baseline sosek buton 2002 - ds-soma bahari

Upload: widyakr

Post on 28-Feb-2018

244 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 7/25/2019 Baseline Sosek Buton 2002 - Ds-Soma Bahari

    1/99

  • 7/25/2019 Baseline Sosek Buton 2002 - Ds-Soma Bahari

    2/99

    DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG INDONESIAStudi Kasus: Desa Sama Bahari, Kecamatan Kaledupa, Kabupaten Buton,

    Propinsi Sulawesi Tenggara

    Desain isi : Sutarno

    Hak Cipta dilindungi oleh Undang-undangDiterbitkan oleh COREMAP-LIPI.

    Laila Nagib, Sri Sunarti PurwaningsihData Dasar Aspek Sosial Terumbu Karang Indonesia/ Laila Nagib, Sri Sunarti

    Purwaningsih. Jakarta: COREMAP, 2002

    xix, 117 hlm, 22 cm

    Seri Penelitian COREMAP-LIPI No. 2/2002ISSN 1412-7245

    1. Terumbu Karang 2. Pengelolaan 3. Degradasi

    I. Judul II. COREMAP-LIPI

  • 7/25/2019 Baseline Sosek Buton 2002 - Ds-Soma Bahari

    3/99

    1DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG INDONESIA

    RRiinnggkkaassaann

    Laporan ini merupakan hasil studi Data Dasar Aspek Sosial Terumbu Karangyang dilakukan di Desa Sama Bahari, Kecamatan Kaledupa, Kabupaten Buton,Sulawesi Tenggara. Survei ke lokasi dilakukan oleh tim peneliti PPK-LIPI pada tahun2001, terhadap 100 rumah tangga nelayan, yang merupakan sebagian besar rumahtangga yang waktu itu sedang ada penghuninya di lokasi penelitian. Di samping survei,dilakukan juga wawancara mendalam dan diskusi terbatas terhadap beberapa tokohmasyarakat, stakeholders terkait dan keluarga nelayan yang dapat dijadikan narasumber sesuai dengan maksud penelitian. Adapun tujuan penelitian terutama mengkajikondisi sosial ekonomi dan budaya masyarakat berkaitan dengan pemanfaatan sumberdaya laut (SDL), khususnya terumbu karang. Ringkasan hasil penelitian ini menekankan

    pada temuan pokok yaitu: kondisi umum penduduk, sarana dan prasarana sertapemanfaatannya, isu-isu pokok berkaitan dengan sumber daya manusia (SDM), danpemanfaatan SDL berkaitan dengan degradasi lingkungan dan pelestarian terumbukarang. Ringkasan akan diakhiri dengan rekomendasi pokok bagi pelestarian terumbukarang.

    KONDISI UMUM

    Penduduk

    Jumlah penduduk Desa Sama Bahari sekitar 1.084 orang (sekitar 267 KK), terdiri

    dari 549 orang laki-laki dan 535 perempuan. Sebagian besar penduduk berusiamuda yaitu di bawah 25 tahun dan persentase terbesar pada usia balita (0-5 tahun).

    Penduduk Desa Sama Bahari sebagian besar terdiri dari suku Bajo yang secararesmi menganut agama Islam. Namun demikian, dalam kehidupan sehari-harikepercayaan terhadap Dewa Penunggu Laut masih kuat.

    Secara umum tingkat pendidikan penduduk masih rendah (sebagian besar tidaktamat SD atau tidak sekolah). Pada saat ini terdapat 9 orang tamat SLTP dan hanyaada dua orang yang sedang melanjutkan ke tingkat SLTA, di daratan Kaledupa.

    Pola-pola penyakit yang umum dijumpai pada masyarakat adalah muntaber, sakitkepala dan sakit kuning. Penyakit yang diakibatkan oleh aktivitas pemanfaatan SDLseperti gangguan pendengaran atau penglihatan bagi para nelayan tidak banyakdijumpai, yang ada adalah batuk yang kemudian muntah darah. Untuk mengatasipenyakit, umumnya penduduk pergi ke dukun yang ada di desa, kecuali bila sakitkarena terluka mereka pergi ke puskesmas di Kaledupa. Makanan pokokmasyarakat adalah nasi atau kaswami (dari ubi kayu) dengan lauk terutama ikanbaik dibakar, digoreng atau dimakan mentah/segar.

    Masyarakat Bajo di Desa Sama Bahari semula tinggal di Desa Sampela Lama danpindah ke lokasi sekarang yang mendekati daratan Kaledupa sejak tahun 1967(setelah ditumpasnya gerombolan DI/TII Kahar Muzakar). Pada umumnyajangkauan mobilitas penduduk setempat hanya sekitar Kaledupa. Namun sekitar 30

  • 7/25/2019 Baseline Sosek Buton 2002 - Ds-Soma Bahari

    4/99

    2 Studi Kasus : Desa Mola Utara, Kecamatan Wangi-Wangi, Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara

    KK sedang merantau ke Malaysia, Tanjung Pinang dan Riau untuk bekerja sebagainelayan.

    Sarana, Prasarana dan Aksesibi l i tas

    Lokasi Desa Sama Bahari di perairan dangkal Laut Banda terletak sekitar 2 km daripusat pemerintahan Kecamatan Kaledupa. Lokasi ini dapat dicapai dengan sampansekitar 30 menit dari pantai Kaledupa (sekitar 15 menit dengan perahu motor). Luaswilayah Desa Sama Bahari sekitar 60 kilometer persegi, dengan lebar 200 meter danpanjang 300 meter, terdiri dari 2 dusun (Pagana dan Sampela).

    Sebagian besar rumah tangga sampel memiliki sarana produksi berupa perahutanpa motor dan hanya sekitar 40 persen memiliki perahu motor yang umumnyaberkekuatan sekitar 5 PK. Alat tangkap yang umum digunakan penduduk adalah:jaring, pancing, bubu, sarana pertanian untuk budidaya rumput laut, kacamata

    tradisional, panah, tombak serta budidaya rumpon. Di Kecamatan Kaledupa tidak ada pasar permanen, aktivitas jual beli barang

    kebutuhan sehari-hari kebanyakan dilakukan di lokasi penjualan ikan di tepi pantaiKaledupa. Sarana ekonomi yang terdapat di desa, terbatas pada adanya beberapawarung yang menyediakan kebutuhan sehari-hari. Lembaga keuangan sepertikoperasi atau KUD hanya terdapat di daratan Kaledupa. Sedangkan untuk keperluanhutang-piutang dilakukan oleh perorangan di desa atau di daratan Kaledupa, denganbunga yang relatif tinggi.

    Sarana pendidikan yang terdapat di lokasi hanya sebuah sekolah dasar yangdidirikan pada tahun 1998 dan hanya mampu menampung sekitar 50 murid dengan6 orang guru yang umumnya tinggal di daratan Kaledupa. Sedangkan sekolah

    lanjutan hanya ada di daratan Kaledupa. Secara umum fasilitas sekolah yang adakurang dimanfaatkan oleh penduduk setempat. Sarana ibadah terdapat sebuahmesjid yang baru selesai dibangun.

    Organisasi masyarakat yang ada hanya sebuah LSM (Yayasan Bajo Mathilla) yangbergerak dalam bidang pemberdayaan masyarakat. Dalam kegiatannya banyakbekerja sama dengan Operation Wallacea yang mengelola resort Hoga.

    Sarana penerangan listrik belum ada di Desa Sama Bahari. Kebutuhan peneranganrumah tangga dipenuhi dengan lampu minyak tanah. Sarana dan prasaranainformasi dan komunikasi sangat terbatas. Sumber informasi seperti televisi danradio hanya dimiliki oleh beberapa rumah tangga (dengan menggunakan accu).

    Sarana transportasi di dalam pemukiman dilakukan dengan perahu sampan atau

    berjalan kaki melalui jembatan papan yang kecil dan sederhana. Jembatan papanyang dibangun oleh Pemda yang direncanakan untuk sepanjang desa, baru selesaisebagian. Selebihnya hanya jembatan penghubung antar rumah yang dibangunsecara sederhana dengan bahan seadanya secara swakelola. Hubungan dengandaratan dilakukan pada waktu air pasang, siang hari di sekitar pemukiman biasanyaair surut.

  • 7/25/2019 Baseline Sosek Buton 2002 - Ds-Soma Bahari

    5/99

    3DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG INDONESIA

    Sarana air bersih hanya terdapat di daratan Kaledupa dan untuk memperolehnyaharus menggunakan sampan sekitar 1 jam pergi pulang. Pengambilan air diKaledupa umumnya dilakukan oleh perempuan, sambil melakukan kegiatan mencucipakaian dan mandi di lokasi sumber air.

    Fasilitas kesehatan modern yang ada di Desa Sama Bahari sangat terbatas.Puskesmas hanya ada di ibukota kecamatan (di Ambeua). Di Desa Sama Baharihanya ada pos pelayanan terpadu (posyandu) yang diadakan sebulan sekali denganmendatangkan dokter dari Puskesmas Kaledupa. Masyarakat terbiasa pergi kedukun untuk mengobati penyakit yang dideritanya, sehingga fasilitas kesehatan yangada kurang dimanfaatkan penduduk.

    Potensi SDL cukup melimpah, beberapa SDL yang menonjol adalah terumbukarang, hutan bakau, berbagai jenis ikan (karang dan non-karang) dan biota lautlainnya. Sementara resort Hoga dan sekitarnya berpotensi sebagai obyek penelitianbidang kelautan dan wisata bahari karena merupakan salah satu tempatpenyelaman terbaik di dunia. Di samping itu, Desa Sama Bahari yang hampir semuapenduduknya adalah suku Bajo, merupakan tujuan penelitian tentang kehidupanmasyarakat Bajo. Misalnya, berbagai upacara adat yang berkaitan denganpemanfaatan SDL dan konservasi lingkungan seperti 'tuba dikatutuang' dapatdijadikan potensi wisata budaya yang dapat menarik wisatawan.

    ISU POKOK

    Isu SDM

    Keterbatasan sarana dan prasarana pendidikan termasuk staf pengajar baik jumlah

    maupun aktivitas mengajarnya. Motivasi belajar yang rendah juga berpengaruhterhadap tingkat kehadirannya di sekolah, baik karena ikut melaut ataupun kegiatankeluarga lainnya. Motivasi orang tua untuk menyekolahkan anak juga cenderungmasih rendah, yang dipengaruhi oleh keadaan lingkungan yang memungkinkan anakmuda mudah mencari uang melalui kegiatan sebagai nelayan. Kebutuhanmasyarakat untuk memperoleh pendidikan yang berkaitan dengan peningkatanketrampilan di bidang kelautan (seperti sekolah kejuruan atau kursus), meskipunpenting, sampai sekarang sulit dipenuhi. Berbagai faktor seperti geografis,terbatasan dana Pemda setempat serta efisiensi di bidang pendidikan menjadikendala selama ini.

    Hampir semua aktivitas masyarakat Sama Bahari yang terdiri dari suku Bajoberkaitan dengan kehidupan di laut. Mata pencaharian utama penduduk adalah

    sebagai nelayan, karena terbatasnya alternatif kegiatan lainnya. Pada umumnya,sebagai nelayan tradisional berskala kecil dan menggunakan teknologi atau alattangkap yang sangat sederhana. Dalam perkembangannya, nelayan yang dibantupedagang pengumpul mulai meningkatkan eksploitasinya guna meresponpermintaan pasar yang tinggi terhadap beberapa jenis SDL dengan harga yangrelatif tinggi seperti lobster dan beberapa ikan karang (antara lain ikan napoleon,kerapu dan sunu).

    Keadaan ekonomi masyarakat sangat tergantung pada pengelolaan danpemanfaatan SDL, yang dipengaruhi oleh perubahan musim, lokasi penangkapan

  • 7/25/2019 Baseline Sosek Buton 2002 - Ds-Soma Bahari

    6/99

    4 Studi Kasus : Desa Mola Utara, Kecamatan Wangi-Wangi, Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara

    dan peralatan tangkap yang digunakan. Meskipun pada umumnya nelayan dapatmemperoleh hasil (ikan karang dan non karang) dengan relatif mudah, namunnelayan banyak memiliki kendala dalam pengembangannya, antara lain: pemilikan

    armada dan alat tangkap, pemasaran yang sempit dan pesaing dari luar yang lebihcanggih peralatannya. Akibatnya banyak nelayan yang hidup secara subsisten,yaitu hanya cukup untuk menutup kebutuhan dasar sehari-hari. Bagi sebagian kecilnelayan yang memiliki armada dan alat tangkap yang lebih memadai, kehidupanekonominya lebih baik. Adanya ketimpangan ekonomi di antara kelompokmasyarakat, dapat mendorong nelayan miskin untuk mengeksploitasi lebih banyakSDL, bersama koordinator yang mengajaknya, walaupun dengan cara yang tidakaman dan potensial merusak terumbu karang.

