bendahara dan kewajiban-pajak

18
1 Infokum Ditama Binbangkum BENDAHARA DAN KEWAJIBANNYA MEMUNGUT PAJAK I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyelenggaraan pemerintahan negara guna mewujudkan tujuan bernegara harus dilakukan dalam suatu sistem pengelolaan keuangan negara secara profesional, terbuka, dan bertanggung jawab yang diwujudkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Sejalan dengan perkembangan kebutuhan pengelolaan keuangan negara, dirasakan semakin pentingnya fungsi perbendaharaan dalam rangka pengelolaan sumber daya keuangan pemerintah secara efisien. Fungsi perbendaharaan tersebut meliputi, terutama, perencanaan kas yang baik, pencegahan agar jangan sampai terjadi kebocoran dan penyimpangan, pencarian sumber pembiayaan yang paling murah dan pemanfaatan dana yang menganggur (idle cash) untuk meningkatkan nilai tambah sumber daya keuangan. Pihak yang sangat berperan dalam melaksanakan fungsi perbendaharaan tentunya adalah Bendahara. Bendahara adalah setiap orang atau badan yang diberi tugas untuk dan atas nama negara/daerah, menerima, menyimpan, dan membayar/menyerahkan uang atau surat berharga atau barang-barang negara/daerah. 1 Selain menjalankan fungsi perbendaharaan, salah satu kewajiban Bendahara adalah melakukan pemotongan/pemungutan pajak. Pajak adalah kegiatan membayar sejumlah uang kepada negara yang diatur oleh undang-undang yang berlaku dan merupakan salah satu sumber penerimaan utama negara untuk membiayai pembangunan baik fisik maupun non fisik. Pajak merupakan salah satu pendapatan negara yang langsung dipungut dari berbagai objek pajak dan mempunyai fungsi penting antara lain untuk membiayai pembangunan negara guna menjamin kesejahteraan masyarakatnya. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa Bendaharawan mempunyai peranan penting dalam pelaksanaan pembangunan nasional. Dalam kajian ini akan dibahas lebih jauh tentang salah satu kewajiban Bendahara yaitu pemotongan/pemungutan pajak. Khususnya yang terkait dengan pajak-pajak apa sajakah yang harus dipungut oleh Bendaharawan. 1 Pasal 1 Angka 14 UU Nomor 1 Tahun 2004.

Upload: asrikartini

Post on 22-Dec-2014

1.304 views

Category:

Education


4 download

DESCRIPTION

 

TRANSCRIPT

Page 1: Bendahara dan kewajiban-pajak

 

1 Infokum‐DitamaBinbangkum

BENDAHARA DAN KEWAJIBANNYA MEMUNGUT PAJAK

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyelenggaraan pemerintahan negara guna mewujudkan tujuan

bernegara harus dilakukan dalam suatu sistem pengelolaan keuangan negara

secara profesional, terbuka, dan bertanggung jawab yang diwujudkan dalam

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan

dan Belanja Daerah (APBD).

Sejalan dengan perkembangan kebutuhan pengelolaan keuangan negara,

dirasakan semakin pentingnya fungsi perbendaharaan dalam rangka pengelolaan

sumber daya keuangan pemerintah secara efisien. Fungsi perbendaharaan

tersebut meliputi, terutama, perencanaan kas yang baik, pencegahan agar

jangan sampai terjadi kebocoran dan penyimpangan, pencarian sumber

pembiayaan yang paling murah dan pemanfaatan dana yang menganggur (idle

cash) untuk meningkatkan nilai tambah sumber daya keuangan.

Pihak yang sangat berperan dalam melaksanakan fungsi perbendaharaan

tentunya adalah Bendahara. Bendahara adalah setiap orang atau badan yang

diberi tugas untuk dan atas nama negara/daerah, menerima, menyimpan, dan

membayar/menyerahkan uang atau surat berharga atau barang-barang

negara/daerah.1 Selain menjalankan fungsi perbendaharaan, salah satu

kewajiban Bendahara adalah melakukan pemotongan/pemungutan pajak.

Pajak adalah kegiatan membayar sejumlah uang kepada negara yang

diatur oleh undang-undang yang berlaku dan merupakan salah satu sumber

penerimaan utama negara untuk membiayai pembangunan baik fisik maupun

non fisik. Pajak merupakan salah satu pendapatan negara yang langsung

dipungut dari berbagai objek pajak dan mempunyai fungsi penting antara lain

untuk membiayai pembangunan negara guna menjamin kesejahteraan

masyarakatnya. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa Bendaharawan

mempunyai peranan penting dalam pelaksanaan pembangunan nasional.

Dalam kajian ini akan dibahas lebih jauh tentang salah satu kewajiban

Bendahara yaitu pemotongan/pemungutan pajak. Khususnya yang terkait

dengan pajak-pajak apa sajakah yang harus dipungut oleh Bendaharawan.

