bab2 propofol
DESCRIPTION
pleaseeeTRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Propofol (2,6-diisopropylophenol) pertama kali diperkenalkan pada tahun
1977, dilarutkan dalam kremofor karena sifatnya yang tidak larut dalam air.
Kemudian propofol ini ditarik dari peredaran karena pernah dilaporkan terjadinya
insiden reaksi anafilaktik pada saat penyuntikan. Pelarut yang adekuat untuk propofol
ditemukan berdasarkan penelitian klinis pada tahun 1983 dan dipakai di seluruh dunia
sampai saat ini.
Propofol adalah obat anestesi intravena yang paling sering digunakan saat ini.
Dimulai pada tahun 1970-an dihasilkan dari substitusi derivate phenol dengan materi
hipnotik yang kemudian menghasilkan 2,6-diisopropofol. Uji klinik yang pertama
kali dilakukan, dilaporkan oleh Kay dan Rolly tahun 1977, memberikan konfirmasi
penggunaan propofol sebagai obat induksi anestesi. Propofol tidak larut dalam air dan
pada awalnya tersedia dengan nama Cremophor EL (BASF A.G.) Dikarenakan oleh
reaksi anafilaktik yang berkaitan dengan Cremophor EL pada formulasi awal
propofol, obat ini tersedia dalam bentuk emulsi. Propofol digunakan untuk induksi
dan rumatan anestesi, demikian pula untuk sedasi baik di dalam maupun di luar
kamar operasi.
Propofol adalah salah satu dari grup alkylphenol yang dapat menimbulkan
hipnosis pada hewan. Alkylphenols berbentuk minyak pada suhu kamar, tidak larut
dalam air tetapi kelarutannya tinggi dalam lemak. Formula baru yang menyisihkan
3
4
Cremophor tersusun atas 1 % (berat/volume) propofol, minyak kedelai 10 %, glycerol
2,25 % dan 1,2 % purified egg phosphitide. Disodium edentate ditambahkan untuk
memperlambat pertumbuhan bakteri pada emulsi. Formula ini memiliki pH 7,
viskositasnya rendah, berwarna putih susu. Formulasi berikutnya yang mengandung
metabisulfite sebagai antimicrobial diperkenalkan di Amerika. Di Eropa formula 2 %
juga tersedia, dimana emulsinya mengandung campuran dari trigliserida rantai
pendek dan menengah.
Semua formula yang tersedia bersifat stabil pada suhu kamar dan tidak sensitive
terhadap cahaya. Perubahan kelarutan akan sedikit menimbulkan perubahan
farmakokinetik, memecah emulsi, degradasi spontan propofol dan kemungkinan
merubah efek farmakologis.
Propofol menjadi obat pilihan induksi anestesia, khususnya ketika bangun
yang cepat dan sempurna diperlukan. Kecepatan onset sama dengan barbiturat
intravena, masa pemulihan lebih cepat dan pasien dapat pulang berobat jalan lebih
cepat setelah pemberian propofol. Kelebihan lainnya pasien merasa lebih nyaman
pada periode paska bedah dibanding anestesi intravena lainnya. Mual dan muntah
paska bedah lebih jarang karena propofol mempunyai efek anti muntah.
2.2 Struktur Kimia
Propofol mengandung satu cincin fenol dengan dua ikatan grup isoprofil
dengan berat molekul 178 Da. Panjang ikatan alkilfenol ini mempengaruhi potensi,
induksi dan karakteristik pemulihan. Propofol tidak larut dalam air, tetapi 1%
larutan air (10 mg/ml) dapat digunakan sebagai obat intravena dalam larutan emulsi
minyak dalam air yang mengandung 10% minyak kedelai, 2.25% gliserol dan 1.2 %
5
lesitin telur.9,17 Riwayat alergi telur tidak langsung dijadikan kontraindikasi
penggunaan propofol karena kebanyakan alergi telur melibatkan reaksi dengan putih
telur (contoh albumin) sedangkan lesitin diekstraksi dari kuning telur.
Formula ini menyebabkan nyeri saat penyuntikan yang dapat dikurangi
dengan penyuntikan pada vena besar dan dengan pemberian injeksi lidokain 0,1
mg/kgBB sebelum penyuntikan propofol atau dengan mencampurkan 2 ml lidokain
1% dengan 18 ml propofol dapat menurunkan pH dari 8 menjadi 6,3. Propofol adalah
obat yang tidak larut dan membutuhkan lemak untuk emulsifikasi. Formulasi
propofol saat ini menggunakan minyak kedelai sebagai fase minyak dan lesitin telur
sebagai zat emulsifikasi yang terdiri dari trigliserida cincin panjang. Formulasi ini
mendukung pertumbuhan bakterial dan meningkatkan konsentrasi trigliserida plasma
khususnya ketika penggunaan infus IV yang lama.
