bab ii kajian pustaka dan kerangka teori a. tinjauan … · 2019. 1. 9. · 10 bab ii kajian...
TRANSCRIPT
10
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI
A. Tinjauan tentang Lingkungan Hidup
Menurut Munadjat Danusaputro, lingkungan atau lingkungan
hidup adalah semua benda dan daya serta kondisi , termasuk di
dalamnya manusia dan tingkah perbuatannya, yang terdapat dalam
ruang dimana manusia berada dan mempengaruhi kelangsungan hidup
serta kesejahteraan manusia dan jasad – jasad hidup lainnya.5
Sementara itu, menurut Otto Soemarwoto lingkungan hidup
diartikan sebagai ruang yang di tempati suatu makhluk hidup bersama
dengan benda hidup dan tak hidup di dalamnya. Manusia bersaa
tumbuhan , hewan dan jasad renik menempati suatu ruang tertentu.
Kecuali makhluk hidup, dalam ruang itu terdapat juga benda tak
hidup, seperti udara yang terdiri atas bermacam gas, air dalam bentuk
uap, cair dan padat, tanah dan batu. Ruang yang ditempati makhluk
hidup bersama benda hidup dan tak hidup inilah dinamakan
lingkungan hidup.6
Secara Yuridis pengertian Lingkungan Hidup pertama kali
dirumuskan dalam UU No. 4 tahun 1982 tentang Ketentuan –
Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup ( disingkat UULH –
5Munadjat Danusaputro, Hukum Lingkungan : Buku I Umum, ( Jakarta : Binacipta, 1985), hlm.67.
6Otto Soemarwoto, Ekologi : Lingkungan Hidup dan Pembangunan, ( Jakarta : Djambatan, 1991),
hlm. 48
11
1982 ), yang kemudian dirumuskan kembali dalam UU No. 23 Tahun
1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup ( disingkat UUPLH) dan
terakhir dalam UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup ( disingkat UUPPLH ). Perbedaan
mendasar pengertian lingkungan hidup menurut UUPPLH dengan
kedua Undang – Undang sebelumnya, yaitu tidak hanya untuk
menjaga kelangsungan alam itu sendiri. Jadi sifatnya tidak
antroposentris atau biosentris, melainkan telah mengarah pada
ekosentris.7
Berdasarkan pengertian dalam ketiga undang – undang tersebut,
jelas bahwa lingkungan hidup terdiri atas dua unsur atau komponen,
yaitu unsur atau komponen makhluk hidup ( biotic ) dan unsur atau
komponen makhluk tak hidup ( abiotic ). Diantara unsur – unsur
tersebut terjalin suatu hubungan timbal balik , saling memengaruhi
dan ada ketergantungan satu sama lain. Makhluk hidup yang satu
berhubungan dengan benda mati ( tak hidup ) di lingkungannya.
Adanya hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan
lingkungannya menunjukkan bahwa makhluk hidup dalam
kehidupannya selalu berinteraksi dengan lingkungan di mana ia hidup.
Makhluk hidup akan memengaruhi lingkungannya, dan sebaliknya
perubahan lingkungan hidup akan memengaruhi pula kehidupan
7Muhammad Akib, Hukum Lingkungan : Perspektif Global dan Nasional, ( Jakarta :
RajaGrafindo, 2014 ), hlm. 2.
12
makhluk hidup. Ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik
tersebut dinamakan ekologi.
B. Tinjauan tentang Pelestarian Lingkungan Hidup
1. Pengertian Pelestarian Lingkungan Hidup
Pelestarian lingkungan hidup adalah upaya untuk menjaga
lingkungan dari dampak – dampak negatif dari perkembangan zaman
yang makin merusak lingkungan hidup. Pelestarian lingkungan hidup
tidak hanya dilakukan oleh instansi pemerintah dan lembaga swadaya
masyarakat (LSM) yang bergerak di bidang lingkungan, tetapi juga
oleh masyarakat umum. Pentingnya, melestarikan alam juga
merupakan bagian dari tradisi dan budaya yang ada di Asia khususnya
Indonesia. Sikap orang Asia terhadap lingkungan dan alam bersifat
konservatif, karena kesadaran bahwa manusia juga merupakan bagian
dari alam.