                                                            1 Pasal 1 Angka 14 UU Nomor 1 Tahun 2004. 

Page 2: Bendahara dan kewajiban-pajak

 

2 Infokum‐DitamaBinbangkum

II. PERMASALAHAN

1. Apakah dasar hukum bendaharawan dalam memungut pajak?

2. Pajak-pajak apa sajakah yang dipungut oleh Bendaharawan?

III. PEMBAHASAN

1. Dasar Hukum Bandaharawan Dalam Memungut Pajak

A. Sekilas Tentang Pajak

Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang

pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang,

dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk

keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.2

Di Indonesia, kita mengenal banyak sekali jenis-jenis pajak seperti

Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPn) dan lain sebagainya.

Untuk mempermudah dalam mengetahui sifat-sifat pajak tersebut, maka

dikelompokkan pajak-pajak tersebut ke dalam beberapa kelompok antara lain

salah satunya berdasarkan pihak yang melakukan pemungutan.

Dalam pengelompokan ini, terdapat 2 (dua) pihak yang berwenang

untuk melakukan pemungutan/pemotongan pajak yaitu pihak Pemerintah

Pusat dan Pemerintah Daerah. Jenis pajak yang dikelompokkan berdasarkan

hal tersebut terbagi menjadi3 :

1. Pajak Negara

Pajak negara merupakan pajak yang dipungut oleh pemerintah

pusat, sehingga sering disebut sebagai pajak pusat. Pemungutan pajak

negara menjadi tanggung jawab dari Kementerian Keuangan yang dalam

hal ini dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan Direktorat

Jenderal Bea dan Cukai (DJBC). Pajak negara/pajak pusat meliputi :

a. Pajak penghasilan (PPh)

Dasar hukum dari pajak penghasilan adalah Undang-Undang Nomor 7

Tahun 1984 tentang Pajak Penghasilan, sebagaimana telah diubah

beberapa kali dan terkahir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun

2008 tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7

Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan.

                                                            2 Pasal 1 Ayat (1) UU Nomor 28 Tahun 2007. 3 www.pajak.go.id 

Page 3: Bendahara dan kewajiban-pajak

 

3 Infokum‐DitamaBinbangkum

b. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pajak Penjualan Atas Penjualan Barang

Mewah (dan PPnBM)

Dasar hukum pengenaan PPN dan PPnBM adalah Undang-Undang

Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang Dan

Jasa Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang beberapa kali

telah diubah terakhir Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang

Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 Tentang

Pajak Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa Dan Pajak Penjualan Atas

Barang Mewah.

c. Bea Materai

Dasar hukum pengenaan Bea Materai adalah Undang-Undang Nomor

13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai.

d. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)

Dasar hukum dari PBB adalah Undang-undang no 12 1985 yang telah

diganti dengan Undang-undang No. 12 tahun 1994. Undang-undang

PBB berlaku mulai tanggal 1 Januari 1986 dan merupakan pengganti

dari beberapa undang-undang, yaitu :

1) Ordonasi Pajak Rumah Tangga 1908

2) Ordonasi Verponding Indonesia 1923

3) Ordonasi Pajak Kekayaan tahun 1932

4) Ordonasi Verponding Indonesia tahun 1928

5) Ordonasi pajak yahun 1942

6) Undang-Undang Darurat Nomor 11 Tahun 1957 khususnya pasal

14 huruf j, k, l.

7) Undang-Undang Nomor 11 Prp. Tahun 1959 Pajak Hasil Bumi.

Dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009

tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) Pemerintah

Daerah wajib mengambil alih pengelolaan Pajak Bumi dan

Bangunan Pedesaan dan Perkotaan (PBBP2) dan Pajak Bea

Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (PBPHTB). Rencana

peralihan pengelolaan pajak PBB P2 dan PBHTB sesuai

pemeberlakuan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) yang direncanakan

mulai per 1 Januari 2011 untuk PBHTB dan awal Januari 2014

untuk PBBP2.

Page 4: Bendahara dan kewajiban-pajak

 

4 Infokum‐DitamaBinbangkum

e. Bea perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan ( BPHTP)

Dasar hukumnya adalah Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997

sebagaimana telah diganti dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun

2000. Undang-undang BPHTP berlaku sejak tanggal 1 januari 1998

menggantikan Ordonasi Bea Balik Nama Staatsblad 1924 No. 291.

2. Pajak Daerah

Menurut undang-undang, Pajak daerah merupakan iuran wajib yang

dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan

langsung yang dapat ditunjuk, yang dapat dipaksakan berdasarkan

peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk

membiayayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan

daerah yang bertujuan untuk mensejahterakan rakyat. Dalam pajak

daerah, yang menjadi wajib pajak adalah orang pribadi atau badan yang

menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah

diwajibkan untuk melakukan pembayaran pajak yang terutang, termasuk

pemungut atau pemotong pajak tertentu. Sedangkan masa pajakanya

adalah jangka waktu yang lamanya 1 bulan takwim atau jangka waktu

lain yang ditetapkan dengan keputusan kepala daerah. Ruang lingkup dari

pemungutan pajak daerah sendiri tidak sama dengan ruang lingkup

pemungutan pajak negara. Dalam pajak daerah ruang lingkup

pemungutannya dibagi menjadi 2 (dua), yaitu :

a. Pajak Provinsi.

