bab iv hasil penelitian dan pembahasan 1.1 gambaran...

76
72 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Batugade termasuk dalam distrik Bobonaro adalah salah satu lokasi perbatasan yang membatasi negara Republik Demokratik Timor Leste dengan Republik Indonesia. Antara gerbang milik negara Timor Leste dan gerbang milik negara Indonesia di Batugade hanya dipisahkan oleh sebuah sungai kecil dengan jembatan beton yang dilapisi aspal sepanjang kurang lebih 10 m dan di masing- masing sisi ujung jembatan tersebut terdapat plakat yang bersisi pernyataan batas wilayah, koordinat, dan ditandatangani oleh menteri luar negeri dari kedua negara. Gambar 4.1 Lokasi Perbatasan Timor Leste Republik Indonesia Sumber : Foto Lokasi Penelitian

Upload: buiduong

Post on 06-Mar-2019

215 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1.1 Gambaran …media.unpad.ac.id/thesis/170720/2011/170720110505_4_6662.pdf · Gambar 4.3 Peta Wilayah Distrik Bobonaro Sumber : Administração

72

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Batugade termasuk dalam distrik Bobonaro adalah salah satu lokasi

perbatasan yang membatasi negara Republik Demokratik Timor Leste dengan

Republik Indonesia. Antara gerbang milik negara Timor Leste dan gerbang milik

negara Indonesia di Batugade hanya dipisahkan oleh sebuah sungai kecil dengan

jembatan beton yang dilapisi aspal sepanjang kurang lebih 10 m dan di masing-

masing sisi ujung jembatan tersebut terdapat plakat yang bersisi pernyataan batas

wilayah, koordinat, dan ditandatangani oleh menteri luar negeri dari kedua negara.

Gambar 4.1

Lokasi Perbatasan Timor Leste – Republik Indonesia

Sumber : Foto Lokasi Penelitian

Page 2: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1.1 Gambaran …media.unpad.ac.id/thesis/170720/2011/170720110505_4_6662.pdf · Gambar 4.3 Peta Wilayah Distrik Bobonaro Sumber : Administração

73

Pelintasan Batas Negara Antara Timor Leste dan Indonesia

Januari – April 2013

Batugade sebelum Timor Leste berpisah dari Republik Indonesia hanyalah

sebuah tempat yang hampir bisa dibilang tidak berpenghuni, namun sekarang

sudah cukup ramai walau keramaian tersebut hanya di perbatasan saja, ada

terminal kendaraan umum dan warung-warung atau toko-toko ikut meramaikan

Batugade. Bangunan check point Timor Leste terlihat baru dan terkesan dalam

infrastruktur, begitu pula di bagian wilayah Republik Indonesia terlihat ala

kadarnya pos-pos penjagaan keamanan dan toko-toko swalayan jualan masyarakat

perbatasan yang tertata rapi. Mota Ain sebagai serambi depan negara Republik

Indonesia bagi Timor Leste dan juga merupakan salah satu tempat pemeriksaan

imigrasi yang juga berfungsi sebagai pos lintas batas terhubung dengan Batugade

(Timor Leste). Jarak antara pos pelayanan terpadu Batugade, Timor Leste, dengan

pos pengamanan Indonesia di Mota Ain, berjarak sekitar 100 meter yang dibatasi

sebuah anak sungai yang membelah Timor bagian timur Distrik Bobonaro Timor

Leste dengan Timor bagian barat Propinsi NTT (Nusa Tenggara Timur) Republik

Indonesia, menurut data yang diperoleh dari Pos Imigrasi Batugade, dalam

periode Januari - April 2013, terlihat kegiatan pelintasan batas negara oleh

masyarakat yang sangat intensif seperti pada diagram berikut ini.

Gambar 4.2

Sumber : Data Imigarasi RDTL 2013

Page 3: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1.1 Gambaran …media.unpad.ac.id/thesis/170720/2011/170720110505_4_6662.pdf · Gambar 4.3 Peta Wilayah Distrik Bobonaro Sumber : Administração

74

1.1.1 Kondisi Wilayah Distrik Bobonaro

Distrik Bobonaro terletak antara 9°15‟ Lintang Selatan dan 125°24‟ Bujur

Timur. Adapun batas-batas Distrik Bobonaro adalah:

1. Sebelah Utara berbatasan dengan Distrik Liquiça.

2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Distrik Covalima dan Distrik Ainaro.

3. Sebelah Timur berbatasan dengan Distrik Ermera dan Distrik Ainaro.

4. Sebelah Barat berbatasan dengan Provinsi Nusa Tenggara Timur (Indonesia).

Distrik Bobonaro memiliki luas 368,12 km2, dan terdiri dari 6 kecamatan.

Kecamatan Lolotoi memiliki luas 211,86 km2, Kecamatan Bobonaro memiliki

luas 203,12 km2, Kecamatan Cailaco memiliki luas 184,38 km

2, Kecamatan

Atabae memiliki luas 273,12 km2, Kecamatan Balibo memiliki luas 293,75 km

2

dan Kecamatan Maliana memiliki luas 201,89 km2. Distrik Bobonaro terletak

pada ketinggian antara 0 meter sampai dengan 1.934 meter di atas permukaan

laut, menyebar dari dataran tinggi hingga dataran rendah. Secara umum, Distrik

Bobonaro terbagi menjadi 3 daerah dataran tinggi yaitu:

1. Low Lying Plains

Terletak di daerah barat laut di mana ada bidang gurun dan tegalan mulai dari

Marobo serta dataran sepanjang Sungai Nunura.

2. Low Mountain Plateau

Di utara bagian barat, 1000 meter di atas permukaan laut.

3. Upland Plateau

Di timur dan selatan mencapai 1.500 meter di atas permukaan laut.

Page 4: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1.1 Gambaran …media.unpad.ac.id/thesis/170720/2011/170720110505_4_6662.pdf · Gambar 4.3 Peta Wilayah Distrik Bobonaro Sumber : Administração

75

Rata-rata suhu udara minimum di wilayah Bobonaro selama tahun 2012

sebesar 26,24°C dan maksimum 34,83°C. sedangkan rata-rata tekanan udara

minimum di wilayah Bobonaro selama tahun 2012 sebesar 1005,3 Mbs dan

maksimum 10.014,0 Mbs. Kelembaban udara di Bobonaro rata-rata 82,33%

dengan kelembaban udara tertinggi pada bulan Juli. Kecepatan angin di Bobonaro

rata-rata 5,75 knot dengan kecepatan angin tertinggi pada bulan Juli. Selanjutnya

curah hujan tertinggi di Bobonaro tahun 2012 terjadi pada bulan Agustus yaitu

sebesar 835,7 mm dan terendah pada bulan Januari 177,6 mm. Jumlah hari hujan

di Bobonaro menurut pantauan Stasiun BMG Bobonaro mempunyai jarak

(rentang) anatar 20-31 hari. Jumlah hari hujan sebesar 20 hari terjadi pada bulan

Febuari 2012, sedangkan jumlah hari hujan 31 hari terjadi pada bulan Agustus

2012. Hampir setiap hari di Bobonaro turun hujan, hal ini dapat terlihat dari

rentang waktu hari hujan yang berada pada kisaran 16-31 hari hujan, mulai bulan

Januari – Agustus 2012 kecuali bulan Febuari 2012 yang hanya 20 hari hujan.

Curah hujan yang tinggi di Bobonaro, sangatlah berguna bagi mayoritas

masyarakatnya, karena air hujan digunakan untuk air minum.

Gambar 4.3

Peta Wilayah Distrik Bobonaro

Sumber : Administração Sub Distrito Balibo

Page 5: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1.1 Gambaran …media.unpad.ac.id/thesis/170720/2011/170720110505_4_6662.pdf · Gambar 4.3 Peta Wilayah Distrik Bobonaro Sumber : Administração

76

1.1.2 Keadaan Penduduk Distrik Bobonaro

Penduduk merupakan objek pelaksanaan pembangunan dan demi

pelaksanaan pembangunan pula diperlukan sumber daya manusia yang

berkualitas. Banyaknya jumlah penduduk yang dimiliki oleh suatu wilayah

merupakan potensi yang ada pada wilayah itu, sehingga diperlukan langkah

pengembangan dan pengelolaan yang tepat agar potensi tersebut dapat

dimanfaatkan sebaik-baiknya demi kesejahteraan penduduk tersebut.

Secara rinci jumlah penduduk Distrik Bobonaro dapat dilihat pada Tabel

4.1 di bawah ini.

Tabel 4.1

Jumlah Penduduk Distrik Bobonaro Tahun 2012

Kecamatan Laki-Laki Perempuan Jumlah

Atabae 4.204 4.900 9.104

Balibo 4.237 4.281 8.518

Maliana 9.705 9.621 19.326

Cailaco 4.143 4.193 8.336

Bobonaro 10.988 11.174 22.162

Lolotoi 3.435 3.418 6.853

Total 36.712 37.587 74.299

Sumber : Statistik Distrik Bobonaro

Dalam upaya untuk merumuskan struktur sosial dan kehidupan sosial, baik

material maupun spiritual, pemerintah bersama masyarakat telah menerapkan

langkah-langkah kesejahteraan sosial di beberapa sektor terkait dengan

masyarakat. Langkah-langkah ini terutama diarahkan mengatasi masalah

kesejahteraan sosial seperti kemiskinan, keterbelakangan, kesenjangan sosial dan

korban bencana alam.

Page 6: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1.1 Gambaran …media.unpad.ac.id/thesis/170720/2011/170720110505_4_6662.pdf · Gambar 4.3 Peta Wilayah Distrik Bobonaro Sumber : Administração

77

1. Bahasa Daerah

Di distrik Bobonaro dikenal tiga bahasa daerah, yaitu Bunak, Kemak dan

Bekais. Bunak adalah bahasa yang digunakan oleh mayoritas penduduk di

Kecamatan (Sub Distrik) Bobonaro, umumnya juga di wilayah Kecamatan

Lolotoi dan oleh beberapa masyarakat di Kecamatan Maliana.

Kemak adalah bahasa yang digunakan oleh orang-orang Kecamatan

Cailaco, Kecamatan Atabae dan oleh beberapa dan sebagian kecil masyarakat

Bobonaro. Bekais adalah bahasa yang digunakan oleh beberapa penduduk di

Balibo. Tetun adalah Bahasa Nasional Timor Leste, secara umum masyarakat

di Distrik Bobonaro memahami dan dapat berbicara bahasa Tetun. Bahasa

Nasional Indonesia juga digunakan di Distrik Bobonaro ini. Dalam era

Pemerintah baru Timor Leste itu adalah bahasa tambahan, yaitu Bahasa

Portugis. Bahasa Portugis sekarang telah menjadi bahasa resmi, tetapi hanya

generasi tua saja yang dapat mengugunakan Bahasa Portugis dengan lancar.

Sekarang, Bahasa Portugis diajarkan di sekolah tingkat SD, SMP dan sekolah

tingkat menengah.

2. Partisipasi Politik Masyarakat

Ada 7 (tujuh) partai politik yang terdaftar di Distrik Bobonaro dan partai

politik ini berpartisipasi dalam pemilihan majelis konstitusi (Pemilu) pada

tanggal 30 Agustus 2012, yaitu: Fretilin, UDT, PSD, PD, ASDT, PST, dan

Kota.

Page 7: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1.1 Gambaran …media.unpad.ac.id/thesis/170720/2011/170720110505_4_6662.pdf · Gambar 4.3 Peta Wilayah Distrik Bobonaro Sumber : Administração

78

Timor Leste juga mengalami perkembangan pesat di sektor politik.

Pemilihan Presiden putaran pertama pada akhir Maret 2012 lalu berjalan

aman, lancar, dan demokratis. Selain itu, partisipasi politik warganya juga

terbilang tinggi. Tercatat, suara yang masuk pada pemilihan Presiden lalu

mencapai 636.051 suara atau sekitar 67% dari warga yang memiliki hak suara.

Sebenarnya bisa lebih banyak, hanya terkendala pada aturan bahwa warga

hanya boleh memungut suara di distrik asalnya. Tetapi, partisipasinya masih

cukup tinggi.

3. Pembangunan Ekonomi

Usaha untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di Distrik Bobonaro

memerlukan perhatian yang sungguh-sungguh. Untuk memenuhi kebutuhan

terhadap bahan makanan maka akan dilanjutkan usaha peningkatan pertanian

baik, pertanian lahan kering maupun lahan basah. Perekonomian di Distrik

Bobonaro terutama didasarkan pada sektor pertanian, sektor perdagangan,

perusahaan swasta dan lain-lain.

a. Sektor Pertanian dan peternakan

Pembangunan di bidang pertanian, terutama peningkatan produksi

tanaman pangan yang meliputi padi, palawija dan hortikultura telah

dilanjutkan melalui usaha intensifikasi, rehabilitasi, ekstensifikasi dan

diversifikasi. Pelaksanaan intensifikasi dilakukan melalui kegiatan

penyuluhan, perbenihan, perlindungan tanaman terhadap hama dan penyakit.

Ekstensifikasi akan dilanjutkan melalui usaha pencetakan sawah baru dan

pemanfaatan tanah-tanah kering dan alang-alang. Sedangkan diversifikasi

Page 8: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1.1 Gambaran …media.unpad.ac.id/thesis/170720/2011/170720110505_4_6662.pdf · Gambar 4.3 Peta Wilayah Distrik Bobonaro Sumber : Administração

79

dilanjutkan melalui usaha pemanfaatan pekarangan untuk tanaman-tanaman

bernilai gizi tinggi. Pencetakan sawah sebagai salah satu alternatif perluasan

areal pertanian.

Berikut ini, peneliti tampilkan potensi lahan pertanian, luas tanaman, luas

panen, jumlah produksi dan rata-rata produksi musim tanam 2011/2012 di Distrik

Bobonaro.

Tabel 4.2

Potensi Pertanian Distrik Bobonaro Tahun 2011/2012

No. Type of

Commodity

Potential

Farming

Area

(ha)

Area Planted

(ha)

Area

Harvested (ha)

Production

Ton/ha

Average

Production

(ton/ha)

2010/

2011

2011/

2012

2010/

2011

2011/

2012

2010/

2011

2011/

2012

2010/

2011

2011/

2012

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11)

1. Rice 7.227 1.375 2.076 1.325 2.070 3,313 3.726 1,8 2,22

2. Corn 25,582 6,022 4,026 6,022 3.000 9,033 6.000 1.5 2

3. Cassava 6.230 410 230 410 270 1,230 690 3 3

4. Sweet potato 3.582 117 100 117 92 292,5 230 2,5 2,5

5. Soya beans 1.576 32 30 45 1,5

6. Mung beans 1.258 10 25 10 20 5 40 0,5 2

7. Peanuts 4.630 25 35 22 35 18 85,5 0,8 2,5

8. Green beans 234 20 25 20 25 10 12,5 0,5 0,5

9. Kidney beans 2.030 72 126 72 120 144 240 2 2

10. Bombay 157 15 20 15 20 4,5 40 0,5 2

11. Garlic 102 14 14 14 16 4,2 32 0,3 2

12. Potato 126 16 38 16 38 8 114 0,5 3

13. NonIrigated Ric 1.710 350 28 350 16 525 24 24 1,5

14. Chili 142 7,5 8 7,5 7,5 2,85 6,4 6,4 0,8

15. Kumis 4,4 1 2 1 1 0,8 1,6 1,6 0,9

16. Mustard leaves 38 7 7,5 7 7 5,6 5,25 5,25 0,7

17. String beans 2,28 2 3,4 2 2 0,6 12 12 0,4

18. Cucumber 72 2 3 2 2 1,2 1,8 1,8 0,6

19. Carrot 14 2 2,5 2 2 1,2 2 2 0,8

20. Tomato 23 2 4 2 2 1,2 2,4 2,4 0,6

21. Eggplant 19 0,5 2 0,5 0,5 0,1 0,4 0,4 0,2

22. Squash 111 1 24 1 1 0,6 14,4 14,4 0,6

23. Amaranth 18 0,5 2 0,5 0,5 0,3 0,6 0,6 0,3

24. Kankung 72 4 6 4 4 1,6 2,4 2,4 0,4

Sumber : Statistik Distrito Bobonaro

Makanan yang dikonsumsi oleh masyarakat Distrik Bobonaro adalah sebagai

berikut:

1) Beras dan jagung sebagai makanan pokok.

Page 9: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1.1 Gambaran …media.unpad.ac.id/thesis/170720/2011/170720110505_4_6662.pdf · Gambar 4.3 Peta Wilayah Distrik Bobonaro Sumber : Administração

80

2) Singkong, ubi jalar dan lain-lain sebagai makanan tambahan.

Beras adalah salah satu komoditas paling penting di Distrik Bobonaro. Di

distrik ini, hampir setiap petani memiliki lahan untuk menanam padi, baik beras

irigasi atau non-irigasi (huma).

Selain sebagai petani, masyarakat Distrik Bobonaro juga melakukan usaha

peternakan. Berikut ini penulis sajikan jumlah hewan ternak di Distrik Bobonaro.

Tabel 4.3

Jumlah Ternak Hewan Besar di Distrik Bobonaro Tahun 2012

No. Sub District Cows Buffalo Horses Vaccinated

Cows

Vaccinated

Buffalo

1. Maliana 2.369 1.045 99 2.269 823

2. Atabae 1.796 2.546 285 1.494 704

3. Balibo 4.781 733 495 4.592 498

4. Bobonaro 2.269 1.973 290 2.227 1.456

5. Cailaco 2.750 211 46 2.720 125

6. Lolotoe 3.040 - - 1.998 -

Total 18.005 6.508 1.215 15.300 3.608

Sumber : Statistik Distrito Bobonaro

Tabel 4.4

Jumlah Ternak Hewan Kecil di Distrik Bobonaro Tahun 2012

No. Sub District Goats Sheep Pigs Chickens Ducks

1. Maliana 732 - 2.393 3.644 -

2. Atabae 730 20 1.077 743 -

3. Balibo 433 - 910 1.281 -

4. Bobonaro 1.203 158 3.950 7.027 -

5. Cailaco 403 8 1.177 2.872 15

6. Lolotoe - - - - -

Total 2.841 186 9.507 15.567 15

Sumber : Statistik Distrito Bobonaro

Page 10: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1.1 Gambaran …media.unpad.ac.id/thesis/170720/2011/170720110505_4_6662.pdf · Gambar 4.3 Peta Wilayah Distrik Bobonaro Sumber : Administração

81

Di Distrik Bobonaro ada dua kecamatan, yaitu Atabae dan Balibo, yang

melakukan kegiatan di sektor perikanan. Selain ikan air asin ada juga penduduk yang

melakukan usaha dengan ikan air tawar, seperti ikan mas, lele, mujair dan gabus,

namun ikan yang paling populer dengan masyarakat adalah ikan mas. Bidang

perikanan terdiri dari tiga sektor yang lebih kecil yaitu:

1. Nelayan (memancing ikan di laut).

2. Budi daya ikan air tawar.

3. Tambak.

b. Sektor Perdagangan dan Perindustrian

Di bidang perindustrian dilanjutkan pembangunan dan pengembangan

industri untuk pemenuhan kebutuhan pokok rakyat, industri yang memanfaatkan

sumber alam dan energi dan industri kecil dan kerajinan rakyat. Pembinaan dan

pembangunan industri secara keseluruhan dilaksanakan dengan memperhatikan

prioritas dan ciri-ciri tiap kelompok industri yang secara keseluruhan dapat

diwujudkan dalam suatu pola industri yang terpadu dan serasi.