    Keberadaan resort Hoga yang dikelola oleh Operation Wallacea dalam kegiataannyabanyak memberikan manfaat pada masyarakat Kaledupa, termasuk masyarakatSama Bahari. Misalnya, adanya penyewaan penginapan milik orang Kaledupa diresort Hoga baik untuk operator maupun untuk wisatawan. Pengelolaan resort juga

    meningkatkan konsumsi ikan, yang diperoleh dari nelayan Sama Bahari. Namunkeberadaan Operation Wallacea secara formal dianggap mengabaikan hubungankerja sama dengan Pemda, karena selama ini hanya untuk kepentingan pemerintahpusat. Kerja sama secara formal antara Operation Wallacea dengan pemerintahdaerah, utamanya kecamatan belum dirasakan manfaatnya. Demikian pula kerjasama antara resort Hoga dengan LSM setempat (Yayasan Bajo Mathilla) berupapenyewaan armada untuk transportasi wisata bahari dan penyediaan penginapanuntuk wisatawan di Desa Sama Bahari, dianggap belum banyak melibatkanmasyarakat setempat secara langsung.

    Pilihan masyarakat Bajo untuk hidup di atas perairan laut di Desa Sama Bahari,menyebabkan fasilitas untuk membangun perumahan dan sanitasi lingkungan

    terbatas. Untuk membangun perumahan yang lebih kokoh dibutuhkan fondasikarang yang mudah diperoleh di sekitarnya, namun berpotensi merusak lingkungan.Laut di sekitar pemukiman juga merupakan area pembuangan semua limbah rumahtangga selama ini. Semakin padat perumahan dengan fondasi karang, semakin tidakleluasa pembuangan limbah, terutama di musim kemarau atau air surut. Hal iniberpengaruh terhadap kesehatan terutama pada anak-anak, sehingga sering terjadimuntaber pada musim kemarau. Hal ini diperparah dengan sulitnya mencari airbersih dan kebiasaan minum air mentah pada penduduk, yang memungkinkan hidupseadanya tanpa alternatif yang memadai. Penduduk juga terpaksa mengeksploitasihutan bakau di sekitarnya untuk memenuhi keperluan bahan bakar, karena alternatiflain sulit diperoleh.

    Isu yang berkaitan dengan peng elolaan dan pemanfaatan SDL

    Kehidupan nelayan Bajo di Desa Sama Bahari umumnya masih tradisional, baikdalam cara penangkapan maupun pemanfaatan hasilnya. Pola pengelolaan SDLyang dianut nelayan pada umumnya masih petik dan jual, sehingga nilai tambahnyarendah, dan dalam pemasaran cenderung mempunyai posisi tawar yang rendah.Akibatnya pendapatan yang diperoleh nelayan tidak seimbang dengan hasil produksiyang potensial dapat diperoleh, karena terbatasnya peralatan produksi yang dimiliki(harus dijual habis, karena tidak memiliki alat pengawet). Komersialisasi hasilproduksi yang sudah dilakukan oleh sebagian kecil nelayan, terbentur pada

  • 7/25/2019 Baseline Sosek Buton 2002 - Ds-Soma Bahari

    7/99

    5DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG INDONESIA

    keterbatasan SDM terutama dalam berkomunikasi serta dalam memperluas jaringanpemasaran. Akibatnya koordinator lokal hanya dapat berhubungan denganpedagang pengumpul dari luar, sehingga proporsi keuntungan yang diperoleh

    nelayan Bajo jauh lebih kecil dibandingkan harga akhir di pasar (domestik maupunekspor). Sistem pemasaran dengan jemput bola di lokasi penangkapan ikan,cenderung lebih merugikan nelayan, karena posisi tawar nelayan yang rendahdibandingkan pedagang penampung/bos yang lebih berpengalaman dan lebihmenguasai jaringan pasar selanjutnya. Demikian pula kebutuhan memperoleh hasillebih banyak sering dimanfaatkan oleh pedagang pengumpul dengan menyediakanbahan atau alat tangkap yang tidak ramah lingkungan seperti potas dan bom.

    Kelemahan SDM dalam memperkirakan secara akurat hasil produksi SDL dan tidakadanya lembaga pemasaran ikan yang permanen, juga menyulitkan perkiraan hasilproduksi secara makro baik oleh desa maupun kecamatan. Kelemahan inimenyulitkan upaya pengembangan hasil produksi dan perluasan pemasaran yangdapat meningkatkan kesejahteraan nelayan tanpa merusak lingkungan karang di

    sekitarnya. Dengan pendidikan dan wawasan yang cukup luas akan membuka alampikiran mereka bahwa melaut bukanlah merupakan satu-satunya mata pencaharianyang dapat dilakukan.

    Keberadaan stakeholders yang berkaitan dengan pemanfaatan SDL bermacam-macam seperti nelayan, pedagang pengumpul, petugas keamanan laut, aparatpemerintah, dan pihak swasta seperti pengusaha/pedagang, yayasan atau LSM.Adapun kegiatan masing-masing stakeholders dapat berpotensi mendukung maupunmengancam kelestarian terumbu karang. Sebagai contoh penetapan TamanNasional Kepulauan Wakatobi dengan aturan-aturan untuk melindungi kawasanterumbu karang merupakan salah satu usaha untuk melestarikannya. Namunsebaliknya, kegiatan pedagang pengumpul yang menawarkan harga tinggi untuk

    ikan karang hidup, serta penyediaan bahan-bahan peledak maupun bahan beracununtuk memperoleh SDL karang, sangat berpotensi mengancam kelestarian terumbukarang. Hal ini akan diperparah oleh lemahnya penegakan hukum bagi pelanggarseperti kasus pengeboman ikan dan pemakaian sianida yang sering terlepas darijerat hukum.

    Isu yang berkai tan dengan degradasi l ingkungan

    Sebagian terumbu karang di sekitar Pulau Kaledupa (bagian laut yang dangkal)dalam keadaan rusak karena adanya kegiatan yang berlebihan dari masyarakatdalam memanfaatkan hasil SDL. Demikian pula kegiatan pengambilan batu karanguntuk keperluan fondasi atau bangunan rumah, berpotensi untuk merusak terumbu

    karang. Meskipun menurut pengakuan masyarakat merupakan karang yang sudahmati, namun penambangan yang dilakukan terus menerus, berpotensi menimbulkanerosi pantai. Perusakan terumbu karang juga diperparah oleh penggunaan alattangkap yang merusak seperti pemakaian bahan peledak (bom), bahan beracun(potassium cyanide) serta alat lain seperti linggis. Kerusakan lingkungan lainnya,juga terjadi dengan penebangan hutan bakau yang dilakukan oleh penduduksetempat guna memenuhi kebutuhan kayu bakar. Kerusakan ini nampaknya jugadisebabkan oleh adanya anggapan penduduk bahwa proporsi pengambilan karangdan penebangan kayu bakau masih relatif kecil dibandingkan dengan ketersediaanSDL di kawasan tersebut.

  • 7/25/2019 Baseline Sosek Buton 2002 - Ds-Soma Bahari

    8/99

    6 Studi Kasus : Desa Mola Utara, Kecamatan Wangi-Wangi, Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara

    Kerusakan terumbu karang di wilayah sekitar Kaledupa terutama dilakukan olehnelayan dari luar, yang umumnya memiliki armada dan peralatan tangkap yang lebihlengkap. Mereka diduga banyak menggunakan bom maupun sianida dengan

    bantuan kompressor. Meskipun penggunaan alat dan bahan tersebut dilarang,namun penegakan hukum sangat lemah dan dirasakan masyarakat cenderung tidakadil. Banyak pengebom ikan, pemakai sianida maupun nelayan dengan armadaseperti trawl (pukat harimau) dalam kapasitas besar yang umumnya berasal dariluar, dalam kenyataan mudah lolos dari jeratan hukum, baik karena kecanggihanperalatan maupun ketidakberdayaan aparat keamanan laut. Sementara nelayantradisional Bajo sering menjadi sasaran penangkapan, akibat melakukan kesalahanyang kadang-kadang disebabkan terbatasnya informasi tentang peraturan dansanksinya yang diterima sebelumnya.

    Adanya anggapan masyarakat setempat bahwa laut adalah pemberian Tuhan yangharus dimanfaatkan untuk memenuhi kehidupan sehari-hari. Mereka jugaberanggapan bahwa penangkapan SDL di laut dapat secara bebas dilakukan sesuaidengan kebutuhan hidupnya, selama mereka melakukan upacara untuk memperolehijin dari Dewa Penunggu Laut. Dengan pola pikir demikian, adanya aturan-aturanformal yang membatasi kegiatan mereka di laut, seperti masalah zonasi ataupengkaplingan laut serta larangan-larangan menggunakan alat tangkap tertentu, sulitditerima dan diikuti kebanyakan masyarakat di Sama Bahari, yang menganggap lautsebagai dunianya. Meskipun saat ini pengambilan SDL oleh masyarakat Bajo masihsebatas untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, namun dalamperkembangan-nya dapat meningkat sejalan dengan permintaan pasar. Dengananggapan tersebut mereka akan terpacu untuk memperoleh SDL sebanyak mungkindengan mengabaikan peraturan yang berkaitan dengan zona larangan danpenggunaan peralatan serta bahan penangkapan ikan/SDL lainnya.

    Isu yang berkai tan d engan kons ervasi l ingkung an

    Adanya kesepakatan yang dibuat oleh nelayan Sama Bahari dengan OperationWallacea yang difasilitasi oleh LSM serta tokoh-tokoh masyarakat setempat untukmenetapkan daerah konservasi tertentu di perairan selatan Pulau Hoga, sebagaikawasan yang dilindungi dari penangkapan ikan oleh nelayan. Kesepakatan inidisertai pemberian kompensasi dari Operation Wallacea berupa imbalan danatahunan untuk keperluan pembangunan desa dan masyarakat Sama Bahari.Kesepakatan ini merupakan kegiatan yang berpotensi mendukung kelestarianterumbu karang. Di samping itu, adanya aturan-aturan untuk melindungi kawasanterumbu karang merupakan salah satu usaha untuk melestarikannya.

    Kegiatan Yayasan Bajo Mathilla di Desa Sama Bahari pada umumnya banyakberkaitan dengan pemberdayaan masyarakat setempat. Kegiatan seperti menjadisponsor untuk budidaya rumpon, mengadakan latihan untuk ketrampilan budidayarumput laut, sangat positif untuk pemberdayaan masyarakat dan mencari alternatifpenghasilan. Hal positif lainnya adalah adanya kunjungan wisatawan ke Desa SamaBahari yang dikoordinir yayasan, kadang-kadang melibatkan orang Bajo untukmendampingi wisatawan dalam bersampan mengelilingi kawasan sekitarpemukiman. Pengelolaan budidaya rumpon milik yayasan dapat dimanfaatkan olehmasyarakat setempat untuk menangkap ikan di sekitarnya. Hal ini secara tidaklangsung dapat mengurangi pengambilan ikan karang yang apabila berlebihan dapat

  • 7/25/2019 Baseline Sosek Buton 2002 - Ds-Soma Bahari

    9/99

    7DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG INDONESIA

    berpotensi merusak karang. Dalam kaitannya dengan pelestarian lingkungan,yayasan juga merintis model rumah tancap dengan penggunaan semen cor untuktiang fondasi rumah, dengan menyediakan semen dan harga yang relatif murah.

    Namun dalam perkembangan selanjutnya, muncul anggapan bahwa yayasancenderung memonopoli semua kegiatan kerjasama dengan Operation Wallacea diresort Hoga. Hal ini karena pelayanan kepada wisatawan asing yang datang keDesa Sama Bahari seperti penyewaan alat transportasi dan penyediaan penginapan,kini hanya boleh dilakukan oleh yayasan saja, dengan alasan yayasan memilikisarana dan prasarana yang lebih lengkap untuk keamanan dan kenyamanan turis.Beberapa fasilitas yang dimiliki yayasan antara lain rumah (merangkap kantor),toilet, lampu penerangan dan meja belajar serta peralatan komunikasi (pager).Namun demikian beberapa tokoh masyarakat setempat beranggapan kegiatanyayasan yang didukung kepala desa merupakan bentuk monopoli yang hanyamenguntungkan yayasan dengan memanfaatkan keberadaan wisatawan di DesaSama Bahari. Faktor lain yang dianggap negatif adalah keterlibatan aparat desa

    sebagai pengurus yayasan, yang sangat potensial untuk terjadinya benturankepentingan.

    Ketidak seimbangan antara jumlah aparat penjaga keamanan laut dengan arealtaman nasional dalam mengatasi pelanggaran peraturan oleh nelayan. Selama iniuntuk mengelola TNKW (sekitar 1.390.000 hektar) dengan SDL yang melimpah,hanya dijaga oleh beberapa orang saja. Potensi ini banyak menarik nelayan dariluar daerah dengan peralatan tangkap yang lebih lengkap dan seringkali merusaklingkungan. Keterbatasan jumlah petugas dan fasilitas keamanan serta pengalamanyang minim di bidang kelautan, menyebabkan penjagaan TNKW menjadi kewalahan.Mereka tertinggal bila dibandingkan dengan para nelayan yang umumnya lebihberpengalaman di laut. Akibatnya pelanggaran terus berlangsung karena umumnya

    nelayan pelanggar mudah lolos dari kejaran petugas. Bahkan banyaknya kasuspencurian yang terjadi di kawasan tersebut (termasuk speedboatpatroli milik TNWKresort Kaledupa) semakin menunjukkan keterbatasan aparat keamanan dalammengamankan lingkungan TNKW. Untuk membuat jera para pelanggar peraturan,penjaga keamanan harus dilengkapi dengan peralatan atau sarana kerja yangmemadai, serta kesungguhan dalam menegakkan peraturan, tanpa pandang bulu.