Gambar 2.1 Propofol
2.3 Mekanisme Kerja
Propofol adalah modulator selektif dari reseptor gamma amino butiric acid
(GABA) dan tidak terlihat memodulasi saluran ion ligand lainnya pada konsentrasi
yang relevan secara klinis. Propofol memberikan efek sedatif hipnotik melalui
interaksi reseptor GABA. GABA adalah neurotransmiter penghambat utama dalam
susunan saraf pusat. Ketika reseptor GABA diaktifkan, maka konduksi klorida
transmembran akan meningkat, mengakibatkan hiperpolarisasi membran sel
6
postsinap dan hambatan fungsional dari neuron postsinap. Interaksi propofol dengan
komponen spesifik reseptor GABA terlihat mampu meningkatkan laju disosiasi dari
penghambat neurotransmiter, dan juga mampu meningkatkan lama waktu dari
pembukaan klorida yang diaktifkan oleh GABA dengan menghasilkan hiperpolarisasi
dari membran sel.
2.4 Farmakokinetik
Pemberian propofol 1.5 – 2.5 mg/kg IV (setara dengan tiopental 4-5 mg/kg
IV atau metoheksital 1.5 mg/kg IV) sebagai injeksi IV (<15 detik), mengakibatkan
ketidaksadaran dalam 30 detik. Sifat kelarutannya yang tinggi di dalam lemak
menyebabkan mulai masa kerjanya sama cepatnya dengan tiopental ( satu siklus
sirkulasi dari lengan ke otak) konsentrasi puncak di otak diperoleh dalam 30 detik dan
efek maksimum diperoleh dalam 1 menit. Pulih sadar dari dosis tunggal juga cepat
disebabkan waktu paruh distribusinya (2-8) menit. Lebih cepat bangun atau sadar
penuh setelah induksi anestesia dibanding semua obat lain yang digunakan untuk
induksi anestesi IV yang cepat. Pengembalian kesadaran yang lebih cepat dengan
residu minimal dari sistem saraf pusat (CNS) adalah salah satu keuntungan yang
penting dari propofol dibandingkan dengan obat alternatif lain yang diberikan untuk
tujuan yang sama.
Rasa sakit karena injeksi terjadi pada sebagian besar pasien ketika propofol
diinjeksikan ke dalam vena tangan yang kecil. Ketidaknyamanan ini dapat dikurangi
dengan memilih vena yang lebih besar atau dengan pemberian 1% lidokain
(menggunakan lokasi injeksi yang sama seperti propofol) atau opioid kerja jangka
pendek.
7
Klirens propofol dari plasma melebihi aliran darah hepatik, menegaskan
bahwa ambilan jaringan (mungkin ke dalam paru), sama baiknya dengan
metabolisme oksidatif hepatik oleh sitokrom P-450, dan ini penting dalam
mengeluarkan obat ini dari plasma. Dalam hal ini, metabolisme propofol pada
manusia dianggap bersifat hepatik dan ekstrahepatik. Metabolisme hepatik cepat dan
luas, menghasilkan sulfat yang tidak aktif dan larut dalam air serta metabolit asam
glukuronik yang diekskresikan oleh ginjal. Propofol juga menjalani hidroksilasi
cincin oleh sitokrom P-450 membentuk 4-hidroksipropofol yang kemudian di
glukuronidasi atau sulfat. Meskipun glukuronida dan konjugasi sulfat dari propofol
terlihat tidak aktif secara farmakologi, 4-hidroksipropofol memiliki sepertiga aktivitas
hipnotik dari propofol. Kurang dari 0.3% dari dosis yang diekskresikan tidak berubah
dalam urine.
2.5 Induksi Anestesi
Dosis induksi dari propofol adalah 1.5 hingga 2.5 mg/kgBB IV, dengan kadar
darah 2-6 µg/ml yang menghasilkan ketidaksadaran tergantung pada pengobatan dan
pada usia pasien. Onset hipnosis propofol sangat cepat (one arm-brain circulation)
dengan durasi hipnosis 5-10 menit. Seperti halnya dengan barbiturat, anak
membutuhkan dosis induksi dari propofol yang lebih tinggi per kilogram badan,
kemungkinan berhubungan dengan volume distribusi sentral lebih besar dan juga
angka bersihan yang tinggi. Pasien lansia membutuhkan dosis induksi yang rendah
(25% hingga 50% terjadi penurunan)akibat penurunan volume distribusi sentral dan
juga penurunan laju bersihan. Pasien sadar biasanya terjadi pada konsentrasi
8
propofol plasma 1,0 hingga 1,5 µg/ml.10 Sediaannya 1 Amp 1% x 20 ml dan Vial 1%
x 50ml; 2% x 50ml.
