku hukum atau kumpulan yang

memuat uraian atau bahan-bahan hukum tertentu, pendapat hukum atau aturan hukum. Pengertiannya memang berbeda dengan kodifikasi, tetapi kompilasi dalam pengertian ini juga merupakan sebuah buku hukum. A. Rosyadi & M. Rais Ahmad, Formalisasi Syariat Islam Dalam Perspektif Tata Hukum Indonesia (Bogor : Ghalia Indonesia, 2006), h. 94

3Dokumen dimaksudkan di sini mengumpulkan kitab kuning yaitu : 1. al-Bajuri, 2. Fath al-

Mu‘in, 3. Syarqawi ‘Ala al-Tahrir, 4. Qalyubi / Mahalli, 5.Fath al-Wahab dengan syarahnya, 6. al-Tuhfah,

7. Targhib al-Mustaq, 8. Qawanin Syar‘iyah li al-Sayyid bin Yahya, 9. Qawanin Syar‘iyah li al-Sayyid Sadaqah

Dahlan, 10. Syamsuri fi al-Faraid, 11. Bughyah al-Mustarsyidin, 12. al-Fiqh ‘Ala Mazahib al-Arba‘ah, 13.

Mughni al-Muhtaj. Departemen Agama RI, Dir. Jend. Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, Buku

KHI di Indonesia, Tahun 2000, h. 128. 4Rosyadi dan Ahmad, Formalisasi Syariat Islam, h. 100.

Page 90: Berkala Kajian Konseling dan Ilmu Keagamaanconsilium.pdf · yang sangat besar bagi masyarakat, mulai dari kerugian material, psikologis, nyawa yang akan selalu membayangi kehidupan

Nispul Khoiri: Pemikiran Hukum Islam tentang Hukum Perkawinan| 86

Jurusan Bimbingan Penyuluhan Islam

dengan “ Fatwa Alamfiri.” Kemudian Kerajaan Turki Usmani, yang terkenal dengan

nama majalah “al-Ahkam al-Adliyah.” Serta negara Sudan, Hukum Islam pada tahun

1983 dikodifikasikan.

Atas pertimbangan itu berdasarkan SKB Ketua Mahkamah Agung No 07/KMA/1985 dan No 25 Tahun 1985 tentang Penunjukan Pelaksana Proyek Pembangunan Hukum Islam melalui yurisprudensi yang dikenal sebagai KHI disebutkan: 1. Sesuai dengan fungsi pengaturan Mahkamah Agung RI terhadap jalannya

peradilan di semua lingkungan peradilan di Indonesia, khsususnya di lingkungan peradilan agama, maka perlu mengadakan KHI untuk dijadikan sebagai hukum positif di Pengadilan Agama.

2. Untuk mencapai maksud dan tujuan tersebut dan demi peningkatan kelancaran pelaksanaan tugas, sinkronisasi dan tertib administrasi dalam proyek pembangunan hukum Islam melalui yurisprudensi, maka dipandang perlu membentuk suatu tim proyek yang susunannya terdiri dari para pejabat MA dan Depag RI.5

Melalui Instruksi Presiden No 1 Tahun 1991 tepatnya tanggal 10 Juni 1991 ditujukan kepada Menteri Agama untuk menyebarkan luas KHI. Beragam pandangan menilai KHI dipandang sebagai keberhasilan besar bagi Umat Islam Indonesia pada pemerintah Orde Baru. Umat Islam Indoenesia telah mempunyai pedoman fiqih yang seragam menjadi hukum positif yang wajib dipatuhi. Dilingkungan PA KHI berfungsi sebagai petunjuk dalam memeriksa mengadili dan memutuskan perkara-perkara berhubungan dengan keperdataan orang-orang Islam. Ia tidak dihasilkan melalui proses legislasi DPR sebagaimana peraturan perundang-undangan lainnya yang dijadikan sebagai hukum positif, tetapi merupakan hasil diskusi para ulama yang digagas oleh Mahkamah Agung dan Departemen Agama yang melibatkan berbagai Perguruan Tinggi Islam di Indonesia

Dari kekuatan hukumnya banyak kalangan menilai, diantaranya Ismail Sunni mengatakan KHI ditetapkan melalui Keputusan Presiden/Intruksi Presiden, dimana dasar hukumnya pasal 4 ayat (1) UUD 1945 yaitu : ”Kekuasaan Presiden untuk memegang kekuasaan pemerintahan negara.” Apakah dinamakan Keputusan Presiden/Intruksi Presiden, kedudukan hukumnya sama.6

Untuk mempertegas kedudukan KHI tersebut Menteri Agama RI mengeluarkan Surat Keputusan No 154 Tahun 1991 tentang Pelaksanaan Inpres RI No 1/1991 yang berlaku 22 Juli 1991 yang berbunyi :

(a). Bahwa Inpres RI No 1/1991 tanggal 10 Juni 1991, memerintahkan kepada Menteri Agama RI menyebarluaskan KHI agar digunakan oleh Instansi Pemerintah dan oleh masyarakat yang memerlukannya.

(b). Bahwa penyebarluasan KHI tersebut perlu dilaksanakan dengan sebaik-baiknya dengan penuh tanggung jawab.

5Ibid. 6Ibid., h. 104, Ismail Sunny, KHI Ditinjau Dari Segi Pertumbuhan Teori Hukum Islam Indoensia,

Suara Muhammadiyah No 16. Th.16 Agustus, 1991, h.44

Page 91: Berkala Kajian Konseling dan Ilmu Keagamaanconsilium.pdf · yang sangat besar bagi masyarakat, mulai dari kerugian material, psikologis, nyawa yang akan selalu membayangi kehidupan

87 | Consilium: Volume 1, Nomor 1, Juli-Desember 2013

Fakultas Dakwah dan Komunikasi IAIN Sumatera Utara

(c). Oleh karena itu, perlu dikeluarkan Keputusan Menteri Agama RI tentang Pelaksanaan Inpres No 1/1991 tanggal 10 Juni 1991.7

Keputusan Menteri Agama ini semakin menunjukkan kesederajatan KHI dengan peraturan perundang-undangan lainnya mengenai perkawinan, kewarisan dan perwakafan yang berlaku bagi umat Islam. Pengaturan lebih lanjut dimuat dalam Surat Edaran Direktur Pembinaan Badan Peradilan Agama Islam atas nama Direktur Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam tanggal 25 Juli 1991 No.3694/EV/HK.003/AZ/91 yang ditujukan kepada Ketua Pengadilan Tinggi Agama dan Ketua Pengadilan Agama di seluruh Indonesia tentang penyebarluasan KHI.8

Eksistensi KHI secara yuridis adalah menjadi pegangan hakim di Peradilan Agama dalam menyelesaikan perkara, artinya perlunya hakim memperhatikan kesadaran hukum masyarakat ialah UU No. 14/1970 pasal 20 ayat (1) yang berbunyi : Hakim sebagai penegak Hukum dan keadilan wajib mengali mengikuti dan memahami nilai nila hukum yang hidup dalam masyarakat.

Secara fungsional eksistensi KHI adalah Fikih Indonesia, karena ia disusun dengan memperhatikan kondisi kebutuhan hukum umat Islam Indonesia. Sebagaimana yang telah pernah dicetuskan oleh Prof. Hazairin, SH. Dan Prof. TM. Hasby Ash Shiddiqy sebelumnya mempunyai tipe fikih lokal dapat disamakan

dengan fikih Hijazi, fikih Misri, fikih Hindi, fikih lain lain yang sangat

memperhatikan kebutuhan dan kesadaran hukum masyarakat setempat, yang bukan berupa mazhab baru tapi ia mempersatukan berbagai fikih dalam menjawab satu persoalan fikih. Ia mengarah kepada unifikasi mazhab dalam hukum Islam. Di dalam sistem hukum Indonesia ini merupakan bentuk terdekat dengan kodifikasi hukum yang menjadi arah pembangunan hukum Nasional Indonesia.

Dengan demikian KHI adalah hukum materil yang dihimpun dan diletakkan dalam suatu dokumen yustisia atau buku kompilasi hukum Islam sehingga data dijadikan pedoman bagi Hakim di lingkungan badan Peradilan Agama sebagai hukum terapan dalam menyelesaikan perkara-perkara. Adapun materi KHI memuat tiga buku : Buku-I, yaitu : Hukum Perkawinan, yang terdiri dari XIX Bab, 170 Pasal.9 Buku-II, yaitu : Hukum Kewarisan, yang terdiri dari VI Bab, 214 Pasal. Buku-III, yaitu : Hukum Perwakafan, yang trdiri dari V Bab, 229 Pasal.10

7Ibid., h. 106 8Ibid. 9Salah satu contoh Bab. IV pada KHI Pasal 14, yaitu Rukun Nikah, untuk melakukan

perkawinan harus ada : a. calon suami, b. ada calon isteri, c. ada wali nikah, d. ada dua orang saksi, dan e. ada ijab dan qabul pada Bab. II, pasal 4 : Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum Islam sesuai dengan padal 2 ayat (1) UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan. Pada pasal 6 Bab. II KHI, menyatakan : Perkawinan yang dilakukan di luar pengawasan Pegawai Pencatat Nikah (PPN) tidak mempunyai kekuatan hukum.

10Buku Kompilasi Hukum Islam Di Indonesia, Instruksi Presiden RI. Nomor 1 Tahun 1991, dan Putusan Menteri Agama RI, Nomor: 154 Tahun 1991 Tentang Pelaksanaan Instruksi Presiden RI Nomor 1 Tahun 1991 Tanggal 10 Juni 1991.

Page 92: Berkala Kajian Konseling dan Ilmu Keagamaanconsilium.pdf · yang sangat besar bagi masyarakat, mulai dari kerugian material, psikologis, nyawa yang akan selalu membayangi kehidupan

Nispul Khoiri: Pemikiran Hukum Islam tentang Hukum Perkawinan| 88

Jurusan Bimbingan Penyuluhan Islam

Latar Belakang Lahirnya CLD KHI dan Eksistensi Latar belakang munculnya CLD KHI, berawal dari kelompok diskusi kecil dari beberapa orang seperti : Ahmad Suaedy, Siti Musdah Mulia, Marzuki Wahid, Anik Farida, Robin Bush dan Silvia ranti. Mereka inilah sebagai perintis awal yang berkumpul di Kantor kerja Ahmad Suedy di Jakarta pada Mei 2003, mereka mendiskusikan berbagai isu penting di negeri ini pada saat itu dengan kuatnya arus politik formalisasi syariat Islam baik di tingkat nasional maupun daerah. Ini ditandai diantaranya diajukannya RUU Hukum Terapan Peradilan Agama. Menurut Marzuki Wahid, pada saat itu belum muncul nama Pokja PUG Depag sebagai lembaga yang melaksanakan CLD KHI, juga nama CLD KHI belum hadir dalam pemikiran mereka.11 Marzuki Wahid menambahkan, dalam diskusi itu diakui bahwa kehadiran arus besar formalisasi syariat Islam merupakan efek samping dan resiko dari kran demokrasi yang dibuka lebar pasca kejatuhan rezim Orde Baru. Aspirasi memformalisasikan syariat Islam ke dalam tubuh negara adalah bagian dari euforia politik yang melanda masyarakat Indonesia ketika itu. Namun dalam pandangan kelompok diskusi bahwa substansi pemikiran formalisasi syariat Islam belum memiliki satu tawaran substansi hukum Islam yang ditransformasikan dalam regulasi baik tingkat pusat maupun daerah.12

Seperti yang ditulis Marzuki Wahid, kekhawatiran kelompok diskusi bahwa tuntutan formalisasi syariat Islam selain tidak sejalan dengan sistem hukum nasional, juga akan membuat diskreminasi terhadap masyarakat non muslim. Agenda formalisasi syariat Islam bila disetujui bisa menggoyahkan pilar pluralisme dan demokrasi dalam kehidupan bangsa berdasarkan Pancasila.13 Dengan kata lain keinginan kelompok diskusi, setiap hukum Islam yang diregulasikan menjadi hukum positif harus dalam muatan pluralis, demokratis, humanis dan adil gender tetapi tetap diposisikan sebagai bagian dari hukum positif produk hukum nasional.

Ketika KHI Inpres No 1/1991 akan dinaikkan menjadi undang-undang yang diinisiatif oleh Departemen Agama yang bukan bagian dari kelompok pendukung formalisasi syariat Islam. Kelompok diskusi memandang sebuah persoalan urgen dalam perkembangan hukum keluarga Islam di Indonesia, artinya kelompok diskusi sepakat KHI Inpres No 1/1991 harus menjadi UU, namun supaya jangan terjebak dalam formalisasi syariat Islam mutlak, diperlukan pengkajian mendalam terhadap KHI-Inpres, menganalis kembali fikih klasik sebagai literatur KHI, dan melakukan penelitian sosial untuk melihat kebutuhan masyarakat terhadap perubahan hukum perkawinan. Kemudian dirumuskan pemikiran baru tentang hukum kekeluargaan Islam yang benar-benar pluralis, demokratis, humanis dan adil gender sesuai dengan perkembangan masyarakat Indonesia.

11Marzuki Wahid, Pembaruan Hukum Keluarga Islam Pasca Orde Baru Dalam Pendekatan Politik:

Studi Kasus CLD-KHI. Dalam Generasi Baru Peneliti Muslim di Indonesia Kajian Islam Dalam Ragam Pendekatan Program PIES 2008-2009, op.cit., h. 27

12Menurut kelompok diskusi para pendukung formalisasi syariat Islam lebih banyak mendesakkan ketentuan umum syraiat Islam, berupa ritualitas dan moralitas ajaran Islam seperti: kewajiban puasa, kewajiban zakat, membaca belajar al-Quran, shalat berjamaah, menutup aurat, pakaian muslim, pelarangan minum khamar, pelarangan prostitusi, dan lainnya. Ibid., h. 28

13Ibid., h. 12.

Page 93: Berkala Kajian Konseling dan Ilmu Keagamaanconsilium.pdf · yang sangat besar bagi masyarakat, mulai dari kerugian material, psikologis, nyawa yang akan selalu membayangi kehidupan

89 | Consilium: Volume 1, Nomor 1, Juli-Desember 2013

Fakultas Dakwah dan Komunikasi IAIN Sumatera Utara

Untuk mengcaver ini diperlukan sebuah TIM yang intensif untuk mengkaji dan mendalami KHI, melalui rapat TIM pada tanggal 5 Juni 2003 dibentuk tim yang disebut dengan “TIM 10” yang terdiri dari : Muhammad Amin Suma, Siti Musdah Mulia, Syafiq Hasyim, Marzani Anwar, Marzuki Wahid, Amirsyah Tambunan, Ahmad Mubarak, Abd Moqsith Ghazali, Mesraini dan Anik Farida14 TIM 10 juga tidak dipandang kuat kalaulah dibentuk lembaga yang legalitas, kemudian dibentuk Pokja PUG sebagai payung hukum CLD – KHI, sengaja dibuat dalam satu atap Departemen Agama dan berkantor di gedung tujuannya semakin mudah mempengaruhi isi-isi dan poin-poin ketentuan hukum yang sedang dirancang tim RUUHTPA. Selain itu terbangunnya dialog, komunikasi dan pembahasan bersama antara TIM CLD – KHI dan TIM RUUHTPA tentang isu-isu dan materi hukum keluarga Islam lebih intensif.15

Pertanyaan yang muncul, kenapa KHI Inpres perlu dicounter dalam pembauran hukum kekeluargaan Islam oleh TIM CLD-KHI. Paling tidak menurut Marzuki Wahid ada tiga alasan :

1. KHI Inpres diajukan Departemen Agama RI untuk ditingkatkan statusnya menjadi RUUHTP. Bahkan buku ketiga dari KHI Inpres tentang Hukum Perwakafan (tahun 2004) telah ditetapkan menjadi UU Wakaf UU No 41/2004, atas dasar ini dalam konteks upaya mempengaruhi kebijakan hukum, KHI Inpres sudah saatnya direspon. 16

2. KHI Inpres adalah satu-satunya ketentuan detil syariat Islam yang telah diakui negara dan sering dijadikan rujukan para hakim Pengadilan agama, Pejabat KUA dan sebagian masyaraat. Selain mudah dipahami terurai dalam bentuk pasal, KHI Inpres memberikan kepastian hukum karena menawarkan pilihan hukum dalam perspektif fiqh mazhab. 17

3. Terdapat beberapa kelemahan materi KHI Inpres yaitu : Pertama, kelemahan pokok pada rumusan visi dan misi, terdapat beberapa pasal KHI Inpres bertentangan dengan prinsip dasar Islam universal seperti : al-Musawwah, al-ukhuwah, al-‘adalah, dan lainnya. Kedua, sejumlah pasal tidak sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku dan Konvensi internasional yang telah diratifikasi. Seperti : Hasil amendemen UUD 1945, UU No 7/1984 tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan, UU No 39/1999 tentang HAM, UU No 23/2002 tentang Perlindungan Anak, dll. Ketiga, pada aspek metodologi masih terlihat replika hukum fiqh ulama klasik, belum mencerminkan kerangka kontruksi hukum Islam dalam konteks masyarakat Indonesia.18 Ketika TIM CLD-KHI menggagas pentingnya pembahruan terhadap KHI

Inpres, bukanlah hanya sekedar gagasan pemikiran sesaat, tetapi melalui proses waktu yang panjang. Selama hampir dua tahun 2003-2004 naskah CLD KHI disusun

14Ibid., h. 30 15Awalnya sebelum diputuskan Pokja PUG Depag beberapa lembaga juga menjadi pilihan

seperti Fahmina Institaut, Lembaga Kajian Agama dan Jender (LKAJ) dan Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP). Ibid., h. 29

16Ibid., h. 13 17Ibid. 18Ibid., h. 14.

Page 94: Berkala Kajian Konseling dan Ilmu Keagamaanconsilium.pdf · yang sangat besar bagi masyarakat, mulai dari kerugian material, psikologis, nyawa yang akan selalu membayangi kehidupan

Nispul Khoiri: Pemikiran Hukum Islam tentang Hukum Perkawinan| 90

Jurusan Bimbingan Penyuluhan Islam

dalam buku setebal 125 halaman. CLD KHI tidak saja memuat pasal-pasal menjadi tawaran pokok pemikirannya, melainkan juga menegaskan latar belakang, agenda dan cita-cita serta mekanisme dan metode penyusunan hukum Islam dalam bab pendahuluan, serta naskah akademik dalam dua bab dua judul “Menuju Kompilasi Hukum Islam yang Pluralis dan Demokratis”.19 Artinya dari aspek waktu dan materi TIM CLD-KHI menyadari penyusanan naskah CLD KHI membutuhkan waktu yang lama dan menawarkan pembaharuan materi yang refsentatif sesuai dengan isu demogratis, pluralis dan adil gender.

Dari aspek kontributor TIM CLD KHI, melibatkan sejumlah tokoh terdiri ulama, pakar, akademisi dan LSM sebagai kontributor yang mereka benar-benar latar belakang Islamic studies mulai dari pesantren sampai latar belakang pendidikan IAIN dan UIN. Sehingga terlihat para kontributor paham betul tentang hukum Islam, isu-isu perempuan dan gender. Ini dirancang memperkuat nalar pembaharuan dari isu-isu yang dikembangkan dalam CLD-KHI. Sebagaimana dijabarkan oleh Marzuki Wahid20 para kontributor CLD – KHI di bawah ini :

Tabel 1 TIM CLD KHI

Pendidikan, Profesi & Organisasi

No Kontributor Pendidikan Profesi Organisasi

1 Siti Musdah Mulia

Pesantren As‟adiyyah IAIN Makasar (S.1) IAIN Jakarta (S2-S3)

Staf Ahli Menteri Agama RI, Dosen UIN Jakarta

Pokja PUG Depag RI, MUI Pusat, ICRP, LKAJ

2 Marzuki Wahid Pesantren Babakan Cirebon, Pesanren Situbondo, IAII Sitibundo (S.1), IAIN Jakarta (S2-S3).

Staf Departemen Agama RI, Dosen UIN Bandung

Jaringan Islam Liberal (JIL), The Wahid Institut, PP Lakpesdam Jakarta.

