bab iv pengendalian penerbitan sertifikat tanah...

58
50 BAB IV PENGENDALIAN PENERBITAN SERTIFIKAT TANAH HAK MILIK PADA KANTOR PERTANAHAN KOTA TANGERANG 4.1 Gambaran Umum Kota Tangerang 4.1.1 Keadaan Wilayah Kota Tangerang Kota Tangerang secara geografis terletak antara 6 0 6’ Lintang selatan sampai dengan 6 0 13’ Lintang selatan dan 106 0 36’ bujur timur sampai dengan 106 0 42’ bujur timur. Batas wilayah Kota Tangerang sebagai berikut : Sebelah Utara : Kecamatan Teluknaga dan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Sebelah Selatan : Kecamatan Curug, Kecamatan Serpong, dan Kecamatan Pondok Aren Kabupaten Tangerang Sebelah Timur : Propinsi DKI Jakarta Sebelah Barat : Kecamatan Cikupa Kabupaten Tangerang Letak geografis yang sedemikian tersebut sangat menguntungkan bagi Kota Tangerang, terutama dalam pengembangan ekonomi wilayah. Wilayah Kota Tangerang dapat dilihat pada gambar berikut ini :

Upload: vandung

Post on 06-Mar-2019

216 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

50

BAB IV

PENGENDALIAN PENERBITAN SERTIFIKAT TANAH

HAK MILIK PADA KANTOR PERTANAHAN KOTA TANGERANG

4.1 Gambaran Umum Kota Tangerang

4.1.1 Keadaan Wilayah Kota Tangerang

Kota Tangerang secara geografis terletak antara 606’ Lintang selatan

sampai dengan 6013’ Lintang selatan dan 106

036’ bujur timur sampai dengan

106042’ bujur timur. Batas wilayah Kota Tangerang sebagai berikut :

Sebelah Utara : Kecamatan Teluknaga dan Kecamatan Sepatan Kabupaten

Tangerang

Sebelah Selatan : Kecamatan Curug, Kecamatan Serpong, dan Kecamatan

Pondok Aren Kabupaten Tangerang

Sebelah Timur : Propinsi DKI Jakarta

Sebelah Barat : Kecamatan Cikupa Kabupaten Tangerang

Letak geografis yang sedemikian tersebut sangat menguntungkan bagi Kota

Tangerang, terutama dalam pengembangan ekonomi wilayah. Wilayah Kota

Tangerang dapat dilihat pada gambar berikut ini :

51

Gambar 4.1

Wilayah Kota Tangerang

Luas wilayah Kota Tangerang adalah 18.173 Ha, termasuk luas wilayah

Bandar Udara Internasional Soekarno Hatta yang berjarak sekitar 60 Km dari

ibukota Propinsi Banten dan sekitar 27 Km dari DKI Jakarta. Luasan wilayah

tersebut secara umum digunakan dengan rincian sebagai berikut :

KEC. JATIUWUNG

KEC. PERIUK

KEC. CIBODAS

KEC. KARAWACI

KEC. TANGERANG

KEC. NEGLASARI

KEC. BENDA

KEC. BATUCEPER

KEC. KARANGTENGAH

KEC. CILEDUG

KEC. LARANGAN

KEC. PINANG

KEC. CIPONDOH

Kel. Pasirjaya

Kel. Manisjaya

Kel. keroncong

Kel. Jatake

Kel. Alamjaya

Kel. Gandasari

Kel. Jatiuwung

Kel. Cibodas

Kel. Cibodasbaru

Kel. Cibodassari

Kel. Uwungjaya

Kel. Panungganganbarat

Kel. Gembor

Kel. Gemborjaya

Kel. Sangiangjaya

Kel. Periuk

Kel. Periukjaya

Kel. Kereo selatan

Kel. Cipadujaya

Kel. Cipadu

Kel. Larangan selatan

Kel. Gaga

Kel. Laranganindah

Kel. Larangan utara

Kel. Paninggilan

Kel. Paninggilan Utara

Kel. Parungserab

Kel. Tajur

Kel. Sudimara Selatan

Kel. Sudimara Jaya

Kel. Sudimara Barat

Kel. Sudimara Timur

Kel. Karangtimur

Kel. Karangmulya

Kel. Karangtengah

Kel. Pondokpucung

Kel. Pedurenan

Kel. Pondokbahar

Kel. Parungjaya

Kel. Cikokol

Kel. Babakan

Kel. Tanahtinggi

Kel. Batusari Kel. Batujaya

Kel. Batuceper

Kel. Kebonbesar

Kel. Porisgagabaru

Kel. Porisgaga

Kel. Porisjaya

Kel. Belendung

Kel. Pajang

Kel. Jurumudi

Kel. Jurumudibaru

Kel. Karanganyar

Kel. Karangsari

Kel. Mekarsari

Kel. Neglasari

Kel. Kedaungwetan

Kel. Selapajangjaya

Kel. Kreo

Kel. Sukasari

Kel. Sukaasih

Kel. Bugel

Kel. Koangjaya

Kel. Pasarbaru

Kel. Pabuarantumpeng

Kel. Nambojaya

Kel. Sukarasa

Kel. Sumurpancing

Kel. Sukajadi

Kel. Cimone

Kel. Pabuaran

Kel. Margasari

Kel. Cimonejaya

Kel. Bojongjaya

Kel. Karawacibaru

Kel. Nusajaya

Kel. Gerendeng

Kel. Pabuaranindah

Kel. Kelapaindah

Kel. Panungganganselatan

Kel. Panungganganutara

Kel. Panunggangantimur

Kel. Kunciran

Kel. Kunciranindah

Kel. Sudimarapinang

Kel.Pinang

Kel.Neroktog

Kel.Kunciranjaya

Kel. Pekajan

Kel. Cipete

Kel. Porisplawad

Kel. Cipondohmakmur

Kel. Porisplawadutara

Kel. Cipondohindah

Kel. Cipondoh

Kel. Kenanga

Kel. Ketapang

Kel. Gondrong

Kel. Petir

Kel. Porisplawadindah

DKI JAKARTA

KAB. TANGERANG

KAB. TANGERANG

KAB. TANGERANG

BANDARA SOEKARNO-HATTA

52

Tabel 4.1

Potensi Penggunaan Tanah di Kota Tangerang

No. Penggunaan Tanah Jumlah (Ha)

1. Pemukiman 5.998

2. Industri 1.455

3. Pedagangan dan Jasa 545

4. Pertanian 4.554

5. Bandara Soekarno Hatta 1.806

6. Belum Terpakai 2.725

7. Lain-lain 1.090

JUMLAH 18.173

Secara administrasi kota Tangerang meliputi 13 Kecamatan dan 104

Kelurahan dengan jumlah penduduk saat ini mencapai 1.522.111 orang yang

umumnya bekerja di Ibukota Jakarta. Masyarakat Kota Tangerang bersifat

heterogen dengan jenis mata pencaharian yang bervariasi, sebagian besar

penduduk mempunyai mata pencaharian di sektor industri (30,50%), perdagangan

(25,62%), dan jasa (20,06%).

Sumber utama perekonomian Kota Tangerang berasal dari sektor industri

pengolahan sebesar 58,45%, menyusul perdagangan, hotel dan restoran. Kedua

sektor ini menguasai hampir 85% kegiatan ekonomi dan dapat dipastikan bahwa

sektor tersebut memberikan kontribusi utama pada pendapatan asli daerah Kota

Tangerang.

53

4.1.2 Sejarah Kantor Pertanahan Kota Tangerang

Dengan terbitnya Perpes (No.10 tahun 2006) merupakan awal kebangkitan

Badan Pertahanan Nasional baru, yaitu Badan Pertanahan nasional Republik

Indonesia (BPN RI). Sebelas agenda prioritas dan empat prinsip BPN RI yang

diinternalisasikan menurut jajaran Badan Pertanahan Nasional untuk lebih kreatif,

proaktif, dan produktif dalam bekerja dengan tetap menjaga kehormatan diri dan

lembaga.

Kantor Pertanahan Kota Tangerang dibentuk berdasarkan Keputusan

Kepala Badan Pertanahan Nasional (Nomor 1 tahun 1989). Saat ini ada 3 tugas

besar yang harus dilaksanakan Kantor Pertanahan, yaitu melaksanakan Program

Pembaruan Agraria Nasional (PPAN), menangani dan menyelesaikan Sengketa,

Konflik dan Perkara pertanahan serta mewujudkan pelayanan prima. Keberhasilan

melaksanakan tugas tersebut akan mendukung tugas pokok dan fungsi Badan

Pertanahan Nasional Republik Indonesia pengemban amanat konstitusi yang

digariskan dalam UUD 1945 (pasal 33 ayat 3) dan UU No.5 Tahun 1960 (UUPA).

Berdasarkan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik

Indonesia (Nomor 4 Tahun 2006) Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor

Wilayah Badan Pertanahan Nasional dan Kantor Pertanahan, Kedudukan, Tugas

Pokok, dan Fungsi Kantor Pertanahan sebagai berikut :

a. Kantor Pertanahan adalah Instansi vertikal Badan Pertanahan Nasional

Kabupaten/Kota yang berada di bawah dan bertanggung jawab

langsung kepada Kepala Badan Pertanahan Nasional melalui Kanwil

Badan Pertanahan Nasional.

b. Kantor Pertanahan, dipimpin oleh seorang Kepala.

54

Kantor Pertanahan mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas dan

fungsi Badan Pertanahan Nasional di Kabupaten/Kota yang bersangkutan. Dalam

menyelenggarakan tugas tersebut Kantor Pertanahan mempunyai fungsi sebagai

berikut :

a. Penyusunan rencana, program, dan penganggaran dalam rangka

pelaksanaan tugas pertanahan;

b. Pelayanan, perizinan, dan rekomendasi di bidang pertanahan;

c. Pelaksanaan survey, pengukuran, dan pemetaan dasar, pengukuran, dan

pemetaan bidang, pembukuaan tanah, pemetaan tematik, dan survey

potensi tanah;

d. Pelaksanaan penatagunaan tanah, landreform, konsolidasi tanah, dan

penataan pertanahan wilayah pesisir, pulau-pulau kecil, perbatasan dan

wilayah tertentu;

e. Pengusulan dan penetapan hak tanah, pendaftaran tanah, pemeliharaan

data pertanahan dan administrasi tanah asset pemerintah;

f. Pelaksanaan pengendalian pertanahan, pengolahan tanah negara, tanah

terlantar dan tanah kritis, peningkatan partisipasi dan pemberdayaan

masyarakat;

g. Penangan konflik, sengketa dan perkara pertanahan;

h. Pengkoordinasian pemangku kepentingan pengguna tanah;

i. Pengelolaan Sistem Infomasi Manajemen Pertanahan Nasional

(SIMTANAS);

55

j. Pemberian penerangan dan informasi pertanahan kepada masyarakat,

pemerintah, dan swasta;

k. Pengkoordinasian penelitian dan pengembangan;

l. Pengkoordinasian pengembangan sumber daya manusia pertanahan;

m. Pelaksanaan urusan tata usaha, kepegawaian, keuangan, sarana dan

prasarana, perundang-undangan serta pelayanan pertanahan.

Hasil akhir yang diperoleh masyarakat atau badan hukum dari Kantor

Pertanahan adalah terbitnya sertifikat tanah. Tujuan dari penerbitan sertifikat

tanah adalah sebagai jaminan kepastian hukum dan kepastian kepemilikan tanah.

Kantor Pertanahan juga perlu melakukan pengendalian terhadap penerbitan

setifikat, hal ini diperlukan agar tidak terjadi masalah yang berkaitan dengan

pertanahan.

4.1.3 Landasan Hukum, Semboyan, Visi, Misi, dan Sasaran Strategis Kantor

Pertanahan Kota Tangerang

1. Landasan Hukum

1) Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan dasar

Pokok-pokok Agraria Pasal 1 sampai dengan 15 (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 2043);

2) Undang-undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia;

3) Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara;

56

4) Undang-undang Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan

Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor

5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);

5) Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan

Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 4421);

6) Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2005 tentang

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2004-

2009;

7) Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2006

tentang Badan Pertanahan Nasional;

8) Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas

Kinerja Instansi Pemerintah;

9) Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia

Nomor 3 Tahun 2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan

Pertanahan Nasional Republik Indonesia;

10) Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia

Nomor 4 Tahun 2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor

Wilayah Badan Pertanahan Nasional dan Kantor Pertanahan;

11) Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia

Nomor 6 Tahun 2008 tentang Mekanisme dan Tata Kerja Staf

Khusus Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia.

