bab ii landasan teori dan kerangka pemikiran a. tinjauan...

18
7 BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN A. TINJAUAN PUSTAKA 1. Teori Keagenan (Agency Theory) Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa hubungan keagenan adalah sebuah kontrak antara manajer (agent) dengan investor (principal). Investor atau principal adalah pemegang saham dan agen adalah manajemen yang mengelola perusahaan. Pemegang saham memberikan tanggung jawab kepada pihak manajemen untuk pengelolaan perusahaan, dan agen berkewajiban untuk mengelola perusahaan dengan maksimal. Permasalahan yang muncul akibat sistem kepemilikan perusahaan seperti ini adalah agen tidak selalu membuat keputusan-keputusan yang bertujuan untuk memenuhi kepentingan terbaik principal. Asumsi utama dari teori keagenan ini adalah tujuan dari agen maupun principal. Agen atau manajer cenderung mementingkan kepentingan pribadi dalam pengelolaan perusahaan dan mengorbankan kepentingan para pemegang saham. Sebagai pengelola perusahaan, manajer lebih mengetahui keadaan dan prospek perusahaan daripada para pemegang saham. Manajer berkewajiban memberikan sinyal mengenai kondisi perusahaan kepada pemilik sebagai wujud dari tanggung jawab atas pengelolaan perusahaan namun terkadang informasi yang disampaikan tidak sesuai dengan kondisi perusahaan sebenarnya (asimetri informasi) sehingga hal ini memacu terjadinya konflik keagenan.

Upload: others

Post on 16-Mar-2021

13 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN A. TINJAUAN …eprints.kwikkiangie.ac.id/1313/3/25130393 - BAB II.pdf · BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN A. TINJAUAN PUSTAKA

7

BAB II

LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

A. TINJAUAN PUSTAKA

1. Teori Keagenan (Agency Theory)

Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa hubungan keagenan

adalah sebuah kontrak antara manajer (agent) dengan investor (principal).

Investor atau principal adalah pemegang saham dan agen adalah manajemen

yang mengelola perusahaan. Pemegang saham memberikan tanggung jawab

kepada pihak manajemen untuk pengelolaan perusahaan, dan agen berkewajiban

untuk mengelola perusahaan dengan maksimal.

Permasalahan yang muncul akibat sistem kepemilikan perusahaan

seperti ini adalah agen tidak selalu membuat keputusan-keputusan yang

bertujuan untuk memenuhi kepentingan terbaik principal. Asumsi utama dari

teori keagenan ini adalah tujuan dari agen maupun principal. Agen atau manajer

cenderung mementingkan kepentingan pribadi dalam pengelolaan perusahaan

dan mengorbankan kepentingan para pemegang saham. Sebagai pengelola

perusahaan, manajer lebih mengetahui keadaan dan prospek perusahaan daripada

para pemegang saham. Manajer berkewajiban memberikan sinyal mengenai

kondisi perusahaan kepada pemilik sebagai wujud dari tanggung jawab atas

pengelolaan perusahaan namun terkadang informasi yang disampaikan tidak

sesuai dengan kondisi perusahaan sebenarnya (asimetri informasi) sehingga hal

ini memacu terjadinya konflik keagenan.

Page 2: BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN A. TINJAUAN …eprints.kwikkiangie.ac.id/1313/3/25130393 - BAB II.pdf · BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN A. TINJAUAN PUSTAKA

8

Eisenhardt (dalam Borolla, 2011) menerangkan ada tiga asumsi sifat

dasar manusia yang dapat digunakan untuk menjelaskan agency theory, yaitu:

a. Pada umumnya manusia mementingkan dirinya sendiri (self interest)

b. Daya pikir manusia terbatas terkait dengan persepsi masa depan (bounded

rationality),

c. Manusia selalu berusaha untuk menghindari resiko (risk aversion).

Haris (dalam Borolla, 2011) menyatakan berdasarkan ketiga asumsi

tersebut, maka manajer sebagai manusia kemungkinan besar akan melakukan

tindakan tindakan yang bersifat opportunistic, yaitu cenderung mengutamakan

kepentingan pribadinya dan pemegang saham akan cenderung tertarik pada hasil

keuangan yang bertambah atau investasi mereka dalam perusahaan.

