bab iii endapan epithermal.doc

19
PANDUAN PRAKTIKUM GEOLOGI SUMBER DAYA MINERAL Endapan Epitermal 2011 BAB III ENDAPAN EPITERMAL A. Pendahuluan Sebagian besar cadangan deposit mineral bijih (seperti emas) di dunia berasal dari endapan-endapan hasil mineralisasi yang berasosiasi dengan tubuh urat di batuan (Evans, 1993). Salah satunya adalah endapan mineral bijih yang berasal dari endapan epitermal. Endapan epitermal adalah hasil aktivitas larutan hidrothermal yang berkaitan dengan proses vulkanisme pada kedalaman dangkal dengan temperatur rendah, dengan kedalaman berkisar 1-1,5 km dan suhu antara 50°C-300°C (Guilbert, 1986; Hedenquist et al, 2000). Istilah ini pertama kali dinyatakan oleh Lindgren pada tahun 1933. B. Maksud dan Tujuan Maksud dari praktikum ini memperkenalkan kepada para peserta praktikum berbagai macam kenampakan produk endapan epiternal pada batuan. Tujuan dari praktikum agar para praktikan mampu mendeskripsi sifat-sifat fisik dari gangue dan urat , mengetahui asosiasi mineral logam pada suatu tubuh urat, menginterpretasikan zona pambentukan urat dan mengerti tipe endapan epithermal di batuan. C. Endapan Epitermal Kata epitermal mengacu kepada endapan yang terbentuk pada temperatur rendah dan kedalaman yang dangkal. Istilah epitermal diperoleh dari pengamatan yang dilakukan oleh Lindgren (1933) terhadap mineralogi dari bijih dan tipe-tipe alterasi di batuan, dan tekstur dari mineral-mineral bijih yang terbentuk serta alterasi bawaannya. Dari pengamatan tersebut diperoleh interpretasi mengenai suhu pembentukan 49

Upload: sesetya

Post on 14-Apr-2016

46 views

Category:

Documents


15 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB III Endapan Epithermal.doc

PANDUAN PRAKTIKUM GEOLOGI SUMBER DAYA MINERALEndapan Epitermal 2011

BAB IIIENDAPAN EPITERMAL

A. Pendahuluan

Sebagian besar cadangan deposit mineral bijih (seperti emas) di dunia berasal dari endapan-endapan hasil mineralisasi yang berasosiasi dengan tubuh urat di batuan (Evans, 1993). Salah satunya adalah endapan mineral bijih yang berasal dari endapan epitermal. Endapan epitermal adalah hasil aktivitas larutan hidrothermal yang berkaitan dengan proses vulkanisme pada kedalaman dangkal dengan temperatur rendah, dengan kedalaman berkisar 1-1,5 km dan suhu antara 50°C-300°C (Guilbert, 1986; Hedenquist et al, 2000). Istilah ini pertama kali dinyatakan oleh Lindgren pada tahun 1933.

B. Maksud dan Tujuan

Maksud dari praktikum ini memperkenalkan kepada para peserta praktikum berbagai macam kenampakan produk endapan epiternal pada batuan.

Tujuan dari praktikum agar para praktikan mampu mendeskripsi sifat-sifat fisik dari gangue dan urat , mengetahui asosiasi mineral logam pada suatu tubuh urat, menginterpretasikan zona pambentukan urat dan mengerti tipe endapan epithermal di batuan.

C. Endapan Epitermal

Kata epitermal mengacu kepada endapan yang terbentuk pada temperatur rendah dan kedalaman yang dangkal. Istilah epitermal diperoleh dari pengamatan yang dilakukan oleh Lindgren (1933) terhadap mineralogi dari bijih dan tipe-tipe alterasi di batuan, dan tekstur dari mineral-mineral bijih yang terbentuk serta alterasi bawaannya. Dari pengamatan tersebut diperoleh interpretasi mengenai suhu pembentukan endapan dan kedalaman pembentukannya. Menurut White (2009) endapan epitermal dapat diketahui berdasarkan:

- Karakteristik mineral dan teksturnya- Mineralogi alterasi hidrotermal dan zona pembentukannya

Berdasarkan kandungan sulfida pada asosiasi endapannya, Corbett dan Leach (1995) mengelompokkan jenis-jenis endapannya menjadi dua jenis yaitu :

