bahan sgd lbm 1 blok 18

15
Definisi Infeksi Odontogenik Infeksi odontogenik merupakan salah satu diantara beberapa infeksi yang paling sering kita jumpai pada manusia. Pada kebanyakan pasien infeksi ini bersifat minor atau kurang diperhitungkan dan seringkali ditandai dengan drainase spontan di sepanjang jaringan gingiva pada gigi yang mengalami gangguan. Infeksi odontogenik merupakan infeksi rongga mulut yang paling sering terjadi. Infeksi odontogenik dapat merupakan awal atau kelanjutan penyakit periodontal, perikoronal, trauma, atau infeksi pasca pembedahan. Infeksi odontogenik juga lebih sering disebabkan oleh beberapa jenis bakteri seperti streptococcus. Infeksi dapat terlokalisir atau dapat menyebar secara cepat ke sisi wajah lain. Klasifikasi Infeksi odontogenik I. Berdasarkan organisme penyebab Infeksi Bakteri Virus Parasit Mikotik II. Berdasarkan Jaringan Odontogenik Non-odontogenik III. Berdasarkan lokasi masuknya Pulpa Periodontal Perikoronal Fraktur Tumor Oportunistik IV. Berdasarkan tinjauan klinis Akut Kronik V. Berdasarkan spasium yang terkena Spasium kaninus Spasium bukal Spasium infratemporal Spasium submental Spasium sublingual Spasium submandibula Spasium masseter Spasium pterigomandibular Spasium temporal

Upload: jhon-racun

Post on 01-Oct-2015

29 views

Category:

Documents


17 download

TRANSCRIPT

Definisi Infeksi Odontogenik

Infeksi odontogenik merupakan salah satu diantara beberapa infeksi yang paling sering kita jumpai pada manusia. Pada kebanyakan pasien infeksi ini bersifat minor atau kurang diperhitungkan dan seringkali ditandai dengan drainase spontan di sepanjang jaringan gingiva pada gigi yang mengalami gangguan.

Infeksi odontogenik merupakan infeksi rongga mulut yang paling sering terjadi. Infeksi odontogenik dapat merupakan awal atau kelanjutan penyakit periodontal, perikoronal, trauma, atau infeksi pasca pembedahan. Infeksi odontogenik juga lebih sering disebabkan oleh beberapa jenis bakteri seperti streptococcus. Infeksi dapat terlokalisir atau dapat menyebar secara cepat ke sisi wajah lain.

Klasifikasi Infeksi odontogenikI. Berdasarkan organisme penyebab Infeksi

Bakteri

Virus

Parasit

Mikotik

II. Berdasarkan Jaringan

Odontogenik

Non-odontogenik

III. Berdasarkan lokasi masuknya

Pulpa

Periodontal

Perikoronal

Fraktur

Tumor

Oportunistik

IV. Berdasarkan tinjauan klinis

Akut

Kronik

V. Berdasarkan spasium yang terkena

Spasium kaninus

Spasium bukal

Spasium infratemporal

Spasium submental

Spasium sublingual

Spasium submandibula

Spasium masseter

Spasium pterigomandibular

Spasium temporal

Spasium Faringeal lateral

Spasium retrofaringeal

Spasium prevertebral

Faktor-faktor yang berperan terjadinya infeksi1. Virulensi dan Quantity

Di rongga mulut terdapat bakteri yang bersifat komensalis. Apabila lingkungan memungkinkan terjadinya invasi, baik oleh flora normal maupun bakteri asing, maka akan terjadi perubahan dan bakteri bersifat patogen. Patogenitas bakteri biasanya berkaitan dengan dua faktor yaitu virulensi dan quantity. Virulensi berkaitan dengan kualitas dari bakteri seperti daya invasi, toksisitas, enzim dan produk-produk lainnya. Sedangkan Quantity adalah jumlah dari mikroorganisme yang dapat menginfeksi host dan juga berkaitan dengan jumlah faktor-faktor yang bersifat virulen.

2. Pertahanan Tubuh Lokal

Pertahanan tubuh lokal memiliki dua komponen. Pertama barier anatomi, berupa kulit dan mukosa yang utuh, menahan masuknya bakteri ke jaringan di bawahnya. Pembukaan pada barier anatomi ini dengan cara insisi poket periodontal yang dalam, jaringan pulpa yang nekrosis akan membuka jalan masuk bakteri ke jaringan di bawahnya. Gigi-gigi dan mukosa yang sehat merupakan pertahanan tubuh lokal terhadap infeksi. Adanya karies dan saku periodontal memberikan jalan masuk untuk invasi bakteri serta memberikan lingkungan yang mendukung perkembangbiakan jumlah bakteri.

