bab iv hasil penelitian dan pembahasan a. gambaran...
TRANSCRIPT
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Objek Penelitian
1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Panti Wredha Salib Putih dibentuk melalui akta notaris no.39 tanggal
14 Desember 1995. YSP terdaftar di Kanwil Depsos Provinsi Jawa
Tengah tangal 5 April 1995 No 007/Orsos/85/95. Panti Wredha terletak
di Jl.Hasanudin Km.4 Salib Putih Salatiga. Panti Wredha ini
diperuntukkan bagi orang-orang lanjut usia yang kurang mampu dari
sisi ekonomi keuangan. Mereka yang dititipkan di Panti Wredha Sosial
berasal dari keluarga terlantar ataupun warga gereja dan warga
masyarakat umum yang tidak terurus dengan baik oleh keluarganya,
karena ketidakmampuan ekonominya. Mereka disediakan asrama
dengan model kamar-kamar.
Saat ini jumlah lanjut usia yang berada di Panti Wredha Salib Putih
Salatiga berjumlah 36 orang yang terdiri lima laki-laki dan tiga puluh
satu perempuan dengan kisaran usia 60-85 tahun. Di Panti Wredha ini
para lanjut usia tidak hanya bertinggal diam untuk menikmati
kehidupan sehari-hari, melainkan ada beberapa kegiatan yang harus
dilakukan setiap harinya ,seperti: ibadah pagi, membersihkan halaman,
olah raga, mencuci baju dan masih banyak lagi. Kegiatan ini dilakukan
dengan tujuan melatih para lanjut usia agar tubuh tetap sehat dan
tetap mandiri. Kebersamaan yang terbentuk di Panti Wredha Salib
Putih membuat suasana semakin hangat dalam menjalin
kebersamaan. Dalam kegiatan sehari-hari para lanjut usia dibagi
sesuai tugasnya masing-masing untuk membersihkan halaman panti.
2. Pelaksanaan Penelitian
a. persiapan penelitian
Sebelum melakukan penelitian, peneliti menyiapkan beberapa hal
yang menunjang pelaksanaan penelitian. Peneliti terlebih dahulu
mempersiapkan kriteria partisipan dan pada 22 Mei 2015 peneliti
melakukan studi pendahuluan di Panti Wredha untuk mencari
informasi mengenai lansia yang tidak lagi memperhatikan
kebersihan diri dan linkungannya selama tinggal di panti. Peneliti
mulai mempersiapkan berbagai surat-surat yang diperlukan selama
penelitian, seperti surat persetujuan penelitian, dan surat pengantar
dari Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan UKSW. Peneliti mulai
mempersiapkan surat penelitian pada bulan Mei 2015 dan mulai
melakukan penelitian di Panti Wredha Salib Putih Salatiga pada
bulan Agustus 2015.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik wawancara,
sehingga peneliti menyiapkan beberapa panduan wawancara
sebelum terjun ke lapangan. Namun yang ditanyakan tidak
berurutan sesuai dengan susunan pertanyaan peneliti sebelumnya.
Saat wawancara, peneliti mengembangkan pertanyaan sehingga
proses wawancara lebih rileks dan bisa mendapatkan informasi
sesuai dengan apa yang di harapkan peneliti. Peneliti juga
membuat informed consent yang berisi surat penjelasan penelitian
dan surat persetujuan menjadi partisipan. Dalam proses
wawancara, peneliti juga menggunakan alat perekam
menggunakan handphone, serta alat tulis untuk mencatat hasil
wawancara atau data-data tambahan dalam bentuk tertulis yang
berasal dari partisipan. Penggunaan alat perekam dilakukan apabila
mendapatkan ijin dari partisipan dan tidak keberatan untuk direkam
suaranya.
b. Pelaksanaan penelitian
Penelitian ini dilakukan pada tanggal 11 Agustus 2015 tetapi
sebelumnya peneliti melakukan bina hubungan saling percaya pada
partisipan sampai dengan tanggal 14 Agustus 2015 kemudian
melakukan wawancara dengan partisipan 15 Agustus 2015.
1. Partisipan 1
Pada tanggal 18 Agustus 2015 peneliti melakukan
wawancara dengan partisipan pertama yaitu Mbah R di ruang
aula Panti Wredha Salib Putih Salatiga. Sebelum melakukan
wawancara peneliti mengucapkan terima kasih kepada
partisipan karena telah bersedia menjadi partisipan,
kemudian dilanjutkan dengan penjelasan penelitian,
penandatanganan inform concent. Setelah dilakukan
wawancara peneliti juga mengucapkan terima kasih kepada
partisipan dan peneliti juga melakukan perjanjian dengan
partisipan untuk bertemu kembali apabila masih ada data-
data yang kurang. Wawancara yang dilakukan peneliti
terhadap partisipan 1 adalah 40 menit.
2. Partisipan 2
Untuk partisipan kedua bernama Mbah R, sebelum
melakukan wawancara, peneliti mengucapkan terima kasih
karena partisipan telah menyediakan waktu untuk bertemu,
kemudian peneliti memperkenalkan diri kepada partisipan
dan menjelaskan maksud dan tujuan penelitian walaupun
sebelumnya peneliti sudah pernah bertemu saat bina
hubungan saling percaya agar lebih akrab saat proses
wawancara. Setelah partisipan paham akan maksud dan
tujuan peneliti, partisipan menandatangani informed consent
yang telah disediakan peneliti. Wawancara dilakukan selama
36 menit di depan kamar partisipan.
3. Partisipan 3
Untuk partisipan 3 bernama Oma K, sebelum melakukan
wawancara peneliti mengucapkan terima kasih kepada
partisipan karena telah bersedia meluangkan waktunya untuk
diwawancarai. Peneliti tidak perlu mengucapkan salam
perkenalan lagi karena sebelumnya peneliti sering bertemu
dengan partisipan saat berkunjung ke Panti. Peneliti
menyampaikan maksud dan tujuan penelitan kemudian
partisipan setuju dan menandatangani informed concent.
Wawancara dilakukan selama 39 menit di kamar partisipan.
4. Partisipan 4
Untuk partisipan 4 bernama Oma D, sebelum melakukan
wawancara, peneliti mengucapkan terima kasih karena
partisipan telah menyediakan waktu untuk bertemu,
kemudian peneliti menjelaskan maksud dan tujuan penelitian.
Setelah partisipan paham akan maksud dan tujuan peneliti,
partisipan menandatangani informed consent yang telah
disediakan peneliti. Wawancara dilakukan selama 47 menit di
aula panti wredha.
