bab ii tinjauan pustaka 2.1 keseimbangan bab ii... · keseimbangan merupakan salah satu faktor yang...

44
9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keseimbangan 2.1.1 Pengertian Keseimbangan Keseimbangan merupakan salah satu faktor yang dibutuhkan individu dalam melakukan gerak yang efektif dan efisiensi selain fleksibilitas (fleksibility), keoordinasi (coordination), kekuatan (power) dan daya tahan (endurance). Keseimbangan yang baik akan memungkinkan seseorang melakukan aktivitas atau gerak yang efektif dan efisien dengan risiko jatuh yang minimal. Dimana tubuh mampu mempertahankan posisinya dalam melawan gravitasi dan faktor eksternal lain, untuk mempertahankan pusat massa tubuh agar seimbang dengan bidang tumpu serta menstabilisasi bagian tubuh ketika bagian tubuh lain bergerak (Bowolaksono, 2013). Keseimbangan adalah kemampuan untuk mempertahankan equilibrium baik statis maupun dinamis ketika tubuh ditempatkan pada berbagai posisi (Delitto, 2003). Equilibrium adalah sebuah bagian penting dari pergerakan tubuh dalam menjaga tubuh tetap stabil sehingga manusia tidak jatuh walaupun tubuh berubah posisi. Statis equlibrium yaitu kemampuan tubuh untuk menjaga keseimbangan pada posisi diam seperti pada waktu berdiri dengan satu kaki atau berdiri di atas balance board. Dinamik equilibrium adalah kemampuan tubuh untuk mempertahankan posisi pada waktu bergerak. Keseimbangan bukanlah kualitas

Upload: hoangkhanh

Post on 08-Mar-2019

238 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Keseimbangan

2.1.1 Pengertian Keseimbangan

Keseimbangan merupakan salah satu faktor yang dibutuhkan individu dalam

melakukan gerak yang efektif dan efisiensi selain fleksibilitas (fleksibility),

keoordinasi (coordination), kekuatan (power) dan daya tahan (endurance).

Keseimbangan yang baik akan memungkinkan seseorang melakukan aktivitas

atau gerak yang efektif dan efisien dengan risiko jatuh yang minimal. Dimana

tubuh mampu mempertahankan posisinya dalam melawan gravitasi dan faktor

eksternal lain, untuk mempertahankan pusat massa tubuh agar seimbang dengan

bidang tumpu serta menstabilisasi bagian tubuh ketika bagian tubuh lain bergerak

(Bowolaksono, 2013).

Keseimbangan adalah kemampuan untuk mempertahankan equilibrium baik

statis maupun dinamis ketika tubuh ditempatkan pada berbagai posisi (Delitto,

2003). Equilibrium adalah sebuah bagian penting dari pergerakan tubuh dalam

menjaga tubuh tetap stabil sehingga manusia tidak jatuh walaupun tubuh berubah

posisi. Statis equlibrium yaitu kemampuan tubuh untuk menjaga keseimbangan

pada posisi diam seperti pada waktu berdiri dengan satu kaki atau berdiri di atas

balance board. Dinamik equilibrium adalah kemampuan tubuh untuk

mempertahankan posisi pada waktu bergerak. Keseimbangan bukanlah kualitas

10

yang terbatas, namun mendasari kapasitas kita untuk melakukan berbagai kegiatan

yang merupakan bagian kehidupan sehari-hari (Huxham dkk, 2001).

Keseimbangan merupakan integrasi yang kompleks dari sistem

somatosensorik (visual, vestibular, proprioceptive) dan motorik (musculoskeletal,

otot, sendi jaringan lunak) yang keseluruhan kerjanya diatur oleh otak terhadap

respon atau pengaruh internal dan eksternal tubuh. Bagian otak yang mengatur

meliputi basal ganglia, cerebellum, dan area assosiasi (Batson, 2009).