57

2. Semboyan

Semboyan Kantor Pertanahan Kota Tangerang adalah:

“MAJU BERSAMA UNTUK PELAYANAN YANG TERBAIK”

3. Visi

Visi Kantor Pertanahan Kota Tangerang adalah:

“MENJADIKAN KANTOR PERTANAHAN KOTA TANGERANG

SEBAGAI KANTOR PELAYANAN TERBAIK NASIONAL”

4. Misi

Misi Kantor Pertanahan Kota Tangerang adalah sebagai berikut:

1) Meningkatkan pemanfaatan teknologi modern GNSS-CORS (Global

Navigation Satellite System-Continuously Operating Reference

Station) dalam pelaksanaan pengukuran;

2) Memanfaatkan kemajuan teknologi informasi untuk peningkatan

pelayanan yang lebih baik;

3) Melaksanakan pembinaan teknis kepada seluruh pegawai secara

berkala dan berjenjang terhadap penggunaan GNSS-CORS dan

teknologi informasi.

4) Meningkatkan penyerapan anggaran dengan melibatkan seksi-seksi

teknis dalam perencanaan angggaran.

58

5. Sasaran Strategis

Sasaran strategis Kantor Pertanahan Kota Tangerang yaitu, mewujudkan

Kantor Pertanahan Kota Tangerang menjadi kantor pelayanan pertanahan

terbaik dengan mengoptimalkan pemanfaatan CORS (Continuously

Operating Reference Station) dan program teknologi informasi melalui

pelaksanaan pembinaan teknis kepada seluruh pegawai secara berkala

dan berjenjang terhadap penggunaan GNSS-CORS (Global Navigation

Satellite System-Continuously Operating Reference Station) dan

teknologi informasi serta memperbesar penyerapan anggaran dengan

melibatkan seksi-seksi teknis dalam perencanaan anggaran.

4.2 Pengendalian Penerbitan Sertifikat Tanah Hak Milik pada Kantor

Pertanahan Kota Tangerang

Pengendalian berusaha untuk mengevaluasi apakah tujuan dapat dicapai,

dan apabila tidak dapat dicapai dicari faktor penyebabnya. Dalam pengendalian

mengukur kemajuan ke arah tujuan tersebut dan memungkinkan pimpinan

mendeteksi penyimpangan dari perencanaan tersebut tepat pada waktunya untuk

melakukan tindakan perbaikan sebelum penyimpangan menjadi jauh.

Robert J. Mockler (dalam Siswanto, 2011:139), memberikan batasan

pengendalian yang menekankan elemen esensial proses pengendalian dalam

beberapa langkah. Batasan yang diajukan meliputi hal berikut :

Management control is a systematic effort to set performance standards

with planning objectives, to design information feedback system, to

compare actual performance with these predetermened standards, to

determine whether there are any deviations and to measure their

59

significance, and to take any action required to assure that all corporate

resources are being used in the most effective and efficient way possible

in achieving corporate objectives.

Pengendalian manajemen adalah suatu usaha sistematik untuk menetapkan standar

kinerja dengan sasaran perencanaan, mendesain sistem umpan balik informasi,

membandingkan kinerja aktual dengan standar yang telah ditetapkan, menentukan

apakah terdapat penyimpangan dan mengukur signifikansi penyimpangan

tersebut, dan mengambil tindakan perbaikan yang diperlukan untuk menjamin

bahwa sumber daya perusahaan yang sedang digunakan sedapat mungkin secara

lebih efisien dan efektif guna mencapai sasaran perusahaan.

Berdasarkan batasan diatas, tampaklah betapa pentingnya aktivitas

pengendalian dioperasikan oleh pimpinan. Kebutuhan pengendalian sama

pentingnya dengan kebutuhan perencanaan. Aktivitas perencanaan sebagai kunci

awal pelaksanaan aktivitas organisasi, sedangkan aktivitas pengendalian sebagai

kunci akhir untuk evaluasi aktivitas yang telah dilaksanakan sekaligus melakukan

tindakan perbaikan apabila diperlukan.

Pengendalian juga diperlukan dalam penerbitan sertifikat tanah hak milik.

Sertifikat tanah hak milik diperoleh melalui pendaftaran tanah yang bertujuan

untuk mendapatkan kepastian hukum bagi pemegang hak milik maupun pihak lain

yang berkepentingan dengan tanah. Dengan telah melakukan pendaftaran dan

mendapatkan sertifikat tanah hak milik, pemegang hak atas tanah memiliki bukti

yang kuat atas tanah tersebut.

60

Peran pengendalian dalam penerbitan sertifikat tanah hak milik dilakukan

untuk mengevaluasi, apakah dalam penerbitan sertifikat tanah hak milik pada

Kantor Pertanahan Kota Tangerang sudah sesuai dengan standard yang ada, dan

untuk melihat apakah ada penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam

penerbitan sertifikat tanah hak milik, serta memperbaiki penyimpangan yang

terjadi jika terdapat penyimpangan dalam proses penerbitan sertifikat tanah hak

milik pada Kantor Pertanahan Kota Tangerang.

4.2.1 Penetapan Standard Dan Metode Untuk Pengukuran Prestasi.

Standar merupakan kriteria yang sederhana untuk mengukur prestasi kerja,

yang berguna untuk memberikan gambaran perkembangan kepada pimpinan apa

yang terjadi dalam suatu organisasi atau perusahaan tanpa perlu mengawasi setiap

langkah untuk proses pelaksanaan rencana yang telah ditetapkan. Standar yang

ada dalam penerbitan sertifikat tanah telah di atur dalam peraturan-peraturan dan

perundang-undangan pertanahan.

Menetapkan standard dan metode untuk mengukur prestasi dalam

pengendalian penerbitan sertifikat tanah merupakan langkah awal untuk

pengendalian dalam proses penerbitan sertifikat tanah hak milik, hal ini dilakukan

agar dalam proses pelaksanaanya penerbitan sertifikat tanah hak milik tidak

terjadi kesalahan-kesalahan yang tidak diinginkan. Berdasarkan wawancara

dengan informan Koordinator Pendaftaran Hak1 mengatakan, bahwa penetapan

1 Wawancara dengan Koordinator Pendaftaran Hak, 31 Juli 2012, Kantor Pertanahan Kota

Tangerang

61

standar dalam penerbitan sertifikat tanah hak milik diperlukan sebagai patokan

dalam pelaksanaannya, agar sertifikat tanah yang keluar dapat

dipertanggungjawabkan keabsahannya secara hukum dan sesuai dengan standar

yang berlaku.

Penetapan standard dalam penerbitan sertifikat tanah hak milik pada

Kantor Pertanahan Kota Tangerang ini meliputi standar operasional prosedur

dalam penerbitan sertifikat tanah hak milik, prosedur dalam penerbitan sertifikat

tanah hak milik, dan pejabat yang mempunyai wewenang dalam pemberian hak

milik. Hal-hal tersebut dijelaskan sebagai berikut :

1. Standar Operasional Prosedur dalam Penerbitan Sertifikat Tanah

Hak Milik.

Hak milik merupakan hak terkuat atas suatu tanah, dalam arti hak ini

bersifat mutlak dan tidak dapat diganggu-gugat oleh pihak lainnya. Hak milik

atas suatu tanah dapat diperdagangkan atau diperjualbelikan serta dijadikan

sebagai jaminan atas utang kepada pihak lainnya. Oleh karena hak milik

dapat diperjualbelikan, maka hak milik dapat dimiliki oleh pihak developer

yang dapat membagi-bagi tanah tersebut/pemecahan bidang tanah dan dijual

kembali perseorangan dengan status hak milik.

Dalam mengurus sertifikat tanah hak milik, ada standar operasional

prosedur yang harus dipenuhi, standar operasional prosedur untuk sertifikat

tanah hak milik perseorangan berbeda dengan standar operasional prosedur

untuk sertifikat tanah hak milik yang dimiliki oleh developer untuk membagi-

bagi tanahnya. Dalam standar operasional prosedur, terdiri dari syarat-syarat,

62

dasar hukum yang mengatur, biaya, waktu dan keterangan, agar penerbitan

sertifikat tanah hak milik keabsahannya diakui secara hukum,. Hal-hal

tersebut dijelaskan sebagai berikut :

Sertifikat tanah hak milik untuk perseorangan sebagai berikut :

Tabel 4.2

Standar Pelayanan dan Pengaturan Pertanahan untuk Sertifikat Tanah

Hak Milik Perseorangan

Dasar Hukum Persyaratan Biaya Waktu

Keterangan

1. UU No.5/1960

2. UU No.21/1997

jo.

UU No.20/2000

3. PP No.48/1994

jo.

PP No.79/1996

4. PP No.24/1997

5. PP No.13/2010

6. PMNA/KBPN

No.3/1997

7. Peraturan KBPN

RI No.7/2007

1. Formulir yang

sudah diisi dan

ditandatangani

pemohon atau

kuasanya di atas

materai cukup.

2. Surat kuasa

apabila

dikuasakan.

3. Foto copy

identitas

(KTP,KK)

pemohon dan

kuasa apabila

dikuasakan, yang

telah dicocokkan

dengan aslinya

oleh petugas

loket.

4. Bukti pemilikan

tanah/alas hak

milik adat/bekas

milik adat.

5. Foto copy SPPT

PBB Tahun

berjalan yang

telah dicocokkan

dengan aslinya

oleh petugas

loket dan

penyerahan bukti

SSB (BPHTB).

Sesuai ketentuan

Peraturan

Pemerintah

tentang jenis dan

tarif atas jenis

penerimaan

negara bukan

pajak yang

berlaku pada

Badan Pertanahan

Nasional

Republik

Indonesia

98

(sembilan

puluh

delapan)

hari

Formulir

permohonan

memuat :

1. Identitas diri

2. Luas, letak dan

penggunaan

tanah yang

dimohon

3. Pernyataan

tanah tidak

sengketa

4. Pernyataan

tanah dikuasai

secara fisik

63

Sertifikat tanah hak milik untuk developer yang membagi-bagi

tanahnya (pemecahan bidang tanah menjadi perseorangan) sebagai

berikut :

Tabel 4.3

Standar Pelayanan dan Pengaturan Pertanahan untuk Pemecahan

Sertifikat Tanah

Dasar Hukum Persyaratan Biaya Waktu

Keterangan

1. UU No.5/1960

2. PP No.48/1994 jo.

PP No.79/1996

3. PP No.24/1997

4. PP No.13/2010

5. PMNA/KBPN

No.3/1997

6. SE KBPN No.600-

1900 tanggal 31

Juli 2003

1. Formulir

permohonan

yang sudah

diisi dan

ditandatangani

pemohon atau

kuasanya di

atas materai

cukup.

2. Surat kuasa

apabila

dikuasakan.

3. Foto copy

identitas

(KTP,KK)

pemohon dan

kuasa apabila

dikuasakan,

yang telah

dicocokkan

dengan

aslinya oleh

petugas loket.

4. Sertifikat asli.

5. Ijin Perubahan

Penggunaan

Tanah, apabila

terjadi

perubahan

penggunaan

tanah.

Sesuai ketentuan

Peraturan

Pemerintah tentang

jenis dan tarif atas

jenis penerimaan

negara bukan pajak

yang berlaku pada

Badan Pertanahan

Nasional Republik

Indonesia

15

(lima

belas)

hari

Formulir

permohonan

memuat :

1. Identitas diri

2. Luas, letak

dan

penggunaan

tanah yang

dimohon

3. Pernyataan

tanah tidak

sengketa

4. Pernyataan

tanah dikuasai

secara fisik

5. Alasan

pemecahan

Jangka waktu 15

(lima belas) hari

untuk

pemecahan/

pemisahan

sampai dengan 5

bidang

Pemecahan/

pemisahan tanah

perorangan lebih

dari 5 bidang

hanya untuk

pewarisan dan

waktu

64

6. Melampirkan

bukti SSP/PPh

sesuai dengan

ketentuan.

