bab ii tinjauan pustaka ikan tongkol (euthynnus affiniseprints.umm.ac.id/60330/3/bab ii.pdf ·...

12
8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) 2.1.1 Definisi dan Klasifikasi Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Ikan tongkol merupakan ikan perenang cepat, hidupnya bergerombol dan tergolong ikan karnivora yang biasanya memakan udang, teri, dan cumi. Memiliki ciri-ciri morfologi bentuk tubuh memanjang, ukuran tubuh sedang, mempunyai dua sirip punggung besar, jarak sirip pertama dan kedua sekitar 6-9 cm dan antara jarak sirip kedua ke ekor terdapat tambahan sirip kecil berjumlah 8-10. Tubuh bagian punggung dan bagian sisi badan berwarna gelap, bagian perut berwarna putih keperakan. Ikan tongkol memiliki kandungan zat gizi diantaranya air 69,40%; lemak 1,50%; protein 25,00%; abu 2,25%; dan karbohidrat 0,03% (Sanger, 2010). Klasifikasi ikan tongkol dapat digolongkan sebagai berikut: Phylum : Animalia Sub Phylum : Chordata Kelas : Pisces Sub Kelas : Teleostei Ordo : Peerchomorphi Sub Ordo : Scombrina Famili : Scombridae Genus : Euthynnus Spesies : Euthynnus affinis Gambar 2.1 Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) (Sumber: Chodrijah, et al.,, 2013)

Upload: others

Post on 08-Nov-2020

5 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA Ikan Tongkol (Euthynnus affiniseprints.umm.ac.id/60330/3/BAB II.pdf · sampai pada kedalaman 40 meter dengan kisaran optimum antara 20-28 °C dan menyenangi

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Ikan Tongkol (Euthynnus affinis)

2.1.1 Definisi dan Klasifikasi Ikan Tongkol (Euthynnus affinis)

Ikan tongkol merupakan ikan perenang cepat, hidupnya bergerombol dan

tergolong ikan karnivora yang biasanya memakan udang, teri, dan cumi. Memiliki

ciri-ciri morfologi bentuk tubuh memanjang, ukuran tubuh sedang, mempunyai dua

sirip punggung besar, jarak sirip pertama dan kedua sekitar 6-9 cm dan antara jarak

sirip kedua ke ekor terdapat tambahan sirip kecil berjumlah 8-10. Tubuh bagian

punggung dan bagian sisi badan berwarna gelap, bagian perut berwarna putih

keperakan. Ikan tongkol memiliki kandungan zat gizi diantaranya air 69,40%;

lemak 1,50%; protein 25,00%; abu 2,25%; dan karbohidrat 0,03% (Sanger, 2010).

Klasifikasi ikan tongkol dapat digolongkan sebagai berikut:

Phylum : Animalia

Sub Phylum : Chordata

Kelas : Pisces

Sub Kelas : Teleostei

Ordo : Peerchomorphi

Sub Ordo : Scombrina

Famili : Scombridae

Genus : Euthynnus

Spesies : Euthynnus affinis

Gambar 2.1 Ikan Tongkol (Euthynnus affinis)

(Sumber: Chodrijah, et al.,, 2013)

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA Ikan Tongkol (Euthynnus affiniseprints.umm.ac.id/60330/3/BAB II.pdf · sampai pada kedalaman 40 meter dengan kisaran optimum antara 20-28 °C dan menyenangi

9

2.1.2 Habitat Ikan Tongkol (Euthynnus affinis)

Habitat adalah tempat dimana suatu organisme tinggal dan berkembang

biak untuk melangsungkan kehidupannya. Ikan tongkol hidup di lapisan permukaan

sampai pada kedalaman 40 meter dengan kisaran optimum antara 20-28 °C dan

menyenangi perairan panas. Menurut Kurniawati (2014) penyebaran ikan tongkol

yaitu pada perairan pantai dan oseanik. Kondisi oseanografi yang mempengaruhi

persebaran ikan tongkol yaitu ketersediaan makanan, oksigen terlarut, kecepatan

arus, kadar garam terlarut dalam air, dan suhu. Ikan tongkol tersebar secara teratur

di perairan Samudra Hindia pada daerah tropis dan sub tropis (Adji, 2008).

