bab ii kajian pustaka 2.1 kajian...

30
10 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1. Hasil Penelitian Terdahulu Kajian pustaka di dalam penulisan penelitian ini adalah didasarkan pada (1) hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya yang dianggap mendukung kajian teori di dalam penelitian yang tengah dilakukan, serta (2) didasarkan pada teori-teori dari sumber kepustakaan yang dapat menjelaskan perumusan masalah yang telah ditetapkan di dalam BAB 1. Di bawah ini adalah uraian beberapa hasil penelitian terdahulu yang dianggap relevan untuk kemudian dianalisis dan dikritisi dilihat dari pokok permasalahan, teori dan metode, sehingga dapat diketahui letak perbedaannya dengan penelitian yang penulis lakukan. Hasil penelitian sebelumnya yang membahas mengenai faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kinerja, memberikan gambaran mengenai persamaan dan perbedaan dengan penelitian yang tengah dilakukan. Berikut ini adalah hasil-hasil penelitian terdahulu yang dipandang relevan dengan penelitian sebagai berikut : 1. Hasil penelitian (Sukardi, 2009) dengan judul “Pengaruh Gaya Kepemimpinan dan Pemotivasian terhadap Prestasi Kerja Petugas Penyuluh Lapangan pada Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Siak”. Tesis, Program Pascasarjana, Program Magister Administrasi Publik, Universitas Padjadjaran Bandung. Penelitian ini menggunakan

Upload: vodieu

Post on 08-Feb-2018

224 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustakamedia.unpad.ac.id/thesis/170720/2011/170720110001_2_4143.pdf · Kebudayaan, Kesenian, dan Pariwisata Provinsi Riau. Tesis, Program Pascasarjana,

10

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Pustaka

2.1.1. Hasil Penelitian Terdahulu

Kajian pustaka di dalam penulisan penelitian ini adalah didasarkan pada

(1) hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya yang dianggap mendukung

kajian teori di dalam penelitian yang tengah dilakukan, serta (2) didasarkan pada

teori-teori dari sumber kepustakaan yang dapat menjelaskan perumusan masalah

yang telah ditetapkan di dalam BAB 1.

Di bawah ini adalah uraian beberapa hasil penelitian terdahulu yang

dianggap relevan untuk kemudian dianalisis dan dikritisi dilihat dari pokok

permasalahan, teori dan metode, sehingga dapat diketahui letak perbedaannya

dengan penelitian yang penulis lakukan. Hasil penelitian sebelumnya yang

membahas mengenai faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kinerja,

memberikan gambaran mengenai persamaan dan perbedaan dengan penelitian

yang tengah dilakukan.

Berikut ini adalah hasil-hasil penelitian terdahulu yang dipandang relevan

dengan penelitian sebagai berikut :

1. Hasil penelitian (Sukardi, 2009) dengan judul “Pengaruh Gaya

Kepemimpinan dan Pemotivasian terhadap Prestasi Kerja Petugas

Penyuluh Lapangan pada Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten

Siak”. Tesis, Program Pascasarjana, Program Magister Administrasi

Publik, Universitas Padjadjaran Bandung. Penelitian ini menggunakan

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustakamedia.unpad.ac.id/thesis/170720/2011/170720110001_2_4143.pdf · Kebudayaan, Kesenian, dan Pariwisata Provinsi Riau. Tesis, Program Pascasarjana,

11

ukuran sampel 61 orang dari populasi sebanyak 61, dengan metode

penelitian survey eskplanatori, analisis statistika menggunakan path

analysis.

Dari hasil penelitian tersebut, disimpulkan bahwa pengaruh gaya

kepemimpinan dan pemotivasian terhadap prestasi kerja pegawai secara

simultan adalah sebesar 96 persen. Dari hasil penelitian yang bersifat

kwantitatif tersebut dapat disampaikan bahwa tingkat disiplin pegawai

petugas penyuluh lapangan pada Dinas Peternakan dan Perikanan

Kabupaten Siak, dipengaruhi oleh gaya kepemimpinan dan pemotivasian

yang dilakukan oleh Kepala Dinas. Hubungan pengaruh tersebut adalah

bersifat secara positif. Hal ini menggambarkan bahwa semakin tinggi

nilai gaya kepemimpinan dan pemotivasian akan memberi dampak

kenaikan nilai terhadap prestasi kerja pegawainya, atau sebaliknya

semakin rendah nilai gaya kepemimpinan dan pemotivasian akan

berdampak pada turunnya prestasi kerja pegawai.

2. Hasil penelitian (Yulianis, 2007) dengan judul “Pengaruh Gaya

Kepemimpinan terhadap Prestasi Kerja Pegawai pada Dinas

Kebudayaan, Kesenian, dan Pariwisata Provinsi Riau. Tesis, Program

Pascasarjana, Program Magister Administrasi Publik, Universitas

Padjadjaran Bandung. Penelitian ini menggunakan ukuran sampel 33

orang dari populasi sebanyak 132 orang. Metode penelitian yang

digunakan metode eksplanatory research, dengan hasil penelitian sebagai

berikut:

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustakamedia.unpad.ac.id/thesis/170720/2011/170720110001_2_4143.pdf · Kebudayaan, Kesenian, dan Pariwisata Provinsi Riau. Tesis, Program Pascasarjana,

12

Hasil penelitian menggambarkan bahwa gaya kepemimpinan pada dinas

Kebudayaan, Kesenian dan Pariwisata Provinsi Riau masih belum

berjalan dengan baik, sehingga prestasi kerja pegawai belum maksimal.

Variabel gaya kepemimpinan berpengaruh positif sebesar 66.9 persen

terhadap prestasi kerja pegawai pada Dinas Kebudayaan, Kesenian, dan

Pariwisata Provinsi Riau. Hal ini menggambarkan bahwa tingginya

pegaruh gaya kepemimpinan berpotensi terhadap terjadinya prestasi kerja

pegawai atau sebaliknya rendahnya gaya kepemimpinan berpotensi

terhadap rendahnya prestasi kerja pegawai pada Dinas Kebudayaan,

Kesenian, dan Pariwisata Provinsi Riau.

3. Hasil penelitian (Iman Sukendar 2007), “Pengaruh Motivasi dan Diklat

terhadap Kinerja Pegawai pada Dinas Kehutanan Kabupaten Pelalawan”.

Tesis, Program Pascasarjana, Program Magister Administrasi Publik,

Universitas Padjadjaran Bandung. Penelitian ini menggunakan metode

kuantitatif dan kualitatif, dengan ukuran sampel sebesar 82 orang dari

populasi sebanyak 107 orang. Hasil penelitian menunjukkan sebagai

berikut:

Hasil uji statistika membuktikan bahwa terdapat pengaruh yang cukup

signifikan dari pelaksanaan motivasi terhadap tingkat kinerja pegawai

pada Dinas Kehutanan Kabupaten Pelalawan. Terdapat pengaruh yang

signifikan dari pendidikan dan pelatihan terhadap tingkat kinerja pegawai

pada Dinas Kehutanan kabupaten Pelalawan, Terdapat pengaruh yang

cukup signifikan dari pelaksanaan kebijkan motivasi serta pendidikan

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustakamedia.unpad.ac.id/thesis/170720/2011/170720110001_2_4143.pdf · Kebudayaan, Kesenian, dan Pariwisata Provinsi Riau. Tesis, Program Pascasarjana,

13

dan pelatihan terhadap tingkat kinerja pegawai pada Dinas Kehutanan

Kabupaten Pelalawan. Adapun pengaruh serentak dari tiga variabel

tersebut terhadap kinerja pegawai adalah sebesar 93 persen.

Sementara apabila melihat perbandingan dengan hasil penelitian

sebelumnya, terdapat beberapa keunikan dari rencana penelitian yang akan

dilakukan berikut. 1) penelitian ini mengungkapkan tentang konteks

kepemimpinan secara umum sehingga bisa memotret fenomena kepemimpinan

dan kepemimpinan dalam suatu organisasi secara lebih komperhensif; 2)

penelitian ini mengungkapkan kinerja pegawai yang dapat menggambarkan

bagaimana kinerja yang berjalan pada Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan

Kabupaten Halmahera Barat, Maluku Utara; 3) penelitian ini mengungkapkan

tentang keterkaitan antara kepemimpinan dengan kinerja, yang dapat menjelaskan

bagaimana akibat kinerja yang dimungkinkan terjadi dari berjalannya

kepemimpinan pada Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Kabupaten

Halmahera Barat, Provinsi Maluku Utara.