3 Abd Moqsith Ghazali

Pesantren Zainul Huda Sumenep, Pesanteren Sitibundo, IAII Sitibundo (S.1) dan IAIN Jakarta (S2-S3)

Dosen Universitas Paramadina Mulya Jakarta

JIL, The Wahid Institut, PP Lapesdam Jakarta

4 Anik Farida UGM Yogya (S1), UI Jakarta (S2)

Peneliti Balitbang Departemen Agama

Pokja PUG Depag, LKAJ, ICRP

5 Saleh Partaonan Dly

USU Medan (S1), IAIN Jakarta (S2), UIN Jakarta (S3) dan Pesanteren YAPI

Dosen STAI Madinatul Ilmi Jakarta

Pokja PUG Depag, LKAJ, ICRP

19Ibid., h. 23 20Ibid., h. 30-31

Page 95: Berkala Kajian Konseling dan Ilmu Keagamaanconsilium.pdf · yang sangat besar bagi masyarakat, mulai dari kerugian material, psikologis, nyawa yang akan selalu membayangi kehidupan

91 | Consilium: Volume 1, Nomor 1, Juli-Desember 2013

Fakultas Dakwah dan Komunikasi IAIN Sumatera Utara

Sibuhuan

6 Ahmad Suedy Pesanteren Karapyak Yogya, IAIN Yogya (S1)

Peneliti The Wahid Institut

The Wahid Institut, Lembaga Kajian Islam dan Sosial (LkiS)

7 Marzani Anwar IAIN Yogya (S1) Peneliti Balitbang Depag

LKAJ, LP3ES, P3M Jakarta

8 Abdurrahman Abdullah

UI Jakarta (S1), Iran (S2), IAIN Jakarta (S3)

Dosen STAIMI Jakarta

9 Ahmad Mubarak

Pesanteren Kesugihan Cilacap, Pesanteren Miftahul Huda Purwokerto, IAIN Jakarta (S1-S3)

Dosen Universitas Islam Jakarta, UI dan UIN Jakarta

MUI Pusat

10 Amirsyah Tambunan

IAIN Sumut Medan (S1), IAIN Jakarta (S2-S3)

Dosen UIN Jakarta

MUI Pusat, PP Muhammadiyah Jakarta

11 Asep Taufik Akbar

Pesanteren Sitobundo, IAII Sitobundo (S1), IAIN Jakarta (S2)

Dosen STAINU Jakarta

Memperhatikan para kontributor mulai dari pendidikan, profesi dan

organisasi, sebenarnya mereka adalah akademisi, peneliti dan pengajar, memang mereka sehari-hari bergulat di bidangnya, menjadi pertimbangan utama bahwa penyusunan legal drafting CLD KHI memang benar-benar melibatkan sejumlah pihak yang memiliki kompetensi.

Selain kontributor, aspek metodologi juga hal yang mendasar dalam penyusunan legal drafting CLD KHI. Marzuki Wahid kembali mengatakan CLD KHI dilakukan dalam serangkaian kegiatan yang dilakukan secara bertahap, sistematis dan melibatkan sejumlah pihak yang memiliki kompetensi. Ini terlihat dari kegiatan diantaranya : Melakukan review (Pengkajian ulang) KHI Inpres.21 Melakuan studi literatur klasik.22 Studi lapangan di lima daerah (Sulawesi Selatan, Sumatera

21Melakukan review (Pengkajian ulang) KHI Inpres sebagaimana ditegaskan Anik Farida

adalah hal penting dilakukan untuk menemukan posisi masalah dan rumusan yang akan dilakukan. Terdapat 8 pokok persolan yang penting untuk dikaji : (1). Posisi KHI dalam kerangka hukum nasional dan internasional, oleh : Siti Musdah Mulia (2). KHI perspektif politik hukum, oleh : Marzuki Wahid. (3). KHI dalam efistemologi ushul fiqh dan kaidah fiqh, oleh : Abd Muqsith Ghazali (4). KHI dalam timbangan prinsip-prinsip dan nilai landasan filsafat Islam, oleh: Abdurrahman Abdullah. (5). Perbandingan Pendekatan dalam merumuskan hukum keluarga di Indonesia dan negara Islam lain, oleh : Partaonan Dly. (6). Masalah Hukum Kewarisan, oleh : Marzani Anwar. (7). Masalah Hukum Perwakafan, oleh : Amirsyah Tambunan. (8). Masalah –masalah Perkawinan, oleh : Mesraini. Ibid., h. 34

22Terdapat 41 kitab kuning klasik dan kontenporer (Kitab fiqh, tafsir, hadis, usul fiqh, qawaid fiqh) yang dibaca, dianalisis untuk dijadikan references dalam tawaran pembaruan hukum

Page 96: Berkala Kajian Konseling dan Ilmu Keagamaanconsilium.pdf · yang sangat besar bagi masyarakat, mulai dari kerugian material, psikologis, nyawa yang akan selalu membayangi kehidupan

Nispul Khoiri: Pemikiran Hukum Islam tentang Hukum Perkawinan| 92

Jurusan Bimbingan Penyuluhan Islam

Barat, Jawa Barat, Aceh dan Nusa Tenggara Barat). Pengujian ilmiah dan penyerapan pendapat ulama dan ahli hukum serta melakukan deseminasi hasil dan pengujian publik).23 Berbagai langkah-langkah ini dilakukan untuk mempertajam metodologi dalam penyusunan legal drafting CLD KHI.

Substansi Pemikiran CLD KHI dan KHI Inpres No 1991 dalam Hukum Perkawinan Rancangan draft CLD KHI terdiri dari tiga bidang hukum, yaitu : Hukum perkawinan, hukum kewarisan dan hukum perwakafan. Dibandingkan dengan dengan KHI Inpres hampir sama perbedaannya terlihat KHI Inpres memilahnya dengan bidang hukum, CLD KHI memilahnya dalam RUU masing-masing. Marzuki Wahid merincikan sistematika CLD KHI kepada :

1. Bab I Pendahuluan, menjelaskan secara singkat latar belakang, agenda dan cita-cita hukum CLD KHI, serta metode dan mekanisme pembahasan hukum yang telah dilakukan TIM CLD-KHI.

2. Bab II Naskah Akademik dengan judul “Menuju Kompilasi Hukum Islam (KHI) Indonesia yang pluralis dan demokratis”. Dalam naskah ini dijelaskan titik tolak dan argumentasi-argumentasi bersifat filosofis, sosiologis, yuridis maupun teologis, mengapa CLD KHI penting disusun. Selain itu diuraikan pula filosofis dan prinsip dasar yang digunakan Tim dalam menyusun CLD KHI

3. Bab III Materi Counter Legal Draft KHI Baru terdiri dari : a. Buku I : RUU Hukum Perkawinan Islam, memuat 19 bab 116 pasal

dan penjelasan umum serta penjelasan pasal demi pasal b. Buku II : RUU Hukum Kewarisan Islam, memuat 8 bab, 42 pasal dan

penjelasan umum serta penjelasan pasal demi pasal c. Buku III : RUU Hukum Perwakafan Islam, memuat 5 bab 20 pasal dan

penjelasan umum serta penjelasan pasal demi pasal.24 Karena topik pembahasan ini adalah aspek hukum perkawinan, penulis membatasi diri menganalisis tawaran rumusan hukum Islam baru tentang hukum

keluarga Islam versi CLD-KHI, di antaranya : Kitab fiqh seperti: Bidayah al-Mujtahid (Ibn Rusyd), al-

Fiqh Islami wa ‘Adillatuh (Wahbah al-Zuhaili), Fiqh Sunnah (Sayyid Sabiq), al-Muhazzab (al-Fairuz al-

Abadi al-Syairazi), al-Majmu‘ (al-Nawawi), al-Mawarits („Ali al-Sabuni), dan lainnya. Kitab usul fiqh

terdapat seperti: al-Muwafaqah min Usul al-Syari‘ah (al-Syatibi), al-Mustasfa min ‘Ilm al-Usul (al-

Ghazali), Qawaid al-Ahkam fi Masalih al-Anam („Iz al-Din Ibn „Abd Salam), I‘lam al-Muwaqqin an-

Rab al-‘Alamin (Ibn Qayyim al-Jawziyyah), dan lain. Kitab qawaid fiqh, seperti : al-Madkhal ila

Qawaid al-Fiqhiyyah al-Kubra (Ibrahim Muhammad Mahmud al-Hariri) dan al-Asybah wa an-Nazair

(al-Suyuti). Kitab Tafsir seperti : al-Itqan fi ‘Ulum al-Qur’an (al-Suyuti), Tafsir al-Manar (Muhammad

bin Rasyd Rida), Tafsir al-Ahkam („Ali al-Sayis), dan lain. Kitab Hadis seperti: Syarh al-Muslim (Musa

Syahin Latsin), Fath Barri (Ibn Hajar al-Asqalani), Nayl al-Autar (al-Syaukani), subul al-Salam

(Muhammad bin Islamil al-San‟ani). Ibid., h. 36-37. 23Ibid., h. 33 24Ibid., h. 24.

Page 97: Berkala Kajian Konseling dan Ilmu Keagamaanconsilium.pdf · yang sangat besar bagi masyarakat, mulai dari kerugian material, psikologis, nyawa yang akan selalu membayangi kehidupan

93 | Consilium: Volume 1, Nomor 1, Juli-Desember 2013

Fakultas Dakwah dan Komunikasi IAIN Sumatera Utara

perkawinan, paling tidak tercatat 18 point penting pemikiran CLD KHI yang perlu dikaji dan dianalisis sebagai berikut :

1. Kategori Perkawinan. Menurut CLD KHI perkawinan bukan merupakan ibadah, melainkan muamalath, sebagai kontrak didasarkan pada kesepakatan kedua belah pihak. Ini dijelaskan pada pasal 2.

2. Wali Nikah. Menurut CLD KHI wali nikah Tidak termasuk rukun perkawinan ; diperlukan bagi calon pasangan yang belum cakap melakukan perbuatan hukum. Sebagaimana termuat pasal 6-7.

3. Pencatatan nikah. Bagi CLD KHI pencatatan nikah termasuk rukun perkawinan, kewajiban pemerintah untuk mencatat perkawinan, sebagaimana tertera pasal 6

4. Kesaksian perempuan dalam perkawinan. Dalam pandangan CLD KHI, perempuan boleh menjadi saksi pernikahan sebagaimana laki-laki, sebagaimana dijelaskan pasal 11

5. Batas minimal usia perkawinan. Menurut CLD KHI minimal usia 19 tahun tidak membedakan antara usia calon isteri dan calon suami (Pasal 7)

6. Perkawinan seorang gadis (Perempuan yang belum pernah kawin). Menurut CLD KHI, gadis umur 21 tahun dapat mengawini dirinya sendiri (Pasal 7)

7. Mahar. Menurut CLD KHI, mahar bisa diberikan oleh calon isteri kepada calon suami atau sebaliknya sesuai dengan adat yang berlaku (Pasal 16)

8. Kedudukan suami isteri. Menurut CLD KHI, kedudukan hak dan kewajiban suami dan isteri adalah setara (Pasal 49) Suami atau isteri bisa menjadi kepala keluarga atau ibu rumah tangga sesuai dengan kebutuhan dan kesepakatan bersama.

9. Pencarian nafkah. Menurut CLD KHI, kewajiban bersama suami isteri (Pasal 51)

10. Perjanjian masa perkawinan. Menurut CLD KHI, diatur sehingga perkawinan dinyatakan putus bersamaan dengan berakhirnya masa perkawinan yang disepakati (Pasal 22, 28 dan 56 point a)

11. Kawin beda agama. Menurut CLD KHI, Hukumnya boleh, selama dimaksudkan untuk mencapai tujuan perkawinan (Pasal 3).

12. Poligami. Menurut CLD KHI, hukumnya tidak boleh, haram lighairihi (Pasal 3).

13. Iddah. Menurut CLD KHI, iddah berlaku bagi suami isteri (Pasal 88) 14. Iddah akibat perceraian. Menurut CLD KHI, iddah berlaku bagi suami isteri

(Pasal 88) 15. Ihdad (Berkabung). Menurut CLD KHI, selain isteri, ihdad juga dikenakan

buat suami (Pasal 112) 16. Nusyuz (Membangkang dari kewajiban. Menurut CLD KHI, nusyuz juga

bisa dilakukan suami (Pasal 53 ayat 1) 17. Khulu‟ (Perceraian inisiatif isteri). Menurut CLD KHI, khulu‟ dan thalaq

adalah sama, sehingga boleh rujuk (talak raj‟iy) Pasal 1 dan 59. 18. Hak rujuk (bersatu kembali dalam perkawinan). Menurut CLD KHI, suami

dan isteri memiliki hak untuk rujuk (Pasal 105)

Page 98: Berkala Kajian Konseling dan Ilmu Keagamaanconsilium.pdf · yang sangat besar bagi masyarakat, mulai dari kerugian material, psikologis, nyawa yang akan selalu membayangi kehidupan

Nispul Khoiri: Pemikiran Hukum Islam tentang Hukum Perkawinan| 94

Jurusan Bimbingan Penyuluhan Islam

Hukum Perkawinan

No Topik CLD KHI KHI INPRES No 1991

1 Perkawinan Perkwinan bukan dipandang ibadah, melainkan muamalath, sebagai kontrak didasarkan pada kesepakatan kedua belah pihak (Pasal 2)

Pelaksanaan perkawinan merupakan ibadah (Pasal 2).

2 Wali nikah Tidak termasuk rukun perkawinan ; diperlukan bagi calon pasangan yang belum cakap melakukan perbuatan hukum (Pasal 6-7)

Termasuk rukun perkawinan (Pasal 7)

3 Pencatatan Nikah Termasuk rukun perkawinan, kewajiban pemerintah untuk mencatat perkawinan (Pasal 6)

Tidak termasuk rukun perkawinan

4 Saksi Perempuan dalam pernikahan

Perempuan boleh menjadi saksi pernikahan sebagaimana laki-laki (Pasal 11)

Perempuan tidak boleh menjadi saksi

5 Batas minimal usia perkawinan

Minimal usis 19 tahun tidak membedakan antara usia calon isteri dan calon suami (Pasal 7)

Usia 16 tahun bagi calon isteri dan 19 tahun bagi calon suami (Pasal 15)

6 Perkawinan seorang gadis (Perempuan yang belum pernah kawin)

Gadis umur 21 tahun dapat mengawini dirinya sendiri (Pasal 7)

Berapapun usianya, gadis dikawinkan oleh wali atau yang mewakilinya (Pasal 14)

7 Mahar Mahar bisa diberikan oleh calon isteri kepada calon suami atau sebaliknya sesuai dengan adat yang berlaku (Pasal 16)

Diberikan oleh calon suami kepada calon isteri (Pasal 30)

8 Kedudukan suami kepada isteri

Kedudukan hak dan kewajiban suami dan isteri adalah setara (Pasal 49) Suami atau isteri bisa menjadi kepala keluarga atau ibu rumah tangga

Suami adalah kepala keluarga dan isteri adalah ibu rumah tangga (Pasal 80 ayat 4).

Page 99: Berkala Kajian Konseling dan Ilmu Keagamaanconsilium.pdf · yang sangat besar bagi masyarakat, mulai dari kerugian material, psikologis, nyawa yang akan selalu membayangi kehidupan

95 | Consilium: Volume 1, Nomor 1, Juli-Desember 2013

Fakultas Dakwah dan Komunikasi IAIN Sumatera Utara

sesuai dengan kebutuhan dan kesepakatan bersama

9 Pencarian nafkah Kewajiban bersama suami isteri (Pasal 51)

Kewajiban suami (Pasal 60 ayat 4)

10 Perjanjian masa perkawinan

Diatur, sehingga perkawinan dinyatakan putus bersamaan dengan berakhirnya masa perkawinan yang disepakati (Pasal 22, 28 dan 56 point a)

Tidak diatur

11 Kawin beda agama Hukumnya boleh, selama dimaksudkan untuk mencapai tujuan perkawinan

Hukumnya mutlak tidak boleh

12 Poligami Hukumnya tidak boleh, haram lighairihi (Pasal 3)

Hukumnya boleh dengan sejumlah persyaratan (Pasal 55-59)

13 Iddah Iddah berlaku bagi suami isteri (Pasal 88)

Iddah hanya untuk isteri (Pasal 153)

14 Iddah akibat perceraian Didasarkan pada terjadinya akad, bukan dukhul (Pasal 88)

Didasarkan pada terjadinya dukhul (Pasal 153)

15 Ihdad (berkabung) Selain isteri, ihdad juga dikenakan buat suami (Pasal 112)

Ihdad hanya untuk isteri (Pasal 170)

16 Nusyuz Nusyuz juga bisa dilakukan suami (Pasal 53 ayat 1)

Nusyuz hanya dimungkinkan oleh isteri (Pasal 84)

17 Khulu‟ Khulu‟ dan talak adalah sama, sehingga boleh rujuk (talak raj‟iy) Pasal 1 dan 59

Khulu‟ dinyatakatan sebagai thalaq bain suqhra, sehingga tidak boleh rujuk melainkan harus dengan akad nikah baru (Pasal 119)

18 Hak ruju‟ Suami dan isteri memiliki hak untuk rujuk (Pasal 105)

Hak rujuk hanya dimiliki oleh suami (Pasal 163).

Penutup Rancangan naskah tentang Hukum Keluarga Islam, RUU Hukum Kewarisan Islam dan RUU Hukum Perwakafan Islam versi CLD-KHI dibekukan oleh Menteri Agama yang saat itu Muhammad Maftuh Basyuni, sehingga terkubur sampai saat ini, namun dalam konteks akademisi, cukup menarik kembali diduskusikan. Paling tidak

Page 100: Berkala Kajian Konseling dan Ilmu Keagamaanconsilium.pdf · yang sangat besar bagi masyarakat, mulai dari kerugian material, psikologis, nyawa yang akan selalu membayangi kehidupan

Nispul Khoiri: Pemikiran Hukum Islam tentang Hukum Perkawinan| 96

Jurusan Bimbingan Penyuluhan Islam

pemikiran seperti ini harus dilihat lebih tajam dari pesan dan konteks apa yang akan disampaikan oleh pemikirnya, kemudian metodologi yang dibangun, sehingga kita tidak terlalu cepat terprovokasi untuk menolak, begitu juga tidak terlalu mudah untuk menerima. Perlu ada proses pemikiran yang berkembang walaupun pada akhirnya ada yang menolak atau menerima pemikiran CLD KHI.[]

Page 101: Berkala Kajian Konseling dan Ilmu Keagamaanconsilium.pdf · yang sangat besar bagi masyarakat, mulai dari kerugian material, psikologis, nyawa yang akan selalu membayangi kehidupan

97 | Consilium: Volume 1, Nomor 1, Juli-Desember 2013

Fakultas Dakwah dan Komunikasi IAIN Sumatera Utara

Transformasi Kebudayaan Persia dalam Kebudayaan Arab

Oleh: M. Yakub Fakutas Dakwah dan Komunikasi IAIN Sumatera Utara

[email protected]

Abstract Cultural interactions between Persia and Islam occurred through numerous ways, such as expansion process (expansion of region by way of invasion). Through this process, Persia enriched the diversity of Arabic-Islam cultures which can be seen among others in implementation of administration of

state institutions (wizarah) which was a unique feature of Persia during the

time when Abbasid Dynasty was in reign. Relocation of Abbasid capital from Damasqus to Baghdad and translation activities formed an intense acculturation among the two cultures which resulted in the growth and advancement of sciences. This was incited by the development of Arabic language, both as a language of administration and language of science.