Keseimbangan adalah kemampuan untuk mempertahankan pusat gravitasi atas

dasar dukungan, biasanya ketika dalam posisi tegak (Abrahamova dan Hlavacka,

2008).

2.1.2 Keseimbangan Dinamis

Keseimbangan terbagi atas dua kelompok, yaitu : 1) Keseimbangan statis

yang merupakan kemampuan untuk mempertahankan posisi tubuh dimana Center

of Gravity (COG) tidak berubah atau menjaga kesetimbangan pada posisi tetap.

Contoh keseimbangan statis saat berdiri dengan satu kaki menggunakan papan

keseimbangan, dan 2) Keseimbangan dinamis adalah kemampuan untuk

mempertahankan posisi tubuh dimana COG selalu berubah atau kemampuan

untuk mempertahankan kesetimbangan ketika bergerak pada landasan yang

bergerak (dynamic standing) yang akan menempatkan tubuh ke dalam kondisi

yang tidak stabil, contoh keseimbangan dinamis yaitu saat berjalan atau bergerak

dari satu tempat ke tempat lain (Delitto, 2003).

Tubuh manusia memiliki semua komponen yang bisa membuatnya bergerak

bebas dan berfungsi baik salah satunya komponen keseimbangan dan stabilisasi

11

dalam gerak dan fungsi. Namun saat ini banyak masyarakat yang sehat maupun

yang sakit sering mengalami gangguan gerak dan fungsi. Keseimbangan dan

stabilisasi dinamis sangat berhubungan dalam setiap gerakan salah satunya

gerakan melompat, dimana dalam melompat ada beberapa unsur yang diperlukan

yaitu kecepatan, kekuatan otot tungkai (power otot), keseimbangan dan stabilisasi

dinamis. Manusia dan gerak yang tak terpisahkan menunjukkan betapa pentingnya

peran keseimbangan dinamis pada tubuh manusia untuk mendukung aktivitas

hariannya (Bowolaksono, 2013).

2.1.3 Fisiologi Keseimbangan

Kemampuan tubuh untuk mempertahankan keseimbangan dan kestabilan

postur oleh aktivitas motorik tidak dapat dipisahkan dari faktor lingkungan dan

sistem regulasi yang berperan dalam pembentukan keseimbangan. Banyak

komponen fisiologis dari tubuh manusia memungkinkan kita untuk melakukan

reaksi keseimbangan. Beberapa jenis reseptor sensorik di seluruh kulit, otot,

kapsul sendi dan ligamen memberikan tubuh kemampuan untuk mengenali

perubahan lingkungan baik internal maupun eksternal pada setiap sendi dan

akhirnya berpengaruh pada peningkatan keseimbangan. Bagian paling penting

adalah proprioception yang bertugas menjaga keseimbangan (Brown dkk, 2006).

Proprioception dihasilkan melalui respon secara simultan dari sistem visual,

vestibular dan sensorimotor yang masing-masing memainkan peran penting

dalam menjaga stabilitas postural. Informasi yang berguna untuk alat

keseimbangan tubuh akan ditangkap oleh respetor vestibuler, visual dan

propioseptik. Pusat integrasi alat keseimbangan tubuh pertama ada di inti

12

vertibularis yang menerima impuls aferen dari propioseptik, visual dan vestibuler.

Cerebellum selain merupakan pusat integrasi kedua juga merupakan pusat

komparasi informasi yang sedang berlangsung dengan informasi gerakan yang sudah

lewat, oleh karena memori gerakan yang pernah dialami masa lalu diduga tersimpan di

vestibuloserebeli. Selain cerebellum, informasi tentang gerakan juga tersimpan di

pusat memori prefrontal korteks cerebri (Batson, 2009).

