bab iv hasil analisis dan pembahasan 4.1 gambaran...
TRANSCRIPT
51
BAB IV
HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Penelitian
4.1.1 Gambaran Umum Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Perkebunan
Kabupaten Purwakarta
Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Purwakarta berdiri pada 1968,
kemudian dalam perjalanannya seiring dengan perkembangan dan tuntutan jaman
serta perubahan kebijakan pemerintah telah terjadi beberapa kali perubahan
struktur organisasi dan tata kerja (SOTK) dan pada tahun 2004 terjadi
penambahan fungsi perkebunan sehingga menjadi Dinas Pertanian Tanaman
Pangan dan Perkebunan. Di tahun 2009 kembali terjadi perubahan SOTK dengan
penambahan fungsi kehutanan menjadi Dinas Pertanian, Kehutanan dan
Perkebunan.
Kiprahnya sebagai salah satu lembaga teknis dalam bidang pembangunan
pertanian khususunya pertanian tanaman pangan, hortikultura, aneka tanaman dan
perkebunan, telah mampu mengangkat derajat dan kehidupan para petani. Hal ini
menunjukkan bahwa upaya yang telah dilakukan telah menampakan hasil yang
cukup membanggakan terlepas dari berbagai kendala, permasalahan dan
kekurangan yang dihadapi, tantangan, hambatan dan peluang Dinas dalam upaya
lebih memantapkan terhadap tugas pokok dan fungsinya bukanlah semakin ringan
namun semakin berat dimana intensitas dan kompleksitasnya semakin tinggi
untuk itu perlu pengelolaan penanganan dilakukan secara profesional, akuntabel
dan berkelanjutan.
52
52
Dalam upaya mewujudkan tuntutan pelayanan publik yang semakin besar
tersebut, maka peran sektor pertanian tanaman pangan dan perkebunan dalam
pembangunan bidang ekonomi, dituntut untuk dapat memberikan kontribusi
terhadap penyediaan pangan dalam rangka pemenuhan kebutuhan konsumsi
pangan penduduk, peningkatan pendapatan para petani, penyediaan bahan baku
industri, peningkatan kesempatan berusaha dan kesempatan kerja serta
kontribusinya terhadap ketahanan pangan nasional.
4.1.2 Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan
Perkebunan Kabupaten Purwakarta
Berdasarkan Keputusan Bupati Purwakarta Nomor 12 Tahun 2005, Tentang
Organisasi dan Tata Kerja Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Perkebunan
Kabupaten Purwakarta, pada Bab II Pasal 3, Dinas mempunyai tugas pokok
melaksanakan kewenangan daerah di bidang pertanian tanaman pangan,
hortikultura, aneka tanaman dan perkebunan serta tugas pembantuan yang
diberikan Pemerintah Kabupaten atau Pemerintah Propinsi Jawa Barat.
Selanjutnya pada Bab II Pasal 4, Dinas mempunyai fungsi :
1) Pelaksanaan teknis operasional di bidang pertanian tanaman pangan,
hortikultura, aneka tanaman dan perkebunan yang meliputi : perencanaan
pembangunan pertanian tanaman pangan, hortikultura, aneka tanaman dan
perkebunan, pengelolaan sarana dan prasarana, pengembangan dan pembinaan
produksi tanaman pangan, hortikultura, aneka tanaman dan perkebunan,
pengembangan usaha dan pengelolaan hasil, serta penyuluhan dan
pengembangan SDM.
53
53
2) Pelaksanaan teknis fungsional di bidang pertanian tanaman pangan,
hortikultura, aneka tanaman dan perkebunan berdasarkan kebijaksanaan
Pemerintah Daerah.
3) Pelaksanaan pelayanan teknis administrasi ketatausahaan dalam hal
penyusunan rencana dan program kerja, keuangan, umum kepegawaian.
4) Pelaksanaan tugas lain yang dibebankan Bupati sesuai bidang tugasnya.
4.2 Implementasi Kebijakan
Tabel dibawah ini menggambarkan tanggapan responden mengenai
Implementasi Kebijakan.
Tabel 4.4 Implementasi Kebijakan
No Pernyataan 5 4 3 2 1 Jml Total
Skor
Skor
Ideal
1 p1 2 32 5 1 0 40 155
200 5.0 80.0 12.5 2.5 0.0 100.0 77.5
2 p2 1 32 6 1 0 40 153
200 2.5 80.0 15.0 2.5 0.0 100.0 76.5
3 p3 2 31 5 2 0 40 153
200 5.0 77.5 12.5 5.0 0.0 100.0 76.5
4 p4 3 31 5 1 0 40 156
200 7.5 77.5 12.5 2.5 0.0 100.0 78.0
5 p5 5 32 3 0 0 40 162
200 12.5 80.0 7.5 0.0 0.0 100.0 81.0
6 p6 9 30 1 0 0 40 168
200 22.5 75.0 2.5 0.0 0.0 100.0 84.0
7 p7 11 28 1 0 0 40 170
200 27.5 70.0 2.5 0.0 0.0 100.0 85.0
8 p8 16 23 1 0 0 40 175
200 40.0 57.5 2.5 0.0 0.0 100.0 87.5
9 p9 4 17 12 7 0 40 138
200 10.0 42.5 30.0 17.5 0.0 100.0 69.0
Jumlah Skor Total 1430
Persentase 79.44
Sumber : Hasil Analisis, 2011
54
54
Berdasarkan hasil pengolahan yang disajikan pada tabel di atas, dapat dilihat
bahwa skor total Implementasi Kebijakan adalah 1430. Jumlah skor tersebut
dimasukkan ke dalam garis kontinum, yang pengukurannya ditentukan dengan
cara:
Nilai Indeks Maksimum = 5 x 9 x 40 = 1800
Nilai Indeks Minimum = 1 x 9 x 40 = 360
Jarak Interval = [nilai maksimum - nilai minimum] : 5
= (1800 – 360) : 5
= 288
Persentase Skor = [(total skor) : nilai maksimum] x 100%
= (1430 : 1800) x 100% = 79,44%
(1430)
Sangat Baik Baik Cukup Baik Kurang Baik Tidak Baik
1800 1512 1224 936 648 360
Gambar 4.1 Garis Kontinum Implementasi Kebijakan
Pada gambar di atas menunjukan dari seluruh total variabel Implementasi
Kebijakan yang terdiri dari 9 pernyataan, diperoleh hasil akhir sebesar 1430, ini
artinya Implementasi Kebijakan berada dalam skala kategori baik.
4.2.1 Organisasi
Berikut ini adalah tabel distribusi jawaban responden terhadap pernyataan-
pernyataan pada dimensi organisasi. Pernyataan pada dimensi ini menyangkut
55
55
sumberdaya petugas, deskripsi pelaksanaan tugas, serta sarana dan prasarana
penunjang kegiatan.
Tabel 4.5 Organisasi
No Pernyataan 5 4 3 2 1 Jml Total
Skor
Skor
Ideal
1 p1 2 32 5 1 0 40 155
200 5.0 80.0 12.5 2.5 0.0 100.0 77.5
2 p2 1 32 6 1 0 40 153
200 2.5 80.0 15.0 2.5 0.0 100.0 76.5
3 p3 2 31 5 2 0 40 153
200 5.0 77.5 12.5 5.0 0.0 100.0 76.5
Jumlah Skor Total 461
Persentase 76.83
Sumber : Hasil Analisis, 2011
Tabel di atas menggambarkan tanggapan responden mengenai Organisasi.