2.1.2. Kepemimpinan Organisasi

Kepemimpinan memiliki aneka dimensi, salah satunya adalah

kepemimpinan kelompok. Pemimpin mempunyai pelbagai kedudukan dan fungsi,

yaitu sebagai pelaksana, perancang, pembuat keputusan ahli, komunikator,

dinamisator, evaluator, inovator, simbol dan lain-lain.

Berkenan dengan hal diatas, (Tjokroamidjoyo, 1987:113) mengemukakan

bahwa kepemimpinan birokrasi adalah administrator sebagai pemimpin birokrasi

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustakamedia.unpad.ac.id/thesis/170720/2011/170720110001_2_4143.pdf · Kebudayaan, Kesenian, dan Pariwisata Provinsi Riau. Tesis, Program Pascasarjana,

14

yang harus ambil keputusan (decision making). Sementara itu menurut (Sutarto

2006:87) menjelaskan bahwa kepemimpinan birokrasi adalah kemampuan

mempengaruhi dan dapat memberikan motivasi kepada bawahan, yang berdampak

kepada meningkatnya kinerja pegawai yang dipimpinnya. Oleh Karena itu, dari

definisi diatas dapat kita ketahui bahwa pemimpin memainkan peranan amat

menentukan di dalam menetapkan putusan-putusan dan mempengaruhi kelompok.

Itulah sebabnya, keberhasilan kelompok lebih dinilai sebagai keberhasilan

pemimpinnya. Sebaliknya, kegagalan kelompok juga lebih dianggap sebagai

kegagalan pemimpinnya.

Mengenai keberhasilan dan kegagalan seoarang pemimpin, Maier dalam

(Danim, 2004:136) menyimpulkan bahwa dengan kehadiran seoarang pemimpin

dalam kelompok, aspirasi setiap anggota dapat didengar, dan pada kelompok

tanpa kehadiran pemimpin, keputusan akan ditetapkan berdasarkan pada suara

terbanyak. Namun demikian, dengan mengandalkan anggota yang sedikit

kadangkala dapat melahirkan hasil akhir yang lebih baik, dengan resiko kegagalan

yang relatif kecil pula.

Kreativitas anggota kelompok ditentukan oleh pemimpinnya. Gaya

tertentu dari seorang pemimpin menunjang kreativitas, sebaliknya gaya lainnya

malahan adakalanya mematikan. gaya kepemimpinan delegatif dan sebaliknya,

gaya kepemimpinan yang otoriter dan hanya menghendaki tugas ditempatkan

pada suatu format khusus, pada umumnya mematikan kreativitas kelompok.

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustakamedia.unpad.ac.id/thesis/170720/2011/170720110001_2_4143.pdf · Kebudayaan, Kesenian, dan Pariwisata Provinsi Riau. Tesis, Program Pascasarjana,

15

2.1.2.1. Pengertian Kepemimpinan

Konsep kepemimpinan (leadership) pada dasarnya berasal dari kata

“pimpin” yang artinya bimbing atau tuntun. Dari kata “pimpin” melahirkan kata

kerja memimpin yang artinya membimbing atau menuntun dan kata benda

pemimpin (leader) yaitu orang yang berfungsi memimpin, atau orang yang

membimbing atau menuntun. Dalam tulisan ini pun perlu dijelaskan juga arti

pimpinan adalah mencerminkan kedudukan seseorang atau sekelompok orang

pada hierarkhi tertentu dalam suatu birokrasi formal (wewenang/authority ) dan

tanggungjawab (akuntabilitas). Kartono menyatakan pemimpin adalah seorang

pribadi yang memiliki superioritas tertentu, sehingga dia memiliki kewibawaan

dan kekuasaan untuk menggerakan orang lain melakukan usaha bersama guna

mencapai sasaran tertentu. Sedangkan kepemimpinan yaitu kemampuan seseorang

dalam mempengaruhi orang lain dalam mencapai tujuan (Kartono, 2005:51).

Pemimpin, kepemimpinan dan gaya kepemimpinan mesekipun memiliki

perbedaan tetapi merupakan tiga hal yang tidak dapat dipisahkan dalam

kepemimpinan apapun. Kepemimpinan merupakan sebuah fenomena universal.

Siapa pun menjalankan tugas-tugas kepemimpinan, manakala dalam tugas itu dia

berinteraksi dengan orang lain. Bahkan dalam kapasitas pribadi pun, didalam

tubuh manusia itu ada kapasitas atau potensi pengendali, yang pada intinya

memfasilitasi seseorang untuk dapat memimpin dirinya sendiri.

Farland dalam (Danim, 2004:55) mengemukakan kepemimpinan adalah

suatu proses di mana pimpinan dilukiskan akan memberi perintah atau pengaruh,

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustakamedia.unpad.ac.id/thesis/170720/2011/170720110001_2_4143.pdf · Kebudayaan, Kesenian, dan Pariwisata Provinsi Riau. Tesis, Program Pascasarjana,

16

bimbingan atau proses mempengaruhi pekerjaan orang lain dalam memilih dan

mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Sementara kajian tentang tema kepemimpinan yang merupakan salah satu

fokusnya utamanya adalah teori kepemimpinan. Teori kepemimpinan merupakan

generalisasi dari perilaku pemimpin dan konsep kepemimpinannya dengan

menitikberatkan pada latar belakang historis, sebab musabab, munculnya

kepemimpinan, sifat-sifat utama kepemimpinan. Menurut (Kartono, 2005:51),

bahwa teori kepemimpinan adalah penggeneralisasian satu seni perilaku

pemimpin beserta konsep-konsep kepemimpinannya, dengan menampilkan latar

belakang historis kemunculan pemimpin dan kepemimpinan.

Ada beberapa teori yang menonjol dalam menjelaskan kemunculan

pemimpin. Danim , membagi teori dasar munculnya pemimpin dalam tiga bagian

adalah sebagai berikut:

1. Teori Bawaan atau heredity Theory; kata lain teori ini adalah teori

keturunan (genetis) bukan keturunan berdasarkan status starata sosial

dan ningrat. Teori ini berasumsi bahwa sifat-sifat kepemimpinan

seseorang adalah faktor bawaan sejak lahir, dimana menjadi pemimpin

atau tidaknya seseorang karena takdir semata.

2. Teori Psikologi atau psychological Theory; kata lain dari teori ini

adalah teori kejiwaan yang berasumsi bahwa sifat kepemimpinan

seseorang dapat dibentuk sesuai dengan jiwanya. Penganut teori ini

merumuskan bahwa tesis leader are made, pemimpin itu dapat

diciptakan atau dipesiapkan secara khusus, misalnya melalui

pendidikan dan pelatihan. Konsep dasar teori ini adalah bahwa

kapasitas seseorang dapat dibentuk, dimanipulasi, didongkrak

kematangannya, dan karenanya bakat yang dibawa sejak lahir kemuka

bumi ini bisa diabaikan. Artinya lingkungan adalah bagian penting dari

kehidupan seseorang. Manusia sukses, antara lain ditandai oleh

kemampuannya menyesuaikan diri dengan lingkungan dan

memanfaatkan lingkungan itu menurut kebutuhan nyata.

3. Teori Situasi atau Situational Theory; teori ini pada akhirnya

melahirkan konsep kepemimpinan situasional. Teori ini mengajarkan

bahwa bahwa kepemimpinan seseorang muncul sejalan dengan situasi

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustakamedia.unpad.ac.id/thesis/170720/2011/170720110001_2_4143.pdf · Kebudayaan, Kesenian, dan Pariwisata Provinsi Riau. Tesis, Program Pascasarjana,

17

atau lingkungan yang mengelilinginya. Pada saat tertentu seseorang

berfungsi sebagai pemimpin. Pada saat lain sebagai manusia yang

dipimpin. Bakat dan kemampuan seseorang dapat mewujud hanya

pada situasi tertentu. Teori ini adalah sintesis dari teori keturunan yang

mengatakan bahwa bakat adalah faktor dominan dan teori kejiwaan

yang berasumsi bahwa seseorang dapat menjadi pemimpin jika

dibekali pengetahuan dan sejumlah pengalaman yang memadai.

(Danim, 2004;57-59).