2. Ruang Lingkup Pelestarian Lingkungan Hidup
Beberapa upaya yang dapat dilakukan masyarakat berkaitan
dengan pelestarian lingkungan hidup antara lain:
a. Pelestarian tanah (tanah datar, lahan miring/perbukitan)
Terjadinya bencana tanah longsor dan banjir menunjukkan
peristiwa yang berkaitan dengan masalah tanah. Banjir telah
menyebabkan pengikisanlapisan tanah oleh aliran air yang disebut
erosi yang berdampak pada hilangnya kesuburan tanah serta
terkikisnya lapisan tanah dari permukaan bumi. Tanah longsor
13
disebabkan karena tak ada lagi unsur yang menahan lapisan tanah
pada tempatnya sehingga menimbulkan kerusakan. Jika hal tersebut
dibiarkan terus berlangsung, maka bukan mustahil jika lingkungan
berubah menjadi padang tandus. Upaya pelestarian tanah dapat
dilakukan dengan cara menggalakkan kegiatan menanam pohon atau
penghijauan kembali (reboisasi) terhadap tanah yang semula gundul.
Untuk daerah perbukitan atau pegunungan yang posisi tanahnya
miring perlu dibangun terasering atau sengkedan, sehingga mampu
menghambat laju aliran air hujan.
b. Pelestarian udara
Udara merupakan unsur vital bagi kehidupan, karena setiap
makhlukhidup bernapas memerlukan udara. Kalian mengetahui bahwa
dalam udara terkandung beranekaragam gas, salah satunya
oksigen.Udara yang kotor karena debu atau pun asap sisa pembakaran
menyebabkan kadar oksigen berkurang. Keadaan ini sangat
membahayakan bagi kelangsungan hidup setiap organisme. Maka
perlu diupayakan kiat-kiat untuk menjaga kesegaran udara lingkungan
agar tetap bersih, segar, dan sehat.
c. Pelestarian hutan
Eksploitasi hutan yang terus menerus berlangsung sejak dahulu
hingga kini tanpa diimbangi dengan penanaman kembali,
menyebabkan kawasan hutan menjadi rusak. Pembalakan
liardanpembakaranhutan yang dilakukan manusia merupakan salah
14
satu penyebab utama terjadinya kerusakan hutan. Padahal hutan
merupakan penopang kelestarian kehidupan di bumi, sebab hutan
bukan hanya menyediakan bahan pangan maupun bahan produksi,
melainkan juga penghasil oksigen, penahan lapisan tanah, dan
menyimpan cadangan air.
d. Pelestarian laut dan pantai
Seperti halnya hutan, laut juga sebagai sumber daya alam
potensial. Kerusakan biota laut dan pantai banyak disebabkan karena
ulah manusia. Pengambilan pasir pantai, karang di laut, pengrusakan
hutan bakau, merupakan kegatan-kegiatan manusia yang mengancam
kelestarian laut dan pantai.Terjadinya abrasi yang mengancam
kelestarian pantai disebabkan telah hilangnya hutan bakau di sekitar
pantai yang merupakan pelindung alami terhadap gempuran ombak.
e. Pelestarian flora dan fauna
Kehidupan di bumi merupakan sistem ketergantungan antara
manusia, hewan, tumbuhan, dan alam sekitarnya. Terputusnya salah
satu mata rantai dari sistem tersebut akan mengakibatkan gangguan
dalam kehidupan. Oleh karena itu, kelestarian flora dan fauna
merupakan hal yang mutlak diperhatikan demi kelangsungan hidup
manusia.
