bab iv hasil penelitian dan pembahasan a. gambaran...

39
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Objek Penelitian 1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Panti Wredha Salib Putih dibentuk melalui akta notaris no.39 tanggal 14 Desember 1995. YSP terdaftar di Kanwil Depsos Provinsi Jawa Tengah tangal 5 April 1995 No 007/Orsos/85/95. Panti Wredha terletak di Jl.Hasanudin Km.4 Salib Putih Salatiga. Panti Wredha ini diperuntukkan bagi orang-orang lanjut usia yang kurang mampu dari sisi ekonomi keuangan. Mereka yang dititipkan di Panti Wredha Sosial berasal dari keluarga terlantar ataupun warga gereja dan warga masyarakat umum yang tidak terurus dengan baik oleh keluarganya, karena ketidakmampuan ekonominya. Mereka disediakan asrama dengan model kamar-kamar. Saat ini jumlah lanjut usia yang berada di Panti Wredha Salib Putih Salatiga berjumlah 36 orang yang terdiri lima laki-laki dan tiga puluh satu perempuan dengan kisaran usia 60-85 tahun. Di Panti Wredha ini para lanjut usia tidak hanya bertinggal diam untuk menikmati kehidupan sehari-hari, melainkan ada beberapa kegiatan yang harus dilakukan setiap harinya ,seperti: ibadah pagi, membersihkan halaman, olah raga, mencuci baju dan masih banyak lagi. Kegiatan ini dilakukan

Upload: tranminh

Post on 06-Mar-2019

219 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Objek Penelitian

1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Panti Wredha Salib Putih dibentuk melalui akta notaris no.39 tanggal

14 Desember 1995. YSP terdaftar di Kanwil Depsos Provinsi Jawa

Tengah tangal 5 April 1995 No 007/Orsos/85/95. Panti Wredha terletak

di Jl.Hasanudin Km.4 Salib Putih Salatiga. Panti Wredha ini

diperuntukkan bagi orang-orang lanjut usia yang kurang mampu dari

sisi ekonomi keuangan. Mereka yang dititipkan di Panti Wredha Sosial

berasal dari keluarga terlantar ataupun warga gereja dan warga

masyarakat umum yang tidak terurus dengan baik oleh keluarganya,

karena ketidakmampuan ekonominya. Mereka disediakan asrama

dengan model kamar-kamar.

Saat ini jumlah lanjut usia yang berada di Panti Wredha Salib Putih

Salatiga berjumlah 36 orang yang terdiri lima laki-laki dan tiga puluh

satu perempuan dengan kisaran usia 60-85 tahun. Di Panti Wredha ini

para lanjut usia tidak hanya bertinggal diam untuk menikmati

kehidupan sehari-hari, melainkan ada beberapa kegiatan yang harus

dilakukan setiap harinya ,seperti: ibadah pagi, membersihkan halaman,

olah raga, mencuci baju dan masih banyak lagi. Kegiatan ini dilakukan

dengan tujuan melatih para lanjut usia agar tubuh tetap sehat dan

tetap mandiri. Kebersamaan yang terbentuk di Panti Wredha Salib

Putih membuat suasana semakin hangat dalam menjalin

kebersamaan. Dalam kegiatan sehari-hari para lanjut usia dibagi

sesuai tugasnya masing-masing untuk membersihkan halaman panti.

2. Pelaksanaan Penelitian

a. persiapan penelitian

Sebelum melakukan penelitian, peneliti menyiapkan beberapa hal

yang menunjang pelaksanaan penelitian. Peneliti terlebih dahulu

mempersiapkan kriteria partisipan dan pada 22 Mei 2015 peneliti

melakukan studi pendahuluan di Panti Wredha untuk mencari

informasi mengenai lansia yang tidak lagi memperhatikan

kebersihan diri dan linkungannya selama tinggal di panti. Peneliti

mulai mempersiapkan berbagai surat-surat yang diperlukan selama

penelitian, seperti surat persetujuan penelitian, dan surat pengantar

dari Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan UKSW. Peneliti mulai

mempersiapkan surat penelitian pada bulan Mei 2015 dan mulai

melakukan penelitian di Panti Wredha Salib Putih Salatiga pada

bulan Agustus 2015.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik wawancara,

sehingga peneliti menyiapkan beberapa panduan wawancara

sebelum terjun ke lapangan. Namun yang ditanyakan tidak

berurutan sesuai dengan susunan pertanyaan peneliti sebelumnya.

Saat wawancara, peneliti mengembangkan pertanyaan sehingga

proses wawancara lebih rileks dan bisa mendapatkan informasi

sesuai dengan apa yang di harapkan peneliti. Peneliti juga

membuat informed consent yang berisi surat penjelasan penelitian

dan surat persetujuan menjadi partisipan. Dalam proses

wawancara, peneliti juga menggunakan alat perekam

menggunakan handphone, serta alat tulis untuk mencatat hasil

wawancara atau data-data tambahan dalam bentuk tertulis yang

berasal dari partisipan. Penggunaan alat perekam dilakukan apabila

mendapatkan ijin dari partisipan dan tidak keberatan untuk direkam

suaranya.

b. Pelaksanaan penelitian

Penelitian ini dilakukan pada tanggal 11 Agustus 2015 tetapi

sebelumnya peneliti melakukan bina hubungan saling percaya pada

partisipan sampai dengan tanggal 14 Agustus 2015 kemudian

melakukan wawancara dengan partisipan 15 Agustus 2015.

1. Partisipan 1

Pada tanggal 18 Agustus 2015 peneliti melakukan

wawancara dengan partisipan pertama yaitu Mbah R di ruang

aula Panti Wredha Salib Putih Salatiga. Sebelum melakukan

wawancara peneliti mengucapkan terima kasih kepada

partisipan karena telah bersedia menjadi partisipan,

kemudian dilanjutkan dengan penjelasan penelitian,

penandatanganan inform concent. Setelah dilakukan

wawancara peneliti juga mengucapkan terima kasih kepada

partisipan dan peneliti juga melakukan perjanjian dengan

partisipan untuk bertemu kembali apabila masih ada data-

data yang kurang. Wawancara yang dilakukan peneliti

terhadap partisipan 1 adalah 40 menit.

2. Partisipan 2

Untuk partisipan kedua bernama Mbah R, sebelum

melakukan wawancara, peneliti mengucapkan terima kasih

karena partisipan telah menyediakan waktu untuk bertemu,

kemudian peneliti memperkenalkan diri kepada partisipan

dan menjelaskan maksud dan tujuan penelitian walaupun

sebelumnya peneliti sudah pernah bertemu saat bina

hubungan saling percaya agar lebih akrab saat proses

wawancara. Setelah partisipan paham akan maksud dan

tujuan peneliti, partisipan menandatangani informed consent

yang telah disediakan peneliti. Wawancara dilakukan selama

36 menit di depan kamar partisipan.

3. Partisipan 3

Untuk partisipan 3 bernama Oma K, sebelum melakukan

wawancara peneliti mengucapkan terima kasih kepada

partisipan karena telah bersedia meluangkan waktunya untuk

diwawancarai. Peneliti tidak perlu mengucapkan salam

perkenalan lagi karena sebelumnya peneliti sering bertemu

dengan partisipan saat berkunjung ke Panti. Peneliti

menyampaikan maksud dan tujuan penelitan kemudian

partisipan setuju dan menandatangani informed concent.

