bab iii kerangka pemikiran

27
III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Definisi Benih Menurut Sadjad et al. (1975) yang dimaksud dengan benih ialah biji tanaman yang dipergunakan untuk keperluan dan pengembangan usahatani, memiliki fungsi agronomis atau merupakan komponen agronomi. Sedangkan menurut Peraturan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan No. 01/Kpts/HK.310/C/1/2009 mengenai Persyaratan dan Tata Cara Sertifikasi Benih Bina Tanaman Pangan, benih tanaman, yang selanjutnya disebut benih, adalah tanaman atau bagiannya yang digunakan untuk memperbanyak dan atau mengembangbiakkan tanaman. Pengertian benih berbeda dengan biji, karena benih dikembangkan untuk tujuan tertentu yaitu mengembangbiakkan tanaman. Hal ini berbeda dengan fungsi biji, dimana biji tidak dimaksudkan untuk ditanam melainkan digunakan sebagai bahan pangan ataupun pakan ternak dan unggas serta fungsi lainnya seperti bahan dasar produk industri, kepentingan penelitian maupun sebagai bahan baku untuk kerajinan. Benih di sini dimaksudkan sebagai biji tanaman yang dipergunakan untuk tujuan pertanaman, bukan untuk dikonsumsi. Benih merupakan komoditi pertanian yang paling berpengaruh pada proses usahatani. Berdasarkan Teori Kesejajaran Sadjad terdapat kesejajaran antara tataran usahatani dengan kinerja mutu benih. Artinya tataran usahatani meningkat apabila benih yang digunakan sebagai produk teknologi juga semakin maju tingkatannya. Jadi dengan kata lain, tataran usahatani sejajar dengan tingkat teknologi yang diterapkan untuk memproduksi benih. 3.1.2 Industri Benih Industri benih di dunia terdiri dari beberapa tipe. Ada yang sepenuhnya merupakan swasta, sebaliknya ada yang sepenuhnya merupakan usaha pemerintah. Selain itu, terdapat tipe industri yang merupakan campuran antara tipe swasta dan usaha pemerintah. Industri benih berkembang di suatu negara

Upload: abdul-wahid

Post on 23-Oct-2015

117 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB III Kerangka Pemikiran

III KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis

3.1.1 Definisi Benih

Menurut Sadjad et al. (1975) yang dimaksud dengan benih ialah biji

tanaman yang dipergunakan untuk keperluan dan pengembangan usahatani,

memiliki fungsi agronomis atau merupakan komponen agronomi. Sedangkan

menurut Peraturan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan No.

01/Kpts/HK.310/C/1/2009 mengenai Persyaratan dan Tata Cara Sertifikasi Benih

Bina Tanaman Pangan, benih tanaman, yang selanjutnya disebut benih, adalah

tanaman atau bagiannya yang digunakan untuk memperbanyak dan atau

mengembangbiakkan tanaman.

Pengertian benih berbeda dengan biji, karena benih dikembangkan untuk

tujuan tertentu yaitu mengembangbiakkan tanaman. Hal ini berbeda dengan fungsi

biji, dimana biji tidak dimaksudkan untuk ditanam melainkan digunakan sebagai

bahan pangan ataupun pakan ternak dan unggas serta fungsi lainnya seperti bahan

dasar produk industri, kepentingan penelitian maupun sebagai bahan baku untuk

kerajinan. Benih di sini dimaksudkan sebagai biji tanaman yang dipergunakan

untuk tujuan pertanaman, bukan untuk dikonsumsi.

Benih merupakan komoditi pertanian yang paling berpengaruh pada proses

usahatani. Berdasarkan Teori Kesejajaran Sadjad terdapat kesejajaran antara

tataran usahatani dengan kinerja mutu benih. Artinya tataran usahatani meningkat

apabila benih yang digunakan sebagai produk teknologi juga semakin maju

tingkatannya. Jadi dengan kata lain, tataran usahatani sejajar dengan tingkat

teknologi yang diterapkan untuk memproduksi benih.

3.1.2 Industri Benih

Industri benih di dunia terdiri dari beberapa tipe. Ada yang sepenuhnya

merupakan swasta, sebaliknya ada yang sepenuhnya merupakan usaha

pemerintah. Selain itu, terdapat tipe industri yang merupakan campuran antara

tipe swasta dan usaha pemerintah. Industri benih berkembang di suatu negara

Page 2: BAB III Kerangka Pemikiran

24  

tergantung pada ideologi masing-masing negara, serta faktor ekonomi yang

berbeda. Dalam satu negara dapat ditemukan lebih dari satu tipe industri benih.

Industri benih tipe swasta dikelola oleh pemilikan individual, korporasi,

koperasi, asosiasi, ataupun suatu bentuk kemitraan. Perusahaan swasta tidak

bergantung terhadap pemerintah dan umumnya memiliki PDB yang mandiri.

Campur tangan pemerintah hanya sebatas pembuatan perundangan yang

umumnya bersifat melindungi produsen maupun konsumen. Tipe lain yaitu

industri benih yang pengelolaannya swasta tetapi masih mendapatkan bantuan

dari pemerintah di segenap lini usaha, baik dalam hal PDB, pelaksanaan

perbanyakan benih bersertifikat, pengawasan internal ataupun pemasarannya.

Disesuaikan dengan konsumennya industri benih dapat diklasifikasikan

dari tingkatan yang teknologinya masih sederhana sampai yang canggih.

Berdasarkan Teori Kesejajaran Sadjad, industri benih diklasifikasikan ke dalam

lima tingkatan dari tingkat I hingga tingkat V dengan penjelasan sebagai berikut:

1. Industri Benih Tingkat I, dimana teknologi yang digunakan merupakan

teknologi sederhana

2. Industri Benih Tingkat II, merupakan industri yang telah menggunakan

mesin-mesin pembersih

3. Industri Benih Tingkat III, merupakan industri benih yang melaksanakan

pemilahan benih yang sudah bersih. Benih ini dipilah berdasarkan besar

butiran, panjang, lebar, tebal atau berat. Industri ini menghasilkan kinerja

fisik benih yang prima

4. Industri Benih Tingkat IV, Industri pada tingkat ini selain memproduksi

sebagaimana pada industri tingkat III juga selalu berhubungan dengan

lembaga litbang (selaku penghasil varetas dan mulai memasuki program

sertifikasi), meski belum memilikinya sendiri untuk lebih terjamin

kelangsungan industrinya

5. Industri tingkat V, Industri ini memiliki kemampuan memproduksi benih

hasil litbang sendiri. Litbang ini selain memproduksi varietas hibrida yang

selalu diperbaharui juga melakukan penelitian dan pengembangan

bioteknologi.

Page 3: BAB III Kerangka Pemikiran

25  

Klasifikasi industri benih didasarkan pada teknologi yang digunakan serta

kebutuhan konsumen akan mutu genetiknya. Apabila teknologi yang digunakan

sama, tetapi tuntutan jaminan mutu teknologi oleh konsumen meningkat, maka

industri benih yang mampu melayani benih bermutu sesuai tuntutan konsumen

lebih tinggi tingkatannya. Industri benih yang memiliki PDB secara mandiri juga

akan lebih tinggi tingkatannya dibandingkan indutri yang tidak memiliki PDB

sendiri.