    REKOMENDASI POKOK

    Perlu penciptaan kesempatan kerja alternatif

    Perlu mengurangi tingginya ketergantungan masyarakat terhadap SDL, yaitu dengan

    menciptakan lapangan pekerjaan alternatif di luar pekerjaan sebagai nelayan.Keberadaan resort Hoga dengan berbagai kegiatannya banyak menarik wisatawanmancanegara terutama untuk tujuan penelitian kelautan. Memperbanyak kunjunganke Desa Sama Bahari dapat membuka peluang bagi masyarakat setempat untukmenambah penghasilan dengan berbagai kegiatan ekonomi seperti menyediakanjasa pengayuh sampan bagi wisatawan yang ingin berkeliling desa, membuat atauberjualan souvenir, menjual makanan atau minuman khas Sama Bahari.

    Untuk mengantisipasi peluang kerja dalam pengembangan wisata bahari dan wisatabudaya, perlu pemberdayaan terhadap masyarakat Bajo dalam berbagai bidangseperti akomodasi, transportasi dan makanan siap saji, souvenir dengan melibatkan

  • 7/25/2019 Baseline Sosek Buton 2002 - Ds-Soma Bahari

    10/99

    8 Studi Kasus : Desa Mola Utara, Kecamatan Wangi-Wangi, Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara

    LSM, tokoh masyarakat setempat maupun Operation Wallacea di resort Hoga.Pemberdayaan masyarakat setempat diperlukan agar tidak hanya menjadi penontonwisatawan, tetapi juga dapat mengambil keuntungan ekonomi secara langsung.

    Perlu meningkatkan pelatihan-pelatihan untuk usaha budidaya SDL yang ramahlingkungan, seperti sistem rumpon dan budidaya rumput laut serta pengolahan ikanpaska panen. Adanya upaya untuk menambah penghasilan di luar pekerjaan utamasebagai nelayan, diharapkan masyarakat tidak lagi memanfaatkan SDL secaraberlebihan. Sementara itu, pengolahan ikan maupun pengasapan dan pengeringanikan merupakan alternatif mata pencaharian yang juga dapat dikembangkanterutama untuk perempuan. Apalagi pemasaran untuk ikan kering juga cukuppotensial baik pasar domestik maupun untuk ekspor.

    Perlu peng enalan tekno logi alternatif

    Upaya yayasan setempat untuk mengenalkan fondasi rumah dengan tiang corsemen perlu didukung semua pihak terkait, sehingga dapat mengurangiketergantungan masyarakat untuk menggunakan batu karang sebagai fondasirumah atau tanggul jembatan. Dukungan yang diperlukan antara lainmensosialisasikan dan membantu pengadaan bahan semen dan mengusahakanpembayarannya dengan siatem kredit dengan melibatkan yayasan dan ataupengusaha terkait. Diharapkan dengan beralihnya masyarakat dari rumah yangmenggunakan karang ke model rumah dengan fondasi semen, kerusakan karanglebih lanjut dapat dicegah.

    Perlu alternatif lain dalam penggunaan bahan bakar misalnya pemakaian komporminyak tanah atau tungku batu bara. Untuk itu diperlukan kemudahan pengadaankompor atau peralatan lain yang dibutuhkan, dengan melibatkan yayasan atau

    koperasi terkait. Keadaan ini dimungkinkan, karena beberapa keluarga sudahmenggunakan kompor minyak tanah, dan umumnya mereka mampu membeliterutama dengan sistem kredit. Dalam hal ini pemerintah daerah setempat dapatbekerja sama dengan pihak lain untuk pengadaannya sesuai kesepakatan denganmasyarakat. Alternatif ini dapat mengurangi pemakaian kayu bakau sebagai bahanbakar, sekaligus sebagai upaya mengembalikan dan melestarikan hutan bakau.Dengan pemakaian kompor minyak tanah atau tungku batu bara juga dapatmengurangi beban kerja perempuan Bajo mengambil kayu ke hutan bakau.

    Perlu so sialisasi peraturan dan penegakan hu kum

    Perlu peningkatan kemauan politik dari pemerintah setempat dalam membuatkebijaksanaan, program-program maupun peraturan yang berkaitan denganpengelolaan SDL. Peningkatan kesadaran dan keterlibatan staf yang bertugas dalampengelolaan terumbu karang. Hal ini diperlukan agar petugas yang bersangkutantidak hanya sekedar mencari atau menindak pelaku pelanggaran tetapi jugamempunyai kesadaran dan kepedulian yang besar terhadap usaha pelestarianterumbu karang.

    Perlunya penambahan personal maupun sarana kerja untuk meningkatkan sistemkeamanan TNKW. Di samping itu, melibatkan masyarakat dalam pengamanan SDLakan lebih berhasil daripada hanya menjadikan mereka obyek yang selalu harus

  • 7/25/2019 Baseline Sosek Buton 2002 - Ds-Soma Bahari

    11/99

    9DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG INDONESIA

    diawasi. Mengingat nelayan setempat merupakan bagian yang tidak terlepaskan darilaut sehingga mengetahui seluk beluk kelautan, maka sebaiknya mereka dilibatkansebagai petugas keamanan untuk wilayah TNKW sehingga mereka akan memiliki

    tanggung jawab yang besar terhadap keamanan lautnya. Dengan demikian, usahamengamankan aset negara itu akan terjaga dan kerusakan terumbu karang dapatdihindari. Selama ini nelayan setempat hanya menjadi 'polisi' untuk nelayan dari luarsebatas pada 'rebutan wilayah penangkapan', bukan untuk keperluan melestarikanterumbu karang. Dengan melibatkan nelayan setempat sebagai tenaga pengawaslaut di wilayahnya, tim patroli akan lebih kuat, sehingga lebih mudah melakukantindakan yang diperlukan terhadap nelayan yang melakukan pelanggaran. Untuk itunelayan yang akan dilibatkan perlu mendapat pelatihan atau dibekali pengetahuanmengenai aturan-aturan formal serta sanksinya.

    Perlu penerapan sanksi yang tegas terhadap pelanggaran yang dilakukan nelayantanpa pandang bulu, terutama pelanggaran yang menyebabkan kerusakan terumbukarang. Pemberian sanksi juga harus diterapkan pada stakeholders lain yang

    menyediakan bahan peledak atau racun untuk penangkapan ikan. Di samping itu,penyuluhan mengenai perlunya terumbu karang serta dialog dengan masyarakatsetempat mengenai permasalahan ini akan dapat membantu mencegah kerusakanterumbu karang lebih lanjut.

  • 7/25/2019 Baseline Sosek Buton 2002 - Ds-Soma Bahari

    12/99

    11DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG INDONESIA

    BBaabbII

    PPeennddaahhuulluuaann

    Terumbu karang yang dikelola secara baik merupakan sumber daya alam yangsangat bermanfaat bagi kehidupan manusia. Kerusakan terumbu karang yang makinparah di Indonesia, mendorong pemerintah untuk meluncurkan program nasional yangdikenal dengan COREMAP (Coral Reef Rehabilitation and Management Program).Program ini bertujuan untuk memperbaiki pengelolaan dan rehabilitasi terumbu karangyang rusak. Keberhasilan program COREMAP sangat ditentukan oleh kesadaran danaktivitas yang melibatkan masyarakat di sekitar lokasi terumbu karang. Untuk itu

    diperlukan pemahaman tentang data dasar yang berkaitan dengan aspek sosial terumbukarang di lokasi sekitar terumbu karang, sehingga dalam pelaksanaan program benar-benar berbasis masyarakat. Diharapkan pemahaman ini dapat menyatukan persepsisehingga perencanaan dan pelaksanaan program di lapangan dapat disesuaikandengan tujuan dan ketentuan dalam program COREMAP.

    1.1. Latar Belakang

    Indonesia memiliki kawasan terumbu karang terluas di dunia, yang tersebarmulai dari Aceh sampai Papua (Irian Jaya). Indonesia juga dikenal sebagai pusatdistribusi terumbu karang untuk seluruh daerah Indo-Pasific. Di seluruh perairanIndonesia terdapat sekitar 354 jenis batu karang, yang kondisinya kini cukupmengkhawatirkan. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Lembaga IlmuPengetahuan Indonesia (LIPI), sebagian besar terumbu karang (sekitar 70 persen)dalam keadaan rusak (dengan berbagai tingkat kerusakan). Selebihnya, yaitu sekitar 23persen dalam keadaan cukup baik dan hanya sekitar 6 persen, dengan kriteria masihsangat baik (dikutip dari Nagib, ed., 1999).

    Sebagian besar (sekitar 60 persen) penduduk Indonesia tinggal di daerah pesisir,yang berarti menggantungkan hidup terutama dari pengelolaan sumber daya laut (SDL),termasuk terumbu karang. Kerusakan terumbu karang yang berkelanjutan akanberdampak terhadap terganggunya ekosistem SDL dan berpengaruh terhadapkehidupan manusia, terutama penduduk yang tinggal di sekitarnya, baik sebagainelayan maupun pekerjaan lain yang terkait. Kerusakan terumbu karang juga

    berpengaruh terhadap ekonomi nasional, karena Indonesia sebagai negara maritim,mempunyai potensi SDL yang besar, sehingga apabila dikelola secara efektif, dapatberperan penting dalam pemasukan devisa negara.

    Salah satu lokasi yang banyak mengalami kerusakan terumbu karang adalahKepulauan Wakatobi di Sulawesi Tenggara, antara lain di kawasan karang Kapotan.Sedangkan di kawasan karang Kaledupa, sebagian terumbu karang terutama di perairanyang dalam masih tergolong baik. Kerusakan terumbu karang, selain karena faktor alam,juga disebabkan oleh perilaku manusia yang kurang bersahabat terhadap lingkungan disekitarnya. Berdasarkan penelitian, penyebab kerusakan terumbu karang antara lainkarena adanya eksploitasi berlebihan terhadap SDL, khususnya penangkapan ikan

  • 7/25/2019 Baseline Sosek Buton 2002 - Ds-Soma Bahari

    13/99

    12Studi Kasus : Desa Soma Bahari, Kecamatan Kaledupa, Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara

    yang menggunakan bahan peledak atau bahan kimia, serta pengambilan bunga karanguntuk fondasi rumah atau souvenir dan sedimentasi (Kunzman dan Effendi, 1994). Cara

    penangkapan ikan dengan pemakaian potas untuk membius ikan, sudah dilakukan diperairan Kepulauan Wakatobi sejak tahun 1994, yang diperkenalkan oleh penangkapdan pedagang ikan dari luar (Widjanarko, 2000).

    Ketergantungan masyarakat pesisir pada pengelolaan SDL, diperkirakansemakin meningkat, baik karena pertambahan penduduk maupun perkembanganteknologi penangkapan. Berbagai upaya pencegahan kerusakan terumbu karang telahdilakukan pemerintah daerah, antara lain dengan menempatkan petugas keamanan lautdan jagawana (Departemen Kehutanan) untuk menjaga pelestarian lingkungan melaluikonservasi Taman Nasional Kepulauan Wakatobi. Namun dalam kenyataan sehari-hari,pelanggaran masih terus berlangsung baik oleh masyarakat sekitar maupun dari luar,yang melakukan eksploitasi SDL di wilayah tersebut. Untuk mencegah kerusakan lebihlanjut diperlukan berbagai langkah konkrit yang melibatkan berbagai stakeholders di

    wilayah tersebut dan sekitarnya.

    Program COREMAP merupakan program nasional yang bertujuan untukmemperbaiki pengelolaan dan merehabilitasi terumbu karang, sehingga dapatmencegah terjadinya kerusakan terumbu karang lebih lanjut. Sasaran utama programtersebut adalah untuk melindungi dan merehabilitasi terumbu karang agar SDL tersebutdapat dilestarikan. Salah satu komponen utama kegiatan COREMAP adalahpengelolaan berbasis masyarakat (PBM) atau community based management(CBM),yang menekankan pada partisipasi aktif masyarakat, terutama masyarakat yang terkaitdengan pengelolaan SDL di wilayah tersebut. PBM merupakan sistem pengelolaansumber daya terumbu karang terpadu yang perumusan dan perencanaannyadilaksanakan dengan pendekatan dari bawah (bottom up approach), berdasarkan

    aspirasi masyarakat dan dilaksanakan untuk kepentingan masyarakat. Dalam hal iniperan masyarakat lokal (baik laki-laki maupun perempuan) untuk menjaga kelestarianterumbu karang sangat diperlukan, yaitu dengan memanfaatkan pengetahuan,kebiasaan dan kearifan lokal yang sudah membudaya dalam kehidupan masyarakat.Program ini akan lebih berhasil apabila masyarakat telah mengenal pranata sosial yangmengatur pengelolaan SDL, tanpa harus merusaknya. Modal dasar yang dimilikimasyarakat harus dimanfaatkan sebagai wahana untuk lebih menyadarkan masyarakattentang arti penting pelestarian terumbu karang bagi kehidupan mereka secaraberkelanjutan.