3. Pertahanan Humoral

Mekanisme pertahanan humoral, terdapat pada plasma dan cairan tubuh lainnya dan merupakan alat pertahanan terhadap bakteri. Dua komponen utamanya adalah imunoglobulin dan komplemen. Imunoglobulin adalah antibodi yang melawan bakteri yang menginvasi dan diikuti proses fagositosis aktif dari leukosit. Imunoglobulin diproduksi oleh sel plasma yang merupakan perkembangan dari limfosit B.Terdapat lima tipe imunoglobulin, 75 % terdiri dari Ig G merupakan pertahanan tubuh terhadap bakteri gram positif. Ig A sejumlah 12 % merupakan imunoglobulin pada kelenjar ludah karena dapat ditemukan pada membran mukosa. Ig M merupakan 7 % dari imunoglobulin yang merupakan pertahanan terhadap bakteri gram negatif. Ig E terutama berperan pada reaksi hipersensitivitas. Fungsi dari Ig D sampai saat ini belum diketahui.

Komplemen adalah mekanisme pertahanan tubuh humoral lainnya, merupakan sekelompok serum yang di produksi di hepar dan harus di aktifkan untuk dapat berfungsi. Fungsi dari komplemen yang penting adalah yang pertama dalam proses pengenalan bakteri, peran kedua adalah proses kemotaksis oleh polimorfonuklear leukosit yang dari aliran darah ke daerah infeksi. Ketiga adalah proses opsonisasi, untuk membantu mematikan bakteri. Keempat dilakukan fagositosis. Terakhir membantu munculnya kemampuan dari sel darah putih untuk merusak dinding sel bakteri.

4. Pertahanan Seluler

Mekanisme pertahanan seluler berupa sel fagosit dan limfosit. Sel fagosit yang berperan dalam proses infeksi adalah leukosit polimorfonuklear. Sel-sel ini keluar dari aliran darah dan bermigrasi e daerah invasi bakteri dengan proses kemotaksis. Sel-sel ini melakukan respon dengan cepat, tetapi sel-sel ini siklus hidupnya pendek, dan hanya dapat melakukan fagositosis pada sebagian kecil bakteri. Fase ini diikuti oleh keluarnya monosit dari aliran darah ke jaringan dan disebut sebagai makrofag. Makrofag berfungsi sebagai fagositosis, pembunuh dan menghancurkan bakteri dan siklus hidupnya cukup lama dibandingkan leukosit polimorfonuklear. Monosit biasanya terlihat pada infeksi lanjut atau infeksi kronis.

Komponen yang kedua dari pertahanan seluler adalah populasi dari limfosit, seperti telah di sebutkan sebelumnya limfosit B akan berdifernsiasi menjadi sel plasma dan memproduksi antibodi yang spesifik seperti Ig G. Limfosit T berperan pada respon yang spesifik seperti pada rejeksi graft (penolakan cangkok) dan tumor suveillance (pertahanan terhadap tumor).

Tahapan InfeksiInfeksi odontogenik umumnya melewati tiga tahap sebelum mereka menjalani resolusi:

1. Selama 1 sampai 3 hari - pembengkakan lunak, ringan, lembut, dan adonannya konsisten.

2. Antara 5 sampai 7 hari tengahnya mulai melunak dan abses merusak kulit atau mukosa sehingga membuatnya dapat di tekan. Pus mungkin dapat dilihat lewat lapisan epitel, membuatnya berfluktuasi.

3. Akhirnya abses pecah, mungkin secara spontan atau setelah pembedahan secara drainase. Selama fase pemecahan, regio yang terlibat kokoh/tegas saat dipalpasi disebabkan oleh proses pemisahan jaringan dan jaringan bakteri.

Patogenesis

Penyebaran infeksi odontogenik akan melalui tiga tahap yaitu tahap abses dentoalveolar, tahap yang menyangkut spasium dan tahap lebih lanjut yang merupakan tahap komplikasi. Suatu abses akan terjadi bila bakteri dapat masuk ke jaringan melalui suatu luka ataupun melalui folikel rambut. Pada abses rahang dapat melalui foramen apikal atau marginal gingival.

