bab ii tinjauan pustaka a. kerangka teori pengertian ... · 14 bab ii tinjauan pustaka a. kerangka...

23
14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori 1. Tinjauan Umum tentang Pembuktian a. Pengertian pembuktian Hukum pembuktian tercantum dalam buku IV (keempat) dari Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek). Pasal 1865 KUH Perdata menyebutkan bahwa setiap orang yang mendalilkan bahwa ia mempunyai suatu hak, atau guna meneguhkan haknya sendiri maupun membantah suatu hak orang lain, menunjukan pada suatu peristiwa, diwajibkan membuktikan adanya hak atau peristiwa tersebut. Membuktikan ialah meyakinkan Hakim tentang kebenaran dalil-dalil yang dikemukakan dalam suatu persengketaan (Subekti, 2005:1). Menurut Sudikno Mertokusumo (2009:127-128) terminologi ‘membuktikan’ mempunyai beberapa arti, yakni : a. Logis, yakni memberikan kepastian yang bersifat mutlak, karena berlaku bagi setiap orang dan tidak memungkinkan adanya bukti lawan. b. Konvensional, yakni membuktikan tidak hanya memberikan kepastian mutlak saja, melainkan kepastian yang nisbi atau relatif sifatnya yang mempunyai tingkatan-tingkatan : a) Kepastian yang didasarkan atas perasaan belaka. Karena didasarkan atas perasaan belaka maka kepastian ini bersifat intuitif dan disebut conviction intime. b) Kepastian yang didasarkan atas pertimbangan akal, oleh karena itu disebut conviction raisonnee.

Upload: dothuan

Post on 24-Aug-2019

220 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori Pengertian ... · 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori 1. Tinjauan Umum tentang Pembuktian a. Pengertian pembuktian Hukum pembuktian

14

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teori

1. Tinjauan Umum tentang Pembuktian

a. Pengertian pembuktian

Hukum pembuktian tercantum dalam buku IV (keempat) dari

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek). Pasal

1865 KUH Perdata menyebutkan bahwa setiap orang yang

mendalilkan bahwa ia mempunyai suatu hak, atau guna

meneguhkan haknya sendiri maupun membantah suatu hak orang

lain, menunjukan pada suatu peristiwa, diwajibkan membuktikan

adanya hak atau peristiwa tersebut. Membuktikan ialah

meyakinkan Hakim tentang kebenaran dalil-dalil yang

dikemukakan dalam suatu persengketaan (Subekti, 2005:1).

Menurut Sudikno Mertokusumo (2009:127-128) terminologi

‘membuktikan’ mempunyai beberapa arti, yakni :

a. Logis, yakni memberikan kepastian yang bersifat mutlak,

karena berlaku bagi setiap orang dan tidak memungkinkan

adanya bukti lawan.

b. Konvensional, yakni membuktikan tidak hanya memberikan

kepastian mutlak saja, melainkan kepastian yang nisbi atau

relatif sifatnya yang mempunyai tingkatan-tingkatan :

a) Kepastian yang didasarkan atas perasaan belaka. Karena

didasarkan atas perasaan belaka maka kepastian ini bersifat

intuitif dan disebut conviction intime.

b) Kepastian yang didasarkan atas pertimbangan akal, oleh

karena itu disebut conviction raisonnee.

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori Pengertian ... · 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori 1. Tinjauan Umum tentang Pembuktian a. Pengertian pembuktian Hukum pembuktian

15

c. Yuridis, memberi dasar-dasar yang cukup kepada hakim yang

memeriksa perkara yang bersangkutan guna memberi kepastian

tentang kebenaran peristiwa yang diajukan.

Menurut Yahya Harahap (2013:273), pembuktian adalah

ketentuan-ketentuan yang berisi penggarisan dan pedoman tentang

cara-cara yang dibenarkan undang-undang membuktikan kesalahan

yang didakwakan kepada terdakwa. Pembuktian juga merupakan

ketentuan yang mengatur alat-alat bukti yang dibenarkan undang-

undang dan boleh dipergunakan hakim membuktikan kesalahan

yang didakwakan.

Supomo dalam bukunya Hukum Acara Perdata Pengadilan

Negeri menerangkan bahwa pembuktian mempunyai arti luas dan

arti terbatas. Di dalam arti luas membuktikan berarti memperkuat

kesimpulan hakim dengan syarat-syarat bukti yang sah. Di dalam

arti yang terbatas membuktikan hanya diperlukan apabila yang

dikemukakakn oleh penggugat itu dibantah oleh tergugat. Apabila

yang tidak dibantah itu tidak perlu dibuktikan. Kebenaran dari apa

yang tidak dibantah tidak perlu dibuktikan (Gatot Supramono,

1993:15).

Berdasarkan pengertian yang diuraikan tersebut, dapat ditarik

kesimpulan bahwa ruang lingkup dari pembuktian antara lain :

1) Ketentuan-ketentuan hukum yang berisi penggarisan dan

pedoman mengenai cara yang dibenarkan undang-undang

dalam membuktikan kesalahan terdakwa.

2) Ketentuan yang mengatur mengenai alat bukti yang dibenarkan

dan diakui oleh undang-undang serta alat bukti yang boleh

digunakan hakim dalam membuktikan kesalahan.