Berdasarkan hasil pengolahan yang disajikan pada tabel di atas, dapat dilihat
bahwa skor total Organisasi adalah 461. Jumlah skor tersebut dimasukkan ke
dalam garis kontinum, yang pengukurannya ditentukan dengan cara:
Nilai Indeks Maksimum = 5 x 3 x 40 = 600
Nilai Indeks Minimum = 1 x 3 x 40 = 120
Jarak Interval = [nilai maksimum - nilai minimum] : 5
= (600 – 120) : 5 = 96
Persentase Skor = [(total skor) : nilai maksimum] x 100%
= (461 : 600) x 100% = 76,83%
(461)
Sangat Baik Baik Cukup Baik Kurang Baik Tidak Baik
600 504 408 312 216 120
Gambar 4.2 Garis Kontinum Organisasi
56
56
Pada gambar di atas menunjukan dari seluruh total variabel Organisasi yang
terdiri dari 3 pernyataan, diperoleh hasil akhir sebesar 461, ini artinya Organisasi
berada dalam skala kategori baik. Kategori baik merupakan kontribusi dari
jawaban responden yang didominasi oleh jawaban memadai dan sesuai. Secara
umum responden berpendapat sumberdaya petugas memadai jumlahnya, petugas
bekerja telah sesuai dengan tugas dan fungsinya, serta sarana dan prasarana telah
memadai untuk pelaksanaan Program Desa Mandiri Pangan.
Berdasarkan pengamatan di lapangan jumlah aparat yang mendukung
pelaksanaan Program Desa Mandiri Pangan ini memadai. Kelembagaan struktural
Program Desa Mandiri Pangan ditangani oleh Bidang Ketahanan Pangan dan
Pengembangan Usaha pada Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Perkebunan
Kabupaten Purwakarta, sedangkan lembaga koordinasinya pada Dewan
Ketahanan Pangan dimana Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan
Perkebunan Kabupaten Purwakarta sebagai Wakil Sekretaris dan Kepala Bidang
Ketahanan Pangan dan Pengembangan Usaha sebagai anggotanya. Bupati
Purwakarta menjabat sebagai Ketua Dewan Ketahanan Pangan.
Petugas yang menangani Program Desa Mandiri Pangan di Dinas Pertanian
Tanaman Pangan hanya satu bidang saja yang bekerja. Jumlah petugas dalam satu
bidang tidaklah banyak. Namun petugas pelaksana Program ini tidak hanya
berasal dari Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Perkebunan tetapi juga
didukung oleh petugas dari instansi lain yang terkait seperti Dinas Kesehatan dan
BPS, selain itu juga dibantu oleh petugas di desa dimana Program tersebut
berlangsung yaitu penyuluh pertanian, aparat desa dan pendamping Program.
Selain itu juga didukung oleh ibu-ibu PKK dan Tim Pangan Desa.
57
57
Berdasarkan jawaban responden, tercermin petugas melaksanakan tugasnya
sesuai dengan petunjuk teknis pelaksanaan program. Panduan petugas dalam
melaksanakan Program Desa Mandiri Pangan ini tertuang dalam Pedoman
Operasional Program Aksi Desa Mandiri Pangan Tahun Anggaran 2006 Badan
Ketahanan Pangan Departemen Pertanian dan Petunjuk Operasional Kegiatan
Tahun Anggaran 2006 Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Perkebunan
Kabupaten Purwakarta Nomor 0754.0/018-11.1/-/2006 Badan Ketahanan Pangan
Departemen Pertanian. Menurut Ketua Kelompok Tani yang ada di desa
Margaluyu dan Batutumpang para petugas mampu menyampaikan maksud dan
tujuan Program Desa Mandiri Pangan dan melaksanakan kegiatan-kegiatan dalam
Program tersebut dengan baik.
Pengamatan di lapangan menunjukkan pelaksanaan Program Desa Mandiri
Pangan perlu didukung oleh sarana dan prasarana yang memadai. Pada umumnya
sarana dan prasarana yang ada di lokasi program sangat minim sehingga
seringkali petugas harus membawa dari Dinas, seperti misalnya perlengkapan
presentasi yaitu laptop, infocus, layarnya, dan lain-lain. Kendaraan bermotor pun
dapat dikategorikan sebagai sarana pendukung untuk membawa petugas ke lokasi
program. Sehingga walaupun di lokasi program tidak tersedia, namun sarana dan
prasarana pendukung program dapat dibawa dari Dinas ke lokasi program.
Ketersediaan sarana dan prasarana tidak terlepas dari ketersediaan anggaran untuk
membiayai pelaksanaan Program tersebut. Sumber-sumber pendanaan untuk
membiayai Program Desa Mandiri Pangan berasal dari dana tugas pembantuan
APBN, dana dekonsentrasi dari APBD Propinsi dan APBD Kabupaten
Purwakarta. Dana dekonsentrasi digunakan untuk operasional pelatihan dan
58
58
pembinaan dalam rangka Program Desa Mandiri Pangan. Dana tugas pembantuan
dialokasikan untuk setiap desa pelaksana, dengan rincian penggunaan sebagai
berikut: 60% merupakan bantuan masyarakat desa dan 40% untuk operasional
desa dan kabupaten. Dana dari APBD Kabupaten Purwakarta sebesar 10% sebagai
pendampingan direalisasikan pada tahun 2007 dan 2008.
4.2.2 Interpretasi
Berikut ini adalah tabel distribusi jawaban responden terhadap pernyataan-
pernyataan pada dimensi interpretasi. Pernyataan pada dimensi ini menyangkut
pemahaman isi program, tujuan program, serta sosialisasi program.
Tabel 4.6 Interpretasi
No Pernyataan 5 4 3 2 1 Jml Total
Skor
Skor
Ideal
4 p4 3 31 5 1 0 40 156
200 7.5 77.5 12.5 2.5 0.0 100.0 78.0
5 p5 5 32 3 0 0 40 162
200 12.5 80.0 7.5 0.0 0.0 100.0 81.0
6 p6 9 30 1 0 0 40 168
200 22.5 75.0 2.5 0.0 0.0 100.0 84.0
Jumlah Skor Total 486
Persentase 81.00
Sumber : Hasil Analisis, 2011
Tabel di atas menggambarkan tanggapan responden mengenai Interpretasi.
Berdasarkan hasil pengolahan yang disajikan pada tabel di atas, dapat dilihat
bahwa skor total Interpretasi adalah 461. Jumlah skor tersebut dimasukkan ke
dalam garis kontinum, yang pengukurannya ditentukan dengan cara:
Nilai Indeks Maksimum = 5 x 3 x 40 = 600
Nilai Indeks Minimum = 1 x 3 x 40 = 120
Jarak Interval = [nilai maksimum - nilai minimum] : 5
59
59
= (600 – 120) : 5 = 96
Persentase Skor = [(total skor) : nilai maksimum] x 100%
= (486 : 600) x 100% = 81,00%
(486)
Sangat Baik Baik Cukup Baik Kurang Baik Tidak Baik
600 504 408 312 216 120
Gambar 4.3 Garis Kontinum Interprestasi
Pada gambar di atas menunjukan dari seluruh total variabel Interpretasi yang
terdiri dari 3 pernyataan, diperoleh hasil akhir sebesar 486, ini artinya Interpretasi
berada dalam skala kategori baik. Kategori baik merupakan kontribusi dari
jawaban responden yang didominasi oleh jawaban memahami, merasakan, dan
bermanfaat. Secara umum responden berpendapat petugas memahami prosedur
pelaksanaan program, masyarakat merasakan manfaat dari program, dan
pelaksanaan sosialisasi bermanfaat dalam membantu pemahaman masyarakat
terhadap program.
Berdasarkan jawaban responden, pemahaman isi program yang ditunjukkan
oleh petugas tergolong baik dalam rangka meningkatkan ketahanan pangan
masyarakat desa. Sebelum dimulainya pelaksanaan Program Desa Mandiri
Pangan, petugas terlebih dahulu menerima sosialisasi program oleh Departemen
Pertanian dan dilatih bagaimana untuk mengelola kegiatan dalam program
tersebut. Selain itu juga diberikan pedoman pelaksanaan Program Desa Mandiri
Pangan, petunjuk teknis serta dasar hukum pelaksanaan program tersebut.
