preskas benjolan di leher (avamira g99141015)
DESCRIPTION
Benjolan di leher THTTRANSCRIPT
1. Keluhan utama pasien THT-KL
A. Keluhan di telinga:
Nyeri telinga
Keluar cairan dari telinga
Telinga berdenging/berdengung
Gangguan pendengaran
Telinga terasa penuh
Telinga gatal
Benda asing dalam telinga
Benjolan di daun telinga
Pusing berputar
B. Keluhan di hidung:
Hidung tersumbat
Pilek/sekret hidung
Bersin
Rasa nyeri di daerah muka dan kepala
Perdarahan dari hidung
Gangguan penghidu
C. Keluhan di tenggorok:
Nyeri tenggorok
Nyeri menelan
Dahak di tenggorok
Sulit menelan
Rasa sumbatan di tenggorok
Suara serak
Batuk
D. Keluhan di kepala-leher:
Benjolan di kepala/leher
Nyeri kepala/leher
1
2. Benjolan pada Leher
A. Anatomi dan Fisiologi Leher
Leher adalah daerah tubuh yang terletak di antara pinggir bawah mandibula di sebelah
atas dan incisura suprasternalis serta pinggir atas clavicula di sebelah bawah.
Dinding leher disusun oleh beberapa muskulus, seperti:
1. Platysma
2. M. Sternokleidomastoideus
3. M. Trapezius
4. M. Splenius Capitis
5. M. Levator Scapulae
6. Mm. Suprahyoidei, yang terdiri dari: M. Digastricus venter anterior dan venter
posterior, M. Stylohyoideus, M. Mylohyoideus, M. Geniohyoideus.
7. Mm. Infrahyoidei, yang terdiri dari: M. Sternohyoideus, M. Sternothyroideus,
M. Thyrohyoideus, M. Omohyoideus.
8. Mm. Scaleni, yang terdiri dari: M. Scalenus anterior, M. Scalenus medius, M.
scalenus posterior, M. Scalenus minimus.
Muskulus sternokleidomastoideus membagi daerah leher menjadi 2 segitiga besar
yaitu trigonum colli anterior dan trigonum colli posterior.
1. Trigonum colli anterior terbagi menjadi:
Trigonum muscular : dibentuk oleh linea mediana, musculus
omohyoid venter superior, dan musculus sternokleidomastoideus.
Trigonum caroticum : dibentuk oleh musculus omohyoid venter
superior, musculus sternokleidomastoideus, musculus digastricus venter
posterior.
Trigonum submentale : dibentuk oleh venter anterior musculus
digastricus, os. hyoid dan linea mediana.
2
Trigonum submandibulare : dibentuk oleh mandibula, venter posterior
musulus digastricus, dan venter anterior musculus digastricus
2. Trigonum colli posterior terbagi menjadi:
Trigonum supraclavicular : dibentuk oleh venter inferior musculus
omohyoid, clavicula dan musculus sternokleidomastoideus.
Trigonum occipitalis : dibentuk oleh venter inferior musculus
omohyoid, musculus trapezius dan musculus sternokleidomastoideus
Gambar 1. Anatomi Leher
Persarafan pada daerah leher secara umum dibagi menjadi 4 saraf superfisial yang
berhubungan dengan tepi posterior otot sternokleidomastoid. Saraf-saraf tersebut
mempersarafi kulit di daerah yang bersangkutan. Saraf tersebut dibagi menjadi:
1. N. Oksipitalis minor (C2)
2. N. Auricularis magnus (C2 dan C3)
3. N. Cutaneus anterior (cutaneus colli, C2 dan C3)
3
4. N. Supraklavikularis (C3 dan C4).
Keempat saraf ini berasal dari komponen nervi cervicalis II, III, dan IV serta
terlindung di bawah otot. Selain itu, didaerah leher terdapat 4 nervi craniales yang ikut
menginervasi, antara lain:
1. N. Vagus, keluar melalui Foramen Jugularis, mempersarafi saluran pernafasan dan
saluran pencernaan.
2. N. Glossopharyngeus, keluar bersama N. Vagus , terletak diantara karotis interna dan
jugularis interna. Merupakan saraf motorik untuk M. Stylopharyngeus.
3. N. Asesorius, yang terdiri dari komponen radix cranialis dan radix spinalis.
Merupakan motorik untuk otot sternokleidomastoideus dan otot trapezius, sedangkan
cabang cervicalnya bertugas sebagai saraf sensorik.
4. N. Hypoglossus, keluar melalui cranial hypoglossus, merupakan motorik untuk lidah.
Sedangkan untuk vaskularisasi, aliran darah menuju kepala dibawa melalui arteri
carotis dan arteri vertebralis. Arteri vertebralis dalam rongga kepala bersatu membentuk arteri
basilaris. Memberikan cabang-cabangnya pada struktur intracranial, tidak ada cabang-cabang.
A. carotis comunis dibagi dua menjadi a. carotis interna dan a. carotis eksterna.
A. carotis interna memberikan darahnya pada daerah kulit kepala dan viscera dari
kepala dan leher. Pada daerah muka dan cabang-cabangnya kaya dengan anastomose,
sehingga dengan mudah dapat terjadi kompensasi bila terjadi gangguan pada salah
satu cabangnya.
