benjolan pada leher

29
BENJOLAN PADA LEHER Epidemiologi Umumnya tumor primer dapat ditemukan kecuali pada 5-15% penderita. Umumnya dari jumlah tersebut 60% diantaranya tumor primernya tidak pernah ditemukan. Sejak tahun 1976 di temukan 2 orang penderita dimana terdapat metastasis kelenjar getah bening di leher dengan tumor primer yang tidak diketahui asalnya. Tahun 1974, ROCHANI menunjukan 1 kasus dengan tumor metastasis yang asalnya tidak diketahui, tetapi tumor metastasis ini tidak terdapat di leher melainkan terdapat di daerah costovetebral.. kebanyakan penulis mendapatkan perbandingan dalam jenis kelamin wanita lebih banyak dari laki-laki = 3 : 1 dengan umur rata-rata 40-70 tahun. 60% penderita kebanyakan datang dengan hanya satu keluhan, yaitu benjolan di daerah leher. Mekanisme Terdapat bebearpa faktor yang menyebabkan terjadinya benjolan pada leher seperti trauma, infeksi, hormonal, keganasan dan kelainan kongenital yang diturunkan. Setiap faktor memiliki jalan tersendiri untuk menyebabkan terjadinya benjolan pada leher. Hal yang harus diketahui adalah tidak semua benjolan pada leher berasal dari gangguan pada daerah sekitar leher seperti kelainan sistemik ataupun penyakit TBC. Hampir semua struktur pada leher dapat mengalami benjolan mulai dari tiroid, paratiroid dan kelenjar getah bening serta lemak, otot dan tulang. Infeksi dapat menyebabkan benjolan pada leher melalui beberapa cara yaitu dengan invasi bakteri langsung pada

Upload: reza-mardany

Post on 15-Jan-2016

61 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

penyakit penyakit neoplasma

TRANSCRIPT

Page 1: Benjolan Pada Leher

BENJOLAN PADA LEHER

Epidemiologi

Umumnya tumor primer dapat ditemukan kecuali pada 5-15% penderita. Umumnya

dari jumlah tersebut 60% diantaranya tumor primernya tidak pernah ditemukan. Sejak tahun

1976 di temukan 2 orang penderita dimana terdapat metastasis kelenjar getah bening di leher

dengan tumor primer yang tidak diketahui asalnya. Tahun 1974, ROCHANI menunjukan 1

kasus dengan tumor metastasis yang asalnya tidak diketahui, tetapi tumor metastasis ini tidak

terdapat di leher melainkan terdapat di daerah costovetebral.. kebanyakan penulis

mendapatkan perbandingan dalam jenis kelamin wanita lebih banyak dari laki-laki = 3 : 1

dengan umur rata-rata 40-70 tahun. 60% penderita kebanyakan datang dengan hanya satu

keluhan, yaitu benjolan di daerah leher.

Mekanisme

Terdapat bebearpa faktor yang menyebabkan terjadinya benjolan pada leher seperti

trauma, infeksi, hormonal, keganasan dan kelainan kongenital yang diturunkan. Setiap faktor

memiliki jalan tersendiri untuk menyebabkan terjadinya benjolan pada leher. Hal yang harus

diketahui adalah tidak semua benjolan pada leher berasal dari gangguan pada daerah sekitar

leher seperti kelainan sistemik ataupun penyakit TBC.

Hampir semua struktur pada leher dapat mengalami benjolan mulai dari tiroid,

paratiroid dan kelenjar getah bening serta lemak, otot dan tulang.

Infeksi dapat menyebabkan benjolan pada leher melalui beberapa cara yaitu dengan

invasi bakteri langsung pada jaringan ataupun merupakan efek dari imunitas tubuh yang

bekerja dalam kelenjar getah bening

Trauma memiliki mekanisme yang mirip dengan infeksi tetapi trauma tanpa infeksi

sekunder tidak menyebabkan pembengkakan kelenjar getah bening

Jika jaringan tubuh manusia terkena rangsangan berupa trauma dan reaksi imun, maka

otomatis sel-sel akan mengalami gangguan fisiologis. Sebagai responnya, sel tubuh terutama

mast sel dan sel basofil akan mengalami granulasi dan mengeluarkan mediator radang berupa

histamin, serotonin, bradikinin, sitokin berupa IL-2, IL-6 dan lain-lain. Mediator-mediator

radang ini terutama histamin akan menyebabkan dilatasi arteriola dan meningkatkan

permeabilitas venula serta pelebaran intraendothelialjunction. Hal ini mengakibatkan cairan

yang ada dalam pembuluh darah keluar ke jaringan sekitarnya sehingga timbul benjolan pada

daerah yang terinfeksi ataupun terkena trauma. Infeksi dapat menimbulkan pembesaran

kelenjar limfe karena apabila mekanisme pertahanan tubuh berfungsi baik, sel-sel pertahanan

tubuh seperti makrofag, neutrofil dan sel T akan berupaya memusnahkan agen infeksius

Page 2: Benjolan Pada Leher

sedangkan agen infeksius itu sendiri berupaya untuk menghancurkan sel-sel tubuh terutama

eritrisot agar bisa mendapatkan nutrisi. Kedua upaya perlawanan ini akan mengakibatkan

pembesaran kelenjar limfe karena bekerja keras untuk memproduksi sel limfoid maupun

menyaring sel tubuh yang mengalami kerusakan dan agen infeksius yang masuk agar tidak

menyebar ke organ tubuh lain.

Sedangkan mekanisme timbulnya benjolan akibat neoplasma entah itu di otot, sel

limfoid, tulang maupun kelenjar secara umum hampir sama. Awalnya terjadi displasia dan

metaplasia pada sel matur akibat berbagai faktor sehingga diferensiasi sel tidak lagi

sempurna. Displasia ini menimbulkan sejumlah kelainan fisiologis molekuler seperti

peningkatan laju pembelahan sel dan inaktifasi mekanisme bunuh diri sel terprogram. Hal ini

berakibat pada proliferasi sel tak terkendali yang bermanifestasi pada timbulnya benjolan

pada jaringan. Neoplasma dapat terjadi pada semua sel yang ada di leher entah itu kelenjar

tiroid-adenoma tiroid, lemak-lipoma, kartilago-kondroma, jaringan limfe-limfoma maupun

akibat dari metastase kanker dari organ di luar leher.