PT. Sang Hyang Seri (PT. SHS) sebagai salah satu produsen benih di

Indonesia termasuk ke dalam golongan industri benih tingkat V, karena telah

memiliki Lembaga Penelitian dan Pengembangan (Litbang) sendiri. Bahkan kini,

PT. SHS telah terakreditasi, sehingga dapat melakukan proses sertifikasi sendiri

tanpa pngawasan Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih (BPSB). Berdasarkan

tipenya, PT. SHS merupakan perusahaan milik negara (BUMN). Pada awal

pendiriannya PT. SHS difokuskan pada produksi benih padi sawah. Produksi padi

mengambil posisi yang sangat strategis dan pemerintah menjadikannya sebagai

strategi utama pembangunan. Komoditas padi sawah merupakan komoditas

ekonomis dimana pedagang tidak dapat dengan leluasa tanpa campur tangan

pemerintah. Hal ini disebabkan oleh karena beras merupakan bahan pangan pokok

yang sangat rentan untuk menjaga stabilitas politik negara.

3.1.3 Penangkaran Benih

Penangkaran benih merupakan upaya menghasilkan benih unggul sebagai

benih sumber maupun benih sebar yang akan digunakan untuk menghasilkan

tanaman varietas unggul. Pada penangkaran benih, benih sumber yang digunakan

untuk penanaman produksi benih haruslah satu kelas lebih tinggi dari kelas benih

yang akan diproduksi. Untuk memproduksi benih kelas BD (benih dasar), maka

benih sumbernya haruslah benih padi kelas BS (benih penjenis). Untuk

memproduksi benih kelas BP (benih pokok), maka benih sumbernya berasal dari

benih dasar atau benih penjenis. Sedangkan untuk memproduksi benih kelas BR

(benih sebar) benih sumbernya dapat berasal dari benih pokok, benih dasar atau

benih penjenis.

Page 4: BAB III Kerangka Pemikiran

26  

Pada dasarnya budidaya penangkaran benih padi hampir sama dengan

budidaya padi pada umumnya. Yang membedakan di sini adalah adanya seleksi

atau roguing. Salah satu syarat dari benih bermutu adalah memiliki tingkat

kemurnian genetik yang tinggi, oleh karena itu roguing perlu dilakukan dengan

benar dan dimulai dari fase vegetatif sampai akhir pertanaman. Roguing dilakukan

untuk membuang rumpun-rumpun tanaman yang ciri-ciri morfologisnya

menyimpang dari ciri-ciri varietas tanaman yang diproduksi benihnya.

Saat panen yang tepat adalah pada waktu biji telah masak fisiologis, atau

apabila sekitar 90-95 persen malai telah menguning. Benih padi ketika baru

dipanen masih tercampur dengan kotoran fisik dan benih jelek. Karena itu, bila

pertanaman benih telah lulus dari pemeriksaan lapangan, masalah mutu benih padi

setelah panen biasanya berasosiasi dengan mutu fisiologis, mutu fisik dan

kesehatan benih. Lahan pertanaman untuk produksi benih dapat dipanen apabila

sudah dinyatakan lulus sertifikasi lapangan oleh Balai Pengawasan dan Sertifikasi

Benih (BPSB). Sebelum panen dilakukan, semua malai dari kegiatan roguing

harus dikeluarkan dari areal yang akan dipanen. Kegiatan ini dilakukan untuk

menghindari tercampurnya calon benih dengan malai sisa roguing.

3.1.4 Sertifikasi Benih

Berdasarkan Peraturan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan No.

01/Kpts/HK.310/C/1/2009 tentang Persyaratan dan Tata Cara Sertifikasi Benih

Bina Tanaman Pangan, sertifikasi benih merupakan proses pemberian sertifikat

benih tanaman setelah melalui pemeriksaan lapangan dan atau pengujian,

pengawasan serta memenuhi semua persyaratan dan standar benih bina. Sertifikasi

benih merupakan suatu sistem atau mekanisme pengujian benih berkala untuk

mengarahkan, mengendalikan, dan mengorganisasi perbanyakan serta produksi

benih (Mugnisjah dan Setiawan 1995).

Berdasarkan Peraturan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan No.

01/Kpts/HK.310/C/1/2009 tentang Persyaratan dan Tata Cara Sertifikasi Benih

Bina Tanaman Pangan, benih bersertifikat adalah benih yang proses produksinya

melalui sertifikasi benih, sertifikasi sistem manajemen mutu dan/atau sertifikasi

Page 5: BAB III Kerangka Pemikiran

27  

produk. Benih bersertifikat ditetapkan ke dalam kelas-kelas benih sesuai dengan

urutan keturunan dan mutunya, antara lain sebagai berikut:

a. Benih Penjenis (BS), adalah benih yang diproduksi di bawah pengawasan

Pemulia yang bersangkutan dengan prosedur baku yang memenuhi

sertifikasi sistem mutu sehingga tingkat kemurnian genetik varietas (true-

to-type) terpelihara dengan sempurna

b. Benih Dasar (BD), merupakan keturunan pertama dari Benih Penjenis

(BS) yang memenuhi standar mutu kelas Benih Dasar.

c. Benih Pokok (BP), merupakan keturunan pertama dari Benih Dasar atau

Benih Penjenis yang memenuhi standar mutu kelas Benih Pokok

d. Benih Sebar (BR), merupakan keturunan pertama dari Benih Pokok, Benih

Dasar atau Benih Penjenis yang memnuhi standar mutu kelas Benih Sebar.

Standar Mutu Benih Bersertifikat dibagi menjadi dua, yaitu Standar

Lapangan dan Standar Pengujian Laboratorium.

a. Standar Lapangan

Tabel 7. Standar Lapangan Kelas Benih Bersertifikat Kelas Benih

Isolasi Jarak (m)

Varietas Lain dari Tipe Simpang (max) (%)

Isolasi waktu (hari) Catatan

BS 2 0,0 30 Isolasi waktu dihitung

berdasarkan perbedaan

waktu berbunga

BD 2 0,0 30 BP 2 0,2 30

BR 2 0,5 30 Sumber: Direktorat Jenderal Tanaman Pangan (2009)

b. Standar Pengujian Laboratorium

Tabel 8. Standar Pengujian Laboratorium Kelas Benih Bersertifikat

Kelas Benih

Kadar air

(max) (%)

Benih Murni (min) (%)

Kotoran Benih (max) (%)

Biji Tanaman

Lain (max) (%)

Biji Gulma (max) (%)

Campuran Varietas

Lain (max) (%)

Daya Tumbuh

(min) (%)

BS 13,0 99,0 1,0 0,0 0,0 0,0 80 BD 13,0 99,0 1,0 0,0 0,0 0,0 80 BP 13,0 99,0 1,0 0,1 0,0 0,1 80 BR 13,0 99,0 2,0 0,2 0,0 0,2 80

Sumber: Direktorat Jenderal Tanaman Pangan (2009)

