bab ii tinjauan pustaka a. kerangka teori 1. tinjauan...

26
13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KERANGKA TEORI 1. Tinjauan Tentang Keuangan Negara a. Pengertian Keuangan Negara Secara konsepsional, sebenarnya definisi keuangan negara bersifat plastis dan tergantung pada sudut pandang, sehingga apabila kita berbicara mengenai makna dari keuangan negara dari sudut pemerintah, maka yang dimaksud keuangan negara adalah membicarakan perihal APBN. Sementara itu, maksud keuangan negara apabila dilihat dari sudut pemerintah daerah, yang dimaksud dengan keuangan daerah adalah membicarakan perihal APBD. Demikian juga dengan BUMN yang terbagi atas dua bentuk perusahaan yaitu perusahaan umum (perum) dan perseroan terbatas (PT). Dengan demikian, dapat ditarik kesimpulan bahwa berdasarkan konsepsi dari keuangan negara, definisi keuangan negara adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan APBN, APBD, keuangan negara pada semua BUMN (Adrian Sutedi, 2010: 16). Berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003, yang dimaksud dengan keuangan negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut (Pasal 1 angka 1). Pengertian tersebut secara historis konseptual sebenarnya mengikuti rumusan pengertian keuangan negara yang pernah dihasilkan dalam seminar Indische Comptabilities Wet (ICW) tanggal 30 Agustus-5 September 1970 di Jakarta yang sebelumnya dalam teori hukum keuangan negara pernah pula dikemukakan pula oleh Van der Kemp (Riawan Tjandra, 2014: 9). Definisi keuangan negara yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 diderivasi dari teori negara kesejahteraan ( Welfare

Upload: phungtuyen

Post on 03-Mar-2019

223 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KERANGKA TEORI 1. Tinjauan …abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/E0012131_bab2.pdf · 13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KERANGKA TEORI 1. Tinjauan Tentang Keuangan

13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. KERANGKA TEORI

1. Tinjauan Tentang Keuangan Negara

a. Pengertian Keuangan Negara

Secara konsepsional, sebenarnya definisi keuangan negara

bersifat plastis dan tergantung pada sudut pandang, sehingga apabila kita

berbicara mengenai makna dari keuangan negara dari sudut pemerintah,

maka yang dimaksud keuangan negara adalah membicarakan perihal

APBN. Sementara itu, maksud keuangan negara apabila dilihat dari sudut

pemerintah daerah, yang dimaksud dengan keuangan daerah adalah

membicarakan perihal APBD. Demikian juga dengan BUMN yang terbagi

atas dua bentuk perusahaan yaitu perusahaan umum (perum) dan perseroan

terbatas (PT). Dengan demikian, dapat ditarik kesimpulan bahwa

berdasarkan konsepsi dari keuangan negara, definisi keuangan negara

adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan APBN, APBD, keuangan

negara pada semua BUMN (Adrian Sutedi, 2010: 16).

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003, yang

dimaksud dengan keuangan negara adalah semua hak dan kewajiban

negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa

uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung

dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut (Pasal 1 angka 1).

Pengertian tersebut secara historis konseptual sebenarnya mengikuti

rumusan pengertian keuangan negara yang pernah dihasilkan dalam

seminar Indische Comptabilities Wet (ICW) tanggal 30 Agustus-5

September 1970 di Jakarta yang sebelumnya dalam teori hukum keuangan

negara pernah pula dikemukakan pula oleh Van der Kemp (Riawan

Tjandra, 2014: 9).

Definisi keuangan negara yang diatur dalam Undang-Undang

Nomor 17 Tahun 2003 diderivasi dari teori negara kesejahteraan (Welfare

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KERANGKA TEORI 1. Tinjauan …abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/E0012131_bab2.pdf · 13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KERANGKA TEORI 1. Tinjauan Tentang Keuangan

14

State) yang secara eksplisit dianut dalam UUD NRI Tahun 1945, sejak dari

pembukaan hingga pasal-pasalnya. Pembentuk UUD NRI Tahun 1945

yang diwarnai pemikiran negara kesejahteraan (Welfare State) mencita-

citakan pembentukan suatu pemerintah Negara Indonesia yang melindungi

segenap bangsa Indonesia dan mampu memajukan kesejahteraan umum

dan seterusnya (Riawan Tjandra, 2014: 9). Selain itu, pengertian keuangan

negara memiliki substansi yang dapat ditinjau dalam arti luas maupun

dalam arti sempit. Keuangan negara dalam arti luas mencakup:

1) APBN

2) APBD

3) Keuangan negara pada BUMN/BUMD

Sementara itu, keuangan negara dalam arti sempit hanya mencakup

keuangan negara yang dikelola oleh tiap-tiap badan hukum dan

dipertanggungjawabkan masing-masing (Muhammad Djafar Saidi, 2008:

3).

Pendekatan yang dipakai dalam merumuskan keuangan negara

dapat dilihat dari sisi objek, subjek, proses dan tujuan dijelaskan sebagai

berikut. Pengertian keuangan negara dilihat dari sudut pandang:

1) Objek: semua hak, kewajiban, negara yang dapat dinilai dengan

uang, termasuk kebijakan dan kegiatan dalam bidang fiskal,

moneter dan pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan.

Selain itu juga segala sesuatu baik berupa uang, maupun berupa

barang yang dapat dijadikan milik negara berhubungan dengan

pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.

2) Subjek: keuangan negara meliputi negara, dan/atau Pemerintah

Pusat, Pemerintah Daerah, Perusahaan Negara/Daerah, dan

badan lain yang ada kaitannya dengan keuangan negara.

3) Proses: seluruh rangkaian kegiatan yang berkaitan dengan

pengelolaan objek tersebut di atas mulai dari perumusan

kebijakan dan pengambilan keputusan sampai dengan

pertanggungjawaban.

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KERANGKA TEORI 1. Tinjauan …abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/E0012131_bab2.pdf · 13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KERANGKA TEORI 1. Tinjauan Tentang Keuangan

15

4) Tujuan: seluruh kebijakan, kegiatan, dan hubungan hukum yang

berkaitan dengan pemilikan dan/atau penguasaan objek

sebagaimana tersebut di atas dalam rangka penyelenggaraan

pemerintah negara.

Menurut pendapat Soepomo (https://korup5170.wordpress.com/

opiniartikel-pakar-hukum/pemahaman-keuangan-negara/, diakses tanggal

18 November 2015 Pukul 11.:52):

“Keuangan negara itu adalah dalam pengertian keuangan negara dalam arti

luas, yakni termasuk di dalamnya keuangan yang berada dalam APBN,

APBD, BUMN atau BUMD dan pada hakikatnya seluruh kekayaan negara

merupakan objek pemeriksaan dan pengawasan. Di dalam penafsiran

inilah yang tampak paling esensial dan dinamis dalam menjawab berbagai

perkembangan yang ada di dalam masyarakat. Bagaimanapun, penafsiran

demikan akan sejalan dengan perkembangan masyarakat dewasa ini yang

menuntut adanya kecepatan tindakan dan kebijakan, khususnya

pemerintah, baik yang berdasarkan atas hukum (rechtshandaling) maupun

yang berdasarkan atas fakta (feitelijke handeling)”.