Pajak provinsi dipungut oleh pemerintah di tingkat provinsi. Yang

termasuk sebagai pajak propinsi antara lain sebagai berikut :

1) Pajak kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air

2) Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air

3) Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor

4) Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air

Permukaan

b. Pajak Kabupaten/Kota, terdiri dari :

1) Pajak Hotel

2) Pajak Restoran

3) Pajak Hiburan

4) Pajak Reklame

Page 5: Bendahara dan kewajiban-pajak

 

5 Infokum‐DitamaBinbangkum

5) Pajak Penerangan Jalan

6) Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C

7) Pajak Parkir

8) Pajak Lain-lain

Namun, tidaklah mudah untuk membebankan pajak pada

masyarakat. Bila terlalu tinggi, masyarakat akan enggan membayar pajak.

Namun bila terlalu rendah, maka pembangunan tidak akan berjalan

karena dana yang kurang. Agar tidak menimbulkan berbagai masalah,

maka pemungutan pajak harus memenuhi persyaratan yaitu:4

1. Pemungutan pajak harus adil

Seperti halnya produk hukum pajak pun mempunyai tujuan untuk

menciptakan keadilan dalam hal pemungutan pajak. Adil dalam

perundang-undangan maupun adil dalam pelaksanaannya.

Contohnya:

1) Dengan mengatur hak dan kewajiban para wajib pajak

2) Pajak diberlakukan bagi setiap warga negara yang memenuhi

syarat sebagai wajib pajak

3) Sanksi atas pelanggaran pajak diberlakukan secara umum sesuai

dengan berat ringannya pelanggaran

2. Pengaturan pajak harus berdasarkan UU

Sesuai dengan UUD 1945, Pajak dan pungutan yang bersifat untuk

keperluan negara diatur dengan Undang-Undang,5 ada beberapa hal

yang perlu diperhatikan dalam penyusunan UU tentang pajak, yaitu:

Pemungutan pajak yang dilakukan oleh negara yang berdasarkan

UU tersebut harus dijamin kelancarannya

Jaminan hukum bagi para wajib pajak untuk tidak diperlakukan

secara umum

Jaminan hukum akan terjaganya kerahasiaan bagi para wajib pajak

3. Pungutan pajak tidak mengganggu perekonomian

Pemungutan pajak harus diusahakan sedemikian rupa agar tidak

mengganggu kondisi perekonomian, baik kegiatan produksi,

perdagangan, maupun jasa. Pemungutan pajak jangan sampai

merugikan kepentingan masyarakat dan menghambat lajunya usaha

                                                            4 Wikipedia Ensiklopedia Bebas, Pajak. 5 Perubahan Ketiga UUD 1945 pasal 23A. 

Page 6: Bendahara dan kewajiban-pajak

 

6 Infokum‐DitamaBinbangkum

masyarakat pemasok pajak, terutama masyarakat kecil dan

menengah.

4. Pemungutan pajak harus efesien

Biaya-biaya yang dikeluarkan dalam rangka pemungutan pajak harus

diperhitungkan. Jangan sampai pajak yang diterima lebih rendah

daripada biaya pengurusan pajak tersebut. Oleh karena itu, sistem

pemungutan pajak harus sederhana dan mudah untuk dilaksanakan.

Dengan demikian, wajib pajak tidak akan mengalami kesulitan dalam

pembayaran pajak baik dari segi penghitungan maupun dari segi

waktu.

5. Sistem pemungutan pajak harus sederhana

Bagaimana pajak dipungut akan sangat menentukan keberhasilan

dalam pungutan pajak. Sistem yang sederhana akan memudahkan

wajib pajak dalam menghitung beban pajak yang harus dibiayai

sehingga akan memberikan dapat positif bagi para wajib pajak untuk

meningkatkan kesadaran dalam pembayaran pajak. Sebaliknya, jika

sistem pemungutan pajak rumit, orang akan semakin enggan

membayar pajak.

Contoh:

Bea materai disederhanakan dari 167 macam tarif menjadi 2

macam tarif

Tarif PPN yang beragam disederhanakan menjadi hanya satu tarif,

yaitu 10%

Pajak perseorangan untuk badan dan pajak pendapatan untuk

perseorangan disederhanakan menjadi Pajak Penghasilan (PPh)

yang berlaku bagi badan maupun perseorangan (pribadi)

B. Sekilas Tentang Perbendaharaan Negara di Indonesia

Perbendaharaan Negara adalah pengelolaan dan pertanggungjawaban

keuangan negara, termasuk investasi dan kekayaan yang dipisahkan, yang

ditetapkan dalam APBN dan APBD.6 Di Indonesia perihal perbandaharaan

negara telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang

Perbendaharaan Negara.

                                                            6 Pasal 1 Angka 1 UU Nomor 1 Tahun 2004. 

Page 7: Bendahara dan kewajiban-pajak

 

7 Infokum‐DitamaBinbangkum

Dalam undang-undang tersebut Bendahara didefinisikan sebagai setiap

orang atau badan yang diberi tugas untuk dan atas nama negara/daerah,

menerima, menyimpan, dan membayar/menyerahkan uang atau surat

berharga atau barang-barang negara/daerah.7 Undang-undang tentang

Perbendaharaan Negara ini dimaksudkan untuk memberikan landasan hukum

di bidang administrasi keuangan negara.