Menurut Bathala, Moon & Rao, (1994) terdapat beberapa cara yang

digunakan untuk mengurangi konflik kepentingan, yaitu : a) meningkatkan

kepemilikan saham oleh manajemen (insider ownership), b) meningkatkan rasio

dividen terhadap laba bersih (earning after tax), c) meningkatkan sumber

pendanaan melalui utang, d) kepemilikan saham oleh institusi (institutional

holdings/ownership).

2. Teori Sinyal (Signalling Theory)

Brigham dan Houston (2001) menyatakan bahwa sinyal adalah suatu

tindakan yang diambil oleh manajemen perusahaan yang dapat memberikan

petunjuk bagi investor tentang bagaimana manajemen memandang prospek

perusahaan. Signalling theory menjelaskan mengapa perusahaan mempunyai

dorongan untuk memberikan informasi laporan keuangan pada pihak eksternal.

Teori sinyal juga membahas bagaimana seharusnya sinyal-sinyal keberhasilan

Page 3: BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN A. TINJAUAN …eprints.kwikkiangie.ac.id/1313/3/25130393 - BAB II.pdf · BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN A. TINJAUAN PUSTAKA

9

atau kegagalan manajemen (agen) disampaikan kepada pemilik (principal).

Dorongan dalam memberikan sinyal timbul karena adanya informasi asimetris

antara perusahaan (manajemen) dengan pihak luar, dimana investor mengetahui

informasi internal perusahaan yang relatif lebih sedikit dibandingkan pihak

manajemen. Kurangnya informasi bagi pihak luar mengenai perusahaan

menyebabkan mereka melindungi diri mereka dengan memberikan harga yang

rendah untuk perusahaan sedangkan perusahaan dapat meningkatkan nilai

perusahaan dengan mengurangi informasi asimetri. Salah satu cara untuk

mengurangi informasi asimetri adalah dengan memberikan sinyal pada pihak

luar.

Signalling theory menyatakan bahwa keputusan investasi yang diambil

perusahaan akan memberikan sinyal positif tentang pertumbuhan perusahaan

dimasa yang akan datang, sehingga diharapkan dapat meningkatkan harga saham

di pasar modal yang merupakan salah satu indikator dalam mengukur nilai

perusahaan.

3. Nilai Perusahaan

Nilai Perusahaan merupakan salah satu tolak ukur para investor untuk

memulai investasi. Semakin tinggi harga saham semakin tinggi nilai perusahaan.

Nilai perusahaan yang tinggi menjadi keinginan para pemilik perusahaan, sebab

dengan nilai yang tinggi menunjukan kemakmuran pemegang saham juga tinggi.

Harga pasar dari saham perusahaan yang terbentuk antara pembeli dan

penjual disaat terjadi transaksi disebut nilai pasar perusahaan, karena harga pasar

saham dianggap cerminan dari nilai aset perusahaan yang sesungguhnya.

Page 4: BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN A. TINJAUAN …eprints.kwikkiangie.ac.id/1313/3/25130393 - BAB II.pdf · BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN A. TINJAUAN PUSTAKA

10

Adanya peluang investasi dapat memberikan sinyal positif tentang

pertumbuhan perusahaan dimasa yang akan datang, sehingga akan meningkatkan

harga saham, dengan meningkatnya harga saham maka nilai perusahaan pun akan

meningkat.

Beberapa indikator yang dapat digunakan untuk mengevaluasi nilai

perusahaan diantaranya:

a. Price Earning Ratio (P/E Ratio)

Menurut Arisona (2013), Price earning ratio adalah suatu rasio

sederhana yang diperoleh dengan membagi harga pasar suatu saham

dengan earning per share. Rasio ini menunjukkan seberapa tinggi suatu

saham dibeli oleh investor dibandingkan dengan laba per lembar saham.