15
3. Kebijakan Lingkungan Tingkat Dunia
a. Kebijakan Lingkungan Asia - Afrika
Kebijakan lingkungan regional Asia – Afrika antara lain
ditandai dengan didirikannya sebuah komite konsultasi hukum yang
bernama Asian – African Legal Consultative Committee ( AALCC ),
yang sekretariatnya berkedudukan di New Delhi, India. Kebijakan
Lingkungan terpenting yang dihasilkan oleh AALCC, antara lain “Pola
Pembangunan Hukum Lingkungan Asia – Pasifik” yang dihasilkan
dalam siding ke-17 Kuala Lumpur pada tahun 1976. Pola
pembangunan hukum lingkungan yang diharapkan akan menciptakan
hukum lingkungan modern yang sesuai dengan kepribadian Asia –
Pasifik.
b. Kebijakan Lingkungan ASEAN
Sebagai tindak lanjut Deklarasi Stockholm 1972, di kawasan
regional ASEAN pada tanggal 30 April – 1 Mei 1981 di Manila telah
diadakan First Ministrial Meeting on the Environment yang berhasil
menetapkan kebijaksanaan lingkungan untuk kawasan regional
ASEAN.
Kesepakatan para Menteri ASEAN tersebut telah dituangkan
dalam bentuk Manila Declaration on the ASEAN Environment
( Deklarasi Manila tentang lingkungan ASEAN ). Deklarasi Manila ini
telah mengesahkan penerapan ASEAN Environment Programme
( ASEP ) yang terlampir dalam deklarasi tersebut. Tujuan
16
ditetapkannya program lingkungan ASEAN ini adalah dalam rangka
perlindungan lingkungan ASEAN dan keberlanjutan SDA-nya untuk
mendukung pembangunan berkelanjutan.8
ASEAN Agreement On Transboundary Haze Pollution
merupakan perjanjian yang dibentuk oleh negara – negara anggota
ASEAN untuk mengatasi masalah kabut asap lintas batas negara.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui alasan
yangmelatarbelakangi ASEAN membentuk ASEAN Agreement On
Transboundary Haze Pollution dengan menggunakan metode Library
Research dan menganalisanya menggunakan metode deskriptif.
Munculnya kabut asap di Asia Tenggara membawaberbagai
macam dampak negatif. Kabut asap hasil kebakaran hutan
menimbulkan ancaman pada kelestarian lingkunganhidup berupa
penurunan kualitas udara, sehingga berdampak secara langsung pada
munculnya berbagai macam gangguankesehatan seperti asma dan
bronkhitis. Masalah lain yang timbul akibat kabut asap ini adalah
ancaman bagi perekonomianberupa banyaknya penundaan dan
pembatalan penerbangan. Efeknya, terjadi penurunan jumlah
kunjungan wisatawan keIndonesia, Malaysia dan Singapura yang
secara langsung mempengaruhi industri pariwisata ketiga negara
tersebut.
8Ibid, hlm. 48.
17
Munculnya berbagai macam ancaman tersebut memaksa
ASEAN sebagai organisasi regional berinisiatif membentuk sebuah
perjanjian yang difokuskan untuk menghadapi masalah kabut asap ini.
Pembentukan perjanjian ini sangat penting dalam menghadapi
masalah kabut asap, karena masalah yang dihadapi merupakan
masalah lintas teritorial negara, sehingga perlu dilakukan penanganan
bersama agar pertukaran teknologi dan informasi dalam penanganan
kebakaran hutan yang terjadi di ASEAN.9
Kebakaran lahan dan/atau hutan yang terjadi besar-besaran di
tahun 1997 mengakibatkan pencemaran asap lintas batas di beberapa
negara ASEAN. Hal ini menjadi salah satu agenda pembahasan pada
Pertemuan Tingkat Tinggi Informal ASEAN II di Kuala Lumpur
tahun 1997.Tahun 2002 seluruh Negara anggota ASEAN menyepakati
untuk menandatangani ASEAN Agreement on Transboundary Haze
Pollution (AATHP) di Kuala Lumpur, Malaysia. Persetujuan AATHP
mulai berlaku secara resmi (enter into force) tanggal 25 November
2003 meskipun Indonesia belum meratifikasi pada saat itu.