3) Ketentuan yang mengatur tata cara menggunakan dan menilai

kekuatan pembuktian masing-masing alat bukti.

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori Pengertian ... · 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori 1. Tinjauan Umum tentang Pembuktian a. Pengertian pembuktian Hukum pembuktian

16

Pembuktian diperlukan dalam suatu perkara yang mengadili

suatu sengketa di muka pengadilan (juridicto contentiosa) maupun

dalam perkara-perkara permohonan yang menghasilkan suatu

penetapan (juridicto voluntair) (Siti Ainun Rachmawati, 2011: 21).

b. Asas-Asas Pembuktian

Menurut J.H.P Bellefroid dalam buku Efa Laela Fakhriah

(2013: 44) Asas-asas hukum adalah aturan-aturan pokok yang tidak

dapat lagi dijabarkan lebih lanjut, diatasnya tidak lagi

ditemukan aturan-aturan yang lebih tinggi lagi. Asas hukum

merupakan dasar bagi aturan-aturan hukum yang lebih rendah.

Perbedaan antara asas hukum dengan peraturan yang lebih rendah

adalah asas hukum lebih abstrak, apabila asas hukum tidak

dimasukkan dalam undang-undang tidak mengikat bagi Hakim,

melainkan hanya sebagai pedoman saja. Akan tetapi, bila asas itu

secara tegas dituangkan dalam undang-undang sehingga hakim

berkewenangan untuk menerapkan asas tersebut secara langsung

terhadap semua kasus-kasus nyata yang atasnya tidak terdapat

aturan-aturan khusus.

Asas-asas dalam pembuktian berkaitan erat dengan hukum

sebagai satu sistem, suatu keseluruhan yang terdiri dari bagian-

bagian pokok dalam puncak pemeriksaan dalam perkara perdata

yang dipimpin oleh Majelis Hakim (Achmad Ali & Djohari

Santoso, 1982: 4). Asas-asas tersebut memberikan pedoman hakim

alam melaksanakan pembuktian. Asas tersebut antara lain :

1) Asas actori incumbit probatio, artinya barang siapa yang

menyatakan suatu hak atau menyebutkan peristiwa untuk

meneguhkan haknya atau untuk membantah hak orang lain,

maka ia harus membuktikannya;

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori Pengertian ... · 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori 1. Tinjauan Umum tentang Pembuktian a. Pengertian pembuktian Hukum pembuktian

17

2) Asas audi et alteram partem partem, artinya para pihak

mempunyai kesempatan yang sama dalam mengajukan dan

menanggapi bukti;

3) Asas ultra petita, artinya seorang Hakim tidak boleh

membbankan pembuktian lebih atau di luar apa yang dituntut;

4) Asas ius curia novit, artinya hakim dianggap tahu akan

hukumnya;

5) Asas negativa non sunt probanda, artinya sesuatu yang bersifat

negative (tidak) atau mustahil tidak dapat dibuktikan;

6) Asas nemo plus juris transferre potest quam ipsehabet, artinya

seseorang tidak mungkin mengalihkan melebihi apa yang

menjadi haknya;

7) Asas similia sililibus, artinya perkara yang memiliki

pembuktian yang sama, diputus dengan putusan yang sama;

8) Asas testimonium de auditu, artinya kesaksian yang berasal

dari orang lain tidak dapat dijadikan bukti; dan

9) Asas unus testis nullus testis, artinya satu saksi bukan

merupakan saksi.

c. Teori Beban Pembuktian

Pasal 163 HIR atau Pasal 283 R.Bg mengatur tentang beban

pembuktian yang menyebutkan bahwa setiap orang yang

mendalilkan bahwa ia mempunyai suatu hak, atau guna

meneguhkan haknya sendiri maupun membantah hak orang lain,

menunjuk pada suatu peristiwa tersebut. Membuktikan

mengandung arti tentang :

1) apa yang harus dibuktikan;

2) siapa yang harus membuktikan (beban pembuktian);

3) tentang cara membuktikannya.

Para pihak harus membuktikan dalil-dalil mereka dengan

mengajukan alat-alat bukti. Ada beberapa teori tentang beban

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori Pengertian ... · 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori 1. Tinjauan Umum tentang Pembuktian a. Pengertian pembuktian Hukum pembuktian

18

pembuktian yang menjadi pedoman bagi hakim (Dyah Nur Ariyani,

2012: 39-40) :

1) teori hukum subyektif (teori hak)

Teori ini menetapkan bahwa barang siapa yang mengaku atau

mengemukakan suatu hak maka yang bersangkutan harus

membuktikannya.

2) teori hukum objektif

Teori ini mengajarkan bahwa seorang hakim harus

melaksanakan peraturan hukum atas fakta-fakta untuk

menemukan kebenaran peritiwa yang diajuka kepadanya.

3) teori hukum acara dan teori kelayakan

Kedua teori ini bermuara pada hasil yang sama yakni hakim

syogyanya berdasarkan kepatutan membagi beban pembuktian.

Asas eudi et alteram partem atau juga asas kedudukan

prosesuil yang sama dari para pihak dimuka hakim merupakan

asas pembagian beban pembuktian menurut teori ini. Hakim

harus membagi beban pembuktian berdasarkan kesamaan

kedudukan para pihak, dengan demikian hakim harus memberi

beban kepada kedua belah pihak secara seimbang dan adil

sehingga kemungkinan menang antara para pihak adalah sama.