    Dalam rangka menunjang kegiatan program COREMAP, terutama dalammerancang program dan jenis intervensi yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat,diperlukan berbagai data yang berkaitan dengan potensi SDL; kondisi sosial ekonomi

    dan budaya masyarakat lokal; dan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinyakerusakan terumbu karang, seperti teknologi yang digunakan dalam pengelolaan SDLdan stakeholders yang terkait dengan pengelolaan SDL. Juga diperlukan data tentangisu dan permasalahan sehubungan dengan pengelolaan SDL, kendala-kendala yangdihadapi dan aspirasi masyarakat dalam memecahkan permasalahan.

    Studi ini dilakukan di dua propinsi yaitu Sulawesi Tenggara dan Papua (IrianJaya). Untuk kawasan Sulawesi Tenggara, telah ditentukan Kepulauan Wakatobisebagai lokasi untuk intervensi program COREMAP Tahap II. Untuk itu diperlukan studidi beberapa lokasi yaitu Kecamatan Wangi-Wangi di Pulau Wangi-Wangi, KecamatanKaledupa di Pulau Kaledupa, Kecamatan Tomia di Pulau Tomia. Untuk keperluan survei

  • 7/25/2019 Baseline Sosek Buton 2002 - Ds-Soma Bahari

    14/99

    13DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG INDONESIA

    di masing-masing kecamatan dipilih paling sedikit satu lokasi (desa), yang mayoritaspenduduknya terkait dengan pengelolaan SDL. Khusus untuk Kecamatan Kaledupa,

    dipilih dua lokasi yaitu Desa Sama Bahari dan Desa Kasuari masing-masing di lokasiperairan dan di pantai daratan Kaledupa.

    1.2. TUJUAN

    Secara umum studi ini bertujuan mengkaji data dasar tentang kondisi sosialekonomi dan budaya masyarakat setempat berkaitan dengan pemanfaatan sumber dayalaut (SDL), khususnya terumbu karang. Hasil studi ini dimaksudkan sebagai masukanbagi para pengambil keputusan untuk digunakan dalam merancang, melaksanakan danmemantau program COREMAP. Tersedianya data dasar juga dimaksudkan agar dapatmemberikan perspektif dan agenda sosial sehingga program COREMAP dapatdilaksanakan dengan baik untuk kelestarian terumbu karang dan peningkatan

    kesejahteraan masyarakat di sekitar wilayah tersebut.

    Secara khusus studi ini bertujuan:

    1. Menggambarkan kondisi SDL, khususnya terumbu karang beserta ekosistemnyadi wilayah sekitar Desa Sama Bahari dengan menekankan pada pemanfaatandan pengelolaannya.

    2. Mengidentifikasi stakeholders dan menganalisa kegiatan-kegiatan yang berkaitandengan pemanfaatan SDL yang berpotensi mendukung maupun mengancamkelestarian terumbu karang. Di samping itu juga mengantisipasi potensi konflikkepentingan antar stakeholders sehubungan dengan pengelolaan dan

    pemanfaatan SDL khususnya terumbu karang.3. Mendiskripsikan kondisi sumber daya manusia (SDM) di Desa Sama Bahari

    serta memotret tingkat kesejahteran masyarakat dengan melihat pemilikan asetrumah tangga, kondisi perumahan, pendapatan dan pengeluaran serta hutangdan tabungan.

    4. Memberikan masukan-masukan kepada para pengambil keputusan di daerahyang bersangkutan untuk merancang, melaksanakan dan memantau programCOREMAP.

    5. Memberikan masukan untuk menyusun indikator-indikator yang dapat dijadikantolok ukur dalam membandingkan kondisi sosial- ekonomi masyarakat sebelumdan sesudah intervensi program.

    1.3. METODOLOGI

    Pemil ihan lokasi

    Untuk keperluan studi data dasar aspek sosial terumbu karang di KecamatanKaledupa dipilih dua desa pantai yang mayoritas penduduknya terlibat kegiatanpengelolaan SDL, yaitu Desa Sama Bahari dan Desa Kasuari. Meskipun kedua desaberada di sekitar pantai Kaledupa, terdapat perbedaan yang cukup tajam antara keduadesa, baik secara geografis maupun aktivitas ekonomi penduduknya. Lokasi Desa Sama

  • 7/25/2019 Baseline Sosek Buton 2002 - Ds-Soma Bahari

    15/99

    14Studi Kasus : Desa Soma Bahari, Kecamatan Kaledupa, Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara

    Bahari berada di atas perairan laut dangkal di bagian utara Pulau Kaledupa arah timurlaut, dan merupakan desa nelayan Suku Bajo, karena hampir semua penduduk bekerja

    sebagai nelayan. Sementara Desa Kasuari terletak di pantai sebelah barat daya PulauKaledupa, dan mayoritas penduduknya adalah masyarakat asli daratan Kaledupa, yangkegiatan utama penduduknya sebagai petani kebun, termasuk budidaya rumput laut.

    Untuk studi ini diperlukan data primer dan sekunder. Data sekunder diperolehdari berbagai instansi terkait seperti dinas statistik Pemda, dinas kehutanan, dinasperikanan dan kelautan. Data primer diperoleh melalui kombinasi dua pendekatan yaitukuantitatif dan kualitatif. Data kuantitatif diperoleh dengan survei terhadap penduduk(rumah tangga) di desa terpilih, dengan menggunakan kuesioner berstruktur. Sebagaisampel dipilih 100 responden yaitu kepala rumah tangga dan individu dari 100 kepalakeluarga (KK) di kedua kampung yaitu Pagana dan Sampela. Meskipun jumlahpenduduk Desa Sama Bahari tercatat sebanyak 267 KK, namun berdasarkan kenyataandi lapangan jumlah yang berada di lokasi jauh lebih kecil (sekitar 150 KK). Bahkan

    dalam pelaksanaannya, tidak semua responden berhasil diwawancarai, karena banyakkeluarga yang tidak di tempat antara lain sedang merantau, sakit, atau menolak,sehingga responden pengganti diambil dari kelebihan KK yang belum terpilih.Akibatnya 100 responden yang berhasil diwawancarai, mencakup hampir semuakeluarga di dua kampung atau hampir merupakan sensus.

    Pengump ulan data

    Untuk pengumpulan data kuantitatif, peneliti dibantu oleh 5 orang pewawancarayang dipilih dari masyarakat setempat (Suku Bajo), yang umumnya berpendidikan SMU(2 orang masih sekolah SMU). Sebelum pelaksanaan survei, para pewawancara

    mendapatkan pelatihan selama 1 hari dari peneliti. Kemudian dilakukan uji cobawawancara terhadap 1-2 orang penduduk, sehingga mereka benar-benar memahamidaftar pertanyaan, termasuk cara bertanya dalam bahasa setempat (Bahasa Bajo).Semua kuesioner yang sudah terisi dikoreksi oleh peneliti dalam hal kelengkapan data,akurasi dan konsistensi jawabannya. Seorang pewawancara terpaksa dihentikan karenamengalami kesulitan dalam wawancara dan diragukan akurasinya.

    Pengumpulan data dengan pendekatan kualitatif dilakukan oleh dua orangpeneliti PPK-LIPI melalui wawancara mendalam (in-depth interview), observasi, diskusikelompok terfokus (focus group discussion), diskusi kelompok dan metode PRA(Participatory Rapid Appraisal). Wawancara mendalam dilakukan terhadap beberapainforman kunci yang terkait dengan subyek penelitian, seperti tokoh masyarakat (aparatdesa, guru, dukun, koordinator/punggawa), keluarga nelayan, non-nelayan, warung dan

    pengurus yayasan/LSM. Wawancara mendalam juga dilakukan dengan stakeholdersterkait di tingkat kecamatan seperti aparat kecamatan, staf jagawana, dokterPuskesmas, koperasi serta pengelola resort Hugo. Sedangkan di tingkat kabupaten,wawancara dilakukan terhadap staf Bappeda, Taman Nasional Wakatobi dan DinasKelautan dan Perikanan. Untuk memperoleh konfirmasi permasalahan pemilihan danpengembangan narasumber dilakukan dengan cara bola salju (snowballing). Untukmemudahkan komunikasi dengan narasumber, bagi narasumber yang kuranglancar/tidak dapat berbahasa Indonesia, peneliti juga didampingi oleh penterjemah darimasyarakat lokal (kepala desa dan pimpinan LSM), Wawancara mendalam juga dibantu

  • 7/25/2019 Baseline Sosek Buton 2002 - Ds-Soma Bahari

    16/99

    15DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG INDONESIA

    dengan alat rekaman (tape recorder) untuk mendapat gambaran yang utuh dari suatusubyek penelitian (misal kepercayaan yang berkaitan dengan laut).

    Untuk lebih memahami permasalahan dan melakukan konfirmasi data, dilakukanjuga pengamatan terhadap obyek tertentu di lapangan, seperti pemakaian batukaranguntuk fondasi rumah, kegiatan sehari-hari masyarakat (perspektif jender), ketaatan padaaturan dan lingkungan di sekitar pemukiman dan desa. Pengamatan dilakukan di sekitarpemukiman (dengan sampan), di sekitar desa (dengan perahu bermotor), di pasar ikan,koperasi, puskesmas dan di daratan Kaledupa lainnya.

    Pendekatan PRA dilakukan untuk memahami permasalahan yang berkaitandengan kegiatan nelayan di laut serta alternatif penyelesaian permasalahan sesuaidengan potensi yang dimiliki dan keinginan masyarakat. Metode PRA dilakukanbersamaan dengan diskusi terfokus (FGD) dengan peserta nelayan laki-laki sebanyak 8orang. Untuk metode PRA dilaksanakan dengan bantuan peta lokasi dan beberapa

    spidol berwarna, untuk memudahkan peserta dalam memahami subyek yangdidiskusikan. Dengan metode ini setiap peserta diberi kesempatan untuk aktif dalammengemukakan pendapat dan keinginannya sesuai dengan pengalaman sehari-hariberkaitan dengan kegiatannya di laut. Dalam diskusi terfokus tersebut, penekanandiskusi terutama yang berkaitan dengan potensi laut, kerusakan terumbu karang danalternatif pemecahan masalah.

    Kemudahan dan k esul itan

    Penelitian ini dilakukan pada sekelompok masyarakat yang relatif homogen baiksuku, lokasi pemukiman dan aktivitasnya. Hal ini memudahkan dan mempercepatpelaksanaan penelitian, karena tempat tinggalnya berdekatan dan saling mengenal satu

    dengan lainnya, sehingga konfirmasi permasalahan mudah dilakukan. Namun demikianpenelitian ini juga menghadapi beberapa kelemahan antara lain:

    Kondisi lokasi yang kurang ditunjang sarana dan prasarana transport yangmemadai, menyebabkan perjalanan menuju lokasi penelitian memerlukan waktuyang panjang dan melelahkan. Waktu perjalanan yang lama dengan tingkatkesulitan yang tinggi, memerlukan pengetahuan awal yang memadai, sehinggapenelitian dapat dilakukan lebih efektif dengan hasil yang lebih optimal.

    Keadaan masyarakat di lokasi khusus (terpisah dari masyarakat lainnya) danrelatif masih tertutup, berpendidikan terbatas dan umumnya hanya berbahasalokal, menyulitkan komunikasi dalam pengumpulan data, sehingga dengan

    penterjemah yang terbatas, dikuatirkan terjadi bias makna dari maksudpenelitian.

    Terbatasnya data sekunder di lapangan (desa dan kecamatan), menyulitkananalisa yang lebih komprehensif dengan data terkini, terutama dalammenjelaskan kecenderungan yang berkaitan dengan data kuantitatif daripengelolaan dan pemanfaatan SDL.

    Beberapa pertanyaan dalam kuesioner dianggap sangat sensitif bagi responden,atau memerlukan probing lebih lanjut, antara lain pemakaian bahan-bahan yangdilarang untuk pengelolaan SDL serta kegunaan terumbu karang. Akibatnya

  • 7/25/2019 Baseline Sosek Buton 2002 - Ds-Soma Bahari

    17/99

    16Studi Kasus : Desa Soma Bahari, Kecamatan Kaledupa, Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara

    setelah dilakukan pendalaman maupun pengamatan di lapangan, banyakjawaban responden yang kurang menunjukkan fakta yang sebenarnya.

    Analisa data

    Analisa data menekankan pada analisa deskripsi (descriptive analysis ) yangmenggabungkan data kuantitaif dan kualitatif. Data dari hasil survei dianalisa denganmenggunakan tabulasi silang untuk melihat hubungan antara variabel-variabel yangditeliti. Sedangkan data kualitatif yang dikumpulkan melalui berbagai cara, dianalisadengan teknik analisa isi (content analysis). Informasi yang diperoleh dari berbagainarasumber ini digunakan untuk menjelaskan isu pokok penelitian, sehingga diperolehgambaran yang utuh serta dilengkapi dengan nuansa dari temuan pokok penelitian.

