bab2
DESCRIPTION
Tinjauan Pustaka tentang kebakaranTRANSCRIPT
-
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi kebakaran
Menurut Milos Nedved dalam bukunya Fundamental of Chemical Safety and Moral
Hazard (ILO):
Kebakaran adalah suatu kejadian yang tidak diinginkan dan kadang kala tidak
dapat dikendalikan, sebagai hasil pembakaran suatu bahan dalam udara dan
mengeluarkan energy panas dan nyala (api).
Menurut NFPA (1992) kebakaran sebagai peristiwa oksidasi dimana bertemunya
udara, dan panas yang dapat berakibat menimbulkan kerugian harta benda atau cidera
bahkan kematian manusia. Kebakaran juga secara umum dapat diartikan sebagai
peristiwa atau kejadian timbulnya api yang tidak terkendali yang dapat membahayakan
keselamatan jiwa maupun harta benda (Perda DKI No.8/2008). Apabila diartikan
sebagai terbakarnya suatu benda seharusnya tidak terbakar yang terjadi diluar tempat
pembakaran dan api yang timbul tidak dapat ditarik manfaatnya. (Simanjutak,1997).
Berdasarkan hasil dari training materi K3 Bidang Kebakaran (Depnaker 2000),
bahwa kasus-kasus kebakaran besar jika dikaji secara cermat dan beberapa ada beberapa
sebab antara lain :
1. Terjadinya tidak diduga sebelumnya
2. Bermula dari api yang kecil
3. Ada faktor lain atau ada unsur yang memicunya konveksi dan konduksi
4. Kegagalan dalam penanggulangan kebakaran akibat reaksi lambat dalam operasi
memadamkannya
Sedangkan menurut (Deliansyah, 2002) bila dikaji secara cermat dari kasus-kasus
kebakaran yang pernah terjadi dapat diamati, antara lain :
1. Terjadinya tidak diduga sebelumnya
-
9
2. Bermula dari api yang kecil
3. Ada faktor lain atau ada unsur yang memicunya konveksi dan konduksi
4. Kegagalan dalam penanggulangan kebakaran akibat reaksi lambat dalam operasi
memadamkannya
5. Api kebakaran akan meluas dan membesar kesemua arah secara radiasi,
konveksi, dan konduksi
6. Api yang tidak terkendali mengakibatkan kerugian harta benda, kecelakaan yang
membawa korban manusia, hilangnya lapangan kerja, penderitaan, dan lain-lain
7. Timbulnya kerugian dan segala akibat yang ditimbulkan, disebabkan adanya
ketimpangan sebagai berikut :
- Tidak ada sarana deteksi / alarm
- Sistem deteksi / alarm tidak berfungsi
- Alat pemadam api tidak sesuai / tidak memadai
- Alat pemadam api tidak berfungsi
- Sarana evakuasi tidak tersedia, dan lain-lain.
2.2 Definisi Bangunan Gedung
Bangunan Gedung adalah wujud fisik hasil pekerjaan kontruksi yang menyatu
dengan tempat dan kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada diatas atau didalam
tanah/air, yang berfungsi sebagai tempat manusia melakukan kegiatannya, baik untuk
hunian atau tempat tinggal, kegiatan keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan sosial,
budaya, maupun kegiatan khusus. (PERDA DKI Jakarta, 2008).
Berdasarkan PERDA DKI Jakarta No.8/2008, bangunan gedung berdasarkan
tingginya dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok yaitu bangunan rendah
merupakan bangunan dengan ketinggian sampai dengan 14 meter, bangunan menengah
dengan ketinggian lebih 14 meter - 40 meter dan bangunan tinggi dengan ketinggian
lebih dari 40 meter.
Bangunan bertingkat memiliki potensi bahaya, terutama pada saat terjadi keadaan
darurat misalnya kebakaran, gempa bumi, ledakan, ancaman bom, dan lain-lain. Pada
-
10
keadaan darurat seperti potensi bahaya kebakaran, diperlukan kelengkapan kebakaran
dan fasilitas evakuasi yang tepat dan handal, baik pada pencegahan kebakaran,
peringatan dini dan penanggulangan keadaan darurat dalam keadaan kebakaran.
2.3 Klasifikasi Kebakaran
Banyak sekali klasifikasi kebakaran yang ada, namun di Indonesia klasifikasi
yang dipakai adalah sesuai dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi
No. Per 04/Men/1980 yang pembagiannya adalah sebagai berikut :
1. Kelas A : Bahan bakar padat
Bahan padat selain logm yang kebanyakan tidak dapat terbakar dengan
sendirinya. Kebakaran kelas A ini akibat panas yang datang dari luar, molekul-
molekul benda padat berurai dan membentuk gas, lalu gas inilah yang terbakar,
sifat utama dari kebakaran benda padat adalah bahan bakarnya tidak mengalir
dan sanggup menyimpan bahan panas baik sekali. Bahan-bahan yang dimaksud
seprti mengandung selulosa, karet, kertas, berbagai jenis plastik, dan serat-serat
alam. Prinsip pemadaman kebakaran jenis ini adalah dengan cara menurunkan
suhu dengan cepat. Jenis media ini pemadaman yang cocok adalah dengan
menggunakan air.
2. Kelas B : Bahan bakar cair
Kebakaran yang melibatkan cairan dan gas, dapat berupa solvent, pelumas,
produk minyak bumi, pengencer cat, bensin dan cairan yang mudah terbakar
lainnya. Diatas, cairan pada umumnya terdapat gas, dan gas ini yang dapat
terbakar pada bahan bakar cair ini suatu bunga api yang akan menimbulkan
kebakaran. Sifat cairan ini adalah mudah mengalir dan menyalakan api ketempat
lain. Prinsip pemadamannya adalah dengan cara menghilangkan oksigen dan
menghalangi nyala api. Jenis media pemadaman yang cocok adalah dengan
menggunakan busa/foam.
3. Kelas C : Kebakaran aparat listrik yang bertegangan
Kebakaran aparat listrik yang bertegangan, yang mana sebenarnya kelas C ini
tidak lain dari kebakaran kelas A dan B atau kombinasi dimana ada aliran listrik.
-
11
Apabila aliran listrik diputuskan akan berubah menjadi kebakaran kelas A atau
B. Kelas C perlu diperhatikan dalam memilih jenis media pemadaman yaitu yang
tidak menghantar listrik untuk melindungi orang yang memadamkan kebakaran
aliran listrik. Biasanya menggunakan dry chemical, CO2, atau gas halon.
4. Kelas D : Kebakaran logam
Kebakaran logam seperti magnesium, titanium, uranium, sodium, lithium,dan
potassium. Untuk pemadaman pada kebakaran logam ini perlu dengan alat atau
media khusus. Prinsipnya dengan cara melapisi permukaan logam yang terbakar
dan mengisolasinya dari oksigen.
2.4 Bahaya Kebakaran
Kebakaran yang terjadi sering mengakibatkan kecelakaan yang berkelanjutan, hal ini
disebabkan pada peristiwa kebakaran yang dihasilkan yaitu : panas (radiasi panas), asap,
ledakan, dan gas. Adapun bahaya-bahaya dari kebakaran adalah sebagai berikut :
1. Bahaya Radiasi Panas
Pada saat terjadi kebakaran, panas yang ditimbulkan merambat dengan cara
radiasi, sehingga benda-benda disekelilingnya menjadi panas. Akibatnya benda-
benda tersebut akan menyala jika titik nyalanya terlampaui. Selain pada benda
akibat paparan panas yang tinggi mengakibatkan manusia menderita kehabisan
tenaga, kehilangan cairan tubuh, terbakar atau luka bakar pada pernafasan dan
mematikan jantung. Pada temperature 148,9C dikatakan sebagai temperature
tertinggi dimana manusia dapat bertahan (bernafas) hanya dalam waktu yang
singkat.
