ii. tinjauan pustaka dan kerangka pemikiran · tinjauan pustaka dan kerangka pemikiran 2.1....

23
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Kerangka Teori 2.1.1. Masyarakat Pesisir Menurut Saad dan Basuki (2004), masyarakat pesisir didefinisikan sebagai kelompok orang yang tinggal di daerah pesisir dan sumber kehidupan ekonomi penduduk bergantung secara langsung pada pemanfaatan sumberdaya laut dan pesisir. Definisi inipun bisa juga dikembangkan lebih jauh karena pada dasarnya banyak orang yang hidupnya bergantung pada sumberdaya laut. Mereka terdiri dari nelayan pemilik, buruh nelayan, pembudidaya ikan dan organisme laut lainnya, pedagang ikan, pengolah ikan, pemasok faktor sarana produksi perikanan. Dalam bidang non-perikanan, masyarakat pesisir bisa terdiri dari penjual jasa pariwisata, penjual jasa transportasi, serta kelompok masyarakat lainnya yang memanfaatkan sumberdaya non-hayati laut dan pesisir untuk menyokong kehidupannya. Untuk lebih operasional, Nikijuluw (2002) berpendapat, bahwa definisi masyarakat pesisir yang luas ini tidak secara keseluruhan diambil, tetapi hanya difokuskan pada kelompok nelayan dan pembudidaya ikan serta pedagang dan pengolah ikan. Kelompok ini secara langsung mengusahakan dan memanfaatkan sumberdaya ikan melalui kegiatan penangkapan dan budidaya. Kelompok ini pula yang mendominasi pemukiman di wilayah pesisir di seluruh Indonesia, di pantai pulau-pulau besar dan kecil seantero nusantara. Sebagian besar masyarakat nelayan pesisir ini adalah pengusaha skala kecil dan menengah. Namun lebih banyak dari mereka yang bersifat subsisten, menjalani usaha dan kegiatan ekonominya untuk menghidupi keluarga sendiri, dengan skala yang begitu kecil sehingga hasilnya hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan dalam jangka waktu yang sangat pendek. Dari sisi skala usaha perikanan, kelompok masyarakat pesisir miskin di antaranya terdiri dari rumah tangga perikanan yang menangkap ikan tanpa menggunakan perahu, menggunakan perahu tanpa motor, dan perahu bermotor tempel. Dengan skala usaha ini, rumah tangga ini hanya mampu menangkap ikan di daerah dekat pantai. Dalam kasus tertentu, memang mereka

Upload: lambao

Post on 02-Mar-2019

255 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN · TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Kerangka Teori 2.1.1. Masyarakat Pesisir Menurut Saad dan Basuki (2004), masyarakat pesisir

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1. Kerangka Teori

2.1.1. Masyarakat Pesisir

Menurut Saad dan Basuki (2004), masyarakat pesisir didefinisikan sebagai

kelompok orang yang tinggal di daerah pesisir dan sumber kehidupan ekonomi

penduduk bergantung secara langsung pada pemanfaatan sumberdaya laut dan

pesisir. Definisi inipun bisa juga dikembangkan lebih jauh karena pada dasarnya

banyak orang yang hidupnya bergantung pada sumberdaya laut. Mereka terdiri

dari nelayan pemilik, buruh nelayan, pembudidaya ikan dan organisme laut

lainnya, pedagang ikan, pengolah ikan, pemasok faktor sarana produksi perikanan.

Dalam bidang non-perikanan, masyarakat pesisir bisa terdiri dari penjual jasa

pariwisata, penjual jasa transportasi, serta kelompok masyarakat lainnya yang

memanfaatkan sumberdaya non-hayati laut dan pesisir untuk menyokong

kehidupannya.

Untuk lebih operasional, Nikijuluw (2002) berpendapat, bahwa definisi

masyarakat pesisir yang luas ini tidak secara keseluruhan diambil, tetapi hanya

difokuskan pada kelompok nelayan dan pembudidaya ikan serta pedagang dan

pengolah ikan. Kelompok ini secara langsung mengusahakan dan memanfaatkan

sumberdaya ikan melalui kegiatan penangkapan dan budidaya. Kelompok ini

pula yang mendominasi pemukiman di wilayah pesisir di seluruh Indonesia,

di pantai pulau-pulau besar dan kecil seantero nusantara. Sebagian besar

masyarakat nelayan pesisir ini adalah pengusaha skala kecil dan menengah.

Namun lebih banyak dari mereka yang bersifat subsisten, menjalani usaha dan

kegiatan ekonominya untuk menghidupi keluarga sendiri, dengan skala yang

begitu kecil sehingga hasilnya hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan dalam

jangka waktu yang sangat pendek.

Dari sisi skala usaha perikanan, kelompok masyarakat pesisir miskin

di antaranya terdiri dari rumah tangga perikanan yang menangkap ikan

tanpa menggunakan perahu, menggunakan perahu tanpa motor, dan perahu

bermotor tempel. Dengan skala usaha ini, rumah tangga ini hanya mampu

menangkap ikan di daerah dekat pantai. Dalam kasus tertentu, memang mereka

Page 2: II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN · TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Kerangka Teori 2.1.1. Masyarakat Pesisir Menurut Saad dan Basuki (2004), masyarakat pesisir

18

dapat pergi jauh dari pantai dengan cara bekerjasama sebagai mitra perusahaan

besar. Namun usaha dengan hubungan kemitraan seperti tidak begitu banyak

dan berarti dibandingkan dengan jumlah rumah tangga yang begitu banyak.

Menurut Mubyarto et. al. (1984) masyarakat pesisir, khususnya nelayan

secara umum, dikategorikan lebih miskin daripada keluarga petani atau pengrajin.

Kemiskinan ini dicirikan oleh pendapatan yang berfluktuasi, pengeluaran yang

konsumtif, tingkat pendidikan masyarakat yang rendah, unit kelembagaan yang

tersedia belum mendukung terjadinya pemerataan pendapatan, potensi tenaga kerja

keluarga (istri dan anak) belum dapat dimanfaatkan dengan baik, serta akses

terhadap permodalan rendah.

Kusnadi (2006) mengemukakan berdasarkan aspek geografis, masyarakat

pesisir merupakan masyarakat yang hidup, tumbuh dan berkembang dikawasan

pesisir. Mereka menggantungkan kelangsungan hidupnya dari upaya mengelola

sumber daya alam yang tersedia dilingkungannya, yakni di kawasan pesisir,

perairan (laut). Secara umum, sumberdaya perikanan (tangkap dan budidaya)

merupakan salah satu sumberdaya yang sangat penting untuk menunjang

kelangsungan hidup masyarakat pesisir.