Gambar 2 Vaskularisasi arteri kepala leher
4
Aliran darah balik dari kepala dan leher dialirkan melalui sistem jugularis (anterior,
eksterna, interna, posterior) dan beberapa plexus venosus (pterygoid, orbital, vertebral,
perilaryngeal, esophageal). Dari semua aliran darah balik ini v. jugularis internalah yang
paling penting.
Gambar 7 Vaskularisasi vena leher
Pada leher terdapat sekitar 75 buah kelenjar limfe yang terdapat pada setiap sisi leher,
kebanyakan berada pada rangkaian jugularis interna dan spinalis assesorius. Kelenjar limfe
yang selalu terlibat dalam metastasis tumor adalah kelenjar limfe pada rangkaian jugularis
interna.
Kelenjar limfe servikal dibagi ke dalam gugusan superfisial dan gugusan profunda.
Kelenjar limfe superfisial menembus lapisan pertama fascia servikal masuk kedalam gugusan
kelenjar limfe profunda. Meskipun kelenjar limfe nodus kelompok superfisial lebih sering
terlibat dengan metastasis, keistimewaan yang dimiliki kelenjar kelompok ini adalah
sepanjang stadium akhir tumor, kelenjar limfe nodus kelompok ini masih signifikan terhadap
terapi pembedahan.
Kelenjar limfe profunda sangat penting karena kelompok kelenjar ini menerima aliran
limfe dari membran mukosa mulut, faring, laring, glandula saliva dan glandula thyroidea
seperti halnya pada kepala dan leher.
Hampir semua bentuk radang dan keganasan kepala dan leher akan melibatkan
kelenjar getah bening leher bila ditemukan pembesaran kelenjar getah bening di leher,
perhatikan ukurannya, apakah nyeri atau tidak, bagaimana konsistensinya, apakah lunak
5
kenyal atau keras, apakah melekat pada dasar atau kulit. Menurut Sloan Kattering Memorial
Cancer Center Classification, kelenjar getah bening leher dibagi atas 5 daerah penyebaran.
Gambar 2 Daerah penyebaran kelenjar limfe leher
Keterangan :
I. Kelenjar yang terletak di segitiga submentale dan submandibulae
II. Kelenjar yang terletak di 1/3 atas dan termasuk kelenjar getah bening jugularis
superior, kelenjar digastrik dan kelenjar servikalis posterior.
III. Kelenjar getah bening jugularis di antara bifurkatio karotis dan persilangan
Musculus omohioid dengan musculus sternokleidomastoideus dan batas
posterior musculus sternokleidomastoideus.
IV. Grup kelenjar getah bening di daerah jugularis inferior dan supraklavikula
V. Kelenjar getah bening yang berada di segitiga posterior servikal.
Gambar 3 Penyebaran kelenjar limfe di kepala dan leher
6
1. Kelenjar limfe occipitalis : terletak diatas os occipitalis pada apeks
trigonum cervicalis posterior. Menampung aliran limfe dari kulit kepala
bagian belakang. Pembuluh limfe eferen mencurahkan isinya ke dalam
kelenjar limfe cervicalis profundi.
2. Kelenjar limfe retroaurikular : terletak di atas permukaan lateral processus
mastoideus. Mereka menampung limfe sebagian kulit kepala di atas auricula
dan dari dinding posterior meatus acusticus externus. Pembuluh limfe eferen
mencurahkan isinya ke dalam kelenjar limfe cervicalis profundi.
3. Kelenjar limfe parotid : terletak pada atau di dalam glandula parotis.
Menampung limfe dari sebagian kulit kepala di atas glandula parotis, dari
permukaan lateral auricula dan dinding anterior meatus acusticus externus, dan
dari bagian lateral palpebra. Pembuluh limfe eferen mencurahkan isinya ke
dalam kelenjar limfe cervicalis profundi.
4. Kelenjar submandibulare : terletak sepanjang bagian bawah dari
mandibula pada kedua sisi lateral, pada permukaan atas glandula
submandibularis dibawah lamina superfisialis. Menerima aliran limfe dari
struktur lantai dari mulut. Pembuluh limfe eferen mencurahkan isinya ke
dalam kelenjar limfe cervicalis profundi.
5. Kelenjar submentale : terletak dibawah dari mandibula dalam
trigonum submentale. Menerima aliran dari lidah dan cavum oral. Pembuluh
limfe eferen mencurahkan isinya ke dalam kelenjar limfe submandibularis dan
cervicalis profundi.
6. Kelenjar supraclavicular : terletak didalam cekungan diatas clavicula,
lateral dari persendian sternum. Menerima aliran dari bagian dari cavum
toraks dan abdomen.
Kelenjar limfe merupakan organ limfoid perifer yang berhubungan dengan sirkulasi
pembuluh limfatik aferen dan eferen dan melalui venula pascakapiler berendotel tinggi.
Sejumlah tipe sel membentuk kerangka dan stroma penyokong kelenjar kapiler. Fibroblas
adalah tipe sel dominan pada kapsul dan trabekula kelenjar limfe. Lalu lintas kelenjar limfe
melalui jalur aferen dan eferen. Limfe aferen mengandung limfosit makrofag dan antigen
memasuki kelenjar limfe melalui ruang subkapsul dan mengalir melalui daerah parakorteks
dan medula ke dalam sinus medula yang menyatu membentuk pembuluh limfatik eferen.
