bab ii telaah pustaka dan kerangka pemikiran

22
BAB II TELAAH PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN Pada bab ini akan dibahas mengenai konsep-konsep yang melandasi penelitian. Konsep yang akan dibahas meliputi landasan teoritis, penelitian terdahulu dan kerangka pemikiran. Dimana dalam landasan teoritis akan dibahas mengenai konsep perpajakan, effective tax rate, corporate governance, dan teori agensi. Pada sub bab penelitian terdahulu akan dibahas mengenai hasil-hasil dari penelitian terdahulu, serta pada sub bab kerangka pemikiran akan diberikan gambaran yang mewakili kerangka berpikir dalam penelitian yang dilakukan penulis. A. Telaah Pustaka 1. Perpajakan a. Definisi Pajak Berdasarkan pasal 1 angka 1 Undang-Undang No.28 tahun 2007, pajak merupakan kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran Rakyat. Pengertian pajak menurut beberapa ahli (dalam Waluyo, 2013: 2-3):

Upload: others

Post on 06-Oct-2021

11 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TELAAH PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II

TELAAH PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

Pada bab ini akan dibahas mengenai konsep-konsep yang melandasi penelitian. Konsep

yang akan dibahas meliputi landasan teoritis, penelitian terdahulu dan kerangka pemikiran.

Dimana dalam landasan teoritis akan dibahas mengenai konsep perpajakan, effective tax

rate, corporate governance, dan teori agensi. Pada sub bab penelitian terdahulu akan dibahas

mengenai hasil-hasil dari penelitian terdahulu, serta pada sub bab kerangka pemikiran akan

diberikan gambaran yang mewakili kerangka berpikir dalam penelitian yang dilakukan penulis.

A. Telaah Pustaka

1. Perpajakan

a. Definisi Pajak

Berdasarkan pasal 1 angka 1 Undang-Undang No.28 tahun 2007, pajak merupakan

kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang

bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan

secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-besarnya

kemakmuran Rakyat.

Pengertian pajak menurut beberapa ahli (dalam Waluyo, 2013: 2-3):

Page 2: BAB II TELAAH PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

(1) Menurut P. J. A. Adriani:

“Pajak adalah iuran kepada Negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang

wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi-

kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai

pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas Negara yang

menyelenggarakan pemerintahan.”

(2) Menurut Soeparman Soemahamidjaja:

“Pajak adalah iuran wajib berupa uang atau barang yang dipungut oleh penguasa

berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup biaya produksi barang-barang dan

jasa-jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum.”

(3) Menurut Rochmat Soemitro:

“Pajak adalah iuran kepada kas Negara berdasarkan Undang-Undang (yang dapat

dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal (kontraprestasi), yang langsung dapat

ditunjukan dan digunakan untuk membayar pengeluaran umum.’

Dari pengertian-pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri yang

melekat pada pengertian pajak, adalah sebagai berikut (Waluyo,2013: 3):

(1) Pajak dipungut berdasarkan Undang-Undang serta aturan pelaksanaannya yang

sifatnya dapat dipaksakan.

(2) Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukan adanya kontraprestasi individual

oleh pemerintah.

(3) Pajak dipungut oleh Negara baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.

Page 3: BAB II TELAAH PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

(4) Pajak diperuntukan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah, yang bila dari

pemasukannyamasih terdapat surplus, dipergunakan untuk membiayai public

investment.

(5) Pajak dapat pula mempunyai tujuan selain budgeter, yaitu mengatur.

b. Fungsi Pajak

Terdapat dua fungsi pajak, yaitu (Waluyo, 2013: 6):

(1) Fungsi Penerimaan (Budgeter)

Pajak berfungsi sebagai sumber dana yang diperuntukan bagi pembiayaan

pengeluaran-pengeluaran pemerintah. Sebagai contoh: dimasukannya pajak dalam

APBN sebagai penerimaan dalam negeri.

(2) Fungsi Mengatur (Reguler)

Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan

di bidang social dan ekonomi. Sebagai contoh: dikenakannya pajak yang lebih

tinggi terhadap minuman keras, dapat ditekan. Demikian pula terhadap barang

mewah.

c. Perlawanan terhadap Pajak

Implikasi dari digunakannya self assessment system adalah bahwa tulang

punggung dari system ini adalah voluntary compliance (kepatuhan sukarela), yaitu

meletakan tanggung jawab pemungutan sepenuhnya kepada kesadaran wajib pajak.

Kepatuhan sukarela ini sangat mempengaruhi usaha pemungutan penerimaan Negara.