2.1.2. Pengertian Pemberdayaan

Pemberdayaan atau empowerment merupakan istilah yang akhir-akhir ini

banyak didengar. Ini terkait dengan ketidakpuasan masyarakat terhadap model

pembangunan yang bersifat top down dan centralized, sebagaimana yang telah

dipraktekkan pada jaman Orde Baru. Dengan pendekatan tersebut, maka yang

diuntungkan dalam pembangunan hanya sekelompok kecil masyarakat,

diharapkan dari kelompok kecil tersebut akan muncul efek menetes ke bawah

(trickle down effect). Akan tetapi, sampai dengan runtuhnya rezim Orde

Baru,ternyata trickle down effect itu tidak pernah terjadi, bahkan yang muncul

adalah kesenjangan ekonomi yang cukup besar antara sekelompok elit masyarakat

dengan masyarakat kebanyakan. Selain itu, dengan kebijakan pembangunan yang

bersifat terpusat, maka roda ekonomi hanya cenderung bergerak di pusat,

sementara daerah yang sebenarnya memiliki kekayaan alam yang melimpah, tetap

saja miskin.

Page 3: II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN · TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Kerangka Teori 2.1.1. Masyarakat Pesisir Menurut Saad dan Basuki (2004), masyarakat pesisir

19

Nikijuluw (2002), menjelaskan bahwa pemberdayaan adalah suatu proses

untuk berdaya, memiliki kekuatan, kemampuan dan tenaga untuk menguasai

sesuatu. Sebagai suatu proses, maka pemberdayaan itu tidak habis-habisnya.

Selagi ada masyarakat, maka pemberdayaan masyarakat tetap dilakukan. Bisa saja

masyarakat sudah memiliki kekuatan atau sudah berdaya dalam suatu hal tertentu

tapi kemudian disadari bahwa masih ada aspek-aspek lain yang melekat dengan

masyarakat yang perlu diberdayakan.

Sebagai suatu proses, maka pemberdayaan juga menyangkut kualitas.

Kegiatan pemberdayaan, semula hanya mencapai tataran kualitas tertentu. namun

tahap selanjutnya ingin dicapai kualitas kehidupan atau status sosial ekonomi

yang lebih baik. Masyarakat biasanya tidak puas dengan status ekonomi yang

sudah diraihnya, oleh karena itu pemberdayaan perlu terus dilaksanakan. Menurut

Haque et al. (1996) , seorang ahli pembangunan desa dari Bangladesh, proses

memberdayakan masyarakat adalah membangun mereka. Selanjutnya Haque

mengemukakan bahwa pembangunan masyarakat itu adalah collective action

yang berdampak pada individual welfare, sehingga arti membangun adalah

memberdayakan individu dalam masyarakat. Memberdayakan berarti bahwa

keseluruhan personalitas seseorang yang menyangkut kesejahteraan lahir dan

batin masyarakat, ditingkatkan. Departemen Kelautan dan Perikanan melakukan

perombakan total, yaitu berusaha menggunakan pendekatan berkelanjutan,

holistik dan berbasis pada masyarakat (Dahuri 2002). Pendekatan ini berusaha

untuk semakin menyadari bahwa tanpa keberlanjutan suatu ekosistem, maka

sesungguhnya tidak akan memakmurkan pada kehidupan saat ini maupun saat

mendatang. Pemberdayaan masyarakat adalah suatu proses untuk membuat

masyarakat menjadi berdaya. Pemberdayaan itu diperlukan terutama karena

didasarkan pada asumsi bahwa suatu masyarakat sedang dalam kondisi tidak

berdaya atau kurang berdaya. Adapun secara sosiologis keadaan kurang berdaya

itu diidentikkan dengan keadaan keterbelakangan.

Page 4: II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN · TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Kerangka Teori 2.1.1. Masyarakat Pesisir Menurut Saad dan Basuki (2004), masyarakat pesisir

20

2.1.3. Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP)

Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) merupakan

salah satu program pemerintah yang diluncurkan oleh Kementerian Kelautan dan

Perikanan (KKP) yang ditujukan untuk pengentasan kemiskinan di daerah pesisir

melalui pemberdayaan masyarakat. Secara umum, PEMP mempunyai tujuan

untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir melalui pengembangan

kegiatan ekonomi, peningkatan kualitas sumberdaya manusia dan penguatan

kelembagaan sosial ekonomi dengan mendayagunakan sumberdaya perikanan dan

kelautan secara optimal dan berkelanjutan (DKP 2003).

Secara khusus, program PEMP mempunyai tujuan sebagai berikut :

1. Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan,

pengawasan dan pengembangan kegiatan ekonomi masyarakat yang

didampingi dengan pengembangan kegiatan sosial, pelestarian lingkungan

dan pengembangan infrastruktur untuk mendorong kemandirian masyarakat

pesisir.

2. Menciptakan lapangan kerja dan kesempatan berusaha utnuk meningkatkan

pendapatan masyarakat pesisir yang terkait dengan sumberdaya perikanan

dan kelautan.

3. Mengelola dan memanfaatkan sumberdaya pesisir dan laut secara optimal

dan berkelanjutan sesuai dengan kaidah kelestarian lingkungan.

4. Memperkuat kelembagaan sosial ekonomi masyarakat dan kemitraan dalam

mendukung perkembangan wilayahnya.

5. Mendorong terwujudnya mekanisme manajemen pembangunan yang

partisipasif dan transparan dalam kegiatan masyarakat.

Sasaran PEMP adalah masyarakat pesisir yang memiliki mata pencaharian

atau berusaha dengan memanfaatkan potensi pesisir seperti nelayan, pembudidaya

ikan, pengolah ikan dan kelautan, yang kurang berdaya dalam peningkatan/

penguatan usahanya. PEMP bukan bersifat hadiah, melainkan pemberdayaan

sehingga diharapkan dapat terus berkembang dan menyentuh sebagian besar

masyarakat pesisir yang menjalankan jenis usaha yang memanfaatkan sumberdaya

pesisir dan laut serta usaha lain yang terkait.

Page 5: II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN · TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Kerangka Teori 2.1.1. Masyarakat Pesisir Menurut Saad dan Basuki (2004), masyarakat pesisir

21

2.1.4. Pertumbuhan Ekonomi

Tingkat pertumbuhan perekonomian adalah kondisi dimana nilai riil produk

domestik bruto (PDB) mengalami peningkatan (Dornbusch et al, 2008). Penyebab

utama dari pertumbuhan ekonomi adalah tersedianya sejumlah sumber daya dan

peningkatan efisiensi penggunaan faktor produksi.

Pertumbuhan ekonomi dalam pengertian ekonomi makro adalah

penambahan nilai PDB riil, yang berarti peningkatan pendapatan nasional.