    Organisasi penulisan

    Penulisan laporan ini terdiri dari 7 bab. Setelah bab pendahuluan, bab berikutnya(Bab II) menjelaskan profil desa yang meliputi keadaan geografis, kondisi SDA,kependudukan, fasilitas dan aksesibilitas serta kelembagaan. Bab III menganilisispengelolaan SDL yang menekankan pada stakeholders terkait, pengetahuan dan sikapmasyarakat, wilayah dan teknologi pengolahan, serta pekerjaan dan hubungan kerjadalam pengelolaan SDL. Pengelolaan SDL dari aspek ekonomi dikaji pada kedua babberikutnya (Bab IV dan V) yang menekankan pada Hasil produksi dan pemasaran (BabIV) serta Pendapatan dan kesejahteraan masyarakat (Bab V). Selanjutnya (Bab VI)menekankan pada analisa kerusakan SDL dan faktor yang berpengaruh (internal daneksternal). Laporan penelitian diakhiri dengan bab penutup (Bab VII) yang merupakan

    kesimpulan dan rekomendasi dengan menekankan pada temuan pokok penelitian danbeberapa saran dalam mengatasi permasalahan yang berkaitan dengan pelestarianterumbu karang.

  • 7/25/2019 Baseline Sosek Buton 2002 - Ds-Soma Bahari

    18/99

    17DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG INDONESIA

    BBaabbIIII

    GGaammbbaarraannUUmmuummLLookkaassii

    2.1. Letak Geografis

    Kepulauan Wakatobi termasuk wilayah Kabupaten Buton, Propinsi SulawesiTenggara. Kepulauan Wakatobi yang juga dikenal sebagai kepulauan tukang besi,merupakan gugusan pulau-pulau karang yang terletak antara Laut Banda dan LautFlores, di sebelah tenggara Pulau Buton. Secara geografis, Kabupaten Buton terletak dibagian selatan garis khatuliswa yang memanjang dari utara ke selatan di antara 512'

    LS - 610' LS dan derajat lintang selatan dan membentang dari barat ke timur di antara

    12320' dan 12439' bujur timur.

    Kepulauan Wakatobi diresmikan sebagai Taman Nasional Kepulauan Wakatobi(TNKW) pada tanggal 30 juli 1996. TNKW merupakan salah satu area konservasi diIndonesia yang bertujuan untuk menjaga sumber daya biologi dan ekosistemnya, dalammencapai fungsinya sebagai pelindung sistem kehidupan penyangga, preservasi darikeanekaragaman flora dan fauna, penggunaan sumber daya alam dan ekosistem, untukkeperluan riset, kemajuan ilmu pengetahuan, pendidikan, orientasi budaya, wisata alamserta rekreasi (leaflet Taman Nasional Wakatobi).

    TNKW termasuk dalam wilayah daerah iklim tipe c. Rata-rata curah hujanberkisar antara 1.500-2.000 mm per tahun, dengan temperatur udara antara 19-24 Cserta kelembaban udara rata-rata 80%. Sedangkan suhu TNKW berkisar antara 27 C -

    28 C. Bulan-bulan kering jatuh pada bulan Juli hingga November. Kawasan KepulauanWakatobi terletak pada daerah laut tropis basah yang dipengaruhi angin barat dan angintimur. Musim angin barat terjadi pada bulan Desember sampai dengan bulan Februari,sedang angin timur terjadi pada bulan Juli sampai dengan bulan September. Saat ituarus kencang dan ombak besar serta gelombang sering mencapai ketinggian 2-3 m.(TNKW, 2001: 6).

    TNKW dapat dicapai dengan menempuh jalan darat dan laut. Dari Kendari(ibukota Propinsi Sulawesi Tenggara) ke Bau-bau (ibukota Kabupaten Buton) ditempuhdengan speedboat (sekitar 5 jam) atau dengan kapal kayu (sekitar 12 jam). Dari KotaBau-bau ke Dermaga Lasalimu dapat ditempuh dengan kendaraan roda empat selamasekitar 1,5 jam, dan dilanjutkan ke Pelabuhan Wanci dengan kapal kayu sekitar 2,5 jam.Perjalanan dari Wanci ke Pulau Kaledupa dengan kapal memakan waktu sekitar 2 jam.Perjalanan paling aman ke TNKW, apabila dilakukan pada sekitar bulan OktoberDesember yang merupakan musim tenang di perairan Laut Banda. Sebaliknya,perjalanan di luar musim itu sangat penuh resiko karena ombak yang sangat keras.

    Secara administrasi pemerintahan, kepulauan Wakatobi terdiri dari empatkecamatan yaitu Kecamatan Wangi-wangi, Kaledupa, Tomia dan Binongko. Dilihat dariluas arealnya, Kecamatan Wangi-wangi merupakan kecamatan terbesar (sekitar 54 %),sedangkan wilayah paling kecil adalah Kecamatan Kaledupa, yaitu sekitar 13 % dariluas wilayah gugusan Kepulauan Wakatobi (Tabel 2.1).

  • 7/25/2019 Baseline Sosek Buton 2002 - Ds-Soma Bahari

    19/99

    18 Studi Kasus : Desa Mola Utara, Kecamatan Wangi-Wangi, Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara

    Tabel 2.1Luas Wilayah Kepulauan Wakatobi Menurut Kecamatan Kabupaten Buton,

    Sulawesi Tenggara

    Kecamatan Luas (Km2) Persentase

    Wangi-wangi 448,00 54,40Kaledupa 104,00 12,60Tomia 115,00 13,90Binongko 156,00 19,10

    Jumlah 823,00 100,00

    Sumber: Kabupaten Buton dalam Angka, Tahun 1995.

    Lokasi Kecamatan Kaledupa berbatasan dengan laut Banda di sebelah utara;dengan Kecamatan Tomia di sebelah timur; dengan laut Flores di sebelah selatan; dansebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Wangi-wangi. Wilayah di sekitarKecamatan Kaledupa merupakan kawasan pantai yang dikelilingi oleh terumbu karang.Di Pulau Kaledupa terdapat terumbu karang yang termasuk dalam kategori terumbukarang penghalang (barrier reefs). Sedangkan karang Kaledupa di bagian utara terletakpada kedalaman sekitar 23 meter, merupakan tempat beristirahatnya ikan pari.

    Dilihat dari topografinya, wilayah kecamatan mempunyai bentuk lapanganberbukit, bergelombang dan berombak. Lapangan yang bentuknya landai hanyaterdapat di sekitar pantai dan tidak begitu luas. Sebagian besar kawasan bagian tengahpulau berbukit terjal, dengan tingkat kelerengan lebih dari 30% (Unit TNKW, 2001: 5).Jalan darat di Kecamatan Kaledupa, terutama yang berada di Desa Ambeua banyak

    berkelok-kelok dan cukup menanjak.Kecamatan Kaledupa terdiri dari 3 kelurahan (yaitu: Laulua, Horuo dan Ambeua)

    dan 13 desa (yaitu: Sama Bahari, Tampara, Sombano, Darawa, Lentea, Kasuari,Tanomeha, Ollo, Buranga, Balasuna, Sandi, Langge dan Lagiwae). Sebagai pusatpemerintahan kecamatan adalah Kelurahan Ambeua. Jumlah penduduk di seluruhKecamatan Kaledupa sekitar 14.936 jiwa, kebanyakan terdiri dari suku Buton, Bajo, danBugis. Jumlah penduduk suku Bajo di Kecamatan Kaledupa sekitar 3000 jiwa, padaumumnya tinggal di Desa Tanumea, Horuo dan Sama Bahari. Bahkan di Desa SamaBahari hampir semua penduduknya adalah suku Bajo.

    Desa Sama Bahari merupakan salah satu desa di Kecamatan Kaledupa yangterletak di perairan dangkal laut Banda. Semula Desa Sama Bahari menjadi bagian dari

    Desa Laulua, dan sejak tahun 1997 terpisah menjadi desa tersendiri dengan luaswilayah sekitar 60 Km 2 (lebar 200 meter dan panjang 300 meter). Secara geografis,lokasi Desa Sama Bahari berbatasan dengan Desa Laulua di sebelah barat dan PulauHoga di sebelah timur. Jarak Desa Sama Bahari ke pusat pemerintahan KecamatanKaledupa (Kelurahan Ambeua) sekitar 2 km. Karena letak Desa Sama Bahari di tengahlaut, maka untuk menuju desa ini hanya dapat ditempuh dengan sampan (sekitar 30menit) atau dengan perahu motor (sekitar 15 menit). Desa Sama Bahari terdiri dari duadusun yaitu Dusun Sampela di bagian selatan dan Dusun Pagana di bagian utara.Kedua dusun berbeda keadaannya baik secara fisik (perumahan) maupun kualitaspenduduknya. Dusun Sampela tampak lebih baik keadaannya dilihat dari pemukimanyang lebih permanen dan lebih teratur. Demikian pula banyak penduduk dusun ini yang

  • 7/25/2019 Baseline Sosek Buton 2002 - Ds-Soma Bahari

    20/99

    19DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG INDONESIA

    lebih berpendidikan. Sedangkan di Dusun Pagana, masih banyak ditemukan perumahantancap yang sederhana dan kurang teratur. Namun demikian dari hasil survei rumahtangga, rata-rata penghasilan penduduk di Dusun Pagana lebih tinggi dari Dusun

    Sampela. Hal ini kemungkinan disebabkan adanya beberapa penduduk (termasuksebagian besar koordinator) yang keadaan ekonominya relatif baik dan umumnyamemiliki perumahan yang permanen dan cukup luas. Di Dusun Pagana juga terdapattempat persinggahan (semacam dermaga) kapal ikan yang datang dari luar Desa SamaBahari. Dermaga ini juga dimanfaatkan untuk tempat naik turunnya penumpang perahumotor baik dari Kaledupa maupun dari Wanci. Hal ini memberi kemudahan bagipenduduk di Desa Sama Bahari untuk pergi keluar atau sebaliknya penduduk luar untukdatang ke Desa Sama Bahari.

    2.2. Kondisi Sumber Daya Alam

    Seluruh wilayah Desa Sama Bahari merupakan permukiman penduduk yang

    dikelilingi oleh laut dangkal. Ruang atau lahan di antara permukiman penduduk adalahperairan laut dangkal, yang terkadang mengalami surut air di siang hari. Diantaraperumahan penduduk terdapat beberapa petak lahan yang sudah ditutup batu karangdan biasa disebut tembok. Lahan yang merupakan fondasi dari timbunan karang inibiasa digunakan oleh penduduk setempat sebagai fondasi rumah atau sebagai lahanuntuk melakukan kegiatan olah raga. Sebagian perumahan penduduk yangmenggunakan fondasi rumah dari timbunan batu karang, dapat memanfaatkan kolongrumah untuk berbagai keperluan seperti dapur, tempat bersantai, menyimpan kayubakar dan memelihara ayam. Demikian pula beberapa kolong rumah penduduk jugadimanfaatkan untuk tempat usaha seperti berdagang, membuat sampan/perahu,membuat atap dari rumbia dan membuat jala.

    Desa Sama Bahari memiliki sumber daya laut yang potensial untukdikembangkan baik untuk bidang perikanan maupun pariwisata. Namun demikian desayang terletak di tengah laut ini tidak memiliki potensi sumber air bersih dan tempatpembuangan limbah sehingga mengalami kesulitan untuk memenuhi kebutuhanpenduduk maupun wisawatan yang berkunjung. Keadaan potensi sumber daya laut, airbersih maupun potensi pariwisata di Desa Sama Bahari sebagai berikut:

    2.2.1. Potensi Sumber Daya Laut

    Desa Sama Bahari dan sekitarnya kaya akan sumber daya laut yang merupakansumber utama penghidupan bagi masyarakat. Beberapa potensi sumber daya laut yangterdapat di sekitar desa adalah terumbu karang, hutan mangrove, dan berbagai jenis

    ikan serta biota laut lainnya.

    Terumbu karang

    Area terumbu karang yang luas terdapat di sekitar Kecamatan Kaledupa,beraneka ragam jenis dan warnanya, sehingga dikenal keindahannya. Demikian pulaterumbu karang di sekitar Desa Sama Bahari, merupakan panorama yang indah didalam laut. Apabila berkeliling dengan sampan atau perahu motor, dari kejauhan akantampak gugusan terumbu karang di permukaan laut yang dangkal. Bila air surut di sorehari, gugusan batu karang akan tampak nyata di sekitar pemukiman penduduk,

  • 7/25/2019 Baseline Sosek Buton 2002 - Ds-Soma Bahari

    21/99

    20 Studi Kasus : Desa Mola Utara, Kecamatan Wangi-Wangi, Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara

    sehingga menjadi tempat bermain anak-anak atau tempat mencari kerang atau biota lautlain di sekitar terumbu karang

    Hutan Bakau/Mangro ve

    Hutan bakau banyak tumbuh di bagian barat dan timur pantai Kaledupa. Hutanbakau yang terletak di bagian barat daratan Kaledupa, berlokasi hanya sekitar 2-5 km dibagian barat-selatan Desa Sama Bahari. Hutan bakau di lokasi ini banyak yang sudahrusak akibat penggunaan pohon-pohon bakau oleh penduduk Desa Sama Bahari untukbahan bangunan atau kayu bakar. Karena kerusakan hutan bakau tersebut, pada saatini lokasi pencarian kayu bakau makin jauh dari pemukiman penduduk.