2.6 Rumatan Anestesi
Dosis khusus dari propofol untuk pemeliharan anestesia adalah 100-300
µg/kgBB/menit IV, seringkali dikombinasikan dengan opioid kerja jangka pendek.
Anestesia umum menggunakan propofol mempunyai efek mual dan muntah paska
operasi yang minimal dan kesadaran yang lebih cepat dengan efek residual yang
minimal.
2.7 Farmakodinamik
2.7.1 Sistem saraf pusat
Propofol mengurangi laju metabolik otak untuk oksigen (CMRO2), aliran
darah ke otak (CBF), dan tekanan intracranial (ICP). Pemberian propofol untuk
menghasilkan sedasi pada pasien dengan SOL (space occupying lesion) intrakranial
tidak meningkatkan ICP. Dosis yang besar dari propofol ini dapat mengurangi
tekanan darah sistemik dan juga mengurangi tekanan perfusi otak (CPP).
Autoregulasi serebrovaskular sebagai respon terhadap perubahan tekanan
darah sistemik dan reaktivitas aliran darah ke otak untuk merubah PaCO2 tidak
dipengaruhi oleh propofol. Dalam hal ini kecepatan aliran darah ke otak akan berubah
seiring dengan perubahan pada PaCO2 dengan adanya propofol dan midazolam.
Propofol menimbulkan perubahan elektroensefalografi (EEG) sama dengan tiopental,
termasuk kemampuan untuk menghasilkan supresif penuh dengan dosis tinggi.
Bangkitan potensial somatosensori kortikal yang dimanfaatkan untuk monitoring
fungsi medula spinalis tidak begitu bermakna pada penggunaan propofol tunggal
9
tetapi penambahan nitro oksida atau anastesi inhalasi menghasilkan penurunan
amplitudo. Pada level sedasi yang sama, propofol menghasilkan gangguan memori
pada derajat yang sama seperti midazolam. Peningkatan toleransi terhadap obat dalam
menekan sistem saraf pusat sering terjadi pada pasien yang sering menggunaan
opioid, obat hipnotik sedatif, ketamin dan nitrous oksida.
Hipotensi merupakan komplikasi akibat pemberian propofol khususnya pada
orang tua, bahkan dapat menyebabkan hipotensi preintubasi paska induksi yang
sedang sampai berat. Hipotensi ini dapat menurunkan CBF dan menimbulkan episode
sekunder iskemi serebral yang dapat menyebabkan gejala sisa neurologi.
2.7.2 Sistem Kardiovaskular
Propofol menghasilkan penurunan tekanan darah sistemik yang lebih besar
dibandingkan dosis tiopental pada saat induksi. Pada keadaan dimana tidak ada
gangguan kardiovaskuler, dosis induksi 2 - 2,5 mg/kgBB menyebabkan penurunan
tekanan darah sistolik sebesar 25-40%. Perubahan yang sama terlihat juga terhadap
tekanan arteri rerata (MAP) dan tekanan darah diastolik. Penurunan tekanan darah ini
mengikuti penurunan curah jantung sebesar 15% dan penurunan resistensi vaskular
sistemik sebesar 15-25 %. Relaksasi otot polos vaskular dihasilkan oleh propofol
adalah terutama berkaitan dengan hambatan aktivitas saraf simpatik. Menurut
Dhungana, propofol menyebabkan hipotensi akibat vasodilatasi perifer yang
diakibatkan oleh peningkatan produksi endothelial dan lepasnya nitric oxide.
Efek inotropik negatif dari propofol dapat dihasilkan dari penurunan kalsium
intraselular akibat hambatan influks kalsium trans sarkolema. Efek tekanan darah
akibat propofol dapat diperburuk pada pasien hipovolemi, pasien lanjut usia dan
10
pasien dengan gangguan fungsi ventrikel kiri yang berkaitan dengan penyakit arteri
koroner.