Rumus yang digunakan untuk menghitung besarnya P/E Ratio adalah:

𝑃/𝐸𝑟𝑎𝑡𝑖𝑜 =𝐻𝑎𝑟𝑔𝑎 𝑃𝑎𝑠𝑎𝑟 𝑆𝑎ℎ𝑎𝑚

𝐿𝑎𝑏𝑎 𝑃𝑒𝑟 𝐿𝑒𝑚𝑏𝑎𝑟 𝑆𝑎ℎ𝑎𝑚

Pada umumnya, investor lebih senang memilih saham dengan P/E

Ratio rendah. Semakin rendah P/E Ratio suatu saham, semakin murah

saham saham tersebut sehubungan dengan pendapatan perusahaan dan

sebaliknya, semakin tinggi tingkat P/E Ratio suatu saham, maka

menyatakan semakin mahal harga saham tersebut dibandingkan

pendapatan bersih per saham. Price earning ratio yang rendah akan

memberikan kontribusi tersendiri bagi investor. Selain dapat membeli

saham dengan harga murah dan kemungkinan capital gain yang diraih

semakin besar, investor dapat mempunyai banyak saham dari berbagai

perusahaan yang go public.

Page 5: BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN A. TINJAUAN …eprints.kwikkiangie.ac.id/1313/3/25130393 - BAB II.pdf · BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN A. TINJAUAN PUSTAKA

11

Ketika menganalisa P/E Ratio, investor dapat membandingkan

P/E Ratio perusahaan tertentu dengan saham perusahaan lainnya, atau

dengan P/E ratio pada perusahaan dalam satu industri, atau bahkan rata‐

rata P/E Ratio pasar secara keseluruhan. Dengan melakukan ini, investor

mendapat pandangan yang lebih luas apakah suatu saham undervalued

atau overvalued jika dibandingkan dengan saham dalam satu industri atau

pasar secara umum.

b. Price Book Value (PBV)

PBV adalah suatu nilai yang digunakan untuk membandingkan

apakah suatu saham relative lebih mahal atau lebih murah dibandingkan

saham lainnya. PBV menggambarkan seberapa besar pasar menghargai

nilai buku saham suatu perusahaan. PBV merupakan perbandingan dari

harga suatu saham dengan nilai buku. Rasio PBV yang semakin tinggi

mengindikasikan harga saham yang semakin tinggi pula. Harga saham

yang tinggi mencerminkan nilai perusahaan yang tinggi. Begitu pula

sebaliknya, semakin kecil nilai PBV perusahaan berarti harga saham

semakin murah. Hal ini mencerminkan nilai perusahaan rendah.

Perusahaan yang harga sahamnya tinggi mengindikasikan prospek

pertumbuhan perusahaan yang baik. Menurut Gitman (2009), secara

sistematis Price to Book Value dapat dirumuskan sebagai berikut:

𝑃𝑟𝑖𝑐𝑒 𝑡𝑜 𝐵𝑜𝑜𝑘 𝑉𝑎𝑙𝑢𝑒 =𝐻𝑎𝑟𝑔𝑎 𝑆𝑎ℎ𝑎𝑚 𝑝𝑒𝑟 𝐿𝑒𝑚𝑏𝑎𝑟

𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝐵𝑢𝑘𝑢 𝑆𝑎ℎ𝑎𝑚 𝑝𝑒𝑟 𝐿𝑒𝑚𝑏𝑎𝑟

Page 6: BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN A. TINJAUAN …eprints.kwikkiangie.ac.id/1313/3/25130393 - BAB II.pdf · BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN A. TINJAUAN PUSTAKA

12

Nilai buku saham dapat dihitung dengan rumus:

𝐵𝑜𝑜𝑘 𝑉𝑎𝑙𝑢𝑒 𝑝𝑒𝑟 𝑆ℎ𝑎𝑟𝑒 = 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑀𝑜𝑑𝑎𝑙

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑆𝑎ℎ𝑎𝑚 𝐵𝑒𝑟𝑒𝑑𝑎𝑟

Price to Book Value ini menunjukan seberapa jauh sebuah perusahaan

mampu menciptakan nilai perusahaan terhadap jumlah modal

diinvestasikan, sehingga semakin tinggi rasio PBV yang menunjukan

semakin berhasil perusahaan menciptakan nilai bagi pemegang saham.