Pembinaan industri kecil dan kerajinan rakyat diarahkan terutama untuk

meningkatkan mutu. Selain itu juga untuk melestarikan barang-barang

budaya/seni tradisional, pemenuhan kebutuhan setempat dan menunjang sektor

pertanian. Pembangunan aneka industri terutama diarahkan kepada industri

pengolah hasil sektor pertanian. Bimbingan dan penyuluhan akan dilanjutkan

dan diarahkan kepada kemampuan berproduksi, pemasaran dan manajemen

antara lain melalui pengiriman tenaga penyuluhan melalui program pendidikan

dan latihan ke luar negeri.

Page 11: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1.1 Gambaran …media.unpad.ac.id/thesis/170720/2011/170720110505_4_6662.pdf · Gambar 4.3 Peta Wilayah Distrik Bobonaro Sumber : Administração

82

4. Kondisi Sosial Budaya Masyarakat

a. Agama

Pada tahun 2012, jumlah penduduk Distrik Bobonaro berjumlah 74.299 jiwa.

Dari jumlah tersebut mayoritas penduduk yakni sekitar 75% memeluk agama

Kristen Katholik, dan selebihnya menganut Islam, Protestan, Hindu dan

Budha. Bangunan tempat ibadah untuk masing-masing umat beragama

tersebar di seluruh kecamatan yaitu, 484 gereja untuk umat Katholik, 20

gereja untuk umat Protestan, 2 mesjid untuk umat Islam, dan 1 pura untuk

umat Hindu/Budha

b. Pendidikan

Sampai dengan saat ini kinerja pendidikan di Distrik Bobonaro belum cukup

baik yang antara lain ditunjukkan oleh pencapaian indikator kinerja yang

masih rendah. Rata-rata lama sekolah penduduk usia 15 tahun ke atas pada

tahun 2012 mencapai 7,0 tahun. Angka melek aksara penduduk usia 15 tahun

ke atas pada tahun 2012 mencapai 93,41 persen. Namun demikian angka

melek aksara penduduk usia muda (15-24 tahun) sudah mencapai 98,15

persen. Angka partisipasi sekolah untuk kelompok usia 7-12 tahun mencapai

92,71 persen dan untuk kelompok usia 13-15 tahun mencapai 79,17 persen.

Dengan demikian dapat disimpulkan dari 100 anak usia 7-12 tahun masih ada

7-8 anak yang tidak sekolah dan dari 100 anak usia 13-15 tahun masih

terdapat 21 anak yang tidak sekolah.

Page 12: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1.1 Gambaran …media.unpad.ac.id/thesis/170720/2011/170720110505_4_6662.pdf · Gambar 4.3 Peta Wilayah Distrik Bobonaro Sumber : Administração

83

Tabel 4.5

Daftar Ringkasan Sekolah (SD, SMP dan SMA)

Di Bobonaro

No. Name of

Sub-District

Name of

School

School Status Number

of

Students

Number

of

Teachers Principal

Sub-

Primary

1.

2.

Maliana

Maliana

Liceu Senior High

College Senior High

-

-

-

-

775

286

26

14

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

Maliana

Maliana

Atabae

Balibo

Cailaco

Bobonaro

Bobonaro

Lolotoi

State Junior High

College Junior High

State Junior High

Catholic Junior High

State Junior High

Catholic Junior High

N.Gumer Junior High

State Junior High

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

1.069

190

231

219

147

249

194

258

33

10

7

9

9

8

7

7

1.

2.

3.

4.

5.

6

Maliana

Atabae

Balibo

Cailaco

Bobonaro

Lolotoi

Maliana Primary

Atabae Primary

Balibo Primary

Cailaco Primary

Bobonaro Primary

Lolotoi Primary

10

4

3

4

12

4

6

4

6

11

19

11

4.744

1.885

1.742

1.797

6.009

1.988

99

38

30

38

134

42

Sumber : Statistik Distrito Bobonaro

c. Kesehatan

Secara umum status kesehatan masyarakat di Distrik Bobonaro masih di

bawah rata-rata. Menurut data dari Departemen Kesehatan Timor Leste,

persalinan terakhir yang ditolong oleh tenaga kesehatan hanya 23,5 persen

sedangkan rata-rata Negara Timor Leste sebesar 37,2 persen. Angka

kematian bayi di Distrik Bobonaro sebesar 56,7 per 1.000 kelahiran hidup,

sedangkan rata-rata Negara Timor Leste sebesar 51 per 1.000 kelahiran

hidup. Angka kurang gizi di Distrik Bobonaro juga cukup tinggi yaitu 37,6

persen, walaupun masih di bawah rata-rata Negara Timor Leste sebesar

38,8 persen.

Page 13: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1.1 Gambaran …media.unpad.ac.id/thesis/170720/2011/170720110505_4_6662.pdf · Gambar 4.3 Peta Wilayah Distrik Bobonaro Sumber : Administração

84

4.1.3 Kondisi Wilayah Perbatasan Antara Republik Demokratik

Timor Leste dan Republik Indonesia

Pada bagian ini dipaparkan berbagai permasalahan yang dihadapi kawasan

perbatasan antara Republik Demokratik Timor Leste dan Republik Indonesia.

Agar penyelesaian masalah dapat lebih terarah dan tepat sasaran, maka

permasalahan yang ada dikelompokkan menjadi 6 (enam) aspek yaitu, kebijakan

pembangunan, ekonomi dan sosial budaya, pertahanan dan keamanan,

pengelolaan sumber daya alam, kelembagaan dan kewenangan pengelolaan, serta

kerjasama antarnegara.

1. Kebijakan Pembangunan

Selama beberapa tahun ke belakang masalah perbatasan masih belum

mendapat perhatian yang cukup dari pemerintah (terutama Pemerintah

Indonesia di mana Timor Timur masih merupakan wilayah negara Republik

Indonesia). Hal ini tercermin dari kebijakan pembangunan yang kurang

memperhatikan kawasan perbatasan dan lebih mengarah kepada wilayah-

wilayah yang padat penduduk, aksesnya mudah, dan potensial, sedangkan

kebijakan pembangunan bagi daerah-daerah terpencil, terisolir dan tertinggal

seperti kawasan perbatasan masih belum diprioritaskan.

Pada saat ini pun di Timor Leste belum tersusun suatu kebijakan

nasional yang memuat arah, pendekatan, dan strategi pengembangan kawasan

perbatasan yang bersifat menyeluruh dan mengintegrasikan fungsi dan peran

seluruh stakeholders kawasan perbatasan, baik di pusat maupun daerah, secara

Page 14: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1.1 Gambaran …media.unpad.ac.id/thesis/170720/2011/170720110505_4_6662.pdf · Gambar 4.3 Peta Wilayah Distrik Bobonaro Sumber : Administração

85

menyeluruh dan terpadu. Hal ini mengakibatkan penanganan kawasan

perbatasan terkesan terabaikan dan bersifat parsial.

2. Ekonomi dan Sosial Budaya

a. Adanya paradigma kawasan perbatasan sebagai halaman belakang.

Paradigma pengelolaan kawasan perbatasan sebagai ”halaman belakang”

membawa implikasi terhadap kondisi kawasan perbatasan Republik

Demokratik Timor Leste dan Republik Indonesia yang tersolir dan

tertinggal dari sisi sosial dan ekonomi. Munculnya paradigma ini,

disebabkan oleh sistem politik di masa lampau yang sentralistik dan sangat

menekankan stabilitas keamanan. Di samping itu, secara historis,

hubungan Timor Leste dengan Indonesia pernah dilanda konflik, serta

seringkali terjadinya pemberontakan-pemberontakan di dalam negeri.

Konsekuensinya, persepsi penanganan kawasan perbatasan lebih

didominasi pandangan untuk mengamankan perbatasan dari potensi

ancaman dari luar (external threat) dan cenderung memposisikan kawasan

perbatasan sebagai sabuk keamanan (security belt). Hal ini telah

mengakibatkan kurangnya pengelolaan kawasan perbatasan dengan

pendekatan kesejahteraan melalui optimalisasi potensi sumberdaya alam,

terutama yang dilakukan oleh investor swasta.

b. Terjadinya kesenjangan pembangunan dengan negara tetangga.

Kehidupan masyarakat di kawasan perbatasan antara Timor leste dan

Indonesia yang miskin infrastruktur dan tidak memiliki aksesibilitas yang

baik, pada umumnya sangat dipengaruhi oleh kondisi sosial ekonomi di

Page 15: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1.1 Gambaran …media.unpad.ac.id/thesis/170720/2011/170720110505_4_6662.pdf · Gambar 4.3 Peta Wilayah Distrik Bobonaro Sumber : Administração

86

negara tetangga. Kawasan perbatasan di Batugade Distrik Bobonaro

misalnya, kehidupan sosial ekonomi masyarakat, pada umumnya berkiblat

ke wilayah negara tetangga. Hal ini disebabkan adanya infrastruktur yang

lebih baik atau pengaruh sosial ekonomi yang lebih kuat dari wilayah

negara tetangga. Secara jangka panjang, adanya kesenjangan

pembangunan dengan negara tetangga tersebut berpotensi untuk

mengundang kerawanan di bidang politik.

c. Sarana dan prasarana masih minim.

Ketersediaan prasarana dan sarana, baik sarana dan prasarana wilayah

maupun fasilitas sosial ekonomi masih jauh dari memadai. Jaringan jalan

dan angkutan perhubungan darat maupun laut masih sangat terbatas, yang

menyebabkan sulit berkembangnya kawasan perbatasan, karena tidak

memiliki keterkaitan sosial maupun ekonomi dengan wilayah lain. Kondisi

prasarana dan sarana komunikasi seperti pemancar atau transmisi radio

dan televisi serta sarana telepon di kawasan perbatasan umumnya masih

relatif minim. Terbatasnya sarana komunikasi dan informasi menyebabkan

masyarakat perbatasan lebih mengetahui informasi tentang negara tetangga

(terutama Indonesia) daripada informasi dan wawasan tentang Timor

Leste. Ketersediaan sarana dasar sosial dan ekonomi seperti pusat

kesehatan masyarakat, sekolah, dan pasar juga sangat terbatas. Hal ini

menyebabkan kawasan perbatasan sulit untuk berkembang dan bersaing

dengan wilayah negara tetangga.

Page 16: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1.1 Gambaran …media.unpad.ac.id/thesis/170720/2011/170720110505_4_6662.pdf · Gambar 4.3 Peta Wilayah Distrik Bobonaro Sumber : Administração

87

d. Tingginya angka kemiskinan dan jumlah keluarga pra-sejahtera.

Kemiskinan menjadi permasalahan yang terjadi di setiap kawasan

perbatasan baik laut maupun darat. Hal ini dapat dilihat dari tingginya

jumlah keluarga prasejahtera di kawasan perbatasan serta kesenjangan

sosial ekonomi dengan masyarakat di wilayah perbatasan negara tetangga.

Hal ini disebabkan oleh akumulasi berbagai faktor, seperti rendahnya mutu

sumberdaya manusia, minimnya infrastruktur pendukung, rendahnya

produktifitas masyarakat dan belum optimalnya pemanfaatan sumberdaya

alam di kawasan perbatasan. Implikasi lebih lanjut dari kondisi

kemiskinan masyarakat di kawasan perbatasan mendorong masyarakat

terlibat dalam kegiatan-kegiatan ekonomi ilegal guna memenuhi

kebutuhan hidupnya. Hal ini selain melanggar hukum dan potensial

menimbulkan kerawanan dan ketertiban juga sangat merugikan negara.

Selain kegiatan ekonomi ilegal, kegiatan ilegal lain yang terkait dengan

aspek politik, ekonomi dan keamanan juga terjadi di kawasan perbatasan

laut seperti penyelundupan senjata, amunisi dan bahan peledak. Kegiatan

ilegal ini terorganisir dengan baik sehingga perlu koordinasi dan kerjasama

bilateral yang baik untuk menuntaskannya.

e. Terisolasinya kawasan perbatasan akibat rendahnya aksesibilitas menuju

kawasan perbatasan.

Kawasan perbatasan masih mengalami kesulitan aksesibilitas baik darat,

laut, maupun udara menuju pusat-pusat pertumbuhan. Di wilayah

Bobonaro misalnya, sulitnya aksesibilitas memunculkan kecenderungan

masyarakat untuk berinteraksi dengan masyarakat di wilayah NTT.

Page 17: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1.1 Gambaran …media.unpad.ac.id/thesis/170720/2011/170720110505_4_6662.pdf · Gambar 4.3 Peta Wilayah Distrik Bobonaro Sumber : Administração

88

Minimnya asksebilitas dari dan keluar kawasan perbatasan wilayah

merupakan salah satu faktor yang turut mendorong orientasi masyarakat

yang cenderung berkiblat aktivitas sosial ekonominya ke negara tetangga

yang secara jangka panjang dikhawatirkan akan memunculkan degradasi

nasionalisme masyarakat perbatasan.

f. Rendahnya kualitas SDM.

Sebagai dampak dari minimnya sarana dan prasarana di bidang pendidikan

dan kesehatan, kualitas SDM masyarakat di sebagian besar kawasan

perbatasan masih rendah. Masyarakat belum memperoleh pelayanan

kesehatan dan pendidikan sebagaimana mestinya akibat jauhnya jarak dari

permukiman dengan fasilitas yang ada. Optimalisasi potensi sumber daya

alam dan pengembangan ekonomi di kawasan perbatasan akan sulit

dilakukan. Rendahnya tingkat pendidikan, keterampilan, serta kesehatan

masyarakat merupakan salah satu faktor utama yang menghambat

pengembangan ekonomi kawasan perbatasan untuk dapat bersaing dengan

wilayah negara tetangga.

g. Adanya aktivitas pelintas batas tradisional.

Adanya kesamaan budaya, adat dan keturunan (suku yang sama) di

beberapa kawasan perbatasan menyebabkan adanya kegiatan pelintas batas

tradisional yang ilegal dan sulit dicegah. Persamaan budaya dan adat

masyarakat dan kegiatan pelintas batas tradisional ini merupakan isu

sekaligus masalah perbatasan antarnegara yang telah ada sejak lama dan

kini muncul kembali seiring dengan penanganan kawasan perbatasan darat

di beberapa daerah seperti di Timor Leste.

Page 18: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1.1 Gambaran …media.unpad.ac.id/thesis/170720/2011/170720110505_4_6662.pdf · Gambar 4.3 Peta Wilayah Distrik Bobonaro Sumber : Administração

89

h. Adanya tanah adat/ulayat masyarakat.

Di beberapa kawasan perbatasan terdapat tanah adat/ulayat yang berada di

dua wilayah negara. Tanah ulayat ini sebagian menjadi ladang

penghidupan yang diolah sehari-hari oleh masyarakat perbatasan, sehingga

pelintasan batas antarnegara menjadi hal yang biasa dilakukan setiap hari.

Keberadaan tanah ulayat yang terbagi dua oleh garis perbatasan, secara

astronomis memerlukan pengaturan tersendiri serta dapat menjadi

permasalahan di kemudian hari jika tidak ditangani secara serius.

3. Pertahanan dan Keamanan

a. Belum disepakatinya garis-garis batas dengan negara tetangga secara

menyeluruh.

Beberapa segmen garis batas negara belum disepakati secara menyeluruh

oleh negara-negara yang berbatasan dengan wilayah Timor Leste.

Permasalahan yang sering muncul di perbatasan darat adalah pemindahan

patok-patok batas yang implikasinya menyebabkan kerugian bagi negara

secara ekonomi dan lingkungan. Namun secara umum, titik koordinat

batas negara di darat pada umumnya sudah disepakati.

b. Terbatasnya jumlah aparat serta sarana dan prasarana.

Masalah-masalah pelanggaran hukum, penciptaan ketertiban dan

penegakan hukum di perbatasan perlu diantisipasi dan ditangani secara

seksama. Luasnya wilayah, serta minimnya prasarana dan sarana telah

menyebabkan belum optimalnya aktivitas aparat keamanan dan kepolisian.

Pertahanan dan keamanan negara di kawasan perbatasan saat ini perlu

Page 19: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1.1 Gambaran …media.unpad.ac.id/thesis/170720/2011/170720110505_4_6662.pdf · Gambar 4.3 Peta Wilayah Distrik Bobonaro Sumber : Administração

90

ditangani melalui penyediaan jumlah personil aparat keamanan dan

kepolisian serta prasarana dan sarana pertahanan dan keamanan yang

memadai.

c. Terjadinya kegiatan-kegiatan ilegal dan pelanggaran hukum.

Sebagai konsekuensi terbatasnya prasarana, sarana dan sumberdaya

manusia di bidang pertahanan dan keamanan, misalnya aparat kepolisian

dan aparat imigrasi, telah menyebabkan lemahnya pengawasan di

sepanjang garis perbatasan. Di samping itu, lemahnya penegakan hukum

akibat adanya kolusi antara aparat dengan para pelanggar hukum,

menyebabkan semakin maraknya pelanggaran hukum di kawasan

perbatasan. Sebagai contoh, di kawasan perbatasan darat, berbagai praktek

pelanggaran hukum seperti aktivitas penyelundupan barang dan

permasalahan identitas kewarganegaraan ganda masih sering terjadi.

d. Terbatasnya jumlah sarana dan prasarana (PLB, PPLB dan CIQS).

Keberadaan Pos Lintas Batas (PLB) dan Pos Pemeriksaan Lintas Batas

(PPLB) beserta fasilitas Bea Cukai, Imigrasi, Karantina, dan Keamanan

(CIQS) sebagai gerbang yang mengatur arus keluar masuk orang dan

barang di kawasan perbatasan sangat penting. Sebagai pintu gerbang

negara, sarana dan prasarana ini diharapkan dapat mengatur hubungan

sosial dan ekonomi antara masyarakat Timor Leste dengan masyarakat di

wilayah negara tetangganya. Di samping itu, adanya sarana dan prasarana

perbatasan akan mengurangi keluar-masuknya barang-barang illegal.

Page 20: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1.1 Gambaran …media.unpad.ac.id/thesis/170720/2011/170720110505_4_6662.pdf · Gambar 4.3 Peta Wilayah Distrik Bobonaro Sumber : Administração

91

Namun demikian, jumlah sarana dan prasarana PLB, PPLB, dan CIQS di

kawasan perbatasan masih minim.

4. Pengelolaan Sumber Daya Alam

a. Pemanfaatan potensi Sumber Daya Alam belum optimal.

Potensi sumberdaya alam yang berada kawasan perbatasan cukup besar,

namun sejauh ini upaya pengelolaannya belum dilakukan secara optimal.

Potensi sumberdaya alam yang memungkinkan dikelola di sepanjang

kawasan perbatasan, antara lain sumber daya kehutanan, pertambangan,

perkebunan, pariwisata, dan perikanan. Selain itu, devisa negara yang

dapat digali dari kawasan perbatasan dapat diperoleh dari kegiatan

perdagangan antarnegara.

b. Terjadinya eksploitasi pemanfaatan Sumber Daya Alam yang tak

terkendali dan berkelanjutan.