Kelenjar limfe berfungsi sebagai tempat sel yang memperkenalkan antigen, sel T dan
sel B berkontak dengan antigen yang dengan struktur tertentu meningkatkan interaksi sel T,
7
sel B dan sel-sel yang mempresentasikan antigen secara optimum. Dalam keadaan normal,
interaksi seperti itu menyebabkan efisiensi pengenalan antigen, aktivasi lengan reaksi imun
seluler dan humoral dan berakhir dengan pembasmian antigen.
Gambar 4 Aliran drainase kelenjar limfe
B. Patofisiologi Benjolan pada Leher
Ada banyak faktor yang dapat menyebabkan timbulnya benjolan pada leher, seperti
trauma, infeksi, hormon, neoplasma dan kelainan herediter. Faktor-faktor ini bekerja dengan
caranya masing-masing dalam menimbulkan benjolan. Hal yang perlu ditekankan adalah
tidak selamanya benjolan yang ada pada leher timbul karena kelainan yang ada pada leher.
Tidak jarang kelainan itu justru berasal dari kelainan sistemik seperti limpoma dan TBC.
Hampir semua struktur yang ada pada leher dapat mengalami benjolan entah itu
kelenjar tiroid, paratiroid dan getah bening, maupun benjolan yang berasal dari struktur
jaringan lain seperti lemak, otot dan tulang.
Infeksi dapat menyebabkan timbulnya benjolan pada leher melalui beberapa cara yang
di antaranya berupa benjolan yang berasal dari invasi bakteri langsung pada jaringan yang
terserang secara langsung maupun benjolan yang timbul sebagai efek dari kerja imunitas
tubuh yang bermanifestasi pada pembengkakan kelenjar getah bening.
Mekanisme trauma dalam menimbulkan benjolan pada leher agak menyerupai
mekanisme infeksi. Hanya saja trauma yang tidak disertai infeksi sekunder pada umumnya
tidak menyebabkan pembesaran kelenjar getah bening.
8
Jika jaringan tubuh manusia terkena rangsangan berupa trauma dan reaksi imun, maka
otomatis sel-sel akan mengalami gangguan fisiologis. Sebagai responnya, sel tubuh terutama
mast sel dan sel basofil akan mengalami granulasi dan mengeluarkan mediator radang berupa
histamin, serotonin, bradikinin, sitokin berupa IL-2, IL-6 dan lain-lain. Mediator-mediator
radang ini terutama histamin akan menyebabkan dilatasi arteriola dan meningkatkan
permeabilitas venula serta pelebaran intraendothelialjunction. Hal ini mengakibatkan cairan
yang ada dalam pembuluh darah keluar ke jaringan sekitarnya sehingga timbul benjolan pada
daerah yang terinfeksi ataupun terkena trauma. Infeksi dapat menimbulkan pembesaran
kelenjar limfe karena apabila mekanisme pertahanan tubuh berfungsi baik, sel-sel pertahanan
tubuh seperti makrofag, neutrofil dan sel T akan berupaya memusnahkan agen infeksius
sedangkan agen infeksius itu sendiri berupaya untuk menghancurkan sel-sel tubuh terutama
eritrisot agar bisa mendapatkan nutrisi. Kedua upaya perlawanan ini akan mengakibatkan
pembesaran kelenjar limfe karena bekerja keras untuk memproduksi sel limfoid maupun
menyaring sel tubuh yang mengalami kerusakan dan agen infeksius yang masuk agar tidak
menyebar ke organ tubuh lain.
Sedangkan mekanisme timbulnya benjolan akibat neoplasma entah itu di otot, sel
limfoid, tulang maupun kelenjar secara umum hampir sama. Awalnya terjadi displasia dan
metaplasia pada sel matur akibat berbagai faktor sehingga diferensiasi sel tidak lagi
sempurna. Displasia ini menimbulkan sejumlah kelainan fisiologis molekuler seperti
peningkatan laju pembelahan sel dan inaktifasi mekanisme bunuh diri sel terprogram. Hal ini
berakibat pada proliferasi sel tak terkendali yang bermanifestasi pada timbulnya benjolan
pada jaringan. Neoplasma dapat terjadi pada semua sel yang ada di leher entah itu kelenjar
tiroid-adenoma tiroid, lemak-lipoma, kartilago-kondroma, jaringan limfe-limfoma maupun
akibat dari metastase kanker dari organ di luar leher.
Patofisiolgi munculnya benjolan pada leher terkait dengan penyakit limfoma terjadi
pada level molekuler yang dipercaya dapat menyebabkan munculnya sel limfosit dengan
karakteristik ganas yang tidak dapat mati namun justru terus berproliferasi dan menumpuk
pada jaringan limfonodi. Pada pasien dengan limfoma umumnya didapatkan gen spesifik
yang dikenal sebagai gen BCL-2 yang mana sudah mengalami perubahan kromosom, dalam
kata lain sudah terjadi perubahan struktur pada gen tersebut yang mengakibatkan perubahan
ke arah keganasan. Patofisiologi dari limfoma juga melibatkan mutasi dari beberapa protein
yang bertugas mengkode beberapa gen seperti p53 dan p16, yang mana seharusnya gen ini
berperan untuk mengatur ekspresi supresi pada perkembangan tumor.