Pengesahan ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution
(AATHP) ini merupakan langkah yang tepat bagi Indonesia untuk
menunjukkan keseriusan dalam penanggulangan asap lintas batas
akibat dari kebakaran lahan dan/atau hutan. Selama ini Pemerintah
Indonesia telah melakukan serangkaian kegiatan pencegahan dan
9Mukhammad Syaifulloh dan Djoko Susilo, “Pembentukan ASEAN Agreement On Transboundary
Haze Pollution”, Karya Ilmiah, Jember, 2013, halaman 1
18
penanggulangan kebakaran lahan dan/atau hutan, dimana upaya
Pemerintah Indonesia tersebut memperoleh apresiasi dalam berbagai
forum ASEAN, terutama tahun 2003 sampai 2014.”Berdasarkan pada
komitmen, semangat kemitraan, dan tradisi solidaritas di antara negara
ASEAN dan menyadari perlunya pengendalian pencemaran asap
lintas batas yang menitikberatkan pada upaya pencegahan kebakaran
lahan dan/atau hutan secara bersama oleh negara ASEAN, maka
Indonesia memandang perlu untuk mengesahkan Persetujuan ASEAN
tentang Pencemaran Asap Lintas Batas.
Momentum pengesahan RUU ini menjadi sangat penting
mengingat Indonesia merupakan satu-satunya negara yang belum
meratifikasi Persetujuan ASEAN tentang Pencemaran Asap Lintas
Batas.Indonesia telah meratifikasi ASEAN Charter (Piagam ASEAN)
melalui UU No. 38 Tahun 2008. UU ini yang menjadi payung
berbagai perjanjian kerja sama di tingkat ASEAN termasuk AATHP.
Melalui pengesahan Persetujuan ASEAN, Indonesia sebagai negara
dengan luas lahan dan hutan terbesar di kawasan, akan bekerja sama
dalam kerangka ASEAN dan dapat memanfaatkan bantuan
internasional guna meningkatkan upaya pengendalian kebakaran lahan
dan/atau hutan yang menyebabkan pencemaran asap lintas batas.10
10
Kementrian Lingkungan Hidup, “Indonesia meratifikasi Undang – Undang tentang pengesahan
Asean Agreement On Transboundary Haze Poluttion : Persetujuan Asean tentang Pencemaran
Asap Lintas Batas ( Online ), 2014, ( http://www.menlh.go.id/indonesia-meratifikasi-undang-
undang-tentang-pengesahan-asean-agreement-on-transboundary-haze-pollution-persetujuan-asean-
tentang-pencemaran-asap-lintas-batas/ Diakses 23 Juni 2017 )
19
4. Tinjauan tentang Penegakkan Hukum bidang Kehutanan
a. Pengertian Kebakaran Hutan
Kebakaran hutan merupakan suatu kejadian dimana api melahap
bahan bakar bervegetasi yang terjadi dalam kawasan hutan yang
menjalar secara bebas dan tidak terkendali, sedangkan kebakaran
lahan terjadi di dalam kawasan nonhutan. Oleh karena itu, ilmu
kebakaran hutan dan lahan merupakan suatu ilmu yang mempelajari
proses terjadinya kebakaran, perilaku api, dan faktor-faktor yang
mempengaruhinya, dampak kebakaran terhadap unsur-unsur
ekosistem, serta pengendalian kebakaran hutan dan lahan11
.
Kebakaran Hutan menurut Peraturan Menteri Kehutanan
Nomor: P.12/Menhut-II/2009 tentang Pengendalian Kebakaran Hutan:
“Suatu keadaan dimana hutan dilanda api sehingga mengakibatkan
kerusakan hutan dan atau hasil hutan yang menimbulkan kerugian
ekonomis dan atau nilai lingkungan. Pembakaran yang penjalaran
apinya bebas serta mengkonsumsi bahan bakar alam dari hutan seperti
serasah, rumput, ranting/cabang pohon mati yang tetap berdiri, log,
tunggak pohon, gulma, semak belukar, dedaunan dan pohon-pohon”.12
Pengertian dan definisi lain yang diberikan untuk kebakaran
hutan adalah suatu keadaan dimana hutan dilanda api sehingga
berakibat timbulnya kerugian ekosistem dan terancamnya kelestarian
lingkungan. Upaya pencegahan kebakaranhutan merupakan suatu
11
Lailan Syaufina, “Kebakaran Hutan dan Lahan di Indonesia”, 2014, halaman 41. 12
Saharjo, B.H,. “Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Yang Lestari Perlukah Dilakukan”.