7. Tapak kavling

dari Kantor

Pertanahan.

penyelesaiannya

disesuaikan

Berdasarkan tabel-tabel di atas, dapat dilihat bahwa standar pelayanan

dan pengaturan dalam penerbitan sertifikat tanah hak milik sudah dibuat

dengan sebaik-baiknya, agar dalam proses pembuatan sertifikat tanah hak

milik pemohon dapat dengan cepat mengurus sertifikat tanah hak miliknya.

Standar pelayanan dan pengaturan ini juga berguna sebagai pedoman yang

akan digunakan dalam penerbitan sertifikat tanah hak milik agar sertifikat

tanah hak milik yang dikeluarkan sesuai berdasarkan standar yang telah

ditetapkan dan diakui secara hukum.

2. Prosedur penerbitan sertifikat tanah hak milik

Dalam prosedur penerbitan sertifikat tanah hak milik di Kantor

Pertanahan Kota Tangerang, baik itu pengurusan sertifikat tanah hak milik

untuk perseorangan atau pengurusan sertifikat tanah hak milik developer

untuk pemecahan bidang tanah, memiliki prosedur yang sama.

Pemohon/masyarakat harus melakukan beberapa langkah-langkah atau

susunan kegiatan yang meliputi antara lain adalah sebagai berikut :

1. Pengurusan surat dan berkas persyaratan di kelurahan dan kecamatan.

2. Pendaftaran di Kantor Pertanahan Kota Tangerang.

3. Pengumpulan data fisik dan data yuridis.

65

4. Pengumuman data fisik dan data yuridis.

5. Pengesahan data fisik dan data yuridis.

6. Pembukuan hak.

7. Penerbitan sertifikat tanah hak milik.

Dari langkah-langkah tersebut, penulis akan menjelaskan secara rinci

sebagai berikut :

1. Pengurusan surat dan berkas persyaratan di kelurahan dan

kecamatan.

Langkah pertama yang dilakukan oleh pemohon/masyarakat adalah

mengumpulkan bukti-bukti tertulis kepemilikan tanah atau surat keterangan

yang telah dilegalkan oleh Kepala Desa ataupun camat setempat, dan surat-

surat tersebut tanah seperti, girik, pethuk, dan letter C maupun surat yang

dibuat oleh camat sebagai bukti tertulis dari tanah yang dikuasai. Untuk tanah

yang diperoleh dari jual beli sebelum tanah bersangkutan terdaftar, dapat

diajukan bukti segel peralihan hak.

Dari hasil wawancara dengan Koordinator Pendaftaran Hak2

diungkapkan, bahwa pethuk, girik, letter C adalah bukan merupakan bukti

hak milik atas tanah melainkan merupakan bukti pembayaran pajak, selain itu

juga diungkapkan surat pethuk sebenarnya bukan alat bukti bahwa tanah

adalah milik orang yang namanya tercantum dalam pethuk, melainkan hanya

merupakan tanda yang membayar pajak atas tanah tersebut atau siapa wajib

pajaknya, karena pajak dikenakan pada yang memiliki tanah otomatis pethuk

2 Wawancara dengan Koordinator Pendaftaran Hak, 07 Agustus 2012, Kantor Pertanahan Kota

Tangerang

66

pajak berperan sebagai tanda pembayaran pajak sudah dianggap sebagai bukti

kepemilikan tanah. Oleh sebab itu, maka untuk menghindari akan munculnya

permasalahan tentang tanah, segera melaksanakan pembuatan sertifikat tanah

yang asli.

Jadi dapat disimpulkan mengenai pajak, yaitu pajak dilakukan dengan

penerbitan surat pajak atas nama pemilik tanah atau lebih dikenal dengan

nama pethuk pajak, pipil girik dan sebagainya. Karena pajak dikenakan pada

yang mempunyai tanah maka pethuk pajak dijadikan sebagai petunjuk kuat

mengenai status tanah sebagai tanah milik wajib pajak tersebut.

Untuk hak tanah yang diperoleh melalui jual beli namun tanah yang

bersangkutan belum terdaftar di Kantor Pertanahan, dapat diajukan bukti

berupa segel atau surat bukti jual beli tanah adat. Mengingat sistem

pendaftaran tanah di Indonesia yang condong ke sistem negatif, jual beli

tanah tetap sah menurut hukum karena pendaftar tanah bukan merupakan

syarat sah jual beli, meski tanah itu belum didaftar di Kantor Pertanahan.

Didalam jual beli tanah, masalah persetujuannya biasanya dibuat di atas

segel atau tanpa segel yang bermaterai dan dibuat dihadapan Kepala Desa.

Meskipun tanpa itu, jual beli tanah tetap sah karena pemindahan hak terjadi

begitu uang diserahkan pembeli kepada penjual. Namun demikan, segel surat

penyerahan hak menjadi bukti tertulis untuk memohonkan sertifikat atas

tanah yang besangkutan. Segel juga dapat dijadikan alat bukti tertulis dari

pembelian suatu tanah asalkan surat tersebut telah disahkan oleh Kepala Desa

67

setempat. Segel ini yang nantinya dapat dijadikan alat bukti untuk

pendaftaran tanah di Kantor Pertanahan.

Apabila bukti-bukti tersebut tidak lengkap atau tidak ada pembuktian,

maka dapat dilakukan keterangan yang dapat dipercaya dari dua orang saksi

dari lingkungan masyarakat setempat yang tidak mempunyai hubungan

keluarga yang menyatakan bahwa pemohon/masyarakat adalah benar pemilik

bidang tanah tersebut, dengan disertai surat pernyataan dari

pemohon/masyarakat bahwa yang bersangkutan telah menguasai tanah itu

sebelumnya, sehingga waktu penguasaan pemohon dan pendahulunya

berjumlah 20 tahun atau lebih. Untuk lebih jelasnya berikut berkas yang harus

disertakan untuk permohonan sertifikat tanah hak milik. Berkas-berkas

tersebut yaitu sebagai berikut :

a. Surat permohonan.

b. Identitas para pihak (fotocopy KTP) dengan menunjukkan aslinya.

c. Bukti-bukti tertulis antara lain :

Pethuk, Girik, Letter C

Segel (Surat Bukti Jual Beli Tanah Adat), atau akta PPAT, dan Nilai

Perolehan tidak kena pajak.

Putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.

d. Bukti lain dengan disertai pernyataan yang bersangkutan dengan kesaksian

dua orang penduduk setempat. Apabila surat bukti tidak ada dilampiri

dengan :

68

a) Pernyataan pemohon, sebagai berikut :

Bahwa pengakuan pernyataan batas dan luas tanah yang bermaterai.

Bahwa penguasaan tanah telah dilakukan dengan itikad baik.

Bahwa penguasaan itu tidak pernah diganggu gugat dan karena itu

diakui dan dibenarkan oleh masyarakat desa yang bersangkutan.

Bahwa tanah tersebut sekarang tidak dalam sengketa.

Bahwa pernyataan yang dibuat adalah sesuai dengan kenyataan,

karenanya bersedia dituntut atas keterangan-keterangan yang tidak

benar.

b) Keterangan Kades atau Lurah dengan saksi dua orang penduduk

setempat yang membenarkan penguasaan tanah tersebut.

e. Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) atau Surat Pemberitahuan Pajak Terutang

(SPPT) tahun terakhir.

2. Pendaftaran di Kantor Pertanahan Kota Tangerang.

Setelah semua syarat dan berkas dari kecamatan dan kelurahan telah

terpenuhi, maka untuk kemudian didaftarkan di Kantor Pertanahan. Dalam

proses pendaftaran ini kegiatan-kegiatannya meliputi :

1. Penerimaan Pendaftaran.

Setelah berkas-berkas terkumpulkan maka diserahkan ke Kantor

Pertanahan melalui loket 2. Petugas Entry Data Permohonan (petugas

EDP) loket 2 menerima dokumen permohonan kemudian melakukan input

data. Petugas EDP lalu memeriksa kelengkapan dan kebenaran data atau

69

berkas persyaratan yang dibawa pemohon. Jika data atau berkas

permohonan sudah benar dan lengkap, dilanjutkan dengan pencetakan

Surat Tanda Terima Dokumen (STTD) dan Surat Perintah Setor (SPS),

jika data belum benar atau lengkap dilakukan pencetakan surat penolakan

dan menyerahkan semua dokumen ke pemohon.

2. Pengisian Daftar Isian.

Daftar isian 301 yang merupakan daftar permohonan pekerjaan

pendaftaran tanah. Daftar ini merupakan berkas permohonan yang

masuk dan menjadi beban Kantor Pertanahan untuk menerbitkan

sertifikat.

Daftar isian 302 yang merupakan daftar permohonan pengerjaan

pengukuran tanah.

Daftar isian 305 yang merupakan daftar penerimaan uang muka biaya

pendaftaran tanah. Daftar ini merupakan daftar isian yang diisi setelah

menerima pembayaran dari pemohon.

Daftar isian 306 yang merupakan bukti penerimaan uang atau kuitansi.

Daftar ini merupakan tanda bukti menerima uang dari pemohon yang

dibuat oleh Bendahara Khusus Penerimaan. Kuitansi ini nantinya

diserahkan kembali kepada pemohon sertifikat tanah.

Pengisian daftar isian tersebut di atas dilaksanakan oleh petugas

Bendahara Khusus Penerima (petugas BKP) pada loket 3.

70

3. Pemeriksaan ulang oleh petugas pelaksana subseksi dan pemeriksaan data

dalam database.

Setelah data atau berkas yang diterima petugas loket lengkap

persyaratannya, kemudian berkas yang dikirim ke petugas pelaksana

masing-masing subseksi untuk diproses lebih lanjut. Dalam hal ini petugas

pelaksana subseksi kembali memeriksa kelengkapan dan kebenaran

dokumen serta memperbaiki hasil masukan dokumen. Jika ternyata data

belum lengkap, maka dilakukan pencetakan Surat Permintaan Dokumen

Pelengkap. Petugas pelaksana subseksi kemudian memberitahukan atau

menyerahkan surat permintaan dokumen pelengkap kepada pemohon

dan menunggu dokumen dilengkapi pemohon. Jika data atau dokumen itu

sudah lengkap atau benar, kemudian dilakukan pemeriksaan data dalam

database. Jika data belum ada didalam database berkas permohonan

diserahkan ke petugas EDT (Entry Data Buku Tanah/Surat Ukur),

masing-masing subseksi agar segera dilakukan data entry.

Dari wawancara dengan Koordinator Pendaftaran Hak3 dikatakan,

bahwa pemeriksaan pekerjaan dalam rangka pembuatan sertifikat tanah

hak milik pada Kantor Pertanahan Kota Tangerang ini sangatlah penting.

Berkas permohonan atau dokumen dari satu tahap ke tahap selanjutnya

selalu dilakukan pemeriksaan ulang. Dokumen dari petugas loket diperiksa

ulang oleh petugas pelaksana subseksi sebelum diproses lanjut. Hal ini

bertujuan untuk menghindari kekeliruan sejak dini, sehingga apabila ada

3 Wawancara dengan Koordinator Pendaftaran Hak, 07 Agustus 2012, Kantor Pertanahan Kota

Tangerang

71

berkas yang kurang lengkap atau data yang tidak benar, dapat segera

diketahui untuk kemudian dilakukan perbaikan, dan jika memang kurang

lengkap segera dilengkapi kekurangannya.

Dengan mekanisme ini, jika ada kekeliruan atau kekuranglengkapan

data atau dokumen sudah merupakan keharusan bagi petugas lain untuk

memeriksa atau mengoreksi terlebih dahulu pekerjaan yang diselesaikan

tahap sebelumnya. Apabila ada data yang tidak lengkap, maka hasil

pekerjaan dapat dikembalikan pada petugas tahap selanjutnya.

3. Pengumpulan data fisik dan data yuridis.

Pengumpulan data fisik adalah pekerjaan lapangan untuk memperoleh

data mengenai letak tanah, batas-batasnya, luasnya, bangunan-bangunan, dan

atau tanaman-tanaman yang ada di atas tanah tersebut. Kegiatan ini dimulai

dengan penempatan batas bidang tanah dan pemasangan atau pemberian

tanda-tanda batas di tiap sudutnya. Kemudian dilanjutkan dengan pengukuran

dan pembuatan peta.

