sgd lbm 2 saraf

50
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rasa sakit (nyeri) merupakan keluhan yang sering di dapatkan dalam klinik, walaupun istilah “sakit” ini nampaknya sulit di definisikan. Persepsi tiap orang akan berbeda-beda karena keluhan ini berasal dari pengalaman subyektif seseorang yang sulit dilakukan pengukurannya. Reaksi dan sikap individu terhadap stimulasi yang identik yang menyebabkan sakit akan berbeda pula. Oleh karena itu, dokter pemeriksa diharapkan pada tugas untuk mendapatkan informasi yang selengkap mungkin dari pasien dan juga harus dapat membanyangkan bagaimana pasien bereaksi terhadap rasa sakitnya itu. Ada banyak rasa sakit yang dijumpai pada pasien salah satunya adalah sakit kepala. Sakit kepala adalah rasa sakit atau tidak nyaman antara orbita dengan kepala yang berasal dari struktur sensitif terhadap rasa sakit (Neurology and Neurosurgery illustrated Kenneth). Prevalensi sakit kepala di USA menunjukkan 1 dari 6 orang (16,54%) atau 45 juta orang menderita sakit kepala kronik dan 20 juta dari 45 juta tersebut merupakan wanita. 75% dari jumlah di atas adalah tipe tension headache yang berdampak pada menurunnya konsentrasi belajar dan bekerja sebanyak 62,7%. Sakit kepala bisa di sebabkan oleh kelainan: (1) vaskular, (2) jaringan saraf, (3) gigi-geligi, (4) orbita, (5) hidung dan (6) sinus paranasal, (7) jaringan lunak di 1

Upload: baiq-novaria-rusmaningrum

Post on 26-Jul-2016

296 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

saraf

TRANSCRIPT

Page 1: sgd lbm 2 saraf

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Rasa sakit (nyeri) merupakan keluhan yang sering di dapatkan dalam klinik, walaupun

istilah “sakit” ini nampaknya sulit di definisikan. Persepsi tiap orang akan berbeda-beda

karena keluhan ini berasal dari pengalaman subyektif seseorang yang sulit dilakukan

pengukurannya. Reaksi dan sikap individu terhadap stimulasi yang identik yang

menyebabkan sakit akan berbeda pula. Oleh karena itu, dokter pemeriksa diharapkan

pada tugas untuk mendapatkan informasi yang selengkap mungkin dari pasien dan juga

harus dapat membanyangkan bagaimana pasien bereaksi terhadap rasa sakitnya itu.

Ada banyak rasa sakit yang dijumpai pada pasien salah satunya adalah sakit kepala.

Sakit kepala adalah rasa sakit atau tidak nyaman antara orbita dengan kepala yang berasal

dari struktur sensitif terhadap rasa sakit (Neurology and Neurosurgery illustrated

Kenneth). Prevalensi sakit kepala di USA menunjukkan 1 dari 6 orang (16,54%) atau 45

juta orang menderita sakit kepala kronik dan 20 juta dari 45 juta tersebut merupakan

wanita. 75% dari jumlah di atas adalah tipe tension headache yang berdampak pada

menurunnya konsentrasi belajar dan bekerja sebanyak 62,7%.

Sakit kepala bisa di sebabkan oleh kelainan: (1) vaskular, (2) jaringan saraf, (3) gigi-

geligi, (4) orbita, (5) hidung dan (6) sinus paranasal, (7) jaringan lunak di kepala, kulit,

jaringan subkutan, otot, dan periosteum kepala.

Sakit kepala dapat diklasifikasikan menjadi sakit kepala primer, sakit kepala

sekunder, dan neuralgia kranial, nyeri fasial serta sakit kepala lainnya. Sakit kepala

primer dapat dibagi menjadi migraine, tension type headache, cluster type headache

dengan sefalgia trigeminal/ autonomik, dan sakit kepala primer lainnya.

1.2 Tujuan

a. Agar mahasiswa mampu mengtahui tentang nyeri kepala dan jenis-jenis dari nyeri

kepala

b. Agar mahasisiwa mampu mengetahui tentang penatalaksanaan pasien dengan

nyeri kepala

1

Page 2: sgd lbm 2 saraf

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Skenario

Seorang pasien wanita 22 tahun datang ke poli saraf RS dengan keluhan nyeri kepala.

Nyeri kepala sejak 1 hari yang lalu, nyeri dirasakan berdenyut terutama di kepala sebelah kiri,

lama nmyeri kurang lebih 30 menit, nyeri kepala didahului seperti melihat kilatan cahaya

kurang lebih selama 5 menit. Nyeri berkurang dengan beristirahat dan tidur. Nyeri kepala

timbul dan bertambah bila mendengar suara bising dan melihat cahaya yang silau. Juga

dirasakan semakin bertambah bila melakukan aktivitas. Nyeri kepala dapat muncul sangat

berat sampai penderita muntah. Frekuensi nyeri kepala dirasakan semakin sering dalam 1

bulan terakhir. Frekuensi dalam 1 hari lebih kurang 2 kali serangan dalam 1 bulan ini dan

diantara serangan pasien bebas dari nyeri kepala.

Pasien mengaku serting menderita sakit sejak SMP ( ± 10 tahun yang lalu). Sejak saat

itu pasien sering menderita nyeri kepala hilang timbul. Pasien hanya meminum obat yang

dibeli di warung (paramex). Riwayat pingsan tidak ada, riwayat kecelakaan dan benturan

kepala tidak ada, riwayat epilepsy tidak ada. Tidak ada anggota keluarga yang sakit seperti

ini. Pasien adalah seorang mahasiswa. Aktivitas fisik kurang. Hasil pemeriksaan viltal sign

semua dalam batas normal. Pemeriksaan fisik ditemukan otot leher dan punggung tegang,

lain-lain dalam batas normal.

2.2 Terminologi

Nyeri

Nyeri adalah pengalaman sensorik dan emosionalyang tidak menyenangkan yang

telah terjadi atau sedang terjadi

Nyeri kepala

Nyeri kepala adalah semua perasaan yang tidak menyenangkan di daerah kepala

yaitu dari daerah orbital sampai daerah oksiput

Epilepsy

Epilepsy adalah diagnose klinis apabila terjadi seragan kejang yang labih dari satu

kali dalam periode waktu tertentu (1 tahun). Epilepsy adalah keadaan serangan

2

Page 3: sgd lbm 2 saraf

klinis akibat cetusan potensial abnormal berlebihan dari sekolompok neuron

korteks/subkorteks, cenderung berulang dan stereotipi dan diluar serangan normal.

2.3 Permasalah

1. Fisiologi nyeri?

2. Sebutkan struktur peka nyeri dan sruktur tidak peka nyeri?

3. Penyebab dan mekanisme ketegangan otot leher dan punggung?

4. Penyebab nyeri bertambah pada saat mendengar suara bisisng dan melihat cahaya

silau?

5. Penyebab nyeri kepala bertambah bila melakukan aktivitas dan berkurang jika

beristirahat dan tidur?

6. Penyebab sakit kepala berdenyut?

7. Penyebab pasien muntah ketika mengalami nyeri kepala yang berat?

2.4 Pembahasan Permasalahan

1. Fisiologi nyeri

Mekanisme timbulnya nyeri di dasari oleh proses multiple yaitu nosisepsi,

sensitisasi perifer, perubahan fenotip, sensitisasi sentral, eksitabilitas ektopik,

reorganisasi structural, dan penurunan inhibisi. Antara stimulus cedera jaringan dan

pengalaman subjektif nyeri terdapat empat proses tersendiri: transduksi, transmisi,

modulasi, dan persepsi.

Transduksi adalah suatu proses dimana akhiran saraf aferen menerjemahkan

stimulus ke dalam impuls nosiseptif. Transmisi adalah sebuah proses dimana impuls

disalurkan menuju kornu dorsalis medulla spinalis, kemudian sepanjang traktus

sensorik menuju otak. Modulasi adalah proses amplifikasi sinyal neural terkait nyeri

(pain related neural signals). Proses ini terutama terjadi di kornu dorsalis medulla

spinalis, dan mungkin juga terjadi di level lainnya. Persepsi adalah kesadaran akan

pengalaman nyeri. Persepsi merupakan hasil dari interaksi proses transduksi,

transmisi, modulasi, aspek psikologis dan karakteristik individu lainnya.