Penyebaran infeksi melalui foramen apikal berawal dari kerusakan gigi atau karies, kemudian terjadi proses inflamasi di sekitar periapikal di daerah membran periodontal berupa suatu periodontitis apikalis. Rangsangan yang ringan dan kronis menyebabkan membran periodontal di apikal mengadakan reaksi membentuk dinding untuk mengisolasi penyebaran infeksi. Respon jaringan periapikal terhadap iritasi tersebut dapat berupa periodontitis apikalis yang supuratif atau abses dentoalveolar.

Tanda dan Gejala

1. Adanya respon Inflamasi

Respon tubuh terhadap agen penyebab infeksi adalah inflamasi. Pada keadaan ini substansi yang beracun dilapisi dan dinetralkan. Juga dilakukan perbaikan jaringan, proses inflamasi ini cukup kompleks dan dapat disimpulkan dalam beberapa tanda :

A. Hiperemi yang disebabkan vasodilatasi arteri dan kapiler dan peningkatan permeabilitas dari venula dengan berkurangnya aliran darah pada vena.

B. Keluarnya eksudat yang kaya akan protein plasma, antiobodi dan nutrisi dan berkumpulnya leukosit pada sekitar jaringan.

C. Berkurangnya faktor permeabilitas, leukotaksis yang mengikuti migrasi leukosit polimorfonuklear dan kemudian monosit pada daerah luka.

D. Terbentuknya jalinan fibrin dari eksudat, yang menempel pada dinding lesi.

E. Fagositosis dari bakteri dan organisme lainnya

F. Pengawasan oleh makrofag dari debris yang nekrotik

2. Adanya gejala infeksi

Gejala-gejala tersebut dapat berupa : rubor atau kemerahan terlihat pada daerah permukaan infeksi yang merupakan akibat vasodilatasi. Tumor atau edema merupakan pembengkakan daerah infeksi. Kalor atau panas merupakan akibat aliran darah yang relatif hangat dari jaringan yang lebih dalam, meningkatnya jumlah aliran darah dan meningkatnya metabolisme. Dolor atau rasa sakit, merupakan akibat rangsangan pada saraf sensorik yang di sebabkan oleh pembengkakan atau perluasan infeksi. Akibat aksi faktor bebas atau faktor aktif seperti kinin, histamin, metabolit atau bradikinin pada akhiran saraf juga dapat menyebabkan rasa sakit. Fungsio laesa atau kehilangan fungsi, seperti misalnya ketidakmampuan mengunyah dan kemampuan bernafas yang terhambat. Kehilangan fungsi pada daerah inflamasi disebabkan oleh faktor mekanis dan reflek inhibisi dari pergerakan otot yang disebabkan oleh adanya rasa sakit.

3. Limphadenopati

Pada infeksi akut, kelenjar limfe membesar, lunak dan sakit. Kulit di sekitarnya memerah dan jaringan yang berhubungan membengkak. Pada infeksi kronis perbesaran kelenjar limfe lebih atau kurang keras tergantung derajat inflamasi, seringkali tidak lunak dan pembengkakan jaringan di sekitarnya biasanya tidak terlihat. Lokasi perbesaran kelenjar limfe merupakan daerah indikasi terjadinya infeksi. Supurasi kelenjar terjadi jika organisme penginfeksi menembus sistem pertahanan tubuh pada kelenjar menyebabkan reaksi seluler dan memproduksi pus. Proses ini dapat terjadi secara spontan dan memerlukan insisi dan drainase.

Definisi Abses Odontogenik

Abses adalah infeksi akut yang terlokalisir pada rongga yang berdinding tebal, manifestasinya berupa keradangan, pembengkakan yang nyeri jika ditekan, dan kerusakan jaringan setempat.10Abses rongga mulut adalah suatu infeksi pada mulut, wajah, rahang, atau tenggorokan yang dimulai sebagai infeksi gigi atau karies gigi. Kehadiran abses dentoalveolar sering dikaitkan dengan kerusakan yang relatif cepat dari alveolar tulang yang mendukung gigi. Jumlah dan rute penyebaran infeksi tergantung pada lokasi gigi yang terkena serta penyebab virulensi organisme.Macam-macam Abses Odontogenik11

1. Abses periapikal

Abses periapikal sering juga disebut abses dento-alveolar, terjadi di daerah periapikal gigi yang sudah mengalami kematian dan terjadi keadaan eksaserbasi akut. Mungkin terjadi segera setelah kerusakan jaringan pulpa atau setelah periode laten yang tiba-tiba menjadi infeksi akut dengan gejala inflamasi, pembengkakan dan demam. Mikroba penyebab infeksi umumnya berasal dari pulpa, tetapi juga bisa berasal sistemik (bakteremia).2. Abses subperiosteal