2. Bahaya Asap
Asap yang ditimbulkan pada saat terjadi kebakaran berasal dari proses
pembakaran yang tidak sempurna dari bahan-bahan yang mengndung unsure
karbon. Oleh efek pemanasan menyebabkan asap naik dan membentuk seperti
gumpalan awan kemudian berpencar secara horizontal dan kebawah mengisi
seluruh ruang. Ketebalan asap tergantung dari jenis bahan yang terbakar dan
temperatur kebakaran tersebut. Adapun akibat asap antara lain :
-
12
- Menyebabkan iritasi / rangsangan terhadap mata, selaput lender pada hidung
dan kerongkongan.
- Keberadaan asap akan mengurangi konsentrasi oksigen di udara, sehingga
akan mengganggu pernafasan.
- Pada suatu ruangan tertutup, ketebalan asap akan mengganggu pandangan
yang berakibat kehilangan arah saat penyelamatan diri dan tertutupnya tanda
arah keluar, sehingga orang dapat terjebak dalam kebakaran.
3. Bahaya Ledakan
Bahaya ledakan dapat terjadi pada saat kebakaran. Jika diantara bahan-bahan
yang terbakar terdapat bahan yang mudah meledak, misalnya terdapat tabung-
tabung gas bertekanan, maka dapat terjadi ledakan.
4. Bahaya Gas
Pada peristiwa kebakaran banyak gas yang dihasilkan yang berasal dari bahan-
bahan yang terbakar (terutama bahan-bahan kimia). Gas-gas tersebut dapat
menyebabkan iritasi, sesak nafas, bahkan sifat racun yang mematikan.
Gas beracun yang biasanya dihasilkan oleh proses kebakaran yaitu HCN, NO2,
HCL dan lain-lain. Gas beracun tersebut dapat meracuni paru-paru dan
menyebabkan iritasi pada saluran pernafasan dan mata. Sedangkan gas lain
seperti CO2 dan H2S dapat mengurangi kadar oksigen di udara. Pada keadaan
normal kadar oksigen di udara sekitar 21% dan akan berkurang pada saat terjadi
kebakaran karena oksigen juga digunakan pada proses pembakaran. Jika kadar
oksigen di udara kurang dari 16%, manusia akan lemas dan tidak dapat
mengenali bahaya yang ada disekitarnya. Sedangkan pada kadar 12%, manusia
tidak akan bertahan hidup.
Selain itu kebakaran juga dapat diklasifikasikan berdasarkan sifat hunian yang
ditentukan dari jenis kegiatan, bahan-bahan yang digunakan konstruksi dan jumlah serta
sifat penghuni yang diklasifikasikan sebagai berikut (Depnaker, 2000) :
1. Bahaya Kebakaran Ringan
-
13
Adalah hunian yang mempunyai nilai terbakar rendah dan apabila terjadi kebakaran
akan melepaskan panas yang rendah dan menjalarnya api lambat. Yang termasuk hunian
bahaya kebakaran ringan adalah tempat ibadat, club, tempat pendidikan, tempat
perawatan, perpustakaan, museum, perkantoran, rumah makan, hotel, rumah sakit dan
penjara.
2. Bahaya Kebakaran Sedang Kelompok I
Adalah hunian yang mempunyai kebakaran rendah, penimbunan bahan yang mudah
terbakar sedang dengan tinggi tidak lebih dari 2,5 meter dan apabila terjadi kebakaran
melepaskan panas sedang, penjalaran api sedang. Yang termasuk hunian bahaya
kelompok ini adalah parker mobil, pabrik roti, pabrik minuman, pengalengan, binatu,
pabrik susu, pabrik barang gelas dan pabrik permata.
3. Bahaya Kebakaran Sedang Kelompok II
Adalah hunian yang mempunyai kemudaha nilai kebakaran sedang, penimbunan bahan
yang mudah terbakar dengan tinggi tidak lebih dari 4 meter dan apabila terjadi
kebakaran melepaskan panas sedang. Sehingga menjalarnya api sedang. Yang termasuk
kelaompok ini adalah penggilingan gandum atau beras, pabrik makanan, pabrik kimia,
dan pertokoan yang memiliki kurang dari 50 orang.
4. Bahaya Kebakaran Sedang Kelompok III
Adalah hunian yang mempunyai nilai kemudahan terbakar tinggi dan apabila terjadi
kebakaran melepaskan panas tinggi, sehingga menjalarnya api cepat. Yang termasuk
dalam kelompok ini pameran, pabrik ban, pabrik permadani, bengkel mobil, studio
pemancar, gudang (cat, minuman keras), penggergaji kayu dan pabrik pengolahan
tepung.
5. Bahaya Kebakaran Berat
Adalah hunian yang mempunyai nilai terbakar tinggi, dan apabila terjadi kebakaran
melepaskan panas tinggi dan penjalaran api cepat. Yang termasuk kelompok ini adalah
pabrik kimia, bahan peledak, dan cat, pabrik korek, pabrik kembang api, pemintalan
benang, studio film, studio televise, penyulingan minyak, pabrik karet, busa dan pabrik
plastic busa.
-
14
Dengan adanya pengklasifikasian kebakaran tersebut akan lebih mudah, lebih cepat dan
lebih tepat dalam pemilihan media pemadam yang digunakan untuk memadamkan
kebakaran.
2.5 Klasifikasi Bangunan Gedung
Perda DKI Jakarta dan Permenaker, Kementerian Pekerjaan Umum melalui
KepMen PU No.10/KPTS/2000 sebagai berikut :
a. Kelas 1 : Bangunan Hunian Biasa
Adalah satu atau lebih bangunan yang merupakan:
1. Kelas 1a : bangunan hunian tunggal berupa :
a. Satu rumah tunggal, atau
b. Satu atau lebih bangunan hunian gandeng, yg masing-masing
bangunannya dipisahkan dengan satu dinding tahan api, termasuk rumah
deret, rumah taman, unit town house,villa atau
2. Kelas 1b : rumah asrama/kost, rumah tamu, hotel, atau sejenisnya degan luas
total lant kurang dari 300M dan tidak lebih dari 12 orang secara tetap, dan
tidak terletak diatas atau dibawah bangunan hunian lain atau bangunan kelas
lain selain tempat garasi pribadi.
b. Kelas 2 : Bangunan hunian yang terdiri atas 2 atau lebih unit hunian yang
masing-masing merupakan tempat tinggal terpisah.
c. Kelas 3 : bangunan hunian diluar bangunan kelas 1 atau 2, yang umum
digunakan sebagai tempat tinggal lama atau sementara oleh sejumlah orang yang
tidak berhubungan, termasuk :
1. Rumah asrama, rumah tamu, losmen atau
2. Bagian untuk tempat tinggal dari suatu motel atau hotel, atau
3. Bagian dari suatu tempat tinggal dari suatu sekolahan, atau
4. Panti untuk orang berumur, cacat, atau anak-anak, atau
5. Bagian untuk tempat tinggal dari suatu bangunan perawatan kesehatan yang
menampung karyawan-karyawannya.
d. Kelas 4 : Banguna hunian campuran
-
15
Adalah tempat yang berada dalam suatu bangunan kelas 5,6,7,8,atau 9 dan
merupakan tempat tinggal yang ada dala bangunan tersebut.
e. Kelas 5 : Bangunan Kantor
Adalah gedung yang dipergunakan untuk tujuan-tujuan usaha professional,
pengurusan administrasi, atau usaha komersial, diluar bangunan kelas 6,7,8 atau
9.
f. Kelas 6 : Bangunan Perdagangan
Adalah bangunan toko atau bangunan lain yang dipergunakan untuk tempat
penjualan barang-barang secara eceran atau pelayanan kebutuhan langsung
kepada masyarakat, termasuk :
1. ruang makan, caf, restoran, atau
2. ruang makan malam, bar, took, atau kios sebagai bagian dari suatu hotel atau
motel, atau
3. tempat potong rambut atau salon, tempat cuci umum, atau
4. pasar, ruang penjualan, ruang pamer, atau bengkel
g. Kelas 7 : Bangunan penyimpanan atau gudang
adalah bangunan gedung yang dipergunakan untuk penyimpanan, termasuk :
1. tempat parkir umum, atau
2. gudang, atau tempat pamer barang-barang produksi untuk dijual atau dicuci
gudang.