Wawancara dilakukan selama 39 menit di kamar partisipan.

4. Partisipan 4

Untuk partisipan 4 bernama Oma D, sebelum melakukan

wawancara, peneliti mengucapkan terima kasih karena

partisipan telah menyediakan waktu untuk bertemu,

kemudian peneliti menjelaskan maksud dan tujuan penelitian.

Setelah partisipan paham akan maksud dan tujuan peneliti,

partisipan menandatangani informed consent yang telah

disediakan peneliti. Wawancara dilakukan selama 47 menit di

aula panti wredha.

5. Partisipan 5

Selanjutnya partisipan 5 bernama Oma L, sebelum

melakukan wawancara peneliti mengucapkan terima kasih

untuk waktu yang telah disediakan partisipan. Peneliti

menyampaikan maksud dan tujuan penelitian kemudian

partisipan membaca informed concent dan

menandatanganinya. Wawancara dilakukan selama 32 menit

di kamar partisipan.

c. Gambaran umum partisipan

Kelima riset partisipan yang diteliti semuanya berjenis kelamin

perempuan. Mereka ditemui dalam jangka waktu yang berbeda sesuai

kesepakatan waktu yang disepakati. Secara umum, identitas dari

kelima partisipan dapat dilihat di tabel bawah ini:

N

o

Inisial

Partisipa

n

Umur Jenis

Kelamin

Alamat Pendidika

n terakhir

Lama

tinggal

di panti L P

1 Oma R 63 thn Magelang SLTA 4 thn

2 Oma S 64 thn Semarang SD 2 thn

3 Oma K 75 thn Semarang SD 2 thn

4 Oma D 63 thn Batang SD 5 thn

5 Oma L 83 thn Semarang SD 2 thn

1) Partisipan lahir pada tahun 1952 di Magelang anak ke-7 dari sebelas

bersaudara. Partisipan mempunyai dua seorang anak yang sudah

bekerja. Selama tinggal di panti yang membiayai kehidupan

partisipan anaknya sendiri. Partisipan tinggal di panti sudah empat

tahun dan juga partisipan mengikuti kegiatan bersih-bersih di panti

2) Partisipan berasal dari Salatiga yang lahir pada tahun 1951 anak ke-

2 dari dua bersaudara. Partisipan berstatus tidak menikah dan tidak

mempunyai sanak saudara. Partisipan tinggal di panti yang

membiayai kehidupannya orang gereja. Partisipan sudah tinggal di

panti sudah dua tahun. Kegiatan partisipan di panti adalah menyapu

halaman panti.

3) Partisipan berasal dari Salatiga yang lahir pada tahun 1940 anak ke-

5 dari enam bersaudara. Partisipan tinggal di panti sudah dua tahun.

Partisipan tinggal di panti yang membiayai kehidupannya yayasan

salib putih. Kegiatan partisipan di panti adalah menyapu dan

mengepel lantai, kegiatan ini dilakukan setiap hari.

4) Partisipan lahir pada tahun 1952 di Batang sebagai anak empat dari

sembilan bersaudara. Partisipan berstatus janda karena suaminya

telah meninggal pada tahun 1992 karena penyakit stroke. Partisipan

tinggal di Panti sudah lima tahun, yang membawa partisipan ke

Panti adalah ibu bidan karyadi semarang karena partisipan

mengalami perdarahan terus menerus dan dijauhi keluarga,

sehingga ibu bidan yang memasukkan Mbah D ke Panti tetapi yang

membiayai seluruh biaya kehidupan dari gereja GKI Injil kerajaan

Marina Semarang

5) Partisipan lahir pada tahun 1932 di Salatiga sebagai anak tunggal

partisipan tinggal di panti dibiayai yayasan karena tidak punya

sanak saudara. Partisipan tinggal di panti sudah dua tahun.

Partisipan mengikuti kegiatan sehari-sehari seperti menyapu

halaman panti.

B. Hasil Penelitian dan Pembahasan

1. Hasil

Dari hasil analisis berdasarkan wawancara peneliti mengangkat

tema perilaku hidup sehat sebagai hal yang mempengaruhi kualitas

hidup lansia. Dari tema perilaku hidup sehat tersebut menjawab tujuan

penelitian mengenai hubungan perilaku hidup sehat dengan kualitas

hidup pada lansia di panti wredha salib putih. Menurut Budioro (2000)

Perilaku kesehatan pada dasarnya adalah suatu reaksi seseorang

(organisme) terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan

penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan serta lingkungan.

Respon atau reaksi manusia dapat bersifat pasif (pengetahuan,

persepsi dan sikap) serta dapat bersifat aktif (tindakan yang nyata).

Dengan demikian maka peneliti membuat tema perilaku hidup sehat

yang dibagi menjadi 3 sub tema yaitu: (1) Perilaku terhadap sistem

pelayanan kesehatan (2) Perilaku terhadap sakit dan penyakit, (3)

Perilaku terhadap lingkungan.

Tabel 2 : Pengelompokan Tema

Kategori Sub Tema Tema

Menjelaskan definisi

lansia

Perilaku

terhadap Sistem

Pelayanan

Kesehatan

Hubungan perilaku hidup

sehat dengan kualitas hidup

pada lansia Menjelasakan definisi

lansia dan batasan

usia lansia.

Menjelaskan perilaku

kesehatan pada

lansia

Membahas

pengetahuan lansia

mengenai kesehatan.

Perilaku

terhadap Sakit

dan Penyakit

Mendeskripsikan

kualitas hidup pada

lansia.

Perilaku

terhadap

Lingkungan

Menjelasakan

pengaruh hubungan

perilaku hidup sehat

terhadap kualitas

hidup lansia.

1. Perilaku terhadap Sistem Pelayanan Kesehatan

Perilaku terhadap sistem pelayanan kesehatan adalah respon

seseorang terhadap pelayanan kesehatan baik sistem pelayanan

kesehatan modern maupun tradisional. Perilaku terhadap sistem

pelayanan kesehatan ini adalah respons individu terhadap sistem

pelayanan kesehatan modern maupun tradisional, meliputi:

a. Respons terhadap fasilitas pelayanan kesehatan

b. Respons terhadap cara pelayanan kesehatan

c. Respons terhadap petugas kesehatan

d. Respons terhadap pemberian obat-obatan

Respons tersebut terwujud dalam pengetahuan, persepsi, sikap dan

penggunaan fasilitas, petugas maupun penggunaan obat-obatan.

Perilaku ini menyangkut respon terhadap pasilitasnya, misalnya : berobat

ke Puskesmas, berobat rumah sakit, berobat ke dokter praktek, sin-she,

dukun, tabib, dan paranormal.

Tema Verbatim Hasil Analisis

Perilaku terhadap Sistem Pelayanan Kesehatan

1. Respons

terhadap

fasilitas

pelayanan

kesehatan

2. Respons

terhadap cara

pelayanan

kesehatan.