Penetapan batas dilakukan berdasarkan penunjukkan oleh pemegang

hak atas tanah yang bersangkutan dengan persetujuan pemegang hak atas

tanah yang berbatasan dengan tanah yang akan diukur. Ini dinamakan asas

kontradiktur deliminasi bahwa batas bidang tanah harus didasarkan atas

kesepakatan pemilik tanah yang akan diukur dengan pemilik tanah yang

berbatasan.

72

Jika dalam penetapan batas bidang tanah tidak diperoleh kesepakatan

atau belum disetujui pemilik tanah yang berbatasan, pengukuran untuk

sementara dilakukan berdasarkan batas-batas yang menurut kenyataan

merupakan batas bidang tanah yang bersangkutan jika memang ada tanda

batas seperti, tembok, pagar dan sebagainya, atau jika tidak ada didasarkan

penunjukkan batas oleh pemegang hak atas tanah yang akan diukur. Dalam

hal ini dibuatkan berita acara dalam Daftar isian 201, yang menerangkan

pengukuran tersebut merupakan pengukuran sementara dan pada gambar ukur

hasil pengukuran itu dibutuhkan catatan bahwa batas bidang tanah masih ada

sengketa, sehingga masih merupakan batas sementara. Sebagaimana hasil

wawancara dengan Koordinator Pengukuran dan Pemetaan4 dikatakan, bahwa

apabila dalam penetapan batas ini masih dalam sengketa, maka dilakukan

pengukuran sementara dengan menggunakan batas yang ditunjukkan oleh

pemohon atau pemilik tanah yang diukur, dengan catatan bahwa ini masih

merupakan batas sementara.

Dalam hal terjadi sengketa batas, diusahakan penyelesaiannya secara

musyawarah mufakat. Ini membutuhkan bantuan Kepala Desa atau tokoh

masyarakat setempat serta warga yang diperkirakan mengetahui dan dapat

memberi keterangan valid tentang batas bidang tanah yang dipersengketakan.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Koordinator Pengukuran dan

4 Wawancara dengan Koordinator Pengukuran dan Pemetaan, 10 Agustus 2012, Kantor

Pertanahan Kota Tangerang

73

Pemetaan5 diungkapkan, bahwa apabila ada masalah sengketa, akan berusaha

dengan musyawarah untuk mufakat secara bersama dan dicari jalan tengah

atau solusinya, serta dicari orang yang netral dan diperkirakan tahu betul

batas tanah itu.

Bila telah ada kejelasan batas bidang tanah yang akan diukur kemudian

dilakukan pemasangan tanda batas (patok). Tanda batas ini dipasang pada

setiap sudut batas tanah dan apabila dianggap perlu tanda batas juga dipasang

pada titik-titik tertentu sepanjang garis batas bidang tanah tersebut. Untuk

sudut-sudut batas yang sudah jelas letaknya karena ditandai oleh benda-benda

yang terpasang secara tetap, seperti pagar beton, tembok atau tugu, penguat

pagar kawat, sehingga tidak harus dipasang tanda batas. Pemasangan dan

pemeliharaa tanda batas ini merupakan kewajiban bagi pemegang hak atas

tanah yang akan diukur. Pemasangan tanda batas atau patok ini, dapat

membantu petugas ukur dalam melaksanakan pengukuran bidang tanah.

Setelah pemasangan patok batas tanah kemudian bisa dilaksanakan

pengukuran. Hasil pengukuran ini adalah surat ukur yang dapat menjadi bukti

letak luas dan batas tanah (data fisik bidang tanah). Berdasarkan wawancara

dengan Koordinator Pengukuran dan Pemetaan6 , tujuan dari pengukuran

tanah adalah untuk memperoleh data fisik bidang tanah yaitu berapa luasnya,

letaknya, dan batas-batas tanah itu sendiri. Data ini dituangkan dalam surat

ukur yang penting sebagai bukti data fisik bidang tanah yang dimiliki. Surat

5 Wawancara dengan Koordinator Pengukuran dan Pemetaan, 10 Agustus 2012, Kantor

Pertanahan Kota Tangerang 6 Wawancara dengan Koordinator Pengukuran dan Pemetaan, 10 Agustus 2012, Kantor

Pertanahan Kota Tangerang

74

ukur ini juga diperlukan bagi penerbitan sertifikat tanah hak milik yang

bersangkutan.

Dalam pengukuran tanah ini, terdapat subrutin pengukuran. Rincian

prosedur subrutin pengukuran dijelaskan seperti berikut :

1. Kepala Subseksi Pengukuran, Pemetaan dan Konversi (Kasubsi PPK)

menunjuk petugas ukur dan menyerahkan berkas permohonan ke petugas

pelaksana PPK.

2. Petugas pelaksana PPK kemudian membuat dan mencetak Surat Tugas

Pengukuran (STP) dan uang kerja untuk petugas ukur/UMK. Kasubsi PPK

memeriksa kebenaran STP dan UMK, lalu melakukan pendataan STP dan

UMK.

3. Petugas pelaksana PPK membuat Risalah Penelitian Data Yuridis dan

Penetapan Batas (Daftar Isian 201) dan menyerahkan berkas permohonan

kepada petugas ukur untuk kemudian dilakukan pengukuran/pengambilan

data fisik lapangan.

4. Tahap selanjutnya, setiap pengukuran bidang tanah harus dibuatkan

gambar ukur. Gambar ukur adalah hasil pengukuran dan pemetaan

dilapangan berupa Peta Batas Bidang atau bidang-bidang tanah secara

kasar. Gambar ukur ini, kemudian dibuat nomor gambar ukurannya

dengan daftar isian 302.

5. Setelah itu, berkas dikembalikan kepada petugas pelaksana PPK. Petugas

pelaksana PPK memperbaiki gambar ukur, lalu menyerahkan hasil

pekerjaannya ke petugas pemetaan PPK. Petugas pemetaan PPK membuat

75

draf data grafikal salinan surat ukur, kemudian diserahkan ke petugas

pelaksana PPK untuk dibuat data tekstual salinan surat ukur.

6. Kemudian draf data grafikal dan data tekstual salinan surat ukur

diserahkan ke Kasubsi PPK untuk diperiksa. Berkas kemudian kembali ke

petugas pemetaan PPK untuk dilakukan pencetakan Data Grafikal Surat

Ukur.

7. Tahapan yang terakhir adalah petugas pelaksana PPK mencetak surat ukur

tekstual dan menyerahkannya ke Kepala Seksi Pengukuran dan

Pendaftaran Tanah (Kasi PPT) untuk ditandatangani.

Berdasarkan wawancara dengan Koordinator Pemetaan dan

Pengukuran7, untuk pembuatan sertifikat tanah hak milik terdapat suatu

prosedur tentang penelitian bidang tanah, hal ini bertujuan untuk

mengumpulkan data yuridis tentang tanah yang menyangkut riwayat dan asal-

usul tanah, siapa pemegang hak atas tanah, status tanah adakah pembebanan

kepentingan umum seperti tower PLN misalnya. Hal tersebut dimaksudkan

bahwa didalam pengumpulan data yuridis merupakan kegiatan yang bertujuan

untuk memperoleh data mengenai status tanah, dipunyai dengan hak apa,

siapa pemegang haknya dan ada atau tidaknya hak tanggungan yang

membebani serta ada tidaknya kepentingan umum, seperti tower PLN pada

tanah itu. Disamping itu juga dilakukan penelitian tentang riwayat tanah,

pengumpulan bukti kepemilikan tanah serta pemeriksaan terhadap keabsahan

alat-alat bukti tersebut.

7 Wawancara dengan Koordinator Pengukuran dan Pemetaan, 13 Agustus 2012, Kantor

Pertanahan Kota Tangerang

76

Pengumpulan dan penelitian data yuridis dilaksanakan oleh sebuah tim

yang dinamakan Panitia A, tim ini beranggotakan pegawai pada Seksi

Pengukuran dan Pendaftaran Tanah, petugas pelaksana dari Subseksi

Pengukuran, Pemetaan dan Konversi dan Subseksi Pendaftaran Hak dan

Informasi. Tugas panitia A secara terinci adalah sebagai berikut :

1. Meneliti data yuridis bidang tanah yang tidak dilengkapi dengan alat bukti

tertulis mengenai kepemilikan tanah secara lengkap.

2. Melakukan pemeriksaan ke lapangann untuk menentukan kebenaran alat

bukti yang diajukan oleh pemohon pendaftaran tanah.

3. Mencatat sanggahan/keberatan dan sebagai mediator dalam penyelesaian

masalah/sengketa.

4. Membuat kesimpulan mengenai data yuridis bidang tanah yang

bersangkutan.

5. Pengisian daftar isian 201 tentang risalah penelitian data yuridis dan

penetapan batas.

Kegiatan pengumpulan dan penelitian data yuridis merupakan bagian

yang sangat penting dalam pengurusan sertifikat tanah hak milik. Hal ini

menyangkut pemeriksaan alat bukti kepemilikan tanah, sehingga prosedur ini

harus dilakukan dengan hati-hati, teliti dan tidak tergesa-gesa agar tidak

menghasilkan kesimpulan yang salah yang dapat mengakibatkan hak atas

tanah tersebut jatuh kepada orang yang sebenarnya tidak berhak atas tanah

tersebut. Setelah pengumpulan data fisik dan data yuridis terpenuhi, maka

panitia harus menyimpulkan untuk kemudian direkomendasikan kepada

Kepala Kantor Pertanahan untuk menerbitkan sertifikat hak milik, dan

keseluruhannya tersebut harus terdapat laporannya. Kegiatan penelitian data

yuridis adalah berupa kesimpulan panitia A yang nantinya akan menjadi

rekomendasi bagi Kepala Kantor Pertanahan apakah akan menerbitkan

sertifikat hak milik yang dimohonkan atau tidak.

77

4. Pengumuman data fisik dan data yuridis.

Dibagian prosedur ini, hasil dari data fisik dan data yuridis yang sudah

dicantumkan dalam risalah penelitian data yuridis dan penetapan batas (daftar

isian 201), kemudian dimasukkan kedalam daftar data yuridis dan data fisik

bidang tanah disertai peta bidang tanah hasil pengukuran lalu diumumkan

dengan menggunakan daftar isian 201 B selama 60 hari, pengumuman ini

dapat dilakukan di Kantor Pertanahan Kota Tangerang, Kantor Kecamatan,

dan Kantor Kelurahan serta dapat juga diumumkan melalui media massa atas

biaya pemohon.

Berdasarkan wawancara Koordinator Pendaftaran Hak8, pengumuman

harus dilakukan, baik di Kantor Pertanahan Kota Tangerang maupun di

Kelurahan atau Kecamatan lokasi tanah, ini merupakan dasar bagi

pengesahan data fisik dan data yuridis dan dari pengesahan itu baru bisa

diterbitkan sertifikat yang dimohonkan, jika memang tidak ada sanggahan

atau keberatan. Pada Kantor Pertanahan, pengumuman ini merupakan syarat

mutlak yang harus dilaksanakan sebelum diterbitkan sertifikat tanah.

Pengumuman ini dimaksudkan untuk memberikan kesempatan kepada

masyarakat jika ada yang akan mengajukan keberatan terhadap data fisik dan

data yuridis dari sertifikat yang dimohonkan. Dalam hal ini, Kepala Subseksi

Pengukuran, Pemetaan, dan Konversi memeriksa sanggahan pada hari ke-60,

jika ada yang mengajukan keberatan mengenai data fisik dan data yuridis

yang diumumkan, Kepala Kantor Pertanahan mengusahakan agar secepatnya

8 Wawancara dengan Koordinator Pendaftaran Hak, 15 Agustus 2012, Kantor Pertanahan Kota

Tangerang

78

keberatan diselesaikan secara musyawarah. Jika usaha tersebut membawa

hasil akan dibuatkan berita acara penyelesaian, namun jika tidak berhasil,

Kepala Kantor Pertanahan memberitahukan secara tertulis kepada pihak yang

berkeberatan agar mengajukan gugatan ke pengadilan. Sementara itu,

penerbitan sertifikat tanah ditangguhkan sampai ada keputusan pengadilan,

karena didalam proses pengumuman itu sendiri bertujuan agar sertifikat yang

telah diterbitkan harus dapat dipertanggungjawabkan secara hukum dan dapat

menjadi sertifikat tanah hak milik yang sah, sehingga mengurangi adanya

persengketaan tanah yang berujung terhadap timbulnya tindakan kriminal.