h. Kelas 8 : Bangunan laboraturium/industri/pabrik
adalah bangunan laboraturium dan bangunan yang digunakan untuk tempat
pemrosesan suatu produksi, perakitan, perubahan, perbaikan, pengepakan,
finishing, atau pembersih barang-barang produksi dalam rangka perdagangan
atau penjualan.
i. Kelas 9 : Bangunan umum
adalah bangunan gedung yang dipergunakan untuk melayani kebutuhan
masyarakat umum, yaitu :
1. kelas 9a : bangunan perawatan kesehatan, termasuk bagian-bagian dari
bangunan tersebut yang berupa laboraturium,
-
16
2. kelas 9b : bangunan pertemuan, termasuk bengkel kerja, laboratorium atau
sejenisnya di sekolah dasar atau sekolah lanjutan, hall, bangunan peribadatan,
bangunan budaya atau sejenisnya, tetapi tidak termasuk setiap bagian dari
bangunan yang merupakan kelas lain.
j. kelas 10 : adalah bangunan atau struktur yang bukan hunian :
1. kelas 10a : bangunan bukan hunian yang merupakan garasi pribadi, carport,
atau sejenisnya,
2. kelas 10b : struktur yang berupa pagar, tonggak, antenna, dinding penyangga
atau dinding yang berdiri bebas, kolam renang, atau sejenisnya.
2.6 Teori Api
2.6.1 Segitiga Api
Kebakaran dapat terjadi karena adanya tiga unsure yang saling berhubungan, yaitu
adanya bahan bakar, adanya oksigen dan adanya sumber panas atau nyala. Panas penting
untuk nyala api tetapi bila api telah timbul dengan sendirinya menimbulkan panas untuk
tetap menyala (ILO, 1992), karena kebakaran tidak akan menyala apabila :
1. Tidak terdapat bahan bakar sama sekali atau tidak terdapat dalam jumlah yang
cukup
2. Tidak terdapat sama sekali oksigen atau tidak dalam kondisi yang cukup
3. Sumber panas tidak cukup untuk menimbulkan api
Tiga unsur tersebut dinamakan segitiga api, berikut adalah gambar segitiga api :
Gambar 2.1 Segitiga Api
Bahan bakar dapat dikategorikan menjadi 3 jenis :
-
17
- Bahan bakar padat :
a. Plastik
b. Serat
c. Kayu
d. Partikel logam
- Bahan bakar cair :
a. Bensin
b. Aseton
c. Eter
d. Penatane
- Bahan bakar gas :
a. Asetilen
b. Propane
c. Karbon monoksida
d. Hydrogen
Oksigen biasanya terdapat pada lingkungan sedangkan sumber panas atau nyala
bisa berasal dari mesin, lingkungan, listrik dan lain-lain. Apabila salah satu dari tiga
komponen tersebut tidak ada kebakaran tidak akan terjadi.
2.6.2 Bidang Empat Api/ Tetrahedron of Fire
Tetapi studi lebih lanjut menyatakan bahwa kebakaran tidak hanya disebabkan
oleh tiga unsure diatas, namun ada tambahan unsure keempat yaitu reaksi berantai pada
pembakaran sehingga pada segitiga api menjadi model baru yang disebut dengan bidang
empat api (Tetrahedron of fire).
-
18
Gambar 2.2 Bidang Empat api/Tetrahedron of fire
Teori ini didasarkan bahwa dalam panas pembakaran yang normal, reaksi kimia yang
terjadi menghasilkan beberapa zat yaitu CO, CO2,SO2, asap dan gas. Hasil yang lain
dari reaksi ini adalah radikal-radikal bebas dari atom oksigen dan hydrogen dalam bentik
hidroksil. Bila ada dua hydroksil akan bereaksi menjadi H2O dan radikal bebas O,
reaksi 2OH H2O + O radikal. O radikal ini selanjutnya akan berfungsi sebagai umpan
pada proses pembakaran, sehingga disebut reaksi pembakaran berantai (Chain Reaction
of Combutsion). Dari reaksi kimia selama proses pembakaran berlangsung, memberikan
kepercayaan pada hipotesa baru dari segitiga api kebentuk bidang empat api, dimana
yang keempat sebagai sisi dasar yaitu rantai reaksi pembakaran. (muhaimin,2004).
2.7 Teori Pemadaman
Teknik Pemadaman adalah dengan merusak keseimbangan pencampuran ketiga
unsure penyebab kebakaran. Menurut NFPA (1991) teknik-teknik pemadaman antara
lain :
a. Cooling/pendingin
Suatu kebakaran dapat dipadamkan dengan mendinginkan permukaan dan
bahanyang mudah terbakar dengan menggunakan semprotan air sampai suhu
dibawah titiknya. Pendinginan permukaan dan minyak yang mudah terbakar
akan menghentikan proses terbentuknya uap. Bila penguapan dapat dihentikan,
kebakaran akan berakhir. Prinsip-prinsip pemadamannya antara lain :
-
19
Kecepatan pemindahan panas sebanding dengan luas permukaan cairan
yang terpapar oleh api.
Kecepatan pemindahan panas tergantung perbendaan suhu antara lain
dengan udara sekitar atau benda terbakar.
Kecepatan pemindahan panas yang tergantung pada kandungan uap
dalam udara khususnya dalam hal penjalaran api.
Kapasitas penyerapan panas dari air tergantung pada jarak yang ditempuh
oleh air dan kecepatannya dalam daerah pembakaran.
b. Smothering/penyelimutan
Suatu kebakaran dibatasi dengan memutus hubungannya dengan oksigen atau
udara yang diperlukan dalam terjadinya proses kebakaran. Menyelimuti bagian
yang terbakar dengan CO2 atau busa akan menghentikan suplai udara.
c. Memisahkan bahan yang terbakar
Suatu kebakaran bahan yang terbakar dapat dipisahkan dengan jalan menutup
aliran menuju ketempat kebakaran atau menghentikan suplai bahan bakar yang
dapat terbakar.
d. Memutus rantai reaksi
Pemutusan rantai reaksi pembakaran ini dapat dilakukan secara fisik, kimia, atau
kobinasi fisik-kimia. Secara fisik nyala api dapat dipadamkan dengan peledakan
bahan peledak ditengah-tengah kebakaran. Secara kimia pemadaman nyala api
dapat dilakukan dengan pemakaian bahan-bahan yang dapat menyerap hidroksit
(OH) dari rangkaian pembakaran. (triasbudi,1998).
Bahan-bahan tersebut dapat dibedakan dalam tiga kelompok, yaitu :
- Logam alkali berupa tepung kimia kering (dry chemical)
- Ammonia berupa tepung kimia kering
- Halogen yang berupa gas dan cairan
2.8 Penyebab Terjadinya Kebakaran
Pada umumnya penyebab kebakaran dan peledakan bersumber pada tiga faktor, yaitu :
-
20
1. Faktor Manusia / Pekerja
a. Faktor Pekerja
Tidak mau tahu atau kurang mengetahui prinsip dasar pencegahan
kebakaran dan peledakan.
Menempatkan barang atau menyusun barang yang mudah terbakar tanpa
menghiraukan norma-norma pencegahan kebakaran dan peledakan.
Pemakaian tenaga listrik yang berlebihan.
Kurang memiliki rasa tanggung jawab atau adanya unsur kesengajaan.
b. Faktor Pengelola
Sikap pengelola yang tidak memperhatikan keselamatan kerja.
Kurangnya pengawasan terhadap kegiatan pekerja.
System dan prosedur kerja tidak diterapkan dengan baik terutama dalam
kegiatan penentuan bahaya dan penerangan bahaya.
Tidak adanya standar yang dapat diandalkan.
Penerapan pengawasan yang tidak tegas, terutama yang menyangkut bagian
kritis dari perawatan, system penanggulangan kebakaran, baik dari tekanan
udara dan instalasi pemadam kebakaran tidak diawasi dengan baik.