3. Respons

terhadap

petugas

P1: Pernah, saya diamkan. Kadang Ibu Gesti (Pengasuh Panti) sering liat trus kasih obat. (18)

P1 : Tidak ada. Nanti dokter atau mantri yang datang periksa trus kasih obat. (28)

P1: Iya tahu, mantri sama dokter. (29)

P1 : Iya bagus, mereka baik.(30)

P1: Tidak habis, kalau sudah mendingan sudah tidak minum lagi. (31)

P1: Pernah dulu, tapi setelah lama mereka datang trus kasih obat dan berdoa.(32)

Partisipan 1 sangat memahami pentingnya pelayanan kesehatan. Bagi partisipan 1 pelayanan kesehatan penting, partisipa mampu mengungkapkan tentang pentingnya pelayanan kesehatan dan memberikan pendapat tentang peran dari petugas kesehatan namun belum di manfaatkan sesuai dengan apa yang diketahui partisipan 1. Pertisipan 1 mampu mengungkapkan perasaan puas terhadap pelayanan kesehatan yang didapat.

kesehatan.

4. Respons

terhadap

pemberian obat-

obatan.

P2 : Hubungi Ibu Gesti. (19)

P2 : Tidak ada, lakukan kegiatan sehari-hari. (20)

P2: Ada dokter yang datang. (33)

P2: Iya ada dokter dan mantri. (34)

P2 : Iya, puas. Mereka baik-baik tapi sudah jarang datang. Skarang kalau kita sakit sering ke puskesmas. (35)

Hampir sama dengan partisipan 1, Partisipan 2 juga sangat memahami pentingnya pelayanan kesehatan. Bagi partisipan 2 pelayanan kesehatan penting namun belum di manfaatkan sesuai dengan apa yang diketahui partisipan 2. Tetapi partisipan 2 mampu mencari alternative pengganti.

P3: Ada dokter yang datang. (41)

P3: Iya, puas. Mereka baik. (43)

P3: Gak, kalau uda gak sakit uda gak minum obat. (44)

P3 : Tidak pernah, semua disini baik-baik. (45)

Partisipan 3 tentang pentingnya pelayanan kesehatan namun dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan kurang di manfaatkan dengan baik.

P4: Skarang dokternya jarang berkunjung, kalau dulu hampir setiap dua minggu

Hampir sama dengan

partisipan yang lain.

Partisipan 4 juga melakukan

hal yang sama dalam hal

pemanfaatan pelayan

sekali dokternya, lama-lama sebulan sekali ee sekarang uda dua bulan sekali. (39)

P4: Pernah to yo mas. Tapi sakitnya gak parah paling pusing sama mual. (40)

P4: Ya saya diamkan, paling juga hilang. (41)

P4: Ada dokter yang datang (42)

P4: Iya, puas. Mereka baik-baik tapi sudah jarang datang. Skarang kalau kita sakit sering ke puskesmas. (44)

P4 : Sering ke puskesmas. Kalau gak di kasih obat sama Ibu Gesti (47)

kesehatan, penggunaan

obat-obatan. Walaupun

sudah tahu akan pentingnya

pelayanan kesehatan namun

dalam pelaksanaannya

kurang dimanfaatkan dengan

baik.

P5 : Dulu saja mas,

skarang

jarang.(45)

P5 : dokternya

jarang

berkunjung,

kalau dulu

hampir setiap

dua minggu

sekali

dokternya.(46)

P5: Pernah mas. Tapi sakitnya pusing sama

Partisipan mengetahui

pentingnya pelayanan

kesehatan dan selalu

menggunakan pelayanan

kesehatan dengan baik.

Partisipan 5 juga

memberikan respon yang

baik terkait pelayanan

kesehatan yang didapat dan

merasa puas atas pelayanan

yang di dapat.

mual. (47) P5: Ya saya

diamkan, paling juga hilang. (48)

P5 : Tidak ada. Nanti dokter atau mantri yang datang periksa trus kasih obat.(49)

P5: Iya tahu, mantri sama dokter. (50)

P5: Iya bagus,

mereka baik.

(51)

Pada lansia di panti Wreda Salib Putih Salatiga secara umum sudah

sangat memahami tentang pentingnya pelayanan kesehatan yang diberikan

namun dalam pemanfaatannya masih belum maksimal. Beberapa lansia

sering membiarkan saja penyakit yang dialami dan tidak menggunakan

pelayanan kesehatan yang ada. Pelayanan kesehatan merupakan salah

satu aspek yang berperan dalam penciptaan derajat kesehatan yang merata

kepada seluruh masyarakat sesuai dengan tujuan penyelenggaraan

pembangunan kesehatan yaitu terwujudnya masyarakat yang mandiri untuk

menggapai pelayanan kesehatan dan berperilaku hidup sehat (Depkes RI,

2003). Mutu pelayanan kesehatan merupakan aspek penting yang dapat

memberikan kepuasan terhadap pasien, hal ini dapat menjadi pendorong

kepada setiap orang untuk menjalin ikatan yang kuat dengan pelayanan

kesehatan yang disediakan. Dalam jangka panjang ikatan seperti ini

memungkinkan suatu instansi pelayanan kesehatan memahami dengan

seksama harapan dan kebutuhan setiap orang. Kualitas yang dihasilkan

sama dengan nilai yang diberikan dalam rangka meningkatkan kualitas

hidup para pelanggan/pasien, semakin tinggi nilai yang diberikan, maka

semakin besar pula kepuasan pelanggan (Tjiptono, 2001). Peran keluarga

dan masyarakat sangat penting dalam meningkatkan derajat kesehatan dan

kualitas hidup lansia, yaitu melalui perubahan perilaku kearah perilaku hidup

bersih dan sehat dalam tatanan keluarga dan masyarakat, perbaikan

lingkungan (fisik, biologis, sosial-budaya, ekonomi), membantu

penyelenggaraan yankes (promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif), dan Ikut

dalam proses kontrol dan evaluasi pelaksanaan pelayanan bagi lansia.

Selain itu, yang terpenting dari pelayanan kesehatan itu sendiri adalah

kesadaran dari setiap individu untuk selalu menjaga kesehatan.

2. Perilaku terhadap Sakit dan Penyakit

Perilaku seseorang terhadap sakit dan penyakit ini dengan

sendirinya sesuai dengan tingkat-tingkat pencegahan penyakit yakni :

1) Perilaku sehubungan dengan peningkatan dan pemeliharaan

kesehatan (health promotion behavior) misalnya makan-makanan

yang bergizi, olah raga dan sebagainya.

2) Perilaku pencegahan penyakit (health prevention behavior) adalah

respon untuk melakukan pencegahan penyakit, misalnya tidur

memakai kelambu untuk mencegah gigitan nyamuk malaria,

imunisasi dan sebagainya. Termasuk perilaku untuk tidak

menularkan penyakit kepada orang lain.

3) Perilaku sehubungan dengan pencarian obat (health seeking

behavior) yaitu perilaku untuk melakukan atau mencari pengobatan,

misalnya usaha mengobati sendiri penyakitnya atau mencari

pengobatan ke fasilitas pelayanan kesehatan modern seperti

puskesmas, mantri, dokter praktek, maupun ke fasilitas tradisional

seperti dukun, shinse dan sebagainya.

4) Perilaku sehubungan dengan pemulihan kesehatan (health

rehabilitation behavior) yaitu perilaku yang berhubungan dengan

usaha pemulihan kesehatan setelah sembuh dari suatu penyakit

misalnya melakukan diet, memenuhi anjuran dokter, dalam rangka

pemulihan kesehatannya.