Oleh karena kepatuhan sukarela yang dijadikan tulang punggung, maka dalam

pelaksanaannya seringkali muncul masalah perlawanan pajak. Dalam prakteknya,

Page 4: BAB II TELAAH PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

hamper semua system perpajakan menghadapi masalah perlawanan pajak dalam

kaitannya dengan pembayar pajak yang tidak sepenuhnya mentaati persyaratan hukum

sehubungan dengan berapa banyak pajak yang harus dibayar. Perlawanan pajak oleh

wajib pajak dapat berupa perlawanan pasif atau yang sering disebut kelalaian maupun

perlawanan aktif yang sering disebut sebagai penggelapan (Supramono dan Damayanti,

2015: 9).

Hambatan terhadap pemungutan pajak dapat dikelompokan menjadi 2

(Mardiasmo, 2016: 10-11):

(1) Perlawanan Pasif

Masyarakat enggan (pasif) membayar pajak, yang dapat disebabkan antara

lain:

(a) Perkembangan intelektual dan moral masyarakat.

(b) Sistem perpajakan yang (mungkin) sulit dipahami masyarakat.

(c) Sistem kontrol tidak dapat dilakukan atau dilaksanakan dengan baik.

(2) Perlawanan Aktif

Perlawanan aktif meliputi semua usaha dan perbuatan yang dilakukan oleh

wajib pajak dengan tujuan untuk menghindari pajak.

Bentuknya antara lain:

(a) Tax avoidance, usaha meringankan beban pajak dengan tidak melanggar

undang-undang.

(b) Tax evasion, usaha meringankan beban pajak dengan cara melanggar undang-

undang (menggelapkan pajak).

Page 5: BAB II TELAAH PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2. Effective Tax Rate

Tarif pajak merupakan persentase tertentu yang telah ditentukan dalam peraturan

perpajakan dalam menentukan jumlah pajak terhutang yang dikenakan terhadap wajib

pajak baik orang pribadi maupun badan (Nurmantu, 2005). Sedangkan, tarik pajak efektif

atau effective tax rate (ETR) adalah persentase tarif pajak yang efektif berlaku atau harus

diterapkan atas dasar pengenaan pajak tertentu (Waluyo, 2013). Akuntan keuangan

mendefinisikan ETR sebagai ratio beban pajak untuk tujuan laporan keuangan terhadap

pendapatan sebelum pajak (Halperin dan Sansing, 2005). Effective tax rate dihitung atau

dinilai berdasarkan pada informasi keuangan yang dihasilkan oleh perusahaan sehingga

ETR merupakan bentuk perhitungan tarif pajak pada perusahaan. menurut Richardson

dan Lanis (2007) tarif pajak efektif adalah perbandingan antara pajak riil yang dibayar

dengan laba komersial sebelum pajak. Tarif pajak efektif dapat digunakan untuk

mengukur dampak perubahan kebijakan perpajakan atas beban pajak perusahaan.

Dalam penelitiannya, Walby (2010) membagi tarif pajak menjadi 4 macam, yaitu

tarif pajak statuori, tarif pajak rata-rata, tarif pajak marginal, tarif pajak efektif. Tarif

pajak statuori adalah pajak yang secara legal berlaku dan ditetapkan oleh otoritas

perpajakan, tarif pajak statutori pun dibagi menjadi empat macam oleh Mardiasmo

(2016) yaitu tarif sebanding, tarif tetap, tarif progresif, tarif degresif. Tarif pajak rata-

rata adalah rasio jumlah pajak yang dibayarkan terhadap jumlah penghasilan kena pajak.

Tarif pajak marginal adalah tarif pajak yang dikenakan atas sisa penghasilan kena pajak

setelah dikenakan dengan tarif pajak sebelumnya. Sedangkan tarif pajak efektif adalah

tarif pajak aktual yang harus dibayarkan oleh perusahaan dibandingkan laba yang

dihasilkan oleh perusahaan. Dalam penelitian ini tarif yang akan digunakan untuk

Page 6: BAB II TELAAH PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

menghitung manajemen pajak adalah tarif pajak efektif (Effective Tax Rate) yang akan

dibandingkan dengan tarif statuori. Menurut Hanlon dan Heitzman (2010; 140)

pengukuran Effective Tax Rate memiliki beberapa macam cara yaitu :

Tabel 2.1

Cara Mengukur Effective Tax Rate

Measure Computation

GAAP ETR 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐼𝑛𝑐𝑜𝑚𝑒 𝑇𝑎𝑥 𝐸𝑥𝑝𝑒𝑛𝑠𝑒

𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑝𝑟𝑒 − 𝑡𝑎𝑥 𝑎𝑐𝑐𝑜𝑢𝑛𝑡𝑖𝑛𝑔 𝑖𝑛𝑐𝑜𝑚𝑒