2. Faktor teknis sebagai penyebab kebakaran dan peledakan
Biasanya terjadi melalui proses fisik atau mekanis dimana factor penting yang
menjadi peranan proses ini adalah :
a. Timbulnya panas akibat kenaikan suhu atau timbulnya bunga api akibat dari
pengetesan benda-benda maupun adanya api terbuka melalui proses kimia
yaitu yang terjadi sewaktu pengangkutan bahan-bahan kimia berbahaya,
penyimpanan dan penanganan (handling) tanpa memperhatikan petunjuk
yang ada.
b. Melalui tenaga listrik pada umumnya terjadi karena hubungan pendek,
sehingga menimbulkan panas atau bunga api dan dapat menyalakan atau
membakar komponen yang lain.
3. Faktor Alam
-
21
a. Petir adalah salah satu penyebab terjadinya kebakaran
b. Gunung meletus, dan lain-lain
2.9 Keselamatan Kebakaran di Gedung
2.9.1 Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran
Pencegahan adalah Melakukan sesuatu upaya agar sesuatu yang diprediksi akan
terjadi, tidak jadi terjadi atau kalaupun terjadi skalanya lebih kecil / lebih ringan.
Sedangkan, Penanggulangan adalah: suatu cara untuk menyelesaikan suatu masalah.
Artinya: Hal-hal yang bisa dilakukan oleh siapa saja untuk mengatasi problem dan
masalah agar diperoleh hasil yang diharapkan. Suatu kejadian kebakaran adalah
termasuk kedalam golongan keadaan darurat, tanggap darurat kebakaran sangatlah
penting diterapkan dimanapun tempatnya, apapun jenis aktifitasnya, merupakan satu
langkah positif dalam penerapan program K3 di perusahaan. Bila kebakaran terjadi
ditempat kerja atau di suatu industri tentu peran pengusaha dan tenaga kerja merupakan
kunci utama dalam keberhasilan. Pencegahan dan penanggulangan bahaya kebakaran
karena pengusaha adalah orang memegang kendali ditempat kerja.
Dalam rangka pencegahan dan penanggulangan bahaya kebakaran ada beberapa
hal penting yang harus dilakukan oleh perusahaan antara lain :
1. Organisasi
Untuk mengatasi keadaan darurat perlu ditunjuk seorang pejabat sebagai
coordinator umum untuk memimpin seluruh operasi dan coordinator lapangan sebagai
pemegang komando ditempat kejadian, coordinator umum adlah pejabat paling senior
yang ada di perusahaan biasanya adalah direktur atau manager operasi. Coordinator
lapangan harus dipilih diantara manager senior yang mampu menguasai diri dalam
keadaan stress yang berat. Karena karakteristik khusus keadaan darurat yang
memerlukan ketahanan terhadap stress dan kemampuan fisik yang prima, apabila
diantara manager senior tidak ada yang memenuhi syarat, maka dipilih diantara manager
yang lebih muda, selanjutnya menyusun rantai komando dalam penanggulangan keadaan
-
22
darurat, rantai komando ini harus efektif dan sependek mungkin, penunjukkan personil
berdasarkan kemampuan dan ketahanan terhadap stress.
Suatu organisasi keadaan darurat memerlukan ruang komando yang aman dari
ancaman bahaya, dilengkapi dengan peta areal pabrik serta alat komunikasi keseluruh
bagian dan ke unit-unit penanggulangan keadaan darurat. Dalam organisasi
penanggulangan keadaan darurat harus dibentuk beberapa tim dimana tim tersebut
terdiri dari :
1. Tim penaggulangan kebakaran
2. Tim evakuasi
3. Tim pencarian dan penyelamatan
4. Tim bantuan darurat medic
5. Tim penanggulangan kebocoran
6. Tim pengendalian operasi pabrik (penghetian operasi)
7. Tim penghubung (komunikasi) internal dan eksternal
8. Tim teknis (pemeliharaan dan perbaikan, menutup kebocoran dan pengosongan
tangki)
Demikianlah hal-hal yang harus ada dalam organisasi penangggulangan keadaan darurat.
Menurut NFPA 550 (1986), 3 (tiga) tujuan dasar keselamatan kebakaran, yaitu :
1. Keselamatan Jiwa (Life Safety)
Menyelamatkan jiwa manusia harus menjadi prioritas utama dibandingkan
lainnya, karena jiwa manusia tidak dapat ditukar dengan materi apapun.
2. Perlindungan Harta Benda (Property Protection)
Harta benda perusahaan seperti surat-surat berharga, dokumen dan fasilitas
kantor lainnya harus diselamatkan ke area yang lebih aman. Perlindungan asset
perusahaan ini menjadi penting bilamana dikemudian hari masih bisa
dipergunakan dengan sebaik-baiknya.
3. Kelangsungan Operasional (Operational Continuity)
-
23
Apanila kebakaran terjadi maka akan mengganggu kelangsungan operasional
atau terhentinya kegiatan usaha baik produksi barang dan jasa, oleh karena itu
perlu diupayakan pengamanan terhadap bangunan gedung.
2.10 Sarana Proteksi Kebakaran
2.10.1 Sistem Proteksi Aktif Kebakaran
2.10.1.1 Alat Pemadam Api Ringan (APAR)
Alat Pemadam Api Ringan (APAR) Menurut UU PerMenaker No.04/Men/1980
tentang Syarat-syarat Pemasngan dan Pemeliharaan Alat Pemadam Api Ringan (APAR)
adalah alat yang ringan serta mudah dilayani oleh satu orang untuk memadamkan api.
pada mula terjadi kebakaran Media pemadam api yang umum dipakai untuk alat
pemadam api ringan adalah air, busa, serbuk kimia kering, karbon dioksida (CO2) dan
halon. Setiap jenis media pemadam api mempunyai keunggulan tertentu untuk kelas
tertentu dan mungkin dapat berbahaya untuk kelas lainnya.
Jenis-jenis APAR
Busa
Ada dua macam busa yaitu busa kimia dan busa mekanik. Busa kimia dibuat dari
gelembung yang berisi antara lain zat arang dan karbon dioksida, sedangkan busa
mekanik dibuat dari campuaran zat arang dengan udara. Busa memadamkan api melalui
tiga kombinasi aksi pemadaman yaitu menutup, melemakhan, dan mendinginkan.
Menutupi yaitu membuat selimut busa diatas bahan yang terbakar sehingga kontak
dengan oksigen (udara) terputus. Melemahkan yaitu mencegah penguapan cairan yang
mudah terbakar dan mendinginkan yaitu menyerap kalori cairan yang mudah terbakar
sehingga suhunya turun.
Busa kimia dihasilkan oleh reaksi dua macam bahan kimia larutan B yang berisi
NaHCO3 (Sodium Bikarbonat) serta tambahan bahan kimia lainnya untuk keseimbangan
apabila kedua larutan tersebut dicampurkan akan mengasilkan gas CO2.
Serbuk Kimia Kering
-
24
Serbuk kimia kering mempunyai ukuran serbuk sangat halus dengan kelembaban kurang
dari 0,2 % dan bila serbuk kimia kering ditebarkan dipermukaan air, maka serbuk tidak
akan tenggelam dalam waktu satu jam, sebagian besar bahan kimia kering terdiri dari
phosphoric acid bihidrogenate ammonium 95% dan garam silic acid ditambahkan untuk
menghindarkan jangan sampai mengeras serta menambah sifat-sifat mengalir serta setiap
permukaan butir serbuk dibungkus silicone agar anti air, sifat serbuk kimia kering tidak
beracun namun dapat menyebabkan sesak nafas untuk sementara waktu pandangan mata
jadi terhalang. Ammonium hydro phospat merupakan serbuk kimia kering serba guna,
dapat digunakan untuk memadamkan api golongan A, B, dan C sedangkan
Natrium bicarbonate dan calcium bicarbonate merupakan bentuk kimia kering biasa
yang dapat dipergunakan untuk memadamkan kebekaran golongan B dan C. cara kerja
sebuk kimia kering bergantung kepada jumlah serbuk kimia kering makin luas
permukaan yang dapat ditutupi.