Selanjutnya Tead dalam Kartono mengemukakan 10 sifat kepemimpinan

yaitu sebagai berikut :

1. Energi jasmani dan mental (physical and nervous energy)

2. Kesadaran akan tujuan dan arah (A sense of purpose and direction)

3. Antusiasme (enthusiasm ; semangat, kegairahan, kegembiraan yang

besar)

4. Keramahan dan kecintaan (Friendliness and affection)

5. Integritas (integrity; keutuhan, kejujuran, ketulusan hati)

6. Penguasaan teknis (technical mastery)

7. Ketegasan dalam mengambil keputusan (decisiveness).

8. Kecerdasan (intelligence)

9. Ketrampilan mengajar (teaching skill)

10. Kepercayaan (faith). (Kartono, 2010:44).

Kepemimpinan juga adalah sebuah tanggungjawab, karena itu seorang

pemimpin dalam menjalankan tugas kepemimpinannya penting memiliki seni

dalam mempengaruhi orang lain agar mau bekerja sama mencapai suatu tujuan.

Menurut Susilo Martoyo, mengatakan bahwa tanggung jawab para pemimpin

adalah sebagai berikut:

1. Menentukan tujuan pelaksanaan kerja realistis (dalam artian kuantitas,

kualitas, keamanan dan sebagainya).

2. Melengkapi para karyawan dengan sumber-sumber dana yang diperlukan

untuk menjalankan tugasnya.

3. Mengkomunikasikan pada para karyawan tentang apa yang diharapkan dari

mereka.

4. Memberikan susunan hadiah yang sepadan untuk mendorong prestasi.

5. Mendelegasikan wewenang apabila diperlukan dan mengundang partisipasi

apabila memungkinkan.

6. Menghilangkan hambatan untuk pelaksanaan pekerjaan yang efektif.

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustakamedia.unpad.ac.id/thesis/170720/2011/170720110001_2_4143.pdf · Kebudayaan, Kesenian, dan Pariwisata Provinsi Riau. Tesis, Program Pascasarjana,

18

7. Menilai pelaksanaan pekerjaan dan mengkomunikasikan hasilnya.

8. Menunjukkan perhatian kepada karyawan. (Susilo Martoyo, 2000:180).

Hal yang penting dalam tanggung jawab adalah memadukan seluruh

kegiatan dalam mencapai tujuan organisasi tersebut seharmonis mungkin,

sehingga tercapainya tujuan organisasi tersebut efektif dan efisien.

2.1.2.2. Gaya Kepemimpinan

Gaya pada dasarnya berasal dari bahasa Inggris “Style” yang berarti mode

seseorang yang selalu nampak yang menjadi ciri khas orang tersebut. Tiap

pemimpin mempunyai gaya atau cara tersendiri dalam memimpin organisasi atau

perusahaan.

Pemimpin itu mempunyai sifat, kebiasaan, temperamen, watak dan

kepribadian sendiri yang unik khas sehingga tingkah laku dan gayanya yang

membedakan dirinya dengan orang lain. Gaya atau style hidupnya ini pasti akan

mewarnai perilaku dan tipe kepemimpinannya. Sehingga muncullah beberapa tipe

kepemimpinan. Misalnya tipe-tipe kharismatik, paternalistis, militeristis,

otokratis, laissez faier, populis, administratif dan demokratis.

Menurut Stoner, gaya kepemimpinan adalah berbagai pola tingkah laku

yang disukai oleh pemimpin dalam proses mengarahkan dan mempengaruhi

pekerja. Stoner juga membagi dua gaya kepemimpinan yaitu :

1. Gaya yang berorientasi pada tugas mengawasi pegawai secara ketat untuk

memastikan tugas dilaksanakan dengan memuaskan.

2. Gaya yang berorientasi pada pegawai lebih menekankan pada memotivasi

ketimbang mengendalikan bawahan. (Stoner, 1996:165)

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustakamedia.unpad.ac.id/thesis/170720/2011/170720110001_2_4143.pdf · Kebudayaan, Kesenian, dan Pariwisata Provinsi Riau. Tesis, Program Pascasarjana,

19

Gaya ini menjalin hubungan bersahabat, saling percaya, dan saling menghargai

dengan pegawai yang sering kali diizinkan untuk berpartisipasi dalam membuat

keputusan yang mempengaruhi mereka.

Sementara menurut Fandy Tjiptono, bahwa gaya kepemimpinan adalah

sebagai berikut:

1. Kepemimpinan Otokratis

Kepemimpinan otokratis disebut juga kepemimpinan diktator atau direktif.

Orang yang menganut pendekatan ini mengambil keputusan tanpa

berkonsultasi dengan para karyawan yang harus melaksanakannya atau

karyawan yang dipengaruhi keputusan tersebut.

2. Kepemimpinan Demokratis

Gaya kepemimpinan ini dikenal dengan istilah kepemimpinan konsultatif

atau konsesus. Orang yang menganut pendapat ini melibatkan para

karyawan harus melaksanakan dalam proses pembuatannya.

3. Kepemimpinan Partisipatif

Kepemimpinan partisipatif atau kepemimpinan terbuka, bebas atau non

direktif. Orang yang menganut pendekatan ini hanya sedikit memegang

kendali dalam proses pengambilan keputusan. Hanya menyajikan

informasi mengenai suatu permasalahan dan memberikan kesempatan

kepada anggota tim untuk mengembangkan strategi dan pemecahannya.

4. Kepemimpinan Berorientasi pada Tujuan

Gaya kepemimpinan ini berdasarkan hasil atau sasaran. Orang yang

menganut pendekatan ini meminta anggota tim untuk memusatkan

perhatiannya pada tujuan yang ada.

5. Kepemimpinan Situasional

Gaya kepemimpinan ini dikenal sebagai kepemimpinan tidak tetap atau

kontingensi, bahwa tidak ada satupun gaya kepemimpinan yang tepat bagi

setiap manajer dalam segala kondisi. Oleh karena itu gaya kepemimpinan

situasional akan menerapkan suatu gaya tertentu berdasarkan

pertimbangan atas faktor-faktor seperti pemimpin, pengikut dan situasi.

(Fandy Tjiptono, 2003:161).

2.1.3. Model Kepemimpinan

2.1.3.1. Model Robert House

House dalam (Robbins, 2006:448) menjelaskan bahwa teori jalur sasaran

(part-goal theory) merupakan model kontijensi kepemimpinan yang meringkas

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustakamedia.unpad.ac.id/thesis/170720/2011/170720110001_2_4143.pdf · Kebudayaan, Kesenian, dan Pariwisata Provinsi Riau. Tesis, Program Pascasarjana,

20

unsur-unsur utama dari penelitian kepemimpinan Ohio mengenai struktur awal

dan pertimbangan serta teori pengharapan pada motivasi.

Hakekat teori jalur sasaran adalah bahwa merupakan tugas pemimpin

untuk membantu pengikutnya mencapai sasaran mereka untuk memberikan

pengarahan dan/atau dukungan memastikan sasaran mereka sesuai dengan sasaran

keseluruhan kelompok oganisasi.

Istilah jalur-sasaran diturunkan dari keyakinan bahwa pemimpin yang

efektif membersihkan jalur untuk membantu pengikut mereka berangkat dari

tempat awal mereka berada menuju pencapaian sasaran kerja mereka dan

membantu melakukan perjalanan sepanjang jalur itu secara lebih mudah dengan

mengurangi hambatan dan perangkap.

House dalam Robbins, mengidentifikasi empat prilaku kepemimpinan,

yaitu:

1. Pemimpin direktif

pemimpin yang memberi kesempatan pengikutnya mengetahui apa

yang diharapkan dari mereka, menjadualkan pekerjaan yang akan

dilakukan, dan memberikan pedoman yang spesifik mengenai cara

menyelesaikan tugas.

2. Pemimpin suportif

Ramah dan menunjukkan perhatian akan kebutuhan para pengikut.

3. Pemimpin partisipatif

Berkonsultasi dengan bawahan dan menggunakan saran mereka

sebelum mengambil keputusan.

4. Pemimpin berorientasi prestasi

Menetapkan serangkaian sasaran yang menantang dan mengharapkan

bawahan untuk berprestasi pada tingkat tertinggi mereka. (Robbins,

2006:448).

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustakamedia.unpad.ac.id/thesis/170720/2011/170720110001_2_4143.pdf · Kebudayaan, Kesenian, dan Pariwisata Provinsi Riau. Tesis, Program Pascasarjana,

21

2.1.3.2. Model Partisipan Pemimpin

Vrom dan Yeton dalam Robbins, berpendapat bahwa perilaku

kepemimpinan harus menyesuaikan diri agar dapat mencerminkan struktur tugas.

Model ini bersifat normatif artinya dapat memberikan seperangkat urutan aturan

yang seharusnya diikuti dalam rangka menentukan ragam dan banyaknya

partisipasi yang dinginkan dalam pengambilan keputusan, sebagaimana

ditentukan oleh jenis situasi yang yang berlainan. Model ini merupakan pohon

keputusan rumit yang merangkum tujuh kontijensi (yang relevansinya dapat

diidentifikasi dengan membuat pilihan “ya” dan “tidak”) dan lima gaya

kepemimpinan alternatif.