5. Pengesahan data fisik dan data yuridis.

Setelah waktu pengumuman selesai, data fisik dan data yuridis disahkan

oleh Kepala Kantor Pertanahan dengan menggunakan Berita Acara

Pengesahan data fisik dan data yuridis (Daftar Isian 202). Apabila pada waktu

pengesahan data fisik dan data yuridis masih ada kekuranglengkapan data

atau masih ada keberatan yang belum diselesaikan, maka pengesahan tersebut

dilakukan dengan membubuhkan catatan mengenai hal-hal yang belum

lengkap atau keberatan yang belum diselesaikan. Kepada pihak yang

mengajukan keberatan, disampaikan pemberitahuan tertulis agar segera

mengajukan gugatan ke pengadilan. Keberatan ini kemudian didaftar dengan

menggunakan Daftar Isian 309.

79

Dalam pembuatan sertifikat tanah hak milik, jika sudah sampai pada

tahap pengesahan data fisik dan data yuridis ini, berarti proses pembuatan

sertifikat tanah hak milik sudah setengah perjalanan, tahap selanjutnya yaitu

menyelesaikan urusan pembukuan hak dan sertifikat tanah hak milik dapat

diterbitkan. Penerbitan sertifikat tanah hak milik yang dikeluarkan akan dapat

dipertanggungjawabkan secara hukum, karena diresmikan dan dilegalkan

oleh Kantor Pertanahan.

Di dalam berita acara Pengesahan Data Fisik dan Data Yuridis

dijadikan dasar untuk pembukuan hak atas tanah yang bersangkutan dalam

buku tanah melalui penugasan konversi maupun pengakuan hak (bila alat

bukti tertulis lengkap). Berita acara pengesahan ini ditulis pada Daftar Isian

201 untuk konversi diberi catatan dengan format sebagai berikut :

Berdasarkan data fisik dan data yuridis yang disahkan dengan

berita acara pengesahan data fisik dan data yuridis tanggal.......Hak atas

tanah ini ditegaskan konversinya menjadi hak milik dengan pemegang

hak.......Tanpa catatan/dengan catatan ada keberatan (tidak ke

pengadilan/sedang proses pengadilan dengan/tanpa sita jaminan).

Apabila alat bukti kepemilikan tanah tidak ada, akan tetapi telah

dibuktikan kenyataan pengusaan fisik selama 20 tahun atau dalam hal ini

untuk keperluan pengakuan hak, pada Daftar Isian 201 dilakukan pencatatan

sebagai berikut :

Berdasarkan data fisik dan data yuridis yang disahkan dengan

berita acara pengesahan data fisik dan data yuridis tanggal.......Hak atas

tanah ini diakui sebagai hak milik dengan pemegang hak.......tanpa

catatan/dengan catatan ada keberatan (tidak ke pengadilan/sedang

dalam proses dipengadilan dengan/tanpa sita jaminan).

80

Setelah pengesahan data fisik dan data yuridis selesai dilakukan proses

selanjutnya yang dilakukan adalah pembukuan hak, karena dengan

pembukuan hak harus disertakan alat bukti dan berita acara dari pengesahan

hak itu sendiri.

6. Pembukuan hak.

Pembukuan hak merupakan suatu proses lanjutan untuk dijadikan dasar

dari penerbitan suatu sertifikat tanah, pembukuan hak adalah merupakan

suatu proses pengumpulan data-data, baik yang bersifat yuridis maupun data

fisik dari proses-proses sebelumnya mulai dari pendaftaran tanah sampai

kedalam proses pengesahan data fisik maupun data yuridis. Dari penjelasan

tersebut, di Kantor Pertanahan Kota Tangerang memiliki suatu prosedur-

prosedur dalam pembukuan hak. Adapun hal-hal yang dilakukan adalah

sebagai berikut :

1. Apabila data fisik dan data yuridisnya belum lengkap dan tidak ada yang

disengketakan, dilakukan pembukuan dalam buku tanah dengan catatan

mengenai hal-hal yang belum lengkap. Ketidaklengkapan data tersebut

bisa mengenai data fisik, misalnya karena surat ukurnya masih didasarkan

atas batas sementara. Catatan akan dihapus apabila telah diserahkan

tambahan alat pembuktian yang diperlukan.

2. Apabila data fisik dan data yuridisnya disengketakan, tetapi tidak diajukan

ke pengadilan, dilakukan pembukuan dalam buku tanah dengan catatan

mengenai adanya sengketa tersebut. Kepada pihak yang berkeberatan

81

diberitahukan secara tertulis untuk mengajukan gugatan ke pengadilan

mengenai data yang disengketakan dalam waktu 90 hari di hitung sejak

disampaikannya pemberitahuan tersebut. Apabila hal tersebut tidak

diajukan kepengadilan, penyelesaian secara damai dapat dilakukan.

3. Apabila data fisik dan data yuridisnya disengketakan dan diajukan gugatan

ke pengadilan, tetapi tidak ada perintah dari pengadilan untuk status quo

dan tidak ada putusan penyitaan dari pengadilan, maka dilakukan

pembukuan dalam buku tanah dengan catatan mengenai adanya sengketa

tersebut serta hal-hal yang disengketakan. Catatan itu akan dihapus setelah

diperoleh penyelesaian secara damai antara pihak yang bersengketa atau

diperoleh putusan pengadilan mengenai sengketa yang bersangkutan yang

telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

4. Apabila data fisik dan atau data yuridis disengketakan dan diajukan

gugatan ke pengadilan serta ada perintah untuk status quo atau putusan

penyitaan dari pengadilan dilakukan pembukuan dalam buku tanah dengan

mengosongkan nama pemegang haknya dan hal-hal lain yang

disengketakan serta mencatat di dalamnya ada sita atau perintah status quo

tersebut. Penyelesaian pengisian buku tanah dan penghapusan catatan

tersebut dilakukan apabila telah diperoleh penyelesaian secara damai atau

diperoleh putusan pengadilan mengenai sengketa yang diajukan.

82

7. Penerbitan sertifikat tanah hak milik.

Setelah semua prosedur selesai, hasil terakhir adalah penerbitan

sertifikat tanah hak milik. Sertifikat tanah hak milik merupakan surat tanda

bukti hak diterbitkan untuk kepentingan pemegang hak yang bersangkutan

sesuai dengan data fisik yang ada dalam surat ukur dan data yuridis yang

telah terdaftar dalam buku tanah. Selain itu, sertifikat tanah hak milik

merupakan salinan buku tanah dan surat ukur yang dijilid menjadi satu

dengan sampul khusus yang diatur perundang-undangan. Dalam hal ini, surat

ukur dari hasil pengukuran yang memuat data fisik dijilid menjadi satu

dengan salinan buku tanah, kemudian diajukan ke Kepala Kantor untuk

dilakukan penandatanganan. Apabila Kepala Kantor berhalangan atau dalam

rangka melayani permohonan pendaftaran tanah yang bersifat massal,

penandatanganan buku tanah dan sertifikat tanah hak milik dilimpahkan

kewenangannya kepada Kepala Seksi Pengukuran dan Pendaftaran Tanah.

Apabila dalam buku tanah masih terdapat catatan-catatan seperti catatan

sengketa, penerbitan sertifikat tanah hak milik harus ditangguhkan sampai

catatan tersebut dihapus, tetapi apabila catatan itu hanya mengenai data fisik

yang belum lengkap (seperti masih merupakan hasil pemetaan sementara),

tetapi tidak disengketakan sertifikat tanah hak milik dapat diterbitkan. Dapat

ditarik kesimpulan, bahwa jika dalam prosedur penerbitan sertifikat tanah hak

milik yang meliputi tahap pengurusan surat dan berkas persyaratan di

kelurahan dan kecamatan, pendaftaran di Kantor Pertanahan Kota Tangerang,

pengumpulan data fisik dan data yuridis, pengumuman data fisik dan data

83

yuridis, pengesahan data fisik dan data yuridis, pembukuan hak, sampai

dengan penerbitan sertifikat tanah hak milik dilakukan dengan benar, maka

proses pelaksanaan penerbitan sertifikat tanah hak milik dapat berjalan sesuai

dengan waktu yang telah ditetapkan dan diakui keabsahannya secara hukum.

3. Pejabat yang mempunyai wewenang dalam pemberian hak milik

Sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Nomor 6 Tahun 1972,

tertanggal 30 Juni 1972, khususnya dalam pasal 2 huruf a), dan Keputusan

Presiden Republik Indonesia, (Nomor 26 Tahun 1988, tertanggal 19 Juli

1988), tentang Badan Pertanahan Nasional, maka pejabat yang berwenang

untuk memberikan hak milik baik untuk hak milik perseorangan maupun hak

milik developer dalam pemecahan bidang tanah, adalah sebagai berikut :

1. Kepala Badan Pertanahan Nasional.

2. Kepala Kantor Wilayah Kotamadya Badan Pertanahan Nasional.

Dalam melaksanakan tugasnya, Badan Pertanahan Nasional (BPN) dibantu

oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah, selanjutnya disebut PPAT yaitu Pejabat

umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta atas tanah.

Setelah penetapan standar dalam penerbitan sertifikat tanah, selanjutnya

mengenai metode untuk mengukur prestasi. Metode untuk mengukur prestasi

dalam pengendalian penerbitan sertifikat tanah hak milik adalah bagaimana cara

untuk mengukur prestasi dalam penerbitan sertifikat tanah hak milik, namun, pada

Kantor Pertanahan Kota Tangerang tidak terdapat metode tersebut.

84

4.2.2 Pengukuran Prestasi.

Langkah ini merupakan proses yang berkelanjutan dan repetitif (berulang-

ulang), dengan frekuensi aktual bergantung pada jenis aktivitas yang sedang

diukur. Pengukuran prestasi dapat dilakukan dengan 2 (dua) cara, yaitu secara

rutin dan non rutin, pengukuran prestasi yang dilakukan secara rutin yaitu

pengukuran sebuah prestasi yang dilakukan berdasarkan waktu yang telah

ditentukan untuk menjamin apakah proses yang dilakukan sesuai dengan apa yang

diharapkan, sedangkan pengukuran prestasi yang dilakukan secara non rutin yaitu

pengukuran sebuah prestasi yang dilakukan tidak berdasarkan waktu yang telah

ditentukan, namun dilakukan apabila ditemukan hal-hal yang menyimpang dari

standar yang telah ditetapkan.

Pengukuran prestasi yang dilakukan dalam pengendalian penerbitan

sertifikat tanah di Kantor Pertanahan Kota Tangerang dilakukan dengan cara non

rutin. Hal ini dikarenakan, di Kantor Pertanahan Kota Tangerang tidak ada

pengecekan sertifikat tanah yang sudah selesai secara rutin, pihak Kantor

Pertanahan Kota Tangerang hanya akan melakukan tindakan pengecekan jika ada

pemohon atau masyarakat yang mengadukan masalahnya ke Kantor Pertanahan

Kota Tangerang.

Pengukuran prestasi dalam pengendalian penerbitan sertifikat tanah pada

Kantor Pertanahan Kota Tangerang terdapat 2 (dua) masalah yang ditemukan

dalam pengecekan non rutin. masalah tersebut menyebabkan obyek

pensertifikatan luas tanah Kota Tangerang melebihi luas tanah Kota Tangerang,

yaitu sertifikat ganda dan gagalnya pemisahan dari sertifikat induk. Permasalahan

85

ini diketahui setelah adanya pengaduan dari masyarakat tentang sertifikat ganda

dan permasalahan gagalnya pemisahan dari sertifikat induk diketahui setelah

dilakukannya pengecekan keseluruhan sertifikat tanah yang sudah selesai di

Kantor Pertanahan Kota Tangerang.