Sebelum dikeluarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 sistem

perbendaharaan negara masih menggunakan ketentuan perundangan

peninggalan kolonial belanda yaitu Undang-undang Perbendaharaan

Indonesia/Indische Comptabiliteitswet (ICW) Staatsblad Tahun 1925 Nomor

448. Seiring dengan perkembangan zaman undang-undang tersebut

kemudian diubah, terakhir dengan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1968

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1968 Nomor 53, Tambahan

Lembaran Negara Nomor 2860). Namun, sampai dengan saat ini, kaidah-

kaidah keuangan negara masih didasarkan pada ketentuan tersebut.

Peraturan perundangan yang lama tersebut tidak lagi dipakai karena

dianggap tidak lagi mampu mengikuti dinamika perkembangan kenegaraan di

Indonesia apalagi untuk memenuhi kebutuhan pengelolaan keuangan negara

yang sesuai dengan tuntutan perkembangan demokrasi, ekonomi, dan

teknologi. Oleh karena itu, meski secara formal paket perundangan

peninggalan Belanda tersebut masih berlaku, tetapi secara materiil sebagian

dari ketentuan lama tidak lagi digunakan.

Beberapa hal yang menjadi dasar diberlakukan peraturan perundang-

undangan yang baru sebagai pengganti peraturan perundang-undangan

Belanda yang lama adalah adanya beberapa kelemahan yang timbul dari

perangkat perundangan-undangan lama tersebut, antara lain :

kelemahan di bidang peraturan perundang-undangan.

kelemahan di bidang perencanaan dan penganggaran.

kelemahan di bidang perbendaharaan.

kelemahan di bidang auditing.

Kelemahan-kelemahan tersebut sebenarnya memang sudah dirasakan

sebelumnya, tetapi penggunaannya masih dilakukan karena solusi yang

ditemukan masih bersifat parsial. Kelemahan yang ada dalam aturan lama

ditutup dengan membuat aturan baru yang dibuat khusus untuk mengganti

                                                            7 Pasal 1 Angka 14 UU Nomor 1 Tahun 2004. 

Page 8: Bendahara dan kewajiban-pajak

 

8 Infokum‐DitamaBinbangkum

pasal dari aturan lama yang menyebabkan kelemahan. Aturan yang lama

masih tetap berlaku, tetapi khusus untuk pasal yang diamandemenkan

berlaku ketentuan yang baru.

ICW yang hingga kini masih merupakan acuan dalam pengurusan

kebendaharaan (comptabel beheer) menyatakan bahwa yang dimaksud

dengan comptable adalah orang-orang dan badan-badan yang karena negara

ditugaskan untuk menerima, menyimpan, membayar (mengeluarkan) atau

menyerahkan uang, atau kertas-kertas berharga dan barang-barang didalam

gudang-gudang atau tempat-tempat penyimpanan yang lain sebagai

dimaksud dalam pasal 55 ICW dan selaku demikian diwajibkan memberi

perhitungan (pertanggungjawaban) tentang hal pengurusannya kepada

Badan Pemeriksa Keuangan”.8

Dalam Undang-Undang Perbendaharaan Negara, bendahara

digolongkan dalam 3 (tiga) golongan yaitu :

1. Bendahara umum, yang terbadi menjadi 2 (dua) yaitu :

a. Bendahara Umum Negara adalah pejabat yang diberi tugas untuk

melaksanakan fungsi bendahara umum negara.9 Dalam hal ini yang

bertindak sebagai Bendahara Umum Negara adalah Menteri

Keuangan.10

b. Bendahara Umum Daerah adalah pejabat yang diberi tugas untuk

melaksanakan fungsi bendahara umum daerah.11 Dalam hal ini yang

bertindak sebagai Bendahara Umum Negara adalah Kepala Satuan

Kerja Pengelola Keuangan Daerah.12

2. Bendahara Penerimaan adalah orang yang ditunjuk untuk menerima,

menyimpan, menyetorkan, menatausahakan, dan

mempertanggungjawabkan uang pendapatan negara/daerah dalam

rangka pelaksanaan APBN/APBD pada kantor/satuan kerja kementerian

negara/lembaga/pemerintah daerah.13

3. Bendaharawan Pengeluaran adalah orang yang ditunjuk untuk

menerima, menyimpan,membayarkan,menatausahakan,dan

mempertanggungjawabkan uang untuk keperluan belanja negara/daerah                                                             8 ICW Pasal 77 ayat 1. 9 Pasal 1 Angka 15 UU Nomor 1 Tahun 2004. 10 Pasal 7 Ayat (1) UU Nomor 1 Tahun 2004. 11 Pasal 1 Angka 16 UU Nomor 1 Tahun 2004. 12 Pasal 9 Ayat (1) UU Nomor 1 Tahun 2004. 13 Pasal 1 Angka 17 UU Nomor 1 Tahun 2004. 

Page 9: Bendahara dan kewajiban-pajak

 

9 Infokum‐DitamaBinbangkum

dalam rangka pelaksanaan APBN/APBD pada kantor/satuan kerja

kementerian negara/lembaga/pemerintah daerah.14

2. Pajak Yang Dipungut Oleh Bandaharawan

Dalam melakukan pemungutan pajak tidaklah semudah yang dibayangkan.