Kata Kunci: Persia, Arab, Dinasti Abbasiyah, dan Wazir. Pendahuluan

ejarah negara dan bangsa Persia bisa dikatakan dimulai sejak tahun 5000 SM.1 Ketika itu tanah dataran tinggi Iran sudah mulai dihuni. Awal tahun 100 SM terjadi penyerbuan bangsa Persia dan Media. Bangsa

Persia menduduki daerah selatan. Dinasti Akhaemenia memerintah daerah ini pada abad ke-6 SM sampai abad ke-3 SM selaku Vazal dari raja-raja Media dengan rajanya yang terkenal Darius Kikasarus dan putranya Cyrus.2 Raja terakhir dinasti ini, Darius III Codamanus (336-331 SM) ditaklukkan oleh bangsa Macedonia di bawah Alexander The Great. Kemudian wiiayah ini dikuasai oleh Dinasti Selucia yang tidak berumur panjang.3 Setelah itu, terdapat dua kerajaan yang berkuasa secara berturut-turut, yaitu Hastasapas dan Sasania.4

Pada tahun 637 M Dinasti Sasania di Persia ditaklukkan bangsa Arab (Islam), kemudian menjadi bagian dari wiiayah kekuasaan Islam. Interaksi antara kebudayaan Persia dan Arab-Islam terlihat pada periode pertama Dinasti Abbasiyah 132 H/750 M sampai 232 H/847 M atau yang disebut dengan periode pengaruh Persia

pertama.5 Khalifah Abu Ja‘far al-Mansur memindahkan ibukota negara dari

Damaskus ke Hasyimiyah kemudian ke kota yang baru dibangunnya yaitu, Baghdad, berdekatan dengan bekas ibukota Dinasti Sasania Persia, Ctesiphon pada tahun 762

1Hasan Shadily, ed., Ensiklopedi Indonesia (Jakarta: Ikhtiar Baru-van Hoeve, edisi khusus

1991), III, h. 1480. 2Orang Arab menyebutnya kisra. Sebutan ini pula yang diberikan kepada raja-raja Persia.

Lihat Ensiklopedi Indonesia, h. 2686. 3Shadily, ed., Ensiklopedi, h. 2686 4Ibid, h. 1482. 5Badri Yatim, Sejarah Perada-ban Islam (Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2005), h. 49.

S

Page 102: Berkala Kajian Konseling dan Ilmu Keagamaanconsilium.pdf · yang sangat besar bagi masyarakat, mulai dari kerugian material, psikologis, nyawa yang akan selalu membayangi kehidupan

M. Yakub: Transformasi Kebudayaan Persia dalam Kebudayaan Arab| 98

Jurusan Bimbingan Penyuluhan Islam

M. Dengan demikian pusat pemerintahan Dinasti ‘Abbasiyah berada di tengah bangsa Persia. Di ibukota yang baru ini al-Mansur melakukan konsolidasi dan penertiban pemerin-tahannya, seperti (1) mengangkat sejumlah personel untuk menduduki jabatan tinggi di lembaga eksekutif dan yudikatif. (2) Di bidang pemerintahan ia menciptakan tradisi baru dengan mengangkat Wazir (perdana

menteri) sebagai koordinator departemen.6 Wazir pertama adalah Khalid ibn

Barmak yang berasal dari daerah Balkh, Persia. (3) Membentuk lembaga protokol, sekretaris, dan kepolisian negara. (4) Membenahi angkatan bersenjata. 5) Menunjuk Muhammad Ibn Abdurrahman sebagai hakim pada lembaga kehakiman. (6) Jawatan pos yang sudah ada sejak masa Dinasti ‘Umayyah ditingkatkan peranannya dengan tambahan tugas. Kalau dulu hanya sekedar mengantar surat maka pada masa al-

Mansur jawatan pos ditugaskan untuk menghimpun seluruh informasi dari daerah-

daerah, sehingga administrasi kenegaraan dapat berjalan dengan lancar. Dari gambaran di atas terlihat bahwa Dinasti ‘Abbasiyah pada periode

pertama lebih menekankan pada pembinaan peradaban dan kebudayaan Islam daripada perluasan wilayah. Di bawah kekuasaan Dinasti ‘Abbasiyah kaum bangsawan Arab diganti dengan pejabat pemerintahan baru. Dinasti ‘Abbasiyah dengan demikian sangat dipengaruhi oleh unsur-unsur kebudayaan Persia. Hal tersebut dapat dibuktikan antara lain, orang-orang Khurasan membentuk barisan pengawal khalifah dan orang-orang Persia menduduki pos-pos penting di dalam pemerintahan. Sedikit demi sedikit gelar-gelar, anggur-anggur, istri-istri, gundik-gundik, nyanyian-nyanyi-an, gagasan-gagasan, dan pemikiran Persia akhirnya menjadi suatu mode di kalangan para pejabat negara.

Al-Mansur merupakan khalifah pertama yang menggunakan penutup

kepala/mahkota Persia, yang tentunya akan diikuti oleh rakyatnya. Pengaruh kebudayaan Persia dapat melunakkan sikap kasar dan primitif dari kehidupan orang-orang Arab sebelumnya dan membuka jalan bagi suatu zaman baru yang ditandai oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan kebudayaan. Hanya dalam dua bidang saja bangsaArab dapat mempertahankan miliknya,yaitu Islam tetap sebagai agama negara dan bahasa Arab sebagai bahasa resmi negara dan bahasa ilmu pengetahuan.7 Secara garis besar, interaksi unsur-unsur antara kebudayaan Persia dan Arab-Islam adalah melalui empat saluran. Pertama, melalui penaklukan wilayah atau ekspansi. Kedua, melalui penerapan administrasi dan birokrasi pemerintahan. Ketiga, peralihan ibukota dari Damaskus ke Baghdad, dan keempat melalui gerakan penerjemahan. Melalui Ekspansi Wilayah

Gelombang awal perluasan wilayah kekuasaan Islam pada masa pemerintah

khalifah ‘Umar ibn Khattab dan ‘Utsman ibn ‘Affan telah membawa pengaruh yang

sangat besar terhadap perkembangan peradaban Islam. Pada masa ini ekspansi ke arah timur mencapai sungai Oxus. Dakwah Islam pertama masuk ke Persia dibawa oleh nabi Muhammad saw melalui surat yang dikirim kepada kisra Abruiz dari

6Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Jakarta, UI Press, 1981, h. 67. 7Syed Mahmudunnasir, Islam, Kosepsi dan Sejarahnya. terj. Adang Affandi, Bandung, Rosda,

1988.

Page 103: Berkala Kajian Konseling dan Ilmu Keagamaanconsilium.pdf · yang sangat besar bagi masyarakat, mulai dari kerugian material, psikologis, nyawa yang akan selalu membayangi kehidupan

99 | Consilium: Volume 1, Nomor 1, Juli-Desember 2013

Fakultas Dakwah dan Komunikasi IAIN Sumatera Utara

Dinasti Sasania pada tahun ke-8 H/630 M.8 Islam masuk ke wilayah Persia diawali

pada masa pemerintahan khalifah Abu Bakar al-Siddiq yang ketika itu Persia di

bawah kekuasaan Dinasti Sasania seolah-olah telah kehabisan tenaga akibat serangkaian peperangan yang panjang.9

Sekitar tahun 637 M, pasukan Islam menang atas Persia di Qadisiyah yang me-nyebabkan jatuhnya ibukota Dinasti Sasania, Ctesiphon yang menandai berakhirnya perlawanan Persia. Ini merupakan kemenangan yang besar. Selanjutnya melalui wilayah Persia Tenggara Islam masuk ke Sind. Keberhasilan gelombang pertama tersebut menjadi batu loncatan bagi gelombang perluasan wilayah selanjutnya yang dilakukan Dinasti Umayyah. Pada masa itu Islam berhasil menguasai wilayah yang sebelumnya masuk dalam kemaharajaan Persia yang sebelumnya pernah ditaklukkan Iskandar Agung. Ini merupakan peristiwa yang penting dalam sejarah dunia, karena wilayah ini merupakan salah satu tempat pembibitan peradaban manusia yang pertama.10 Setelah kedatangan Islam ke wilayah itu, daerah itu menjadi sarana terciptanya akulturasi yang cukup kuat antara peradaban Islam dan Persia. Bahkan sejak gerakan revolusi ‘Abbasiyah yang di-

komandani oleh Abu Muslim al-Khurasani.11

Berbagai unsur peradaban Persia mewarnai perkem-bangan peradaban Islam. Di antara pendukungnya adalah berasal dari gerakan protes bangsa Persia terhadap domi-nasi Arab yang diperlakukan oleh penguasa Dinasti ‘Umayyah sebelumnya. Pemindahan ibu kota negara dari Damasqus ke Baghdad juga dipan-dang sebagai orientasi baru yang mengarah kepada bangsa Timur,12 khususnya Persia. Penerapan Administrasi dan Birokrasi Pemerintahan

Sejak Dinasti Abbasiyah mengibarkan bendera kekuasaannya, arus budaya Persia masuk ke dalam sistem kebudayaan Islam. Proses tersebut tampak sangat menonjol antara lain melalui jalur birokrasi. Hal ini ditandai ketika keluarga Barmak

mendominasi urusan pemerintahan ‘Abbasiyah. Yahya ibn Khalid dan dua anaknya

al-Fadl dan Ja‘far menjabat sebagai wazir sejak naiknya Harun al-Rasyid sebagai

khalifah pada tahun 786 M. Mereka memiliki kesempatan untuk mendominasi kebijakan pemerintah pada saat itu.13

Jabatan wazir diberikan kepada orang Persia merupakan faktor utama yang mempercepat kemajuan kebudayaan Persia pada masa Abbasiyah. Kata wazir atau wizarah (kementerian) sebenarnya telah populer bagi orang Arab sebelum masa ini. Kata ini telah digunakan pada era Dinasti ‘Umayyah, seperti dikatakan oleh al-

8Ira M. Lapidus, Sejarah Sosial Umat Islam, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 1999, bagian

III, h. 268. 9W. Montgomery Watt, Kejayaan Islam: Kajian Kritis dari Tokoh Orientalis, terj. Hartono

Hadikusumo, Yogyakarta, Tiara Wa-cana, 1990, Cet. Ke-1, h. 9. 10Ibid, h. 40. 11Bekas budak keturunan Persia yang menjadi panglima pasukan Dinasti Abbasiyah yang

berhasil mengalahkan Dinasti Umayyah. 12C. E. Bosworth, Dinasti-Dinasti Islam, terj. Ilyas Hasan, Bandung, Mizan, 1993, Cet. Ke-1,

h. 29. 13W. Montgomery Watt, op. cit, h. 104.

Page 104: Berkala Kajian Konseling dan Ilmu Keagamaanconsilium.pdf · yang sangat besar bagi masyarakat, mulai dari kerugian material, psikologis, nyawa yang akan selalu membayangi kehidupan

M. Yakub: Transformasi Kebudayaan Persia dalam Kebudayaan Arab| 100

Jurusan Bimbingan Penyuluhan Islam

Tabari: bahwa Ziyad disebut sebagai menterinya Mu‘awiyah. Namun, pada masa itu

kata wazir/ wizarah bukan bermakna seperti yang dikenal di masa Dinasti ‘Abbasiyah. Wazir pada masa itu bermakna penolong.

Secara singkat, perlu ditegaskan di sini bahwa kata wazir pada masa Dinasti ‘Abbasiyah bukanlah suatu model yang baru. Namun, hal yang baru adalah pembentukan lembaga kementerian (insya mansib al-wizarah) ini. Sebab yang memegang jabatan lembaga ini adalah orang Persia, dan lembaga ini belum dikenal sebelum masa Dinasti ‘Abbasiyah. Dalam hal ini, Ibn Khallikan berkata dalam

biografi Abu Salamah al-Khallal: Sesungguhnya Abu Salamah adalah orang pertama

yang disebut dengan sebutan wazir, dan dia masyhur dengan kementerian itu pada masa Dinasti Abbasiyah, sebelumnya belum ada orang yang menggunakan sebutan ini, baik pada masa Dinasti ‘Umayyah atau dinasti-dinasti lainnya.

Pada intinya pada masa Dinasti ‘Abbasiyah mayoritas para wazir/perdana menteri adalah berkebangsaan Persia, yang tugas atau perannya tersebut adalah menempati posisi khalifah dalam seluruh urusan. Baik urusan-urusan peperangan, keuangan, surat-menyurat antar penjuru wilayah yang berbeda, maupun memberikan jawaban terhadap surat-surat yang sampai kepada khalifah. Wazir pada masa ini membawahi sejumlah departemen/kementerian yang jumlahnya cukup banyak, seperti departemen urusan perang, keuangan, clan lain-lain. Pada masa Dinasti Umayyah di Andalusia juga terdapat banyak menteri, misalnya untuk urusan keua-ngan, administrasi atau korespondensi, urusan orang-orang teraniaya, sampai urusan orang-orang miskin.

Pada masa Dinasti ‘Abbasiyah seorang wazir (boleh) menangani dua tugas sekaligus, misalnya urusan pedang (perang) dan pena (surat-menyurat/administrasi). Dencjan demikian, wazir pada masa Dinasti Abbasiyah mempunyai persyaratan ketat: ia harus seorang yang berwawasan luas (alim muttal!) dan penulis yang handal (katib baligti).

Kemampuan dalam bidang tulis-menulis itulah yang dijadikan persyaratan oleh para khalifah terhadap seorang wazir. Kemampuan tulis-menulis itulah yang merupakan sebab/faktor terbesar diberikannya tugas/jabatan tersebut kepada orang Persia. Sedangkan orang Arab ahli di bidang keindahan bertutur kata. Hal inilah yang barangkali menyebabkan mereka membuat kriteria kefasihan suatu kalimat yang terbentuk dari tutur kata, mereka mengatakan: seseorang itu bertutur kata komunikatif ketika ia mempunyai kemampuan memberikan penjelasan dan jelas

paparannya (zu bayan wa fasahah), mereka tidak mengambil akar kata yang seperti itu

(standar kefasihan) dari tulisan (kitabah).

Menurut Ahmad Amin, informasi yang akurat adalah bahwa kemampuan

tulis-menulis lebih dikuasai oleh orang Persia daripada orang Arab, bahkan para penulis pun sampai masa Dinasti ‘Umayyah dikuasai oleh orang-orang Persia, seperti

‘Abd al-Hamid al-Katib dan Salim maula Hisyam. Sedangkan, orang berkebangsaan

Arab lebih mumpuni dalam hal menggunakan pedang dan lisan (bi ai-saifwa ai-lisan), yakni berperang dan berbicara, berdebat, dan sebagainya, bukan menggunakan pena (la bi ai-qajam), yakni tulis-menulis.

Para menteri itupun mereka adalah ahli tulis-menulis dan mempunyai para

pembantu/staf (a’wan) yang disebut sebagai juru tulis (katib/ kuttab), setiap menteri

Page 105: Berkala Kajian Konseling dan Ilmu Keagamaanconsilium.pdf · yang sangat besar bagi masyarakat, mulai dari kerugian material, psikologis, nyawa yang akan selalu membayangi kehidupan

101 | Consilium: Volume 1, Nomor 1, Juli-Desember 2013

Fakultas Dakwah dan Komunikasi IAIN Sumatera Utara

mempunyai satu juru tulis (katib). Demikian juga para gubernur di daerah-daerah

propinsi juga mempunyai juru tulis (katib/kuttab).

Golongan juru tulis tersebut (ta’ifah al-kuttab) yang membantu dan menangani

urusan atau pekerjaan wazir/ menteri dapat mencapai derajat (menjadi) menteri, jika

kecakapan dan keahliannya (kifayah) dalam bidangnya terus berkembang. Bahkan

keberadaan juru tulis tersebut seperti satuan/unit tersendiri yang tidak mengikuti (taqlid) pada sistem Persia. Para juru tulis dapat dikenali pangkat/kedudukannya melalui pakaian khas yang dipakainya.

Dengan demikian, para juru tulis (kuttab) itu mempunyai pengaruh yang

signifikan dalam menyebarkan dan mengembangkan kebudayaan. Hal ini dikarenakan kebudayaan mereka merupakan kebudayaan yang paling luas cakupannya dibandingkan dengan yang lainnya.

Selain itu, ilmu pengetahuan (wawasan) mereka dan area kajiannya begitu luas dan menyeluruh, sesuai dengan keahlian masing-masingnya. Dengan sendirinya mereka memahami berbagai situasi dan kondisi masyarakat dan tradisinya, seperti adab, bahasa, ilmu-ilmu agama, filsafat, geografi, dan sejarah. Cakupan ilmu yang dimiliki para wazir dan pembantunya ini sangat luas sebagaimana disebutkan dalam

kitab Adab al-Katib li ibn Qutaibah karya Ibn Qutaibah dan Adab al-Katib karya Abu

Bakr al-Suli. Kemudian muncul kitab al-Kuttab karya Durustuyah (w. 346 H) yang

banyak membahas seputar kaidah-kaidah imla’ (dikte), tulis-menulis (qawaid al-imla),

diepilognya terdapat pengantar kitab (iftitah al-kitab) tentang sejarah, lafal yang di-

muzakkar-kan, di-muannats-kan, di-mufrad-kan, di-jama‘-kan, dan lain-lain.

Selanjutnya kitab al-Kuttab tersebut disempurnakan oleh para muallif

(penyusun) sesudahnya sehingga muncul kitab yang berjudul Subh al-A’sya fi Sina’ah

al-Insya karya al-Nuwairi yang didalamnya hampir dibahas semua yang diketahui

perihal manusia dalam masyarakat, baik berupa sejarah, geogarafi, falak, maupun

apa-apa yang diperlukan oleh katib berupa ilmu terapan/praktis di bidang tulisannya

khat, mustalah al-mukatabah, kaifiyyah al-uqud, pos, dan lain-lain.

Dari sini kita mengerti betapa para muallif dari kalangan kuttab tersebut

sungguh-sungguh mencapai derajat di bidangnya. Betapa mereka mengupayakan untuk memperoleh pengetahuan yang luas dalam berbagai lapangan/bidang yang beragam. Keadaan mereka dengan kebudayaannya ini menjadikannya memiliki keistimewaan dibandingkan para ulama lainnya.

Menurut Ahmad Amin, itulah yang menjadikan orang berkomentar:

Sesungguhnya adab (peradaban) itu adalah mengambil dari segala sesuatu dengan tuntas/orisinil. Kata adab pada awal Islam digunakan untuk pendidikan akhlak

(tahzib al-akhlaq), kemudian digunakan untuk arti ilmu tentang bahasa dan syair,

Ayyam al-Arab, dan sejarahnya. Kata adab dengan arti inilah yang digunakan pada

masa Dinasti ‘Umayyah. Perpindahan Ibukota dari Damasqus ke Baghdad

Peralihan ibukota Dinasti ‘Abbasiyah dari Damaskus ke Baghdad merupakan faktor ketiga yang menjadikan kebudayaan Persia berkembang pesat. Peralihan

Page 106: Berkala Kajian Konseling dan Ilmu Keagamaanconsilium.pdf · yang sangat besar bagi masyarakat, mulai dari kerugian material, psikologis, nyawa yang akan selalu membayangi kehidupan

M. Yakub: Transformasi Kebudayaan Persia dalam Kebudayaan Arab| 102

Jurusan Bimbingan Penyuluhan Islam

ibukota khilafah ini didorong oleh berbagai motif: yang terbesar dikarenakan Damaskus adalah ibukota Dinasti ‘Umayyah, di mana jantung kota Syam merupakan

tempat terjadinya pertentangan antara ‘Ali dan Mu‘awiyah. Orang-orang Syam ada-

lah tentara/pendukung setia Dinasti ‘Umayyah, sehingga orang-orang ‘Abbasiyah menginginkan agar ibukota negara yang baru itu berada di antara Syam dan Persia. Lebih dari itu, Damasqus sangat jauh dari Khurasan yang menjadi pu-sat gerakan (saurah), sumber dakwah, simbol kemenangan, dan penopang utama orang-orang ‘Abbasiyah. Faktor lain yang mendukung peralihan ibukota adalah karena Damaskus berada di sisi bagian barat, tidak di tengah, juga tidak dekat dari pusat negara yang memanjang dari Laut Putih sampai Hindia. Irak merupakan tempat yang strategis untuk mencapai tujuan-tujuan ini, di mana Baghdad dekat dari Khurasan (timur) dan jauh dari Rum. Banyak kebaikan (manfaat) yang dapat dicapai dan cocok karena merupakan titik penghubung antara orang Persia dan Arab.