    Ikan

    Beberapa jenis ikan yang banyak dijumpai di sekitar Desa Sama Bahari adalahjenis ikan cakalang, tuna, ekor kuning, baronang, dan beberapa jenis ikan lainnya. Ikankarang seperti sunu, kerapu dan napoleon serta lobster dapat ditemukan di sekitarkarang Kaledupa (sekitar 3 jam perjalanan dengan perahu motor dari Desa SamaBahari). Bila air pasang, ribuan ikan-ikan kecil dengan jelas dapat dilihat di kolong-kolong perumahan orang Bajo atau di lorong-lorong jalan sepanjang pemukimanpenduduk.

    Teripang d an sumber daya laut lain

    Beberapa jenis teripang yang terdapat di sekitar Desa Sama Bahari antara lainteripang hitam, teripang putih, bintik-bintik, nenas, gama dan teripang biasa. Teripang ini

    dikumpulkan kemudian dikeringkan sebelum dijual kepada pedagang pengumpulsetempat. Sumber daya laut lain yang banyak terdapat di sekitar Desa Sama Bahariadalah gurita, beberapa jenis kerang-kerangan (mollusca) seperti belah batu atau matatujuh, tiram dan bulu babi. Bulu babi merupakan sejenis biota laut yang bentuknya bulatsebesar telur angsa, kulitnya berbulu seperti buah rambutan, dan isi dalamnya biasadikonsumsi penduduk setempat dalam keadaan segar.

    2.2.2. Potensi air bersih

    Desa Sama Bahari yang terletak di perairan laut tidak mempunyai sumber airtawar, sehingga air bersih merupakan masalah yang cukup serius bagi penduduk desaini. Padahal sumber air merupakan potensi penting untuk memenuhi kebutuhan air tawarbaik bagi kehidupan penduduk setempat maupun wisatawan yang berkunjung ke desatersebut. Keberadaan sumber air juga penting untuk mendukung perkembanganekonomi seperti kepariwisataan atau usaha lainnya. Selama ini kebutuhan air bersihbagi penduduk Desa Sama Bahari, harus diambil dari sumber mata air yang lokasinya didaratan Kaledupa, yaitu sekitar 1 jam (pulang-pergi) dengan menggunakan sampan atausekitar 30 menit dengan perahu motor. Alternatif lain untuk memenuhi kebutuhan airtawar dengan menampung air hujan pada musim hujan.

    Ketergantungan masyarakat Sama Bahari terhadap sumber air di daratanKaledupa cukup besar baik untuk keperluan minum, masak, mandi maupun mencucibaju. Sementara untuk keperluan lain seperti mencuci piring dan mandi sering

  • 7/25/2019 Baseline Sosek Buton 2002 - Ds-Soma Bahari

    22/99

    21DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG INDONESIA

    menggunakan air laut. Untuk mencuci baju mereka menggunakan air tawar yangbiasanya dilakukan bersamaan dengan pengambilan air di lokasi mata air di daratanKaledupa. Menurut penduduk setempat baju yang dicuci dengan air laut akan cepat

    sekali menjadi lembab dan cepat robek, karena kandungan garamnya yang cukup tinggi.Demikian pula dengan kondisi air tawar dari mata air di daratan Kaledupa, mempunyaikandungan kapur yang cukup tinggi. Hal ini dapat dilihat dari karang yang menebal diperalatan rumah tangga yang dipergunakan untuk memasak air tersebut. Namundemikian, meskipun setiap hari mengkonsumsi air yang mempunyai kandungan kapurcukup tinggi, kasus gangguan fungsi ginjal untuk penduduk setempat jarang ditemukan.Hal ini juga dibenarkan oleh dokter Puskesmas di Kecamatan Kaledupa.

    Perempuan berperan penting dalam kegiatan mengambil air tawar di daratanKaledupa. Biasanya kegiatan ini dilakukan pada pagi hari sewaktu air masih pasang,sehingga memudahkan mereka mendayung dan membawa jerigen-jerigen plastik yangpenuh dengan air. Setiap sampan dapat diisi 5-10 jerigen plastik yang berisi 20 liter airper jerigen. Bersamaan dengan mengambil air, biasanya mereka juga melakukan

    kegiatan lain seperti mencuci baju dan mandi di lokasi tersebut, dan segera kembalisebelum air laut surut. Bagi ibu-ibu yang tidak dapat mengambil air sendiri ke lokasidapat menyuruh orang lain mengambilkan dengan imbalan uang sebesar Rp. 500 perjerigen.

    Kebanyakan penduduk (terutama anak-anak dan laki-laki dewasa) mandi di laut,meskipun ada yang kemudian membilasnya dengan air tawar. Sebagian besarpenduduk setempat mempunyai kepercayaan bahwa mandi air laut menjauhkan merekadari segala macam penyakit. Mereka percaya bahwa bila ada orang sakit flu misalnya,akan cepat sembuh bila mereka mandi dengan air laut. Di samping itu, masyarakatsetempat juga percaya bahwa dengan mandi air laut tanpa dibilas air tawar akanmenjauhkan mereka dari segala macam penyakit dan memperpanjang umur. Hal initerlihat pada kebiasaan masyarakat untuk mengurangi demam pada anak-anak denganmerendamnya di air laut. Kulit sebagian besar orang Bajo yang kelihatan hitam gelapbarangkali berkaitan dengan kebiasaan mereka mandi di laut dan tersengat mataharisecara langsung.

    2.2.3. Wisata laut

    Desa Sama Bahari mempunyai potensi yang besar dalam hal wisata laut.Panorama alam yang indah mengundang banyak wisatawan terutama wisatawan asingyang berkunjung ke Hoga untuk singgah di Desa Sama Bahari. Resort Hoga terletakdalam kawasan Kepulauan Wakatobi sebagai base penelitian biologi dan kelautan.Salah satu alasan dipilihnya Kepulauan Wakatobi sebagai lokasi penelitian karena

    wilayah ini merupakan salah satu tempat penyelaman terbaik di dunia. Hal inidiungkapkan oleh Jacques Costeau, salah seorang ahli biologi kelautan yang tersohor(Coles, 2000: 3). Sesuai dengan fungsinya sebagai resort untuk penelitian, banyakwisatawan yang datang ke Pulau Hoga, terutama mahasiswa-mahasiswa dari Inggrisyang mengadakan penelitian di Kepulauan Wakatobi. Dikenalnya resort Hoga olehpeneliti dari Inggris mungkin berkaitan dengan pengelolaan resort Hoga oleh OperationWallacea yang berkantor pusat di Inggris. Menurut informasi dari beberapa stafOperation Wallacea di resort Hoga, setiap tahun sekitar 300 mahasiswa datang ke Hogauntuk penelitian yang berkaitan dengan masalah lingkungan kelautan. Biasanya parapeneliti dari mancanegara tinggal dengan menyewa cottagedi resort Hugo (milik orangKaledupa), dengan uang sewa Rp. 25,000 per orang per hari. Untuk keperluan makan

  • 7/25/2019 Baseline Sosek Buton 2002 - Ds-Soma Bahari

    23/99

    22 Studi Kasus : Desa Mola Utara, Kecamatan Wangi-Wangi, Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara

    minum para tamu di resort Hoga dikelola oleh staf Operation Wallacea dibantu olehbeberapa tenaga setempat, terutama dari daratan Kaledupa. Operation Wallacea jugamenyediakan instruktur untuk peneliti yang ingin belajar menyelam.

    Desa Sama Bahari yang lokasinya relatif dekat dengan resort Hoga, dapatmengambil berbagai manfaat dari kegiatan tamu di resort Hoga, bahkan seringkalimenjadi sasaran penelitian yang berkaitan dengan masyarakat lokal. Hal inimenyebabkan Desa Sama Bahari juga sering dikunjungi wisatawan atau peneliti asingyang berkunjung ke Hoga, bahkan diantara mereka juga menginap beberapa hari dipemukiman suku Bajo. Jaringan pariwisata resort Hoga dan Desa Sama Bahari telahdirintis oleh seorang warga Australia yang menikah dengan gadis Suku Bajo di DesaSama Bahari. Semula warga Australia tersebut seorang mahasiswa yang mengadakanpenelitian tentang masyarakat Bajo di Sama Bahari melalui sebuah yayasan di Kendari.Kerjasama ini kemudian dilanjutkan melalui yayasan setempat Bajo Mathilla yangdidirikan seorang warga Australia tersebut bersama masyarakat setempat, termasukkepala desa sekarang. Melalui yayasan inilah kerja sama berlanjut antara lain dengan

    menyewakan kapal pesiar milik yayasan pada resort Hoga dan ikut aktifmemperjuangkan kompensasi untuk desa bagi kesepakatan konservasi ikan di sekitarresort. Bagi wisatawan yang ingin tinggal beberapa hari di Desa Sama Bahari, yayasanjuga menyediakan tempat penginapan untuk beberapa orang di kantornya.

    Para wisatawan yang berkunjung ke Desa Sama Bahari biasanya jugamemanfatkan jasa yang ditawarkan oleh pemuda dan anak-anak Bajo untuk berdayungmengelilingi lautan di sekitar pemukiman dan mengelilingi Desa Sama Bahari, denganimbalan sekitar Rp. 5000 per wisatawan. Demikian pula untuk keperluan penelitian, parawisatawan tersebut sering kali memanfaatkan para nelayan Bajo untuk membawa satuatau dua ekor ikan dengan imbalan uang untuk nelayan tersebut. Wisata dengansampan nampaknya sangat menarik dan berpotensi untuk dikembangkan bagipenduduk Desa Sama Bahari. Berdayung di sekitar perumahan penduduk dapat menjadidaya penarik wisatawan untuk mengenal lebih dekat kehidupan masyarakat Bajo. Untukmengembangkannya diperlukan fasilitas-fasilitas yang dapat melancarkan jalannyasampan atau perahu mengelilingi pemukiman secara aman dan nyaman. Kenyamananwisatawan yang berkunjung ke lokasi tersebut dapat berpengaruh terhadap peningkatanpendapatan penduduk setempat, seperti penyewaan perahu, penjualan makanan aslimasyarakat Bajo (kaswami dan ikan bakar) serta souvenir.

    2.2.4. Wisata Alam

    Desa Sama Bahari yang merupakan bagian dari kawasan Kepulauan Wakatobimempunyai potensi objek wisata alam, seperti menyelam dan snorkeling. Pemandangan

    alam bawah laut yang sangat indah menyajikan obyek beragam seperti terumbu karang,ikan, penyu dan sumber hayati lain. Keindahan alam di wilayah ini juga dipengaruhipemandangan bentang alam berupa karang atol terutama pada saat menjelangmatahari terbit di pagi hari (sun rise) dan saat matahari akan terbenam (sun set).Cahaya matahari pagi yang kuning keemasan menerpa lautan, bersamaan denganmulainya kegiatan orang Bajo mendayung sampan untuk mencari air atau kembalinyanelayan dari mencari ikan, menambah keindahan pemandangan alam Desa SamaBahari.

    Sambil menikmati keindahan alam sekitar desa, para wisatawan juga dapatberkeliling menggunakan sampan untuk memancing ikan demersal atau ikan

  • 7/25/2019 Baseline Sosek Buton 2002 - Ds-Soma Bahari

    24/99

    23DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG INDONESIA

    permukaan. Mereka juga dapat melakukan kegiatan lainnya seperti pengamatanterhadap hamparan karang, mengamati kegiatan masyarakat setempat sepertimemancing, berenang atau menyaksikan kesibukan perempuan Bajo mengayuh

    sampan yang penuh bermuatan jerigen air atau kayu bakau. Pengunjung dapat jugamenikmati keindahan alam dengan mengamati dari kejauhan hutan bakau di sekitarDesa Sama Bahari. Dari kejauhan permukiman penduduk di Desa Sama Bahari sepertibenda terapung-apung di tengah lautan. Lautan yang kebiru-biruan dipadu denganwarna hijau dari hutan bakau, merupakan potensi obyek wisata alam yang merupakannilai tambah bagi Desa Sama Bahari.

    2.2.5. Wisata Budaya

    Desa Sama Bahari dengan kehidupan khas masyarakat Bajo merupakan potensiwisata budaya yang bermanfaat untuk dikembangkan. Potensi ini bila dikelola denganserius dapat menjadi daya tarik wisatawan baik domestik maupun mancanegara. Mata

    pencaharian maupun cara mereka memanfaatkan sumber daya alam sangat berbedadengan masyarakat di daratan Kaledupa yang lebih mengutamakan kehidupan sebagaipetani. Keunikan masyarakat Bajo terletak pada kebiasaan tinggal di laut (sebagaimanusia perahu) dan sulit untuk tinggal di darat dalam waktu lama. Demikian jugakebiasaan mereka untuk tidak lepas dari laut, terbawa dalam penataan rumah tempattinggal sekarang, misalnya rumah dibangun dengan ruang terbuka, tanpa banyakpembatas ruang, sehingga angin laut dapat bebas masuk sepanjang waktu baik siangmaupun malam. Mereka juga lebih senang tidur dalam ruangan tanpa pembatas,daripada harus di kamar dengan dinding-dinding penyekat. Bahkan diantara pintu dandinding rumah orang Bajo juga terdapat banyak ventilasi udara, sehingga angin lautdapat bebas masuk ke dalam rumah. Ciri khas perkampungan dan pemukimanmasyarakat Bajo di atas laut, dapat merupakan suatu obyek wisata budaya yang

    menarik para wisatawan.

