bab2

34
8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi kebakaran Menurut Milos Nedved dalam bukunya Fundamental of Chemical Safety and Moral Hazard (ILO): Kebakaran adalah suatu kejadian yang tidak diinginkan dan kadang kala tidak dapat dikendalikan, sebagai hasil pembakaran suatu bahan dalam udara dan mengeluarkan energy panas dan nyala (api). Menurut NFPA (1992) kebakaran sebagai peristiwa oksidasi dimana bertemunya udara, dan panas yang dapat berakibat menimbulkan kerugian harta benda atau cidera bahkan kematian manusia. Kebakaran juga secara umum dapat diartikan sebagai peristiwa atau kejadian timbulnya api yang tidak terkendali yang dapat membahayakan keselamatan jiwa maupun harta benda (Perda DKI No.8/2008). Apabila diartikan sebagai terbakarnya suatu benda seharusnya tidak terbakar yang terjadi diluar tempat pembakaran dan api yang timbul tidak dapat ditarik manfaatnya. (Simanjutak,1997). Berdasarkan hasil dari training materi K3 Bidang Kebakaran (Depnaker 2000), bahwa kasus-kasus kebakaran besar jika dikaji secara cermat dan beberapa ada beberapa sebab antara lain : 1. Terjadinya tidak diduga sebelumnya 2. Bermula dari api yang kecil 3. Ada faktor lain atau ada unsur yang memicunya konveksi dan konduksi 4. Kegagalan dalam penanggulangan kebakaran akibat reaksi lambat dalam operasi memadamkannya Sedangkan menurut (Deliansyah, 2002) bila dikaji secara cermat dari kasus-kasus kebakaran yang pernah terjadi dapat diamati, antara lain : 1. Terjadinya tidak diduga sebelumnya

Upload: muthiazalia

Post on 30-Sep-2015

17 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

Tinjauan Pustaka tentang kebakaran

TRANSCRIPT

  • 8

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Definisi kebakaran

    Menurut Milos Nedved dalam bukunya Fundamental of Chemical Safety and Moral

    Hazard (ILO):

    Kebakaran adalah suatu kejadian yang tidak diinginkan dan kadang kala tidak

    dapat dikendalikan, sebagai hasil pembakaran suatu bahan dalam udara dan

    mengeluarkan energy panas dan nyala (api).

    Menurut NFPA (1992) kebakaran sebagai peristiwa oksidasi dimana bertemunya

    udara, dan panas yang dapat berakibat menimbulkan kerugian harta benda atau cidera

    bahkan kematian manusia. Kebakaran juga secara umum dapat diartikan sebagai

    peristiwa atau kejadian timbulnya api yang tidak terkendali yang dapat membahayakan

    keselamatan jiwa maupun harta benda (Perda DKI No.8/2008). Apabila diartikan

    sebagai terbakarnya suatu benda seharusnya tidak terbakar yang terjadi diluar tempat

    pembakaran dan api yang timbul tidak dapat ditarik manfaatnya. (Simanjutak,1997).

    Berdasarkan hasil dari training materi K3 Bidang Kebakaran (Depnaker 2000),

    bahwa kasus-kasus kebakaran besar jika dikaji secara cermat dan beberapa ada beberapa

    sebab antara lain :

    1. Terjadinya tidak diduga sebelumnya

    2. Bermula dari api yang kecil

    3. Ada faktor lain atau ada unsur yang memicunya konveksi dan konduksi

    4. Kegagalan dalam penanggulangan kebakaran akibat reaksi lambat dalam operasi

    memadamkannya

    Sedangkan menurut (Deliansyah, 2002) bila dikaji secara cermat dari kasus-kasus

    kebakaran yang pernah terjadi dapat diamati, antara lain :

    1. Terjadinya tidak diduga sebelumnya

  • 9

    2. Bermula dari api yang kecil

    3. Ada faktor lain atau ada unsur yang memicunya konveksi dan konduksi

    4. Kegagalan dalam penanggulangan kebakaran akibat reaksi lambat dalam operasi

    memadamkannya

    5. Api kebakaran akan meluas dan membesar kesemua arah secara radiasi,

    konveksi, dan konduksi

    6. Api yang tidak terkendali mengakibatkan kerugian harta benda, kecelakaan yang

    membawa korban manusia, hilangnya lapangan kerja, penderitaan, dan lain-lain

    7. Timbulnya kerugian dan segala akibat yang ditimbulkan, disebabkan adanya

    ketimpangan sebagai berikut :

    - Tidak ada sarana deteksi / alarm

    - Sistem deteksi / alarm tidak berfungsi

    - Alat pemadam api tidak sesuai / tidak memadai

    - Alat pemadam api tidak berfungsi

    - Sarana evakuasi tidak tersedia, dan lain-lain.

    2.2 Definisi Bangunan Gedung

    Bangunan Gedung adalah wujud fisik hasil pekerjaan kontruksi yang menyatu

    dengan tempat dan kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada diatas atau didalam

    tanah/air, yang berfungsi sebagai tempat manusia melakukan kegiatannya, baik untuk

    hunian atau tempat tinggal, kegiatan keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan sosial,

    budaya, maupun kegiatan khusus. (PERDA DKI Jakarta, 2008).

    Berdasarkan PERDA DKI Jakarta No.8/2008, bangunan gedung berdasarkan

    tingginya dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok yaitu bangunan rendah

    merupakan bangunan dengan ketinggian sampai dengan 14 meter, bangunan menengah

    dengan ketinggian lebih 14 meter - 40 meter dan bangunan tinggi dengan ketinggian

    lebih dari 40 meter.

    Bangunan bertingkat memiliki potensi bahaya, terutama pada saat terjadi keadaan

    darurat misalnya kebakaran, gempa bumi, ledakan, ancaman bom, dan lain-lain. Pada

  • 10

    keadaan darurat seperti potensi bahaya kebakaran, diperlukan kelengkapan kebakaran

    dan fasilitas evakuasi yang tepat dan handal, baik pada pencegahan kebakaran,

    peringatan dini dan penanggulangan keadaan darurat dalam keadaan kebakaran.

    2.3 Klasifikasi Kebakaran

    Banyak sekali klasifikasi kebakaran yang ada, namun di Indonesia klasifikasi

    yang dipakai adalah sesuai dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi

    No. Per 04/Men/1980 yang pembagiannya adalah sebagai berikut :

    1. Kelas A : Bahan bakar padat

    Bahan padat selain logm yang kebanyakan tidak dapat terbakar dengan

    sendirinya. Kebakaran kelas A ini akibat panas yang datang dari luar, molekul-

    molekul benda padat berurai dan membentuk gas, lalu gas inilah yang terbakar,

    sifat utama dari kebakaran benda padat adalah bahan bakarnya tidak mengalir

    dan sanggup menyimpan bahan panas baik sekali. Bahan-bahan yang dimaksud

    seprti mengandung selulosa, karet, kertas, berbagai jenis plastik, dan serat-serat

    alam. Prinsip pemadaman kebakaran jenis ini adalah dengan cara menurunkan

    suhu dengan cepat. Jenis media ini pemadaman yang cocok adalah dengan

    menggunakan air.

    2. Kelas B : Bahan bakar cair

    Kebakaran yang melibatkan cairan dan gas, dapat berupa solvent, pelumas,

    produk minyak bumi, pengencer cat, bensin dan cairan yang mudah terbakar

    lainnya. Diatas, cairan pada umumnya terdapat gas, dan gas ini yang dapat

    terbakar pada bahan bakar cair ini suatu bunga api yang akan menimbulkan

    kebakaran. Sifat cairan ini adalah mudah mengalir dan menyalakan api ketempat

    lain. Prinsip pemadamannya adalah dengan cara menghilangkan oksigen dan

    menghalangi nyala api. Jenis media pemadaman yang cocok adalah dengan

    menggunakan busa/foam.

    3. Kelas C : Kebakaran aparat listrik yang bertegangan

    Kebakaran aparat listrik yang bertegangan, yang mana sebenarnya kelas C ini

    tidak lain dari kebakaran kelas A dan B atau kombinasi dimana ada aliran listrik.

  • 11

    Apabila aliran listrik diputuskan akan berubah menjadi kebakaran kelas A atau

    B. Kelas C perlu diperhatikan dalam memilih jenis media pemadaman yaitu yang

    tidak menghantar listrik untuk melindungi orang yang memadamkan kebakaran

    aliran listrik. Biasanya menggunakan dry chemical, CO2, atau gas halon.