4. Kebijakan Dividen

Kebijakan dividen merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dengan

keputusan pendanaan perusahaan. Kebijakan dividen (dividend policy)

merupakan keputusan apakah laba yang diperoleh perusahaan pada akhir tahun

akan dibagi kepada pemegang saham dalam bentuk dividen atau akan ditahan

untuk menambah modal guna pembiayaan investasi di masa yang akan datang.

Kebijakan dividen yang optimal adalah kebijakan dividen yang menciptakan

keseimbangan di antara dividen saat ini dan pertumbuhan di masa mendatang

sehingga memaksimumkan harga saham perusahaan (Brigham dan Weston,

1998)

Rasio pembayaran dividen (dividend payout ratio) menentukan jumlah

laba dibagi dalam bentuk dividen kas dan laba yang ditahan sebagai sumber

pendanaan. Apabila laba perusahaan yang ditahan dalam jumlah besar, maka laba

yang dibagikan sebagai dividen menjadi lebih kecil, begitu sebaliknya. Hal yang

terpenting dari kebijakan dividen adalah pengalokasian laba perusahaan.

Beberapa teori kebijakan dividen menurut Brigham dan Houston (2001),

yaitu:

Page 7: BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN A. TINJAUAN …eprints.kwikkiangie.ac.id/1313/3/25130393 - BAB II.pdf · BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN A. TINJAUAN PUSTAKA

13

a. Dividend Irrelevance Theory (Dividen Tidak Relevan)

Teori yang berpendapat bahwa kebijakan dividen tidak

mempunyai pengaruh terhadap harga saham perusahaan maupun

terhadap biaya modalnya. Jika kebijakan dividen tidak mempunyai

pengaruh yang signifikan, maka hal tersebut tidak relevan. Pendukung

dari teori kebijakan dividen ini adalah Modigliani-Miller (MM). Mereka

berpendapat bahwa bagaimanapun kebijakan dividen itu memang tidak

mempengaruhi harga saham maupun kemakmuran pemegang saham dan

nilai perusahaan ditentukan oleh keputusan investasi.

b. Bird in Hand Theory ( Bird in Hand Teori )

Teori ini dikemukakan oleh Myron Gordon (1959) dan John

Lintner (1956) berpendapat bahwa investor lebih menghargai pendapatan

yang berasal dari dividen dibandingkan keuntungan modal karena

resikonya lebih kecil.

Menurut Modigliani dan Miller kebanyakan investor

merencanakan untuk menginvestasikan kembali dividen mereka dalam

saham dari perusahaan bersangkutan atau perusahaan sejenis dan

bagaimanapun juga, risiko dari arus kas perusahaan bagi investor dalam

jangka panjang ditentukan hanya oleh risiko dari arus kas operasinya dan

bukan oleh kebijakan pembagian dividennya (Brigham dan Houston,

1999)

Hemastuti (2014) mengatakan bahwa kebijakan dividen

berpengaruh positif terhadap harga pasar saham. Artinya, jika dividen

yang dibagikan perusahaan semakin besar, harga pasar perusahaan

Page 8: BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN A. TINJAUAN …eprints.kwikkiangie.ac.id/1313/3/25130393 - BAB II.pdf · BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN A. TINJAUAN PUSTAKA

14

tersebut akan semakin tinggi dan sebaliknya. Hal ini terjadi karena

pembagian dividen dapat mengurangi ketidakpastian yang dihadapi

investor.

c. Tax Preference Theory ( Teori Preferensi Pajak )

Teori ini diajukan oleh Litzenberger dan Ramaswamy yang

mengatakan bahwa karena adanya pajak terhadap keuntungan dividen

dan capital gain, maka para investor lebih menyukai capital gain karena

dapat menunda pembayaran pajak. Tiga alasan yang berkaitan dengan

pajak untuk beranggapan bahwa investor mungkin lebih menyukai

pembagian dividen yang rendah dari pada yang tinggi, yaitu:

i. Keuntungan modal dikenakan tarif pajak lebih rendah dari pada

pendapatan dividen

ii. Pajak atas keuntungan tidak dibayarkan sampai saham terjual

iii. Jika selembar saham dimiliki oleh seseorang sampai ia meninggal,

sama sekali tidak ada pajak keuntungan modal yang terutang.