9
Mekanisme terjadinya benjolan berupa pembesaran kelenjar tiroid berkaitan erat
dengan gangguan pada mekanisme regulasi hormon Thyroid Stimulating Hormone (TSH)
yang berperan untuk mengatur pertumbuhan, diferensiasi sel, serta sekresi dari kelenjar tiroid.
Gangguan yang terjadi dalam TRH-TSH thyroid hormone axis dapat menyebabkan perubahan
dari fungsi maupun struktur dari kelenjar tiroid. Suatu rangsangan pada reseptor TSH pada
kelenjar tiroid oleh TSH, antibodi reseptor TSH atau agonis reseptor TSH dapat
menyebabkan pembesaran kelenjar tiroid yang difus. Pembesaran kelenjar tiroid juga dapat
disebabkan oleh rendahnya jumlah produksi dari hormon tiroid yang menyebabkan
peningkatan produksi dari TSH sebagai mekanisme feedback. Peningkatan produksi dari TSH
ini untuk selanjutnya dapat meningkatkan jumlah sel serta menyebabkan hiperplasia sel
kelenjar tiroid sebagai upaya untuk mengembalikan kadar hormon tiroid yang normal dalam
darah. Jika proses ini berkelanjutan, selanjutnya akan didapatkan pembesaran dari kelenjar
tiroid. Kondisi ini umumnya didapatkan pada kondisi gangguan sintesis hormon tiroid,
defisiensi yodium, serta goitrogenik. Mekanisme lain yang dapat menimbulkan pembesaran
kelenjar tiroid terkait dengan metastasis dari sel kanker ke kelenjar tiroid.
3. Skema tindakan pada pasien dengan benjolan pada leher
Anamnesis merupakan hal pertama yang harus dilakukan pada pasien untuk
menegakkan suatu diagnosis. Anamnesis yang cermat diperlukan untuk menegakkan
diagnosis penyakit yang menyebabkan terjadinya benjolan pada leher. Perlu ditanyakan seven
secred and fundamental four dalam anamnesis mengenai keluhan utama meliputi kronologi,
lokasi, onset dan durasi, kualitas, kuantitas, hal yang memperberat dan hal yang
memperingan serta keluhan lain yang menyertai. Lalu ditambah dengan riwayat penyakit
sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga dan riwayat status sosial dan
ekonomi serta kebiasaan pasien yang berhubungan dengan penyakit. Pada pasien yang datang
dengan keluhan utama adanya benjolan pada lehernya, perlu ditanyakan beberapa hal pokok
seperti identitas pasien yang meliputi nama, usia, tempat tinggal, dan pekerjaan; masalah
pada organ di daerah leher; awal mula benjolan tersebut didapatkan; penyebaran benjolan
(kalau ada), serta faktor risiko malignansi. sosial dan ekonomi serta kebiasaan pasien yang
berhubungan dengan penyakit.
Perlu digali lebih lanjut mengenai gejala dan tanda infeksi seperti demam, inflamasi
dan nyeri tekan. Jika tidak terdapat tanda dan gejala infeksi maka perlu diidentifikasi kondisi
10
non infeksi yaitu neoplasma dan gangguan metabolisme. Perlu ditanyakan riwayat asupan zat
gizi terutaam iodium dan kalsium. Jika ditemukan riwayat penyakit keluarga berupa
neoplasma maka diagnosis dapat diarahkan ke neoplasma. Untuk membedakan tingkat
keganasan maka dapat ditanyakan onset dan kronologi perkembangan tumor.
Poin-poin anamnesis ini penting, karena dapat berguna sebagai petunjuk untuk
mengarahkan diagnosis, sebagai contoh adanya benjolan dari dalam yang bergerak ke atas
saat menelan dan terdapat tanda-tanda hiperkalsemia, makan dapat dicurigai bahwa benjolan
tersebut didapatkan dari kelenjar paratiroid.
Selain anamnesis, hal yang penting untuk diperhatikan adalah pada pemeriksaan fisik,
pada pemeriksaan fisik, komponen utama yang diperlukan adalah pada inspeksi dan palpasi.
Pada inspeksi dapat dilihat letak benjolan tersebut yang mana dapat mengarahkan ke petunjuk
diagnosis, selain itu juga dapat dilihat adakah tanda-tanda lain, seperti kulit yang kemerahan
yang menunjukkan tanda inflamasi, ataukah ada jaringan nekrotik, dilihat juga apakah
pembesarannya simetris atau tidak. Pada palpasi diperhatikan mengenai ukuran, kuantitas dan
kualitas masa. Identifikasi bentuk, permukaan, konsistensi, isi, terfiksasi atau tidak, serta
nyeri tekan. Masa dari kelenjar tiroid akan ikut bergerak saat menelan. Masa yang berupa
abses dan kista akan terasa lunak atau seperti balon yang berisi air saat digerakkan.
Sedangkan masa yang berupa neoplasma akan terasa pejal pada perabaan.
Pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis dapat dilakukan dengan
beberapa cara, antara lain FNAB (Fine Needle Aspiration Biopsy), USG leher, serta CT-Scan.