Berikut adalah pembagian benjolan pada leher menurut penyebabnya

I. Kongenital

a. Kistik Higroma

Higroma kistik berasal dari sistem limfe sehingga secara patologi anatomi lebih tepat

disebut kistik limfangioma. Higroma kistik dapat terjadi pada anak lelaki maupun anak

perempuan dengan rasio yang sama. Kebanyakan (75%) higroma kistik terdapat di leher.

Sekitar 75% kasus terjadi saat lahir maupun masa neonatus.

Anyaman pembuluh limfe yang pertama kali terbentuk di sekitar pembuluh vena

mengalami dilatasi dan bergabung membentuk jala yang di daerah tertentu akan berkembang

menjadi sakus limfatikus.

Pada embrio usia dua bulan, pembentukan sakus primitif telah sempurna. Bila

hubungan saluran ke arah sentral tidak terbentuk, timbulah penimbunan cairan yang akhirnya

membentuk kista berisi cairan. Hal tersebut sering terjadi di daerah leher. Kelainan ini dapat

meluas ke segala arah seperti ke jaringan sublingualis di mulut.

Pada mulanya bagian dalam kista dilapisi oleh selapis sel endotel dan berisi cairan

jernih kekuningan yang sesuai dengan cairan limfe. Pada permukaaan ditemukan kista besar

yang makin ke dalam menjadi makin kecil seperti buih sabun. Higroma kistik dapat mencapai

ukuran yang besar dan menyusup ke otot leher dan daerah sekitarnya seperti faring, laring,

mulut dan lidah. Saat akhir dapat menyebabkan makroglosia.

Page 3: Benjolan Pada Leher

Keluhan adalah adanya benjolan di leher yang telah lama atau sejak lahir tanpa nyeri

atau keluhan lain. Benjolan ini berbentuk kistik, berbenjol-benjol dan lunak. Permukaannya

halus dan lepas dari kulit, dan sedikit melekat pada jaringan dasar. Kebanyakan terletak di

regio trigonum posterior colli. Sebagai tanda khas, pada pemeriksaan transiluminasi positif

tampak terang sebagai jaringan tembus cahaya.

Benjolan ini jarang menimbulkan gejala akut, tetapi suatu saat dapat cepat membesar

karena radang dan menimbulkan gejala gangguan pernafasan akibat pendesakan saluran nafas

seperti trakea, orofaring, maupun laring. Bila terjadi perluasan ke arah mulut dapat timbul

gangguan menelan. Perluasan ke aksila dapat menyebabkan penekanan pleksus brakialis

dengan berbagai gejala neurologik.

b. Kista Branchial

Kelainan brankial dapat berupa fistel, kista, dan tulang rawan ektopik. Arkus brankial

ke-3 membentuk os hioid, sedangkan arkus brankial ke-4 membentuk skelet laring, yaitu

rawan tiroid, krikoid, dan aritenoid.

Fistel kranial dari tulang hioid yang berhubungan dengan meatus akustikus eksternus

berasal dari celah brankial pertama. Fistel antara fosa tonsilaris ke pinggir depan

m.sternokleidomastoideus berasal dari celah brankial kedua. Fistel yang masuk ke sinus

piriformis berasal dari celah ketiga. Sinus dari celah brankial keempat tidak pernah

ditemukan. Sinus atau fiste mungkin berupa saluran yang lengkap atau mungkin menutup

sebagian.

Fistel brankial sisa celah brankial ke-2 akan terdapat tepat di depan

m.sternokleidomastoideus. bila penutupan terjadi sebagian, sisanya dapat membentuk kista

yang terletak agak tinggi di bawah sudut rahang. Bila terbuka ke kulit, akan terjadi fistel. Bila

masih ada sinus tonsilaris, fistel selalu berjalan melalui percabangan a.karotis.

Pada anamnesis diketahui kista merupakan benjolan sejak lahir. Fistel terletak di

depan m.sternocleidomastoideus dan mengeluarkan cairan. Fistel yang buntu akan

membengkak dan merah, atau merupakan lekukan kecil yang dapat ditemukan unilateral atau

bilateral.

Kista dapat langsung diekstirpasi bersama saluran menuju orofaring. Seringkali

diperlukan insisi multipel sejajar di atas insisi pertama (stepladder incision). Fistel diisi

bahan warna seperti biru metilen, kemudian dapat diekstirpasi melalui insisi kecil multipel.

Operasi ini tidak tergolong bedah minor karena fistel harus dikeluarkan seluruhya melalui

Page 4: Benjolan Pada Leher

percabangan a.karotis komunis sampai ke sinus tonsilaris. Bila sebagian saja, fistel tertinggal

akan kambuh dan biasanya mengalami infeksi.

c. Kista Ductus Tiroglosus

Benjolan kista duktus tiroglosus terdapat di sekitar os. Hyoid, di garis tengah, dan ikut

bergerak waktu menelan atau pada penjuluran lidah.

Duktus yang menandai jaringan bakal tiroid akan bermigrasi dari foramen sekum di

pangkal lidah ke daerah di ventral laring dan mengalami obliterasi. Obliterasi yang tidak

lengkap akan membentuk kista. Kista terletak di garis tengah, di cranial atau kaudal dari os.

Hyoid. Bila terletak di bagian depan tulang rawan dari os. Hyoid mungkin tergeser sedikit ke

paramedian. Jika di tarik kearah kaudal, umumnya teraba atau terlihat sisa duktus berupa tali

halus di subkutis.

Keluhan yang sering terjadi adalah adanya benjolan di garis tengah leher, dapat di atas

atau di bawah tulang hioid. Benjolan membesar dan tidak menimbulkan rasa tertekan di

tempat timbulnya kista. Konsistensi massa teraba kistik, berbatas tegas, bulat, mudah

digerakkan, tidak nyeri, warna sama dengan kulit sekitarnya dan bergerak saat menelan atau

menjulurkan lidah.

Diameter kista berkisar antara 2-4 cm, kadang-kadang lebih besar.9Bila terinfeksi,

benjolan akan terasa nyeri. Pasien mengeluh nyeri saat menelan dan kulit di atasnya berwarna

merah.

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gambaran klinik; yang harus dipikirkan pada setiap

benjolan di garis tengah leher. Untuk fistula, diagnosis dapat ditegakkan menggunakan

suntikan cairan radioopak ke dalam saluran yang dicurigai dan dilakukan foto Rontgen

Kelainan ini ditangani dengan ekstripasi seluruh kista dan duktus. Biasanya os hyoid

harus dibelah dulu karena duktus sering menembus os. Hyoid. Kista harus diekstripasi

dengan seluruh sisa duktus sampai ke foramen sekum. Jika ada sisa duktus tertinggal, akan

terbentuk fistel di luka operasi setelah beberapa waktu.