5. Partisipan 5
Selanjutnya partisipan 5 bernama Oma L, sebelum
melakukan wawancara peneliti mengucapkan terima kasih
untuk waktu yang telah disediakan partisipan. Peneliti
menyampaikan maksud dan tujuan penelitian kemudian
partisipan membaca informed concent dan
menandatanganinya. Wawancara dilakukan selama 32 menit
di kamar partisipan.
c. Gambaran umum partisipan
Kelima riset partisipan yang diteliti semuanya berjenis kelamin
perempuan. Mereka ditemui dalam jangka waktu yang berbeda sesuai
kesepakatan waktu yang disepakati. Secara umum, identitas dari
kelima partisipan dapat dilihat di tabel bawah ini:
N
o
Inisial
Partisipa
n
Umur Jenis
Kelamin
Alamat Pendidika
n terakhir
Lama
tinggal
di panti L P
1 Oma R 63 thn Magelang SLTA 4 thn
2 Oma S 64 thn Semarang SD 2 thn
3 Oma K 75 thn Semarang SD 2 thn
4 Oma D 63 thn Batang SD 5 thn
5 Oma L 83 thn Semarang SD 2 thn
1) Partisipan lahir pada tahun 1952 di Magelang anak ke-7 dari sebelas
bersaudara. Partisipan mempunyai dua seorang anak yang sudah
bekerja. Selama tinggal di panti yang membiayai kehidupan
partisipan anaknya sendiri. Partisipan tinggal di panti sudah empat
tahun dan juga partisipan mengikuti kegiatan bersih-bersih di panti
2) Partisipan berasal dari Salatiga yang lahir pada tahun 1951 anak ke-
2 dari dua bersaudara. Partisipan berstatus tidak menikah dan tidak
mempunyai sanak saudara. Partisipan tinggal di panti yang
membiayai kehidupannya orang gereja. Partisipan sudah tinggal di
panti sudah dua tahun. Kegiatan partisipan di panti adalah menyapu
halaman panti.
3) Partisipan berasal dari Salatiga yang lahir pada tahun 1940 anak ke-
5 dari enam bersaudara. Partisipan tinggal di panti sudah dua tahun.
Partisipan tinggal di panti yang membiayai kehidupannya yayasan
salib putih. Kegiatan partisipan di panti adalah menyapu dan
mengepel lantai, kegiatan ini dilakukan setiap hari.
4) Partisipan lahir pada tahun 1952 di Batang sebagai anak empat dari
sembilan bersaudara. Partisipan berstatus janda karena suaminya
telah meninggal pada tahun 1992 karena penyakit stroke. Partisipan
tinggal di Panti sudah lima tahun, yang membawa partisipan ke
Panti adalah ibu bidan karyadi semarang karena partisipan
mengalami perdarahan terus menerus dan dijauhi keluarga,
sehingga ibu bidan yang memasukkan Mbah D ke Panti tetapi yang
membiayai seluruh biaya kehidupan dari gereja GKI Injil kerajaan
Marina Semarang
5) Partisipan lahir pada tahun 1932 di Salatiga sebagai anak tunggal
partisipan tinggal di panti dibiayai yayasan karena tidak punya
sanak saudara. Partisipan tinggal di panti sudah dua tahun.
Partisipan mengikuti kegiatan sehari-sehari seperti menyapu
halaman panti.
B. Hasil Penelitian dan Pembahasan
1. Hasil
Dari hasil analisis berdasarkan wawancara peneliti mengangkat
tema perilaku hidup sehat sebagai hal yang mempengaruhi kualitas
hidup lansia. Dari tema perilaku hidup sehat tersebut menjawab tujuan
penelitian mengenai hubungan perilaku hidup sehat dengan kualitas
hidup pada lansia di panti wredha salib putih. Menurut Budioro (2000)
Perilaku kesehatan pada dasarnya adalah suatu reaksi seseorang
(organisme) terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan
penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan serta lingkungan.
Respon atau reaksi manusia dapat bersifat pasif (pengetahuan,
persepsi dan sikap) serta dapat bersifat aktif (tindakan yang nyata).
Dengan demikian maka peneliti membuat tema perilaku hidup sehat
yang dibagi menjadi 3 sub tema yaitu: (1) Perilaku terhadap sistem
pelayanan kesehatan (2) Perilaku terhadap sakit dan penyakit, (3)
Perilaku terhadap lingkungan.
Tabel 2 : Pengelompokan Tema
Kategori Sub Tema Tema
Menjelaskan definisi
lansia
Perilaku
terhadap Sistem
Pelayanan
Kesehatan
Hubungan perilaku hidup
sehat dengan kualitas hidup
pada lansia Menjelasakan definisi
lansia dan batasan
usia lansia.
Menjelaskan perilaku
kesehatan pada
lansia
Membahas
pengetahuan lansia
mengenai kesehatan.
Perilaku
terhadap Sakit
dan Penyakit
Mendeskripsikan
kualitas hidup pada
lansia.
Perilaku
terhadap
Lingkungan
Menjelasakan
pengaruh hubungan
perilaku hidup sehat
terhadap kualitas
hidup lansia.
1. Perilaku terhadap Sistem Pelayanan Kesehatan
Perilaku terhadap sistem pelayanan kesehatan adalah respon
seseorang terhadap pelayanan kesehatan baik sistem pelayanan
kesehatan modern maupun tradisional. Perilaku terhadap sistem
pelayanan kesehatan ini adalah respons individu terhadap sistem
pelayanan kesehatan modern maupun tradisional, meliputi:
a. Respons terhadap fasilitas pelayanan kesehatan
b. Respons terhadap cara pelayanan kesehatan
c. Respons terhadap petugas kesehatan
d. Respons terhadap pemberian obat-obatan
Respons tersebut terwujud dalam pengetahuan, persepsi, sikap dan
penggunaan fasilitas, petugas maupun penggunaan obat-obatan.
Perilaku ini menyangkut respon terhadap pasilitasnya, misalnya : berobat
ke Puskesmas, berobat rumah sakit, berobat ke dokter praktek, sin-she,
dukun, tabib, dan paranormal.
Tema Verbatim Hasil Analisis
Perilaku terhadap Sistem Pelayanan Kesehatan
1. Respons
terhadap
fasilitas
pelayanan
kesehatan
2. Respons
terhadap cara
pelayanan
kesehatan.
3. Respons
terhadap
petugas
P1: Pernah, saya diamkan. Kadang Ibu Gesti (Pengasuh Panti) sering liat trus kasih obat. (18)
P1 : Tidak ada. Nanti dokter atau mantri yang datang periksa trus kasih obat. (28)
P1: Iya tahu, mantri sama dokter. (29)
P1 : Iya bagus, mereka baik.(30)
P1: Tidak habis, kalau sudah mendingan sudah tidak minum lagi. (31)
P1: Pernah dulu, tapi setelah lama mereka datang trus kasih obat dan berdoa.(32)
Partisipan 1 sangat memahami pentingnya pelayanan kesehatan. Bagi partisipan 1 pelayanan kesehatan penting, partisipa mampu mengungkapkan tentang pentingnya pelayanan kesehatan dan memberikan pendapat tentang peran dari petugas kesehatan namun belum di manfaatkan sesuai dengan apa yang diketahui partisipan 1. Pertisipan 1 mampu mengungkapkan perasaan puas terhadap pelayanan kesehatan yang didapat.
kesehatan.
4. Respons
terhadap
pemberian obat-
obatan.