    Sebagai manusia perahu, dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Bajo tidakdapat lepas dari laut. Gaya hidup masyarakat Bajo yang sangat akrab dengan air laut,dapat berpotensi untuk menarik wisatawan menikmati budaya masyarakat Bajo. Parawisatawan dapat menyaksikan keberanian anak-anak Bajo yang biasa berlarianmenyusuri jembatan penghubung yang sempit, rapuh dan bergoyang-goyang disepanjang pemukiman. Demikian juga keberanian dan keceriaan anak-anak Bajo untukberenang dan bersampan di laut tanpa mengenal rasa takut, merupakan obyek wisatayang langka dan menarik.

    Di samping itu, berbagai upacara adat yang berkaitan dengan penghormatanpada dewa laut merupakan potensi wisata budaya yang menarik wisatawan. Salah satu

    pesta adat yang pernah dilaksanakan oleh masyarakat Bajo di Desa Sama Bahariadalah pada saat peresmian kesepakatan dengan Operation Wallacea yang terkenaldengan sebutan 'Tuba Dikatutuang' (yang dalam bahasa Bajo tubaberarti tempat hidupikan; dikatutuangberarti tempat yang dijaga, dipelihara, dilindungi). Pesta adat tersebutmenandai diberlakukannya kesepakatan bahwa perairan selatan Pulau Hoga dijadikansebagai kawasan konservasi ikan sehingga tertutup bagi nelayan untuk menangkap ikandi lokasi tersebut. Upacaraupacara adat yang banyak berkaitan dengan kepercayaanpada dewa laut, merupakan potensi budaya yang laku 'dijual' kepada para wisatawan.

  • 7/25/2019 Baseline Sosek Buton 2002 - Ds-Soma Bahari

    25/99

    24 Studi Kasus : Desa Mola Utara, Kecamatan Wangi-Wangi, Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara

    2.3. Kependudukan

    Bagian ini menyajikan gambaran penduduk Desa Sama Bahari yang meliputibeberapa aspek seperti jumlah dan komposisi penduduk, kualitas penduduk terutamadilihat dari tingkat pendidikan, kesehatan serta mobilitas penduduk. Data dan informasipenduduk diperoleh dari catatan kantor desa atau wawancara dengan kepala desa. Darisurvei yang dilakukan terhadap responden terpilih di Desa Sama Bahari, juga diperolehgambaran tentang sebagian besar penduduk Desa Sama Bahari.

    2.3.1. Jumlah dan Komposisi Penduduk

    Jumlah penduduk di Kepulauan Wakatobi sekitar 75.487 jiwa terdiri dari 36.277jiwa laki-laki dan 39.210 perempuan (Kabupaten Buton, 1999). Dengan luas wilayahkepulauan sekitar 82.300 Ha, maka kepadatan penduduk di Kepulauan Wakatobi sekitar

    105 jiwa/km

    2

    . Berdasarkan catatan penduduk desa/kelurahan tahun 2001, jumlahpenduduk di Kecamatan Kaledupa pada tahun 2001 sekitar 14.936 jiwa (mencakup3.765 KK), terdiri dari 6.885 laki-laki dan 8.051 perempuan. Adapun perincian jumlahpenduduk Kaledupa menurut desa dan jenis kelamin dapat dilihat pada lampiran 1.

    Berdasarkan data dari kantor kecamatan, jumlah penduduk Desa Sama Baharipada tahun 2000 sekitar 1.084 jiwa (atau 267 KK), yang terdiri dari 549 laki-laki dan 535perempuan. Namun berdasarkan informasi dari kepala desa setempat, jumlah pendudukDesa Sama Bahari sekitar 1.145 jiwa (248 KK), yaitu 520 laki-laki dan 625 perempuan.Perbedaan jumlah penduduk ini mungkin disebabkan perbedaan waktu, karena padasaat penelitian dilakukan, beberapa warga desa baru kembali dari perantauan dansekitar 30 orang penduduk desa setempat masih bekerja di perantauan terutama diTanjung Pinang dan Malaysia. Banyak diantara penduduk yang pernah merantau ke luar

    daerah atau ke luar negeri untuk bekerja terutama sebagai nelayan ABK (Anak BuahKapal). Penghasilan dari pekerjaan di perantauan biasanya digunakan untukmengumpulkan modal sehingga dapat membeli mesin atau peralatan menangkap ikan.

    Seperti di daerah lain, mayoritas kepala keluarga di Sama Bahari adalah laki-laki.Kepala keluarga perempuan hanya sekitar 10 persen, umumnya janda yang ditinggalmati suami atau ditinggal suami merantau ke luar daerah. Sebagai kepala keluarga,beban pekerjaan perempuan di Desa Sama Bahari makin berat, karena selain pekerjaanrutin yang biasa dilakukan perempuan, mereka juga harus melakukan aktivitas lainnyasendirian. Namun demikian kehidupan masyarakat Bajo cukup akrab dan saling tolongmenolong, sehingga kepala keluarga perempuan biasa menerima bantuan berupa ikanhasil tangkapan nelayan setempat.

    Dilihat dari komposisi umurnya, sebagian besar penduduk berusia muda yaitu dibawah 25 tahun. Hasil survei menunjukkan bahwa proporsi terbesar (sekitar 46%)penduduk berusia muda yaitu 0-5 tahun, sedangkan proporsi terkecil adalah pendudukberusia 55 tahun ke atas (lihat Tabel 2.2). Namun dem ikian, data tentang umur padamasyarakat Bajo banyak kelemahannya, karena selain tidak biasa dengan budaya catatmencatat, masyarakat Bajo juga masih menggunakan kalender tradisional berdasarkanbintang. Pada umumnya jawaban pertanyaan tentang umur seseorang hanyaberdasarkan perkiraan saja dibantu pewawancara dengan melakukan probing dalammenggali informasi ini. Hal ini dilakukan dengan menghubungkan kejadian-kejadiantertentu untuk membantu responden mengingat-ingat umurnya atau umur anggotakeluarganya.

  • 7/25/2019 Baseline Sosek Buton 2002 - Ds-Soma Bahari

    26/99

    25DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG INDONESIA

    Tabel 2.2Komposisi Umur Responden Rumah Tangga di Desa Sama Bahari

    Kelompok Umur(Tahun)

    Jumlah Persentase

    0 - 5 117 45,86 14 130 24,1

    15 24 111 20,625 34 85 15,1

    35 44 61 11,345 54 22 4,155 + 14 2,6

    Sumber: Survei Data Dasar, Aspek Sosial Terumbu Karang, COREMAP-LIPI, 2001.

    Desa Sama Bahari dikenal juga sebagai Desa Bajo, karena penduduknya relatifhomogendari suku Bajo, meskipun beberapa penduduk adalah suku Bajo dari Muna.Berdasarkan data dari survei terhadap sekitar 100 rumah tangga di Desa Sama Bahari,lebih dari 80 persen merupakan penduduk asli Bajo (Sampela), sekitar 17 persenmerupakan suku Bajo dari darat dan hanya 1 persen berasal dari Makassar. Merekabiasa menyebut sesama orang Bajo dengan sebutan Samaartinya sama-sama orangBajo, dan terhadap orang yang bukan suku Bajo dengan sebutan Bagai. Menurutanggapan masyarakat setempat, orang Bajo itu bersama-sama sementara orang luar ituberbagai-bagai. Bila seorang Bajo menikah dengan orang luar Bajo maka orang tersebutdisebut Bajo Bagai. Dengan sebutan ini, masyarakat Bajo mudah mengenal seseorangsebagai bagian dari komunitas tertentu.

    Untuk komunikasi antar penduduk di Desa Sama Bahari umumnyamenggunakan bahasa Bajo, sementara untuk berkomunikasi dengan orang di luar Bajo,seperti di pasar, mereka menggunakan bahasa Kaledupa. Tampaknya orang Bajo lebihdapat memahami bahasa Kaledupa, dibandingkan orang Kaledupa memahami bahasaBajo. Hal ini disebabkan intensitas pergaulan lebih banyak dilakukan oleh orang Bajodengan orang luar daripada sebaliknya. Misalnya, orang Bajo lebih sering pergi keKaledupa untuk berbagai keperluan seperti mengambil air, berjualan ikan ke pasar, ataumemanfaatkan fasilitas umum lainnya seperti Koperasi dan Puskesmas yang berlokasidi ibukota kecamatan.

    Sebaliknya, jarang sekali penduduk daratan Kaledupa mengunjungi orang Bajodi Desa Sama Bahari, kecuali beberapa pedagang keliling yang biasa menjajakandagangannya di perkampungan Sama Bahari. Setiap pagi dapat disaksikan pedagang

    keliling terutama perempuan bersampan menjajakan dagangannya ke perkampunganSama Bahari, terutama makanan atau kebutuhan pokok sehari-hari lainnya.

    Masyarakat Kaledupa cenderung menganggap orang Bajo sebagai orang bodoh'sementara masyarakat Bajo menganggap orang Kaledupa sebagai orang darat' yangsuka meremehkan orang Bajo. Menurut seorang nara sumber (tokoh di KecamatanKaledupa), apabila terjadi perselisihan antara orang Bajo dan orang darat, orang Bajolebih sabar dan lebih jernih melihat permasalahan, sementara orang darat lebihemosional. Orang Bajo lebih banyak mengalah, sehingga apabila terjadi kekerasan fisikterhadap orang Bajo, mereka jarang membalasnya. Itulah sebabnyanya konflik seriusdiantara kedua komunitas jarang terjadi.

  • 7/25/2019 Baseline Sosek Buton 2002 - Ds-Soma Bahari

    27/99

    26 Studi Kasus : Desa Mola Utara, Kecamatan Wangi-Wangi, Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara

    Interaksi pergaulan antara dua komunitas di Kaledupa, lebih banyak dilakukanoleh perempuan, karena kegiatan seperti menjual ikan, berbelanja banyak dilakukanoleh perempuan. Sedangkan kaum laki-laki Bajo lebih sering berkomunikasi dengan

    sesama nelayan, baik dengan nelayan Bajo yang berasal dari daerah lain atau nelayanlainnya. Interaksi sosial antar komunitas ini menyebabkan terjadinya alih pengetahuanantar kelompok. Misalnya, beberapa informan nelayan menyatakan pengetahuantentang penggunaan potasium sianida (potas) atau bom untuk menangkap ikan,diperoleh karena pergaulan dengan nelayan Bugis. Beberapa nelayan menyatakanmereka belajar merakit bom sejak zaman Jepang, yaitu sejak ditemukannya martil bekasyang pernah dipakai oleh tentara Jepang.

    Segi kehidupan keagamaan masyarakat Bajo juga cukup menarik. Meskipunsecara formal masyarakat Bajo mengaku beragama Islam, namun tidak banyakpenduduk yang menjalankan syariat agama Islam seperti sholat lima waktu danberpuasa. Dalam kehidupan sehari-hari pengaruh kepercayaan animisme masih cukupkuat. Hal ini dapat dilihat dengan berbagai upacara yang dilakukannya seperti acara

    buang sesaji ke laut sebelum nelayan pergi melaut. Kepercayaan penduduk terhadapdewa laut atau biasa disebut Mbok Ma Di Lauk, cukup kuat. Mereka beranggapanbahwa kehidupan mereka sangat tergantung pada laut, sehingga mereka harus tundukkepada penguasa atau dewa laut.

    Para nelayan dari Desa Sama Bahari biasanya mengadakan sesaji kepada dewalaut sebelum mereka mencari ikan, terutama apabila mereka harus pergi jauh ke tengahlautan. Upacara sesaji dengan menyediakan sirih pinang biasanya dilakukan denganbantuan seorang dukun. Menurut kepercayan masyarakat setempat, sebelum seorangnelayan menebarkan jala penangkap ikan, mereka harus membuang sirih yang sudahdiberi mantra oleh dukun. Apabila sirih tersebut berputar-putar dan mengumpul dalamsatu tempat, dianggap sebagai pertanda bahwa hasil tangkapan akan cukup besar.Sebaliknya apabila sirih tersebut memencar, mereka percaya hasil tangkapan ikan akansedikit. Kepercayaan mereka kepada dewa laut selain untuk memperoleh lebih banyaktangkapan ikan, juga untuk menghindari bahaya yang mungkin timbul selama merekaberada di laut. Selama di laut mereka juga pantang untuk mengeluarkan kata-kata kotoratau mengumpat. Mereka percaya sesuatu yang buruk akan terjadi, apabila merekamelanggar pantangan tersebut.