Page 6: BAB III Kerangka Pemikiran

28  

Mugnisjah dan Setiawan (1995) dalam bukunya Produksi Benih

menyatakan tujuan sertifikasi benih adalah untuk memelihara dan menyediakan

benih dan bahan perbanyakan tanaman bermutu tinggi dari varietas berdaya hasil

tinggi bagi masyarakat sehingga dapat ditanam dan didistribusikan dengan

identitas genetik yang terjamin. Dengan kata lain tujuan sertifikasi benih adalah

untuk memberikan jaminan bagi konsumen benih tentang beberapa aspek mutu

yang penting, yang tidak dapat ditentukan dengan segera dengan hanya

memeriksa benihnya saja. Selain itu, sertifikasi benih juga bertujuan: (1)

menjamin kemurnian dan kebenaran varietas, dan (2) menjamin ketersediaan

benih bermutu secara berkesinambungan. Sertifikasi dilakukan dalam tiga tahap,

yaitu pemeriksaan lapangan, pemeriksaan laboratorium, dan pengawasan

pemasangan label (Wahyuni 2005)6. Pengawasan pemasangan label bertujuan

untuk mengetahui kebenaran pemasangan dan isi label. Warna label untuk

tanaman padi disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9. Kelas Benih dan Warna Label Benih Sertifikasi Kelas Benih Warna Label

Benih Penjenis (BS, Breeder Seed) Kuning

Benih Dasar (BD, Foundation Seed) Putih

Benih Pokok (BP, Stock Seed) Ungu

Benih Sebar (BR, Extension Seed) Biru

Sumber: Puslitbangtan (2007); Wahyuni (2005)

Pengawasan dilakukan sejak proses produksi benih hingga penanganan

pascapanen. Pengawasan lapangan untuk tanaman padi dari BPSB dilakukan

sebanyak 4 kali, yaitu pemeriksaan pendahuluan sebelum pengolahan tanah,

pemeriksaan lapangan pertama saat fase vegetatif (30 hari setelah tanam),

pemeriksaan fase berbunga (30 hari sebelum panen), dan pemeriksaan fase masak

(1 minggu sebelum panen) (Wahyuni 2005).

                                                            6 Petunjuk Teknis Penangkaran Benih Padi. http://www.pustaka.litbang.deptan.go.id/publikasi/p3264071.pdf  [6 November 2010]  

Page 7: BAB III Kerangka Pemikiran

29  

3.1.5 Sistem Perbenihan

Dalam setiap usaha pertanian, benih merupakan titik awal kegiatan

budidaya, sehingga kualitas produk budidaya akan sangat tergantung pada kualitas

benihnya (Darmowiyono 1999). Berbicara mengenai masalah perbenihan tidak

dapat lepas dari kebijakan pangan nasional. Karena itu, penyediaan benih di

tingkat nasional perlu dikelola dengan baik agar memberikan keuntungan baik

untuk pihak produsen maupun konsumen. Benih tanaman merupakan salah satu

sarana budidaya tanaman dalam upaya peningkatan produksi dan mutu hasil

budidaya tanaman yang nantinya diharapkan dapat meningkatkan pendapatan

petani serta kesejahteraan masyarakat.

Kegiatan perbenihan merupakan mata rantai kegiatan yang harus

dilaksanakan secara terprogram, terarah, terpadu serta berkesinambungan mulai

dari hulu hingga hilir. Kegiatan ini mulai dari aspek penelitian dalam

menghasilkan varietas-varietas unggul baru, pelepasan varietas, perencanaan

perbanyakan benih, sertifikasi, pemasaran hingga pengawasan pemasaran. Oleh

karena itu, dibutuhkan kerjasama dari lembaga-lembaga atau instansi-instansi

yang terlibat dalam kegiatan perbenihan tersebut, diantaranya institusi pemerintah,

pengawas, penelitian dan pengembangan, produsen, maupun pedagang benih.

Pembangunan perbenihan yang telah dilaksanakan perlu disempurnakan

secara terus-menerus demi kemajuan industri benih, agar ketersedian benih

bermutu dari varietas unggul terus terjaga untuk memenuhi kebutuhan petani

maupun perusahaan agribisnis pengguna benih. Pembangunan perbenihan

haruslah memenuhi prinsip enam tepat, yaitu jenis/varietas, tepat jumlah, tepat

mutu, tepat lokasi, tepat waktu serta tepat harga. Dalam perkembangan

perbenihan, teknologi terutama sangat dibutuhkan dalam peningkatan kualitas

benih. Kartasapoetra (1992) menyatakan teknologi benih adalah produksi benih

dalam rangka pengadaan benih yang terwujud dengan praktek-praktek dalam

jangkauan penyelamatan benih sejak dipungut, dikelola, dipelihara sampai benih-

benih tersebut ditanam kembali sesuai dengan cara-cara semestinya dengan

mengingat unsur-unsur musim yang mendorong pertumbuhannya. Teknologi

benih dapat juga dikatakan sebagai serangkaian perlakuan-perlakuan untuk

meningkatkan sifat genetika dan fisik benih, diantaranya:

Page 8: BAB III Kerangka Pemikiran

30  

a. Pengembangan varietas

b. Evaluasi dan pelepasan benih

c. Usaha produksi benih

d. Pemungutan hasil

e. Pengeringan benih dalam arti pengaturan kadar airnya

f. Pengolahan benih yang meliputi pembersihan (cleaning). Penggolongan

(grading) serta usaha-usaha pemeliharaannya (chemis, fisis, mekanis) agar

tercegah dari segala bentuk hama penyakit, mempertahankan kualitas,

mempertahankan daya tumbuhnya

g. Pengujian kualitas

h. Penyimpanan dan pengemasan

i. Sertifikasi benih

j. Perlindungan (hukum, undang-undang dan peraturan)

k. Distribusi benih (pemasaran)

Sertifikasi benih sangat penting terutama dalam menghasilkan benih-benih

berkualitas. Permasalahan yang banyak dihadapi saat ini adalah masih banyaknya

petani yang menggunakan benih hasil penangkaran sendiri tanpa melalui proses

sertifikasi. Hal ini dapat berpengaruh terhadap kualitas tanaman yang dihasilkan.

Persyaratan dan tata cara sertifikasi benih bina tanaman pangan diatur dalam

Peraturan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan No. 01/Kpts/HK.310/C/1/2009 .

Sedangkan produksi, sertifikasi dan peredaran benih bina diatur dalam Peraturan

Menteri Pertanian No. 39/Permentan/OT.140/8/2006.

Pada komoditas padi, salah satu inovasi teknologi yang tepat untuk

meningkatkan pendapatan petani melalui usahatani padi adalah teknologi

penangkaran benih padi varietas unggul. Hal ini menjadi tujuan utama dalam

rangka meningkatkan pendapatan para petani padi. Dengan menghasilkan benih

padi varietas unggul bersertifikat berarti harga jual yang diterima oleh petani lebih

tinggi jika dibandingkan dengan padi konsumsi. Selain itu, peningkatan kualitas

benih padi akan meningkatkan kualitas serta produktivitas padi yang dihasilkan.

Page 9: BAB III Kerangka Pemikiran

31  

3.1.6 Konsep Kemitraan

Kemitraan adalah suatu strategi bisnis yang dilakukan oleh dua pihak atau

lebih dalam jangka waktu tertentu untuk meraih keuntungan bersama dengan

prinsip saling membutuhkan dan saling membesarkan (Hafsah, 2000).