3

Page 4: sgd lbm 2 saraf

2. Sebutkan struktur peka nyeri dan tidak peka nyeri?

Struktur peka nyeri pada extracranium dan intracranium

Struktur peka nyeri yang extracranium:

1. Kulit kepala, periosteum

2. Arteri-arteri yaitu arteri frontalis, arteri temporalis, arteri occipitalis

3. Saraf-saraf yaitu nervus frontalis, nervus temporalis, nervus

occipitalis mayor/minor

4. Otot-otot yaitu muskulus frontalis, muskulus temporalis, muskulus

occipitalis

Struktur peka nyeri intracranium:

1. Duramater (sepanjang arteri meningeal, sekitar sinus venosus, basis

cranii, dan tentorium serebelli)

2. Bagian proximal atau basal arteri, vena, saraf, tertentu (V, IX, X)

3. Sinus Venosus

4

Spinothalamictract

Peripheralnerve

Dorsal Horn Dorsal root

ganglion

Pain

Modulation

Transduction

Ascendinginput

Descendingmodulation

Peripheralnociceptors

Trauma

Adapted from Gottschalk A et al. Am Fam Physician. 2001;63:1981, and Kehlet H et al. Anesth Analg. 1993;77:1049.

Perception

transmission

Page 5: sgd lbm 2 saraf

Struktur yang tidak peka terhadap nyeri :

Tulang kepala, parenchym otak, plexus choroideus, sebagian besar

duramater dan piamater yang meliputi konveksitas otak.

3. Penyebab mekanisme ketegangan otot leher dan punggung?

Adanya stimulus yang berlebihan, lonjakan listrik yang meningkat akibat dari

depolarisasi ion kalium ke dalam sel menyebabkan rangsangan berlebihan. Akibat

dari masuknya ion kalium ke dalam sel akan menstimulus aktin myosin pada otot,

sehingga kerja otot meningkat dan menyebabkan otot leher dan punggung menjadi

tegang.

4. Penyebab nyeri bertambah pada saat mendengar suara bisisng dan melihat cahaya

silau?

Nyeri bertambah mendengar suara bising dikarenakan suara bising tersebut

merangsang pada salah susunan/ struktur yang peka terhadap nyeri khususnya nervus

aurikulotemporalis. Mual dan muntah mungkin disebabkan oleh kerja dopamin atau

serotonin pada pusat muntah di batang otak (chemoreseptor trigger zone/ CTZ).

Sedangkan pacuan pada hipotalamus akan menimbulkan fotofobia. Proyeksi/pacuan

dari LC ke korteks serebri dapat mengakibatkan oligemia kortikal dan mungkin

menyebabkan penekanan aliran darah, sehingga timbulah aura.

5. Penyebab nyeri kepala bertambah bila melakukan aktivitas dan berkurang jika

beristirahat dan tidur?

Pada saat kerja/aktivitas yang berlebihan tubuh membutuhkan lebih banyak

oksigen akibatnya aliran darah meningkat untuk memenuhi kebutuhan

tersebut, disamping itu pada saat orang bekerja terjadi peningkatan kontraksi

otot, dimana disekitar otot terdapat pembuluh darah dan saraf, karena terjadi

peningkatan kontraksi otot maka pembuluh darah dan nervus disekitar otot

tertekan akibatnya terjadi penyempitan, oksigen tidak dapat tercukupi dan

mengakibatkan nyeri.

Pada saat istirahat, pembuluh darah dan saraf serta otot dalam keadaan rileks,

sehingga tidak terjadi penekanan, dan system sirkulasi menjadi lancar, oksigen

yang diangkut khususnya ke otak tercukupi.

6. Penyebab nyeri kepala berdenyut?

5

Page 6: sgd lbm 2 saraf

Terjadi hiperperfusi namun pembuluh darah tidak mampu menyesuaikan karena telah

terjadi hipodilatasi pada pembuluh darah di daerah korteks oksipital (spreading

depression) oleh karena itu terjadi gangguan aliran darah dan timbulah throbbing

(nyeri kepala yang berdenyut).

7. Penyebab pasien muntah ketika mengalami nyeri kepala yang berat?

Muntah terjadi karena gangguan keseimbangan pada labirin telinga dan metabolisme.

Akibatnya akan merangsang Chemoreseptor Triger Zone (CTZ) dan menyalurkannya

ke pusat muntah, sehingga pada pasien tersebut mengalami muntah-muntah.

2.5 Differential Diagnosis

2.5.1 MIGRAIN

Definisi

Menurut International Headache Society (IHS) migren adalah nyeri kepala

vaskular berulang dengan serangan nyeri yang berlangsung 4-72 jam. Nyeri biasanya

sesisi (unilateral), sifatnya berdenyut, intensitas nyerinya sedang sampai berat, diperberat

oleh aktivitas, dan dapat disertai dengan mual dan atau muntah, fotofobia, dan fonofobia.

Epidemiologi

Dari hasil penelitian epidemiologi,migren terjadi pada hampir 30 juta

penduduk Amerika Serikat, 75 % diantaranya adalah wanita. Migren dapat terjadi pada

semua usia, tetapi biasanya muncul antara usia 10-40 tahun dan angka kejadiannya

menurun setelahusia 50 tahun. Migren tanpa aura umumnya lebih sering dibandingkan

migren disertai aura dengan persentase sebanyak 90%.

Etiologi

Beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya migren adalah sebagai berikut :

1. Riwayat penyakit migren dalam keluarga

2. Perubahan hormon (estrogen dan progesteron) pada wanita, khususnya pada

fase luteal siklus menstruasi.

3. Makanan yang bersifat vasodilator (anggur merah, natrium nitrat),

vasokonstriktor (keju, coklat), serta zat tambahan pada makanan.

4. Stres

5. Faktor fisik

6. Rangsang sensorik (seperti cahaya yang silau, bau menyengat)

6

Page 7: sgd lbm 2 saraf

7. Alkohol

8. Merokok

Klasifikasi

Menurut The International Headache Society (1988), klasifikasi migren adalah

sebagai berikut:

1. Migren tanpa aura

2. Migren dengan aura

a. Migren dengan aura yang khas

b. Migren dengan aura yang diperpanjang

c. Migren dengan lumpuh separuh badan (familial hemiflegic migraine)

d. Migren dengan basilaris

e. Migren aura tanpa nyeri kepala

f. Migren dengan awitan aura akut

3. Migren oftalmoplegik

4. Migren retinal

5. Migren yang berhubungan dengan gangguan intrakranial

6. Migren dengan komplikasi

a. Status migren (serangan migren dengan sakit kepala lebih dari 72 jam)

Tanpa kelebihan penggunaan obat

Kelebihan penggunaan obat untuk migren

b. Infark migren

7. Gangguan seperti migren yang tidak terklasifikasikan

Dahulu dikenal adanya classic migraine dan common migraine. Classic migraine

didahului atau disertai dengan fenomena defisit neurologik fokal, misalnya gangguan

penglihatan, sensorik, atau wicara. Sedangkan common migraine tidak didahului atau

disertai dengan fenomena defisit neurologic fokal. Oleh Ad Hoc Committee of the

International Headache Society (1987) diajukan perubahan nama atau sebutan

untukkeduanya menjadi migren dengan aura untuk classic migraine dan migren tanpa

aura untuk common migraine.

7

Page 8: sgd lbm 2 saraf

Patofisiologi

Migren bisa dipahami sebagai suatu gangguan primer otak (primary of the brain)

yang terjadi karena adanya kelainan pada aktivitas saraf sehingga pembuluh darah

mengalami vasodilatasi, yang disusul dengan adanya nyeri kepala berikut aktivasi saraf

lanjutannya. Serangan migren bukanlah didasari oleh suatu primary vascular event.

Serangan migren bersifat episodik dan bervariasi baik dalam setiap individu maupun

antar individu. Variabilitas tersebut paling tepat dijelaskan melalui pemahaman terhadap

kelainan biologik dasar dari migren yaitu disfungsi ion channel pada nuklei aminergik

batang otak yang secara normal berfungsi mengatur input sensoris dan memberikan

kendali neural (neural influences) terhadap pembuluh darah kranial.

Dulu migren oleh Wolff disangka sebagai kelainan pembuluh darah (teori vaskular).