Tema Verbatim Hasil Analisis

Perilaku terhadap Sakit dan Penyakit

1. Perilaku sehubungan dengan peningkatan dan pemeliharaan kesehatan (health promotion behavior )

2. Perilaku pencegahan penyakit (health prevention behavior )

P1: Kalau untuk nyenyak tidak bisa karena kebetulan punya riwayat penyakit diabetes jadi sering kebelakang terus sampai 2-4 kali kalau hujan sampai lima kali. (3)

P1: Saya biasa bangun jam 02.00 trus doa, setelah itu sekitar jam 5

Partisipan 1 sudah mampu mengungkapkan perilaku yang baik untuk meningkatkan kesehatan, pemeliharaan kesehatan, pencegahan penyakit, tentang kebersihan kamar dan lingkungan tempat tinggal, hanya saja partisipan 1 belum melakukan perilaku sehubungan dengan pencarian obat ketika sakit karena hanya membiarkan diri ketika sakit. Ketika sakit partisipan 1 kurang memperdulikan dirinya dan tidak mencari bantuan

3. Perilaku sehubungan dengan pencarian obat (health seeking behavior )

4. Perilaku sehubungan dengan pemulihan kesehatan (health rehabilitation behavior)

dan kemudian saya mandi dan kemudian ikut kebaktian pagi, setelah itu ke kamar lagi. (9)

P1: Saya kalau tidak bisa tidur saya berdoa, kalau tidak saya merenung dan duduk di tempat tidur. (12)

P1: Pernah, saya diamkan. Kadang Ibu Gesti (Pengasuh Panti) sering liat trus kasih obat. (18)

ketika mengalami sakit

P2: Kalau di panti tugas saya ya nyapu, bersih-bersih. (8)

P2: Saya susah untuk tidur sering bangun. (9)

P2: Iya, jalan pagi kadang-kadang. (10)

P2: Sering pusing kalau tidak bisa tidur(13)

P2: Sering, 2 gelas biasanya. (16)

P2: Jarang, mandi malam kadang-kadang tapi pake air panas. (18)

P2: Tidak ada,

Upaya Partisipan 2 melakukan perilaku sehubungan dengan peningkatan dan pemeliharaan kesehatan sudah baik, partisipan 2 mampu mengetahui tindakan yang perlu dilakukan untuk pemeliharaan kesehatan yaitu dengan olahraga. Selain itu partsipan 2 sudah melakuakn tindakan pencegahan penyakit yaitu dengan membersihkan kamar dan lingkungan panti yang membuat partisipan 2 merasa puas dan nyaman dengan kebersihan yang ada, hanya saja partisipan 2 tidak melakukan perilaku sehubungan dengan pencarian obat,

lakukan kegiatan sehari-hari. (20)

P2: Iya bangun pagi langsun bersihkan, tugas saya nyapu. Kamar saya bersihkan sendiri. Tempat tidur juga(21)

P2: Di belakang, tapi di depan kamar juga ada tempat sampahnya. (26)

P2: Biasanya hanya di biarkan saja. Tapi kadang juga di kasih obat dokter. (41)

partisipan 2 tidak melakukan pencarian dan lebih membiarkan dirinya di urus orang lain. Partisipan 2 juga tidak terlalu memperhatikan perilakunya sehubungan dengan pemulihan kesehatan karena tidak tahu tindakan apa yang harus dilakukan untuk dilakukan.

P3: Tidak, sudah jarang. Kalau dulu sering jalan pagi tapi selama disini tidak pernah lagi. (12)

P3: Tidak pasti, sering kebangun malam-malam. (14)

P3: 1 kali sehari, kalau pagi hanya cuci muka. (16)

P3: Tidak, jarang saya minum pagi. Pagi

Partisipan 3 paham tentang perilaku sehubungan dengan peningkatan dan pemeliharaan kesehatan hanya saja karena keterbatasan fisik sehingga pasrtisipan 3 mampu melakukan aktifitasnya hal yang ini yang membuat partsipan kurang measa puas dan lebih banyak berdiam diri dan tidak melakukan aktivitas apapun. Partisipan 3 juga memeahami tentang perilaku pencegahan penyakit sehubungan dengan pencarian obat dan juga

biasanya minum teh. (18)

P3: Tidak ada. Sudah tidak bisa olahraga skarang. (22)

P3: Iya ada, kadang dia yang bersihin kadang saya yang bersihin kamar saya. (26)

P3:Tidak nyenyak mas, susah tidur. (34)

P3: Kulit saya lengket mas Ryan kalau gak mandi. (36)

perilaku sehubungan dengan pemulihan kesehatan

P4: Pagi saya jalan kaki, sore juga. (12)

P4: Segar. Saya suka jalan. (13)

P4: Kurang tau, saya sering bangun malam kencing. (14)

P4: Tidak kerasan mas, saya rasanya tidak nyaman. (16)

P4: Iya saya suka makan sayur. Buah saya kurang terlalu suka. Disini makannya 3 kali tapi maaf ya makanannya tidak enak, saya tidak terlalu suka

Hampir sama halnya dengan partisipan 2, partisipan 4 sudah melakukan perilaku sehubungan dengan peningkatan dan pemeliharaan kesehatan dengan baik, partisipan 4 mampu melakukan tindakan yang perlu dilakukan untuk pemeliharaan kesehatan yaitu dengan olahraga. Selain itu partsipan 4 sudah juga sudah melakukan tindakan pencegahan penyakit yaitu tidak mandi malam, suka makan sayur dan dengan membersihkan kamar dan lingkungan panti yang membuat partisipan 4 merasa puas dan nyaman dengan kebersihan yang ada, hanya saja partisipan 4 tidak melakukan perilaku sehubungan

tawar. (18) P4: Jarang, saya

biasanya jam 5 sore sudah mandi. (19)

P4: Saya olahraga. Jalan-jalan pagi, disini kan banyak pohonnya jadi sejuk. (21)

P4: Kalau disini saya tugasnya nyapu depan kamar. Saya yang bersihin kamar saya. (22)

P4: Di tempat sampah, ada tempat sampah. (28)

dengan pencarian obat, partisipan 4 tidak melakukan pencarian dan lebih membiarkan dirinya di urus orang lain. Partisipan 4 juga tidak terlalu memperhatikan perilakunya sehubungan dengan pemulihan kesehatan karena tidak tahu tindakan apa yang harus dilakukan untuk dilakukan.

P5: Seperti biasa mas, sering kebangun. Susah untuk tidur nyenyak mas. (39)

P5: Iya, kadang-kadang kalau gak sempat mandi sore ya saya mandinya malam. Tapi mandinya mesti pake aer panas mas, Gak kerasan kalau gak mandi mas. (41)

P5: Gak suka yang manis mas, suka asin tapi yang gak terlalu asin

Partispan 5 sudah melakukan perilaku sehubungan dengan peningkatan dan pemeliharaan kesehatan yaitu dengan cara tidak makan-makan yang asin, tetapi belum mampu untuk memenuhi kebutuhan tidur disebakan karena sering berkemih. Selain itu juga partisipan 5 juga mandi malam karena tidak merasa nyaman dengan keadaan tidak bersihnya diri partisipan. Partisipan 5 belum melakukan tindakan pencegahan penyakit, walaupun partisipan 5 mampu memahami apa yang harus dilakukan untuk mencegah penyakit. Partisipan 5 juga masih mengharapkan bantuan

mas. (44) P5: Iya, ada yang

ngurus. (28) P5: 3x kali. Iya

suka. (25)

orang lain untujk melakukan perilaku sehubungan dengan pencarian obat.