Integrasi sensorik, motorik dan komponen pengolahan yang terlibat dalam

mempertahankan homeostasis bersama selama tubuh bergerak. Sistem

sensorimotor mencakup informasi yang diterima melalui reseptor saraf yang

terletak di ligamen, kapsul sendi, tulang rawan dan geometri tulang yang terlibat

dalam struktur setiap sendi. Bagian yang bertanggung jawab untuk proprioception

umumnya terletak di sendi, tendon, ligamen dan kapsul sendi sementara tekanan

reseptor sensitif terletak di fasia dan kulit (Rieman dkk, 2002). Menurut

Sherwood (2002) mekanisme fisiologi terjadinya keseimbangan dimulai ketika

reseptor di mata menerima masukan penglihatan, reseptor di kulit menerima

masukan kulit, reseptor di sendi dan otot menerima masukan proprioseptif dan

reseptor di kanalis semikularis dan organ otolith (yaitu organ yang mengandung

sel rambut dan sel penyangga yang ditutupi oleh suatu membran yang pada

permukaannya tertanam kristal-kristal kalsium karbonat atau otolith) menerima

masukan vestibular (Brown dkk, 2006).

Seluruh masukan atau input sensoris yang diterima disalurkan ke nukleus

vestibularis yang ada di batang otak, kemudian terjadi proses di cerebellum dan

dari cerebellum informasi disalurkan kembali ke nukleus vestibularis. Terjadilah

13

output atau keluaran ke neuron motorik otot ekstremitas dan badan berupa

pemeliharaan keseimbangan dan postur yang diinginkan. Keluaran ke neuron

motorik otot mata eksternal berupa kontrol gerakan mata dan keluaran ke sistem

saraf pusat (SSP) berupa persepsi gerakan dan orientasi. Mekanisme tersebut jika

berlangsung dengan optimal akan menghasilkan keseimbangan yang optimal

(Hanes DA dkk, 2006).

INFORMASI SENSORI INTEGRASI INFORMASI

INFORMASI MOTORIK KESEIMBANGAN

Gambar 2.1 Proses Fisiologi Terjadinya Keseimbangan

Sumber : Hanes DA dkk, 2006

Sistem indera yang bekerja secara bersamaan juga berperan menjaga

keseimbangan tubuh, jika salah satu sistem mengalami gangguan maka akan

terjadi gangguan keseimbangan pada tubuh (inbalance). Sistem indera yang

Vestibular Equilibrium Kesadaran Rotasi Garis perpindahan

Visual penglihatan

Proprioseptif Sentuhan

Cerebellum berkoordinasi dan mengatur postur, gerak, dan keseimbangan Cortex cerebral berkontribusi penuh pada proses berpikir dan mengingat

Batang otak Menggabungkan dan memisahkan informasi sensori

Refleks Vestibulo-ocular

Impuls Motorik Untuk mengontrol gerakan mata

Impuls Motorik Untuk penyesuaian postur

KESEIMBA-NGAN

14

berperan mengatur/mengontrol keseimbangan seperti visual, vestibular dan

somatosensoris (tactile dan proprioceptive) (Hanes DA dkk, 2006).

1. Sistem Vestibular

Secara sederhana, sistem vestibular merupakan sebuah sistem yang

bertanggungjawab terhadap orientasi tubuh dalam ruang, baik saat kita sedang

duduk, berdiri, tidur dan lain sebagainya. Sistem vestibular berperan penting

dalam keseimbangan, gerakan kepala dan gerak bola mata. Sistem vestibular

meliputi organ-organ di telinga bagian dalam dan berhubungan dengan sistem

visual dan pendengaran untuk merasakan arah dan kecepatan gerakan kepala.

Gangguan fungsi vestibular dapat menyebabkan vertigo atau gangguan

keseimbangan. Alergi makanan, dehidrasi dan trauma kepala atau leher dapat

menyebabkan disfungsi vestibular. Melalui refleks vestibulo-occular, mereka

mengontrol gerak mata terutama ketika melihat obyek yang bergerak.