II. Infeksi

a. Limfadenitis Leher Akut

Limfadenitis leher akut merupakan pembesaran kelenjar getah bening akibat

kegagalan mengatasi infeksi di daerah pertahanan regionalnya. Limfadenitis leher dapat

disebabkan oleh infeksi daerah telinga, gigi, tenggorokan, hidung. Dapat mengenai satu

kelenjar limfe atau satu kelompok kelenjar limfe, bisa unilateral atau bilateral leher.

Page 5: Benjolan Pada Leher

Limfadenitis sendiri disebabkan oleh berbagai infeksi dari berbagai organisme, seperti

bakteri, virus, protozoa, riketsia, dan jamur. Nama-nama bakteri yang masuk dalam kategori

bakteri penyebab limfadenitis adalah Streptokokus beta hemolitikus. Grup A atau

stafilokokus aureus. Bakteri anaerob bila berhubungan dengan caries dentis (gigi berlubang)

dan penyakit gusi. Difteri, Haemophilus influenza tipe b jarang menyebabkan hal ini. Untuk

penyebarannya ke kelenjar getah bening melaluiinfeksi pada kulit, hidung, telinga, dan mata.

Tatalaksana pada limfadenitis akut lebih disarankan untuk mengobati penyakit dasar

sebagai penyebabnya. Jika dengan konservatif atau penatalaksanaan penyakit dasar tidak

berhasil, dapat dilakukan pembedahan, namun hanya dapat menghilangkan benjoannya saja

tidak menghilangkan penyakit dasar.

b. Limfadenitis TBC

Bacteria dapat masuk melalui makan ke rongga mulut dan melalui tonsil mencapai

kelenjar limf di leher, sering tanpa tanda tbc paru. Kelenjar yang sakit akan membengkak,

dan mungkin sedikit nyeri. Mungkin secara berangsur kelenjar didekatnya satu demi satu

terkena radang yang khas dan dingin ini. Disamping itu dapat terjadi juga perilimfadenitis

sehingga beberapa kelenjar melekat satu sama lain membentuk suatu massa. Bila mengenai

kulit dapat meradang, merah, bengkak, mungkin sedikit nyeri. Kulit akhirnya menipis dan

jebol, mengeluarkan bahan seperti keju. Tukak yang terbentuk berwarna pucat dengan tepi

membiru, disertai sekret yang jernih. Tukak kronik itu dapat sembuh dan meninggalkan

jaringan parut yang tipis atau berbinti-bintil. Suatu saat tukak meradang lagi dan

mengeluarkan bahan seperti keju, demikian berulang-ulang, kulit seperti ini disebut

skrofuloderma.

Pengobatan dilakukan dengan tuberkulostatik. Bila terjadi abses, perlu dilakukan

aspirasi, dan bila tidak berhasil, sebaiknya dilakukan insisi serta pengangkatan dinding abses

dan kelenjar getah bening yang bersangkutan

c. Tiroiditis

Tiroiditis adalah peradangan kelenjar tiroid. Penyebab pasti untuk penyakit ini belum

diketahui. Fakta yang ada menunjukkan bahwa penyakit ini lebih banyak menyerang wanita

daripada pria.

Radang tiroid dapat terrjadi akut, subakut atau menahun. Radang akut biasanya

disebabkan oleh infeksi S. aureus. Tiroiditis bakterial akut sangat jarang ditemukan. Tiroiditis

subakut yang juga jarang ditemukan umumnya terjadi pada infeksi virus di saluran nafas.

Page 6: Benjolan Pada Leher

Tiroiditis menahun pada umumnya adalah penyakit autoimunyang disertai kenaikan kadar

antibodi terhadap hormon tiroid/produk tiroid di dalam darah.

Gejala paling awal adalah kelenjar tiroid yang terlalu aktif (hipertiroidisme). Gejala-

gejala ini dapat berlangsung selama 3 bulan, kadang ada yang kurang dari 3 bulan. Gejala

biasanya ringan, gejala tersebut antara lain kelelahan, sering buang air besar, nafsu makan

meningkat, banyak keringat, gangguan menstruasi, iritabilitas meningkat, kram, gugup

gelisah, berat badan menurun.

Tiroiditis Hashimoto

Tiroiditis kronik yang sering dijumpai adalah tiroiditis limfositik atau tiroiditid

Hashimoto. Pada tiroiditis Hashimoto didapatkan infiltrasi limfosit ke seluruh kelenjar tiroid

yang menyebabkan destruksi progresif folikel kelenjar. Dalam beberapa tahun terjadi atrofi

kelenjar dengan fibrosis. Berbagai macam antibodi antitiroid dapat ditemukan dalam kadar

tinggi di darah sebagai tanda reaksi autoimun.

Penyakit ini sering ditemukan dan sering dijumpai pada wanita. Biasanya mulai pada

usia dewasa dengan atau tanpa pembesaran kelenjar tiroid. Jika terdapat pembesaran kelenjar

tiroid, akan dirasakan sedikit nyeri, padat pada palpasi, dan nyeri pada penekanan. Pada

awalnya penderita eutiroidisme, kemudian berubah secara bertahap menjadi hipotiroidisme

yang memerlukan terapi substitusi dengan sediaan hormon tiroid. Struma Hashimoto sering

asimetrik. Diagnosis banding adalah karsinoma karena itu sering kali diperlukan tindakan

biopsi guna konfirmasi diagnosis. Pengobatannya trutama bersifat tindak bedah paliatif dan

simptomatik.

Tiroiditis de Quervain

Tiroiditis menurut de Quervain merupakan inflamasi akut yang mengenai seluruh

kelenjar tiroid, yang mungkin disbabkan oleh infiltrasi sel neurofil yang disusul oleh sel

limfosit dan histiosit, jenis radang ini jarang ditemukan.

Gambaran klinis berupa pembesaran tiroid sedang atau ringan yang sangat nyeri

disertai gejala dan tanda sistemik. Penyakit ini biasanya mereda setelah beberapa minggu,

tetapi sering kambuh kembali. Umumnya penderita eutiroidisme, tetapi pada tahap akut

mungkin terjadi hipertiroidisme. Pengobatan dengan sediaan salisilat untuk menghilangkan

nyeri. Pada stadium akut juga digunakan kortikosteroid untuk menekan inflamasi.