Departemen Silvikultur. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor, 2004.
20
usaha perlindungan hutan agar kebakaran hutan yang berdampak
negatif tidak meluas13
.
Dari ketiga pengertian yang ada diatas, maka penulis
mendapatkan kesimpulan bahwa, kebakaran hutan adalah kejadian
dimana api melahap hutan dan menghancurkan suatu kawasan
ekosistem, yang mana sebab dari api tersebut bisa dari faktor manusia
ataupun juga karena faktor alam.
b. Penegakkan Hukum Lingkungan
Penegakan hukum sendiri menurut Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie,
SH adalah “Proses dilakukannya upaya untuk tegaknya atau
berfungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman
perilaku dalam lalu lintas atau hubungan-hubungan hukum dalam
kehidupan bermasyarakat dan bernegara.”
Ketika kita kaitkan dengan lingkungan hidup, maka proses
penegakan hukum berarti tegaknya norma-norma hukum dalam upaya
perlindungan lingkungan hidup. Dalam upaya tegaknya perlindungan
hukum itu, maka regulasi hukum lingkungan hidup tak bisa dilupakan
dalam upaya penegakan hukum lingkungan itu.
Di Indonesia, regulasi yang mengatur tentang perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup diatur dalam Undang-Undang No. 32
tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Di dalam regulasi itu, ada 3 cara penegakan hukum yang bisa
13
Kickers, “Pengertian dan Definisi Kebakaran Hutan”, (Online), 2015, (http://pengertian-
definisi.blogspot.co.id/2012/04/pengertian-dan-definisi-kebakaran-hutan.html/ Diakses 12
Desember 2016 )
21
dilakukan dalam upaya perlindungan lingkungan hidup. Tiga
penegakan hukum itu adalah :
a. Penegakan hukum administratif b. Penegakan hukum pidana c. Penegakan hukum perdata.
c. Penegakan Hukum Administrasi Lingkungan Hidup
Penegakan hukum administrasi menurut J. Ten Merge melalui 2
cara yaitu cara pengawasan dan sanksi administrasi. Pengawasan jika
kita lihat dalam UU Pengelolaan Lingkungan Hidup pengawasan
dilakukan oleh 2 pihak, yaitu pemerintah dan masyarakat. Peran
pengawasan pemerintah dalam Pasal 71 disebutkan dilakukan oleh
Gubernur, Walikota atau Bupati. Dalam Pasal 71 angka 2 disebutkan
pula, peran itu dapat didelegasikan kepada pejabat berwenang.
Adapun peran pejabat yang diberi wewenang itu adalah :
1) Melakukan pemantauan; 2) Meminta keterangan; 3) Membuat salinan dari dokumendan/atau 4) Membuat catatan yang diperlukan; 5) Memasukit empat tertentu; 6) Memotret; 7) Membuat rekaman audio visual; 8) Mengambil sampel; 9) Memeriksa peralatan; 10) Memeriksa instalasi dan/ataualat 11) Transportasi; dan/atau 12) Menghentikan pelanggaran tertentu.
Sedang peran masyarakat menurut Pasal 70 adalah :
1) Pengawasan sosial; 2) Pemberian saran, pendapat, usul, keberatan, pengaduan;
dan/atau 3) Penyampaian informasi dan/atau laporan.
22
Sedang sanksi administrasi menurut Pasal 76, Kepala Daerah
(Gubernur, Walikota dan Bupati) dapat memberikan sanksi
administrasi kepada pihak yang melakukan pelanggaran. Sanksi yang
diberikan menurut Pasal 76 ayat 2 adalah :
1) Teguran tertulis; 2) Paksaan pemerintah; 3) Pembekuan izin lingkungan; atau 4) Pencabutan izin lingkungan.