Karbon dioksida (CO2)
Media pemadam api CO2 dalam tabung harus dalam keadaan fase cair bertekanan
tinggi. Prinsip kerja gas CO2 dalam memadamkan api adalah bereaksi dengan oksigen
(O2) sehingga konsentrasi O2 di dalam udara berkurang 20% menjadi sama dengan atau
lebih kecil dari 14% sehingga api akan padam. Hal ini disebut pemadaman dengan cara
menutup. Pada kondisi udara kamar titik didih CO2 adalah 80C sedangkan titik kritis
adalah 26C dimana diatas suhu tersebut CO2 tidak dapat dicairkan walupun diberi
tekanan tinggi, untuk mencairkan gas CO2 suhunya harus diturunkan dibawah titik kritis
baru kemudian diberi tekanan tinggi. CO2 yang keluar melalui corong alat pemadaman
api sekitar 75% langsung menguap menjadi gas, mengikat dan mendesak oksigen
diudara sedangkan sisanya yang 25% menjadi beku dan berbentuk es.
Media pemadam api CO2 tidak beracun tetapi dapat membuat orang pingsan atau
meninggal karena kekurangan oksigen, salah satu kelemahan CO2 adalah bahwa
pemadam kebakaran tersebut tidak dapat mencegah terjadinya kebakaran kembali
setelah api padam. Hal itu disebabkan CO2 tersebut tidak dapat mengikat oksigen
-
25
sebanding dengan jumlah CO2 yang tersedia sedang suplai api oksigen disekitar tempat
kebakaran terus berlangsung.
Halon
Gas Halon bila terkena panas api akan kebakaran pada suhu 485C akan mengalami
penguraian. Zat-zat yang dihasilkan dari proses penguraian tersebut akan mengikat
unsure hydrogen dan oksigen dari udara sehingga menghasilkan beberapa unsure baru
yang diantaranya adalah Hydrogen Fluorida (HF), Hydrogen Bromida (HBr) dan
senyawa-senyawa Carbon Halida lainnya (COF2 dan COBr2).
Karena sifat zat baru tersebut beracun maka membahayakan terhadap manusia. Pada saat
terjadi kebakaran maka seluruh penghuni harus meninggalkan ruangan kecuali bagi yang
sudah mengetahui betul cara penggunaannya. Namun untuk saaat sekarang ini halon
tidak digunakan lagi karena dianggap merusak lapisan ozon.
APAR mempunyai dua tipe konstruksi tabung, yang pertama adalah tipe tabung gas
yaitu suatu pemadam yang bahan pemadamanya didorong keluar oleh tabung gas yang
bertekanan yang dilepas dari tabung gas, yang kedua adalah tipe tabung gas bertekanan
dimana bahan pemadam didorong keluar oleh gas kering tanpa bahan kimia aktif atau
udara kering yang disimpan bersama dengan tepung pemadamanya dalam keadaan
bertekanan.
Penempatan APAR
Penempatan APAR disyaratkan memenuhi criteria sebagai berikut (Depnaker, 2000):
1. Setiap jarak 15 meter (berjarak interval 15 meter)
2. Ditempatkan yang mudah dilihat dan mudah dijangkau
3. Pada jalur keluar atau reflex pelarian (evakuasi)
4. Memperhatikan suhu sekitar
5. Bila ditempatkan dalam suatu ruangan, pastikan tidak terkunci
6. Memperhatikan sifat dan jenis bahan terbakar
7. Intensitas kebakaran yang mungkin terjadi seperti jumlah bahan bakar,
ukurannya, kecepatannya dll
-
26
8. Kemungkinan timbulnya reaksi kimia
9. Efek terhadap keselamatan dan kesehatan orang yang menggunakannaya
2.10.1.2 Sistem Hidran
Instalasi hidran kebakaran adalah suatu sistem pemadam kebakaran tetap yang
menggunakan media pemadaman kebakaran air bertekana yang dialirkan melalui pipa-
pipa dan selang kebakaran. System ini terdiri dari system persediaan air, pompa,
perpipaan, kopling outlet serta selang dan nozzle.
Untuk memastikan hidran berfungsi, baik perlu dilakukan pemeriksaan dan
pengujian. Komponen-komponen yang diperiksa dan diuji sebagai berikut :
1. Uji Aliran
Sumber air harus diuji untuk memastikan apakah sumber air sesuai dengan
rancangan.
Uji aliran harus dilaksanakan pada tiap roof outlet untuk mengetahui bahwa
pada titik terjauh tersebut masih terdapat aliran dan tekanan yang
diperlukan.
Pemeriksaaan Pressure Regulatian Device.
2. Sistem sumber air atau reservoir
3. Pompa
4. Sistem perpipaan
5. Kotak hidran mudah dibuka
6. Selang hidran dalam keadaan baik (tidak membelit jika ditarik)
7. Hose hidran perlu diperiksa secara teliti (apa ada kerusakan atau menua)
Pemeliharaan hidran harus dilakukan secara berkala dan berkelanjutan untuk
meyakinkan bahwa alat tersebut dapat berfungsi dengan baik bila suatu saat akan
digunakan. Dalam melakukan kegiatan tersebut sebaiknya disediakan check list lengkap
dan hasilnya harus dilakukan evaluasi dan ditindaklanjuti serta semua kegiatan yang
dilakukan harus didokumentasikan.
-
27
Klasifikasi hidran kebakaran berdasarkan jenis penempatannya, dibagi 2 jenis hidran,
yaitu :
1. Hidran Gedung (indoor hydrant)
Hidran gedung adalah hidran yang terletak disuatu bangunan / gedung dan
instalasi peralatannya disediakan serta di pasang dalam bangunan / gedung
tersebut. Hidran gedung menggunakan pipa tegak 4 inchi, panjang selang
mnimum 15m, diameter 1,5 inchi serta mampu mengalirkan air 380 liter per
menit.
2. Hidran Halaman (outdoor hydrant)
Hidran halama adalah hidran yang terletak di luar bangunan / gedung, sedangkan
instalasi serta peralatannya disediakan serta dipasang si lingkungan bangunan /
gedung tersebut. Hidran halaman biasanya menggunakan pipa induk 4 6 inchi.
Panjang selang 30 m dengan diameter 2,5 inchi serta mampu mengalirkan air 950
liter per menit.
Setiap bangunan industria harus dilindungi dengan instalasi hidran kebakaran
dengan ketentuan sebagai berikut : (KepMenPU No.10/KPTS/2000)
a. Panjang selang dan pancaran air dapat menjangkau seluruh bangunan yang
dilindungi.
b. Setiap bangunan dengan bahaya kebakaran ringan yang mempunyai luas
lantai mnimum 1000m dan 2000m harus dipasang mnimum dua titik
hidran, setiap penambahan luas lantai maksimum 1000m harus ditambah
mnimum satu titik hidran.
c. Setiap bangunan industria dengan kebakaran sedang yang mempunyai luas
lantai mnimum 800m dan maksimum 1600m harus dipasang mnimum dua
titik hidran, setiap penambahan luas lantai maksimum 800m harus ditambah
mnimum satu titik hidran.
d. Setiap bangunan industri dengan kebakaran tinggi yang mempunyai luas
lantai mnimum 600m dan maksimum 1200m harus dipasang mnimum dua
titik hidran, setiap penambahan luas lantai lantai maksimum 600m harus
ditambah mnimum satu titik hidran
-
28
e. Pemasangan hidran maksimal 50 feet (15m) dari unit yang dilindungi.
Untuk sistem persediaan air untuk hidran dapat berasal dari PDAM, sumur
artesis, sumur gali dengan sistem penampungan, tangki gravitasi,tangki bertekanan
reservoir air dengan sistem pemompaan. Biasanya cadangan air memiliki kapasitas
memadai untuk memadai untuk mematikan api selama 30 menit.