Pada Lansia yang tinggal di Panti Wreda makanan yang di terima

sudah diatur untuk setiap lansia. Makanan yang diberikan bervariatif,

rata-rata lansia makan 3x sehari. Namun yang terjadi pada lansia

pemenuhan kebutuhan gizi yang seimbang kurang terpenuhi hal ini

dilihat dari makanan yang di konsumsi lansia, selain itu lansia merasa

tidak terlalu suka dengan makan yang diberikan karena rasanya yang

tidak enak. Berdasarkan keterangan yang diberikan juru masak bahwa

lansia hanya diberikan 3000 rupiah per porsi makan. Pada lansia di

panti Wreda Salib Putih Salatiga perilaku hidup sehat terkait sikap

terhadap sakit atau penyakit sudah cukup baik, lansia sudah cukup

mampu untuk memelihara dan meningkatkan kesahatan hal ini dilihat

dari kemauan lansia untuk tetap melakukan aktivitasnya. Namun pada

sebagian lansia tidak terlalu mempedulikan kebersihan dirinya seperti

misalnya mandi dan menjaga lingkungan tetap bersih karena

keterbatasan fisik. Perilaku yang sehat akan mencerminkan individu

dengan kualitas hidup baik. Manfaat dari hidup sehat yang paling

penting adalah meningkatkan produktivitas dengan segala kemampuan

dan potensi diri. Untuk itu konsep hidup sehat harus ditingkatkan dari

tiap individu untuk dapat meningkatkan kualitas hidup yang sehat.

3. Perilaku terhadap Lingkungan.

Perilaku Terhadap Lingkungan adalah bagaimana seseorang

merespon lingkungan, baik lingkungan fisik maupun sosial budaya,

sehingga lingkungan tersebut tidak mempengaruhi kesehatannya.

Perilaku terhadap lingkungan kesehatan (enviromental health

behavior) adalah respon seseorang terhadap lingkungan sebagai

determinan kesehatan manusia. Perilaku ini antara lain mencakup :

1) Prilaku sehubungan dengan air bersih, termasuk didalamnya

komponen, manfaat penggunaan air bersih untuk kepentingan

kesehatan.

2) Prilaku sehubungan dengan air kotor, yang menyangkut segi

higiens, pemeliharaan teknik dan penggunaannya.

3) Prilaku sehubungan dengan limbah, baik padat maupun limbah cair

termasuk didalamnya sistem pembuangan sampah dan air limbah

yang sehat, serta dampak pembungan limbah yang tidak baik.

4) Prilaku sehubungan dengan rumah yang sehat, yang meliputi

ventilasi pencahayaan lantai, ruang gerak yang cukup, terhindar dari

kebisingan yang menggangu memenuhi psikologis antara lain

privasi yang cukup, komunikasi yang sehat antara anggota keluarga

dan penghuni rumah. Termasuk juga prilaku dengan pembersihan

sarang-sarang nyamuk (vector) dan sebagainya.

Tema Verbatim Hasil Analisis

Perilaku terhadap Lingkungan

1. Prilaku

sehubungan

dengan air

bersih dan

kotor

2. Prilaku

sehubungan

dengan

limbah

3. Prilaku

sehubungan

dengan

lingkungan

yang sehat

P1: Saya akan bersihkan. (37)

P1: Iya bersih, karna sudah saya bersihkan. (38)

P1: Tidak nyaman, tidak kerasan. Tapi saya sudah tidak kuat untuk bersihkan jadi saya biarkan saja. (43)

P1: Ada yang bertugas, ada ibu-ibu. Setiap pagi sudah dibersihkan. Oma-oma disini juga setiap ibadah pagi bangun langsun bersihkan. (44)

P1: Iya cukup, tapi akhir-akhir sering mati. Air sering susah jalan. Mungkin karna musim panas(45)

P1: Di belakang, ada yang buangin. (47)

Partisipan 1 sangat mengetahui apa itu prilaku sehubungan dengan air bersih dan kotor, partisipan 1 mampu memahami fungsi air karena mampu mendeskripsikan tujuan penggunaan air dan akan merasa tidak nyaman jika kebutuhan air tidak terpenuhi. Partisipan 1 juga sangat memperhatikan kebersihan lingkungan dan merasa tidak nyaman jika lingkungan panti kotor. Hanya saja karen keterbatasan fisik partisipan 1 tidak mampu membantu membersihkan lingkungan panti. Selain itu juga partisipan 1 juga Sudah mengerti tentang membuang sampah pada tempatnya.

P2: Iya bersih. Sudah saya bersihkan tadi. (23)

P2: Biasa saja, soalnya langsun ada yang bersihkan. (22)

P2: Iya, cukup. Ada penampung air

Upaya Partisipan 2 mengenai perilaku sehubungan dengan air bersih dan kotor sudah baik artinya partisipan sudah mampu menggunakan air sesuai dengan kebutuhan selain itu juga partisipan 2 mampu mengetahui

kalau mati. (24)

P2: Susah pastinya. Buat mandi dan keperluan lain gak ada. (25)

P2: Di belakang, tapi di depan kamar juga ada tempat sampahnya. (26)

dan melakukan pengelolaan sampah. Partisipan 2 juga merasa nyaman dan suka dengan keadaan lingkungan panti yang bersih dana akan merasa nyaman jika lingkungan panti tidak bersih.

P3: Tidak, saya tidak suka, saya rasanya tidak nyaman. (24)

P3: Iya bersih. Saya yang bersihin. (25)

P3: Iya ada, kadang dia yang bersihin kadang saya yang bersihin kamar saya. (26)

P3: Iya cukup(27) P3: Di depan

kamar ada tempat sampah. (29)

Partisipan 3 Mampu memanfaatkan air dengan baik dan akan merasa risih jika kebutuhan air tidak terpenuhi. Partisipan 3 juga sangat menyukai keadaan lingkungan yang bersih.

P4: Kalau disini saya tugasnya nyapu depan kamar. Saya yang bersihin kamar saya. (22)

P4: Tidak enak dilihat. (23)

P4: Iya, sudah saya bersihkan. (24)

P4: Ada petugas,

Perilaku pemanfaatan air partisipan 4 sudah sangat baik, partisipan 4 sudah menggunakan air sesuai dengan kebutuhannya. Partisipan 4 juga akan merasa tidak nyaman jika kebutuhan air tidak terpenuhi dengan baik. Partispan sangat

oma-oma disini sudah di bagi tugasnya. Semua punya tugas. (25)

P4: Iya cukup, tapi sekarang sering macet. (26)

P4: Di tempat sampah, ada tempat sampah. (28)

ungan yang bersih dan menyukai keadaan lingkungan yang bersih.

P5: Saya yang bersihin. Bantu-bantu bersihin. (30)

P5: Tidak ada. Sudah ada yang bersihin. (31)

P5: Iya bersih (32) P5: Ya tidak bisa

mandi. (34) P5: Di belakang.

(35)

Partispan 5 mengerti tentang penggunaan air unuk kebutuhan air dana merasa tdak nyaman jika kebutuhan air tidak trpenuhi khusunya untuk mandi. Partisipan 5 juga tidak terlalu merasa risih dengan keadaaan lingkungan yang kotor.