    4. Kelas D : Kebakaran logam

    Kebakaran logam seperti magnesium, titanium, uranium, sodium, lithium,dan

    potassium. Untuk pemadaman pada kebakaran logam ini perlu dengan alat atau

    media khusus. Prinsipnya dengan cara melapisi permukaan logam yang terbakar

    dan mengisolasinya dari oksigen.

    2.4 Bahaya Kebakaran

    Kebakaran yang terjadi sering mengakibatkan kecelakaan yang berkelanjutan, hal ini

    disebabkan pada peristiwa kebakaran yang dihasilkan yaitu : panas (radiasi panas), asap,

    ledakan, dan gas. Adapun bahaya-bahaya dari kebakaran adalah sebagai berikut :

    1. Bahaya Radiasi Panas

    Pada saat terjadi kebakaran, panas yang ditimbulkan merambat dengan cara

    radiasi, sehingga benda-benda disekelilingnya menjadi panas. Akibatnya benda-

    benda tersebut akan menyala jika titik nyalanya terlampaui. Selain pada benda

    akibat paparan panas yang tinggi mengakibatkan manusia menderita kehabisan

    tenaga, kehilangan cairan tubuh, terbakar atau luka bakar pada pernafasan dan

    mematikan jantung. Pada temperature 148,9C dikatakan sebagai temperature

    tertinggi dimana manusia dapat bertahan (bernafas) hanya dalam waktu yang

    singkat.

    2. Bahaya Asap

    Asap yang ditimbulkan pada saat terjadi kebakaran berasal dari proses

    pembakaran yang tidak sempurna dari bahan-bahan yang mengndung unsure

    karbon. Oleh efek pemanasan menyebabkan asap naik dan membentuk seperti

    gumpalan awan kemudian berpencar secara horizontal dan kebawah mengisi

    seluruh ruang. Ketebalan asap tergantung dari jenis bahan yang terbakar dan

    temperatur kebakaran tersebut. Adapun akibat asap antara lain :

  • 12

    - Menyebabkan iritasi / rangsangan terhadap mata, selaput lender pada hidung

    dan kerongkongan.

    - Keberadaan asap akan mengurangi konsentrasi oksigen di udara, sehingga

    akan mengganggu pernafasan.

    - Pada suatu ruangan tertutup, ketebalan asap akan mengganggu pandangan

    yang berakibat kehilangan arah saat penyelamatan diri dan tertutupnya tanda

    arah keluar, sehingga orang dapat terjebak dalam kebakaran.

    3. Bahaya Ledakan

    Bahaya ledakan dapat terjadi pada saat kebakaran. Jika diantara bahan-bahan

    yang terbakar terdapat bahan yang mudah meledak, misalnya terdapat tabung-

    tabung gas bertekanan, maka dapat terjadi ledakan.

    4. Bahaya Gas

    Pada peristiwa kebakaran banyak gas yang dihasilkan yang berasal dari bahan-

    bahan yang terbakar (terutama bahan-bahan kimia). Gas-gas tersebut dapat

    menyebabkan iritasi, sesak nafas, bahkan sifat racun yang mematikan.

    Gas beracun yang biasanya dihasilkan oleh proses kebakaran yaitu HCN, NO2,

    HCL dan lain-lain. Gas beracun tersebut dapat meracuni paru-paru dan

    menyebabkan iritasi pada saluran pernafasan dan mata. Sedangkan gas lain

    seperti CO2 dan H2S dapat mengurangi kadar oksigen di udara. Pada keadaan

    normal kadar oksigen di udara sekitar 21% dan akan berkurang pada saat terjadi

    kebakaran karena oksigen juga digunakan pada proses pembakaran. Jika kadar

    oksigen di udara kurang dari 16%, manusia akan lemas dan tidak dapat

    mengenali bahaya yang ada disekitarnya. Sedangkan pada kadar 12%, manusia

    tidak akan bertahan hidup.

    Selain itu kebakaran juga dapat diklasifikasikan berdasarkan sifat hunian yang

    ditentukan dari jenis kegiatan, bahan-bahan yang digunakan konstruksi dan jumlah serta

    sifat penghuni yang diklasifikasikan sebagai berikut (Depnaker, 2000) :

    1. Bahaya Kebakaran Ringan

  • 13

    Adalah hunian yang mempunyai nilai terbakar rendah dan apabila terjadi kebakaran

    akan melepaskan panas yang rendah dan menjalarnya api lambat. Yang termasuk hunian

    bahaya kebakaran ringan adalah tempat ibadat, club, tempat pendidikan, tempat

    perawatan, perpustakaan, museum, perkantoran, rumah makan, hotel, rumah sakit dan

    penjara.

    2. Bahaya Kebakaran Sedang Kelompok I

    Adalah hunian yang mempunyai kebakaran rendah, penimbunan bahan yang mudah

    terbakar sedang dengan tinggi tidak lebih dari 2,5 meter dan apabila terjadi kebakaran

    melepaskan panas sedang, penjalaran api sedang. Yang termasuk hunian bahaya

    kelompok ini adalah parker mobil, pabrik roti, pabrik minuman, pengalengan, binatu,

    pabrik susu, pabrik barang gelas dan pabrik permata.

    3. Bahaya Kebakaran Sedang Kelompok II

    Adalah hunian yang mempunyai kemudaha nilai kebakaran sedang, penimbunan bahan

    yang mudah terbakar dengan tinggi tidak lebih dari 4 meter dan apabila terjadi

    kebakaran melepaskan panas sedang. Sehingga menjalarnya api sedang. Yang termasuk

    kelaompok ini adalah penggilingan gandum atau beras, pabrik makanan, pabrik kimia,

    dan pertokoan yang memiliki kurang dari 50 orang.

    4. Bahaya Kebakaran Sedang Kelompok III

    Adalah hunian yang mempunyai nilai kemudahan terbakar tinggi dan apabila terjadi

    kebakaran melepaskan panas tinggi, sehingga menjalarnya api cepat. Yang termasuk

    dalam kelompok ini pameran, pabrik ban, pabrik permadani, bengkel mobil, studio

    pemancar, gudang (cat, minuman keras), penggergaji kayu dan pabrik pengolahan

    tepung.

    5. Bahaya Kebakaran Berat

    Adalah hunian yang mempunyai nilai terbakar tinggi, dan apabila terjadi kebakaran

    melepaskan panas tinggi dan penjalaran api cepat. Yang termasuk kelompok ini adalah

    pabrik kimia, bahan peledak, dan cat, pabrik korek, pabrik kembang api, pemintalan

    benang, studio film, studio televise, penyulingan minyak, pabrik karet, busa dan pabrik

    plastic busa.

  • 14

    Dengan adanya pengklasifikasian kebakaran tersebut akan lebih mudah, lebih cepat dan

    lebih tepat dalam pemilihan media pemadam yang digunakan untuk memadamkan

    kebakaran.

    2.5 Klasifikasi Bangunan Gedung

    Perda DKI Jakarta dan Permenaker, Kementerian Pekerjaan Umum melalui

    KepMen PU No.10/KPTS/2000 sebagai berikut :

    a. Kelas 1 : Bangunan Hunian Biasa

    Adalah satu atau lebih bangunan yang merupakan:

    1. Kelas 1a : bangunan hunian tunggal berupa :

    a. Satu rumah tunggal, atau

    b. Satu atau lebih bangunan hunian gandeng, yg masing-masing

    bangunannya dipisahkan dengan satu dinding tahan api, termasuk rumah

    deret, rumah taman, unit town house,villa atau

    2. Kelas 1b : rumah asrama/kost, rumah tamu, hotel, atau sejenisnya degan luas

    total lant kurang dari 300M dan tidak lebih dari 12 orang secara tetap, dan

    tidak terletak diatas atau dibawah bangunan hunian lain atau bangunan kelas

    lain selain tempat garasi pribadi.

    b. Kelas 2 : Bangunan hunian yang terdiri atas 2 atau lebih unit hunian yang

    masing-masing merupakan tempat tinggal terpisah.

    c. Kelas 3 : bangunan hunian diluar bangunan kelas 1 atau 2, yang umum

    digunakan sebagai tempat tinggal lama atau sementara oleh sejumlah orang yang

    tidak berhubungan, termasuk :

    1. Rumah asrama, rumah tamu, losmen atau

    2. Bagian untuk tempat tinggal dari suatu motel atau hotel, atau

    3. Bagian dari suatu tempat tinggal dari suatu sekolahan, atau

    4. Panti untuk orang berumur, cacat, atau anak-anak, atau

    5. Bagian untuk tempat tinggal dari suatu bangunan perawatan kesehatan yang

    menampung karyawan-karyawannya.