P2 : Hubungi Ibu Gesti. (19)
P2 : Tidak ada, lakukan kegiatan sehari-hari. (20)
P2: Ada dokter yang datang. (33)
P2: Iya ada dokter dan mantri. (34)
P2 : Iya, puas. Mereka baik-baik tapi sudah jarang datang. Skarang kalau kita sakit sering ke puskesmas. (35)
Hampir sama dengan partisipan 1, Partisipan 2 juga sangat memahami pentingnya pelayanan kesehatan. Bagi partisipan 2 pelayanan kesehatan penting namun belum di manfaatkan sesuai dengan apa yang diketahui partisipan 2. Tetapi partisipan 2 mampu mencari alternative pengganti.
P3: Ada dokter yang datang. (41)
P3: Iya, puas. Mereka baik. (43)
P3: Gak, kalau uda gak sakit uda gak minum obat. (44)
P3 : Tidak pernah, semua disini baik-baik. (45)
Partisipan 3 tentang pentingnya pelayanan kesehatan namun dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan kurang di manfaatkan dengan baik.
P4: Skarang dokternya jarang berkunjung, kalau dulu hampir setiap dua minggu
Hampir sama dengan
partisipan yang lain.
Partisipan 4 juga melakukan
hal yang sama dalam hal
pemanfaatan pelayan
sekali dokternya, lama-lama sebulan sekali ee sekarang uda dua bulan sekali. (39)
P4: Pernah to yo mas. Tapi sakitnya gak parah paling pusing sama mual. (40)
P4: Ya saya diamkan, paling juga hilang. (41)
P4: Ada dokter yang datang (42)
P4: Iya, puas. Mereka baik-baik tapi sudah jarang datang. Skarang kalau kita sakit sering ke puskesmas. (44)
P4 : Sering ke puskesmas. Kalau gak di kasih obat sama Ibu Gesti (47)
kesehatan, penggunaan
obat-obatan. Walaupun
sudah tahu akan pentingnya
pelayanan kesehatan namun
dalam pelaksanaannya
kurang dimanfaatkan dengan
baik.
P5 : Dulu saja mas,
skarang
jarang.(45)
P5 : dokternya
jarang
berkunjung,
kalau dulu
hampir setiap
dua minggu
sekali
dokternya.(46)
P5: Pernah mas. Tapi sakitnya pusing sama
Partisipan mengetahui
pentingnya pelayanan
kesehatan dan selalu
menggunakan pelayanan
kesehatan dengan baik.
Partisipan 5 juga
memberikan respon yang
baik terkait pelayanan
kesehatan yang didapat dan
merasa puas atas pelayanan
yang di dapat.
mual. (47) P5: Ya saya
diamkan, paling juga hilang. (48)
P5 : Tidak ada. Nanti dokter atau mantri yang datang periksa trus kasih obat.(49)
P5: Iya tahu, mantri sama dokter. (50)
P5: Iya bagus,
mereka baik.
(51)
Pada lansia di panti Wreda Salib Putih Salatiga secara umum sudah
sangat memahami tentang pentingnya pelayanan kesehatan yang diberikan
namun dalam pemanfaatannya masih belum maksimal. Beberapa lansia
sering membiarkan saja penyakit yang dialami dan tidak menggunakan
pelayanan kesehatan yang ada. Pelayanan kesehatan merupakan salah
satu aspek yang berperan dalam penciptaan derajat kesehatan yang merata
kepada seluruh masyarakat sesuai dengan tujuan penyelenggaraan
pembangunan kesehatan yaitu terwujudnya masyarakat yang mandiri untuk
menggapai pelayanan kesehatan dan berperilaku hidup sehat (Depkes RI,
2003). Mutu pelayanan kesehatan merupakan aspek penting yang dapat
memberikan kepuasan terhadap pasien, hal ini dapat menjadi pendorong
kepada setiap orang untuk menjalin ikatan yang kuat dengan pelayanan
kesehatan yang disediakan. Dalam jangka panjang ikatan seperti ini
memungkinkan suatu instansi pelayanan kesehatan memahami dengan
seksama harapan dan kebutuhan setiap orang. Kualitas yang dihasilkan
sama dengan nilai yang diberikan dalam rangka meningkatkan kualitas
hidup para pelanggan/pasien, semakin tinggi nilai yang diberikan, maka
semakin besar pula kepuasan pelanggan (Tjiptono, 2001). Peran keluarga
dan masyarakat sangat penting dalam meningkatkan derajat kesehatan dan
kualitas hidup lansia, yaitu melalui perubahan perilaku kearah perilaku hidup
bersih dan sehat dalam tatanan keluarga dan masyarakat, perbaikan
lingkungan (fisik, biologis, sosial-budaya, ekonomi), membantu
penyelenggaraan yankes (promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif), dan Ikut
dalam proses kontrol dan evaluasi pelaksanaan pelayanan bagi lansia.
Selain itu, yang terpenting dari pelayanan kesehatan itu sendiri adalah
kesadaran dari setiap individu untuk selalu menjaga kesehatan.
2. Perilaku terhadap Sakit dan Penyakit
Perilaku seseorang terhadap sakit dan penyakit ini dengan
sendirinya sesuai dengan tingkat-tingkat pencegahan penyakit yakni :
1) Perilaku sehubungan dengan peningkatan dan pemeliharaan
kesehatan (health promotion behavior) misalnya makan-makanan
yang bergizi, olah raga dan sebagainya.
2) Perilaku pencegahan penyakit (health prevention behavior) adalah
respon untuk melakukan pencegahan penyakit, misalnya tidur
memakai kelambu untuk mencegah gigitan nyamuk malaria,
imunisasi dan sebagainya. Termasuk perilaku untuk tidak
menularkan penyakit kepada orang lain.
3) Perilaku sehubungan dengan pencarian obat (health seeking
behavior) yaitu perilaku untuk melakukan atau mencari pengobatan,
misalnya usaha mengobati sendiri penyakitnya atau mencari
pengobatan ke fasilitas pelayanan kesehatan modern seperti
puskesmas, mantri, dokter praktek, maupun ke fasilitas tradisional
seperti dukun, shinse dan sebagainya.
4) Perilaku sehubungan dengan pemulihan kesehatan (health
rehabilitation behavior) yaitu perilaku yang berhubungan dengan
usaha pemulihan kesehatan setelah sembuh dari suatu penyakit
misalnya melakukan diet, memenuhi anjuran dokter, dalam rangka
pemulihan kesehatannya.