Gejala klinis abses subperiosteal ditandai dengan selulitis jaringan lunak mulut dan daerah maksilofasial. Pembengkakan yang menyebar ke ekstra oral, warna kulit sedikit merah pada daerah gigi penyebab. Penderita merasakan sakit yang hebat, berdenyut dan dalam serta tidak terlokalisir. Pada rahang bawah bila berasal dari gigi premolar atau molar pembengkakan dapat meluas dari pipi sampai pinggir mandibula, tetapi masih dapat diraba. Gigi penyebab sensitif pada sentuhan atau tekanan.

3. Abses submukosa

Abses ini disebut juga abses spasium vestibular, merupaan kelanjutan abses subperiosteal yang kemudian pus berkumpul dan sampai dibawah mukosa setelah periosteum tertembus. Rasa sakit mendadak berkurang, sedangkan pembengkakan bertambah besar. Gejala lain yaitu masih terdapat pembengkakan ekstra oral kadang-kadang disertai demam.lipatan mukobukal terangkat, pada palpasi lunak dan fluktuasi podotip. Bila abses berasal darigigi insisivus atas maka sulkus nasolabial mendatar, terangatnya sayap hidung dan kadang-kadang pembengkakan pelupuk mata bawah. Kelenjar limfe submandibula membesar dan sakit pada palpasi.

4. Abses fosa kanina

Fosa kanina sering merupakan tempat infeksi yang bersal dari gigi rahang atas pada regio ini terdapat jaringan ikat dan lemak, serta memudahkan terjadinya akumulasi cairan jaringan. Gejala klinis ditandai dengan pembengkakan pada muka, kehilangan sulkus nasolabialis dan edema pelupuk mata bawah sehingga tampak tertutup. Bibir atas bengkak, seluruh muka terasa sakit disertai kulit yang tegang berwarna merah.

5. Abses spasium bukal

Spasium bukal berada diantara m. masseter ,m. pterigoidus interna dan m. Businator. Berisi jaringan lemak yang meluas ke atas ke dalam diantara otot pengunyah, menutupi fosa retrozogomatik dan spasium infratemporal. Abses dapat berasal dari gigi molar kedua atau ketiga rahang atas masuk ke dalam spasium bukal.

Gejala klinis abses ini terbentuk di bawah mukosa bukaldan menonjol ke arah rongga mulut. Pada perabaan tidak jelas ada proses supuratif, fluktuasi negatif dan gigi penyebab kadang-kadang tidak jelas. Masa infeksi/pus dapat turun ke spasium terdekat lainnya. Pada pemeriksaan estraoral tampak pembengkakan difus, tidak jelas pada perabaan.

6. Abses spasium infratemporal

Abses ini jarang terjadi, tetapi bila terjadi sangat berbahaya dan sering menimbulkan komplikasi yang fatal. Spasium infratemporal terletak di bawah dataran horisontal arkus-zigomatikus dan bagian lateral di batasi oleh ramus mandibula dan bagian dalam oleh m.pterigoid interna. Bagian atas dibatasi oleh m.pterigoid eksternus. Spasium ini dilalui a.maksilaris interna dan n.mandibula,milohioid,lingual,businator dan n.chorda timpani. Berisi pleksus venus pterigoid dan juga berdekatan dengan pleksus faringeal.

7. Abses spasium submasseter

Spasium submasseter berjalan ke bawah dan ke depan diantara insersi otot masseter bagian superfisialis dan bagian dalam. Spasium ini berupa suatu celah sempit yang berjalan dari tepi depan ramus antara origo m.masseter bagian tengah dan permukaan tulang. Keatas dan belakang antara origo m.masseter bagian tengah dan bagian dalam. Disebelah belakang dipisahkan dari parotis oleh lapisan tipis lembar fibromuskular. Infeksi pada spasium ini berasal dari gigi molar tiga rahang bawah, berjalan melalui permukaan lateral ramus ke atas spasium ini.

Gejala klinis dapat berupa sakit berdenyut diregio ramus mansibula bagian dalam, pembengkakan jaringan lunak muka disertai trismus yang berjalan cepat, toksik dan delirium. Bagian posterior ramus mempunyai daerah tegangan besar dan sakit pada penekanan.