    d. Kelas 4 : Banguna hunian campuran

  • 15

    Adalah tempat yang berada dalam suatu bangunan kelas 5,6,7,8,atau 9 dan

    merupakan tempat tinggal yang ada dala bangunan tersebut.

    e. Kelas 5 : Bangunan Kantor

    Adalah gedung yang dipergunakan untuk tujuan-tujuan usaha professional,

    pengurusan administrasi, atau usaha komersial, diluar bangunan kelas 6,7,8 atau

    9.

    f. Kelas 6 : Bangunan Perdagangan

    Adalah bangunan toko atau bangunan lain yang dipergunakan untuk tempat

    penjualan barang-barang secara eceran atau pelayanan kebutuhan langsung

    kepada masyarakat, termasuk :

    1. ruang makan, caf, restoran, atau

    2. ruang makan malam, bar, took, atau kios sebagai bagian dari suatu hotel atau

    motel, atau

    3. tempat potong rambut atau salon, tempat cuci umum, atau

    4. pasar, ruang penjualan, ruang pamer, atau bengkel

    g. Kelas 7 : Bangunan penyimpanan atau gudang

    adalah bangunan gedung yang dipergunakan untuk penyimpanan, termasuk :

    1. tempat parkir umum, atau

    2. gudang, atau tempat pamer barang-barang produksi untuk dijual atau dicuci

    gudang.

    h. Kelas 8 : Bangunan laboraturium/industri/pabrik

    adalah bangunan laboraturium dan bangunan yang digunakan untuk tempat

    pemrosesan suatu produksi, perakitan, perubahan, perbaikan, pengepakan,

    finishing, atau pembersih barang-barang produksi dalam rangka perdagangan

    atau penjualan.

    i. Kelas 9 : Bangunan umum

    adalah bangunan gedung yang dipergunakan untuk melayani kebutuhan

    masyarakat umum, yaitu :

    1. kelas 9a : bangunan perawatan kesehatan, termasuk bagian-bagian dari

    bangunan tersebut yang berupa laboraturium,

  • 16

    2. kelas 9b : bangunan pertemuan, termasuk bengkel kerja, laboratorium atau

    sejenisnya di sekolah dasar atau sekolah lanjutan, hall, bangunan peribadatan,

    bangunan budaya atau sejenisnya, tetapi tidak termasuk setiap bagian dari

    bangunan yang merupakan kelas lain.

    j. kelas 10 : adalah bangunan atau struktur yang bukan hunian :

    1. kelas 10a : bangunan bukan hunian yang merupakan garasi pribadi, carport,

    atau sejenisnya,

    2. kelas 10b : struktur yang berupa pagar, tonggak, antenna, dinding penyangga

    atau dinding yang berdiri bebas, kolam renang, atau sejenisnya.

    2.6 Teori Api

    2.6.1 Segitiga Api

    Kebakaran dapat terjadi karena adanya tiga unsure yang saling berhubungan, yaitu

    adanya bahan bakar, adanya oksigen dan adanya sumber panas atau nyala. Panas penting

    untuk nyala api tetapi bila api telah timbul dengan sendirinya menimbulkan panas untuk

    tetap menyala (ILO, 1992), karena kebakaran tidak akan menyala apabila :

    1. Tidak terdapat bahan bakar sama sekali atau tidak terdapat dalam jumlah yang

    cukup

    2. Tidak terdapat sama sekali oksigen atau tidak dalam kondisi yang cukup

    3. Sumber panas tidak cukup untuk menimbulkan api

    Tiga unsur tersebut dinamakan segitiga api, berikut adalah gambar segitiga api :

    Gambar 2.1 Segitiga Api

    Bahan bakar dapat dikategorikan menjadi 3 jenis :

  • 17

    - Bahan bakar padat :

    a. Plastik

    b. Serat

    c. Kayu

    d. Partikel logam

    - Bahan bakar cair :

    a. Bensin

    b. Aseton

    c. Eter

    d. Penatane

    - Bahan bakar gas :

    a. Asetilen

    b. Propane

    c. Karbon monoksida

    d. Hydrogen

    Oksigen biasanya terdapat pada lingkungan sedangkan sumber panas atau nyala

    bisa berasal dari mesin, lingkungan, listrik dan lain-lain. Apabila salah satu dari tiga

    komponen tersebut tidak ada kebakaran tidak akan terjadi.

    2.6.2 Bidang Empat Api/ Tetrahedron of Fire

    Tetapi studi lebih lanjut menyatakan bahwa kebakaran tidak hanya disebabkan

    oleh tiga unsure diatas, namun ada tambahan unsure keempat yaitu reaksi berantai pada

    pembakaran sehingga pada segitiga api menjadi model baru yang disebut dengan bidang

    empat api (Tetrahedron of fire).

  • 18

    Gambar 2.2 Bidang Empat api/Tetrahedron of fire

    Teori ini didasarkan bahwa dalam panas pembakaran yang normal, reaksi kimia yang

    terjadi menghasilkan beberapa zat yaitu CO, CO2,SO2, asap dan gas. Hasil yang lain

    dari reaksi ini adalah radikal-radikal bebas dari atom oksigen dan hydrogen dalam bentik

    hidroksil. Bila ada dua hydroksil akan bereaksi menjadi H2O dan radikal bebas O,

    reaksi 2OH H2O + O radikal. O radikal ini selanjutnya akan berfungsi sebagai umpan

    pada proses pembakaran, sehingga disebut reaksi pembakaran berantai (Chain Reaction

    of Combutsion). Dari reaksi kimia selama proses pembakaran berlangsung, memberikan

    kepercayaan pada hipotesa baru dari segitiga api kebentuk bidang empat api, dimana

    yang keempat sebagai sisi dasar yaitu rantai reaksi pembakaran. (muhaimin,2004).

    2.7 Teori Pemadaman

    Teknik Pemadaman adalah dengan merusak keseimbangan pencampuran ketiga

    unsure penyebab kebakaran. Menurut NFPA (1991) teknik-teknik pemadaman antara

    lain :

    a. Cooling/pendingin

    Suatu kebakaran dapat dipadamkan dengan mendinginkan permukaan dan

    bahanyang mudah terbakar dengan menggunakan semprotan air sampai suhu

    dibawah titiknya. Pendinginan permukaan dan minyak yang mudah terbakar

    akan menghentikan proses terbentuknya uap. Bila penguapan dapat dihentikan,

    kebakaran akan berakhir. Prinsip-prinsip pemadamannya antara lain :

  • 19

    Kecepatan pemindahan panas sebanding dengan luas permukaan cairan

    yang terpapar oleh api.

    Kecepatan pemindahan panas tergantung perbendaan suhu antara lain

    dengan udara sekitar atau benda terbakar.

    Kecepatan pemindahan panas yang tergantung pada kandungan uap

    dalam udara khususnya dalam hal penjalaran api.

    Kapasitas penyerapan panas dari air tergantung pada jarak yang ditempuh

    oleh air dan kecepatannya dalam daerah pembakaran.

    b. Smothering/penyelimutan

    Suatu kebakaran dibatasi dengan memutus hubungannya dengan oksigen atau

    udara yang diperlukan dalam terjadinya proses kebakaran. Menyelimuti bagian

    yang terbakar dengan CO2 atau busa akan menghentikan suplai udara.

    c. Memisahkan bahan yang terbakar

    Suatu kebakaran bahan yang terbakar dapat dipisahkan dengan jalan menutup

    aliran menuju ketempat kebakaran atau menghentikan suplai bahan bakar yang

    dapat terbakar.

    d. Memutus rantai reaksi

    Pemutusan rantai reaksi pembakaran ini dapat dilakukan secara fisik, kimia, atau

    kobinasi fisik-kimia. Secara fisik nyala api dapat dipadamkan dengan peledakan

    bahan peledak ditengah-tengah kebakaran. Secara kimia pemadaman nyala api

    dapat dilakukan dengan pemakaian bahan-bahan yang dapat menyerap hidroksit

    (OH) dari rangkaian pembakaran. (triasbudi,1998).

    Bahan-bahan tersebut dapat dibedakan dalam tiga kelompok, yaitu :

    - Logam alkali berupa tepung kimia kering (dry chemical)

    - Ammonia berupa tepung kimia kering

    - Halogen yang berupa gas dan cairan

    2.8 Penyebab Terjadinya Kebakaran

    Pada umumnya penyebab kebakaran dan peledakan bersumber pada tiga faktor, yaitu :

  • 20

    1. Faktor Manusia / Pekerja

    a. Faktor Pekerja

    Tidak mau tahu atau kurang mengetahui prinsip dasar pencegahan

    kebakaran dan peledakan.

