laporan tongkol

44
1 BAB I PENDAHULUAN I. 1 Latar Belakang Wilayah perairan laut Indonesia memiliki kandungan sumberdaya alam khususnya sumberdaya hayati (ikan) yang berlimpah dan beraneka ragam. Pemanfaatan sumberdaya ikan laut Indonesia di berbagai wilayah tidak merata. Di beberapa wilayah perairan masih terbuka peluang besar untuk pengembangan pemanfaatannya, sedangkan di beberapa wilayah yang lain sudah mencapai kondisi padat tangkap atau overfishing. Hal tersebut dapat disebabkan karena pengelolaan potensi sumberdaya perikanan tidak dikelola secara terpadu. Salah satu penyebabnya adalah tidak tersedianya data dan informasi mengenai potensi sumberdaya perikanan wilayah Indonesia. Kurangnya data dan informasi menyebabkan potensi perikanan tidak dapat dimanfaatkan secara optimal dan lestari. Kebijakan pengembangan dan pengelolaan harus diselaraskan dengan tujuan pembangunan perikanan secara umum (pasal 3, UU No. 31 tahun 2004 tentang Perikanan) yaitu : (1) meningkatkan taraf hidup nelayan kecil, (2) meningkatkan penerimaan daerah (PAD) dan penerimaan negara (devisa), (3) mendorong perluasan dan kesempatan kerja, (4) meningkatkan ketersediaan dan konsumsi protein hewani, (5) mengoptimalkan pengelolaan sumberdaya ikan, (6) meningkatkan produktivitas, mutu, nilai tambah dan daya saing, (7) meningkatkan ketersediaan bahan baku untuk industri pengolahan ikan, (8) pemamfaatan sumberdaya ikan secara optimal, (9) menjamin kelestarian sumberdaya ikan dan lingkungannya. Selain pengembangan dan pengelolaan perikanan tangkap harus memperhatikan norma - norma internasional yang mengatur etika melakukan perikanan. Salah satu diantaranya yaitu FAO, Code of

Upload: muh-fadillan-amir

Post on 19-Jun-2015

1.549 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

Dinamika Populasi dan Evaluasi Stok

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Tongkol

1

BAB I

PENDAHULUAN

I. 1 Latar Belakang

Wilayah perairan laut Indonesia memiliki kandungan sumberdaya alam

khususnya sumberdaya hayati (ikan) yang berlimpah dan beraneka ragam.

Pemanfaatan sumberdaya ikan laut Indonesia di berbagai wilayah tidak merata.

Di beberapa wilayah perairan masih terbuka peluang besar untuk

pengembangan pemanfaatannya, sedangkan di beberapa wilayah yang lain

sudah mencapai kondisi padat tangkap atau overfishing. Hal tersebut dapat

disebabkan karena pengelolaan potensi sumberdaya perikanan tidak dikelola

secara terpadu. Salah satu penyebabnya adalah tidak tersedianya data dan

informasi mengenai potensi sumberdaya perikanan wilayah Indonesia.

Kurangnya data dan informasi menyebabkan potensi perikanan tidak dapat

dimanfaatkan secara optimal dan lestari.

Kebijakan pengembangan dan pengelolaan harus diselaraskan dengan

tujuan pembangunan perikanan secara umum (pasal 3, UU No. 31 tahun 2004

tentang Perikanan) yaitu : (1) meningkatkan taraf hidup nelayan kecil, (2)

meningkatkan penerimaan daerah (PAD) dan penerimaan negara (devisa), (3)

mendorong perluasan dan kesempatan kerja, (4) meningkatkan ketersediaan dan

konsumsi protein hewani, (5) mengoptimalkan pengelolaan sumberdaya ikan, (6)

meningkatkan produktivitas, mutu, nilai tambah dan daya saing, (7)

meningkatkan ketersediaan bahan baku untuk industri pengolahan ikan, (8)

pemamfaatan sumberdaya ikan secara optimal, (9) menjamin kelestarian

sumberdaya ikan dan lingkungannya. Selain pengembangan dan pengelolaan

perikanan tangkap harus memperhatikan norma - norma internasional yang

mengatur etika melakukan perikanan. Salah satu diantaranya yaitu FAO, Code of

Page 2: Laporan Tongkol

2

Conduct for Responsibles Fisheries (CCRF) yang mengamanahkan dilakukannya

beberapa hal yang berhubungan dengan perikanan tangkap antara lain : (1)

pengguna SDI harus menjaga sumberdaya dan lingkungannya dan wajib

menggunakan cara penangkapan yang bertanggung jawab, (2) mencegah

terjadinya penangkapan yang berlebihan (over fishing), (3) pemamfaatan

sumberdaya perikanan harus menerapkan pendekatan kehati-hatian

(precautionary measures), (4) pengembangan dan penerapan alat penangkap

ikan harus diarahkan pada alat penangkap selektif dan ramah lingkungan, (5)

perlindungan terhadap habitat yang kritis, (6) menjamin terlaksananya

pengawasan dan kepatuhan dalam pengelolaan dan lain-lain.

Provinsi Sulawesi Selatan merupakan provinsi dengan hasil penangkapan

ikan yang sangat besar. Dari 9 kabupaten saja, yaitu kabupaten Luwu, Wajo,

Bone, Sinjai, Bulukamba, Jeneponto, Takalar, Maros dan Pinrang, jumlah

produksinya sudah mencapai 254.267 ton dengan pemberi kontribusi terbesar

adalah kabupaten Bone dengan jumlah produksi 66.109 ton. Total produksi

perikanan Provinsi Sulawesi Selatan adalah sebesar 337.317 ton. Adapun

distribusi wilayah sentra penangkapan ikan di provinsi Sulawesi Selatan adalah

sebagai berikut:

a. Kabupaten Bulukamba : Ujung Bulu, Bonto Bahari, Kajang, Gantarang

Kindang, Bontotiro, Hero Lange-lange

b. Kabupaten Takalar : Galesong Selatan, Galesong Utara, Manggara

Bombang, Mappakasungu

c. Kabupaten Maros : Maros Baru, Maros Utara

d. Kabupaten Bone : Awang Pone, Tanete Riattang Timur, Kajuara,

Salomekko, Tonra, Mare, Sibulue, Barebbo, Cina, Tellu Siatinge

e. Kabupaten Wajo : Pitumpanua, Takkalalo, Sajoanging

Page 3: Laporan Tongkol

3

f. Kota Makasar : Ujung Tanah, Tamalate, Tallo, Mariso, Ujung Pandang,

Biring Kanaya

g. Kabupaten Pinrang : Suppa, Mattirosompe, Cempa, Duampanua,

Lembang

h. Kabupaten Luwu : Wara Utara, Larompong, Suli, Belopa, Bua

Ponrang, Bua, Walenrang, Malangke, Bone-bone, Wotu, Malili,Wara

i. Kabupaten Bantaeng : Bissapu, Bantaeng

j. Kabupaten Jeneponto : Bangkela, Tamalatea, Binamu, Batang.

k. Kabupaten Luwu Utara

l. Kabupaten Sinjai

(Sumber : Dinas Perikanan, 2002)

Potensi sumberdaya perikanan laut untuk wilayah Sulawesi Selatan

sebesar 620.480 ton/tahun, yang terletak sepanjang garis pantai 2.500 km. Untuk

potensi sumberdaya perikanan laut sebesar 929.720 ton/tahun dengan peluang

pengembangannya adalah skala menengah kebawah, sumberdaya manusia

terdiri dari nelayan di laut sebanyak 280.375 orang dan nelayan di Perairan

Umum sebanyak 14.486 orang.

Perairan Sulawesi Selatan terdiri atas tiga perairan umum, yaitu :

a. Perairan Selat Makassar, terdiri atas; Makassar, Maros, Pangkep, Barru,

Pinrang dan Pare-pare.

b. Perairan Laut Flores, terdiri atas; Selayar, Bulukumba, Bantaeng,

Jeneponto, dan Takalar.

c. Perairan Teluk Bone, terdiri atas; Sinjai, Bone, Wajo, Luwu, Luwu Utara,

Luwu Timur dan Palopo.

Page 4: Laporan Tongkol

4

Gambar 1. Perairan Teluk Bone

Untuk perairan Teluk Bone masih memiliki potensi yang cukup besar,

Potensi di bidang perikanan sangat besar terutama pada 11 Kecamatan di

sepanjang pesisir Teluk Bone. Wilayah penangkapan ikan disekitar Teluk Bone

dengan panjang pantai 127 km sampai puluhan Mil ketengah laut dengan

produksi tahun 2001 sebesar 68.384,2 ton, Perairan umum sebesar 859,5 ton.

Potensi yang ada tersebut kalau dikelola dengan baik akan endatangkan

keuntungan secara terus menerus (berkelanjutan), tetapi kenyataan di lapangan

banyak terjadi kegiatan eksploitasi ikan yang tidak memperhatikan masalah

kelestariannya, bahkan dengan cara-cara yang merusak habitat. Hal tersebut

Page 5: Laporan Tongkol

5

tidak boleh dibiarkan terus menerus terjadi, kalau tidak ada upaya pencegahan,

sumberdaya ikan yang ada dapat menjadi punah. Hal ini tidak sejalan dengan

code of conduct for responsible fisheries (CCRF) dimana negara pemakai harus

menjaga kelestarian sumberdaya perikanan.