8. Abses spasium submandibula

Spasium ini terletak dibagian bawah m.mylohioid yang memisahkannya dari spasium sublingual. Lokasi ini di bawah dan medial bagian belakang mandibula. Dibatasi oleh m.hiooglosus dan m.digastrikus dan bagian posterior oleh m.pterigoid eksternus. Berisi kelenjar ludah submandibula yang meluas ke dalam spasium sublingual. Juga berisi kelenjar limfe submaksila. Pada bagian luar ditutup oleh fasia superfisial yang tipis dan ditembus oleh arteri submaksilaris eksterna.

Infeksi pada spasium ini dapat berasal dari abses dentoalveolar, abses periodontal dan perikoronitis yang berasal dari gigi premolar atau molar mandibula. Selain disebabkan oleh infeksi gigi, infeksi di ruang submandibula bisa disebabkan oleh sialadenitis kelenjar submandibula, limfadenitis, trauma, atau pembedahan dan bisa juga sebagai kelanjutan infeksi ruang leher dalam lain. Penyebab infeksi dapat disebabkan oleh kuman aerob, anaerob atau campuran. Infeksi di ruang submandibula biasanya ditandai dengan pembengkakan di bawah rahang, baik unilateral atau bilateral dan atau di bawah lidah yang berfluktuasi, dan sering ditemukan trismus.

Penatalaksanaan abses submandibula dapat diberikan terapi antibiotik yang adekuat dan drainase abses. Umumnya pasien diberikan antibiotik intravena untuk kuman aerob dan anaerob. Drainase abses dapat berupa aspirasi abses atau insisi dan eksplorasi, tergantung pada luasnya abses dan komplikasi yang ditimbulkannya.

9. Abses sublingual

Spasium sublingual dari garis median oleh fasia yang tebal , teletek diatas m.milohioid dan bagian medial dibatasi oleh m.genioglosus dan lateral oleh permukaan lingual mandibula.

Gejala klinis ditandai dengan pembengkakan daasarr mulut dan lidah terangkat, bergerser ke sisi yang normal. Kelenjar sublingual aan tampak menonjol karena terdesak oleh akumulasi pus di bawahnya. Penderita akan mengalami kesulitan menelen dan terasa sakit.

10. Abses spasium submental

Spasium ini terletak diantara m.milohioid dan m.plastima. di depannya melintang m.digastrikus, berisi elenjar limfe submental. Perjalanan abses kebelakang dapat meluas ke spasium mandibula dan sebaliknya infesi dapat berasal dari spasium submandibula. Gigi penyebab biasanya gigi anterior atau premolar.

Gejala klinis ditandai dengan selulitis pada regio submental. Tahap akhir akan terjadi supuratif dan pada perabaan fluktuatif positif. Pada npemeriksaan intra oral tidak tampak adanya pembengkakan. Kadang-kadang gusi disekitar gigi penyebab lebih merah dari jaringan sekitarnya. Pada tahap lanjut infeksi dapat menyebar juga kearah spasium yang terdekat terutama kearah belakang.

11. Abses spasium parafaringeal

Spasium parafaringeal berbentuk konus dengan dasar kepala dan apeks bergabung dengan selubung karotid. Bagian luar dibatasi oleh muskulus pterigoid interna dan sebelah dalam oleh muskulus kostriktor. sebelah belakang oleh glandula parotis, muskulus prevertebalis dan prosesus stiloideus serta struktur yang berasal dari prosesus ini. Kebelakang dari spasium ini merupakan lokasi arteri karotis, vena jugularis dan nervus vagus, serta sturktur saraf spinal, glosofaringeal, simpatik, hipoglosal dan kenjar limfe.

Infeksi pada spasium ini mudah menyebar keatas melalui berbagai foramina menuju bagian otak. Kejadian tersebut dapat menimbulkan abses otak, meningitis atau trombosis sinus. Bila infeksi berjalan ke bawah dapat melalui selubung karotis sampai mediastinuim.

Penatalaksanaan Abses Odontogenik1Perawatan abses odontogenik dapat dilakukan secara lokal/sitemik. Perawatan lokal meliputi irigasi, aspirasi, insisi dan drainase, sedangkan perawatan sistemik terdiri atas pengobatan untuk menghilangkan rasa sakit, terapi antibiotik, dan terapi pendukung. Walaupun kelihatannya pasien memerlukan intervensi lokal dengan segera, tetapi lebih bijaksana apabila diberikan antibiotik terlebih dahulu untuk mengurangi kemungkinan terjadinya bakterimia dan difusi lokal (inokulasi) sebagai akibat sekunder dari manipulasi (perawatan) yang dilakukan.