Sehingga dengan bekal yang diberikan oleh Departemen Pertanian tersebut
membuat pemahaman petugas yang menangani program ini cukup baik.
60
60
Indikator lain yang terlibat dalam dimensi interpetasi adalah pemahaman
tujuan program. Responden mengatakan bahwa tujuan program direspon dengan
baik dan dirasakan manfaatnya oleh masyarakat setempat. Hal ini bisa dilihat
masyarakat tidak menolak pelaksanaan program ini di desanya dan berpartisipasi
aktif dalam setiap kegiatan dalam program tersebut. Walaupun sebelumnya
mereka kurang merespon program ini karena diperuntukkan bagi desa rawan
pangan, sementara mereka menganggap desanya tidak rawan pangan. Menurut
petugas setelah dijelaskan melalui sosialisasi program dan pendekatan individu
barulah masyarakat memahami maksud dan tujuan dari Program Desa Mandiri
Pangan ini beserta pemahaman kategori desa rawan pangan.
Selanjutnya responden menyatakan pendapatnya mengenai sosialisasi
program berada pada kategori baik. Sosialisasi dilaksanakan dengan cara
melakukan penyuluhan ke lokasi Program Desa Mandiri Pangan. Kegiatan
sosialisasi ini digawangi oleh Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Perkebunan
bekerjasama dengan aparat desa setempat, tokoh masyarakat, dan Tim Penggerak
PKK setempat.
Sosialisasi Program dilakukan untuk meningkatkan pemahaman aparat,
lembaga desa dan masyarakat setempat tentang Program Desa Mandiri Pangan,
serta memperoleh dukungan dan sinergitas kegiatan Pusat dan Daerah. Materi
sosialisasi yaitu Pedoman Umum dan Pedoman Teknis Program Desa Mandiri
Pangan serta Pedoman Sekolah Lapangan Desa Mandiri Pangan. Sosialisasi ini
juga bermanfaat dalam menyampaikan dan menuangkan maksud dan tujuan
program dengan menggunakan bahasa yang mudah dipahami masyarakat. Karena
jika melalui buku atau leaflet-leaflet saja masyarakat kurang memahami dan
61
61
membutuhkan waktu yang lama untuk bisa mengerti yang diharapkan oleh
pemerinttah.
4.2.3 Aplikasi
Berikut ini adalah tabel distribusi jawaban responden terhadap pernyataan-
pernyataan pada dimensi aplikasi. Pernyataan pada dimensi ini menyangkut
penyesuaian program dengan lingkungan, penilaian terhadap keberhasilan
program, serta pengawasan pelaksanaan program.
Tabel 4.7 Aplikasi
No Pernyataan 5 4 3 2 1 Jml Total
Skor
Skor
Ideal
7 p7 11 28 1 0 0 40 170
200 27.5 70.0 2.5 0.0 0.0 100.0 85.0
8 p8 16 23 1 0 0 40 175
200 40.0 57.5 2.5 0.0 0.0 100.0 87.5
9 p9 4 17 12 7 0 40 138
200 10.0 42.5 30.0 17.5 0.0 100.0 69.0
Jumlah Skor Total 483
Persentase 80.50
Tabel di atas menggambarkan tanggapan responden mengenai Aplikasi.
Berdasarkan hasil pengolahan yang disajikan pada tabel di atas, dapat dilihat
bahwa skor total Aplikasi adalah 483. Jumlah skor tersebut dimasukkan ke dalam
garis kontinum, yang pengukurannya ditentukan dengan cara:
Nilai Indeks Maksimum = 5 x 3 x 40 = 600
Nilai Indeks Minimum = 1 x 3 x 40 = 120
Jarak Interval = [nilai maksimum - nilai minimum] : 5
= (600 – 120) : 5
= 96
62
62
Persentase Skor = [(total skor) : nilai maksimum] x 100%
= (483 : 600) x 100%
= 80,50%
(483)
Sangat Baik Baik Cukup Baik Kurang Baik Tidak Baik
600 504 408 312 216 120
Gambar 4.4 Garis Kontinum Aplikasi
Pada gambar di atas menunjukan dari seluruh total variabel Aplikasi yang
terdiri dari 3 pernyataan, diperoleh hasil akhir sebesar 483, ini artinya Aplikasi
berada dalam skala kategori baik. Kategori baik merupakan kontribusi dari
jawaban responden yang didominasi oleh jawaban sesuai. Secara umum
responden berpendapat pelaksanaan Program Desa Mandiri Pangan sesuai dengan
kondisi lingkungan di lokasi, pelaksanaan program tersebut telah sesuai dengan
tujuan, dan pelaksanaan pengawasan program bersama dengan masyarakat dan
petugas sesuai ketentuan yang diharapkan.
Kondisi Desa Margaluyu dan Desa Batutumpang termasuk dalam kategori
desa rawan pangan menurut ketentuan dari Departemen Pertanian yaitu > 50 %
penduduknya termasuk KK miskin, memiliki potensi (sumberdaya sosial,
ekonomi dan alam) yang belum dioptimalisasikan, serta aparat desa dan
masyarakat memiliki respon yang tinggi dalam pembangunan ketahanan pangan.
Penentuan kategori ini berdasarkan hasil dari Survey Rumah Tangga (SRT) yang
menghasilkan Data Dasar Rumah Tangga (DDRT). Selain itu juga berdasarkan
hasil data penunjang dari Statistik dan Kesehatan serta rengking dari 5 (lima) desa
63
63
maka Desa Margaluyu dan Batutumpang yang layak mendapatkan Program Desa
Mandiri Pangan. Sehingga responden berpendapat bahwa Program tersebut sesuai
dengan kondisi lingkungan Desa Margaluyu dan Desa Batutumpang.
Tujuan dari pelaksanaan Program Desa Mandiri Pangan adalah
meningkatkan ketahanan pangan dan gizi rumah tangga dan masyarakat melalui
pendayagunaan/pemanfaatan sumberdaya masyarakat (sosial, ekonomi, finansial).
Pelaksanaan program ini disesuaikan dengan sumberdaya, budaya, dan
kelembagaan lokal. Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan dan jawaban
responden, pelaksanaan Program ini telah mengarah pada pencapaian tujuan.
Salah satu indikatornya yaitu melalui perkembangan pemanfaatan Dana
BLM (Bantuan Langsung Masyarakat) untuk usaha kelompok tani. Berdasarkan
laporan yang masuk, di Desa Margaluyu dan Batutumpang secara umum telah ada
penumbuhan/pemupukan dana usaha kelompok dari BLM awal sebesar Rp. 80
juta. Dari hasil pemupukan modal tersebut ada yang dikembalikan ke Lembaga
Keuangan Mikro (LKM), ada yang digulirkan ke anggota kelompok lain dalam
satu Gapoktan dan ada yang disimpan sebagai tabungan kelompok. Pemberian
dana BLM ini diharapkan dapat membantu menambah modal usaha petani
sehingga menambah pendapatannya dan pada akhirnya meningkatkan ketahanan
pangan masyarakat di desa tersebut.
Sesuai dengan Petunjuk Teknis pengawasan Program Desa Mandiri Pangan
ini dilakukan oleh pemerintah melalui aparat pengawas fungsional (Inspektorat
Jenderal, Badan Pengawas Daerah, dan lembaga atau instansi pengawas lainnya);
masyarakat desa melalui Tim Pangan Desa; dan pendamping Program Desa
Mandiri Pangan.
64
64
Pengawasan ini berfungsi sebagai pembinaan agar program berjalan sesuai
dengan koridor aturan yang berlaku. Menurut responden fungsi pengawasan telah
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan dan aturan yang berlaku. Kegiatan
pengawasan ini rutin dilaksanakan pada pertengahan dan menjelang akhir tahun
anggaran berjalan oleh petugas pengawas fungsional.