    Menempatkan barang atau menyusun barang yang mudah terbakar tanpa

    menghiraukan norma-norma pencegahan kebakaran dan peledakan.

    Pemakaian tenaga listrik yang berlebihan.

    Kurang memiliki rasa tanggung jawab atau adanya unsur kesengajaan.

    b. Faktor Pengelola

    Sikap pengelola yang tidak memperhatikan keselamatan kerja.

    Kurangnya pengawasan terhadap kegiatan pekerja.

    System dan prosedur kerja tidak diterapkan dengan baik terutama dalam

    kegiatan penentuan bahaya dan penerangan bahaya.

    Tidak adanya standar yang dapat diandalkan.

    Penerapan pengawasan yang tidak tegas, terutama yang menyangkut bagian

    kritis dari perawatan, system penanggulangan kebakaran, baik dari tekanan

    udara dan instalasi pemadam kebakaran tidak diawasi dengan baik.

    2. Faktor teknis sebagai penyebab kebakaran dan peledakan

    Biasanya terjadi melalui proses fisik atau mekanis dimana factor penting yang

    menjadi peranan proses ini adalah :

    a. Timbulnya panas akibat kenaikan suhu atau timbulnya bunga api akibat dari

    pengetesan benda-benda maupun adanya api terbuka melalui proses kimia

    yaitu yang terjadi sewaktu pengangkutan bahan-bahan kimia berbahaya,

    penyimpanan dan penanganan (handling) tanpa memperhatikan petunjuk

    yang ada.

    b. Melalui tenaga listrik pada umumnya terjadi karena hubungan pendek,

    sehingga menimbulkan panas atau bunga api dan dapat menyalakan atau

    membakar komponen yang lain.

    3. Faktor Alam

  • 21

    a. Petir adalah salah satu penyebab terjadinya kebakaran

    b. Gunung meletus, dan lain-lain

    2.9 Keselamatan Kebakaran di Gedung

    2.9.1 Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran

    Pencegahan adalah Melakukan sesuatu upaya agar sesuatu yang diprediksi akan

    terjadi, tidak jadi terjadi atau kalaupun terjadi skalanya lebih kecil / lebih ringan.

    Sedangkan, Penanggulangan adalah: suatu cara untuk menyelesaikan suatu masalah.

    Artinya: Hal-hal yang bisa dilakukan oleh siapa saja untuk mengatasi problem dan

    masalah agar diperoleh hasil yang diharapkan. Suatu kejadian kebakaran adalah

    termasuk kedalam golongan keadaan darurat, tanggap darurat kebakaran sangatlah

    penting diterapkan dimanapun tempatnya, apapun jenis aktifitasnya, merupakan satu

    langkah positif dalam penerapan program K3 di perusahaan. Bila kebakaran terjadi

    ditempat kerja atau di suatu industri tentu peran pengusaha dan tenaga kerja merupakan

    kunci utama dalam keberhasilan. Pencegahan dan penanggulangan bahaya kebakaran

    karena pengusaha adalah orang memegang kendali ditempat kerja.

    Dalam rangka pencegahan dan penanggulangan bahaya kebakaran ada beberapa

    hal penting yang harus dilakukan oleh perusahaan antara lain :

    1. Organisasi

    Untuk mengatasi keadaan darurat perlu ditunjuk seorang pejabat sebagai

    coordinator umum untuk memimpin seluruh operasi dan coordinator lapangan sebagai

    pemegang komando ditempat kejadian, coordinator umum adlah pejabat paling senior

    yang ada di perusahaan biasanya adalah direktur atau manager operasi. Coordinator

    lapangan harus dipilih diantara manager senior yang mampu menguasai diri dalam

    keadaan stress yang berat. Karena karakteristik khusus keadaan darurat yang

    memerlukan ketahanan terhadap stress dan kemampuan fisik yang prima, apabila

    diantara manager senior tidak ada yang memenuhi syarat, maka dipilih diantara manager

    yang lebih muda, selanjutnya menyusun rantai komando dalam penanggulangan keadaan

  • 22

    darurat, rantai komando ini harus efektif dan sependek mungkin, penunjukkan personil

    berdasarkan kemampuan dan ketahanan terhadap stress.

    Suatu organisasi keadaan darurat memerlukan ruang komando yang aman dari

    ancaman bahaya, dilengkapi dengan peta areal pabrik serta alat komunikasi keseluruh

    bagian dan ke unit-unit penanggulangan keadaan darurat. Dalam organisasi

    penanggulangan keadaan darurat harus dibentuk beberapa tim dimana tim tersebut

    terdiri dari :

    1. Tim penaggulangan kebakaran

    2. Tim evakuasi

    3. Tim pencarian dan penyelamatan

    4. Tim bantuan darurat medic

    5. Tim penanggulangan kebocoran

    6. Tim pengendalian operasi pabrik (penghetian operasi)

    7. Tim penghubung (komunikasi) internal dan eksternal

    8. Tim teknis (pemeliharaan dan perbaikan, menutup kebocoran dan pengosongan

    tangki)

    Demikianlah hal-hal yang harus ada dalam organisasi penangggulangan keadaan darurat.

    Menurut NFPA 550 (1986), 3 (tiga) tujuan dasar keselamatan kebakaran, yaitu :

    1. Keselamatan Jiwa (Life Safety)

    Menyelamatkan jiwa manusia harus menjadi prioritas utama dibandingkan

    lainnya, karena jiwa manusia tidak dapat ditukar dengan materi apapun.

    2. Perlindungan Harta Benda (Property Protection)

    Harta benda perusahaan seperti surat-surat berharga, dokumen dan fasilitas

    kantor lainnya harus diselamatkan ke area yang lebih aman. Perlindungan asset

    perusahaan ini menjadi penting bilamana dikemudian hari masih bisa

    dipergunakan dengan sebaik-baiknya.

    3. Kelangsungan Operasional (Operational Continuity)

  • 23

    Apanila kebakaran terjadi maka akan mengganggu kelangsungan operasional

    atau terhentinya kegiatan usaha baik produksi barang dan jasa, oleh karena itu

    perlu diupayakan pengamanan terhadap bangunan gedung.

    2.10 Sarana Proteksi Kebakaran

    2.10.1 Sistem Proteksi Aktif Kebakaran

    2.10.1.1 Alat Pemadam Api Ringan (APAR)

    Alat Pemadam Api Ringan (APAR) Menurut UU PerMenaker No.04/Men/1980

    tentang Syarat-syarat Pemasngan dan Pemeliharaan Alat Pemadam Api Ringan (APAR)

    adalah alat yang ringan serta mudah dilayani oleh satu orang untuk memadamkan api.

    pada mula terjadi kebakaran Media pemadam api yang umum dipakai untuk alat

    pemadam api ringan adalah air, busa, serbuk kimia kering, karbon dioksida (CO2) dan

    halon. Setiap jenis media pemadam api mempunyai keunggulan tertentu untuk kelas

    tertentu dan mungkin dapat berbahaya untuk kelas lainnya.

    Jenis-jenis APAR

    Busa

    Ada dua macam busa yaitu busa kimia dan busa mekanik. Busa kimia dibuat dari

    gelembung yang berisi antara lain zat arang dan karbon dioksida, sedangkan busa

    mekanik dibuat dari campuaran zat arang dengan udara. Busa memadamkan api melalui

    tiga kombinasi aksi pemadaman yaitu menutup, melemakhan, dan mendinginkan.

    Menutupi yaitu membuat selimut busa diatas bahan yang terbakar sehingga kontak

    dengan oksigen (udara) terputus. Melemahkan yaitu mencegah penguapan cairan yang

    mudah terbakar dan mendinginkan yaitu menyerap kalori cairan yang mudah terbakar

    sehingga suhunya turun.

    Busa kimia dihasilkan oleh reaksi dua macam bahan kimia larutan B yang berisi

    NaHCO3 (Sodium Bikarbonat) serta tambahan bahan kimia lainnya untuk keseimbangan

    apabila kedua larutan tersebut dicampurkan akan mengasilkan gas CO2.