Melihat potensi yang cukup besar tersebut maka perlu dilakukan suatu

studi pengelolaan sumberdaya hayati perairan untuk melihat besar potensi

perikanan tangkap yang ada di perairan teluk bone sehingga dalam

pemanfaatannya kedepan tidak mengalami overexploitasi

Page 6: Laporan Tongkol

6

I. 2 Tujuan Kegunaan

Adapun tujuan dari penulisan laporan ini ialah untuk mengestimasi

potensi sumberdaya perikanan tangkap khususnya ikan tongkol sebagai dasar

penilaian pengelolaan sumberdaya yang berkelanjutan, melalui pendekatan

Maximum Sustainable Yieald (MSY), serta menentukan besarnya pemanfaatan

dan pencapaian tujuan pengelolaan sumberdaya perikanan tangkap yang

optimal di perairan teluk Bone.

Adapun kegunaan dari laporan ini ialah diharapkan dapat digunakan

sebagai bahan rujukan untuk menentukan besar potensi perikanan tangkap

khususnya ikan tngkol di perairan teluk Bone, agar tidak terjadi over exploitasi

sehingga perikanan tangkap khususnya ikan tongkol di perairan teluk Bone dapat

dimanfaatkan secara berkelanjutan.

Page 7: Laporan Tongkol

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II. 1 Perairan teluk Bone

Perairan Teluk Bone Secara administratif terletak di Propinsi Sulawesi

Selatan (di sebelah barat dan utara) dan Propinsi Sulawesi Tenggara (di sebelah

timur). Wilayah administratif dari Propinsi Sulawesi Selatan yang berbatasan

perairan Teluk Bone adalah Kabupaten Bulukumba, Kab. Sinjai, Kab. Bone, Kab.

Wajo, Kab. Luwuk, Kodya Polopo, Kab. Luwuk Utara, Kab. Luwuk Timur.

Sedangkan wilayah administratif di Propinsi Sulawesi Tenggara yang berbatasan

dengan perairan Teluk Bone adalah Kabupaten Bombana dan Kab. Kolaka. Laut

Flores adalah batas sebelah selatan dari perairan Teluk Bone. Teluk Bone

dicirikan sebagai tempat bermuaranya Sungai Cenrana. Secara geografis Sungai

Cenrana menjadi muara dari sejumlah sungai besar dan kecil di Sulawesi

Selatan. Dimana air dari Sungai Cenrana ini kemudian mengalir ke Teluk Bone

(Wagey T, 2004).

II. 2 Aspek Biologi iKan Tongkol

Ikan tongkol terklasifikasi dalam ordo Goboioida, family Scombridae,

genus Auxis, spesies Auxis thazard. Ikan tongkol masih tergolong pada ikan

Scombridae, bentuk tubuh seperti betuto, dengan kulit yang licin .Sirip dada

melengkung, ujngnya lurus dan pangkalnya sangat kecil. Ikan tongkol merupakan

perenang yang tercepat diantara ikan-ikan laut yang berangka tulang. Sirip-sirip

punggung, dubur, perut, dan dada pada pangkalnya mempunyai lekukan pada

tubuh, sehingga sirip-sirip ini dapat dilipat masuk kedalam lekukan tersebut,

sehingga dapat memperkecil daya gesekan dari air pada waktu ikan tersebut

Page 8: Laporan Tongkol

8

berenang cepat. Dan dibelakang sirip punggung dan sirip dubur terdapat sirip-

sirip tambahan yang kecil-kecil yang disebut finlet (Nainggolan E, 2009)

Ikan tongkol dapat mencapai ukuran panjang 60 – 65 cm dengan berat

1.720 gr pada umur 5 tahun. Panjang pertama kali matang gonad ialah 29 – 30

cm. ikan tongkol temasuk ikan pelagis yang hidup pada kedalaman hingga 50 m

di daerah tropis dengan kisaran suhu 27 – 28 oC. Ikan tongkol merupakan jenis

ikan migratory yang tersebar disekitar perairan samudera atlantik, hindia dan

pasifik.

Ikan tongkol memiliki 10 – 12 jari-jari sirip punggung, 10 – 13 jari-jari halus

sirip punggung, 10 – 14 jari-jari halus sirip dubur, dengan warna punggung

kebiru-biruan, ungu tua bahkan berwarna hitam pada bagian kepala. Sebuah

pola 15 garis-garis halus, miring hampir horisontal, garis bergelombang gelap di

daerah scaleless diatas gurat sisi (linea lateralis). Bagian bawah agak putih

(cerah). Dada dan sirip perut ungu, sisi bagian dalam mereka hitam. Badan kuat,

memanjang dan bulat. Gigi kecil dan berbentuk kerucut, dalam rangkaian

tunggal. Sirip dada pendek, tapi mencapai garis vertikal melewati batas anterior

dari daerah scaleless atas corselet. Sebuah flap tunggal besar (proses

interpelvic) antara sirip perut. Tubuh telanjang kecuali untuk corselet, yang

dikembangkan dengan baik dan sempit di bagian posterior (tidak lebih dari 5

skala yang luas di bawah asal-sirip punggung kedua). Sebuah keel pusat yang

kuat pada setiap sisi dasar sirip ekor-kecil antara 2 keel.

Page 9: Laporan Tongkol

9

Gambar 2. Ikan Tongkol (Auxisthazard)

Klasifikasi Ikan Tongkol.

Phylum : Chordata

Sub phylum : Vertebrata

Class : Pisces

Sub class : Teleostei

Ordo : Percomorphi

Sub ordo : Scromboidea

Family : Scromboidae

Genus : Auxis

Species : Auxis thazard

Bersifat epipelagic di perairan neretik dan samudra . makanannya berupa

ikan kecil, cumi-cumi, krustasea planktonik (megalops), dan larva stomatopod.

Karena kelimpahan mereka, mereka dianggap sebagai elemen penting dari

rantai makanan, khususnya sebagai hijauan untuk spesies lain bagi kepentingan

komersial. Diincar oleh ikan yang lebih besar, termasuk tuna lainnya. Dipasarkan

segar dan beku juga digunakan kering atau asin, asap, dan kaleng. (fishbase.org,

2010).

Page 10: Laporan Tongkol

10

II. 3 Alat Tangkap Yang Menangkap Ikan Tongkol di Perairan Teluk Bone

Ada beberapa jenis alat tangkap yang menangkap ikan tongkol di

perairan teluk Bone, jenis alat tangkap ini dari tahun ke tahun mulai tahun 1999 –

2007 beberapa mengalami pergantian. Adapun jenis alat tangkap tersebut antara

lain :

1. Payang

Menurut Monintja (1991), jaring pada payang terdiri atas kantong, dua

buah sayap, dua tali ris, tali selembar, serta pelampung dan pemberat. Kantong

merupakan satu kesatuan yang berbentuk kerucut terpancung, semakin ke arah

ujung kantong jumlah mata jaring semakin berkurang dan ukuran mata jaringnya

semakin kecil. Ikan hasil tangkapan akan berkumpul di bagian kantong ini,

semakin kecil ukuran mata jaaringmaka semakin kecil kemungkinan ikan

meloloskan diri.

Gambar 3. Jaring paying dan operasi penangkapan

Page 11: Laporan Tongkol

11

Keterangan:

1. Tali selembar kanan 4. Sayap kanan 7. pelampung

2. Tali selembar kiri 5. Sayap kiri 8. Buntut 10. Tal iris bawah

3. Pelampung bulat 6. Pemberat 9. Tal iris atas

Sayap merupakan lembaran jaring yang daisatukan dan berfungsi

sebagai penggiring dan dan pengejut bagi ikan sehingga ikan mengarah ke mulut

jaring. Sayap terdiri atas sayap kiri dan sayap kanan, memiliki ukuran mata jaring

yang lebih besar dari bagian lainnya (Monintja, 1991).

Tali ris ada dua bagian, yaitu tali ris atas dan tali ris bawah. Tali ris atas

lebih panjang dan tali ris bawah yang menyebabkan bibir jaring bagian atas lebih

menjorok ke dalam. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari ikan eloloskan diri ke

bagian bawah perairan. Tali ris berfungsi untuk merentangkan jaring dan

merupakan tempat tali pelampung (floats)dan pemberat (sinker). Tali selembar

adalah tali yang mengikat ujung sayap kiri dan kanan jaring, berfungsi

menghubungkan antaa jaring dan kapal / perahu (Subani dan Barus, 1989).

Pelampung dan pemberat berfungsi untuk membantu bukaan mulut

jaring. Pelampung juga berfungsi untuk mempertahankan bentuk jaring sesuai

dengan yang diinginkan daan menjaga bukaan mulut jaring dari pengaruh angin

dan arus saat dioperasikan. Pemberat berfungsi agar bagian bawah jaring

terendam sempurna sehingga membentuk bukaan mulut jaring yang maksimal

(Monintja, 1991).

2. Pukat Cincin (Purse Seine)

Pukat cincin atau jaring lingkar (purse seine) merupakan jenis jaring

penangkap ikan berbentuk empat persegi panjang atau trapesium, dilengkapi

dengan tali kolor yang dilewatkan melalui cincin yang diikatkan pada bagian

bawah jaring (tali ris bawah), sehingga dengan menarik tali kolor bagian bawah

jaring dapat dikuncupkan sehingga gerombolan ikan terkurung di dalam jaring.