2.1.3 Penyebab Kemunduran Mutu Ikan

Menurut Susiwi (2009), penyebab kerusakan bahan pangan dibagi

menjadi beberapa jenis kerusakan, yaitu: kerusakan mikrobiologis, kerusakan

mekanis, kerusakan fisik, kerusakan biologis, dan kerusakan kimia. Biasanya

kualitas ikan menurun dapat terlihat dengan tanda-tanda yang muncul, seperti

tekstur tubuh ikan yang lembek, berlendir, mengeluarkan bau busuk dan tengik.

Ikan rentan sekali mengalami pembusukan disebabkan oleh faktor-faktor sebagai

berikut:

a. Aktifitas enzim-enzim yang terkandung dalam daging ikan

b. Kerusakan-kerusakan fisik yang disebabkan oleh kecorobohan dalam

penanganan, misalnya tergores, jatuh yang akhirnya melukai tubuh ikan.

c. Kerusakan-kerusakan biologis yang disebabkan oleh bakteri, jamur, serangga,

dan hewan besar lainnya

Bambu Petung (Dendrocalamus asper)

2.2.1 Definisi dan Kandungan Bambu Petung (Dendrocalamus asper)

Bambu petung atau betung (Dendrocalamus asper) merupakan tumbuhan

yang termasuk kedalam jenis rumputan-rumputan yang banyak dimanfaatkan oleh

masyarakat untuk membuat kerajianan seperti perabot rumah tangga, bahan

bangunan, mebel, dan tunasnya (rebung) dapat dijadikan sebagai lauk makanan.

Habitat tumbuh bambu sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Didalam bambu

petung terkandung komponen kimia seperti: selulosa, hemiselulosa, lignin, dan zat

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA Ikan Tongkol (Euthynnus affiniseprints.umm.ac.id/60330/3/BAB II.pdf · sampai pada kedalaman 40 meter dengan kisaran optimum antara 20-28 °C dan menyenangi

10

ekstraktif. Komposisi kimia bambu menurut Husnil (2009) dalam (Prajaka et al.,

2017) menyatakan bahwa bambu memiliki sifat kimia yang tersusun dari 50-70%

holoselulosa, 30% pentose, dan 20-25% lignin

2.2.2 Klasifikasi Bambu Petung (Dendrocalamus asper)

Bambu petung (Dendrocalamus asper) merupakan salah satu jenis bambu

yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat karena bentuknya yang besar dan kuat

untuk membuat kerajinan seperti meubel, gazebo, jembatan dan lain sebagainya.

Adapun gambar bambu petung (Dendrocalamus asper) seperti Gambar 2.2.

Gambar 2.2 Bambu petung (Dendrocalamus asper)

(Sumber: Bambubos.com)

Berikut ini adalah klasifikasi taksonomi bambu petung (Kemenhut, 2012):

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Liliopsida

Subkelas : Commelinidae

Ordo : Poales

Famili : Poaceae

Genus : Dendrocalamus

Spesies : Dendrocalamus asper (Schult. f.)

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA Ikan Tongkol (Euthynnus affiniseprints.umm.ac.id/60330/3/BAB II.pdf · sampai pada kedalaman 40 meter dengan kisaran optimum antara 20-28 °C dan menyenangi

11

2.2.3 Morfologi Bambu Petung (Dendrocalamus asper)

Bambu petung atau betung merupakan jenis bambu yang memiliki

morfologi berdiameter besar, tegak, keras, kuat, lurus, panjang. Sehingga bagus

untuk dimanfaatkan sebagai bahan bangunan. Tunasnya atau rebung juga biasa

dijadikan bahan makanan. Menurut Sulastiningsih et al (2005) dalam (Arsad, 2015)

mengemukakan bahwa bambu merupakan tanaman cepat tumbuh dan mempunyai

daur yang relatif pendek yaitu 3-4 tahun sudah bisa dipanen. Adapun faktor-faktor

lingkungan yang berkaitan dengan syarat tumbuh bambu yaitu: 1) tanah dengan pH

5,6 – 6,5. 2) ketinggian tempat 0 -2000 mdpl, 3) suhu 8,8 – 26 °C, curah hujan

tahunan minimal 1.020 mm, sedangkan kelembaban 80% (Dephut, 1992) dalam

(Yani, 2012).