Pertumbuhan ekonomi ada dua bentuk: ekstensif yaitu dengan penggunaan lebih

banyak sumber daya atau intensif yaitu dengan penggunaan sejumlah sumber

daya yang lebih efisien (lebih produktif). Ketika pertumbuhan ekonomi dicapai

dengan menggunakan banyak tenaga kerja, hal tersebut tidak menghasilkan

pertumbuhan pendapatan per kapita, karena pertumbuhan ekonomi yang dicapai

harus dibagi juga dengan pertambahan penduduk (dalam hal ini tenaga kerja).

Namun ketika pertumbuhan ekonomi dicapai melalui penggunaan sumberdaya

yang lebih produktif, termasuk tenaga kerja, hal tersebut menghasilkan

pendapatan per kapita yang lebih tinggi dan meningkatkan standar hidup rata-rata

masyarakat.

Nafziger (2006) menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi adalah

peningkatan produksi suatu negara atau pendapatan per kapita. Produksi tersebut

dihitung dengan GNP (Gross National Product – Produk Nasional Bruto) atau

GNI (Gross National Income – Pendapatan Nasional Bruto) yang merupakan total

output dari negara tersebut. Pertumbuhan ekonomi berarti juga peningkatan

kapasitas perekonomian suatu wilayah dalam suatu waktu tertentu.

Konsep PDB digunakan pada tingkat nasional, sedangkan untuk tingkat

provinsi dan kabupaten/kota digunakan konsep produk domestik regional bruto

(PDRB). PDB atau PDRB dapat diukur dengan 3 macam pendekatan, yaitu

pendekatan produksi, pendekatan pendapatan dan pendekatan pengeluaran

(Tambunan, 2003). Pendekatan produksi dan pendekatan pendapatan adalah

pendekatan dari sisi penawaran agregat (Aggregate Supply - AS) sedangkan

pendekatan pengeluaran adalah pendekatan dari sisi permintaan agregat

(Aggregate Demand - AD).

Page 6: II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN · TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Kerangka Teori 2.1.1. Masyarakat Pesisir Menurut Saad dan Basuki (2004), masyarakat pesisir

22

PDRB adalah jumlah nilai output dari semua sektor ekonomi atau lapangan

usaha jika dilihat dari pendekatan produksi. Penghitungan PDRB dapat

dikelompokkan menjadi 9 sektor lapangan usaha, yaitu:

1. pertanian

2. pertambangan dan penggalian

3. industri pengolahan

4. listik, gas dan air bersih

5. bangunan

6. perdagangan, hotel dan restoran

7. pengangkutan dan komunikasi

8. keuangan, persewaan dan jasa perusahaan

9. jasa-jasa

Sehingga PDRB dapat dirumuskan sebagai:

∑=

=9

1iiNOPDRB (2.1)

dimana: i = 1,2,3, ..., 9

NOi = nilai output sektor ke – i

Penghitungan PDRB dengan pendekatan pendapatan dirumuskan sebagai

jumlah pendapatan yang diterima oleh faktor-faktor produksi yang digunakan dalam

proses produksi di masing-masing sektor. Pendapatan itu berupa upah/gaji bagi

tenaga kerja, bunga atau hasil investasi bagi pemilik modal, sewa tanah bagi pemilik

lahan dan keuntungan bagi pengusaha.

Sehingga PDRB dapat dirumuskan sebagai

∑=

=9

1iiNTBPDRB (2.2)

dimana: i = 1,2,3, ..., 9

NTBi = nilai tambah bruto sektor ke – i

PDRB menurut pendekatan pengeluaran adalah jmlah dari semua komponen

dari permintaan akhir, yaitu: konsumsi rumahtangga (C), pembentukan modal tetap

Page 7: II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN · TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Kerangka Teori 2.1.1. Masyarakat Pesisir Menurut Saad dan Basuki (2004), masyarakat pesisir

23

bruto (I), konsumsi pemerintah (G), ekspor (X) dan impor (M). Sehingga PDRB

dirumuskan sebagai :

MXGICPDRB −+++= (2.3)

Pertumbuhan PDRB atau biasa disebut pertumbuhan ekonomi dirumuskan

sebagai:

1

1

−−=∆=t

tt

PDRB

PDRBPDRBPDRBy (2.4)

Dimana:

y = PDRB∆ = pertumbuhan ekonomi

tPDRB = PDRB tahun ke - t

1−tPDRB = PDRB tahun sebelumnya (t-1)

PDRB per kapita dirumuskan sebagai:

pendudukjumlah

PDRBy perkapita = (2.5)

Pertumbuhan PDRB per kapita dirumuskan sebagai:

1

1

−−=∆t

ttperkapita y

yyy (2.6)

Sukirno (2004) menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi adalah

perkembangan kegiatan ekonomi dari waktu ke waktu dan menyebabkan

pendapatan nasional riil berubah. Tingkat pertumbuhan ekonomi menunjukkan

persentase kenaikan pendapatan nasional riil pada suatu tahun tertentu

dibandingkan dengan pendapatan nasional riil pada tahun sebelumnya.

Pendapatan nasional ini dihitung berdasarkan jumlah seluruh output barang dan

jasa yang dihasilkan oleh perekonomian suatu negara.

Pengaruh program PEMP dalam penelitian ini diukur dengan melakukan

pendekatan kuantitatif pada indikator pembangunan ekonomi. Pertumbuhan

ekonomi seperti yang dijelaskan oleh Sukirno (2004) tersebut, merupakan

indikator yang tepat untuk digunakan dalam penelitian ini, yang dapat diukur

melalui nilai Produk Domestik Bruto (PDB) maupun Produk Domestik Regional

Page 8: II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN · TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Kerangka Teori 2.1.1. Masyarakat Pesisir Menurut Saad dan Basuki (2004), masyarakat pesisir

24

Bruto (PDRB). PDB maupun PDRB secara umum digunakan sebagai pendekatan

dalam mengukur kinerja pembangunan ekonomi (Sen, 1988).

PDB merupakan pendapatan total dan pengeluaran total nasional atas

output barang dan jasa yang dihasilkan oleh suatu negara. PDB dapat mengukur

pertumbuhan ekonomi suatu negara, karena PDB merupakan nilai tambah yang

merupakan refleksi dari seluruh kegiatan ekonomi di suatu negara (Mankiw,

2007). Nilai PDB ini merupakan indikator yang umum digunakan sebagai

gambaran tingkat pertumbuhan ekonomi suatu daerah.

2.1.5. Ketimpangan Pendapatan

Ketimpangan pendapatan adalah suatu kondisi dimana distribusi pendapatan

yang diterima masyarakat tidak merata. Ketimpangan ditentukan oleh tingkat

pembangunan, heterogenitas etnis, ketimpangan juga berkaitan dengan kediktatoran

dan pemerintah yang gagal menghargai property rights (Glaeser,2006).