Page 12: Laporan Tongkol

12

Gambar 4. Pukat Cincin (Purse seine)

Pukat cincin atau purse seine adalah sejenis jaring yang di bagian

bawahnya dipasang sejumlah cincin atau gelang besi. Dewasa ini tidak terlalu

banyak dilakukan penangkapan tuna menggunakan pukat cincin, kalau pun ada

hanya berskala kecil.

Pukat cincin dioperasikan dengan cara melingkarkan jaring terhadap

gerombolan ikan. Pelingkaran dilakukan dengan cepat, kemudian secepatnya

menarik purse line di antara cincin-cincin yang ada, sehingga jaring akan

membentuk seperti mangkuk. Kecepatan tinggi diperlukan agar ikan tidak dapat

meloloskan diri. Setelah ikan berada di dalam mangkuk jaring, lalu dilakukan

pengambilan hasil tangkapan menggunakan serok atau penciduk.

Pukat cincin dapat dioperasikan siang atau malam hari. Pengoperasian

pada siang hari sering menggunakan rumpon atau payaos sebagai alat bantu

pengumpul ikan. Sedangkan alat bantu pengumpul yang sering digunakan di

malam hari adalah lampu, umumnya menggunakan lampu petromaks.

Rumpon selain berfungsi sebagai alat pengumpul ikan juga berfungsi

sebagai penghambat pergerakan atau ruaya ikan, sehingga ikan akan berada

lebih lama di sekitar payaos. Rumpon dapat menjaga atau membantu cakalang

tetap berada d lokasi pemasangannya selama 340 hari.

Page 13: Laporan Tongkol

13

3. Jaring Insang

Jaring insang adalah alat penangkapan ikan berbentuk lembaran jaring

empat persegi panjang, yang mempunyai ukuran mata jaring merata. Lembaran

jaring dilengkapi dengan sejumlah pelampung pada tali ris atas dan sejumlah

pemberat pada tali ris bawah. Ada beberapa gill net yang mempunyai penguat

bawah (srampat/selvedge) terbuat dari saran sebagai pengganti pemberat.

Tinggi jaring insang permukaan 5 - 15 meter dan bentuk gill net empat persegi

panjang atau trapesium terbalik, tinggi jaring insang pertengahan 5 - 10 meter

dan bentuk gill net empat persegi panjang serta tinggi jaring insang dasar 1 - 3

meter dan bentuk gill net empat persegi panjang atau trapesium. Bentuk gill net

tergantung dari panjang tali ris atas dan bawah.

Pengoperasiannya dipasang tegak lurus di dalam perairan dan

menghadang arah gerakan ikan. Ikan tertangkap dengan cara terjerat insangnya

pada mata jaring atau dengan cara terpuntal pada tubuh jaring. Satuan jaring

insang menggunakan satuan pis jaring (piece). Satu unit gill net terdiri dari

beberapa pis jaring (SISKA, 2010).

Dilihat dari cara pengoperasiannya, alat tangkap ini biasa dihanyutkan

(drift gill-net), dilabuh (set gill-net), dilingkarkan (encircling gill-net). Jaring insang

termasuk alat tangkap potensial terlebih setelah adanya Keppres 29/80

khususnya jaring insang dasar (bottom set gill-net) atau yang lebih dikenal

dengan nama “Jaring klitik” ( Genisa. A. S, 1998)

Page 14: Laporan Tongkol

14

Gambar 5. Jaring Insang (Gill-net)

a. Jaring insang hanyut

Jaring insang hanyut adalah jenis gill net yang berbentuk empat persegi

panjang. Jaring insang hanyut termasuk dalam klasifikasi jaring insang hanyut di

permukaan air (surface drift gill net) atau jaring insang hanyut di pertengahan air

(midwater drift gill net) dengan panjang tali ris bawah sama dengan atau lebih

kecil daripada panjang tali ris atas.

Pengoperasiannya dipasang tegak lurus dan dihanyutkan di dalam

perairan mengikuti gerakan arus selama jangka waktu tertentu, salah satu ujung

unit gill net diikatkan pada perahu/kapal atau kedua ujung gill net dihanyutkan di

perairan. Pada perairan umum, jaring insang hanyut digunakan di danau atau

waduk.

Page 15: Laporan Tongkol

15

Gambar 6. Jenis-jenis Jaring Insang Hanyut (Drift gill-net)

Hasil tangkapan antara lain : baung, keting, sepat siam, gabus, koan,

lukas, mas, mujair, botia, berukung, benteur, bilih, tawes, depik, hampal, jelawat,

kendia, lalawak, sili, nilem, parang, repang, salab, semah, seren, betutu, patin

jambal, tempe dan lempuk (SISKA, 2010).

b. Jaring insang tetap

Jaring insang tetap adalah jaring insang berbentuk empat persegi

panjang. Jaring insang tetap dapat dikategorikan dalam klasifikasi jaring insang

tetap di dasar air (bottom set gill net), jaring insang tetap di pertengahan air

(midwater set gill net) tergantung pada pemasangan gill net di dalam perairan.

Tali ris bawah sama dengan atau lebih panjang daripada tali ris atas.

Pengoperasiannya dipasang menetap di perairan dengan menggunakan

pemberat selama jangka waktu tertentu. Pada perairan umum, jaring insang

hanyut digunakan di danau atau waduk (SISKA, 2010).

Page 16: Laporan Tongkol

16

Gambar 7. Jaring Insang Tetap (Set gill-net)

Dalam pengoperasiannya jaring ini bisa dilabuh (diset), lapisan tengah

maupun dibawah lapisan atas, tergantung dari panjang tali yang

menghubungkan pelampung dengan pemberat (jangkar). Jaring insang labuh ini

sama dengan jaring klitik yaitu jaring insang dasar menetap yang sasaran utama

penangkapannya adalah udang dan ikan-ikan dasar.

Cara pengoperasian jaring insang labuh ini disamping didirikan secara

tegak lurus, dapat juga diatur sedemikian rupa yang seakan-akan menutup

permukaan dasar atsau dihamparan tepat di atas karang-karang ( Genisa. A. S,

1998).

c. Jaring Lingkar

Jaring insang lingkar adalah jaring insang yang dalam pengoperasiannya

dengan cara melingkarkan ke sasaran tertentu yaitu kawanan ikan yang

sebelumnya dikumpulkan melalui alat bantu sinar lampu. Stelah kawanan ikan

terkurung kemudian dikejutkan dengan suara dengan cara memukul-mukul

bagian perahu, karena terkejut ikan-ikan tersebut akan bercerai-berai dan

akhirnya tersangkut karena melanggar mata jaring ( Genisa. A. S, 1998).

Page 17: Laporan Tongkol

17

Gambar 8. Jaring Insang Lingkar (Encircling gill-net)

d. Jaring angkat

Jaring angkat adalah alat penangkapan ikan berbentuk lembaran jaring

persegi panjang atau bujur sangkar yang direntangkan atau dibentangkan

dengan menggunakan kerangka dari batang kayu atau bambu (bingkai kantong

jaring) agar diupayakan jaring angkat membentuk kantong. Pengoperasiannya

dengan cara menurunkan atau menenggelamkan jaring angkat ke dalam

perairan atau ke dekat permukaan air.

4. Bagan

Bagan adalah suatu alat penangkapan ikan yang menggunakan jaring

dan lampu sehingga alat ini dapat digolongkan kepada light fishing. Bagan

pertama-tama diperkenalkan oleh orang-orang Makassar dan Bugis di Sulawesi

Selatan dan Tenggara pada tahun 1950-an. Kemudian dalam waktu yang relative

singkat sudah dikenal hamper diseluruh daerah perikanan laut Indonesia dan

dalam perkembangannya telah mengalami perubahan-perubahan bentuk.

Bagan terdiri dari komponen-komponen penting, yaitu; jaring bagan,

rumah bagan (anjang-anjang, kadang tanpa anjang-anjang), serok dan lampu.

Jaring bagan umumnya berukuran 9 x 9 m, dengan mata jaring 0,5 – 1 cm,

terbuat dari benang katun atau nilon. Jaring tersebut diikatkan pada bingkai

berbentuk bujur sangkar yang terbuat dari bamboo atau kayu. Rumah bagan

(anjang-anjang) terbuat dari bamboo / kayu yang berukuran bagian bawah

Page 18: Laporan Tongkol

18

berukuran 10 x 10 m, sedang bagian atas berukuran0,5 x 0,5 m (bagan tancap).

Pada bagian atas rumah bagan (pelataran bagan) terdapat alat penggulung

(roller) yang berfungsi untuk menurunkan dan mengankat jaring bagan pada

waktu penangkapan.

Penangkapan dengan bagan hanya dilakukan pada malam hari (light

fishing) terutama pada hari gelap bulan dengan menggunakan lampu sebagai

alat bantu penangkapan. Dilihat dari bentuk dan cara pengoperasiannya bagan

dapat dibagi menjadi tiga macam, yaitu; bagan tancap, bagan rakit dan bagan

perahu ( Genisa. A. S, 1998).

a. Bagan tancap

Bagan merupakan alat tangkap terdiri dari susunan bambu berbentuk

persegi empat yang ditancapkan sehingga berdiri kokoh di atas perairan. Pada

Bagian tengah bangunan dipasang jaring yang disebut Wareng dengan ukuran

bervariasi tergantung selera pemiliknya dengan mata jaring 0.4 cm, biasanya

ukurannya 7 x 7 meter.