d. Penegakan Hukum Pidana Lingkungan Hidup
Regulasi pidana yang biasa menjadi dasar hokum penegakan
hokum lingkungan adalah UU No. 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Menurut ketentuan
dalam regulasi tadi, ada perbuatan yang dapat dipidana oleh aparat
penegak hukum. Perbuatan hukum yang dimaksud berupa pelanggaran
- pelanggaran atas ketentuan yang diatur dalam undang-undang
PPLH. Sedikitnya ada 7 ketentuan yang dapat menjadi dipidana jika
ketentuan dilanggar oleh pihak-pihak yang berkepentingan. Ketentuan
yang dimaksuda dalah:
1) Ketentuan tentang bakumutu 2) Ketentuan tentang rekayasa genetika 3) Ketentuan tentang Limbah 4) Ketentuan tentang Lahan 5) Ketentuan tentang Izin Lingkungan 6) Ketentuan tentang Informasi Lingkungan Hidup
23
e. Penegakkan Hukum Perdata Lingkungan Hidup
Proses Penegakan Hukum Lingkungan melalui prosedur perdata
Penyelesaian sengketa lingkungan hidup dapat ditempuh melalui
pengadilan atau diluar pengadilan berdasarkan pilihan secara sukarela
para pihak yang bersengketa. Penyelesaian sengketa diluar pengadilan
tersebut tidak berlaku terhadap tindak pidana lingkungan hidup.
Apabila telah dipilih upaya penyelesaian sengketa lingkungan hidup di
luar pengadilan, gugatan melalu pengadilan hanya dapat ditempuh
apabila upaya tersebut dinyatakan tidak berhasil oleh salah satu atau
para pihak yang bersengketa. Penyelesaian sengketa diluar pengadilan
diselenggarakan untuk mencapai kesepakatan mengenai bentuk dan
besarnya ganti rugi atau mengenai tindakan tetentu guna menjamin
tidak akan terjadinya atau terulangnya dampak negatidf terhadp
lingkungan hidup. Dalam penyelesian sengketa diluar pengadilan
dapat digunakan jasa orang ketiga yang tidak memiliki kewenangan
mengambil keputusan untuk membantu menyelesaikan sengketa
lingkungan hidup.Pemerintah dan atau masyarakat dapat membentuk
lembaga penyedia jasa pelayanan penyelesaian sengketa lingkungan
hidup yang bersifat bebas dan tidak berpihak.
1) Ganti rugi
Setiap perbuatan melanggar hukum berupa pencemaran atau
perusakan lingkungan hidup yang menimbulkan kerugian pada orang
lainatau lingkungan hidup, mewajibkan penanggung jawab usaha dan
24
atau kegiatan untuk membayar ganti rugi dan atau melakukan
tindakan tertentu. Hakim dapat menetapkan pembayaran uang paksa
atas setiap hari keterlambatan penyelesaian tindakan tertentu tersebut.
2) Tanggung jawab mutlak
Penagung jawab usaha dan atau kegiatan yang usaha dan
kegiatanya menimbulkan dampak besar dan penting terhadap
lingkungan hidup, yang menggunakan bahan berbahaya dan beracun
dan atau menghasilkan limbah bahan berbahaya dan beracun,
bertanggung jawab secara mutlak atas kerugian yang ditimbulkan
dengan membayar kewajiban membayar ganti rugi secara langsung
dan seketika pada saat terjadinya pencemaran dan atau perusakan
lingkungan hidup, penanggung jawab usaha dan kegiatan dapat
dibebaskan dari kewajiban membayar ganti rugi jika yang
bersangkutan dapat membuktikan bahwa pencemaran dan/ atau
perusakan lingkunganhidup disebabkan oleh :
1) adanya bencana alam atau peperangan atau
2) adanya kedaan terpaksa diluar tanggung jawab manusia.
3) Adanya tindakan pihak ketiga yang menyebabkan terjadinya.