Menurut Robbin’s kelima gaya itu adalah :

1. Pemimpin yang mengambil keputusan sendiri

2. Pemimpin yang berbagi masalah dengan kelompok

3. Pemimpin yang menyusun keputusan consensus namun

4. Menambah seperangkat jenis masalah dan

5. Memperluas variabel kontijensi menjadi 12. (Robbins, 2006:450).

2.1.3.3.Model Freed Fiedler

Fiedler dalam (Robbins, 2006:440) mengemukakan bahwa kinerja

kelompok yang efektif bergantung pada penyesuaian yang tepat antara gaya

pemimpin dalam berinteraksi dengan bawahan dan tingkat mana situasi tertentu

memberikan kendali dan pengaruh ke pemimpin itu.

Lebih sederhana, Fiedler dalam (Robbins, 2006:440) menjelaskan bahwa

keberhasilan kepemimpinan mengacu pada interaksi antara gaya kepemimpinan

dengan para anggota serta situasinya. Lebih lanjut (Robbins, 2006:440)

menjelaskan ada dua faktor sasaran yang meliputi: identifikasi faktor-faktor yang

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustakamedia.unpad.ac.id/thesis/170720/2011/170720110001_2_4143.pdf · Kebudayaan, Kesenian, dan Pariwisata Provinsi Riau. Tesis, Program Pascasarjana,

22

sangat penting di dalam situasi, dan memperkirakan gaya kepemimpinan atau

perilaku kepemimpinan yang paling efektif di dalam situasi.

Sementara Robbins mengutip Fiedler, memberikan penjelasan tentang

model kepemimpinan:

Bagan: 2.1. Model Kepemimpinan

No / Faktor Situasional 1 2 3 4 5 6 7 8

Hubungan Pemimpin dengan bawahan

Baik Baik Baik Baik Buruk Buruk Buruk Buruk

Struktur Tugas Tinggi Tinggi Rendah Rendah Tinggi Tinggi Rendah Rendah

Kuasa dalam posisi sebagai pemimpin

Kuat Lemah Kuat Lemah Kuat Lemah Kuat Lemah

Gaya kepemimpinan yang efektif

T T T H H H H T

(Sumber: Robbins, 2006;442)

Gambar tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Gaya Kepemimpinan

Fiedler berasumsi bahwa gaya kepemimpinan individu bersifat tetap. Jika

situasi menuntut pemimpin yang berorientasi-tugas sedangkan orang

dalam posisi kepemimpinan itu berorientasi-hubungan, apakah situasi itu

harus dimodifikasi atau pemimpin itu digeser dan digantikan agar

efektivitas optimum dicapai. Fiedler mengelompokkkan seorang

pemimpin ke dalam gaya kepemimpinan yang berorientasi pada orang

(hubungan) dan yang berorientasi pada tugas.

2. Faktor-faktor situasional

Fiedler mengidentifikasi faktor-faktor yang ada dalam situasi kerja yang

dapat membantu pemimpin dalam menetapkan gaya kepemimpinannya

secara efektif, faktor-faktor tersebut adalah:

a) Hubungan pimpinan dengan anggota/bawahan

b) Struktur tugas

c) Kekuasaan Jabatan /kuasa dalam posisinya sebagai pemimpin

3. Meneyesuaikan/kombinasi antara gaya kepemimpinan dengan situasi

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustakamedia.unpad.ac.id/thesis/170720/2011/170720110001_2_4143.pdf · Kebudayaan, Kesenian, dan Pariwisata Provinsi Riau. Tesis, Program Pascasarjana,

23

Pada sumbu vertikal menunjukkan faktor-faktor kemungkinan

(contingency). Kolom nomor satu sampai delapan menunjukkan kombinasi

dari tiga faktor situasional tersebut dan yang diatur dari yang paling

menguntungkan (kolom 1) sampai yang paling tidak menguntungkan

(kolom 8).

4. Gaya kepemimpinan yang efektif

Gaya kepemimpinan yang berorientasi pada tugas akan efektif

menyelesaikan tugas-tugasnya dalam situasi yang menguntungkan (kolom

1,2 dan3) dan dalam situasi yang paling tidak menyenangkan. Gaya yang

berorientasi pada hubungan akan efektif digunakan dalam siatuasi yang

relatif menyenangkan (kolom 4,5,6, dan 7). (Robbins, 2006:440-443).

Robbins mengutip Fiedler bahwa terdapat tiga macam elemen penting

yang akan menentukan gaya kepemimpinan atau perilaku kepemimpinan yang

efektif, yaitu:

1. leader-member relations, yakni tingkat kualitas hubungan pimpinan

dengan bawahan. Sikap bawahan terhadap kepribadian, watak dan

kecakapan atasan;

2. taks-structure,(struktur tugas) dalam situasi kerja apakah tugas-tugas

telah disusun ke dalam bentuk yang terpola atau belum; dan

3. leader’s position power (kekuasaan kedudukan pemimpin), yakni

bagaimana kewibawaan formal pemimpin dilaksanakan terhadap

bawahan. (Robbins, 2006:441).

Sementara itu Robbins juga memberikan penjelasan lebih jauh tentang

dimensi gaya kepemimpinan, sebagai berikut:

1. Hubungan Pimpinan dengan Anggota/Bawahan

Hubungan pimpinan dengan bawahan mengindikasikan sejauh mana

seorang pemimpin dapat diterima atau ditolak oleh anggota kelompok

yang dipimpinnya. Kondisi tersebut mempunyai pengaruh yang amat

penting bagi efektivitas kepemimpinannya. Pemimpin yang disukai dan

keberadaannya dapat diterima oleh kelompok yang dipimpinnya, mampu

menggerakkan bawahan sehingga mampu meningkatkan produktivitas

kerja. Kondisi tersebut dapat diciptakan melalui fleksibilitas penggunaan

otoritas formal yang ada pada pemimpin tersebut. Sebaliknya pemimpin

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustakamedia.unpad.ac.id/thesis/170720/2011/170720110001_2_4143.pdf · Kebudayaan, Kesenian, dan Pariwisata Provinsi Riau. Tesis, Program Pascasarjana,

24

yang tidak disukai dan tidak diterima keberadaannya dalam kelompok,

akan mempunyai efektivitas yang lemah terhadap kepemimpinannya dan

kurang mampu merangsang suasana kerja yang produktif. Kondisi tersebut

terjadi sebagai akibat dari sikap seorang pemimpin yang terlalu

menekankan legitimasi kekuasaan yang ada padannya.

2. Struktur Tugas

Struktur tugas merupakan ruang lingkup dari tugas rutin sampai yang

insidental. Terhadap tugas-tugas yang rutin dan yang sudah mempunyai

standar yang jelas tentang bagaimana melakukannya. Pemimpin tidak

perlu bercampur tangan terhadap aktivitas bawahannya dalam

melaksanakan tugasnya. Sebaliknya tugas-tugas yang rumit dan bukan

rutin, pemimpin perlu berpartisipasi dengan bawahannya dalam bagaimana

mencari alternatif-alternatif pemecahan dan mencari metode-metode yang

dapat digunakan untuk menyelesaikan tugas-tugas tersebut. Dalam kondisi

seperti ini besar kemungkinan adanya beberapa pandangan yang mungkin

berlawanan dengan ide-ide pemimpin. Oleh karena itu pemimpin perlu

menyesuaikan situasi berupa kesediaan dalam dirinya untuk menerima

perbedaan yang terjadi antara dirinya dengan bawahannya demi

tercapainya tugas.

3. Kuasa dalam Posisi sebagai Pemimpin

Kuasa dalam posisi sebagai pemimpin, merupakan tingkatan sampai

sejauh mana legitimasi yang dimiliki pemimpin yang berkaitan dengan

kedudukannya dalam struktur kekuasaan, maupun wewenang yang ada

dalam hal pemberian penghargaan terhadap bawahannya. Pemimpin yang

mempunyai kuasa dalam posisi yang lebih tinggi mempunyai kemampuan

mempengaruhi bawahan yang lebih besar dibanding pemimpin yang posisi

kekuasaannya lebih rendah. Kekuasaan itu sendiri dapat bersumber dari

kekuasaan atas suatu pengesahan (legitimate power); kekuasaan seorang

pemimpin atas kepemimpinannya untuk memberi hadiah kepada

bawahannya berupa pendelegasian tugas-tugas, peningkatan kesejahteraan,

pengaturan waktu libur, dan semacamnya (reward power); kekuasaan

yang diperoleh atas dasar rasa kagum dan rasa bangga bawahan terhadap

pemimpinnya (referent power); dan kekuasaan pemimpin karena keahlian

yang dimilikinya (expertise power). (Robbins, 2006:440-443).