4.3 Ketahanan Pangan Masyarakat Desa
Tabel dibawah ini menggambarkan tanggapan responden mengenai
Ketahanan Pangan Masyarakat Desa di Kabupaten Purwakarta.
Tabel 4.8 Ketahanan Pangan Masyarakat Desa
No Pernyataan 5 4 3 2 1 Jml Total
Skor
Skor
Ideal
10 p10 1 31 8 0 0 40 153
200 2.5 77.5 20.0 0.0 0.0 100.0 76.5
11 p11 0 32 8 0 0 40 152
200 0.0 80.0 20.0 0.0 0.0 100.0 76.0
12 p12 1 33 6 0 0 40 155
200 2.5 82.5 15.0 0.0 0.0 100.0 77.5
13 p13 1 28 11 0 0 40 150
200 2.5 70.0 27.5 0.0 0.0 100.0 75.0
14 p14 0 11 3 17 9 40 96
200 0.0 27.5 7.5 42.5 22.5 100.0 48.0
15 p15 2 27 11 0 0 40 151
200 5.0 67.5 27.5 0.0 0.0 100.0 75.5
16 p16 12 23 5 0 0 40 167
200 30.0 57.5 12.5 0.0 0.0 100.0 83.5
17 p17 13 24 3 0 0 40 170
200 32.5 60.0 7.5 0.0 0.0 100.0 85.0
Jumlah Skor Total 1194
Persentase 74.63
Sumber : Hasil Analisis, 2011
Berdasarkan hasil pengolahan yang disajikan pada tabel di atas, dapat dilihat
bahwa skor total Ketahanan Pangan Masyarakat Desa adalah 1194. Jumlah skor
65
65
tersebut dimasukkan ke dalam garis kontinum, yang pengukurannya ditentukan
dengan cara:
Nilai Indeks Maksimum = 5 x 8 x 40 = 1600
Nilai Indeks Minimum = 1 x 8 x 40 = 320
Jarak Interval = [nilai maksimum - nilai minimum] : 5
= (1600 – 320) : 5
= 256
Persentase Skor = [(total skor) : nilai maksimum] x 100%
= (1194 : 1600) x 100% = 74,63%
(1194)
Sangat Baik Baik Cukup Baik Kurang Baik Tidak Baik
1600 1344 1088 832 576 320
Gambar 4.5 Garis Kontinum Ketahanan Pangan Masyarakat Desa
Pada gambar di atas menunjukan dari seluruh total variabel Ketahanan
Pangan Masyarakat Desa yang terdiri dari 8 pernyataan, diperoleh hasil akhir
sebesar 1194, ini artinya Ketahanan Pangan Masyarakat Desa berada dalam skala
kategori baik.
Ketahanan Pangan Masyarakat Desa yang diteliti didekati dengan teori
Realy, et.al yang menyatakan bahwa Ketahanan Pangan ditentukan oleh
ketersediaan pangan, keterjangkauan pangan dan pemanfaatan pangan.
4.3.1 Ketersediaan Pangan
66
66
Berikut ini adalah tabel distribusi jawaban responden terhadap pernyataan-
pernyataan pada dimensi ketersediaan pangan. Pernyataan pada dimensi ini
menyangkut kepemilikan lahan, sarana dan prasarana produksi, serta jumlah
produksi pangan.
Tabel 4.9 Ketersediaan Pangan
No Pernyataan 5 4 3 2 1 Jml Total
Skor
Skor
Ideal
10 p10 1 31 8 0 0 40 153
200 2.5 77.5 20.0 0.0 0.0 100.0 76.5
11 p11 0 32 8 0 0 40 152
200 0.0 80.0 20.0 0.0 0.0 100.0 76.0
12 p12 1 33 6 0 0 40 155
200 2.5 82.5 15.0 0.0 0.0 100.0 77.5
Jumlah Skor Total 460
Persentase 76.67
Sumber : Hasil Analisis, 2011
Tabel di atas menggambarkan tanggapan responden mengenai Ketersediaan
Pangan. Berdasarkan hasil pengolahan yang disajikan pada tabel di atas, dapat
dilihat bahwa skor total Ketersediaan Pangan adalah 460. Jumlah skor tersebut
dimasukkan ke dalam garis kontinum, yang pengukurannya ditentukan dengan
cara:
Nilai Indeks Maksimum = 5 x 3 x 40 = 600
Nilai Indeks Minimum = 1 x 3 x 40 = 120
Jarak Interval = [nilai maksimum - nilai minimum] : 5
= (600 – 120) : 5 = 96
Persentase Skor = [(total skor) : nilai maksimum] x 100%
= (460 : 600) x 100% = 76,67%
67
67
(460)
Sangat Baik Baik Cukup Baik Kurang Baik Tidak Baik
600 504 408 312 216 120
Gambar 4.6 Garis Kontinum Ketersediaan Pangan
Pada gambar di atas menunjukan dari seluruh total variabel Ketersediaan
Pangan yang terdiri dari 3 pernyataan, diperoleh hasil akhir sebesar 460, ini
artinya Ketersediaan Pangan berada dalam skala kategori baik. Kategori baik
merupakan kontribusi dari jawaban responden yang didominasi oleh jawaban
memadai. Secara umum responden berpendapat luas lahan produktif yang dimiliki
masyarakat di lokasi program dalam menghasilkan bahan pangan memadai,
sarana produksi yang tersedia untuk kegiatan usaha tani di lokasi program
memadai, dan jumlah produksi pangan yang dihasilkan mencukupi kebutuhan
memadai.
Menurut Riely et al (1999) indikator ketersediaan pangan dapat dilihat
melalui daya dukung produksi dan konsumsi. Daya dukung produksi diantaranya
ketersediaan lahan, sarana irigasi, jenis tanaman, dan produktivitas lahan.
Sedangkan daya dukung konsumsi dilihat dari kuantitas dan kualitas pangan yang
dihasilkan.
Petani padi memiliki lahan sawah sendiri, idealnya minimal 2 hektar per KK
(Sumarno dan Kartasasmita, 2009). Sebagian besar petani di kedua desa lokasi
penelitian memiliki luas lahan produktif dibawah 0.5 – 1.0 hektar. Dari hasil
wawancara dengan kelompok tani di lokasi penelitian hal ini disebabkan
diantaranya sebagian lahan yang mereka miliki sudah dijual dan lainnya karena
sistem pembagian hak waris dari orang tua mereka. Selain itu, kondisi fisik Desa
68
68
Batutumpang berada di daerah perbukitan. Dibawah ini adalah tabel luas lahan
yang dimiliki oleh responden di masing-masing desa.
Tabel 4.10 Luas Lahan Rumah Tangga Petani
Jenis Lahan dan Status Luas Lahan
Margaluyu Batutumpang
Sawah
Milik sendiri 0.2 - 0.8 ha 500 m2 – 0.5 ha
Sewa 0.25 - 1.25 ha 0.1 ha
Bagi hasil 1 ha 0.2 ha
Ladang
Milik sendiri - 0.01 – 0.06 ha
Sewa 0.5 – 1 ha -
Bagi hasil - -
Tegalan
Milik sendiri - -
Sewa 0.5 ha -
Bagi hasil - -
Pekarangan /
Kebun
Milik sendiri - 20 m2 – 0.08 ha
Sewa - -
Bagi hasil - -
Sumber : Laporan SKPG Kabupaten Purwakarta, 2007
Membaca hasil SRT, jenis produk tanaman pangan yang dihasilkan oleh
petani di kedua desa lokasi penelitian sebagian besar adalah tanaman padi. Selain
menanam padi, mereka juga menanam jagung, ubi kayu, kacang hijau, cabe,
kelapa, ubi kayu, dan lain sebagainya. Hasilnya ada yang dijual dan digunakan
untuk memenuhi kebutuhan sendiri.