Pengawet Makanan

Pengawet (Preservative) merupakan bahan tambahan yang berfungsi

menghambat atau mencegah penguraian, pengasaman, fermentasi, dan perusakan

lainnya pada bahan pangan yang disebabkan oleh mikroorganisme (BPOM, 2013).

Pengawetan bahan pangan sangat penting dilakukan untuk keberlangsungan

kebutuhan persediaan pangan dimasa yang akan datang. Bahan pengawet makanan

memiliki syarat sebagai berikut: dapat memperpanjang umur simpan makanan,

mempunyai sifat sebagai antimikroba, aman dalam dosis yang ditentukan,

ekonomis, tidak menurukan kualitas secara organoleptik, tidak bersifat toksik,

mudah dilakukan pengujian secara kimia, mudah dilarutkan, tidak mengganggu

aktivitas pencernaan (Afrianti, 2010).

Pemakaian bahan pengawet makanan diatur dalam peraturan Nomor

1168/Menkes/Per/X/1999 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia tentang

bahan tambahan makanan yang dilarang penggunaannya pada makanan, seperti:

1) Formalin, 2) Kalium1Bromat, 3) Nitrofurazon, 4) Minyak1Nabati1yang1di1bro

minasi, 5) Dietilpirokarbonat, 6) Asam1Salsilat1dan garamnya, 7) Asam Borat dan

senyawanya, 8) Dulsin, 9) Kalium Klorat, 10) Kloramfenikol. Sedangkan, bahan

pengawet yang diizinkan digunakan untuk pangan terdapat dalam Permenkes

Nomor 722/Menkes/Per/IX/88 tentang bahan tambahan makanan, yaitu 1) Natrium

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA Ikan Tongkol (Euthynnus affiniseprints.umm.ac.id/60330/3/BAB II.pdf · sampai pada kedalaman 40 meter dengan kisaran optimum antara 20-28 °C dan menyenangi

12

benzoate, 2) Kalium sulfit, 3) Kalium nitrat, 4) Kalium benzoate, 5) Kalium sorbat,

6) Kaliun nitrit, 7) Kalsium sorbat, 8) Kalsium propionate, 9) Kalsium benzoate,

10) Kalium bisulfit, 11) Kalium propionate, 12) Asam benzoate, 13) Asam sorbat,

14) Asam propionate, 15) Kalium Metabisulfit, 16) Metil p-Hidroksi benzoate, 17)

Belerang oksida, 18) Natrium nitrit, 19) Natrium sulfit, 20) Natrium bisulfit, 21)

Natrium propionate, 22) Natrium nitrat, 23) Etip p-Hidroksida benzoate, 24) Propil

p-hidroksi benzoate, 25) Natrium metabisulfit, 26) Nisin.

Asap Cair

2.4.1 Definisi Asap Cair

Asap cair merupakan hasil pembakaran secara langsung maupun tidak

langsung (pirolisis) yang kemudian dikondensasikan, dari bahan yang mengandung

senyawa lignin, hemiselulosa, selulosa dan senyawa karbon lainnya (Ridolf et al.,

2018). Jenis bahan dan karakteristik kandungan kimia bahan yang digunakan

mempengaruhi variasi kandungan komponen kimia asap cair (Wibowo, 2012).

Asap cair bisa dihasilkan dari berbagai limbah pertanian, seperti: tempurung kelapa,

cangkang pala, kawul kayu, termasuk sisa-sisa potongan bambu petung dan lain

sebagainya. Proses pembuatan asap cair menggunakan bahan bambu petung yang

merupakan sisa potongan pembuatan kerajinan anyaman, furniture bangunan yang

ditemukan. Didalam asap cair bambu petung terdapat kandungan seperti fenol yang

berperan dapat mengawetkan mengawetkan makanan secara alami.