Pada dasarnya alat ini terdiri dari bangunan bagan yang terbuat dari

bambu/kayu, jaring yang berbentuk segi empat yang diikatkan pada bingkai yang

terbuat dari bambu/kayu. Pada keempat sisinya terdapat beberapa batang

bambu/kayu melintang dan menyilang yang dimaksudkan untuk memperkuat

berdirinya bagan. Di atas bangunan bagan dibagian tengah terdapat bangunan

rumah yang berfungsi sebagai tempat istirahat, pelindung lampu dari hujan dan

tempat untuk melihat ikan/hasil tangkapan. Di atas bangunan ini terdapat roller

(semacam pemutar) yang terbuat dari bambu /kayu yang berfungsi untuk

menarik jaring.

Umumnya alat tangkap ini berukuran 9 x 9 meter, sedangkan tinggi dari

dasar perairan rata-rata 12 meter, dengan demikian, kedalaman perairan untuk

tempat pemasangan alat tangkap ini rata-rata pada kedalaman 8 meter, namun

Page 19: Laporan Tongkol

19

pada daerah tertentu ada yang memasang pada kedalaman 15 meter, karena

ditancapkan ke dasar perairan maka dasar laut yang menjadi tempat

penancapan tiang bagan adalah dasar perairan yang mengandung lumpur

bercampur pasir.

Posisi jaring dari Bagan ini terletak di bagian bawah dari bangunan Bagan

yang diikatkan pada bingkai bambu/kayu yang berbentuk segi empat. Bingkai

bambu/kayu tersebut dihubungkan dengan tali pada keempat sisinya yang

berfungsi untuk menarik jaring. Pada ke empat sisi jaring ini diberi pemberat yang

berfungsi untuk menenggelamkan jaring dan memberikan posisi jaring yang lebih

baik selama dalam air.

Untuk menarik perhatian ikan agar berkumpul di bawah Bagan, umumnya

nelayan menggunakan lampu petromaks yang jumlahnya bervariasi 2 – 5 buah.

Langkah pertama dalam mengoperasikan alat ini adalah menurunkan

jaring dan kemudian memasang lampu yang posisinya tepat di atas Jaring

(Wareng). Setelah beberapa jam kemudian (sekitar 4 jam) atau dianggap sudah

banyak ikan yang berkumpul di bawah Bagan maka penarikan jaring mulai

dilakukan. Penarikan dilakukan dengan memutar roller secara perlahan-lahan

dan setelah jaring agak mendekati permukaan maka jaring diangkat dengan

cepat sehingga jaring terangkat ke atas dan tangkapan terjebak di dalamnya.

Setelah jaring terangkat, maka pengambilan tangkapan dilakukan dengan

menggunak serok (jaring yang bertangkai panjang). Demikian seterusnya , jika

operasi penangkapan ingin dilanjutkan kembali, maka jaring diturunkan kembali

ke air seperti semula. Dalam satu malam, operasi penangkapan bisa dilakukan

sampai tiga kali bergantung umur bulan (Rharnadi, 2009)

Page 20: Laporan Tongkol

20

Gambar 9. Bagan Tancap

Karena Bagan ditancapkan ke dasar perairan, yang berarti kedalaman

laut tempat beroperasinya alat ini menjadi sangat terbatas yaitu pada perairan

dangkal.

Alat ini dapat dipakai dengan efektif pada saat bulan gelap sebab sasaran

tangkapan akan tertarik kepada cahaya lampu Petromaks pada saat gelap dan

berkumpul di bawah bagan (di atas jaring).

Hasil tangkapan alat adalah ikan-ikan yang biasa hidup bergerombol

misalnya ikan Tamban, ikan Ciu, ikan Kepetek, ikan-ikan berukuran sedang

misalnya ikan Tongkol, ikan Tenggiri, cumi-cumi (sotong), udang, dan

sebagainya ( Genisa. A. S, 1998).

b. Bagan perahu

Bagan perahu merupakan bagan yang lebih sederhana dan lebih ringan

sehingga memudahkan dalam pamindahanke tempat-tempat yang dikehendaki.

Bagan perahu ni terdiri dari dua perahu yang pada bagian depan dan belakang

dihubungkan dengan dua batang bamboo sehingga terbentuk bujur sangkr

Page 21: Laporan Tongkol

21

sebagai tempat menggantungkan jaring bagan. Pada waktu penangkapan, maka

bagan ini akan di labuh dengan menggunakan jangkar ( Genisa. A. S, 1998).

Gambar 10. Bagan Perahu

5. Rawai tuna (tuna longilne)

Rawai tuna atau tuna longline adalah alat penangkap tuna yang paling

efektif. Rawai tuna merupakan rangkaian sejumlah pancing yang dioperasikan

sekaligus. Satu tuna longliner biasanya mengoperasikan 1.000 - 2.000 mata

pancing untuk sekali turun.

Page 22: Laporan Tongkol

22

Rawai tuna umumnya dioperasikan di laut lepas atau mencapai perairan

samudera. Alat tangkap ini bersifat pasif, menanti umpan dimakan oleh ikan

sasaran. Setelah pancing diturunkan ke perairan, lalu mesin kapal dimatikan.

sehingga kapal dan alat tangkap akan hanyut mengikuti arah arus atau sering

disebut drifting. Drifting berlangsung selama kurang lebih empat jam. Selanjutnya

mata pancing diangkat kembali ke atas kapal.

Umpan longline harus bersifat atraktif. misalnya sisik ikan mengkilat,

tahan di dalam air, dan tulang punggung kuat. Umpan dalam pengoperasian alat

tangkap ini berfungsi sebagai alat pemikat ikan. Jenis umpan yang digunakan

umumnya ikan pelagis kecil, seperti lemuru (Sardinella sp.), layang (Decopterus

sp.), kembung (Rastrelliger sp.), dan bandeng (Chanos chanos) (FBC, 2010).

6. Huhate (pole and line)

Huhate atau pole and line khusus dipakai untuk menangkap cakalang.

Tak heran jika alat ini sering disebut "pancing cakalang". Huhate dioperasikan

sepanjang siang hari pada saat terdapat gerombolan ikan di sekitar kapal. Alat

tangkap ini bersifat aktif. Kapal akan mengejar gerombolan ikan. Setelah

gerombolan ikan berada di sekitar kapal, lalu diadakan pemancingan.

Terdapat beberapa keunikan dari alat tangkap huhate. Bentuk mata

pancing huhate tidak berkait seperti lazimnya mata pancing. Mata pancing

huhate ditutupi bulu-bulu ayam atau potongan rafia yang halus agar tidak tampak

oleh ikan. Bagian haluan kapal huhate mempunyai konstruksi khusus,

dimodifikasi menjadi lebih panjang, sehingga dapat dijadikan tempat duduk oleh

pemancing. Kapal huhate umumnya berukuran kecil. Di dinding bagian lambung

kapal, beberapa cm di bawah dek, terdapat sprayer dan di dek terdapat

beberapa tempat ikan umpan hidup. Sprayer adalah alat penyemprot air.

Page 23: Laporan Tongkol

23

Pemancingan dilakukan serempak oleh seluruh pemancing. Pemancing

duduk di sekeliling kapal dengan pembagian kelompok berdasarkan keterampilan

memancing.

Pemancing I adalah pemancing paling unggul dengan kecepatan

mengangkat mata pancing berikan sebesar 50-60 ekor per menit. Pemaneing I

diberi posisi di bagian haluan kapal, dimaksudkan agar lebih banyak ikan

tertangkap.

Pemancing II diberi posisi di bagian lambung kiri dan kanan kapal.

Sedangkan pemancing III berposisi di bagian buritan, umumnya adalah orang-

orang yang baru belajar memancing dan pemancing berusia tua yang tenaganya

sudah mulai berkurang atau sudah lamban. Hal yang perlu diperhatikan adalah

pada saat pemancingan dilakukan jangan ada ikan yang lolos atau jatuh kembali

ke perairan, karena dapat menyebabkan gerombolan ikan menjauh dari sekitar

kapal.

Umpan yang digunakan adalah umpan hidup, dimaksudkan agar setelah

ikan umpan dilempar ke perairan akan berusaha kembali naik ke permukaan air.

Hal ini akan mengundang cakalang untuk mengikuti naik ke dekat permukaan.

Selanjutnya dilakukan penyemprotan air melalui sprayer. Penyemprotan air

dimaksudkan untuk mengaburkan pandangan ikan, sehingga tidak dapat

membedakan antara ikan umpan sebagai makanan atau mata pancing yang

sedang dioperasikan. Umpan hidup yang digunakan biasanya adalah teri

(Stolephorus spp.) (Kliping dunia ikan dan Mancing, 2010

Page 24: Laporan Tongkol

24

BAB III

METODE PENELITIAN

III. 1 Waktu dan Tempat

Laporan ini disusun berdasarkan data potensi perikanan tangkap perairan

Teluk Bone yang terdiri atas 7 kabupaten, yaitu kabupaten Sinjai, Bone, Wajo,

Luwu, Luwu Utara, Luwu Timur dan Palopo. Data diolah mulai dari tahun 1999

sampai dengan tahun 2007.

III. 2 Pengambilan data

Data yang diolah merupakan data sekunder yang diperoleh dari Dinas

Kelautan dan Perikanan Unit Perikanan Tangkap Propinsi Sulawesi Selatan,

dengan melihat potensi perairan teluk Bone sejak tahun 1999 sampai dengan

tahun 2007.