Padi yang dihasilkan di masing-masing desa berbeda-beda. Di Desa
Margaluyu berdasarkan hasil SRT terhadap petani dalam satu tahun (2 kali musim
tanam) dihasilkan 3 – 9 ton GKG (gabah kering giling) per hektar. Sedangkan di
Desa Batutumpang hasil produksinya hanya berkisar 0.6 – 2 ton saja. Perbedaan
hasil produksi ini pada dasarnya disebabkan oleh perbedaan topografi diantara
69
69
kedua desa tersebut. Desa Margaluyu berada di daerah bertipologi perbukitan
namun relatif landai, berbeda dengan Desa Batutumpang yang berada di daerah
bertipologi perbukitan dan terjal. Jika dilihat dari metode pengelolaan lahan tidak
jauh berbeda diantara kedua desa tersebut.
4.3.2 Keterjangkauan Pangan
Berikut ini adalah tabel distribusi jawaban responden terhadap pernyataan-
pernyataan pada dimensi keterjangkauan pangan. Pernyataan pada dimensi ini
menyangkut pendapatan rumah tangga petani, keberadaan pasar, dan persediaan
pangan.
Tabel 4.11 Keterjangkauan Pangan
No Pernyataan 5 4 3 2 1 Jml Total
Skor
Skor
Ideal
13 p13 1 28 11 0 0 40 150
200 2.5 70.0 27.5 0.0 0.0 100.0 75.0
14 p14 0 11 3 17 9 40 96
200 0.0 27.5 7.5 42.5 22.5 100.0 48.0
15 p15 2 27 11 0 0 40 151
200 5.0 67.5 27.5 0.0 0.0 100.0 75.5
Jumlah Skor Total 397
Persentase 66.17
Sumber : Hasil Analisis, 2011
Tabel di atas menggambarkan tanggapan responden mengenai
Keterjangkauan Pangan. Berdasarkan hasil pengolahan yang disajikan pada tabel
di atas, dapat dilihat bahwa skor total Keterjangkauan Pangan adalah 397. Jumlah
skor tersebut dimasukkan ke dalam garis kontinum, yang pengukurannya
ditentukan dengan cara:
70
70
Nilai Indeks Maksimum = 5 x 3 x 40 = 600
Nilai Indeks Minimum = 1 x 3 x 40 = 120
Jarak Interval = [nilai maksimum - nilai minimum] : 5
= (600 – 120) : 5 = 96
Persentase Skor = [(total skor) : nilai maksimum] x 100%
= (397 : 600) x 100% = 66,17%
(397)
Sangat Baik Baik Cukup Baik Kurang Baik Tidak Baik
600 504 408 312 216 120
Gambar 4.7 Garis Kontinum Keterjangkauan Pangan
Pada gambar di atas menunjukan dari seluruh total variabel Keterjangkauan
Pangan yang terdiri dari 3 pernyataan, diperoleh hasil akhir sebesar 397, ini
artinya Keterjangkauan Pangan berada dalam skala kategori cukup baik. Kategori
cukup baik merupakan kontribusi dari jawaban responden yang didominasi oleh
jawaban mencukupi, cukup mencukupi, dan kurang dekat. Secara umum
responden menilai pendapatan rumah tangga warga di lokasi program mencukupi
kebutuhan pangan, jangkauan jarak pasar dengan tempat tinggal warga di lokasi
program kurang dekat, dan persediaan pangan yang dimiliki warga di lokasi
program mencukupi.
Berdasarkan hasil SRT besar penghasilan rumah tangga warga di Desa
Margaluyu dan Batutumpang yang seluruhnya petani sebagian besar berada pada
kisaran Rp. 200.000,- sampai dengan Rp. 700.000,- per bulan. Pendapatan
tersebut diperoleh dari penjualan hasil produksi pertaniannya. Petani yang
71
71
memiliki pendapatan lebih diperoleh dari usaha sampingan, seperti beternak,
perikanan dan berdagang dengan menjual hasil pekarangannya.
Keterjangkauan pangan pada rumah tangga tani yang terpenuhi setiap hari
selain ditunjang oleh faktor produksi hasil pertanian yang dihasilkan, juga dibantu
oleh tersedianya pasar atau tempat jual beli bahan pangan di sekitarnya, seperti
warung, kios, koperasi dan sebagainya. Berdasarkan hasil penelitian ini, jarak
tempat tinggal warga dengan pasar setiap individu berbeda-beda. Pasar yang
dimaksud adalah pasar tradisional yang menurut warga pada umumnya lebih
lengkap dalam menjual bahan pangan dan harganya relatif lebih murah dari
supermarket. Berdasarkan hasil wawancara, warga lebih memilih untuk belanja di
pasar minimal dua hari hingga satu minggu bahkan satu bulan sekali untuk
membeli kebutuhan pangan. Selain faktor harga yang lebih murah namun jarak
yang ditempuh bagi beberapa responden cukup jauh. Warga memanfaatkan
warung atau kios yang terdekat hanya untuk membeli sayuran, rokok, jajanan
untuk anak-anak dan makanan ringan lainnya.
Masyarakat di Desa Margaluyu menempuh jarak 6 – 15 km menuju pasar.
Sedangkan masyarakat di Desa Batutumpang menempuh jarak sejauh 0.5 – 10 km
menuju pasar tradisional terdekat. Masyarakat di Desa Margaluyu pada umumnya
memilih pergi ke pasar di kecamatan lain yang berdekatan yaitu Kecamatan
Wanayasa, sebab menurut responden bahan pangan yang diperjual-belikan lebih
murah dan lengkap dibandingkan pasar yang ada di Kecamatan Kiarapedes.
Demikian juga dengan masyarakat di Desa Batutumpang terkadang mereka
memilih pasar yang berada di kecamatan tetangga yaitu Kecamatan Plered.
Karena menurut mereka pasar disana lebih lengkap dan ramai pengunjungnya.
72
72
Pada umumnya pasar tradisional di Kabupaten Purwakarta yang cukup besar dan
lengkap hanya ada satu di tiap kecamatan, terkecuali di ibukota kabupaten yaitu
Kecamatan Purwakarta pasar tradisional yang ada lebih dari satu ditambah dengan
supermarket/swalayan.
Masyarakat desa memperoleh pangan selain produksi sendiri dan membeli,
juga menyimpan cadangan bahan pangan. Masyarakat di Desa Margaluyu
sebagian besar memiliki cadangan bahan pangan. Hal ini sangatlah wajar
mengingat jarak tempuh Desa Margaluyu menuju pasar dan pusat keramaian
cukup jauh. Masyarakat di Desa Batutumpang juga menyimpan cadangan pangan.
Cadangan bahan pangan yang disimpan pada umumnya adalah berupa beras
yang merupakan hasil produksi sendiri oleh rumah tangga petani yang disisihkan
untuk tidak dijual. Rumah tangga tani di Desa Margaluyu menyimpan beras antara
50 – 300 kg. Sedangkan responden di Desa Batutumpang memiliki cadangan
beras sebanyak 100 – 700 kg. Penyimpanan cadangan pangan ini merupakan salah
satu bagian dari kegiatan Lumbung Pangan termasuk dalam Program Desa
Mandiri Pangan, sehingga di Desa Margaluyu dan Batutumpang kegiatan
penyimpanan cadangan pangan benar-benar dilaksanakan.
4.3.3 Pemanfaatan Pangan
Berikut ini adalah tabel distribusi jawaban responden terhadap pernyataan-
pernyataan pada dimensi pemanfaatan pangan. Pernyataan pada dimensi ini
pemahaman kandungan gizi pangan yang dikonsumsi dan kesehatan anak.