Tiroiditis Riedel

Tiroiditis Riedel merupakan jenis yang sangat jarang ditemukan, juga dianggap sebagai

reaksi autoimun. Kelenjar tiroid menjadi keras sehingga kelainan ini disebut juga “struma

kayu”. Kelenjar sering berbentuk asimetris sehingga sukar dibedakan dengan

Page 7: Benjolan Pada Leher

adenokarsinoma anaplastik karena konsistensinya sangat padat. Diagnosis hanya dapat

ditentukan dengan biopsi insisi. Struma Riedel mungkin mengakibatkan kompresi trakea

sehingga kadang membutuhkan dekompresi dengan pembelahan istmus atau istmektomi.

III. Neoplasma

a. KarsinomaNasofaring

Diperkirakan kira-kira 80%-90% keganasan nasopharynx adalah berkembang dari sel

epithelium. Terdapat 3 jenis carcinoma nasopharynx berdasarkan gambaran

histopatologisnya. Menurut WHO, dibagi:

WHO type 1,atau squamous karsinoma sel

WHO type 2,atau non-keratin carcinoma

WHO type 3,atau undifferentiated karsinoma

Karsinoma Nasofaring merupakan keganasan tertinggi didaerah leher dari bidang

ilmu penyakit THT . Asal tumor adalah dari epitel sel squamos pada daerah nasofaring dan

tempat predileksinya pada fossa Rossen Mulleri yang letaknya sangat tersembunyi sehingga

sulit mendiagnosis penyakit ini pada stadium dini, selain juga tanda dan gejalanya yang tidak

khas.Angka kematiannya cukup tinggi.Di Indonesia penyakit ini termasuk dalam sepuluh

besar keganasan dari seluruh tubuh.Banyak menyerang pada usia 40-60 tahun,

perbandingannya antara laki-laki dan perempuan 2,5:1.

Faktor Pencetus karsinoma nasofaring ada berbagai macam, antara lain genetik, virus

(Epstein Barr), paparan karsinogen, sosial ekonomi lingkungan, ras dan keturunan serta

radang kronis nasofaring

Virus Epstein-Barr adalah berkaitan rapat dengan karsinoma nasopharynx. Titer

antibodi (imunoglobulin A) terhadap virus ini akan meningkat bagi setiap penderita

karsinoma nasopharynx.Maka ia di gunakan sebagai tumor maker.untuk menilai

keberkesanan terapi.Menurut pemerhatian bahawa 80% penderita nasopharynx carsinoma

menunjukkan adanya produk BCL2.Produk ini menyebabkan terjadinya penghalangan proses

apoptosis.Ini menyebabkan perkembangan kanser tersebut.Menurut pemerhatian,memakan

ikan asin dan bahan kimia tertentu dapat memicu terjadinya kanser nasopharynx karsinoma

tersebut.

Asal tumor adalah dari epitel sel squamosa pada daerah nasofaring dan tempat

predileksinya pada fossa Rossen Mulleri yang letaknya sangat tersembunyi sehingga sulit

mendiagnosis penyakit ini pada stadium dini, selain juga tanda dan gejalanya yang tidak

khas. Adapun tanda ataupun gejala yang timbul tergantung dimana perluasan tumor.

Page 8: Benjolan Pada Leher

Apabila perluasannya ke arah atas, penderita akan merasakan diplopia. Apabila

perluasannya ke arah lateral, sebelumnya penderita merasakan adanya lendir dibelakang

hidung terus menerus yang tidak bisa dikeluarkan, rasa penuh ditelinga, telinga berdenging

(tinitus), otalgia, adanya radang pada telinga tengah sampai dengan terjadinya robekan

gendang telinga tanpa sebab yang jelas, dan tidak sembuh dengan pengobatan serta terjadi

berulang-ulang. Hal ini karena adanya tumor pada daerah tenggorok bagian atas (nasofaring)

menutupi saluran yang menuju keliang telinga tengah (oklusi Tuba eustachi).

Bila tumor sudah membesar (stadium lanjut), maka ia dapat meluas kerongga hidung

bagian belakang (koana) dengan keluhan adanya hidung tersumbat ataupun mimisan

bercampur dengan ingus dalam jumlah yang bervariasi .Keluhan pada tenggorok merupakan

gangguan bicara,bernafas dan menelan dapat dijumpai bila tumor sudah membesar karena

mendesak kerongga tenggorok.

Sementara keluhan penglihatan dobel, karena tumor sudah meluas kedasar tengkorak

sehingga mengakibatkan kelumpuhan pada syaraf-syaraf otot penggerak bola mata, dan mata

menjadi juling yakni nervus okulomotorius dan abdusen. Adanya gejala neurology pada

syaraf cranial seperti nyeri kepala dan nyeri disekitar wajah juga sering dijumpai pada

penderita kanker tenggorok akibat dari penekanan tumor pada syaraf disekitar kepala yakni

nervus trigeminus, glossofaringeus, vagus, assesorius .

Stadium lanjut, karsinomanya mengalami metastasis ke kelenjar getah bening

bermanifestasi sebagai benjolan yang teraba keras umumnya pada rantai kelenjar limfe

jugularis profunda superior.

Radioterapi masih merupakan pengobatan utama dan ditekankan pada penggunaan

megavoltage dan pengaturan dengan computer. Pengobatan tambahan yang diberikan dapat

berupa diseksi leher, pemberian tetrasiklin, faktor transfer, interferon, kemoterapi, seroterapi,

vaksin dan anti virus.

Pemberian adjuvant kemoterapi cis – platinum, bleomycin, dan 5 –fluorouracil sedang

dikembangkan dengan hasil sementara cukup memuaskan. Demikian pula telah dilakukan

penelitian pemberian kemoterapi praradiasi dengan epirubicin dan cis platinum, meskipun

ada efek samping yang cukup berat, tetapi memberikan harapan kehidupan yang cukup baik.

Kombinasi kemo-radioterapi dengan mitomycin C dan 5-fluorouracil oral setiap hari

sebelum diberikan radiasi yang bersifat radio sensitizer memperlihatkan hasil yang memberi

harapan akan kesembuhan total pasien karsinoma nasopharing.

Pengobatan pembedahan diseksi leher radikal dilakukan terhadapa benjolan dileher

yang tidak menghilang pada penyinaran (residu) atau timbul kembali setelah penyinaran

Page 9: Benjolan Pada Leher

selesai, tetapi dengan syarat tumor induknya sudah hilang yang dibuktikan dengan

pemeriksaan radiologik dan serologik.Operasi tumor sisa (residu) atau kambuh (residif)

diindikasikan, tetapi sering timbul komplikasi yang berat akibat operasi.