Kartasasmita (1996) mengemukakan bahwa kemitraan usaha, terutama dalam

dunia usaha adalah hubungan antara pelaku usaha yang didasarkan pada ikatan

usaha yang saling menguntungkan dalam hubungan kerjasama yang sinergis, yang

hasilnya bukanlah suatu zero-sum-game melainkan positive-sum-game atau win-

win situation. SK Mentan No. 940/Kpts/OT. 210/10/1997 tentang Pedoman

Kemitraan Usaha Pertanian, menyebutkan bahwa kemitraan usaha pertanian

adalah kerjasama usaha antara perusahaan mitra dan kelompok mitra di bidang

usaha pertanian. Usaha tanaman pangan dan holtikultura adalah usaha yang

dilaksanakan oleh petani ataupun pengusaha, baik di lahan miliknya atau dilahan

sewa atau lahan hak guna usaha, mulai dari perbenihan, budidaya, pengolahan,

sampai pemasarannya.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1997 tentang

Kemitraan, kemitraan yang ideal adalah kemitraan yang saling memperkuat,

saling menguntungkan dan saling menghidupi. Menurut Hafsah (2000), kemitraan

yang ideal adalah kemitraan antara usaha menengah dan usaha besar yang kuat di

kelasnya dengan pengusaha kecil yang kuat di bidangnya yang didasari oleh

kesejajaran kedudukan atau mempunyai derajat yang sama bagi kedua pihak yang

bermitra, tidak ada pihak yang dirugikan dalam kemitraan dengan tujuan bersama

untuk meningkatkan keuntungan atau pendapatan melalui pengembangan

usahanya, tanpa saling mengeksploitasi satu sama lain serta tumbuh

berkembangnya rasa saling percaya di antara mereka. Tujuan kemitraan adalah

untuk meningkatkan pendapatan, kesinambungan usaha, meningkatkan kualitas

sumberdaya kelompok mitra, peningkatan skala usaha, serta menumbuhkan dan

meningkatkan kemampuan usaha kelompok usaha mandiri (Soemardjo et al.

2004). Secara umum, kemitraan usaha adalah kerjasama antara dua pihak dengan

hak dan kewajiban yang setara dan saling menguntungkan. Hubungan kemitraan

usaha umumnya dilakukan antara dua pihak yang memiliki posisi sepadan dalam

hal tawar-menawar.

Page 10: BAB III Kerangka Pemikiran

32  

Keberhasilan suatu kemitraan sangat ditentukan oleh adanya kepatuhan

oleh kedua pihak yang bermitra dalam menerapkan etika bisnis. Pengertian etika

itu sendiri dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995) adalah ilmu tentang apa

yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral. Karena itu,

semakin kuat pemahaman dan penerapan etika bisnis dalam bermitra maka akan

semakin kokoh pondasi dari kemitraan itu sendiri. Selain memberikan keuntungan

untuk kedua belah pihak, kemitraan juga memberikan nilai tambah bagi pihak

yang bermitra dari berbagai aspek seperti aspek manajemen, pemasaran,

teknologi, permodalan dan keuntungan.

Dalam SK Mentan No. 940/Kpts/OT. 210/10/1997 tentang Pedoman

Kemitraan Usaha Pertanian, dikemukakan mengenai pola-pola kemitraan usaha

yang dapat dilaksanakan, diantaranya (1) Pola Kemitraan Inti Plasma, (2) Pola

Kemitraan Subkontrak, (3) Pola Kemitraan Dagang Umum, (4) pola Kemitraan

Keagenan, dan (5) Kerjasama Operasional Agribisnis (KOA).

1. Pola Kemitraan Inti Plasma

Dalam model ini pengusaha-pengusaha besar bertindak sebagai

perusahaan mitra/inti dan melakukan kemitraan dengan petani

produsen (petani mitra/plasma) ataupun kelompok usaha agribisnis

dengan membentuk kesepakatan harga dan kualitas pembelian produk.

Perusahaan mitra berkewajiban, antara lain menyediakan lahan, sarana

produksi, bimbingan teknis, pembiayaan, serta bantuan lain seperti

peningkatan efisiensi dan produktivitas usaha. Sementara itu, petani

plasma melakukan budidaya sesuai ajuran dan kesepakatan dengan

pengusaha mitra.

Page 11: BAB III Kerangka Pemikiran

33  

Sumber: Soemardjo et al. 2004

2. Pola Kemitraan Sub Kontrak

Pola kemitraan sub kontrak merupakan pola hubungan kemitraan

antara perusahaan mitra usaha dengan kelompok mitra usaha yang

memproduksi kebutuhan yang diperlukan oleh usaha perusahaan

sebagai bagian dari komponen produksinya. Ciri khas dari bentuk

kemitraan sub kontrak ini adalah membuat kontrak bersama yang

mencantumkan volume, harga dan waktu (Hafsah 2000). Keunggulan

dari pola kemitraan ini adalah mendorong terciptanya alih teknologi,

modal, dan ketrampilan serta menjamin pemasaran. Sedangkan

kelemahannya adalah adanya kecenderungan mengisolasi produsen

kecil dalam suatu hubungan monopoli.

Sumber: Soemardjo et al. 2004

Kelompok Mitra

Pengusaha Mitra

Kelompok Mitra

Kelompok Mitra

Kelompok Mitra

Plasma 

Plasma Plasma 

Plasma 

Perusahaan 

Gambar 1. Pola Kemitraan Inti Plasma

Gambar 2. Pola Kemitraan Sub Kontrak

Page 12: BAB III Kerangka Pemikiran

34  

3. Pola Kemitraan Dagang Umum

Pola kemitraan dagang umum merupakan suatu hubungan kemitraan

usaha antara kelompok mitra dengan perusahaan mitra, dimana

kelompok mitra memasok kebutuhan perusahaan mitra sesuai dengan

persyaratan yang ditentukan dan perusahaan mitra memasarkan hasil

produksi kelompok mitra. Keuntungan pola kemitraan ini adalah

adanya jaminan harga atas produk yang dihasilkan dan kualitas yang

sesuai dengan yang telah ditentukan atau disepakati. Kelemahan dari

pola ini adanya penentuan sepihak dari pengusaha besar mengenai

harga dan volume yang sering merugikan pengusaha kecil (Hafsah

2000).

Memasok

Memasarkan produk

Kelompok mitra

Sumber: Soemardjo et al. 2004

4. Pola Kemitraan Keagenan

Pola keagenan merupakan salah satu bentuk hubungan kemitraan

dimana usaha kecil diberi hak khusus untuk memasarkan barang dan

jasa dari usaha menengah atau usaha besar sebagai mitranya (Hafsah

2000). Keunggulan dari hubungan pola kemitraan ini adalah berupa

keuntungan dari hasil penjualan, ditambah komisi yang diberikan oleh

perusahaan mitra.

Kelompok Mitra 

Perusahaan Mitra 

Konsumen/ Industri

Gambar 3. Pola Kemitraan Dagang Umum

Page 13: BAB III Kerangka Pemikiran

35  

Memasok

Memasarkan produk

Kelompok mitra

Sumber: Soemardjo et al. 2004

5. Pola Kemitraan Kerjasama Operasional Agribisnis (KOA)

Pola kemitraan KOA merupakan pola hubungan bisnis yang dijalankan

oleh kelompok mitra dan perusahaan mitra. Pada model ini, kelompok

mitra menyediakan lahan, sarana dan tenaga kerja, sedangkan

perusahaan mitra menyediakan biaya atau modal dan atau sarana untuk

mengusahakan atau membudidayakan suatu komoditi pertanian. Di

samping itu, perusahaan mitra juga sering berperan sebagai penjamin

pasar produk dengan meningkatkan nilai tambah produk melalui

pengolahan dan pengemasan.