Upaya optimalisasi potensi sumber daya alam harus memperhatikan daya

dukung lingkungan, sehingga tidak mengakibatkan kerusakan lingkungan,

baik lingkungan fisik maupun sosial. Di sebagian besar kawasan

perbatasan, upaya pemanfaatan SDA dilakukan secara ilegal dan tak

terkendali, sehingga mengganggu keseimbangan ekosistem dan kelestarian

lingkungan hidup. Berbagai dampak lingkungan seperti polusi asap lintas

batas (hedge pollution), banjir, longsor, tenggelamnya pulau kecil, dan

sebagainya pada umumnya disebabkan oleh kegiatan-kegiatan illegal,

seperti penebangan liar di kawasan hutan dan pengerukan pasir di pulau-

pulau kecil yang tidak terkendali.

Page 21: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1.1 Gambaran …media.unpad.ac.id/thesis/170720/2011/170720110505_4_6662.pdf · Gambar 4.3 Peta Wilayah Distrik Bobonaro Sumber : Administração

92

5. Kelembagaan dan Kewenangan Pengelolaan

a. Belum adanya kelembagaan yang mengelola kawasan perbatasan secara

integral dan terpadu.

Pengelolaan kawasan perbatasan belum dilakukan secara terpadu dengan

mengintegrasikan seluruh sektor terkait. Sampai saat ini, permasalahan

beberapa kawasan perbatasan masih ditangani secara ad hoc, sementara

(temporer) dan parsial serta lebih didominasi oleh pendekatan keamanan

(security) melalui beberapa kepanitiaan (committee), sehingga belum

memberikan hasil yang optimal.

b. Belum jelasnya kewenangan dalam pengelolaan kawasan perbatasan.

Sesuai dengan asas desentralisasi, pengaturan tentang pengembangan

kawasan perbatasan secara hukum berada di bawah tanggung jawab

Pemerintah Distrik. Kewenangan pemerintah pusat hanya ada pada pintu-

pintu perbatasan (border gate) yang meliputi aspek kepabeanan,

keimigrasian, karantina, serta keamanan dan pertahanan (CIQS). Dengan

demikian Pemerintah Distrik dapat mengembangkan kawasan perbatasan

selain di pintu-pintu masuk tersebut, tanpa menunggu pelimpahan

kewenangan dari Pemerintah Pusat. Namun demikian dalam

pelaksanaannya pemerintah Distrik belum melaksanakan kewenangannya

tersebut. Hal ini dapat disebabkan beberapa faktor : (1) Belum

memadainya kapasitas pemerintah Distrik dalam pengelolaan kawasan

perbatasan mengingat penangannya bersifat lintas administrasi wilayah

pemerintahan dan lintas sektoral, sehingga masih memerlukan koordinasi

Page 22: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1.1 Gambaran …media.unpad.ac.id/thesis/170720/2011/170720110505_4_6662.pdf · Gambar 4.3 Peta Wilayah Distrik Bobonaro Sumber : Administração

93

dari institusi yang secara hirarkis lebih tinggi; (2) Belum

tersosialisasikannya peraturan dan perundang-undangan mengenai

pengelolaan kawasan perbatasan, (3) Terbatasnya anggaran pembangunan

pemerintah Distrik; (4) Masih adanya tarik menarik kewenangan pusat-

daerah.

6. Kerjasama Antarnegara

a. Belum optimalnya keterkaitan pengelolaan perbatasan dengan kerjasama

sub regional, maupun regional.

Kerjasama-kerjasama bilateral, sub regional, maupun regional

memberikan suatu peluang besar bagi pengembangan kawasan perbatasan.

Namun demikian, tampaknya bentuk-bentuk kerjasama ini belum memiliki

keterkaitan dengan pembangunan kawasaan perbatasan yang tertinggal dan

terisolir. Hal ini sebenarnya sangat penting, karena berkembangnya

kawasan perbatasan akan mendukung pertumbuhan ekonomi di kawasan

secara keseluruhan.

b. Belum optimalnya kerjasama antarnegara dalam penanggulangan

pelanggaran hukum di perbatasan.

Kerjasama antarnegara untuk menanggulangi pelanggaran hukum di

kawasan perbatasan seperti pelanggaran batas negara, dan berbagai jenis

pelanggaran lainnya belum dilaksanakan secara optimal.

Dalam kaitannya terhadap konsep kebijakan pengembangan wilayah

perbatasan antara Timor Leste dan Indonesia, menurut Wu (2001), terdapat lima

elemen kunci kebijakan yaitu, komplementaritas ekonomi, ketertarikan sektor

swasta, intervensi pemerintah, kemampuan kerangka kerja institusi, dan faktor

Page 23: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1.1 Gambaran …media.unpad.ac.id/thesis/170720/2011/170720110505_4_6662.pdf · Gambar 4.3 Peta Wilayah Distrik Bobonaro Sumber : Administração

94

budaya yang berimplikasi pada pengembangan perbatasan. Seperti dijelaskan

dalam Tabel 4.6 berikut.

Tabel 4.6

Elemen Kunci dalam Kebijakan Pengembangan

Perbatasan

Elemen Penting Implikasi

Economic

Complementarities

Private Sector Interest

Government

Intervention

Institutional Framework

Cultural

Sifat dari komplementaritas atau saling melengkapi dalam faktor

produksi terbukti mampu meningkatkan keuntungan dari kedua

belah pihak.

Seperti halnya dengan pengembangan bidang lain, pengembangan

cross border bergantung pada faktor lokasi yang menjanjikan, yang

seringkali posisinya tidak sama dengan persepsi pemerintah.

Tidak banyak pemerintah yang memiliki sumber daya dan ideologi

untuk membangun kawasan perbatasan tanpa melibatkan sektor

swasta, meskipun dalam banyak kasus, keterlibatan sektor swasta

berperan penting dalam kesuksesan pembangunan. Namun dalam

hal investasi yang besar seperti infra-struktur perlu adanya

intervensi pemerintah, di mana perannya sebagai penyedia

kerangka kerja dan mengorganisasi kegiatan untuk merangsang

sektor swasta ikut berpartisipasi.

Hal ini sangat penting ketika pembangunan secara spontan terjadi,

institusi ini berguna sebagai transisi menuju fungsi formal cross

border development dan mempromosikan pembangunan dengan

melihat faktor sosial dan lingkungan.

Beberapa penelitian mengindikasikan pentingnya elemen budaya

dalam meminimasi jarak psikis dan kognitif. Kebijakan yang

berasumsi bahwa pengembangan kawasan perbatasan akan lebih

cepat apabila berfokus pada aspek ekonomi tidak selalu tepat,

program dan kebijakan yang relevan dengan budaya/kultur yang

ada memungkinkan berhasilnya pengembangan kawasan

perbatasan.

Sumber : Wu : 2001

Menurut Wu (2001), terdapat banyak pendekatan dalam pengembangan

wilayah perbatasan, namun terdapat tiga faktor penting dalam kaitannya dengan

pengembangan kawasan lebih lanjut, yaitu: pengembangan yang didahului oleh

perencanaan dan pengembangan infrastruktur (sebelum kegiatan pengembangan

Page 24: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1.1 Gambaran …media.unpad.ac.id/thesis/170720/2011/170720110505_4_6662.pdf · Gambar 4.3 Peta Wilayah Distrik Bobonaro Sumber : Administração

95

ekonomi), pengembangan investasi di sektor swasta, dan pengembangan program

kebijakan.

1. Pengembangan dengan Basis Infrastruktur (Infrastructure-Led Development)

Pendekatan ini biasanya melibatkan pemerintah dan agen perencanaan agar

pembangunan dapat memberikan dampak ekonomi yang signifikan,

pendekatan ini biasa dilakukan dengan alasan lokasi yang terpencil (remote

area), politik maupun alasan keamanan.

2. Pengembangan dengan Basis Investasi (Investment-Led Development)

Konsep pengembangan dengan basis investasi ini banyak dilakukan di

wilayah perbatasan, meskipun biasanya konsep ini didahului dengan dominasi

sektor usaha kecil menengah (UKM), beberapa best practice dari

pengembangan dengan basis ini terdapat di Polandia–Jerman Timur, Thai-

China-Burma dan Laos (TCBL) dan China-Vietnam di Donxing dan Mong

Cai.

3. Pengembangan dengan Basis Kebijakan (Policy-led Development)

Dalam kaitannya dengan hal ini, kasus Uni Eropa merupakan pengembangan

dengan basis pada kebijakan moneter dan kebijakan tanpa batas di Eropa

(borderless). Dua kebijakan tersebut didukung oleh program yang spesifik dan

bantuan finansial, beberapa zona eksisting industri besar yang berkembang

seperti the Upper Rhine, Baden Wuttenberg, dan Emilia-Romagna dibangun di

kawasan perbatasan dalam rangka pengembangan yang terpadu.

Perubahan kondisi hubungan di perbatasan menyebabkan terjadinya

pergerakan arus manusia antarnegara. Hal ini menjadi perhatian penting dalam

Page 25: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1.1 Gambaran …media.unpad.ac.id/thesis/170720/2011/170720110505_4_6662.pdf · Gambar 4.3 Peta Wilayah Distrik Bobonaro Sumber : Administração

96

hubungan internasional, karena terjadinya migrasi di wilayah perbatasan

disebabkan oleh motif peningkatan kesempatan ekonomi antara perusahaan dan

individual. Kondisi tersebut berdampak pada perluasan jaringan sosial antara

negara yang berbeda, sehingga membentuk komunitas trans-nasional dengan ciri

etnis dan warisan budaya yang sama, namun hidup dalam negara yang berbeda

(Akaha dan Vassilieva, 2005:1).

1.2 Isu Strategis Wilayah Perbatasan Republik Demokratik Timor

Leste dan Republik Indonesia

Kawasan perbatasan negara dengan Timor Leste dengan Provinsi NTT

merupakan perbatasan darat. Batas kawasan perbatasan Republik Demokratik

Timor Leste dan Republik Indonesia secara administratif mengacu pada

Arrangement on Traditional Border Crossings and Regulated Markets antara

Pemerintah Indonesia dengan Pemerintah Timor Leste yang ditandatangani pada

tanggal 11 Juni 2003 di Jakarta, masing-masing oleh Rini M. Sumarno Soewandi

(mewakili Indonesia) dan DR. Jose Ramos-Horta (mewakili Timor Leste).

Dalam dokumen tersebut telah disepakati bahwa kawasan perbatasan di

wilayah Timor Leste meliputi 11 sub Distrik, yaitu Sub Distrik Balibo, Sub

Distrik Maliana, Sub Distrik Lolotoi (Distrik Bobonaro); Sub Distrik Suai Kota,

Sub Distrik Futululik, Sub Distrik Fatumean, Sub Distrik Tilomar (Distrik

Covalima) dan Sub Distrik Nitibe, Sub Distrik Pante Makassar, Sub Distrik

Oesilo, Sub Distrik Passabe (Distrik Oecussi).

Page 26: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1.1 Gambaran …media.unpad.ac.id/thesis/170720/2011/170720110505_4_6662.pdf · Gambar 4.3 Peta Wilayah Distrik Bobonaro Sumber : Administração

97

Sedangkan kawasan perbatasan Republik Indonesia meliputi 10 kecamatan

perbatasan darat dan 3 kecamatan perbatasan laut yang terletak di perbatasan antar

negara, yaitu Kecamatan Raihat, Kecamatan Lamaknen, Kecamatan Tasifeto

Timur, Kecamatan Tasifeto Barat, dan Kecamatan Kobalima (wilayah Kabupaten

Belu); Kecamatan Insana, Kecamatan Insana Utara, Kecamatan Miomafo Timur,

dan Kecamatan Miomafo Barat (wilayah Kabupaten Timor Tengah Utara);

Kecamatan Amfoang Utara (wilayah Kabupaten Kupang); dan perbatasan laut di

Kecamatan Alor Timur, Kecamatan Alor Barat Daya, dan Kecamatan Pantar

(wilayah Kabupaten Alor). Selain itu, terdapat pula kawasan perbatasan laut

dengan negara Australia di wilayah Kabupaten Rote Ndao.

Republik Demokratik Timor Leste dengan Republik Indonesia merupakan

dua negara yang berbatasan sehingga dapat dikatakan negara tetangga yang

sama­sama memiliki batas wilayahnya masing­masing. Sejak terpisahya Timor

Leste menjadi negara tersendiri tepat pada tahun 1999. Timor Leste dengan

Republik Indonesia memiliki sejarah yang panjang hingga saat ini masih

merupakan dasar yang kuat bagi kedua negara untuk saling bekerjasama dan

saling memberi kepercayaan, karena sebelumnya Republik Demokratik Timor

Leste merupakan wilayah/propinsi bagian dari negara Republik Indonesia. Sejak

Timor Leste merdeka, secara resmi Timor Leste berbatasan langsung dengan

wilayah Indonesia, yaitu dengan wilayah Nusa Tenggara Timur (Motain) secara

khusus. Kawasan wilayah perbatasan antara negara Timor Leste dengan negara

Republik Indonesia termasuk dalam kategori wilayah/daerah yang rawan dan

bersifat strategis.

Page 27: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1.1 Gambaran …media.unpad.ac.id/thesis/170720/2011/170720110505_4_6662.pdf · Gambar 4.3 Peta Wilayah Distrik Bobonaro Sumber : Administração

98

Kerawanan yang timbul akibat dari adanya kesenjangan sosial, ekonomi,

dan budaya antar kedua negara tersebut karena jarak batas antara Timor Leste

dengan Indonesia sangat berdekatan begitu pula penduduk masyarakat di

perbatasan wilayah kedua negara bila ditinjau dari sejarahnya, sama­sama

berbahasa Tetum, sehingga dapat menjadi dampak bagi aspek kepentingan

nasional. Untuk itu perlu adanya perbedaan khusus garis batas wilayah kedua

negara ini agar bisa mencegah bisnis gelap yang sering muncul secara tradisional

di wilayah perbatasan karena akibat dari perselisihan harga barang yang dijual

secara pasar gelap. Begitu pula ditinjau dari persaudaraan yang terjalin oleh

masyarakat di wilayah perbatasan kedua negara ini jika dilihat dari sejarahnya

yang memudahkan untuk saling berkomunikasi untuk memunculkan pasar gelap

ini karena faktor ekonomi yang saat ini sulit untuk teratasi.

Oleh karena itu sangat penting mengkaji tentang kebijakan pemerintah

Timor Leste dalam mengatasi masalah perbatasan dengan Republik Indonesia. Di

mana panjang garis perbatasan antara Timor Leste dan Indonesia adalah kurang

lebih 279 kilometer yang masing­masing meliputi 710 titik di Kabupaten Belu, 3

titik di Kabupaten Kupang dan 5 titik di Kabupaten Timor Tengah Utara. Batas

wilayah kedua negara tersebut merupakan sengketa bagi pertahanan keamanan

bagi masing­masing wilayah kedua negara ini.

Garis batas wilayah negara Republik Demokratik Timor Leste dengan

Republik Indonesia (Batugade-Motain) dibatasi oleh sebuah sungai kecil, sudah

tentu perbatasan wilayah kedua negara tersebut akan menimbulkan berbagai

permasalahan karena jarak yang sangat berdekatan memudahkan timbulnya

kerawanan bagi keamanan wilayah Timor Leste. Timbulnya masalah di

Page 28: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1.1 Gambaran …media.unpad.ac.id/thesis/170720/2011/170720110505_4_6662.pdf · Gambar 4.3 Peta Wilayah Distrik Bobonaro Sumber : Administração

99

perbatasan wilayah Timor Leste dan Republik Indonesia karena kerawanan batas

wilayah kedua negara yang strategis, stabilitas keamanan kedua negara yang

belum 100% terjamin aman, ditinjau dari aspek historis atau sejarahnya,

masyarakat yang berada di wilayah perbatasan kedua negara tersebut memiliki ciri

khas yang sama yaitu persamaan bahasa, ras, warna kulit juga sebagian besar

masyarakat yang memiliki keluarga di seberang sehingga memudahkan warga

seberang melakukan bisnis gelap masuk ke wilayah Timor Leste karena target

harga yang berbeda, dan perbedaan mata uang yang berlaku yaitu Dollar ke

Rupiah yang memiliki kesenjangan yang berbeda jauh, karena kurang terjaminnya

stabilitas keamanan bagi kedua negara tersebut.

Seperti yang diketahui pula bahwa adanya kasus­kasus dan konflik di

wilayah perbatasan kedua negara tersebut yang masih sangat merupakan faktor

hambatan bagi stabilitas perbatasan kedua negara ini antara lain:

1. Konflik perbatasan yang menurut Alex Mendonca, bahwa perbatasan antara

Timor Leste dengan Indonesia belum dikatakan mengikuti kaidah

Internasional karena sebagai buktinya pembangunan pos perbatasan yang

masih dalam kawasan bebas (free area), yang jaraknya sekitar 1 km dari bibir

perbatasan Timor Leste, sehingga dikatakan tidak pas untuk mengadakan

penangkapan kepada masyarakat manapun.

2. Kasus penyeludupan bahan bakar minyak (BBM) dan kebutuhan bahan pokok

ekonomi lainnya yang dijual oleh masyarakat bagian Timor Barat kepada

masyarakat bagian Timor Leste secara ilegal.

Page 29: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1.1 Gambaran …media.unpad.ac.id/thesis/170720/2011/170720110505_4_6662.pdf · Gambar 4.3 Peta Wilayah Distrik Bobonaro Sumber : Administração

100

3. Kasus perlintasan batas yang dilakukan oleh kelompok milisi pro integrasi

Jose Mausorte dengan anggotanya masuk melintasi wilayah perbatasan tanpa

dokumentasi yang berakhir dengan penembakan di Malibaka.

Contoh kasus­kasus tersebut memberikan gambaran bahwa wilayah

perbatasan antara kedua negara tersebut belum terjamin aman. Perbatasan antara

Timor Leste dan Timor bagian Barat NTT bisa menjadi jalur kejahatan

internasional jika diabaikan oleh Interpol kedua negara tersebut. Karena jika

semakin terbukanya peluang maka semakin meningkatnya kejahatan. Untuk

mencegah Konsul Republik Demokratik Timor Leste di Kupang Caetano De

Sousa Guterres meminta kepada pemerintah Republik Indonesia untuk

membangun kerja sama, baik di bidang imigrasi maupun karantina di perbatasan,

juga penyeludupan barang perdagangan, orang dan bentuk kejahatan lainnya

melaui perbatasan.

Batas wilayah kedua negara tersebut dijaga oleh pihak keamanan

masing­masing baik oleh Interpol keamanan dan pihak imigrasi kedua negara.

Akan tetapi karena kurang ketatnya penjagaan keamanan yang terjamin akurat

tersebut sehingga seringkali memunculkan terjadinya kasus­kasus seperti yang

telah tertera di atas yaitu, kasus penyeludupan minyak yang dijual oleh warga

sebelah Timor barat kepada warga Timor Leste dengan harga yang sesuai dengan

mata uang Dollar yang US$. 1.00 menjadi Rp. 10.000. Penyeludupan bahan

bakar minyak (BBM) dari wilayah Timor Barat yang masuk ke wilayah Timor

Leste ini karena naiknya harga barang di Timor Leste dengan perbedaan target

Page 30: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1.1 Gambaran …media.unpad.ac.id/thesis/170720/2011/170720110505_4_6662.pdf · Gambar 4.3 Peta Wilayah Distrik Bobonaro Sumber : Administração

101

yang maksimal, dan perbedaan mata uang yang ada yaitu pembeli dari Timor

Leste mengunakan mata uang dolar Amerika.