5. Kebijakan Hutang

Kebijakan hutang merupakan tindakan yang dilakukan oleh manajemen

perusahaan dalam mendanai kegiatan operasional perusahaan dengan

menggunakan modal yang berasal dari hutang. Hutang merupakan salah satu

mekanisme yang dapat digunakan untuk mengontrol konflik keagenan. Hutang

tersebut akan dapat mengendalikan penggunaan free cash flow secara berlebihan

oleh manajemen, dengan demikian akan dapat menghindari investasi yang sia-

sia.

Page 9: BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN A. TINJAUAN …eprints.kwikkiangie.ac.id/1313/3/25130393 - BAB II.pdf · BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN A. TINJAUAN PUSTAKA

15

Beberapa Teori Kebijakan Hutang:

a. Modigliani-Miller (MM)

(i). Teori MM tanpa Pajak (1958)

MM berpendapat bahwa struktur modal tidak relevan atau

tidak mempengaruhi nilai perusahaan. Brealey, Myers dan Marcus

(1999) menyimpulkan dari teori MM tanpa pajak ini yaitu tidak

membedakan antara perusahaan berhutang atau pemegang saham

berhutang pada saat kondisi tanpa pajak dan pasar yang sempurna.

Nilai perusahaan tidak bergantung pada struktur modalnya. Dengan

kata lain, manajer keuangan tidak dapat meningkatkan nilai

perusahaan dengan merubah proporsi debt dan equity yang digunakan

untuk membiayai perusahaan.

(ii). Teori MM dengan Pajak (1963)

MM menyatakan bahwa semakin tinggi proporsi utang maka

nilai perusahaan akan semakin tinggi. Dengan demikian, apabila

perusahaan terus menambah proporsi utangnya maka nilai perusahaan

akan semakin meningkat. Hal itu disebabkan karena adanya

keuntungan dari pengurangan pajak yaitu adanya pembayaran bunga

yang dibayarkan oleh perusahaan sebagai akibat dari penggunaan

utang tersebut yang nantinya akan mengurangi penghasilan terkena

pajak. Teori MM mengatakan agar perusahaan menggunakan hutang

sebanyak-banyaknya, karena MM mengabaikan biaya kebangkrutan.

Page 10: BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN A. TINJAUAN …eprints.kwikkiangie.ac.id/1313/3/25130393 - BAB II.pdf · BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN A. TINJAUAN PUSTAKA

16

b. Teori Trade Off

Teori trade off mengatakan bahwa penggunaan utang akan

meningkatkan nilai perusahaan sampai titik tertentu. Setelah titik

tersebut, penggunaan utang justru akan menurunkan nilai perusahaan

karena manfaat yang diperoleh dari penggunaan utang lebih kecil

daripada biaya yang ditimbulkannya yaitu biaya financial distress dan

agency cost. Kenyataannya semakin banyak hutang, maka semakin tinggi

beban yang harus ditanggung.

Setiap perusahaan memiliki kewajiban untuk mengetahui target

struktur modalnya, yaitu dengan menyeimbangkan biaya dan keuntungan

marjinal dari pendanaan dengan hutang, karena di posisi itu nilai

perusahaan menjadi maksimum (Brigham dan Houston, 1999).

Berdasarkan trade off theory ini menggunakan banyak hutang sama saja

memperbesar risiko pemegang saham (ekuitas) tetapi juga memperbesar

tingkat pengembalian yang diharapkan.