Lansia di panti Wreda Salib Putih Salatiga sudah sangat baik

dalam memperhatikan kebersihan lingkungan panti, hal ini

mempengaruhi pada kepuasan setiap lansia. Masalah lingkungan

dan kualitas hidup seperti dua sisi mata uang yang saling

bergantung. Ketidakmampuan menyesuaikan diri, keadaan

lingkungan yang tidak cukup ruang terbuka, konstruksi bangunan,

dan dampak pengrusakan lingkungan memberikan pengaruh yang

signifikan terhadap kualitas hidup. Jika kondisi lingkungan buruk,

maka implikasinya adalah kualitas hidup yang rendah, sebaliknya

jika kondisi lingkungan baik, maka akan terjadi peningkatan kualitas

hidup.

2. Pembahasan

Tingkat pengetahuan para lansia di Panti Wreda Salib Putih terkait

dengan perilaku hidup sehat bervariatif, namun berdasarkan hasil

wawancara dengan seluruh partisipan, maka diketahui bahwa

pengetahuan akan perilaku hidup sehat para lansia tergolong baik

yaitu paham karena hanya dapat memberikan penjelasan secara

sederhana mengenai perilaku hidup sehat. Hampir seluruh responden

melakukan aktivitas dan mampu menjelaskan dengan benar tentang

objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan konsep

kebersihan tersebut secara benar. Namun di sisi lain, aplikasi yang

mengarah pada kemampuan untuk menggunakan pengetahuannya

dalam kehidupan keseharian masih kurang maksimal.

Berdasarkan data yang diperoleh dari wawancara maka juga dapat

dinyatakan bahwa partisipan memperoleh pengetahuan atas dasar

pengalaman pada masa lalu akan pentingnya hidup sehat.

Pengalaman yang diperoleh dapat memperluas pengetahuan

seseorang akan konsep perilaku hidup sehat. Selain pengalaman

aktivitas untuk menjaga kebersihan diri juga terbangun atas

pengetahuan yang didasari atas keyakinan yang positif serta budaya

yang akhirnya mengarahkan pada persepsi, dan sikap seseorang

terhadap perilaku hidup sehat. Secara umum tingkat pengetahuan

perilaku hidup sehat para lansia yang tinggal tergolong cukup baik.

Berdasarkan keadaan fisik dari partisipan 1,2,3,4, dan 5 maka

diketahui bahwa tingkat kebersihan dan kepedulian partisipan akan

kesehatanpun bervariatif pula. Keadaan tersebut secara umum juga

menggambarkan tingkat pengetahuan partisipan akan perilaku hidup

sehat pada lansia yang berbeda pula. Pengetahuan partisipan akan

kebersihan merupakan hal yang sangat penting dan harus

diperhatikan karena kebersihan akan mempengaruhi kesehatan,

kenyamanan, keamanan, dan kesejahteraan.

Kualitas hidup secara umum merupakan kenyamanan dan kepuasan

hati yang tidak terbebani oleh berbagai tindakan kegiatan yang

dilakukan. Dengan demikian keseimbangan lingkungan akan tetap

terpelihara karena pertanggungjawaban dari tindakan yang bersifat

membangun secara positif dilihat dari berbagai sudut pandang.

Kualitas hidup yang baik memberikan kepuasan dan kenyamanan hati

yang luar biasa, karena lingkungan yang mengitari dirinya

memberikan suasana yang kondusif. Konsep psikologi lingkungan

merupakan salah satu upaya peningkatan kualitas hidup dan

kelestarian lingkungan sebagai dua sisi yang tidak terpisahkan.

Pemahaman terhadap psikologi lingkungan yang berorientasi pada

peningkatan kualitas hidup dan kelestarian lingkungan pada dasarnya

berangkat dari pemahaman bahwa pembentukan karakter dan

kepribadian berkaitan erat dengan kekuatan moral dan memiliki

konotasi positif.

Menurut Becker (1992) konsep perilaku sehat merupakan

pengembangan dari konsep perilaku yang dikembangkan Bloom.

Becker menguraikan perilaku kesehatan menjadi tiga domain, yakni

pengetahuan kesehatan (health knowledge), sikap terhadap

kesehatan (health attitude) dan praktek kesehatan (health practice).

Hal ini berguna untuk mengukur seberapa besar tingkat perilaku

kesehatan individu yang menjadi unit analisis penelitian. Becker

mengklasifikasikan perilaku kesehatan menjadi tiga dimensi :

1. Pengetahuan tentang kesehatan mencakup apa yang diketahui

oleh seseorang terhadap cara-cara memelihara kesehatan,

seperti pengetahuan tentang penyakit menular, pengetahuan

tentang faktor-faktor yang terkait dan atau mempengaruhi

kesehatan, pengetahuan tentang fasilitas pelayanan kesehatan,

dan pengetahuan untuk menghindari kecelakaan.

2. Sikap terhadap kesehatan adalah pendapat atau penilaian

seseorang terhadap hal-hal yang berkaitan dengan

pemeliharaan kesehatan, seperti sikap terhadap penyakit

menular dan tidak menular, sikap terhadap faktor-faktor yang

terkait dan atau mempengaruhi kesehatan, sikap tentang

fasilitas pelayanan kesehatan, dan sikap untuk menghindari

kecelakaan.

3. Praktek kesehatan untuk hidup sehat adalah semua

kegiatan atau aktivitas orang dalam rangka memelihara

kesehatan, seperti tindakan terhadap penyakit menular dan

tidak menular, tindakan terhadap faktor-faktor yang terkait dan

atau mempengaruhi kesehatan, tindakan tentang fasilitas

pelayanan kesehatan, dan tindakan untuk menghindari

kecelakaan.

Selain Becker, terdapat pula beberapa definisi lain mengenai

perilaku kesehatan. Menurut Solita, perilaku kesehatan

merupakan segala bentuk pengalaman dan interaksi individu

dengan lingkungannya, khususnya yang menyangkut

pengetahuan dan sikap tentang kesehatan, serta tindakannya

yang berhubungan dengan kesehatan. Sedangkan Cals dan Cobb

(1997) mengemukakan perilaku kesehatan sebagai: “perilaku

untuk mencegah penyakit pada tahap belum menunjukkan gejala

(a symptomatic stage)”. Menurut Skinner (2000) perilaku

kesehatan (healthy behavior) diartikan sebagai respon seseorang

terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sehat-sakit,

penyakit, dan faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan seperti

lingkungan, makanan, minuman, dan pelayanan kesehatan.

Dengan kata lain, perilaku kesehatan adalah semua aktivitas atau

kegiatan seseorang, baik yang dapat diamati (observable)

maupun yang tidak dapat diamati (unobservable), yang berkaitan

dengan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan. Pemeliharaan

kesehatan ini mencakup mencegah atau melindungi diri dari

penyakit dan masalah kesehatan lain, meningkatkan kesehatan,

dan mencari penyembuhan apabila sakit atau terkena masalah

kesehatan.

Perilaku sehat adalah sifat pribadi seperti kepercayaan, motif,

nilai, persepsi dan elemen kognitif lainnya yang mendasari

tindakan yang dilakukan individu untuk memelihara dan

meningkatkan kesehatannya, termasuk pencegahan penyakit,

perawatan kebersihan diri, penjagaan kebugaran melalui olah

raga dan makanan bergizi. Perilaku sehat diperlihatkan oleh

individu yang merasa dirinya sehat meskipun secara medis belum

tentu mereka betul-betul sehat.