Sepanjang undang-undang tidak mengatur sebaliknya, hakim

bebas untuk menilai pembuktian. Jadi yang berwenang menilai

pembuktian yang tidak lain merupakan penilaian suatu kenyataan

adalah hakim dan hanyak judex facti. Terdapat 3 (tiga) teori bagi

hakim di dalam menilai alat bukti yang diajukan oleh para pihak

(Hari Sasangka, 2005: 23) :

1) teori pembuktian bebas

Teori ini menghendaki kebebasan yang seluas-luasnya bagi

hakim, di dalam menilai alat bukti. Hakim tidak terikat oleh

suatu ketentuan hukum atau setidak-tidaknya ikatan-ikatan

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori Pengertian ... · 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori 1. Tinjauan Umum tentang Pembuktian a. Pengertian pembuktian Hukum pembuktian

19

oleh suatu ketentuan hukum harus dibatasi seminimum

mungkin. Menghendaki kebebasan yang luas berarti menaruh

kepercayaan atas hakim untuk bersikap penuh rasa tanggung

jawab, jujur, tidak memihak, bertindak dengan keahlian dan

tidak terpengaruh oleh apapun dan oleh siapa pun.

2) teori pembuktian negatif

Teori ini menginginkan adanya ketentuan-ketentuan yang

mengikat, yang bersifat negatif. Ketentuan tersebut membatasi

hak dengan larangan untuk melakukan sesuatu yang

berhubungan dengan pembuktian, dimana hakim dilarang

dengan pengecualian.

3) teori pembuktian positif

Selain adanya suatu larangan, teori ini juga menghendaki

adanya perintah kepada hakim. Disini hakim diwajibkan tetapi

dengan syarat. (Pasal 285 RBg atau 165 HIR, Pasal 1870 KUH

Perdata).

d. Macam-macam Kekuatan alat bukti

Tiap-tiap alat bukti mempunyai kekuatan pembuktian

tersendiri menurut hukum pembuktian. Macam kekuatan

pembuktian tersebut ialah (Mukti Arto, 2011: 141-143) :

1) Bukti mengikat dan menentukan, artinya :

- Meskipun hanya ada satu alat bukti, telah cukup bagi

hakim untuk memutus perkara berdasarkan alat bukti

tersebut tanpa membutuhkan alat bukti lain.

- Hakim terikat dengan bukti tersebut, sehingga tidak dapat

memutus lain dari pada yang telah terbukti dengan satu alat

bukti tersebut.

- Alat bukti ini tidak dapat dilumpuhkan dengan bukti lawan

atau bukti sebaliknya.

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori Pengertian ... · 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori 1. Tinjauan Umum tentang Pembuktian a. Pengertian pembuktian Hukum pembuktian

20

Alat bukti ini ialah sumpah decisior, sumpah pihak dan

pengakuann.

2) Bukti sempurna, artinya:

- Meskipun hanya ada satu alat bukti, telah cukup bagi

hakim untuk memutus perkara berdasarkan alat bukti itu

dan tidak memerlukan alat bukti lain.

- Hakim terikat dengan bukti tersebut, kecuali jika dapat

dibuktikan sebaliknya.

- Bukti tersebut dapat dilumpuhkan dengan bukti lawan atau

sebaliknya.

Alat bukti ini ialah : akta otentik.

3) Bukti bebas, artinya :

- Hakim bebas untuk menilai sesuai dengan

pertimbangannya yang logis.

- Hakim tidak terikat oleh akta tersebut.

- Terserah kepada keyakinan hakim untuk menilai.

- Hakim dapat mengesampingkan alat bukti ini dengan

pertimbangan yang logis.

- Bukti ini dapat dilumpuhkan dengan bukti lawan.

Alat bukti ini ialah : saksi yang disumpah, saksi ahli,

pengakuan diluar sidang.

4) Bukti permulaan, artinya :

- Meskipun alat bukti itu sah dan dapat dipercaya

kebenarannya tetapi belum mencukupi syarat formil

sebagai alat bukti yang cukup.

- Bukti ini masih perlu ditambah dengan alat bukti lain agar

sempurna.

- Hakim bebas dan tidak terikat dengan alat bukti ini.

- Bukti ini dapat dilumpuhkan dengan bukti lawan.

Alat bukti ini ialah : alat bukti saksi yang hanya seorang diri

sehingga harus ditambag dengan alat bukti lain, misalnya

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori Pengertian ... · 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori 1. Tinjauan Umum tentang Pembuktian a. Pengertian pembuktian Hukum pembuktian

21

sumpah suppletoir. Akta dibawah tangan yang dipungkiri

tandatangan dan isinya oleh yang bersangkutan.

5) Bukti bukan bukti, artinya :

- Meskipun nampaknya memberikan keterangan yang

mendukung kebenaran suatu peristiwa tetap ia tidak

memenuhi syarat formal sebagai alat bukti sah.

- Ia tidak mempunyai kekuatan pembuktian.

- Ia seperti bukti tetapi bukan bukti.

Alat ini ialah : saksi yang tidak disumpah, saksi yang belum

cukup umur 15 tahun, foto, rekaman video/casset.