Hal tersebut diakibatkan pula oleh menurunnya jumlah anggota yang

ditugaskan di perbatasan wilayah untuk pengadakan penjagaan perbatasan kedua

negara tersebut. Begitu pula kasus­kasus lainya yang telah disebut pada paragraf

di atas. Dari wilayah perbatasan Timor Leste dijaga oleh para aparat kepolisian

UPF Timor Leste dan para petugas kepolisian imigrasi dari Timor Leste. Begitu

pula di wilayah bagian Timor Barat (NTT) yang dijagai oleh aparat TNI dan

polisi serta para petugas imigrasi dari Republik Indonesia. Walaupun sudah

adanya para aparat yang ditugaskan di wilayah perbatasan kedua negara tesebut

akan tetapi masih belum terjamin aman atau masih dikatakan belum maksimal

memenuhi target, karena garis batas kedua negara yang sangat berdekatan,

khususnya diperbatasan Batugade - Motain, terdapat daerah­daerah rawan yang

masih belum terjamin aman dan terkendali sehingga memudahkan orang

melakukan bisnis gelap dan tendensi bargaining solution begitu pula kurang

maksimal patroli yang dilakukan oleh aparat keamanan kedua negara tersebut.

Batas wilayah Republik Demokratik Timor Leste dengan Republik

Indonesia merupakan perbatasan daratan karena setiap masyarakat yang ingin

melintasi batas wilayah untuk masuk ke salah satu wilayah baik bagi warga Timor

Leste yang mengunjungi Indonesia dan yang melanjutkan studinya ke Indonesia,

maupun bagi warga Indonesia yang melakukan dagang dan bekerja di Timor Leste

ataupun para investor dan para pengunjung yang melintasi batas wilayah Timor

Leste dengan mengunakan dokumen diharuskan masuk melalui pintu perbatasan.

Page 31: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1.1 Gambaran …media.unpad.ac.id/thesis/170720/2011/170720110505_4_6662.pdf · Gambar 4.3 Peta Wilayah Distrik Bobonaro Sumber : Administração

102

Batas wilayah Timor Leste dengan Indonesia dipisahkan oleh sebuah sungai kecil

yang disebut Motain, di mana setiap warga yang mengunjungi harus menukar

trevel di pintu perbatasan tersebut dan melakukan pemeriksaan sebelum masuk ke

pergantian trevel. Akan tetapi masih ada pelanggaran masyarakat yang berjalan

melintasi wilayah perbatasan secara ilegal melalui dari NTT ke Timor Leste dan

sebaliknya dari Timor Leste ke Indonesia dan penyeludupan BBM serta

bahan­bahan pokok lainnya oleh kedua masyarakat di wilayah perbatasan.

Kasus­kasus permasalahan tersebut di atas merupakan hal penting yang

harus diselesaikan dengan secepatnya oleh pemerintah Timor Leste. Baik yang

menyangkut penyeludupan minyak, pasar gelap untuk memenuhi kebutuhan

pokok masyarakat setempat dan ilegal di perbatasan.

1.3 Formulasi Kebijakan Border Pass Antara Republik Demokratik

Timor Leste dan Republik Indonesia

Dalam perkembangan negara baru seperti Republik Demokratik Timor

Leste, permasalahan perbatasan negara yang belum dapat dikelola dengan

komprehensif juga dapat menjadi salah satu indikator sebuah negara berubah

menjadi sebuah negara lemah (Laitinen, 2004). Hal ini ditandai dengan

ketidakmampuan negara dalam mengelola kawasan perbatasannya. Selain itu,

kurangnya pemerintahan yang efektif dalam pengelolaan perbatasan nasional juga

telah menjadi sebuah permasalahan terpisah yang menambahkan permasalahan

serius akan perbatasan tradisional negara.

Kapasitas negara yang rendah dan terbatas dalam mengelola dan

melindungi setiap perbatasan negara akan memberikan dampak nyata baik itu

Page 32: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1.1 Gambaran …media.unpad.ac.id/thesis/170720/2011/170720110505_4_6662.pdf · Gambar 4.3 Peta Wilayah Distrik Bobonaro Sumber : Administração

103

secara internal maupun secara eksternal. Kompleksitas permasalahan perbatasan

tidak hanya akan mendorong konflik perang intra-negara tetapi juga dapat

memicu konflik atau perang antar negara. Hal ini pada dasarnya terkait dengan

fakta bahwa isu perbatasan secara erat terkait dengan prinsip integritas nasional

dan prinsip kedaulatan. Secara tradisional, setiap negara-bangsa akan siap untuk

melakukan apapun, termasuk perang untuk mempertahankan kedaulatannya

(Philpott, 2001:5).

Selain itu, seperti yang dinyatakan Laitinen (2004) bahwa isu perbatasan

tidak hanya memasukkan isu teritorial secara fisik, tetapi juga meliputi aspek-

aspek lainnya seperti sumber daya dan harga diri identitas yang dalam konteks

tertentu menjadi faktor utama bagi martabat nasional dan lokal. Dalam pandangan

ini, isu perbatasan adalah sebuah bagian signifikan dari agenda keamanan

nasional. Oleh karena itu, sistem pengelolaan dari perbatasan nasional akan

memainkan sebuah peran penting dalam agenda pembangunan nasional.

Referendum rakyat Timor Timur yang difasilitasi PBB (Perserikatan

Bangsa-Bangsa) pada bulan Agustus 1999 telah mengantarkan bekas Provinsi ke-

27 Negara Republik Indonesia menjadi negara merdeka pada 20 Mei 2002.

Sebagai negara merdeka yang telah memenuhi sejumlah persyaratan konstitutif

dan deklaratif, Republik Demokratik Timor-Leste atau Republica Democratica de

Timor-Leste pun secara hukum dan politik terpisah dari wilayah Republik

Indonesia. Oleh karena itu, kedua negara memiliki titik singgung kepentingan

yang sama dalam mengelola serangkaian wilayah perbatasan dan sejumlah

kepentingan sosial, budaya, ekonomi, politik, dan pertahanan.

Page 33: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1.1 Gambaran …media.unpad.ac.id/thesis/170720/2011/170720110505_4_6662.pdf · Gambar 4.3 Peta Wilayah Distrik Bobonaro Sumber : Administração

104

Dalam upaya meningkatkan interaksi masyarakat kedua negara dalam

bidang ekonomi khususnya masyarakat yang tinggal di sekitar wilayah

perbatasan, kedua negara telah menandatangani persetujuan tentang pelintas batas

tradisional dan pengaturan pasar bersama (Arrangement between the Government

of the Republic of Indonesia and the Government of the Democratic Republic of

Timor-Leste on Traditional Border Crossings and Regulated Market’s) di Jakarta

pada tanggal 11 Juni 2003.

Untuk menindaklanjuti persetujuan diatas Pemerintah Republik

Demokratik Timor Leste dan Republik Indonesia sepakat menyusun sistem

khusus bagi pelintas batas tradisional ini, guna mencegah berulangnya insiden di

perbatasan kedua negara maka Pada tanggal 7 Juli 2010 kebijakan border pass

antara Republik Demokratik Timor Leste dan Republik Indonesia diresmikan

untuk memudahkan warga wilayah perbatasan kedua negara saling mengunjungi.

Dengan prosedur yang disepakati, penduduk di wilayah perbatasan tidak perlu

menggunakan paspor dan visa bila melintasi batas wilayah. Prosedur lalu lintas di

pintu-pintu perbatasan dibutuhkan agar masing-masing penduduk di wilayah

perbatasan lebih mudah menjalankan keperluan saling berkunjung antarkeluarga,

belanja, dan kepentingan lainnya tanpa harus menggunakan paspor atau visa.

Penduduk kedua negara bisa saling menyeberangi hanya dengan menggunakan

kartu penyeberangan (border pass).

Secara umum persoalan politis menyangkut pengelolaan wilayah-wilayah

perbatasan kedua negara hampir sepenuhnya terselesaikan. Hal-hal terkait yang

sampai sekarang masih tersisa adalah persoalan keterbatasan kemampuan Timor

Leste sebagai negara yang baru merdeka dalam menindaklanjuti setiap

Page 34: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1.1 Gambaran …media.unpad.ac.id/thesis/170720/2011/170720110505_4_6662.pdf · Gambar 4.3 Peta Wilayah Distrik Bobonaro Sumber : Administração

105

kesepakatan politik dengan Pemerintah Republik Indonesia sebelumnya dan

faktor teknis dan sosio-kultural. Timor Leste kini menghadapi persoalan stabilitas

politik, ekonomi dan keamanan sebagai akibat rendahnya sumber daya,

kemiskinan dan persoalan kepemimpinan politik yang tidak kondusif bagi sebuah

negara yang baru merdeka. Akibatnya, secara teknis persoalan pengelolaan

perbatasan baik secara domestik dan bilateral belum mendapatkan perhatian yang

memadai bagi Timor Leste. Hal yang sama secara sosio-kultural. Persoalan

pengelolaan perbatasan masih dipengaruhi faktor tanah adat dan dan hubungan

darah masyarakat sekitar perbatasan kedua negara.

Untuk itulah, berbagai upaya untuk menjembatani berbagai persoalan

tersebut kini menjadi kebutuhan yang mendesak untuk dilakukan, tidak hanya

dalam rangka membangun hubungan bilateral tetapi juga penyelesaian secara

menyeluruh persoalan pengelolaan wilayah perbatasan kedua negara. Dalam

kerangka inilah, kiranya menjadi penting dirumuskan sejauh mana kebijakan

pengelolaan perbatasan harus ditempuh Pemerintah Timor Leste dengan melihat

kondisi faktual yang ada secara politis, ekonomi, dan sosio-kultural.

Dalam konteks politik modern, pengelolaan wilayah perbatasan secara

efektif dan terus-menerus dapat dilihat tidak hanya perlu kehadiran simbol-simbol

pelaksanaan kepemerintahan negara yang bersangkutan tetapi juga sejauh mana

politik dan pendekatan pembangunan yang dilakukan di wilayah-wilayah

dimaksud dapat dirasakan manfaatnya bagi rakyat setempat dan diakui

reputasinya oleh negara-negara lainnya. Secara lebih konkrit, pengelolaan wilayah

perbatasan harus digunakan paradigma baru yang menjadikan wilayah perbatasan

tidak lagi menjadi pagar belakang tetapi merupakan beranda depan suatu negara.

Page 35: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1.1 Gambaran …media.unpad.ac.id/thesis/170720/2011/170720110505_4_6662.pdf · Gambar 4.3 Peta Wilayah Distrik Bobonaro Sumber : Administração

106

4.3.1 Perumusan Masalah (Defining Problem)

Sejumlah persoalan di perbatasan antara Republik Demokratik Timor

Leste dan Republik Indonesia secara politis, legal dan keamanan muncul sebagai

akibat langsung maupun tidak langsung dari beberapa kondisi antara lain sebagai

berikut. Pertama, terbatasnya sarana prasarana keamanan dan pengawasan

perbatasan. Keterbatasan sarana dan prasarana keamanan telah menyebabkan

lemahnya pengawasan di sepanjang garis perbatasan di darat maupun perairan di

sekitar pulau-pulau terluar. Pos Lintas Batas (PLB) dan Pos Pemeriksaan Lintas

Batas (PPLB) berikut fasilitasnya seperti kantor bea cukai, imigran, karantina, dan

keamanan sebagai pintu gerbang arus keluar masuk orang dan barang di wilayah

perbatasan masih sangat terbatas baik secara kuantitas maupun kualitas. Di

samping itu, lemahnya penegakan hukum akibat adanya kolusi antara aparat

dengan para pelanggar hukum, menyebabkan semakin maraknya pelanggaran

hukum di wilayah perbatasan dalam kegiatan penyelundupan barang dan upaya

manipulasi identitas kewarganegaraan.

Kedua, peningkatan serangkaian kegiatan ilegal di wilayah perbatasan.

Kegiatan-kegiatan ilegal di wilayah perbatasan seperti penyelundupan orang dan

barang masih banyak terjadi sebagai akibat luasnya wilayah, kondisi geografis

yang sulit dijangkau dan terbatasnya sarana dan prasarana keamanan. Hal lain,

kondisi di atas juga terjadi akibat masih rendahnya tingkat kesejahteraan dan

rendahnya akses masyarakat di wilayah-wilayah perbatasan dan pulau-pulau

terluar terhadap hasil pembangunan. Kondisi ini diperburuk dengan rendahnya

Page 36: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1.1 Gambaran …media.unpad.ac.id/thesis/170720/2011/170720110505_4_6662.pdf · Gambar 4.3 Peta Wilayah Distrik Bobonaro Sumber : Administração

107

sebagian kinerja dan integritas aparat sehingga turut menyumbang terjadinya

kegiatan-kegiatan ilegal di wilayah-wilayah perbatasan dengan resiko kerugian

negara baik secara ekologis dan sosial-ekonomi.

Ketiga, sengketa wilayah dengan negara tetangga. Sejumlah persoalan

sengketa wilayah dengan negara tetangga yang beresiko mengancaman kedaulatan

wilayah masih sering terjadi terutama pada segmen-segmen garis batas yang

belum disepakati dan beberapa pulau kecil terluar yang berbatasan langsung

dengan negara lain. Untuk mencegah konflik dengan negara tetangga diperlukan

adanya kesepakatan garis batas sehingga memperjelas wilayah kedaulatan kedua

negara. Keempat, rendahnya aksesibilitas informasi dan potensi penurunan

wawasan kebangsaan.

Semakin kompleksnya permasalahan yang terjadi di wilayah perbatasan

kedua negara menjadi permasalahan publik yang kompleks pula. Untuk mencari

penyelesaian tentang permasalahan yang terjadi di wilayah perbatasan kedua

negara tersebut, diperlukan adanya proses agenda setting dan perumusan masalah.

Proses agenda setting merupakan proses pengubahan issue menjadi masalah

publik sehingga mendapat perhatian pemerintah. Ada beberapa hal yang

dilakukan agar permasalahan yang terjadi di wilayah perbatasan kedua negara

mendapat perhatian dan menjadi agenda pemerintah untuk dirumuskan sebagai

kebijakan publik.

Dengan adanya persetujuan tentang pelintas batas tradisional dan

pengaturan pasar bersama oleh pemerintah kedua negara, (Arrangement between

the Government of the Republic of Indonesia and the Government of the

Page 37: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1.1 Gambaran …media.unpad.ac.id/thesis/170720/2011/170720110505_4_6662.pdf · Gambar 4.3 Peta Wilayah Distrik Bobonaro Sumber : Administração

108

Democratic Republic of Timor-Leste on Traditional Border Crossings and

Regulated Market’s) di Jakarta pada tanggal 11 Juni 2003. Maka parlemen

Republik Demokratik Timor Leste mengeluarkan Resolusi No. 21/2009 tentang

pengesahn terhadap kesepakatan tersebut yang memberikan wewenang kepada

Komisi Perancangan Kerjasama Perbatasan Timor Leste dan Indonesia, yang

terdiri atas Kementerian Luar Negeri, Kementerian Kesehatan, Kementerian

Hukum, Kementerian Pertanian dan Kementerian Pertahanan dan Keamanan.

Keseluruh kementerian ini kemudian mengadakan pembahasan tentang kerjasama

pengelolaan perbatasan Timor Leste dan Indonesia dalam forum JMC (Join

Ministerial Commission for Bilteral). Dalam forum tersebut dirumuskan agenda

setting mengenai issue-issue yang muncul di wilayah perbatasan antara Republik

Demokratik Timor Leste dan Republik Indonesia.

Proses perumusan masalah tentang kondisi aktual wilayah perbatasan

Republik Demokratik Timor Leste dan Republik Indonesia menjadi agenda

setting dari tahapan kegiatan yang dilakukan oleh aktor-aktor perumusan

kebijakan dalam pengelolaan perbatasan di dikategorikan menjadi dua secara

umum dan khusus sebagi berikut :

1. Perumusan Masalah Secara Umum

Berdirinya negara Republik Demokratik Timor Leste sebagai negara

merdeka menyebabkan terbentuknya perbatasan baru dengan negara Republik

Indonesia. Perundingan penentuan batas darat dan laut antara Republik

Demokratik Timor Leste dan Republik Indonesia telah dilakukan dan masih

berlangsung sampai sekarang. Saat ini sejumlah masyarakat Timor Leste yang

Page 38: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1.1 Gambaran …media.unpad.ac.id/thesis/170720/2011/170720110505_4_6662.pdf · Gambar 4.3 Peta Wilayah Distrik Bobonaro Sumber : Administração

109

berada diperbatasan masih menggunakan mata uang rupiah, bahasa Indonesia,

serta berinteraksi secara sosial dan budaya dengan masyarakat Indonesia.

Persamaan budaya dan ikatan kekeluargaan antarwarga desa yang terdapat di

kedua sisi perbatasan dapat menyebabkan klaim terhadap hak-hak tradisional yang

dapat berkembang menjadi masalah yang lebih kompleks. Di samping itu,

keberadaan eks pengungsi Timor-Timur yang masih berada di wilayah Indonesia

dalam jumlah yang cukup besar potensial menjadi permasalahan perbatasan di

kemudian hari.

Secara umum tingginya persoalan pengelolaan perbatasan Republik

Demokratik Timor Leste dan Republik Indonesia diakibatkan oleh beberapa faktor

seperti:

a. Belum adanya peraturan perundang-undangan yang berifat komprehensif

yang berfungsi sebagai payung hukum dalam pengelolaan perbatasan

secara nasional maupun yang secara spesifik mengatur pengelolaan

perbatasan kedua negara.

b. Belum adanya lembaga yang secara khusus menangani pengelolaan

perbatasan kedua negara.

c. Adanya perbedaan tingkat pembangunan di kedua wilayah.

d. Tingginya tingkat pelintas batas di wilayah perbatasan yang drastis naik.

e. Potensi intervensi pihak tertentu dalam persoalan pengelolaan perbatasan

ini. Berbeda dengan pandangan dari para pejabat terkait di lingkungan

pemerintah daerah setempat.

f. Kurangnya perhatian dari pemerintah pusat.

g. Persoalan kemiskinan masyarakat di sekitar perbatasan, dan lambatnya

persoalan pengaturan bagi para pelintas batas kedua negara.

Page 39: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1.1 Gambaran …media.unpad.ac.id/thesis/170720/2011/170720110505_4_6662.pdf · Gambar 4.3 Peta Wilayah Distrik Bobonaro Sumber : Administração

110

Meskipun tingkat hubungan perdagangan Republik Demokratik Timor

Leste ke Nusa Tenggara Timur besar namun manfaatnya tidak banyak dirasakan

oleh masyarakat terutama mereka yang tinggal di sekitar wilayah perbatasan

karena pelaku, produk dan komoditas berasal dari pengusaha yang datang dari

berbagai daerah yang bukan masyarakat perbatasan dan tidak banyak menyerap

tenaga kerja. Kondisi ini sedikit banyak memicu serangkaian konflik kecil antara

masyarakat di sekitar wilayah perbatasan akibat tidak hanya terbatasanya

lapangan kerja atau kemiskinan tetapi juga persoalan penggunaan tanah ulayat

yang sebelumnya dipinjamkan dan persoalan perambahan hutan oleh para

pengungsi. Kondisi tersebut juga menyebabkan tingginya perdagangan ilegal

untuk kebutuhan pokok seperti minyak dan beras.