Abses periodontal dan perikoronal sering disertai pernanahan (purulensi), yang bisa dijadikan sampel untuk kultur sebelum dilakukan tindakan lokal. Apabila abses mempunyai dinding yang tertutup, yang merupakan ciri khas dari lesi periapikal, maka palpasi digital yang dilakukan perlahan-lahan terhadap lesi yang teranestesi bisa menunjukkan adanya fluktuasi yang merupakan bukti adanya pernanahan.

Abses perikoronal dan periodontal superfisial yang teranestesi bisa diperiksa/dicari dengan menggeser jaringan yang menutupinya yaitu papila interdental atau operkulum. Pada daerah tersebut biasanya juga terdapat debris makanan, yang merupakan benda asing yang dapat mendukung proses infeksi.

Insisi dan Drainase1Abses fluktuan dengan dinding yang tertutup, baik abses periodontal maupun periapikal, dirawat secara lokal yaitu insisi dan drainase, maka anestesi yang dilakukan sebelumnya yaitu pada waktu sebelum aspirasi sudah dianggap cukup untuk melanjutkan tindakan ini. Lokasi standar untuk melakukan insisi abses adalah daerah yang paling bebas, yaitu daerah yang paling mudah terdrainase dengan memanfaatkan pengaruh gravitasi. Seperti pada pembuatan flap, biasanya kesalahan yang sering dilakukan adalah membuat insisi yang terlalu kecil. Insisi yang agak lebih besar mempermudah drainase dan pembukaannya bisa bertahan lebih lama. Drain yang dipakai adalah suatu selang karet dan di pertahankan pada posisinya dengan jahitan.

Perawatan Pendukung1Pasien diberi resep antibiotik (Penicillin atau erythromycin) dan obat-obatan analgesik (kombinasi narkotik/non-narkotik). Perlu di tekankan kepada pasien bahwa mereka harus makan dan minum yang cukup. Apabila menganjurkan kumur dengan larutan saline hangat, onsentrasinya 1 sendok teh garam dilarutkan dalam 1 gelas air, dan dilaukan paling tidak seiap selesai makan. Pasien dianjurkan untuk memperhatikan timbulnya gejala-gejala penyebaran infeksi yaitu demam, meningkatnya rasa sakit dan pembengkakan, trismus/disfagia.Penatalaksanaan Perawatan Gigi dan Mulut Pasien Hipertensi

Secara umum, tujuan pengobatan dan penglolaan hipertensi adalah untuk menurunkan resiko morbiditas dan mortalitas. Secara khusus dalam perawatan bidang kedokteran gigi adalah untuk mengembangkan dan memberikan perawatan yang sesuai dengan kondisi fisik dan emosi pasien.

Pengelolaan pasien hipertensi memerlukan rencana perawatan atau strategi tertentu untuk menjaga kestabilan tekanan darah ketika tindakan terutama tindakan yang memerlukan anestesi lokal yang mngandung vasokonstriktor. Dua strategi yang dapat diterapkan yaitu, strategi preventif dan kuratif.

A. Strategi Preventif

Strategi ini meliputi semua tindakan untuk mengontrol tekanan darah pasien selama perawatan maupun selama tindakan preventif kedokteran gigi seperti kontrol plak, flouridasi, dll. Tindakan preventif yang efektif yaitu dengan menghilangkan penyebab meningkatnya tekanan darah pasien seperti pemilihan anestesi, bahan anestesi, dan kontrol kecemasan. Tindakan preventif lainnya, antara lain:

1. Prosedur dental yang lama danstressfulsebaiknya dihindarkan

2. Pemberian sedatif peroral membantu mengurangi kecemasan. Sedatif peroral yang digunakan adalah benzodiazepine 5 mg, diminum malam sebelum tidur dan 1 jam sebelum tindakan.

3. Penggunaan sedasi Nitrous oxide menurunkan tekanan darah sistol-diastole hingga 5-10 mmHg.

4. Pemilihan waktu perawatan gigi. Kenaikan tekanan darah pada pasien hipertensi sering terjadi saat bangun pagi, mencapai puncak pada tengah hari, kemudian menurun di sore hari, sehingga waktu yang dianjurkan untuk melakukan perawatan adalah sore hari.