- Endapan epitermal sulfidasi rendah

49

Page 2: BAB III Endapan Epithermal.doc

PANDUAN PRAKTIKUM GEOLOGI SUMBER DAYA MINERALEndapan Epitermal 2011

- Endapan epitermal sulfidasi tinggiRansome (1907) (dalam Hedenquist et al, 2000) menemukan dari

pengamatan yang dijumpai pada endapan-endapan di sekitar kolam air panas dan fumarol pada gunung api, dimana dia menyimpulkan bahwa endapan yang terbentuk pada kondisi reduksi dengan pH air netral disebut sebagai pembawa endapan-endapan sulfidasi rendah sedangkan kondisi asam dan teroksidasi disebut sebagai pembawa endapan-endapan sulfidasi tinggi. Terdapat asosiasi mineral-mineral tertentu yang dapat digunakan sebagai penciri tipe-tipe endapan sulfidasinya. Endapan sulfidasi rendah dicirikan oleh adanya asosiasi mineral-mineral sulfida seperti pirit-pirortit-arsenopirit-sfalerit(kaya akan Fe) sedangkan sulfidasi tinggi dicirikan oleh asosiasi mineral-mineral enargite-luzonit-kovelit-kelimpahan mineral pirit.

White dan Hedenquist (1995) di dalam White (2009), mengklasifikasikan kedua jenis endapan tersebut sebagai berikut :

No Karakteristik Sulfidasi Rendah Sulfidasi tinggi1. Tempat

terbentuknyaPada daerah busur vulkanik kalk-alkali-alkali (jenis tholeiitik jarang)

Pada daerah busur vulkanik kalk-alkali

Pada lingkungan subaerial Umumnya pada lingkungan subaerial dan jarang pada lingkungan submarine.

Umumnya terjadi pada setting vulkanik distal-intermediet

Pada setting vulkanik proksimal

Terbentuk pada batuan vulkanik atau basement

Terbentuk pada batuan vulkanik dan jarang pada basement

2. Pembentukan deposit

Dominan disusun oleh urat-urat pengisi rekahan-rekahan (open space)

Urat-urat yang terletak lebih rendah hadir secara lokal

Endapan bijih umumnya dijumpai dengan struktur stockwok

Endapan bijih dijumpai dengan struktur stockwok dalam jumlah minor

Disseminated ore umumnya minor

Disseminated ore hadir secara dominan

Kehadiran mineral-mineral Kehadiran mineral-

50

Page 3: BAB III Endapan Epithermal.doc

PANDUAN PRAKTIKUM GEOLOGI SUMBER DAYA MINERALEndapan Epitermal 2011

bijih pengganti minor (replacements ore) dalam jumlah minor

mineral bijih pengganti (replacements ore) umum dijumpai.

3. Tekstur Urat Hadirnya urat-urat yang berlapis

Vuggy quartz

Breccia vein Kuarsa masifDrussy cavities Urat sulfida masifKrustifikasi Hadirnya urat dengan

lapisan-lapisan yang kasar

Tekstur Lattice

4. Alterasi hidrothermalBerasosiasi dengan mineral bijih

Mendekati pH netral pH asam (pH <1 sampai >3)

Kumpulan mineral alterasi

Illit (serisit), interstratified clays (illit-smekit)

Alunite, kaolin, pirofilit, diaspor

Zona Zona bertemperatur tinggi menuju temperatur rendah

Zona pH asam menuju pH netral

Tabel 1. Asosiasi mineral bijih pada endapan epithermal (White dan Hedenquist, 1995) di dalam White (2009)

Mineral Low Sulphidation High Sulphidationpyritesphaleritegalenachalcopyriteenargite-luzonitetennantite-tetrahedritcovellitestibniteorpimentrealgararsenopyrite

Ubiquitous (abundant)Common (variable)Common (variable)Common (very minor)Rare (very minor)Common (very minor)Uncommon (very minor)Uncommon (very minor)Rare (very minor)Rare (very minor)

Ubiquitous (abundant)Common (very minor)Common (very minor)Common (minor)Ubiquitous (variable)Common (variable)Common (minor)Rare (very minor)Rare (very minor)Rare (very minor)Rare (very minor)