Teori trade off juga menjelaskan adanya hubungan antara pajak,

risiko kebangkrutan dan penggunaan hutang yang disebabkan keputusan

struktur modal yang diambil perusahaan (Brealey dan Myers,1991).

c. Teori Pecking Order

Myers dan Majluf (1984) mengembangkan pecking

order theory sebagai suatu teori alternatif keputusan pendanaan

perusahaan, dimana perusahaan akan berusaha mendanai investasinya

berdasarkan urutan resiko. Terdapat tiga sumber pendanaan dalam

perusahaan, yaitu laba ditahan, hutang dan ekuitas. Pandangan

Page 11: BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN A. TINJAUAN …eprints.kwikkiangie.ac.id/1313/3/25130393 - BAB II.pdf · BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN A. TINJAUAN PUSTAKA

17

perusahaan, laba ditahan merupakan sumber pendanaan yang lebih baik

dibandingkan hutang, dan hutang merupakan sumber pendanaan yang

lebih baik dibandingkan ekuitas. Penggunaan hutang lebih disukai

daripada penerbitan saham karena biaya yang dikeluarkan untuk hutang

lebih murah dibandingkan dengan biaya untuk penerbitan saham.

Kesimpulannya, teori pecking order menyatakan bahwa perusahaan lebih

menyukai pendanaan melalui internal daripada pendanaan eksternal.

Gitman (2006 : 498) mendefinisikan risiko keuangan sebagai resiko dari

perusahaan karena tidak dapat memenuhi kewajiban finansialnya. Oleh sebab itu,

perusahaan yang tingkat penggunaan hutangnya tinggi mempunyai risiko

finansial yang tinggi dan sebaliknya jika perusahaan tidak menggunakan hutang

maka tidak ada risiko finansial yang harus ditanggung perusahaan.

6. Institutional Ownership

Jensen (1986) menyatakan bahwa institutional ownership atau

kepemilikan institusional adalah sebagai kepemilikan saham oleh pihak institusi

lain yaitu seperti perusahaan asuransi, bank, perusahaan investasi dan lain-lain.

Menurut Jensen (1986), kepemilikan institusional merupakan salah satu alat yang

dapat digunakan untuk mengurangi konflik keagenan. Kepemilikan institusional

memiliki beberapa kelebihan dibanding dengan kepemilikan atau investor

individual, diantaranya yaitu:

a. Investor institusional memiliki sumber daya yang lebih daripada investor

individual untuk mendapatkan informasi.

Page 12: BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN A. TINJAUAN …eprints.kwikkiangie.ac.id/1313/3/25130393 - BAB II.pdf · BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN A. TINJAUAN PUSTAKA

18

b. Investor institusional memiliki profesionalisme dalam menganalisa

informasi

c. Investor institusional secara umum, memiliki relasi bisnis yang lebih kuat

dengan manajemen.

d. Investor institusional memiliki motivasi yang kuat untuk melakukan

pengawasan lebih ketat terhadap perusahaan.

e. Investor institusional lebih aktif dalam melakukan jual beli saham

sehingga dapat meningkatkan jumlah informasi secara cepat yang

tercermin di tingkat harga.

Adanya pemegang saham seperti institusional ownership memiliki arti

penting dalam memonitor manajemen. institutional ownership diharapkan

mampu melakukan pengawasan lebih baik terhadap kebijakan manajer, karena

dilihat dari aspek ekonomi, pihak intitusional lebih memiliki keuntungan untuk

mendapatkan infomasi dan menganalisis segala hal yang berkaitan dengan

manajer.

Page 13: BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN A. TINJAUAN …eprints.kwikkiangie.ac.id/1313/3/25130393 - BAB II.pdf · BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN A. TINJAUAN PUSTAKA

19

B. PENELITIAN TERDAHULU

Tabel 2.1

Penelitian Terdahulu 1

Keterangan Penelitian Terdahulu

Judul Struktur Kepemilikan, Kebijakan

Utang, Kebijakan Dividend dan Nilai

Perusahaan

Nama Peneliti Sri Sofyaningsih

Tahun Penelitian 2011

Variabel Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan

Institusional, Kebijakan Utang,

Kebijakan Dividend, Ukuran

perusahaan, Kinerja perusahaan,

Pertumbuhan Perusahaan dan Nilai

Perusahaan

Cara Pengujian Analisis regresi berganda

Tabel 2.2

Penelitian Terdahulu 2

Keterangan Penelitian Terdahulu

Judul Analisis Pengaruh Insider Ownership,

Kebijakan Utang dan Dividen terhadap

Nilai Perusahaan pada Perusahaan

Manufaktur yang terdapat di BEI

Page 14: BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN A. TINJAUAN …eprints.kwikkiangie.ac.id/1313/3/25130393 - BAB II.pdf · BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN A. TINJAUAN PUSTAKA