Tema Verbatim Hasil Analisis
Perilaku terhadap Sakit dan Penyakit
1. Perilaku sehubungan dengan peningkatan dan pemeliharaan kesehatan (health promotion behavior )
2. Perilaku pencegahan penyakit (health prevention behavior )
P1: Kalau untuk nyenyak tidak bisa karena kebetulan punya riwayat penyakit diabetes jadi sering kebelakang terus sampai 2-4 kali kalau hujan sampai lima kali. (3)
P1: Saya biasa bangun jam 02.00 trus doa, setelah itu sekitar jam 5
Partisipan 1 sudah mampu mengungkapkan perilaku yang baik untuk meningkatkan kesehatan, pemeliharaan kesehatan, pencegahan penyakit, tentang kebersihan kamar dan lingkungan tempat tinggal, hanya saja partisipan 1 belum melakukan perilaku sehubungan dengan pencarian obat ketika sakit karena hanya membiarkan diri ketika sakit. Ketika sakit partisipan 1 kurang memperdulikan dirinya dan tidak mencari bantuan
3. Perilaku sehubungan dengan pencarian obat (health seeking behavior )
4. Perilaku sehubungan dengan pemulihan kesehatan (health rehabilitation behavior)
dan kemudian saya mandi dan kemudian ikut kebaktian pagi, setelah itu ke kamar lagi. (9)
P1: Saya kalau tidak bisa tidur saya berdoa, kalau tidak saya merenung dan duduk di tempat tidur. (12)
P1: Pernah, saya diamkan. Kadang Ibu Gesti (Pengasuh Panti) sering liat trus kasih obat. (18)
ketika mengalami sakit
P2: Kalau di panti tugas saya ya nyapu, bersih-bersih. (8)
P2: Saya susah untuk tidur sering bangun. (9)
P2: Iya, jalan pagi kadang-kadang. (10)
P2: Sering pusing kalau tidak bisa tidur(13)
P2: Sering, 2 gelas biasanya. (16)
P2: Jarang, mandi malam kadang-kadang tapi pake air panas. (18)
P2: Tidak ada,
Upaya Partisipan 2 melakukan perilaku sehubungan dengan peningkatan dan pemeliharaan kesehatan sudah baik, partisipan 2 mampu mengetahui tindakan yang perlu dilakukan untuk pemeliharaan kesehatan yaitu dengan olahraga. Selain itu partsipan 2 sudah melakuakn tindakan pencegahan penyakit yaitu dengan membersihkan kamar dan lingkungan panti yang membuat partisipan 2 merasa puas dan nyaman dengan kebersihan yang ada, hanya saja partisipan 2 tidak melakukan perilaku sehubungan dengan pencarian obat,
lakukan kegiatan sehari-hari. (20)
P2: Iya bangun pagi langsun bersihkan, tugas saya nyapu. Kamar saya bersihkan sendiri. Tempat tidur juga(21)
P2: Di belakang, tapi di depan kamar juga ada tempat sampahnya. (26)
P2: Biasanya hanya di biarkan saja. Tapi kadang juga di kasih obat dokter. (41)
partisipan 2 tidak melakukan pencarian dan lebih membiarkan dirinya di urus orang lain. Partisipan 2 juga tidak terlalu memperhatikan perilakunya sehubungan dengan pemulihan kesehatan karena tidak tahu tindakan apa yang harus dilakukan untuk dilakukan.
P3: Tidak, sudah jarang. Kalau dulu sering jalan pagi tapi selama disini tidak pernah lagi. (12)
P3: Tidak pasti, sering kebangun malam-malam. (14)
P3: 1 kali sehari, kalau pagi hanya cuci muka. (16)
P3: Tidak, jarang saya minum pagi. Pagi
Partisipan 3 paham tentang perilaku sehubungan dengan peningkatan dan pemeliharaan kesehatan hanya saja karena keterbatasan fisik sehingga pasrtisipan 3 mampu melakukan aktifitasnya hal yang ini yang membuat partsipan kurang measa puas dan lebih banyak berdiam diri dan tidak melakukan aktivitas apapun. Partisipan 3 juga memeahami tentang perilaku pencegahan penyakit sehubungan dengan pencarian obat dan juga
biasanya minum teh. (18)
P3: Tidak ada. Sudah tidak bisa olahraga skarang. (22)
P3: Iya ada, kadang dia yang bersihin kadang saya yang bersihin kamar saya. (26)
P3:Tidak nyenyak mas, susah tidur. (34)
P3: Kulit saya lengket mas Ryan kalau gak mandi. (36)
perilaku sehubungan dengan pemulihan kesehatan
P4: Pagi saya jalan kaki, sore juga. (12)
P4: Segar. Saya suka jalan. (13)
P4: Kurang tau, saya sering bangun malam kencing. (14)
P4: Tidak kerasan mas, saya rasanya tidak nyaman. (16)
P4: Iya saya suka makan sayur. Buah saya kurang terlalu suka. Disini makannya 3 kali tapi maaf ya makanannya tidak enak, saya tidak terlalu suka
Hampir sama halnya dengan partisipan 2, partisipan 4 sudah melakukan perilaku sehubungan dengan peningkatan dan pemeliharaan kesehatan dengan baik, partisipan 4 mampu melakukan tindakan yang perlu dilakukan untuk pemeliharaan kesehatan yaitu dengan olahraga. Selain itu partsipan 4 sudah juga sudah melakukan tindakan pencegahan penyakit yaitu tidak mandi malam, suka makan sayur dan dengan membersihkan kamar dan lingkungan panti yang membuat partisipan 4 merasa puas dan nyaman dengan kebersihan yang ada, hanya saja partisipan 4 tidak melakukan perilaku sehubungan
tawar. (18) P4: Jarang, saya
biasanya jam 5 sore sudah mandi. (19)
P4: Saya olahraga. Jalan-jalan pagi, disini kan banyak pohonnya jadi sejuk. (21)
P4: Kalau disini saya tugasnya nyapu depan kamar. Saya yang bersihin kamar saya. (22)
P4: Di tempat sampah, ada tempat sampah. (28)
dengan pencarian obat, partisipan 4 tidak melakukan pencarian dan lebih membiarkan dirinya di urus orang lain. Partisipan 4 juga tidak terlalu memperhatikan perilakunya sehubungan dengan pemulihan kesehatan karena tidak tahu tindakan apa yang harus dilakukan untuk dilakukan.
P5: Seperti biasa mas, sering kebangun. Susah untuk tidur nyenyak mas. (39)
P5: Iya, kadang-kadang kalau gak sempat mandi sore ya saya mandinya malam. Tapi mandinya mesti pake aer panas mas, Gak kerasan kalau gak mandi mas. (41)
P5: Gak suka yang manis mas, suka asin tapi yang gak terlalu asin
Partispan 5 sudah melakukan perilaku sehubungan dengan peningkatan dan pemeliharaan kesehatan yaitu dengan cara tidak makan-makan yang asin, tetapi belum mampu untuk memenuhi kebutuhan tidur disebakan karena sering berkemih. Selain itu juga partisipan 5 juga mandi malam karena tidak merasa nyaman dengan keadaan tidak bersihnya diri partisipan. Partisipan 5 belum melakukan tindakan pencegahan penyakit, walaupun partisipan 5 mampu memahami apa yang harus dilakukan untuk mencegah penyakit. Partisipan 5 juga masih mengharapkan bantuan
mas. (44) P5: Iya, ada yang
ngurus. (28) P5: 3x kali. Iya
suka. (25)
orang lain untujk melakukan perilaku sehubungan dengan pencarian obat.