Memasok

Sumber: Soemardjo et al. 2004

Kelompok Mitra 

Perusahaan Mitra 

Konsumen/ Masyarakat 

Kelompok Mitra

Perusahaan Mitra

‐Lahan ‐Sarana ‐Teknologi 

‐Biaya‐Modal ‐Teknologi ‐Manajemen

Gambar 4. Pola Kemitraan Keagenan

Gambar 5. Pola Kemitraan Kerjasama Operasional Agribisnis

Page 14: BAB III Kerangka Pemikiran

36  

Perusahaan Besar 

Koperasi/ Usaha Kecil 

Pembina/ Fasilitator 

Berdasarkan pola-pola kemitraan yang telah berkembang di masyarakat,

dapat ditarik suatu pola kemitraan secara umum yang dapat dikembangkan di

Indonesia, mulai dari pola sederhana hingga pola ideal yang mewujudkan

ketergantungan antara kedua belah pihak.

1. Pola Kemitraan Sederhana (Pemula)

Pada kemitraan sederhana, perusahaan mempunyai tanggung jawab

terhadap pengusaha kecil mitranya dalam memberikan bantuan atau

kemudahan memperoleh permodalan untuk mengembangkan usaha,

penyediaan sarana produksi yang dibutuhkan, serta bantuan teknologi

terutama alat mesin dalam peningkatan produksi dan mutu produksi.

Kemitraan

‐ Modal - Tenaga Kerja ‐ Sarana Produksi ‐ Alat dan Manajemen ‐ Manajemen ‐ Teknologi

Sumber: Hafsah 2000

2. Pola Kemitraan Tahap Madya

Pada pola kemitraan tahap madya, peran dari perusahaan mulai

berkurang, terutama dalam aspek permodalan. Perusahaan besar tidak

lagi memberikan modal usaha. Bantuan terhadap usaha kecil lebih

kepada bantuan teknologi, alat mesin, industri pengolahan

(agroindustri), serta jaminan pemasaran.

Gambar 6. Pola Kemitraan Sederhana (Pemula)

Page 15: BAB III Kerangka Pemikiran

37  

Perusahaan Besar 

Koperasi/ Usaha Kecil 

Pembina/ Fasilitator 

Perusahaan Besar 

Koperasi/ Usaha Kecil 

Pembina/ Fasilitator 

Konsultan

Kemitraan

- Alat dan Mesin - Saprodi - Agroindustri - Manajemen - Pemasaran - Permodalan - Teknologi

Sumber : Hafsah 2000

3. Pola Kemitraan Tahap Utama

Pola ini merupakan pola kemitraan yang paling ideal untuk

dikembangkan, namun membutuhkan persyaratan yang cukup berat

bagi pihak usaha kecil. Pada pola ini pihak pengusaha kecil secara

bersama-sama menanamkan modal usaha pada pengusaha besar

mitranya dalam bentuk saham.

Kemitraan

Saham

Sumber: Hafsah 2000

Gambar 7. Pola Kemitraan Tahap Madya

Gambar 8. Pola Kemitraan Tahap Utama

Page 16: BAB III Kerangka Pemikiran

38  

3.1.7 Konsep Kepuasan

Dalam mengkonsumsi suatu produk, konsumen akan melakukan proses

evaluasi terhadap konsumsi yang telah dilakukannya. Hasil dari proses evaluasi

ini adalah konsumen puas atau tidak puas. Kepuasan akan mendorong konsumen

untuk kembali mengkonsumsi produk tersebut, sebaliknya perasaan tidak puas

akan menyebabkan konsumen menghentikan konsumsi produk tersebut. Kepuasan

pada dasarnya bersifat subjektif, tergantung dari konsumen yang melakukan

konsumsi tersebut. Kepuasan setiap konsumen berbeda sesuai dengan sistem nilai

yang berlaku pada dirinya. Rangkuti (2003) mengartikan kepuasan pelanggan

sebagai respon pelanggan terhadap ketidaksesuaian antara tingkat kepentingan

sebelumnya dan kinerja yang dirasakan setelah pemakaian.

Sumber : Mowen dan Minor (1998) dalam Sumarwan (2004)

Engel, Blackwel dan Miniard (1995) dalam Sumarwan (2004)

mendefinisikan kepuasan sebagai penilaian konsumsi bahwa sebuah alternatif

yang telah dipilih sesuai dengan harapan atau tidak. Sedangkan menurut Richard

Oliver dalam Supranto (2006), kepuasan adalah tanggapan pelanggan atas

terpenuhinya kebutuhannya. Hal itu berarti penilaian bahwa suatu bentuk

Pengalaman Produk dan Merek

Harapan Mengenai Merek Seharusnya

Berfungsi

Evaluasi Mengenai Fungsi Merek yang

Sesungguhnya

Evaluasi Gap Antara Harapan dan yang

Sesungguhnya

Kepuasan Emosional: Fungsi Merek

Melebihi Harapan

Konfirmasi Harapan: Fungsi Merek Tidak

Berbeda dengan Harapan

Ketidakpuasan Emosional: Merek Tidak Memenuhi

Harapan

Gambar 9. Model Diskonfirmasi Harapan dari Kepuasan dan Ketidakpuasan

Page 17: BAB III Kerangka Pemikiran

39  

keistimewaan dari suatu barang atau jasa ataupun barang/jasa itu sendiri,

memberikan tingkat kenyamanan yang terkait dengan pemenuhan suatu

kebutuhan, termasuk pemenuhan kebutuhan di bawah harapan atau pemenuhan

kebutuhan melebihi harapan pelanggan.

Rangkuti (2003) menyatakan, terdapat delapan faktor yang mempengaruhi

kepuasan pelanggan, yaitu nilai, harapan, daya saing, persepsi pelanggan, harga,

citra, tahapan pelayanan dan situasi pelayanan.

1) Nilai

Nilai didefinisikan sebagai pengkaji secara menyeluruh manfaat nilai

dari suatu produk. Nilai didasarkan pada persepsi pelanggan atas apa

yang telah diterima oleh pelanggan dan yang telah diberikan oleh

produk tersebut. Pelanggan membutuhkan pelayanan serta manfaat dari

produk yang dikonsumsinya (Rangkuti 2003).

2) Harapan

Konsumen akan memiliki harapan mengenai bagaimana produk

tersebut seharusnya berfungsi. Harapan tersebut adalah standar kualitas

yang akan dibandingkan dengan fungsi atau kualitas produk yang

sesungguhnya dirasakan konsumen (Sumarwan 2004). Rangkuti

(2003) menyatakan bahwa tingkat kepentingan atau harapan pelanggan

merupakan keyakinan pelanggan sebelum mencoba dan membeli suatu

produk atau jasa.