Kemudian pesan diteruskan melalui saraf kranialis VIII ke nukleus vestibular

yang berlokasi di batang otak (brain stem). Beberapa stimulus tidak menuju

langsung ke nukleus vestibular tetapi ke cerebellum, formatio retikularis,

thalamus dan korteks serebri.

15

Gambar 2.2 Sistem Vestibular

Sumber : Komala, 2014

Nukleus vestibular menerima masukan (input) dari reseptor labyrinth, formasi

(gabungan reticular) dan cerebellum. Hasil dari nukleus vestibular menuju ke

motor neuron melalui medula spinalis, terutama ke motor neuron yang

menginervasi otot-otot proksimal, kumparan otot pada leher dan otot-otot

punggung (otot-otot postural). Sistem vestibular bereaksi sangat cepat

sehingga membantu mempertahankan keseimbangan tubuh dengan

mengontrol otot-otot postural (Watson dkk, 2008).

2. Sistem Visual

Mata adalah organ penglihatan yang mendeteksi cahaya. Mata melakukan hal

sederhana yaitu mengetahui apakah lingkungan sekitarnya terang atau gelap.

Mata yang lebih kompleks dipergunakan untuk memberikan pengertian visual.

Visual memegang peran penting dalam sistem sensoris. Keseimbangan akan

terus berkembang sesuai umur dan mata akan membantu agar tetap fokus pada

titik utama untuk mempertahankan keseimbangan serta sebagai monitor tubuh

selama melakukan gerak statik atau dinamik. Penglihatan merupakan sumber

16

utama informasi tentang lingkungan dan tempat kita berada, penglihatan

memegang peran penting untuk mengidentifikasi dan mengatur jarak gerak

sesuai lingkungan tempat kita berada. Penglihatan muncul ketika mata

menerima sinar yang berasal dari obyek sesuai jarak pandang (Irfan, 2010).

Dengan input visual, maka tubuh manusia dapat beradaptasi terhadap

perubahan yang terjadi di lingkungan sehingga sistem visual langsung

memberikan informasi ke otak, kemudian otak memberikan informasi agar

sistem musculoskeletal (otot dan tulang) dapat bekerja secara sinergis untuk

mempertahankan keseimbangan tubuh (Prasad dkk, 2011).

Gambar 2.3 Sistem Visual

Sumber : Prasad And Galleta, 2011

Dengan informasi visual, maka tubuh dapat menyesuaikan atau bereaksi

terhadap perubahan bidang pada lingkungan aktivitas sehingga memberikan

kerja otot yang sinergis untuk mempertahankan keseimbangan tubuh (Irfan,

2010).

17

3. Sistem Somatosensoris

Sistem Somatosensoris mempunyai beberapa neuron yang panjang dan saling

berhubungan antara satu sama lain yang mana sistem somatosensori memiliki

tiga neuron yang panjang yaitu : primer, sekunder dan tersier (pertama, kedua

dan ketiga).

a. Primer Neuron (pertama) memiliki badan sel pada dorsal root ganglion di

dalam saraf spinal (area sensasi berada pada daerah kepala dan leher),

dimana bagian ini akan menjadi suatu terminal dari ganglia saraf

trigeminus atau ganglia dari saraf sensorik kranial lainnya.

b. Second Neuron (kedua) dimana neuron ini berada di medulla spinalis dan

brain stem dan memiliki sel tubuh yang baik. Akson neuron ini naik ke sisi

berlawanan di medulla spinalis dan brain stem. Akson dari banyak neuron

berhenti pada bagian thalamus (Ventral Posterior Nucleus atau VPN) dan

yang lainnya pada sistem retikuler dan cerebellum.

c. Third neuron (ketiga) dalam hal sentuhan dan rangsangan nyeri, neuron

ketiga memiliki tubuh sel dalam VPN dari thalamus dan berakhir di gyrus

postcentralis dari lobus parietal.

Sistem somatosensori adalah sistem sensorik yang beragam yang

terdiri dari reseptor dan pusat pengolahan untuk menghasilkan modalitas

sensorik seperti sentuhan, temperatur, proprioception dan nociception (nyeri).