Alesina dan Rodrik (1994) menyatakan bahwa ketimpangan pendapatan

akan menghambat pertumbuhan dan tentunya menyebabkan kebijakan redistribusi

pendapatan akan menjadi mahal.

Sumber: Bourguignon (2004)

Gambar 2.1. The Poverty-Growth-Inequality Triangle

Kemiskinan absolut dan penurunan kemiskinan

“Strategi Pembangunan”

Distribusi dan Perubahan Distribusi pendapatan

Tingkat pendapatan agregat dan pertumbuhan

Page 9: II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN · TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Kerangka Teori 2.1.1. Masyarakat Pesisir Menurut Saad dan Basuki (2004), masyarakat pesisir

25

Bourguignon (2004) menyatakan bahwa ketimpangan merujuk pada

adanya disparitas pendapatan relatif penduduk. Disparitas dalam pendapatan ini

didapat setelah menormalisasi seluruh pengamatan dengan rata-rata populasi

sehingga membuatnya sebagai skala yang independen terhadap pendapatan.

Ketimpangan pendapatan memiliki hubungan yang cukup erat dengan

pertumbuhan ekonomi dan kemiskinan, sehingga dikembangkanlah kerangka

konseptual the poverty-growth-inequality triangle untuk melihat hubungan ketiga

variabel ini (Gambar 2.1).

Ketimpangan pendapatan terjadi apabila sebagian besar penduduk

memperoleh pendapatan yang rendah dan pendapatan yang besar hanya dinikmati

oleh sebagian kecil penduduk. Semakin besar perbedaan pendapatan yang

diterima masing-masing kelompok menunjukkan semakin besarnya ketimpangan.

Adanya ketimpangan yang tinggi antara kelompok kaya dan miskin menurut

Todaro dan Smith (2006) akan menimbulkan setidaknya dua dampak negatif

yaitu:

1. Terjadinya inefisiensi ekonomi. Hal ini dikarenakan semakin banyak

penduduk yang kesulitan mengakses kredit terutama penduduk miskin,

sedangkan penduduk kaya cenderung lebih konsumtif untuk barang mewah.

2. Melemahkan stabilitas dan solidaritas sosial.

Terdapat beragam ukuran dalam menilai ketimpangan pendapatan suatu

wilayah. Indeks gini adalah salah satu ukuran dalam mengukur ketimpangan,

selain itu terdapat beberapa ukuran lainnya, antara lain Indeks Theil, kriteria Bank

Dunia dan Indeks Williamson. Indeks gini merupakan ukuran ketimpangan yang

paling sering digunakan. Hal ini disebabkan penghitungan indeks gini yang relatif

mudah dan dapat menggunakan berbagai pendekatan baik pengeluaran atau

pendapatan, sehingga dapat mengukur perbedaan tingkat daya beli masyarakat

secara riil. Berdasarkan alasan tersebut, penelitian ini menggunakan indeks gini

dalam mengukur ketimpangan pendapatan.

Penghitungan indeks gini menggunakan data pengeluaran rumahtangga

yang dikumpulkan oleh BPS setiap tahun melalui SUSENAS (Survei Sosial

Ekonomi Nasional). Data nilai besarnya pengeluaran digunakan sebagai

Page 10: II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN · TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Kerangka Teori 2.1.1. Masyarakat Pesisir Menurut Saad dan Basuki (2004), masyarakat pesisir

26

pendekatan untuk menghitung pendapatan rumahtangga. Pendekatan ini

dianggap lebih mencerminkan keadaan sebenarnya, meskipun ada juga

kelemahan-kelemahan dari pendekatan ini.

Hidayat dan Patunru (2007) mengungkapkan bahwa penghitungan indeks

gini dengan menggunakan data pengeluaran cenderung lebih rendah daripada

indeks gini yang dihitung dengan data pendapatan. Hal ini karena data

pengeluaran kemungkinan hanya dapat menggambarkan besarnya pendapatan

pada penduduk berpendapatan rendah dan menengah, tetapi tidak untuk

penduduk berpendapatan tinggi.

Indeks gini adalah ukuran ketimpangan agregat yang nilainya berkisar antara

nol dan satu. Nilai indeks gini 0 (nol) artinya tidak ada ketimpangan (pemerataan

sempurna) sedangkan nilai 1 (satu) artinya ketimpangan sempurna. Ketimpangan

pendapatan dalam masyarakat dapat dikelompokkan sebagai ketimpangan rendah,

sedang atau tinggi. Pengelompokkan ini sesuai dengan ukuran ketimpangan yang

digunakan. Nilai indeks gini pada negara-negara yang ketimpangannya tinggi

berkisar antara 0,50 hingga 0,70, sedangkan untuk negara-negara yang distribusi

pendapatanya relatif merata, nilainya antara 0,20 hingga 0,35 (Todaro dan Smith,

2006).

Indeks gini dihitung dengan menggunakan Kurva Lorenz. Indeks gini

dirumuskan sebagai rasio antara luas bidang yang terletak antara Kurva Lorenz dan

garis diagonal (luas bidang A) dengan luas separuh segi empat dimana Kurva

Lorenz berada (luas bidang BCD). Rumusan ini di ilustrasikan pada Gambar 2.2. di

bawah ini.

.

(2.7)

Indeks Gini = Luas bidang A

Luas bidang BCD

Page 11: II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN · TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Kerangka Teori 2.1.1. Masyarakat Pesisir Menurut Saad dan Basuki (2004), masyarakat pesisir

27

Sumber: Todaro dan Smith (2006)

Gambar 2.2. Kurva Lorenz

Cara lain untuk menghitung Indeks Gini adalah dengan menggunakan

formula berikut (Wodon dan Yitzhaki, 2002):

y

FyCovGini

),(2= (2.8)

dimana:

y = pendapatan individu atau rumahtangga

F = rank individu atau rumahtangga dalam distribusi pendapatan

(nilainya antara 0 = paling miskin dan 1 = paling kaya)

y = pendapatan rata-rata

Indeks Gini relatif mudah untuk diinterpretasikan. Misalkan diketahui Indeks

Gini dalam suatu masyarakat adalah 0,4. Artinya, jika rata-rata pendapatan per

kapita masyarakat tersebut sebesar Rp 1 juta, maka ekspektasi perbedaan pendapatan

per kapita antara dua individu yang diambil secara acak akan sebesar Rp 0,4 juta (0,4

x Rp 1 juta).

Interpretasi melalui kurva Lorenz juga relatif mudah. Jika kurva Lorenz

terletak relatif jauh dari garis 450 , berarti ketimpangan besar. Semakin mendekati

garis 450, maka ketimpangan semakin kecil (semakin merata).