Sekarang diperkirakan kelainan primer di otak. Sedangkan kelainan di pembuluh darah

sekunder. Ini didasarkan atas tiga percobaan binatang:

1. Penekanan aktivitas sel neuron otak yang menjalar dan meluas (spreading

depression dari Leao)

Teori depresi yang meluas Leao (1944), dapat menerangkan tumbuhnya aura

pada migren klasik. Leao pertama melakukan percobaan pada kelinci. Ia menemukan

bahwa depresi yang meluas timbul akibat reaksi terhadap macam rangsangan lokal

pada jaringan korteks otak. Depresi yang meluas ini adalah gelombang (oligemia)

yang menjalar akibat penekanan aktivitas sel neuron otak spontan. Perjalanan dan

meluasnya gelombang oligemia sama dengan yang terjadi waktu kita melempar batu

ke dalam air. Kecepatan perjalanannya diperkirakan 2-5 mm per menit dan didahului

oleh fase rangsangan sel neuron otak yang berlangsung cepat. Jadi sama dengan

perjalanan aura pada migren klasik. Gelombang oligemia tersebut didahului oleh fase

pendek hiperemia yang sangat mungkin berhubungan dengan gejala seperti melihat

kilatan cahaya. Oligemia merupakan respon dari adanya penurunan fungsi neuronal

(depressed neuronal function) yang kelihatan jelas masih berlangsung ketika keluhan

nyeri kepala mulai muncul. Temuan tersebut, bersama dengan bukti langsung yang

menunjukkan bahwa suplai oksigen lokal ternyata lebih dari adekuat,menjadikan

pendapat yang menganggap migraine semata-mata hanya merupakan suatu vascular

headachetidak lagi dapat dipertahankan.

8

Page 9: sgd lbm 2 saraf

Percobaan ini ditunjang oleh penemuan Oleson, Larsen dan Lauritzen (1981). dengan

pengukuran aliran darah otak regional pada penderita-penderita migren klasik. Pada

waktu serangan migren klasik, mereka menemukan penurunan aliran darah pada bagian

belakang otak yang meluas ke depan dengan kecepatan yang sama seperti pada depresi

yang meluas. Mereka mengambil kesimpulan bahwa penurunan aliran darah otak regional

yang meluas ke depan adalah akibat dari depresi yang meluas.

Terdapat persamaan antara percobaan binatang oleh Leao dan migren klinikal, akan

tetapi terdapat juga perbedaan yang penting, misalnya tak ada fase vasodilatasi pada

pengamatan pada manusia, dan aliran darah yang berkurang berlangsung terus setelah

gejala gejala aura. Meskipun demikian, eksperimen perubahan aliran darah memberi

kesan bahwa manifestasi migren terletak primer di otak dan kelainan vaskular adalah

sekunder.

2. Sistem trigemino-vaskular

Pembuluh darah otak dipersarafi oleh serat-serat saraf yang mengandung. substansi P

(SP), neurokinin-A (NKA) dan calcitonin-gene related peptid (CGRP). Semua ini berasal

dari ganglion nervus trigeminus sesisi SP, NKA. dan CGRP menimbulkan pelebaran

pembuluh darah arteri otak. Selain ltu, rangsangan oleh serotonin (5hydroxytryptamine)

pada ujung-ujung saraf perivaskular menyebabkan rasa nyeri dan pelebaran pembuluh

darah sesisi.

Seperti diketahui, waktu serangan migren kadar serotonin dalam plasma meningkat.

Dulu kita mengira bahwa serotoninlah yang menyebabkan penyempitan pembuluh darah

pada fase aura. Pemikiran sekarang mengatakan bahwa serotonin bekerja melalut sistem

trigemino-vaskular yang menyebabkan rasa nyeri kepala dan pelebaran pembuluh darah.

Obat-obat anti-serotonin misalnva cyproheptadine (Periactin®) dan pizotifen

(Sandomigran®, Mosegor®) bekerja pada sistem ini untuk mencegah migren.

9

Page 10: sgd lbm 2 saraf

3. lnti-inti syaraf di batang otak

Inti-inti saraf di batang otak misalnya di rafe dan lokus seruleus mempunyai

hubungan dengan reseptor-reseptor serotonin dan noradrenalin. Juga dengan pembuluh

darah otak yang letaknya lebih tinggi dan sumsum tulang daerah leher yang letaknya

lebih rendah. Rangsangan pada inti-inti ini menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah

otak sesisi dan vasodilatasi pembuluh darah di luar otak. Selain itu terdapat penekanan

reseptor-reseptor nyeri yang letaknya lebih rendah di sumsum tulang daerah leher. Teori

ini menerangkan vasokonstriksi pembuluh darah di dalam otak dan vasodilatasi pembuluh

darah di luar otak, misalnya di pelipis yang melebar dan berdenyut.

Faktor pencetus timbulnya migren dapat dibagi dalam faktor ekstrinsik dan faktor

intrinsik. Dimana faktor eksintrik seperti stress (emosional maupun fisik atau setelah

istirahat dari ketegangan), makanan tertentu (coklat, keju, alkohol, dan makanan yang

mngandung bahan pengawet), lingkungan, dan juga cuaca.

Sedangkan faktor intrinsik, misalnya perubahan hormonal pada wanita yang nyerinya

berhubungan dengan fase laten saat menstruasi. Selain itu, adanya factor genetik,

diketahui mempengarui timbulnya migren.

Mual dan muntah mungkin disebabkan oleh kerja dopamin atau serotonin pada pusat

muntah di batang otak (chemoreseptor trigger zone/ CTZ). Sedangkan pacuan pada

hipotalamus akan menimbulkan fotofobia. Proyeksi/pacuan dari LC ke korteks serebri

dapat mengakibatkan oligemia kortikal dan mungkin menyebabkan penekanan aliran

darah, sehingga timbulah aura.

10

Page 11: sgd lbm 2 saraf

Pencetus (trigger) migren berasal dari:

Korteks serebri: sebagai respon terhadap emosi atau stress.

Talamus: sebagai respon terhadap stimulasi afferen yang berlebihan: cahaya yang

menyilaukan, suara bising, makananBau-bau yang tajam.

Hipotalamus sebagai respon terhadap 'jam internal" atau perubahan "lingkungan"

internal (perubahan hormonal).

Sirkulasi karotis interna atau karotis eksterna: sebagai respon terhadap

vasodilator, atau angiografi.

Manifestasi Klinis

Secara keseluruhan, manifestasi klinis penderita migren bervariasi pada setiap

individu. Terdapat 4 fase umum yang terjadi pada penderita migren, tetapi semuanya tidak

harus dialami oleh tiap individu. Fase-fase tersebut antara lain:

1. Fase Prodormal. Fase ini dialami 40-60% penderita migren. Gejalanya berupa

perubahan mood, irritable, depresi, atau euphoria, perasaan lemah, letih, lesu, tidur

berlebihan, menginginkan jenis makanan tertentu (seperti coklat) dan gejala lainnya.

Gejala ini muncul beberapa jam atau hari sebelum fase nyeri kepala. Fase ini member

pertanda kepada penderita atau keluarga bahwa akan terjadi serangan migren.

2. Fase Aura. Aura adalah gejala neurologis fokal kompleks yang mendahului atau

menyertai serangan migren. Fase ini muncul bertahap selama 5-20 menit. Aura ini

dapat berupa sensasi visual, sensorik, motorik, atau kombinasi dari aura-aura tersebut.

Aura visual muncul pada 64% pasien dan merupakan gejala neurologis yang

paling umum terjadi. Yang khas untuk migren adalah scintillating scotoma (tampak

bintik-bintik kecil yang banyak), gangguan visual homonim, gangguan salah satu sisi

lapang pandang, persepsi adanya cahaya berbagai warna yang bergerak pelan

(fenomena positif). Kelainan visual lainnya adalah adanya scotoma (fenomena

negatif) yang timbul pada salah satu mata atau kedua mata. Kedua fenomena ini dapat

muncul bersamaan dan berbentuk zig-zag. Aura pada migren biasanya hilang dalam

beberapa menit dan kemudian diikuti dengan periode laten sebelum timbul nyeri

kepala, walaupun ada yang melaporkan tanpa periode laten.

3. Fase Nyeri Kepala. Nyeri kepala migren biasanya berdenyut, unilateral dan awalnya

berlangsung didaerah frontotemporalis dan ocular, kemudian setelah 1-2 jam

menyebar secara difus kea rah posterior. Serangan berlangsung selama 4-72 jam pada

11

Page 12: sgd lbm 2 saraf

orang dewasa, sedangkan pada anak-aak berlangsung selama 1-48 jam. Intensitas

nyeri bervariasi, dari sedang sampai berat, dan kadang sangat mengganggu pasien

dalam menjalani aktivitas sehari-hari.

4. Fase Postdormal. Pasien mungkin merasa lelah, irritable, konsentrasi menurun, dan

terjadi perubahan mood. Akan tetapi beberapa orang merasa “segar” atau euphoria

setelah terjadi serangan, sedangkan yang lainnya merasa depresi dan lemas.

Gejala diatas tersebut terjadi pada penderita migren dengan aura, sementara pada

penderita migren tanpa aura, hanya ada 3 fase saja, yaitu fase prodormal, fase nyeri

kepala, dan fase postdormal.