Reseptor sensorik menutupi kulit dan epitel, otot rangka, tulang dan sendi,

organ serta sistem kardiovaskular. Informasi propriosepsi disalurkan ke otak

melalui kolumna dorsalis medula spinalis. Sebagian besar masukan (input)

18

proprioseptif menuju cerebellum, tetapi ada pula yang menuju ke korteks

serebri melalui lemniskus medialis dan thalamus (Irfan, 2010).

Kesadaran akan posisi berbagai bagian tubuh dalam ruang sebagian

bergantung pada impuls yang datang dari alat indra dalam dan sekitar sendi.

Alat indra tersebut adalah ujung-ujung saraf yang beradaptasi lambat di

sinovial dan ligamentum. Impuls alat indra dari reseptor raba di kulit dan

jaringan lain serta otot diproses di korteks menjadi kesadaran akan posisi

tubuh dalam ruang (Irfan, 2010).

Gambar 2.4 Sistem Somatosensori

Sumber : Jensen dan Eric, 2005

2.1.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keseimbangan

Keseimbangan dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor-faktor yang

berperan mempengaruhi keseimbangan tubuh manusia adalah :

1. Pusat gravitasi (Center of Gravity-COG)

Center of gravity merupakan titik gravitasi yang terdapat pada semua benda

baik benda hidup maupun mati, titik pusat gravitasi terdapat pada titik tengah

19

benda tersebut. Fungsi dari Center of gravity adalah untuk mendistribusikan

massa benda secara merata, pada manusia beban tubuh selalu ditopang oleh

titik ini sehingga tubuh dalam keadaan seimbang. Tetapi jika terjadi perubahan

postur tubuh maka titik pusat gravitasi pun berubah dan akan menyebabkan

gangguan keseimbangan (unstable). Titik pusat gravitasi selalu berpindah

secara otomatis sesuai dengan arah atau perubahan berat. Jika center of gravity

terletak di dalam dan tepat di tengah maka tubuh akan seimbang, jika berada

diluar tubuh maka tubuh akan menjadi unstable. Pusat gravitasi adalah titik

utama pada tubuh yang akan mendistribusikan massa tubuh secara merata.

Bila tubuh selalu ditopang oleh titik ini, maka tubuh dalam keadaan seimbang.

Titik berat tubuh manusia terletak kira-kira setinggi sepertiga bagian atas

tulang sacrum, kalau tubuh dalam posisi berdiri tegak. Semakin rendah atau

dekat letak titik berat ini terhadap bidang tumpu akan semakin mantap atau

stabil posisi tubuh. Pada posisi berbaring titik berat tubuh akan rendah, yakni

letaknya dekat bidang tumpuan, dibandingkan dalam posisi duduk, berdiri

atau melompat ke atas, sehingga posisi tubuh berbaring akan lebih mantap

dibandingkan dengan posisi duduk atau berdiri. Derajat stabilitas tubuh

dipengaruhi oleh empat faktor yaitu : ketinggian dari titik pusat gravitasi

dengan bidang tumpu, ukuran bidang tumpu, lokasi garis gravitasi dengan

bidang tumpu, serta berat badan (Bishop dan Hay, 2009).

2. Garis gravitasi (Line of Gravity-LOG)

Garis gravitasi (Line Of Gravity) adalah garis imajiner yang berada vertikal

melalui pusat gravitasi. Garis ini adalah garis vertikal yang melalui titik pusat

20

bidang tumpuan. Garis ini sering disebut garis gaya gravitasi. Derajat stabilitas

tubuh ditentukan oleh hubungan antara garis gravitasi, pusat gravitasi dengan

base of support (bidang tumpu). Semakin dekat letak garis berat ini dengan

titik pusat bidang tumpuan, apalagi melaluinya, akan semakin stabil posisi

tubuh.