Menurut Ridolf et al (2018) komponen-komponen penyusun asap cair,

meliputi:

a. Senyawa-senyawa fenol. Senyawa Fenol merupakan senyawa antioksidan

yang terdapat pada asap cair sehingga dapat memperpanjang masa simpan

produk asapan. fenol juga dapat memberikan cita rasa dan warna yang khas

pada produk yang dihasilkan. Kuantitas fenol pada kayu sangat bervariasi yaitu

antara 10-200 mg/kg. Beberapa jenis fenol yang biasanya terdapat dalam

produk asapan adalah guaiakol, dan siringol;

b. Senyawa-senyawa Karbonil. Senyawa-senyawa Karbonil dalam asap cair

memiliki peranan pada pewarnaan dan cita rasa produk asapan; dan

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA Ikan Tongkol (Euthynnus affiniseprints.umm.ac.id/60330/3/BAB II.pdf · sampai pada kedalaman 40 meter dengan kisaran optimum antara 20-28 °C dan menyenangi

13

c. Senyawa-senyawa asam. Nilai pH merupakan salah satu sifat kimia yang

menentukan kualitas asap cair yang dihasilkan. Nilai pH rendah berarti asap

yang dihasilkan berkualitas tinggi terutama dalam hal penggunaannya sebagai

bahan pengawet makanan. Nilai pH yang rendah secara keseluruhan

berpengaruh terhadap nilai awet dan daya simpan produk asap ataupun sifat

organoleptiknya. Selain bebas dari senyawa berbahaya, asap cair yang

digunakan sebagai pengawet bahan pangan harus memiliki flavor yang dapat

di terima konsumen.

2.4.2 Macam-macam Asap Cair dan Manfaatnya

Asap cair dalam pengaplikasiaannya dibedakan menjadi 3 grade

berdasarkan kualitasnya, yaitu:

a. Asap cair grade 3 kualitasnya paling rendah dan sangat tidak disarankan untuk

pengawet makanan, karena masih memiliki kandungan asap berbahaya seperti

tar yang memiliki sifat karsinogenik, biasa dimanfaatkan sebagai pestisida

tanaman, pengawet kayu, anti rayap dan penghilang bau pada pengolahan

karet. Warna asap cair ini hitam pekat dan berbau menyengat asap.

b. Asap cair grade 2 berwarna cokelat bening dan sudah bisa diterapkan pada

makanan biasa dipakai sebagai pengawet olahan asap (ikan asap, daging asap)

sebagai pengganti formalin untuk tahan terhadap mikroba.

c. Asap cair grade 1 yang merupakan asap cair dengan kualitas paling baik, biasa

diterapkan pada makanan olahan mie, tahu, bakso. Asap cair ini sudah

mengalami proses pemisahan zat-zat berbahaya sehingga aman sebagai bahan

pengawet makanan melalui alat destilasi dengan Zeolit Aktif.

2.4.3 Kandungan Asap Cair Bambu Petung (Dendrocalamus asper)

Asap cair bambu petung merupakan hasil pembakaran menggunakan alat

pirolisis yang kemudian dikondensasikan dan menghasilkan larutan asap cair yang

digunakan untuk bahan pengawet makanan, pestisida, antirayap dan lain

sebagainya. Jenis bahan dan karakteristik kandungan kimia bahan yang digunakan

mempengaruhi variasi kandungan komponen kimia asap cair (Wibowo, 2012).