5. Penggunaan anestesi lokal akan lebih baik dibandingkan anestesi umum.

6. Pemberian anestesi harus pelan dan hindari penyuntikan intravascular.

Dalam hubungan pasien hipertensi dengan tindakan perawatan menggunakan anestesi lokal yang mengandung vasokonstriktor, harus diingat bahwa bahan vasokonstriktor pada anestesi lokal bermacam-macam. Noradrenalin dan levonordefrin merupakan kontraindikasi untuk pasien hipertensi. Sedangkan adrenalin lebih aman digunakan karena tidak akan meningkatkan tekanan darah secara dramatis.

B. Strategi Kuratif

Penerapan strategi ini disesuaikan dengan kondisi kondisi fisik dan kemampuan emosi pasien untuk menerima dan merespon terhadap perawatan yang diberikan. Keadaan pasien ini diklasifikasikan menurut status resiko pasien menjadi ASA I, II, III, IV, dan V.

2.2 Perawatan Bedah Mulut Pasien Hipertensi

Banyak komplikasi yang dapat terjadi pada pasien hipertensi. Oleh karena itu, sebelum melakukan tindakan bedah, sebaiknya pasien konsultasi dahulu dengan dokter penyakit dalam yang merawat penderita. Jika keadaan pasien memungkinkan untuk dilakukan tindakan pembedahan, maka segala kondisi yang menimbulkan kecemasan atau stress sebaiknya dihilangkan. Penggunaan obat penenang sehari sebelumnya dianjurkan. Apabila keadaan pasien sudah lebih tenang, pembedahan dapat dilakukan. Perlu diperhatikan bahwa tekanan darah pasien saat tindakan harus dalam keadaan tensi yang terkontrol. Jika perlu, upaya pembedahan dilakukan dam bentuk tim karena selain ada hipertensi esensial, kemungkinan pasien juga menderita hipertensi sekunder yang merupakan komplikasi penyakit lain.

Etiologi Gigi Impaksi

Gigi impaksi dapat disebabkan oleh banyak faktor,menurut Berger penyebab gigi

terpendam antara lain :

A. Kausa Lokal

Faktor local yang dapat menyebabkan terjadinya gigi impaksi adalah :

1. Abnormalnya posisi gigi

2. Tekanan dari gigi tetangga pada gigi tersebut

3. Penebalan tulang yang mengelilingi gigi tersebut

4. Kekurangan tempat untuk gigi tersebut bererupsi

5. Gigi desidui persistensi(tidak mau tanggal)

6. Pencabutan prematur pada gigi

7.Inflamasi kronis penyebab penebalan mukosa disekitar gigi

8.Penyakit yang menimbulkan nekrosis tulang karena inflamasi atau abses

9. Perubahan-perubahan pada tulang karena penyakit eksantem pada anak-anak.

B. Kausa Umur

Faktor umur dapat menyebabkan terjadinya gigi impaksi walaupun tidak ada kausa lokal antara lain:

1. Kausa Prenatal

a. Keturunan

b. miscegenation

2. Kausa Postnatal

a. Ricketsia

b. Anemi

c. Syphilis congenital

d. TBC

e. Gangguan kelenjar endokrin

f. Malnutrisi

3. Kelainan Pertumbuhan

a. Cleido cranial dysostosis

b. Oxycephali

c. Progeria

d. Achondroplasia

e. Celah langit-langit

Tanda Atau Keluhan Gigi Impaksi

Ada beberapa orang yang mengalami masalah dengan terjadinya gigi impaksi. Dengan demikian mereka merasa kurang nyaman melakukan hal-hal yang berhubungan dengan rongga mulut.Tanda-tanda umum dan gejala terjadinya gigi impaksi adalah :

1. Inflamasi,yaitu pembengkakan disekitar rahang dan warna kemerahan pada gusi disekitar gigi yang diduga impaksi

2. Resorpsi gigi tetangga,karena letak benih gigi yang abnormal sehingga meresorpsi gigi tetangga

3. Kista(folikuler)

4. Rasa sakit atau perih disekitar gusi atau rahang dan sakit kepala yang lama (neuralgia)

5. Fraktur rahang(patah tulang rahang)

6. Dan tanda-tanda lain

Klasifikasi Umum Gigi Impaksi

Klasifikasi Menurut Pell Dan Gregory

A.Berdasarkan Hubungan antara ramus mandibula dengan molar kedua dengan cara membandingkan lebar mesio-distal molar ketiga dengan jarak antara bagian distal molar kedua ke ramus mandibula.

Klas I : Ukuran mesio-distal molar ketiga lebih kecil dibandingkan jarak antara distal gigi molar kedua dengan ramus mandibula.