Memang pendukung Dinasti ‘Abbasiyah tidak suka menjadikan kota Basrah atau Kuffah sebagai tempat menetap mereka, karena masalah historisnya. Terlebih lagi Basrah memiliki silsilah pewarisan yang beruntun (turun-temurun), juga karena

banyak pendukung yang fanatik kepada ‘Ali ibn Abu Talib dan keturunannya.

Fanatisme ke-syiahan mereka itu mencederai pendukung Abbasiyah sebagaimana yang dialami orang-orang Dinasti ‘Umayyah. Tidak berselang waktu yang lama,

Baghdad menjadi pusat peradaban dan kebudayaan (hadarah wa tsaqafah) di negara

Islam (al-mamlakah al-Islamiyyah) bahkan di dunia. Dengan demikian, peralihan

ibukota dari Damasqus ke Baghdad berdampak posi-tif dari perspektif rasional, karena Irak terdiri atas berbagai etnis yang pluralis sehingga mereka dapat hidup berdampingan secara harmonis. Gerakan Penerjemahan

Sebagaimana diketahui puncak perkembangan kebudayaan dan pemikiran Islam terjadi pada masa pemerintahan Dinasti ‘Abbasiyah. Tetapi tidak seluruhnya berawal dari kreatifitas Dinasti ‘Abbasiyah itu sendiri. Sebagian di antaranya sudah dimulai sejak awal kebangkitan Islam. Dalam bidang pendidikan misalnya pada masa awal Islam sudah mulai berkembang sistem pendidikan yang terdiri atas dua

tingkatan.14 Pertama, kuttab atau maktab dan masjid; lembaga pendidikan terendah

tempat anak-anak mengenal dasar-dasar bacaan, hitungan, tulisan, dan tempat para remaja belajar dasar-dasar ilmu agama seperti tafsir, hadis, fiqih, dan bahasa.

Kedua, tingkat pendalaman, para pelajar yang ingin memperdalam ilmunya pergi keluar daerah untuk menuntut ilmu kepada seseorang yang ahli pada bidangnya masing-masing. Pada umumnya ilmu yang dituntut adalah ilmu-ilmu agama. Lembaga-lembaga ini kemudian berkembang pada masa pemerintahan

Dinasti ‘Abbasiyah dengan berdirinya Bait al-Hikmah yang merupakan paduan

antara perpustakaan dan akademi. Bait al-Hikmah pada masa itu lebih merupakan

universitas dan lembaga penelitian karena di samping terdapat kitab-kitab, di sana orang juga dapat meneliti, membaca, menulis, dan berdiskusi.15

14Hasan Ibrahim Hasan, Sejarah Peradaban Islam, h. 129. 15Jurji Zaidan, Tarikh al-Tamaddun al-Islami, vol. 3 (Cairo: Dar al-Hilal, tt.).

Page 107: Berkala Kajian Konseling dan Ilmu Keagamaanconsilium.pdf · yang sangat besar bagi masyarakat, mulai dari kerugian material, psikologis, nyawa yang akan selalu membayangi kehidupan

103 | Consilium: Volume 1, Nomor 1, Juli-Desember 2013

Fakultas Dakwah dan Komunikasi IAIN Sumatera Utara

Faktor yang rurut mem-nercepat interaksi antara kebudayaan Persia dengan Islam (Arab) adalah terjadinya asimilasi dan akulturasi antara bangsa Arab dengan bangsa lain yang lebih dahulu mengalami perkembangan dalam bidang ilmu pengetahuan. Pada masa kekuasaan Dinasti ‘Abbasiyah banyak bangsa non-Arab yang masuk Islam. Asimilasi antar mereka berlangsung secara efektif dan memberi pengaruh. Bangsa-bangsa itu memberi saham tertentu dalam perkembangan ilmu pengetahuan di dunia Islam. Pengaruh Persia juga berjasa bagi perkembangan ilmu, filfat, dan sastra.16 Proses interaksi antara kebudayaan Persia dengan Arab-Islam melalui gerakan penerjemahan, berlangsung dalam tiga fase. Fase pertama pada masa

khalifah al-Mansur hingga Harun al-Rasyid. Pada masa ini yang banyak

diterjemahkan adalah karya-karya dalam bidang astronomi dan mantiq. Fase kedua berlangsung sejak masa khalifah al-Ma‘mun hingga tahun 300 H. Buku-buku yang diterjemahkan adalah di bidang filsafat dan kedokteran. Fase ketiga berlangsung setelah tahun 300 H, terutama setelah adanya pembuatan kertas, bidang-bidang ilmu yang diterjemahkan semakin meluas.17

Pengaruh kebudayaan dari bangsa yang sudah maju melalui gerakan penerjemahan bukan saja membawa kemajuan di bidang pengetahuan umum tetapi juga ilmu pengetahuan agama. Dalam bidang tafsir misalnya sejak masa awal sudah

dikenal dua metode penafsiran, pertama tafsir bi al-ma‘sur, yaitu interpretasi

tradisional dengan me-ngambil interpretasi dari Nabi dan para sahabat. Kedua tafsir bi al ra‘i, yaitu metode rasional yang lebih banyak bertumpu kepada pendapat dan

pemikiran. Unsur Persia dalam Kebudayaan Arab-Islam

Persia memberikan pengaruh terhadap kebudayaan Arab-Islam sebagai

berikut: Pertama, kosa kata bahasa (al-alfaz al-Iughawiyyah). Orang-orang Arab ketika

mengalami perubahan dari pra-peradaban (al-badawah) menuju peradaban

menghadapi berbagai problematika kosa kata bahasa. Hal itu muncul di berbagai

sendi kehidupan: seperti dalam peralatan berhias/perhiasan, (adawah al-zinah),

beragam makanan dan pakaian, peralatan musik, dan lain-lain. Oleh karena itu orang-orang Arab melakukan langkah strategis, yakni

memperluas cakupan kalimat-kalimat Arab pada satu sisi dan mengambil/menyerap dari kata-kata asing di sisi lain, di samping itu juga menggunakan apa yang digunakan dalam komunikasi mereka. Di sinilah pengaruh bahasa Persia yang merupakan sumber serapan bahasa Arab untuk memperluas materi bahasanya. Kedua, ilmu pengetahuan/sains dan peradaban Persia. Bangsa ini sejak awal sudah memiliki ilmu pengetahuan dan peradaban yang bersinergi dengan besarnya kerajaan dan kekuasaan mereka. Ketika Dinasti ‘Abbasiyah hadir yang mayoritas penduduk (rakyat)-nya berkebangsaan Persia, yang memiliki jiwa/semangat kebangsaan dan kecenderungan nasionalisme, orang-orang yang membawa kebudayaan itu

menyebarluaskan tradisi warisan budaya (turats) nenek moyang mereka dan khazanah

(peninggalan) yang dipelihara dari masa ke masa sampai generasi mereka.

16Ahmad Amin, Duha al-Islam, vol. 3 (Cairo, Lajnah al-Ta‘Iif wa al-Nasyr, tt). h. 207. 17Ibid., h. 288-290.

Page 108: Berkala Kajian Konseling dan Ilmu Keagamaanconsilium.pdf · yang sangat besar bagi masyarakat, mulai dari kerugian material, psikologis, nyawa yang akan selalu membayangi kehidupan

M. Yakub: Transformasi Kebudayaan Persia dalam Kebudayaan Arab| 104

Jurusan Bimbingan Penyuluhan Islam

Khazanah mereka itu berupa buku-buku di bidang perbintangan (astronomi,

al-tanjim), arsitektur atau pembangunan (al-handasah), dan geografi (al-jugrafiyah.

Akibat perang banyak khazanah buku-buku yang rusak, hingga datang Dinasti Sasania (226-652 M) mengembalikan peradaban dan ilmu pengetahuan mereka. Raja-raja dinasti ini sangat peduli terhadap ilmu pengetahuan (sains). Proyek besar-besaran penerjemahan dan mengarang buku di masa Ardasyir Babak (226-241 M) dilakukan dengan mengirimkan delegasi dalam pencarian buku-buku di India, Rum, dan Cina. Proyek ini juga dilakukan pada masa anaknya, yaitu Sabur, dan pada masa raja Anusyirwan.

Dari orang-orang Persia inilah, sejumlah komunitas Arab mendapatkan pengetahuan yang tidak mereka jumpai di Arab. Intinya, pada masa Dinasti Abbasiyah orang Arab mengambil sisi positif dari kebudayaan Persia; memenuhi dunia dengan ilmu, hikmah, syair, dan nasr/prosa.

Ketiga, pengaruh kebudayaan Persia di bidang peradaban Arab. Dalam setiap

masa adab merupakan payung kehidupan sosial-kemasyarakatan (zill al-hayah al-

ijtima‘iyah). Kebiasaan orang-orang Persia tampak jelas dominan dalam kehidupan.

Orang-orang menjadikan hari al-nauruz sebagai hari raya mereka seperti orang-orang Persia terdahulu, para qādi (hakim) dan pembesar negara mengenakan qalan suwah (penutup kepala semacam peci) seperti orang-orang Persia; tempat-tempat hiburan dan minum-minuman merupakan tempat-tempat yang bercorak Persia.

Al-Fadl ibn Sahl, wazirnya khalifah al-Ma‘mun ibn Harun al-Rasyid

memerintahkan agar mengganti warna hitam dengan warna hijau, dan memerintahkan kepada seluruh pegawai agar menjadikan bendera dan penutup kepala mereka berwarna hijau. Warna hijau merupakan warna pakaian Dinasti Sasania dan orang Majusi. Sistem peperangan dan lembaga kenegaraan dalam banyak hal mengikuti sistem Persia. Berbagai corak kehidupan, seperti berfoya-foya, minum-minuman (anggur) yang memabukkan, mendengarkan musik, dan bermalas-malasan telah merasuki masyarakat di masa Dinasti ‘Abbasiyah.18 Inilah di antara pengaruh kebudayaan Persia terhadap bangsa Arab.

Satu hal lain yang memiliki pengaruh signifikan di dalam kebudayaan Islam,

apa yang diingatkan Ibn Khaldun, Bahwa para pembawa ilmu/sains dalam agama

(millah) Islam mayoritas orang-orang asing (ajam), bukan dari ilmu-ilmu syariah dan juga bukan dari ilmu-ilmu rasional, kecuali dalam hitungan sangat langka, meskipun di antara mereka ada orang Arab dalam nisbatnya, namun mereka ada-lah orang ajam dalam bahasa, tempat, dan kendaraannya. Pendapat ini tampak ber-lebihan dan

tidak proporsional sebagaimana dikemuka-kan Ahmad Amin dalam Duha al-lslam.

Dengan demikian tidak mengherankan pada masa sekarang ini kita mewarisi

sejarah yang begitu banyak dari orang Persia. Sebagai contoh, Imam Abu Hanifah

Nu‘man, pendiri mazhab Hanafi, Sibawaih, tokoh utama di bidang ilmu nahwu,

saraf, bahasa, dan bacaan (qira‘ah). la adalah salah satu tokoh di antara qari‘ tujuh-

18Di bawah Dinasti Abbasiyah, kaum ningrat Arab lama diganti dengan pejabat pemerintahan baru. Pada masa ini Dinasti Abbasiyah sangat dipengaruhi oleh Persia, seperti model atau pola orang-orang Persia dalam ber-bagai hal, seperti tersebut di atas, kemudian menjadi model bangsa Arab di masa Dinasti Abbasiyah. Lihat Syed Mahmudunnasir, op. cit, h. 248.

Page 109: Berkala Kajian Konseling dan Ilmu Keagamaanconsilium.pdf · yang sangat besar bagi masyarakat, mulai dari kerugian material, psikologis, nyawa yang akan selalu membayangi kehidupan

105 | Consilium: Volume 1, Nomor 1, Juli-Desember 2013

Fakultas Dakwah dan Komunikasi IAIN Sumatera Utara

nisbat bagi qira‘ah sab‘ah. Mereka itu berkebangsaan Persia dan punya andil besar bagi kebudayaan Arab-Islam. Penutup

Fakta sejarah secara objektif dan deskriptif telah terungkap bahwa terdapat interaksi yang intens antara kebudayaan (unsur) Persia dengan kebudayaan Arab-Islam dalam tinjauan sejarah. Eksistensi kebudayaan Persia cukup berperan bagi kemajuan kebudayaan Arab-Islam. Peran kebudayaan Persia tampak pesat kemajuannya pada masa Dinasti ‘Abbasiyah. Dalam berbagai sendi kehidupan kebudayaan Persia tampak dominan, dan bahkan menjadi model bagi bangsa Arab ketika itu. Dalam hal ini, tentu saja yang selaras dengan nilai-nilai, norma-norma dan prinsip-prinsip ajaran Islamlah yang dapat kita pertahankan. Di antara kebudayaan Persia yang harus kita tiru dan kembangkan adalah bidang tulis-menulis. Sebab dengan karya tulis, ilmu pengetahuan dapat berkembang dari generasi ke generasi selanjutnya.[]

Page 110: Berkala Kajian Konseling dan Ilmu Keagamaanconsilium.pdf · yang sangat besar bagi masyarakat, mulai dari kerugian material, psikologis, nyawa yang akan selalu membayangi kehidupan

Syarifuddin Elhayat: Islam vis a vis Demokrasi | 106

Jurusan Bimbingan Penyuluhan Islam

Islam vis a vis Demokrasi dalam Masyarakat Muslim Perkotaan

Oleh: Syarifuddin Elhayat Fakultas Agama Islam, Universitas Islam Sumatera Utara

[email protected]

Abstrak Tulisan ini menjelaskan bagaimana pandangan masyarakat muslim perkotaan tentang demokrasi dan bagaimana pandangan masyarakat muslim perkotaan tentang relasi Islam dan demokrasi. Berdasarkan hasil pengakajian ini penulis menemukan beberapa temuan, yaitu bahwa pandangan masyarakat muslim perkotaan tentang demokrasi adalah setidaknya dapat dikelompokkan pada 5 (lima) pandangan, yaitu 1) sistem kekuasaan 2) kesepakatan 3) kedaulatan rakyat 4) memilih yang mayoritas. Pandangan masyarakat muslim perkotaan tentang relasi Islam dan demokrasi adalah setidaknya dapat dikelompokkan pada 4 (empat) pandangan, yaitu 1) Islam bertentangan dengan demokrasi 2) demokrasi Islam berbeda dengan demokrasi Barat 3) tidak sepenuhnya demokrasi sesuai Islam dan 4) Islam sesuai demokrasi.

Kata Kunci: Masyarakat Muslim, Islam, Demokrasi dan Perkotaan Pendahuluan

slam dan demokrasi dalam banyak literatur—seakan—dipertentangkan. Sebab, demokrasi secara pasti tidak lahir dari “rahim” tradisi Islam, melainkan sesuatu yang berada di luar Islam.1 Tidak mengherankan kalau

terjadi perbedaan di kalangan masyarakat muslim dalam melihat relasi Islam dan demokrasi, sebagaimana tidak adanya kesepahaman dalam melihat Islam dan politik yang juga merupakan sebuah entitas yang tidak bisa dipisahkan dengan demokrasi.

Di luar perbedaan dalam menginterpretasikan Islam dan demokrasi tersebut bukan sesuatu yang terlalu berlebihan kalau dikatakan banyak ditemukan indikasi implisit tentang pentingnya demokrasi dalam sumber-sumber Islam. ketidaktegasan sumber-sumber Islam tentang demokrasi ini tentu secara langsung atau pun tidak memberi ruang luas dalam menginterpretasikan relasi Islam dengan demokrasi, termasuk juga yang mendukung demokrasi bagian dari ajaran Islam atau sebaliknya bagi yang menolak demokrasi bagian dari Islam.

Penting untuk ditegaskan bahwa sistem demokrasi adalah sistem perintahan yang bermanfaat bagi masyarakat, meski rakyat tidak ikut memimpin, tetapi memiliki perwakilan di tingkat pemerintahan yang bertugas untuk menuarakan kepentingan rakyat. Sejauh ini secara teoritis belum ada sistem yang mampu mengakomodir segala kepentingan masyarakat, kecuali sistem demokrasi, sebab inti demokrasi adalah pemerintahan yang bersumber dari rakyat untuk kepentingan rakyat.

Berdasarkan hal ini tidak terlalu berlebihan untuk menghubungkan Islam dan demokrasi. Sebab, prinsip demokrasi bersesuai atau paling tidak memiliki kedekatan

1Zulfikri Suleman, et.al., Demokrasi untuk Indonesia (Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2010),

h. 8.

I

Page 111: Berkala Kajian Konseling dan Ilmu Keagamaanconsilium.pdf · yang sangat besar bagi masyarakat, mulai dari kerugian material, psikologis, nyawa yang akan selalu membayangi kehidupan

107 | Consilium: Volume 1, Nomor 1, Juli-Desember 2013

Fakultas Dakwah dan Komunikasi IAIN Sumatera Utara

dengan Islam sebagai agama yang menjunjung nilai-nilai universal sebagaimana yang ditegaskan Syamsul Bakri:2

Bagi umat muslim, proses penegakan demokrasi yang merupakan prinsip universal ini harus dapat dilaksanakan mengingat Islam sendiri bersifat inklusif dan demokratis, di samping ajaran Islam tentang persamaan hak dan derajat kemanusiaan di depan Tuan sangat menopang demokrasi. Terlebih-lebih di Indonesia yang secarta sosio-historis masyarakatnya heterogen, yang terdiri atas berbagai macam suku, adat istiadat, agama dan budaya, persamaa status, serta perlakuan secara konstitusional bagi semua warga tanpa memandang asal usul agama dan etnis harus tetap dijadikan perhatian utama seluruh komponen bangsa.

Berdasarkan penjelasan yang dikemukan Syamsul Bakri jelas menunjukkan bahwa demokrasi memiliki kedekatan dalam sumber Islam. Namun, sebagaimana yang dikemukan di muka perbedaan tentang menginterpretasikan Islam dan demokrasi tetap saja terjadi perbedaan di kalangan umat Islam. Perbedaan ini tentu saja berkaitan dengan cara pandangan tentang demokrasi tersebut, termasuk juga ketika mengaitkannya dengan Islam. Perbedaan pandangan ini menarik apabila dikaitkan dengan masyarakat Indonesia yang merupakan masyarakat majemuk seperti yang termuat dalam semboyan bhinneka tunggal ika. Kemajemukan dalam suku bangsa dan adat istiadatnya. Untuk masyarakat majemuk, demokrasi dapat berkembang dan berfungsi apabila masyarakat yang berbeda-beda itu dapat bereksistensi dalam kemacamragaman termasuk dalam mengintrepretasikan demokrasi sebagai sesuatu alat pemersatu.3 Masyarakat majemuk Indonesia ini di dalamnya adalah masyarakat muslim merupakan jumlah populasi yang terbesar, tentu secara populasi sangat menentukan kecenderungan yang ada di dalamnya. Untuk itu, penting dilakukan pengkajian untuk melihat bagaimana sebenarnya pandangan masyarakat muslim tentang relasi Islam dan demokrasi. Untuk memudahkan pengkajian ini maka masyarakat muslim akan dibatasi pada masyarakat muslim yang ada di perkotaan.