Sampai dengan saat ini, masih terjadi ketidaktertiban yang dilakukan baik oleh

Bendahara Pemerintah Pusat maupun Daerah. Sehingga dikeluarkan

Pengumumam Dirjen Pajak Nomor Peng-05/PJ.09/2010 tentang Kewajiban

Bendahara Pemerintah Pusat Dan Daerah Untuk Melakukan

Pemotongan/Pemungutan Pajak. Dalam pengumuman tersebut diingatkan

kembali kepada setiap Bendahara Pemerintah Pusat dan Daerah di lingkungan

Kementerian/Lembaga/Instansi Pemerintah untuk melakukan kewajibannya

yaitu :

1. Melakukan pemotongan/pemungutan pajak;

2. Melakukan penyetoran pajak ke Bank Persepsi atau Kantor Pos; dan

3. Melakukan pelaporan ke Kantor Pelayanan Pajak sesuai batas waktu yang

ditentukan;

Atas setiap transaksi yang dananya berasal dari APBN/APBD.15

1. Dasar Hukum

a. Undang-undang

1) UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan tata Cara

Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU nomor 28

tahun 2007.

2) UU Nomor 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah

diubah terakhir dengan UU Nomor 36 tahun 2008.

a) Pasal 21 ayat (1) huruf b :

“Pemotongan, penyetoran dan pelaporan atas penghasilan

sehubungan dengan pekerjaan, jasa atau kegiatan dengan nama

dan dalam bentuk apapun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak

orang pribadi dalam negeri, wajib dilakukan oleh Bendahara

Pemerintah yang membayar gaji, upah, honorarium tunjangan dan

pembayaran lain sehubungan dengan pekerjaan jasa atau

kegiatan.”

                                                            14 Pasal 1 Angka 18 UU Nomor 1 Tahun 2004. 15 Pengumuman Dirjen Pajak Nomor Peng‐05/PJ.09/2010. 

Page 10: Bendahara dan kewajiban-pajak

 

10 Infokum‐DitamaBinbangkum

b) Pasal 22 ayat (1) :

Menteri Keuangan dapat menetapkan:

a. bendahara pemerintah untuk memungut pajak sehubungan

dengan pembayaran atas penyerahan barang;

b. badan-badan tertentu untuk memungut pajak dari Wajib Pajak

yang melakukan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha

di bidang lain; dan

c. Wajib Pajak badan tertentu untuk memungut pajak dari

pembeli atas penjualan barang yang tergolong sangat mewah.

c) Pasal 23 ayat (1) :

Atas penghasilan tersebut di bawah ini dengan nama dan dalam

bentuk apa pun yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan,

atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerintah,

subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk

usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya

kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap,

dipotong pajak oleh pihak yang wajib membayarkan … dstnya.

d) Pasal 26 ayat (1)

Atas penghasilan tersebut di bawah ini, dengan nama dan dalam

bentuk apa pun, yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan,

atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerintah,

subjek pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha

tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada

Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap di Indonesia

dipotong pajak sebesar 20% (dua puluh persen) dari jumlah bruto

oleh pihak yang wajib membayarkan … dstnya.

3) UU Nomor 8 tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan

Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah

diubah terakhir dengan UU Nomor 42 tahun 2009.

Pasal 1 angka 27 :

“Pemungut Pajak Pertambahan Nilai adalah Bendahara Pemerintah

Badan atau Instansi Pemerintah yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan

untuk memungut, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang

oleh Pengusaha Kena Pajak atas penyerahan Barang Kena Pajak dan

Page 11: Bendahara dan kewajiban-pajak

 

11 Infokum‐DitamaBinbangkum

atau Penyerahan Jasa Kena Pajak kepada Bendahara Pemerintah

Badan atau Instansi Pemerintah tersebut.”

d. Peraturan Pemerintah

PP Nomor 80 Tahun 2010 tentang Tarif Pemotongan Dan Pengenaan

Pajak Penghasilan Pasal 21 Atas Penghasilan Yang Menjadi Beban

Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara Atau Anggaran Pendapatan

Dan Belanja Daerah.

Pasal 4 Ayat (1) :

“Pajak Penghasilan Pasal 21 yang terutang atas penghasilan selain

penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) berupa

honorarium atau imbalan lain dengan nama apapun yang menjadi beban

APBN atau APBD, dipotong oleh bendahara pemerintah yang

membayarkan honorarium atau imbalan lain tersebut.”

e. Keputusan Presiden

1) Keputusan Presiden Nomor 42 Tahun 2002 tentang Pedoman

Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

Bendahara yang ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri/Ketua

Lembaga sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20

Ayat (3) Keputusan Presiden Nomor 42 tahun 2002 tentang Pedoman

Pelaksanaan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara adalah wajib

pungut pajak.

2) Keputuan Presiden Nomor 180 Tahun 2000 tentang Pencabutan

Badan-Badan Tertentu Dan Bendaharawan Untuk Memungut Dan

Menyetor Pajak Pertambahan Nilai Dan Pajak Penjualan Atas Barang

Mewah.

3) Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010, tentang Pedoman

Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

f. Keputusan Menteri Keuangan

Keputusan Menteri Keuangan Nomor 563/KMK.03/2003 tentang

Penunjukan Bendaharawan Pemerintah dan Kantor Perbendaharaan Dan

Kas Negara Untuk Memungut, Menyetor, dan Melaporkan Pajak

Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Beserta Tata

Cara Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporannya.

Page 12: Bendahara dan kewajiban-pajak

 

12 Infokum‐DitamaBinbangkum

2. Bendahara Sebagai Pemungut Pajak

Bendaharawan Pemerintah yang mengelola dana yang bersumber dari

APBN/APBD harus mendaftarkan diri sebagai Wajib Pajak pada Kantor

Pelayanan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi domisili instansi tempat

Bendaharawan tersebut berada.

Persyaratan untuk mendaftarkan diri sebagai WP adalah:

- Mengisi dan menandatangani formulir pendaftaran

- Fotocopy kartu identitas (KTP, SIM, Paspor)

- Fotocopy SK Penunjukan sebagai Bendahara.

Dalam hal terjadi mutasi pegawai yang mengakibatkan bendahara yang

bersangkutan diganti oleh pegawai lain, tidak perlu mendaftarkan NPWP baru,

tetapi memberitahukan kepada KPP dengan melampirkan:

- Fotocopy kartu identitas (KTP, SIM, Paspor) Bendahara baru

- Fotocopy SK Penunjukan sebagai Bendahara yang baru

Apabila Bendaharawan yang telah terdaftar sebagai Wajib Pajak tersebut

ternyata institusinya bubar, terjadi perubahan organisasi atau proyeknya

telah selesai, maka dimintakan penghapusan NPWP dengan mengajukan

permohonan yang dilampiri dokumen-dokumen pendukungnya.

Terkait dengan kewajiban bendaharawan untuk melakukan pemungutan

pajak maka pajak-pajak yang harus dipungut oleh bendaharawan baik

Pemerintah Pusat maupun Daerah terdiri dari Pajak Penghasilan (PPh), Pajak

Pertambahan Nilai (PPN), dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).

1. Kewajiban Bendaharawan atas PPh

Bendaharawan berkewajiban untuk:

memotong PPh Pasal 21 atas pembayaran gaji/honor

memotong PPh Pasal 22 atas pengadaan barang

memotong PPh Pasal 23 atas pengadaan jasa

memotong PPh Pasal 26 atas imbalan jasa, pekerjaan, dan kegiatan

yang diterima Wajib Pajak luar negeri.

Bendaharawan tidak melakukan pemotongan PPh Pasal 22 atas:

pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp 1.000.000,00 (satu

juta rupiah) dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah;

pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, air

minum/PDAM dan benda-benda pos;

Page 13: Bendahara dan kewajiban-pajak

 

13 Infokum‐DitamaBinbangkum

pembayaran/pencairan dana Jaring Pengaman Sosial (JPS) oleh Kantor

Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN);

2. Kewajiban Bendaharawan atas PPN&PPnBM

Atas pengadaan Barang Kena Pajak (BKP) dan Jasa Kena Pajak (JKP),

bendaharawan wajib memungut PPN & PPnBM.

Bendaharawan tidak melakukan pemungutan PPN & PPnBM atas:

1) Pembayaran yang tidak melebihi Rp. 1.000.000,- termasuk PPN dan

PPnBM

2) Untuk Pembebasan Tanah

3) Pembayaran atas BKP/JKP yang menurut ketentuan perundang-

undangan mendapat fasilitas PPN Tidak Dipungut atau Dibebaskan

4) BBM dan Non-BBM oleh Pertamina

5) Rekening Telepon

6) Jasa Angkutan Udara yang diserahkan perusahaan penerbangan

7) Untuk penyerahan BKP/JKP yang menurut ketentuan perundang-

undangan tidak dikenakan PPN

Barang dan Jasa yang mendapat fasilitas Dibebaskan adalah:

BKP Tertentu dan JKP Tertentu (PP Nomor 146 Tahun 2000 tentang

Impor Dan Atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu Dan Atau

Penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu Yang Dibebaskan Dari

Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana telah diubah dengan

PP Nomor 38 Tahun 2003 tentang Perubahan Atas Peraturan

Pemerintah Nomor 146 Tahun 2000 Tentang Impor Dan Atau

Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu Dan Atau Penyerahan Jasa

Kena Pajak Tertentu Yang Dibebaskan Dari Pengenaan Pajak

Pertambahan Nilai)

BKP Strategis (PP Nomor 12 Tahun 2001 tentang Impor Dan Atau

Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu Yang Bersifat Strategis Yang

Dibebaskan Dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana

telah diubah beberapa kali terakhir dengan dengan PP Nomor 31 Tahun

2007)

Beberapa BKP yang dibebaskan dari Bea Masuk (Keputusan Menteri

Keuangan Nomor 231/KMK.03/2001 tentang Perlakuan Pajak

Pertambahan Nilai Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Atas

Page 14: Bendahara dan kewajiban-pajak

 

14 Infokum‐DitamaBinbangkum

Impor Barang Kena Pajak Yang Dibebaskan Dari Pungutan Bea Masuk

sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor

616/PMK.03/2004 tentang Perubahan Atas Keputusan Menteri

Keuangan Nomor 231/KMK.03/2001 Tentang Perlakuan Pajak

Pertambahan Nilai Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Atas

Impor Barang Kena Pajak Yang Dibebaskan Dari Pungutan Bea Masuk).