Pompa kebakaran harus tersedia dua unit dengan kapasitas yang sama ditambah
dengan satu unit pompa pacu, dimana satu unit dengan pompa utamadan yang lainnya
sebagai cadangan. Kalau bangunan mempunyai sumber daya listrik dari disegel genset
sebagai cadangan, maka pompa hidran dalam bangunan tersebut harus terdiri dari pompa
hidran listrik, satu beroprasi dan satu sebagai cadangan. Selang pemadam kebakaran
dibuat secara khusus dari vahan kanvas, polyster dan karet sesuai dengan fungsi yang
diperlukan dalam tugas pemadam, yaitu :
Harus kuat menahan tekanan air yang tinggi
Tahan gesekan
Tahan pengaruh zat kimia
Mempunyai sifat yang kuat
Ringan dan elastis
Panjang selang air 30m dengan ukuran 1,5 s/d 2,5
Nozzle (kepala selang) memiliki dua tipe yaitu jet (fix nozzle) dan nozzle
kombinasi. Jenis jet digunakan untuk semprotan jarak jauh, sedangkan nozzle kombinasi
dapat diatur dengan bentuk jenis pancaran lurus dan pancaran spray.
Hidran Kebakaran Gedung
1. Persyaratan Sistem :
Desain dari sistem pipa tegak ditentukan oleh ketinggian gedung, luas
perlantai, klasifikasi hunian, sistem sarana jalan keluar, jumlah aliran
yang dipersyaratkan dan sisa tekanan, serta jarak sambung selang dari
pasokan air.
-
29
Sistem Pipa Tegak Otomatis
Sistem pipa tegak yang dihubungkan kesuatu pasokan air yang mempu
memasok kebutuhan sistem pada setiap saat, dan disyaratkan tidak ada
kegiatan selain membuka katup selang untuk menyediakan air pada
sambungan selang.
Sistem Kombinasi
Sistem pipa tegak mempunyai pemipaan yang memasok sambungan
selang dan sprinkler otomatis.
Sambungan Selang
Kombinasi dari peralatan yang disediakan untuk sambungan suatu selang
kesistem pipa tegak yang mencakup katup selang dengan keluaran ulir.
Kotak Selang
Suatu kombinasi dari seluruh rak selang, pipa pemancarselang dan
sambungan selang.
Sistem Pipa Tegak
Suatu pengaturan dari pemipaan katup, sambungan selang, dan kesatuan
peralatan dalam bangunan, dengan sambungan selang dipasangkan
sedemikian rupa sehingga air dapat dikeluarkan dalam aliran atau pola
semprotan melalui selang dan pipa pemancar yang dihubungkan untuk
keperluan memadamkan api, untuk mengamankan bangunan dan isinya,
sebagai tambahan pengaman penghuni. Ini dapat dicapai dengan
menghubungkan kepasokan air atau dengan menggunakan pompa, tangki
dan peralatan seperlunya untuk menyediakan masukan air yang cukup
kesambung selang.
Kebutuhan Sistem
Laju air dan tekanan sisa yang disyaratkan dari suatu masukan air, diukur
pada titik sambungan dari masukan air kesistem pipa tengah.
2. Batas Tekanan
Tekanan maksimum pada titik manapun pada sistem, setiap saat tidak boleh
melebihi 24,1 bar (350 psi).
-
30
3. Letak Dari Sambungan Selang :
Umum
Sambungan selang dan kotak hidran tidak boleh terhalang dan harus
terletak tidak kurang dari 0,9 m (3ft) atau lebih dari 1,5m (5ft) di atas
permukaan lantai.
Sistem Kelas I
Sistem kelas I dilengkapi dengan sambungan untuk selang dengan ukuran
63,5mm (2,5 inch) pada tempat berikut :
- Pada bordes diantara 2 lantai pada setiap tangga kebakaran yang
dipersyaratkan.
- Pada setiap dinding yang berdekatan dengan bukaan jalan keluar
horizontal.
- Di setiap jalur jalan keluar pada pintu masuk dari daerah
bangunan menuju ke jalur jalan keluar.
- Di bangunan mal yang tertutup, pada pintu masuk kesetiap jalur
jalan keluar atau koridor jalan keluar dan pintu-pintu masuk untuk
menuju ke mal.
- Pada lantai tangga kebakaran yang teratas dengan tangga yang
dapat mencapai atap, dan bila tangga tidak dapat mencapai atap,
maka sambungan tambahan 63,5 mm (2,5 inch) harus disediakan
pada pipa tegak yang terjauh untuk memenuhi keperluan
pengujian.
- Apabila bagian lantai atau tingkata yang terjauh dan yang tidak
dilindungi oleh sprinkler yang jarak tempuhnya dari jalan keluar
yang diisyaratkan melampaui 45,7m atau bagian lantai/tingkat
yang terjauh dan dilindungi oleh sprinkler yang jarak tempuhnya
melebihi 61m dari jalan keluar yang diisyaratkan, sambungan
selang tambahan harus disediakan pada tempat-tempat yang
disetujui, dan diisyaratkan oleh instansi kebakaran setempat.
Sistem Kelas II
-
31
Sistem kelas II harus dilengkapi dengan kotak hidran dengan selang
ukuran 38,1 mm sedemikian rupa sehingga setiap bagian dari lantai
bangunan berada 39,7 m dari sambungan selang yang dilengkapi dengan
selang 38,1.
Sistem Kelas II
Sistem kelas III harus dilengkapi dengan sambungan selang sebagaimana
diisyaratkan untuk sistem kelas I dan kelas II.
(KepMen PU No.10/KPTS/2000)
2.10.1.3 Sistem Sprinkler
Sprinkler adalah suatu jenis pemadam kebakaran yang bekerja secara otomatis
berdasarkan kenaikan suhu. Cara kerja sprinkler sebagai berikut :
Saat terjadi kebakaran, api memanaskan cairan yang ada didalam tabung kaca
Bila panas yang dicapai mencukupi (+/- 68 Celcius) maka tabung kaca pecah
secara otomatis air keluar.
Diatas adalah gambaran umum sebuah sprinkler bekerja, namun secara real proses
terjadinya sebuah pemadaman melalui sprinkler biasa disebut Fire System Sprinkler.
Fire System Sprinkler sendiri memuat gambaran tentang valve (katup), hydraulic
(tekanan air), pump (pompa), velocity (kecepatan), friction (gesekan), air pressure
(tekanan udara), water pressure (tekanan angin), Calculation dan sebagainya.
Jenis Sprinkler
Jenis (tipe) penggunaan sprinkler, antara lain:
1. Wet Pipe System
Dimana saluran/ pipa sprinkler berada telah terisi dengan air, saat terjadi
kebakaran dan panas mencapai titik pecah kaca sprinkler, air langsung
menyembur keluar. Saat tekanan air mulai berkurang valve akan terbuka dan
-
32
mensuplai air ke dalam saluran. (sistem ini banyak digunakan digedung 2x yang
mana ruang tidak menjadi bahaya bila tersiram oleh air)
2. Dry Pipe System
Sistem ini biasanya diterapkan ditempat yang memiliki suhu dingin. Wet pipe
system tidak dapat digunakan karena air didalam saluran akan beku, dan bila
terjadi kebakaran air tidak bisa keluar karena telah berbentuk padat. Dry Pipe
System tidak terisi air didalam salurannya. Saat terjadi kebakaran alarm akan
mengirimkan sinyal untuk membuka katup dan menyalurkan air bertekanan.
Namun dalam kondisi dingin saluran terisi dengan tekanan udara. Sesuai dengan
hukum archimides maka air tidak dapat mengalir dengan cepat karena adanya
tekanan udara yang melawan tekanan air. Oleh karenanya Dry Pipe System
memiliki sistem yang cukup rumit karena adanya tambahan pompa hisap udara
guna menghilangkan tekanan udara yang ada dalam saluran.