Setelah mendeskripsikan latar belakang masalah maka penulis merasa penting untuk memberikan perumusan masalah. Perumusan masalah dimaksudkan untuk merekapitulasi apa saja yang menjadi masalah utama dalam pengkajian ini tentang pandangan masyarakat muslim perkotaan tentang demokrasi dan relasi Islam dan demokrasi.

2Syamsul Bakri, “Humanitarisme dalam Islam”, dalam Imam Sukardi, Pilar-Pilar Islam Bagi

Pluralisme Modern (Solo: Tiga Serangkai, 2002), h. 131-132. 3Menurut Muhammad Umar Syadat Hasibuan “Indonesia adalah sebuah masyarakat

majemuk, terdiri atas berbagai suku-suku bangsa, yang langsung ataupun tidak langsung, dipaksa bersatu di bawah kekuasaan sebuah system nasional. Yang mencolok dari cirri kemajemukan masyarakat Indonesia adalah penekanan pada pentingnya kesukubangsaan yang terwujud dalam komunitas-komunitas suku bangsa, dan digunakannya kesukubangsaan sebagai acuan utama bagi jati diri individu”. Muhammad Umar Syadat Hasibuan, Revoluasi Politik Kaum Muda (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2008), h. 104-105.

Page 112: Berkala Kajian Konseling dan Ilmu Keagamaanconsilium.pdf · yang sangat besar bagi masyarakat, mulai dari kerugian material, psikologis, nyawa yang akan selalu membayangi kehidupan

Syarifuddin Elhayat: Islam vis a vis Demokrasi | 108

Jurusan Bimbingan Penyuluhan Islam

Reinterpretasi Demokrasi Berdasarkan hasil pengkajian yang penulis temukan tentang pandangan

masyarakat muslim perkotaan tentang demokrasi setidaknya memberi kesan bahwa masyarakat muslim telah memahami makna demokrasi yang sesungguhnya. Kesan ini diperkuat bahwa dari hasil jawaban yang diberikan responden menunjukkan makna yang berkaitan khusus dengan substasi demokrasi itu sendiri. Temuan ini menunjukkan baiknya pengetahuan masyarakat muslim perkotaan tentang apa yang dimaksud dengan demokrasi. Padangan masyarakat muslim tentang demokrasi ini sedikitnya dapat dikelompokkan pada 5 (lima) pandangan. 1. Sistem Kekuasan

Secara umum dapat dikatakan masyarakat muslim perkotaan memahami bahwa demokrasi adalah sistem kekuasaan. Penyebutan sistem kekuasaan ini tidak memberi gambaran yang jelas tentang sistem kekuasaan apa yang dimaksudkan. Ketidak jelasan ini tentu menunjukkan bahwa demokrasi hanya dipahami sebagai sebuah sistem kekuasaan untuk menunjuk pada sistem-sistem kekuasaan yang ada dan dikenal dalam teori politik.

Penegasan demokrasi sebagai sebuah sistem kekuasaan tampaknya ini dibentuk oleh pandangan wacana publik yang banyak mempengaruhi masyarakat, baik itu melalui media cetak ataupun elektonik. Sebab, umumnya wacana ini muncul selalu mengatasnamakan demokrasi maka tentu opini masyarakat dipengaruhi hal ini, tetapi dalam menginterpretasikannya tidak sepenuhnya dengan makna yang baik.

Pandangan masyarakat muslim perkotaan tentang demokrasi sebagai sebuah sistem kekuasaan ini paling tidak dapat diwakili dari jawaban yang diberikan salah seorang responden yang mengatakan:

Demokrasi … ya system kekuasaanlah, itu yang saya tahu… system kekuasaan apa ya?... ah.. pokoknya system kekuasaan lah!4 Berdasarkan pandangan yang dikemukan di atas jelas menunjukkan bahwa

sebagian kalangan masyarakat muslim perkotaan tidak memahami secara baik, sebab jawaban yang dikemukan menunjukkan bahwa demokrasi hanya merupakan sebuah sistem tidak lebih. Kelompok ini kalau dikategorikan berdasarkan klasifikasi masyarakat umumnya adalah masyarakat yang memiliki klasifikasi bawah. 2. Pemerintahan Rakyat

Sebagian kalangan masyarakat muslim perkotaan lainnya menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan demokrasi adalah pemerintah rakyat. Pandangan yang diberikan masyarakat muslim perkotaan ini jelas menunjukkan bahwa demokrasi merupakan pemerintahan rakyat, sebab—sebagaimana jamak dikehui—bahwa demokrasi berintikan pada kekuasaan rakyat. Tampaknya, pandangan ini dipengaruhi oleh opini umum yang mengetengahkan bahwa demokrasi berintikan pada pemerintahan rakyat.

Pandangan yang menegaskan bahwa demokrasi merupakan pemerintahan rakyat jelas bahwa kelompok mengetahui bahwa demokrasi merupakan system pemerintah rakyat. Pemerintahan rakyat jelas menekankan bahwa kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat. Pandangan ini setidaknya dapat diwakili dapat hasil jawaban yang dikemukan responden, yaitu:

4Wawancara Tanggal 25 Agustus 2010.

Page 113: Berkala Kajian Konseling dan Ilmu Keagamaanconsilium.pdf · yang sangat besar bagi masyarakat, mulai dari kerugian material, psikologis, nyawa yang akan selalu membayangi kehidupan

109 | Consilium: Volume 1, Nomor 1, Juli-Desember 2013

Fakultas Dakwah dan Komunikasi IAIN Sumatera Utara

Demokrasi ya pemerintahan rakyat, rakyat yang berkuasa. Dari rakyat untuk rakyat, tapi tetap saja ada perwakilannya di pemerintahan… perwakilan rakyat inilah yang menyampaikan kepentingan rakyat.. makanya tiap 5 (lima) tahun sekali kita memilih wakil kita… tapi itulah wakil rakyat sekarang ni tak banyak yang mau memperdulikan nasib rakyat ya!5

Pandangan masyarakat tentang demokrasi sebagai sebuah sistem pemerintahan rakyat kalau diklasifikasikan berdasarkan status sosial adalah kelompok masyarakat menengah, yang dari sisi profesi mereka lebih banyak merupakan guru, pegawai negeri / swasta yang tampaknya kelompok ini selalu meng-update informasi yang berkembang. Pendapat ini menunjukkan bahwa kelompok—walaupun tidak secara akademik—tetapi setidaknya mengetahui apa yang dimaksud dengan demokrasi. 3. Kesepakatan

Sebagian kalangan lainnnya masyarakat muslim perkotaan ada juga yang mengartikan demokrasi itu merupakan sebuah kesepakatan. Pemahaman tentang demokrasi sebagai sebuah kesepakatan jelas menunjukkan demokrasi dalam hal teknis, sebab di masyarakat umumnya, terutama yang terlibat dalam organisasi kemasyarakat dalam segala hal yang berkaitan dengan kebijakan selalu saja diputuskan berdasarkan kesepakatan. Tampaknya, pandangan ini juga menjelaskan hal yang demikian bahwa pandangan ini dipengaruhi oleh praktek demokrasi tersebut di tengah masyarakat.

Berkaitan dengan pandangan ini masyarakat muslim perkotaan memahami bahwa demokrasi merupakan kesepatan tentang sesuatu hal. Pandangan ini setidaknya dapat dipertegas dari jawaban yang dikemukan salah seorang responden, yang mengatakan:

Sepengetahuan ku demokrasi ya kesepakatan… dalam rapat-rapat kalo sudah semua menyepakati, sudah demokrasi lah katanya.6 Berdasarkan pandangan ini dapat ditegaskan bahwa pandangan yang

mengatakan demokrasi merupakan sesuatu kesepakatan jelas dipengaruhi oleh pengalaman yang ada di masyarakat. Kalau ingin dikelompokkan masyarakat ini merupakan masyarakat yang memiliki klasifikasi masyarakat mengengah ke bawah. Dalam hal ini jelas terlihat bahwa pandangan masyarakat ini jelas menunjukkan salah satu dari substansi demokrasi yang berintikan pada kepentingan umum. 4. Kedaulatan Rakyat

Sebagian kalangan masyarakat muslim perkotaan lainnya ada juga yang memahami bahwa demokrasi merupakan sebuah kesepakatan rakyat. Pandangan demokrasi sebagai sesuatu kedaulatan rakyat jelas menunjukkan bahwa demokrasi bukan hanya sebuah bentuk teknis, tetapi lebih dari pada itu demokrasi juga dipahami sebagai bagian dari teori demokrasi itu sendiri, sebab demokrasi juga merupaka inti dari adanya kedaulatan rakyat. Artinya, rakyat berdaulat untuk kepentingan bersama dengan mengetahui hak dan kewajiban sebagai bagian dari warga negara.

5Wawancara Tanggal 25 Agustus 2010. 6Wawancara Tanggal 25 Agustus 2010.

Page 114: Berkala Kajian Konseling dan Ilmu Keagamaanconsilium.pdf · yang sangat besar bagi masyarakat, mulai dari kerugian material, psikologis, nyawa yang akan selalu membayangi kehidupan

Syarifuddin Elhayat: Islam vis a vis Demokrasi | 110

Jurusan Bimbingan Penyuluhan Islam

Pandangan demokrasi sebagai sebuah kedaulatan rakyat jelas menunjukkan kalau masyarakat kelompok ini mengetahui secara umum tentang teori-teori demokrasi, sebab dalam berbagai sumber disebutkan bahwa salah satu prinsip-prinsip terbangunnya demokrasi dengan adanya kedaulatan rakyat di dalamnya. Pandangan ini setidaknya dapat ditegaskan berdasarkan hasil wawanvcara yang penulis dengan responden, yang menjelaskan bahwa demokrasi adalah:

Demokrasi itu kedaulatan rakyat, kedaulatan yang dibuat untuk rakyat, kalo bukan untuk rakyat bukan demokrasi namanya… demokrasi itu kan untuk rakyat.7

Berdasarkan hasil jawaban yang dikemukan di atas jelas menunjukkan bahwa demokrasi dalam pandangan masyarakat ini bahwa demokrasi berintikan dengan adanya kedaulatan rakyat, sebab tanpa adanya kedaulatan rakyat tidak ada demokrasi. Hasil jawaban responden tentang hal ini jelas menegaskan bahwa demokrasi merupakan sesuatu yang berkaitan dengan rakyat dan diperuntukkan untuk rakyat pula. Dari sisi klasifikasi masyarakat ini merupakan kelompok elit, sebab hasil pengkajian yang penulis lakukan menunjukkan bahwa kelompok ini merupakan kelompok terdidik, yang secara pasti sudah “akrab” dengan teori-teori demokrasi. Untuk itu, tidak terlalu mengherankan kalau jawaban yang dikemukan telah menuju pada substansi demokrasi, sebab—sebagaimana yang dikemukan di muka—kelompok ini merupakan bagian dari kelompok elit masyarakat muslim perkotaan, yang pasti telah mendefenisikan demokrasi secara lebih baik. 5. Memilih yang Mayoritas

Kemudian, sebagian yang lainnya ada juga yang memahami bahwa demokrasi merupakan memilih yang mayoritas. Tampaknya, jawaban ini sangat dekat dengan jawaban yang telah dikemukan pada kelompok ketiga, yaitu demokrasi sebagai sebuah kesepakatan. Namun, secara teknis tentu saja pandangan yang mengatakan demokrasi sebagai memilih yang mayoritas memiliki perbedaan yang jelas, sebab memilih yang mayoritas, tentu belum tentu merupakan suatu kesepakatan.

Pandangan ini tampaknya dibentuk oleh—sebagaimana kelompok ketiga—pengalaman kehidupan sehari-hari bahwa demokrasi dipandang sebagai upaya untuk mengakomodir segala kepentingan. Maka pilihan memilih yang mayoritas merupakan perwujudan demokrasi tersebut, sebeb memang salah satu inti dari demokrasi adalah penegakan kepentingan bersama dengan memilih yang mayoritas merupakan sesuatu yang berkaitan khusus dengan demokrasi yang sesungguhnya.

Pandangan ini dipertegas pula dengan jawaban yang dikemukan salah seorang responden yang dianggap dapat mewakili dari jawaban yang dikemukan masyarakat muslim perkotaan tentang apa yang dimaksud dengan demokrasi.

Demokrasi ya memilih yang mayoritas, kalo tak mayoritas tak demokrasi la namanya… makanya setiap ada musyawarah suara terbanyak itulah yang disebut demokrasi.8 Berdasarkan pandangan yang dikemukan di sini jelas menunjukkan bahwa

demokrasi yang dimaksudkan responden merupakan demokrasi dalam makna yang

7Wawancara Tanggal 25 Agustus 2010. 8Wawancara Tanggal 25 Agustus 2010.

Page 115: Berkala Kajian Konseling dan Ilmu Keagamaanconsilium.pdf · yang sangat besar bagi masyarakat, mulai dari kerugian material, psikologis, nyawa yang akan selalu membayangi kehidupan

111 | Consilium: Volume 1, Nomor 1, Juli-Desember 2013

Fakultas Dakwah dan Komunikasi IAIN Sumatera Utara

umum. Artinya, demokrasi yang berkaitan dengan masalah memilih yang mayoritas. Hal ini juga menjelaskan bahwa demokrasi dalam pandangan masyarakat muslim perkotaan dipahami sebagai salah satu untuk menemukan pendapat yang mayoritas dalam setiap momen tertentu.

Dalam klasifikasi sosial masyarakat kelompok ini adalah kelompok masyarakat bawah ke menengah, sebab dari substasi pandangan yang dikemukan sangat terlalu umum tentang apa yang dimaksud dengan demokrasi, yaitu dalam bentuk hal teknis semata untuk mendapatkan suara yang mayoritas. Namun, pandangan ini dapat disebut juga merupakan penegasan demokrasi dalam makna terknis. Karena memang demokrasi bertujuan untuk mencari suara terbanyak dalam menentukan banyak hal, terlebih lagi yang berkaitan dengan kepentingan umum seperti kepemimpinan.

Dengan demikian, berdasarkan penjelasan tentang berbagai pandangan masyarakat muslim perkotaan tentang demokrasi jelas menunjukkan bahwa sebenarnya pandangan ini dipengaruhi oleh pengalaman kehidupan masyarakat dengan demokrasi. Dari pengalaman ini dapat dipastikan bahwa demokrasi dalam makna luas dapat disebut dipahami secara baik oleh masyarakat muslim perkotaan, sebab varian jawaban yang dikemukan semuanya tetap memberi indikasi yang bersubstansikan demokrasi itu sendiri. Relasi Islam dan Demokrasi

Setelah menjelaskan pandangan masyarakat muslim perkotaan tentang demokrasi, maka berikut ini akan dijelaskan pandangan masyarakat muslim tentang relasi Islam dan demokrasi. Pandangan tentang relasi Islam dan demokrasi ini merupakan inti dari pengkajian, sebab ini merupakan tema utama yang akan dijelaskan berdasarkan hasil pengkajian yang penulis lakukan sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya.

Pandangan masyarakat muslim perkotaan tentang relasi Islam dan demokrasi dapat disebut cukup bervariasi. Variasi dari jawaban ini jelas berkaitan dengan beragamnya pandangan masyarakat muslim perkotaan tentang apa yang dimaksud dengan demokrasi itu sendiri, sebab secara langsung ataupun tidak ini memberi pengaruh tersendiri dalam membentuk pandangan masyarakat muslim perkotaan tentang relasi Islam dengan demokrasi. Hasil pengkajian ini menunjukkan setidaknya ada 4 (empat) bentuk pandangan masyarakat muslim perkotaan tentang relasi Islam dan demokrasi. 1. Islam Bertentangan dengan Demokrasi

Pandangan sebagian kalangan masyarakat muslim perkotaan yang mengatakan bahwa Islam bertentangan dengan demokrasi jelas menunjukkan bahwa pandangan ini dipengaruhi oleh cara pandang yang bahwa demokrasi bukanlah sesuatu yang bersumber dari Islam, tetapi sesuatu yang bersumber dari luar. Karena itu lah demokrasi dianggap bertentangan dengan Islam karena Islam dianggap tidak mengenal demokrasi.

Pandangan ini muncul dari sebagian kalangan masyarakat muslim perkotaan yang terlibat secara langsung atau paling tidak menjadi simpatisan sebagian kalangan organisasi keagamaan yang secara kontras menolak demokrasi. Untuk itu, tidak

Page 116: Berkala Kajian Konseling dan Ilmu Keagamaanconsilium.pdf · yang sangat besar bagi masyarakat, mulai dari kerugian material, psikologis, nyawa yang akan selalu membayangi kehidupan

Syarifuddin Elhayat: Islam vis a vis Demokrasi | 112

Jurusan Bimbingan Penyuluhan Islam

mengherankan kalau pandangan ini muncul dari sebagian kalangan umat Islam yang secara eksplisit menolak demokrasi sebagai sesuatu yang berkaitan dengan Islam.

Tentang hal ini dipertegas dengan pandangan salah seorang responden yang mengatakan:

Islam itu bertentangan dengan demokrasi, Islam tidak mengenal demokrasi, karena demokrasi bukan berasal dari Islam. Maka Islam tidak mengenal demokrasi…. Islam hanya mengenal syura, syura itu bukan demokrasi.9 Berdasarkan pandangan yang dikemukan ini jelas menunjukkan bahwa

demokrasi tidak memiliki relasi sama sekali dengan Islam, sebab penegasan Islam tidak mengenal demokrasi jelas menunjukkan bahwa demokrasi bukan bagian dari Islam. Tampaknya, pandangan ini dibentuk cara pandang bahwa demokrasi tidak dikenal dalam Islam dipengaruhi oleh pandangan ormas-ormas Islam yang secara tegas menolak demokrasi.

Asumsi ini diperkuat bahwa sebagian kalangan umat Islam yang diwawancara adalah kelompok yang terlibat atau paling tidak simpatisan salah satu ormas-ormas Islam yang menolak demokrasi, sebab demokrasi berasal dari sesuatu yang bukan bersumber dari Islam. Selain itu, sangat besar kemungkinan juga bahwa kelompok masyarakat muslim perkotaan ini menerima informasi yang bersifat sepihak dalam artian demokrasi dipandang sebagai sesuatu yang tidak dikenal dalam Islam. 2. Demokrasi Islam Berbeda dengan Demokrasi Barat

Pandangan kedua masyarakat muslim perkotaan tentang relasi Islam dan demokrasi tampaknya sedikit lebih longgar dibanding pandangan yang pertama, sebab sangat jelas terlihat bahwa demokrasi diakui sebagai sesuatu yang ada di dalam Islam, tetapi tetap saja dibedakan dengan demokrasi dalam perspektif Barat. Upaya membedakan antara demokrasi Islam dan Barat ini tampaknya berkaitan dengan dikenalnya terminologi syura dalam Islam, yang secara umum selalu dipahami sebagai sesuatu yang sama dengan demokrasi.

Upaya membedakan demokrasi Islam dan demokrasi Barat menunjukkan bahwa demokrasi Barat yang cenderung bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam tentang berbagai hal, seperti HAM, emasipasi, gender dan lainnya. Dalam pandangan masyarakat muslim perkotaan ini semua hal yang berkaitan dengan demokrasi harus sesuai dengan prinsip-prinsip yang ada di dalam Islam. Untuk itu, demokrasi Islam dibedakan dengan demokrasi Barat, sebab demokrasi Barat dipahami sebagai sesuatu yang banyak kontradiktif dengan prinsip-prinsip Islam.