20

Keterangan Penelitian Terdahulu

Nama Peneliti Sri Setyo Budiati

Tahun Penelitian 2013

Variabel Insider Ownership, Debt to Equity

Ratio, Dividend Payout Ratio, Price to

Book Value

Cara Pengujian Analisis regresi berganda

Tabel 2.3

Penelitian Terdahulu 3

Keterangan Penelitian Terdahulu

Judul Kepemilikan Manajerial, Kepemilkan

Institusional, Kebijakan Hutang dan

Kebijakan Dividen Analisis Terhadap

Nilai Perusahaan

Nama Peneliti Dwi Sukirni

Tahun Penelitian 2012

Variabel Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan

Institusional, Kebijakan Utang,

Kebijakan Dividend dan Nilai

Perusahaan

Cara Pengujian Analisis regresi berganda

Page 15: BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN A. TINJAUAN …eprints.kwikkiangie.ac.id/1313/3/25130393 - BAB II.pdf · BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN A. TINJAUAN PUSTAKA

21

C. KERANGKA PEMIKIRAN

Dalam penelitian ini, penulis ingin mengetahui pengaruh variabel

institutional ownership , variabel kebijakan hutang yang diukur dengan Debt to Asset

Ratio (DAR), variable kebijakan dividen yang diukur dengan Dividend Payout Ratio

(DPR) sebagai variable bebasnya (independent variable) terhadap nilai perusahaan

yang diukur dengan Price to Book Value (PBV) sebagai variable tidak bebasnya

(dependent variable).

Secara garis besar, pengaruh dari variable-variable tersebut dapat digambarkan

sebagai berikut:

1. Pengaruh Kebijakan Dividen terhadap Nilai Perusahaan

Kebijakan Dividen dapat meningkatkan nilai perusahaan. Pembagian dividen

yang tinggi mencerminkan kemakmuran bagi para pemegang saham.

Berdasarkan signalling theory, pembagian dividen oleh suatu perusahaan akan

membuat investor menganggapnya sebagai suatu sinyal yang positif yang

menandakan bahwa perusahaan menghasilkan laba. Jika adanya respon positif

dari investor terhadap pembagian dividen ini, maka hal tersebut akan tercermin

dari harga saham. Harga saham perusahaan cenderung meningkat. Jika harga

saham naik, maka nilai perusahaan akan ikut naik pula.

Variabel kebijakan dividen yang diukur dengan Dividen Payout Ratio (DPR)

memiliki pengaruh positif terhadap nilai perusahaan. Artinya jika jumlah dividen

yang dibagikan kepada pemegang saham meningkat, maka nilai perusahaan akan

meningkat juga. Pembagian dividen yang tinggi akan meningkatkan

kemakmuran para pemegang saham dan menimbulkan perspektif yang baik bagi

para investor sehingga harga saham meningkat dan nilai perusahaan pun

Page 16: BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN A. TINJAUAN …eprints.kwikkiangie.ac.id/1313/3/25130393 - BAB II.pdf · BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN A. TINJAUAN PUSTAKA

22

meningkat. Beberapa penelitian terdahulu yang mendukung penelitian ini adalah

Sugiarto (2011) mengatakan bahwa kebijakan dividen berpengaruh positif

terhadap nilai perusahaan, Sari (2013) juga mengatakan bahwa kebijakan dividen

berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan.

2. Pengaruh Kebijakan Hutang terhadap Nilai Perusahaan

Penggunaan hutang akan meningkatkan nilai perusahaan. Peningkatan

nilai tersebut dikaitkan dengan harga saham dan penurunan hutang akan

menurunkan harga saham (Masulis, 1988). Namun demikian peningkatan hutang

juga akan menimbulkan peningkatan risiko kebangkrutan bila tidak diimbangi.