Kriteria Diagnosis

1. Migren tanpa aura

Migren ini tidak jelas penyebabnya (idiopatik), bersifat kronis dengan

manifestasi serangan nyeri kepala 4-72 jam, sangat khas yaitu nyeri kepala unilateral,

berdenyut-denyut dengan intensitas sedang sampai berat dengan disertai mual,

fonofobia, dan fotofobia. Nyeri kepala diperberat dengan adanya aktivitas fisik.

2. Migren dengan aura

Nyeri kepala ini bersifat idiopatik, kronis dengan bentuk serangan dengan

gejala neurologik (aura) yang berasal dari korteks serebri dan batang otak, biasanya

berlangsung 5-20 menit dan berlangsung tidak lebih dari 60 menit. Neri kepaala,

mual, atau tanpa fotofobia biasanya langsung mengikuti gejala aura atau setelah

interval bebas serangan tidak sampai 1 jam. Fase ini biasanya berlangsung 4-72 jam

atau sama sekali tidak ada. Aura dapat berupa gangguan mata homonimus, gejala

hemisensorik, hemifaresis, disfagia, atau gabungan dari gejala diatas.

12

Page 13: sgd lbm 2 saraf

3. Migren Hemiplegik familial

Migren dengan aura termasuk hemiparesis dengan criteria klinik yang sama seperti

diatas dan sekurang-kurangnya salah satu anggota keluarga terdekatnya mempunyai

riwayat migren yang sama

4. Migren basilaris

Migren dengan aura yang jelas berasal dari batang otak atau dari kedua lobi

oksipitales. Kriteria klinik sama dengan yang diatas dengan tambahan dua atau lebih dari

gejala aura seperti berikut ini:

Gangguan lapangan penglihatan temporal dan nasal bilateral

Disartia

Vertigo

Tinitus

Penurunan pendengaran

Diplospi

Ataksia

Parastesia bilateral

Parestesia bilateral dan penurunan kesadaran

5. Migren aura tanpa nyeri kepala

Migren jenis ini memiliki gejala aura yang khas tetapi tanpa diikuti oleh nyeri kepala.

Biasanya terdapat pada individu yang berumur lebih dari 40 tahun.

6. Migren dengan awitan aura akut

Migren dengan aura yang berlangsung penuh kurang dari 5 menit. Kriteria

diagnosisnya sama dengan criteria migren dengan aura, dimana gejala neurologik (aura)

13

Page 14: sgd lbm 2 saraf

terjadi seketika lebih kurang 4 menit, nyeri kepala teradi selama 4-72 jam (bila tidak

diobati atau dengan pengobatan tetapi tidak berhasil), selama nyeri berlangsung

sekurangnya disertai dengan mual atau muntah, fonofobia/fotofobia. Untuk

menyingkirkan TIA maka dilakukan pemeriksaan angiografi dan pemeriksaan jantung

serta darah.

7. Migren oftalmoplegik

Migren jenis ini dicirikan oleh serangan yang berulangpulang yang berhubungan

dengan paresis satu atau lebih saraf otak okular dan tidak didapatkan

kelainan organik. Kriteria diagnosis terdiri dari sekurang-kurangnya 2 serangan disertai

paresisi saraf otak III, IV, dan VI serta tidak didapatkan kelainan serebrospinal.

8. Migren retinal

Terjadi serangan berulang kali dalam bentuk skotoma monokular atau buta tidak lebih

dari satu jam. Dapet berhubungan dengan nyeri kepala atau tidak. Gangguan ocular dan

vascular tidak dijumpai.

9. Migren yang berhubungan dengan gangguan intrakranial

Migren dan gangguan intracranial berhubungan dengan awitan secara temporal. Aura

dan lokasi nyeri kepala berhubungan erat dengan lesi intracranial. Keberhasilan

pengobatan lesi intrakranial akan diikuti oleh hilangnya serangan migren.

` KRITERIA DIAGNOSIS MIGREN RETINAL

Sekurang-kurangnya terdiri dari 2 serangan sebagaimana tersebut di bawah ini:

A. Skotoma monokular yang bersifat reversibel atau buta tidak lebih dari 60

menit, dan dibuktikan dengan pemeriksaan selama serangan atau

penderita menggambarkan gangguan lapangan penglihatan monokular

selama serangan tersebut.

B. Nyeri kepala yang mengikuti gangguan visual dengan interval bebas

nyeri tidak lebih dari 60 menit, tetapi kadang-kadang lebih dari 60 menit.

Nyeri kepala bisa tidak muncul apabila penderita mempunyai jenis migren

lain atau mempunyai 2 atau lebih keluarga terdekat yang mengalami migren.

C. Pemeriksaan oftalmologik normal di luar serangan. Adanya emboli dapat

dapat disingkirkan dengan peneriksaan angiografi, CT scan, pemeriksaan

jantung dan darah.

14

Page 15: sgd lbm 2 saraf

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang bertujuan untuk menyingkirkan diagnosis banding.

1. CT scan dan MRI kepala

2. Pungsi lumbal

Terapi

1. Terapi Medikamentosa

Pendekatan terapi migraine dapat dibagi kedalam terapi nonfarmakologis dan

farmakologis. Terapi nonfarmakologis meliputi:

a. edukasi kepada penderita mengenai penyakit yang dialaminya

b. mekanisme penyakit

c. pendekatan terapeutik, dan

d. mengubah pola hidup dalam upaya menghindari pemicu serangan migraine.

e. Tidur yang teratur

f. Makan yang teratur

g. Olahraga

h. Mencegah puncak stres melalui relaksasi,serta mencegah makanan pemicu.

Pesan yang penting adalah, penderita lebih baik berupaya menjaga keteraturan

hidup (regularity of habits), daripada membatasi beragam makanan dan aktivitas.

Yang tidak dapat diketahui adalah sensitivitas dari otak terhadap pemicu-pemicu pada

waktu tertentu. Ketidakpastian ini mengakibatkan banyak penderita menjadi putusasa

menghadapi fakta bahwa berbagai upaya yang dilakukannya untuk menghindari

15

KRITERIA DIAGNOSIS MIGREN DENGAN GANGGUAN

INTRAKRANIAL

A. Sekurang-kurangnya terdapat satu jenis migren

B. Gangguan intracranial dibuktikan dengan pemeriksaan klinik dan

neuro imaging

C. Terdapat satu atau keduanya dari:

1. Awitan migren sesuai dengan awitan gangguan intrakranial

2. Lokasi aura dan nyeri sesuai dengan lokasi gangguan

intracranial

D. Bila pengobatan gangguan intracranial berhasil maka migren

akan hilang dengan sendirinya

Page 16: sgd lbm 2 saraf

terpicunya serangan migren memberikan hasil yang berbeda pada hari yang berlainan.

Penting dijelaskan pada penderita sifat alamiah dari variabilitas tersebut diatas. Saat

ini telah dipublikasikan evidence-based review dari pendekatan nonfarmakologis

dalam terapi migraine.

Medikamentosa untuk terapi migraine dapat dibagi menjadi: obat yang

diminumkan setiap hari tidak tergantung dari ada atau tidak nyeri kepala yang

bertujuan mengurangi frekuensi dan tingkat keparahan serangan (terapi preventif),

dan obat yang diminumkan untuk menghentikan serangan saat kemunculannya (terapi

abortif).

Terapi untuk menghentikan serangan akut (terapi abortif) dapat dibagi menjadi:

terapi nonspesifik dan terapi spesifik migraine (migraine-specific treatments). Yang

tergolong kedalam terapi nonspesifik seperti:

a. Aspirin

b. Acetaminophen

c. Nonsteroidalantiinflammatory drugs (NSAID)

Pada banyak penderita, migraine menunjukkan respon yang baik menggunakan

terapi sederhana yang diberikan pada waktu serangan. Terdapat sejumlah kunci

bagi keberhasilan penggunaan analgetik dan NSAID, setelah terlebih dahulu

mempertimbangkan keinginan penderita dan kontraindikasi: obat harus diminum

sesegera mungkin begitu komponen nyeri kepala dari serangan mulai dirasakan;

dosis obat harus adekuat, sebagai contoh, 900 mg aspirin, 1000 mg

acetaminophen, 500 sampai  1000 mg naproxen, 400 sampai 800 mg ibuprofen,

atau kombinasinya dengan dosis yang memadai. Penambahan menggunakan

antiemetik atau obat yang meningkatkan motilitas gaster dapat meningkatkan

absorpsi obat utama, sehingga juga akan membantu meredakan serangan.

Penggunaan yang terlalu sering dari kelompok obat-obatan ini harus dihindari;

sebagai contoh, penggunaan tidak boleh melebihi dua sampai tiga hari dalam

seminggu, dan catatan harian (headache diary) penderita perlu diperiksa dan

dipantau untuk mengetahui adanya peningkatan penggunaan obat-obatan. Yang

penting diketahui adalah bahwa tingkat keparahan serangan migraine dan

responnya terhadap pengobatan dapat berubah-ubah; sehingga suatu ketika

penderita dapat hanya memerlukan satu macam obat, sementara dilain waktu

dapat memerlukan sejumlah macam obat untuk mengatasi serangan yang lebih

berat. 