Gambar 2.5 Garis Gravitasi

Sumber : Dhaenkpedro, 2009

Dalam posisi berdiri garis gravitasi tubuh ini akan melalui pusat graviatsi dan

juga titik pusat bidang tumpuan, olah sebab itu posisi berdiri tegak lebih stabil

dibandingkan dengan posisi badan yang condong ke depan, belakang atau

samping. Letak garis gravitasi berubah-ubah sesuai dengan bergesernya titik

berat ke arah depan, belakang atau samping. Bila tubuh bagian atas (kepala

dan dada) menjulur ke depan, maka pusat gravitasi tubuh akan berpindah ke

depan dan dengan sendirinya garis gravitasi juga akan bergeser ke depan. Oleh

21

sebab itu ada usaha dari tubuh untuk menggeser letak pusat gravitasi dan

dengan sendirinya garis gravitasi tubuh akan bergeser ke belakang atau

mendekati titik pusat bidang tumpuan, caranya dengan menarik bagian badan

lainnya (tungkai atau lengan) ke belakang sehingga terjadi keseimbangan

(Irfan, 2010).

3. Bidang tumpu (Base of Support-BOS)

Base of Support (BOS) merupakan bagian dari tubuh yang berhubungan

dengan permukaan tumpu. Permukaan tumpu adalah dasar tempat bertumpu

atau berpijak tubuh baik di lantai, tanah, balok, kursi, meja, tali atau tempat

lainnya. Ketika garis gravitasi tepat berada di bidang tumpu, tubuh dalam

keadaan seimbang. Stabilitas yang baik terbentuk dari luasnya area bidang

tumpu.

Gambar 2.6 Bidang Tumpu (Base of Support-BOS)

Sumber : Dhaenkpedro, 2009

Semakin besar bidang tumpu, semakin tinggi stabilitas. Misalnya berdiri

dengan kedua kaki tubuh akan lebih stabil dibanding berdiri dengan satu kaki

atau saat posisi berbaring tubuh dalam posisi stabil atau mantap dibandingkan

22

dengan posisi duduk atau berdiri. Sebab bidang tumpu hanya selebar

pinggul/pantat dan tungkai (bersila) atau sebesar kedua telapak kaki saja. Jika

berdiri, jalan atau lari maka bidang tumpunya kecil, hanya seluas telapak kaki.

Apalagi bila sedang melompat, dalam posisi melayang jelas tidak ada bidang

tumpuan sehingga keseimbangan tubuh akan goyang atau labil. Semakin luas

dan dekat bidang tumpu dengan pusat gravitasi, maka stabilitas tubuh makin

tinggi (Wen Chang Yi dkk, 2009).

4. Kekuatan otot (Muscle Strength)

Kekuatan otot adalah kemampuan otot atau kelompok otot menghasilkan

tegangan dan tenaga selama usaha maksimal baik secara dinamis maupun

secara statis. Kekuatan otot dari kaki, lutut serta pinggul harus cukup kuat

untuk mempertahankan keseimbangan tubuh saat adanya gaya dari luar.

Kekuatan otot tersebut berhubungan langsung dengan kemampuan otot untuk

melawan gaya gravitasi serta beban eksternal lainnya yang secara terus

menerus mempengaruhi posisi tubuh. Kekuatan otot dihasilkan oleh kontraksi

otot yang maksimal. Otot yang kuat merupakan otot yang dapat berkontraksi

dan rileksasi dengan baik, jika otot kuat maka keseimbangan dan aktivitas

sehari-hari dapat berjalan dengan baik seperti berjalan, lari, bekerja ke kantor

dan lain sebagainya (Kuntarti, 2006).