Secara tegas perbedaan demokrasi dalam Islam dengan demokrasi yang ada di Barat diperjelas misalnya dengan adanya pandangan sebagian umat Islam yang mengatakan:

Demokrasi Islam ya itu dia syura, tapi bukan demokrasi Barat ya! Ini berbeda demokrasi Islam berdasarkan syariat lah, kalo demokrasi Barat atas kepentingan rakyat yang tidak benar semuanya.10 Pandangan yang dikemukan di sini jelas menunjukkan bahwa syura dimaknai

sebagai sebuah demokrasi dan cenderung dibedakan dengan demokrasi yang dikenal dalam sejarah Barat. Upaya membedakan demokrasi Islam dengan demokrasi Barat

9Wawancara Tanggal 25 Agustus 2010. 10Wawancara Tanggal 25 Agustus 2010.

Page 117: Berkala Kajian Konseling dan Ilmu Keagamaanconsilium.pdf · yang sangat besar bagi masyarakat, mulai dari kerugian material, psikologis, nyawa yang akan selalu membayangi kehidupan

113 | Consilium: Volume 1, Nomor 1, Juli-Desember 2013

Fakultas Dakwah dan Komunikasi IAIN Sumatera Utara

ini jelas menunjukkan—sebagaimana yang dikemukan sebelumnya—bahwa demokrasi di Barat selalu dipahami sebagai sesuatu yang kontras dengan prinsip-prinsip Islam.

Pandangan ini juga menegaskan bahwa relasi Islam dengan demokrasi merupakan sesuatu yang dianggap sejalan, apabila masih sesuai dengan prinsip-prinsip Islam dan cenderung menolak demokrasi itu apabila bertentangan. Untuk itu, pandangan tentang upaya membedakan demokrasi ini jelas menunjukkan bahwa dalam pandangan masyarakat muslim perkotaan ini demokrasi adalah sesuatu yang memiliki kedekatan dengan Islam, tetapi tetap saja ada upaya membedakannya dengan demokrasi dalam makna konvensional. 3. Tidak Sepenuhnya Demokrasi sesuai Islam

Pandangan ketiga masyarakat muslim perkotaan tentang demokrasi ini tampaknya berkaitan dengan pandangan yang kedua, sebab demokrasi dipandang tidak sepenuhnya sesuai dengan Islam. Pandangan yang dikemukan di sini jelas menunjukkan bahwa demokrasi tidak sepenuhnya dianggap baik bagi kepentingan masyarakat muslim perkotaan maka cenderung dibatasi. Namun, penegasan bahwa tidak sepenuhnya demokrasi sesuai dengan Islam jelas menunjukkan bahwa secara implisit dapat disebut bahwa kelompok masyarakat muslim perkotaan ini menerima demokrasi sebagai sesuatu yang berkaitan dengan Islam.

Menerima demokrasi sebagai bagian dengan Islam tetap saja dalam makna bahwa demokrasi yang diterima hanya demokrasi yang tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam. Pandangan ini tampaknya dipengaruhi sudut pandangan pengalaman demokrasi Barat yang cenderung bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam, sebab demokrasi dalam pengalaman Barat justeru menyebabkan demokrasi itu menjadi sesuatu yang terkesan membenarkan setiap perilaku yang dianggap bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam seperti misalnya masalah kebebasan berekpresi, kebebasan berpendapat, kebebasan berbuat dan lainnya.

Pandangan masyarakat muslim perkotaan tentang hal ini dipetegas dengan pandangan yang dikemukan salah seorang responden yang dapat disebut mewakili pandangan yang sama.

Islam mengenal demokrasi, tapi tidak sepenuhnya Islam sesuai dengan demokrasi… paling prinsip musyawarah itulah yang sesuai dengan Islam, mungkin selebihnya tak sesuai dengan Islam..!11

Pandangan yang dikemukan masyarakat muslim perkotaan di sini menunjukkan bahwa sebenarnya demokrasi tidak dipertentangkan dengan Islam, tetapi hanya dalam hal penyimpangan saja yang dianggap tidak sesuai dengan Islam. Adanya pandangan yang cenderung memahami bahwa demokrasi tidak sepenuhnya sesuai dengan Islam selain memang Islam mengenal sistem musyawarah sebagai upaya untuk menemukan atau memutuskan sesuatu yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat muslim perkotaan. 4. Islam Sesuai Demokrasi

Pandangan keempat yang dikemukan masyarakat muslim perkotaan adalah pandangan yang mengatakan bahwa Islam itu sesuai dengan demokrasi. Pandangan yang dikemukan ini tampaknya melihat demokrasi tidak hanya persoalan

11Wawancara Tanggal 25 Agustus 2010.

Page 118: Berkala Kajian Konseling dan Ilmu Keagamaanconsilium.pdf · yang sangat besar bagi masyarakat, mulai dari kerugian material, psikologis, nyawa yang akan selalu membayangi kehidupan

Syarifuddin Elhayat: Islam vis a vis Demokrasi | 114

Jurusan Bimbingan Penyuluhan Islam

terminologi, tetapi lebih dari pada itu demokrasi lebih cenderung dipahami dari sisi substansinya. Artinya, demokrasi dipahami sesuatu yang baik bagi kepentingan masyarakat muslim perkotaan maka menegaskan Islam sesuai dengan demokrasi merupakan sesuatu yang dianggap sejalan.

Pandangan yang menjelaskan bahwa demokrasi sesuai dengan Islam ini jelas menunjukkan bahwa segala hal yang bersifat baik bagi kepentingan umat Islam, walaupun itu tidak memiliki terminologi yang dikenal dalam Islam tetap dianggap sebagai sesuatu yang sesuai atau paling tidak demokrasi itu diterima sebagai bagian dari Islam itu sendiri yang selalu berupaya membawa kebaikan bagi kepentingan masyarakat muslim perkotaan secara khusus dan masyarakat keseluruhannya secara umum.

Pandangan yang menegaskan bahwa demokrasi sesuai dengan Islam ini dapat dilihat dari hasil pandangan yang dikemukan salah seorang responden yang mengatakan:

Islam itu sangat sesuai lah dengan demokrasi, Islam kan mengajarkan yang terbaik, demokrasi itu kan baik… jadi, Islam sesuai lah dengan demokrasi.12 Pandangan yang dikemukan kelompok keempat masyarakat muslim

perkotaan ini menujukkan demokrasi dipahami sebagai sesuatu yang baik, sebab secara teoritis demokrasi itu mencoba menempatkan masyarakat di atas segalanya. Untuk itu, demokrasi dalam pandangan masyarakat muslim perkotaan kelompok ini dianggap sebagai sesuatu yang tidak bertentangan, sebab demokrasi merupakan sistem yang menempatkan masyarakat sebagai penguasa dalam artian kepentingan masyarakat menjadi tujuan utama. Pandangan masyarakat muslim perkotaan kelompok ini menunjukkan bahwa demokrasi memiliki relasi yang kuat dengan Islam, sebab secara teoritis sangat bersesuai dengan prinsip-prinsip Islam tentang pentingnya melindungi kepentingan masyarakat. Berkaitan dengan ini juga dapat ditegaskan bahwa dalam pandangan masyarakat muslim perkotaan ini tidak mempermasalahkan demokrasi itu berasal dari mana, melainkan hanya memandang bahwa selama itu membawa kebaikan bagi kepetingan masyarakat maka itu dipandangan sebagai sesuatu yang sesuai dengan Islam. Dapat ditegaskan bahwa penempatan demokasi sebagai sesuatu yang sesuai dengan Islam jelas menunjukkan bahwa demokrasi relasi Islam dan demokrasi memiliki kedekatan, bahkan cenderung tidak membedakan demokrasi dalam klasifikasi yang dikemukan banyak ahli. Jika demikian, Islam dipandangan memiliki relasi yang kuat dengan Islam, terutama tentang prinsip-prinsip yang akan menjaga kepentingan masyarakat. Analisis

Berdasarkan hasil pengkajian yang telah dikemukan menarik untuk dianalisis beberapa hal yang berkaitan dengan temuan-temuan di atas. Hasil temuan pengkajian ini menujukkan bahwa sangat beragam pandangan masyarakat muslim perkotaan tentang demokasi, tetapi tetap saja ada titik temu yang menghubungkan dari semuanya bahwa demokrasi dipahami sebagai sesuatu sistem yang berupaya

12Wawancara Tanggal 25 Agustus 2010.

Page 119: Berkala Kajian Konseling dan Ilmu Keagamaanconsilium.pdf · yang sangat besar bagi masyarakat, mulai dari kerugian material, psikologis, nyawa yang akan selalu membayangi kehidupan

115 | Consilium: Volume 1, Nomor 1, Juli-Desember 2013

Fakultas Dakwah dan Komunikasi IAIN Sumatera Utara

menempatkan kepentingan masyarakat di atas segalanya dan menjadikan rakyat sebagai pemimpinnya.

Perbedaan pandangan dalam mendefenisikan demokrasi ini jelas dipengaruhi oleh unsur subjektifas seperti pengalaman kehidupan, pendidikan dan hasil bacaan, yang sepenuhnya memberi implikasi tersendiri dalam mendefenisikan demokrasi. Hal ini wajar mengingat bahwa unsur subjektifitas menjadi bagian dalam mendefenisikan demokrasi. Kenyataan ini diperkuat lagi bahwa demokrasi bukanlah sesuatu yang bersumber dari Islam maka wajar saja terjadi perbedaan dalam mendefenisikannya.

Secara pasti dapat ditegaskan bahwa walaupun defenisi yang dikemukan beraga, tetapi memiliki kedekatan antara satu pandangan dengan yang lainnya, yaitu bahwa demokrasi berintikan pada rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat, inilah pandangan masyarakat muslim perkotaan tentang apa yang dimaksud dengan demokrasi. Sedangkan pandangan masyarakat muslim perkotaan tentang relasi Islam dan demokrasi—sebagaimana pandangan tentang demokrasi—juga terjadi perbedaan yang cukup beragam. Perbedaan ini dipengaruhi bahwa tidak adanya terminologi yang legal-resmi dalam prinsip-prinsip Islam tentang demokrasi, serta ditambah lagi kenyataan bahwa demokrasi—khususnya dalam pengalaman Barat—yang cenderung sering kontras dengan pandangan Islam tentang maka demokrasi, khususnya dalam masalah kebebasan. Namun, dapat ditegaskan bahwa secara umum bahwa masyarakat muslim perkotaan mengakui demokrasi sebagai sebuah system yang berintikan pada rakyat, tetapi dalam mengaitkan relasi Islam dan demokrasi lebih banyak melihat bahwa Islam tidak memiliki hubungan sama sekali dengan demokrasi, sebab walaupun ada yang berpandangan Islam dan demokrasi memiliki kedekatan, tetapi tetap saja membedakan antara demokrasi dalam pandangan Islam dengan demokrasi dalam pandangan Barat. Penutup

Berdasarkan hasil pengkajian yang penulis lakukan setidaknya ada temuan utama dalam pengkajian ini, yang merupakan jawaban dari rumusan masalah yang telah dikemukan sebelumnya. Kesimpulan ini akan dijelaskan sebagai berikut 1) Pandangan masyarakat muslim perkotaan tentang demokrasi adalah setidaknya dapat dikelompokkan pada 5 (lima) pandangan, yaitu a) sistem kekuasaan b) kesepakatan c) kedaulatan rakyat dan d) memilih yang mayoritas dan 2) Pandangan masyarakat muslim perkotaan tentang relasi Islam dan demokrasi adalah setidaknya dapat dikelompokkan pada 4 (empat) pandangan, yaitu a) Islam bertentangan dengan demokrasi b) demokrasi Islam berbeda dengan demokrasi Barat c) tidak sepenuhnya demokrasi sesuai Islam dan d) Islam sesuai demokrasi.[]

Page 120: Berkala Kajian Konseling dan Ilmu Keagamaanconsilium.pdf · yang sangat besar bagi masyarakat, mulai dari kerugian material, psikologis, nyawa yang akan selalu membayangi kehidupan

Arwin Juli Rakhmadi Butar-butar: Studi Astronomi Islam di Indonesia | 116

Jurusan Bimbingan Penyuluhan Islam

Studi Astronomi Islam di Indonesia: Obsesi dan Cita-Cita

Arwin Juli Rakhmadi Butar-Butar Fakultas Agama Islam, Universitas Islam Sumatera Utara

[email protected]

Abstraksi Astronomi Islam sebagai bagian integral peradaban Islam menempati posisi penting dalam konteks sosial umat Islam Indonesia. Seperti dituturkan para praktisi, astronomi merupakan warisan kolektif berbagai peradaban. Kajian astronomi Islam dalam upaya memenuhi obsesi dan cita-cita idealnya mau tidak mau harus memenuhi tiga pilar yang ketiganya saling berhubungan dan saling melengkapi. Tiga pilar itu adalah: (1) pilar konsep, (2) pilar manajemen, dan (3) pilar finansial. Dan untuk mensintesakan tiga pilar ini diperlukan jaringan kerjasama aktif berbagai kalangan –bahkan dalam skala internasional– guna mempercepat pengeksplorasian khazanah astronomi Islam yang terbilang terlantar.

Kata Kunci: Astronomi Islam, Peradaban Islam, Tiga Pilar Pendahuluan

stronomi adalah ilmu eksak klasik yang tetap bertahan hingga era modern. Seperti dituturkan oleh banyak praktisi, ilmu ini merupakan cabang keilmuan Islam yang memiliki posisi terhormat di masyarakat

dan memiliki peran signifikan dalam penentuan waktu ibadah. Selain menempati posisi terhormat, ilmu ini juga begitu dihargai oleh para ahli agama (fukaha). Dalam konteks modern, astronomi adalah salah satu parameter majunya peradaban sebuah bangsa.1

Kajian astronomi Islam sejatinya menempati posisi penting dalam kehidupan masyarakat di Indonesia. Disatu sisi, kajian astronomi merupakan bagian dari ajaran Islam terkait dengan penentuan waktu-waktu ritual ibadah (seperti menentukan waktu salat, menentukan arah kiblat dan menentukan awal bulan kamariah) dimana ketiganya terkait kajian bulan dan matahari. Disisi lain, kajian astronomi merupakan lapangan penelitian para ilmuwan (astronom) dalam mengungkap rahasia alam semeta dan ia merupakan bagian integral dari identitas peradaban Islam. Oleh karena urgensi ganda kajian astronomi Islam ini agaknya dipandang perlu merumuskan obsesi da cita-cita ideal kajian astronomi Islam di Indonesia sebagai negeri dengan populasi umat Islam terbesar di dunia.

Dialektika Terminologi Astronomi Islam

Dalam sejarah dan perkembangannya, astronomi senantiasa mengalami pergeseran makna dan perspektif sesuai cara pandang yang berbeda para pengkaji langit ketika itu. Pergeseran itu juga dikarenakan perbedaan kualitas observasi dan

1Wawancara Muhammad Ahmad Sulaiman dalam “Majalah Sinar Muhammadiyah”, edisi

[41], Oktober 2007, h. 12.

A

Page 121: Berkala Kajian Konseling dan Ilmu Keagamaanconsilium.pdf · yang sangat besar bagi masyarakat, mulai dari kerugian material, psikologis, nyawa yang akan selalu membayangi kehidupan

117 | Consilium: Volume 1, Nomor 1, Juli-Desember 2013

Fakultas Dakwah dan Komunikasi IAIN Sumatera Utara

kelengkapan alat-alat yang digunakan. Dalam perkembangannya, terminologi yang banyak beredar dan menghiasi literatur-literatur klasik (turats) adalah : hai‟ah, „ilm al-

falak, nujm (al-tanjim), ahkam al-nujum, miqat dan anwa‟. Dalam literatur kesarjanaan

klasik (turats), dua istilah pertama (hai‟ah dan „ilm al-falak) adalah yang paling berkembang dan banyak digunakan. Sementara dalam literatur kesarjanaan kontemporer, terminologi „astronomi‟ adalah yang paling populer.

Dalam bahasa Arab, „falak‟ berarti orbit atau edar benda-benda langit2, dimana kata ini disitir dalam Q. 36: 40. Menurut Nillino, kata ini sejatinya bukan asli berasal dari bahasa Arab, namun teradopsi dari bahasa Babilonia.3 Sementara kata „hai‟ah‟ bermakna susunan alam (bunyah al-kawn)4 karena ia mengkaji susunan benda-benda langit. Hai‟ah adalah terminologi orisinil yang muncul dalam peradaban Islam sebagai hasil olah observasi dan pengkajian benda-benda langit. Sementara „astronomi‟, yang merupakan terminologi populer saat ini berasal dari bahasa Yunani, yaitu „astro‟ dan „nomia‟. „Astro‟ berarti bintang, dan „nomia‟ berarti ilmu.5 Dalam literatur kesarjanaan klasik sendiri, terminologi astronomi senantiasa mengalami perkembangan sesuai cara pandang astronomis dan filosofis yang

berbeda-beda para sarjana ketika itu. Al-Farabi (w. 339/950) misalnya, ia menyebut

ilmu ini dengan „nujum‟, dimana ia membaginya kepada dua, yaitu (1) ilmu nujum peramalan benda-benda langit untuk masa depan, dan (2) ilmu nujum untuk

pendidikan („ilm ta‟limi).6 Pembagian kedua adalah yang dikategorikan sebagai

astronomi, yang mengkaji benda-benda langit dalam tiga hal; pertama tentang kuantitas, posisi, tata urutan, kadar, dan jarak benda-benda langit dimana bumi diposisikan diam. Kedua, tentang gerak benda-benda langit pada saat oposisi dan konjungsi, ketika gerhana, dan lain-lain. Ketiga tentang bumi beserta iklimnya, keadaan penduduk dan alamnya.7 Bila disimak, meski definisi dan pembagian al-Farabi ini telah ada pemisahan antara aktifitas yang bersifat astrologi dengan aktifitas astronomi, namun keduanya masih berada dalam satu rumpun terminologi.

Sementara al-Khawarizmi (w. 387/997) tampak sudah membedakan antara

nujum atau at-tanjim dengan hai‟ah (astronomi).8 Al-Khawarizmi menegaskan bahwa

nujum (at-tanjim) sebagai ilmu yang mengkaji teoretis benda-benda langit, dimana cakupan ini membuka peluang adanya praktik astrologi. Sementara hai‟ah menurut

al-Khawarizmi memofuskan pada bahasan orbit dan geometris posisi benda-benda

langit, dimana bahasan zij (tabel astronomi) masuk pada bagian ini. Batasan dan definisi terakhir ini praktis menutup praktik astrologi.

2Ibn Manzur, Lisan al- „Arab, vol. 11 (Beirut: Dar Sadir, cet. 4, 2005 M), h. 221. 3Carlo Nillino, „Ilm al-Falak Tarikhuhu „Inda al-„Arab fi al-Qurun al-Wusta (Mesir: Maktabah

al-Tsaqafah al-Diniyyah, tt.), h. 105-106. 4Regis Morlan, Muqaddimah fi „Ilm al-Falak, dalam “Mausu‟ah Tarikh al-„Ulum al-

„Arabiyyah”, vol. 1 (Beirut: Markaz Dirasah al-Wahdah al-„Arabiyyah, cet. 2, 2005), h. 25. 5Muhammad bin Ahmad bin Yusuf al-Khawarizmi, Mafatih al-„Ulum, G. Van Vloten, ed.,

(Kairo: Serial al-Zakha‟ir (118) al-Hai‟ah al-„Ammah li Qusur al-Tsaqafah, 2004 M), h. 210. 6Abu Nasr al-Farabi, Ihsa‟ al-„Ulum (Beirut: Dar wa Maktabah al-Hilal, cet. 1, 1996), h. 57. 7Ibid., h. 58. 8al-Khawarizmi, Mafatih al-„Ulum, h. 210.