Adapun dampak dari pemenuhan perilaku hidup sehat yang

kurang antara lain: 1) Dampak fisik: banyak gangguan kesehatan

yang diderita seseorang karena tidak terpeliharanya kebersihan

perorangan dengan baik. Gangguan fisik yang sering terjadi

adalah gangguan intergritas kulit, gangguan membran mukosa

mulut, infeksi pada mata dan telinga dan gangguan fisik pada

kuku. 2) Dampak psikososial: masalah sosial yang berhubungan

dengan kebersihan diri adalah gangguan kebutuhan rasa

nyaman, kebutuhan dicintai dan mencintai, kebutuhan harga diri

dan gangguan interaksi sosial. Secara umum dari hasil

wawancara maka diketahui bahwa lansia di panti Wredha Salib

Putih menghimpun pengetahuan tentang berbagai macam

gangguan kesehatan lainnya yang mungkin terjadi akibat perilaku

hidup sehat yang tidak baik. Temuan tersebut sependapat dengan

(Wartonah & Tarwanto, 2006) yang mengemukakan bahwa lansia

dapat menghimpun berbagai cara mengatasi gangguan

kesehatan tersebut dengan menerapkan pengetahuan yang baik.

(Wartonah & Tarwoto, 2006). Adapun masalah yang ditemukan

yaitu perilaku hidup sehat yang masih kurang diperhatikan oleh

para lansia. Bahwa 5 lansia kurang memperhatikan perilaku hidup

sehatnya. Keadaan perilaku hidup sehat yang kurang

diperhatikan lansia di panti wredha Salib Putih bermacam-macam

seperti kuku panjang dan hitam, rambut tampak kotor dan

berminyak. 5 lansia mengeluh gatal di kulit dan terdapat ada

bekas gatal yang membuat kulit berubah seperti adanya koreng.

Kebersihan gigi kurang dan didapati bau badan yang tidak enak.

Fenomena ini menunjukan bahwa pada hakikatnya para lansia

meskipun mengetahui dan memahami mengenai perilaku hidup

sehat, namun upaya untuk mewujudkannya masih kurang

maksimal. Tampilan atau keadaan fisik yang kurang bersih pada

akhirnya berkembang menjadi suatu masalah yang

mengakibatkan terganggunya kenyamanan lansia dalam

beristrirahat dan kesehatan lansia. Hal ini seperti diungkapkan

oleh Khasanah & Hidayanti (2012) adapun dampak yang akan

lansia temui adalah kualitas tidur yang terganggu. Kualitas tidur

yang terganggu dapat membuat keadaan seseorang individu

menjadi tidak segar dan tidak bugar ketika terbangun, hal ini juga

mempengaruhi kualitas hidup pada lansia di lihat dari jawaban

setiap lansia yang merasa tidak bahagia karena sering terbangun

karena kualitas tidur yang sering terganggu dan tidak nyaman

dalam beraktifitas karena kebersihan diri yang kurang. Perilaku

hidup sehat sangat menentukan kualitas hidup seseorang.

Perilaku hidup sehat berhubungan erat dengan kedisiplinan,

tingkat pendidikan, gaya hidup (life style) dan lain-lain. Seseorang

yang ingin menikmati hidup seharusnya menerapkan perilaku

hidup sehat. Menurut Becker yang dikutip oleh Notoatmodjo

(2003) perilaku hidup sehat adalah perilaku-perilaku yang

berkaitan dengan upaya atau kegiatan seseorang untuk

mempertahankan dan meningkatkan kesehatannya. Menurut

Becker (dalam Notoatmojo, 2003) perilaku hidup sehat itu

mencakup:

Makan dengan menu seimbang (appropriate diet). Menu

seimbang adalah dalam arti kualitas mengandung zat-zat gizi

yang diperlukan tubuh dan kuantitas menyatakan jumlahnya

cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh.

Olahraga teratur yang mencakup kualitas dan kuantitas dalam

arti frekuensi dan waktu yang digunakan untuk olahraga.

Tidak merokok. Merokok adalah kebiasaan jelek yang

mengakibatkan berbagai macam penyakit. Perilaku merokok

adalah suatu kebiasaan tanpa tujuan positif bagi kesehatan

manusia.

Tidak minum-minuman keras dan narkoba. Kebiasaan minum

miras dan menggunakan narkoba cenderung meningkat.

Sekitar 1% penduduk Indonesia dewasa diperkirakan sudah

mempunyai kebiasan sendiri.

Istirahat cukup, dengan meningkatnya kebutuhan hidup akibat

tuntutan dan penyesuaian dengan lingkungan modern

mengharuskan orang untuk bekerja keras dan berlebihan

sehingga kurang waktu istirahat.

Mengendalikan stres. Stress akan terjadi pada siapa saja,

apalagi akibat tuntutan hidup yang keras. Kecenderungan

stres akan meningkat pada setiap orang. Stres tidak dapat

dihindari yang penting agar stres tidak mengganggu

kesehatan, dengan cara mengendalikan dan mengelola stres

dengan kegiatan-kegiatan positif.

Perilaku atau gaya hidup lain yang positif bagi kesehatan,

misalnya tidak berganti ganti pasangan, penyesuaian diri

dengan lingkungan.

Kualitas hidup pada lansia tidak dapat di pastikan secara

langsun artinya kualitas harus dilihat lagi dari sertiap invidu dalam

menyikapinya, kualitas serseorang di katakan baik jika orang

tersebut merasa demikian. Menurut Calman yang dikutip oleh

Hermann (1993:14-21) dalam Silitonga (2007) mengungkapkan

bahwa konsep dari kualitas hidup adalah bagaimana perbedaan

antara keinginan yang ada dibandingkan perasaan yang ada

sekarang, definisi ini dikenal dengan sebutan “Calman’s Gap”.

Calman mengungkapkan pentingnya mengetahui perbedaan

antara perasaan yang ada dengan keinginan yang sebenarnya,

dicontohkan dengan membandingkan suatu keadaan antara

“dimana seseorang berada” dengan “di mana seseorang ingin

berada”. Jika perbedaan antara kedua keadaan ini lebar,

ketidakcocokan ini menunjukkan bahwa kualitas hidup seseorang

tersebut rendah. Sedangkan kualitas hidup tinggi jika perbedaan

yang ada antara keduanya kecil. Cella & Tulsky dalam Dimsdale

(1995) menyebutkan bahwa beberapa pendekatan fenomenologi

dari kualitas hidup menekankan tentang pentingnya persepsi

subjektif seseorang dalam memfungsikan kemampuan mereka

sendiri dan membandingkannya dengan standar kemampuan

internal yang mereka miliki agar dapat mewujudkan sesuatu

menjadi lebih ideal dan sesuai dengan apa yang mereka inginkan.

Hal ini sejalan dengan pendapat Campbell, dkk dalam Dimsdale

(1995) yang menggaris bawahi tentang pentingnya persepsi

subjektif dan penafsiran dalam pengukuran kualitas hidup. Dalam

hal ini dikemukakan bahwa kualitas hidup dibentuk oleh suatu

gagasan yang terdiri dari aspek kognitif dan afektif karena

penilaian individu terhadap satu kondisi kognitif mempengaruhi

secara efektif dan menimbulkan reaksi terhadap kondisi emosi

individu tersebut. Adapun menurut Cohen & Lazarus dalam

Sarafino (1994) kualitas hidup adalah tingkatan yang

menggambarkan keunggulan seorang individu yang dapat dinilai

dari kehidupan mereka. Keunggulan individu tersebut biasanya

dapat dinilai dari tujuan hidupnya, kontrol pribadinya, hubungan

interpersonal, perkembangan pribadi, intelektual dan kondisi

materi.