    Serbuk Kimia Kering

  • 24

    Serbuk kimia kering mempunyai ukuran serbuk sangat halus dengan kelembaban kurang

    dari 0,2 % dan bila serbuk kimia kering ditebarkan dipermukaan air, maka serbuk tidak

    akan tenggelam dalam waktu satu jam, sebagian besar bahan kimia kering terdiri dari

    phosphoric acid bihidrogenate ammonium 95% dan garam silic acid ditambahkan untuk

    menghindarkan jangan sampai mengeras serta menambah sifat-sifat mengalir serta setiap

    permukaan butir serbuk dibungkus silicone agar anti air, sifat serbuk kimia kering tidak

    beracun namun dapat menyebabkan sesak nafas untuk sementara waktu pandangan mata

    jadi terhalang. Ammonium hydro phospat merupakan serbuk kimia kering serba guna,

    dapat digunakan untuk memadamkan api golongan A, B, dan C sedangkan

    Natrium bicarbonate dan calcium bicarbonate merupakan bentuk kimia kering biasa

    yang dapat dipergunakan untuk memadamkan kebekaran golongan B dan C. cara kerja

    sebuk kimia kering bergantung kepada jumlah serbuk kimia kering makin luas

    permukaan yang dapat ditutupi.

    Karbon dioksida (CO2)

    Media pemadam api CO2 dalam tabung harus dalam keadaan fase cair bertekanan

    tinggi. Prinsip kerja gas CO2 dalam memadamkan api adalah bereaksi dengan oksigen

    (O2) sehingga konsentrasi O2 di dalam udara berkurang 20% menjadi sama dengan atau

    lebih kecil dari 14% sehingga api akan padam. Hal ini disebut pemadaman dengan cara

    menutup. Pada kondisi udara kamar titik didih CO2 adalah 80C sedangkan titik kritis

    adalah 26C dimana diatas suhu tersebut CO2 tidak dapat dicairkan walupun diberi

    tekanan tinggi, untuk mencairkan gas CO2 suhunya harus diturunkan dibawah titik kritis

    baru kemudian diberi tekanan tinggi. CO2 yang keluar melalui corong alat pemadaman

    api sekitar 75% langsung menguap menjadi gas, mengikat dan mendesak oksigen

    diudara sedangkan sisanya yang 25% menjadi beku dan berbentuk es.

    Media pemadam api CO2 tidak beracun tetapi dapat membuat orang pingsan atau

    meninggal karena kekurangan oksigen, salah satu kelemahan CO2 adalah bahwa

    pemadam kebakaran tersebut tidak dapat mencegah terjadinya kebakaran kembali

    setelah api padam. Hal itu disebabkan CO2 tersebut tidak dapat mengikat oksigen

  • 25

    sebanding dengan jumlah CO2 yang tersedia sedang suplai api oksigen disekitar tempat

    kebakaran terus berlangsung.

    Halon

    Gas Halon bila terkena panas api akan kebakaran pada suhu 485C akan mengalami

    penguraian. Zat-zat yang dihasilkan dari proses penguraian tersebut akan mengikat

    unsure hydrogen dan oksigen dari udara sehingga menghasilkan beberapa unsure baru

    yang diantaranya adalah Hydrogen Fluorida (HF), Hydrogen Bromida (HBr) dan

    senyawa-senyawa Carbon Halida lainnya (COF2 dan COBr2).

    Karena sifat zat baru tersebut beracun maka membahayakan terhadap manusia. Pada saat

    terjadi kebakaran maka seluruh penghuni harus meninggalkan ruangan kecuali bagi yang

    sudah mengetahui betul cara penggunaannya. Namun untuk saaat sekarang ini halon

    tidak digunakan lagi karena dianggap merusak lapisan ozon.

    APAR mempunyai dua tipe konstruksi tabung, yang pertama adalah tipe tabung gas

    yaitu suatu pemadam yang bahan pemadamanya didorong keluar oleh tabung gas yang

    bertekanan yang dilepas dari tabung gas, yang kedua adalah tipe tabung gas bertekanan

    dimana bahan pemadam didorong keluar oleh gas kering tanpa bahan kimia aktif atau

    udara kering yang disimpan bersama dengan tepung pemadamanya dalam keadaan

    bertekanan.

    Penempatan APAR

    Penempatan APAR disyaratkan memenuhi criteria sebagai berikut (Depnaker, 2000):

    1. Setiap jarak 15 meter (berjarak interval 15 meter)

    2. Ditempatkan yang mudah dilihat dan mudah dijangkau

    3. Pada jalur keluar atau reflex pelarian (evakuasi)

    4. Memperhatikan suhu sekitar

    5. Bila ditempatkan dalam suatu ruangan, pastikan tidak terkunci

    6. Memperhatikan sifat dan jenis bahan terbakar

    7. Intensitas kebakaran yang mungkin terjadi seperti jumlah bahan bakar,

    ukurannya, kecepatannya dll

  • 26

    8. Kemungkinan timbulnya reaksi kimia

    9. Efek terhadap keselamatan dan kesehatan orang yang menggunakannaya

    2.10.1.2 Sistem Hidran

    Instalasi hidran kebakaran adalah suatu sistem pemadam kebakaran tetap yang

    menggunakan media pemadaman kebakaran air bertekana yang dialirkan melalui pipa-

    pipa dan selang kebakaran. System ini terdiri dari system persediaan air, pompa,

    perpipaan, kopling outlet serta selang dan nozzle.

    Untuk memastikan hidran berfungsi, baik perlu dilakukan pemeriksaan dan

    pengujian. Komponen-komponen yang diperiksa dan diuji sebagai berikut :

    1. Uji Aliran

    Sumber air harus diuji untuk memastikan apakah sumber air sesuai dengan

    rancangan.

    Uji aliran harus dilaksanakan pada tiap roof outlet untuk mengetahui bahwa

    pada titik terjauh tersebut masih terdapat aliran dan tekanan yang

    diperlukan.

    Pemeriksaaan Pressure Regulatian Device.

    2. Sistem sumber air atau reservoir

    3. Pompa

    4. Sistem perpipaan

    5. Kotak hidran mudah dibuka

    6. Selang hidran dalam keadaan baik (tidak membelit jika ditarik)

    7. Hose hidran perlu diperiksa secara teliti (apa ada kerusakan atau menua)

    Pemeliharaan hidran harus dilakukan secara berkala dan berkelanjutan untuk

    meyakinkan bahwa alat tersebut dapat berfungsi dengan baik bila suatu saat akan

    digunakan. Dalam melakukan kegiatan tersebut sebaiknya disediakan check list lengkap

    dan hasilnya harus dilakukan evaluasi dan ditindaklanjuti serta semua kegiatan yang

    dilakukan harus didokumentasikan.

  • 27

    Klasifikasi hidran kebakaran berdasarkan jenis penempatannya, dibagi 2 jenis hidran,

    yaitu :

    1. Hidran Gedung (indoor hydrant)

    Hidran gedung adalah hidran yang terletak disuatu bangunan / gedung dan

    instalasi peralatannya disediakan serta di pasang dalam bangunan / gedung

    tersebut. Hidran gedung menggunakan pipa tegak 4 inchi, panjang selang

    mnimum 15m, diameter 1,5 inchi serta mampu mengalirkan air 380 liter per

    menit.

    2. Hidran Halaman (outdoor hydrant)

    Hidran halama adalah hidran yang terletak di luar bangunan / gedung, sedangkan

    instalasi serta peralatannya disediakan serta dipasang si lingkungan bangunan /

    gedung tersebut. Hidran halaman biasanya menggunakan pipa induk 4 6 inchi.

    Panjang selang 30 m dengan diameter 2,5 inchi serta mampu mengalirkan air 950

    liter per menit.

    Setiap bangunan industria harus dilindungi dengan instalasi hidran kebakaran

    dengan ketentuan sebagai berikut : (KepMenPU No.10/KPTS/2000)

    a. Panjang selang dan pancaran air dapat menjangkau seluruh bangunan yang

    dilindungi.

    b. Setiap bangunan dengan bahaya kebakaran ringan yang mempunyai luas

    lantai mnimum 1000m dan 2000m harus dipasang mnimum dua titik

    hidran, setiap penambahan luas lantai maksimum 1000m harus ditambah

    mnimum satu titik hidran.

    c. Setiap bangunan industria dengan kebakaran sedang yang mempunyai luas

    lantai mnimum 800m dan maksimum 1600m harus dipasang mnimum dua

    titik hidran, setiap penambahan luas lantai maksimum 800m harus ditambah

    mnimum satu titik hidran.

    d. Setiap bangunan industri dengan kebakaran tinggi yang mempunyai luas

    lantai mnimum 600m dan maksimum 1200m harus dipasang mnimum dua

    titik hidran, setiap penambahan luas lantai lantai maksimum 600m harus

    ditambah mnimum satu titik hidran

  • 28

    e. Pemasangan hidran maksimal 50 feet (15m) dari unit yang dilindungi.