3) Daya Saing

Untuk menarik pelanggan suatu produk harus memiliki daya saing

yang tinggi. Produk memiliki keunggulan dalam bersaing apabila

produk tersebut dibutuhkan oleh konsumen. Keunggulan suatu produk

terletak pada keunikan atau mutu pelayanan produk jasa tersebut pada

pelanggan, maka supaya dapat bersaing harus mempunyai keunikan

dibandingkan dengan produk lain yang sejenis (Rangkuti 2003).

4) Persepsi Pelanggan

Fungsi produk yang sesungguhnya dirasakan konsumen sebenarnya

adalah persepsi konsumen terhadap kualitas produk tersebut

(Sunarwan 2004). Rangkuti (2003) mendefinisikan persepsi pelanggan

Page 18: BAB III Kerangka Pemikiran

40  

sebagai proses dimana individu memilih, mengorganisasikan dan

mengartikan stimulus yang diterima melalui alat inderanya menjadi

suatu makna.

5) Harga

Harga rendah menimbulkan persepsi produk atau jasa tersebut

mutunya rendah. Harga yang terlalu rendah mengakibatkan pelanggan

menjadi kurang percaya terhadap produsen. Sebaliknya, harga yang

tinggi menimbulkan persepsi pelanggan bahwa produk atau jasa

tersebut bermutu tinggi. Namun harga yang terlalu tinggi berakibat

pada hilangnya pelanggan (Rangkuti 2003).

6) Citra

Rangkuti (2003) menyatakan bahwa citra buruk menimbulkan persepsi

bahwa produk tidak bermutu, sehingga pelanggan mudah marah

apabila terjadi kesalahan sedikitpun. Sebaliknya, citra yang bagus

terhadap suatu produk menimbulkan anggapan bahwa produk tersebut

bermutu baik.

7) Tahap Pelayanan

Kepuasan pelanggan ditentukan oleh berbagai jenis pelayanan yang

didapatkan pelanggan selama pelanggan menggunakan beberapa

tahapan pelayanan tersebut (Rangkuti 2003).

8) Situasi Pelayanan

Situasi Pelayanan dikaitkan dengan kondisi internal pelanggan,

sehingga mempengaruhi kinerja pelayanan. Sedangkan kinerja

pelayanan ditentukan oleh pelanggan, proses pelayanan dan

lingkungan fisik dimana pelayanan diberikan (Rangkuti 2003).

Menurut Rangkuti (2003), kualitas pelayanan (service quality) yang

mempengaruhi kepuasan pelanggan terdiri dari lima dimensi pelayanan, yaitu:

1) Keandalan (reliability), yaitu dimensi yang mengukur kemampuan

perusahaan dalam memberikan pelayanan dengan terpercaya dan

akurat sesuai yang dijanjikan.

2) Ketanggapan (responsiveness), yaitu dimensi yang mengukur

kemampuan perusahaan dalam memberikan pelayanan dengan cepat

Page 19: BAB III Kerangka Pemikiran

41  

serta ketersediaan untuk menolong pelanggan dan melayani dengan

baik.

3) Jaminan (assurance), yaitu dimensi kualitas yang berhubungan dengan

pengetahuan, kesopanan karyawan dan kemampuan dalam

menanamkan rasa percaya dan keyakinan kepada para pelanggan.

4) Empati (emphaty), yaitu dimensi pelayanan yang berhubungan dengan

kepedulian untuk memberikan perhatian pribadi dan memahami

kebutuhan pelanggan.

5) Berwujud (tangibles), yaitu dimensi pelayanan yang meliputi fasilitas

fisik, peralatan, karyawan dan sarana komunikasi. Pelayanan

merupakan sesuatu yang tidak bisa dilihat, dicium dan diraba, oleh

sebab itu pelanggan akan menggunakan bukti langsung untuk menilai

kualitas pelayanan.

Dalam mengukur tingkat kepuasan petani mitra terhadap jalannya

kemitraan dengan PT. Sang Hyang Seri dapat digunakan beberapa alat analisis,

diantaranya Importance Performance Analysis (IPA) dan Customer Satisfaction

Index (CSI). IPA digunakan untuk mendapatkan informasi mengenai tingkat

kinerja suatu perusahaan dalam memberikan pelayanan dengan cara mengukur

tingkat kepentingan dan tingkat pelaksanaannya dari masing-masing atribut-

atribut yang telah ditentukan. Atribut-atribut digolongkan berdasarkan dimensi

kualitas pelayanan. Sedangkan CSI digunakan untuk menentukan tingkat

kepuasan pelanggan secara menyeluruh dengan pendekatan yang dipertimbangkan

tingkat kepentingan berdasarkan atribut-atribut yang telah ditentukan. Kedua alat

analisis tersebut dapat menunjukkan atribut-atribut yang mempengaruhi kepuasan

petani serta mengukur tingkat kepuasan petani mitra terhadap jalannya kemitraan

secara keseluruhan beradasarkan atribut-atribut tersebut.

Page 20: BAB III Kerangka Pemikiran

42  

3.1.8 Analisis Pendapatan Usahatani

Ilmu usahatani pada dasarnya memperhatikan cara-cara petani

memperoleh dan memadukan sumberdaya (lahan, kerja, modal, waktu,

pengelolaan) yang terbatas untuk mencapai tujuannya (Soekartawi et al. 1984).

Berdasarkan definisi tersebut, diketahui faktor-faktor yang bekerja dalam

usahatani diantaranya adalah faktor alam, tenaga kerja dan modal.

1. Faktor Alam

Faktor alam merupakan salah satu faktor yang sangat

mempengaruhi usahatani. Faktor alam dibedakan menjadi dua, yaitu

faktor tanah serta lingkungan alam sekitarnya. Faktor tanah misalnya

jenis tanah dan kesuburan. Sedangkan faktor alam sekitar adalah faktor

iklim yang berhubungan dengan ketersediaan air, suhu dan lain

sebagainya (Suratiyah 2006).

2. Faktor Tenaga Kerja

Tenaga kerja dalam usahatani memiliki karakteristik yang sangat

berbeda dengan tenaga kerja dalam usaha pada bidang di luar pertanian.

Karakteristik tenaga kerja bidang usahatani menurut Tohir (1983) dalam

Suratiyah (2006) adalah:

a. Keperluan akan tenaga kerja dalam usahatani tidak kontinyu dan

tidak merata

b. Penyerapan tenaga kerja dalam usahatani sangat terbatas

c. Tidak mudah distandarkan, dirasionalkan, dan dispesialisasikan

d. Beraneka ragam coraknya dan kadang kala tidak dapat dipisahkan

satu sama lain.

Tenaga kerja dalam usahatani terdiri dari tenaga kerja keluarga dan

tenaga kerja luar keluarga. Banyak sedikitnya tenaga kerja yang

dibutuhkan dalam usahatani berbeda-beda tergantung jenis tanaman

yang dibudidayakan. Banyak sedikitnya tenaga kerja luar yang

dipergunakan tergantung pada dana yang dimiliki.