Page 12: II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN · TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Kerangka Teori 2.1.1. Masyarakat Pesisir Menurut Saad dan Basuki (2004), masyarakat pesisir

28

2.1.6. Tingkat Pengangguran Terbuka

Salah satu persoalan mendasar dalam aspek ketenagakerjaan adalah

pengangguran. Mulai tahun 2001 definisi pengangguran terbuka mengikuti

rekomendasi International Labour Organization (ILO). Pengangguran Terbuka

(Open Unemployment) adalah orang yang masuk dalam angkatan kerja (15 tahun

keatas) yang sedang mencari pekerjaan, yang mempersiapkan usaha, yang tidak

mencari pekerjaan karena merasa tidak mungkin mendapatkan pekerjaan dan yang

sudah punya pekerjaan tetapi belum mulai bekerja, dan pada waktu yang

bersamaan mereka tidak bekerja (jobless). Penghitungan Tingkat Pengangguran

Terbuka (TPT) menggunakan data ketenagakerjaan yang dikumpulkan oleh

BPS setiap tahun melalui SAKERNAS (Survei Angkatan Kerja Nasional).

TPT dihitung dengan rumus:

(2.9)

Selain pengangguran terbuka, juga dikenal istilah Setengah Pengangguran

(Under Unemployment) yaitu tenaga kerja yang tidak bekerja secara optimal yang

bekerja kurang dari 35 jam selama seminggu. Permasalahan pengangguran dan

setengah pengangguran ini merupakan persoalan serius karena dapat

menyebabkan tingkat pendapatan nasional dan tingkat kemakmuran masyarakat

tidak mencapai potensi maksimal.

Pengangguran dapat dibedakan beberapa jenis berdasarkan penyebabnya

antara lain :

a. Pengangguran Struktural adalah pengangguran yang terjadi karena adanya

perubahan dari struktur perekonomian. Penduduk yang tidak mempunyai

keahlian yang cukup untuk memasuki sektor baru sehingga mereka

menganggur. Contoh : Para petani kehilangan pekerjaan karena daerahnya

berubah fungsi dari daerah agraris menjadi daerah industri.

b. Pengangguran Siklus adalah pengangguran yang terjadi karena menurunnya

kegiatan perekonomian (seperti resesi) sehingga menyebabkan berkurangnya

permintaan masyarakat.

c. Pengangguran Musiman adalah pengangguran yang muncul akibat adanya

pergantian musim misalnya pergantian musim panen ke musim tanam.

Page 13: II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN · TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Kerangka Teori 2.1.1. Masyarakat Pesisir Menurut Saad dan Basuki (2004), masyarakat pesisir

29

d. Pengangguran friksional adalah pengangguran yang muncul akibat adanya

ketidaksesuaian antara pemberi kerja dan pencari kerja.

e. Pengangguran teknologi adalah pengangguran yang terjadi karena adanya

penggunaan alat-alat teknologi yang semakin modern sebagai subtitusi tenaga

kerja manusia.

2.1.7. Konsep Kemiskinan

Berbagai konsep mengenai kemiskinan dikemukakan oleh para ahli,

diantaranya Bellinger (2007) yang berpendapat bahwa kemiskinan memiliki dua

dimensi yaitu dimensi pendapatan dan non pendapatan. Kemiskinan dalam

dimensi pendapatan didefinisikan sebagai keluarga yang memiliki pendapatan

rendah, sedangkan dari dimensi non pendapatan ditandai dengan adanya

ketidakmampuan, ketiadaan harapan, tidak adanya perwakilan dan kebebasan.

Kemiskinan dari sisi pendapatan lebih sering didiskusikan karena lebih mudah

diukur, dan dapat dibedakan menjadi kemiskinan relatif dan kemiskinan absolut.

Todaro dan Smith (2006) berpendapat bahwa kemiskinan absolut adalah

sejumlah penduduk yang tidak mampu mendapatkan sumberdaya yang cukup

untuk memenuhi kebutuhan dasar. Mereka hidup di bawah tingkat pendapatan riil

minimum tertentu, atau dapat dikatakan hidup di bawah garis kemiskinan

internasional, selain kemiskinan absolut, beberapa ekonom mencoba

mengkalkulasikan indikator jurang kemiskinan total yang mengukur pendapatan

total yang diperlukan untuk mengangkat mereka yang masih di bawah garis

kemiskinan ke atas garis tersebut. Kemiskinan relatif merupakan ukuran mengenai

kesenjangan di dalam distribusi pendapatan, biasanya berkaitan dengan ukuran di

bawah tingkat rata-rata distribusi pendapatan nasional, gini rasio merupakan salah

satu contoh ukuran kemiskinan relatif.

Bank Dunia (1990) menyatakan bahwa garis kemiskinan berbeda untuk

tiap negara, tetapi yang umum dijadikan standar untuk membandingkan antar

negara adalah garis kemiskinan internasional yang menggunakan pendapatan

perkapita sebesar US$ 1 per hari. US dollar yang digunakan adalah US $ PPP

(Purchasing Power Parity), bukan nilai tukar resmi (exchange rate). Studi yang

dilakukan oleh Chen dan Ravallion (2008) menyatakan bahwa menurut standar

Page 14: II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN · TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Kerangka Teori 2.1.1. Masyarakat Pesisir Menurut Saad dan Basuki (2004), masyarakat pesisir

30

PPP dari International Comparison Program (ICP) tahun 2005 bahwa garis

kemiskinan internasional sebesar US$ 1 per hari tidak lagi sesuai dengan nilai

PPP tahun 2005, untuk itu Chen dan Ravallion menyatakan bahwa garis

kemiskinan internasional yang lebih tepat dengan menggunakan nilai PPP tahun

2005 dari ICP adalah sebesar US$ 1,25 per hari.

Badan Pusat Statistik (2007) mendefinisikan kemiskinan sebagai kondisi

seseorang yang hanya dapat memenuhi makannya kurang dari 2100 kalori

perkapita per hari yang setara dengan beras 320 kg/kapita/tahun di pedesaan dan

480 kg/kapita/tahun di daerah perkotaan. Garis kemiskinan yang ditetapkan BPS

pada tahun 2008 sebesar Rp 204,896 untuk daerah perkotaan dan Rp 161,831

untuk daerah pedesaan. Garis kemiskinan juga berbeda-beda untuk tiap daerah

tergantung besarnya biaya hidup minimum masing-masing daerah. Penghitungan

indikator kemiskinan yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) tidak

terbatas pada jumlah dan persentase penduduk miskin, BPS juga menghitung rasio

kedalaman kemiskinan (poverty gap ratio) dan Indeks keparahan kemiskinan

(poverty severity index) dengan menggunakan metode Foster-Greer-Thorbecke

(FGT), yang dirumuskan sebagai:

∑=

−=

q

1i

i

z

yz

N

1P

αααα

αααα (2.10)

dimana:

z = besarnya garis kemiskinan yang ditetapkan.