    Untuk sistem persediaan air untuk hidran dapat berasal dari PDAM, sumur

    artesis, sumur gali dengan sistem penampungan, tangki gravitasi,tangki bertekanan

    reservoir air dengan sistem pemompaan. Biasanya cadangan air memiliki kapasitas

    memadai untuk memadai untuk mematikan api selama 30 menit.

    Pompa kebakaran harus tersedia dua unit dengan kapasitas yang sama ditambah

    dengan satu unit pompa pacu, dimana satu unit dengan pompa utamadan yang lainnya

    sebagai cadangan. Kalau bangunan mempunyai sumber daya listrik dari disegel genset

    sebagai cadangan, maka pompa hidran dalam bangunan tersebut harus terdiri dari pompa

    hidran listrik, satu beroprasi dan satu sebagai cadangan. Selang pemadam kebakaran

    dibuat secara khusus dari vahan kanvas, polyster dan karet sesuai dengan fungsi yang

    diperlukan dalam tugas pemadam, yaitu :

    Harus kuat menahan tekanan air yang tinggi

    Tahan gesekan

    Tahan pengaruh zat kimia

    Mempunyai sifat yang kuat

    Ringan dan elastis

    Panjang selang air 30m dengan ukuran 1,5 s/d 2,5

    Nozzle (kepala selang) memiliki dua tipe yaitu jet (fix nozzle) dan nozzle

    kombinasi. Jenis jet digunakan untuk semprotan jarak jauh, sedangkan nozzle kombinasi

    dapat diatur dengan bentuk jenis pancaran lurus dan pancaran spray.

    Hidran Kebakaran Gedung

    1. Persyaratan Sistem :

    Desain dari sistem pipa tegak ditentukan oleh ketinggian gedung, luas

    perlantai, klasifikasi hunian, sistem sarana jalan keluar, jumlah aliran

    yang dipersyaratkan dan sisa tekanan, serta jarak sambung selang dari

    pasokan air.

  • 29

    Sistem Pipa Tegak Otomatis

    Sistem pipa tegak yang dihubungkan kesuatu pasokan air yang mempu

    memasok kebutuhan sistem pada setiap saat, dan disyaratkan tidak ada

    kegiatan selain membuka katup selang untuk menyediakan air pada

    sambungan selang.

    Sistem Kombinasi

    Sistem pipa tegak mempunyai pemipaan yang memasok sambungan

    selang dan sprinkler otomatis.

    Sambungan Selang

    Kombinasi dari peralatan yang disediakan untuk sambungan suatu selang

    kesistem pipa tegak yang mencakup katup selang dengan keluaran ulir.

    Kotak Selang

    Suatu kombinasi dari seluruh rak selang, pipa pemancarselang dan

    sambungan selang.

    Sistem Pipa Tegak

    Suatu pengaturan dari pemipaan katup, sambungan selang, dan kesatuan

    peralatan dalam bangunan, dengan sambungan selang dipasangkan

    sedemikian rupa sehingga air dapat dikeluarkan dalam aliran atau pola

    semprotan melalui selang dan pipa pemancar yang dihubungkan untuk

    keperluan memadamkan api, untuk mengamankan bangunan dan isinya,

    sebagai tambahan pengaman penghuni. Ini dapat dicapai dengan

    menghubungkan kepasokan air atau dengan menggunakan pompa, tangki

    dan peralatan seperlunya untuk menyediakan masukan air yang cukup

    kesambung selang.

    Kebutuhan Sistem

    Laju air dan tekanan sisa yang disyaratkan dari suatu masukan air, diukur

    pada titik sambungan dari masukan air kesistem pipa tengah.

    2. Batas Tekanan

    Tekanan maksimum pada titik manapun pada sistem, setiap saat tidak boleh

    melebihi 24,1 bar (350 psi).

  • 30

    3. Letak Dari Sambungan Selang :

    Umum

    Sambungan selang dan kotak hidran tidak boleh terhalang dan harus

    terletak tidak kurang dari 0,9 m (3ft) atau lebih dari 1,5m (5ft) di atas

    permukaan lantai.

    Sistem Kelas I

    Sistem kelas I dilengkapi dengan sambungan untuk selang dengan ukuran

    63,5mm (2,5 inch) pada tempat berikut :

    - Pada bordes diantara 2 lantai pada setiap tangga kebakaran yang

    dipersyaratkan.

    - Pada setiap dinding yang berdekatan dengan bukaan jalan keluar

    horizontal.

    - Di setiap jalur jalan keluar pada pintu masuk dari daerah

    bangunan menuju ke jalur jalan keluar.

    - Di bangunan mal yang tertutup, pada pintu masuk kesetiap jalur

    jalan keluar atau koridor jalan keluar dan pintu-pintu masuk untuk

    menuju ke mal.

    - Pada lantai tangga kebakaran yang teratas dengan tangga yang

    dapat mencapai atap, dan bila tangga tidak dapat mencapai atap,

    maka sambungan tambahan 63,5 mm (2,5 inch) harus disediakan

    pada pipa tegak yang terjauh untuk memenuhi keperluan

    pengujian.

    - Apabila bagian lantai atau tingkata yang terjauh dan yang tidak

    dilindungi oleh sprinkler yang jarak tempuhnya dari jalan keluar

    yang diisyaratkan melampaui 45,7m atau bagian lantai/tingkat

    yang terjauh dan dilindungi oleh sprinkler yang jarak tempuhnya

    melebihi 61m dari jalan keluar yang diisyaratkan, sambungan

    selang tambahan harus disediakan pada tempat-tempat yang

    disetujui, dan diisyaratkan oleh instansi kebakaran setempat.

    Sistem Kelas II

  • 31

    Sistem kelas II harus dilengkapi dengan kotak hidran dengan selang

    ukuran 38,1 mm sedemikian rupa sehingga setiap bagian dari lantai

    bangunan berada 39,7 m dari sambungan selang yang dilengkapi dengan

    selang 38,1.

    Sistem Kelas II

    Sistem kelas III harus dilengkapi dengan sambungan selang sebagaimana

    diisyaratkan untuk sistem kelas I dan kelas II.

    (KepMen PU No.10/KPTS/2000)

    2.10.1.3 Sistem Sprinkler

    Sprinkler adalah suatu jenis pemadam kebakaran yang bekerja secara otomatis

    berdasarkan kenaikan suhu. Cara kerja sprinkler sebagai berikut :

    Saat terjadi kebakaran, api memanaskan cairan yang ada didalam tabung kaca

    Bila panas yang dicapai mencukupi (+/- 68 Celcius) maka tabung kaca pecah

    secara otomatis air keluar.

    Diatas adalah gambaran umum sebuah sprinkler bekerja, namun secara real proses

    terjadinya sebuah pemadaman melalui sprinkler biasa disebut Fire System Sprinkler.

    Fire System Sprinkler sendiri memuat gambaran tentang valve (katup), hydraulic

    (tekanan air), pump (pompa), velocity (kecepatan), friction (gesekan), air pressure

    (tekanan udara), water pressure (tekanan angin), Calculation dan sebagainya.

    Jenis Sprinkler

    Jenis (tipe) penggunaan sprinkler, antara lain:

    1. Wet Pipe System

    Dimana saluran/ pipa sprinkler berada telah terisi dengan air, saat terjadi

    kebakaran dan panas mencapai titik pecah kaca sprinkler, air langsung

    menyembur keluar. Saat tekanan air mulai berkurang valve akan terbuka dan

  • 32

    mensuplai air ke dalam saluran. (sistem ini banyak digunakan digedung 2x yang

    mana ruang tidak menjadi bahaya bila tersiram oleh air)

    2. Dry Pipe System

    Sistem ini biasanya diterapkan ditempat yang memiliki suhu dingin. Wet pipe

    system tidak dapat digunakan karena air didalam saluran akan beku, dan bila

    terjadi kebakaran air tidak bisa keluar karena telah berbentuk padat. Dry Pipe

    System tidak terisi air didalam salurannya. Saat terjadi kebakaran alarm akan

    mengirimkan sinyal untuk membuka katup dan menyalurkan air bertekanan.