51

Page 4: BAB III Endapan Epithermal.doc

PANDUAN PRAKTIKUM GEOLOGI SUMBER DAYA MINERALEndapan Epitermal 2011

cinnabarelectrumnative goldtellurides-selenides

Common (minor)Uncommon (minor)Uncommon (variable)Common (very minor)Common (very minor)

Rare (very minor)Common (minor)Common (minor)Uncommon (variable)

Tabel 2. Asosiasi mineral-mineral sekunder pengisi gangue (White dan Hedenquist, 1995) di dalam White (2009)

Mineral Low Sulphidation High Sulphidationquartzchalcedonycalciteadulariaillitekaolinitepyrophillite-diasporealunitebarite

Ubiquitous (abundant)Common (variable)Common (variable)Common (variable)Common (variable)Rare (except overprint)Absent (except overprint)Absent (except overprint)Common (very minor)

Ubiquitous (abundant)Uncommon (minor)Absent (except overprint)Absent Uncommon (minor)Common (minor)Common (variable)Common (minor)Common (minor)

Dengan memahami asosiasi mineral bijih, mineral sekunder dan zona-zona tekstur pada urat di batuan maka dapat digunakan sebagai alat interpretasi lingkungan terbentuknya urat (Buchanan, 1981). Seperti yang terlihat pada gambar berikut :

52

Page 5: BAB III Endapan Epithermal.doc

PANDUAN PRAKTIKUM GEOLOGI SUMBER DAYA MINERALEndapan Epitermal 2011

Gambar 1. Model tipe epitermal sulfida rendah (Buchanan, 1981)

53

Page 6: BAB III Endapan Epithermal.doc

PANDUAN PRAKTIKUM GEOLOGI SUMBER DAYA MINERALEndapan Epitermal 2011

Tabel 3. Klasifikasi endapan Cu-Au sistem hidrotermal (Corbett dan Leach, 1995)

Deposit Type

Style Examples Geological setting

Structure Alteration Veining Paragenesis

mineralisation

Low sulphidation epithermal

Sinter/breccia Osorezan, Champagne pool

Fluid uplow zones within dilational settings, controlled by regional structures varying form fissures at depth to shallow stockworks

Brecciated sinter

Shallow argillic/ advanced argillic to deep argillic/phyllic and marginal propylitic

Polyphasal sinters-veins-breccias

Electrum, cinnabar, realgar, stibnite

Stockwork/fissure vein

Hishikari, Cracow, Golden Cross, Walhi

Stockwork vein/breccia grades downward to locally brecciated and banded veins

Collofor/crustiform1. quartz –adularia-

bladed calcite2. Fine-coarse quartz3. quartz-clay-

carbonate4. clay sulphates

Electrum, silver-Ag, sulphosalts/sulphides, chalcopyrite+Au/Ag-tellurides/selenides

Porphyry-related Low Sulphidation

quartz-sulphide Au+Cu

Thames, Kainantu, Hamata

Porphyry setting controlled by regional structures and veins by dilational environment and

Banded veins and breccias controlled by dilational environment and rock competency

Phyllic overprinting propyllitic/potassic

Veining:1.hematite-

magnetite2.quartz-pyrite-

pyrrhotite-arsenopyrite

3.chalcopyrite

Gold, pyrite, pyrorthite, arsenopyrite, chalcopyrite, hematite, magnetite, Pb-Bi-Cu-Te phases

54

Page 7: BAB III Endapan Epithermal.doc

PANDUAN PRAKTIKUM GEOLOGI SUMBER DAYA MINERALEndapan Epitermal 2011

proximity to the intrussive

Carbonate-base metal Au

Kelian, Porgera, Open pit, Wau, Acupan, Woodlank, Karangahake

Phyllic overprinting propylitic

Veining/breccias:1. quartz- adularia/

sericite2. sulphides3. carbonates

Gold, pyrite, sphalerite, galena, chalcopyrite, tennantite

Quartz Au-Ag Tolukuma, Porgera, Zone 7, Emperor

Phyllic/argillic overprinting propylitic, late advance argillic

Veining/colloform/breccias:1.quartz-sulphides2.quartz-adularia/

carb3.quartz-chlorite-

illite

Gold, pyrite, sulphosalt, Au/Ag tellurides and selenides, Cu-Pb-Zn sulphides, hematite