Persoalan lain, belum dikelolanya persoalan perbatasan secara menyeluruh

sebagai akibat adanya perubahan desain tata ruang wilayah perbatasan kedua

negara yang sebelumnya dilakukan ketika Republik Demokratik Timor Leste

masih menjadi propinsi yang merupakan bagian dari Republik Indonesia dan

setelah terpisah. Dalam kondisi seperti ini fokus kebijakan dan kegiatan

pemerintah daerah (Pemda) diarahkan untuk mendorong peningkatan kehidupan

masyarakat di sekitar perbatasan. Dalam kerangka ini, Pemda harus membentuk

Sekretariat Bersama (Sekber) yang dibentuk sebagai sarana koordinasi dalam

pengelolaan wilayah perbatasan yang menjadi tanggung jawab Pemda termasuk di

dalamnya koordinasi dengan lembaga swadaya masyarakat.

Dalam kasus pelintas batas, belum adanya aturan bersama terkait dengan

kebijakan pelintas batas akibat Pemerintah kedua negara belum siap di satu sisi

Page 40: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1.1 Gambaran …media.unpad.ac.id/thesis/170720/2011/170720110505_4_6662.pdf · Gambar 4.3 Peta Wilayah Distrik Bobonaro Sumber : Administração

111

sementara kedekatan sosial-budaya dan etnik bagi masyarakat di sekitar wilayah

perbatasan kedua negara akan menjadikan pelintas batas secara praktis dan sulit

dikelola. Persoalan ini semakin pelik jika dikaitkan dengan alasan kemanusiaan.

Perjanjian Pelintas Batas RI-RDTL telah ditandatangani kedua negara pada bulan

Desember 2002 namun dalam pelaksanaannya persoalannya terbentur pada

dokumen Pas Pelintas Batas (PLB) yang harus disediakan oleh masing-masing

negara.

Mengingat tingginya hubungan perdagangan masyarakat kedua negara,

kondisi ini mengakibatkan terjadinya potensi terjadinya jalan-jalan tikus dan

perdagangan dilakukan secara ekspor-impor daripada sebaliknya hubungan

langsung masyarakat di perbatasan yang didasarkan pada perjanjian pelintas batas.

Penilaian ini sejalan dengan satu pandangan bahwa sejumlah perbatasan darat dan

laut RDTL-RI sifatnya berlubang-lubang (porous) sehingga hubungan

perdagangan masyarakat kedua negara jika tidak dilakukan secara sistemik akan

menciptakan penyelundupan melalui jalan-jalan tikus. Kira-kira sebanding dengan

wilayah perbatasan daratan, Republik Demokratik Timor Leste memiliki garis

pantai dan perbatasan daratan dengan Republik Indonesia sepanjang 170 km,

kondisi yang kecil kemungkinan untuk dilakukan pengawasan. Sampai akhir

tahun 2000 saja, telah terjadi perdagangan informal yang begitu besar melalui

wilayah-wilayah perbatasan yang secara resmi ditutup. Akibatnya, lembaga-

lembaga sosial yang dibangun untuk mendukung kegiatan perekonomian

masyarakat sekitar seperti sejumlah pasar tradisional yang dibangun di Batugade

dan sekitarnya belum berjalan sepenuhnya. Dalam dua tahun terakhir, persoalan

Page 41: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1.1 Gambaran …media.unpad.ac.id/thesis/170720/2011/170720110505_4_6662.pdf · Gambar 4.3 Peta Wilayah Distrik Bobonaro Sumber : Administração

112

keamanan menjadikan hubungan dagang kedua negara di wilayah perbatasan

mengalami penurunan. Padahal potensi perdagangan kedua negara begitu besar

seperti ditunjukkan nilai ekspor NTT ke RDTL sebesar delapan puluh persen.

Tingginya persoalan pengelolaan wilayah perbatasan kedua negara

sementara kemampuan Pemda Bobonaro secara finansial terbatas menjadikan

Pemda memandang perlu dilembagakannya sebuah “badan khusus” yang bertugas

menangani perbatasan kedua negara secara permanen dan bersifat vertikal. Secara

umum persoalan pengelolaan perbatasan kedua negara muncul tidak hanya dalam

konteks persoalan yang secara faktual terjadi di wilayah perbatasan dan tingkat

pembangunan dan perkembangan masyarakat perbatasan kedua negara tetapi juga

akibat persoalan stabilitas politik, hukum dan keamanan di kedua negara itu

sendiri. Persoalan-persoalan itu antara lain: (1) Setiap terjadi berbagai

permasalahan di Timor Leste sudah tentu sangat memungkinkan akan membawa

dampak stabilitas politik dan keamanan di Indonesia khususnya di wilayah NTT.

(2) Negara Indonesia akan terus menanggung beban politik, ekonomi, sosial dan

lain sebagainya (3) Skenario terjadinya instabilitas di Timor Leste dapat

mengoncang keamanan dan stabilitas Selat Ombai Wetar dan rute navigasi

international yang memiliki posisi sangat penting bagi kepentingan negara-negara

besar dan (4) Potensi terjadinya bahaya efek domino bagi munculnya tuntutan

disintegrasi propinsi lainnya.

Arti pentingnya pengelolaan perbatasan didasarkan pada satu premis,

yakni “jangan ada perang di perbatasan” karena sejumlah alasan seperti: (1) Harga

yang harus dibayar sebagai sebuah negara kepulauan. (2) Perlu

Page 42: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1.1 Gambaran …media.unpad.ac.id/thesis/170720/2011/170720110505_4_6662.pdf · Gambar 4.3 Peta Wilayah Distrik Bobonaro Sumber : Administração

113

mempertimbangkan plus minus konflik perbatasan. (3) Wilayah perbatasan

merupakan pintu gerbang perdagangan antar negara. (4) Memberi situasi kondusif

bagi terciptanya ruang bagi masyarakat lokal dan (5) Dalam konteks perbatasan

RDTL-RI, posisi Batugade kini menjadi beranda depan dan konsekuensinya

dalam strategi pembinaan teritorial UPF dan pemberdayaan wilayah. Di samping

itu, munculnya persoalan pengelolaan perbatasan sering dianggap sebagai akibat

kurang terakomodasinya kepentingan masyarakat di sekitar perbatasan.

Potensi persoalan lainnya muncul akibat interaksi masyarakat kedua

negara di sekitar wilayah perbatasan karena kedekatan ikatan sosial budaya,

geografis, dan kekeluargaan. Di satu sisi faktor ini, dapat kepentingan pengelolaan

perbatasan. Namun di sisi lain, fenomena ini juga dapat berakibat pada potensi

terjadinya klaim terhadap hak-hak tradisional masing-masing kelompok

masyarakat di kedua sisi perbatasan. Jika kondisi ini tidak dikelola secara

memadai akibat rentang kendali pengawasan aparat pemerintahan sangat jauh

akan berakibat pada potensi terjadinya persoalan lain yang lebih kompleks. Belum

lagi jika diperhitungkan dengan eks pengungsi Timor-Timur yang belum

sepenuhnya kembali ke negara Timor Leste baik karena alasan sosial dan ekonomi

maupun ikatan kekeluargaan dengan keluarganya yang berkewarganegaraan

Republik Indonesia.

2. Perumusan Masalah Secara Khusus

Setelah mengetahui permasalahan umum terkait dengan kondisi aktual

wilayah perbatasan antara Timor Leste dan Indonesia, maka Komisi Perancangan

Page 43: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1.1 Gambaran …media.unpad.ac.id/thesis/170720/2011/170720110505_4_6662.pdf · Gambar 4.3 Peta Wilayah Distrik Bobonaro Sumber : Administração

114

Kerjasama Perbatasan Timor Leste dan Indonesia merumuskan secara khusus

permasalahan perbatasan ini. Adapun hasil perumusan masalah secara khusus ini

adalah sebagai berikut:

a. Garis teknikal kordinasi di setiap pintu masuk keluar perbatasan belum

ditentukan. Dengan ketidakjelasan dari setiap pintu masuk keluar

perbatasan maka akan mudah penyeludupan barang-barang illegal dan

lalu-lintas manusisa dan kesempatan bagi teroris untuk mengunakan

tingkat kelemahan untuk melakukan perekrutan terhadap masyarakat di

sepanjang titik perbatasan untuk mendapat akses masuk wilayah RDTL.

b. Tidak ada satu dokumen atau persyaratan yang jelas tentang penggunaan

kartu lintas batas, meskipun secara umum disebutkan dalam kesepakatan

yang ditandatangani oleh UNTAET dan Pemerintahan Indonesia pada

tanggal 11 Juni 2003, namum tidak secara jelas lokasi dan jangkaun yang

akan dikunjungi oleh masyarakat di wilayah perbatasan.

1) Alasan pertama akan memberikan implikasi secara serius terhadap

proses pengelolaan keamanan nasional, dengan alasan bahwa

ketiadaan kontrol oleh otoritas imigrasi atas proses pengeluaran dan

pemberiaan ijin kunjungan bahkan kartu lintas batas bagi para penguna

diperbatasan.

2) Ketiadaan sistim komunikasi integrasi dari wilayah perbatasan ke

pusat tentang transfer data para penguna kartu lintas batas atau perserta

yang memperoleh visa kunjungan.

Page 44: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1.1 Gambaran …media.unpad.ac.id/thesis/170720/2011/170720110505_4_6662.pdf · Gambar 4.3 Peta Wilayah Distrik Bobonaro Sumber : Administração

115

c. Belum maksimalnya tingkat kewenangan kontorol tentang pengunaan

kartu lintas batas, karena sistim pengawasan terutama instalasi

infrastruktur di wilayah pintu masuk perbatasan belum jelas, kalau tidak

jelas maka akan menciptakan problematika besar di wilayah perbatasan

setelah pemberlakukan implementasi pasar tradisional bersama.

d. Belum Optimalnya akses kerjasama yang layak secara langsung oleh unit

kepolisian UPF dan TNI di perbatasan kedua negara. Seolah-olah

pengelolaan keamanan perbatasan pada hak border security regime. Hal

yang menjadi salah satu implikasi negatif dari isu ke empat ini, ketiadaan

akses kerja sama unit kepolisian antara pemerintah Timor-Leste dan

Indonesia di Perbatasan akan berdampak pada keamaman nasional terlebih

sumber-sumber ancaman keamanan di wilayah perbatasan oleh pihak

transnasional organize crime atau kelompok terorisme sehingga

diharapkan adanya pembagian informasi tentang pola kejahatan yang

dibawahi kendali oleh pihak UPF dan TNI.

e. Tidak ada kerjasama secara legal antara dua institusi pengelolaan

perbatasan UPF dan TNI, dan proses kerjasama yang selama ini hanya

berdasarkan pada suatu kesepakatan informal yang semestinya yang harus

direvisi pada tingkat taktikal kordinasi pada tangal 29 Februari 2000 oleh

UNTAET dan pemerintah Indonesia.

f. Sampai saaat ini, masih mengunakan ketentuan dasar hukum MoU antara

UNTAET dan Pemerintah Indonesia yang ditandatangani di Dili pada

tahun 2000, yang menjadi permasalahan proses ketiadaan sumber hukum

Page 45: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1.1 Gambaran …media.unpad.ac.id/thesis/170720/2011/170720110505_4_6662.pdf · Gambar 4.3 Peta Wilayah Distrik Bobonaro Sumber : Administração

116

terutama antara unit pengelolaan perbatasan akan berdampak pada

beberapa faktor.

1. Sewaktu-waktu dapat melakukan proses pemindahan terhadap titik-

titik kordinat tentang penarikan wilayah perbatasan.

2. Masalah krisis manajemen antara unit pengelolaan perbatasan dan

sewaktu-waktu dapat melakukan proses pengerahan kekuatan militer di

wilayah perbatasan disebabkan karena ketiadaan regime keamanan

perbatasan, seperti tingkat kordinasi oleh BPU dan TNI dalam kasus

penyembakan di Malibaka pada tahun 2005, dalam hal ini ketiadaan

kordinasi komunikasi UPF dan TNI masing-masing menjustifikasikan

tingkat kebenaran hukum atas tragedi penyembakan.

Pengubahan issue-issue di atas menjadi masalah publik dan menjadi

perhatian pemerintah ini penting dilakukan guna membangun persepsi bahwa

kerja sama pengelolaan daerah perbatasan sangat urgen dan layak untuk

dipecahkan dalam kebijakan. Hal tersebut diperkuat dengan hasil wawancara

peneliti dengan Bapak Pedro Laranjeira (Direktur untuk Direksi Perbatasan pada

Kementerian Luar Negeri RDTL) sebagai berikut:

“Perbatasan diibaratkan sebagai agen dari kedaulatan dan keamanan

nasional, dan sebuah rekaman fisik dari relasi negara dengan negara

tetanga sejak dahulu kala dan hingga saat ini. Sesungguhnya para instansi

pemerintah daerah yang berbatasan langsung mempunyai peranan penting

dalam menentukan kedaulatan dan keamanan nasional dalam interaksi

antara negara dalam sebuah wilayah tertentu”.

Setelah terbangun persepsi bahwa terdapat suatu permasalahan yang harus

dipecahkan, dalam hal ini adalah permasalahan-permasalahan yang muncul di

Page 46: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1.1 Gambaran …media.unpad.ac.id/thesis/170720/2011/170720110505_4_6662.pdf · Gambar 4.3 Peta Wilayah Distrik Bobonaro Sumber : Administração

117

wilayah perbatasan Timor Leste dan Republik Indonesia, maka langkah

berikutnya adalah melakukan perumusan masalah agar lebih fokus dan

mengerucut. Fokus dari permasalahan tersebut akan menimbulkan permasalahan

formal yang kemudian ditindaklanjuti dalam kebijakan.

Berdasarkan hasil observasi yang peneliti lakukan diperoleh keterangan

bahwa isu yang berkembang mengenai nasalah di wilayah perbatasan antara

Timor Leste dan Republik Indonesia ini terfokus pada masalah keamanan wilayah

perbatasan dan masalah kondisi masyarakat sekitar perbatasan. Isu yang

terbangun kurang menyentuh kepentingan masyarakat sekitar wilayah perbatasan

yang harus dipenuhi seperti ikatan sosio-kultural antar masyarakat yang ada di

wilayah Timor Leste dan Indonesia. Hal ini diperkuat dengan hasil wawancara

dengan informan sebagaimana yang diungkapkan oleh Ketua Komisi B Parlemen

Nasional Timor Leste yang Menangani Urusan Keamanan dan Kerja Sama

sebagai berikut.

“Saya melihat masalah yang paling krusial di wilayah perbatasan antara

Negara kita dan Indonesia adalah masalah keamanan. Dengan beragamnya

bentuk ancaman keamanan perbatasan kita dengan Indonesia maka perlu

adanya sistem manajemen perbatasan yang terintegrasi, khususnya dalam

pengelolaan keamanan perbatasan. Mengelola keamanan perbatasan secara

parsial atau bahkan dilakukan secara koordinatif antara sejumlah institusi

pemerintah yang bertanggung jawab atas keamanan perbatasan, hanya

akan menimbulkan tumpang tindih dalam pelaksanaan pengamanan.”.

Isu yang dikedepankan dan dikembangkan seharusnya adalah pengelolaan

daerah perbatasan yang selama ini belum optimal, terutama dalam hal

pembangunan dasar untuk pemenuhan kebutuhan pokok. Hal pokok yang

seharusnya mendapatkan prioritas dalam pengelolaan daerah perbatasan di

antaranya peningkatan aksesibilitas masyarakat perbatasan, pengembangan sarana

Page 47: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1.1 Gambaran …media.unpad.ac.id/thesis/170720/2011/170720110505_4_6662.pdf · Gambar 4.3 Peta Wilayah Distrik Bobonaro Sumber : Administração

118

prasarana dan pengembangan sumber daya manusia serta kesejahteraan

masyarakat di daerah perbatasan sangat memprihatinkan.

Berkaitan dengan penentuan isu dalam formulasi kebijakan ini, Winarno

(2004:28) menyatakan bahwa proses pembuatan kebijakan merupakan proses

yang kompleks karena melibatkan banyak proses maupun variabel yang harus

dikaji, sehingga perlu perlu dilakukan koordinasi dan konsultasi kepada pihak-

pihak terkait (stakeholders), yang berisi tentang langkah-langkah strategis untuk

mencapai tujuan-tujuan dan sasaran tertentu dalam rangka meningkatkan

kesejahteraan masyarakat.

Berdasarkan pendapat Winarno di atas, maka dapat dijelaskan bahwa

tujuan pokok perumusan masalah dalam formulasi kebijakan border pass antara

Republik Indonesia Timor Leste dan Republik Indonesia harus bermuara kepada

peningkatan kesejahteraan masyarakat. Untuk merumuskan kebijakan dengan

baik, sangat dipengaruhi oleh adanya perumusan masalah kebijakan yang tepat

melalui pengamatan, pengelompokan dan pengkhususan masalah kebijakan.

Dalam tahapan ini tim penyusun melakukan komunikasi dan konsultasi selain

dengan berbagai pihak terkait (stakeholders), terutama dengan pihak-pihak yang

mewakili masyarakat.

Bertolak dari berbagai kondisi dan isu yang ada, dapat disimpulkan hal-hal

sebagai berikut:

1. Wilayah perbatasan harus dikelola secara terpadu dalam satu badan yang

memiliki otoritas khusus yang ditetapkan dengan peraturan perundang-

undangan.

Page 48: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1.1 Gambaran …media.unpad.ac.id/thesis/170720/2011/170720110505_4_6662.pdf · Gambar 4.3 Peta Wilayah Distrik Bobonaro Sumber : Administração

119

2. Pembangunan wilayah perbatasan harus direncanakan secara terintegrasi

antara berbagai bidang secara komprehensif dalam suatu master plan masing-

masing wilayah perbatasan.

3. Khusus wilayah perbatasan darat, diutamakan pembangunan infrastruktur

sarana jalan horizontal dan diikuti pembangunan sarana dan prasarana lainya,

yang akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat karena akan memperlancar

perputaran roda ekonomi masyarakat.

Secara umum dalam pengembangan kawasan perbatasan diperlukan suatu

pola atau kerangka penanganan kawasan perbatasan yang menyeluruh (holistic),

meliputi berbagai sektor dan kegiatan pembangunan, serta koordinasi dan

kerjasama yang efektif mulai dari Pemerintah Pusat sampai ke tingkat distrik. Pola

penanganan tersebut dapat dijabarkan melalui penyusunan kebijakan dari tingkat

makro sampai tingkat mikro dan disusun berdasarkan proses partisipatif, baik

secara horisontal di pusat maupun vertikal dengan pemerintah daerah dan

masyarakat, sedangkan jangkauan pelaksanaannya bersifat strategis sampai

dengan operasional. Dulu wilayah perbatasan dikedepankan sebagai tempat

pertahanan dan keamanan sekarang diprioritaskan untuk lebih mengedepankan

kesejahteraan. Oleh karena itu, kebijakan border pass antara Republik

Demokratik Timor Leste dan Republik Indonesia ini harus diikuti dengan

pembangunan daerah perbatasan yang mencakup tiga aspek pembangunan, yaitu

kesejahteraan (prosperity) dan keamanan (security), serta ditambah dengan aspek

lingkungan (environment).