    Namun dalam kondisi dingin saluran terisi dengan tekanan udara. Sesuai dengan

    hukum archimides maka air tidak dapat mengalir dengan cepat karena adanya

    tekanan udara yang melawan tekanan air. Oleh karenanya Dry Pipe System

    memiliki sistem yang cukup rumit karena adanya tambahan pompa hisap udara

    guna menghilangkan tekanan udara yang ada dalam saluran.

    3. Deluge System

    Bila diartikan secara harafiah bermakna pembanjiran, sistem ini biasa disebut

    open sprinkler, karena tidak menunggu bulb pecah. Saat alarm berbunyi maka

    secara cepat air mengisi saluran dan memancarkan lewat sprinkler terpasang.

    Jenis ini biasanya dimanfaatkan untuk tempat/ benda yang memiliki resiko

    kebakaran berat, seperti genset, gardu induk, tempat penimbunan bahan kabar,

    dsb. Deluge system tidak berisi air didalam salurannya ketika belum bekerja.

    Biasanya Deluge system berbentuk 3 dimensi dengan system air spray yang

    benmanfaat untuk proses pendinginan.

    4. Preaction System

    Sistem sprinkler bekerja secara otomatis yang disambungkan dengan sistim pipa

    udara yang bertekanan atau tidal, dengan tambahan sistem deteksi yang

    tergabung pada area yang sama dengan sprinkler. Penggerak sistem deteksi

    membuka katup yang membuat air dapat mengalir ke sistim pipa sprinkler dan

    air akan dikeluarkan melalui beberapa sprinkler yang terbuka.

  • 33

    5. Combined Dry Pipe-Preaction

    Sistim sprinkler bekerja secara otomatis dan terhubung dengan sistim yang

    mengandung air di bawah tekanan yang dilengkapi dengan sistim deteksi yang

    terhubung pada suatu area dengan sprinkler. Sistim operasi deteksi menemukan

    sesuatu yang janggal yang dapat membuka pipa kering secara simultan dan tanpa

    adanya kekurangan tekanan air di dalam sistim tersebut.

    Menurut SNI 03-3989-2000 sistem sprinkler dikenal dengan 2 macam yaitu

    sprinkler berdasarkan arah pancaran dan sprinkler berdasarkan kepekaan terhadap suhu.

    Berikut klasifikasi kepala sprinkler :

    Klasifikasi sprinkler

    1. Berdasarkan arah pancaran :

    Pancaran keatas

    Pancaran kebawah

    Pancaran kearah dinding

    2. Berdasarkan kepekaan terhadap suhu

    Warna segel

    - Warna putih pada temperatur 93C

    - Warna biru pada temperatur 141C

    - Warna kuning pada temperatur 182C

    - Warna merah pada temperatur 227C

    - Tidak berwarna pada temperatur 68C/74C

    Warna cairan dalam tabung

    - Warna jingga pada temperatur 53C

    - Warna merah pada temperatur 68C

    - Warna kuning pada temperatur 79C

    - Warna hijau pada temperatur 93C

    - Warna biru pada temperatur 141C

    - Warna ungu pada temperatur 182C

    - Warna hitam pada temperatur 201C/260C

  • 34

    Menurut KepMen PU No.02/KPTS/1985 penyediaan air sprinkler dapat diusahan

    melalui :

    1. Tangki Gravitasi

    Tangki tersebut harus direncanakan dengan baik yaitu dengan mengatur

    perletakan, ketinggian, kapasitas penampungnya sehingga dapat menghasilkan

    aliran dengan tekanan yang cukup pada kepala sprinkler.

    2. Jaringan Air Bersih

    Jaringan air bersih digunakan apabila kapasitasdan tekanannya memenuhi syarat

    yang ditentukan. Diameter pipa air bersih yang dihubungkan dengan pipa tegak

    sprinkler harus berdiameter sama, dengan ukuran minimum 100mm.

    3. Tangki Bertekanan

    Tangki tersebut harus direncanakan baik yaitu dengan memeberikan alat deteksi

    yang dapat memberikan tanda apabila tekanan dan tinggi muka air dalam tangki

    turun melalui batas yang ditentukan. Isi tangki harus selalau terisi minimum 2/3

    bagian dan kemudian diberi tekanan sekurang-kurangnya 5kg/cm.

    4. Tangki Mobil Kebakaran

    Bila tangki gravitasi, tangki bertekanan dan jaringan air bersih tidak berfungsi

    dengan normal, dapat dipompakan air dari tangki mobil unit pemadam kebakaran

    dengan ukuran pipa minimum 100mm.

    2.10.1.4 Alarm Kebakaran

    Alarm Kebakaran

    Alarm kebakaran adalah komponen system yang memberikan isyarat atau tanda adanya

    suatu kebakaran yang berupa :

    Alarm Kebakaran yang memberikan tanda/isyarat berupa bunyi khusus (Audible

    Alarm). Alarm kebakaran harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :

    - Mempunyai bunyi serta irama yang khas sehingga mudah dikenal sebagai

    alarm kebakaran.

    - Bunyi alarm tersebut mempunyai frekuensi kerja antara 500-1000 Hz

    dengan tingkat kekerasan suara minimal 65 dB.

  • 35

    - Untuk ruangan dengan tingkat kebisingan normal yang tinggi, tingkat

    kekerasan alarm audio minimal 5 dB lebih tinggi dari kebisingan normal.

    - Untuk ruangan yang kemungkinan digunakan untuk tidur / istirahat,

    tingkat kekerasan alarm audio minimal 75 dB.

    Alarm Kebakaran yang memberikan tanda/isyarat yang tertangkap oleh

    pandangan mata secara jelas (Visible Alarm).

    2.10.1.5 Detektor

    Alat Detektor Kebakaran

    Detektor kebakaran adalah suatu alat yang berfungsi mendeteksi secara dini adanya

    suatu kebakaran awal, yang termasuk alat detector kebakaran adalah :

    1. Detektor Asap (Smoke Detector)

    Detector asap adalh alat yang mendeteksi partikel yang terlihat atau yang tidak

    terlihat dari suatu pembakaran. Detector asap terdapat 2 jenis yaitu detector asap

    optic dan detector asap ionisasi (PerMenaker No.02/Men/1983 tentang instalasi

    kebakaran otomatik )

    2. Detektor Panas (Heat Detector)

    Detektor panas adalah alat yang mendeteksi temperatur tinggi atau laju kenaikan

    temperatur yang tidak normal. Detektor panas terdapat 3 jenis, yaitu :

    Detektor bertemperatur tetap yang berkerja pada suatu batas panas

    tertentu (fixed tempereature).

    Detektor yang bekerja berdasarkan kecepatan naiknya temperature (rate

    of rise).

    Detektor kombinasi yang bekerjanya berdasarkan kenaikan temperature

    dan batas temperature maksimum yang ditetapkan.

    (PerMenaker No.02/Men/1983 tentang instalasi kebakaran otomatik)

    3. Detektor Nyala Api (Flame Detector)

    Menurut PerMenaker No. 02/Men/1983 tentang instalasi kebakaran otomatik

    nyala api adalah detektor yang bekerja berdasarkan radiasi nyala api. Terdapat 2

    tipe detector nyala api yaitu :

  • 36

    Detektor nyala api ultra violet

    Detector nyala api infra merah

    4. Detektor Gas (Gas Detector)

    Detector gas kebakaran adalah alat detector yang bekerjanya berdasarkan kenaikan

    konsentrasi gas yang timbul akibat kebakaran ataupun gas-gas lainnya yang mudah

    terbakar. (PerMenaker No.02/Men/1983 tentang instalasi kebakaran otomatik).

    2.11 Sarana Penyelamatan Jiwa

    Upaya penyelamatan jiwa (evakuasi) saat terjadi kebakaran dalam gedung atau

    bangunan industri dapat berjalan lancar, suatu bangunan dan gedung harus mempunyai

    beberapa hal sebagai berikut :

    Sarana jalan keluar

    A. Dalam KEPMEN PU No.10/KPTS/2000 tentang ketentuan teknik pengaman

    terhapat kebakaran pada bangunan gedung dan lingkungan EXIT atau jalan

    keluar adalah :

    a. Salah satu kombinasi dari berikut ini jika memberikan jalan keluar

    menuju ke jalan umum atau ruang terbuka : Bagian dalam dan luar

    tangga, ramp, lorong yang dilindungi terhadap kebakaran, bukaan pintu

    yang menuju jalan umum atau ruang terbuka.

    b. Jalan keluar horisontal atau lorong yang dilindungi terhadap kebakaran

    yang menuju ke eksit horisontal.