Menurut pendapat Arifin Soeria Atmadja yang dikutip dalam

buku Ronny Sautma Hotma Bako, bahwa pada dasarnya hukum keuangan

negara harus diletakkan pada konsep pertanggungjawaban pengguna

keuangan negara yang membawa implikasi yuridis yang cukup signifikan

dalam sistem ketatanegaraan Indonesia (Ronny Sautma Hotma Bako,

2013: 8).

b. Landasan Hukum Keuangan Negara

Landasan hukum keuangan negara terdapat dalam Pembukaan

UUD NRI Tahun 1945 yang memiliki arti sebagai pandangan hidup

bangsa Indonesia. Pandangan hidup tersebut berimplikasi pada adanya

keuangan negara dalam rangka pencapaian tujuan negara. Tujuan negara

adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah

Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan

kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang

berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dam keadilan sosial. Selain

dalam Pembukaan UUD NRI Tahun 1945, terdapat juga pasal-pasal UUD

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KERANGKA TEORI 1. Tinjauan …abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/E0012131_bab2.pdf · 13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KERANGKA TEORI 1. Tinjauan Tentang Keuangan

16

NRI Tahun 1945 yang berkaitan dengan keuangan negara. (Muhammad

Djafar Saidi, 2008: 8-10).

Pengaturan keuangan negara menurut pendapat Adrian Sutedi

bahwa dalam UUD NRI Tahun 1945 dengan sangat singkat diatur dalam

satu pasal, yaitu Pasal 23 Bab VIII tentang hal keuangan dimana yang

menjadi titik awal pengaturan hukum keuangan negara di Indonesia.

Pengaturan keuangan negara yang singkat dalam UUD NRI Tahun 1945

membawa masalah yuridis terhadap definisi keuangan negara, sehingga

membuka penafsiran yang berbeda-beda terhadap definisi tersebut (Adrian

Sutedi, 2010: 16).

Selain itu di dalam bukunya Rony Sautma Hotma Bako (Ronny

Sautma Hotma Bako, 2013: 7-8) menjelaskan bahwa sebagai amanat dari

Pasal 23 C Bab VIII UUD NRI Tahun 1945, “Keuangan negara harus

diatur dalam undang-undang terkait dengan pengelolaan hak dan

kewajiban negara”. Atas amanat ini kemudian dituangkan dalam bentuk

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.

Berangkat dari landasan konstitusional itulah berbagai upaya dilakukan

untuk dapat menghadirkan Undang-Undang Keuangan Negara yang mulai

diundangkan keberlakuannya pada tanggal 5 April 2003. Undang-Undang

ini mencabut beberapa ketentuan sebelumnya sepanjang yang diatur, yaitu

Indische Comptabiliteitswet yang selanjutnya disebut dengan ICW Stbl.

1925 No. 448 sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan UU

Nomor 9 Tahun 1968 tentang Perbendaharaan Negara, Indische

Bedrijvenswet yang selanjutnya dengan IBW Stb. 1927 Nomor 419 jo.

Stbl. 1993 Nomor 381 (Alfin Sulaiman, 2011: 37).

Dalam rangka mendukung terwujudnya good governance dalam

penyelenggaraan negara, pengelolaan keuangan negara perlu

diselenggarakan secara professional, terbuka, dan bertanggungjawab

sesuai dengan aturan pokok yang telah ditetapkan dalam UUD NRI Tahun

1945. Sesuai dengan amant Pasal 23 C UUD NRI Tahun 1945, Undang-

Undang Keuangan Negara perlu menjabarkan aturan pokok yang telah

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KERANGKA TEORI 1. Tinjauan …abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/E0012131_bab2.pdf · 13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KERANGKA TEORI 1. Tinjauan Tentang Keuangan

17

ditetapkan dalam UUD tersebut ke dalam asas-asas umum yang meliputi

baik asas-asas yang telah lama dikenal dalam pengelolaan keuangan

negara, seperti asas tahunan, asas universalitas, asas kesatuan, dan asas

spesialitas maupun asas-asas baru sebagai pencerminan best practice

(penerapan kaidah-kaidah yang baik). Terdapat empat prinsip dasar

pengelolaan keuangan negara, yaitu sebagai berikut :

1) Akuntabilitas berdasarkan hasil atau kinerja;

2) Keterbukaan dalam setiap transaksi pemerintah;

3) Pemberdayaan manajer professional; dan

4) Adanya lembaga pemeriksa eksternal yang kuat, professional dan

mandiri serta dihindarinya duplikasi dalam pelaksanaan

pemeriksaan.

Selain itu, pengelolaan keuangan negara tertuang dalam paket

Undang-Undang Keuangan Negara, yaitu:

1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan

Negara

2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan

Negara

3) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan

Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Negara

c. Ruang Lingkup Keuangan Negara

Ruang lingkup dari keuangan negara diatur dalam Pasal 2

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 yaitu:

1) Hak negara untuk memungut pajak, mengeluarkan dan

mengedarkan uang, dan melakukan pinjaman;

2) Kewajiban negara untuk menyelenggarakan tugas layanan umum

pemerintah negara dan membayar tagihan pihak ketiga;

3) Penerimaan negara;

4) Pengeluaran negara;

5) Penerimaan daerah;

6) Pengeluaran daerah;

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KERANGKA TEORI 1. Tinjauan …abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/E0012131_bab2.pdf · 13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KERANGKA TEORI 1. Tinjauan Tentang Keuangan

18

7) Kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh

pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak-

hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang

dipisahkan pada perusahaan negara/perusahaan daerah;

8) Kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah dalam rangka

penyelenggaraan tugas pemerintah dan/atau kepentingan umum;

9) Kekayaan pihak lain yang diperoleh dengan menggunakan fasilitas

yang diberikan pemerintah.

Kemudian, ruang lingkup keuangan negara tersebut di atas

dikelompokkan ke dalam tiga bidang pengelolaan yang bertujuan untuk

memberi pengklasifikasian terhadap pengelolaan keuangan negara.

Adapun pengelompokan pengelolaan keuangan negara menurut Undang-

Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara adalah:

1) Bidang pengelolaan fiskal

2) Bidang pengelolaan moneter

3) Bidang pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan

Sub bidang fiskal dan sub bidang moneter merupakan kelompok keuangan

negara dalam hal negara sebagai pemilik otoritas dalam pembentukan

kebijakan pemerintah yang ditujukan untuk sepenuhnya kemakmuran

rakyat. Adapun sub bidang kekayaan negara yang dipisahkan merupakan

lingkup keuangan negara dalam hal negara sebagai individu/private yang

dalam setiap tindakannya ditujukan untuk penyediaan layanan publik.