2. Tinjauan tentang Alat Bukti

a. Tinjauan mengenai Alat Bukti

Hakim sangat terikat oleh alat-alat bukti, sehingga dalam

menjatuhkan putusannya hakim wajib memberikan pertimbangan

berdasarkan alat-alat bukti yang sah menurut Undang-Undang

(Gatot Supramono, 1993:22). Alat-alat bukti yang sah menurut

undang-undang diatur dalam Pasal 164 HIR, Pasal 1866 KUH

Perdata yang meliputi :

1) bukti tulisan;

2) saksi;

3) pengakuan;

4) persangkaan;

5) sumpah.

Berikut penjelasan mengenai alat-alat bukti dalam hukum

acara perdata:

1) Bukti tulisan

Bukti tulisan atau bukti dengan surat merupakan bukti yang

sangat krusial dalam pemeriksaan perkara perdata di

pengadilan (Octavianus M. Momuat, 2014:138). Bukti tulisan

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori Pengertian ... · 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori 1. Tinjauan Umum tentang Pembuktian a. Pengertian pembuktian Hukum pembuktian

22

atau surat ialah segala sesuatu yang memuat tanda-tanda

bacaan yang dimaksudkan untuk mencurahkan isi hati atau

untuk menyampaikan buah pikiran seseorang dan

dipergunakan sebagai pembuktian. Surat sebagai alat bukti

tertulis dibagi menjadi dua yaitu surat yang merupakan akta

dan surat-surat lainnya yang bukan akta, sedangkan akta

sendiri dibagi lebih lanjut menjadi akta otentik dan akta

dibawah tangan (Sudikno Mertokusumo, 2009:151).

Tidak semua surat merupakan akta. Surat dikatakan sebagai

akta harus ditandatangai, harus dibuat dengan sengaja dan

harus untuk dipergunakan oleh orang, untuk keperluan siapa

surat itu dibuat. Tanda tangan dalam suatu surat diperlukan

guna identifikasi, menentukan ciri-ciri dari akta yang satu

dengan yang lainnya. Penandatanganan seseorang dianggap

menjamin tentang kebenaran dari apa yang ditulis dalam akta

tersebut.

Akta dibedakan dalam akta otentik dan akta di bawah

tangan, sebagai berikut :

a) Akta otentik

Secara teoritis, akta otentik adalah surat atau akta sejak

semula dengan sengaja, secara resmi dibuat untuk

pembuktian. Secara dogmatis (hukum positif) akta otentik

diatur dalam Pasal 1868 KUH Perdata, akta otentik ialah

akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan undang-

undang oleh atau dihadapan pejabat umum yang berwenang

untuk itu ditempat akta dibuat. Akta otentik dibagi menjadi

dua yaitu :

(1) akta otentik yang dibuat oleh pejabat karena jabatannya

(Akta Ambtelijk). Contoh akta kelahiran, akta kematian,

akta nikah, SIM.

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori Pengertian ... · 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori 1. Tinjauan Umum tentang Pembuktian a. Pengertian pembuktian Hukum pembuktian

23

(2) akta otentik yang dibuat oleh pejabat karena fungsinya

(Akta Partij) yang meliputi akta jual beli, akta pendirian

PT, Akta Grosse, dll.

b) Akta di bawah tangan

Tulisan yang sengaja dibuat untuk dijadikan bukti,

tetapi tidak dibuat dihadapan atau oleh pejabat yang

berwenang untuk itu dan bentuknya pun tidaklah pula

terikat kepada bentuk tertentu (Roihan A. Rasyid,

1991:150).

Kekuatan akta di bawah tangan (bukan otentik), hakim

menilainya bebas, akan tetapi jika akta yang bersifat dibuat

oleh kedua belah pihak, seperti jual-beli tanah maka akta

tersebut mempunyai kekuatan sama dengan akta otentik

(Subekti, 1975:151)

2) Bukti dengan saksi (Kesaksian)

Kesaksian adalah kepastian yang diberikan kepada hakim

dipersidangan tentang peristiwa yang disengketakan dengan

jalan pemberitahuan secara lisan dan pribadi oleh orang yang

bukan salah satu pihak dalam perkara, yang dipanggil

dipersidangan (Sudikno Mertokusumo, 2009:168). Adapun

syarat obyektif seorang saksi adalah sebagai berikut :

a) sudah dewasa, berumur 15 tahun (Pasal 145 HIR);

b) tidak ada hubungan darah atau semenda dengan para pihak

yang mengajukan saksi; dan

c) disumpah menurut agamanya.

Sedangkan syarat subjektif adalah :

a) saksi menerangkan apa yang dilihat, didengar dan dialami

sendiri, dan

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori Pengertian ... · 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori 1. Tinjauan Umum tentang Pembuktian a. Pengertian pembuktian Hukum pembuktian

24

b) saksi harus menguraikan sebab-sebab dapatnya memberikan

kesaksian.

Pasal 1907 KUH Perdata menerangkan bahwa, keterangan

yang diberikan oleh saksi harus tentang peristiwa atau kejadian

yang dialaminya sendiri, sedang pendapat atau dugaan yang

diperoleh secara berfikir tidaklah merupakan kesaksian.