Pada penyakit yang dicurigai penyebabnya adalah infeksi perlu juga diperiksa kultur bakteri
penyebabnya.
11
12
Flowchart Benjolan di Leher
4. Diagnosis banding yang mungkin pada benjolan di leher
I. Kongenital
a. Higroma Kistik
Higroma kistik berasal dari sistem limfe sehingga secara patologi anatomi lebih tepat
disebut kistik limfangioma. Higroma kistik dapat terjadi pada anak lelaki maupun anak
perempuan dengan rasio yang sama. Kebanyakan (75%) higroma kistik terdapat di leher.
Sekitar 75% kasus terjadi saat lahir maupun masa neonatus.
Keluhan adalah adanya benjolan di leher yang telah lama atau sejak lahir tanpa nyeri
atau keluhan lain. Benjolan ini berbentuk kistik, berbenjol-benjol dan lunak. Permukaannya
halus dan lepas dari kulit, dan sedikit melekat pada jaringan dasar. Kebanyakan terletak di
regio trigonum posterior colli. Sebagai tanda khas, pada pemeriksaan transiluminasi positif
tampak terang sebagai jaringan tembus cahaya.
Benjolan ini jarang menimbulkan gejala akut, tetapi suatu saat dapat cepat membesar
karena radang dan menimbulkan gejala gangguan pernafasan akibat pendesakan saluran nafas
seperti trakea, orofaring, maupun laring. Bila terjadi perluasan ke arah mulut dapat timbul
gangguan menelan. Perluasan ke aksila dapat menyebabkan penekanan pleksus brakialis
dengan berbagai gejala neurologik.
13
CT-Scan FNAB
Gangguan Hormonal
NeoplasmaKultur
Massa di Leher
Infeksi Non Infeksi
Pemeriksaan Darah Rutin
b. Kista Branchial
Kelainan brankial dapat berupa fistel, kista, dan tulang rawan ektopik. Arkus brankial
ke-3 membentuk os hioid, sedangkan arkus brankial ke-4 membentuk skelet laring, yaitu
rawan tiroid, krikoid, dan aritenoid.
Fistel kranial dari tulang hioid yang berhubungan dengan meatus akustikus eksternus
berasal dari celah brankial pertama. Fistel antara fosa tonsilaris ke pinggir depan
m.sternokleidomastoideus berasal dari celah brankial kedua. Fistel yang masuk ke sinus
piriformis berasal dari celah ketiga. Sinus dari celah brankial keempat tidak pernah
ditemukan. Sinus atau fiste mungkin berupa saluran yang lengkap atau mungkin menutup
sebagian.
Fistel brankial sisa celah brankial ke-2 akan terdapat tepat di depan
m.sternokleidomastoideus. bila penutupan terjadi sebagian, sisanya dapat membentuk kista
yang terletak agak tinggi di bawah sudut rahang. Bila terbuka ke kulit, akan terjadi fistel. Bila
masih ada sinus tonsilaris, fistel selalu berjalan melalui percabangan a.karotis.
Pada anamnesis diketahui kista merupakan benjolan sejak lahir. Fistel terletak di
depan m.sternocleidomastoideus dan mengeluarkan cairan. Fistel yang buntu akan
membengkak dan merah, atau merupakan lekukan kecil yang dapat ditemukan unilateral atau
bilateral.
a. Kista Ductus Tiroglosus
Benjolan kista duktus tiroglosus terdapat di sekitar os. Hyoid, di garis tengah, dan ikut
bergerak waktu menelan atau pada penjuluran lidah.
Duktus yang menandai jaringan bakal tiroid akan bermigrasi dari foramen sekum di
pangkal lidah ke daerah di ventral laring dan mengalami obliterasi. Obliterasi yang tidak
lengkap akan membentuk kista. Kista terletak di garis tengah, di cranial atau kaudal dari os.
Hyoid. Bila terletak di bagian depan tulang rawan dari os. Hyoid mungkin tergeser sedikit ke
paramedian. Jika di tarik kearah kaudal, umumnya teraba atau terlihat sisa duktus berupa tali
halus di subkutis.
Keluhan yang sering terjadi adalah adanya benjolan di garis tengah leher, dapat di atas
atau di bawah tulang hioid. Benjolan membesar dan tidak menimbulkan rasa tertekan di
tempat timbulnya kista. Konsistensi massa teraba kistik, berbatas tegas, bulat, mudah
digerakkan, tidak nyeri, warna sama dengan kulit sekitarnya dan bergerak saat menelan atau
menjulurkan lidah. Diameter kista berkisar antara 2-4 cm, kadang-kadang lebih besar. Bila
14
terinfeksi, benjolan akan terasa nyeri. Pasien mengeluh nyeri saat menelan dan kulit di
atasnya berwarna merah.
II. Infeksi
a. Limfadenitis Leher Akut
Limfadenitis leher akut merupakan pembesaran kelenjar getah bening akibat
kegagalan mengatasi infeksi di daerah pertahanan regionalnya. Limfadenitis leher dapat
disebabkan oleh infeksi daerah telinga, gigi, tenggorokan, hidung. Dapat mengenai satu
kelenjar limfe atau satu kelompok kelenjar limfe, bisa unilateral atau bilateral leher.