Definisi dan ruang lingkup keuangan negara yang dirumuskan

secara luas tersebut dimaksudkan untuk mencegah adanya loopholes dalam

regulasi yang bisa berimplikasi terhadap terjadinya kerugian negara dalam

hal pengelolaan keuangan negara. Keuangan negara yang dimaksud adalah

seluruh kekayaan negara dalam bentuk apapun, yang dipisahkan atau yang

tidak dipisahkan, termasuk didalamnya segala bagian kekayaan negara dan

segala hak dan kewajiban yang timbul karena (Riawan Tjandra, 2014: 12):

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KERANGKA TEORI 1. Tinjauan …abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/E0012131_bab2.pdf · 13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KERANGKA TEORI 1. Tinjauan Tentang Keuangan

19

1) Berada dalam penguasaan, pengurusan, dan

pertanggungjawaban pejabat lembaga negara, baik di tingkat

maupun di daerah;

2) Berada dalam penguasaan, pengurusan, dan

pertanggungjawaban BUMN/BUMD, yayasan, badan hukum,

dan perusahaan yang menyertakan modal negara, atau

perusahaan yang menyertakan modal pihak ketiga berdasarkan

perjanjian dengan negara.

2. Tinjauan Tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN)

a. Pengertian Badan Usaha Milik Negara

Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang

BUMN yang selanjutnya disebut dengan UU BUMN menjelaskan bahwa

yang dimaksud dengan BUMN adalah badan usaha yang seluruh atau

sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara

langsung yang berasal dari kekayaan negara. Selanjutnya di dalam Pasal 1

angka 2, yang dimaksud dengan perusahaan perseroan atau yang disebut

persero adalah BUMN yang berbentuk perseroan terbatas modalnya

terbagi dalam saham yang seluruh atau paling sedikit 51% (lima puluh satu

persen) sahamnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia yang tujuan

utamanya mengejar keuntungan.

Undang-Undang mengenai BUMN juga menyatakan bahwa yang

dimaksud dengan kekayaan negara yang dipisahkan adalah kekayaan

negara yang berasal dari APBN untuk dijadikan penyertaan modal negara

pada persero dan/atau perum serta perseroan terbatas lainnya. Yang

dimaksud dengan “dipisahkan” adalah pemisahan kekayaan negara dari

APBN untuk dijadikan penyertaan modal negara pada BUMN untuk

selanjutnya pembinaan dan pengelolaannya tidak lagi didasarkan pada

sistem APBN, namum pembinaan dan pengelolaannya didasarkan pada

prinsip-prinsip perusahaan yang sehat.

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KERANGKA TEORI 1. Tinjauan …abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/E0012131_bab2.pdf · 13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KERANGKA TEORI 1. Tinjauan Tentang Keuangan

20

Penjelasan dari Pasal 4 UU BUMN itu mempertegas bahwa

modal BUMN berasal dari kekayaan negara yang pisahkan. Sedangkan

sesuai dengan Pasal 2 huruf g Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 tentang

Keuangan Negara mengenai ruang lingkup keuangan negara disebutkan

bahwa keuangan negara adalah kekayaan negara atau kekayaan daerah

yang dikelola sendiri atau pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang,

barang serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk

kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara/ perusahaan daerah.

Sedangkan kedudukan negara dalam BUMN yang merupakan pemilik

saham, baik seluruhnya maupun sebagian, adalah sebagai badan hukum

perdata biasa.

Menurut pendapat Ari Mulianta Ginting (Ari Mulianta Ginting,

2013: 63), dalam konsep hukum dari sudut kewenangan yang dimilikinya,

badan hukum ada dua, yaitu:

1) Badan hukum publik yang mempunyai kewenangan

mengeluarkan kebijakan publik, baik yang mengikat umum

(contoh, undang-undang perpajakan) maupun yang tidak

(undang-undang APBN);

2) Badan hukum perdata yang tidak memiliki kewenangan

mengeluarkan kebijakan publik yang mengikat masyarakat

umum.

Dalam menjalankan kegiatan usaha, kadangkala BUMN diberikan

kekuasaan usaha awal yang tidak diminati swasta dengan maksud menarik

investasi, sehingga lambat laun menjadi perusahaan yang lebih kompetitif.

Dengan demikian, harus diakui BUMN seringkali tidak diarahkan tetapi

lebih menjamin kontinuitas peranan ekonomi yang ditunjukkan negara

untuk pelayanan kebutuhan publik. Akan tetapi dalam era kompetinsi

global dewasa ini, BUMN secara integral diarahkan tidak hanya menjadi

aktor usaha ekonomi yang melayani akan tetapi sekaligus mencari laba.

Jadi disini BUMN memiliki peran yang penting dalam pembangunan

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KERANGKA TEORI 1. Tinjauan …abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/E0012131_bab2.pdf · 13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KERANGKA TEORI 1. Tinjauan Tentang Keuangan

21

negara karena negara selalu memperoleh pembagian keuntungan atau

deviden dari BUMN setiap tahunnya (Dian P Simatupang, 2011: 236).

Menurut pendapat Sheila B. Kamerman dan Alfred J. Khan yang

dikutip dari buku Ari Mulianta Ginting, bahwa menurut UU BUMN

menyatakan bahwa salah satu tujuan dari BUMN adalah untuk mengejar

keuntungan. Akan tetapi tetapi makna dari mengejar keuntungan pada

dasarnya membuat BUMN tidak hanya sebagai badan usaha yang hanya

menjalankan misi sosial pemerintah. Namun, BUMN secara tidak

langsung memiliki ikatan sebagai patner pemerintah dalam menjalankan

program ekonomi yang bersifat mengejar keuntungan untuk menambah

dividen negara (Ari Mulianta Ginting, 2013: 64).

Sehingga dapat disimpulkan bahwa berdasarkan pada definisi

yuridis mengenai BUMN menurut pendapat Ridwan Khairandy (Ridwan

Khairandy, 2009:11) sebagaimana juga terdapat di dalam UU BUMN

maka terdapat beberapa kriteria bagi suatu perusahaan agar dapat disebut

sebagai BUMN, yakni:

1) Merupakan badan usaha atau perusahaan;

2) Memiliki modal yang seluruhnya atau sebagian besar dimiliki

oleh negara. Kepemilikan modal minimum oleh negara harus

sebesar 51%;

3) Negara melakukan penyertaan langsung ke dalam permodalan

BUMN tersebut;

4) Penyertaan oleh negara berasal dari kekayaan negara yang

dipisahkan.

b. Tujuan Pendirian BUMN

Ada 5 tujuan pendirian BUMN yang diatur dalam Pasal 2 UU

BUMN, yaitu sebagai berikut:

1) Memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian

nasional pada umumnya dan penerimaan negara pada khususnya.

BUMN diharapkan dapat meningkatkan mutu pelayanan pada

masyarakat sekaligus memberikan kontribusi dalam meningkatkan

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KERANGKA TEORI 1. Tinjauan …abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/E0012131_bab2.pdf · 13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KERANGKA TEORI 1. Tinjauan Tentang Keuangan

22

pertumbuhan ekonomi nasional dan membantu penerimaan

keuangan negara.