Pada Lansia yang tinggal di Panti Wreda makanan yang di terima
sudah diatur untuk setiap lansia. Makanan yang diberikan bervariatif,
rata-rata lansia makan 3x sehari. Namun yang terjadi pada lansia
pemenuhan kebutuhan gizi yang seimbang kurang terpenuhi hal ini
dilihat dari makanan yang di konsumsi lansia, selain itu lansia merasa
tidak terlalu suka dengan makan yang diberikan karena rasanya yang
tidak enak. Berdasarkan keterangan yang diberikan juru masak bahwa
lansia hanya diberikan 3000 rupiah per porsi makan. Pada lansia di
panti Wreda Salib Putih Salatiga perilaku hidup sehat terkait sikap
terhadap sakit atau penyakit sudah cukup baik, lansia sudah cukup
mampu untuk memelihara dan meningkatkan kesahatan hal ini dilihat
dari kemauan lansia untuk tetap melakukan aktivitasnya. Namun pada
sebagian lansia tidak terlalu mempedulikan kebersihan dirinya seperti
misalnya mandi dan menjaga lingkungan tetap bersih karena
keterbatasan fisik. Perilaku yang sehat akan mencerminkan individu
dengan kualitas hidup baik. Manfaat dari hidup sehat yang paling
penting adalah meningkatkan produktivitas dengan segala kemampuan
dan potensi diri. Untuk itu konsep hidup sehat harus ditingkatkan dari
tiap individu untuk dapat meningkatkan kualitas hidup yang sehat.
3. Perilaku terhadap Lingkungan.
Perilaku Terhadap Lingkungan adalah bagaimana seseorang
merespon lingkungan, baik lingkungan fisik maupun sosial budaya,
sehingga lingkungan tersebut tidak mempengaruhi kesehatannya.
Perilaku terhadap lingkungan kesehatan (enviromental health
behavior) adalah respon seseorang terhadap lingkungan sebagai
determinan kesehatan manusia. Perilaku ini antara lain mencakup :
1) Prilaku sehubungan dengan air bersih, termasuk didalamnya
komponen, manfaat penggunaan air bersih untuk kepentingan
kesehatan.
2) Prilaku sehubungan dengan air kotor, yang menyangkut segi
higiens, pemeliharaan teknik dan penggunaannya.
3) Prilaku sehubungan dengan limbah, baik padat maupun limbah cair
termasuk didalamnya sistem pembuangan sampah dan air limbah
yang sehat, serta dampak pembungan limbah yang tidak baik.
4) Prilaku sehubungan dengan rumah yang sehat, yang meliputi
ventilasi pencahayaan lantai, ruang gerak yang cukup, terhindar dari
kebisingan yang menggangu memenuhi psikologis antara lain
privasi yang cukup, komunikasi yang sehat antara anggota keluarga
dan penghuni rumah. Termasuk juga prilaku dengan pembersihan
sarang-sarang nyamuk (vector) dan sebagainya.
Tema Verbatim Hasil Analisis
Perilaku terhadap Lingkungan
1. Prilaku
sehubungan
dengan air
bersih dan
kotor
2. Prilaku
sehubungan
dengan
limbah
3. Prilaku
sehubungan
dengan
lingkungan
yang sehat
P1: Saya akan bersihkan. (37)
P1: Iya bersih, karna sudah saya bersihkan. (38)
P1: Tidak nyaman, tidak kerasan. Tapi saya sudah tidak kuat untuk bersihkan jadi saya biarkan saja. (43)
P1: Ada yang bertugas, ada ibu-ibu. Setiap pagi sudah dibersihkan. Oma-oma disini juga setiap ibadah pagi bangun langsun bersihkan. (44)
P1: Iya cukup, tapi akhir-akhir sering mati. Air sering susah jalan. Mungkin karna musim panas(45)
P1: Di belakang, ada yang buangin. (47)
Partisipan 1 sangat mengetahui apa itu prilaku sehubungan dengan air bersih dan kotor, partisipan 1 mampu memahami fungsi air karena mampu mendeskripsikan tujuan penggunaan air dan akan merasa tidak nyaman jika kebutuhan air tidak terpenuhi. Partisipan 1 juga sangat memperhatikan kebersihan lingkungan dan merasa tidak nyaman jika lingkungan panti kotor. Hanya saja karen keterbatasan fisik partisipan 1 tidak mampu membantu membersihkan lingkungan panti. Selain itu juga partisipan 1 juga Sudah mengerti tentang membuang sampah pada tempatnya.
P2: Iya bersih. Sudah saya bersihkan tadi. (23)
P2: Biasa saja, soalnya langsun ada yang bersihkan. (22)
P2: Iya, cukup. Ada penampung air
Upaya Partisipan 2 mengenai perilaku sehubungan dengan air bersih dan kotor sudah baik artinya partisipan sudah mampu menggunakan air sesuai dengan kebutuhan selain itu juga partisipan 2 mampu mengetahui
kalau mati. (24)
P2: Susah pastinya. Buat mandi dan keperluan lain gak ada. (25)
P2: Di belakang, tapi di depan kamar juga ada tempat sampahnya. (26)
dan melakukan pengelolaan sampah. Partisipan 2 juga merasa nyaman dan suka dengan keadaan lingkungan panti yang bersih dana akan merasa nyaman jika lingkungan panti tidak bersih.
P3: Tidak, saya tidak suka, saya rasanya tidak nyaman. (24)
P3: Iya bersih. Saya yang bersihin. (25)
P3: Iya ada, kadang dia yang bersihin kadang saya yang bersihin kamar saya. (26)
P3: Iya cukup(27) P3: Di depan
kamar ada tempat sampah. (29)
Partisipan 3 Mampu memanfaatkan air dengan baik dan akan merasa risih jika kebutuhan air tidak terpenuhi. Partisipan 3 juga sangat menyukai keadaan lingkungan yang bersih.
P4: Kalau disini saya tugasnya nyapu depan kamar. Saya yang bersihin kamar saya. (22)
P4: Tidak enak dilihat. (23)
P4: Iya, sudah saya bersihkan. (24)
P4: Ada petugas,
Perilaku pemanfaatan air partisipan 4 sudah sangat baik, partisipan 4 sudah menggunakan air sesuai dengan kebutuhannya. Partisipan 4 juga akan merasa tidak nyaman jika kebutuhan air tidak terpenuhi dengan baik. Partispan sangat
oma-oma disini sudah di bagi tugasnya. Semua punya tugas. (25)
P4: Iya cukup, tapi sekarang sering macet. (26)
P4: Di tempat sampah, ada tempat sampah. (28)
ungan yang bersih dan menyukai keadaan lingkungan yang bersih.
P5: Saya yang bersihin. Bantu-bantu bersihin. (30)
P5: Tidak ada. Sudah ada yang bersihin. (31)
P5: Iya bersih (32) P5: Ya tidak bisa
mandi. (34) P5: Di belakang.
(35)
Partispan 5 mengerti tentang penggunaan air unuk kebutuhan air dana merasa tdak nyaman jika kebutuhan air tidak trpenuhi khusunya untuk mandi. Partisipan 5 juga tidak terlalu merasa risih dengan keadaaan lingkungan yang kotor.
Lansia di panti Wreda Salib Putih Salatiga sudah sangat baik
dalam memperhatikan kebersihan lingkungan panti, hal ini
mempengaruhi pada kepuasan setiap lansia. Masalah lingkungan
dan kualitas hidup seperti dua sisi mata uang yang saling
bergantung. Ketidakmampuan menyesuaikan diri, keadaan
lingkungan yang tidak cukup ruang terbuka, konstruksi bangunan,
dan dampak pengrusakan lingkungan memberikan pengaruh yang
signifikan terhadap kualitas hidup. Jika kondisi lingkungan buruk,
maka implikasinya adalah kualitas hidup yang rendah, sebaliknya
jika kondisi lingkungan baik, maka akan terjadi peningkatan kualitas
hidup.