Atas dasar tiga faktor yang mempengaruhi gaya kepemimpinan di atas,

ketiga faktor tersebut dijadikan sebagai dimensi yang mendukung variabel gaya

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustakamedia.unpad.ac.id/thesis/170720/2011/170720110001_2_4143.pdf · Kebudayaan, Kesenian, dan Pariwisata Provinsi Riau. Tesis, Program Pascasarjana,

25

kepemimpinan sebagai berikut (1) dimensi hubungan pimpinan dengan bawahan;

(2) struktur tugas; dan (3) kuasa dalam posisi sebagai pemimpin.

Adapun menurut Robbins, indikator pendukung ketiga dimensi dalam

variabel gaya kepemimpinan adalah sebagai berikut:

1. Dimensi Hubungan Pimpinan dengan Bawahan

Dimensi ini memiliki indikator sebagai berikut: (1) komunikasi; (2)

hubungan kerja; (3) dapat dipercaya; (4) dapat diandalkan; (5)

kerjasama.

2. Dimensi Struktur Tugas

Dimensi ini memiliki indikator, sebagai berikut: (1) uraian

pelaksanaan tugas; (2) uraian penyelesaian tugas; (3) metode yang

digunakan; (4) langkah-langkah penyelesaian pekerjaan; (5) buku

petunjuk teknis; dan (6) uraian rinci tentang tugas.

3. Kuasa dalam Posisi sebagai Pemimpin

Dimensi ini memiliki indikator, sebagai berikut: (1) adanya perintah

terkait dengan pelaksanaan tugas; (2) adanya rambu-rambu

pelaksanaan pekerjaan; dan (3) perhatian dari bawahan; dan (4)

ketaatan bawahan dalam melakukan tugasnya sebagai perintah atasan.

(Robbins, 2006:441).

2.1.4. Pengertian Kinerja

Konsep kinerja pada dasarnya dapat dilihat dari dua segi yaitu, kinerja

pegawai (perindividu) dan kinerja organisasi. Kinerja pegawai adalah hasil kerja

perseorangan dalam suatu organisasi. Sedangkan kinerja organisasi adalah

totalitas hasil kerja yang dicapai suatu organisasi. Kinerja pegawai dan kinerja

organisasi memiliki keterkaitan yang sangat erat. Tercapainya tujuan organisasi

tidak bisa dilepaskan dari sumber daya yang dimiliki oleh organisasi yang

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustakamedia.unpad.ac.id/thesis/170720/2011/170720110001_2_4143.pdf · Kebudayaan, Kesenian, dan Pariwisata Provinsi Riau. Tesis, Program Pascasarjana,

26

digerakkan atau dijalankan pegawai yang berperan aktif sebagai pelaku dalam

upaya mencapai tujuan organisasi tersebut.

Selanjutnya jika berbicara Tentang kinerja Robbins menjelaskan bahwa

kinerja merupakan :

Tingkat efisiensi dan efektivitas serta inovasi dalam pencapaian tujuan

oleh pihak manajemen dan divisi-divisi yang ada dalam organisasi.

Kinerja dikatakan baik dan sukses jika tujuan yang diinginkan dapat

dicapai dengan baik. Kinerja juga dipandang sebagai fungsi dari interaksi

antara kemampuan, motivasi, dan kesempatan, sehingga kinerja seseorang

dipengaruhi oleh kepuasan kerja. (Robbins, 2000:98).

Sementara pengertian lain dikemukakan Gibson, menyatakan bahwa kinerja

adalah :

Sebagai hasil karya, timbul dari suatu kombinasi usaha, kemampuan dan

pengalaman seseorang. Pemaknaan terhadap pendapat Gibson di atas dapat

disimpulkan bahwa kemampuan (usaha), motivasi, pengalaman dan

kesempatan merupakan faktor-faktor yang menentukan kinerja seseorang.

Seorang pegawai akan memiliki kinerja yang baik jika didukung oleh

kekuatan faktor-faktor pendukungnya. (Gibson,1996:113).

Berdasarkan dua definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa kinerja adalah

penampilan untuk melakukan, menggambarkan, dan menghasilkan sesuatu. Hal

tersebut secara kualitatif atau yang bersifat fisik dan non fisik yang sesuai dengan

petunjuk, fungsi dan tugasnya yang mendasari pengetahuan, sikap dan

keterampilan.

Dari uraian tersebut dapat dikemukakan bahwa kinerja memperhatikan

perilaku seseorang yang dapat diamati, yaitu ia tidak diam tapi bertindak,

melaksanakan suatu pekerjaan, melakukannya dengan cara-cara tertentu,

mengarah pada hasil yang hendak dicapai sehingga kinerja sesungguhnya bersifat

faktual. Dengan demikian, dapat dibaca bahwa konsep kinerja pada hakikatnya

Page 18: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustakamedia.unpad.ac.id/thesis/170720/2011/170720110001_2_4143.pdf · Kebudayaan, Kesenian, dan Pariwisata Provinsi Riau. Tesis, Program Pascasarjana,

27

merupakan suatu cara atau perbuatan seseorang dalam melaksanakan pekerjaan

untuk mencapai hasil tertentu. Perbuatan tersebut mencakup penampilan,

kecakapan melalui proses atau prosedur tertentu yang berfokus pada tujuan yang

hendak dicapai, serta dengan terpenuhinya standar pelaksanaan dan kualitas yang

diharapkan.

2.1.4.1. Teori Kinerja

Setiap individu atau organisasi tertentu memiliki tujuan yang akan dicapai

dengan menetapkan target atau sasaran. Keberhasilan individu atau organisasi

dalam mencapai target atau sasaran tersebut merupakan kinerja. Kinerja adalah

hasil kerja seorang pegawai dalam suatu periode tertentu dibandingkan dengan

berbagai kemungkinan, misalnya standar target, sasaran, atau kriteria yang telah

ditentukan terlebih dahulu. Kinerja merupakan keadaan perilaku seseorang yang

harus dicapai dengan persyaratan terentu.

Robbins, berpendapat bahwa kinerja pegawai adalah sebagai :

Fungsi dari interaksi antara kemampuan dan motivasi, yaitu kinerja = f(A

x m). Jika ada yang tidak memadai, kinerja itu akan dipengaruhi secara

negatif. Kinerja harus diperlakukan sebagai sesuatu yang dinamis sehingga

kita dapat menyingkirkan kendala-kendala terhadap kinerja. Dalam hal ini

diperlukan adanya komunikasi yang berkesinambungan di antara para

pekerja agar mereka mengetahui apa yang harus dikerjakan, kapan

dikerjakan, dan seberapa jauh mereka harus bekerja. (Robbins, 2000:87).

Sementara Bacal berpendapat bahwa :

Suatu komunikasi kinerja yang berlangsung terus menerus sederhananya

merupakan proses dua arah yang melacak kemajuan, mengidentifikasikan

kendala bagi kinerja dan memberi kedua belah pihak informasi yang

mereka perlukan untuk mencapai sukses. Komunikasi kinerja yang

berlangsung terus menerus memberi jalan bagi manajer dan karyawan

untuk bekerjasama mencegah timbulnya masalah, meyelesaikan masalah

Page 19: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustakamedia.unpad.ac.id/thesis/170720/2011/170720110001_2_4143.pdf · Kebudayaan, Kesenian, dan Pariwisata Provinsi Riau. Tesis, Program Pascasarjana,

28

yang terjadi, dan merevisi tanggung jawab kerja sebagaimana yang

seringkali dibutuhkan di tempat kerja. (Bacal, 2004:35).

Pengelolaan terhadap kinerja bagi seorang manajer bukanlah untuk

bersenang-senang semata, mengambil hati para pekerja, atau melindungi

jabatanya, melainkan agar setiap pekerja memiliki tanggung jawab. Seperti

dikatakan oleh (Bacal, 2004:147) bahwa alasan sebenarnya kita mengelola kinerja

adalah untuk meningkatkan produktivitas dan efektivitas, bagaimanapun anda

mendefinisikan hal itu dan untuk merancang-bangun kesuksesan bagi setiap

karyawan bertanggung jawab kepada kita.