2) Mengejar keuntungan. Meskipun maksud dan tujuan persero adalah

mengejar keuntungan, namun dalam hal-hal tertentu untuk

melakukan pelayanan umum., persero dapat diberikan tugas khusus

dengan memperhatikan prinsip-prinsip pengelolaan yang sehat.

Dengan demikian, penugasan pemerintah harus disertai dengan

pembiayaannya (kompensasi) berdasarkan perhitungan bisnis atau

komersial, sedangkan untuk perum yang tujuannya menyediakan

barang dan jasa untuk kepentingan umum, dalam pelaksanaannya

harus memperhatikan prinsip-prinsip pengelolaan perusahaan yang

sehat.

3) Menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa penyediaan barang

dan jasa yang bermutu tinggi serta memadai bagi pemenuhan hajat

hidup orang banyak. Dengan maksud dan tujuan seperti ini, setiap

hasil usaha dari BUMN, baik barang maupun jasa, dapat memenuhi

kebutuhan masyarakat.

4) Menjadi perintis kegiatan-kegiatan usaha yang belum dapat

dilaksanakan oleh sektor swasta dan koperasi. Kegiatan perintisan

merupakan suatu kegiatan usaha untuk menyediakan barang dan

jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat, namun kegiatan tersebut

belum dapat dilakukan oleh swasta dan koperasi karena secara

komersial tidak menguntungkan. Oleh karena itu, tugas tersebut

dapat dilakukan melalui penugasan kepada BUMN. Dalam hal

adanya kebutuhan masyarakat luas yang mendesak, pemerintah

dapat pula menugasi suatu BUMN yang mempunyai fungsi

pelayanan kemanfaatan umum untuk melaksanakan program

kemitraan dengan pengusaha golongan ekonomi lemah.

5) Turut aktif memberikan bimibingan dan bantuan kepada pengusaha

golongan ekonomi lemah, koperasi, dan masyarakat.

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KERANGKA TEORI 1. Tinjauan …abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/E0012131_bab2.pdf · 13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KERANGKA TEORI 1. Tinjauan Tentang Keuangan

23

c. Modal BUMN

BUMN dalam menjalankan kegiatan usahanya mendapatkan

modal yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan (Pasal 4 ayat (1)

UU BUMN). Yang dimaksud dengan dipisahkan adalah pemisahan

kekayaan dari APBN untuk dijadikan penyertaan modal negara pada

BUMN untuk selanjutnya pembinaan dan pengelolaannya tidak lagi

didasarkan pada sistem APBN, namun pembinaan dan pengelolaannya

didasarkan pada prinsip-prinsip perusahaan yang sehat. Pemisahan itu

sesuai dengan kedudukannya sebagai badan hukum, yang harus

mempunyai kekayaan sendiri terlepas daripada kekayaan umum negara

dan dengan demikian, dapat dikelola terlepas dari pengaruh APBN.

Pemisahan kekayaan negara untuk dijadikan penyertaan modal

negara ke dalam modal BUMN hanya dapat dilakukan dengan cara

penyertaan langsung negara ke dalam BUMN tersebut, sehingga setiap

penyertaan tersebut perlu ditetapkan dengan peraturan pemerintah.

Demikian juga setiap dilakukan perubahan penyertaan modal negara, baik

berupa penambahan maupun pengurangan, termasuk perubahan struktur

kepemilikan negara atas saham persero atau perseroan terbatas, ditetapkan

dengan peraturan pemerintah. Hal ini dilakukan dengan tujuan

mempermudah memonitor dan penatausahaan kekayaan negara yang

tertanam pada BUMN dan perseroan terbatas. Namun demikian, bagi

penambahan penyertaan modal negara yang berasal dari kapitalisasi

cadangan dan sumber lainnya tidak perlu ditetapkan dengan peraturan

pemerintah, melainkan cukup melalui keputusan Rapat Umum Pemegang

Saham selanjutnya disebut RUPS bagi perusahaan perseroan (persero)

dilaporakan kepada Menteri Keuangan (Mulhadi, 2010: 165).

3. Tinjauan Tentang Penyertaan Modal

a. Pengertian Penyertaan Modal

“Secara umum penyertaan modal adalah suatu usaha untuk

memiliki perusahaan yang baru atau yang sudah berjalan dengan

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KERANGKA TEORI 1. Tinjauan …abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/E0012131_bab2.pdf · 13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KERANGKA TEORI 1. Tinjauan Tentang Keuangan

24

melakukan setoran modal ke perusahaan tersebut” (Yanuar Syaripulloh,

2012: 143). Sedangkan berdasarkan Pasal 1 angka 4 Peraturan Pemerintah

Nomor 1 Tahun 2008 tentang Investasi Pemerintah yang dimaksud dengan

penyertaan modal adalah bentuk investasi pemerintah pada badan usaha

dengan mendapat hak kepemilikan, termasuk pendirian perseroan terbatas

dan/atau pengambilalihan perseroan terbatas.

Pasal 1 angka 7 Peraturan Pemerinta Nomor 44 Tahun 2005

tentang Tata Cara Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara Pada

Badan Usaha Milik Negara dan Perseroan Terbatas dijelaskan mengenai

pengertian dari penyertaan modal negara. Penyertaan modal negara adalah

pemisahan kekayaan negara dari APBN atau penetapan cadangan

perusahaan atau sumber lain untuk dijadikan sebagai modal BUMN

dan/atau perseroan terbatas lainnya, dan dikelola secara korporasi.

Selanjutnya pengertian penyertaan modal pemerintah pusat/daerah

berdasarkan Pasal 1 angka 19 Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006

tentang Pengelolaan Barang Milik Negara atau Daerah adalah pengalihan

kepemilikan barang milik negara/daerah yang semula merupakan

kekayaan yang tidak dipisahkan menjadi kekayaan yang dipisahkan untuk

diperhitungkan sebagai modal/saham negara atau daerah pada BUMN,

BUMD atau badan hukum lainnya yang dimiliki negara.