Komposisi kimia bambu menurut Husnil (2009) dalam (Prajaka et al., 2017)

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA Ikan Tongkol (Euthynnus affiniseprints.umm.ac.id/60330/3/BAB II.pdf · sampai pada kedalaman 40 meter dengan kisaran optimum antara 20-28 °C dan menyenangi

14

menyatakan bahwa bambu memiliki sifat kimia yang tersusun dari 50-70%

holoselulosa, 30% pentose, dan 20-25% lignin. Dan berikut komposisi kimia asap

cair bambu petung perbandingan dengan komposisi kimia asap cair bambu hitam

dan bambu tutul berdasarkan hasil penelitian Komarayati & Wibowo (2015) dapat

dilihat pada Tabel 2.1

Tabel 2.1 Perbandingan kandungan senyawa asap cair bambu

Senyawa komponen Jenis bahan

Bambu petung Bambu hitam Bambu tutul

Fenol (%) 30,62% 29,87% 30,36%

Keasaman (%) 56,39% 31,17% 23,13%

Berdasarkan Tabel 2.1 dihasilkan persentase senyawa komponen asap

cair bambu petung berdasarkan penelitian Komarayati & Wibowo (2015)

perbandingan senyawa komponen asap cair bambu petung, bambu hitam, dan

bambu tutul yang dianalisis dengan menggunakan GCMS pyrolysis, ternyata

perbandingan persentase kandungan asam dan fenol tertinggi ada pada asap cair

bambu petung. Senyawa fenol merupakan senyawa yang paling berperan karena

mempunyai sifat antimikrobial dan mampu menghambat oksidasi lemak dan itu

dimiliki juga oleh asap cair bambu petung. Dan asap cair bambu petung juga

memiliki nilai pH (3,36) yang tergolong pH rendah atau asam. Menurut Dewi et al.,

(2018) nilai pH rendah (asam) menunjukan kualitas asap cair yang dihasilkan

memiliki kualitas yang tinggi, karena berpengaruh terhadap nilai awet daya simpan

produk atau sifat organoleptiknya. Karena pada pH yang rendah mikroba atau

bakteri merugikan tidak dapat hidup dan berkembang biak dengan baik.

Uji TPC (Total Plate Count)

Total Plate Count (TPC) merupakan metode untuk mengetahui koloni

bakteri yang tumbuh pada sampel. Sampel yang sudah kontam dengan bakteri

diambil dan diencerkan lalu disebar kedalam media agar, sehingga bakteri akan

tumbuh dan berkembang biak adalah metode tuang atau total plate count (Waluyo,

2007). Menurut Waluyo (2010) banyaknya koloni bakteri dapat dihitung dengan

rumus:

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA Ikan Tongkol (Euthynnus affiniseprints.umm.ac.id/60330/3/BAB II.pdf · sampai pada kedalaman 40 meter dengan kisaran optimum antara 20-28 °C dan menyenangi

15

Koloni (per ml/g) = Jumlah koloni per cawan x 1

Faktor pengenceran

Uji Sifat Organoleptik

Uji sifat organoleptik merupakan uji yang dilakukan sekolompok orang

sebagai alat atau instrumen dengan melibatkan organ inderanya untuk menilai

kualitas suatu produk. Menurut Irmayanti (2017) proses penginderaan ini meliputi

penglihatan (mata), pendengaran (pendengaran), perabaan (kulit, ujung jari),

pencicipan (lidah), dan penciuman (hidung). Orang yang bertindak menjadi anggota

penilai kualitas suatu produk makanan berdasarkan kesan subyektif dengan

prosedur sensorik tertentu disebut panelis.

Menurut Kusuma et al., (2017) beberapa syarat saat melakukan penilaian

mutu organoleptik, yaitu: lingkungan yang tenang, bersih, bebas dari pencemaran

termasuk kebisingan, dan nyaman. Ruangan laboratorium penilaian mutu

organoleptik yang representative haruslah memilki bagian persiapan (dapur), bilik

pencicip, dan ruang tunggu atau ruang diskusi. Secara keseluruhan ruang

laboratorium harus mempunyai exhaust yang cukup, suhu ruangan yang nyaman,

bebas bau (suhu 20-25 °C, kelembaban 65%), warna dinding dan sarana netral

(memantulkan sinar 45-50%), tempat uji organolpetik memenuhi persyaratan

sanitasi, penerangan 30-50 Fc, dan meja kedap air.

Setelah mencicipi sampel, agar dapat mencicipi sampel berikutnya.