III. 3 Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan menggunakan metode Schaefer dan

Guland-Fox. Adapun langkah analisis data ialah sebagai berikut :

1. Standarisasi Effort

Unit effort sejumlah armada penangkapan ikan dengan alat tangkap dan

waktu tertentu dikonversi ke dalam satuan “boat-days” (trip). Pertimbangan yang

digunakan adalah :

a. respon stock terhadap alat tangkap standar akan menentukan status

sumberdaya selanjutnya berdampak pada status perikanan alat

tangkap lain,

Page 25: Laporan Tongkol

25

b. total hasil tangkap ikan per unit effort alat tangkap standar lebih

dominan dibanding alat tangkap lain, dan

c. daerah penangkapan alat tangkap standar meliputi dan atau

berhubungan dengan daerah penangkapan alat tangkap lain.

Prosedur standarisasi alat tangkap ke dalam satuan baku unit alat

tangkap standar, dapat dilakukan sebagai berikut :

(1) Alat tangkap standar yang digunakan mempunyai CPUE terbesar dan

memiliki nilai faktor daya tangkap (fishing power index, FPI) sama dengan 1. Nilai

FPI dapat diperoleh melalui persamaan (Gulland, 1983):

dimana :

CPUEr = total hasil tangkapan (catch) per upaya tangkap (effort) dari alat

tangkap r yang akan distandarisasi (ton/trip).

CPUEs = total hasil tangkapan (catch) per upaya tangkap (effort) dari alat

tangkap s yang dijadikan standar (ton/trip).

FPIi = fishing power index dari alat tangkap i (yang distandarisasi dan alat

tangkap standar)

(2) Nilai FPIi digunakan untuk menghitung total upaya standar, yakni :

dimana :

E = total effort atau jumlah upaya tangkap dari alat tangkap yang

distandarisasi dan alat tangkap standar (trip)

Page 26: Laporan Tongkol

26

Ei = effort dari alat tangkap yang distandarisasi dan alat tangkap standar (trip)

2. Maximum Sustainable Yield

Estimasi potensi sumberdaya perikanan tangkap didasarkan atas jumlah

hasil tangkapan ikan yang didaratkan pada suatu wilayah dan variasi alat

tangkap per trip. Prosedur estimasi dilakukan dengan cara (Sparre dan Venema,

1999) :

a. Menghitung hasil tangkapan per upaya tangkap (CPUE), melalui

persamaan :

dimana :

CPUEn = total hasil tangkapan per upaya penangkapan yang telah

distandarisasi dalam tahun n (ton/trip)

Catchn = total hasil tangkapan dari seluruh alat dalam tahun n (ton)

En = total effort atau jumlah upaya tangkap dari alat tangkap yang

distandarisasi dengan alat tangkap standar dalam tahun n (trip).

b. Melakukan estimasi parameter alat tangkap standar dengan

menggunakan model Schaefer berikut :

CPUEn = α – βEn atau Catchn = α En – βEn2

dimana :

CPUEn = total hasil tangkapan per upaya setelah distandarisasi pada tahun n

(ton/trip)

En = total effort standar pada tahun n (trip/tahun)

α dan β = konstanta dan koefisien parameter dari model Schaefer

Persamaan di atas dihitung dengan menggunakan metode regresi linear

sederhana (Ordinary Least Square, OLS).

Page 27: Laporan Tongkol

27

c. Melakukan estimasi effort optimum pada kondisi keseimbangan

(equilibrium state), digunakan persamaan :

Fopt = - ½ (α / β)

d. Melakukan estimasi Maximum Sustainable Yield (MSY) sebagai

indikator potensi sumberdaya perikanan tangkap yang berkelanjutan

(lestari) melalui persamaan :

MSY = - ¼ (α2 / β)

Nilai effort optimum dan MSY yang diperoleh melalui persamaan (3) dan

(4) selanjutnya dimasukkan sebagai kendala tujuan dalam model ekonomi

sumberdaya perikanan tangkap (model dasar LGP). Dengan demikian, secara

biologi pengelolaan perikanan menunjukkan optimalisasi pemanfaatan

sumberdaya perikanan tangkap yang berkelanjutan.

Page 28: Laporan Tongkol

28

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan data produksi hasil tangkapan perairan Teluk Bone yang

diperoleh dari Dinas Kelautan dan Perikanan provinsi Sulawesi Selatan, maka

Penangkapan ikan tongkol di perairan Teluk Bone yang meliputi tujuh kabupaten

(terlampir) dilakukan dengan menggunakan alat tangkap, antara lain;

Payang/Lampara, Pukat cincin (Purse seine), Jaring Insang Hanyut (Drift gill net),

Jaring lingkar (Enclircling gill net), Jaring klitik (Shrimp gill net), Jaring Insang

Tetap (Set gill net), Bagan Perahu (Boat lift net), Bagan Tancap (Bagan), Jaring

Angkat Lain (Other lift net), R.Hanyut lain S.R.T (Drift long lines), Rawai Tetap

(Set long line), Pancing yang Lain (Other pole and line), Pancing tonda (Troll

line), Huhate (Skipjack pole and line) dan alat tangkap lain-lain (others).

Semua alat tangkap di atas merupakan alat tangkap yang beroperasi di

perairan Teluk Bone yang memperoleh hasil tangkapan berupa ikan Tongkol.

Terdapat beberapa jenis alat tangkap yang memperoleh jumlah tangkapan ikan

Tongkol terbesar, dimana dari tahun ke tahun mengalami perubahan. Pada tahun

1999 – 2002 alat tangkap Huhate (Skipjack pole and line) memperoleh hasil

tangkapan ikan tongkol terbesar, tahun 2003 – 2006 alat tangkap pukat cincin

(Purse seine) memperoleh hasil tangkapan terbesar untuk ikan tongkol dan pada

tahun 2007 alat tangkap pancing tonda (Troll line) memperoleh hasil tangkapan

terbesar untuk ikan tongkol. Data tersebut kemudian di standari berdasarkan

jenis alat tangkap yang banyak menangkap (CPUE) ikan tongkol pada tahun

tersebut (terlampir).

Berdasarkan data yang diperoleh, maka hasil tangkapan ikan tongkol di

perairan Teluk Bone dapat dilihat pada tabel 1 di bawah ini.

Page 29: Laporan Tongkol

29

Tabel 1. Produksi Ikan Tongkol Perairan Teluk Bone tahun 1999-2007

No. TAHUN Catch(ton)

1. 1999 6,100.00

2. 2000 6,104.50

3. 2001 9,745.30

4. 2002 14,521.30

5. 2003 9,993.40

6. 2004 10,468.50

7. 2005 10,499.30

8. 2006 10,728.20

9. 2007 15,725.90

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa hasil tangkapan ikan tongkol

terbesar ialah terjadi pada tahun 2007 sebesar 15.725,90 ton, sedang hasil

tangkapan terkecil terjadi pada tahun 1999 sebesar 6.100,00 ton. Hal ini

disebabkan karena alat tangkap yang menjadi standar penangkapan ikan tongkol

pada tahun 2007 memiliki jumlah trip lebih banyak dibanding alat tangkap yang

menjadi standar penangkapan pada tahun 1999. Pada tahun 2007 jumlah trip

alat tangkap ialah sebesar 27.326 trip sedang pada tahun 1999 ialah sebesar

17.233 trip.

Untuk melihat besarnya potensi ikan tongkol yang terdapat pada perairan

teluk Bone, maka kita dapat menghitungnya menggunakan model Schaefer dan

Guland-Fox. Dari hasil perhitungan berdasarkan model tersebut diperoleh nilai

MSY dan Fopt seperti pada tabel di bawah ini.

Page 30: Laporan Tongkol

30

Tabel 2. Potensi Lestari Maksimum dan Effort Optimum Ikan Tongkol di perairan

Teluk Bone Tahun 1999 - 2007 berdasarkan metode Schaefer dan

Guland-Fox.

No Nilai Scheafer Fox Satuan

1 A 0.1436 -1.9424

2 B -3E-07 -4E-06

3 MSY 17,346.00 13,080.36 Ton

4 FOpt 241,519.50 248,018.84 Trip

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa nilai MSY antara dua model

tersebut cukup berbeda, dimana nilai MSY pada model Schaefer lebih besar bila

dibandingkan dengan nilai MSY pada model Guland-Fox. Nilai MSY tersebut

merupakan nilai tangkapan lestari yang menunjukan besarnya tangkapan dan

jumlah trip yang diperbolehkan agar tidak terjadi overfishing.

Menurut Irnawati S (2004) ketentuan jumlah tangkapan yang

diperbolehkan (JTB) atau 80 % dari MSY, maka jumlah tangkapan ikan tongkol

yang diperbolehkan pada perairan teluk Bone ialah sebesar (17.346,00 x 80 % =

13.876,80) nilai ini sesuai dengan hasil yang diperoleh dengan model Guland-

Fox. Dari hasil yang diperoleh tersebut dan dihubungkan deng jumlah tangkapan

tiap tahun, maka dapat diketahui pada tahun 2002 dan 2007 telah mengalami

overfishsing ikan tongkol.

Adanya indikasi gejala overfishing ini bisa dibuktikan langsung dengan

terjadinya penurunan hasil tangkapan ikan tongkol di perairan teluk Bone yang

dapat dihitung dengan melihat selisih antara produksi tahun 2002 dengan tahun

2003 sebesar 4.5271,90 ton atau turun sebesar 31,18 %. Penurunan hasil

Page 31: Laporan Tongkol

31

tangkapan ikan tongkol pada perairan Teluk Bone dapat kita lihat melalui grafik

produksi di bawah ini.