23

Gambar 2.7 Kontraksi dan Relaksasi Otot

Sumber : Kuntarti, 2006

5. Indeks Massa Tubuh (IMT)

Tinggi badan dan berat badan seseorang mencerminkan proporsi tubuh orang

yang bersangkutan. Keadaan ini berkaitan dengan keseimbangan dimana

menurut Pate (1993), benda dengan masa yang lebih besar mempunyai

keseimbangan yang lebih besar dari pada benda berukuran sama yang lebih

ringan. Benda-benda yang berat lebih kuat menolak pengaruh gaya dari luar

dari pada lawan yang lebih ringan. Terkait dengan tinggi dan pendek atau

berat dan ringannya seseorang, letak titik berat yang mempengaruhi

keseimbangan akan berbeda. Untuk mengetahui bentuk atau proporsi tubuh,

dilakukan penghitungan indeks IMT yaitu melalui rumus berat badan dalam

kilogram (kg) dibagi tinggi badan dalam meter kuadrat (m2). WHO (2004)

menetapkan kriteria IMT Western Asia Pasifik yaitu sebagai berikut :

24

Tabel 2.1 Klasifikasi Indeks Massa Tubuh Western Asia Pasifik

Sumber: WHO, 2004

Klasifikasi BMI(kg/m2)

Underweight <18,5

Normal 18,5 – 22,9

Overweight 23 – 24,9

Obese I 25- 29,9

Obese II ≥30,00

6. Jenis Kelamin

Meski banyak sumber yang menyatakan bahwa jenis kelamin tidak

berpengaruh pada keseimbangan, ada yang harus dipertimbangkan terkait

pengaruh jenis kelamin pada keseimbangan. Perbedaan keseimbangan tubuh

berdasarkan jenis kelamin antara pria dan wanita disebabkan oleh adanya

perbedaan letak titik berat. Pada pria letaknya kira-kira 56% dari tinggi

badannya sedangkan pada wanita letaknya kira-kira 55% dari tinggi badannya.

Pada wanita letak titik beratnya rendah karena panggul dan paha wanita relatif

lebih berat dan tungkainya pendek (Soedarminto, 1992).

7. Umur

Letak titik berat tubuh berkaitan dengan pertambahan usia. Pada anak-anak

letaknya lebih tinggi karena ukuran kepala anak relatif lebih besar dari

kakinya yang lebih kecil. Keadaan ini akan berpengaruh pada keseimbangan

tubuh, dimana semakin rendah letak titik berat terhadap bidang tumpu akan

semakin mantap atau stabil posisi tubuh (Nala, 2011).

25

8. Aktivitas Fisik (Kebiasaan Olahraga)

Menurut Kepala Pusat Promosi Kesehatan Kemenkes pada hasil RISKESDAS

tahun 2013, gaya hidup bermalas-malasan dan aktivitas fisik yang kurang

dapat menurunkan kemampuan tonus otot. Tonus otot sangat berperan dalam

menjaga keseimbangan tubuh manusia. Aktivitas fisik yang tidak ada (kurang

aktivitas fisik) merupakan faktor risiko independen untuk penyakit kronis dan

secara keseluruhan diperkirakan menyebabkan kematian secara global (WHO,

2010). Hampir 50% dari orang dewasa muda dan remaja tidak melibatkan diri

pada setiap jenis aktivitas fisik setiap hari. Data Riset Kesehatan Dasar

(RISKESDAS) 2007 memperlihatkan bahwa 48,2% penduduk Indonesia usia

lebih dari 10 tahun kurang melakukan aktivitas fisik. Pada usia remaja yang

berlangsung antara 12 sampai 23 tahun, remaja mengalami banyak

perkembangan dari berbagai aspek khususnya perkembangan keseimbangan

(Depkes RI, 2008).

2.2 Indeks Massa Tubuh (IMT)

2.2.1 Pengertian IMT

IMT merupakan indikator untuk mengetahui status gizi tubuh. IMT

merupakan suatu alternatif tindakan pengukuran lemak tubuh yang murah dan

metode skrining berat badan yang mudah dilakukan. IMT tidak mengukur lemak

tubuh secara langsung, tetapi penelitian menunjukkan bahwa IMT berkorelasi

dengan pengukuran lemak tubuh secara langsung seperti underwater weighing dan

dual energy x-ray absorbtiometry (Grummer-Strawn, 2009). IMT adalah cara

26

termudah untuk memperkirakan obesitas serta berkolerasi tinggi dengan massa

lemak tubuh, selain itu juga penting untuk mengidentifikasi pasien obesitas yang

mempunyai risiko komplikasi medis (Pudjiadi dkk, 2010).