3. Deluge System
Bila diartikan secara harafiah bermakna pembanjiran, sistem ini biasa disebut
open sprinkler, karena tidak menunggu bulb pecah. Saat alarm berbunyi maka
secara cepat air mengisi saluran dan memancarkan lewat sprinkler terpasang.
Jenis ini biasanya dimanfaatkan untuk tempat/ benda yang memiliki resiko
kebakaran berat, seperti genset, gardu induk, tempat penimbunan bahan kabar,
dsb. Deluge system tidak berisi air didalam salurannya ketika belum bekerja.
Biasanya Deluge system berbentuk 3 dimensi dengan system air spray yang
benmanfaat untuk proses pendinginan.
4. Preaction System
Sistem sprinkler bekerja secara otomatis yang disambungkan dengan sistim pipa
udara yang bertekanan atau tidal, dengan tambahan sistem deteksi yang
tergabung pada area yang sama dengan sprinkler. Penggerak sistem deteksi
membuka katup yang membuat air dapat mengalir ke sistim pipa sprinkler dan
air akan dikeluarkan melalui beberapa sprinkler yang terbuka.
-
33
5. Combined Dry Pipe-Preaction
Sistim sprinkler bekerja secara otomatis dan terhubung dengan sistim yang
mengandung air di bawah tekanan yang dilengkapi dengan sistim deteksi yang
terhubung pada suatu area dengan sprinkler. Sistim operasi deteksi menemukan
sesuatu yang janggal yang dapat membuka pipa kering secara simultan dan tanpa
adanya kekurangan tekanan air di dalam sistim tersebut.
Menurut SNI 03-3989-2000 sistem sprinkler dikenal dengan 2 macam yaitu
sprinkler berdasarkan arah pancaran dan sprinkler berdasarkan kepekaan terhadap suhu.
Berikut klasifikasi kepala sprinkler :
Klasifikasi sprinkler
1. Berdasarkan arah pancaran :
Pancaran keatas
Pancaran kebawah
Pancaran kearah dinding
2. Berdasarkan kepekaan terhadap suhu
Warna segel
- Warna putih pada temperatur 93C
- Warna biru pada temperatur 141C
- Warna kuning pada temperatur 182C
- Warna merah pada temperatur 227C
- Tidak berwarna pada temperatur 68C/74C
Warna cairan dalam tabung
- Warna jingga pada temperatur 53C
- Warna merah pada temperatur 68C
- Warna kuning pada temperatur 79C
- Warna hijau pada temperatur 93C
- Warna biru pada temperatur 141C
- Warna ungu pada temperatur 182C
- Warna hitam pada temperatur 201C/260C
-
34
Menurut KepMen PU No.02/KPTS/1985 penyediaan air sprinkler dapat diusahan
melalui :
1. Tangki Gravitasi
Tangki tersebut harus direncanakan dengan baik yaitu dengan mengatur
perletakan, ketinggian, kapasitas penampungnya sehingga dapat menghasilkan
aliran dengan tekanan yang cukup pada kepala sprinkler.
2. Jaringan Air Bersih
Jaringan air bersih digunakan apabila kapasitasdan tekanannya memenuhi syarat
yang ditentukan. Diameter pipa air bersih yang dihubungkan dengan pipa tegak
sprinkler harus berdiameter sama, dengan ukuran minimum 100mm.
3. Tangki Bertekanan
Tangki tersebut harus direncanakan baik yaitu dengan memeberikan alat deteksi
yang dapat memberikan tanda apabila tekanan dan tinggi muka air dalam tangki
turun melalui batas yang ditentukan. Isi tangki harus selalau terisi minimum 2/3
bagian dan kemudian diberi tekanan sekurang-kurangnya 5kg/cm.
4. Tangki Mobil Kebakaran
Bila tangki gravitasi, tangki bertekanan dan jaringan air bersih tidak berfungsi
dengan normal, dapat dipompakan air dari tangki mobil unit pemadam kebakaran
dengan ukuran pipa minimum 100mm.
2.10.1.4 Alarm Kebakaran
Alarm Kebakaran
Alarm kebakaran adalah komponen system yang memberikan isyarat atau tanda adanya
suatu kebakaran yang berupa :
Alarm Kebakaran yang memberikan tanda/isyarat berupa bunyi khusus (Audible
Alarm). Alarm kebakaran harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
- Mempunyai bunyi serta irama yang khas sehingga mudah dikenal sebagai
alarm kebakaran.
- Bunyi alarm tersebut mempunyai frekuensi kerja antara 500-1000 Hz
dengan tingkat kekerasan suara minimal 65 dB.
-
35
- Untuk ruangan dengan tingkat kebisingan normal yang tinggi, tingkat
kekerasan alarm audio minimal 5 dB lebih tinggi dari kebisingan normal.
- Untuk ruangan yang kemungkinan digunakan untuk tidur / istirahat,
tingkat kekerasan alarm audio minimal 75 dB.
Alarm Kebakaran yang memberikan tanda/isyarat yang tertangkap oleh
pandangan mata secara jelas (Visible Alarm).
2.10.1.5 Detektor
Alat Detektor Kebakaran
Detektor kebakaran adalah suatu alat yang berfungsi mendeteksi secara dini adanya
suatu kebakaran awal, yang termasuk alat detector kebakaran adalah :
1. Detektor Asap (Smoke Detector)
Detector asap adalh alat yang mendeteksi partikel yang terlihat atau yang tidak
terlihat dari suatu pembakaran. Detector asap terdapat 2 jenis yaitu detector asap
optic dan detector asap ionisasi (PerMenaker No.02/Men/1983 tentang instalasi
kebakaran otomatik )
2. Detektor Panas (Heat Detector)
Detektor panas adalah alat yang mendeteksi temperatur tinggi atau laju kenaikan
temperatur yang tidak normal. Detektor panas terdapat 3 jenis, yaitu :
Detektor bertemperatur tetap yang berkerja pada suatu batas panas
tertentu (fixed tempereature).
Detektor yang bekerja berdasarkan kecepatan naiknya temperature (rate
of rise).
Detektor kombinasi yang bekerjanya berdasarkan kenaikan temperature
dan batas temperature maksimum yang ditetapkan.
(PerMenaker No.02/Men/1983 tentang instalasi kebakaran otomatik)
3. Detektor Nyala Api (Flame Detector)
Menurut PerMenaker No. 02/Men/1983 tentang instalasi kebakaran otomatik
nyala api adalah detektor yang bekerja berdasarkan radiasi nyala api. Terdapat 2
tipe detector nyala api yaitu :
-
36
Detektor nyala api ultra violet
Detector nyala api infra merah
4. Detektor Gas (Gas Detector)
Detector gas kebakaran adalah alat detector yang bekerjanya berdasarkan kenaikan
konsentrasi gas yang timbul akibat kebakaran ataupun gas-gas lainnya yang mudah
terbakar. (PerMenaker No.02/Men/1983 tentang instalasi kebakaran otomatik).
2.11 Sarana Penyelamatan Jiwa
Upaya penyelamatan jiwa (evakuasi) saat terjadi kebakaran dalam gedung atau
bangunan industri dapat berjalan lancar, suatu bangunan dan gedung harus mempunyai
beberapa hal sebagai berikut :
Sarana jalan keluar
A. Dalam KEPMEN PU No.10/KPTS/2000 tentang ketentuan teknik pengaman
terhapat kebakaran pada bangunan gedung dan lingkungan EXIT atau jalan
keluar adalah :
a. Salah satu kombinasi dari berikut ini jika memberikan jalan keluar
menuju ke jalan umum atau ruang terbuka : Bagian dalam dan luar
tangga, ramp, lorong yang dilindungi terhadap kebakaran, bukaan pintu
yang menuju jalan umum atau ruang terbuka.
b. Jalan keluar horisontal atau lorong yang dilindungi terhadap kebakaran
yang menuju ke eksit horisontal.
B. Rute evakuasi
Adalah sarana penyelamatan dari daerah kebakaran ketempat aman atau
daerah yang aman, baik secara vertikal maupun horizontal, yang dapat
berupa pintu, tangga, koridor, jalan keluar atau kombinasi dari komponen
komponen tersebut.