Ada 3 kriteria yang biasa digunakan untuk mengukur kualitas

hidup manusia/ kualitas taraf hidup manusia, yaitu :

a. Terpenuhinya kebutuhan dasar untuk kelangsungan

sebagai mahluk hidup hayati.

Kebutuhan ini bersifat mutlak, yang didorong oleh

keinginan manusia untuk menjaga kelangsungan hidup

hayatinya. Kelangsungan hidup hayati tidak hanya

menyangkut dirinya, melainkan juga masyarakatnya, dan

terutama kelangsungan hidupnya sebagai jenis melalui

keturunannya. Kebutuhan dasar ini terdiri atas udara, air

yang bersih, pangan, kesempatan untuk mendapatkan

keturunan serta perlindungan terhadap serangan penyakit

dan sesama manusia. Tubuh manusia sebagian besar

terdiri dari air, reaksi kimia dalam tubuh manusia untuk

proses metabolisme juga membutuhkan air. Air juga

merupakan bahan yang terbuang dari reaksi kimia dalam

tubuh manusia untuk proses metabolisme dalam bentuk

urine (air seni). Air juga berperan dalam menjaga suhu

tubuh. Apabila manusia kekurangan air, tubuh mengalami

dehidrasi, metabolisme manjadi kacau dan suhu tubuh

menjadi tidak teratur. Manusia membutuhkan air, tidak

hanya untuk memenuhi kebutuhan tubuhnya, melainkan

juga untuk proses produksi dan lain-lain. Misalnya untuk

pertanian, perikanan, dan industri. Kebutuhan air tidak

hanya menyangkut segi kuantitasnya melainkan juga

kualitasnya. Misalnya, persyaratan air utuk keperluan

rumah tangga berbeda dengan persyaratan untuk

irigasi. Udara mengandung oksigen yang dibutuhkan

manusia untuk pernafasan. Tanpa oksigen manusia tidak

dapat hidup, masalah yang makin serius adalah

tercampurnya udara dengan gas dan partikel padat yang

berasal dari pembakaran bahan bakar fosil, baik dari

sektor industri maupun transportasi. Gas dan partikel

padat tersebut beracun. Pencemaran udara dengan gas

dan partikel padat akan mengurangi pemenuhan atas

kebutuhan udara yang bersih. Pangan adalah kebutuhan

dasar lain yang bersifat mutlak. Pangan berfungsi sebagai

penyusun tubuh, sumber energi dan pengatur

metabolisme. Karena itu disamping kuantitas pangan,

kualitasnyapun penting. Kualitas pangan ditentukan oleh

susunan sebagai unsur makanan, seperti karbohidrat,

lemak, protein, mineral dan vitamin.

Pada lansia khususnya di panti Wreda Salib Putih

Salatiga kebutuhan dasar untuk kelangsungan sebagai

mahluk hidup hayati dapat terpenuhi hanya saja belum

maksimal di sebabkan kurang terpenuhinya kebutuhan air

dan kebutuhan pangan pada lansia. Ketika kebutuhan

dasar tidak terpenuhi dengan baik maka kualitas hidup

pada lansiapun dikatakan kurang baik.

b. Kebutuhan dasar untuk kelangsungan hidup manusiawi.

Berbeda dengan mahluk hidup yang lain, manusia

sebagai mahluk yang berbudaya tidak cukup hanya

sekedar hidup secara hayati, melainkan karena

perkembangan kebudayaannya maka manusia harus

hidup secara manusiawi. Kebutuhan dasar untuk hidup

secara manusiawi, sebagian bersifat material dan

sebagian lagi bersifat non material. Hal inilah yang

membedakan manusia dengan hewan. Jika di alam

semesta, hukum rimba berdiri di atas kekuatan, siapa

yang kuat yang akan menang. Di dalam masyarakat

manusia yang beradab, hukum berdiri diatas keadilan,

oleh karena itu perlindungan hukum yang adil merupakan

kebutuhan dasar yang membuat manusia dapat hidup

secara manusiawi. Pekerjaan bukanlah sekedar sumber

pendapatan untuk memenuhi kebutuhan dasar hayati

sebagaimana yang diajarkan oleh induk hewan kepada

anaknya, tetapi juga perlu diberikan pengetahuan tentang

agama, filsafat, ilmu, seni dan budaya yang membedakan

pendidikan manusia dengan hewan. Pendidikan teknologi

sangatlah penting. Pendidikan ini haruslah disertai dengan

pendidikan lain seperti tersebut di atas. Jika tidak,

sebenarnya manusia secara kualitatif tidak akan ada

bedanya dengan hewan.

Kebutuhan dasar lain yang membuat manusia

menjadi manusiawi adalah energi. Misalnya untuk

tranportasi sangatlah tidak manusiawi seandainya

seseorang harus berjalan kaki puluhan kilometer dari

tempat tinggalnya ke suatu lokasi dimana dia bekerja

untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup hayatinya.

c. Kebutuhan dasar untuk memilih

Sudah tentu dalam masyarakat yang tertib, derajat

kebebasan untuk memilih dibatasi oleh hukum, baik yang

tertulis maupun yang tidak tertulis. Kemampuan memilih

merupakam sifat hakikih untuk dapat mempertahankan

kelangsungan hidupnya, baik pada tumbuhan, hewan

maupun manusia. Untuk dapat memilih harus ada

keanekaragaman pilihan, oleh karena itu keanekaragaman

merupakan unsur yang esensial dalam lingkungan.

(Kristanto, 2004)

C. Uji Keabsahan Data

Triangulasi Sumber

Untuk menguji keabsahan data, peneliti melakukan triangulasi yaitu

peneliti mencari kebenaran data dari sumber lain yaitu Ibu asrama atau

pengasuh panti (Ibu G) dengan menanyakan kembali yang sudah

disampaikan partisipan ketika peneliti wawancara. Ibu G adalah

pengasuh panti yang bersedia mendamping para lansia di panti dan

melayani kebutuhan lansia. Ibu G mengabdi di panti wredha salib putih

sudah dua puluh delapan tahun. Selain Ibu G peneliti juga memastikan

data dari sumber dengan menanyakan juru masak di panti yaitu Ibu M.

Ibu M adalah juru masak yang sudah bekerja di panti selama kurang

lebih dua tahun.

D. Keterbatasan Peneliti

Berdasarkan pengalaman peneliti dalam penelitian ini, terdapat

keterbatasan selama proses penelitian dilakukan, antara lain:

1. Pada situasi wawancara partisipan sering merasa bingung untuk

menjawab setiap pertanyaan karena merasa kesulitan untuk menyusun

jawaban mereka.

2. Selama proses wawancara peneliti merasa kesulitan ketika

berkomunikasi dalam menggunakan bahasa yang sederhana yang

mudah di pahami partisipan sehingga hasilnya ada jawaban yang

menyimpang jauh dari pertanyaan yang dimaksudkan peneliti.