Current ETR 𝐶𝑢𝑟𝑟𝑒𝑛𝑡 𝑖𝑛𝑐𝑜𝑚𝑒 𝑡𝑎𝑥 𝑒𝑥𝑝𝑒𝑛𝑠𝑒

𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑝𝑟𝑒 − 𝑡𝑎𝑥 𝑎𝑐𝑐𝑜𝑢𝑛𝑡𝑖𝑛𝑔 𝑖𝑛𝑐𝑜𝑚𝑒

Cash ETR 𝐶𝑎𝑠ℎ 𝑡𝑎𝑥 𝑝𝑎𝑖𝑑

𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑝𝑟𝑒 − 𝑡𝑎𝑥 𝑎𝑐𝑐𝑜𝑢𝑛𝑡𝑖𝑛𝑔 𝑖𝑛𝑐𝑜𝑚𝑒

Long-run Cash ETR ∑ 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐼𝑛𝑐𝑜𝑚𝑒 𝑇𝑎𝑥 𝐸𝑥𝑝𝑒𝑛𝑠𝑒

∑ 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑝𝑟𝑒 − 𝑡𝑎𝑥 𝑎𝑐𝑐𝑜𝑢𝑛𝑡𝑖𝑛𝑔 𝑖𝑛𝑐𝑜𝑚𝑒

ETR Differential Statutory ETR - GAAP ETR

DTAX Error term from the following regression :

𝐸𝑇𝑅 𝑑𝑖𝑓𝑓𝑒𝑟𝑒𝑛𝑡𝑖𝑎𝑙 × 𝑃𝑟𝑒 − 𝑡𝑎𝑥 𝑏𝑜𝑜𝑘 𝐼𝑛𝑐𝑜𝑚𝑒

= 𝑎 + 𝑏 × 𝐶𝑜𝑛𝑡𝑟𝑜𝑙𝑠 + 𝑒

Total BTD Pre-tax Book Income – ((U.S. CTE+Fgn CTE) / (U.S.

STR) – (NOLt – NOLt-1)

Temporary BTD Deffered tax expense / U.S. STR

Abnormal total BTD Residual from BTD / Tait = βTait + βMi + βeit

Unrecognized tax benefits Disclosed Amount post-FIN48

Tax Shelter activity Indicator Variable for firms accused of engaging in a tax

shelter

Marginal Tax Rate Simulated marginal tax rate

Page 7: BAB II TELAAH PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

3. Corporate Governance

a. Good Corporate Governance

Beberapa definisi tentang Good Corporate Governance (Gunawan, 2016:45):

(1) Cadbury Report mendefinisikan good corporate governance sebagai:

“The system by which organisations are directed and controlled. (Suatu sistem yang

berfungsi untuk mengarahkan dan mengendalikan organisasi).”

(2) Cadbury Committee memandang good corporate governance sebagai:

“A set of rules that define the relationship between shareholders, managers,

creditors, the goverment, employees and other internal and external stakeholders in

respect to their rights and responsibilities. (Seperangkat aturan yang merumuskan

hubungan antara pemegang saham, manajer, kreditor, pemerintah, karyawan, dan

pihak-pihak yang berkepentingan lainnya baik internal maupun eksternal

sehubungan dengan hak-hak dan tanggung jawab mereka).”

(3) Organization for Economic cooperation and Development (OECD) mendefinisikan

good corporate governance sebagai:

“The structure through which shareholders, directors, managers set of the board

objective of the company, the means of attaining those objectives and monitoring

performance. (Struktur yang olehnya para pemegang saham, komisaris, dan manajer

menyusun tujuan-tujuan perusahaan dan sarana untuk mencapai tujuan-tujuan

tersebut dan mengawasi kinerja).”

Page 8: BAB II TELAAH PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

(4) Tjager dkk menyimpulkan bahwa good corporate governance pada intinya adalah:

“Mengenai suatu sistem, proses dan seperangkat aturan yang mengatur hubungan

antara berbagai pihak yang berkepentingan (stakeholders) terutama dalam arti

sempit hubungan antara pemegang saham, dewan komisaris, dan dewan direksi

demi tercapainya tujuan organisasi. Good corporate governance dimaksudkan untuk

mengatur hubungan-hubyngan ini dan menegah terjadinya kesalahan-kesalahan

(mistakes) signifikan dalam strategi korporasi dan untuk memastikan bahwa

kesalahan-kesalahan yang terjadi dapat diperbaiki dengan segera.”