Secara substansi penyertaan modal negara sama dengan

penyertaan modal pemerintah. Istilah penyertaan modal negara yang

terdapat pada Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2005 tentang Tata

Cara Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara Pada Badan Usaha

Milik Negara dan Perseroan Terbatas, sedangkan istilah penyertaan modal

pemerintah/daerah terdapat pada Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun

2006 tentang Barang Milik Negara/Daerah. Dalam undang-undang tidak

ada pengertian khusus mengenai penyertaan modal negara/pemerintah dan

hanya terdapat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2005 dan

Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 saja (Yanuar Syaripulloh,

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KERANGKA TEORI 1. Tinjauan …abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/E0012131_bab2.pdf · 13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KERANGKA TEORI 1. Tinjauan Tentang Keuangan

25

2012: 628). Hanya di dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003

tentang Keuangan Negara penyebutannya hanya penyertaan modal saja.

b. Landasan Hukum Penyertaan Modal

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan

Negara Pasal 3 ayat (7) dan (8) menyatakan surplus penerimaan

negara/daerah dapat digunakan untuk membiayai pengeluaran

negara/daerah tahun anggaran berikutnya dan penggunaan surplus

penerimaan negara/daerah sebagaimana dimaksud adalah untuk

membentuk dana cadangan atau penyertaan pada perusahaan

negara/daerah yang harus memperoleh persetujuan terlebih dahulu dari

DPR/DPRD. Dalam hubungan antara pemerintah dan perusahaan negara,

perusahaan daerah, perusahaan swasta, dan badan pengelola dana

masyarakat ditetapkan bahwa pemerintah dapat memberikan

pinjaman/hibah/penyertaan modal kepada dan menerima pinjaman/hibah

dari perusahaan negara/daerah setelah mendapat persetujuan DPR/DPRD.

Pemerintah dapat memberikan pinjaman/hibah/penyertaan modal kepada

dan menerima pinjaman/hibah dari perusahaan negara/daerah (Pasal 24

ayat (1)).

Pemberian pinjaman/hibah/penyertaan modal dan penerimaan

pinjaman/hibah sebagaimana dimaksud diatas terlebih dahulu ditetapkan

dalam APBN/APBD (Pasal 24 ayat (2)). Disamping itu, dalam keadaan

tertentu, untuk penyelamatan perekonomian nasional, pemerintah pusat

dapat memberikan pinjaman dan/atau melakukan penyertaan modal

kepada perusahaan swasta setelah mendapat persetujuan DPR (Pasal 24

ayat (7)). Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan

Terbatas yang selanjutnya disebut dengan UUPT juga menjelaskan, dalam

hal pendiri adalah badan hukum negara atau daerah, diperlukan peraturan

pemerintah tentang penyertaan dalam perseroan atau peraturan daerah

tentang penyertaan daerah dalam perseroan (Penjelasan Pasal 8 ayat (2)

huruf a).

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KERANGKA TEORI 1. Tinjauan …abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/E0012131_bab2.pdf · 13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KERANGKA TEORI 1. Tinjauan Tentang Keuangan

26

Pemerintah daerah dapat melakukan penyertaan modal pada suatu

badan usaha milik pemerintah dan/atau milik swasta. Penyertaan modal

tersebut dapat ditambah, dikurangi, dijual kepada pihak lain, dan/atau

dapat dialihkan kepada badan usaha milik daerah. Pemerintah daerah dapat

memiliki BUMD yang pembentukan, penggabungan, pelepasan

kepemilikan, dan/atau pembubarannya ditetapkan dengan peraturan daerah

yang berpedoman pada peraturan perundang-undangan.

c. Ruang Lingkup Penyertaan Modal

Tujuan penyertaan modal negara/daerah kepada BUMN/BUMD

menurut AA Oka Mahendra yang dikutip dalam jurnalnya Yanuar

Syaripulloh (Yanuar Syaripulloh, 2012: 629) adalah untuk meningkatkan

pertumbuhan ekonomi yang adil dan berkesinambungan dalam rangka

mewujudkan kesejahteraan umum. Sehubungan dengan itu, penyertaan

modal negara diberikan kepada BUMN/BUMD yang dalam jangka

panjang dapat:

1) Memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian

nasional pada umumnya dan penerimaan negara/daerah pada

khususnya;

2) Menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa penyediaan

barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi bagi pemenuhan hajat

hidup orang banyak;

3) Menjadi perintis kegiatan-kegiatan usaha yang belum dapat

dilaksanakan oleh sektor swasta dan koperasi;

4) Turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada

pengusaha golongan ekonomi lemah, koperasi, dan masyarakat.

Adapun di dalam Pasal 5 PP Nomor 44 Tahun 2005 tentang Tata

Cara Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara Pada Badan Usaha

Milik Negara dan Perseroan Terbatas menjelaskan bahwa dalam

pelaksanaan penyertaan modal, negara/daerah dapat melakukan penyertaan

modal untuk:

1) Pendirian BUMN/Perseroan Terbatas

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KERANGKA TEORI 1. Tinjauan …abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/E0012131_bab2.pdf · 13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KERANGKA TEORI 1. Tinjauan Tentang Keuangan

27

2) Penyertaan modal negara pada perseroan terbatas yang di

dalamnya belum terdapat saham milik negara, yang dilakukan

dalam keadaan tertentu untuk menyelamatkan perekonomian

nasional; dan

3) Penyertaan modal negara pada BUMN atau perseroan terbatas

yang di dalamnya telah terdapat saham milik negara, dalam

rangka (Pasal 7 PP Nomor 44 Tahun 2005):

a. Memperbaiki struktur permodalan BUMN/Perseroan

Terbatas;

b. Meningkatkan kapasitas usaha BUMN/ Perseroan Terbatas.

Penyertaan modal negara tersebut dilakukan dengan memperhatikan

kemampuan keuangan negara.

d. Bentuk-Bentuk Penyertaan Modal

Bentuk dari penyertaan modal negara adalah (Sekjen DPR RI,

2013: 9):

1) Tunai

Pemerintah memberikan sejumlah uang pada BUMN

2) Konversi Piutang Pemerintah

Pemerintah mengkonversi utang BUMN kepada pemerintah

menjadi penyertaan modal negara.

3) Hibah Saham/Asset dari pihak lain

Pemerintah mendapat hibah saham/asset dari pihak lain untuk

mendirikan BUMN baru atau perpindahan kepemilikan

perusahaan dari pihak ketiga menjadi milik pemerintah.

4. Tinjauan Tentang Tata Cara Pelaksanaan Penyertaan Modal

a. Pengertian Tata Cara Pelaksanaan Penyertaan Modal

Penjelasan Atas Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor

44 Tahun 2005 Tentang Tata Cara Penyertaan Dan Penatausahaan Modal

Negara Pada BUMN dan Perseroan Terbatas menjelaskan bahwa, dalam

pembukaan UUD NRI Tahun 1945, ditegaskan bahwa salah satu tujuan

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KERANGKA TEORI 1. Tinjauan …abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/E0012131_bab2.pdf · 13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KERANGKA TEORI 1. Tinjauan Tentang Keuangan

28

yang harus diwujudkan oleh negara adalah meningkatkan kesejahteraan

umum. Dalam upaya mewujudkan tujuan tersebut, maka pemerintah

berkewajiban untuk menciptakan perkembangan perekonomian negara

antara lain dengan cara menyediakan barang dan/atau jasa yang bermutu

tinggi dan memadai bagi pemenuhan hajat hidup orang banyak. Kewajiban

tersebut dapat dilakukan sendiri oleh pemerintah, baik melalui instansi

pemerintah maupun badan usaha yang dibentuk oleh pemerintah, dan

dapat pula dilakukan oleh masyarakat. Untuk mewujudkan kesejahteraan

umum melalui badan usaha, maka pemerintah melakukan penyertaan

modal negara untuk BUMN. Selanjutnya untuk menyelamatkan

perekonomian nasional, pemerintah dapat pula melakukan penyertaan

modal negara ke dalam perseroan terbatas yang di dalamnya belum

terdapat saham milik negara. Penyertaan modal negara seperti ini

dilakukan oleh pemerintah dengan mengelurkan dana dari APBN.