4.3.2 Penyusunan Agenda Kebijakan

Page 49: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1.1 Gambaran …media.unpad.ac.id/thesis/170720/2011/170720110505_4_6662.pdf · Gambar 4.3 Peta Wilayah Distrik Bobonaro Sumber : Administração

120

Setelah melakukan perumusan masalah (defining problem) terkait

pengurusan dan pengelolaan wilayah perbatasan Timor Leste dan Indonesia, maka

pemerintah Timor Leste kemudian melakukan pendekatan diplomasi dengan

pemerintah Republik Indonesia. Dalam upaya meningkatkan interaksi masyarakat

kedua negara dalam bidang ekonomi khususnya masyarakat yang tinggal di

sekitar wilayah perbatasan, kedua negara telah menandatangani persetujuan

tentang pelintas batas tradisional dan pengaturan pasar bersama (Arrangement

Between the Government of the Republic of Indonesia and the Government of the

Democratic Republic of Timor-Leste on Traditional Border Crossings and

Regulated Markets) di Jakarta pada tanggal 11 Juni 2003. Namun demikian,

karena kendala anggaran dan kapasitas sumber daya manusia sehingga

pelaksanaanya berjalan pada tahun 2010.

Secara historis gagasan inisiatif border pass secara resmi diwacanakan

dalam pertemuan ke-3 antara Pemerintah negara Timor Leste dan Pemerintah

Negara Indonesia yang mengusung tema, “Persetujuan Tentang Pelintas Batas

Tradisional dan Pengaturan Pasar Bersama”. Dalam pertemuan tersebut telah

disepakati, sebuah usulan agar kedua negara melakukan perundingan pada

pertemuan Joint Ministerial Commision pada tanggal 8 Oktober 2002 di Jakarta.

Pertemuan Joint Ministerial Commision di Jakarta tersebut kemudian,

ditindaklanjuti oleh pertemuan-pertemuan berikutnya. Dalam setiap kali

pertemuan yang diselenggarakan fokus agenda adalah mendorong kesepakatan di

tingkat kedua negara untuk segera mendeklarasikan bentuk kerjasama perbatasan

tersebut menjadi sebuah program.

Page 50: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1.1 Gambaran …media.unpad.ac.id/thesis/170720/2011/170720110505_4_6662.pdf · Gambar 4.3 Peta Wilayah Distrik Bobonaro Sumber : Administração

121

Pemerintah Timor Leste berinisiatif melakukan kerjasama perbatasan

dengan Negara Republik Indonesia didasarkan pada pemikiran bahwa

pemberlakuan Pass Lintas Batas diharapkan dapat mendorong kerjasama ekonomi

dan people-to-people contact antara kedua negara serta mampu memfasilitasi

upaya realisasi pasar tradisional di perbatasan dan pengembangan Zona

Damai/Persahabatan. Inisiatif ini disambut baik oleh Pemerintah Indonesia yang

juga memiliki banyak kepentingan di wilayah perbatasan Timor Leste dan

Republik Indonesia tersebut. Pejabat senior kedua negara segera membahas

berbagai masalah teknis yang masih tertunda dan belum terselesaikan oleh kedua

negara.

Bertolak dari persetujuan ini kemudian kedua pemerintahan membentuk

suatu komisi yang bertugas merumuskan agenda setting persoalan perbatasan ini

yang dinamakan JMC (Joint Ministerial Commision). Pembentukan komisi ini

bertujuan mempererat kerjasama antara Pemerintah Timor Leste dan Pemerintah

Indonesia. Forum Joint Ministerial Commision ke-1 yang diselenggarakan di

Jakarta pada tanggal 8 Oktober 2002 membahas beberapa issue bilateral kedua

negara. Forum terdiri atas 4 (empat) Working Group, yaitu:

1. Working Group on Border Issues.

2. Working Group on Legal Matters.

3. Working Group on Investment and Finance.

4. Working Group on Social Education and Culture.

Mengenai kerjasama pengelolaan wilayah perbatasan kedua negara ini di

bidangi oleh Working Group on Border Issues di mana kedua Negara

Page 51: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1.1 Gambaran …media.unpad.ac.id/thesis/170720/2011/170720110505_4_6662.pdf · Gambar 4.3 Peta Wilayah Distrik Bobonaro Sumber : Administração

122

menyepakati isu-isu strategis yang berkaitan dengan perbatasan Timor Leste dan

Indonesia adalah:

1. Kekayaan sumberdaya alam yang ternyata belum mampu dimanfaatkan secara

adil, optimal dan berkelanjutan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat

terutama mereka yang menetap di kawasan perbatasan.

2. Dari aspek infrastruktur, sebagian besar wilayah perbatasan ternyata belum

memiliki sarana dan prasarana wilayah yang memadai, sehingga

mengakibatkan keterisolasian wilayah dan tidak berkembangnya kegiatan

ekonomi, serta potensi terjadinya disintegrasi.

3. Pengaturan di perbatasan harus memungkinkan warna negara Timor Leste

maupun Republik Indonesia masing-masing melanjutkan hubungan sosial dan

kekeluargaan yang telah terjalin.

Berdasarkan isu-isu strategis di atas, kemudian dilakukan agenda setting,

di mana masalah-masalah yang melingkupi pengelolaan wilayah perbatasan antara

Timor Leste dan Indonesia ini menjadi masalah kebijakan. Issues masalah

kebijakan tersebut kemudian masuk dalam agenda pemerintah. Agenda

pemerintah merupakan sejumlah daftar masalah di mana para pejabat publik

menaruh perhatian yang serius pada waktu tertentu.

Adapun agenda yang disetting oleh Working Group on Border Issues

selama kurang lebih dua tahun pada forum Join Ministerial Commision yang

dibentuk oleh kedua negara dalam menyelesaikan permasalahan perbatasan adalah

sebagai berikut:

Page 52: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1.1 Gambaran …media.unpad.ac.id/thesis/170720/2011/170720110505_4_6662.pdf · Gambar 4.3 Peta Wilayah Distrik Bobonaro Sumber : Administração

123

1. Penetapan batas negara merupakan suatu kebijakan untuk memperjelas

wilayah pemerintahan suatu negara, selain itu batas negara yang jelas akan

memudahkan masyarakat untuk mendapatkan pelayanan publik dari

pemerintah. Batas negara akan memberikan kejelasan batas-batas kewenangan

suatu pemerintahan secara pasti. Pemerintah dapat mengalami kegamangan

untuk melaksakan urusan-urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya

pada wilayah yang masih kabur batasnya. Langkah antisipatif dari negara

untuk tidak melaksanakan urusannya terlebih dahulu demi tidak melampaui

kewenangan akan membuat wilayah tertentu menjadi telantar, sedangkan

langkah agresif untuk tetap memperhatikan wilayah-wilayah yang diklaim

negara lain dapat menimbulkan masalah benturan dengan negara lain.

2. Ketidakjelasan batas negara dapat menimbulkan dampak negatif yang lebih

luas lagi dari sekedar potensi konflik antar negara, karena potensi strategis dan

ekonomis suatu bagian wilayah seperti dampak pada kehidupan sosial dan

penyelenggaraan administrasi pemerintahan bahkan dapat menimbulkan

dampak politis khususnya di wilayah perbatasan. Oleh karena itu, dalam

penyelenggaraan administrasi pemerintahan, penegasan batas negara menjadi

penting untuk dilaksanakan.

3. Penetapan batas negara secara fisik dan pasti di lapangan bukan merupakan

suatu hal yang mudah, meskipun penyelenggaraan administrasi pemerintahan

telah berjalan dan berkembang dan batas-batas yuridis telah ditetapkan dengan

undang-undang. Pada kenyataannya menentukan titik-titik batas fisik dengan

mengacu pada undang-undang itu sendiri sering menimbulkan permasalahan

Page 53: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1.1 Gambaran …media.unpad.ac.id/thesis/170720/2011/170720110505_4_6662.pdf · Gambar 4.3 Peta Wilayah Distrik Bobonaro Sumber : Administração

124

antara kedua negara yang bersangkutan karena masing-masing pihak tidak

dengan mudah untuk sepakat begitu saja mengenai letak titik-titik batas fisik

yang ditentukan. Batas negara yang tidak jelas mengakibatkan berbagai

sengketa. Apalagi jika terkait sumber daya alam yang ada di masing-masing

negara.

Berdasarkan masalah yang diatas Pemerintah Republik Demokratik Timor

Leste dan Republik Indonesia perlu serius untuk menyelesaikan masalah

kerjasama perbatasan antara kedua negara ini. Serangkaian pertemuan terus

dilaksanakan, terhitung dalam kurun waktu tahun 2003 - 2006 telah dilakukan 23

kali pertemuan yang membahas masalah perbatasan ini. Lebih jauh Duta Besar

Republik Indonesia untuk Timor-Leste, Eddy Setiabudhi, menyatakan:

“Pemerintah Indonesia secara terus menerus mengusahakan agar tercipta

kerjasama pengelolaan daerah perbatasan yang baik dengan Negara Timor

Leste. Para pejabat senior Indonesia telah melakukan 23 kali pertemuan

dengan para pejabat senior Timor Leste untuk menyelesaikan masalah

perbatasan ini. Diakui memang belum adanya kesepakatan bentuk

kerjasama yang diinginkan, hal ini membuktikan bahwa masalah

perbatasan Negara Indonesia dan Timor Leste merupakan masalah yang

sangat kompleks”.

Mengingat bahwa walaupun proses penentuan garis batas belum secara

keseluruhan akan tetapi bagaimanapun masyarakat di perbatasan kedua negara

tetap melakukan interaksi sosial dan transaksi pasar maka pemerintah kedua

negara perlu merumuskan sebuah kebijakan yang dapat memberikan kepastian

hukum dan mengurangi konflik yang terjadi diantara kedua negara secara

signifikan.

Berkaitan dengan hal tersebut diatas, Duta Besar Republik Indonesia untuk

Timor-Leste, Eddy Setiabudhi, menyatakan:

Page 54: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1.1 Gambaran …media.unpad.ac.id/thesis/170720/2011/170720110505_4_6662.pdf · Gambar 4.3 Peta Wilayah Distrik Bobonaro Sumber : Administração

125

“Pemerintah Republik Indonesia dan Timor Leste perlu menetapkan

kebijakan kerjasama pada pengelolaan perbatasan dari kedua pemerintah

dengan maksud untuk memberikan kemudahan kepada masyarakat di

perbatasan. Di dalam pelaksanan kebijakan bisa saja terjadi berbagai

dampak yang sesuai dengan harapan yang dirumuskan karena belum ada

badan khusus yang berwenang untuk menangani menajemen perbatasan

kedua negara. Dampak daripada kebijakan ini tentu dirasakan oleh segenap

masyarakat perbatasan yang bisa mengakses pada kebijakan tersebut dan

perlu direvisi pada evaluasi perkembangan nantinya sesuai dengan feed

back atau monitoring komisi join bersama kedua negara.”

Tujuan yang diharapkan Pemerintah Indonesia dengan diadakannya

kerjasama pengelolaan wilayah perbatasan ini adalah agar hubungan kedua negara

semakin erat dalam menjaga perdamaian, sebagaimana dijelaskan oleh Camat

Tasifeto Timur Kabupaten Belu Propinsi NTT bapak Patirsisus Mau yang

menyatakan bahwa:

“Terjalinya hubungan yang baik ini menjadikan kebijakan kerjasama

perbatasan cukup efektif dalam memecakan permasalahan sarana lintas

batas yang menghubungkan kedua belah pihak. Dampaknya hubungan

kedua belah pihak semain erat dan menimbulkan rasa persaudaraan yang

erat karena masyarakat perbatasan kedua negara ini masih memiliki

hubungan darah dan sistem adat istiadat dalam kehidupan sosial budaya

dan ekonomi yang sama. Selain itu akan timbul satu pengertian bahwa

setiap penduduk bisa saling menghargai dan tidak membeda-bedakan

dalam berinteraksi.”

Bertolak dari fenomena di atas, kemudian Working Group on Border

Issues yang dibentuk bersama antara Pemerintah Timor leste dan Pemerintah

Indonesia secara intensif berusaha menemukan akar permasalahan tidak

diterimanya kebijakan perbatasan yang telah dibuat oleh masyarakat. Hasil

temuan Working Group on Border Issues tentang masalah ini adalah:

1. Kelompok dan kepentingan yang memiliki akses dalam pembuatan kebijakan.

Page 55: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1.1 Gambaran …media.unpad.ac.id/thesis/170720/2011/170720110505_4_6662.pdf · Gambar 4.3 Peta Wilayah Distrik Bobonaro Sumber : Administração

126

Tidak terimanya masyarakat dengan kebijakan tersebut disebabkan

karena adanya pengaruh dari beberapa kelompok yang memiliki kepentingan

tersendiri terhadap batas wilayah negara tersebut, yaitu adanya kepentingan

masyarakat adat yang memiliki lahan tanah ulayat yang mencakup wilayah

Timor Leste dan Indonesia.

2. Proses pembuatan kebijakan kurang rinci, terbuka, dan memenuhi prosedur.

Proses Pembuatan kebijakan juga harus terbuka dalam artian setiap

masyarakat dapat menyampaikan aspirasinya mengenai persoalan yang terjadi

dan juga menyampaikan harapan-harapan yang diinginkan dengan adanya

sebuah kebijakan. Selain itu proses pembuatan kebijakan juga harus melihat

persoalan dari berbagai sudut pandang. Jadi tidak hanya dari salah satu pihak

saja, tetapi harus mengumpulkan sebanyak mungkin informasi yang berkaitan

dengan permasalahan yang terjadi. Sebab bila kita melepaskan hal-hal

terpenting dari proses pembuatan kebijakan publik, maka jelas kebijakan

publik yang dihasilkan itu akan miskin aspek lapangannya.

Sebuah produk kebijakan publik yang miskin aspek lapangannya itu

jelas akan menemui banyak persoalan pada tahap penerapan berikutnya.

Proses pembuatan kebijakan mengenai penetapan batas negara Timor Leste

dengan Indonesia tidak terbuka, dalam proses pembuatan kebijakan, pihak dari

masyarakat tidak diikutsertakan dalam memberikan informasi mengenai batas

negara yang akan ditetapkan, selain itu tidak adanya sosialisasi mengenai

adanya kebijakan tapal batas menyebabkan masyarakat tidak mengetahui

batas-batas yang telah ditetapkan sehingga pada saat akan diadakannya

Page 56: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1.1 Gambaran …media.unpad.ac.id/thesis/170720/2011/170720110505_4_6662.pdf · Gambar 4.3 Peta Wilayah Distrik Bobonaro Sumber : Administração

127

program bantuan pembangunan, masyarakat tidak dapat melanjutkan program

tersebut karena lahan yang akan dijadikan area pembangunan bukan termasuk

ke dalam wilayah negaranya.

3. Sumber daya yang menjadi input kebijakan kurang cukup memadai untuk

mencapai tujuan.

Persyaratan input sumberdaya merupakan keharusan dalam proses

perumusan kebijakan, tetapi hal itu tidak menjamin suatu kebijakan akan

dilaksanakan dengan baik. Input sumberdaya dapat digunakan secara optimum

jika dalam proses pengambilan keputusan dan pelaksanaan kebijakan terjadi

interaksi positif dan dinamis antara pengambil kebijakan, pelaksanaan

kebijakan dan pengguna kebijakan (masyarakat) dalam suasana dan

lingkungan yang kondusif.

Input sumberdaya menjadi sangat penting dalam sebuah kebijakan,

karena input sumberdaya yang akan dikelola menjadi sebuah kebijakan untuk

masyarakat, input kebijakan yang dimaksud di sini terdiri dari data-data dan

informasi mengenai batas wilayah antara Timor Leste dengan Indonesia.

Sumberdaya manusia yang ditugaskan untuk mengumpulkan informasi dan

data-data haruslah orang-orang yang berkompeten dan memiliki pengetahun

tentang penetapan batas wilayah negara sehingga informasi yang dikumpulkan

di lapangan data berguna untuk menghasilkan sebuah kebijakan yang

bermanfaat bagi masyarakat dari kedua belah pihak.

Pentingnya sumberdaya yang menjadi input dari kebijakan disebabkan

karena informasi yang berkenan dengan data-data yang ada untuk menentukan

batas wilayah negara menjadi masukan yang sangat penting guna mencapai

Page 57: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1.1 Gambaran …media.unpad.ac.id/thesis/170720/2011/170720110505_4_6662.pdf · Gambar 4.3 Peta Wilayah Distrik Bobonaro Sumber : Administração

128

kesepakatan untuk menentukan batas negara yang akan ditetapkan. Apabila

sumberdaya yang ada bukanlah orang-orang yang mengetahui pokok

permasalahan dalam penentuan batas negara, maka kata sepakat tidak akan

tercapai sehingga masalah batas negara tersebut akan terus menerus tidak

dapat diselesaikan.

4. Standar perumusan yang kurang baik menurut kebijakan.

Kebijakan yang telah dibuat pemerintah mengenai penetapan batas

negara antara Timor Leste dengan Indonesia bertujuan untuk menyelesaikan

persoalan yang terjadi diantara kedua negara tersebut, apabila kebijakan dapat

dilaksanakan dengan baik, maka persoalan tersebut dapat terselesaikan.

Sebuah kebijakan dapat dikatakan berhasil apabila perumusan dari kebijakan

dapat dijalankan dengan baik dan dapat diterima oleh seluruh masyarakat,

kebijakan yang telah dibuat harus diimplementasikan dan hasilnya sedapat

mungkin sesuai dengan apa yang diharapkan oleh pembuat kebijakan dan

sesuai dengan tujuan yang ada di dalam kebijakan tersebut.

Untuk memperlancar perumusan kebijakan perlu dilakukan sosialisasi

kebijakan dengan baik. Syarat pengelolaan sosialisai kebijakan ada empat,

yakni: (a) adanya respek anggota masyarakat terhadap otoritas pemerintah

untuk menjelaskan perlunya secara moral mematuhi undang-undang yang

dibuat oleh pihak berwenang; (b) adanya kesadaran untuk menerima

kebijakan. Kesadaran dan kemauan menerima dan melaksanakan kebijakan

terwujud manakala kebijakan dianggap logis; (c) keyakinan bahwa kebijakan

dibuat secara sah; (d) awalnya suatu kebijakan dianggap kontroversial, namun

dengan berjalannya waktu maka kebijakan tersebut dianggap sebagai sesuatu

yang wajar.

Page 58: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1.1 Gambaran …media.unpad.ac.id/thesis/170720/2011/170720110505_4_6662.pdf · Gambar 4.3 Peta Wilayah Distrik Bobonaro Sumber : Administração

129

5. Kelompok sasaran kurang memperoleh pelayanan dan barang seperti yang

didesain dalam kebijakan.

Akibat dari adanya konflik batas negara tersebut, pelayanan kepada

masyarakat menjadi terganggu, karena pada daerah yang bersempadan

tersebut masyarakatnya sulit untuk mendapatkan pelayanan mulai dari tingkat

desa sampai dengan tingkat kabupaten karena ketidakjelasan wilayah

administratifnya, selain itu pembangunan di wilayah tersebut juga menjadi

terganggu karena tidak ada wilayah manapun yang akan bertanggung jawab

terhadap daerah tersebut dikarenakan ketidakjelasan batas antar negara.

6. Kebijakan kurang memberikan dampak kepada kelompok sasaran.

Tujuan dari sebuah kebijakan adalah untuk memenuhi aspirasi dari

masyarakat dan untuk mengatasi permasalahan yang terjadi di dalam

masyarakat. perumusan yang dilakukan sesuai dengan tujuan dari kebijakan

tersebut sehingga meghasilkan dampak yang positif di dalam masyarakat.