Tabel 4.12 Pemanfaatan Pangan
No Pernyataan 5 4 3 2 1 Jml Total
Skor
Skor
Ideal
16 p16 12 23 5 0 0 40 167 200
73
73
30.0 57.5 12.5 0.0 0.0 100.0 83.5
17 p17 13 24 3 0 0 40 170
200 32.5 60.0 7.5 0.0 0.0 100.0 85.0
Jumlah Skor Total 337
Persentase 84.25
Sumber : Hasil Analisis, 2011
Tabel di atas menggambarkan tanggapan responden mengenai Pemanfaatan
Pangan. Berdasarkan hasil pengolahan yang disajikan pada tabel di atas, dapat
dilihat bahwa skor total Pemanfaatan Pangan adalah 337. Jumlah skor tersebut
dimasukkan ke dalam garis kontinum, yang pengukurannya ditentukan dengan
cara:
Nilai Indeks Maksimum = 5 x 2 x 40 = 400
Nilai Indeks Minimum = 1 x 2 x 40 = 80
Jarak Interval = [nilai maksimum - nilai minimum] : 5
= (400 – 80) : 5 = 64
Persentase Skor = [(total skor) : nilai maksimum] x 100%
= (337 : 400) x 100%
= 84,25%
(337)
Sangat Baik Baik Cukup Baik Kurang Baik Tidak Baik
400 336 272 208 144 80
Gambar 4.8 Garis Kontinum Pemanfaatan Pangan
Pada gambar di atas menunjukan dari seluruh total variabel Pemanfaatan
Pangan yang terdiri dari 2 pernyataan, diperoleh hasil akhir sebesar 337, ini
artinya Pemanfaatan Pangan berada dalam skala kategori sangat baik. Kategori
74
74
sangat baik merupakan kontribusi dari jawaban responden yang didominasi oleh
jawaban sangat memahami dan sangat mengutamakan. Secara umum responden
menilai rumah tangga di lokasi program sangat memahami pentingnya kandungan
gizi pangan yang dikonsumsi dan sikap rumah tangga di lokasi Program Desa
Mandiri Pangan sangat mengutamakan kesehatan anak.
Salah satu kegiatan dalam Program Desa Mandiri Pangan adalah Pemberian
Makanan Tambahan Beragam, Bergizi, Berimbang dan Aman (3B) di desa lokasi
Program Aksi Desa Mandiri Pangan. Tujuan dari kegiatan ini yaitu
memperkenalkan berbagai pola pangan yang beragam, bergizi seimbang dan aman
dalam rangka meningkatkan pemahaman tentang Diversifikasi Konsumsi Pangan
kepada ibu hamil, menyusui dan anak-anak sejak usia dini. Output kegiatan ini
diharapkan dalam masyarakat desa terdapat perubahan perilaku makan yang
beragam, bergizi seimbang dan aman, sehingga tercapai peningkatan kualitas
SDM masyarakat desa tersebut.
Pemberian makanan 3B dilaksanakan pada masing-masing lokasi Program
Desa Mandiri Pangan yaitu Desa Margaluyu dan Desa Batutumpang sebanyak 80
kali pemberian dengan sasaran penerima 50 orang (Bumil, Ibu Menyusui dan
Balita). Waktu mulai pelaksanaan pemberian makanan 3B berbeda-beda setiap
lokasi dengan frekuensi pemberian 3 kali per minggu. Dalam kegiatan ini juga
diberikan penyuluhan mengenai pola konsumsi pangan 3B dan pentingnya
kesehatan pada anak. Pelaksanaan kegiatan ini Dinas Pertanian Tanaman Pangan
dan Perkebunan berkoordinasi dengan Tim Pangan Desa, Kader Posyandu, Bidan
Desa, dan PKK di desa lokasi.
75
75
Partisipasi warga setempat dimana kegiatan Pemberian Makanan Tambahan
3B ini berlangsung responnya sangat baik. Hal ini bisa dilihat melalui jumlah
peserta yang hadir pada saat kegiatan berlangsung. Berdasarkan hal ini responden
menyatakan bahwa pemahaman warga desa terhadap kandungan gizi pangan dan
kesehatan anak sangat baik. Walaupun kegiatan ini belum bisa merubah
sepenuhnya pola makan warga desa dari yang asalnya mengkonsumsi nasi sebagai
makanan pokoknya menjadi mengkonsumsi ubi atau jagung sebagai pengganti
nasi. Namun mereka sudah mengetahui pentingnya pola makan empat sehat lima
sempurna.
4.4 Analisis Jalur Organisasi (X1), Interpretasi (X2) dan Aplikasi (X3)
Terhadap Ketahanan Pangan Masyarakat Desa (Y)
Pengujian hipotesis dilakukan untuk mengetahui besar pengaruh Organisasi
(X1), Interprestasi (X2) dan Aplikasi (X3) terhadap Ketahanan Pangan Masyarakat
Desa (Y). Dalam metode analisis jalur, untuk mencari hubungan kausal atau
pengaruh variabel-variabel penelitian, terlebih dahulu dihitung matriks korelasi
dari variabel-variabel Organisasi (X1), Interprestasi (X2) dan Aplikasi (X3)
terhadap Ketahanan Pangan Masyarakat Desa (Y).
Tabel 4.13 Matriks Korelasi Antar Variabel
Variabel X1 X2 X3 Y
X1 1 0.463 0.343 0.648
X2 0.463 1 0.243 0.527
X3 0.343 0.243 1 0.677
Y 0.648 0.527 0.677 1.000
Sumber : Hasil Analisis, 2011
Tabel 4.14 Matriks Korelasi Antar Variabel Bebas
76
76
Variabel X1 X2 X3
X1 1 0.463 0.343
X2 0.463 1 0.243
X3 0.343 0.243 1
Sumber : Hasil Analisis, 2011
Berdasarkan matriks korelasi di atas dapat dihitung matriks inversnya.
Tabel 4.15 Invers Matriks Korelasi
Variabel X1 X2 X3
X1 1.37097 -0.552 -0.337
X2 -0.552 1.28536 -0.123
X3 -0.337 -0.1231 1.146
Sumber : Hasil Analisis, 2011
Berdasarkan hasil perhitungan matriks korelasi dan matriks invers dapat
diperoleh koefisien jalur, pengaruh secara keseluruhan dari X1 X2 dan X3 serta
koefisien jalur variabel lainnya di luar X1 X2 dan X3 (koefisien residu).
Pyxj = R-1
Ryxj
1
1 1 1 1 2 1 3 1
2 2 2 2 3 2
3 3 3 3
yx x x x x x x yx
yx x x x x yx
yx x x yx
r r r r
r r r
r r
1
1
2
3
1 0.463 0.343 0.648
1 0.243 0.527
1 0.677
yx
yx
yx
Sehingga diperoleh nilai koefisien jalur
1
2
3
0.370
0.236
0.493
yx
yx
yx
Perhitungan Koefisien Determinasi 1 2 3
2
y x x xR
77
77
1 2 3
1
2
1 2 3 2
3
yx
yx yx yx yxy x x x
yx
r
R r
r
1 2 3
2
0.648
0.370 0.236 0.493 0.527
0.677
y x x xR
1 2 3
2 0.698y x x x
R
Pengaruh variabel lain yang tidak dimasukkan kedalam model (PYε)
Perhitungan PYε
PYε = 1 - 1 2 3
2
y x x xR
PYε = 1 – 0.698 = 0.302
Tabel 4.16 Besaran Koefisien Jalur
Variabel Koefisien Jalur
Pengaruh
Secara
Bersamaan
Pengaruh
Residu
Organisasi (X1) Pyx1 = 0.370
0.698 0.302 Interprestasi (X2) Pyx2 = 0.236
Aplikasi (X3) Pyx3 = 0.493
Sumber : Hasil Analisis, 2011
Dengan memperhatikan tabel di atas, maka diperoleh persamaan jalur
sebagai berikut :
Y = 0.370 X1 + 0.236 X2 + 0.493 X3 + ε1
Dari persamaan di atas dapat diartikan bahwa setiap peningkatan Organisasi
sebesar satu satuan, maka akan meningkatkan Ketahanan Pangan Masyarakat
Desa sebesar 0.370 satuan, setiap peningkatan Interprestasi sebesar satu satuan,
maka akan meningkatkan Ketahanan Pangan Masyarakat Desa sebesar 0.236
78
78
satuan, dan setiap peningkatan Aplikasi sebesar satu satuan, maka akan
meningkatkan Ketahanan Pangan Masyarakat Desa sebesar 0.493 satuan.