Ada teori trade-off yang menyatakan bahwa perusahaan lebih suka mendanai

perusahaan dengan hutang daripada modal sendiri sampai pada titik tertentu. Hal

ini dikarenakan penggunaan hutang dapat digunakan untuk mengendalikan

penggunaan free cash flow secara berlebihan.

Dalam kebijakan hutang, pihak manajemen harus memastikan bahwa

manfaat yang didapat harus lebih besar dari pengorbanan yang dikeluarkan

sehingga dapat meningkatkan nilai perusahaan.

Hutang dapat meningkatkan produktivitas perusahaan yang juga

mempengaruhi nilai perusahaan, tetapi sesuai dengan teori trade off, pada suatu

titik tertentu jika penggunaan hutang sudah terlalu tinggi maka yang terjadi

adalah penurunan nilai perusahaan. Maka pihak manajemen harus berhati-hati

dalam menentukan kebijakan hutang ini.

Variabel kebijakan hutang yang diukur dengan Debt to Asset Ratio

(DAR) memiliki pengaruh positif terhadap nilai perusahaan. Hutang dapat

meningkatkan produktivitas perusahaan yang juga mempengaruhi nilai

Page 17: BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN A. TINJAUAN …eprints.kwikkiangie.ac.id/1313/3/25130393 - BAB II.pdf · BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN A. TINJAUAN PUSTAKA

23

perusahaan. Jika produktivitas meningkat, maka nilai perusahaan juga

meningkat. Tingkat hutang harus disesuaikan dengan kebutuhan perusahaan

karena jika penggunaan hutang yang berlebih juga menimbulkan penurunan nilai

perusahaan. Beberapa penelitian yang mendukung penelitian ini adalah

penelitian oleh Sukirni (2012) yang mengatakan bahwa kebijakan hutang

berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan.

3. Pengaruh Institutional Ownership terhadap Nilai Perusahaan

Menurut agency theory, pemisahan antara kepemilikan dan pengelolaan

perusahaan dapat menimbulkan konflik keagenan. Konflik keagenan ini

disebabkan pihak pemilik dan agen mempunyai kepentingan sendiri-sendiri yang

saling bertentangan karena agen dan pemilik berusaha memaksimalkan

kepentingan pribadi masing-masing Sehingga dibutuhkannya suatu upaya dari

adanya konflik tersebut agar nilai perusahaan dapat meningkat.

Kepemilikan institusional mempunyai arti penting dalam memonitor

manajemen dalam mengelola perusahaan. Semakin besar kepemilikan

institusional maka semakin efisien fungsi monitoring terhadap manajemen

dalam pemanfaatan asset perusahaan serta pencegahan pemborosan oleh

manajemen yang akan meningkatkan nilai dari perusahaan.

Variabel institutional ownership memiliki pengaruh positif terhadap nilai

perusahaan. Jika tingkat kepemilikan institusional atau institutional ownership

meningkat, maka nilai perusahaan pun meningkat. Hal ini dikarenakan dengan

adanya kepemilikan saham oleh institusi yang akan mengontrol dan

memaksimalkan kinerja perusahaan guna mendapatkan keuntungan, sehingga

harga saham akan naik dan nilai perusahaan pun akan naik. Dalam beberapa

Page 18: BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN A. TINJAUAN …eprints.kwikkiangie.ac.id/1313/3/25130393 - BAB II.pdf · BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN A. TINJAUAN PUSTAKA

24

penelitian sebelumnya, Menurut Sukirni (2012) kepemilikan institusional

berpengaruh positif secara signifikan terhadap nilai perusahaan, Apriada dan

Suardikha (2016) juga mengatakan bahwa kepemilikan saham institusional

berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan.

Gambar 2.1

Kerangka Pemikiran

Kebijakan Dividen +

Kebijakan Hutang + Nilai Perusahaan

Instutional Ownership +

D. HIPOTESIS PENELITIAN

Berdasarkan kerangka pemikiran diatas, maka hipotesis yang diajukan adalah

sebagai berikut:

H1 : Kebijakan Dividen berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan.

H2 : Kebijakan Hutang berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan.

H3 : Institutional ownership berpengaruh positif terhadap nilai perusahan.