Gambar 11. Produksi Tahunan Ikan Tongkol di Perairan Teluk Bone

Tahun 1999 – 2007

Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa dari tahun 1999 – 2001 hasil

tangkapan ikan tongkol di perairan Teluk Bone mengalami peningkatan, hingga

akhirnya pada ahun 2002 terjadi overfishing yang menyebabkan produksi pada

tahun 2003 menurun. Kemudian produksinya kembali meningkat hingga tahun

2006 dan pada tahun 2007 kembali terjadi overfishing.

Hal tersebut mengindakasikan bahwa belum ada pengelolaan yang baik

dalam penangkapan ikan tongkol. Bisa diprediksikan bahwa pada tahun 2008

produksi ikan tongkol di perairan Teluk Bone akan mengalami penurunan. Maka

perlu dilakukan pengelolaan terhadap upaya dan hasil tangkapannya.

Model yang bisa digunakan dalam melakukan pengelolaan sumberdaya

ikan tongkol di perairan Teluk Bone ialah dengan menggunakan model Schaefer

dan Guland-Fox. Dengan menggunakan data hasil tangkapan ikan tongkol mulai

dari tahun 1999 sampai dengan tahun 2007, maka kita bisa memprediksi jumlah

tangkapan lestari.

-

2,000.00

4,000.00

6,000.00

8,000.00

10,000.00

12,000.00

14,000.00

16,000.00

18,000.00

1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007

Tota

l Cat

ch (

TON

)

TAHUN

Page 32: Laporan Tongkol

32

Perhitungan dengan model Schaefer dan Guland-Fox ialah dengan

menggunakan data hasil tangkapan dan effort kemudian dilanjutkan dengan

menghitung nilai CPUE dan LN CPUE seperti pada tabel di bawah ini.

Tabel 3. Perhitungan nilai CPUE dan LN CPUE

No. TAHUN Catch(ton) Effort

Stand(F) CPUE LN CPUE

1 1999 6,100.00 149,960 0.04068 -3.20208

2 2000 6,104.50 97,300 0.06274 -2.76877

3 2001 9,745.30 159,873 0.06096 -2.79760

4 2002 14,521.30 423,709 0.03427 -3.37343

5 2003 9,993.40 496,438 0.02013 -3.90553

6 2004 10,468.50 46,273 0.22623 -1.48618

7 2005 10,499.30 158,569 0.06621 -2.71488

8 2006 10,728.20 167,793 0.06394 -2.74986

9 2007 15,725.90 84,045 0.18711 -1.67605

Kemudian perhitungan dilanjutkan dengan membuat grafik persamaan

regresi linear dengan memasukkan data Effort dan CPUE untuk Schaefer serta

data Effort dan LN CPUE untuk model Guland-Fox. Grafik regresi linear tersebut

dapat dilihat seperti pada gambar di bawah ini.

Page 33: Laporan Tongkol

33

Gambar 12. Grafik Regresi Linear Model Shaefer

Gambar 13. Grafik Regresi Linear Model Guland-Fox

Dari gambar diatas terlihat hubungan antara Effort dan nilai CPUE,

dimana semakin tinggi nilai dari Effort akan menyebabkan turunnya nilai CPUE.

Kemudian nilai A dan B yang di peroleh pada perhitungan regresi linear ini akan

digunakan untuk menghitung MSY dari masing-masing model, yang kemudian

digunakan sebagai nilai lestari dari suatu penangkapan. Dalam hal ini

y = -3E-07x + 0.1436R² = 0.415

-0.04000

0.00000

0.04000

0.08000

0.12000

0.16000

0.20000

0.24000

- 100,000 200,000 300,000 400,000 500,000 600,000

CP

UE

Effort

y = -4E-06x - 1.9424R² = 0.668

-4.5000

-4.0000

-3.5000

-3.0000

-2.5000

-2.0000

-1.5000

-1.0000

-0.5000

0.0000

- 100,000 200,000 300,000 400,000 500,000 600,000

LN C

PU

E

Effort

Page 34: Laporan Tongkol

34

penangkapan ikan tongkol di perairan teluk Bone. Nilai MSY yang diperoleh,

dapat dilihat pada grafik MSY di bawah ini.

Gambar 14. Grafik MSY Model Schaefer

Gambar 15. Grafik MSY Model guland-Fox

Berdasarkan grafik di atas, maka dapat diketahui bahwa nilai MSY untuk

model Schaefer ialah sebesar 17.346,00 ton pertahun dengan effort sebesar

241.519,50 trip. Sedang nilai MSY untuk model Guland-Fox ialah sebesar

13.080,36 ton pertahun dengan effort sebesar 248.018,84 trip.

0

2000

4000

6000

8000

10000

12000

14000

16000

18000

20000

0 100000 200000 300000 400000 500000

Yie

ld p

er R

eqru

it (

ton

)

Effort

0

2000

4000

6000

8000

10000

12000

14000

0 50000 100000 150000 200000 250000 300000 350000 400000 450000 500000

Yie

ld p

er

Re

qru

it (

ton

)

Effort

Page 35: Laporan Tongkol

35

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

V. 1 Kesimpulan

Dari hasil pembahasan potensi perikanan tongkol perairan Teluk Bone

yang telah dijelaskan diatas, maka dapat ditari beberapa kesimpulan, antara lain

sebagai berikut :

1. Produksi terbesar ikan tongkol di perairan Teluk Bone terjadi pada tahun

2007 sebesar 15.725,90 ton dan produksi terendah terjadi pada tahun

1999 sebesar 6.100,00 ton.

2. Nilai MSY untuk model Schaefer ialah sebesar 17.346,00 ton pertahun

dengan effort sebesar 241.519,50 trip. Sedang nilai MSY untuk model

Guland-Fox ialah sebesar 13.080,36 ton pertahun dengan effort sebesar

248.018,84 trip.

3. Menurut jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB), telah terjadi

overfishing terhadap penangkapan ikan tongkol di perairan teluk Bone,

yaitu pada tahun 2002 dengan total penangkapan 14.521,30 ton dan

tahun 2007 dengan total penangkapan 15.725,90 ton.

V. 2 Saran

Sebaikanya dilakukan pengelolaan terhadap penangkapan ikan tongkol di

perairan teluk Bone sesuai dengan nilai MSY dan jumlah tangkapan yang

diperbolehkan (JTB), guna menjaga kelangsungan dan kelestarian sumberdaya

perikanan tangkap khususnya ikan tongkol di perairan teluk bone, sehingga tidak

terjadi lagi overfishing dan perikanan tangkap ikan tongkol di perairan Teluk Bone

dapat di manfaatkan secara berkelanjutan (Sustainable).

Page 36: Laporan Tongkol

36

DAFTAR PUSTAKA

Fishery Bussines Center. 2010. Teknologi Penangkapan Ikan Tuna. http://www.

perikanan-diy.info/home.php?mode=content&submode=detail&id=205. [online]. Diakses tanggal 20 Mei 2010.

Genisa, A. S. 1998. Beberapa Catatan Tentang Alat Tangkap Ikan Pelagik Kecil.

Jurnal Oseana. Volume XXIII Nomor: 3 dan 4 Th: 1998. Jakarta: Balitbang Biologi Laut, Puslitbang Oseanologi-LIPI. Hal. 19-34.

Irnawati, S. 2004. Analisis Aspek Bio-Teknis Penangkapan Payang di Perairan

Ulak Karang, Sumatera Barat. [Skripsi]. Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Kliping dunia ikan dan Mancing. 2010. Teknologi Penangkapan Ikan Tuna.

http://ikanmania.wordpress.com/2007/12/30/teknologi-penangkapan-ikan-tuna/. [online]. Diakses tanggal 20 Mei 2010.

Monintja, D. R. 1991. Teknologi Pemanfaatan Sumberdaya Hayati Laut II. Diklat

Kuliah. Bogor: Proyek Peninkatan Perguruan Tinggi, Institut Pertanian Bogor. 42 hal.

Nainggolan E. 2009. Deskripsi Dan Klasifikasi Ikan.http://enmygolan.blogspot.

com/2009/03/deskripsi-dan-klasifikasi-ikan.html. [online]. Diakses tanggal 20 Mei 2010.

Rharnadi. 2009. Bagan Tancap. http://tampukpinang.info/tradisional/alattangkap/

hewanlaut/152-bagan-tancap.html. [online]. dikses tanggal 20 Mei 2010. Sistem Informasi Statistik Perikanan Tangkap. 2010. Klasifikasi Alat

Penangkapan Ikan di Perairan Umum. http://statistikdjpt.dkp.go.id/artikel. php?id=50. [online]. Diakses tanggal 20 Mei 2010Species summary. 2010. http://fishbase.org/Summary/speciesSummary.php?ID= 94&genusname=Auxis&speciesname= thazard + thazard & lang = English .[online] . Diakses tanggal 20 Mei 2010.

Subani, W dan H. R. Barus. 1989. Alat Penangkapan Ikan dan Udang Laut di

Indonesia. Jurnal Perikanan Laut. Nomor: 50 Th: 1988/1989. Jakarta: Departemen Pertanian, Balai Penelitian Perikanan Laut. Hal. 40-56.