Sediment hosted

Bau, Mesel Extensional structures are important

Disseminated

Decalcification, dolomitisation and silicification

Vein+breccia:1.quartz-pyrite2.quartz-

arsenopyrite

Pyrite, arsenopyrite, As-pyrite, stibnite, orpiment, realgar

High Sulphidation

Porphyry Horse Ival, Lookout Rocks, Vuda, Cabang Kirl

Regional structures control intrussive emplacement and dilational structures host rock permeability and focus fluid from

Alteration and mineralisation zonations influenced by host rock permeability and dilational structures; ore commonly

Zone potassic, phyllic to advance argillic (related to porphyry system)

Repalcement dominated

Barren to very low grade, covellite-pyrite+enargite

Structural control

Nena, Lepanto, Mt. Kasi

Lithological control

Wall, Nansatsu Peak Hill,

Core silisic to marginal argillic to peripheral

Vein & breccias1.quartz

Vertically zoned; covellite, enargite, luzonite,

55

Page 8: BAB III Endapan Epithermal.doc

PANDUAN PRAKTIKUM GEOLOGI SUMBER DAYA MINERALEndapan Epitermal 2011

Temora upflow into outflow zones

occurs as breccia matrix

propyllitic (related to epithermal system)

2.alunite, barite3.pyrite4.Cu-sulphides

tennantite, goldfieldite lateral zones, as above outward to tennantite, chalco, base metal sulphides

Composite structural and

lithological

Sangihe, Peak Hill

Porphyry Porphyry Cu-Au Panguna, Ok Tedi, Grasberg, Batu hijau

Regional structure control to intrusive emplacement as splays in acretionary structures or along transfer structures, subsurface batholith topography influences breccia intrussion

Fracture mineralisation at intrussive margins and breccia matrix infill

Early potassic to peripheral propyllitic; late phyllic then argillic overprints

Stockwork:1.Quartz-biotite/K-

feldspar2.Sulphides3.Sericite-clay-

sulphides

Vertical zones: bornite-chalco-magnetite, to chalco-magnetite-pyrite, to pyrite-chalco-hematite

Skarn Erstberg, Ok Tedi

Zone isothermal overprinted by metasomatic and late retrograde

Veining:1.Garnet-pyroxene-

etc.2.Oxides-sulphides3.Chlorite-carb-

quartz

Zoned Cu, to Pb-Zn, to peripheral Au

Braccia Au Kidston, Mt. Leyshan

As quartz-sulphide Au

As quartz-sulphides-An

Alkaline Porphyry Au

Porgera, Lihir

Potassic, overprinted by successive phyllic, argillic and advance argillic

As quartz-sulphide Au

Qverpinting events, As-pyrite, then base metal, then Au-Ag-Te phases

56

Page 9: BAB III Endapan Epithermal.doc

PANDUAN PRAKTIKUM GEOLOGI SUMBER DAYA MINERALEndapan Epitermal 2011

D. Deskripsi Endapan Epitermal

Hal yang perlu diamati pada endapan epitermal yaitu host rock, asosiasi mineral bijih, gangue, alterasi, kenampakan tekstur alterasi dan tubuh gangue/urat dan struktur tubuh urat/gangue (Hedenquist et al, 2000). Berikut tahapan-tahapan pengamatan pada endapan epitermal:

1. Warna batuan, 2. Tipe Alterasi (jika teramati)3. Pemerian Urat:a. Tekstur urat (jika memiliki perlapisan diukur ketebalannya)b. Geometri urat (Sillitoe, 1993)4. Mineralogi :

a. Mineral primer (mineral asli batuan, jika teramati)b. Mineral sekunder (mineral produk alterasi)- Mineral-mineral kunci/ penciri alterasi- Mineral-mineral tambahan

c. Mineral-mineral pengisi tubuh urat/gangue baik mineral non-logam atau mineral logam (bijih).