Pengelolaan kinerja dilakukan untuk mencapai suatu visi bersama tentang

tujuan dan target. Ini dikaitkan dengan cara membantu tiap individu dan tim untuk

mencapai potensi yang dimiliki, menyadari peran dan kontribusinya bagi

pencapaian target.

Berdasarkan pendapat pakar tersebut, dapat disimpulkan bahwa kinerja

adalah sifat dan karakteristik suatu pekerjaan yang dinyatakan sebagai catatan

kerja seseorang. Dengan kriteria pengembangan diri, kinerja tim, komunikasi,

jumlah produk yang dihasilkan, dan keputusan yang dibuat, kecelakaan kerja,

absen tanpa izin, kesalahan dalam kurun waktu. Kriteria kinerja setiap orang

didasarkan pada tugas dan tanggung jawab keseharian yang ditargetkan

kepadanya. Kinerja berfungsi sebagai alat untuk memberikan informasi bagi

pekerja dan atasanya mengenai bagaimana seseorang telah melakukan pekerjaan.

Kinerja adalah fungsi dari interaksi antara kemampuan dan karakter kepribadian.

Pengelolaan kinerja akan melibatkan individu dan tim terutama dalam

mencapai target. Bila tim itu memiliki kinerja yang baik, maka anggotanya akan

Page 20: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustakamedia.unpad.ac.id/thesis/170720/2011/170720110001_2_4143.pdf · Kebudayaan, Kesenian, dan Pariwisata Provinsi Riau. Tesis, Program Pascasarjana,

29

menetapkan kualitas target, mecapai target, saling memahami dan menghargai,

saling menghormati, tanggung jawab dan mandiri, berorientasi pada klien,

meninjau dan memperbaiki kinerja, bekerja sama, dan termotivasi.

Pemimpin dalam menumbuhkan dan mengembangkan kerja tim, dapat

melakukan hal-hal berikut (1) Bangun kepercayaan di antara para anggota staf,

dukung kejujuran dan keterbukaan di antara para anggota kelompok. (2) Hargai

mereka yang berjasa pada tim. Pemimpin dapat menekankan arti penting kerja

tim. Beritahu mereka bahwa yang dinilai tidak hanya keberhasilan pribadi, tetapi

juga kemampuan mereka. (3) Gunakan istilah-istilah seperti “kita” bila sedang

membicarakan kelompok secara keseluruhan. Ini akan menguatkan ide bahwa

mereka bagian integral dari kinerja kelompok. (4) Pembentukan tim dengan cara

memilih di antara para anggota kelompok yang dianggap memiliki potensi.

2.1.4.2. Kinerja Pegawai

Kinerja sebagai hasil karya seseorang yang ditimbulkan karena adanya

beberapa atau variasi dari usaha orang tersebut, karena kemampuan dan

pengalaman orang tersebut. Atas dasar bahwa kinerja memiliki nilai variasi yang

berbeda, sehingga kinerja memiliki beberapa dimensi, di bawah ini adalah

dimensi-dimensi yang membangun suatu kinerja seorang karyawan di dalam

sebuah organisasi, yaitu dimensi (1) kualitas kerja; (2) kuantitas kerja; (3)

pengetahuan; (4) kehandalan; (5) inisiatif; (6) kreativitas; dan (7) kerjasama

(Robins, 2000:248).

Page 21: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustakamedia.unpad.ac.id/thesis/170720/2011/170720110001_2_4143.pdf · Kebudayaan, Kesenian, dan Pariwisata Provinsi Riau. Tesis, Program Pascasarjana,

30

Dimensi konsep kinerja tersebut, memiliki turunan atau indikator

pendukungnya, yaitu sebagai berikut:

1. Faktor kualitas kerja, yaitu dilihat dari segi kerapihan bekerja,

kecepatan penyelesaian pekerjaan, dan kecakapan kerja.

2. Faktor kuantitas kerja. Aspek kuantitas kerja diukur dimulai dari

penyusunan rencana kerja, kemampuan di dalam penyelesaian tugas,

dan penyelesaian tugas pekerjaan dibandingkan dengan waktu yang

telah ditetapkan.

3. Faktor pengetahuan, yaitu meninjau pengetahuan para pegawai dari

aspek persiapan pelaksanaan pekerjaan, pengetahuan bagaimana

menyelesaikan pekerjaan pelaksanaan, dan pengetahuan melakukan

evaluasi dari hasil pekerjaan yang telah dilakukan.

4. Faktor kehandalan, yaitu mengukur kemampuan dan kehandalan

dalam melaksanakan tugasnya, baik dalam menjalankan peraturan

maupun inisiatif dan disiplin.

5. Faktor inisiatif, yaitu melihat aktivitas yang dilakukan oleh setiap

pegawai dalam menyelesaikan tugas-tugas pekerjaannya, dari aspek

tumbuhnya inisiatif melakukan evaluasi hasil pekerjaan dan upaya

melaksanakan tindak lanjut pekerjaan dari hasil evaluasi.

6. Faktor kreativitas, yaitu melihat kreativitas setiap pegawai dari

persiapan, pelaksanaan sampai kegiatan evaluasi hasil pekerjaan, serta

kreativitas di dalam pemanfaatan IPTEK untuk mempermudah

pelaksanaan pekerjaan.

7. Faktor kerjasama, melihat bagaimana para pegawai bekerja sama

dengan pegawai yang lain dalam menyelesaikan suatu pekerjaan, baik

tugas pribadi maupun pekerjaan bersama. (Robbins, 2000:248).

Konsep yang dapat dijadikan sebagai alat ukur di atas dijadikan sebagai

dimensi di dalam penelitian ini, yang akan menetapkan banyaknya indikator

penelitian, yaitu sebanyak 15 indikator.

Sementara Bernardin dan Russel, mengajukan enam kriteria primer yang

digunakan untuk mengukur kinerja, yang juga dapat dijadikan sebagai acuan

pembuatan dimensi kinerja, yaitu:

1. Quality, merupakan tingkat sejauh mana proses atau hasil pelaksanaan

kegiatan mendekati kesempurnaan atau mendekati tujuan yang

diharapkan.

2. Quantity, merupakan jumlah yang dihasilkan, misalkan jumlah rupiah,

jumlah unit, jumlah siklus, kegiatan yang diselesaikan.

Page 22: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustakamedia.unpad.ac.id/thesis/170720/2011/170720110001_2_4143.pdf · Kebudayaan, Kesenian, dan Pariwisata Provinsi Riau. Tesis, Program Pascasarjana,

31

3. Timeliness, adalah tingkat sejauh mana suatu kegiatan diselesaikan

pada waktu yang dikehendaki dengan memperhatikan kordinasi output

lain serta waktu yang tersedia untuk kegiatan lain.

4. Cost effectiviness, adalah tingkat sejauh mana penggunaan daya

organisasi (manusia, keuangan, teknologi, material) dimaksimalkan

untuk mencapai hasil tertinggi atau pengurangan kerugian dari setiap

unit penggunaan sumber daya.

5. Need for supervisor, merupakan tingkat sejauh mana seorang pejabat

dapat melaksanakan suatu fungsi pekerjaan tanpa memerlukan

pengawasan seorang supervisor untuk mencegah tindakan yang

kurang diinginkan.

6. Interpersonal impact, merupakan tingkat sejauh mana

karyawan/pekerja memelihara harga diri, nama baik dan kerjasama di

antara rekan kerja dan bawahan. (Bernardin dan Russel, 2013:213).

Kinerja pegawai dalam tesis ini didefinisikan sebagai hasil kerja. Oleh

karena itu, proposisi yang dipakai adalah hasil kerja pegawai merupakan ukuran

keberhasilan para pegawai di dalam melaksanakan pekerjaannya. Kinerja para

pegawai (performance) itu sendiri dapat diartikan sebagai tingkat keberhasilan

para pegawai dalam melakasanakan tugas dari institusi, yang dinyatakan dalam

bentuk skor yang diperoleh dari hasil kerja mengenai sejumlah tugas tertentu.

Pada umumnya, untuk menilai hasil kerja dapat menggunakan bermacam-macam

achievement test, seperti oral test, essay test dan objective test atau short-answer

test. Sedangkan untuk menilai proses belajar dan hasil kerja yang bersifat

keterampilan (skill ), tidak dapat dipergunakan hanya dengan tes tertulis atau

lisan, tapi harus dengan performance test yang bersifat praktek. Davis mengatakan

bahwa dalam setiap proses belajar akan selalu mendapatkan hasil nyata yang

dapat diukur. Hasil nyata yang dapat diukur dinyatakan sebagai prestasi belajar

seseorang (Davis, 2003:118).