2. Pembahasan
Tingkat pengetahuan para lansia di Panti Wreda Salib Putih terkait
dengan perilaku hidup sehat bervariatif, namun berdasarkan hasil
wawancara dengan seluruh partisipan, maka diketahui bahwa
pengetahuan akan perilaku hidup sehat para lansia tergolong baik
yaitu paham karena hanya dapat memberikan penjelasan secara
sederhana mengenai perilaku hidup sehat. Hampir seluruh responden
melakukan aktivitas dan mampu menjelaskan dengan benar tentang
objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan konsep
kebersihan tersebut secara benar. Namun di sisi lain, aplikasi yang
mengarah pada kemampuan untuk menggunakan pengetahuannya
dalam kehidupan keseharian masih kurang maksimal.
Berdasarkan data yang diperoleh dari wawancara maka juga dapat
dinyatakan bahwa partisipan memperoleh pengetahuan atas dasar
pengalaman pada masa lalu akan pentingnya hidup sehat.
Pengalaman yang diperoleh dapat memperluas pengetahuan
seseorang akan konsep perilaku hidup sehat. Selain pengalaman
aktivitas untuk menjaga kebersihan diri juga terbangun atas
pengetahuan yang didasari atas keyakinan yang positif serta budaya
yang akhirnya mengarahkan pada persepsi, dan sikap seseorang
terhadap perilaku hidup sehat. Secara umum tingkat pengetahuan
perilaku hidup sehat para lansia yang tinggal tergolong cukup baik.
Berdasarkan keadaan fisik dari partisipan 1,2,3,4, dan 5 maka
diketahui bahwa tingkat kebersihan dan kepedulian partisipan akan
kesehatanpun bervariatif pula. Keadaan tersebut secara umum juga
menggambarkan tingkat pengetahuan partisipan akan perilaku hidup
sehat pada lansia yang berbeda pula. Pengetahuan partisipan akan
kebersihan merupakan hal yang sangat penting dan harus
diperhatikan karena kebersihan akan mempengaruhi kesehatan,
kenyamanan, keamanan, dan kesejahteraan.
Kualitas hidup secara umum merupakan kenyamanan dan kepuasan
hati yang tidak terbebani oleh berbagai tindakan kegiatan yang
dilakukan. Dengan demikian keseimbangan lingkungan akan tetap
terpelihara karena pertanggungjawaban dari tindakan yang bersifat
membangun secara positif dilihat dari berbagai sudut pandang.
Kualitas hidup yang baik memberikan kepuasan dan kenyamanan hati
yang luar biasa, karena lingkungan yang mengitari dirinya
memberikan suasana yang kondusif. Konsep psikologi lingkungan
merupakan salah satu upaya peningkatan kualitas hidup dan
kelestarian lingkungan sebagai dua sisi yang tidak terpisahkan.
Pemahaman terhadap psikologi lingkungan yang berorientasi pada
peningkatan kualitas hidup dan kelestarian lingkungan pada dasarnya
berangkat dari pemahaman bahwa pembentukan karakter dan
kepribadian berkaitan erat dengan kekuatan moral dan memiliki
konotasi positif.
Menurut Becker (1992) konsep perilaku sehat merupakan
pengembangan dari konsep perilaku yang dikembangkan Bloom.
Becker menguraikan perilaku kesehatan menjadi tiga domain, yakni
pengetahuan kesehatan (health knowledge), sikap terhadap
kesehatan (health attitude) dan praktek kesehatan (health practice).
Hal ini berguna untuk mengukur seberapa besar tingkat perilaku
kesehatan individu yang menjadi unit analisis penelitian. Becker
mengklasifikasikan perilaku kesehatan menjadi tiga dimensi :
1. Pengetahuan tentang kesehatan mencakup apa yang diketahui
oleh seseorang terhadap cara-cara memelihara kesehatan,
seperti pengetahuan tentang penyakit menular, pengetahuan
tentang faktor-faktor yang terkait dan atau mempengaruhi
kesehatan, pengetahuan tentang fasilitas pelayanan kesehatan,
dan pengetahuan untuk menghindari kecelakaan.
2. Sikap terhadap kesehatan adalah pendapat atau penilaian
seseorang terhadap hal-hal yang berkaitan dengan
pemeliharaan kesehatan, seperti sikap terhadap penyakit
menular dan tidak menular, sikap terhadap faktor-faktor yang
terkait dan atau mempengaruhi kesehatan, sikap tentang
fasilitas pelayanan kesehatan, dan sikap untuk menghindari
kecelakaan.
3. Praktek kesehatan untuk hidup sehat adalah semua
kegiatan atau aktivitas orang dalam rangka memelihara
kesehatan, seperti tindakan terhadap penyakit menular dan
tidak menular, tindakan terhadap faktor-faktor yang terkait dan
atau mempengaruhi kesehatan, tindakan tentang fasilitas
pelayanan kesehatan, dan tindakan untuk menghindari
kecelakaan.
Selain Becker, terdapat pula beberapa definisi lain mengenai
perilaku kesehatan. Menurut Solita, perilaku kesehatan
merupakan segala bentuk pengalaman dan interaksi individu
dengan lingkungannya, khususnya yang menyangkut
pengetahuan dan sikap tentang kesehatan, serta tindakannya
yang berhubungan dengan kesehatan. Sedangkan Cals dan Cobb
(1997) mengemukakan perilaku kesehatan sebagai: “perilaku
untuk mencegah penyakit pada tahap belum menunjukkan gejala
(a symptomatic stage)”. Menurut Skinner (2000) perilaku
kesehatan (healthy behavior) diartikan sebagai respon seseorang
terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sehat-sakit,
penyakit, dan faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan seperti
lingkungan, makanan, minuman, dan pelayanan kesehatan.
Dengan kata lain, perilaku kesehatan adalah semua aktivitas atau
kegiatan seseorang, baik yang dapat diamati (observable)
maupun yang tidak dapat diamati (unobservable), yang berkaitan
dengan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan. Pemeliharaan
kesehatan ini mencakup mencegah atau melindungi diri dari
penyakit dan masalah kesehatan lain, meningkatkan kesehatan,
dan mencari penyembuhan apabila sakit atau terkena masalah
kesehatan.
Perilaku sehat adalah sifat pribadi seperti kepercayaan, motif,
nilai, persepsi dan elemen kognitif lainnya yang mendasari
tindakan yang dilakukan individu untuk memelihara dan
meningkatkan kesehatannya, termasuk pencegahan penyakit,
perawatan kebersihan diri, penjagaan kebugaran melalui olah
raga dan makanan bergizi. Perilaku sehat diperlihatkan oleh
individu yang merasa dirinya sehat meskipun secara medis belum
tentu mereka betul-betul sehat.