Asas-asas Good Corporate Governance berdasarkan Pedoman Umum Good

Corporate Governance Indonesia (2006):

(1) Keterbukaan (transparancy)

Untuk menjaga obyektivitas dalam menjalankan bisnis, perusahaan harus

menyediakan informasi yang material dan relevan dengan cara yang mudah

diakses dan dipahamioleh pemangku kepentingan. Perusahaan harus mengambil

inisiatif untuk mengungkapkan tidak hanya masalah yang disyaratkan oleh

peraturan perundang-undangan, tetapi juga hal yang penting untuk pengambilan

keputusan oleh pemegang saham, krediturdan pemangku kepentingan lainnya.

(2) Akuntabilitas (accountability)

Perusahaan harus dapat mempertanggungjawabkan kinerjanya

secara transparan danwajar. Untuk itu perusahaan harus dikelola secara benar,

terukur dan sesuai dengan kepentingan perusahaan dengan tetap memperhitungkan

kepentingan pemegang sahamdan pemangku kepentingan lain. Akuntabilitas

Page 9: BAB II TELAAH PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

merupakan prasyarat yang diperlukan untuk mencapai kinerja yang

berkesinambungan

(3) Pertanggungjawaban (responsibility)

Perusahaan harus mematuhi peraturan perundang-undangan serta

melaksanakan tanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan sehingga

dapat terpelihara kesinambungan usaha dalam jangka panjang dan mendapat

pengakuan sebagai good corporate citizen.

(4) Independensi (indenpedency)

Untuk melancarkan pelaksanaan asas GCG, perusahaan harus dikelola secara

independen sehingga masing-masing organ perusahaan tidak saling mendominasi

dantidak dapat diintervensi oleh pihak lain

(5) Kewajaran dan Kesetaraan (fairness)

Dalam melaksanakan kegiatannya, perusahaan harus senantiasa memperhatikan

kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya berdasarkan

asas kewajaran dan kesetaraan.

b. Pengukuran Good Corporate Governance di Sektor Perbankan

Implementasi prinsip-prinsip Good Corporate Governance dalam lingkup pasar

modal di Indonesia dapat dijabarkan melalui upaya-upaya Bapepam mendorong

perusahaan publik untuk memerhatikan dan melaksanakan prinsip-prinsip: Transparancy,

dengan meningkatkan kualitas keterbukaan informasi tentang “Performance” perusahaan

secara tepat waktu, baik yang berupa informasi finansial maupun non-finansial. Fairness,

dengan memaksimalkan perlindungan hak dan perlakuan adil kepada seluruh shareholders

tanpa kecuali. Responsibility, dengan mendorong optimalisasi peran stakeholders dalam

Page 10: BAB II TELAAH PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

rangka mendukung program-program perusahaan. Accountability, dengan mendorong

optimalisasi peran dewan direksi (termasuk pejabat eksekutif) dan Dewan Komisaris dalam

menjalankan tugas dan fungsinya secara profesional, Gunawan (2016: 61).

Untuk pengukuran mengenai pelaksanaan GCG ini seluruh industri perbankan

harus mengikuti Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 8/4/PBI/2006 tentang pelaksanaan

GCG bagi Bank Umum dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/14/PBI/2006 tanggal 5

Oktober 2006 tentang perubahan atas Peraturan Bank indonesia Nomor 8/4/PBI/2006

tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance bagi Bank Umum (Gunawan,2016 :61),

yaitu:

(1) Komisaris Independen. Dewan komisaris sebagai puncak dari sistem pengelolaan

internal perusahaan, memiliki peranan terhadap aktivitas pengawasan. Vafeas (2000)

mengatakan bahwa selain kepemilikan manajerial, peranan dewan komisaris juga

diharapkan dapat meningkatkan kualitas laba dengan membatasi tingkat manajemen

laba melalui fungsi monitoring atas pelaporan keuangan. Fungsi monitoring yang

dilakukan oleh dewan komisaris dipengaruhi oleh jumlah atau ukuran dewan komisaris.

(2) Komite audit. Komite audit yang bertanggung jawab untuk mengawasi laporan

keuangan, mengawasi audit eksternal, dan mengamati sistem pengendalian internal

(termasuk audit internal). Komite audit meningkatkan integritas dan kredibilitas

pelaporan keuangan melalui: (1) pengawasan atas proses pelaporan termasuk sistem

pengendalian internal dan penggunaan prinsip akuntansi berterima umum, dan (2)

mengawasi proses audit secara keseluruhan. Hasilnya mengindikasikan bahwa adanya

komite audit memiiki konsekuensi pada laporan keuangan yaitu: (1) berkurangnya

pengukuran akuntansi yang tidak tepat, (2) berkurangnya pengungkapan akuntansi

Page 11: BAB II TELAAH PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

yang tidak tepat dan (3) berkurangnya tindakan kecurangan manajemen dan tindakan

ilegal.