Perhatian pertama harus diberikan pada pasien dengan pengobatan radiasi. Mulut rasa

kering disebabkan oleh kerusakan kelenjar liur mayor maupun minor sewaktu penyinaran.

Tidak banyak yang dapat dilakukan selain menasihatkan pasien untuk makan dengan banyak

kuah, membawa minuman kemana pun pergi dan mencoba memakan dan mengunyah bahan

yang rasa asam sehingga merangsang keluarnya aar liur. Gangguan lain adalah mukositis

rongga mulut karena jamur, rasa kaku didaerah leher karena fibrosis jaringan akibat

penyinaran, sakit kepala, kehilangan nafsu makan dan kadang kadang muntah dan rasa mual.

Kesulitan yang timbul pada perawatan pasien pasca pengobatan lengkap dimana

tumor tetap ada atau kambuh kembali. Dapat pula timbul metastasis jauh pasca pengobatan

seperti ketulang, paru, hati, otak. Pada kedua keadaan tersebut diatas tidak banyak tindakan

medis yang dapat diberikan selain pengobatan simptomatis untuk meningkatan kualitas

hidup.

b. Karsinoma Tiroid

Etiologi pasti dari Karsinoma Tiroid ini belum dapat dipastikan, karena secara umum

penyebab dari kanker itu sendiri sampai sekarang belum diketahui pasti.Namun terdapat

beberapa faktor resiko yang dapat menyebabkan karsinoma tiroid, yang antara lain ialah

riwayat radiasi, genetik, nodul pada tiroid, struma pada wanita lebih dari 45 tahun dan anak

anak

Karsinoma tiroid jarang ditemukan, yaitu sekitar 3 – 5% dari semua tumor malignant.

Insidennya lebih tinggi dinegara dengan struma endemik, terutama jenis tidak

berdeferensiasi. Karsinoma tiroid didapat pada segala usia dengan puncak pada usia muda

dan usia40-60 tahun

Pada keadaan awal dimana sel sel tiroid dalam keadaan normal Namun setelah ada

paparan dengan bahan bahan karsinogenik seperti terlihat pada bagan yakni radiasi maka sel

normal tersebut dapat berubah menjadi sel kanker, dimana sel kanker juga melalui beberapa

tahap, yakni Inisiasi, yakni dimana terjadi amplifikasi dari DNA Namun Belum

menimbulkan ekspresi gen, sehingga pada tahapo ini dapat dikatakan bahwa jumlah dari gen

gen meningkat Namun belum menimbulkan efek kepada sel itu sendiri, Namun pada proses

promosi dimana pada tahap ini terpapar lagi oleh bahan bahan karsinogenik dapat serupa

dengan bahan pada saat tahap inisisai Namun dapat pula berbeda, pada tahap ini terjadi

ekspresi gen dimana sel sel telah menjadi sel abnormal Namun pada tahap ini sel sel tersebut

Page 10: Benjolan Pada Leher

bersifat reversible dengan kata lain apabila pada tahap ini kita dapat mengobati dengan

komplit maka sel tersebut dapat kembali menjadi sel normal kembali Namun apabila tidak

komplit maka dapat menjadi sel kanker, dan selanjutnya pada tahap progresi maka terjadi

perubahan serta perbanyakan sel secara cepat dan tidak terkendali lagi.

Dan perubahan dari sel normal menjadi sel kanker perlu digarisbawahi juga bahwa

disini terjadi perubahan dari protoonkogen menjadi onkogen, dan terjadi inaktivasi dari

supresor sehingga tidak ada lagi penghambat bagi sel tersebut untuk terus memperbanyak

diri, maka jadilah sel normal tersebut menjadi sel ganas.

c. Karsinoma Laring

Karsinoma laring merupakan keganasan pada pita suara, kotak suara (laring) atau

daerah lainnya di tenggorokan.

Karsinoma laring jarang ditemukan pada wanita, rasio antara laki-laki dan wanita oleh

beberapa peneliti disebutkan sebesar 10-15 : 1. Data terakhir rasio ini memperlihatkan

kecenderungan peningkatan jumlah kasus penderita wanita. Usia penderita umumnya telah

menginjak usia tua antara 45-75 tahun.

Penelitian epidemiologik tumor ganas laring memperlihatkan beberapa faktor yang

diduga berhubungan langsung atau tidak langsung dengan timbulnya keganasan, tersebut.

Banyak bahan tertentu yang terdapat di lingkungan kita yang mempunyai sifat karsinogen

atau pencetus aktivitas karsinogen.

Rokok sering diasumsikan mempunyai peranan penting dalam timbulnya karsinoma

laring, meskipun masih perlu dipertimbangkan faktor lain yang dapat bekerja sama dalam

proses timbulnya tumor ganas.

Etiologi karsinoma laring sampai sekarang belum diketahui dengan pasti, tetapi para

ahli menghubungkannya dengan bahan asing yang mengakibatkan iritasi kronis pada laring,

sehingga dengan kemajuan industri dan perubahan kebiasaan mungkin insidensinya akan

meningkat.Bahan karsinogen tersebut antara lain, asbes, etanol, gas mustard, nikel, polisiklik

hidrokarbon, tembakau, nitrosamin, vinyl, benzene dan lain lain

Gejala awal yang memaksa penderita datang berobat umumnya karena perubahan

suara serak. Dokter yang memeriksa pertama kali biasanya menghubungkannya dengan

penyakit infeksi tuberkulosa laring. Suara serak menunjukkan adanya gangguan mekanisme

getar pita suara karena adanya penambahan masa laring, kerusakan atau kelumpuhan. Hal ini

dapat terjadi' pada semua tingkat usia. Suara serak, akibat penambahan massa dapat terjadi

pada. radang atau trauma yang menyebabkan edema laring. Penambahan massa oleh tumor

disebabkan oleh perubahan struktur histologis secara bertahap. Oleh karena itu akan mudah

Page 11: Benjolan Pada Leher

dibedakan kelainan suara serak secara akut dan disebabkan karena trauma, radang akut atau

benda asing, sedangkan kelainan yang berlangsung kronis mungkin disebabkan radang kronis

atau tumor. Pada tumor laring suara serak dimulai dengan gejala hilang timbul yang berjalan

progresif dan akhirnya menetap. Biasanya gejala dini berupa suara serak pada pagi hari tanpa

disertai gejala batuk. Bilamana disertai batuk umumnya berupa batuk kering non produktif.