Berdasarkan wawancara dengan Kasi Sengketa, Konflik, dan Perkara9

mengatakan bahwa dalam pengecekan terhadap suatu masalah pertanahan

dilakukan hanya jika ada pengaduan dari pihak yang bersangkutan, pengecekan

secara rutin tidak dilakukan karena tidak adanya tugas untuk melakukan

pengecekan sertifikat tanah yang sudah selesai. Pihak yang bermasalah atau

disebut dengan pengadu dapat mengadukan permasalahannya langsung ke Kantor

Pertanahan Kota Tangerang. Permasalahan mengenai adanya kelebihan luas tanah

di Kota Tangerang, memang disebabkan oleh adanya sertifikat ganda, dan setelah

dilakukan pengecekan mengenai keseluruhan sertifikat yang sudah selesai

ditemukan adanya kegagalan pemisahan dari sertifikat induk.

Pengaduan masalah sengketa pertanahan dapat dilakukan secara lisan

maupun tulisan, namun sejauh ini pihak Kantor Pertanahan Kota Tangerang

menerima pengaduan secara lisan yang kemudian di arahkan untuk pengaduan

secara tulisan agar dalam penanganannya dapat lebih teratur dan cepat

diselesaikan sesuai berkas pengaduan yang diterima. Pengaduan secara tulisan

dilakukan dengan 4 (empat) tahap, yaitu :

9 Wawancara dengan Kasi Sengketa, Konflik, dan Perkara, 28 Agustus 2012, Kantor Pertanahan

Kota Tangerang

86

1. Pembuatan laporan pengaduan.

2. Penelitian administrasi dan lapangan.

3. Gelar perkara.

4. Pembuatan rekomendasi penyelesaian.

Dalam penanganan pengaduan dilakukan oleh tim yang melayani tanggap

sengketa, tim tersebut adalah tim khusus yang dibentuk untuk menangani

sengketa setiap hari. Tim ini terdiri dari unsur pengukuran, unsur hak tanah, dan

unsur sengketa, konflik, dan perkara. Tim ini adalah tim terpadu yang meliputi

seluruh unsur terkait dalam upaya penanganan perkara. Adapun dasar hukum

dalam penyelesaian sengketa tanah adalah :

1. UU No.5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.

2. PP No.24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah.

3. Keppres No.34 Tahun 2003 Tentang Kebijakan Nasional di Bidang

Pertanahan.

4. Peraturan Kepala BPN RI No.3 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan,

Pengkajian, dan Penanganan Kasus Pertanahan.

Adapun alur kerja atas pelayanan tanggap sengketa ini adalah sebagai

berikut :

1. Pembuatan laporan pengaduan.

Dalam tahap pertama ini, dilakukan permohonan pengaduan melalui loket

pengaduan, permohonan disampaikan pertama secara lisan, yang kemudian

dijadikan tertulis, kemudian diberikan laporan pengaduan oleh petugas loket.

Setelah diterimanya permohonan pengaduan tersebut, diperiksa oleh seksi

Sengketa, Konflik dan Perkara (SKP), dan ditentukan apakah permohonan

tersebut dapat untuk diproses lebih lanjut atau tidak.

87

Suatu pengaduan jika tidak dapat diproses lebih lanjut, maka pengaduan

akan berhenti disini, sebuah pengaduan tidak dapat ditindak lanjuti apabila data

yang disampaikan ke Kantor Pertanahan Kota Tangerang masih kurang jelas

atau kurang lengkap, maka pihak Kantor Pertanahan Kota Tangerang akan

meminta penjelasan disertai dengan data serta saran ke Kepala Kantor Wilayah

Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi dan Kepala Kantor Pertanahan

Kabupaten/Kota setempat, serta tanah yang disengketakan. Sedangkan, jika

suatu pengaduan dapat diproses lebih lanjut akan dilanjutkan ke tahap

berikutnya.

2. Penelitian administrasi dan lapangan.

Tahap kedua ini dilakukan pemeriksaan berkas permohonan pengaduan

oleh seksi Sengketa, Konflik dan Perkara (SKP), kemudian ditindaklanjuti

dengan penelitian lapangan oleh petugas tanggap sengketa pertanahan, yang

meliputi anggota dari seksi Sengketa, Konflik dan Perkara (SKP), seksi Hak

Tanah dan Pendaftran Hak Tanah (HTPT), dan seksi Survey, Pengukuran, dan

Pemetaan (SPP), yang dilengkapi dengan berita acara hasil penelitian di

lapangan.

3. Gelar perkara.

Setelah penelitian lapangan oleh petugas, tahap ketiga adalah pelaksanaan

tim tanggap sengketa pertanahan yang akan menindaklanjuti dengan gelar

perkara, yang meliputi :

88

Gelar internal adalah gelar yang pesertanya dari Kantor Badan

Pertanahan Nasional Republik Indonesia, Kantor Wilayah Badan

Pertanahan Nasional dan/atau Kantor Pertanahan. Gelar internal ini

bertujuan untuk menghimpun masukan pendapat para petugas/pejabat,

mengidentifikasi sengketa dan konflik yang diperselisihkan, dan

menyusun rencana penyelesaian.

Gelar eksternal adalah gelar yang pesertanya dari Kantor Badan

Pertanahan Nasional Republik Indonesia, Kantor Wilayah Badan

Pertanahan Nasional dan/atau Kantor Pertanahan yang diikuti peserta

dari unsur/instansi lainnya. Gelar eksternal bertujuan untuk melengkapi

keterangan dan pendapat dari internal dan eksternal Kantor Badan

Pertanahan Nasional Republik Indonesia, Kantor Wilayah Badan

Pertanahan Nasional dan/atau Kantor Pertanahan agar pembahasan

lebih komprehensif, mempertajam analisis kasus pertanahan, dan

memilih alternatif penyelesaian.

Gelar mediasi adalah gelar yang menghadirkan para pihak yang

berselisih untuk memfasilitasi penyelesaian kasus pertanahan melalui

musyawarah. Gelar mediasi ini bertujuan untuk menmapung informasi

atau pendapat dari semua pihak yang berselisih, dan pendapat dari

unsur lain yang perlu dipertimbangkan, menjelaskan posisi hukum para

pihak baik kelemahan atau kekuatannya, memfasilitasi penyelesaian

kasus pertanahan melalui musyawarah, dan pemilihan penyelesaian

kasus pertanahan.

89

Gelar istimewa adalah gelar yang dilaksanakan oleh Tim Penyelesaian

Kasus Pertanahan yang dibentuk oleh Kepala Badan Pertanahan

Nasional Republik Indonesia atau Deputi Bidang Pengkajian dan

Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan. Gelar istimewa

bertujuan untuk menyelesaikan kasus pertanahan yang sangat

kompleks, menyelesaikan perbedaan keputusan mengenai penanganan

kasus pertanahan antara pejabat Badan Pertanahan Nasional Republik

Indonesia atau pejabat instansi lainnya, mengkoreksi keputusan Pejabat

Pertanahan Nasional Republik Indonesia yang bermasalah, dan

menetapkan upaya hukum.

4. Pembuatan rekomendasi penyelesaian.

Setelah dilakukan gelar pekara, tahap keempat atau tahap terakhir dalam

pengaduan masalah sengketa pertanahan di Kantor Pertanahan Kota Tangerang

adalah dibuatkan rekomendasi penyelesaian kasus pertanahan, dengan kriteria-

kriteria sebagai berikut :

K1 : Surat pemberitahuan mengenai penyelesaian kasus pertanahan

kepada semua pihak yang bersengketa.

K2 : Penerbitan SK tentang pemberian hak atas tanah, pembatalan

sertifikat hak atas tanah, pencatatan dalam buku tanah atau

perbutan hukum lainnya, sesuai dengan surat pemberitahuan

penyelesaian kasus pertanahan.

90

K3 : Surat pemberitahuan penyelesaian kasus pertanahan yang

ditindaklanjuti mediasi oleh Badan Pertanahan Nasional sampai

pada kesepakatan berdamai atau kesepakatan yang disetujui para

pihak.

K4 : Surat pemberitahuan penyelesaian kasus pertanahan yang

menyatakan penyelesaian kasus pertanahan akan melalui proses

perkara di pengadilan, karena tidak ada kesepakatan antara para

pihak.

K5 : Surat pemberitahuan penyelesaian kasus pertanahan yang

menyatakan bahwa Badan Pertanahan Nasional tidak berwenang

menyelesaikan kasus pertanahannya, dan dipersilahkan

diselesaikan melalui instansi lain.

Melalui keempat tahap pengaduan masalah pertanahan, Kantor Pertanahan

Kota Tangerang akan menyelesaikan masalah pertanahan hingga menemukan

jalan keluar bagi masalah tersebut, namun jika dalam penyelesaian masalah tidak

menemukan solusi yang tepat, maka Kantor Pertanahan Kota Tangerang

melimpahkan masalah tersebut melalui instansi lain, yaitu pengadilan.

4.2.3 Menetapkan Apakah Prestasi Kerja Sesuai Dengan Standar.

Langkah ini dimaksudkan untuk membandingkan hasil-hasil yang telah

diukur dengan standard yang telah ditetapkan sebelumnya. Apabila prestasi kerja

sesuai dengan standard, maka pimpinan berasumsi bahwa segala sesuatunya telah

berjalan secara terkendali. Pimpinan tidak perlu melakukan tindakan korektif

91

terhadap penyimpangan. Sebaliknya, pimpinan perlu mempertimbangkan tindakan

korektif apabila prestasi yang diperoleh jauh dari standard yang telah ditetapkan.

Robert J. Mockler (dalam James A.F. Stoner 1986:222) menjelaskan

bahwa langkah ini adalah merupakan langkah yang paling mudah ditempuh

dalam proses pengendalian. Sifat kompleksnya mungkin telah dapat diatasi dalam

kedua langkah yang pertama, sekarang tinggal membandingkan hasil-hasil yang

telah diukur dengan target atau standard yang telah ditetapkan sebelumnya.

Langkah penetapan apakah prestasi kerja sesuai dengan standard dalam

pengendalian penerbitan sertifikat tanah dapat dilihat dari pengaduan yang

dilakukan oleh masyarakat, maupun masalah mengenai gagalnya pemisahan dari

sertifikat induk, yang mengakibatkan luas obyek pensertifikatan tanah di Kota

Tangerang melebihi luas tanah Kota Tangerang.

Dalam langkah pengukuran prestasi kerja dijelaskan bahwa pengukuran

prestasi dilakukan secara non rutin oleh pihak Kantor Pertanahan Kota Tangerang,

permasalahan pengendalian penerbitan sertifikat tanah terjadi karena adanya

pengaduan masyarakat mengenai sertifikat ganda, serta adanya kegagalan

pemisahan dari sertifikat induk. Disini jelas terlihat bahwa terjadi penyimpangan

dari standar yang seharusnya. Berikut ini, dijelaskan mengenai sertifikat ganda

dan gagalnya pemisahan dari sertifikat induk.

1. Sertifikat ganda.

Sertifikat ganda adalah sertifikat yang diterbitkan oleh Badan Pertanahan

Nasional (BPN), yang akibat adanya kesalahan pendataan pada saat melakukan

pengukuran dan pemetaan pada tanah, sehingga terbitlah sertifikat ganda yang

92

berdampak pada pendudukan tanah secara keseluruhan ataupun sebagian tanah

milik orang lain. Apabila ditinjau dari pengertian sertifikat itu sendiri, maka

sertifikat adalah tanda bukti hak atas tanah, yang dikeluarkan oleh pemerintah

dalam rangka penyelenggaraan pendaftaran tanah menurut ketentuan peraturan

dan perundang-undangan. Sertifikat hak atas tanah membuktikan bahwa

seseorang atau suatu badan hukum, mempunyai suatu hak atas bidang tanah

tertentu.

Pada kenyataannya, bahwa seseorang atau badan hukum menguasai

secara fisik dan menggunakan tanah yang bersangkutan tidak serta merta

langsung membuktikan bahwa ia mempunyai hak atas tanah yang dimaksud.

Adapun surat-surat jual beli, belum tentu membuktikan bahwa yang membeli

benar-benar mempunyai hak atas tanah yang dibelinya. Apabila tidak ada bukti

otentik bahwa yang menjual memang berhak atas tanah yang dijualnya.