Limfadenitis sendiri disebabkan oleh berbagai infeksi dari berbagai organisme, seperti
bakteri, virus, protozoa, riketsia, dan jamur. Nama-nama bakteri yang masuk dalam kategori
bakteri penyebab limfadenitis adalah Streptokokus beta hemolitikus. Grup A atau
stafilokokus aureus. Bakteri anaerob bila berhubungan dengan caries dentis (gigi berlubang)
dan penyakit gusi. Difteri, Haemophilus influenza tipe b jarang menyebabkan hal ini. Untuk
penyebarannya ke kelenjar getah bening melalui infeksi pada kulit, hidung, telinga, dan mata.
Tatalaksana pada limfadenitis akut lebih disarankan untuk mengobati penyakit dasar
sebagai penyebabnya. Jika dengan konservatif atau penatalaksanaan penyakit dasar tidak
berhasil, dapat dilakukan pembedahan, namun hanya dapat menghilangkan benjoannya saja
tidak menghilangkan penyakit dasar.
b. Limfadenitis TBC
Bakteri dapat masuk melalui makan ke rongga mulut dan melalui tonsil mencapai
kelenjar limfe di leher, sering tanpa tanda tbc paru. Kelenjar yang sakit akan membengkak,
dan mungkin sedikit nyeri. Mungkin secara berangsur kelenjar didekatnya satu demi satu
terkena radang yang khas dan dingin ini. Disamping itu dapat terjadi juga perilimfadenitis
sehingga beberapa kelenjar melekat satu sama lain membentuk suatu massa. Bila mengenai
kulit dapat meradang, merah, bengkak, mungkin sedikit nyeri. Kulit akhirnya menipis dan
jebol, mengeluarkan bahan seperti keju. Tukak yang terbentuk berwarna pucat dengan tepi
membiru, disertai sekret yang jernih. Tukak kronik itu dapat sembuh dan meninggalkan
jaringan parut yang tipis atau berbinti-bintil. Suatu saat tukak meradang lagi dan
mengeluarkan bahan seperti keju, demikian berulang-ulang, kulit seperti ini disebut
skrofuloderma.
Pengobatan dilakukan dengan tuberkulostatik. Bila terjadi abses, perlu dilakukan
aspirasi, dan bila tidak berhasil, sebaiknya dilakukan insisi serta pengangkatan dinding abses
dan kelenjar getah bening yang bersangkutan
15
c. Tiroiditis
Tiroiditis adalah peradangan kelenjar tiroid. Penyebab pasti untuk penyakit ini belum
diketahui. Fakta yang ada menunjukkan bahwa penyakit ini lebih banyak menyerang wanita
daripada pria.
Radang tiroid dapat terrjadi akut, subakut atau menahun. Radang akut biasanya
disebabkan oleh infeksi S. aureus. Tiroiditis bakterial akut sangat jarang ditemukan. Tiroiditis
subakut yang juga jarang ditemukan umumnya terjadi pada infeksi virus di saluran nafas.
Tiroiditis menahun pada umumnya adalah penyakit autoimun yang disertai kenaikan kadar
antibodi terhadap hormon tiroid/produk tiroid di dalam darah.
Gejala paling awal adalah kelenjar tiroid yang terlalu aktif (hipertiroidisme). Gejala-
gejala ini dapat berlangsung selama 3 bulan, kadang ada yang kurang dari 3 bulan. Gejala
biasanya ringan, gejala tersebut antara lain kelelahan, sering buang air besar, nafsu makan
meningkat, banyak keringat, gangguan menstruasi, iritabilitas meningkat, kram, gugup
gelisah, berat badan menurun.
d. Abses Leher Dalam
Abses leher dalam merupakan suatu kondisi abses yang terjadi di dalam ruangan
potensial diantara fasia leher dalam sebagai akibat dari suatu penjalaran infeksi dari
berbagai sumber diantaranya; gigi mulut, tenggorokan, sinus paranasal, telinga
tengah, serta leher. Gejala yang umumnya muncul berupa rasa nyeri dan
pembengkakan di ruang leher dalam sesuai lokasi yang terlibat, dapat disertai dengan
kesulitan untuk membuka mulut, kesulitan menelan, maupun hipersalivasi. Penyebab
utamanya adalah akibat infeksi bakteri dari golongan Streptococcus, Staphylococcus,
atau Bacterioides. Abses leher dalam dapat berupa abses peritonsil (Quinsy), abses
retrofaring, abses parafaring, abses submandibula, dan angina ludovici.