Untuk membangun sistem pengawasan dan pengendalian yang efektif dalam suatu

perusahaan ada dua pihak yang diperlukan, yaitu komite audit dan dewan komisaris

independen. Meskipun masing-masing mempunyai tugas, wewenang, dan tangung jawab

yang berbeda namun pada prinsipnya kedua pihak mempunyai tujuan yang serupa, yaitu

mewujudkan kehidupan bisnis yang bersih, sehat, dan bertanggung jawab (Fadhilah, 2014).

c. Pihak-pihak yang berperan dalam Good Corporate Governance

Menurut Tunggal dalam Gunawan (2016: 64-66), ada beberapa pihak yang berperan dalam

mewujudkan penerapan penerapan good corporate governance yang baik dalam perusahaan,

yaitu:

(1) Pemegang Saham dan Rapat Umum Pemegang Saham

Pemegang Saham adalah individu atau institusi yang mempunyai peran dalam perusahaan.

Good corporate governance yang baik harus dapat melindungi hak-hak pemegang saham.

(2) Komisaris dan Direksi

Dewan komisaris (Board of Commissioners) merupakan faktor sentral dalam good

corporate governance karena hukum perseroan menempatkan tanggung jawab legal atas

urusan suatu perusahaan kepada dewan komisaris. Dewan komisaris secara legal

bertanggung jawab untuk menetapkan sasaran dan kebijakan tersebut. Dewan komisaris

juga menelaah kinerja manajemen untuk meyakinkan bahwa perusahaan dijalankan secara

baik dan kepentingan pemegang saham dilindungi. Adapun fungsi komisaris adalah sebagai

wakil pemegang saham yang melakukan pengawasan dan memberi nasihat kepada direksi

dalam rangka menjalankan tata kelola perusahaan yang baik ( good corporate governance).

Page 12: BAB II TELAAH PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

(3) Auditor Eksternal

Tanggung jawab yang dimiliki oleh auditor eksternal adalah memberikan opini terhadap

laporan keuangan perusahaan. Laporan auditor independen adalah ekspresi dari opini

profesional mereka mengenai laporan keuangan. Meskipun laporan keuangan adalah

tanggung jawab dari manajemen, auditor independen bertanggung jawab untuk menilai

kewajaran pernyataan mnajemen dalam laporan melalui laporan audit mereka. Karena itu,

laporan audit dituntut untuk memiliki kualitas yang tinggi akan memengaruhi tingkat

kepercayaan pengguna laporan keuangan.

(4) Auditor Internal

Auditor internal bertanggung jawab untuk memberikan suatu pendekatan disiplin yang

sistematis untuk mengevaluasi dan meningkatkan keefektifanmanajemen resiko,

pengendalian dan proses pengelolaan perusahaan sehingga membantu perusahaan dalam

usaha mencapai tujuannya.

(5) Komite Audit

Direksi PT Bursa Efek Jakarta dengan suratnya Nomor: Kep-339/BEJ/07-2001 tanggal 21

Juli 2001 tentang Ketentuan Umum Pencatatan Efek Bersifat Ekuitas di Bursa poin C

mengatur hal-hal mengenai komite audit. Keanggotaan Komite audit sekurang-kurangnya

terdiri dari tiga orang anggota, dan seorang di antaranya merupakaan komisaris independen

yang sekaligus merangkap sebagai ketua komite. Anggota lainnya merupakan pihak

eksternal yang independen di mana sekurang-kurangnya satu di antaranya memiliki

kemampuan di bidang akuntansi dan/atau keuangan. Komite audit bertugas untuk

memberikan pendapat profesional yang independen kepada dewan koisaris terhadap

Page 13: BAB II TELAAH PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

laporan atau hal-hal yang disampaikan oleh direksi kepada dewan komisaris serta

mengindentifikasi hal-hal yang memerlukan perhatian dewan komisaris.

(6) Sekretaris Perusahaan

Merujuk pada surat Direksi PT Bursa Efek Jakarta Nomor: Kep-339/BEJ/07-2001 tanggal

21 Juli 2001, dijelaskan bahwa fungsi sekretaris perusahaan harus dilaksanakan oleh salah

seorang direktur perusahaan tercatat atau pejabat perusahaan tercatat tang khusus ditunjuk

untuk menjalankan perusahan tercatat yang khusus ditunjuk untuk menjalankan fungsi

tersebut. Sekretaris perusahaan harus memiliki akses terhadap informasi materiil dan

relevan yang berkaitan dengan perusahaan tercatat tersebut dan menguasai peraturan

perundang-undangan di bidang pasar modal khususnya yang berkaitan dengn masalah

keterbukaan.