Usaha untuk memperbaiki struktur permodalan dan meningkatkan

kapasitas usaha BUMN dan perseroan terbatas, pemerintah dapat pula

melakukan penambahan penyertaan modal negara ke dalam BUMN dan

perseroan terbatas tersebut yang dananya dapat berasal dari APBN,

konversi cadangan perusahaan dan sumber lainnya, seperti keuntungan

revaluasi asset dan agio saham. Disamping negara dapat melakukan

penambahan penyertaan modal, negara juga dapat melakukan pengurangan

penyertaan modal pada BUMN dan perseroan terbatas antara lain dengan

melakukan penjualan saham milik negara pada persero dan perseroan

terbatas.

Sebagai rangka upaya untuk mewujudkan tertib administrasi dan

tertib hukum dalam setiap penyertaan modal negara pada BUMN dan

perseroan terbatas berikut segala perubahannya, maka perlu melakukan

penatusahaan untuk mengetahui posisi modal negara pada BUMN dan

perseroan terbatas. Mengingat modal negara pada BUMN dan perseroan

terbatas merupakan bagian dari kekayaan negara yang dikenal sebagai

kekayaan negara yang dipisahkan, maka penatausahaannya dilakukan oleh

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KERANGKA TEORI 1. Tinjauan …abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/E0012131_bab2.pdf · 13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KERANGKA TEORI 1. Tinjauan Tentang Keuangan

29

Menteri Keuangan selaku menteri yang mempunyai kewenangan

melakukan penatausahaan kekayaan negara sesuai dengan peraturan

perundang-undangan (PP Nomor 44 Tahun 2005).

b. Sumber Dana

Pasal 2 PP Nomor 44 Tahun 2005 menjelaskan bahwa penyertaan

modal negara dalam rangka pendirian atau penyertaan pada BUMN

bersumber dari:

1) APBN;

a) Dana Segar yaitu dana yang secara langsung ditetapkan

dengan APBN

b) Proyek-Proyek yang dibiayai dari APBN

Termasuk dalam pengertian ini adalah proyek yang dikelola

oleh BUMN maupun instansi pemerintah. Penetapan

proyek tersebut menjadi penyertaan modal negara harus

dilakukan dengan memperhatikan kebutuhan BUMN dan

hasil kajian, yang nilainya ditetapkan oleh Menteri

Keuangan berdasarkan hasil perhitungan yang dilakukan

oleh Menteri Keuangan. Menteri dan Menteri Teknis yang

bersangkutan dalam rangka perhitungan atas nilai asset eks

proyek tersebut. Menteri Keuangan dapat menunjuk penilai

independen untuk melaukan penilaian dimaksud yang

biayanya dibebankan kepada BUMN yang bersangkutan

tanpa mengurangi nilai asset.

c) Piutang Negara pada BUMN atau PT

d) Asset-Asset Negara lainnya

Yaitu asset negara yang tidak termasuk dalam kategori dana

segar, proyek-proyek yang dibiayai dari APBN dan piutang

negara pada BUMN atau PT. Apabila asset negara lainnya

yang akan dijadikan penyertaan modal negara belum

direncanakan dalam APBN, maka pelaksanaannya harus

mengikuti mekanisme APBN. Yang dimaksud dengan

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KERANGKA TEORI 1. Tinjauan …abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/E0012131_bab2.pdf · 13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KERANGKA TEORI 1. Tinjauan Tentang Keuangan

30

mekanisme APBN dalam hal ini adalah pencatatan nilai

asset dimaksud dalam APBN sebagai penerimaan dan

sekaligus dikeluarkan sebagai penyertaan modal negara.

2) Kapitalisasi cadangan;

3) Sumber lainnya.

a) Keuntungan revaluasi asset yaitu selisih revaluasi asset

yang berakibat naiknya nilai asset

b) Agio Saham adalah selisih lebih dari penjualan saham

dengan nilai nominalnya

c. Prosedur Penyertaan Modal Negara pada BUMN

Pasal 10 Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2005 tentang

Tata Cara Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara Pada Badan

Usaha Milik Negara dan Perseroan Terbatas, penyertaan modal negara

untuk pendirian BUMN atau perseroan terbatas dan pada perseroan

terbatas yang di dalamnya belum terdapat saham milik negara diusulkan

oleh Menteri Keuangan kepada Presiden disertai dengan dasar

pertimbangan setelah dikaji bersama dengan Menteri dan Menteri Teknis

yang dikoordinasikan oleh Menteri Keuangan. Selanjutnya rencana

penyertaan modal negara tersebut dapat dilakukan atas inisiatif Menteri

Keuangan, Menteri, atau Menteri Teknis.

Berdasar Pasal 10 PP Nomor 44 Tahun 2005 tersebut adapun

penjelasan lebih rinci mengenai tata cara penambahan atau penyertaan

modal negara adalah sebagai berikut:

1) Penyertaan modal negara diusulkan oleh Menteri Keuangan

kepada Presiden disertai dengan dasar pertimbangan setelah

dikaji bersama dengan Menteri BUMN dan Menteri Teknis;

2) Rencana penyertaan modal negara tersebut dapat dilakukan atas

inisiatif Menteri Keuangan, Menteri BUMN, atau Menteri

Teknis. Dalam hal inisiatif berasal dari Menteri atau Menteri

Teknis, maka inisiatif tersebut disampaikan kepada Menteri

Keuangan untuk dikoordinasikan pengkajiannya;

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KERANGKA TEORI 1. Tinjauan …abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/E0012131_bab2.pdf · 13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KERANGKA TEORI 1. Tinjauan Tentang Keuangan

31

3) Apabila berdasarkan hasil pengkajian, menyatakan rencana

penyertaan modal negara tersebut layak dilakukan, maka

Menteri Keuangan menyampaikan usul penyertaan modal

negara dimaksud kepada Presiden untuk mendapatkan

persetujuan penetapan penyertaan modal negara. Koordinasi

dilakukan oleh Menteri Keuangan sehubungan dengan

kedudukannya selaku bendahara umum negara;

4) Setiap penyertaan modal negara atau penambahan penyertaan

modal negara ke dalam BUMN dan perseroan terbatas yang

dananya berasal dari APBN ditetapkan dengan Peraturan

Pemerintah;

5) Setiap penambahan penyertaan modal negara ke dalam BUMN

dan perseroan terbatas yang berasal dari kapitalisasi cadangan

dan sumber lainnya ditetapkan dengan keputusan RUPS untuk

persero dan PT, dan Keputusan Menteri BUMN untuk perum.