N = jumlah penduduk.

q = banyaknya penduduk yang di bawah garis kemiskinan.

yi = rata-rata pengeluaran perkapita sebulan penduduk yang berada di

bawah garis kemiskinan (i = 1, 2, 3, .......q), yi < q.

α = 0,1 dan 2.

Jika α = 0 maka diperoleh persentase penduduk miskin (P0); jika α = 1

adalah Indeks kedalaman kemiskinan (P1); dan jika α = 2 adalah Indeks keparahan

kemiskinan (P2). Indeks kedalaman kemiskinan P1 merupakan ukuran rata-rata

kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap batas

kemiskinan. Semakin tinggi nilai P1 berarti semakin besar kesenjangan

pengeluaran penduduk miskin terhadap garis kemiskinan atau menunjukkan

Page 15: II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN · TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Kerangka Teori 2.1.1. Masyarakat Pesisir Menurut Saad dan Basuki (2004), masyarakat pesisir

31

kehidupan ekonomi penduduk miskin semakin terpuruk. Sedangkan P2 sampai

batas tertentu dapat memberikan gambaran mengenai penyebaran pengeluaran di

antara penduduk miskin, dan dapat juga untuk mengetahui intensitas kemiskinan.

Metode penghitungan penduduk miskin yang dilakukan BPS sejak

pertama kali hingga saat ini menggunakan pendekatan yang sama yaitu

pendekatan kebutuhan dasar (basic needs). Dengan pendekatan ini, kemiskinan

dikonseptualisasikan sebagai ketidakmampuan dalam memenuhi kebutuhan dasar.

Dengan kata lain, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi

ekonomi untuk memenuhi kebutuhan makanan maupun non makanan yang

bersifat mendasar.

Beberapa ahli yang mendalami masalah kemiskinan membagi ukuran

kemiskinan tidak hanya berdasarkan P1 dan P2 saja, namun berdasarkan tipe

kemiskinan. Tipe kemiskinan menurut Jalan dan Ravallion (1998) dapat

dibedakan menjadi dua jenis, yaitu chronic poverty dan transient poverty.

Kemiskinan kronis (chronic poverty) dapat diartikan kondisi dimana suatu

individu yang tergolong miskin pada suatu waktu, kemiskinannya terus meningkat

dan berada pada tingkat kesejahteraan yang rendah dalam jangka panjang.

Kemiskinan sementara (transient poverty) adalah kondisi kemiskinan yang terjadi

pada suatu waktu hanya bersifat sementara (tidak permanen), yang dikarenakan

penurunan standar hidup individu dalam jangka pendek. Kebijakan yang berbeda

diperlukan dalam menangani kedua tipe kemiskinan ini. Investasi jangka panjang

untuk orang miskin seperti peningkatan modal fisik maupun modal manusia

merupakan kebijakan yang sesuai untuk menangani kemiskinan chronic poverty,

sedangkan asuransi dan skema stabilisasi pendapatan yang memproteksi

rumahtangga dari guncangan ekonomi (economic shocks) akan menjadi kebijakan

yang penting ketika tipe kemiskinan yang terjadi adalah transient poverty.

Page 16: II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN · TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Kerangka Teori 2.1.1. Masyarakat Pesisir Menurut Saad dan Basuki (2004), masyarakat pesisir

32

2.2. Tinjauan Penelitian Terdahulu

2.2.1. Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP)

Penelitian mengenai program PEMP pernah dilakukan oleh Subagio

(2007) dengan tujuan untuk menganalisis dampak PEMP terhadap pendapatan

sasaran program dan mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan

sasaran program. Hasilnya menunjukkan bahwa program PEMP di Subang dan

Cirebon memberikan dampak nyata pada peningkatan pendapatan masyarakat.

Bandjar (2009) meneliti tentang program PEMP dari sisi strategi peningkatan

mutu program PEMP di Kabupaten Maluku Tenggara. Dalam penelitiannya,

Bandjar menggunakan 5 elemen kinerja program antara lain kelembagaan PEMP,

pengelolaan Lembaga Ekonomi Pengembangan Pesisir (LEPP), kapasitas

pemanfaat, kemitraan dan pemangku kepentingan. Analisis yang digunakan adalah

Multi Dimentional Scalling (MDS) yang hasilnya menunjukkan bahwa kinerja

program PEMP secara menyuluruh tergolong cukup.

Penelitian Astuti (2004) mengenai Manfaat PEMP terhadap Pendapatan

Masyarakat Nelayan Tradisional di Kabupaten Lamongan memberikan hasil

bahwa selisih pendapatan sesudah dan sebelum mengikuti program PEMP

terdapat perbedaan peningkatan pendapatan nelayan dengan taraf signifikansi

sebesar 0,037.

Penelitian mengenai adanya program PEMP tidak selalu memberikan hasil

yang positif, terutama dari sisi mekanisme pengelolaan program pelaksanaannya.

Kajian yang dilakukan oleh Aisyah et. al. (2010) mengenai Prestasi Program

PEMP di Jakarta Utara diperoleh temuan sebagai berikut: 1)Pelaksanaan program di

tingkat kabupaten dan kecamatan tidak sesuai prosedur yang sudah ditentukan. 2)

Hasil evaluasi menunjukkan bahwa Dana Ekonomi Produktif banyak dimanfaatkan

oleh pedagang yang tidak miskin. 3) Masyarakat pesisir tidak mampu untuk

mengajukan pinjaman, jika meminjam umumnya tidak mampu untuk melunasi

pinjaman.

Page 17: II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN · TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Kerangka Teori 2.1.1. Masyarakat Pesisir Menurut Saad dan Basuki (2004), masyarakat pesisir

33

2.2.2. Hubungan antara Pertumbuhan Ekonomi dengan Ketimpangan

Pendapatan

Penelitian mengenai hubungan korelasi yang positif antara pertumbuhan

ekonomi dengan ketimpangan pendapatan dilakukan dengan fokus negara

tunggal. Ravallion dan Datt (1996) menggunakan data time series (1951-1991),

melakukan penelitian di India mengenai dampak pertumbuhan ekonomi sektoral

dan migrasi dari desa ke kota terhadap kemiskinan di daerah perkotaan dan

perdesaan. Sebagai pendekatan pendapatan per kapita, digunakan jumlah produk

domestik (GDP) riil per kapita, sedangkan indikator ketimpangan pendapatan

menggunakan indeks gini yang dihitung berdasarkan konsumsi per kapita. Hasil

penelitiannya menunjukkan bahwa selama periode tersebut, rata-rata pendapatan

per kapita meningkat. Sementara itu, pada waktu yang bersamaan tingkat

ketimpangan pendapatan terjadi kecenderungan penurunan.