16

Page 17: sgd lbm 2 saraf

d. Opiat .Sebenarnya penggunaan opiat saat ini dihindari karena hanya meredam

nyeri tanpa menekan mekanisme patofisiologi yang melatarbelakangi serangan,

dan seringkali menimbulkan gangguan kognitif; penggunaannya juga dapat

menimbulkan adiksi, serta pada sebahagian besar penderita tidak memberikan

khasiat yang melebihi obat spesifik untuk migraine (migraine-specific therapy).

e. Analgetik kombinasi juga dipergunakan untuk mengatasi beragam gangguan

nyeri.

Sedangkan terapi spesifik yang meliputi:

a. Derivat Ergon

Kelebihan umum dari derivat ergot (ergotamine dan dihydroergotamine) adalah

biaya pengobatan yang rendah dan pengalaman dari sejarah panjang

penggunaannya. Kekurangannya adalah aspek farmakologinya yang kompleks,

farmakokinetiknya yang sulit diperhitungkan (erratic pharmacokinetics),

kurangnya pembuktian mengenai dosis yang efektif, efek vasokonstriktor

menyeluruhnya yang bersifat poten dan menetap, yang dapat menimbulkan

gangguan vaskular yang merugikan, serta adanya resiko tinggi terjadinya overuse

syndromes dan rebound headaches.

b. Triptan

Dibandingkan dengan derivat ergot, golongan triptan memiliki banyak kelebihan

terutama, farmakologi yang bersifat selektif, farmakokinetik yang jelas dan konsisten,

aturan penggunaan yang telah menjalani pembuktian (evidence-based

prescriptioninstructions), efikasi yang telah dibuktikan melalui sejumlah uji klinis

(well-designed controlledtrials), efek samping berderajat sedang, dan tingkat

keamanan pemakaian yang telah diketahui (well-established safetyrecord).

Kekurangan yang paling penting dari golongan triptan adalah biaya pengobatan yang

tinggi dan keterbatasan penggunaannya pada keadaan adanya penyakit kardiovaskular

termasuk perdarahan subarachnoid dan menginitis.

17

Page 18: sgd lbm 2 saraf

2.5.2 TENSION TYPE HEADACHE

Definisi

Tension-type Headache (TTH) merupakan suatu keadaan yang melibatkan sensasi nyeri atau

rasa tidak nyaman di daerah kepala bilateral yang menekan (pressing/ squeezing), mengikat,

tidak berdenyut, tidak dipengaruhi dan tidak diperburuk oleh aktivitas fisik, bersifat ringan

hingga sedang, tidak disertai (atau minimal) mual dan atau muntah, serta disertai fotofobia

atau fonofobia.

Tension type headache memiliki multisinonim yaitu psychomyogenic headache,

strees headache, ordinary headache, idiopathic headache, dan psychogenic hadache.

Epidemiologi

Sekitar 93% laki-laki dan 99% perempuan pernah mengalami nyeri kepala. TTH dan nyeri

kepala servikogenik adalah dua tipe nyeri kepala yang paling sering dijumpai. TTH adalah

bentuk paling umum nyeri kepala primer yang mempengaruhi hingga dua pertiga populasi.

Sekitar 78% orang dewasa pernah mengalami TTH setidaknya sekali dalam hidupnya. TTH

episodik adalah nyeri kepala primer yang paling umum terjadi, dengan prevalensi 1 tahun

sekitar 38–74%. Rata-rata prevalensi TTH 11-93%. Satu studi menyebutkan prevalensi TTH

sebesar 87%.

TTH dapat menyerang segala usia. Usia terbanyak adalah 25-30 tahun, namun puncak

prevalensi meningkat di usia 30-39 tahun. Sekitar 40% penderita TTH memiliki riwayat

keluarga dengan TTH, 25% penderita TTH juga menderita migren. Prevalensi seumur hidup

pada perempuan mencapai 88%, sedangkan pada laki-laki hanya 69%. Perempuan:laki-laki

adalah 5:4. Onset usia penderita TTH adalah dekade ke dua atau ke tiga kehidupan, antara 25

hingga 30 tahun. Meskipun jarang, TTH dapat dialami setelah berusia 50-65 tahun.

Etiologi

Penyebab terjadinya TTH adalah stress, depresi dan kecemasan, kelaparan (kebiasaan makan

tidak teratur), dehidrasi, beban yang terlalu berat (overexertion), sleep disorder, caffeine

withdrawal, dan fluktuasi hormonal wanita. Stres dan konflik emosional adalah pemicu

tersering TTH. Faktor resiko tension type headache yaitu:

Seorang wanita

18

Page 19: sgd lbm 2 saraf

Satu studi menemukan bahwa hampir 90% wanita dan sekitar 70% pria mengalami

nyeri kepala type tension sepanjang hidup mereka. Pada suatu penelitian dengan

PET Scan, ternyata membuktikan bahwa kecepatan biosintesa serotonin pada pria

jauh lebih cepat 52% dibandingkan dengan wanita. Dengan bukti tersebut

diasumsikan bahwa memang terbukti angka kejadian depresi pada wanita lebih

tinggi 2-3 kali dari pada pria.

Usia setengah baya

Kejadian nyeri kepala type tension memuncak pada usia 40an, meskipun orang-

orang dari segala usia dapat terkena sakit kepala ini.

Patofisiologi

Patofisiologi TTH masih belum jelas diketahui. Pada beberapa literature dan hasil

penelitian disebutkan beberapa keadaan yang berhubungan dengan terjadinya TTH sebagai

berikut: 1) Disfungsi system saraf pusat yang lebih berperan dari pada system saraf perifer

dimana disfungsi system saraf perifer lebih mengarah kepada ETTH sedangkan disfungsi

system saraf pusatmengarah kepada CTTH, 2) Disfungsi saraf perifer meliputi kontraksi otot

yang involunter dan permanen tanpa disertai iskemia otot, 3) Transmisi nyeri TTH melalui

nucleus trigeminus servikalis pars kaudalis yang akan mensensitasi second orderneuron. Pada

nucleus trigeminal dan kornu dorsalis (aktivasi molekul NO) sehingga meningkatkan input

nosisptive pada jaringan perikranial dan neufacial lalu akan terjadi regulasi mekanisme

perifer yang akan meningkatkan aktivitas otot perikranial. Hal ini akan meningkatkan

19

Page 20: sgd lbm 2 saraf

pelepasan neurotransmitter pada jaringan miofacial, 4) Hiperflexibilitas neuron central

nosiseptive pada nucleus trigeminalis, thalamus, dan kortex serebri yang diikuti

hipersensitivitas supraspinal (limbic) terhadap nosiseptive.

Pada kasus dijumpai adanya stress yang memicu sakit kepala. Ada beberapa teori yang

menjelaskan hal tersebut yaitu 1) Adanya stress fisik (kelelahan akan menyebabkan

pernafasan hiperventilasi sehingga kadar CO2 dalam darah menurun yang akan menganggu

keseimbangan asam basa dalam darah hal ini akan menyebabkan terjadinya alkalosis yang

selanjutnya akan mengakibatkan ion kalsium masuk ke dalam sel menimbulkan kontraksi

otot yang belebihan sehingga terjadinya nyeri kepala, 2) Stress mengaktivasi saraf simpatis

sehingga terjadi dilatasi pembuluh darah otak selanjutnya akan mengaktivasi nosiseptor lalu

aktivasi aferen gamma trigeminus yang akan menghasilkan neuropepside (substansi P).

neuropeptida akan merangsang ganglion trigeminus (pons), 3) Stress dapat dibagi menjadi 3

tahap yaitu alarm reaction, stage of resistance dan stage of exhausted. Alarm reaction dimana

stress menyebabkan vasokonstriksi perifer yang akan mengakibatkan kekurangan asupan

oksigen lalau terjadilah metabolism anaerob. Metabolism anaerob akan mengakibatkan

penumpukan asam laktat sehingga merangsang pengeluaran bradikini dan enzim proteolitik

yang selanjutnya akan menstimulasi jaras nyeri. Stage of resistance dimana sumber energy

yang digunakan berasal dari glikogen yang akan merangsang peningkatan aldosteron, dimana

aldosteron akan menjaga simpanan ion kalium. Stage of exhausted dimana sumber energy

yang digunakan berasal dari protein dan aldosteron pun menurun sehingga terjadi depresi K+.

deplesi ion ini akan mengakibatkan disgungsi saraf.