Bahan-bahan yang dapat dijadikan sebagai penetral dari makanan berlemak yaitu

air pada suhu kamar, teh hangat, sari jeruk, sepotong apel/pear; penetral rasa seperti

unsalted crackers, roti tawar, tahu tawar. Selain itu perlu mengontrol waktu istirahat

pencicipan sampel. Menurut Kusuma et al., (2017) Hal yang harus dipersiapkan

adalah form penilaian. Form penilaian adalah lembaran yang nantinya diisi oleh

panelis terkait penilaian yang mereka berikan terhadap sampel yang dinilai. Form

penilaian ini berisikan tentang:

(1) Informasi: nama produk, nama panelis, tanggal/jam pengujian

(2) Instruksi: petunjuk/tanda-tanda instruksi pengisian kolom kode sampel

(3) Response: tanggapan panelis pada lembar deskripsi

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA Ikan Tongkol (Euthynnus affiniseprints.umm.ac.id/60330/3/BAB II.pdf · sampai pada kedalaman 40 meter dengan kisaran optimum antara 20-28 °C dan menyenangi

16

Sumber Belajar Biologi

Menurut Nooryono (2009) sumber belajar pada hakekatnya adalah semua

sumber yang terdiri dari pesan, manusia, material (media software), peralatan

(hardware), teknik (metode) dan lingkungan yang digunakan secara sendiri-sendiri

maupun secara bersama-sama (kombinasi) untuk memfasilitasi terjadinya kegiatan

pembelajaran. Agar proses pembelajaran dapat berjalan dengan lancar, maka

dibutuhkan pemilihan sumber belajar yang bagus. Menurut (Abdullah, 2012)

langkah – langkah dalam memilih sumber belajar sebagai berikut:

(1) Memiliki tujuan pembelajaran:

(2) Memilih isi yang dibutuhkan agar mencapai tujuan;

(3) Memilih bahan isi pembelajaran yang sesuai;

(4) Menetapkan jika memakai sumber belajar milik orang lain;

(5) Menetapkan jika membutuhkan alat pendukung ketika penyampaian isi;

(6) Menentukan alat yang digunakan sesuai kebutuhan;

(7) Menentukan teknik penyajian pesan dan memilih tempat berlangsungnya

kegiatan;

(8) Memilih semua sumber belajar yang bersifat efektif dan efisien;

(9) Mengadakan penilaian.

Adapun kriterian sumber belajar yang harus dipenuhi supaya sesuai dan tepat

dengan tujuan pembelajaran agar menciptakan suasana kelas yang efektif dan

efisien. Menurut Rachmawati (2017) kriteria dalam memilih sumber belajar antara

lain:

1) Kriteria umum

Berikut merupakan kriteria umum, terdapat empat kriteria yaitu: (1) Segi

kemudahan memperoleh, (2) Segi praktis, (3) Segi ekonomis, dan (4) Bersifat

fleksibel.

2) Kriteria khusus

Berikut merupakan kriteria khusus, terdapat tiga kriteria khusus, yaitu: (1)

Sumber belajar dapat memotivasi siswa, (2) Sumber belajar untuk tujuan

pengajaran, dan (3) Sumber belajar untuk penelitian.

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA Ikan Tongkol (Euthynnus affiniseprints.umm.ac.id/60330/3/BAB II.pdf · sampai pada kedalaman 40 meter dengan kisaran optimum antara 20-28 °C dan menyenangi

17

Jenis sumber belajar menurut Lilawati (2017) secara umum adalah sebagai

berikut:

1. Menyampaikan informasi berupa bentuk, ide, dan fakta

2. Manusia berperan dalam menyimpan ataupun mengolah pesan yang sudah

diproses oleh pikiran

3. Media dapat berupa media software yang dapat dipaparkan melalui penggunaan

alat yang nanti hasilnya visual

4. Alat dapat berupa hardware atau perangkat keras yang mewadahi penggunaan

software sehingga pesan dapat tersalurkan

5. Dalam penggunaan alat dan bahan, lingkungan atau suasana, dan instruktur

terdapat standar operasional yang baku berupa teknik yang sudah ditetapkan

sebelumnya

6. Latar merupakan lingkungan tempat dimana peserta didik dapat melakukan

proses pembelajaran

Segi perancangan menurut (Dewi, 2001) sumber belajar terbagi atas dua

jenis yaitu:

a. Sumber belajar yang dikembangkan sebagai sistem intruksional untuk

memberikan fasilitas sehingga proses pembelajaran dapat menjadi efisien dan

efektif;

b. Sumber belajar yang tidak di desain khusus untuk kepentingan pembelajaran

dan keberadaannya tergolong skunder, diterapkan dan dimanfaatkan untuk

kepentingan pembelajaran.