Klas II : Ukuran mesio-distal molar ketiga lebih besar dibandingkan jarak antara distal gigi molar kedua dengan ramus mandibula.

Klas II : Ukuran mesio-distal molar ketiga lebih besar dibandingkan jarak antara distal gigi molar kedua dengan ramus mandibula.

Berdasarkan letak molar ketiga di dalam rahang

Posisi A : Bagian tertinggi gigi molar ketiga berada setinggi garis oklusa M2.

Posisi B : Bagian tertinggi gigi molar ketiga berada dibawah garis oklusal tapi masih lebih tinggi daripada garis servikal M2.

Posisi C : Bagian tertinggi gigi molar ketiga berada dibawah garis servikal M2

Pemeriksaan Klinis Gigi Impaksi

Ada banyak penderita gigi terpendam atau gigi impaksi.Terkadang diketahui adanya gigi impaksi pada seseorang diawali karena adanya keluhan,namun tidak semua gigi impaksi menimbulkan keluhan dan kadang-kadang penderita juga tidak mengetahui adanya kelainan pada gigi geliginya.Untuk mengetahui ada atau tidaknya gigi impaksi dapat diketahui dengan pemeriksaan klinis,meliputi :

Keluhan yang ditemukan dapat berupa :

1. Perikoronitis

Perikoronitis dengan gejala-gejala :

Rasa sakit di region tersebut

Pembengkakan

Mulut bau (foeter exore)

Pembesaran limfe-node sub-mandibular

2. Karies pada gigi tersebut

Dengan gejala ; pulpitis,abses alveolar yang akut.Hal yang sama juga dapat terjadi bila suatu gigi mendesak gigi tetangganya,hal ini dapat menyebabkan terjadinya periodontitis.

3. Pada penderita yang tidak bergigi

Rasa sakit ini dapat timbul karena penekanan protesa sehingga terjadi perikonitis.

4. Parastesi dan neuralgia pada bibir bawah

Terjadinya parastesi atau neuralgia pada bibir bawah mungkin disebabkan karena tekanan pada n.mandibularis.Tekanan pada n.mandibularis dan dapat juga menyebabkan rasa sakit pada gigi premolar dan kaninus.

Pemeriksaan Ekstra Oral

Pada pemeriksaan ekstra oral yang menjadi perhatian adalah :

1. Adanya pembengkakan

2. Adanya pembesaran limfenode(KGB)

3. Adanya parastesi

Pemeriksaan Intra Oral

Pada pemeriksaan intra oral yang menjadi perhatian adalah :

1. Keadaan gigi,erupsi atau tidak

2. Adanya karies,perikoronitis

3. Adanya parastesi

4. Warna mukosa bukal,labial dan gingival

5. Adanya abses gingival

6. Posisi gigi tetangga,hubungan dengan gigi tetangga

7. Ruang antara gigi dengan ramus (pada molar tiga mandibula)

Pemeriksaan Ro-Foto

1. Dental foto (intra oral)

2. Oblique

3. Occlusal foto/bite wing

Pemeriksaan radiografik harus didasarkan pada penelusuran riwayat dan pemeriksaan klinis. Pemeriksaan radiografik sangat penting sebelum pembedahan dilakukan namun tidak perlu dilakukan saat pemeriksaan awal, jika terdapat infeksi atau gangguan lokal lainnya.

Pemeriksaan radiologis gigi impaksi harus dapat menguraikan hal-hal berikut ini:

Tipe dan orientasi impaksi serta akses untuk mencapai gigi

Ukuran mahkota dan kondisinya

Jumlah dan morfologi akar

Tinggi tulang alveolar, termasuk kedalaman dan densitasnya

Lebar folikuler

Status periodontal dan kondisi gigi tetangga

Hubungan atau kedekatan gigi-geligi rahang atas dengan kavitas nasal atau sinus maksilaris

Hubungan atau kedekatan gigi-geligi rahang bawah dengan saluran interdental, foramen mentale, batas bawah mandibula

ALAT DAN BAHAN

Syringe dengan jarum 27 dan 30 gauge

Larutan anastetikum; yang mengandung epinefrin/adrenalin

Alat diagnostik

Bur tulang

Cotton rolls

Gauze

Instrumen lain yang umum digunakan disajikan dalam gambar berikut ini:

Tang #150 dan #151

Bard parker handle

Bone file

Cryer elevator

Mallet and chisel

Needle holder and scissor

Periosteal elevator

Potts elevator