Pada asasnya semua orang cakap dapat bertindak sebagai

saksi, apabila telah dipanggil dengan sah dan patut menurut

hukum, wajib ia mengemukakan kesaksiannya di muka

pengadilan dan apabila tidak mau datang atau datang tetapi

tidak memberikan kesaksian, dapat dikenakan sanksi-sanksi.

Terhadap asas tersebut terdapat pengecualian atau

penyimpangan yang dibedakan dalam dua golongan, yaitu :

a) Golongan yang tidak dapat bertindak sebagai saksi :

(1) Golongan mutlak dianggap tidak mampu bertindak

sebagai saksi :

(a) keluarga sedarah dan semenda menurut keturunan

yang lurus dari salah satu pihak, seperti bapak atau

ibu, kakek atau nenek, mertua, anak, menantu. Diatur

dalam Pasal 1910 ayat (1) KUH Perdata. Namun,

dalam perkara tertentu mereka mampu bertindak

sebagai saksi. seperti, dalam perkara kedudukan

perdata salah satu pihak, perkara pemberian nafkah.

(b) suami atau istri salah satu pihak meskipun sudah

bercerai.

(2) Golongan relatif tidak mampu bertindak sebagai saksi

yaitu:

(a) anak-anak yang belum mencapai umur limabelas

Tahun;

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori Pengertian ... · 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori 1. Tinjauan Umum tentang Pembuktian a. Pengertian pembuktian Hukum pembuktian

25

(b) orang gila.

(3) Golongan yang karena permintaannya sendiri dibebaskan

dari kewajibannya sebagai saksi ialah :

(a) saudara laki-laki atau perempuan dan ipar laki-laki

atau perempuan dari salah satu pihak;

(b) keluarga sedarah menurut keturunan lurus dan

saudara laki-laki atau perempuan dari suami atau

isteri salah satu pihak;

(c) orang-orang yang karena martabat, pekerjaan atau

jabatannya yang sah, diwajibkan merahasiakan akan

tetapi semata-mata hanya mengenai hal-hal yang

dipercayakan padanya.

Hakim dalam menilai alat pembuktian saksi, berdasarkan

Pasal 1908 KUH Perdata harus memperhatikan kesamaan atau

persesuaian antara keterangan para saksi, persesuaian antara

keterangan-keterangan dengan apa yang diketahui dengan segi

lain tentang perkara, sebab-sebab yang mendorong para saksi

mengemukakan keterangannya, pada cara hidup, kesusilaan,

kedudukan para saksi, dan segala apa yang berhubungan

dengan keterangan yang dikemukakan.

3) Persangkaan

Persangkaan diatur dalam Pasal 173 HIR, Pasal 310

Rechtreglement voor de Buitengewesten (Rbg), dan Pasal 1915

KUH Perdata yang berbunyi sebagai berikut: Persangkaan-

persangkaan ialah kesimpulan-kesimpulan yang oleh Undang-

Undang atau oleh hakim ditariknya dari suatu peristiwa yang

terkenal ke arah suatu peristiwa yang tidak terkenal.

Persangkaan ini suatu peristiwa “dibuktikan” secara tak

langsung, artinya dengan melalui atau dengan perantara

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori Pengertian ... · 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori 1. Tinjauan Umum tentang Pembuktian a. Pengertian pembuktian Hukum pembuktian

26

pembuktian peristiwa-peritiwa lain (Subekti,2005:45).

Perangkaan dibagi menjadi dua, yaitu :

a) Persangkaan hukum atau undang-undang

Menurut Pasal 1916 KUH Perdata ialah persangkaan-

persangkaan yang oleh undang-undang dihubungkan

dengan perbuatan-perbuatan tertentu, antara lain :

(1) Perbuatan-perbuatan yang oleh undang-undang

dinyatakan batal, karena dari sifat dan keadaannya saja

dapat diduga dilakukan untuk menghindari ketentuan-

ketentuan Undang-Undang.

Contoh : ketentuan Pasal 911 KUH Perdata,

“pembuatan surat wasiat untuk kepentingan orang yang

tidak berhak adalah batal”.

(2) Peristiwa-peristiwa yang menurut undang-undang dapat

dijadikan kesimpulan guna menetapkan hak

kepemilikannya atau pembebasan dari hutang.

Contoh : Pasal 633 KUH Perdata, “tiap-tiap tembok

yang dipakai sebagai batas antara dua kepemilikan,

dianggap sebagai tembok milik bersama kecuali ada

bukti sebaliknya”.

(3) Kekuatan yang diberikan oleh undang-undang kepada

putusan hakim.

(4) Kekuatan yang diberikan oleh undang-undang kepada

pengakuan atau sumpah oleh salah satu pihak.

Persangkaan menurut undang-undang dalam Pasal 1921

ayat (1) KUH Perdata membebaskan orang, untuk

kepentingan siapa persangkaan itu diadakan, dari setiap

pembuktian selanjutnya. Hakim terikat pada ketentuan

undang-undang, jadi kekuatan pembuktiannya bersifat

memaksa atau mempunyai nilai pembuktian yang lengkap.

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori Pengertian ... · 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori 1. Tinjauan Umum tentang Pembuktian a. Pengertian pembuktian Hukum pembuktian

27

Selain itu kekuatan persangkaan juga sempurna dan

menetukan.