Klasifikasi

1. Tension Type Headache Episodik

Tension type headache episodik diklasifikasikan menjadi 2 yaitu:

a. Tension type headache episodik yang infrequent

Kriteria diagnosis:

- Paling tidak terdapat 10 episode serangan dengan rata-rata <1

hari/bulan (<12 hari/ tahun)

- Nyeri kepala paling tidak terdapat 2 gejala khas, yaitu:

1. Lokasi bilateral

2. Menekan atau mengikat (tidak berdenyut)

3. Intensitas ringan hingga sedang

20

Page 21: sgd lbm 2 saraf

4. Tidak diperberat oleh aktifitas rutin seperti berjalan

atau naik tangga

- Tidak didapatkan:

1. Keluhan mual atau muntah (bisa anoreksia)

2. Lebih dari satu keluhan: fotofobia atau fonofobia

Tension type headache episodik yang infrequent diklasifikasikan menjadi 2 yaitu:

1. Tension type headache episodik yang infrequent yag berhubungan dengan

nyeri tekan perikranial. Hal ini ditandai dengan meningkatnya nyeri tekan

perikranial pada palpasi manual.

2. Tension type headache episodik yang infreqent yang tidak berhubungan

dengan nyeri tekan perikranial.

b. Tension type headache episodik yang frequent

Kriteria diagnosis:

- Paling tidak terdapat 10 episode serangan dalam 1-15 hari/bulan

selama paling tidak 3 bulan

- Nyeri kepala paling tidak terdapat 2 gejala khas, yaitu:

1. Lokasi bilateral

2. Menekan atau mengikat (tidak berdenyut)

3. Intensitas ringan hingga sedang

4. Tidak diperberat oleh aktifitas rutin seperti berjalan

atau naik tangga

- Tidak didapatkan:

1. Keluhan mual atau muntah (bisa anoreksia)

2. Lebih dari satu keluahan: fotofobia atau fonofobia

Tension type headache episodik yang frequent diklasifikasikan menjadi 2 yaitu:

1. Tension type headache episodik yang infrequent yag berhubungan dengan

nyeri tekan perikranial. Hal ini ditandai dengan meningkatnya nyeri tekan

perikranial pada palpasi manual.

2. Tension type headache episodik yang infreqent yang tidak berhubungan

dengan nyeri tekan perikranial.

2. Tension Type Headache Kronik (CTTH)

Kriteria diagnosis:

- Serangan nyeri kepala tiap hari/ serangan episodik

- Nyeri kepala berlangsung beberapa jam atau terus menerus

21

Page 22: sgd lbm 2 saraf

- Nyeri kepala paling tidak terdapat 2 gejala khas, yaitu:

1. Lokasi bilateral

2. Menekan atau mengikat (tidak berdenyut)

3. Intensitas ringan hingga sedang

4. Tidak diperberat oleh aktifitas rutin seperti berjalan

atau naik tangga

- Tidak didapatkan:

1. Keluhan mual atau muntah (bisa anoreksia)

2. Lebih dari satu keluahan: fotofobia atau fonofobia

Tension type headache kronik (CTTH) diklasifikasikan menjadi 2 yaitu:

1. Tension type headache kronik yang berhubungan dengan nyeri tekan

perikranial. Hal ini ditandai dengan meningkatnya nyeri tekan perikranial

pada palpasi manual.

2. Tension type headache kronik yang tidak berhubungan dengan nyeri tekan

perikranial.

Diagnosis

Pemeriksaan Fisik

Anamnesis, pemeriksaan fisik umum dan pemeriksaan neurologis

komprehensif adalah kunci evaluasi klinis TTH dan dapat menyediakan petunjuk

potensial terhadap penyebab penyakit (organik, dsb) yang mendasari terjadinya TTH.

Pada palpasi manual gerakan memutar kecil dan tekanan kuat dengan jari ke dua dan

ke tiga di daerah frontal, temporal, masseter, pterygoid, sternocleidomastoid, splenius,

dan otot-otot trapezius, dijumpai pericranial muscle tenderness, dapat dibantu dengan

palpometer Pericranial tenderness dicatat dengan Total Tenderness Score. Menurut

referensi lain, prosedurnya sederhana, yaitu: delapan pasang otot dan insersi tendon

(yaitu: otot-otot masseter, temporal, frontal, sternocleidomastoid, trapezius,

suboccipital, processus coronoid dan mastoid) dipalpasi. Palpasi dilakukan dengan

gerakan rotasi kecil jari kedua dan ketiga selama 4-5 detik.

Pemeriksaan penunjang

Diagnostik penunjang TTH adalah pencitraan (neuroimaging) otak atau

cervical spine, analisis CSF, atau pemeriksaan serum dengan laju endap darah

(erythrocyte sedimentation rate), atau uji fungsi tiroid. Neuroimaging terutama

22

Page 23: sgd lbm 2 saraf

direkomendasikan untuk: nyeri kepala dengan pola atipikal, riwayat kejang, dijumpai

tanda/gejala neurologis, penyakit simtomatis seperti: AIDS (acquired immunodefi

ciency syndrome), tumor, atau neurofi bromatosis. Pemeriksaan funduskopi untuk

papilloedema atau abnormalitas lainnya penting untuk evaluasi nyeri kepala sekunder.

Penatalaksanaan

Tujuan penatalaksanaan adalah reduksi frekuensi dan intensitas nyeri kepala (terutama TTH)

dan menyempurnakan respon terhadap terapi abortive. Terapi dapat dimulai lagi bila nyeri

kepala berulang.

Terapi TTH episodik pada anak: parasetamol, aspirin, dan kombinasi analgesik.

Parasetamol aman untuk anak. Asam asetilsalisilat tidak direkomendasikan pada anak berusia

kurang dari 15 tahun, karena kewaspadaan terhadap sindrom Reye. Pada dewasa, obat

golongan anti-infl amasi non steroid efektif untuk terapi TTH episodik. Hindari obat

analgesik golongan opiat (misal: butorphanol). Pemakaian analgesik berulang tanpa

pengawasan dokter, terutama yang mengandung kafein atau butalbital, dapat memicu

rebound headaches. Beberapa obat yang terbukti efektif: ibuprofen (400 mg), parasetamol

(1000 mg), ketoprofen (25 mg). Ibuprofen lebih efektif daripada parasetamol. Kafein dapat

meningkatkan efek analgesik. Analgesik sederhana, nonsteroidal anti-infl ammatory drugs

(NSAIDs), dan agen kombinasi.

Suntikan botulinum toxin (Botox) diduga efektif untuk nyeri kepala primer, seperti:

tension-type headache, migren kronis, nyeri kepala harian kronis (chronic daily headache).

Botulinum toxin adalah sekelompok protein produksi bakteri Clostridium botulinum.

Mekanisme kerjanya adalah menghambat pelepasan asetilkolin di sambungan otot,

menyebabkan kelumpuhan flaksid. Botox bermanfaat mengatasi kondisi di mana

hiperaktivitas otot berperan penting. Riset tentang Botox masih berlangsung.

Intervensi nonfarmakologis misalnya: latihan relaksasi, relaksasi progresif, terapi

kognitif, biofeedback training, cognitive-behavioural therapy, atau kombinasinya. Solusi lain

adalah modifikasi perilaku dan gaya hidup.

Pendekatan multidisiplin adalah strategi efektif mengatasi TTH. Edukasi baik untuk

anak dan

dewasa, disertai intervensi nonfarmakologis dan dukungan psikososial amat diperlukan.

Terapi Akut TTH

23

Page 24: sgd lbm 2 saraf

Medikamentosa Dosis Level rekomendasi

Parasetamol/asetaminofen 500-1000mg A

Aspirin 500-1000 mg A

Ibu profen 200-800 mg A

Ketoprofen 25-50 mg A

Naproxen 375-550 mg A

Diclofenac 12,5-100 mg A

Caffeine 65-200 mg B

Keterangan: Level A: effective, Level B: probably effective

Komplikasi

Penggunan obat penghilang nyeri pada pasien dengan tension type headache yang berlebihan

akan menyebabkan terjadinya overdosis obat tersebut dan dapat berkembang menjadi

rebound headache.

Prognosis

TTH biasanya merespon dengan baik pengobatan, tanpa gejala sisa. Meskipun TTH tidak

berbahaya secara medis, namun TTH kronis dapat berdampak negatif pada kualitas hidup dan

produktivitas kerja.

Pada penderita TTH dewasa berobat jalan yang diikuti selama lebih dari 10 tahun,

44% TTH kronis mengalami perbaikan signifikan, sedangkan 29% TTH episodik berubah

menjadi TTH kronis.