Wodon (1999) dengan menggunakan spesifikasi model data panel dalam

bentuk log-log dan melibatkan 70 observasi secara nasional (30 observasi untuk

daerah perkotaan dan 40 observasi untuk daerah perdesaan) selama periode tahun

1983-1996, juga melakukan penelitian mengenai pertumbuhan ekonomi,

kemiskinan dan ketimpangan pendapatan baik secara nasional maupun menurut

daerah perkotaan dan daerah perdesaan di Bangladesh. Untuk menggambarkan

hubungan antara pertumbuhan ekonomi dengan ketidakmerataan, Wodon

mengajukan model:

Log Gkt = αk + β Log Rkt + ξkt (2.11)

dimana:

Gkt : indeks Gini untuk area ke k-periode ke t,

Rkt : pertumbuhan ekonomi untuk area ke k periode ke t,

αk : common/fixed/random effect untuk area ke k,

ξkt : disturbance term

Berdasarkan hasil penelitiannya, Wodon menyimpulkan bahwa terdapat

hubungan korelasi yang positif antara pertumbuhan ekonomi dengan ketimpangan

pendapatan baik secara nasional maupun di daerah perkotaan, dimana nilai

estimasi parameternya untuk daerah perkotaan lebih besar daripada secara

Page 18: II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN · TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Kerangka Teori 2.1.1. Masyarakat Pesisir Menurut Saad dan Basuki (2004), masyarakat pesisir

34

nasional. Sedangkan untuk daerah perdesaan tidak terdapat hubungan yang

sistematik antara pertumbuhan ekonomi dengan ketidakmerataan pendapatan.

Ketimpangan pendapatan yang telah diterima oleh berbagai kelompok

masyarakat (kondisi awal), dalam jangka panjang akan mengakibatkan terjadinya

ketimpangan dalam distribusi kekayaan. Ketimpangan ini mendorong terjadinya

perbedaan baik dalam kepemilikan aset dan tabungan masyarakat (investasi) serta

status sosial-politik, bahkan dapat mendorong terjadinya ketidakstabilan politik.

Penelitian yang telah dilakukan peneliti-peneliti berikut ini telah menunjukkan

adanya pengaruh dari ketimpangan terhadap pertumbuhan ekonomi.

Alesina dan Rodrik (1994), melakukan penelitian mengenai pengaruh dari

ketidakmerataan pendapatan terhadap pertumbuhan ekonomi melalui ekonomi

politik, yaitu dengan menggunakan indeks Gini pendapatan dan kepemilikan

tanah sebagai dua indikator ketidakmerataan. Hasilnya ketidakmerataan

pendapatan dan kepemilikan tanah mempunyai korelasi negatif dengan laju

pertumbuhan ekonomi. Hal ini menunjukkan bahwa ketidakmerataan pendapatan

dan kepemilikan tanah yang semakin membesar akan mengurangi laju

pertumbuhan ekonomi selanjutnya.

Alesina dan Perotti (1996), meneliti pengaruh ketidakmerataan pendapatan

terhadap pertumbuhan ekonomi melalui ketidakstabilan politik dan investasi.

Hasilnya ketidakmerataan pendapatan meningkatkan ketidakstabilan politik dan

pada gilirannya menurunkan investasi. Konskwensinya, ketidakmerataan

pendapatan dengan investasi mempunyai mempunyai hubungan korelasi yang

negatif. Karena investasi adalah pendorong utama dari pertumbuhan ekonomi,

maka peningkatan ketidakmerataan pendapatan akan menurunkan laju

pertumbuhan ekonomi .

Chambers (2003), meneliti hubungan antara ketidakmerataan pendapatan,

investasi dan pengeluaran pemerintah dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan

ekonomi. Hasilnya adalah tanpa investasi dan atau pengeluaran pemerintah yang

cukup, ketidakmerataan pendapatan yang lebih tinggi justru meningkatkan

pertumbuhan ekonomi selanjutnya. Akan tetapi, jika investasi dan atau

pengeluaran pemerintah adalah hal yang substansil, ketimpangan pendapatan yang

lebih tinggi boleh jadi mengurangi pertumbuhan ekonomi selanjutnya.

Page 19: II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN · TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Kerangka Teori 2.1.1. Masyarakat Pesisir Menurut Saad dan Basuki (2004), masyarakat pesisir

35

2.2.3. Hubungan antara Tingkat Kemiskinan, Pertumbuhan Ekonomi dan

Ketimpangan Pendapatan

Dalam penelitiannya mengenai kemiskinan di daerah pedesaan di

Republik Rakyat China (RRC), Lin (2003) menggunakan data time series yang

terdiri dari data pendapatan bersih per kapita, indeks gini, dan berbagai ukuran

kemiskinan, serta dengan mengasumsikan bahwa distribusi pendapatan mengikuti

suatu pola distribusi log normal dan dengan melakukan dekomposisi indeks

pengurangan kemiskinan menurut pendapatan per kapita dan ketimpangan

pendapatan. Lin (2003) menemukan fakta bahwa pertumbuhan ekonomi yang

terjadi di RRC antara tahun 1985 dan 2001 selain mengurangi kemiskinan juga

meningkatkan ketimpangan yang pada akhirnya mengurangi efektifitas

pengurangan kemiskinan.

Telah diuraikan pada bagian sebelumnya bahwa pertumbuhan ekonomi

mempunyai pengaruh yang positif terhadap pengurangan kemiskinan, yang berarti

terdapat hubungan korelasi negatif antara pertumbuhan ekonomi dengan angka

kemiskinan. Pertumbuhan ekonomi juga diasosiasikan dengan ketidakmerataan

pendapatan, dimana meningkatnya ketidakmerataan pendapatan akan mengurangi

efektifitas pengurangan kemiskinan, terdapat trade-off antara ketidakmerataan

pendapatan dengan pengurangan kemiskinan. Untuk itu telah banyak dilakukan

penelitian dengan tujuan melakukan dekomposisi terhadap pengurangan

kemiskinan, yaitu yang berasal dari pertumbuhan ekonomi dan dari ketimpangan

pendapatan.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Lin (2003) di daerah perdesaan

(RRC) menunjukkan adanya konsistensi terhadap komposisi penyebab terjadi

penurunan kemiskinan, dimana pertumbuhan ekonomi selalu mengurangi

kemiskinan sedangkan ketidakmerataan pendapatan juga selalu mengurangi

efektifitas pengurangan kemiskinan yang disebabkan oleh pertumbuhan ekonomi.