3. Sanksi-sanksi perpajakan Karena kedudukan bendahara adalah sama dengan wajib pajak (WP), maka

segala sanksi perpajakan yg berlaku bagi WP berlaku juga bagi bendahara.

A. Sanksi Administrasi

1. Pajak Penghasilan (PPh)

a. Denda, sebesar :

Rp. 50.000 apabila surat pemberitahuan (SPT) masa tidak

disampaikan atau tidak sesuai dengan batas waktu yaitu

selambat-lambatnya 20 hari setelah akhir masa pajak.

Rp. 100.000 apabila SPT tahunan tidak disampaikan atau

disampaikan tidak sesuai dengan batas waktu yaitu selambat-

lambatnya 3 bulan setelah akhir tahun pajak. b. Bunga, sebesar :

1) 2% sebulan untuk selama-lamanya 24 bulan atas jumlah pajak

terutang atau kurang dibayar dalam hal :

WP membetulkan sendiri SPT yg mengakibatkan utang pajak

menjadi lebih besar sebelum dilakukan pemeriksaan.

PPh dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar dan

atau hasilo dari penelitian SPT terdapat kekurangan

pembayaran pajak sebagai akibat salah tulis dan salah

hitung.

Terdapat kekurangan pajak yg terutang dalam surat

penetapan pajak kurang bayar (SKPKB) berdasarkan hasil

pemeriksaan atau keterabfab lain.

Perhitungan pajak smeentara yang teruang kurang dari

jumlah pembayaran pajak yang sebenarnya terutang akibat

diberikan ijijn penundaan penyampaian SPT tahunan.

Page 15: Bendahara dan kewajiban-pajak

 

15 Infokum‐DitamaBinbangkum

2) 2% sebulan dari pajak yang kurang dibayar dalam hal

bendahara diperbolehkan mengangsur atau menunda

pembayaran pajak.

3) 48% dari jumlah pajak yang tdk atau kurang dibayar dalam hal

wajib pajak setelah jangka waktu 10 tahun dipidana karena

melakukan tindak pidana dibidang perpajakan berdasarkan

putusan pengadilan yg telah memperoleh kekuatan hukum tetap. c. Kenaikan, sebesar :

1) 50% dari PPh yg tdk atau kurang dibayar dalam satu tahun

pajak akibat SPT tdk disapaikan dlm jangka waktu yg telah

ditentukan dan setelah ditegur secara tertulis tdk disampaikan

pd waktunya sebagaimana ditentukan dlm surat teguran.

2) 100% dari jumlah PPh yg tdk kurang dipotong, tdk atau kurang

dipungut, tdk atau kurang disetorkan dan dipotong atau

dipungut tetapi tidak atau kurang disetorkan.

3) 100% dari jumlah kekurangan pajak yg terutang dlm Surat

Ketetaan Pajak Kurang Bayar Tambahan dalam hal ditemukan

data baru dan atau data semula belum terungkap dari WP yg

menyebabkan penambahan jumlah pajak yang terutang. 2. Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

a) Denda, sebesar Rp. 50.000 dalam hal SPT Masa tdk dimsapiakan

atau disampaikan tdk sesuai dengan batas waktu yg ditentukan

dalam peraturan perundang-undanan yaitu selambat-lambatnya 14

hari setelah masa pajak berakhir.

b) Bunga, sebesar 2% sebulan dari pajak yg tdk atau kurang dibayar

dalam hal terdapat kekurangan pajak yg terutang dalam SKPKB

berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain.

B. Sanksi Pidana

1. Karena Alpa

Tidak menyampaikan SPT.

Menyampaikan SPT tetapi isisnya tidak benar atau tdk lengkap

atau melampirkan keterangan yg isinya tdk benar, sehingga dapat

menimbulkan kerugian pada pendapatan Negara diancam dengan

pidana kurungan selama-lamanya 1 tahun dan denda setinggi-

Page 16: Bendahara dan kewajiban-pajak

 

16 Infokum‐DitamaBinbangkum

tingginya 2 kali jumlah pajak terutang yg tidak atau kurang

dibayar.

2. Dengan Sengaja

Tidak mendaftarkan diri atau menyalahgunakan atau

menggunakan tanpa hak NPWP atau nomor pengukuhan PKP atau

Tidak menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT dan atau

keterangan yg isinya tidak benar atau tidak lengkap

Memperlihatkan pembukuan, pencatatan atau dokumen lain yg

palsu atau dipalsukan seolah-olah benar

Tidak menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan tidak

memperlihatkan atau tidak meminjamkan buku atau dokumen

lainnya.

Tidak menyetorkan pajak yg telah dipotong atau dipungut

sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara

diancam dengan pidana penjara selaam-lamanya 6 tahun dan

denda setinggi tingginya 4 kali jumlah pajak terutang yg tidak atau

kurang dibayar.