Page 23: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustakamedia.unpad.ac.id/thesis/170720/2011/170720110001_2_4143.pdf · Kebudayaan, Kesenian, dan Pariwisata Provinsi Riau. Tesis, Program Pascasarjana,

32

Selanjutnya Matteson, berpendapat bahwa ada beberapa cara yang dapat

dilakukan oleh seorang pegawai untuk memperoleh informasi mengenai prestasi

kerja. Hal itu antara lain dengan :

1. Pengamatan secara langsung terhadap tingkah laku

2. Menganalisis dan mengevaluasi produk kreatif (prakarya, paper,

kliping dan sebagainya)

3. Pembicaraan (interviews), hafalan (recitation), dan

4. Ujian sebagai bentuk yang sering digunakan untuk tes prestasi kerja.

(Matteson, 2004:99).

Berdasarkan pendapat ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa kinerja

dalam penelitian ini adalah penampilan seorang pegawai dalam melakukan tugas-

tugas yang menjadi tanggung jawab pekerjaannya yang didasari atas

kompetensinya mencakup kompetensi professional, kompetensi personal, dan

kompetensi sosial. Kinerja pegawai dapat diukur dengan kemampuan dasar

pegawai, yakni kemampuan (a) menguasai apa yang akan dikerjakan, (b)

mengelola pekerjaan, (c) mengelola kelompok (d) menggunakan media, (f)

menguasai landasan-landasan pekerjaan, (g) mengelola interaksi di dalam

melaksanakan pekerjaan, (h) menilai teman kerja, (i) memahami tugas dan fungsi,

(j) memahami prinsip-prinsip dan menafsirkan hasil pekerjaan.

2.1.4.3. Hubungan Gaya Kepemimpinan dengan Kinerja

Luthans memberikan penekanan bahwa faktor yang dapat mempengaruhi

kinerja karyawan adalah :

Faktor atasan di dalam memberikan pembimbingan, bantuan dalam

memberikan penyelesaian masalah yang dihadapi oleh bawahan, atasan

yang memperhatikan kesejahteraan para karyawannya, komunikasi yang

baik dan kondusif. (Luthans, 2004;144)

Page 24: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustakamedia.unpad.ac.id/thesis/170720/2011/170720110001_2_4143.pdf · Kebudayaan, Kesenian, dan Pariwisata Provinsi Riau. Tesis, Program Pascasarjana,

33

Hal ini ditegaskan pula oleh Milton, bahwa Faktor-faktor yang dapat

mempengaruhi kinerja karyawan pada dasarnya secara praktis dapat dibedakan

menjadi dua kelompok, yaitu :

Faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik adalah faktor yang

berasal dari dalam diri dan dibawa oleh setiap karyawan sejak mulai

bekerja di tempat pekerjaannya. (Milton, 2001:163).

Faktor ekstrinsik menyangkut hal-hal yang berasal dari luar diri karyawan,

antara lain kondisi fisik lingkungan kerja, interaksinya dengan karyawan lain,

sistem penggajian, gaya kepemimpinan dan pola pengembangan karier. Gaya

kepemimpinan merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kinerja

karyawannya.

Lebih jauh ditegaskan bahwa gaya kepemimpinan diantaranya adalah gaya

yang memberikan perhatian pada bawahannya, gaya kepemimpinan seperti ini

akan memberikan bagi terciptanya peningkatan kerja karyawannya. Sedangkan

kepemimpinan yang kurang memberikan perhatian pada bawahannya kurang

memberikan peluang di dalam penciptaan peningkatan kerja karyawannya.

Sementara Robert House mengatakan bahwa :

“gaya kepemimpinan manajer dapat menumbuhkan movitasi kerja

karyawan, tumbuhnya motivasi kerja karyawan akan berdampak pada

peningkatan kinerja karyawan, artinya bahwa gaya kepemimpinan seorang

manajer akan berhubungan positif dengan peningkatan kinerja

karyawannya. Gaya kepemimpinan merupakan faktor eksternal, yang

dapat berpengaruh terhadap kinerja karyawan. (Robert House, 2000;174).

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa gaya

kepemimpinan memiliki keterkaitan dengan kinerja pegawai, keterkaitan tersebut

bersifat positif, artinya bahwa semakin tinggi gaya kepemimpinan sejalan dengan

Page 25: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustakamedia.unpad.ac.id/thesis/170720/2011/170720110001_2_4143.pdf · Kebudayaan, Kesenian, dan Pariwisata Provinsi Riau. Tesis, Program Pascasarjana,

34

harapan karyawan sebagai bawahannya, maka akan semakin terbuka lebar potensi

bagi karyawan sendiri di dalam meningkatkan kinerjanya atau sebaliknya,

semakin tidak sejalan gaya kepemimpinan yang berjalan, maka akan semakin

kecil kemungkinan bagi para karyawannya di dalam meningkatkan kinerjanya.

2.5. Kerangka Pemikiran

Berpijak pada kajian pustaka baik secara empiris maupun secara teoritis

yang telah disampaikan, maka dapat dijelaskan bahwa variabel gaya

kepemimpinan memiliki keterkaitan dengan kinerja pegawai. Kerangka pemikiran

ini didasarkan pada pendekatan perilaku organisasi. Secara garis besar,

pendekatan perilaku organisasi merupakan pendekatan yang mempelajari tentang

perilaku individu dalam organisasi, hubungan antar individu dengan organisasi

dan struktur organisasi serta keterlibatan lingkungan eksternal organisasi dalam

rangka mencapai tujuan organisasi. Fokus pendekatan perilaku organisasi adalah

melakukan investigasi atau bagaimana mendapatkan pemahaman terhadap

aktivitas sumber daya manusia baik secara individu maupun kelompok, untuk

mencapai tujuan organisasi. (Kreitner dan Kinichi, 1998:19) mengatakan bahwa

yang bertanggung jawab melakukan investigasi dampak perilaku sumber daya

manusia adalah manajer. Salah satu fungsi manajemen adalah memimpin.

Manajer adalah pemimpin dalam perusahaan. Aspek kepemimpinan oleh manajer

sebagai aspek yang menarik untuk diteliti terutama bila dikaitkan dengan kinerja

karyawan sebagai upaya untuk mencapai tujuan organisasi. Adapun faktor-faktor

yang menentukan keberhasilan gaya kepemimpinan disampaikan Fielder yang

dikutip (Robbins, 2006:441), yaitu (1) leader-member relations, yakni tingkat

Page 26: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustakamedia.unpad.ac.id/thesis/170720/2011/170720110001_2_4143.pdf · Kebudayaan, Kesenian, dan Pariwisata Provinsi Riau. Tesis, Program Pascasarjana,

35

kualitas hubungan pimpinan dengan bawahan. Sikap bawahan terhadap

kepribadian, watak dan kecakapan atasan; (2) task-structure, struktur tugas, dalam

situasi kerja apakah tugas-tugas telah disusun ke dalam bentuk yang terpola atau

belum; dan (3) leader’s position power (kekuasaan kedudukan pemimpin), yakni

bagaimana kewibawaan formal pemimpin dilaksanakan terhadap bawahan.

Sementara itu Fiedler dalam Robbins memberikan penjelasan lebih jauh

tentang dimensi gaya kepemimpinan, sebagai berikut:

1. Hubungan Pimpinan dengan Anggota/Bawahan

Hubungan pimpinan dengan bawahan mengindikasikan sejauh mana

seorang pemimpin dapat diterima atau ditolak oleh anggota kelompok

yang dipimpinnya. Kondisi tersebut mempunyai pengaruh yang amat

penting bagi efektivitas kepemimpinannya. Pemimpin yang disukai dan

keberadaannya dapat diterima oleh kelompok yang dipimpinnya, mampu

menggerakkan bawahan sehingga mampu meningkatkan produktivitas

kerja. Kondisi tersebut dapat diciptakan melalui fleksibilitas penggunaan

otoritas formal yang ada pada pemimpin tersebut. Sebaliknya pemimpin

yang tidak disukai dan tidak diterima keberadaannya dalam kelompok,

akan mempunyai efektivitas yang lemah terhadap kepemimpinannya dan

kurang mampu merangsang suasana kerja yang produktif. Kondisi tersebut

terjadi sebagai akibat dari sikap seorang pemimpin yang terlalu

menekankan legitimasi kekuasaan yang ada padannya.