Dengan adanya kebijakan mengenai batas negara diharapkan tidak lagi terjadi

konflik yang dapat merugikan masyarakat itu sendiri. Selain itu dengan

adanya batas negara yang jelas masyarakat bisa mendapatkan kejelasan

mengenai lahan yang akan mereka olah. Kebijakan memberikan dampak yang

positif bagi masyarakat kedua negara, karena setelah ditetapkannya batas

Timor Leste dengan Indonesia, masyarakat memiliki kejelasan mengenai

lahan yang akan mereka olah.

Berkaitan dengan temuan Working Group on Border Issues di atas,

Inspector Chefe Ricardo Moniz Pade (Kepala Divisi Keimigrasian PNTL)

memberikan keterangan bahwa:

Page 59: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1.1 Gambaran …media.unpad.ac.id/thesis/170720/2011/170720110505_4_6662.pdf · Gambar 4.3 Peta Wilayah Distrik Bobonaro Sumber : Administração

130

“Perumusan kebijakan penetapan batas dipengaruhi oleh beberapa faktor,

yaitu, respek anggota masyarakat terhadap otoritas dan keputusan

pemerintah, adanya kesadaran untuk menerima kebijakan, adanya sanksi

hukum, adanya kepentingan publik dan adanya kepentingan pribadi.

Apabila faktor tersebut tidak dapat ditanggulangi maka kebijakan tidak

akan dapat berjalan sesuai dengan tujuan yang diinginkan.

Bertolak dari dari uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kebijakan

penetapan batas negara antara Timor Leste dengan Republik Indonesia tidak dapat

dijalankan. Hal ini disebabkan karena kebijakan tidak berjalan sesuai dengan

tujuan yang diinginkan. Konflik antar masyarakat di perbatasan masih sering

terjadi dikarenakan tidak jelasnya batas negara secara hukum. Selain itu

penggalian potensi sumberdaya dan pembagunan tidak dapat dilaksanakan, tidak

berjalannya kebijakan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan disebabkan oleh

berbagai faktor. Salah satunya adalah tidak adanya respek masyarakat terhadap

kebijakan yang disebabkan karena kurangnya sosialisasi yang dilakukan oleh

pemerintah.

Sehubungan dengan itu, upaya-upaya yang disarankan untuk dilakukan

adalah sebagai berikut:

1. Menuntaskan penyelesaian masalah penetapan garis perbatasan dan masalah-

masalah krusial lainnya yang sering terjadi di kawasan perbatasan darat seperti

para pelintas batas tradisional dari kedua negara.

2. Mengubah paradigma dan pandangan yang selama ini memandang dan

memperlakukan wilayah perbatasan sebagai daerah belakang (periphery

areas) menjadi daerah depan (frontier areas). Dengan paradigma baru tersebut

diharapkan daerah perbatasan mendapat kesempatan/prioritas dalam

pembangunan dan pembinaan khusus di segala bidang.

Page 60: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1.1 Gambaran …media.unpad.ac.id/thesis/170720/2011/170720110505_4_6662.pdf · Gambar 4.3 Peta Wilayah Distrik Bobonaro Sumber : Administração

131

3. Mengembangkan produk hukum, peraturan dan perundang-undangan yang

mengenai problematika daerah perbatasan serta perjanjian perbatasan antara

Timor Leste dengan Republik Indonesia dalam menangani kejahatan lintas

negara (transborder crimes) seperti smugling (penyelundupan), human

trafficking dan terrorism.

4. Pelibatan berbagai pihak (stokeholders) dari kalangan pemerintah dan

masyarakat guna membangun kebersamaan dan kesatuan dalam menghadapi

segala bentuk ancaman dan gangguan keamanan dan kejahatan bersenjata

maupun non bersenjata. Kegiatannya dapat dilakukan dalam bentuk

penyuluhan-penyuluhan di bidang hukum, keamanan, ketertiban dan

ketahanan masyarakat.

Melalui pembinaan masyarakat perbatasan yang terintegrasi dalam satu

komunitas warga perbatasan, diharapkan dapat mempermudah pemberdayaan

masyarakat dalam bidang ekonomi, guna meningkatkan taraf kesejahteraan

mereka. Dengan semakin baiknya tingkat kesejahteraan, diharapkan kesadaran

idiologi, politik, pendidikan, hukum dan lain-lain yang menyangkut

kewarganegaraan yang baik dapat dibangun, dibina dan dikembangkan. Sejalan

dengan itu akan mempermudah proses pemberdayaan masyarakat dalam bidang-

bidang yang lain sehingga karenanya akan terjadi akselerasi pembangunan di

kawasan perbatasan kedua negara. Sehingga harapan atas masyarakat perbatasan

yang sejahtera dan damai akan segera terwujud.

Berikut ini, peneliti membuat gambaran umum tentang perumusan agenda

setting mengenai permasalahan perbatasan negara antara Republik Demokratik

Timor Leste dan Republik Indonesia pada gambar berikut :

Page 61: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1.1 Gambaran …media.unpad.ac.id/thesis/170720/2011/170720110505_4_6662.pdf · Gambar 4.3 Peta Wilayah Distrik Bobonaro Sumber : Administração

132

Gambar 4.4

Perumusan Agenda Setting Masalah Perbatasan

Timor Leste dan Republik Indonesia

Masalah Formal Kebijakan Publik Tujuan Kebijakan Publik

Kurangnya akses

masyarakat dalam

perumusan kebijakan

Penguatan partisipasi

masyarakat dalam

pembuatan kebijakan

Meningkatnya keterlibatan

masyarakat dalam perumusan

kebijakan publik

Lemahnya kapasitas SDM

masyarakat perbatasan

Peningkatan kapasitas

SDM masyarakat

perbatasan

Meningkatnya kapasitas SDM

baik dalam hal pengetahuan

maupun keterampilan

Sering terjadinya pelintas

batas tradisional yang

disebabkan aspek sosial

dan budaya masyarakat

Sosialisasi yang intensif

dan keberlanjutan

kepada masyarakat

tentang batas wilayah

Meningkatnya kesadaran

masyarakat perbatasan

PERAMALAN KEBIJAKAN PUBLIK

Ramalan Masa Depan Kebijakan Publik Dampak Kebijakan

Menciptakan masyarakat yang mampu

memberikan masukan terhadap kebijakan

perbatasan wilayah negara.

Kebijakan yang dihasilkan dapat diterima

oleh masyarakat

Kemampuan SDM relatif meningkat seiring

meningkatnya program pengembangan

Pada jangka panjang akan memberikan efek

meningkatkan produktivitas masyarakat

Kepatuhan masyarakat sekitar perbatasan

mengikuti peraturan lintas batas negara

Terbina keamanan dan kedamaian di

wilayah perbatasan

Sumber : Gambaran Umum Peneliti

Sebagaimana diketahui bahwa agenda setting merupakan sebuah proses

yang mana melihat dan mengamati isu yang berkembang di publik, yang dari

agenda setting tersebut muncul berbagai permasalahan yang nantinya dibutuhkan

sebuah perumusan sebuah kebijakan. Dalam proses inilah, bagaimana pemerintah

memandang masalah publik dengan agenda publik dipadukan. Jika sebuah isu

bisa dianggap sebagai suatu masalah publik dan menjadi prioritas dalam agenda

publik, maka bisa dipastikan isu tersebut mendapat perhatian lebih dalam

pembuatan kebijakan.

Page 62: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1.1 Gambaran …media.unpad.ac.id/thesis/170720/2011/170720110505_4_6662.pdf · Gambar 4.3 Peta Wilayah Distrik Bobonaro Sumber : Administração

133

Berdasarkan hasil observasi yang peneliti lakukan diperoleh keterangan

bahwa dari berbagai isu yang ada tentang kebijakan border pass antara Republik

Demokratik Timor Leste dan Republik Indonesia yang kebanyakan berasal dari

kelompok kepentingan, dibahas dalam sebuah pertemuan para kelompok lembaga

pemerintahan untuk mengangkat satu isu yang memang diharuskan

dikeluarkannya sebuah kebijakan. Dalam agenda setting mengenai pengelolaan

wilayah perbatasan kedua negara telah ditentukan suatu isu publik yang diangkat

dalam agenda pemerintah yaitu pengelolaan bersama wilayah perbatasan Republik

Demokratik Timor Leste dan Republik Indonesia.

Penentuan isu publik tentang pengelolaan bersama wilayah perbatasan

Timor Leste dan Republik Indonesia ini dapat dilihat dari hasil wawancara dengan

Direktur untuk Direksi Perbatasan pada Kementerian Luar Negeri Timor Leste

sebagai berikut.

“Ada 3 (tiga) opsi yang dihasilkan dalam perundingan pada forum

Working Group on Border Issues antara Pemerintah Timor Leste dan

Pemerintah Indonesia ini. Pertama, pengelolaan bersama berupa kebijakan

pembangunan bersama terutama pengaturan kelembagaan dan

kewenangan pengelolaan bersama. Kedua, upaya penegakan hukum

bersama di wilayah perbatasan. Ketiga, memperkuat kerjasama keamanan

di wilayah perbatasan. Setelah melakukan perundingan yang cukup, maka

kedua belah pihak memilih opsi pengelolaan bersama berupa kebijakan

pembangunan bersama wilayah perbatasan.”

Winarno (2004) menjelaskan bahwa titik perhatian dalam penentuan

kebijakan publik (agenda setting) harus berorientasi pada maksud atau tujuan dan

bukan pada perilaku yang serampangan. Kebijakan publik secara luas dalam

sistem politik modern bukan suatu yang terjadi begitu saja melainkan

direncanakan oleh aktor yang terlibat dalam sistem politik. Berdasarkan pendapat

Page 63: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1.1 Gambaran …media.unpad.ac.id/thesis/170720/2011/170720110505_4_6662.pdf · Gambar 4.3 Peta Wilayah Distrik Bobonaro Sumber : Administração

134

dari Winarno ini, maka dapat dijelaskan bahwa terdapat beberapa aspek dalam

kebijakan publik bahwa kebijakan publik merupakan suatu tindakan, keputusan-

keputusan yang memiliki tujuan dan maksud, serta memiliki akibat-akibat yang

dilakukan oleh seorang, sekelompok aktor atau pemerintah dalam sebuah

lingkungan tertentu dalam mengatasi suatu masalah atau persoalan menuju

terciptanya kehidupan sosial yang harmonis.

Agenda setting yang dihasilkan mengenai border pass antara Republik

Demokratik Timor Leste dan Republik Indonesia mulai tertuju pada peningkatan

kemampuan masyarakat sekitar perbatasan dalam memberdayakan kehidupan

ekonomi, sosial dan budaya. Agenda setting yang dihasilkan telah memperhatikan

kepentingan masyarakat, supaya masyarakat sekitar wilayah perbatasan selalu

merasa aman dalam menjalankan berbagai aktivitasnya. Data ini diperkuat oleh

hasil wawancara peneliti dengan Direktur untuk Direksi Perbatasan pada

Kementerian Luar Negeri Timor Leste yang menyatakan bahwa:

“Pendekatan kemanusiaan lebih efektif daripada pendekatan hukum dan

militer. Inti pokok permasalahan yang ada sebenarnya adalah kurangnya

pemerintah kedua negara memperhatikan masyarakat sekitar wilayah

perbatasan kedua negara. Selama ini pemerintah kedua negara hanya

memikirkan aspek keamanan dan kedaulatan negara saja. Sekarang kita

bersepakat untuk mengadakan pendekatan lain, seperti pendekatan

kemanusiaan.”

Agenda setting adalah sebuah fase dan proses yang sangat strategis dalam

realitas kebijakan publik. Dalam proses inilah memiliki ruang untuk memaknai

apa yang disebut sebagai masalah publik dan prioritas dalam agenda publik

dipertarungkan. Isu pengelolaan bersama wilayah perbatasan antara Timor Leste

dan Republik Indonesia berhasil mendapatkan status sebagai masalah publik, dan

Page 64: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1.1 Gambaran …media.unpad.ac.id/thesis/170720/2011/170720110505_4_6662.pdf · Gambar 4.3 Peta Wilayah Distrik Bobonaro Sumber : Administração

135

mendapatkan prioritas dalam agenda publik, Oleh karena itu isu ini berhak

mendapatkan alokasi sumber daya publik yang lebih daripada isu lain. Dalam

agenda setting juga sangat penting untuk menentukan suatu isu publik yang akan

diangkat dalam suatu agenda pemerintah. Issue kebijakan (policy issues) sering

disebut juga sebagai masalah kebijakan (policy problem). Penyusunan agenda

kebijakan seyogianya dilakukan berdasarkan tingkat urgensi dan esensi kebijakan,

juga keterlibatan stakeholders. Sebuah kebijakan tidak boleh mengaburkan tingkat

urgensi, esensi, dan keterlibatan stakeholders.

4.3.3 Pemilihan Alternatif Kebijakan

Perumusan kebijakan melibatkan proses pengembangan usulan akan

tindakan yang terkait dan dapat diterima (biasa disebut dengan alternatif, proposal

atau pilihan) untuk menangani permasalahan publik. Perumusan kebijakan

menurut Anderson tidak selamanya akan berakhir dengan dikeluarkannya sebagai

sebuah produk peraturan perundang-undangan (Anderson, 2006: 103-109).

Namun, pada umumnya sebuah proposal kebijakan biasanya ditujukan untuk

membawa perubahan mendasar terhadap kebijakan yang ada saat ini. Terkait

permasalahan itu, terdapat sejumlah kriteria yang membantu dalam menentukan

pemilihan terhadap alternatif kebijakan untuk dijadikan sebuah kebijakan,

misalnya kelayakannya, penerimaan secara politis, biaya, manfaat, dan lain

sebagainya (Sidney, 2007: 79). Setelah alternatif diidentifikasi, maka tiba saatnya

untuk memilih alternatif yang paling berpeluang untuk mencapai tujuan dan

sasaran yang ditetapkan sebelumnya.

Page 65: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1.1 Gambaran …media.unpad.ac.id/thesis/170720/2011/170720110505_4_6662.pdf · Gambar 4.3 Peta Wilayah Distrik Bobonaro Sumber : Administração

136

Masalah yang sudah masuk dalam agenda kebijakan kemudian dibahas

oleh para pembuat kebijakan. Masalah-masalah tersebut didefinisikan untuk

kemudian dicari solusi yang terbaik. Pemecahan masalah tersebut berasal dari

berbagai alternatif atau pilihan kebijakan yang ada. Sama halnya dengan

perjuangan suatu masalah untuk masuk dalam agenda kebijakan, dalam tahap

perumusan kebijakan masing-masing alternatif bersaing untuk dapat dipilih

sebagai kebijakan yang diambil untuk memecahkan masalah.

Setelah permasalahan dapat didefinisikan dengan baik dan Working Group

on Border Issues yang bertugas merumuskan kebijakan pengelolaan bersama

wilayah perbatasan pemerintah kedua negara sepakat untuk memasukan masalah-

masalah tersebut dalam agenda kebijakan, maka langkah yang diambil adalah

membuat pemecahan masalah. Di sini Working Group on Border Issues

berhadapan dengan alternatif-alternatif pilihan kebijakan yang dapat diambil

untuk memecahkan permasalahan. Working Group on Border Issues harus

memilih beberapa alternatif kebijakan yang dirumuskan di mana kebijakan

tersebut dapat berjalan efektif dan memiliki daya guna paling maksimal di antara

alternatif-alternatif kebijakan yang dirumuskan.

Dalam menentukan alternatif-alternatif pilihan kebijakan tentang

pengelolaan bersama wilayah perbatasan Republik Demokratik Timor Leste dan

Republik Indonesia ada tiga alternatif kebijakan yang dihasilkan yaitu: Pertama,

membangun instrumen kebijakan bersama yang mengatur lintas batas tradisional

masyarakat sekitar perbatasan. Kedua, penegakkan hukum bersama terhadap

Page 66: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1.1 Gambaran …media.unpad.ac.id/thesis/170720/2011/170720110505_4_6662.pdf · Gambar 4.3 Peta Wilayah Distrik Bobonaro Sumber : Administração

137

pelanggar lintas batas kedua negara. Ketiga, peningkatan kerjasama pertahanan

dan keamanan di wilayah perbatasan kedua negara.

1. Membangun Instrumen Kebijakan Bersama yang Mengatur Lintas

Batas Tradisional Masyarakat Sekitar Perbatasan

Pengelolaan batas wilayah negara dan kawasan perbatasan kedua negara

baik di Republik Demokrat Timor Leste maupun di Republik Indonesia, masih

belum dilakukan secara terpadu dengan mengkonsolidasikan seluruh sektor

terkait. Berdasarkan Kajian Working Group on Border Issues antara Pemerintah

Timor Leste dan Pemerintah Indonesia, berbagai isu dan permasalahan

pengelolaan kawasan perbatasan mencakup aspek-aspek yang lebih luas yaitu :

a. Kebijakan Pembangunan

1. Kebijakan yang belum berpihak pada kawasan perbatasan

2. Belum adanya kebijakan dan strategi nasional kedua negara dalam

pengembangan kawasan perbatasan.

b. Ekonomi dan Sosial Budaya

1. Adanya paradigma „kawasan perbatasan sebagai halaman belakang‟.

2. Terjadinya kesenjangan pembangunan dengan negara tetangga.

3. Sarana dan prasarana masih minim.

4. Tingginya angka kemiskinan dan jumlah keluarga pra-sejahtera.

5. Terisolasinya dan rendahnya aksesibilitas menuju kawasan perbatasan.

6. Rendahnya kualitas SDM.

7. Adanya aktivitas pelintas batas tradisional.

8. Adanya tanah adat/ulayat masyarakat.

c. Pengelolaan Sumber Daya Alam

1. Pemanfaatan potensi Sumber Daya Alam belum optimal.

Page 67: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1.1 Gambaran …media.unpad.ac.id/thesis/170720/2011/170720110505_4_6662.pdf · Gambar 4.3 Peta Wilayah Distrik Bobonaro Sumber : Administração

138

2. Terjadinya eksploitasi pemanfaatan Sumber Daya Alam yang tak

terkendali dan berkelanjutan.

d. Kelembagaan dan Kewenangan Pengelolaan

1. Belum adanya kelembagaan yang mengelola kawasan perbatasan

secara integral dan terpadu.

2. Belum jelasnya kewenangan dalam pengelolaan kawasan perbatasan.

e. Kerjasama Antarnegara

1. Belum optimalnya keterkaitan pengelolaan perbatasan dengan

kerjasama sub regional, maupun regional.

2. Belum optimalnya kerjasama antarnegara dalam penanggulangan

pelanggaran hukum di perbatasan.

f. Pertahanan dan Keamanan

1. Belum menyepakati garis batas dengan negara secara menyeluruh.

2. Terbatasnya jumlah aparat serta sarana dan prasarana.

3. Terjadinya kegiatan-kegiatan ilegal dan pelanggaran hukum.

4. Terbatasnya jumlah sarana dan prasarana (PLB, PPLB dan CQIS).

Pemerintah kedua negara dalam hal ini mempunyai komitmen untuk

memperhatikan daerah perbatasan kedua negara. Masalahnya adalah bagaimana

meneruskan kemauan politik tersebut menjadi kebijakan yang implementatif. Oleh

karena itu, dalam forum Working Group on Border Issues antara Pemerintah

Timor Leste dan Pemerintah Republik Indonesia disepakati suatu pemikiran

bahwa diperlukan kebijakan yang lebih konkrit, terukur dalam hal waktu dan

dana. Kebijakan umum dan strategi yang ditawarkan oleh forum ini adalah:

a. Pemenuhan kewajiban kedua pemerintahan dalam pembinaan kawasan

perbatasan, dengan kebijakan khusus, antara lain penguatan dan kerjasama

kelembagaan nasional dan integrasi antarsektor.