5. Tipe urat : tekstur dan geometri 6. Tipe endapan: Epitermal High Sulphidation atau Low Sulphidation

7. Genesa 8. Kondisi Lingkungan

Tabel 4. Jenis-jenis alterasi yang berasosiasi dengan endapan epithermal (alterasi ini dapat berasosiasi dengan pembentukan mineral bijih atau tidak;

Hedenquist et al, 2000)

57

Page 10: BAB III Endapan Epithermal.doc

PANDUAN PRAKTIKUM GEOLOGI SUMBER DAYA MINERALEndapan Epitermal 2011

Tabel 5. Interpretasi kondisi lingkungan alterasi pada endapan epithermal (Simmons et al, 2005)

Tabel 6. Karakteristik endapan sulfidasi rendah dan tinggi pada endapan epithermal (Hedenquist et al., 2000)

58

Page 11: BAB III Endapan Epithermal.doc

PANDUAN PRAKTIKUM GEOLOGI SUMBER DAYA MINERALEndapan Epitermal 2011

Referensi 1. Bastin, Edson S., 1953, Interpretation of ore textures, Ithaca, New York 2. Corbett, G,J., T.M. Leach. 1996. Southwest Pacific Rim gold/copper systems :

structure, alteration, and mineralization . A workshop presented for the Society of Exploration Geochemists at Townville, 145pp.

59

Page 12: BAB III Endapan Epithermal.doc

PANDUAN PRAKTIKUM GEOLOGI SUMBER DAYA MINERALEndapan Epitermal 2011

3. Etoh, J., Izawa, E., Watanabe, K.,Taguchi, S., Sekine, R., 2002, Bladed Quart and Its Relationship to Gold Mineralisation in The Hishikari Low-Sulphidation Epithermal Gold Deposit, Economic Geology, vol. 97, pp 1841-1851

4. Guilbert, J., M., Charles F.P. Jr. 1986. The geology of ore deposits. Freeman, New York, 985pp.

5. Hedenquist, J.W. dan Houghton, B. F. 1996. Epithermal gold mineralisation and its volcanic environments , 50, Elsevier, Amsterdam, 423pp.

6. Hedenquist, J. W., Arribas, A. R., dan Urien E. G., 2000, Exploration for Epithermal Gold deposits, Economic Geology, vol. 13, p. 245-277

7. Morrison, Kingston, 1996, Magmatic-related hydrothermal system, short course manual, Australia.

8. Morrison, Gregg, Guoyi, Dong, Subhash Jairet, 1990, Textural Zoning in Epithermal Quartz Vein, exploration services, Klondike

9. Guoyi, Dong, Morrison, Gregg, dan Subhash Jairet, 1995, Quartz Texture in Epithermal Veins, Queensland-Classification Origin and Implication; Economic Geology, vol.90, pp. 1841-1856

10.Reyes,A. G., dan Giggenbach, W. F., 1992, Petrology and fluid chemistry of magmatic-hydrothermal systems in the Phillipines, In : Y.K. Kharaka dan A. S. Maest (Editors) Water rock Interaction. Proceedings of the 7th International Sympossium on Water-Rock Interaction, Park City, USA, Balkema, Rotterdam, pp, 1341-1344

11.Sillitoe, R. H., 1993, Gold Rich Porphyry Copper Deposits; geological model and exploration implications, In: R. V. Kirham, W. D., Sinclair, R. I., Thorpe and J. M., Duke (editors), Mineral Deposit Modelling, Geol. Assoc. Canada Spec. Pap. 40, pp 1341-1344.

12.Simmons, S. F., White, N. C., dan John, D. A., 2005, Geological Characteristic of Epithermal Precious Base Metal Deposits, Economic Geology, 100th volume, pp. 485-522

13.Thompson, A. J. B., dan Thompson J. F. H., 1996, Atlas of alteration “A field and petrographic guide to hydrothermal alteration minerals”, Geological Association of Canada Mineral Deposit Divisions. Canada

14.White, Noel,1996, Hydrothermal alteration in porphyry copper system. Unpublished

15.White, Noel, 2009, Ephithermal Gold Deposit; in SEG-MGEI Gold Deposit Workshop 2009, Gold Deposits: New Development and Exploration, Gadjah Mada University, Yogyakarta,Indonesia.