4) Pencemaran dan atau perusakan lingkungan hidup
Dalam hal ini terjadi kerugian yang disebabkan oleh pihak
ketiga, pihak ketiga wajib membayar ganti rugi
25
5. Kebijakan Pembakaran Hutan Secara Terbatas
Pembakaran hutan merupakan perbuatan yang dapat merusak
ekosistem, karena itulah pembakaran hutan seharusnya tidak dapat
dilakukan secara sengaja. Akan tetapi, dalam tinjauan secara Yuridis,
ada beberapa kebijakan yang memberikan toleransi mengenai
pembakaran Hutan secara terbatas, yaitu UU No. 41 Tahun 1999
tentang Kehutanan dan PP No,. 45 Tahun 2004 tentang Perlindungan
Hutan.
Dalam UU No. 41 Tahun 1999 Pasal 50 ayat (3) huruf (d),
yaitu : “Setiap orang dilarang : Membakar Hutan”.
Adapun penjelasan Pasal 50 UU Kehutanan tersebut,
menjelaskan bahwa “Pada prinsipnya pembakaran hutan dilarang.
Pembakaran hutan secara terbatas diperkenankan hanya untuk tujuan
khusus atau kondisi yang tidak dapat dielakkan, antara lain
pengendalian kebakaran hutan, pembasmian hama dan penyakit, serta
pembinaan habitat tumbuhan dan satwa. Pelaksanaan pembakaran
secara terbatas tersebut harus mendapat izin dari pejabat yang
berwenang”.
Di dalam PP No. 45 Tahun 2004 Pasal 19 ayat (1)
menyebutkan bahwa “Setiap orang dilarang membakar hutan” dan di
ayat (2) menyebutkan bahwa “Pengecualian dari larangan membakar
hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperbolehkan dilakukan
secara terbatas untuk tujuan khusus atau kondisi yang tidak dapat
dielakkan, meliputi: a. pengendalian kebakaran hutan; b. pembasmian
hama dan penyakit; c. pembinaan habitat tumbuhan dan satwa.
Adapun penjelasan Pasal 19 ayat (1) dan (2) Peraturan
Pemerintah tersebut, menjelaskan bahwa “Pembakaran hutan untuk
tujuan khusus atau kondisi yang tidak dapat dielakkan dilakukan
26
secara terbatas. Yang dimaksud dengan kondisi yang tidak dapat
dielakkan adalah untuk pengendalian kebakaran dengan metode
pembakaran balik. Pembakaran balik dilakukan karena kegiatan
pemadaman langsung tidak mungkin dilaksanakan. Pembakaran
dengan tujuan khusus untuk pembasmian hama dan penyakit
dilakukan khusus untuk mencegah menjalarnya hama dan penyakit
tanaman yang disebabkan jamur, serangga, karena tidak mungkin lagi
pemusnahan dengan penyemprotan zat kimia. Yang termasuk dalam
pengertian pembinaan habitat tumbuhan dan satwa antara lain adalah
dalam rangka pembinaan padang penggembalaan ternak. Pembakaran
dengan tujuan khusus untuk pembinaan habitat dilakukan agar tumbuh
tunas tanaman/rumput baru sebagai makanan satwa dan ternak.
Persiapan dan pembersihan lahan untuk kebun dan hutan tanaman
tidak termasuk dalam tujuan khusus atau kondisi yang tidak dapat
dielakkan.
Dari kedua kebijakan mengenai pembakaran hutan secara
terbatas diatas, dapat kita lihat bahwa dalam pelaksanaan kebijakan
tersebut, banyak sekali pelanggaran yang dapat merugikan lingkungan
hidup. Karena pembakaran secara terbatas tersebut, rawan akan
terjadinya perluasan kawasan hutan yang akan terbakar. Sehingga,
kawasan hutan yang awalnya bukan merupakan target dari
pembakaran hutan juga ikut terbakar.
27
Inilah yang menjadi hal menarik untuk menjadi pembahasan
yang akan penulis samapaikan, bahwa UU yang merupakan peraturan
tertinggi di Indoensia setelah UUD 1945 dan TAP MPR, di UU
Kehutanan dan juga UU PPLH terdapat regulasi yang berisi tentang
pembakaran hutan secara terbatas. Di BAB IV, kita akan membahas
apakah pengaturan tentang pembakaran hutan secara terbatas di UU
Kehutanan dan UU PPLH dapat diterapkan di Balai Taman Nasional
Gunung Merbabu.