Karsinoma laring berdasarkan lokasi anatomis dibedakan atas karsinoma laring

supraglotis, glotis dan subglotis. Karsinoma laring glotis dan subglotis akan menimbulkan

gejala suara serak, sedangkan karsinoma laring supraglotis pada keadaan awal tidak

memberikan gangguan suara penderita.

Secara umum ada 3 jenis penanggulangan karsinoma  laring yaitu pembedahan,

radiasi dan sitostatika, ataupun kombinasi daripadanya.

d. Limfoma Maligna

Limfoma merupakan golongan gangguan limfoproliferatif. Penyebabnya tidak

diketahui, tetapi dikaitkan dengan virus, khususnya Epstein-Barr virus yang ditemukan pada

limfoma Burkitt. Adanya peningkatan insidens penderita limfoma pada kelompok penderita

AIDS pengidap virus HIV, tampaknya mendukung teori yang menganggap bahwa penyakit

ini disebabkan oleh virus. Awal pembentukan tumor pada gangguan ini adalah pada jaringan

limfatik sekunder (seperti kelenjar limfe dan limpa) dan selanjutnya dapat timbul penyebaran

ke sumsum tulang dan jaringan lain.

Limfoma dibedakan atas dasar histopatologi mikroskopik dari kelenjar limfe yang

terlibat. Penggolongan tersebut terdiri dari Limfoma Hodgkin dan Non Hodgkin. Walaupun

tanda dan gejala limfoma saling menutupi, pengobatan dan prognosis berbagai limfoma

saling menutupi, pengobatan dan prognosis berbagai limfoma tetap berlainan. Dengan

demikian adalah suatu keharusan untuk menegakkan diagnosis secara tepat. Untuk tujuan ini,

diambil sebuah kelenjar limfe atau lebih untuk diperiksa secara mikroskopis. Limfoma

dibedakan menurut jenis sel yang mencolok yang terdapat pada kelenjar limfe. Umumnya,

prognosis yang lebih baik dihubungkan dengan distribusi nodular dimana terdapat limfosit

yang menonjol. Untuk mengenali asal neoplastik baik sebagai limfosit B ataupun sebagai

limfosit T, dilakukan pemeriksaan imunologis dan sitokimiawi.

Salah satu determinan utama dari pengobatan maupun prognosis adalah stadium

klinik penderita waktu diagnosis itu dibuat. Setelah diagnosis jaringan ditegakkan, harus

dilakukan penggolongan meurut stadiumnya. Ini biasanya berupa :

1. Pemeriksaan fisik dengan perhatian khusus pada system limfatik (kelenjar limfe, hati

dan limpa)

Page 12: Benjolan Pada Leher

2. Hitung sel darah rutin, pemeriksaan diferensiasi dan hitung trombosit

3. Pemeriksaan kimiawi darah (fungsi ginjal dan hati; asam urat)

4. Pembuatan radiogram dada untuk melihat adanya adenopati di hillus (pembesaran

kelenjar limfe bronkial)

5. CT Scan dada, abdomen dan pelvis

6. Limfangiogram bipedal untuk memeriksa adanya keterlibatan kelenjar retroperitoneal

dan iliaka.

7. Scan tulang jika ada nyeri tekan pada tulang

Biopsi sumsum tulang bilateral merupakan indikasi bagi penderita yang disertai gejala

sistemik atau pada stadium III. Pada keadaan dimana sumsum tulang tidak terlibat, biasanya

dilakukan laparatomi dengan splenektomi dan biopsi hati untuk mendapatkan diagnosis

akurat pada penderita penyakit Hodgkin. Tindakan ini tidak rutin dilakukan pada penderita

limfoma non-hodgkin.

Limfoma Non-Hodgkin

Limfoma non hodgkin merupakan salah satu jenis limfoma maligna atau keganasan

sel limfoid. Keganasan ini dapat berasal dari sel limfosit B, Limfosit T atau berasal dari sel

Natural Killer. Limfoma Non Hodgkin yang berasal dari Limfosit B adalah yang paling

sering (85 %) sedangkan yang berasal dari Limfosit T dan NK berjumlah 15 %. Kemajuan

ilmu pengetahuan dalam bidang imunologi dan fisiologi limfosit, seperti membedakan

limfosit dalam jenis sel B atau sel T memberikan klasifikasi yang lebih pasti dari limfoma

non Hodgkin. Secara garis besar berdasarkan gradenya Limfoma Non Hodgkin dibedakan

atas low-grade, intermediate–grade dan high-grade.

Median umur penderita limfoma non hodgkin adalah usia > 50 tahun kecuali untuk

jenis Limfoma Non Hodgkin yang high-grade utamanya terjadi pada anak-anak dan usia

dewasa muda. Low-grade limfoma insidensnya dalam masyarakat sekitar 37 % dengan usia

diantara 35-64 tahun

Berdasarkan gradenya manifestasi klinik yang timbul pada penderita Limfoma ini

antara lain sebagai berikut :

Low-grade lymphomas

o Limfadenopati difus tanpa rasa sakit dan dapat menyerang satu atau seluruh

kelenjar limfe perifer

o Regresi spontan kelenjar limfe yang membesar

Page 13: Benjolan Pada Leher

o Gejala konstitusional berupa demam (>38°C), penurunan berat badan,

berkeringat pada malam hari

o Apabila menginfiltrasi atau menginvasi sumsum tulang belakang akan

menyebabkan cytopenia.

o Lemah dan lesu

Intermediate-grade lymphomas & High-grade lymphomas

o Adenopathy

o Gejala konstitusional

o Lymphoblastic lymphoma, high-grade lymphoma, menunjukkan adanya

massa mediastinum anterior dan posterior

o Pasien dengan limfoma burkitt menunjukkan adanya massa abdomen yang

besar dan adanya gejala obstruksi dari saluran pencernaan

o Hidronefrosis obstruksi terjadi pada penderita limfoma burkitt akibat

obstruksi dari ureter

o Gejala-gejala lain pada saluran pencernaan, kulit, tulang, traktus urinarius,

tiroid dan susunan saraf.

Limfoma Hodgkin

Limfoma hodgkin adalah suatu penyakit keganasan yang melibatkan kelenjar getah

bening yang ditandai dengan adanya sel Reed Stenberg.

Penyebabnya belum diketahui, tetapi bukti menunjukkan adanya hubungan dengan

virus seperti virus Ebstein Barr. Pada pemeriksaan mikroskopis dapat ditemukan DNA virus

ebstein barr pada sel Reed Stenberg. Penyakit Hodgkin bia muncul pada berbagai usia, jarang

ditemukan pada usia dibawah 10 tahun, ditemukan pada usia 20-40 tahun, dan diatas 60

tahun.