60

Page 13: BAB III Endapan Epithermal.doc

PANDUAN PRAKTIKUM GEOLOGI SUMBER DAYA MINERALEndapan Epitermal 2011

LABORATORIUM BAHAN GALIANJURUSAN TEKNIK GEOLOGI, UNIVERSITAS GADJAH MADA

Lembar Pengamatan Peraga Endapan Epitermal

Nama :NIM :No. Peraga :

Komponen pengamatan Keterangan1. Warna batuan 2. Tipe Alterasi Batuan3. Pemerian

Urat/GangueTekstur :

Geometri struktur :

4. Mineralogi (deskripsi)

Mineral asli :

Mineral Sekunder :Mineral-mineral kunci/ penciri alterasi

Mineral-mineral tambahan

Mineral-mineral pengisi tubuh urat/gangue mineral non-logam

mineral logam (bijih).

5. Pemerian Urat/gangue

Tekstur Urat

Struktur Urat

6. Tipe endapan:7. Genesa

8. Kondisi Lingkungan

Contoh pendeskripsian batuan

61

Page 14: BAB III Endapan Epithermal.doc

PANDUAN PRAKTIKUM GEOLOGI SUMBER DAYA MINERALEndapan Epitermal 2011

LABORATORIUM BAHAN GALIANJURUSAN TEKNIK GEOLOGI, UNIVERSITAS GADJAH MADA

Lembar Pengamatan Peraga Endapan Epitermal

Nama : Nikita WillyNIM : 38954No. Peraga : EP 2

Komponen pengamatan Keterangan1. Warna batuan Merah muda kecoklatan2. Tipe Alterasi Batuan Silisifikasi3. Pemerian

Urat/Gangue Tekstur UratCockade, di dalam fragmen batuan berkembang tekstur krustifrom (Morrison et al, 1990)

Struktur UratVein breccia (Sillitoe, 1993)

4. Deskripsi mineralogi Mineral asli-

Mineral SekunderMineral-mineral kunci/ penciri alterasi- Kuarsa berwarna putih susu, kilap seperti kaca

bentuk berupa butiran dengan kelimpahan 30%- Kalsedon, berwarna putih, kilap seperti lilin,

membentuk perlapisan dengan ketebalan 5 mm, kelimpahan 10%

- Epidot, berwarna hijau kekuningan, kilap seperti tanah bentuk berupa butiran-butiran halus dengan agregat membentuk halo pada rekahan di batuan. Kelimpahan 10 %

Mineral-mineral tambahan- Lempung berwarna coklat, kilap seperti tanah,

ukuran <0.05 mm dan kelimpahan 5 %Mineral-mineral pengisi tubuh urat/gangue mineral non-logam - Kalsedon, berwarna putih, kilap seperti lilin,

membentuk perlapisan dengan ketebalan 5 mm, kelimpahan 10%

- Adularia berwarna pink, dengan kilap seperti lilin, terletak pada pusat lingkaran kalsedon,

62

Page 15: BAB III Endapan Epithermal.doc

PANDUAN PRAKTIKUM GEOLOGI SUMBER DAYA MINERALEndapan Epitermal 2011

berukuran <0.05 mm dengan kelimpahan 30 %

mineral logam (bijih).- Pirit, berwarna kuning pucat dengan kilap logam,

berbentuk butiran kubik dan tersebar di tubuh batuan (disseminated), ukuran 1 mm kelimpahan 5%

- Sufida besi, berwarna coklat tua, dengan kilap seperti tanah, bentuk berupa fragmen-fragmen yang berukuran 1-3 cm. kelimpahan 15 %.

5. Jenis tekstur urat dan struktur geometri

Tekstur Cockade dan Crustiform Struktur berupa vein breccia

6. Jenis endapan epitermal

Sulfidasi rendah (White dan Hedenquist, 1995; Corbett dan Leach, 1995)

7. Genesa Pembentukan tekstur pada endapan epithermal di tubuh batuan disebabkan oleh adanya proses space filling pada lingkungan Sulfidasi rendah (White dan Hedenquist, 1995)

8. Kondisi Lingkungan Terletak pada superzone crustiform-colloform bagian atas, karena tersusun dari kalsedon dan lapisan-lapisan moss yang dominan melebihi lapisan-lapisan kristalin dan berasosiasi dengan moss adularia. Terdapat colloform berkembang dengan baik di zona ini karena jumlah kalsedon yang melimpah. Dengan kedalaman pembentukan berkisar 200 m dan suhu pembentukan dengan kisaran 200°C-250°C (Buchanan, 1981)

Gambar 2. contoh peraga EP 2

63