Wagey T. 2004. Kajian Daya Dukung Lahan Laut Di Perairan Teluk Bone. Dinas

Kelautan dan Perikanan. Jakarta

Page 37: Laporan Tongkol

37

LAMPIRAN

Page 38: Laporan Tongkol

38

Lampiran 1. Standarisasi Effort (FPI) tiap tahun (1999 – 2007) Tahun 1999

Tahun 2000

Tahun 2001

No. Jenis Alat Tangkap Total Catch Effort CPUE FPI F Stand

1 Payang/Lampara 601.58 41,183 0.0146075 0.3591061 14,789

2 Pukat cincin-Purse seine 448.24 14,452 0.0310160 0.7624854 11,019

3 Jaring Insang Hanyut-Drift gill net 1,354.49 213,431 0.0063463 0.1560139 33,298

4 Jaring lingkar-Enclircling gill net 294.14 23,014 0.0127810 0.3142028 7,231

5 Jaring Insang Tetap-Set gill net 181.11 30,223 0.0059923 0.1473136 4,452

6 Bagan Perahu-Boat lift net 1,103.69 132,497 0.0083299 0.2047795 27,133

7 Bagan Tancap-Bagan 328.68 106,844 0.0030763 0.0756267 8,080

8 Jaring Angkat Lain-Other lift net 38.74 10,488 0.0036939 0.0908098 952

9 R.Hanyut lain S.R.T-Drift long lines 158.63 31,231 0.0050794 0.1248691 3,900

10 Rawai Tetap-Set long line 28.11 7,176 0.0039175 0.0963069 691

11 Pancing yang Lain-Other pole and line 313.49 169,481 0.0018497 0.0454721 7,707

12 Pancing tonda-Troll line 548.10 41,032 0.0133578 0.3283842 13,474

13 Huhate-Skipjack pole and line 700.99 17,233 0.0406775 1.0000000 17,233

6,100.00 149,960 Total

No. Jenis Alat Tangkap Total Catch Effort CPUE FPI F Stand

1 Payang/Lampara 452.43 54,180 0.0083504 0.1330974 7,211

2 Pukat cincin-Purse seine 447.15 25,755 0.0173617 0.2767286 7,127

3 Jaring Insang Hanyut-Drift gill net 1,556.94 220,452 0.0070625 0.1125688 24,816

4 Jaring lingkar-Enclircling gill net 297.53 30,836 0.0096487 0.1537903 4,742

5 Jaring Insang Tetap-Set gill net 158.57 42,443 0.0037360 0.0595479 2,527

6 Bagan Perahu-Boat lift net 1,081.00 104,626 0.0103320 0.1646823 17,230

7 Bagan Tancap-Bagan 387.82 79,400 0.0048843 0.0778512 6,181

8 Jaring Angkat Lain-Other lift net 38.42 11,658 0.0032952 0.0525220 612

9 R.Hanyut lain S.R.T-Drift long lines 148.56 27,740 0.0053555 0.0853613 2,368

10 Rawai Tetap-Set long line 36.34 7,582 0.0047929 0.0763935 579

11 Pancing yang Lain-Other pole and line 240.75 61,776 0.0038971 0.0621166 3,837

12 Pancing tonda-Troll line 864.69 200,779 0.0043067 0.0686441 13,782

13 Huhate-Skipjack pole and line 394.32 6,285 0.0627393 1.0000000 6,285

6,104.50 97,300 Total

No. Jenis Alat Tangkap Total Catch Effort CPUE FPI F Stand

1 Payang/Lampara 994.30 93,490 0.0106354 0.1744758 16,312

2 Pukat cincin-Purse seine 488.71 22,785 0.0214490 0.3518740 8,017

3 Jaring Insang Hanyut-Drift gill net 2,175.03 250,401 0.0086862 0.1424982 35,682

4 Jaring lingkar-Enclircling gill net 202.72 25,427 0.0079728 0.1307953 3,326

5 Jaring Insang Tetap-Set gill net 488.98 72,937 0.0067041 0.1099821 8,022

6 Bagan Perahu-Boat lift net 2,382.84 227,464 0.0104757 0.1718557 39,091

7 Bagan Tancap-Bagan 568.72 118,701 0.0047912 0.0785998 9,330

8 R.Hanyut lain S.R.T-Drift long lines 208.68 39,472 0.0052869 0.0867321 3,423

9 Rawai Tetap-Set long line 71.82 9,950 0.0072176 0.1184062 1,178

10 Pancing yang Lain-Other pole and line 222.92 59,209 0.0037650 0.0617658 3,657

11 Pancing tonda-Troll line 1,342.11 167,585 0.0080085 0.1313810 22,017

12 Huhate-Skipjack pole and line 598.47 9,818 0.0609563 1.0000000 9,818

9,745.30 159,873 Total

Page 39: Laporan Tongkol

39

Tahun 2002

Tahun 2003

Tahun 2004

No. Jenis Alat Tangkap Total Catch Effort CPUE FPI F Stand

1 Payang/Lampara 944.15 87,442 0.010797 0.315054 27,549

2 Pukat Pantai-Beach seine 195.45 40,517 0.004824 0.140756 5,703

3 Pukat cincin-Purse seine 367.20 33,738 0.010884 0.317573 10,714

4 Jaring Insang Hanyut-Drift gill net 2,975.55 302,836 0.009826 0.286696 86,822

5 Jaring lingkar-Enclircling gill net 446.28 14,210 0.031406 0.916380 13,022

6 Jaring Insang Tetap-Set gill net 1,254.61 177,403 0.007072 0.206353 36,608

7 Bagan Perahu-Boat lift net 4,118.43 354,198 0.011627 0.339272 120,170

8 Bagan Tancap-Bagan 503.37 74,914 0.006719 0.196058 14,687

9 Jaring Angkat Lain-Other lift net 19.77 5,906 0.003348 0.097681 577

10 R.Hanyut lain S.R.T-Drift long lines 152.61 25,615 0.005958 0.173845 4,453

11 Rawai Tetap-Set long line 59.70 11,209 0.005326 0.155407 1,742

12 Pancing yang Lain-Other pole and line 388.28 72,748 0.005337 0.155735 11,329

13 Pancing tonda-Troll line 1,081.67 129,858 0.008330 0.243047 31,562

14 Huhate-Skipjack pole and line 1,980.40 57,785 0.034272 1.000000 57,785

15 Lain-lain 33.82 7,766 0.004355 0.127072 987

14,521.30 423,709 Total

No. Jenis Alat Tangkap Total Catch Effort CPUE FPI F Stand

1 Payang/Lampara 873.74 104,029 0.0083990 0.4172358 43,405

2 Pukat cincin-Purse seine 526.24 26,142 0.0201302 1.0000000 26,142

3 Jaring Insang Hanyut-Drift gill net 2,426.10 275,611 0.0088026 0.4372844 120,520

4 Jaring lingkar-Enclircling gill net 128.08 11,335 0.0112991 0.5612999 6,362

5 Jaring Insang Tetap-Set gill net 1,767.66 297,890 0.0059339 0.2947782 87,811

6 Bagan Perahu-Boat lift net 1,942.79 332,958 0.0058349 0.2898600 96,511

7 Bagan Tancap-Bagan 686.63 103,643 0.0066250 0.3291060 34,110

8 R.Hanyut lain S.R.T-Drift long lines 158.22 30,139 0.0052497 0.2607872 7,860

9 Rawai Tetap-Set long line 21.41 6,265 0.0034170 0.1697451 1,063

10 Pancing yang Lain-Other pole and line 626.09 140,535 0.0044550 0.2213105 31,102

11 Pancing tonda-Troll line 773.58 111,202 0.0069566 0.3455778 38,429

12 Lain-lain 62.85 8,331 0.0075444 0.3747798 3,122

9,993.40 496,438 Total

No. Jenis Alat Tangkap Total Catch Effort CPUE FPI F Stand

1 Pukat cincin-Purse seine 2,590.84 11,452 0.2262346 1.0000000 11,452

2 Jaring Insang Hanyut-Drift gill net 1,524.33 121,425 0.0125537 0.0554896 6,738

3 Jaring lingkar-Enclircling gill net 277.89 6,573 0.0422778 0.1868758 1,228

4 Jaring klitik-Shrimp gill net 397.37 60,019 0.0066208 0.0292652 1,756

5 Rawai tuna-Tuna long line 660.79 26,360 0.0250680 0.1108055 2,921

6 R.Hanyut lain S.R.T-Drift long lines 79.25 4,458 0.0177774 0.0785795 350

7 Rawai tetap-Set long line 176.73 37,315 0.0047361 0.0209343 781

8 Pancing tonda-Trowl line 2,750.94 73,351 0.0375037 0.1657736 12,160

9 Pancing ulur 590.23 14,062 0.0419733 0.1855298 2,609

10 Pancing tegak 87.15 21,231 0.0041047 0.0181436 385

11 Pancing yang Lain-Other pole and line 1,332.99 75,684 0.0176125 0.0778506 5,892

10,468.50 46,273 Total

Page 40: Laporan Tongkol

40

Tahun 2005

Tahun 2006

Tahun 2007

No. Jenis Alat Tangkap Total Catch Effort CPUE FPI F Stand

1 Pukat cincin-Purse seine 4,604.57 69,542 0.0662128 1.0000000 69,542

2 Jaring Insang Hanyut-Drift gill net 1,227.41 121,425 0.0101084 0.1526652 18,537

3 Jaring lingkar-Enclircling gill net 252.66 17,325 0.0145835 0.2202523 3,816