    B. Rute evakuasi

    Adalah sarana penyelamatan dari daerah kebakaran ketempat aman atau

    daerah yang aman, baik secara vertikal maupun horizontal, yang dapat

    berupa pintu, tangga, koridor, jalan keluar atau kombinasi dari komponen

    komponen tersebut.

    Ada tiga (3) tipe rute penyelamat diri yang dapat digunakan untuk melarikan

    diri dari bahaya kebakaran yaitu :

  • 37

    Langsung menuju tempat terbuka

    Melalui koridor atau gang

    Melalui terowongan atau tangga kedap asap / api.

    Syarat syarat rute evakuasi, yaitu :

    Rute evakuasi harus bebas dari barang barang yang dapat

    mengganggu kelancaran

    evakuasi dan mudah dicapai.

    Koridor, terowongan, tangga harus merupakan daerah aman

    sementara dari bahaya

    api, asap dan gas. Dalam penempatan pintu keluar darurat harus

    diatur sedemikian

    rupa sehingga dimana saja penghuni dapat ,menjangkau pintu keluar

    (exit).

    Koridor dan jalan keluar harus tidak licin, bebas hambatan dan

    mempunyai lebar : untuk koridor minimum 1,2 m dan untuk jalan

    keluar 2 m.

    Rute penerangan harus diberi penerangan yang cukup dan tidak

    tergantung dari sumber utama.

    Arah menuju exit harus dipasang petunjuk yang jelas.

    Pintu keluar darurat (emergency exit) harus diberi tanda tulisan.

    PINTU DARURAT / EMERGENCY EXIT

    Warna tulisan hijau diatas dasar putih tembus cahaya dan dubagian

    belakang tanda tersebut dipasang dua buah lampu pijar yang selalu

    menyala.

    C. Pintu darurat

    Adalah alat bantu yang digunakan untuk keluar dan menyelamatkan jiwa

    menuju tempat yang aman.

    D. Tangga Darurat

    Angga darurat atau tangga kebakaran digunakan sebagai sarana jalan jika

    terjadi kebakaran. Menurut KEPMEN PU No.10/KPTS/2000 tangga

  • 38

    kebakaran adalah tangga yang direncanakan khusus untuk penyelamatan bila

    terjadi kebakaran.

    E. Penerangan Darurat

    Peristiwa kebakaran biasanya disertai dengan padamnya listrik utama.

    Tibulnya produk pembakaran berupa asap dapat memperburuk keadaan

    karena kepekatan asap membuat orang sulit untuk melihat ditambah lagi

    timbulnya sikap panic dari penghuni gedung. Oleh karena itu penting

    disediakan sumber energy cadangan untuk penerangan darurat (emergency

    light), baik pada tanda arah keluar maupun jalur evakuasi.

    Adapun persyaratan penerangan darurat menurut NFPA 101 antara lain

    sebagai berikut :

    1. Sinar lampu berwarna kuning, sehingga dapat menembus asap serta tidak

    menilaukan.

    2. Ruangan yang disinari adalah jalan menuju pintu darurat.

    3. Sumber tenaga didapat dari baterai atau listrik dengan instalasi kabel yang

    khusus, sehingga saat ada api lampu tidak perlu dimatikan.

    F. Tempat berhimpun

    Adalah tempat yang aman untuk berkumpul dan menghindar dari bahaya

    kebakaran, atau tempat berkumpul pengungsi ataupun untuk barang/dokumen

    penting, yang aman dan bebas dari pengaruh kebakaran. Dan tempat ini harus

    lebih dari satu dan setiap berkumpul harus diberi tanda yang jelas.

    2.12 Pendidikan dan Pelatihan Penanggulangan Kebakaran

    Tujuan dari latihan evakuasi untuk menetapkan suatu prosedur untuk bertindak

    bila terjadi kebakaran dan untuk mengembangkan kebiasaan para karyawan terhadap

    situasi api pada masa yang akan datang.

    Adapun frekuensi latihan dan pendidikan evakuasi untuk setiap perusahaan akan

    selalu tergantung kepada berat ringan bahaya kebakaran dari masing masing

  • 39

    perusahaan.

    Pada umumnya latihan dilakukan sebagai berikut :

    a. Bahaya kebakaran ringan : 1 2 kali / tahun

    b. Bahaya kebakaran sedang : 3 4 kali / tahun

    c. Bahaya kebakaran berat : 6 8 kali / tahun

    d. Untuk melaksanakan latihan dengan baik dan efektif instruksi yang diberikan

    kepada para peserta latihan harus memenuhi syarat :

    a. Benar, jelas dan singkat

    b. Bahasa sederhana dan dapat dilaksanakan

    c. Tidak menimbulkan keragu raguan

    2.13. Inspeksi Sarana Penanggulangan Kebakaran

    Untuk mengetahui kelayakan sarana penanggualangan kebakaran yang ada, baik

    peralatan pendeteksi, pemadam, evakuasi dan sarana penunjang kebakaran lainnya,

    maka perlu diadakan pemeriksaan secara berkala.

    Kegiatan pemeriksaan dan pemeliharaan ini merupakan unsur penting guna

    menjamin segi keandalan peralatan proteksi bila terjadi kebakaran. Pemeriksaan yang

    disertai pengetesan, pemeliharaan dan pemeriksaan terhadap :

    a. Sistem deteksi dan alarm kebakaran

    b. Sistem sprinkler otomatis

    c. Sistem hidran

    d. Sistem pemadaman api

    e. Dan lain lain

    2.14. Perencanaan Keadaan Darurat kebakaran

    Keadaan darurat kebakaran adalah situasi dalam kejadian kebakaran pada suatu

    bangunan yang terbakar, semua orang yang merasa terancam dalam bahaya dan ingin

    menyelamatkan diri masing masing. Dalam mengatasi situasi tersebut harus

    melakukan latihan yang berulang ulang dan mengikuti skenario yang baku. (Dalam

  • 40

    Skripsi Sangnur Septa, 2007). Sistem tanggap darurat penanggulangan kebakaran

    tertuang dalam buku panduan yang berisikan siapa dan berbuat apa. Penyusunan rencana

    tindakan keadaan darurat harus dikerjakan oleh tim yang melibatkan semua unsur

    manajemen.

    Tahap perencanaan darurat keadaan darurat, adalah sebagai berikut :

    1) Identifikasi bahaya dan penafsiran risiko

    2) Penakaran sumber daya yang dimiliki

    3) Tinjauan ulang rencana yang telah ada

    4) Tentukan tujuan dan lingkup

    5) Pilih tipe perencanaan yang akan dibuat

    6) Tentukan tugas tugas dan tanggung jawab

    7) Tentukan konsep operasional

    2.15. Teknik Skoring

    Teknik skoring data dimaksudkan untuk mengetahui tingkat pemenuhan terhadap

    hasil observasi sarana proteksi kebakaran aktif dan sarana penyelamatan jiwa dengan

    melihat kesesuaian item data dengan pemenuhan perundangan. Menurut Puslitbang

    Departemen Pekerjaan Umum tingkat keandalan keselamatan bangunan atau tingkat

    penilaian audit kebakaran dapat diklasifikasikan sesuai dengan tabel 2.1.

    Tabel 2.1.

    Tingkat Penilaian Audit Kebakaran

    Nilai Kesesuaian Kondisi Fisik Komponen Keselamatan

    Kebakaran

    Baik (B)

    > 80 100%

    Sesuai persyaratan Semua komponen sistem proteksi kebakaran

    dan sarana penyelamat jiwa berfungsi

    sempurna, sehingga dapat digunakan secara

    optimum, dimana para pengguna gedung

    dapat melakukan kegiatannya dengan

  • 41

    mendapat perlindungan kebakaran yang baik.

    Cukup baik

    (C) 60 80%

    Terpasang tetapi

    ada sebagian kecil

    instalasi yang tidak

    sesuai dengan

    persyaratan

    Semua komponen sistem proteksi kebakaran

    dan sarana penyelamat jiwa masih berfungsi

    baik, tetapi ada komponen yang berfungsi

    kurang sempurna, kadang-kadang

    menimbulkan gangguan fungsi atau

    kenyamanan.

    Kurang (K)

    < 60%

    Tidak sesuai sama

    sekali

    Semua komponen sistem proteksi kebakaran

    dan sarana penyelamat jiwa ada yang rusak

    atau tidak berfungsi kapasitasnya jauh

    dibawah dari nilai yang ditetapkan dalam

    desain atau spesifikasi sehingga kenyamanan

    dan fungsi menjadi terganggu atau tidak bisa

    digunakan total.

    Sumber : Puslitbang pemukiman 2005