Penyakit Hodgkin biasanya ditemukan jika seseorang mengalami pembesaran kelenjar

getah bening yang tidak nyeri, paling sering di leher,tapi kadang-kadang penyebarannya

sistemik. Walaupun biasanya tidak nyeri, pembesaran tersebut bisa menimbulkan nyeri dalam

beberapa jam setelah penderita meminum alkohol dalam jumlah yang banyak.

Gejala lainnya adalah symtom B yaitu demam, keringat malam, dan penurunan berat badan.

Beberapa penderita mengalami demam Pel- Ebstein dimana suhu tubuh meninggi selama

beberapa hari yang diselingi dengan suhu normal atau di bawah normal selama beberapa hari

atau beberapa minggu.

Page 14: Benjolan Pada Leher

Stadium Limfoma Hodgkin

Stadium Penyebaran Penyakit

I Mengenai kelenjar getah bening pada satu bagian tubuh

II Mengenai dua atau lebih kelenjar getah bening pada sisi yang sama

III Mengenai kelenjar getah bening diatas dan dibawah diafragma

IV Mengenai kelenjar getah bening di bagian tubuh lainnya misalnya sum

sum tulang, paru paru, hati

Keempat stadium dikelompokkan lagi menjadi A (tidak adanya) atau B (adanya) salah

satu atau lebih dari gejala berikut :

1. Demam dengan suhu 37,8 C

2. Keringat malam

3. Penurunan berat badan

Pada penyakit hodgkin kelenjar getah bening membesar dan tidak menimbulkan

nyeri, tanpa adanya infeksi, jika pembesaran ini berlangsung lebih ari 1 minggu maka dapat

dicurigai penyakit Hodgkin, terutama jika demam, berkeringat malam dan disertai penurunan

berat badan.

Untuk mengetahui secara pasti penyakit Hodgkin dilakukan biopsi kelenjar getah

bening yang hasilnya positif jika ditemukan sel Reed Stenberg.

IV. Penyebab Lain

a. Struma

Struma atau Goiter atau gondok adalah suatu keadaan pembesaran kelenjar tiroid

apapun sebabnya. Pembesaran dapat bersifat difus yang berarti bahwa seluruh kelenjar tiroid

membesar, atau nodusa yang berarti bahwa terdapat nodul dalam kelenjar tiroid. Pembesaran

nodusa dapat dibagi lagi menjadi uninodusa, bila hanya terdapat satu nodul dan multinodular

bila terdaapt lebih dari satu nodul pada satu obus atau dua lobus.

1.) Penyakit Graves

Penyakit Graves disebut juga penyakit Basedow jika dijumpai trias Basedow yaitu

adanya struma tiroid difus, hipertiroidisme dan eksoftalmus yang merupakan

hipertiroidisme yang sering dijumpai. Penyakit ini sering ditemui pada orang muda.

Secara klinis sering dijumpai adanya pembesaran kelenjar tiroid.

Page 15: Benjolan Pada Leher

Walaupun etiloginya belum diketahui dengan pasti, tampaknya ada peranan suatu

antibodi yang dapat ditangkap oleh reseptor TSH, yang menimbulkan stimulus terhadap

peningkatan hormon tiroid. Penyakit ini juga ditandai dengan peningkatan absorbsi

yodium radioaktif oleh kelenjar tiroid.

Goiter dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain :

- Kekurangan yodium akibat autoregulasi kelenjar tiroid

- Stimulasi oleh TSH karena rendahnya kadar hormon tiroksin dalam darah

- Masuknya bahan goitrogenik yang terkandung dalam makanan, air, obat dan rokok

yang mengganggu masuknya yodium ke dalam sel folikuler kelenjar tiroid

- Adanya kelenjar kongenital yang emnimbulkan gangguan sistem hormon tiroid

- Terjadi kelebihan yodium, sehingga proses iodinasi dalam kelenjar tiroid menjadi

terhambat

Gejala dan tanda dari penyakit ini merupakan manifestasi peningkatan metabolisme di

semua sistem tubuh dan organ yang mungkin secara klinis terlihat jelas. Peningkatan

metabolisme menyebabkan meningkatnya kebutuhan kalori sehingga berat badan menurun

drastis bila asupan kalori tidak tercukupi.

Peningkatan metabolisme pada sistem kardiovascular terlihat dalam bentuk

peningkatan sirkulasi darah, antara lain meningkatnya curah jantung sampai dua-tiga kali

normal, yang juga terjadi pada keadaaan istirahat. Irama nadi naik dan denyut nadi

bertambah sehingga menjadi pulsus seler, penderita akan mengalami takikardia dan palpitasi.

Beban miokard dan rangsangan saraf autono dapat mengacaukan irama jantung, berupa

ekstrasistol, fibrilasi atrium dan fibrilasi ventrikel.

Terjadi peningkatan sekresi maupun peristaltis saluran cerna sehingga sering timbul

polidefekasi dan diare.

Hipermetabolisme susunan saraf biasanya menyebabkan tremor, susah tidur, dan

sering terbangun di waktu malam. Penderita mengalami ketidakstabilan emosi, kegelisahan,

kekacauan pikiran dan ketakutan tidak beralasan.

Pada saluran nafas, hipermetabolisme menimbulkan dispneu dan takipnea yang tidak

terlalu mengganggu. Kelemahan otot, terutama otot bagian proksimal, biasanya cukup

mengganggu dan sering muncul secara tiba-tiba. Hal ini disebabkan oleh gangguan elektrolit

yang dipacu oleh hipertiroidisme. Gangguan menstruasi dapat berupa amenorea sekunder

atau metroragia.

Kelainan mata disebabkan oleh reaksi autoimun berupa ikatan antibodi terhadap

reseptor terhadap jaringan ikat dan otot ekstrabulbi di dalam rongga mata. Jaringan ikat

Page 16: Benjolan Pada Leher

dengan jaringan lemaknya menjadi hiperplastik sehingga bola mata terdorong keluar dan otot

mata terjepit. Akibatnya, terjadi eksoftalmus yang dapat menyebabkan rusaknya bola mata

akibat keratitis. Gangguan faal bola mata menyebabkan strabismus.