III. Neoplasma
a. Karsinoma Nasofaring
Diperkirakan kira-kira 80%-90% keganasan nasopharynx adalah berkembang dari sel
epithelium. Terdapat 3 jenis carcinoma nasopharynx berdasarkan gambaran
histopatologisnya. Menurut WHO, dibagi:
WHO type 1,atau squamous karsinoma sel
WHO type 2,atau non-keratin carcinoma
WHO type 3,atau undifferentiated karsinoma
16
Karsinoma Nasofaring merupakan keganasan tertinggi didaerah leher dari bidang
ilmu penyakit THT . Asal tumor adalah dari epitel sel squamous pada daerah nasofaring dan
tempat predileksinya pada fossa Rossen Mulleri yang letaknya sangat tersembunyi sehingga
sulit mendiagnosis penyakit ini pada stadium dini, selain juga tanda dan gejalanya yang tidak
khas.Angka kematiannya cukup tinggi. Di Indonesia penyakit ini termasuk dalam sepuluh
besar keganasan dari seluruh tubuh. Banyak menyerang pada usia 40-60 tahun,
perbandingannya antara laki-laki dan perempuan 2,5:1
Faktor Pencetus karsinoma nasofaring ada berbagai macam, antara lain genetik, virus
(Epstein Barr), paparan karsinogen, sosial ekonomi lingkungan, ras dan keturunan serta
radang kronis nasofaring
Virus Epstein-Barr adalah berkaitan rapat dengan karsinoma nasopharynx. Titer
antibodi (imunoglobulin A) terhadap virus ini akan meningkat bagi setiap penderita
karsinoma nasofaring. Maka ia di gunakan sebagai tumor maker.untuk menilai keberkesanan
terapi.Menurut pemerhatian bahawa 80% penderita nasopharynx carsinoma menunjukkan
adanya produk BCL2. Produk ini menyebabkan terjadinya penghalangan proses apoptosis.Ini
menyebabkan perkembangan kanser tersebut. Menurut pemerhatian, memakan ikan asin dan
bahan kimia tertentu dapat memicu terjadinya kanser nasopharynx karsinoma tersebut.
Asal tumor adalah dari epitel sel squamosa pada daerah nasofaring dan tempat
predileksinya pada fossa Rossen Mulleri yang letaknya sangat tersembunyi sehingga sulit
mendiagnosis penyakit ini pada stadium dini, selain juga tanda dan gejalanya yang tidak
khas. Adapun tanda ataupun gejala yang timbul tergantung dimana perluasan tumor. Apabila
perluasannya ke arah atas, penderita akan merasakan diplopia. Apabila perluasannya ke arah
lateral, sebelumnya penderita merasakan adanya lendir dibelakang hidung terus menerus
yang tidak bisa dikeluarkan, rasa penuh ditelinga, telinga berdenging (tinitus), otalgia, adanya
radang pada telinga tengah sampai dengan terjadinya robekan gendang telinga tanpa sebab
yang jelas, dan tidak sembuh dengan pengobatan serta terjadi berulang-ulang. Hal ini karena
adanya tumor pada daerah tenggorok bagian atas (nasofaring) menutupi saluran yang menuju
keliang telinga tengah (oklusi Tuba eustachi).
Bila tumor sudah membesar (stadium lanjut), maka ia dapat meluas kerongga hidung
bagian belakang (koana) dengan keluhan adanya hidung tersumbat ataupun mimisan
bercampur dengan ingus dalam jumlah yang bervariasi . Keluhan pada tenggorok merupakan
gangguan bicara, bernafas dan menelan dapat dijumpai bila tumor sudah membesar karena
mendesak kerongga tenggorok.
17
Sementara keluhan penglihatan dobel, karena tumor sudah meluas kedasar tengkorak
sehingga mengakibatkan kelumpuhan pada syaraf-syaraf otot penggerak bola mata, dan mata
menjadi juling yakni nervus okulomotorius dan abdusen. Adanya gejala neurology pada
syaraf cranial seperti nyeri kepala dan nyeri disekitar wajah juga sering dijumpai pada
penderita kanker tenggorok akibat dari penekanan tumor pada syaraf disekitar kepala yakni
nervus trigeminus, glossofaringeus, vagus, assesorius .
Stadium lanjut, karsinomanya mengalami metastasis ke kelenjar getah bening
bermanifestasi sebagai benjolan yang teraba keras umumnya pada rantai kelenjar limfe
jugularis profunda superior.
b. Karsinoma Tiroid
Etiologi pasti dari Karsinoma Tiroid ini belum dapat dipastikan, karena secara umum
penyebab dari kanker itu sendiri sampai sekarang belum diketahui pasti. Namun terdapat
beberapa faktor resiko yang dapat menyebabkan karsinoma tiroid, yang antara lain ialah
riwayat radiasi, genetik, nodul pada tiroid, struma pada wanita lebih dari 45 tahun dan anak
anak
Karsinoma tiroid jarang ditemukan, yaitu sekitar 3 – 5% dari semua tumor malignant.
Insidennya lebih tinggi dinegara dengan struma endemik, terutama jenis tidak
berdeferensiasi. Karsinoma tiroid didapat pada segala usia dengan puncak pada usia muda
dan usia40-60 tahun
c. Karsinoma Laring
Karsinoma laring merupakan keganasan pada pita suara, kotak suara (laring) atau
daerah lainnya di tenggorokan. Karsinoma laring jarang ditemukan pada wanita, rasio antara
laki-laki dan wanita oleh beberapa peneliti disebutkan sebesar 10-15 : 1. Data terakhir rasio
ini memperlihatkan kecenderungan peningkatan jumlah kasus penderita wanita. Usia
penderita umumnya telah menginjak usia tua antara 45-75 tahun.