(7) Manajer dan Organisasional

Manajer profesional biasanya mengambil peranan penting dalam organisasi besar. Dalam

menjalankan tugasnya, manajer bertanggung jawab untuk kelangsungan hidup ekonomis

perusahaan, memperpanjang umur perusahaan ke masa depan melalui inovasi,

pengembangan manajemen, ekspansi pasar dan cara-cara lain serta menyeimbangkan

permintaan dari seluruh kelompok dengan cara sedemikian rupa sehingga perusahaan dapat

mencapai tujuannya. Dalam banyak perusahaan, manajer puncak mempunyi ekuitas dalam

perusahaan yang dipimpin, sering kali karena diberi sebagian kompensasi dengan

pemberian saham atau opsi saham. Hal ini dapat menciptakan benturan kepentingan, karena

kepentingan suatu perusahaan dapat berbeda dengan kepentingan pemegang sahamnya.

Page 14: BAB II TELAAH PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

(8) Stakeholder lainnya

Stakeholder lain yang dimaksudkan antara lain pemerintah dan kreditor. Pemerintah terlibat

dalam good corporate governance melalui hukum dan peraturan perundang-undangan yang

ditumuskan yang memiliki implikasi terhadap kegiatan usaha. Sementara kreditor yang

memberi pinjaman juga memengaruhi kebijakan perusahaan.

d. Jenis-jenis Kepemilikan

Berikut adalah jenis-jenis kepemilikan (Gunawan,2016: 75-80), yaitu:

(1) Kepemilikan Manajerial

Kepemilikan manajerial adalah situasi di mana manajer memiliki saham perusahaan atau

dengan kata lain manajer tersebut sekaligus sebagai pemegang saham perusahaan. Dalam

laporan keuangan, keadaan ini ditunjukan dengan besarnya presentase kepemilikan saham

perusahaan oleh manajer. Karena hal ini merupakan informasi penting bagi pengguna

laporan keuangan, maka informasi ini akan diungkapkan dalam catatan atas laporan

keuangan.

(2) Kepemilikan Institusional

Kepemilikan institusional merupakan kepemilikan saham oleh sebuah lembaga yang

memiliki kepentinganbesar terhadap investasi yang dilakukannya. Lembaga tersebut dapat

berupa lembaga pemerintah, lembaga keuangan, perusahaan, dana pensiun. Kepemilikan

intitusional memiliki beberapa kelebihan dibansingkan dengan investor lainnya. Umumnya

institusi menyerahkan tanggung jawab untuk mengelola investasi pada divisi tertentu,

sehingga institusi dapat memantau secara profesional perkembangan investasinya akibatnya

pengendalian terhadap tindakan manajemen sangat tinggi sehingga potensi kecurangan

dapat ditekan.

Page 15: BAB II TELAAH PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

(3) Kepemilikan Menyebar dan Terkonsentrasi

Struktur kepemilikan secara umum juga dapat dibedakan menjadi dua yaitu: a) Kepemilikan

menyebar (dispersed ownwership); dan b) Kepemilikan terkonsentrasi (closely held).

Ditemukan bahwa perusahaan yang kepemilikannya lebih menyebar memberikan imbalan

yang lebih besar kepada pihak manajemen daripada perusahaan yang kepemilikannya lebih

terkonsentrasi. Kepemilikan terkonsentrasi timbul dua kelompok pemegang saham, yaitu

controlling interest dan minority interest (shareholders).

Para pemegang saham yang mempunyai kedudukan dimanajemen perusahaan baik sebagai

dewan komisaris atau sebagai direktur disebut kepemilikan manajerial (managerial ownership)

(Fransiska dkk, 2014).Menurut Jensen dan Meckling (1976) menjelaskan teori keagenan

menyatakan bahwa perusahaan yang memisahkan fungsi pengelolaan dengan fungsi

kepemilikan memiliki konsekuensi rentan terhadap konflik kepentingan.

4. Agency Theory

Jensen dan Meckling (1976) menjelaskan hubungan agensi terjadi ketika satu orang atau

lebih (principal) memperkejakan orang lain (agent) untuk memberikan suatu jasa dan kemudian

mendelegasikan wewenang untuk pengambilan keputusan. Agency theory mangasumsikan

bahwa setiap manusia memiliki sifat egois, yaitu mementingkan kepentingan diri sendiri secara

individual. Teori keagenan juga mengimplikasikan terdapat asimetri informasi antara manajer

sebagai agen dan pemilik sebagai prisipal. Manajemen sebagai pengelola perusahaan lebih

banyak mengetahui informasi internal sehingga terdapat kesenjangan atau gap akan luasnya

informasi yang dimiliki oleh manajemen dengan pemilik.