Adapun dampak dari pemenuhan perilaku hidup sehat yang
kurang antara lain: 1) Dampak fisik: banyak gangguan kesehatan
yang diderita seseorang karena tidak terpeliharanya kebersihan
perorangan dengan baik. Gangguan fisik yang sering terjadi
adalah gangguan intergritas kulit, gangguan membran mukosa
mulut, infeksi pada mata dan telinga dan gangguan fisik pada
kuku. 2) Dampak psikososial: masalah sosial yang berhubungan
dengan kebersihan diri adalah gangguan kebutuhan rasa
nyaman, kebutuhan dicintai dan mencintai, kebutuhan harga diri
dan gangguan interaksi sosial. Secara umum dari hasil
wawancara maka diketahui bahwa lansia di panti Wredha Salib
Putih menghimpun pengetahuan tentang berbagai macam
gangguan kesehatan lainnya yang mungkin terjadi akibat perilaku
hidup sehat yang tidak baik. Temuan tersebut sependapat dengan
(Wartonah & Tarwanto, 2006) yang mengemukakan bahwa lansia
dapat menghimpun berbagai cara mengatasi gangguan
kesehatan tersebut dengan menerapkan pengetahuan yang baik.
(Wartonah & Tarwoto, 2006). Adapun masalah yang ditemukan
yaitu perilaku hidup sehat yang masih kurang diperhatikan oleh
para lansia. Bahwa 5 lansia kurang memperhatikan perilaku hidup
sehatnya. Keadaan perilaku hidup sehat yang kurang
diperhatikan lansia di panti wredha Salib Putih bermacam-macam
seperti kuku panjang dan hitam, rambut tampak kotor dan
berminyak. 5 lansia mengeluh gatal di kulit dan terdapat ada
bekas gatal yang membuat kulit berubah seperti adanya koreng.
Kebersihan gigi kurang dan didapati bau badan yang tidak enak.
Fenomena ini menunjukan bahwa pada hakikatnya para lansia
meskipun mengetahui dan memahami mengenai perilaku hidup
sehat, namun upaya untuk mewujudkannya masih kurang
maksimal. Tampilan atau keadaan fisik yang kurang bersih pada
akhirnya berkembang menjadi suatu masalah yang
mengakibatkan terganggunya kenyamanan lansia dalam
beristrirahat dan kesehatan lansia. Hal ini seperti diungkapkan
oleh Khasanah & Hidayanti (2012) adapun dampak yang akan
lansia temui adalah kualitas tidur yang terganggu. Kualitas tidur
yang terganggu dapat membuat keadaan seseorang individu
menjadi tidak segar dan tidak bugar ketika terbangun, hal ini juga
mempengaruhi kualitas hidup pada lansia di lihat dari jawaban
setiap lansia yang merasa tidak bahagia karena sering terbangun
karena kualitas tidur yang sering terganggu dan tidak nyaman
dalam beraktifitas karena kebersihan diri yang kurang. Perilaku
hidup sehat sangat menentukan kualitas hidup seseorang.
Perilaku hidup sehat berhubungan erat dengan kedisiplinan,
tingkat pendidikan, gaya hidup (life style) dan lain-lain. Seseorang
yang ingin menikmati hidup seharusnya menerapkan perilaku
hidup sehat. Menurut Becker yang dikutip oleh Notoatmodjo
(2003) perilaku hidup sehat adalah perilaku-perilaku yang
berkaitan dengan upaya atau kegiatan seseorang untuk
mempertahankan dan meningkatkan kesehatannya. Menurut
Becker (dalam Notoatmojo, 2003) perilaku hidup sehat itu
mencakup:
Makan dengan menu seimbang (appropriate diet). Menu
seimbang adalah dalam arti kualitas mengandung zat-zat gizi
yang diperlukan tubuh dan kuantitas menyatakan jumlahnya
cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh.
Olahraga teratur yang mencakup kualitas dan kuantitas dalam
arti frekuensi dan waktu yang digunakan untuk olahraga.
Tidak merokok. Merokok adalah kebiasaan jelek yang
mengakibatkan berbagai macam penyakit. Perilaku merokok
adalah suatu kebiasaan tanpa tujuan positif bagi kesehatan
manusia.
Tidak minum-minuman keras dan narkoba. Kebiasaan minum
miras dan menggunakan narkoba cenderung meningkat.
Sekitar 1% penduduk Indonesia dewasa diperkirakan sudah
mempunyai kebiasan sendiri.
Istirahat cukup, dengan meningkatnya kebutuhan hidup akibat
tuntutan dan penyesuaian dengan lingkungan modern
mengharuskan orang untuk bekerja keras dan berlebihan
sehingga kurang waktu istirahat.
Mengendalikan stres. Stress akan terjadi pada siapa saja,
apalagi akibat tuntutan hidup yang keras. Kecenderungan
stres akan meningkat pada setiap orang. Stres tidak dapat
dihindari yang penting agar stres tidak mengganggu
kesehatan, dengan cara mengendalikan dan mengelola stres
dengan kegiatan-kegiatan positif.
Perilaku atau gaya hidup lain yang positif bagi kesehatan,
misalnya tidak berganti ganti pasangan, penyesuaian diri
dengan lingkungan.
Kualitas hidup pada lansia tidak dapat di pastikan secara
langsun artinya kualitas harus dilihat lagi dari sertiap invidu dalam
menyikapinya, kualitas serseorang di katakan baik jika orang
tersebut merasa demikian. Menurut Calman yang dikutip oleh
Hermann (1993:14-21) dalam Silitonga (2007) mengungkapkan
bahwa konsep dari kualitas hidup adalah bagaimana perbedaan
antara keinginan yang ada dibandingkan perasaan yang ada
sekarang, definisi ini dikenal dengan sebutan “Calman’s Gap”.
Calman mengungkapkan pentingnya mengetahui perbedaan
antara perasaan yang ada dengan keinginan yang sebenarnya,
dicontohkan dengan membandingkan suatu keadaan antara
“dimana seseorang berada” dengan “di mana seseorang ingin
berada”. Jika perbedaan antara kedua keadaan ini lebar,
ketidakcocokan ini menunjukkan bahwa kualitas hidup seseorang
tersebut rendah. Sedangkan kualitas hidup tinggi jika perbedaan
yang ada antara keduanya kecil. Cella & Tulsky dalam Dimsdale
(1995) menyebutkan bahwa beberapa pendekatan fenomenologi
dari kualitas hidup menekankan tentang pentingnya persepsi
subjektif seseorang dalam memfungsikan kemampuan mereka
sendiri dan membandingkannya dengan standar kemampuan
internal yang mereka miliki agar dapat mewujudkan sesuatu
menjadi lebih ideal dan sesuai dengan apa yang mereka inginkan.
Hal ini sejalan dengan pendapat Campbell, dkk dalam Dimsdale
(1995) yang menggaris bawahi tentang pentingnya persepsi
subjektif dan penafsiran dalam pengukuran kualitas hidup. Dalam
hal ini dikemukakan bahwa kualitas hidup dibentuk oleh suatu
gagasan yang terdiri dari aspek kognitif dan afektif karena
penilaian individu terhadap satu kondisi kognitif mempengaruhi
secara efektif dan menimbulkan reaksi terhadap kondisi emosi
individu tersebut. Adapun menurut Cohen & Lazarus dalam
Sarafino (1994) kualitas hidup adalah tingkatan yang
menggambarkan keunggulan seorang individu yang dapat dinilai
dari kehidupan mereka. Keunggulan individu tersebut biasanya
dapat dinilai dari tujuan hidupnya, kontrol pribadinya, hubungan
interpersonal, perkembangan pribadi, intelektual dan kondisi
materi.