4 Jaring klitik-Shrimp gill net 327.33 57,688 0.0056742 0.0856965 4,944

6 R.Hanyut lain S.R.T-Drift long lines 85.09 61,272 0.0013887 0.0209736 1,285

7 Rawai tetap-Set long line 162.30 11,913 0.0136241 0.2057629 2,451

8 Pancing tonda-Trowl line 2,204.37 46,545 0.0473601 0.7152708 33,292

9 Pancing ulur 459.68 57,603 0.0079801 0.1205215 6,942

10 Pancing tegak 75.18 18,165 0.0041388 0.0625076 1,135

11 Pancing yang Lain-Other pole and line 1,100.70 75,684 0.0145434 0.2196464 16,624

10,499.30 158,569 Total

No. Jenis Alat Tangkap Total Catch Effort CPUE FPI F Stand

1 Pukat cincin-Purse seine 4,449.06 69,585 0.0639370 1.0000000 69,585

2 Jaring Insang Hanyut-Drift gill net 1,232.15 119,382 0.0103211 0.1614253 19,271

3 Jaring lingkar-Enclircling gill net 262.84 17,325 0.0151710 0.2372805 4,111

4 Jaring klitik-Shrimp gill net 337.78 57,688 0.0058553 0.0915788 5,283

5 Rawai tuna-Tuna long line 493.87 16,187 0.0305104 0.4771948 7,724

6 R.Hanyut lain S.R.T-Drift long lines 86.57 7,671 0.0112854 0.1765084 1,354

7 Rawai tetap-Set long line 158.93 11,913 0.0133406 0.2086520 2,486

8 Pancing tonda-Trowl line 2,110.53 46,545 0.0453439 0.7091953 33,009

9 Pancing ulur 446.18 51,050 0.0087401 0.1366988 6,978

10 Pancing tegak 67.79 18,165 0.0037316 0.0583641 1,060

11 Pancing yang Lain-Other pole and line 1,082.51 75,684 0.0143030 0.2237042 16,931

10,728.20 167,793 Total

No. Jenis Alat Tangkap Total Catch Effort CPUE FPI F Stand

1 Pukat cincin-Purse seine 4,642.47 114,902 0.04040374 0.21593372 24,811

2 Jaring Insang Hanyut-Drift gill net 1,227.69 24,489 0.05013220 0.26792646 6,561

3 Jaring lingkar-Enclircling gill net 266.28 25,778 0.01032972 0.05520613 1,423

4 Jaring klitik-Shrimp gill net 370.57 14,327 0.02586534 0.13823469 1,980

5 Rawai tuna-Tuna long line 734.15 13,447 0.05459593 0.29178243 3,924

6 R.Hanyut lain S.R.T-Drift long lines 930.47 33,300 0.02794212 0.14933382 4,973

7 Rawai tetap-Set long line 120.39 4,333 0.02778392 0.14848835 643

8 Pancing tonda-Trowl line 5,113.02 27,326 0.18711178 1.00000000 27,326

9 Pancing ulur 1,080.52 8,742 0.12360110 0.66057360 5,775

10 Pancing tegak 67.31 2,892 0.02327485 0.12439007 360

11 Pancing yang Lain-Other pole and line 1,173.03 17,476 0.06712234 0.35872859 6,269

15,725.90 84,045 Total

Page 41: Laporan Tongkol

41

Lampiran 2. Analisis MSY Model Schaefer dan Guland-Fox

a. Schaefer

No. TAHUN Catch(ton) Effort Stand(F) CPUE

1 1999 6,100.00 149,960 0.04068

2 2000 6,104.50 97,300 0.06274

3 2001 9,745.30 159,873 0.06096

4 2002 14,521.30 423,709 0.03427

5 2003 9,993.40 496,438 0.02013

6 2004 10,468.50 46,273 0.22623

7 2005 10,499.30 158,569 0.06621

8 2006 10,728.20 167,793 0.06394

9 2007 15,725.90 84,045 0.18711

y = -3E-07x + 0.1436R² = 0.415

-0.04000

0.00000

0.04000

0.08000

0.12000

0.16000

0.20000

0.24000

- 100,000 200,000 300,000 400,000 500,000 600,000

CP

UE

Effort

a 0.1436

b -3E-07

MSY 17,346.00

Fopt 241,519

Page 42: Laporan Tongkol

42

b. Guland-Fox

No. TAHUN Catch(ton) Effort Stand(F) LN CPUE

1 1999 6,100.00 149,960 -3.20208

2 2000 6,104.50 97,300 -2.76877

3 2001 9,745.30 159,873 -2.7976

4 2002 14,521.30 423,709 -3.37343

5 2003 9,993.40 496,438 -3.90553

6 2004 10,468.50 46,273 -1.48618

7 2005 10,499.30 158,569 -2.71488

8 2006 10,728.20 167,793 -2.74986

9 2007 15,725.90 84,045 -1.67605

y = -4E-06x - 1.9424R² = 0.668

-4.5000

-4.0000

-3.5000

-3.0000

-2.5000

-2.0000

-1.5000

-1.0000

-0.5000

0.0000

- 100,000 200,000 300,000 400,000 500,000 600,000

LN C

PU

E

Effort

a -1.9424

b -4E-06

MSY 13,080.36

Fopt 248,019

Page 43: Laporan Tongkol

43

Lampiran 3. Data hasil Produksi Ikan tongkol di Perairan Teluk Bone Tahun

1999-2007

Lampiran 4. Data Total Hasil Tangkapan Ikan Tongkol Masing-masing

Kabupaten di Perairan Teluk Bone

No. TAHUN Catch(ton)

1 1999 6,100.00

2 2000 6,104.50

3 2001 9,745.30

4 2002 14,521.30

5 2003 9,993.40

6 2004 10,468.50

7 2005 10,499.30

8 2006 10,728.20

9 2007 15,725.90

-

2,000.00

4,000.00

6,000.00

8,000.00

10,000.00

12,000.00

14,000.00

16,000.00

18,000.00

1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007

Tota

l Cat

ch (

TON

)

TAHUN

2007 2006 2005 2004 2003 2002 2001 2000 1999

Sinjai 8,312.30 3,294.40 3,229.90 3,229.90 2,122.90 2,132.90 2,128.90 2,125.60 2,124.80

Bone 6,274.90 6,151.90 6,031.30 6,028.50 6,020.20 9,738.90 4,232.90 1,550.10 1,679.90

Wajo 58.80 225.20 220.70 212.30 240.10 52.50 110.40 78.80 109.20

Luwu 29.70 31.50 12.10 6.50 862.60 1,890.30 2,705.40 2,350.00 2,186.10

Luwu Utara 590.90 575.20 564.10 561.30 747.60 706.70 567.70 - -

Luwu Timur 455.80 446.80 438.10 429.70 - - - - -

Palopo 3.50 3.20 3.10 0.30 - - - - -

Hasil Tangkapan (ton)Kabupaten

Page 44: Laporan Tongkol

44

Lampiran 5. Jenis Alat tangkap yang Menagkap Ikan Tongkol di perairan Teluk Bone dan nilai CPUE mulai Tahun 1999-2007

2007 2006 2005 2004 2003 2002 2001 2000 1999

1 Payang/Lampara - - - - 0.008399 0.010797 0.010635 0.008350 0.014608

2 Pukat Pantai-Beach seine - - - - - 0.004824 - - -

3 Pukat cincin-Purse seine 0.040404 0.063937 0.066213 0.226235 0.020130 0.010884 0.021449 0.017362 0.031016

4 Jaring Insang Hanyut-Drift gill net 0.050132 0.010321 0.010108 0.012554 0.008803 0.009826 0.008686 0.007062 0.006346

5 Jaring lingkar-Enclircling gill net 0.010330 0.015171 0.014584 0.042278 0.011299 0.031406 0.007973 0.009649 0.012781

6 Jaring klitik-Shrimp gill net 0.025865 0.005855 0.005674 0.006621 - - - - -

7 Jaring Insang Tetap-Set gill net - - - - 0.005934 0.007072 0.006704 0.003736 0.005992

8 Bagan Perahu-Boat lift net - - - - 0.005835 0.011627 0.010476 0.010332 0.008330

9 Bagan Tancap-Bagan - - - - 0.006625 0.006719 0.004791 0.004884 0.003076

10 Rawai tuna-Tuna long line 0.054596 0.030510 - 0.025068 - - - - -

11 Jaring Angkat Lain-Other lift net - - - - - 0.003348 - 0.003295 0.003694

12 R.Hanyut lain S.R.T-Drift long lines 0.027942 0.011285 0.001389 0.017777 0.005250 0.005958 0.005287 0.005356 0.005079

13 Rawai tetap-Set long line 0.027784 0.013341 0.013624 0.004736 0.003417 0.005326 0.007218 0.004793 0.003918

14 Pancing tonda-Trowl line 0.187112 0.045344 0.047360 0.037504 0.006957 0.008330 0.008009 0.004307 0.013358

15 Pancing ulur 0.123601 0.008740 0.007980 0.041973 - - - - -

16 Pancing tegak 0.023275 0.003732 0.004139 0.004105 - - - - -

17 Pancing yang Lain-Other pole and line 0.067122 0.014303 0.014543 0.017613 0.004455 0.005337 0.003765 0.003897 0.001850

18 Huhate-Skipjack pole and line - - - - - 0.034272 0.060956 0.062739 0.040677

19 Lain-lain - - - - 0.007544 0.004355 - - -

CPUENO JENIS ALAT TANGKAP