Disamping penurunan tekanan darah sistemik, peningkatan denyut jantung
seringkali tidak berubah secara nyata. Bradikardi dan asistol juga telah diamati
setelah induksi anestesia dengan propofol, yang menghasilkan rekomendasi dimana
obat antikolinergik diberikan ketika stimulasi vagal terjadi berkaitan dengan
pemberian propofol. Propofol dapat mengurangi aktivitas sistem saraf simpatik pada
cakupan yang lebih besar dibandingkan dengan aktivitas system saraf parasimpatik,
dengan menghasilkan dominasi aktivitas parasimpatik.8 Refleks baroreseptor yang
mengontrol denyut jantung juga didepresi oleh propofol sehingga mengurangi refleks
takikardia yang selalu mengikuti hipotensi. Hal ini yang menyebabkan laju jantung
tidak berubah secara bermakna setelah penyuntikan propofol.
2.7.3 Sistem Respirasi
Propofol menghasilkan depresi ventilasi tergantung pada dosis, kecepatan
pemberian dan premedikasi, dengan apnu yang berlangsung pada 25% hingga 35%
pasien setelah induksi dengan propofol. Pemberian opioid pada pengobatan
preoperatif dapat meningkatkan efek depresi ventilasi. Pemakaian infus rumatan
propofol akan mengurangi volume tidal dan frekwensi pernafasan. Propofol
mengurangi respon ventilasi pada karbon dioksida dan juga hipoksemia. Propofol
dapat mengakibatkan bronkodilatasi dan menurunkan insidensi sesak pada pasien
asma. Konsentrasi sedasi dari propofol akan menekan respon ventilasi terhadap
hiperkapnia disebabkan efek dari kemoreseptor sentral. Berbeda dengan anestesi
11
inhalasi dosis rendah, respon kemorefleks perifer pada karbon dioksida masih tetap
ada ketika dirangsang oleh karbon dioksida dengan adanya propofol.
2.7.4 Efek-efek lain
Propofol tidak mempengaruhi fungsi ginjal atau hepar sebagaimana
dinyatakan oleh konsentrasi enzim transaminase liver atau kreatinin. Propofol tidak
mempengaruhi sintesis kortikosteroid atau mempengaruhi respon normal terhadap
stimulasi ACTH. Propofol dalam formula emulsi tidak mempengaruhi fungsi
hematologi atau fibrinolisis.
Propofol juga mempunyai efek antiemetik yang signifikan pada dosis
subhipnotik (10 mg) dan telah digunakan untuk mengatasi mual muntah paska
operasi (PONV). Peningkatan tekanan bola mata dicegah setelah pemberian propofol,
oleh sebab itu propofol ideal digunakan pada operasi mata.
2.8 Interaksi Obat
Konsentrasi fentanil dan alfentanil meningkat dengan pemberian yang
bersamaan dengan propofol. Kombinasi midazolam dan propofol memberikan efek
sinergistik dalam hal onset yang lebih cepat dan total dosis yang lebih rendah.
Interaksi ketamin dengan propofol adalah aditif.
2.9 Sindroma Infus Propofol
Sindroma infus propofol adalah kejadian yang jarang terjadi dan merupakan
suatu keadaan yang kritis pada pasien dengan penggunaan propofol yang lama (lebih
dari 48 jam) dan dosis yang tinggi (lebih dari 5 mg/kgBB/jam). Biasanya terjadi pada
pasien yang mendapat sedasi di unit perawatan intensif. Sindroma ini ditandai dengan
terjadinya kegagalan jantung, rabdomiolisis, asidosis metabolik dan gagal ginjal.
12
Penanganannya adalah oksigenasi yang adekuat, stabilisasi heodinamik, pemberian
dekstrosa,dan hemodialisa.
2.10 Hipotensi akibat Propofol
Hipotensi didiagnosa sebagai adanya penurunan darah arteri disertai laju nadi
yang menurun atau normal. Pada kepentingan klinis dan eksperimental, diagnosa
hipotensi ditegakkan bila ada penurunan tekanan arteri rerata (MAP) lebih dari 40%
atau MAP<60 mmHg, atau penurunan tekanan darah sistolik lebih besar 20% dari
tekanan darah sistolik semula atau tekanan darah sistolik lebih kecil dari 90 mmHg.
Hipotensi merupakan salah satu efek samping dari propofol. Pada dosis
induksi 2 - 2,5 mg/kgBB menyebabkan penurunan tekanan darah sistolik sebesar 25-
40%.
Derajat hipotensi yang relatif ringan sebagian besar berasal dari perubahan
tahanan pembuluh darah. Bila tekanan darah terus turun di bawah kritis, hipotensi
paling sering disebabkan perubahan curah jantung. Batas kritis hipotensi untuk
penderita normal akibat perubahan curah jantung adalah sistolik 90 mmHg.