Gejala awal yang memaksa penderita datang berobat umumnya karena perubahan
suara serak. Dokter yang memeriksa pertama kali biasanya menghubungkannya dengan
penyakit infeksi tuberkulosa laring. Suara serak menunjukkan adanya gangguan mekanisme
getar pita suara karena adanya penambahan masa laring, kerusakan atau kelumpuhan. Hal ini
dapat terjadi pada semua tingkat usia. Suara serak, akibat penambahan massa dapat terjadi
pada. radang atau trauma yang menyebabkan edema laring. Penambahan massa oleh tumor
disebabkan oleh perubahan struktur histologis secara bertahap. Oleh karena itu akan mudah
dibedakan kelainan suara serak secara akut dan disebabkan karena trauma, radang akut atau
benda asing, sedangkan kelainan yang berlangsung kronis mungkin disebabkan radang kronis
18
atau tumor. Pada tumor laring suara serak dimulai dengan gejala hilang timbul yang berjalan
progresif dan akhirnya menetap. Biasanya gejala dini berupa suara serak pada pagi hari tanpa
disertai gejala batuk. Bilamana disertai batuk umumnya berupa batuk kering non produktif.
d. Limfoma Maligna
Limfoma merupakan golongan gangguan limfoproliferatif. Penyebabnya tidak
diketahui, tetapi dikaitkan dengan virus, khususnya Epstein-Barr virus yang ditemukan pada
limfoma Burkitt. Adanya peningkatan insidens penderita limfoma pada kelompok penderita
AIDS pengidap virus HIV, tampaknya mendukung teori yang menganggap bahwa penyakit
ini disebabkan oleh virus. Awal pembentukan tumor pada gangguan ini adalah pada jaringan
limfatik sekunder (seperti kelenjar limfe dan limpa) dan selanjutnya dapat timbul penyebaran
ke sumsum tulang dan jaringan lain.
IV. Penyebab Lain
Struma
Struma atau Goiter atau gondok adalah suatu keadaan pembesaran kelenjar tiroid
apapun sebabnya. Pembesaran dapat bersifat difus yang berarti bahwa seluruh kelenjar tiroid
membesar, atau nodusa yang berarti bahwa terdapat nodul dalam kelenjar tiroid. Pembesaran
nodusa dapat dibagi lagi menjadi uninodusa, bila hanya terdapat satu nodul dan multinodular
bila terdapat lebih dari satu nodul pada satu obus atau dua lobus.
5. Obat yang dapat diberikan untuk meringankan/mengobati pasien
dengan keluhan benjolan pada leher
Pemilihan obat untuk keluhan pasien didasarkan pada etiologi penyebabnya, serta
keluhan lain yang disampaikan pasien, antara lain:
1. Infeksi
a. Bakteri
i. Amoxicilin
ii. Ciprofloxacin
iii. Levofloxacin
iv. Cefalosporin
v. Cefixime
b. Virus
i. Acyclovir
19
ii. Gancyclovir
c. Jamur
i. Mikafungin
ii. Nistatin
d. Parasit
i. Spiramisin
2. Gangguan Hormon
a. Levotiroksin
b. Lugol
c. Propiltiourasil
d. Karbimazol
e. Tiamazol
3. Neoplasma
a. Bleomisin
b. Dakarbazin
c. Fluorourasil
d. Dosetaksel
e. Setuksimab
4. Anti Nyeri
a.Narkotik
1. Kodein
2. Morfin
3. Petidin
a.Non-narkotik
1. Asam mefenamat
2. Ibuprofen
3. Ketoprofen
4. Ketorolac
20
DAFTAR PUSTAKA
American College of Radiology. 2011. ACR Appropriateness Criteria®: neck
mass/adenopathy.
Efiaty Arsyad dkk. 2007. Buku Ajar THT Edisi 6. Jakarta: UI Press.
Hall, J. E. 2010. Guyton and Hall Textbook of Medical Physiology: Enhanced E-book.
Elsevier Health Sciences.
Isselbacher KJ, Braunwald E, Wilson JD, Martin JB, Fauci AS, Kasper DL. Pembengkakan
Kelenjar Limfe dan Limpa dalam Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. 13th
ed. Jakarta: EGC; 1999. p. 369-72.
Kemenkes RI. 2013. Formularium Nasional. Kemenkes: Jakarta.
Konsil Kedokteran Indonesia. 2006. Standar kompetensi Dokter Indonesia. KKI: Jakarta.
Lymphomainfo. 2015. http://www.lymphomainfo.net/articles/lymphoma/pathophysiology-of-
lymphoma diakses pada tanggal 29 Juni 2015.
Medscape. 2015. http://emedicine.medscape.com/article/120034-overview#a5 diakses pada
tanggal 29 Juni 2015.
Sjamsuhidayat R, de Jong W. Leher dalam Buku Ajar Ilmu Bedah. 2nd ed. Jakarta: EGC;
2011.
Thandar, M. A., & Jonas, N. E. 2004. An approach to the neck mass.Continuing Medical
Education, 22(5).
Wan Desen. 2008. Buku Ajar Onkologi. Jakarta: UI Press.
21
Tugas THT - Boyolali
BENJOLAN DI LEHER
Disusun Oleh:
Avamira Rosita Pranoto G99141015
Pembimbing:
dr. Anton Christanto, M.kes, Sp.THT-KL
KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT THT
FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD PANDANARANG
BOYOLALI
2015
22