Page 21: BAB III Kerangka Pemikiran

43  

3. Faktor Modal

Modal merupakan syarat mutlak berjalannya suatu usaha, termasuk

dalam usahatani. Menurut Suratiyah (2006), pada usahatani modal

digolongkan berdasarkan sifat, kegunaan, waktu dan fungsi.

a. Sifat

Berdasarkan sifatnya modal selain dibagi menjadi modal yang

menghemat lahan (land saving capital) serta modal yang

menghemat tenaga kerja (labour saving capital), modal juga

digolongkan ke dalam modal yang menyerap tenaga kerja lebih

banyak serta modal yang mempertinggi efisiensi.

b. Kegunaan

Berdasarkan kegunaannya, modal dibagi menjadi dua golongan

yaitu modal aktif yang secara langsung maupun tidak langsung

meningkatkan produksi, serta modal pasif yang digunakan hanya

untuk mempertahankan produk.

c. Waktu

Berdasarkan waktu pemberian manfaatnya, modal dibagi menjadi

dua golongan, yaitu modal produktif yang merupakan modal yang

secara langsung meningkatkan produksi serta modal prospektif yang

merupakan modal yang dapat meningkatkan namun baru dirasakan

pada jangka panjang.

d. Fungsi

Berdasarkan fungsinya, modal dapat dibagi ke dalam dua golongan,

yaitu modal tetap dan modal tidak tetap. Modal tetap adalah modal

yang digunakan dalam berkali-kali proses produksi, sedangkan

modal tidak tetap adalah modal yang hanya digunakan dalam satu

kali proses produksi.

Secara umum usahatani dibagi menjadi dua, yaitu usahatani keluarga dan

perusahaan pertanian. Perbedaan antara usahatani keluarga dan perusahaan

pertanian terletak pada delapan hal, yaitu tujuan akhir, bentuk hukum, luas usaha,

jumlah modal, jumlah tenaga kerja, unsur usahatani, sifat usaha serta pemanfaatan

terhadap hasil-hasil pertanian. Tujuan akhir usahatani keluarga adalah pendapatan

Page 22: BAB III Kerangka Pemikiran

44  

keluarga petani, sedangkan tujuan akhir perusahaan adalah laba yang sebesar-

besarnya. Usahatani keluarga tidak berbadan hukum sedangkan perusahaan

pertanian mempunyai badan hukum seperti PT, firma atau CV. Usahatani

keluarga pada umumnya berlahan sempit, sedangkan perusahaan pertanian

memiliki lahan luas karena berorientasi pada efisiensi dan keuntungan.

Berdasarkan jumlah modal yang dimiliki usahatani keluarga mempunyai

modal per satuan luas yang lebih kecil dibandingkan perusahaan pertanian,

namum memiliki jumlah tenaga kerja per satuan luas yang lebih besar dibanding

perusahaan pertanian. Hal lain yang membedakan usahatani keluarga dan

perusahaan pertanian adalah pada unsur usahatani, yaitu tenaga kerja yang dibayar

dimana pada usahatani keluarga melibatkan tenaga kerja keluarga dan luar

keluarga, sedangkan perusahaan pertanian hanya menggunakan tenaga kerja luar.

Usahatani keluarga pada umumnya bersifat menghidupi, komersial maupun semi

komersial, sementara perusahaan pertanian selalu bersifat komersial. Perusahaan

pertanian selalu memanfaatkan hasil-hasil pertanian yang mutakhir dan tidak

segan-segan membiayai penelitian sendiri melalui bagian penelitian dan

pengembangan perusahaan. Hal ini berbeda dengan usahatani keluarga yang

bergantung pada hasil penelitian dan pengembangan pemerintah melalui

Departemen Pertanian karena keterbatasan modal, peralatan serta tenaga kerja.

Dalam menjalankan usahatani, para petani mengharapkan produksi yang

besar agar memperoleh pendapatan yang besar pula. Untuk itulah petani

memanfaatkan tenaga, modal dan sarana produksinya sebagai umpan untuk

mendapatkan produksi yang diharapkan. Ukuran penampilan usahatani dapat

dinyatakan dengan ukuran arus uang tunai serta ukuran pendapatan dan

keuntungan.

Menurut Soekartawi et al. 1984, penerimaaan tunai usahatani didefinisikan

sebagai nilai uang yang diterima dari penjualan produk usahatani. Pengeluaran

tunai usahatani didefinisikan sebagai jumlah uang yang dibayarkan untuk

pembelian barang dan jasa bagi usahatani. Penerimaan tunai usahatani tidak

mencakup pinjaman uang untuk keperluan usahatani. Demikian pula, pengeluaran

tunai usahatani tidak mencakup bunga pinjaman dan jumlah pinjaman pokok.

Penerimaan tunai dan pengeluaran tunai usahatani tidak mencakup yang

Page 23: BAB III Kerangka Pemikiran

45  

berbentuk benda. Jadi, nilai produk usahatani yang dikonsumsi tidak dihitung

sebagai penerimaan tunai usahatani dan nilai kerja yang dibayar dengan benda

tidak dihitung sebagai pengeluaran usahatani. Selisih antara penerimaan tunai

usahatani dengan pengeluaran tunai usahatani disebut pendapatan tunai usahatani

dan merupakan ukuran kemampuan usahatani untuk menghasilkan uang tunai.

Pendapatan kotor usahatani didefinisikan sebagai nilai produk total

usahatani dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun yang tidak dijual.

Pendapatan kotor usahatani merupakan ukuran hasil perolehan total sumberdaya

yang digunakan dalam usahatani. Pengeluaran usahatani didefinisikan sebagai

nilai semua masukan yang habis terpakai atau dikeluarkan di dalam produksi,

tetapi tidak termasuk tenaga kerja keluarga petani. Apabila data tersedia, maka

pengeluaran total dipisahkan menjadi pengeluaran tetap dan pengeluaran tidak

tetap. Pengeluaran tetap didefinisikan sebagai pengeluaran usahatani yang tidak

bergantung kepada besarnya produksi. Sedangkan pengeluaran tidak tetap adalah

pengeluaran yang digunakan dalam usahatani dan jumlahnya berubah kira-kira

sebanding dengan besarnya perubahan produksi.

Pengeluaran usahatani mencakup pengeluaran tunai dan tidak tunai. Jadi,

nilai barang atau jasa untuk keperluan usahatani yang dibayar dengan benda atau

berdasarkan kredit harus dimasukkan ke dalam pengeluaran. Apabila dalam

usahatani digunakan mesin-mesin pertanian, maka penyusutan harus dihitung dan

dimasukkan ke dalam pengeluaran. Selisih antara pendapatan kotor usahatani dan

pengeluaran total usahatani disebut pendapatan bersih usahatani. Pendapatan

bersih usahatani mengukur imbalan yang diperoleh keluarga petani dari

penggunaan faktor-faktor produksi kerja, pengelolaan, dan modal milik sendiri

atau modal pinjaman yang diinvestasikan ke dalam usahatani. Karena itu,

pendapatan bersih usahatani merupakan ukuran keuntungan usahatani yang dapat

dipakai untuk membandingkan penampilan beberapa usahatani.

Ukuran lain yang dapat digunakan untuk menentukan tingkat keuntungan

dalam usahatani adalah rasio perbandingan penerimaan dan biaya (rasio R/C).

Apabila rasio R/C > 1 maka usahatani dinyatakan menguntungkan, sebaliknya

apabila rasio R/C < 1 maka usahatani dinyatakan mengalami kerugian. Rasio R/C

= 1 menunjukkan kondisi keuntungan normal dalam pelaksanaan usahatani.