Persangkaan-persangkaan atau vermoedens merupakan

alat bukti pelengkap atau accessory evidence. Artinya,

persangkaan-persangkaan bukanlah alat bukti yang mandiri.

Persangkaan-persangkaan dapat menjadi alat bukti dengan

merujuk pada alat bukti lainnya dengan demikian juga satu

persangkaan saja bukanlah merupakan alat bukti (Eddy O.S

Hiariej, 2012:81).

b) Persangkaan hakim atau kenyataan

Hakim bebas menyimpulkan persangkaan berdasarkan

kenyataan. Hakim bebas mempergunakan atau tidak

mempergunakan hal-hal yang terbukti dalam suatu perkara

sebagai dasar untuk melakukan persangkaan (Teguh

Samudera, 1992:81).

Persangkaan berdasarkan kenyataan kekuatan

pembuktiannya diserahkan kepada pertimbangan hakim,

yang hanya boleh memperlihatkan persangkaan yang

penting, seksama, tertentu dan ada hubungannya satu sama

lain. Persangkaan-persangkaan semacam itu hanya boleh

diperhatikan dalam hal undang-undang membolehkan

pembuktian dengan saksi, demikian pula apabila diajukan

suatu bantahan terhadap suatu perbuatan atau suatu akta

berdasarkan alasan adanya iktikad buruk atau penipuan

diatur dalam Pasal 1922 KUH Perdata.

Persangkaan berdasarkan kenyataan, hakim bebas dalam

menemukan persangkaan berdasarkan kenyataan. Setiap

peristiwa yang telah dibuktikan dalam persidangan dapat

digunakan sebagai persangkaan.

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori Pengertian ... · 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori 1. Tinjauan Umum tentang Pembuktian a. Pengertian pembuktian Hukum pembuktian

28

4) Pengakuan

Alat bukti pengakuan diatur dalam Pasal 174-176 HIR.

Pengakuan adalah keterangan yang membenarkan peristiwa,

hak atau hubungan hukum yang diajukan oleh pihak lawan.

Pengakuan yang dilakukan di muka hakim memberikan suatu

bukti yang sempurna terhadap siapa yang melakukannya.

Pengakuan yang dilakukan di muka hakim tidak boleh ditarik

kecuali apabila dapat dibuktikan bahwa yang telah dilakukan

itu sebagai akibat dari suatu kekhilafan mengenai hal-hal yang

terjadi. Pengakuan yang dikemukakan di sidang pengadilan

mempunyai kekuatan pembuktian yang lengkap terhadap yang

mengemukakan dan merupakan bukti yang menentukan. Oleh

karena itu apabila ada salah satu pihak yang mengaku, maka

hakim harus menganggap pengakuan itu sebagai benar dan hal

itu membawa akibat tidak perlu dibuktikan lebih lanjut tentang

tuntutannya yang telah diakui tadi (Teguh Samudera, 1992:87).

Pengakuan terdiri dari tiga macam, yaitu :

a) Pengakuan murni, yaitu pengakuan yang sifatnya sederhana

dan sesuai dengan tuntutan para pihak lawan;

b) Pengakuan dengan kualifikasi, pengakuan yang disertai

dengan sangkalan terhadap sebagian tuntutan pihak lawan;

dan

c) Pengakuan dengan klausa, pengakuan yang disertai

keterangan tambahan yang bersifat membebaskan dari

tuntutan yang dikemukakan dalam gugatan (Yahya

Harahap, 2013: 734-738).

5) Sumpah

Alat bukti sumpah diatur dalam Pasal 155, Pasal 156, Pasal

157, Pasal 177 HIR. Sumpah adalah pernyataan yang khidmat

yang diberikan atau diucapkan pada waktu memberi janji atau

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori Pengertian ... · 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori 1. Tinjauan Umum tentang Pembuktian a. Pengertian pembuktian Hukum pembuktian

29

keterangan dengan mengingat akan sifat mahakuasa daripada

Tuhan, dan percaya bahwa siapa yang memberi ketarangan

atau janji yang tidak benar akan dihukum oleh-Nya (Sudikno

Mertokusumo, 2009:189).

Sumpah diajukan apabila bukti-bukti lain tidak meyakinkan

dan merupakan upaya untuk mengakhiri sengketa. Sumpah

dapat terdiri dari :

a) Sumpah promissoir, sumpah yang isinya adalah suatu janji

untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Contoh :

sumpah seorang pejabat.

b) Sumpah assertoir atau confirmatoir, sumpah untuk

memberikan keterangan guna meneguhkan bahwa sesuatu

itu benar demikian atau tidak.

c) Sumpah suppletoir atau pelengkap, sumpah yang

diperintahkan oleh hakim karena jabatannya kepada salah

satu pihak untuk melengkapi pembuktian peristiwa yang

menjadi sengketa sebagai dasar putusannya (Sudikno

Mertokusumo, 2009 : 190).

d) Sumpah decisoir atau pemutus, sumpah yang dibebankan

oleh salah satu pihak kepada pihak lawan karena sama

sekali tidak ada alat bukti jika ada, alat buktinya lemah.

Macam-macam alat bukti selain yang diatur dalam Pasal

164 HIR, terdapat pula alat bukti yang diatur secara terpisah,

yaitu :

1) Keterangan ahli

Keterangan ahli merupakan keterangan pihak ketiga

yang obyektif dan bertujuan untuk membantu Hakim dalam

pemeriksaan guna menambah pengetahuan Hakim sendiri

(Sudikno Mertokusumo, 2009:197).