    2.3.2. Kualitas SDM

    Tingkat pendidik an

    Secara umum pendidikan penduduk Desa Sama Bahari dapat dikatakan rendah,

    terlihat dari besarnya proporsi mereka yang berpendidikan Sekolah Dasar (SD), tidaktamat SD dan sama sekali tidak pernah sekolah. Tidak ada data tertulis dari kantor desayang dapat memberikan gambaran secara nyata jumlah penduduk menurut tingkatpendidikan. Namun demikian, hasil survei rumah tangga dapat memberikan gambaranmengenai tingkat pendidikan penduduk Desa Sama Bahari pada umumnya (lihat Tabel2.3).

  • 7/25/2019 Baseline Sosek Buton 2002 - Ds-Soma Bahari

    28/99

    27DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG INDONESIA

    Tabel 2.3Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan

    Pendidikan yang ditamatkan Frekuensi Persentase

    Belum/tidak tamat sekolah SD 163 38,5SD tidak tamat 224 53,0SD Tamat 25 5,9SLTP tamat 7 1,7SLTA + 4 0,9

    Jumlah 423 100,0

    Sumber: Survei Data Dasar, Aspek Sosial Terumbu Karang, COREMAP-LIPI, 2001.

    Menurut informasi dari penduduk setempat, jumlah penduduk yang tamat SD di

    Desa Sama Bahari pada tahun 1983 hanya enam orang, dan tahun 2000 meningkatsekitar 5 persen. Rendahnya tingkat pendidikan penduduk dapat dilihat dari jumlahresponden yang tidak tamat sekolah. Sementara jumlah penduduk yang dapatmelanjutkan sekolah ke tingkat sekolah lanjutan pertama sangat terbatas. Pada tahun1998, ada sekitar 9 orang yang berhasil menamatkan SLTP, terutama tamatantsanawiyah. Mereka jarang sekali melanjutkan ke sekolah umum, dengan alasan disekolah agama mereka dapat menambah pengetahuan keagamaan. Hal ini cukupmenarik, karena banyak penduduk belum sepenuhnya menjalankan ajaran agamaIslam. Pada saat ini hanya terdapat dua orang yang sedang melanjutkan di tingkatSLTA umum di Kaledupa. Salah seorang siswa SMU tersebut (kelas II) mencapaiperingkat kedua di sekolahnya.

    Rendahnya pendidikan masyarakat Bajo di Desa Sama Bahari dipengaruhi oleh

    beberapa faktor antara lain minimnya fasilitas pendidikan. Di Desa Sama Bahari hanyaterdapat satu sekolah dasar yang pembangunannya dibantu oleh orang-orang YayasanBajo Mathilla pada tahun 1998. Gedung sekolah dengan dinding dan lantai papan inihanya mempunyai 2 ruang kelas, dan perlengkapan yang kurang memadai. Jumlah guruSD (termasuk kepala sekolah) hanya enam orang, dan hanya satu orang yang tinggal dilokasi (Orang Bajo dari Mola). Sebelum ada SD di pemukiman Bajo, mereka harusbersekolah di SD yang ada di daratan Kaledupa. Bagi keluarga yang memiliki sampan,mereka pergi sekolah dengan mendayung sampan atau berenang sekitar 30 menit, bagiyang tidak memilikinya.

    Faktor lainnya adalah kurang dimanfaatkannya fasilitas pendidikan formal yangada di lokasi atau di daratan Kaledupa oleh penduduk setempat. Meskipun jumlah siswayang bersekolah di SD meningkat, namun belum mencapai kapasitas optimal. Dengantingkat putus sekolah juga tinggi, berarti sekolah dasar yang ada hanya dinikmati olehsejumlah kecil anak usia sekolah. Menurut salah seorang informan (guru SD), tingginyaputus sekolah selain karena masih rendahnya kesadaran orang tua, juga disebabkanoleh kurangnya dedikasi guru terhadap pekerjaannya. Ketidak seriusan guru dalammengajar, baik karena banyak absen atau pulang sebelum waktunya, berpengaruhterhadap disiplin siswa untuk sekolah, Beberapa siswa cenderung menjadi malassekolah, karena beberapa guru juga enggan mengajar. Tempat tinggal guru yangumumnya berada di luar lokasi juga mempengaruhi dedikasi guru untuk disiplinmengajar.

  • 7/25/2019 Baseline Sosek Buton 2002 - Ds-Soma Bahari

    29/99

    28 Studi Kasus : Desa Mola Utara, Kecamatan Wangi-Wangi, Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara

    Rendahnya tingkat pendidikan juga dipengaruhi oleh masih dimanfaatkannyabanyak anakanak dalam pekerjaan nelayan sejak usia muda (sekitar 7 tahun). Selainorang tuanya terbantu dengan tambahan tenaga, anak-anak juga senang dapat

    bersantai di laut ini. Hal ini mendorong anak-anak untuk mengutamakan pergi ke lautdaripada harus sekolah. Beberapa anak yang diwawancarai menyatakan mereka tidakmelanjutkan sekolah karena malas. Mereka yang sudah tidak sekolah lagi, anak laki-lakibiasanya ikut orang tua melaut dan anak perempuan membantu mengambil air ataukayu bakar. Dengan adanya sekolah tingkat SD di lokasi, cenderung ada perubahansikap orang tua untuk menyekolahkan anak-anaknya. Wawancara dengan beberapainforman yang mempunyai anak usia sekolah menunjukkan bahwa banyak orang tuayang berkeinginan untuk menyekolahkan anaknya, dengan memberi kebebasan padaanak untuk melanjutkan pendidikan sesuai dengan kemampuan. Namun demikian dalamkenyataan sehari-hari, banyak siswa yang cenderung meninggalkan kelas sebelumwaktunya, atau bahkan tidak masuk sekolah.

    Kebanyakan penduduk juga tidak memiliki ketrampilan dalam pengolahan hasil

    produksi yang dapat menambah penghasilan. Jumlah penduduk yang pernah mengikutipelatihan ketrampilan untuk memanfaatkan sumber daya lokal, sangat terbatas.Beberapa penduduk pernah dilatih oleh yayasan Bajo Mathilla dalam budidaya rumputlaut dan sebagian dari mereka berhasil mengusahakan rumput laut sampai sekarang,termasuk sekretaris desa. Menurut informan di yayasan tersebut, pelatihan ketrampilanyang sangat dibutuhkan pemuda di lokasi adalah mengoperasikan atau memperbaikimesin penangkap ikan. Hal ini disebabkan makin banyak penduduk yang memiliki bodymesin, sementara apabila terjadi kerusakan mesin, mereka tidak dapat memperbaikinya.Yayasan merencanakan untuk membuka bengkel kapal motor di lokasi dengan tenagapengelola adalah pemuda setempat.

    Dilihat dari mata pencaharian penduduk, hampir 90 persen bekerja sebagainelayan, sehingga ketergantungan masyarakat terhadap hasil laut sangat tinggi. Padaumumnya mereka tidak memiliki mata pencaharian lain sebagai usaha sampingan.Sebagai nelayan tradisional, mereka umumnya mengelola sumber daya laut dalam skalakecil dan menggunakan alat tangkap yang sangat sederhana. Teknologi penangkapanyang mereka miliki sangat sederhana, baik armada maupun alat tangkapnya.Kebanyakan armada tangkapnya berupa perahu tidak bermotor, atau kapal motordengan kapasitas yang sangat kecil (sekitar 5 PK). Kebanyakan penduduk memperolehpenghasilan yang pas-pasan alias hanya cukup untuk hidup sehari-hari. Sebagian kecilmasyarakat Sama Bahari mempunyai pekerjaan sampingan di bidang pertanian, denganmenyewa tanah milik penduduk di Desa Langge. Mereka melakukan pekerjaanpertanian apabila mereka tidak melaut. Kegiatan pertanian yang biasa dilakukan adalahberkebun kelapa, ubi maupun pisang, dengan mengerjakan sendiri atau dibantu anggotakeluarganya.

    Kesehatan

    Disamping pendidikan, kesehatan merupakan faktor penting dalam melihatkualitas penduduk. Menurut informasi dari beberapa tokoh masyarakat, pada umumnyapenduduk tampak sehat dan jarang sakit. Hanya pada musim kemarau, yaitu padawaktu air surut, beberapa penduduk terutama anak-anak mudah terserang penyakit,terutama muntaber. Pola-pola penyakit yang biasa dialami masyarakat adalah muntaber,sakit kepala dan sakit kuning. Sebagai nelayan, mereka sangat mengandalkankekuatan fisik untuk mendayung, menyelam dan berenang. Penyakit muntaber yang

  • 7/25/2019 Baseline Sosek Buton 2002 - Ds-Soma Bahari

    30/99

    29DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG INDONESIA

    sering diderita oleh penduduk barangkali berkaitan dengan kebiasaan penduduk untukminum air tanpa direbus dan buang kotoran ke laut. Bila air pasang, kotoran akanhanyut bersama derasnya arus air laut, sedangkan ketika air surut, air bercampur

    kotoran berserakan di sekitar pemukiman, sehingga kotor dan berbau. Di samping itu,ada jenis penyakit yang sering diderita oleh penduduk yaitu perut lembek. Menurutkepercayaan masyarakat setempat, jenis penyakit ini hanya dapat disembuhkan denganpertolongan dukun. Masyarakat Bajo menganggap segala penyakit yang menimpapenduduk terkait dengan penunggu (dewa laut), sehingga harus disembuhkan denganbantuan dukun.

    Penyakit pernapasan atau penyakit mata yang pada umumnya diderita oleh paranelayan tidak dijumpai pada nelayan di Desa Sama Bahari. Demikian pula penyakitakibat aktivitas pemanfaatan sumber daya laut, seperti gangguan pendengaran ataupenglihatan bagi para nelayan tidak banyak dijumpai. Beberapa kasus penyakit yangdiderita nelayan dalam menjalankan aktivitasnya di laut adalah batuk-batuk yang diikutidengan muntah darah. Namun mereka menganggap penyakit tersebut sebagai kutukan

    dari dewa laut, akibat melanggar pantangan-pantangan seperti mengumpat atau minumminuman keras pada saat mereka melaut. Sementara dilaporkan terdapat 2 kasuspenyakit atau cidera akibat pemakaian bom yang terjadi sekitar tiga tahun yang lalu.Akibat bom yang meledak saat akan dilempar, seorang nelayan harus kehilangantangannya.

    Pada umumnya masyarakat setempat mengkonsumsi ikan hasil tangkapan untuklauk sehari-hari. Ikan tersebut biasanya dibakar untuk dimakan dengan kaswami(sepertijuadah yang dibuat dari singkong) sebagai makanan pokok masyarakat setempat.Sebagian penduduk juga biasa mengkonsumsi ikan mentah, seperti ikan katamba (ikanputih). Ikan tersebut dikonsumsi dengan dicacah dan dilumuri air jeruk limau, ataumengkonsumsi ikan segar pada saat mereka di laut. Menurut kepercayaan di kalanganmasyarakat nelayan mengkonsumsi ikan segar dapat menambah vitalitas tubuh sertameningkatkan keperkasaan laki-laki dalam hal aktivitas seksual.

    Masyarakat Bajo juga mengkonsumsi ikan karang, dan biota laut lain yang biasadikenal dengan 'bulu babi', yang berbentuk bulat dan berbulu banyak. Biasanya merekamengkonsumsi bulu babi dalam keadaan segar yaitu dengan cara membelah danmengambil isinya yang berwarna kuning seperti agar-agar. Jenis biota ini dapat diambildengan mudah oleh anak-anak di antara batu karang di sekitar pemukiman.

    Fasilitas kesehatan modern hampir tidak ada di Desa Sama Bahari. Puskesmashanya terdapat di ibukota kecamatan yaitu di Desa Ambeua. Menurut keterangan daridokter Puskesmas setempat, jarang sekali masyarakat Bajo memanfaatkan fasilitaskesehatan tersebut. Masyarakat Bajo cenderung datang ke Puskesmas kalaupenyakitnya sudah betul-betul parah, dan tidak dapat disembuhkan dukun. Kegagalandokter dalam menyembuhkan penyakit, menyebabkan kepercayaan masyarakatterhadap tenaga kesehatan modern makin menurun.

    Di Desa Sama Bahari hanya ada pos pelayanan terpadu (posyandu) yangkegiatannya diadakan sebulan sekali, dan biasanya dokter Puskesmas hadir.Kecenderungan penduduk untuk memanfaatkan pelayanan dokter masih rendah,sehingga kegiatan posyandu biasanya hanya diikuti oleh beberapa anak saja. Namunsejak ada program PMT (pemberian makanan tambahan) dan berkat keaktifanpengurusnya, peserta kegiatan posyandu meningkat dan diikuti sekitar 25 anak.Bantuan dokter atau tenaga medis lainnya diperlukan apabila penyakit mereka tidak

  • 7/25/2019 Baseline Sosek Buton 2002 - Ds-Soma Bahari

    31/99

    30 Studi Kasus : Desa Mola Utara, Kecamatan Wangi-Wangi, Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara

    dapat disembuhkan oleh duku