Pasal 11 PP Nomor 44 Tahun 2005 mejelaskan bahwa pengkajian

dapat pula mengikutsertakan menteri lain dan/atau pimpinan instansi lain

yang dianggap perlu atau menggunakan konsultan independen.

Keterlibatan menteri lain dan/atau pimpinan instansi lain tergantung pada

kompleksitas aset yang akan dijadikan sebagai penyertaan dan

penambahan penyertaan modal negara serta keterkaitannya dengan

kebijakan sektoral yang menjadi kewenangan menteri lain dan/atau

pimpinan instansi lain tersebut. Apabila hasil pengkajian menyatakan

rencana penyertaan modal negara tersebut layak dilakukan, maka Menteri

Keuangan menyampaikan usul penyertaan modal negara dimaksud kepada

Presiden untuk mendapatkan persetujuan.

Usul penyertaan modal negara dalam rangka pendirian BUMN

dan penyertaan pada perseroan terbatas yang di dalamnya belum terdapat

saham milik negara, disampaikan oleh Menteri Keuangan kepada Presiden

disertai dengan dasar pertimbangan, hasil kajian dan rancangan peraturan

pemerintah tentang penyertaan modal negara. Penyertaan modal negera ke

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KERANGKA TEORI 1. Tinjauan …abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/E0012131_bab2.pdf · 13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KERANGKA TEORI 1. Tinjauan Tentang Keuangan

32

dalam modal saham perseroan terbatas ditetapkan dengan peraturan

pemerintah yang memuat maksud penyertaan dan besarnya kekayaan

negara yang dipisahkan untuk penyertaan modal tersebut. Perubahan

penyertaan modal negara, baik berupa penambahan maupun pengurangan,

termasuk perubahan struktur kepemilikan negara atas saham Persero atau

perseroan terbatas, ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah (Pasal 4 ayat

(4) PP Nomor 44 Tahun 2005). Setiap penyertaan modal negara ditetapkan

dengan Peraturan Pemerintah secara tersendiri. Barang milik

negara/daerah yang diperlukan bagi penyelenggaraan tugas pemerintahan

negara/daerah tidak dapat dipindahtangankan.

d. Penambahan dan Pengurangan Penyertaan Modal Negara dalam

BUMN

Penambahan dan pengurangan penyertaan dalam BUMN dan

perseroan terbatas diatur dalam PP Nomor 44 Tahun 2005 tentang Tata

Cara Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara pada Badan Usaha

Milik Negara dan Perseroan Terbatas, Pasal 3 ayat (2) yang menyatakan

bahwa setiap penambahan penyertaan modal negara ke dala BUMN dan

perseroan terbatas ditetapkan dengan keputusan RUPS untuk perseroan

terbatas. Sedangkan untuk penyertaan yang bersumber dari APBN

ditetapkan dengan peraturan pemerintah dan mengikuti mekanisme APBN.

Penambahan penyertaan modal negara dilakukan dengan

memperhatikan kemampuan keuangan negara. Penambahan penyertaan

modal negara ke dalam suatu BUMN dan perseroan terbatas sebagaimana

dilakukan dalam rangka (Pasal 7 PP Nomor 44 Tahun 2005):

1) Memperbaiki struktur permodalan BUMN dan perseroan

terbatas; dan/atau

2) Meningkatkan kapasitas usaha BUMN dan perseroan terbatas.

Pengurangan penyertaan modal negara pada BUMN dan perseroan terbatas

dilakukan dengan mempertimbangkan kepentingan BUMN dan perseroan

terbatas yang bersangkutan dan tidak boleh merugikan pihak yang terkait.

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KERANGKA TEORI 1. Tinjauan …abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/E0012131_bab2.pdf · 13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KERANGKA TEORI 1. Tinjauan Tentang Keuangan

33

Pengurangan penyertaan modal negara tersebut dilakukan dalam rangka

(Pasal 9 PP Nomor 44 Tahun 2005):

1) Penjualan saham milik negara pada persero dan perseroan

terbatas;

2) Pengalihan asset BUMN untuk penyertaan modal negara pada

BUMN lain atau Perseroan Terbatas, pendirian BUMN baru,

atau dijadikan kekayaan negara yang tidak dipisahkan

3) Pemisahan anak perusahaan BUMN menjadi BUMN; dan/atau

4) Restrukturisasi perusahaan

Restrukturisasi adalah upaya yang dilakukan dalam rangka

penyehatan BUMN yang merupakan salah satu langkah strategis

untuk memperbaiki kondisi internal perusahaan guna

memperbaiki kinerja dan meningkatkan nilai perusahaan, yang

bertujuan untuk: meningkatkan kinerja dan nilai perusahaan;

memberikan manfaat berupa dividen dan pajak kepada negara;

menghasilkan produk dan layanan dengan harga yang kompetitif

kepada konsumen; dan memudahkan pelaksanaan privatisasi

(Pasal 72 ayat (2) UU BUMN).

e. Penatausahaan Penyertaan Modal Negara dalam BUMN

Dalam rangka upaya untuk mewujudkan tertib administrasi dan

tertib hukum dalam setiap penyertaan modal negara pada BUMN dan

perseroan terbatas, maka perlu adanya penatausahaan untuk mengetahui

posisi modal negara pada BUMN dan perseroan terbatas yaitu dengan

adanya PP Nomor 44 Tahun 2005. Mengingat modal negara yang terdapat

pada BUMN dan perseroan terbatas ini lah merupakan bagian dari

kekayaan negara yang dipisahkan, oleh karenanya penatausahaannya

dilakukan oleh Menteri Keuangan selaku Menteri yang mempunyai

kewenangan melakukan penatausahaan kekayaan negara sesuai dengan

peraturan perundang-undangan.

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan

Negara dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KERANGKA TEORI 1. Tinjauan …abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/E0012131_bab2.pdf · 13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KERANGKA TEORI 1. Tinjauan Tentang Keuangan

34

Perbendaharaan Negara, mewajibkan pemerintah menyusun laporan

keuangan yang harus dipertanggungjawabkan kepada DPR. Laporan

keuangan tersebut terdiri dari laporan realisasi anggaran, neraca, laporan

arus kas, dan catatan atas laporan keuangan. Dari sisi akuntabilitas

pengelolaan keuangan negara, kekayaan negara yang dipisahkan pada

BUMN merupakan salah satu aktiva yang harus tercatat dalam nerca

pemerintah tersebut. Penatausahaan penyertaan modal negara

dimaksudkan dalam rangka tertib administrasi penyertaan modal negara.

Penatausahaan penyertaan modal negara ditujukan untuk menyediakan

informasi tentang nilai penyertaan modal negara beserta dokumen

pendukungnya pada BUMN (Sekjen DPR RI, 2013: 11).

5. Tinjauan Umum Implikasi

Orang seringkali mengunakan istilah implikasi tanpa benar-benar

memikirkan apa arti dan definisinya. Penggunaan kata implikasi memang

masih jarang digunakan dalam kalimat-kalimat percakapan sehari-hari.