Nilai koefisien jalur variabel Aplikasi lebih besar dibandingkan koefisien
jalur variabel Interprestasi dan Organisasi. Artinya Aplikasi lebih menentukan
(berpengaruh lebih besar) terhadap Ketahanan Pangan Masyarakat Desa
dibandingkan Interprestasi dan Organisasi baik secara langsung maupun tak
langsung.
Dari tabel diperoleh total pengaruh variabel Organisasi, Interprestasi, dan
Aplikasi terhadap Ketahanan Pangan Masyarakat Desa adalah sebesar 0.698 atau
sekitar 69.8%, sedangkan pengaruh faktor lainnya terhadap Ketahanan Pangan
Masyarakat Desa ditunjukkan dengan nilai 0.302 atau sekitar 30.2%. Dengan kata
lain, variabel Ketahanan Pangan Masyarakat Desa dapat dijelaskan sebesar 69.8%
oleh variabel Organisasi, Interprestasi dan Aplikasi. Sisanya sebesar 30.2%
variabel Ketahanan Pangan Masyarakat Desa dapat dijelaskan oleh variabel lain
yang tidak diteliti.
Berikut adalah gambar pengaruh antara Organisasi (X1), Interprestasi (X2)
dan Aplikasi (X3) terhadap Ketahanan Pangan Masyarakat Desa (Y).
79
79
Gambar 4.9 Pengaruh antara Organisasi (X1), Interprestasi (X2) dan Aplikasi (X3)
terhadap Ketahanan Pangan Masyarakat Desa (Y).
4.4.1 Pengujian Secara Keseluruhan
Hipotesis utama penelitian ini adalah Organisasi (X1), Interpretasi (X2) dan
Aplikasi (X3) berpengaruh positif terhadap Ketahanan Pangan Masyarakat Desa
(Y). Hipotesis penelitian tersebut dinyatakan dalam hipotesis statistik berikut ini:
H0 : 1 2 3 0yx yx yx
H1 : Sekurang-kurangnya ada satu 0yxiP , i = 1, 2 dan 3
Statistik uji yang digunakan adalah :
1
1
( 1)
(1 )
k
yxi yxi
i
k
yxi yxi
i
n k p r
F
k p r
Kriteria uji, Tolak Ho jika F hitung ≥ F tabel, terima Ho dalam hal lainnya.
Dimana F tabel diperoleh dari tabel distribusi F dengan = 5 % dan derajat bebas
db1 = k, dan db2 = n-k-1
Tabel 4.17 Pengujian Secara Simultan
Hipotesis Alternatif F
hitung db F tabel Keputusan Kesimpulan
X1, X2 dan X3 secara
simultan 27.687 db1 = 3
2.866 H0 ditolak Signifikan
berpengaruh terhadap Y db2 = 36
Sumber : Hasil Analisis, 2011
80
80
Pada tabel di atas dapat kita ketahui bahwa hasil pengujian signifikan yang
berarti Organisasi (X1), Interprestasi (X2) dan Aplikasi (X3) secara simultan
memiliki pengaruh signifikan terhadap Ketahanan Pangan Masyarakat Desa (Y).
4.4.2 Pengujian Secara Parsial
Karena hasil pengujian secara keseluruhan memberikan hasil yang
signifikan, maka untuk mengetahui variabel bebas mana yang secara parsial
berpengaruh nyata terhadap Y dapat dilanjutkan dengan pengujian secara parsial.
Untuk menguji koefisien jalur secara parsial, terlebih dahulu ditentukan
rumusan hipotesisnya sebagai berikut:
0 : 0iyxH P Tidak terdapat pengaruh yang nyata variable bebas yang
ke-i (Xi) terhadap Y
1 : 0iyxH P Terdapat pengaruh yang nyata variable bebas yang ke-i
(Xi) terhadap Y
Statistik uji yang digunakan adalah:
2(1 )
1
yxi
i
ii
Pt
R CR
n k
i = 1, 2 dan 3
Kriteria uji:
Tolak Ho jika t hitung > t table (; 1n kt )
Hasil perhitungan dapat kita lihat pada table berikut ini:
Tabel 4.18 Pengujian Parsial
Hipotesis t hitung db t tabel Keputusan Kesimpulan
81
81
Pyx1 = 0 3.446
36
± 2.028 Ho ditolak Signifikan
Pyx2 = 0 2.274 ± 2.028 Ho ditolak Signifikan
Pyx3 = 0 5.021 ± 2.028 Ho ditolak Signifikan
Sumber : Hasil Analisis, 2011
Dari tabel di atas dapat kita ketahui bahwa nilai t hitung untuk masing-
masing variabel Organisasi (X1), Interprestasi (X2), dan Aplikasi (X3) lebih besar
dari nilai t tabel. Ini berarti variabel Organisasi (X1) Interprestasi (X2), dan
Aplikasi (X3) secara parsial memberikan pengaruh yang signifikan terhadap
Ketahanan Pangan Masyarakat Desa (Y).
4.4.3 Pengaruh Organisasi (X1), Interprestasi (X2) dan Aplikasi (X3)
Terhadap Ketahanan Pangan Masyarakat Desa (Y)
4.4.3.1 Pengaruh Organisasi (X1) Terhadap Ketahanan Pangan Masyarakat
Desa (Y)
Berikut ini adalah tabel yang menunjukkan pengaruh dimensi organisasi
terhadap ketahanan pangan masyarakat desa di Kabupaten Purwakarta.
Tabel 4.19 Pengaruh Organisasi Terhadap Ketahanan Pangan Masyarakat Desa
Pengaruh langsung dan tidak langsung Besar
kontribusi
X1 langsung Pyx1 Pyx1 13.67%
X1 melalui X2 Pyx1 rx1x2 Pyx2 4.04%
X1 melalui X3 Pyx1 rx1x3 Pyx3 6.26%
Total pengaruh X1 terhadap Y 23.97%
Sumber : Hasil Analisis, 2011
82
82
Sebagaimana telah dikemukakan pada pembahasan sebelumnya bahwa
pengorganisasian Program Desa Mandiri Pangan di Kabupaten Purwakarta dapat
dilihat dari segi kuantitas petugas, deskripsi pelaksanaan tugas oleh petugas dan
ketersediaan sarana dan prasarana penunjang program. Menurut Jones tujuan
utama pengorganisasian adalah untuk mengimplementasikan sebuah program.
Organisasi dapat berjalan didukung oleh kinerja anggotanya dalam hal ini petugas
di Dinas. Dalam menjalankan Program Desa Mandiri Pangan petugas Dinas
Pertanian Tanaman Pangan dan Perkebunan dibantu oleh petugas dari instansi lain
yang ada hubungannya dengan Program Desa Mandiri Pangan, petugas dari desa,
Tim Penggerak PKK, Tim Pangan Desa, dan pendamping program. Dengan
adanya kerjasama yang baik dan kesepahaman dalam melaksanakan Program
maka segala bentuk kegiatan yang terdapat dalam Program Desa Mandiri Pangan
terlaksana dengan baik. Program ini bukan hanya sekedar seremonial dalam
memberikan bantuan kepada masyarakat, melainkan terdapat tujuan sosial yang
harus dicapai yaitu tercapainya Ketahanan Pangan masyarakat di desa.