IV. KESIMPULAN

Berdasarkan uraian diatas maka dapat secara jelas terlihat bahwa pajak-

pajak yang harus dipungut oleh Bendaharawan adalah diperintahkan oleh Peraturan

Perundang-undangan terutama Pasal 21 Ayat (1) UU Nomor 7 Tahun 1983 yaitu

Pajak Penghasilan dan Pasal 1 angka 27 UU Nomor 8 Tahun 1983 yaitu Pajak

Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.

Memungut pajak-pajak tersebut di atas adalah merupakan salah satu

kewajiban yang harus dilaksanakan oleh para bendaharawan baik Bendaharawan

Pemerintah Pusat maupun Daerah. Kewajiban tersebut harus dapat dilaksanakan

dengan baik karena ketiga jenis pajak tersebut merupakan pendapatan negara yang

digunakan untuk menunjang berlangsungnya pembangunan nasional guna

meningkatkan kesejahteraan rakyat. Apabila B endaharawan tidak melaksanakan

kewajibannya tersebut maka akan dikenakan sanksi. Sanksi yang dikenakan kepada

Bendaharawan adalah sama dengan sanksi yang dikenakan kepada para wajib pajak

lainnya yaitu Sanksi Administrasi yang meliputi denda, pemberian bunga

keterlambatan, dan persentase kenaikan sampai dengan sanksi pidana apabila

Page 17: Bendahara dan kewajiban-pajak

 

17 Infokum‐DitamaBinbangkum

pelanggaran yang dilakukan karena alpa dan dengan sengaja berupa pidana

kurungan dan denda.

PPh, PPN, dan PPn BM dipotong oleh Bendaharawan dari sumber yang

berbeda-beda. Pajak penghasilan misalnya dipotong oleh Bendaharawan dari

penghasilan yang diterima berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan dan

pembayaran lain dengan nama apapun sehubungan dengan pekerjaan jasa dan

kegaiatan, pembayaran yang dibiayai dari APBN/APBD, penghasilan yg berasal dari

hadiah dan penghargaan, sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan

penggunaan harta. Sedangkan PPN dan PPnBM dipungut/dipotong dari Penyerahan

Barang Kena Pajak dan jasa Kena Pajak. Jenis-jenis pajak tersebut akan dibahas lagi

secara khusus dalam penulisan selanjutnya.

Sumber – Sumber Kajian :

1. UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan tata Cara Perpajakan.

2. UU Nomor 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan.

3. UU NOmor 8 tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.

4. UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendahaan Negara

5. UU Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang

ketentuan umum dan tata cara perpajakan

6. UU Nomor 36 tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang

Pajak Penghasilan

7. UU Nomor 42 tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 Tentang

Pajak Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah

8. PP Nomor 146 Tahun 2000 tentang Impor Dan Atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu Dan Atau

Penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu Yang Dibebaskan Dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai

9. PP Nomor 12 Tahun 2001 tentang Impor Dan Atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu Yang Bersifat

Strategis Yang Dibebaskan Dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai

10. PP Nomor 38 Tahun 2003 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 146 Tahun 2000 Tentang

Impor Dan Atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu Dan Atau Penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu

Yang Dibebaskan Dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.

11. PP Nomor 31 Tahun 2007 tentang Perubahan Keempat Atas Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2001

Tentang Impor Dan Atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu Yang Bersifat Strategis Yang Dibebaskan

Dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.

12. PP Nomor 80 Tahun 2010 tentang Tarif Pemotongan Dan Pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 21 Atas

Penghasilan Yang Menjadi Beban Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara Atau Anggaran Pendapatan Dan

Belanja Daerah.

13. Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

14. Keputuan Presiden Nomor 180 Tahun 2000 tentang Pencabutan Keputusan Presiden Nomor 56 Tahun 1988

Tentang Penunjukan Badan-Badan Tertentu Dan Bendaharawan Untuk Memungut Dan Menyetor Pajak

Pertambahan Nilai Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.

Page 18: Bendahara dan kewajiban-pajak

 

18 Infokum‐DitamaBinbangkum

15. Keputusan Presiden Nomor 42 tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Anggaran Pendapatan Dan Belanja

Negara.

16. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 616/PMK.03/2004 tentang Perubahan Atas Keputusan Menteri Keuangan

Nomor : 231/Kmk.03/2001 Tentang Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai Dan Pajak Penjualan Atas Barang

Mewah Atas Impor Barang Kena Pajak Yang Dibebaskan Dari Pungutan Bea Masuk.

17. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 231/KMK.03/2001 tentang Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai Dan Pajak

Penjualan Atas Barang Mewah Atas Impor Barang Kena Pajak Yang Dibebaskan Dari Pungutan Bea Masuk

Keputusan Menteri Keuangan Nomor 563/KMK.03/2003 tentang Penunjukan Bendaharawan Pemerintah Dan

Kantor Perbendaharaan Dan Kas Negara Untuk Memungut, Menyetor, Dan Melaporkan Pajak Pertambahan

Nilai Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Beserta Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, Dan

Pelaporannya.

18. Indische Comptabiliteitswet (ICW) Staatsblad Tahun 1925 Nomor 448.

19. Pengumuman Dirjen Pajak Nomor Peng-05/PJ.09/2010 tentang Kewajiban Bendahara Pemerintah Pusat dan

Daerah Untuk Melakukan Pemotongan/Pemungutan Pajak.

20. www.pajak.go.id