Ada tiga (3) tipe rute penyelamat diri yang dapat digunakan untuk melarikan
diri dari bahaya kebakaran yaitu :
-
37
Langsung menuju tempat terbuka
Melalui koridor atau gang
Melalui terowongan atau tangga kedap asap / api.
Syarat syarat rute evakuasi, yaitu :
Rute evakuasi harus bebas dari barang barang yang dapat
mengganggu kelancaran
evakuasi dan mudah dicapai.
Koridor, terowongan, tangga harus merupakan daerah aman
sementara dari bahaya
api, asap dan gas. Dalam penempatan pintu keluar darurat harus
diatur sedemikian
rupa sehingga dimana saja penghuni dapat ,menjangkau pintu keluar
(exit).
Koridor dan jalan keluar harus tidak licin, bebas hambatan dan
mempunyai lebar : untuk koridor minimum 1,2 m dan untuk jalan
keluar 2 m.
Rute penerangan harus diberi penerangan yang cukup dan tidak
tergantung dari sumber utama.
Arah menuju exit harus dipasang petunjuk yang jelas.
Pintu keluar darurat (emergency exit) harus diberi tanda tulisan.
PINTU DARURAT / EMERGENCY EXIT
Warna tulisan hijau diatas dasar putih tembus cahaya dan dubagian
belakang tanda tersebut dipasang dua buah lampu pijar yang selalu
menyala.
C. Pintu darurat
Adalah alat bantu yang digunakan untuk keluar dan menyelamatkan jiwa
menuju tempat yang aman.
D. Tangga Darurat
Angga darurat atau tangga kebakaran digunakan sebagai sarana jalan jika
terjadi kebakaran. Menurut KEPMEN PU No.10/KPTS/2000 tangga
-
38
kebakaran adalah tangga yang direncanakan khusus untuk penyelamatan bila
terjadi kebakaran.
E. Penerangan Darurat
Peristiwa kebakaran biasanya disertai dengan padamnya listrik utama.
Tibulnya produk pembakaran berupa asap dapat memperburuk keadaan
karena kepekatan asap membuat orang sulit untuk melihat ditambah lagi
timbulnya sikap panic dari penghuni gedung. Oleh karena itu penting
disediakan sumber energy cadangan untuk penerangan darurat (emergency
light), baik pada tanda arah keluar maupun jalur evakuasi.
Adapun persyaratan penerangan darurat menurut NFPA 101 antara lain
sebagai berikut :
1. Sinar lampu berwarna kuning, sehingga dapat menembus asap serta tidak
menilaukan.
2. Ruangan yang disinari adalah jalan menuju pintu darurat.
3. Sumber tenaga didapat dari baterai atau listrik dengan instalasi kabel yang
khusus, sehingga saat ada api lampu tidak perlu dimatikan.
F. Tempat berhimpun
Adalah tempat yang aman untuk berkumpul dan menghindar dari bahaya
kebakaran, atau tempat berkumpul pengungsi ataupun untuk barang/dokumen
penting, yang aman dan bebas dari pengaruh kebakaran. Dan tempat ini harus
lebih dari satu dan setiap berkumpul harus diberi tanda yang jelas.
2.12 Pendidikan dan Pelatihan Penanggulangan Kebakaran
Tujuan dari latihan evakuasi untuk menetapkan suatu prosedur untuk bertindak
bila terjadi kebakaran dan untuk mengembangkan kebiasaan para karyawan terhadap
situasi api pada masa yang akan datang.
Adapun frekuensi latihan dan pendidikan evakuasi untuk setiap perusahaan akan
selalu tergantung kepada berat ringan bahaya kebakaran dari masing masing
-
39
perusahaan.
Pada umumnya latihan dilakukan sebagai berikut :
a. Bahaya kebakaran ringan : 1 2 kali / tahun
b. Bahaya kebakaran sedang : 3 4 kali / tahun
c. Bahaya kebakaran berat : 6 8 kali / tahun
d. Untuk melaksanakan latihan dengan baik dan efektif instruksi yang diberikan
kepada para peserta latihan harus memenuhi syarat :
a. Benar, jelas dan singkat
b. Bahasa sederhana dan dapat dilaksanakan
c. Tidak menimbulkan keragu raguan
2.13. Inspeksi Sarana Penanggulangan Kebakaran
Untuk mengetahui kelayakan sarana penanggualangan kebakaran yang ada, baik
peralatan pendeteksi, pemadam, evakuasi dan sarana penunjang kebakaran lainnya,
maka perlu diadakan pemeriksaan secara berkala.
Kegiatan pemeriksaan dan pemeliharaan ini merupakan unsur penting guna
menjamin segi keandalan peralatan proteksi bila terjadi kebakaran. Pemeriksaan yang
disertai pengetesan, pemeliharaan dan pemeriksaan terhadap :
a. Sistem deteksi dan alarm kebakaran
b. Sistem sprinkler otomatis
c. Sistem hidran
d. Sistem pemadaman api
e. Dan lain lain
2.14. Perencanaan Keadaan Darurat kebakaran
Keadaan darurat kebakaran adalah situasi dalam kejadian kebakaran pada suatu
bangunan yang terbakar, semua orang yang merasa terancam dalam bahaya dan ingin
menyelamatkan diri masing masing. Dalam mengatasi situasi tersebut harus
melakukan latihan yang berulang ulang dan mengikuti skenario yang baku. (Dalam
-
40
Skripsi Sangnur Septa, 2007). Sistem tanggap darurat penanggulangan kebakaran
tertuang dalam buku panduan yang berisikan siapa dan berbuat apa. Penyusunan rencana
tindakan keadaan darurat harus dikerjakan oleh tim yang melibatkan semua unsur
manajemen.
Tahap perencanaan darurat keadaan darurat, adalah sebagai berikut :
1) Identifikasi bahaya dan penafsiran risiko
2) Penakaran sumber daya yang dimiliki
3) Tinjauan ulang rencana yang telah ada
4) Tentukan tujuan dan lingkup
5) Pilih tipe perencanaan yang akan dibuat
6) Tentukan tugas tugas dan tanggung jawab
7) Tentukan konsep operasional
2.15. Teknik Skoring
Teknik skoring data dimaksudkan untuk mengetahui tingkat pemenuhan terhadap
hasil observasi sarana proteksi kebakaran aktif dan sarana penyelamatan jiwa dengan
melihat kesesuaian item data dengan pemenuhan perundangan. Menurut Puslitbang
Departemen Pekerjaan Umum tingkat keandalan keselamatan bangunan atau tingkat
penilaian audit kebakaran dapat diklasifikasikan sesuai dengan tabel 2.1.
Tabel 2.1.
Tingkat Penilaian Audit Kebakaran
Nilai Kesesuaian Kondisi Fisik Komponen Keselamatan
Kebakaran
Baik (B)
> 80 100%
Sesuai persyaratan Semua komponen sistem proteksi kebakaran
dan sarana penyelamat jiwa berfungsi
sempurna, sehingga dapat digunakan secara
optimum, dimana para pengguna gedung
dapat melakukan kegiatannya dengan
-
41
mendapat perlindungan kebakaran yang baik.
Cukup baik
(C) 60 80%
Terpasang tetapi
ada sebagian kecil
instalasi yang tidak
sesuai dengan
persyaratan
Semua komponen sistem proteksi kebakaran
dan sarana penyelamat jiwa masih berfungsi
baik, tetapi ada komponen yang berfungsi
kurang sempurna, kadang-kadang
menimbulkan gangguan fungsi atau
kenyamanan.
Kurang (K)
< 60%
Tidak sesuai sama
sekali
Semua komponen sistem proteksi kebakaran
dan sarana penyelamat jiwa ada yang rusak
atau tidak berfungsi kapasitasnya jauh
dibawah dari nilai yang ditetapkan dalam
desain atau spesifikasi sehingga kenyamanan
dan fungsi menjadi terganggu atau tidak bisa
digunakan total.
Sumber : Puslitbang pemukiman 2005