Kesepahaman setiap petugas dalam menjalankan tugas dan fungsinya karena
mereka memahami tujuan program mencapai Ketahanan Pangan masyarakat desa
dan deskripsi tugas mereka dengan jelas. Hal ini tercapai karena adanya petunjuk
teknis pelaksanaan kegiatan serta pelatihan dan sosialisasi yang diberikan sebelum
pelaksanaan program dimulai.
Sebuah program tidak mungkin dapat berjalan tanpa adanya dukungan
sarana dan prasarana yang memadai. Pelaksanaan program perlu adanya
dukungan dana. Dana yang digunakan untuk mendukung Program Desa Mandiri
Pangan berasal dari APBN, APBD Propinsi dan APBD Kabupaten.
83
83
Pengorganisasian harus mampu menggunakan dana yang ada semaksimal
mungkin untuk menjalankan program agar tercapai tujuan program yakni
ketahanan pangan masyarakat di desa lokasi program tersebut berlangsung.
4.4.3.2 Pengaruh Interpretasi (X2) Terhadap Ketahanan Pangan Masyarakat
Desa (Y)
Berikut ini adalah tabel yang menunjukkan pengaruh dimensi interpretasi
terhadap ketahanan pangan masyarakat desa di Kabupaten Purwakarta.
Tabel 4.20 Pengaruh Interprestasi Terhadap Ketahanan Pangan Masyarakat Desa
Pengaruh langsung dan tidak langsung Besar
kontribusi
X2 langsung Pyx2 Pyx2 5.58%
X2 melalui X1 Pyx2 rx2x1 Pyx1 4.04%
X2 melalui X3 Pyx2 rx2x3 Pyx3 2.83%
Total pengaruh X2 terhadap Y 12.45%
Sumber : Hasil Analisis, 2011
Pengaruh interpretasi program persentasenya tidak cukup besar
dibandingkan dimensi organisasi dan aplikasi. Hal ini dapat disebabkan karena
proses interpretasi program merupakan suatu proses yang cukup rumit. Sebelum
merubah mindset dan memberikan pengertian mengenai pentingnya Program Desa
Mandiri Pangan terhadap ketahanan pangan masyarakat desa, terlebih dahulu
petugas sebagai implementor program harus memiliki pemahaman dan pengertian
84
84
yang sama terhadap tujuan program dilaksanakan. Seringkali proses ini tidak
mudah bergantung pada kemampuan dan SDM petugas yang bersangkutan.
4.4.3.3 Pengaruh Aplikasi (X3) Terhadap Ketahanan Pangan Masyarakat
Desa (Y)
Berikut ini adalah tabel yang menunjukkan pengaruh dimensi aplikasi
terhadap ketahanan pangan masyarakat desa di Kabupaten Purwakarta.
Tabel 4.21 Pengaruh Aplikasi Terhadap Ketahanan Pangan Masyarakat Desa
Pengaruh langsung dan tidak langsung Besar
kontribusi
X3 langsung Pyx3 Pyx3 24.26%
X3 melalui X1 Pyx3 rx3x1 Pyx1 6.26%
X3 melalui X2 Pyx3 rx3x2 Pyx2 2.83%
Total pengaruh X3 terhadap Y 33.34% Sumber : Hasil Analisis, 2011
Aplikasi menurut Jones merujuk pada melaksanakan pekerjaan. Dalam
menjalankan suatu program bergantung pada perencanaan dan evaluasi kegiatan.
Pelaksanaan program bergantung pada kondisi di lapangan. Perlu juga diingat
bahwa tidak semua pelaksanaan program atau rencana dapat terlaksana dengan
sempurna. Keberhasilan ketahanan pangan tidak harus dilihat dari output berupa
kuantitas bahan pangan yang dihasilkan, tetapi juga dilihat dari perubahan pola
pikir masyarakat dalam memproduksi dan mengkonsumsi pangan, menyimpan
cadangan pangan, serta memperhatikan asupan gizi pangan yang dikonsumsi.
Implikasi keberhasilan ketahanan pangan yang paling besar adalah tercukupinya
konsumsi pangan dengan produksi sendiri sehingga berdampak pada peningkatan
SDM dan kesejahteraan masyarakat, terutama masyarakat desa. Meningkatnya
kuantitas produksi pangan tidak menjamin kesejahteraan masyarakat. Hal ini
85
85
dapat menjadi celah bagi pemerintah untuk mencari upaya apa yang bisa
dilakukan untuk meningkatkan pemberdayaan masyarakat dengan memanfaatkan
potensi lokal. Jadi tidak hanya melalui bantuan sosial berupa kucuran dana untuk
peningkatan produksi pangan, melainkan melalui bantuan yang bisa digunakan
berkesinambungan dan memberdayakan potensi masyarakat tersebut.
Tabel 4.18, 4.19 dan 4.20 menunjukkan bahwa besarnya pengaruh
organisasi terhadap ketahanan pangan sebesar 23,97%, pengaruh interpretasi
terhadap Ketahanan Pangan sebesar 12,45%, dan pengaruh aplikasi terhadap
Ketahanan Pangan sebesar 33,34%. Implementasi kebijakan yang terdiri dari
dimensi organisasi, interpretasi, dan aplikasi pengaruh secara bersamaannya
adalah 0,698 atau mendekati 70%. Pengaruh koefisien residu sebesar 0,302 atau
30%. Hal ini menunjukkan bahwa disamping organisasi, interpretasi dan aplikasi
masih ada dimensi lain yang tidak diteliti yang berpengaruh terhadap
implementasi kebijakan.
Salah satu dimensi lain yang tidak diteliti tetapi menjadi penting dalam
penelitian ini adalah komunikasi antara sesama petugas pelaksana program
maupun antara petugas dengan masyarakat desa. Petugas yang melaksanakan
Program Desa Mandiri Pangan ini tidak hanya mencakup satu instansi saja tetapi
juga melibatkan instansi lain yang terkait, sehingga diperlukan suatu komunikasi
untuk pencapaian suatu tujuan yang sama yaitu ketahanan pangan masyarakat di
desa. Komunikasi juga terjadi antara petugas dengan masyarakat desa, dimana
petugas harus mampu menyampaikan bahasa program kedalam bahasa yang
mudah dipahami masyarakat desa agar mereka mengerti tujuan program untuk
86
86
pencapaian ketahanan pangan dan menerima pelaksanaan Program Desa Mandiri
Pangan di desanya.
Persentase pengaruh variabel X1, X2, dan X3 terhadap Ketahanan Pangan
masyarakat desa sangat besar yaitu sebesar 70%. Hal ini diantaranya disebabkan
responden seluruhnya adalah petugas atau implementor kebijakan atau pelaksana
program. Mereka menilai pelaksanaan Program Desa Mandiri Pangan telah
mampu membantu masyarakat desa dalam meningkatkan Ketahanan Pangannya.
Hal ini tercermin dalam setiap jawaban pernyataan yang diberikan. Untuk nilai
koefisien jalur variabel aplikasi lebih besar dibandingkan koefisien jalur variabel
interprestasi dan organisasi. Berarti aplikasi berpengaruh lebih besar terhadap
ketahanan pangan masyarakat desa dibandingkan interprestasi dan organisasi baik
secara langsung maupun tak langsung. Petugas berpendapat bahwa pengaplikasian
program di lapangan lebih besar manfaatnya bagi masyarakat desa dibandingkan
pengorganisasian pelaksana program dan interpretasi kebijakan program. Di sisi
lain yang paling merasakan manfaat dari pelaksanaan program terhadap ketahanan
pangan adalah masyarakat di desa tersebut. Responden dari masyarakat tidak ada,
untuk menghindari adanya dua populasi dalam satu penelitian.