Penggunaan kata implikasi biasanya umum digunakan dalam sebuah bahasa

penelitian. Maka dari itu masih sedikit kajian yang membahas tentang arti dari

kata implikasi. Namun jika mendengar istilah implikasi, hal pertama yang

terpikirkan pada umumnya adalah sebuah akibat atau sesuatu hal yang

memiliki dampak secara langsung (http://www.ciputra-

uceo.net/blog/2016/1/18/arti-kata-implikasi, diakses pada tanggal 28 Maret

2016 Pukul 19.25).

Arti kata implikasi itu sendiri sesungguhnya memiliki cakupan yang

sangat luas dan beragam, sehingga dapat digunakan dalam berbagai kalimat

dalam cakupan bahasa yang berbeda-beda. Kata implikasi dapat dipergunakan

dalam berbagai keadaan maupun situasi yang mengharuskan seseorang untuk

berpendapat atau berargumen. Hingga saat ini, masih belum terdapat

pembahasan secara lengkap dan menyeluruh mengenai arti dan definisi kata

implikasi. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) arti kata implikasi

adalah keterlibatan atau keadaan terlibat. Sehingga setiap kata imbuhan dari

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KERANGKA TEORI 1. Tinjauan …abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/E0012131_bab2.pdf · 13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KERANGKA TEORI 1. Tinjauan Tentang Keuangan

35

implikasi seperti kata berimplikasi atau mengimplikasikan yaitu berarti

mempunyai hubungan keterlibatkan atau melibatkan dengan suatu hal.

Kata implikasi memiliki persamaan kata yang cukup beragam,

diantaranya adalah keterkaitan, keterlibatan, efek, sangkutan, asosiasi, akibat,

konotasi, maksud, siratan, dan sugesti. Persamaan kata implikasi tersebut

biasanya lebih umum digunakan dalam percakapan sehari-hari. Hal ini karena

kata implikasi lebih umum atau cocok digunakan dalam konteks percakapan

bahasa ilmiah dan penelitian. Pengertian implikasi menurut ahli belum ada

yang dapat menjelaskannya secara jelas, hal ini dikarenakan cakupan arti

implikasi yang luas. Menurut para ahli, pengertian implikasi adalah suatu

konsekuensi atau akibat langsung dari hasil penemuan suatu penelitian ilmiah.

Pengertian lainnya dari implikasi menurut para ahli adalah suatu kesimpulan

atau hasil akhir temuan atas suatu penelitian. Telah disebutkan sebelumnya

bahwa kata implikasi lebih erat kaitannya dengan kajian ilmiah atau hal-hal

yang berhubungan dengan penelitian. Tujuan implikasi penelitian adalah

membandingkan hasil penelitian yang sudah ada sebelumnya dengan hasil

penelitian yang terbaru atau baru dilakukan melalui sebuah metode

(http://www.ciputra-uceo.net/blog/2016/1/18/arti-kata-implikasi, diakses pada

tanggal 28 Maret 2016 Pukul 19.25).

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KERANGKA TEORI 1. Tinjauan …abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/E0012131_bab2.pdf · 13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KERANGKA TEORI 1. Tinjauan Tentang Keuangan

36

B. KERANGKA PEMIKIRAN

Keuangan Negara

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003

Penyertaan Modal

Pemerintah

PT Semen Indonesia (Persero) Tbk

Penambahan

Kekayaan Negara

yang tidak dipisahkan

(APBN/APBD)

Pengurangan

Implikasi

Pelaksanaan

Prinsip Negara Kesejahteraan

(Welfare State)

Amanat UUD NRI Tahun 1945

Pasal 23: APBN sebagai wujud pengelolaan

keuangan negara ditetapkan setiap tahun dengan

undang-undang dan dilaksanakan secara terbuka

dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya

kemakmuran rakyat

Kekayaan Negara

yang dipisahkan

(BUMN/BUMD)

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KERANGKA TEORI 1. Tinjauan …abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/E0012131_bab2.pdf · 13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KERANGKA TEORI 1. Tinjauan Tentang Keuangan

37

Keterangan:

Bagan kerangka pemikiran di atas menjelaskan alur pemikiran penulis

dalam mengangkat, menggambarkan, menelaah, dan menjabarkan, serta

menemukan jawaban atas rumusan masalah penelitian hukum yang disusun,

yaitu mengenai Pelaksanaan Penyertaan Modal Pemerintah Pada Badan

Usaha Milik Negara di Perseroan Terbatas Berdasarkan Undang-Undang

Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Studi di PT Semen

Indonesia (Persero) Tbk). Berawal dari konsep negara kesejahteran (Welfare

State) yaitu pemerintah mempunyai kewajiban sebagai pihak yang

bertanggung jawab atas kesejahteraan rakyatnya. Atas konsep tersebut, sesuai

dengan amanat UUD NRI Tahun 1945 dijelaskan pada Pasal 23: APBN

sebagai wujud pengelolaan keuangan negara ditetapkan setiap tahun dengan

undang-undang dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab

untuk sebesar-besarnya.

Berdasarkan amanat dari UUD NRI Tahun 1945 tersebutlah, kemudian

lahir Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.

Keuangan negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai

dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang

yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan

kewajiban tersebut. Hal ini membuat keuangan negara mempunyai 2

penafsiran yaitu merupakan kekayaan yang tidak dipisahkan dan kekayaan

yang dipisahkan. Kekayaan yang tidak dipisahkan yaitu meliputi APBN dan

APBD. Sedangkan kekayaan yang dipisahkan yaitu meliputi BUMN dan

BUMD.

Kekayaan negara yang dipisahkan yang meliputi BUMN adalah suatu

badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara

melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan yang

dipisahkan. Penyertaan ini lah yang disebut dengan penyertaan modal negara.

Penyertaan modal negara adalah pemisahan kekayaan negara dari APBN atau

penetapan cadangan perusahaan atau sumber lain untuk dijadikan sebagai

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KERANGKA TEORI 1. Tinjauan …abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/E0012131_bab2.pdf · 13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KERANGKA TEORI 1. Tinjauan Tentang Keuangan

38

modal BUMN dan/atau perseroan terbatas lainnya, dan dikelola secara

korporasi.

BUMN yang dimaksud dalam hal ini adalah BUMN yang berbentuk

perseroan terbatas dimana modalnya terbagi dalam saham yang seluruh atau

paling sedikit 51% (lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh Negara

Republik Indonesia yang tujuan utamanya mengejar keuntungan. Dimana

setiap tahunnya BUMN memberikan keuntungan atau dividennya kepada

negara sebagai bentuk adanya penyertaan modal yang diberikan oleh

pemerintah kepada BUMN. Oleh karenanya penulis ingin mengetahui

pelaksanaan dan implikasi dari adanya penyertaan modal pemerintah pada

BUMN di perseroan terbatas (Studi di PT Semen Indonesia (Persero) Tbk) ini

jika dikaitkan dengan adanya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang

Keuangan Negara.