Ada 3 kriteria yang biasa digunakan untuk mengukur kualitas
hidup manusia/ kualitas taraf hidup manusia, yaitu :
a. Terpenuhinya kebutuhan dasar untuk kelangsungan
sebagai mahluk hidup hayati.
Kebutuhan ini bersifat mutlak, yang didorong oleh
keinginan manusia untuk menjaga kelangsungan hidup
hayatinya. Kelangsungan hidup hayati tidak hanya
menyangkut dirinya, melainkan juga masyarakatnya, dan
terutama kelangsungan hidupnya sebagai jenis melalui
keturunannya. Kebutuhan dasar ini terdiri atas udara, air
yang bersih, pangan, kesempatan untuk mendapatkan
keturunan serta perlindungan terhadap serangan penyakit
dan sesama manusia. Tubuh manusia sebagian besar
terdiri dari air, reaksi kimia dalam tubuh manusia untuk
proses metabolisme juga membutuhkan air. Air juga
merupakan bahan yang terbuang dari reaksi kimia dalam
tubuh manusia untuk proses metabolisme dalam bentuk
urine (air seni). Air juga berperan dalam menjaga suhu
tubuh. Apabila manusia kekurangan air, tubuh mengalami
dehidrasi, metabolisme manjadi kacau dan suhu tubuh
menjadi tidak teratur. Manusia membutuhkan air, tidak
hanya untuk memenuhi kebutuhan tubuhnya, melainkan
juga untuk proses produksi dan lain-lain. Misalnya untuk
pertanian, perikanan, dan industri. Kebutuhan air tidak
hanya menyangkut segi kuantitasnya melainkan juga
kualitasnya. Misalnya, persyaratan air utuk keperluan
rumah tangga berbeda dengan persyaratan untuk
irigasi. Udara mengandung oksigen yang dibutuhkan
manusia untuk pernafasan. Tanpa oksigen manusia tidak
dapat hidup, masalah yang makin serius adalah
tercampurnya udara dengan gas dan partikel padat yang
berasal dari pembakaran bahan bakar fosil, baik dari
sektor industri maupun transportasi. Gas dan partikel
padat tersebut beracun. Pencemaran udara dengan gas
dan partikel padat akan mengurangi pemenuhan atas
kebutuhan udara yang bersih. Pangan adalah kebutuhan
dasar lain yang bersifat mutlak. Pangan berfungsi sebagai
penyusun tubuh, sumber energi dan pengatur
metabolisme. Karena itu disamping kuantitas pangan,
kualitasnyapun penting. Kualitas pangan ditentukan oleh
susunan sebagai unsur makanan, seperti karbohidrat,
lemak, protein, mineral dan vitamin.
Pada lansia khususnya di panti Wreda Salib Putih
Salatiga kebutuhan dasar untuk kelangsungan sebagai
mahluk hidup hayati dapat terpenuhi hanya saja belum
maksimal di sebabkan kurang terpenuhinya kebutuhan air
dan kebutuhan pangan pada lansia. Ketika kebutuhan
dasar tidak terpenuhi dengan baik maka kualitas hidup
pada lansiapun dikatakan kurang baik.
b. Kebutuhan dasar untuk kelangsungan hidup manusiawi.
Berbeda dengan mahluk hidup yang lain, manusia
sebagai mahluk yang berbudaya tidak cukup hanya
sekedar hidup secara hayati, melainkan karena
perkembangan kebudayaannya maka manusia harus
hidup secara manusiawi. Kebutuhan dasar untuk hidup
secara manusiawi, sebagian bersifat material dan
sebagian lagi bersifat non material. Hal inilah yang
membedakan manusia dengan hewan. Jika di alam
semesta, hukum rimba berdiri di atas kekuatan, siapa
yang kuat yang akan menang. Di dalam masyarakat
manusia yang beradab, hukum berdiri diatas keadilan,
oleh karena itu perlindungan hukum yang adil merupakan
kebutuhan dasar yang membuat manusia dapat hidup
secara manusiawi. Pekerjaan bukanlah sekedar sumber
pendapatan untuk memenuhi kebutuhan dasar hayati
sebagaimana yang diajarkan oleh induk hewan kepada
anaknya, tetapi juga perlu diberikan pengetahuan tentang
agama, filsafat, ilmu, seni dan budaya yang membedakan
pendidikan manusia dengan hewan. Pendidikan teknologi
sangatlah penting. Pendidikan ini haruslah disertai dengan
pendidikan lain seperti tersebut di atas. Jika tidak,
sebenarnya manusia secara kualitatif tidak akan ada
bedanya dengan hewan.
Kebutuhan dasar lain yang membuat manusia
menjadi manusiawi adalah energi. Misalnya untuk
tranportasi sangatlah tidak manusiawi seandainya
seseorang harus berjalan kaki puluhan kilometer dari
tempat tinggalnya ke suatu lokasi dimana dia bekerja
untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup hayatinya.
c. Kebutuhan dasar untuk memilih
Sudah tentu dalam masyarakat yang tertib, derajat
kebebasan untuk memilih dibatasi oleh hukum, baik yang
tertulis maupun yang tidak tertulis. Kemampuan memilih
merupakam sifat hakikih untuk dapat mempertahankan
kelangsungan hidupnya, baik pada tumbuhan, hewan
maupun manusia. Untuk dapat memilih harus ada
keanekaragaman pilihan, oleh karena itu keanekaragaman
merupakan unsur yang esensial dalam lingkungan.
(Kristanto, 2004)
C. Uji Keabsahan Data
Triangulasi Sumber
Untuk menguji keabsahan data, peneliti melakukan triangulasi yaitu
peneliti mencari kebenaran data dari sumber lain yaitu Ibu asrama atau
pengasuh panti (Ibu G) dengan menanyakan kembali yang sudah
disampaikan partisipan ketika peneliti wawancara. Ibu G adalah
pengasuh panti yang bersedia mendamping para lansia di panti dan
melayani kebutuhan lansia. Ibu G mengabdi di panti wredha salib putih
sudah dua puluh delapan tahun. Selain Ibu G peneliti juga memastikan
data dari sumber dengan menanyakan juru masak di panti yaitu Ibu M.
Ibu M adalah juru masak yang sudah bekerja di panti selama kurang
lebih dua tahun.
D. Keterbatasan Peneliti
Berdasarkan pengalaman peneliti dalam penelitian ini, terdapat
keterbatasan selama proses penelitian dilakukan, antara lain:
1. Pada situasi wawancara partisipan sering merasa bingung untuk
menjawab setiap pertanyaan karena merasa kesulitan untuk menyusun
jawaban mereka.
2. Selama proses wawancara peneliti merasa kesulitan ketika
berkomunikasi dalam menggunakan bahasa yang sederhana yang
mudah di pahami partisipan sehingga hasilnya ada jawaban yang
menyimpang jauh dari pertanyaan yang dimaksudkan peneliti.