Hipotensi bila berlangsung lama dan tidak diterapi akan menyebabkan
hipoksia jaringan. Bila keadaan ini berlanjut terus akan mengakibatkan keadaan syok
hingga kematian.
Respon kompensasi terhadap hipotensi adalah mekanisme yang menurunkan
kapasitas vena (untuk menjaga pengisian jantung), mekanisme yang meningkatkan
kontraksi jantung dan denyut jantung (untuk mengoptimalisasi curah jantung pada
keadaan menurunnya isi jantung) dan mekanisme yang meningkatkan tahanan
vaskular (untuk menurunkan kapasitas vena), yang meredistribusi curah jantung pada
13
berbagai keadaan vaskular untuk menjamin perfusi ke organ-organ kritis, dan yang
meningkatkan tekanan di sistem arteri proksimal.
2.11 Efek Hipotensi Terhadap Fungsi Organ
2.11.1 Susunan saraf pusat
Hipotensi menyebabkan penurunan aliran darah ke otak (CBF) sehingga dapat
menyebabkan iskemi serebral yang berefek pada terjadinya gejala sisa neurologi.
Autoregulasi serebral adalah kemampuan otak untuk memper-tahankan CBF tetap
konstan, baik pada keadaan dimana terjadi perubahan pada tekanan darah sistemik
ataupun tekanan perfusi serebral (CPP) yaitu dengan usaha dilatasi sebagai respon
terhadap berkurangnya aliran darah atau iskemia. Autoregulasi ini berlangsung jika
tekanan arteri rerata (MAP) berada pada 60-150 mmHg. Batas bawah tekanan darah
sistolik adalah 85 mmHg dan 113 mmHg pada pasien dengan hipertensi. Jika MAP
lebih rendah dari batas bawah autoregulasi (60mmHg), aliran darah ke otak akan
menurun.
2.11.2 Sistem kardiovaskular
Ketika curah jantung menurun, baroreseptor yang berada di jantung, aorta
dan arteri karotid terangsang untuk meningkatkan laju jantung dan pelepasan
katekolamin menyebabkan vasokonstriksi di perifer dan meningkatkan kontraktilitas
untuk menambah curah jantung dan menstabilkan tekanan darah. Meskipun
mekanisme protektif ini pada mulanya akan meningkatkan tekanan arteri darah dan
perfusi jaringan, namun efeknya terhadap miokardium justru buruk karena
meningkatkan beban kerja jantung dan kebutuhan miokardium akan oksigen. Karena
aliran darah koroner tidak memadai, maka ketidak-seimbangan antara kebutuhan dan
14
suplai oksigen terhadap miokardium semakin meningkat, menimbulkan suatu infark
di jantung.
Pada pasien dengan gagal jantung, penurunan kontraktilitas jantung
mengurangi curah jantung dan meningkatkan volume dan tekanan akhir diastolik
ventrikel kiri, hingga mengakibatkan kongesti paru-paru dan edema. Dengan
bertambah buruknya kinerja ventrikel kiri, keadaan hipotensi berkembang dengan
cepat sampai akhirnya terjadi gangguan sirkulasi yang menggangu sistem organ-
organ penting.
2.11.3 Ginjal dan Hati
Perfusi ginjal yang menurun mengakibatkan anuria dengan volume urine
kurang dari 20 cc/jam. Dengan semakin berkurangnya curah jantung, terjadi respon
kompensatorik, aliran darah ke ginjal berkurang, retensi natrium dan air sehinga
kadar natrium dalam kemih juga berkurang. Sejalan dengan menurunnya laju filtrasi
glomerulus, terjadi peningkatan ureum kreatinin. Bila hipotensi berat dan
berkepanjanganan, dapat terjadi nekrosis tubular akut yang kemudian disusul gagal
ginjal akut. Syok yang berkepanjangan akan mengakibatkan gangguan sel-sel hati dan
bermanifetasi sebagai peningkatan enzim-enzim hati.
2.11.4 Saluran Cerna
Iskemik saluran cerna berkepanjangan umumnya mengakibatkan nekrosis
hemoragik dari usus besar. Penurunan motilitas saluran cerna ditemukan pada
keadaan hipotensi, oleh karena itu keadaan hipotensi tidak dapat dibiarkan dan harus
dicegah jangan sampai terjadi, khususnya pada pasien-pasien dengan penyakit
kardiovaskular seperti penyakit jantung koroner, arteriosklerosis, gagal jantung,
15
penyakit serebrovaskular, pasien-pasien dengan kelainan hepar, penyakit ginjal, pada
geriatri, gangguan volume darah seperti pada anemia, perdarahan dan keaadan syok
hipovolemik.