Adam (2004) melakukan penelitian mengenai elastisitas kemiskinan

terhadap pertumbuhan ekonomi (komponen pengurangan kemiskinan yang

berasal dari pertumbuhan ekonomi), yaitu dengan menggunakan panel data 60

negara berkembang (tidak termasuk negara-negara Eropa Timur dan Asia

Tengah), garis kemiskinan sebesar 1 Dollar/ kapita/ hari, dan dengan model first

Page 20: II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN · TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Kerangka Teori 2.1.1. Masyarakat Pesisir Menurut Saad dan Basuki (2004), masyarakat pesisir

36

difference log-log. Penelitiannya menghasilkan kesimpulan bahwa elastisitas

kemiskinan terhadap pertumbuhan ekonomi mempunyai nilai berbeda tergantung

proxy terhadap data pertumbuhan ekonomi yang digunakannya. Jika

menggunakan data konsumsi, elastisitasnya adalah -2,79, yang berarti bahwa

kenaikan 10 persen dari konsumsi akan menurunkan kemiskinan sebesar 27,9

persen. Sedangkan bila pertumbuhan ekonomi diukur dengan menggunakan data

perubahan GDP per kapita akan menghasilkan elastisitas sebesar -2,27 (tidak

signifikan).

Wodon (1999) juga melakukan dekomposisi terhadap pengurangan

kemiskinan, yaitu dengan mengukur elastisitas (gross) dari kemiskinan terhadap

pertumbuhan ekonomi (J),elastisitas dari ketidakmerataan pendapatan terhadap

pertumbuhan ekonomi (E), elastisitas dari kemiskinan terhadap ketidakmerataan

pendapatan (G ) dan elastisitas (net) dari kemiskinan terhadap pertumbuhan

ekonomi (O ). Untuk mengukur elastisitas-elastisitas tersebut diatas, Wodon

menggunakan model sebagai berikut:

Log Pkt = ϖ k + γ LogRkt + δ LogGkt + vkt (2.12)

dimana:

ktP : angka kemiskinan (Head Count Index) untuk area ke k, periode ke t,

Rkt : Pertumbuhan ekonomi untuk area ke k, periode ke t,

Gkt : Indeks Gini untuk area ke k, periode ke t,

kϖ : common/fixed/random effect untuk area ke k,

vkt : disturbance term

Hasil penelitian Wodon untuk angka kemiskinan (HCI) dengan

menggunakan batas bawah dari garis kemiskinan dan model fixed effect, terlihat

adanya konsistensi arah (positif/negatif) untuk setiap estimasi parameter

elastisitas baik secara nasional, daerah perkotaan maupun untuk daerah perdesaan.

Namun ada parameter yang tidak signifikan untuk daerah perdesaan, yaitu

parameter antara pertumbuhan ekonomi dengan ketidakmerataan pendapatan.

Pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap penurunan kemiskinan lebih terasa

didaerah perdesaan daripada secara nasional maupun daerah perkotaan.

Page 21: II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN · TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Kerangka Teori 2.1.1. Masyarakat Pesisir Menurut Saad dan Basuki (2004), masyarakat pesisir

37

2.2.4. Hubungan antara Kemiskinan, Pertumbuhan Ekonomi, Ketimpangan

Pendapatan dan Pengangguran

Model regresi yang dipakai untuk menjelaskan hubungan antara

kemiskinan, pertumbuhan ekonomi, ketimpangan pendapatan dan pengangguran

mengacu kepada model yang dikembangkan oleh Xin Meng dkk pada tahun

2005 dalam penelitiannya yang berjudul “Poverty, Inequality, and Growth in

Urban China, 1986-2000”. Dalam penelitiannya, Xin Meng et. al. (2005)

mengembangkan suatu model kemiskinan, dalam modelnya tersebut kemiskinan

merupakan fungsi dari pendapatan, tingkat ketimpangan, tingkat tabungan, tingkat

kenaikan harga, persentase pengeluaran untuk pendidikan, perumahan dan

kesehatan terhadap total pengeluaran serta fungsi dari suatu variabel kontrol

dalam hal ini pengangguran.

Mengacu kepada model Xin Meng, model persamaan regresi yang

dibentuk yaitu untuk peubah tidak bebas (dependent variable) digunakan

persentase penduduk miskin sedangkan peubah bebasnya (independent variable)

adalah PDRB harga konstan, gini rasio, tingkat pengangguran terbuka (TPT).

Data yang digunakan adalah data kabupaten/kota (cross section).

Model selengkapnya adalah sebagai berikut:

P0it = β 0 + β 1 * (PDRBit ) + β 2 * (Giniit) + β 3* (TPTit ) + eit (2.13)

dimana:

P0 = % penduduk miskin (Head Count Index)

PDRBHK = Produk Domestik Regional Bruto atas dasar harga konstan

Gini = Gini rasio

TPT = Tingkat Pengangguran Terbuka

i = Kabupaten/kota ke-i

t = Tahun pengamatan

eit = disturbance term

Page 22: II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN · TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Kerangka Teori 2.1.1. Masyarakat Pesisir Menurut Saad dan Basuki (2004), masyarakat pesisir

38

2.3. Kerangka Pemikiran

Untuk mendapatkan keterkaitan antara program PEMP dengan

pertumbuhan ekonomi, ketimpangan pendapatan, pengangguran dan kemiskinan,

berikut dalam penelitian ini disampaikan kerangka penelitian yang dibangun

(Gambar 2.3).

Gambar 2.3. Kerangka Pemikiran Penelitian

IMPLEMENTASI PROGRAM PEMP

ANALISIS DATA PANEL

ANALISIS PRO POOR GROWTH /GIC

ANALISIS KUADRAN

Hasil Penelitian dan Pembahasan

Kesimpulan dan Saran

Dinamika Kabupaten/Kota Pesisir

(ANALISIS DESKRIPTIF)

Perekonomian Penyerapan Tenaga Kerja

Peningkatan Pendapatan Riil/Konsumsi Maasyarakat

Peningkatan Pertumbuhan Penurunan

Pengangguran Penurunan Ketimpangan

Pendapatan

PROGRAM PEMP DI KABUPATEN PESISIR

KEBIJAKAN KKP (3 PILAR PEMBANGUNAN KKP)

Penurunan Kemiskinan

Page 23: II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN · TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Kerangka Teori 2.1.1. Masyarakat Pesisir Menurut Saad dan Basuki (2004), masyarakat pesisir

39

2.4. Hipotesis Penelitian

Hipotesis yang disusun dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Program PEMP dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi tingkat regional di

kabupaten/kota pesisir.

2. Program PEMP mampu menurunkan ketimpangan pendapatan masyarakat di

kabupaten/kota pesisir.

3. Program PEMP dapat menurunkan pengangguran melalui penciptaan

lapangan pekerjaan masyarakat di kabupaten/kota pesisir.

4. Program PEMP dapat menurunkan kemiskinan di kabupaten/kota pesisir.

5. Terdapat pola hubungan antara program PEMP, pertumbuhan ekonomi,

ketimpangan pendapatan, pengangguran dan kemiskinan di kabupaten/kota

pesisir.