Page 122: Berkala Kajian Konseling dan Ilmu Keagamaanconsilium.pdf · yang sangat besar bagi masyarakat, mulai dari kerugian material, psikologis, nyawa yang akan selalu membayangi kehidupan

Arwin Juli Rakhmadi Butar-butar: Studi Astronomi Islam di Indonesia | 118

Jurusan Bimbingan Penyuluhan Islam

Adapun menurut al-Akfani (w. 749/1348) dalam karyanya Irsyad al-Qasid Ila

Asna al-Maqasid, telah membedakan secara tegas antara astronomi (hai‟ah) dan

ahkam al-Nujum. Hai‟ah menurutnya terbagi kepada lima cabang kajian, yaitu: (1)

tentang zij dan penanggalan, (2) tentang penentuna waktu (mawaqih), (3) tentang tata

cara observasi, (4) tentang proyeksi bumi (tastih al-kurrah), dan (5) tentang alat-alat

bayangan suatu benda.9 Sementara ahkam al-nujum menurut al-Akfani adalah ilmu

dalam rangka menarik berbagai kesimpulan melalui formasi astronomis benda-benda langit terhadap kejadian di bumi.10 Penegasan al-Akfani ini sama seperti Ibn

Khaldun dalam “Muqaddimah”-nya yang membedakan hai‟ah dengan ahkam al-

Nujum, bahkan Ibn Khaldun secara tegas mengecam praktik astrologi.11

Sementara itu terminologi „astronomi Islam‟ (islamic astronomy), yang kini telah populer dan menjadi istilah umum dalam literatur-literatur kesarjanaan Barat sejatinya merujuk pada tradisi dan khazanah astronomi Islam ini. Seperti dimaklumi, astronomi sampai di peradaban Islam setidaknya atas jasa tiga peradaban : India, Persia dan Yunani. Astronomi yang diwariskan tiga peradaban ini bersifat teoretik dan sangat mistis-astrologis. Dalam peradaban Islam, astronomi dikembangkan menjadi lebih sistematik, kritis dan terapan. Hal ini antara lain ditandai dengan modifikasi dan konstruksi alat-alat astronomi menjadi lebih akurat dan digunakan untuk kepentingan ibadah maupun kepentingan sehari-hari.12 Dalam batas dan pengertian yang terakhir ini, penggunaan kata „Islam‟ pada „astronomi Islam‟ menjadi identik untuk membedakannya dengan astronomi pra Islam yang teoretik-astrologis. Literatur-literatur berbahasa asing (baca: Inggris) pada umumnya menyebut istilah dalam pengertian ini dengan „islamic astronomy‟, yang mana padanannya dalam bahasa Arab adalah al-hai‟ah atau „ilm al-falak. Sementara astronomi yang menitikberatkan pada kajian-kajian kontemporer dengan penemuan-penemuan terkininya, untuk yang terakhir ini literatur-literatur kontemporer menyebutnya dengan „astronomy‟, tanpa penambahan kata „Islam‟ atau kata lainnya.

Di Indonesia istilah „ilmu falak‟ lebih populer dan lebih sering digunakan dari „astronomi Islam‟. Hal yang rancu, terkadang istilah ini (baca: ilmu falak) disejajarkan dengan istilah „hisab‟ atau ilmu hisab‟ yang difahami sebagai ilmu yang mengkaji tentang perhitungan waktu-waktu ibadah seperti awal bulan, arah kiblat, waktu salat, dan lainnya. Padahal istilah ini (baca: hisab, ilmu hisab) secara literal bermakna „aritmetika‟, yaitu ilmu tentang angka dan bilangan (penjumlahan, pengurangan, perkalian, pembagian) yang digunakan untuk kepentingan tertentu. Meski tak sepenuhnya keliru, namun hemat penulis, penggunaan istilah ini sebenarnya tidak tepat. Ilmu terkait yang mengkaji perhitungan waktu-waktu berbagai momen ibadah dalam Islam ini lebih tepat disebut dengan ilmu mikat („ilm al-miqat), yaitu satu

9Muhammad bin Ibrahim al-Akfani, Irsyad al-Qasid Ila Asna al-Maqasid fi Anwa‟ al-„Ulum,

Tahqik: „Abd al-Mun‟im Muhammad „Umar (Kairo: Dar al-Fikr al-„Arabi, tt.), h. 205-209. 10Ibid., h. 178. 11Ibn Khaldun, Muqaddimah, Tahqik: Hamid Ahmad al-Tahir (Kairo: Dar al-Fajr li al-

Turats, cet. I, 1425/2004), h. 666. 12Alat-alat itu antara lain: astrolabe (al-usthurlab), seperempat lingkaran (rub‟ al-mujayyab, sine

quadrant), jam matahari (al-mizwalah, sundial), dan lain-lain.

Page 123: Berkala Kajian Konseling dan Ilmu Keagamaanconsilium.pdf · yang sangat besar bagi masyarakat, mulai dari kerugian material, psikologis, nyawa yang akan selalu membayangi kehidupan

119 | Consilium: Volume 1, Nomor 1, Juli-Desember 2013

Fakultas Dakwah dan Komunikasi IAIN Sumatera Utara

cabang disiplin astronomi mapan yang berkembang dan populer pada abad pertengahan yang secara khusus mengkaji gerak benda-benda langit untuk kepentingan penentuan waktu-waktu ibadah.13 Astronomi Islam : Antara Teoretis dan Praktis

Secara umum, astronomi Islam terbagi kepada dua kategori: teoretis (nazari) dan praktis (tatbiqi). Dua kategori ini lahir sebagai hasil akselerasi dan improvisasi

para ulama astronomi muslim silam dalam menerjemahkan fenomena langit dengan beragam seting sosial yang melatarinya. Selain itu, ia juga lahir sebagai respon atas pemikiran-pemikiran astronomi pra Islam, khususnya astronomi India, Persia dan Yunani.

Astronomi teoretis tergambar dalam teori-teorinya yang menitik beratkan pada pengkajian alam raya (al-kawn) seperti diilustrasikan oleh para ulama bidang ini terhadap gerak semu benda-benda langit. Pelopor bidang ini tidak lain adalah Cladius Ptolemeus, seorang astrolog-astronom asal Yunani yang bermukim di

Alexandria-Mesir, dalam maha karyanya „Almagest‟ (Arab: al-majisti).14 Obyek kajian

dalam astronomi teoretis ini pada umumnya adalah benda-benda langit yang terlihat „tetap‟, yang dalam literatur-literatur klasik disebut “al-kawakib al-tsabitah” (planet-planet tetap), untuk membedakannya dengan tujuh benda langit lain yang tampak beredar disekitar Bumi. Tujuh planet itu adalah: Matahari, Bulan, Merkurius, Venus, Mars, Juviter, dan Saturnus. Lima yang terakhir disebut “al-kawakib al-mutahayyirah” (planet-planet berbolak-balik), sementara itu Bumi diasumsikan sebagai pusat tata surya (geosentris).15

Dalam perkembangannya ulama astronomi muslim banyak meneliti teori-teori Ptolemeus ini, sehingga lahirlah karya-karya berbentuk revisi, kritik dan koreksi, baik dari sisi teori, observasi maupun dasar-dasar filosofis. Antara lain

dilakukan Al-Hasan bin al-Haitsam (w. 430 H) dalam karyanya “al-Syukuk „ala

Batlamius” yang memuat 16 kritikan terhadap teori-teori astronomi Ptolemeus.

Berikutnya pada abad 7/13 Nasir al-Din al-Tusi (w. 672 H) dengan koreksi

komprehensifnya yang dikenal dengan “muzawijah al-tusi” (al-Tusi‟s Couple)16 yang

menjelaskan berbagai kontradiksi antara teori-teori Ptolemeus dengan observasi

empirik. Berikutnya muncul kritikus-kritikus lainnya seperti Muhy al-Din al-„Urdi (w. 1266 M) dan Ibn Syatir (w. 777/1375), keduanya berasal dari madrasah

astronomi „Maragha‟17, dan lain-lain.

13Kajian paling komprehensif mengenai ilmu mikat (timekeeping, „ilm al-miqat) dilakukan

oleh David A. King sejak tahun 1970-an. Beberapa penelitiannya di bidang ini tertuang dalam sejumlah buku dan artikel. Salah satu karyanya yang paling komprehensif terkait tema ini adalah “In Synchrony with the Heavens” (Studies in Astronomical Timekeeping and Instrumentation in Medieval Islamic Civilization), yang terdiri dari dua voleme. Volume pertama: The Call of The Muezzin, Volume kedua: Instruments of Mass Calculation [BRILL: Leiden-Boston, 2005].

14Kata pengantar Ahmad Fuad Basya, dalam “Isamah al-Hadarah al-„Arabiyyah wa al-

Islamiyyah fi „Ulum al-Falak” (Alexandria: Maktabah al-Iskandariyah, 2006), h. 9. 15Ibid., 16Ibid., 17Ibid.,

Page 124: Berkala Kajian Konseling dan Ilmu Keagamaanconsilium.pdf · yang sangat besar bagi masyarakat, mulai dari kerugian material, psikologis, nyawa yang akan selalu membayangi kehidupan

Arwin Juli Rakhmadi Butar-butar: Studi Astronomi Islam di Indonesia | 120

Jurusan Bimbingan Penyuluhan Islam

Sementara itu astronomi praktis menitikberatkan pada pengkajian dan observasi benda-benda langit dan memformulasinya dalam sejumlah alat-alat astronomi serta mendokumentasikannya dalam karya. Zij (tabel astronomi), yang menyimpan data gerak harian matahari, bulan dan benda-benda langit lainnya, adalah bentuk konkrit dari produk astronomi praktis ini. Beberapa tokoh dibidang

ini antara lain: „Abd al-Rahman al-Sufi (w. 386 H) dengan karyanya “Suwar al-

Kawakib al-Tsamaniyah wa al-Arba‟in” 18, Ibn Yunus (w. 399 H) dengan karyanya “al-

Zij al-Hakimi al-Kabir” 19, Ibn al-Majdi (w. 850 H) dengan karyanya “al-Durr al-

Yatim” 20, dan lain-lain. Disisi lain, ilmu mikat („ilm al-miqat, timekeeping), seperti telah disinggung

sebelumnya, juga adalah bagian integral dari astronomi praktis ini. Dalam sejarahnya, ilmu ini muncul disebabkan respon sekaligus tuntutan sosial-agama terhadap arti penting penentuan waktu-waktu ibadah secara astronomis. Ilmu ini mulai berkembang dan populer sejak abad 6/13, diduga pelopor utama dan pertama ilmu ini adalah Ibn Yunus (w. 399 H). Pada zaman tengah, disiplin ilmu mikat adalah cabang astronomi diminati karena keterkaitan identiknya dengan penentuan waktu-waktu ibadah. Bahkan sejak zaman itu telah populer satu profesi yang dikenal

dengan „muwaqqit‟ atau „miqati‟ (juru waktu) yang dalam tataran praktisnya beberapa

diantara mereka berafiliasi pada masjid-masjid maupun institusi tertentu.21

Beberapa tokoh astronomi muslim yang berprofesi sebagai „juru waktu‟ (muwaqqit, miqaty)

dapat disebutkan antara lain: Syihab al-Din al-Maqsi (w. 675 H)22, ia menyusun

tabel-tabel ketinggian matahari, lintang dan bujur astronomis untuk kota Kairo yang

18Menurut Sarton, buku ini terhitung satu dari tiga buku penting dalam peradaban Islam di

bidang astronomi, dua buku lainnya: Zij Ibn Yunus dan Zij Ulugh Bek. Dalam sejarahnya, buku ini (baca: Shuwar al-Kawakib) pernah ditransfer kedalam bahasa Spanyol pada era Raja Alfonso X

dengan judul “Libros del Saber de Astronomia”. Isamah al-Hadarah al-„Arabiyyah wa al-Islamiyyah fi „Ulum

al-Falak (Alexandria: Maktabah al-Iskandariyah, 2006), h. 46. 19Buku ini berisi observasi Ibn Yunus dan orang-orang sebelumnya. Pada abad 19 M,

orientalis Caussin de Percepal tercatat pernah menerbitkan tiga fasal dari buku ini. David A. King,

Ba‟d al-Mulahazah „an al-Makhtutah wa al-Alat al-„Ilmiyyah fi al-Turats al-Islami: Buhuts al-Madi wa al-

Hadir wa al-Mustaqbal, dalam “Ahammiyyah al-Makhtutat al-Islamiyyah” (London: Mu‟assasah al-

Furqan li al-Turats al-Islami, cet. II, 2011), h. 164. 20Sejauh ini, zij karya Ibn al-Majdi (w. 850 H) ini baru pernah dilakukan penelitian atasnya

oleh David. A. King dan E.S. Kennedy dalam sebuah artikel berjudul “Ibn al-Majdi‟s Table for Calculating Ephemerides”. David A. King, Islamic Mathematical Astronomy [Variorun Reprints, London 1886], h. 49-68.

21David A. King, The Astronomy of the Mamluks a Brief Overview dalam “Islamic Mathematical

Astronomy” [London: Variorun Reprints, ], p. . 22Syihab al-Din Ahmad bin „Umar bin Isma„il bin Muhammad bin Abi Bakr al-Sufi. Di

beberapa literatur ia lebih populer dengan Syihab al-Din al-Maqsi. Diantara Karyanya di bidang

mikat adalah: “Ghayah al-Intifa‟ fi Ma‟rifah al-Da‟ir Min Qibal al-Irtifa‟ “, Syifa‟ al-Asyqam fi Wad‟

al-Sa‟at „ala al-Rakham”, dan lain-lain. Lihat: Suplemen pada kitab “Ghunyah al-Fahim wa ath-Thariq Ila Hall at-Taqwim” karya Ahmad bin Rajab al-Majdy (w. 850 H), Tahkik dan Dirasah: Arwin Juli Rakhmadi Butar-Butar [Tesis, 2008], h. 92.

Page 125: Berkala Kajian Konseling dan Ilmu Keagamaanconsilium.pdf · yang sangat besar bagi masyarakat, mulai dari kerugian material, psikologis, nyawa yang akan selalu membayangi kehidupan

121 | Consilium: Volume 1, Nomor 1, Juli-Desember 2013

Fakultas Dakwah dan Komunikasi IAIN Sumatera Utara

terus diperbarui. Ibn al-Syatir (w. 777 H)23, ia bertugas sebagai „juru waktu‟ di masjid

agung Umawi (Damaskus, Suriah). Ia juga telah menyusun tabel-tabel waktu salat pada daerah lintang 34 derajat. Al-Mizzy (w. 750 H), ia menyusun tabel-tabel waktu salat untuk kota Damaskus dan Kairo.24 Al-Hasan bin Ali al-Marrakusyi (w. ± 680 H)25, ia seorang „juru waktu‟ yang tidak berafiliasi pada masjid maupun institusi tertentu, dan tokoh-tokoh lainnya.

Demikianlah, astronomi dengan kategori teoretis dan praktis berkembang dalam peradaban Islam melalui metode eksperimen yang disandarkan pada observasi dan perhitungan untuk menerjemahkan fenomena astronomis benda-benda langit. Merupakan fakta bahwa teori-teori dan tabel-tabel astronomis yang telah dan pernah disusun oleh para ulama astronomi muslim ini menjadi informasi penting bagi generasi berikutnya. Tycho Brahe adalah sarjana astronomi Barat yang tercatat banyak mendapat data dan informasi berharga dari teori-teori dan tabel-tabel yang ditinggalkan para astronom muslim ini, berikutnya analisis dan adaptasi Brahe ini menjadi informasi penting pula bagi Kepler, berikutnya lagi Newton, demikian seterusnya hingga era modern. Sejarawan sains kontemporer George Sarton, seperti dikutip Ahmad Fuad Basya, mengungkapkan bahwa kajian-kajian astronomis yang dilakukan orang-orang Arab memberi jalan bagi kebangkitan dunia astronomi modern melalui Kepler dan Copernicus.26 Kesaksian Sarton ini menegaskan bahwa pada dasarnya ilmu adalah warisan kolektif (turats musytarik) umat manusia. Bahwa sejarah penemuan ilmiah itu bak sejarah manusia itu sendiri yang ia berlangsung dalam periode waktu dan proses tertentu, yang seluruhnya memiliki arti penting dan pengaruh terhadap pemikiran manusia. Studi-Studi Kontemporer Astronomi Islam

Di era modern, kajian-kajian pada bidang astronomi Islam sejak kurun abad 19 dan 20 M tampak mulai mengalami pertumbuhan signifikan, dimana beberapa kajian yang pernah dilakukan oleh para peneliti di bidang ini memberikan catatan informatif berharga. Beberapa peneliti, yang sebagian besar berasal dari kalangan orientalis, sekali lagi telah memberikan sumbangan berharga bagi sejarah dan pemikiran astronomi Islam modern. Beberapa tokoh yang telah berjasa itu berikut

23„Ali bin Ibrahim bin Muhammad bin al-Humam bin Muhammad bin Ibrahim bin Hasan

al-Anshari, lahir di Damaskus (Suriah) tahun 704/1304 dan wafat dikota yang sama tahun

777/1375. Beberapa karyanya di bidang ini antara lain: “al-Naf‟ al-„Am fi al-A‟mal bi ar-Rub‟ al-

Tamm li Mawaqit al-Islam”, “Mukhtashar fi al-„Amal bi al-Usthurlab wa Rub‟ al-Muqantharat wa Rub‟ al-Mujayyab”, dan lain-lain. Lihat: Umar Ridha Kahhalah, Mu'jam al-Mu'allifin, j. 2 [Beirut: Mu'assasah ar-Risalah, cet. I, 1414/1993], h. 389, E.S. Kennedy & Imad Ghanim, Ibn Syathir Falaky „Araby Min al-Qarn ats-Tsamin al-Hijry [Aleppo: Ma‟had at-Turats al-„Ilmy al-„Araby, 1976], h. 11, 22-23.

24Ahmad Fuad Basya, op.cit., h. 10. 25Berasal dari Marakusy (Maroko). Ia melakukan penelitian dan observasi mulai dari

Maroko, Spanyol (Andalusia), dan Mesir. Nama lengkapnya: al-Hasan bin Ali al-Marrakusyi al-Maghriby. Karya monumentalnya adalah: “Jami‟ al-Mabadi‟ wa al-Ghayat fi „Ilm al-Miqat”, sebuah buku berisi teori-teori dan alat-alat astronomi klasik. Karya ini telah dilakukan penelitian atasnya oleh Arwin Juli Rakhmadi Butar-Butar (disertasi, 2012).

26Ibid. h. 11.