Page 16: BAB II TELAAH PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

Teori keagenan yang pertama kali dirintis oleh Jensen dan Meckling (1976)

mengungkapkan bahwa manajer akan mencari kesempatan untuk meningkatkan kesejahteraan

personal di atas kepentingan pemilik perusahaan. Tindakan manajer tersebut dapat memicu

terjadinya biaya keagenan (agency cost). Konflik kepentingan antar manajer dan pemegang

saham diminimumkan dengan suatu mekanisme pengawasan yang dapat mensejajarkan

kepentingan-kepentingan yang terkait tersebut. Munculnya mekanisme pengawasan tersebut

akan menimbulkan biaya yang disebut biaya agensi (agency cost). Agency cost yang

dikeluarkan oleh pemegang saham sehingga akan mengurangi laba yang dihasilkan dan

berakibat pada penurunan kinerja perusahaan. Oleh karena itu, adanya konflik agensi harus

diminimalisasi dengan berbagai strategi agar kinerja perusahaan tinggi (Gunawan,2016: 53).

B. Penelitian Terdahulu

Berikutini adalah ringkasan singkat mengenai penelitian – penelitian terdahulu yang

membahas tentang Effective tax rate :

Tabel 2.2

Penelitian Terdahulu

Judul Pengaruh karakteristik Corporate Governance terhadap Effective

Tax Rate

Nama Peneliti Hanum

Tahun Penelitian 2013

Page 17: BAB II TELAAH PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

Variabel Komisaris Independen, Komite Audit, Kepemilkan Institusional,

Effective Tax Rate, Leverage, Return on Asset, Capital Intensity

Ratio, dan Ukuran Perusahaan

Hasil 1. Komisaris independen berpengaruh positif terhadap

effective tax rate.

2. Komite audit berpengaruh positif terhadap effective tax

rate.

3. Kepemilikan institusional berpengaruh negatif terhadap

effective tax rate.

4. Ukuran perusahaan berpengaruh negatif terhadap

effective tax rate.

5. Leverage berpengaruh positif terhadap effective tax rate.

6. Return on asset tidak berpengaruh terhadap effective tax

rate.

7. Capital intensity ratio tidak berpengaruh terhadap

effective tax rate.

Judul Pengaruh leverage, intensitas modal, ukuran perusahaan,

komisaris independen dan kepemilikan keluarga terhadap

effective tax rate

Nama Peneliti Primordia

Tahun Penelitian 2015

Variabel leverage, intensitas modal, ukuran perusahaan, komisaris

independen, effective tax rates

Page 18: BAB II TELAAH PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

Hasil 1. ukuran perusahaan berpengaruh negatif dan signifikan

terhadap effective tax rate.

2. kepemilikan keluarga tidak berpengaruh terhadap

effective tax rate.

3. Leverage tidak berpengaruh terhadap effective tax rate.

4. Intensitas modal tidak berpengaruh terhadap effective tax

rate.

5. Komisaris independen tidak berpengaruh terhadap

effective tax rate.

Judul Effective Tax Rate: Efek dari Corporate Governance

Nama Peneliti Wulansari

Tahun Penelitian 2015

Variabel Effective tax rate, proporsi dewan komisaris independen,

kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, komite audit

Hasil 1. ukuran dewan komisaris memiliki pengaruh negatif yang

signifikan terhadap effective tax rate

2. proporsi dewan komisaris independen memiliki pengaruh

positif yang signifikan terhadap effective tax rate.

3. kepemilikan saham institusional memiliki pengaruh

negatif yang signifikan terhadap effective tax rate.

4. kepemilikan saham manajerial tidak berpengaruh

signifikan terhadap effective tax rate.

Page 19: BAB II TELAAH PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

5. komite audit internal memiliki pengaruh negatif yang

signifikan terhadap effective tax rate.

C. Kerangka Pemikiran

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaruh Corporate Governance

terhadap effective tax rate.

1. Pengaruh Kepemilikan Institusional terhadap effective tax rate

Lim (2011) menjelaskan bahwa aktivitas pemegang saham melalui keterlibatan

yang lebih besar dari investor institusi akan membantu untuk meningkatkan efek

penghindaran pajak demi kepentingan pemegang saham (beban pajak yang lebih rendah)

dimana para pemegang saham yang lebih besar akan melakukan intervensi terhadap

manajemen yang bertujuan untuk meminimalisir jumlah pajak dan meningkatkan kekayaan

dirinya sendiri. Kepemilikan institusional sebagai pengawas yang berasal dari eksternal

akan mendorong manajemen perusahaan dengan melakukan pengawasan terhadap

manajemen perusahaan agar dalam menghasilkan laba berdasarkan aturan yang berlaku,

karena pada dasarnya kepemilikan institusional lebih melihat seberapa jauh manajemen

taat kepada aturan dalam menghasilkan laba (Hanum, 2013). Maka dari itu, kepemilikan

institusional memiliki peran untuk menetapkan kebijakan pajak yang terkait tingkat pajak

efektif. Menurut penelitian Hanum (2013), Kepemilikan institusional berpengaruh negatif

terhadap effective tax rate, sedangkan berdasarkan penelitian Wulansari (2015),

Page 20: BAB II TELAAH PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

kepemilikan saham institusional memiliki pengaruh negatif yang signifikan terhadap

effective tax rate.