2. Struktur Tugas

Struktur tugas merupakan ruang lingkup dari tugas rutin sampai yang

insidental. Terhadap tugas-tugas yang rutin dan yang sudah mempunyai

standar yang jelas tentang bagaimana melakukannya. Pemimpin tidak

perlu bercampur tangan terhadap aktivitas bawahannya dalam

melaksanakan tugasnya. Sebaliknya tugas-tugas yang rumit dan bukan

rutin, pemimpin perlu berpartisipasi dengan bawahannya dalam bagaimana

mencari alternatif-alternatif pemecahan dan mencari metode-metode yang

dapat digunakan untuk menyelesaikan tugas-tugas tersebut. Dalam kondisi

seperti ini besar kemungkinan adanya beberapa pandangan yang mungkin

berlawanan dengan ide-ide pemimpin. Oleh karena itu pemimpin perlu

menyesuaikan situasi berupa kesediaan dalam dirinya untuk menerima

Page 27: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustakamedia.unpad.ac.id/thesis/170720/2011/170720110001_2_4143.pdf · Kebudayaan, Kesenian, dan Pariwisata Provinsi Riau. Tesis, Program Pascasarjana,

36

perbedaan yang terjadi antara dirinya dengan bawahannya demi

tercapainya tugas.

3. Kuasa dalam Posisi sebagai Pemimpin

Kuasa dalam posisi sebagai pemimpin, merupakan tingkatan sampai

sejauh mana legitimasi yang dimiliki pemimpin yang berkaitan dengan

kedudukannya dalam struktur kekuasaan, maupun wewenang yang ada

dalam hal pemberian penghargaan terhadap bawahannya. Pemimpin yang

mempunyai kuasa dalam posisi yang lebih tinggi mempunyai kemampuan

mempengaruhi bawahan yang lebih besar dibanding pemimpin yang posisi

kekuasaannya lebih rendah. Kekuasaan itu sendiri dapat bersumber dari

kekuasaan atas suatu pengesahan (legitimate power); kekuasaan seorang

pemimpin atas kepemimpinannya untuk memberi hadiah kepada

bawahannya berupa pendelegasian tugas-tugas, peningkatan kesejahteraan,

pengaturan waktu libur, dan semacamnya (reward power); kekuasaan

yang diperoleh atas dasar rasa kagum dan rasa bangga bawahan terhadap

pemimpinnya (referent power); dan kekuasaan pemimpin keren keahlian

yang dimilikinya (expertise power). (Robbins,2006;440-443).

Atas dasar tiga faktor yang mempengaruhi gaya kepemimpinan di atas,

ketiga faktor tersebut dijadikan sebagai dimensi yang mendukung variabel gaya

kepemimpinan sebagai berikut (1) dimensi hubungan pimpinan dengan bawahan;

(2) struktur tugas; dan (3) kuasa dalam posisi sebagai pemimpin.

Adapun menurut Robbins, indikator pendukung ketiga dimensi dalam

variabel gaya kepemimpinan adalah sebagai berikut:

1. Dimensi Hubungan Pimpinan dengan Bawahan

Dimensi ini memiliki indikator sebagai berikut: (1) komunikasi; (2)

hubungan kerja; (3) dapat dipercaya; (4) dapat diandalkan; (5) kerjasama.

2. Dimensi Struktur Tugas

Dimensi ini memiliki indikator, sebagai berikut: (1) uraian pelaksanaan

tugas; (2) uraian penyelesaian tugas; (3) metode yang digunakan; (4)

langkah-langkah penyelesaian pekerjaan; (5) buku petunjuk teknis; dan (6)

uraian rinci tentang tugas.

3. Kuasa dalam Posisi sebagai Pemimpin

Dimensi ini memiliki indikator, sebagai berikut: (1) adanya perintah

terkait dengan pelaksanaan tugas; (2) adanya rambu-rambu pelaksanaan

Page 28: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustakamedia.unpad.ac.id/thesis/170720/2011/170720110001_2_4143.pdf · Kebudayaan, Kesenian, dan Pariwisata Provinsi Riau. Tesis, Program Pascasarjana,

37

pekerjaan; dan (3) perhatian dari bawahan; dan (4) ketaatan bawahan

dalam melakukan tugasnya sebagai perintah atasan. (Robbins,2006:441).

Selanjutnya Kinerja sebagai hasil karya seseorang yang ditimbulkan

karena adanya beberapa atau variasi dari usaha orang tersebut, karena kemampuan

dan pengalaman orang tersebut. Atas dasar bahwa kinerja memiliki nilai variasi

yang berbeda, sehingga kinerja memiliki beberapa dimensi, di bawah ini adalah

dimensi-dimensi yang membangun suatu kinerja seorang karyawan di dalam

sebuah organisasi, yaitu dimensi (1) kualitas kerja; (2) kuantitas kerja; (3)

pengetahuan; (4) kehandalan; (5) inisiatif; (6) kreativitas; dan (7) kerjasama

(Robins, 2000:248). Dimensi konsep kinerja tersebut, memiliki turunan atau

indikator pendukungnya, yaitu sebagai berikut:

1. Faktor kualitas kerja, yaitu dilihat dari segi kerapihan bekerja,

kecepatan penyelesaian pekerjaan, dan kecakapan kerja.

2. Faktor kuantitas kerja. Aspek kuantitas kerja diukur dimulai dari

penyusunan rencana kerja, kemampuan di dalam penyelesaian tugas,

dan penyelesaian tugas pekerjaan dibandingkan dengan waktu yang

telah ditetapkan.

3. Faktor pengetahuan, yaitu meninjau pengetahuan para pegawai dari

aspek persiapan pelaksanaan pekerjaan, pengetahuan bagaimana

menyelesaikan pekerjaan pelaksanaan, dan pengetahuan melakukan

evaluasi dari hasil pekerjaan yang telah dilakukan.

4. Faktor kehandalan, yaitu mengukur kemampuan dan kehandalan

dalam melaksanakan tugasnya, baik dalam menjalankan peraturan

maupun inisiatif dan disiplin.

5. Faktor inisiatif, yaitu melihat aktivitas yang dilakukan oleh setiap

pegawai dalam menyelesaikan tugas-tugas pekerjaannya, dari aspek

tumbuhnya inisiatif melakukan evaluasi hasil pekerjaan dan upaya

melaksanakan tindak lanjut pekerjaan dari hasil evaluasi.

Page 29: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustakamedia.unpad.ac.id/thesis/170720/2011/170720110001_2_4143.pdf · Kebudayaan, Kesenian, dan Pariwisata Provinsi Riau. Tesis, Program Pascasarjana,

38

6. Faktor kreativitas, yaitu melihat kreativitas setiap pegawai dari

persiapan, pelaksanaan sampai kegiatan evaluasi hasil pekerjaan, serta

kreativitas di dalam pemanfaatan IPTEK untuk mempermudah

pelaksanaan pekerjaan.

7. Faktor kerjasama, melihat bagaimana para pegawai bekerja sama

dengan pegawai yang lain dalam menyelesaikan suatu pekerjaan, baik

tugas pribadi maupun pekerjaan bersama. (Robbins, 2000;248)

Dari beberapa pendapat yang disampaikan di atas menunjukkan bahwa

kepemimpinan memiliki hubungan yang bersifat kausalitas dengan peningkatan

kinerja para pegawainya. Atau dapat dikatakan bahwa kinerja pegawai di sebuah

organisasi dapat dipengaruhi oleh kepemimpinan yang berjalan di organisasi

tersebut.

Gambar 2.1.

Kerangka Pemikiran

2.3. Hipotesis

Berdasarkan kajian pustaka dan kerangka pemikiran, maka dalam

penelitian ini dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut adalah besarnya

pengaruh gaya kepemimpinan Kepala Dinas terhadap kinerja pegawai Dinas

X

Gaya

Kepemimpinan Hubungan pemimpin bawahan Struktur tugas

Kekuasaan sebagai pemimpin

Fred Fiedler

Dalam (Robbins,2006:442)

Y Kinerja Pegawai

1. Kuantitas Kerja

2. Kualitas Kerja

3. Inisiatif Kerja 4. Kreativitas Kerja

5. Pengetahuan Kerja

6. Dapat Diandalkan 7. Dapat Bekerjasama

(Robbins, 2000:248)

Page 30: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustakamedia.unpad.ac.id/thesis/170720/2011/170720110001_2_4143.pdf · Kebudayaan, Kesenian, dan Pariwisata Provinsi Riau. Tesis, Program Pascasarjana,

39

Pekerjaan Umum Kabupaten Halmahera Barat, Propinsi Maluku Utara, ditentukan

oleh hubungan pemimpin-bawahan, struktur tugas, dan kekuasaan sebagai

pemimpin.