Page 126: Berkala Kajian Konseling dan Ilmu Keagamaanconsilium.pdf · yang sangat besar bagi masyarakat, mulai dari kerugian material, psikologis, nyawa yang akan selalu membayangi kehidupan

Arwin Juli Rakhmadi Butar-butar: Studi Astronomi Islam di Indonesia | 122

Jurusan Bimbingan Penyuluhan Islam

sumbangan penelitiannya antara lain: Sedillot (Prancis), ia tercatat pernah menerjemahkan kedalam bahasa Prancis satu bagian khusus tentang alat-alat astronomi dari buku berjudul “Jami‟ al-Mabadi‟ wa al-Ghayat fi „Ilm al-Miqat” karya

Abu „Ali al-Hasan bin „Ali al-Marrakusyi (w. ± 680 H).27 Carlo Nillino (Italia), karya

terpentingnya adalah buku berjudul “‟Ilm al-Falak Tarikhuhu „Inda al-„Arab fi al-Qurun

al-Wusta”. Buku ini terhitung sebagai buku terbaik yang mengulas sejarah dan

pemikiran astronomi Islam abad pertengahan. David A. King (Amerika Serikat), fokus kajiannya adalah astronomi Islam era Mamalik (1250-1517). Beberapa sumbangan terpentingnya dalam bidang sejarah dan pemikiran astronomi Islam adalah buku ensklopedik berjudul “In Synchrony with the Heavens” (Studies in Astronomical Timekeeping and Instrumentation in Medieval Islamic Civilization).28 Abdul Hamid Sabrah (Mesir), kontribusi signifikannya adalah penelitian (tahkik) atas karya Al-Hasan bin al-Haitsam (w. 430 H) yang berjudul “al-Syukuk „ala Bathlamius”. E.S. Kennedy (Amerika Serikat), satu diantara penelitian pentingnya adalah survey terhadap tabel-tabel astronomi abad pertengahan yang berjudul “A Survey of Islamic Astronomical Tables”. Abbas Sulaiman (Mesir), nama lengkapnya: Abbas Muhammad Hasan Sulaiman (saat ini guru besar Filsafat Islam dan Sejarah Sains Arab Universitas Alexandria, Mesir). Kontribusi dominannya adalah penelitian (analisis) pada karya-karya astronomi Nashir ad-Din ath-Thusi (w. 672 H). Beberapa penelitian tahkik Abbas Sulaiman terhadap karya-karya Nashir ad-Din ath-Thusi

adalah: “at-Tazkirah fi al-Hai‟ah”, “Mukhtashar fi Ma‟rifah al-Taqawim”, Zubdah al-Idrak,

dan lain-lain. Selain peneliti-peneliti ini, masih ada beberapa peneliti lagi yang memiliki

kontribusi signifikan dalam bidang ini, seperti George Saliba (Palestina-Lebanon), Julio Samso (Spanyol), Aidin Sayli (Turki), dan lain-lain. Namun demikian, betapapun telah ada banyak peneliti yang melakukan penelitian terhadap khazanah astronomi Islam ini, fakta tak terbantah bahwa hingga kini mayoritas literatur-literatur manuskrip astronomi belum mendapat perhatian maksimal. Berbagai institusi dan lembaga penelitian, khususnya di dunia Arab, yang menyelenggarakan riset di bidang ini sejatinya belum mampu mengeksplorasi secara optimal literatur-literatur astronomi Islam yang melimpah ini. Sebagai misal, ilmuwan muslim terkenal al-Biruni (w. 440 H)29, yang menulis lebih dari 150 karya hanya sepertiga saja dari karya-karyanya yang masih tersisa.30 Dalam riset ilmiah, al-Biruni adalah tokoh yang paling banyak dikaji, namun sebagian besar karyanya di bidang astronomi belum banyak diteliti. Tokoh-tokoh lainnya lebih tidak beruntung lagi,

27David A. King, Ba‟dh al-Mulahazhat …, h. 164. 28Catatan footnote nomor 13. 29Abu Raihan Muhammad bin Ahmad al-Biruni, lahir di kota Khawarazm (sekarang

Uzbekistan) Asia Tengah tahun 362/973 dan wafat di kota Ghazna tahun 440/1048. Beberapa karya astronominya: “al-Qanun al-Mas'udi fi al-Hai'ah wa an-Nujum”, “Isti‟ab al-Wujuh al-Mumkinah fi Shan‟ah al-Usthurlab”, “at-Tafhim li Awa‟il Shina‟ah at-Tanjim”, dan lain-lain. Lihat: Qadri Hafizh Thuqan, Turats al-„Arab al-„Ilmy fi ar-Riyadhiyyat wa al-Falak [Mesir: al-Hai‟ah al-„Ammah li Qushur ats-Tsaqafah, t.t.], h. 159.

30Ahmad Dallal, Sains, Kedokteran dan Teknologi : Penciptaan Budaya Ilmiah, dalam “The Oxford History of Islam”, Editor: John L. Esposito, Terjemah: M. Khoirul Anam (Sains-Sains Islam), [Jakarta: Inisiasi Press, cet. I, 2004], h. 4.

Page 127: Berkala Kajian Konseling dan Ilmu Keagamaanconsilium.pdf · yang sangat besar bagi masyarakat, mulai dari kerugian material, psikologis, nyawa yang akan selalu membayangi kehidupan

123 | Consilium: Volume 1, Nomor 1, Juli-Desember 2013

Fakultas Dakwah dan Komunikasi IAIN Sumatera Utara

dimana mereka dikenal nama dan sejumlah karyanya melalui buku-buku bibliografi dan katalog naskah saja. Selain itu, beberapa tokoh astronomi yang pernah dilakukan penelitian atasnya mendapat posisi istimewa karena secara sengaja atau tanpa sengaja ia dan karyanya pernah diteliti dan atau diterjemahkan ke dalam bahasa modern (Eropa). King mengungkapkan bahwa pada era Mamalik (1250-1517) ada sekitar 75 tokoh astronomi yang pernah eksis.31 Namun dari sekian banyak tokoh ini hanya beberapa saja yang terdengar populer saat ini. Karena itu, mengingat banyaknya tokoh-tokoh astronomi berikut karya-karya mereka yang belum terungkap, hal ini memberi konsekuensi kepada lembaga-lembaga penelitian dan institusi terkait untuk menggalakkan penelitian di bidang ini secara lebih serius.

Belakangan ini memang ada kecendrungan penelitian dilakukan oleh para pemula secara pribadi dan mandiri. Studi yang digeluti meliputi kajian tokoh dan analisis pemikiran. Namun seperti dikemukakan Dallal, problematika yang dihadapi para peneliti pemula ini tidak lain terkait problem metodologis, dimana banyak kajian yang dilakukan secara acak yang menyebabkan hasil yang tidak maksimal dan kesimpulan yang tidak komprehensif.32 Menurut Rusydi Rasyid, penelitian di bidang sains idealnya dilakukan secara kolektif dan bahkan dalam skala internasional.33 Sains, yang diantaranya astronomi, tidak lain merupakan warisan kolektif berbagai peradaban yang pernah ada di permukaan bumi ini. Ia merupakan akumulasi dari banyak sentuhan kebudayaan dan tradisi yang tidak mungkin disematkan pada satu komunitas tertentu. Karena itu, adanya jaringan kerjasama internasional untuk kajian bidang ini akan mempercepat secara tepat pengeksplorasian khazanah astronomi Islam yang telah lama tersimpan. Menuju dan merealisasikan hal ini tentu tidak mudah, diperlukan rencana besar, rancangan besar, dan tentu saja biaya yang besar. Cita-Cita Ideal Studi Astronomi Islam

Lahirnya peradaban Islam yang gemilang adalah cita-cita semua umat Islam di Indonesia, bahkan dunia pada umumnya. Dalam upaya pemenuhan obsesi dan cita-cita peradaban, khususnya peradaban astronomi Islam, yang gemilang setidaknya diperlukan tiga kekuatan besar yang ia saling terkait antara satu dengan yang lain. Tiga kekuatan itu : (1) kekuatan konsep, (2) kekuatan manajemen, dan (3) kekuatan finansial. Tiga kekuatan ini sejatinya berjalan secara aktif-kolektif. Kekuatan konsep berarti kekuatan rancangan, ide, gagasan dan terobosan mengenai bagaimana astronomi dikembangkan. Bahwa hasil yang baik akan selalu ditentukan oleh konsep yang matang agaknya sudah merupakan sunatullah. Selanjutnya konsep yang matang bila tidak didukung dengan manajemen yang baik ia tidak lebih hanya berupa idealisme dan obsesi dalam fikiran belaka. Manajemen diperlukan untuk mengelola ide-ide dan gagasan-gagasan dari konsep itu untuk dapat diterapkan. Dua kekuatan ini juga belum sempurna bila tidak didukung kekuatan finansial. Di era kini, kemandirian finansial merupakan faktor penting yang bila tidak terpenuhi ia bak bertepuk sebelah tangan. Meski tidak selalu identik, pada umumnya

31Daftar nama-nama astronom Mamalik hasil penelitian King dalam: David A. King, The

Astronomy of The Mamluks, h. 553-555. 32Ahmad Dallal, op.cit., h. 3. 33Dikutip dari hasil wawancara Rusydi Rasyid di satasiun televisi Aljazeera.

Page 128: Berkala Kajian Konseling dan Ilmu Keagamaanconsilium.pdf · yang sangat besar bagi masyarakat, mulai dari kerugian material, psikologis, nyawa yang akan selalu membayangi kehidupan

Arwin Juli Rakhmadi Butar-butar: Studi Astronomi Islam di Indonesia | 124

Jurusan Bimbingan Penyuluhan Islam

rencana besar akan selalu paralel dengan biaya besar. Dalam sejarah kita punya contoh ideal tentang betapa menentukannya biaya besar untuk sebuah tujuan besar, yaitu apa yang dipraktikkan oleh Khalifah Al-Manshur pada zaman Dinasti Abbasiah. Untuk menggalakkan kajian dan riset di bidang astronomi, khalifah tanpa ragu membelanjakan dana negara yang besar untuk pengembangan kajian astronomi ketika itu. Sang khalifah juga tercatat banyak mengumpulkan para astronom dari berbagai etnis, dan ia juga kerap berkonsultasi dengan para pakar astronomi ini. Kota Bagdad sendiri (didirikan pada tahun 762 M), yang pada waktu itu menjadi pusat ilmu dan peradaban dunia untuk beberapa abad, dalam konstruksi dan penataan kotanya dirancang oleh banyak astrolog-astronom dan matematikawan yang tidak hanya dari kalangan Arab, namun juga dari kalangan orang-orang Yahudi, Persia dan India.34 Sejarah mencatat, kemajuan astronomi pada era Abbasiah sangatlah luar biasa, bahkan ia yang terbaik dalam sejarah peradaban Islam. Di era ini kajian astronomi tidak hanya dilihat dan dikaji dalam perspektif kepentingan praktis ibadah saja, namun ia juga dikembangkan untuk kepentingan sains-sains lain, seperti pelayaran, pertanian, kemiliteran, pemetaan, dan lain-lain.35 Selain tradisi observasi yang mapan, di era ini juga telah tumbuh tradisi kritik dan terjemah terhadap karya-karya astronomi berbahasa non Arab, disamping lahirnya karya-karya orisinil di bidang ini. Sekali lagi, faktor utama kemajuan astronomi era Abbasiah ini adalah perhatian maksimal dan alokasi dana yang besar dari dan oleh raja ketika itu. Dinamika di Indonesia : Ritualitas dan Rutinitas Di Indonesia, kecendrungan astronomi yang populer dan diminati tampaknya baru pada ranah astronomi praktis dengan tema favorit masalah penentuan awal bulan. Hal ini sepenuhnya dapat dimaklumi karena kajian astronomi praktis memang sangat terkait dengan persoalan waktu-waktu ibadah, dimana satu diantaranya adalah persoalan penentuan awal bulan kamariah. Kajian astronomi praktis ini pada era abad pertengahan juga merupakan tema diminati seperti terlihat dalam literatur-literatur astronomi klasik yang senantiasa memuat bahasan seputar rukyatul hilal (ru‟yah al-hilal).

Hanya saja, kajian astronomi praktis di Indonesia masih bersifat ritual dan rutin, dimana para pelaku dan pengkaji pada bidang ini masih terpaku pada „rutinitas‟ tugas dan „ritualitas‟ agama semata, dan sedikit sekali adanya keinginan kuat mencari terobosan dan inovasi baru (baik teoretis, praktis maupun filosofis) untuk dapat disumbangkan bagi peradaban astronomi Islam di negeri ini. Syamsul Anwar mengkritisi para pengkaji dan ahli di bidang ini sebagai bersikap inward looking yang melihat persoalan hisab rukyat, yang notabenenya bagian dari kajian astronomi praktis, dari sisi rutinitas pekerjaan keilmuan saja. Anwar juga menyayangkan kebanyakan astronom di negeri ini „enggan‟ menyapa perkembangan terkini,

34Mehdi Nakosteen, History of Islamic Origins of Western Education A.D. 800 – 1350, Terjemah:

Joko S. Kahhar dan Supriyanto Abdullah [Kontribusi Islam atas Dunia Intelektual Barat], [Surabaya: Risalah Gusti, cet. II, 2003], h. 232.

35Arwin Juli Rakhmadi Butar-Butar, Pengantar Ilmu Falak : Teori Astronomi, Fikih dan Praktek [Kairo: MAPALA PCIM Mesir, cet. II, 2010], h. …

Page 129: Berkala Kajian Konseling dan Ilmu Keagamaanconsilium.pdf · yang sangat besar bagi masyarakat, mulai dari kerugian material, psikologis, nyawa yang akan selalu membayangi kehidupan

125 | Consilium: Volume 1, Nomor 1, Juli-Desember 2013

Fakultas Dakwah dan Komunikasi IAIN Sumatera Utara

sebagaimana halnya „enggan‟ melihat permasalahan dalam perspektif peradaban Islam secara lebih luas.36

Berikutnya, dalam ranah astronomi praktis sekalipun, bila ditilik dan dibanding dengan negara-negara muslim lainnya, harus diakui Indonesia tertinggal jauh. Ketika tradisi perdebatan yang menjenuhkan antara Pemerintah, Muhammadiyah dan NU tak kunjung usai, negara-negara muslim lain di dunia telah melangkah jauh dan telah lama meninggalkan perdebatan klasik hisab rukyat. Meski tak lupa akan urgensi dan makna substansial dari bulan Ramadan, namun harus diakui berbagai elemen di negeri ini tampak masih terjebak pada perdebatan metode dan kriteria yang notabenenya merupakan ranah fikih dan sains yang dalam tabiatnya memang senantiasa berdialektika. Secara historis, harus diakui semarak kajian astronomi praktis di Indonesia pertama kali dicetus oleh K.H. Ahmad Dahlan atas terobosannya merekonstruksi arah kiblat masjid Kauman Yogyakarta.37 Dengan fakta historis ini pula, Muhammadiyah diklaim, bahkan mengklaim dirinya, sebagai lokomotif pengguna hisab astronomis penentuan waktu dan momen ibadah di tanah air. Namun meski fakta historis ini tidak terbantah, merupakan fakta pula bahwa Muhammadiyah hingga kini tidak memiliki lembaga penelitian dan pengkajian bidang astronomi Islam, baik dalam ranah teoretis, praktis maupun filosofis. Lebih disayangkan lagi, dari sekian banyak perguruan tinggi yang dimiliki Muhammadiyah tidak satupun yang menyelenggarakan program studi atau konsentrasi bidang astronomi Islam (baca: ilmu falak). Idealnya, Muhammadiyah yang selalu mengusung dan mengapresiasi sains sudah semestinya memiliki lembaga penelitian dan pengkajian profesional di bidang ini. Memang pada beberapa waktu lalu Muhammadiyah memiliki lembaga seperti dimaksud, namun kini lembaga itu telah „tenggelam‟ atau persisnya vakum.38 Karena itu, slogan bahwa “Islam agama yang menghargai ilmu pengetahuan”, diantara manifestasi slogan ini, dalam bidang yang kita bicarakan kali ini, tidak lain adalah pendirian lembaga penelitian dan pengkajian astronomi Islam secara komprehensif, berkelanjutan dan profesional, bukan sekedar dibentuk karena momentum tertentu lantas beberapa waktu tenggelam untuk dibentuk kembali menunggu momentum lain.

36Syamsul Anwar, Peradaban Tanpa Kalender Unifikatif: Inikah Pilihan Kita ? dalam www.

Muhammadiyah.or.id [akses: 25 November 2012], h. 4. 37Sebenarnya sebelum K.H. Ahmad Dahlan, pembaruan arah kiblat telah dilakukan oleh

Syaikh Muhammad Arsyad al-Banjari (w. 1227/1812), pengarang kitab “Sabîl al-Muhtadîn”. Ketika baru tiba dari Makkah, Syaikh Arsyad al-Banjari singgah di Batavia beberapa waktu, dan disini ia melakukan pembaruan arah kiblat beberapa masjid di Batavia. Lihat: Yusuf Halidi, Ulama Besar Kalimantan: Syech Muhammad Arsjad al-Banjari [Martapura: Jajasan al-Banjari, 1968], h. 14-15, Azyumardi Azra, MA., Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII & XVIII [Jakarta: Prenada Media, cet. II, 2005], h. 316.

38Lembaga itu adalah hasil kerja sama antara Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat (MTT PP) Muhammadiyah dengan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY). Lembaga itu bernama Pusat Studi Ilmu Falak Muhammadiyah. Pendirian lembaga ini sendiri dilakukan pada momentum Sidang Tanwir Muhammadiyah di Yogyakarta.

Page 130: Berkala Kajian Konseling dan Ilmu Keagamaanconsilium.pdf · yang sangat besar bagi masyarakat, mulai dari kerugian material, psikologis, nyawa yang akan selalu membayangi kehidupan

Arwin Juli Rakhmadi Butar-butar: Studi Astronomi Islam di Indonesia | 126

Jurusan Bimbingan Penyuluhan Islam

Penutup Astronomi sebagai ilmu yang mengkaji alam raya tidak lain merupakan

akumulasi pengamatan oleh berbagai peradaban dengan sentuhan zamannya masing-masing. Berbagai sentuhan dari berbagai zaman ini tak pelak menjadikan astronomi memiliki banyak corak, definisi dan kategori. Lebih lanjut astronomi merupakan warisan kolektif berbagai peradaban yang pernah ada di permukaan bumi ini yang tidak mungkin disematkan kepada satu komunitas tertentu. Dalam konteks global, Indonesia sebagai negara dengan populasi muslim terbesar di dunia sudah semestinya menjadi yang terdepan dalam pengembangan dan studi astronomi Islam secara profesional, integral, bahkan internasional.

Dalam konteks Indonesia, berbagai elemen di negeri ini perlu menyadari arti penting kajian astronomi Islam secara universal, tidak melulu memandangnya sebagai ‟rutinitas‟ dan „ritualitas‟. Harus diakui, kemandirian pada bidang sains astronomi Islam (secara teoretis, praktis dan filosofis) sejatinya akan menjadi identitas sekaligus kualitas bangsa ini di mata dunia. Dalam konteks Indonesia sekali lagi, berbagai pihak yang telah dan pernah atau sedang terlibat dalam bidang ini kiranya dapat keluar dari cara berfikir klasik yang sudah demikian tertanam selama ini. Harus difahami pula bahwa kajian astronomi Islam (baca: ilmu falak) bukan semata masalah awal bulan, arah kiblat, waktu salat, dan lain-lain. Spirit kajian astronomi Islam secara lebih luas adalah tumbuhnya budaya ilmiah, budaya pengkajian, budaya penelitian dan budaya kerjasama kolektif. Sementara itu kokohnya trio kekuatan konsep, manajemen dan finansial, adalah faktor penentu terciptanya peradaban astronomi Islam di Indonesia.

Kajian-kajian astronomi Islam yang sudah berjalan dan diselenggarakan di Indonesia, utamanya oleh kalangan universitas, agaknya sudah dipandang baik, namun demikian tetap diperlukan terobosan-terobosan baru menyesuaikan pada perubahan sosial dan intelektual di Indonesia dan dunia, sebab astronomi adalah disiplin ilmu yang dinamis. Satu hal penting lagi untuk menjadi perhatian bahwa kajian-kajian astronomi Islam yang diselenggarakan berbagai kalangan di negeri ini hendaknya dapat lebih mengapresiasi khazanah astronomi Islam secara lebih luas dan serius, karena disana tersimpan segudang pengetahuan mengenai astronomi Islam dalam lintas era, madrasah dan pemikiran.[]