Dalam konteks inilah terjadi pendudukan tanah secara tidak sah melalui

alat bukti berupa dokumen (sertifikat) yang belum dapat menjamin kepastian

hukumnya. Maksud gambaran diatas adalah suatu peristiwa penerbitan

sertifikat ganda atas tanah, yang mengakibatkan adanya pemilikan bidang

tanah atau pendudukan hak yang saling bertindihan satu dengan yang lain.

Masalah sertifikat ganda yang terjadi di Kantor Pertanahan Kota

Tangerang, terjadi pada saat penerbitan sertifikat tanah hak milik yang

dilakukan di Kantor Pertanahan Kota Tangerang, dan melalui program

LARASITA (Layanan Rakyat Sertifikasi Tanah), namun tidak terdapat data

secara rinci mengenai hal tersebut. Sertifikat ganda yang terjadi di Kantor

93

Pertanahan Kota Tangerang, disebabkan karena database yang ada tidak

menyimpan dengan baik data yang sebelumnya, sehingga ketika pemohon

mengajukan sertifikat tanah hak milik, pegawai Kantor Pertanahan Kota

Tangerang mengeluarkan sertifikat tanah hak milik yang sama. Sertifikat ganda

yang terjadi melalui program LARASITA (Layanan Rakyat Sertifikasi Tanah)

dikarenakan tidak tersampaikannya data yang dilakukan pegawai dengan

menggunakan mobil LARASITA dengan Kantor Pertanahan, sehingga data

menjadi ganda.

2. Gagalnya pemisahan dari sertifikat induk.

Gagalnya pemisahan dari sertifikat induk bermula dari pemisahan tanah-tanah

yang besar dari developer (pengembang) yang di dalam pemisahan untuk kavling-

kavling untuk luasan induk masih tercover dalam aplikasi, tercover secara utuh

yang seharusnya sudah terpotong dengan luasan yang terpisah-pisah. Hal inilah

yang menyebabkan luasan tanah menjadi bertambah, karena luasnya induk yang

seharusnya tidak dihitung, dihitung kembali dengan luasan tanah yang sudah

terpisah-pisah sehingga luas menjadi bertambah.

Masalah sertifikat ganda dan gagalnya pemisahan dari sertifikat induk

yang terjadi di Kantor Pertanahan Kota Tangerang dapat dilihat dalam tabel

berikut :

94

Tabel 4.4

Masalah Sertifikat Ganda dan Gagalnya Pemisahan dari Serifikat Induk

No. Kecamatan

Jumlah

Ket.

Bidang

Luas (m2)

Obyek

Sertifikat

Tanah

Sebenarnya

Kelebihan

Luas Tanah

1. Batu Ceper 12.138 8.536.551 8.536.551 0

2. Benda 14.320 11.480.485 5.843.378 5.637.107 1 Developer

3. Cibodas 24.853 9.075.660 7.476.878 1.598.782 1 Developer

4. Ciledug 21.880 6.722.755 6.722.755 0

5. Cipondoh 33.481 45.020.147 42.573.323 2.446.824 1 Developer

6. Jati Uwung 6.410 31.118.780 30.310.278 808.502 1 Developer

7. Karang Tengah 19.435 7.941.241 7.941.241 0

8. Karawaci 21.326 10.654.194 4.506.309 6.147.885 1 Developer

9. Larangan 18.208 56.973.439 19.668.668 37.304.771 2 Developer

10. Neglasari 14.301 9.419.689 9.419.689 0

11. Periuk 25.061 14.256.720 14.256.720 0

12. Pinang 20.421 11.082.782 10.732.282 350.500 Sertifikat

Ganda

13. Tangerang 20.919 14.289.028 13.741.928 547.100 Sertifikat

Ganda

Jumlah 253.818 236.571.471 181.730.000 54.841.471

7 Developer,

2 Sertifikat

Ganda

Sumber : Kantor Pertanahan Kota Tangerang 2012

Berdasarkan data tersebut, dapat dilihat bahwa luas tanah dari Kota

Tangerang adalah sebesar 181.730.000 m2, sedangkan luas obyek pensertifikatan

tanah sebesar 236.571.471 m2, disini dapat dilihat terdapat kelebihan luas tanah

sebesar 54.841.471 m2, hal ini disebabkan oleh adanya sertifikat ganda dan

gagalnya pemisahan dari sertifikat induk. Mengenai masalah sertifikat ganda dan

95

gagalnya pemisahan dari sertifikat induk terdapat di beberapa kecamatan, untuk

masalah sertifikat ganda terdapat di kecamatan Pinang dan Tangerang, sedangkan

untuk masalah gagalnya pemisahan dari sertifikat induk terdapat di kecamatan

Benda, Cibodas, Cipondoh, Jati Uwung, Karawaci, dan Larangan. Untuk berapa

besar persentasenya dapat dilihat sebagai berikut :

Gambar 4.2

Masalah Sertifikat Ganda dan Gagalnya Pemisahan dari Serifikat Induk

Berdasarkan gambar tersebut dapat dilihat bahwa sertifikat ganda yang

terjadi Kota Tangerang sebesar 1,60%, sedangkan gagalnya pemisahan dari

sertifikat induk sebesar 98,40%, terlihat lebih dominan terjadi pada gagalnya

pemisahan dari sertifikat induk, hal ini dikarenakan developer (pengembang) lebih

banyak memiliki luas tanah dibandingkan dengan perseorangan. Dengan

demikian, baik sertifikat ganda maupun gagalnya pemisahan dari sertifikat induk

Masalah Kelebihan Tanah

Sertifikat Ganda

Sertifikat Induk yang Gagal dipisah

96

menyebabkan obyek pensertifikatan tanah di Kota Tangerang melebihi luas tanah

Kota Tangerang itu sendiri.

Permasalahan tersebut membuktikan bahwa dalam pengukuran prestasi

dengan standar yang telah ditetapkan terjadi penyimpangan, penyimpangan tidak

akan terjadi apabila standar di jalankan secara baik, dan benar. Setelah terjadi

penyimpangan, hal yang harus dilakukan adalah mengambil tindakan perbaikan

agar penyimpangan tersebut dapat segera diatasi dan terselesaikan dengan baik.

4.2.4 Mengambil Tindakan Perbaikan.

Dalam pengendalian penerbitan sertifikat tanah hak milik yang

dilaksanakan, apabila hasil belum tercapai atau menurun, dan analisis

menunjukkan perlunya diambil tindakan. Tindakan ini dapat berupa penggandaan

perubahan terhadap satu atau lebih banyak hasil. Mengambil tindakan perbaikan

perlu dilakukan dalam penyelesaian masalah pengendalian penerbitan sertifikat

tanah pada Kantor Pertanahan Kota Tangerang.

Berdasarkan wawancara dengan Kasi Sengketa, Konflik, dan Perkara10

tahapan yang harus dilewati dalam menyelesaikan konflik pertanahan adalah

mengenali pihak-pihak yang berkonflik, obyek konflik, menemukan atau

mengetahui kemauan dari subyek, menemukan pokok masalah konflik yang

bersangkutan, mencari aturan atau peraturan perundangan-undangan yang terkait,

menemukan alternatif institusi penyelesaian konflik yang akan digunakan, serta

10

Wawancara dengan Kasi Sengketa, Konflik, dan Perkara, 03 September 2012, Kantor Pertanahan Kota Tangerang

97

mengambil keputusan yang tepat dan diterima oleh para pihak. Tindakan

perbaikan tersebut akan penulis jelaskan berikut :

Tindakan perbaikan berkaitan dengan sertifikat ganda, berdasarkan

wawancara dengan Kasubsi Sengketa dan Konflik Pertanahan11

ada beberapa hal

yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut :

1. Pengaduan.

Dalam pengaduan berisi hal-hal dan peristiwa yang menggambarkan

bahwa pemohon/pengadu adalah pihak yang berhak atas tanah yang

disengketakan atau tanah konflik dengan dilampiri bukti-bukti serta mohon

penyelesaian dengan disertai harapan agar terhadap tanah tersebut dapat

dicegah mutasinya sehingga tidak merugikan pemohon.

2. Penelitian.

Mekanisme berikutnya setelah pengaduan adalah penelitian berupa

pengumpulan data atau administrasi maupun hasil penelitian fisik dilapangan

mengenai penguasaannya. Hasil dari penelitian dapat disimpulkan sementara

bahwa apakah pengaduan tersebut beralasan atau tidak untuk diproses lebiih

lanjut.

11

Wawancara dengan Kasubsi Sengketa dan Konflik Pertanahan, 04 September 2012, Kantor Pertanahan Kota Tangerang

98

3. Pencegahan Mutasi.

Tindak lanjut dari penyelesaian sengketa atau konflik adalah atas dasar

petunjuk atau perintah atasan maupun berdasarkan prakarsa kepala kantor

agraria yang bersangkutan terhadap tanah sengketa, dapat dilakukan langkah

pengamanan berupa pencegahan untuk sementara terhadap segala bentuk

perubahan atau mutasi. Tujuannya dilakukan pencegahan atau mutasi adalah

menghentikan untuk sementara waktu segala bentuk perubahan terhadap tanah

yang disengketakan atau tanah konflik.

4. Musyawarah.

Musyawarah atau disebut negotiation adalah kegiatan mempertemukan

kedua belah pihak untuk mengklarifikasi data yang ada pada masing-masing

pihak dalam rangka mengupayakan perdamaian. Perdamaian adalah

kesepakatan dari para pihak untuk mengakhiri sengketanya. Pendekatan

terhadap para pihak yang bersengketa dan/atau berkonflik melalui musyawarah

sering berhasil didalam usaha penyelesaian sengketa, dan biasanya

ditempatkan instansi pemerintah yang dalam hal ini adalah Direktorat Jenderal

Agraria untuk bertindak sebagai mediator dalam menyelesaikan sengketa atau

konflik secara kekeluargaan.

Agar dalam musyawarah berjalan sukses dan optimal, ada beberapa

kekuatan (power) yang perlu diperhatikan oleh para negosiator adalah,

kekuatan dari pengetahuan dan keterampilan, kekuatan dari hubungan yang

baik, kekuatan dari alternatif yang baik dalam negosiasi, kekuatan untuk

99

mencapai penyelesaian yang elegan, kekuasaan legitimasi, dan kekuatan

komitmen.

Jika dalam perundingan musyawarah ini berhasil dilakukan dan mencapai

kesepakatan, maka akan dibuatkan perjanjian bersama yang isinya mengikat

para pihak. Sebaliknya, jika dalam waktu 14 (empat belas) hari tidak mencapai

kesepakatan, maka atas kesepakatan tertulis kedua belah pihak, sengketa

diselesaikan melalui konsiliasi ataupun mediasi.

5. Konsiliasi atau Mediasi

Konsiliasi adalah penyelesaian konflik, termasuk konflik pertanahan yang

ditengahi oleh seorang atau lebih konsiliator yang netral yang dipilih atas

kesepakatan para pihak. Konsiliator tersebut harus terdaftar di Kantor yang

berwenang menangani masalah pertanahan, dalam hal ini misalnya di Kantor

Badan Pertanahan Nasional (BPN). Konsiliator harus dapat menyelesaikan

perselisihan tersebut paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak menerima

permintaan penyelesaian masalah tersebut.

Pada kesempatan pertama penyelesaian permasalahan tersebut, konsiliator

wajib mendamaikan para pihak terlebih dahulu. Jika terjadi kesepakatan damai,

maka akan dibuatkan perjanjian bersama untuk kemudian didaftarkan di

pengadilan wilayah hukum mana kesepakatan damai itu dibuat. Bila salah satu

pihak tidak mendamaikan kesepakan tersebut, pihak lainnya dapat mengajukan

permohonan eksekusi di pengadilan tempat perjanjian bersama didaftarkan.

100

Bila konsiliator gagal mendamaikan para pihak, konsiliator mengeluarkan

anjuran penyelesaian tertulis paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja sejak sidang

konsiliasi pertama. Persetujuan atau penolakan para pihak terhadap anjuran

dari konsiliator tersebut harus disampaikan oleh para pihak yang berkonflik

paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak menerima anjuran tertulis dari

konsiliator. Jika para pihak menyetujui anjuran tertulis dari konsiliator, maka

dibuatkan perjanjian bersama untuk didaftarkan di pengadilan wilayah mana

tanah yang menjadi obyek konflik untuk mendapatkan akta bukti pendaftaran,

bahwa konflik diantara para pihak telah diselesaikan secara konsiliasi. Tetapi,

apabila anjuran tertulis ditolak oleh salah satu pihak atau kedua belah pihak,

maka salah satu pihak atau kedua belah pihak dapat mengajukan penyelesaian

ke pengadilan setempat dengan mengajukan guguatan.