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori Pengertian ... · 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori 1. Tinjauan Umum tentang Pembuktian a. Pengertian pembuktian Hukum pembuktian

30

Pentingnya suatu alat bukti saksi ahli juga diungkapkan

dalam sebuah jurnal oleh Liz Heffernan,

“The law has long recognised that where

litigation touches upon matters calling for

special knowledge or expertise, the finder of

fact, whether judge, may be poorly equipped

to draw accurate inferences from the facts

presented. The assistance of one or more

experts, qualified to locate the fact in a

meaningful context, may be indispensable to

the proper resolution of the case. Such

experts are drawn from all walks of life and,

in the context of tort actions, include

doctors, engineers, actuaries and

accountants. The contribution of the expert

to legal proceedings is proffered in the from

of testimoni. Line any other witness, the

expert is called by a party to testify at tal, is

administered the oath or affirmation and is

subject to examination and cross-

examination” (Liz Heffernan, 2006:142).

Dijelaskan bahwa sebenarnya yang terjadi pada

kenyataannya bahwa hukum telah lama mengakui bahwa

dimana litigasi menyentuh pada hal menyerukan

pengetahuan khusus atau keahlian, pencarian fakta. Hakim

mungkin kurang dapat menarik kesimpulan yang akurat dari

fakta-fakta yang disajikan. Bantuan dari satu atau lebih ahli,

memenuhi syarat untuk menemukan fakta-fakta dalam

konteks bermakna, mungkin sangat diperlukan untuk

resolusi yang tepat pada kasus. Ahli tersebut diambil dari

semua lapisan masyarakat dan dalam konteks tindakan

melawan hukum, termasuk dokter, insinyur, aktuaris, dan

akuntan. Kontribusi ahli untuk hukum proses yang

disodorkan dalam bentuk kesaksian. Seperti saksi yang lain,

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori Pengertian ... · 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori 1. Tinjauan Umum tentang Pembuktian a. Pengertian pembuktian Hukum pembuktian

31

ahli untuk bersaksi di Pengadilan juga diberikan sumpah

atau janji dan tunduk pada pemeriksaan.

3. Tinjauan tentang Perceraian

a. Pengertian Perceraian

Dalam kehidupan rumah tangga, tidak luput dari suatu

permasalahan. Hal ini dikarenakan perkawinan merupakan

penyatuan dua manusia yang berbeda dengan sifat, kebiasaan dan

latar belakang yang berbeda pula. Tidak jarang perbedaan tersebut

menimbulkan permasalahan yang menjadi pemicu adanya

perceraian.

Perceraian merupakan bagian dari dinamika rumah tangga,

meskipun tujuan perkawinan bukanlah perceraian, perceraian

merupakan sunnatullah dengan penyebab yang berbeda-beda (Beni

Ahmad Saebani, 2008:47). Perceraian merupakan jalan terakhir

yang ditempuh oleh suami istri karena ikatan perkawinan yang

tidak mungkin untuk dipertahankan lagi dan pengajuan perceraian

harus disertai dengan alasan-alasan yang mendasar (Wiwin

Suryani, 2010:

Divorce or dissolution is the termination of a

marriage, canceling the legal duties and

responsibilities of marriage and dissolving the

bonds of matrimony between two persons. In most

countries, divorce requires the sanction of a judge or

other authority in a legal process to complete a

divorce. A divorce does not declara a marriage null

and void, as in an annulment, but divorce cancels

the marital status of the parties, allowing them to

marry another (http://www.hg.org/divorce.html).

Jurnal tersebut menjelaskan bahwa perceraian merupakan

pemecahan masalah di dalam sebuah perkawinan antara suami istri

dan masalah perceraian haruslah diselesaikan di pengadilan yang

berwenang.

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori Pengertian ... · 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori 1. Tinjauan Umum tentang Pembuktian a. Pengertian pembuktian Hukum pembuktian

32

b. Hukum Perceraian

Perceraian atau talak dalam ilmu fikih merupakan perbuatan

yang tidak disenangi Nabi. Hukum asal dari talak adalah makruh,

namun melihat keadaan tertentu dalam situasi tertentu, maka

hukum talak adalah sebagai berikut (Amir Syarifuddin, 2007:201):

a) Nadab atau sunnah, yaitu dalam keadaan rumah tangga sudah

tidak dapat dilanjutkan dan seandainya dipertahankan juga

kemudaratan yang lebih banyak akan timbul;

b) Mubah atau boleh saja dilakukan bila memang perlu terjadi

perceraian dan tidak ada pihak-pihak yang dirugikan dengan

perceraian itu sedangkan manfaatnya juga ada kelihatannya;

c) Wajib, yaitu perceraian yang pasti dilakukan oleh hakim

terhadap seseorang yang telah bersumpah untuk tidak

menggauli istrinya sampai masa tertentu, sedangkan ia tidak

mau pula membayar kafarat sumpah agar ia dapat bergaul

dengan istrinya. Tindakan itu memudharatkan istrinya;

d) Haram talak itu dilakukan tanpa alasan, sedangkan istri dalam

keadaan haid atau suci yang dalam masa itu ia telah digauli.

c. Bentuk-bentuk Perceraian

Ditinjau dari segi tatacara beracara di Pengadilan Agama maka

bentuk perceraian dibedakan menjadi 2 bagian yaitu :

a) Cerai talak, ialah putusnya perkawinan atas kehendak suami

karena alasan tertentu dan kehendaknya itu dinyatakan dengan

ucapan tertentu (Amir Syafruddin, 2007: 197).

b) Cerai gugat, ialah gugatan yang diajukan oleh istri terhadap

suami kepada pengadilan dengan alasan-alasan serta meminta

pengadilan untuk membuka persidangan itu, dan perceraian atas

dasar cerai gugat ini terjadi karena adanya suatu putusan

pengadilan.