Page 68: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1.1 Gambaran …media.unpad.ac.id/thesis/170720/2011/170720110505_4_6662.pdf · Gambar 4.3 Peta Wilayah Distrik Bobonaro Sumber : Administração

139

b. Peningkatan peran sektor pekerjaan umum dalam mendukung terciptanya

ketahanan nasional di wilayah perbatasan masing-masing negara, dengan

kebijakan-kebijakan khusus penyelenggaraan infrastruktur dasar di

wilayah perbatasan di negara masing-masing.

c. Perlu disusun rencana aksi terpadu per wilayah perbatasan.

Kondisi ini diperkuat dengan wawancara Menteri Luar Negeri Indonesia Bapak

Marty Natalegawa dengan Timor Today Tv saat melakukakan JMM (Join

Ministerial Meeting) di Timor Leste pada tanggal 12 Maret 2013. Beliau

mengatakan bahwa :

“Republik Indonesia dengan Timor Leste sekarang ada chanel atau forum

untuk merilis masalah-masalah yang dihadapi oleh kedua negara dan

kedua negara sudah sepakat untuk menyelesaikan hal-hal yang terjadi di

perbatasan, sebaliknya perbatasan Republik Indonesia dengan Timor Leste

ditandai oleh kondisi yang kondusif, bahkan kebijakan border pass yang

dilaunching akan mempermudah adanya interaksi masyarakat antara kedua

negara di perbatasan dan segala permasalahan yang terjadi di perbatasan

itulah yang diagendakan di forum diskusi Join Ministerial commision for

Bilateral”.

Hal tersebut di atas menawarkan solusi bersama dalam membangun

hubungan yang lebih baik antara orang-orang yang mengatur dan mengamankan

daerah perbatasan. Pemerintah kedua negara sepakat menyusun sistem khusus

bagi pelintas batas tradisional, guna mencegah berulangnya insiden di perbatasan

kedua negara. Berdasarkan kerangka pemikiran inilah kemudian muncul ide

tentang Border Pass. Kedua pemerintah melihat bahwa penerapan sistem border

pass akan mampu menciptakan hubungan yang baik dan harmonis antara orang-

orang yang hidup di sepanjang daerah perbatasan. Dengan border pass maka

warga di perbatasan dapat memenuhi keperluan mereka untuk saling kunjung

keluarga dan sebagainya atau belanja di seberang perbatasan tanpa memerlukan

Page 69: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1.1 Gambaran …media.unpad.ac.id/thesis/170720/2011/170720110505_4_6662.pdf · Gambar 4.3 Peta Wilayah Distrik Bobonaro Sumber : Administração

140

bea cukai. Penerapan sistem border pass adalah satu hal yang akan banyak

membantu orang yang hidup di sepanjang daerah perbatasan, tetapi pemerintah

kedua negara masih membutuhkan waktu untuk menilai efek negatif yang

mungkin terjadi sehingga akan menyebabkan hubungan kedua negara buruk.

2. Penegakan Hukum Terhadap Pelanggar Lintas Batas Kedua Negara

Alternatif kebijakan kedua yang ditawarkan pada forum Working Group on

Border Issues antara Pemerintah Timor Leste dan Pemerintah Indonesia adalah

dalam ranah penegakan hukum. Semakin maraknya penyelundupan yang terjadi

dari Nusa Tenggara Timur ke Timor Leste atau sebaliknya, menunjukkan bahwa

penegakan hukum di wilayah perbatasan sangat lemah. Masih ada benang

merahnya yang harus dicermati dan harus diputuskan mata rantai itu.

Bahan bakar minyak (BBM) dan sembako menjadi produk yang paling

sering diselundupkan. Selain itu, penyelundupan sepeda motor juga semakin

sering terjadi. Tingginya permintaan dan harga jual di Timor Leste menjadi faktor

penyebabnya. Hal tersebut menggambarkan bahwa masih belum melihat adanya

komitmen bersama terhadap penegakan hukum di wilayah perbatasan. Melihat

kenyataan tersebut, hal terpenting yang perlu dilakukan seharusnya di perbatasan

adalah upaya penegakan hukum yang terkoordinasi secara bersama antara

Pemerintah Republik Demokratik Timor Leste dan Republik Indonesia, jika tidak

dilakukan maka hal utama yang dirasakan adalah penegakan hukum secara

sendiri-sendiri berakibat akan menimbulkan konflik di antara kedua negara.

Page 70: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1.1 Gambaran …media.unpad.ac.id/thesis/170720/2011/170720110505_4_6662.pdf · Gambar 4.3 Peta Wilayah Distrik Bobonaro Sumber : Administração

141

3. Peningkatan Kerjasama Pertahanan dan Keamanan di Wilayah

Perbatasan antara Timor Leste dan Indonesia

Alternatif kebijakan ketiga yang ditawarkan pada forum Working Group on

Border Issues antara Pemerintah Timor Leste dan Pemerintah Indonesia adalah

peningkatan kerjasama pertahanan dan keamanan di wilayah perbatasan.

Di sini ditawarkan konsep gelar pasukan perbatasan bersama antar kedua

negara dalam menjaga keamanan wilayah perbatasan. Kesatuan khusus yang

ditawarkan adalah gabungan Angkatan Bersenjata kedua negara.

Kesatuan khusus RDTL – RI dalam melaksanakan tugasnya selain

berpedoman kepada tugas pokok yang sudah diberikan dari Komando Atas, harus

berpedoman pula pada:

a. Kesepakatan Pemerintah kedua negara tentang Koordinat Garis Batas

Negara. Kesepakatan ini telah ditandatangani oleh Menlu RDTL Jose

Ramos Horta dan Menlu RI Hasan Wirayudha pada tanggal 8 April 2005

di Mota‟ain perbatasan RDTL – RI, berisikan tentang koordinat garis batas

negara yang sudah disepakati dan sebagian sudah dibangun patok/tugu di

sepanjang perbatasan.

b. Protap Bersama Tentang Mekanisme Kerja dan Koordinasi antar Instansi

terkait di Perbatasan RDTL - RI, merupakan suatu prosedur tetap yang

dibuat pada bulan Februari 2005, sebagai pedoman instansi terkait di

Kabupaten Belu dan TTU dalam melaksanakan tugas penanganan

permasalahan di perbatasan RDTL - RI, agar terkoordinir dan terpadu serta

tidak menyalahi aturan yang berlaku.

c. Kesepakatan Pemerintah RDTL dan RI tentang Lintas Batas dan Pasar

Tradisional yang ditetapkan dan ditandatangani pada tanggal 23 Juni 2003

oleh Menteri Perdagangan RI, Rini Suwandi, dengan Menteri Luar Negeri

RDTL, Jose Ramos Horta, di Jakarta yang berisikan tentang aturan lintas

Page 71: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1.1 Gambaran …media.unpad.ac.id/thesis/170720/2011/170720110505_4_6662.pdf · Gambar 4.3 Peta Wilayah Distrik Bobonaro Sumber : Administração

142

batas dan Pasar di daerah perbatasan, namun sampai dengan saat ini belum

berjalan sesuai dengan yang diharapkan.

d. Ketetapan lokal adalah ketetapan hasil pertemuan antara pemerintah dari

kedua negara yang berisikan tentang aturan Temu Kangen (Family

Meeting) dan kesepakatan tentang ketentuan di daerah yang masih

bersengketa (contoh Ketetapan Distrik Oecussi dengan Pemda TTU).

e. Ketetapan-Ketetapan Lain. Kegiatan pertemuan yang dilaksanakan oleh

Kesatuan Khusus RDTL - RI dan jajarannya dengan aparat penjaga

perbatasan, menghasilkan beberapa kesepakatan yang sifatnya teknis di

lapangan dalam penanganan setiap permasalahan yang timbul di

perbatasan.

Pembentukan Kesatuan Khusus RDTL - RI ini diharapakan mampu

memberikan pengaruh positif terhadap stabilitas keamanan kedua negara yang

berdaulat. Keberadaan aparat keamanan di wilayah perbatasan yang tergabung

dalam Kesatuan Khusus RDTL - RI diharapkan dapat menjamin keamanan dalam

menyelesaikan setiap permasalahan yang timbul dalam rangka memelihara

kedaulatan kedua negara.

Ketiga alternatif kebijakan ini kemudian dibahas secara intensif atau

dipilih yang lebih prospektif sehingga nantinya akan dijadikan kebijakan nasional

kedua negara. Dalam pembahasan pemilihan alternatif kebijakan ini muncul

kerangka dasar pemikiran sebagai berikut:

1. Pengelolaan perbatasan harus menyentuh kepentingan masyarakat.

Dewasa ini pengelolaan perbatasan di kedua negara belum sepenuhnya

menjalankan pengelolaan yang berbasis pada kebutuhan dasar pada

masyarakatnya. Karena masih dominannya pembuatan kebijakan dalam

Page 72: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1.1 Gambaran …media.unpad.ac.id/thesis/170720/2011/170720110505_4_6662.pdf · Gambar 4.3 Peta Wilayah Distrik Bobonaro Sumber : Administração

143

pengelolaan perbatasan yang berbasiskan pada kepentingan pemerintah

sehingga tidak mengikutsertakan kepentingan masyarakat secara langsung.

2. Pengelolaan perbatasan harus memperhatikan aspek sosial budaya masyarakat.

Terkait dengan kenyataan sosial bahwa masyarakat yang tinggal di kawasan

perbatasan sejatinya masih memiliki kesatuan adat dan budaya, maka faktor

nilai dan norma adat biasanya cenderung lebih kuat dibandingkan norma atau

ikatan nasional seringkali menjadi masalah dalam pengelolaan wilayah

perbatasan karena kesetiaan masyarakat akan lebih terfokus pada ikatan

komunitasnya daripada ikatan nasional. Untuk itu kebijakan yang diambil

harus efektif dalam mengakomodasi kepentingan rakyat dan mengaplikasikan

nilai kearifan serta penguatan pengetahuan lokal.

3. Meminimalisasi pengelolaan perbatasan berbasis pertahanan dan keamanan.

pengembangan kawasan perbatasan Selama ini masih lebih menekankan

kepada aspek pertahanan dan kemanan, sementara ke depan yang dikehendaki

adalah arah yang lebih memberi peran kepada pembangunan untuk

meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya tanpa melupakan faktor

keamanan. Oleh karena itu, perlu diubah pola pikir dalam penyusunan strategi

perbatasan dari pendekatan pertahanan dan keamanan ke pendekatan yang

bersifat „civil society‟.

Berdasarkan ketiga kerangka dasar pemikiran inilah, forum Working

Group on Border Issues antara Pemerintah Timor Leste dan Pemerintah Indonesia

memilih alternatif kebijakan pertama, yaitu membangun instrumen kebijakan

Page 73: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1.1 Gambaran …media.unpad.ac.id/thesis/170720/2011/170720110505_4_6662.pdf · Gambar 4.3 Peta Wilayah Distrik Bobonaro Sumber : Administração

144

bersama yang mengatur lintas batas tradisional masyarakat sekitar perbatasan.

Instrumen kebijakan bersama yang dibuatnya adalah kebijakan border pass bagi

warga sekitar perbatasan. Prosedur lintas batas di pintu-pintu perbatasan

dibutuhkan agar masing-masing penduduk di wilayah perbatasan lebih mudah

menjalankan keperluan saling berkunjung antarkeluarga, belanja, dan kepentingan

lainnya tanpa harus menggunakan paspor atau visa melainkan hanya dengan kartu

penyeberangan (border pass).

Working Group on Border Issues menyepakati bahwa dalam kaitan dengan

border regime, khususnya border crossing, hal yang sudah disepakati sebelumnya

untuk memudahkan atau memberikan fasilitas kepada rakyat yang tinggal di

sepanjang perbatasan dari kedua pihak untuk bisa memasuki wilayah tetangganya

dengan menggunakan prosedur yang disederhanakan, dengan satu border pass

yang sebetulnya kesepakatan prinsipnya sudah dicapai. Data ini diperkuat dengan

hasil wawancara dengan Ketua Komisi B Parlemen Nasional Timor Leste yang

Menangani Urusan Keamanan dan Kerja sama yang menyatakan bahwa:

“Berdasarkan pengalaman sejarah pendekatan kebijakan militerisme untuk

mengelola wilayah perbatasan terbukti kurang efektif, bahkan cenderung

menimbulkan konflik. Kedua negara harus melakukan pendekatan lain

yaitu, “soft-border security regime” pendekatan keamanan yang lunak dan

berbasis kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, kedua negara sepakat

untuk melahirkan suatu kebijakan bersama dalam pengelolaan wilayah

perbatasan yang mampu mensejahterakan rakyat wilayah perbatasan

melalui kebijakan border pass.”

Berdasarkan hasil wawancara di atas, penulis dapat menjelaskan bahwa

kedua pemerintah sepakat melakukan kerjasama dengan berbasiskan pengutamaan

kepentingan masyarakat dalam hal pengelolaan wilayah perbatasan. Namun,

kebijakan ini perlu diatur lebih lanjut dengan peraturan pelaksana yang dapat

Page 74: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1.1 Gambaran …media.unpad.ac.id/thesis/170720/2011/170720110505_4_6662.pdf · Gambar 4.3 Peta Wilayah Distrik Bobonaro Sumber : Administração

145

mempermudah dalam implementasinya. Pemilihan alternatif kebijakan tentang

border pass ini bertujuan untuk meminimalisasi konflik dan memajukan

kesejahteraan masyarakat. Dalam kerangka menunjang keberhasilan kebijakan

border pass diperlukan pengembangan perekonomian yang menunjang kehidupan

di daerah perbatasan didasarkan pada keunggulan komparatif.

4.3.4 Tahap Penetapan Kebijakan

Setelah salah satu dari sekian alternatif kebijakan diputuskan, untuk

diambil sebagai cara memecahkan masalah kebijakan, maka tahap paling akhir

dalam pembuat kebijakan adalah penetapan kebijakan, sehingga mempunyai

kekuatan hukum yang mengikat. Proses pembuatan kebijakan tidak dapat

dipisahkan dengan proses penetapan atau pengesahan kebijakan. Menurut Islamy

(2003:100) proses pengesahan kebijakan adalah proses penyesuaian dan

penerimaan secara bersama terhadap prinsip- prinsip yang diakui dan ukuran-

ukuran yang diterima.

Dengan telah disepakati prinsip-prinsip pemberlakuan border pass maka

diperlukan penetapan kebijakan, agar border pass ini dapat dijalankan secara

efektif. Alternatif kebijakan yang diambil pada dasarnya merupakan hasil dari

keputusan bersama dari berbagai kelompok kepentingan yang terlibat dalam

pembuatan kebijakan tersebut, sehingga dapat ditetapkan sebuah kebijakan. Selain

itu, penetapan kebijakan dilakukan agar sebuah kebijakan mempunyai kekuatan

hukum yang dapat mengikat dan ditaati oleh siapa saja.

Page 75: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1.1 Gambaran …media.unpad.ac.id/thesis/170720/2011/170720110505_4_6662.pdf · Gambar 4.3 Peta Wilayah Distrik Bobonaro Sumber : Administração

146

Prosedur dan mekanisme kerjasama pengelolaan wilayah perbatasan melalui

mekanisme border pass ini diatur berdasarkan tahapan kerjasama yang meliputi

penjajakan kerjasama, pengesahan, pelaksanaan, serta monitoring dan evaluasi.

1. Penjajakan Kerjasama

Kegiatan awal dari suatu kerjasama pengelolaan wilayah perbatasan

melalui mekanisme border pass antara kedua negara ini adalah melakukan

penjajakan terhadap mitra kerjasama yang didasarkan pada hasil kegiatan

forum Working Group on Border Issues sebelumnya. Rencana kerjasama yang

dinilai layak untuk dilaksanakan, selanjutnya dibahas oleh pejabat

terkait/berwenang dan ditindaklanjuti oleh pihak-pihak pelaksana teknis.

2. Pengesahan

Tahap pengesahan merupakan rangkaian kegiatan yang diawali dengan

penyusunan naskah MoU dan/atau perjanjian kerjasama sampai dengan

terlaksananya penandatanganan naskah MoU dan/atau perjanjian kerjasama.

Berikut ini teknis pelaksanaan tahap pembuatan naskah MoU tentang

kesepakatan Pemerintah Republik Demokratik Timor Leste dan Pemerintah

Republik Indonesia dalam pelaksanaan border pass di wilayah perbatasan :

a. Substansi MoU dibicarakan terlebih dahulu pejabat terkait masing-masing

negara (Diwakili oleh Menteri Luar Negeri kedua negara).

b. Draf MoU selanjutnya dikirimkan ke Kantor Kementerian Hukum untuk

dipelajari aspek hukumnya.

c. Masukan atau hasil koreksi dari Kementerian Hukum dikirimkan kembali

ke Presiden untuk dikomunikasikan ulang dengan pihak mitra.

d. Jika draf sudah disepakati bersama oleh pejabat terkait masing-masing

negara, selanjutnya dikonsultasikan ke pimpinan parlemen, untuk

dipelajari ulang perihal butir-butir/isi draf MoU :

1. Jika ada koreksi, segera diperbaiki oleh Kementerian Hukum.

Page 76: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1.1 Gambaran …media.unpad.ac.id/thesis/170720/2011/170720110505_4_6662.pdf · Gambar 4.3 Peta Wilayah Distrik Bobonaro Sumber : Administração

147

2. Jika disetujui, dicetak naskah MoU dan selanjutnya diajukan ke

parlemen pimpinan parlemen untuk persetujuan/pengesahan.

e. Naskah MoU yang sudah diparaf oleh pimpinan parlemen, selanjutnya

disampaikan ke Presiden.

f. MoU yang sudah mendapatkan persetujuan, dibuat rangkap.

3. Pelaksanaan

Pelaksanaan kerjasama merupakan rangkaian kegiatan yang dilakukan

setelah penandatanganan naskah MoU. Agar pelaksanaan kerjasama bisa

berjalan sesuai kesepakatan bersama, maka dipandang perlu ditunjuk unit

pelaksana kerjasama yang bertugas untuk menyusun petunjuk pelaksanaan

kerjasama dan/atau menyusun petunjuk teknis.

4. Monitoring dan Evaluasi

Monitoring dilakukan untuk menjamin agar pelaksanaan sistem border

pass di wilayah perbatasan kedua negara dapat terlaksana dengan baik dan

mencapai tujuan yang diharapkan.

Setelah melalui beberapa tahapan-tahapan diatas maka yang terahir dalam

tingkatan ini adalah pemerintah Republik Demokratik Timor Leste dan Republik

Indonesia menetapkan kebijakan tersebut menjadi MoU yang memiliki kekuatan

hukum dan berbentuk seperti undang - undang, yurisprudensi, keputusan presiden,

keputusan-keputusan menteri dan lain sebagainya yang bersifat mengikat.

Penyusunan persetujuan MoU adalah sebagai penetapan alternatif kebijakan dasar

kerjasama antara kedua negara yang didasarkan pada hasil pemufakatan para

pihak dalam forum Working Group on Border Issues, baik secara tertulis maupun

secara lisan.