Studi populasi potonglintang Denmark yang ditindaklanjuti selama 2 tahun

mengungkapkan rata-rata remisi 45% di antara penderita TTH episodik frekuen atau TTH

kronis, 39% berlanjut menjadi TTH episodik dan 16% TTH kronis. Secara umum, dapat

dikatakan prognosis TTH baik.

24

Page 25: sgd lbm 2 saraf

2.5.3 CLUSTER HEADACHE

Definisi

Nyeri kepala klaster (cluster headache) merupakan nyeri kepala vaskular yang juga

dikenal sebagai nyeri kepala Horton, sfenopalatina neuralgia, nyeri kepala histamine,

sindrom Bing, erythrosophalgia, neuralgia migrenosa, atau migren merah (red migraine)

karena pada waktu serangan akan tampak merah pada sisi wajah yang mengalami nyeri.

Epidemiologi

Cluster headache adalah penyakit yang langka. Dibandingkan dengan migren, cluster

headache 100 kali lebih lebih jarang ditemui. Di Perancis prevalensinya tidak diketahui

dengan pasti, diperkirakan sekitar 1/10.000 penduduk, berdasarkan penelitian yang dilakukan

di negara lainnya. Serangan pertama muncul antara usia 10 sampai 30 tahun pada 2/3 total

seluruh pasien. Namun kisaran usia 1 sampai 73 tahun pernah dilaporkan. Cluster headache

sering didapatkan terutama pada dewasa muda, laki-laki, dengan rasio jenis kelamin laki-laki

dan wanita 4:1. Serangan terjadi pada waktu-waktu tertentu, biasanya dini hari menjelang

pagi, yang akan membangunkan penderita dari tidurnya karena nyeri.

Etiologi

Etiologi cluster headache adalah sebagai berikut:

Penekanan pada nervus trigeminal (nervus V) akibat dilatasi pembuluh darah sekitar.

Pembengkakan dinding arteri carotis interna.

Pelepasan histamin.

Letupan paroxysmal parasimpatis.

Abnormalitas hipotalamus.

Penurunan kadar oksigen.

Pengaruh genetik

Diduga faktor pencetus cluster headache antara lain:

Glyceryl trinitrate.

Alkohol.

Terpapar hidrokarbon.

Panas.

Terlalu banyak atau terlalu sedikit tidur.

Stres.

25

Page 26: sgd lbm 2 saraf

Positron emision tomografi (PET) scanning dan Magnetic resonance imaging (MRI)

membantu untuk memperjelas penyebab cluster headache yang masih kurang dipahami.

Patofisiologi dasar dalam hipotalamus gray matter. Pada beberapa keluarga, suatu gen

autosom dominan mungkin terlibat, tapi alel-alel sensitif aktivitas kalsium channel atau nitrit

oksida masih belum teridentifikasi. Vasodilatasi arteri karotis dan arteri oftalmika dan

peningkatan sensitivitas terhadap rangsangan vasodilator dapat dipicu oleh refleks

parasimpatetik trigeminus. Variasi abnormal denyut jantung dan peningkatan lipolisis

nokturnal selama serangan dan selama remisi memperkuat teori abnormalitas fungsi otonom

dengan peningkatan fungsi parasimpatis dan penurunan fungsi simpatis. Serangan sering

dimulai saat tidur, yang melibatkan gangguan irama sirkadian. Peningkatan insidensi sleep

apneu pada pasien-pasien dengan cluster headache menunjukan periode oksigenasi pada

jaringan vital berkurang yang dapat memicu suatu serangan.

Patofisiologi

Patofisiologi cluster headache masih belum diketahui dengan jelas, akan tetapi teori

yang masih banyak dianut sampai saat ini antara lain:

Cluster headache timbul karena vasodilatasi pada salah satu cabang arteri karotis

eksterna yang diperantarai oleh histamine intrinsic (Teori Horton).

Serangan cluster headache merupakan suatu gangguan kondisi fisiologis otak dan

struktur yang berkaitan dengannya, yang ditandai oleh disfungsi hipotalamus yang

menyebabkan kelainan kronobiologis dan fungsi otonom. Hal ini menimbulkan

defisiensi autoregulasi dari vasomotor dan gangguan respon kemoreseptor pada

korpus karotikus terhadap kadar oksigen yang turun. Pada kondisi ini, serangan dapat

dipicu oleh kadar oksigen yang terus menurun. Batang otak yang terlibat adalah

setinggi pons dan medulla oblongata serta nervus V, VII, IX, dan X. Perubahan

pembuluh darah diperantarai oleh beberapa macam neuropeptida (substansi P, dll)

terutama pada sinus kavernosus (teori Lee Kudrow).

Manifestasi Klinis

Nyeri kepala yang dirasakan sesisi biasanya hebat seperti ditusuk-tusuk pada separuh

kepala, yaitu di sekitar, di belakang atau di dalam bola mata, pipi, lubang hidung, langit-

langit, gusi dan menjalar ke frontal, temporal sampai ke oksiput. Nyeri kepala ini disertai

gejala yang khas yaitu mata sesisi menjadi merah dan berair, konjugtiva bengkak dan merah,

hidung tersumbat, sisi kepala menjadi merah-panas dan nyeri tekan. Serangan biasanya

26

Page 27: sgd lbm 2 saraf

mengenai satu sisi kepala, tapi kadang-kadang berganti-ganti kanan dan kiri atau bilateral.

Nyeri kepala bersifat tajam, menjemukan dan menusuk serta diikuti mual atau muntah. Nyeri

kepala sering terjadi pada larut malam atau pagi dini hari sehingga membangunkan pasien

dari tidurnya.

Serangan berlangsung sekitar 15 menit sampai 5 jam (rata – rata 2 jam) yang terjadi

beberapa kali selama 2-6 minggu. Sedangkan sebagai faktor pencetus adalah makanan atau

minuman yang mengandung alkohol. Serangan kemudian menghilang selama beberapa bulan

sampai 1-2 tahun untuk kemudian timbul lagi secara cluster (berkelompok).

Gambar 2.1 Ciri khas Cluster Headache

Gambar 2.2 Gejala Klinis Cluster headache

Diagnosis

27

Page 28: sgd lbm 2 saraf

Diagnosis nyeri kepala klaster menggunakan kriteria oleh International Headache

Society (IHS) adalah sebagai berikut:

a. Paling sedikit 5 kali serangan dengan kriteria seperti di bawah

b. Berat atau sangat berat unilateral orbital, supraorbital, dan atau nyeri temporal selama

15 – 180 menit bila tidak di tatalaksana.

c. Sakit kepala disertai satu dari kriteria dibawah ini :

1. Injeksi konjungtiva ipsilateral dan atau lakriimasi

2. Kongesti nasal ipsilateral dan atau rhinorrhea

3. Edema kelopak mata ipsilateral

4. Berkeringat pada bagian dahi dan wajah ipsilateral

5. Miosis dan atau ptosis ipsilateral

6. Kesadaran gelisah atau agitasi

d. Serangan mempunyai frekuensi 1 kali hingga 8 kali perhari

e. Tidak berhubungan dengan kelainan yang lain.

Pada tahun 2004 American Headache Society menerbitkan kriteria baru untuk

mendiagnosa cluster headache. Untuk memenuhi kriteria diagnosis tersebut, pasien

setidaknya harus mengalami sekurang-kurangnya lima serangan nyeri kepala yang terjadi

setiap hari selama delapan hari, yang bukan disebabkan oleh gangguan lainnya. Selain itu,

nyeri kepala yang terjadi parah atau sangat parah pada orbita unilateral, supraorbital atau

temporal, dan nyeri berlansung antara 18 sampai 150 menit jika tidak diobati, dan disertai

satu atau lebih gejala-gejala berikut ini: injeksi konjungtiva atau lakrimasi ipsilateral, hidung

tersumbat atau rinore ipsilateral, edema kelopak mata ipsilateral, wajah dan dahi berkeringat

ipsilateral, ptosis atau miosis ipsilateral, atau kesadaran gelisah atau agitasi. Cluster headache

episodik didefinisikan sebagai setidak-tidaknya terdapat dua periode cluster yang

berlangsung tujuh sampai 365 hari dan dipisahkan periode remisi bebas nyeri selama satu

bulan atau lebih. Sedangkan cluster headache kronis adalah serangan yang kambuh lebih dari

satu tahun tanpa periode remisi atau dengan periode remisi yang berlangsung kurang dari satu

bulan.

28

Page 29: sgd lbm 2 saraf

Gambar 2.3 Lokasi nyeri pada Cluster headache

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan medis terhadap cluster headache dapat dibagi ke dalam pengobatan

terhadap serangan akut, dan pengobatan preventif, yang bertujuan untuk menekan serangan.