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori Pengertian ... · 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori 1. Tinjauan Umum tentang Pembuktian a. Pengertian pembuktian Hukum pembuktian

33

d. Alasan Perceraian

Alasan bercerai diatur dalam Pasal 19 Undang-Undang Nomor 1

Tahun1974, yang menyebutkan :

a) Ayat (1) : “Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang

pengadilan setelah pengadilan yang bersangkutan berusaha dan

tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak.”

b) Ayat (2) : “untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan,

bahwa antara suami istri itu tidak akan dapat rukun sebagai

suami istri.”

Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975,

menyebutkan bahwa perceraian dapat terjadi karena alasan sebagai

berikut:

a) Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat,

penjudi dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan;

b) Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama dua tahun

berturutturut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah

atau karena hal lain di luar kemampuannya;

c) Salah satu pihak mendapatkan hukuman lima tahun atau

hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung;

d) Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan

berat yang membahayakan pihak yang lain;

e) Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan

akibat atau tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai

suami istri;

f) Antara suami istri terus menerus terjadi perselisihan dan

pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi

dalam rumah tangga.

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori Pengertian ... · 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori 1. Tinjauan Umum tentang Pembuktian a. Pengertian pembuktian Hukum pembuktian

34

B. Kerangka Pemikiran

1.

2.

3.

P

E

R

T

I

M

B

A

N

G

A

N

k

k

k

k

Penggugat Gugatan Cerai Gugat Tergugat

Pengadilan Agama

Sengeti, Muaro Jambi

Pemeriksaan Perkara dan Pembuktian

Alat Bukti (Pasal 1866 KUH

Perdata)

Bukti Surat Saksi

Persangkaan Hakim

Putusan Pengadilan Agama Sengeti

Nomor 216/Pdt.G/2015/PA.Sgt

Fotocopy Kutipan Akta

Nikah

Fotocopy Kartu Tanda

Penduduk (KTP)

Saksi I Melihat

Penggugat dengan

Tergugat Bertengkar

Saksi II Tidak

Melihat Pertengkaran

Tersebut

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori Pengertian ... · 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori 1. Tinjauan Umum tentang Pembuktian a. Pengertian pembuktian Hukum pembuktian

35

Keterangan

Bagan kerangka pemikiran tersebut menjelaskan alur berfikir

penulis dalam menyusun penelitian hukum. Berdasarkan alur tersebut

dijelaskan bahwa penggugat mengajukan gugatan cerai gugat kepada

tergugat melalui Pengadilan Agama Sengeti, Muaro Jambi. Gugatan

dilakukan pemeriksaan perkara dan pembuktian. Majelis Hakim

memberikan kesempatan kepada kedua belah pihak untuk mengajukan alat

bukti. Pada proses berperkara tergugat tidak mengajukan alat bukti dalam

persidangan, sedangkan penggugat mengajukan 2 (dua) alat bukti surat

yang berupa fotocopy kutipan akta nikah dan fotocopy kartu tanda

penduduk (KTP). Penggugat mengajukan 2 (dua) saksi dalam persidangan,

yaitu saksi I dan saksi II. Saksi I merupakan tetangga penggugat, yang

memberikan kesaksian bahwa sering melihat penggugat dan tergugat

bertengkar karena tergugat memiliki wanita idaman lain (WIL) bernama

FULANAH. Saksi kedua penggugat merupakan abang ipar penggugat,

saksi kedua memberikan keterangan bahwa penggugat dan tergugat sudah

tidak harmonis, penggugat dan tergugat sering bertengkar meskipun saksi

kedua tidak pernah melihat penggugat dan tergugat bertengkar secara

langsung.

Mengingat bahwa saksi II tidak melihat dan mendengar secara

langsung pertengkaran antara penggugat dan tergugat (testimonium de

auditu), Majelis Hakim berpendapat keterangan testimonium de audiu

tidak digunakan sebagai alat bukti, tetapi kesaksian de auditu dikontruksi

sebagai alat bukti persangkaan (vermoeden),dengan pertimbangan yang

objektif dan rasional, sehingga persangkaan itu dapat dijadikan dasar untuk

membuktikan sesuatu. Berdasarkan dalil-dalil penggugat yang dikaitkan

dengan bukti-bukti dan fakta di persidangan akhirnya Hakim mengabulkan

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori Pengertian ... · 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori 1. Tinjauan Umum tentang Pembuktian a. Pengertian pembuktian Hukum pembuktian

36

gugatan penggugat, dan menjatuhkan talak satu ba’in sugra tergugat

terhadap penggugat.