Terapi penyakit Graves ditujukan dalam pengendalian keadaan

tirotoksikosis/hipertiroidisme dengan anti tiroid, seperti propiltiourasil (PTU) atau

karbimazol. Terapi definitif dapat dipilih antara pengobatan antitiroid jangka panjang, ablasio

dengan yodium radioaktif, atau tiroidektomi. Pembedahan terhadap tiroid pada keadaan

hipertiroidisme dilakukan terutama jika terapi medikamentosa gagal dan ukuran tiroid besar.

Pembedahan yang baik biasanya memberikan kesembhan yang permanen meskipun kadang

dijumpai adanya hipotiroidisme dan kompliksai yang minimal.

2.) Struma Nodosa

Struma nodosa merupakan pembesaran kelenjar tiroid dimana terdapat nodul di

dalamnya. Struma nodosa ini biasanya merupakan struma endemik atau struma adenomatosa

yang terutama ditemukan di daerah pegunungan yang airnya kurang mengandung yodium. Di

luar daerah endemik, struma nodosa dijumpai pada keluarga tertentu. Etioogi umumnya

multifaktor. Biasanya tiroid membesar pada usia muda. Awalnya difus, dan berkembang

menjadi multinodular.

Struma multinodosa biasanya terjadi pada wanita usia lanjut, dan perubahan yang

terdapat pada kelenjar berupa kombinasi bagian yang hiperplasia dan bagian yang

berinvolusi. Pada awalnya, sebagian struma multinododsa dapat dihambat pertumbuhannya

dengan pemberian hormon tiroksin.

Biasanya, penderita struma nodosa tidak mempunyai keluhan karena tidak mengalami

hipotiroid atau hipertiroidisme. Nodul dapat tunggal, tetapi kebanyakan berkembang/berubah

menjadi multinoduler tanpa perubahan fungsi. Degeneraasi jaringan menyebabkan

terbentuknya kista atau adenoma. Karena pertumbuhan terjadi secara perlahan, struma dapat

membesar tanpa memberikan gejala selain adanya benjolan di leher, yang dikeluhkan

terutama atas alasan kosmetik. Sebagian besar penderita struma nodosa dapat hidup dengan

struma tanpa keluhan.

Walaupun sebagian besar struma nodosa tidak mengganggu pernafasan karena

pertumbuhannya ke arah lateral atau anterior, sebagian lain dapat menekan trakea jika

pembesarannya bilateral. Pendorongan bilateral dapat terlihat melalui foto rontgen polos

leher sabagai “trakea pedang”. Struma nodosa unilateral dapat menyebabkan pendorongan

trakea ke arah kontralateral tanpa menimbulkan gangguan akibat obstruksi pernafasan.

Page 17: Benjolan Pada Leher

Penyempitan yang hebat dapat menyebabkan gangguan pernafasan dengan gejala stridor

inspiratoar.

Secara umum, struma adenomatosa benigna, walaupun besar, tidak menyebabkan

gangguan neurologik, muskuloskeletak, vaskular, atau respirasi, atau menyebabkan gangguan

menelan akibat tekanan atau dorongan.

Keluhan yang sering timbul ialah rasa berat di leher, adanya benjolan yang bergerak

naik turun waktu menelan, dan alasan kosmetik. Jarang terjadi hipertiroidisme pada struma

adenomatosa. Sekitar 5% struma nodosa mengalami degenerasi maligna. Berbagai tanda

keganasan yang dapat dievaluasi meliputi perubahan bentuk, pertumbuhan (lebih cepat), dan

tanda infiltrasi pada kulit dan jaringan sekitar, serta fiksasi dengan jaringan sekitar. Dapat

terjadi penekanan atau infiltrasi ke nervus rekurens (perubahan suara), trakea (dispnea), atau

esofagus(disfagia). Adanya nodul tunggal harus tetap mendapat perhatian karena dapat

merupakan nodul koloid, kistik, adenoma tiroid, dan atau suatu karsinoma tiroid. Nodul

maligna sering ditemukan terutama pada pria usia muda dan usia lanjut.

Struma dapat meluas sampai ke mediatinum anterior superior, terutama pada bentuk

nodulus yang disebut struma retrosternum. Umumnya struma retrosternum ini tidak turun

naik pada gerakan menelan karena apertura toraks terlalu sempit. Sering kali, struma ini

berlangsung lama dan bersifat asimtomatik, sampai terjadi penekanan pada organ atau

struktur sekitar. Penekanan ini akan memberikan gejala dan tanda penekanan trakea atau

esofagus. Diagnosis ditentukan dengan foto roentgen toraks atau pemeriksaan yodium

radioaktif.

Struma nodosa yang berlangsung lama biasanya tidak dapat lagi dipengaruhi oleh

pengobatan supresi hormon tiroid atau pemberian hormon tiroid. Penanganan struma lama

adalah dengan tiroidektomi subtotal atas indikasi yang tepat.

Pembedahan struma retrosternum dapat dilakukan melalui insisi di leher dan tidak

mmerlukan torakotomi karena perdarahan berpangkal pada pembuuh darah leher. Jika

letaknya di dorsal arteri subklavia, pembedahan dilakukan dengan cara torakotomi.

Indikasi tindakan pembedahan struma nodosa non-toksik, sebagai berikut :

- Kosmetik (tiroidektomi subtotal)

- Eksisi nodulus tunggal (yang mungkin ganas)

- Struma multinodular yang berat

- Struma yang menyebabkan kompresi laring atau struktur leher lain

- Struma retrosternum yang menyebabkan kompresi trakea atau struktur lain

Page 18: Benjolan Pada Leher

DAFTAR PUSTAKA

1. Faiz O, Moffat D, editors. At a Glance Anatomi. Germany: Berlyn, 2002. Hal 122-57

2. Soepard E.A, Nurbaiti Iskandar, Bashiruddin J, Restuti R.D. Buku Ajar Ilmu

Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Edisi ke 6. Jakarta. Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia 2007. Hal 94-110.

3. George L. Adams, Lawrence R. Boeis. Buku ajar penyakit THT Boies. Penerbit Buku

Kedokteran EGC. Ed. 6 2000; (VI): 3-39, hal 119-139.

4. Netter FH. Atlas of Human Anatomy. Summit, NJ : CIBA-GEIGY Corp; 1989

5. Ballenger, John Jacob. Disease of The Nose Throat Ear Head and Neck. Lea &

Fabiger 14th edition. Philadelphia 1991.

6. Pincus RL. Congenital Neck Masses and Cysts. In: Head & Neck Surgery –

Otolaryngology, 3rd ed., Bailey BJ (Ed), Lippincott Williams & Wilkins, New York

2001. p.933.