Pengobatan akut dan preventif dimulai secara bersamaan saat periode awal cluster. Pilihan

pengobatan pembedahan yang terbaru dan neurostimulasi telah menggantikan pendekatan

pengobatan yang bersifat merugikan.

Pengobatan Serangan Akut

Serangan cluster headache biasanya singkat, dari 30 sampai 180 menit, sering

memberat secara cepat, sehingga membutuhkan pengobatan awal yang cepat. Penggunaan

obat sakit kepala yang berlebihan sering didapatkan pada pasien-pasien cluster headache,

biasanya bila mereka pernah memiliki riwayat menderita migren atau mempunyai riwayat

keluarga yang menderita migren, dan saat pengobatan yang diberikan sangat tidak efektif

pada serangan akut, seperti triptan oral, acetaminofen dan analgetik agonis reseptor opiate.

Oksigen: inhalasi oksigen, kadar 100% sebanyak 10-12 liter/menit selama 15 menit

sangat efektif, dan merupakan pengobatan yang aman untuk cluster headache akut.

Triptan: Sumatriptan 6 mg subkutan, sumatriptan 20 mg intranasal, dan zolmitriptan 5

mg intranasal efektif pada pengobatan akut cluster headache. Tiga dosis zolmitriptan

dalam dua puluh empat jam bisa diterima. Tidak terdapat bukti yang mendukung

penggunaan triptan oral pada cluster headache.

29

Page 30: sgd lbm 2 saraf

Dihidroergotamin 1 mg intramuskular efektif dalam menghilangkan serangan akut

cluster headache. Cara intranasal terlihat kurang efektif, walaupun beberapa pasien

bermanfaat menggunakan cara tersebut.

Lidokain: tetes hidung topikal lidokain dapat digunakan untuk mengobati serangan

akut cluster headache. Pasien tidur telentang dengan kepala dimiringkan ke belakang

ke arah lantai 30° dan beralih ke sisi sakit kepala. Tetes nasal dapat digunakan dan

dosisnya 1 ml lidokain 4% yang dapat diulang setekah 15 menit.

Pengobatan Pencegahan

Pilihan pengobatan pencegahan pada cluster headache ditentukan oleh lamanya

serangan, bukan oleh jenis episodik atau kronis. Preventif dianggap jangka pendek, atau

jangka panjang, berdasarkan pada seberapa cepat efeknya dan berapa lama dapat digunakan

dengan aman. Bnayak ahli sekarang ini mengajukan verapamil sebagai pilihan pengobatan

lini pertama, walaupun pada beberapa pasien dengan serangan yang singkat hanya perlu

kortikosteroid oral atau injeksi nervus oksipital mungkin lebih tepat.

Verapamil lebih efektif dibandingkan dengan placebo dan lebih baik dibandingkan

dengan lithium. Praktek klinis jelas mendukung penggunaan dosis verapamil yang

relatif lebih tinggi pada cluster headache, tentu lebih tinggi dari pada dosis yang

digunakan untuk indikasi kardiologi. Setelah dilakukan pemeriksaan EKG, pasien

memulai dosis 80 mg tiga kali sehari, dosis harian akan ditingkatkan secara bertahap

dari 80 mg setiap 10-14 hari. Pemeriksaan EKG dilakukan setiap kenaikan dosis dan

paling kurang sepuluh hari setelah dosis berubah. Dosis ditingkatkan sampai serangan

cluster menghilang, efek samping atau dosis maksimum sebesar 960 mg perhari. Efek

samping termasuk konstipasi dan pembengkakan kaki dan hiperplasia ginggiva

(pasien harus terus memantau kebersihan giginya).

Kortikosteroid dalam bentuk prednison 1 mg/kg sampai 60 mg selama empat hari

yang diturunkan bertahap selama tiga minggu diterima sebagai pendekatan

pengobatan perventif jangka pendek. Pengobatan ini sering menghentikan periode

cluster, dan dapat digunakan tidak lebih dari sekali setahun untuk menghindari

nekrosis aseptik.

Lithium karbonat terutama digunakan untuk cluster headache kronik karena efek

sampingnya, walaupun kadang digunakan dalam berbagai episode. Biasanya dosis

lithium sebesar 600 mg sampai 900 per-hari dalam dosis terbagi. Kadar lithium harus

diperiksa dalam minggu pertama dan secara periodik setelahnya dengan target kadar

serum sebesar 0,4 sampai 0,8 mEq/L. Efek neurotoksik termasuk tremor, letargis,

30

Page 31: sgd lbm 2 saraf

bicara cadel, penglihatan kabur, bingung, nystagmus, ataksia, tanda-tanda

ekstrapiramidal, dan kejang. Penggunaan bersama dengan diuretik yang mengurangi

natrium harus dihindari, karena dapat mengakibatkan kadar lithium meningkat dan

neurotoksik. Efek jangka panjang seperti hipotiroidisme dan komplikasi renal harus

dipantau pada pasien yang menggunakan lithium untuk jangka waktu yang lama.

Peningkatan leukosit polimorfonuklear adalah reaksi yang timbul karena penggunaan

lithium dan sering salah arti akan adanya infeksi yang tersembunyi. Penggunaan

bersama dengan indometasin dapat meningkatkan kadar lithium.

Topiramat digunakan untuk mencegah serangan cluster headache. Dosis biasanya

adalah 100-200 mg perhari, dengan efek samping yang sama seperti penggunaannya

pada migraine.

Melatonin dapat membantu cluster headache sebagai preventif dan salah satu

penelitian terkontrol menunjukan lebih baik dibandingkan placebo. Dosis biasa yang

digunakan adalah 9 mg perhari.

Obat-obat pencegahan lainnya termasuk gabapentin (sampai 3600 perhari) dan

methysergide (3 sampai 12 mg perhari). Methysergide tidak tersedia dengan mudah,

dan tidak boleh dipakai secara terus-menerus dalam pengobatan untuk menghindari

komplikasi fibrosis. Divalproex tidak efektif untuk pengobatan cluster headache.

Injeksi pada saraf oksipital: Injeksi metilprednisolon (80 mg) dengan lidokain ke

dalam area sekitar nervus oksipital terbesar ipsilateral sampai ke lokasi serangan

mengakibatkan perbaikan selama 5 sampai 73 hari. Pendekatan ini sangat membantu

pada serangan yang singkat dan untuk mengurangi nyeri keseluruhan pada serangan

yang memanjang dan pada cluster headache kronis.

Pendekatan Bedah: Pendekatan bedah modern pada cluster headache didominasi oleh

stimulasi otak dalam pada area hipotalamus posterior grey matter dan stimulasi nervus

oksipital. Tidak terdapat tempat yang jelas untuk tindakan destruktif, seperti

termoregulasi ganglion trigeminal atau pangkal sensorik nervus trigeminus.

31

Page 32: sgd lbm 2 saraf

BAB IV

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Jadi pasien pada skenario mengalami migrain dengan aura, dapat dilihat dari gejala

nyeri kepala yang dirasakan berdenyut terutama di kepala sebelah kiri, lama nyeri kurang

lebih 30 menit, nyeri kepala didahului seperti melihat kilatan cahaya kurang lebih selama 5

menit. Nyeri berkurang dengan beristirahat dan tidur. Nyeri kepala timbul dan bertambah

bila mendengar suara bising dan melihat cahaya yang silau. Juga dirasakan semakin

bertambah bila melakukan aktivitas. Nyeri kepala dapat muncul sangat berat sampai

penderita muntah. Frekuensi dalam 1 hari lebih kurang 2 kali serangan dalam 1 bulan ini dan

diantara serangan pasien bebas dari nyeri kepala.

32

Page 33: sgd lbm 2 saraf

DAFTAR PUSTAKA

Anurogo, Dito (Neuroscience Departement, Brain and Circulation Institute of Indonesia

(BCII)).2014.”Tension Type Headache”. available from:

www.kalbemed.com/portals/6/07_214Tension%20Type%20Headache.pdf (accessed

24 april 2014)

Bahrudin, Moch. 2013.”Neurologi Klinis”.Edisi 1.Universitas Muhammadiyah Malang:

Malang

Dewanto, George. Dr, Sp.S, dkk. 2009. “Diagnosis & Tata Laksana Penyakit Saraf”. EGC :

Jakarta

Harsono. “Kapita Selekta Neurologi”. Gadjah Mada University Press: Yogyakarta

Harsono. 2011.”Buku Ajar Neurologi Klinis”. Gadjah Mada University Press: Yogyakarta

Marjono, Mahar & Sidharta, Priguna.2010. “Neurologi Klinis Dasar”. Dian Rakyat: Jakarta

Sidharta, Priguna.”Neurologi Klinis Dalam Praktek Umum”. Dian Rakyat: Jakarta

33