Selain konsiliasi, pihak yang bersengketa dapat memilih jalan mediasi.

Mediasi merupakan pengendalian konflik pertanahan yang dilakukan dengan

cara membuat konsensus di antara dua pihak yang berkonflik untuk mencari

pihak ketiga yang berkedudukan netral sebagai mediator dalam penyelesaian

konflik. Dalam menyelesaikan konflik melalui cara mediasi, kedua belah pihak

sepakat mencari nasehat dari pihak ketiga.

Penyelesaian masalah melalui mediasi ini, dilakukan atas dasar

kesepakatan kedua pihak yang berkonflik bahwa masalah mereka akan

diselesaikan melalui bantuan seseorang atau beberapa penasehat ahli ataupun

melalui seorang mediator. Pihak ketiga yang memberikan bantuan ini harus

101

bersifat netral (tidak memihak) serta independen, dalam artian tidak dapat

diintervensi oleh pihak lainnya.

Sama seperti konsiliasi, mediator wajib menyelesaikan tugasnya paling

lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak menerima pendaftaran penyelesaian

konflik dari para pihak. Apabila dalam musyawarah tersebut tercapai

kesepakatan diantara para pihak, maka dibuatkan perjanjian bersama untuk

didaftarkan di pengadilan wilayah hukum tempat perjanjian tersebut dibuat.

Tetapi jika gagal, mediator menyampaikan anjuran tertulis selambat-lambatnya

10 (sepuluh) hari kerja sejak sidang mediasi pertama.

Selambat-lambatnya sejak 10 (sepuluh) hari kerja sejak menerima anjuran

tertulis dari mediator tersebut, para pihak harus memberikan jawaban. Jika

anjuran tertulis diterima, dalam waktu 3 (tiga) hari kerja sejak anjuran tertulis

disetujui, mediator membantu para pihak membuat perjanjian bersama untuk

didaftarkan di pengadilan wilayah hukum mana perjanjian bersama itu dibuat

agar memperoleh akta pendaftaran. Bagi pihak yang tidak memberikan

pendapat berarti dia menolak anjuran tertulis dari mediator. Jika ditolak, maka

pihak yang menolak dapat mengajukan gugatan ke pengadilan.

6. Penyelesaian melalui pengadilan.

Apabila usaha melalui jalan musyawarah, konsiliasi atau mediasi tidak

mendatangkan hasil, maka sengketa atau konflik tersebut harus diselesaikan

oleh instansi yang berwenang, yaitu pengadilan. Penyelesaian masalah

pertanahan melalui jalur pengadilan sering memakan waktu yang lama.

102

Lamanya berperkara ini banyak disebabkan karena kemungkinan berperkara

sekurang-kurangnya 3 sampai 4 tahap.

Pertama, pada tingkat pengadilan negeri, yang akan berlangsung relatif

cepat sekarang ini, karena ada petunjuk Mahkamah Agung (MA) bahwa

sedapatnya harus dibatasi berperkara sampai kurang lebih 6 (enam) bulan.

Namun, dalam kenyataannya bisa berbulan-bulan, kadang-kadang setahun.

Kedua, pada tingkat pengadilan tinggi, seperti halnya dalam pengadilan

negeri, perkara sering berlangsung lama. Disamping itu pemeriksaan perkara

melalui pengadilan seringkali dihantui adanya anggapan bahwa pengadilan

lebih mementingkan kepentingan dirinya sendiri saja atau lebih dikenal dengan

sebutan mafia peradilan.

Ketiga, pada tingkat kasasi, sering terjadi keterlambatan dalam

pemeriksaan. Sebuah perkara untuk dapat diperiksa, harus menunggu bertahun-

tahun lamanya, biasanya tidak kurang dari 3 (tiga) tahun sebelum akhirnya

diputus dalam kasasi. Hal ini disebabkan karena antrian pemeriksaan dalam

acara kasasi yang lama sekali yang disebabkan banyaknya perkara kasasi yang

ditangani.

Keempat, pada peninjauan kembali. Pada tingkat ini, waktu yang

diperlukan bisa mencapai 8-9 tahun sebelum perkara ini tiba pada taraf dapat

dilaksanakan (eksekusi) oleh pengadilan negeri.

103

Selama ini, putusan yang dijatuhkan oleh pengadilan belum bisa

menyelesaikan persoalan apabila putusan tersebut tidak dapat dilaksanakan.

Oleh karena itu, putusan pengadilan harus mudah dilaksanakan (eksekusi).

Sistem peradilan di Indonesia mengenal adanya 4 (empat) macam lingkungan

peradilan di bawah Mahkamah Agung (MA) sebagai salah satu puncak

kekuasaan kehakiman, yaitu : Peradilan Umum (perdata dan pidana), Peradilan

Agama, Peradilan Militer, dan Peradilan Tata Usaha Negara.

Dalam hal kewenangan peradilan umum, sesuai dengan UU (Nomor 8

Tahun 2004) tentang perubahan atas (UU Nomor 2 Tahun 1986) tentang

Peradilan Umum disebutkan bahwa kewenangan dari Peradilan Umum sesuai

dengan ketentuan dalam pasal-pasal (antara lain Pasal 2, 6, 50 dan Pasal 51).

Kewenangan Peradilan Umum dalam menyelesaikan sengketa tanah dapat

dilihat dari yurisprudensi putusan Mahkamah Agung (MA) Republik Indonesia

(RI) (Nomor 701 K/Pdt/1997 tanggal 24 Maret 1999), dan Putusan Mahkamah

Agung (MA) Republik Indonesia (RI) (Nomor 1816 K/Pdt/1989 tanggal 22

Oktober 1992).

Adapun kewenangan Peradilan Tata Usaha Negara dalam hal penyelesaian

sengketa atas tanah dapat dilihat dalam ketentuan UU (Nomor 9 Tahun 2004)

tentang perubahan atas UU (Nomor 5 tahun 1986) tentang Peradilan Tata

Usaha Negara (Pasal 2, Pasal 5 ayat (1), Pasal 50, Pasal 51). Dalam

yurisprudensi dapat dilihat dalam Putusan Mahkamah Agung (MA) Republik

Indonesia (RI) Nomor 84 K/TUN/1999 tanggal 14 Desember 2000 dan Putusan

Mahkamah Agung (MA) Republik Indonesia (RI) (Nomor 1687 K/Pdt/1998

104

tanggal 29 September 1999). Kewenangan Peradilan Agama sesuai ketentuan

(Nomor 3 Tahun 2006) tentang Perubahan Atas (UU Nomor 7 Tahun 1989)

tentang Peradilan Agama, sesuai ketentuan (Pasal 2, 3 ayat (1), 49 ayat (1), 51)

dan Yurisprudensi Putusan Mahkamah Agung (MA) Republik Indonesia (RI)

(Nomor 57 K/AG/1999 tanggal 27 April 2000).

Sebagai konsekuensi dari adanya perbedaan dalam yurisprudensi dan

kompetensi (wewenang) dari masing-masing macam peradilan tersebut, dapat

terjadi (bahkan seringkali) adanya perkara yang pokok sengketanya saling

bersentuhan satu sama lain, misalnya sengketa yang disatu sisi termasuk dalam

yurisdiksi Peradilan Umum (perdata) dan disisi lainnya termasuk dalam

Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN), misal dibidang pertanahan, sekalipun

keduanya terdapat dalam satu perkara yang sama, atau dua perkara yang saling

berkaitan.

Apabila kedua macam sengketa tersebut diperiksa dan diadili secara

terpisah dan diputus sendiri-sendiri oleh kedua macam peradilan tersebut, maka

ada kemungkinan besar bahwa dapat terjadi adanya dua putusan yang saling

berbeda, dan bertentangan walaupun dalam kenyataannya ada banyak juga

yang saling mendukung.

105

Tindakan-tindakan perbaikan yang berkaitan dengan sertifikat ganda sudah

dibuat dengan sangat baik oleh Kantor Pertanahan Kota Tangerang, agar

permasalahan sertifikat ganda dapat diselesaikan dengan cepat. Tindakan

perbaikan tersebut dilakukan agar dalam penyelesaian masalah bisa teratasi

dengan tepat dan cepat.

Tindakan perbaikan berkaitan dengan gagalnya pemisahan dari sertifikat

induk, berdasarkan wawancara dengan Kasubsi Perkara Pertanahan12

ada

beberapa hal, yaitu sebagai berikut :

1. Administrasi Pertanahan yang Proaktif

Pegawai pertanahan memainkan peran penting dalam memfasilitasi dan

melegalisasi konversi lahan pedesaan untuk tujuan perkotaan. Konversi rentan

terhadap masalah tata kelola mengingat keuntungan yang diperoleh sangat

tinggi. Administrasi yang proaktif harus di jalankan sebaik mungkin,

administrasi pertanahan yang proaktif dapat membuat penggunaan tanah

menjadi lebih teratur dan Kantor Pertanahan memiliki data yang lengkap

terhadap keadaan tanah-tanah tersebut. Administrasi pertanahan yang proaktif

akan dapat mengatasi masalah-masalah dalam penggunaan lahan dan dalam

gagalnya pemisahan dari sertifikat induk, serta didukung dengan menggunakan

proses perencanaan yang transparan.

12

Wawancara dengan Kasubsi Perkara Pertanahan, 04 September 2012, Kantor Pertanahan Kota Tangerang

106

2. Persiapan Perencaan

Memasukkan order dalam penggunaan lahan mensyaratkan hukum yang

tepat yang menjamin perencanaan penggunaan lahan serta pemisahan dari

sertifikat induk dalam kerangka kebijakan perencaan tersebut juga berdasarkan

pada rencana izin menggunakan lahan yang relevan. Perencanaan yang baik

dan transparan akan dapat mempermudah untuk melaksanakan penataan lahan,

baik untuk perumahan maupun untuk perindustrian. Penyusunan rencana juga

mengurangi jumlah konflik yang mungkin timbul dari intensifnya

pembangunan perkotaan dan jenis pembangunan-pembangunan lainnya.

3. Pendataan Ulang

Setelah melakukan administrasi pertanahan yang proaktif dan persiapan

perencanaan dalam pembangunan, maka hal yang paling penting dalam

penyelesaian gagalnya pemisahan dari sertifikat induk adalah melakukan

pendataan ulang. Pendataan ulang dilakukan kepada seluruh tanah pengembang

(developer) yang mengalami pendataan yang salah. Hal ini sangat efektif,

karena setelah dilakukan pendataan ulang, maka tidak akan ada lagi luas tanah

yang bertumpuk menjadi satu dengan luas induknya.

Tindakan-tindakan perbaikan yang dilakukan oleh pihak Kantor

Pertanahan Kota Tangerang, baik itu tindakan perbaikan sertifikat ganda maupun

tindakan perbaikan gagalnya pemisahan dari sertifikat induk, telah dilakukan oleh

Kantor Pertanahan Kota Tangerang agar masyarakat yang mengalami masalah-

masalah pertanahan dapat menyelesaikan masalah pertanahan tersebut dengan

107

cepat dan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Kantor Pertanahan Kota

Tangerang.

Masalah sertifikat ganda dan gagalnya pemisahan dari sertifikat induk di

Kantor Pertanahan Kota Tangerang dapat diatasi, apabila dalam pengendalian

penerbitan sertifikat tanah hak milik pada Kantor Pertanahan Kota Tangerang

dilakukan dengan menerapkan langkah-langkah pengendalian, seperti penetapan

standar dan metode untuk pengukuran prestasi, pengukuran prestasi secara rutin,

penetapan prestasi kerja apakah sesuai dengan standar, dan melakukan tindakan

perbaikan. Dengan langkah-langkah pengendalian tersebut, serta dilengkapi

dengan database yang didukung oleh Sistem Informasi dan Manajemen

Pertanahan (SIMTANAS) yang memadai, maka masalah sertifikat ganda dan

gagalnya pemisahan dari sertifikat induk tidak akan terjadi.