Page 24: BAB III Kerangka Pemikiran

46  

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional

Benih merupakan komoditi yang sangat penting dalam pelaksanaan

usahatani, karena kualitas suatu tanaman sangat tergantung pada kualitas benih

yang digunakan dalam budidaya. Padi merupakan salah satu tanaman yang sangat

penting, mengingat sekitar 95 persen penduduk Indonesia mengkonsumsi padi

sebagai makanan pokok. Karena itu, peningkatan kualitas serta produktivitas

tanaman padi menjadi hal yang sangat diperhatikan oleh pemerintah. Sertifikasi

benih padi merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kualitas serta

produktifitas tanaman padi disamping penemuan varietas-varietas baru padi.

Saat ini masih terdapat petani di Indonesia yang menggunakan benih hasil

penangkaran sendiri tanpa melalui proses sertifikasi. Hal ini berpengaruh terhadap

kualitas serta produktivitas padi yang dihasilkan. Walaupun begitu penggunaan

benih bersertifikat di Indonesia terus meningkat setiap tahunnya. Hal ini harus

diikuti dengan peningkatan produksi benih padi bersertifikat, melalui usahatani

penangkaran benih padi bersertifikat. Usaha penangkaran benih padi bersertifikat

belum banyak dilakukan oleh petani padi di Indonesia. Padahal bila dilihat dari

tingkat pendapatannya, pendapatan petani penangkar benih lebih tinggi

dibandingkan petani padi konsumsi. Hal ini disebabkan karena dengan

menghasilkan benih padi varietas unggul bersertifikat berarti harga jual yang

diterima oleh petani lebih tinggi jika dibandingkan dengan padi konsumsi. Dalam

menghasilkan benih padi di Indonesia, terdapat petani penangkar benih padi yang

melakukannya secara mandiri serta terdapat juga petani penangkar benih yang

melakukan kemitraan dengan perusahaan produsen benih.

PT. SHS merupakan salah satu produsen penghasil benih padi di Indonesia.

Ciri utama benih padi produksi PT. SHS adalah berlabel sertifikasi. Dalam

memproduksi benih padi bersertifikat, PT. SHS melakukan kemitraan dengan

petani penangkar benih padi di daerah sekitar. Kemitraan memberikan keuntungan

bagi kedua belah pihak, baik bagi perusahaan maupun petani yang melakukan

kemitraan. Keuntungan yang diperoleh PT. SHS diantaranya adalah adanya

kontinuitas produksi benih padi yang berpengaruh terhadap produksi benih padi

nasional, sedangkan bagi petani penangkar benih padi keuntungan yang diperoleh

diantaranya peningkatan kemampuan dan kewirausahaan, peningkatan pendapatan

Page 25: BAB III Kerangka Pemikiran

47  

keluarga dan masyarakat pedesaan, peningkatan kualitas penguasaan teknologi

serta penyediaan lapangan kerja bagi petani kecil. Kemitraan ini sekaligus

meningkatkan jumlah petani penangkar benih bersertifikat.

Namun dalam pelaksanaannya, masih terdapat permasalahan yang

disebabkan oleh penyimpangan perjanjian kemitraan. Permasalahan tersebut

diantaranya adalah penjualan hasil panen yang tidak sesuai dengan perjanjian

kerjasama. Dalam perjanjian, petani mitra diwajibkan untuk menjual seluruh hasil

panennya pada PT. SHS, namun masih terdapat petani yang menjual hasil

panennya selain ke perusahaan. Hal ini disebabkan salah satunya karena

keterlambatan pembayaran hasil panen oleh PT. SHS. Penyimpangan dari

perjanjian kerjasama yang telah disepakati dapat mendatangkan kerugian bagi

petani mitra maupun bagi PT. SHS. Untuk itulah perlu dilakukan evaluasi

terhadap pelaksanaan kemitraan untuk melihat sejauh mana masing-masing pihak

yang bermitra telah melaksanakan perannya dalam kemitraan. Melalui evaluasi

kemitraan masing-masing pihak diharapkan dapat menilai kegiatan kemitraan

yang telah dijalankan sehingga nantinya dapat digunakan untuk meningkatkan

kinerja dari kemitraan tersebut.

Evaluasi kemitraan dilakukan dengan melihat tingkat kesesuaian antara

pelaksanaan atribut-atribut kemitraan dengan perjanjian yang telah disepakati.

Melalui evaluasi kemitraan akan diketahui bagaimana pelaksanaan kemitraan

yang terjalin antara PT. SHS dan petani mitra serta diketahui kendala-kendala

dalam pelaksanaan kemitraan. Evaluasi kemitraan juga dilakukan melalui

penilaian kualitas pelayanan. Kualitas pelayanan ini diukur melalui pengukuran

tingkat kepuasan petani terhadap pelaksanaan kemitraan. Metode yang digunakan

untuk melihat tingkat kepuasan petani mitra adalah metode Importance

Performance Analysis (IPA) dan Customer Satisfaction Index (CSI). Metode ini

menunjukkan apakah kemitraan yang telah dijalankan oleh PT. Sang Hyang Seri

dengan petani mitra telah memberikan kepuasan bagi petani mitra itu sendiri,

berdasarkan atribut-atribut kemitraan yang telah ditentukan.

Untuk menganalisis tingkat pendapatan petani penangkar benih padi,

digunakan analisis pendapatan serta analisis rasio R/C. Analis ini dilakukan

terhadap petani yang melakukan kemitraan dengan PT. SHS serta terhadap petani

Page 26: BAB III Kerangka Pemikiran

48  

penangkar benih yang tidak bermitra. Hal ini dilakukan untuk membandingkan

tingkat pendapatan antara petani mitra dengan petani non mitra. Dengan analisis

tersebut akan diketahui berapa besar pendapatan yang diperoleh petani penangkar

benih mitra maupun non mitra serta melihat apakah usahatani yang dijalankan

memberikan keuntungan atau kerugian kepada petani serta melihat usahatani

manakah yang lebih menguntungkan. Analisis ini juga melihat bagaimana peran

kemitraan terhadap pendapatan petani penangkar benih padi. Kerangka alur

pemikiran dapat dilihat pada Gambar 10.

Page 27: BAB III Kerangka Pemikiran

49  

Benih Padi sebagai input utama dalam usahatani padi. ‐ Sangat penting karena kualitas padi tergantung pada

kualitas benihnya ‐ Masalah perbenihan terutama padi berhubungan

dengan pemenuhan kebutuhan akan beras ‐ Penangkaran benih padi di Indonesia dilakukan oleh

BUMN, swasta atau kelompok tani penangkar benih

Petani Penangkar Benih padi

Petani Mitra

Petani Non Mitra

Produsen Benih Padi Bersertifikat

PT Sang Hyang Seri

Pelaksanaan Kemitraan - Realisasi Perjanjian Kerjasama - Kendala-kendala - Manfaat

Analisis Pendapatan

Analisis R/C

Analisis Perbandingan

Kemitraan yang sesuai dengan harapan pihak yang bermitra

Evaluasi atribut kepuasan petani (16 atribut pelayanan kemitraan)

Permasalahan: 1. Keterlambatan pembayaran hasil panen oleh PT. SHS 2. Penjualan hasil panen yang tidak sesuai perjanjian

Evaluasi Kemitraan

Analisis Deskriptif

IPA dan CSI

Gambar 10. Kerangka Pemikiran Operasional