Adapun pemanfaatan hasil penelitian eksperiment agar dijadikan sumber

belajar harus melalui beberapa tahapan yaitu, tentang kajian proses dan identifikasi

hasil penelitian. Penelitian dapat dijadikan sebagai sumber belajar dengan melalui

beberapa syarat menurut Any (2011) diantaranya :

1. Sumber belajar harus dapat memberikan kekuatan dalam proses pembelajaran

sehingga tujuan instruksional dapat tercapai secara maksimal

2. Sumber belajar harus mempunyai nilai-nilai instruksional edukatif

3. Sumber belajar haruslah mudah ditemukan, siswa dapat memacu diri sendiri,

dan dapat melatih siswa dalam belajar mandiri

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA Ikan Tongkol (Euthynnus affiniseprints.umm.ac.id/60330/3/BAB II.pdf · sampai pada kedalaman 40 meter dengan kisaran optimum antara 20-28 °C dan menyenangi

18

Kerangka Konseptual

Berikut ini kerangka konseptual penelitian tentang pengawet alami ikan

tongkol Euthynnus affinis dari asap cair bambu petung Dendrocalamus asper dapat

dilihat pada Gambar 2.3:

Melimpahnya ikan tongkol

Kandungan protein dan kadar air tinggi

Ikan tongkol cepat membusuk

Berdasarkan data BPS (2018) sebesar 198,131

ton pada tahun 2017

Pengasapan tradisional

1. Polusi asap yang tebal

2. Terdapatnya senyawa

karsinogen terbentuk

yang menyebabkan

kanker

Bahan kimia berbahaya, seperti;

1. Boraks

2. formalin

ASAP CAIR

(Bambu Petung)

Memiliki Senyawa kimia, seperti:

Alkohol, fenol dan asam asetat

yang dapat menghambat

metabolisme bakteri (Wibowo,

2012).

Dibutuhkan

1. Antimikrobial alami

2. Aman dari zat

karsinogenik

3. Tidak menimbulkan

polusi

Pertumbuhan bakteri pada ikan

tongkol asap dapat terhambat

sehingga ikan dapat bertahan lebih

lama dan lebih aman di konsumsi

- Uji TPC (0, 3, dan 6 hari)

- Uji Sifat Organoleptik : warna,

rasa, dan bau

Mengandung

Mengakibatkan

Sumber Belajar Biologi

Penanganan konvensional

Gambar 2.3 Kerangka Konseptual

Keterangan :

Pengaruh =

Sebab akibat =

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA Ikan Tongkol (Euthynnus affiniseprints.umm.ac.id/60330/3/BAB II.pdf · sampai pada kedalaman 40 meter dengan kisaran optimum antara 20-28 °C dan menyenangi

19

Hipotesis

2.9.1 Terdapat pengaruh berbagai lama perendaman dalam asap cair bambu

petung (Dendrocalamus asper) terhadap kualitas ikan tongkol asap?

2.9.2 Terdapat pengaruh lama penyimpanan terhadap kualitas ikan tongkol asap?

2.9.3 Terdapat interaksi antara berbagai lama perendaman dalam asap cair bambu

petung (Dendrocalamus asper) dan lama penyimapanan terhadap kualitas

ikan tongkol asap?

2.9.4 Hasil penelitian pengaruh berbagai lama perendaman dalam asap cair

bambu petung (Dendrocalamus asper) dan lama penyimpanan terhadap

kualitas ikan tongkol asap dimanfaatkan sebagai sumber belajar biologi?