2. Pengaruh Kepemilikan Manajerial terhadap effective tax rate

Kepemilikan manajerial didefinisikan sebagai persentase saham yang dimiliki oleh

manajemen yang secara aktif ikut dalam pengambilan keputusan perusahaan yang meliputi

komisaris dan direksi (Midiastuty & Machfoed; 2003). Kepemilikan perusahaan sangat

penting karena terkait dengan pengendalian operasional perusahaan. Hal ini dapat

dicontohkan dengan kepemilikan oleh manajer yang akan ikut menentukan kebijakan dan

pengambil keputusan terhadap metode akuntansi yang diterapkan pada perusahaan yang

mereka kelola. Dalam penelitiannya Christiawan dan Tarigian (2007) mengemukan bahwa,

pemegang saham dan manajer masing-masing berkepentingan memaksimalkan tujuannya.

Konflik kepentingan terjadi jika keputusan manajer hanya akan memaksimalkan

kepentingannya dan tidak sejalan dengan kepentingan pemegang saham. Walaupun dalam

pengertiannya corporate governance menyatakan harus adanya kerjasama antara semua

pihak berkepentingan. Menurut Wulansari (2015), kepemilikan saham manajerial tidak

berpengaruh signifikan terhadap effective tax rate.

3. Pengaruh Proporsi Dewan Komisaris Independen terhadap effective tax rate

Dewan Komisaris independen merupakan pihak yang tidak terafiliasi dengan

pemegang saham pengendali, anggota direksi dan dewan komisaris lain. Dalam hal ini

dewan komisaris tidak boleh melibatkan diri dalam tugas-tugas manajemen dan tidak boleh

mewakili perusahaan dalam transaksi-transaksi dengan pihak ketiga. Komisaris

independen memiliki pengetahuan dan pengalaman yang berasal dari luar perusahaan,

maka semakin banyak komisaris independen maka pengawasan manajemen akan semakin

Page 21: BAB II TELAAH PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

ketat sehingga dapat memberikan jaminan hasil yang efektif dan efisien termasuk pada

kebijakan mengenai besaran tarif pajak efektif perusahaan. Menurut Hanum (2013),

Komisaris independen berpengaruh positif terhadap effective tax rate, dan menurut

Wulansari (2015), proporsi dewan komisaris independen memiliki pengaruh positif yang

signifikan terhadap effective tax rate, sedangkan meurut Primordia (2015), Komisaris

independen tidak berpengaruh terhadap effective tax rate.

4. Pengaruh Komite Audit terhadap effective tax rate

Komite audit adalah komite yang dibentuk oleh dewan komisaris dan bertanggung

jawab dalam membantu melaksanakan tugas dan fungsi dewan komisaris (BAPEPAMLK,

2012). Pihak investor menganggap bahwa dengan adanya komite audit menjadi nilai tambah

bagi sebuah perusahaann. Investor akan lebih merasa aman jika berinvestasi pada

perusahaan yang telah menerapkan GCG. Dengan adanya komite audit akan memberikan

pengawasan terhadap suatu manajemen perusahaan sehingga dapat menetapkan kebijakan

perpajakan yang dapat mempengaruhi tarif pajak efektif. Menurut Hanum (2013), Komite

audit berpengaruh positif terhadap effective tax rate, sedangkan menurut Wulansari (2015),

komite audit internal memiliki pengaruh negatif yang signifikan terhadap effective tax rate.

Gambar 2.1

Kerangka Pemikiran

effective tax rate

Kepemilikan Institusional

Kepemilikan Manajerial

Proporsi Dewan Komisaris

Independen

Jumlah Komite Audit

Page 22: BAB II TELAAH PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

D. Pengajuan Hipotesis

Berdasarkan hal di atas, penulis menduga bahwa Kepemilikan Institusional, Kepemilikan

Manajerial, Dewan Komisaris Independen, dan Komite Audit berpengaruh terhadap Effective

tax rate. Oleh karena itu hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah :

H1 = Kepemilikan Institusional terbukti berpengaruh terhadap effective tax rate.

H2 = Kepemilikan Manajerial terbukti berpengaruh terhadap effective tax rate.

H3 = Proporsi Dewan Komisaris Independen terbukti berpengaruh terhadap effective tax rate.

H4 = Komite Audit terbukti berpengaruh terhadap effective tax rate.