Keunggulan utama IMT yaitu menggambarkan lemak tubuh yang

berlebihan, sederhana dan bisa digunakan dalam penelitian dengan populasi

berskala besar serta pengukurannya hanya membutuhkan berat badan (BB) dan

tinggi badan (TB), yang dapat dilakukan oleh seseorang dengan sedikit latihan.

Keterbatasan IMT adalah tidak bisa membedakan berat yang berasal dari lemak

dan berat dari otot atau tulang. Selain itu, IMT yang merupakan alat atau cara

yang sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa tidak bisa digunakan

untuk anak-anak, bayi baru lahir dan wanita hamil khususnya yang berkaitan

dengan kekurangan dan kelebihan berat badan. Namun dengan menggunakan IMT

dapat diketahui apakah berat badan seseorang termasuk dalam kategori normal,

kurus atau gemuk (Paramurthi, 2014).

2.2.2 Cara Menghitung IMT

IMT atau yang juga disebut indeks Quatelet, pertama kali ditemukan oleh

seorang ahli matematika Lambert Adolphe Jacques Quatelet. IMT adalah bentuk

pengukuran komposisi tubuh yang paling umum dan sering digunakan sebagai

petunjuk untuk menentukan kelebihan berat badan berdasarkan indeks Quatelet

(berat badan dalam kilogram dibagi dengan kuadrat tinggi badan dalam meter).

Cara menghitung IMT atau indeks Quatelet adalah sebagai berikut :

IMT =

27

Dalam menentukan kriteria proporsi tubuh seseorang, IMT merupakan parameter

yang paling banyak dipakai. Karena apabila dibandingkan dengan tabel tradisional

yang membandingkan langsung tinggi badan dan berat badan, pengukuran dengan

IMT berkorelasi kuat dengan jumlah lemak total dalam tubuh manusia yang

menggambarkan berat seseorang. Selain itu, IMT juga bisa digunakan dalam

menggambarkan secara kasar komposisi tubuh walaupun tidak disertai dengan

nilai kontribusi berat dari lemak dan otot (Paramurthi, 2014).

2.2.3 Klasifikasi Indeks Massa Tubuh

IMT diintrepetasikan menggunakan kategori status berat badan standar yang

sama untuk semua umur bagi pria dan wanita yang berusia 18 tahun ke atas. Nilai

dari IMT pada orang dewasa tidak bergantung pada umur maupun jenis kelamin.

Klasifikasi IMT dapat dilakukan berdasarkan pengelompokan berbagai lembaga.

Terdapat perbedaan kategori antara kriteria WHO (Tabel 1) dan kriteria Asia

Pasifik (Tabel 2). Kriteria Asia Pasifik digunakan untuk orang-orang yang berada

di daerah Asia, karena IMT orang Asia lebih kecil 2-3 kg/m2

dibandingkan dengan

orang Afrika, Eropa, Amerika ataupun Australia (Ekky M, 2013).

Tabel 2.2 Klasifikasi Indeks Massa Tubuh

Sumber : WHO, 2004

Klasifikasi BMI (kg/m2)

Underweight <18,5

Normal 18,50 – 24,99

Overweight 25,00 – 29,99

Obesitas >30,00

28

Tabel 2.3 Klasifikasi Indeks Massa Tubuh Western Asia Pasifik

Sumber : WHO, 2004

Klasifikasi BMI(kg/m2)

Underweight <18,5

Normal 18,5 – 22,9

Overweight 23 – 24,9

Obese I 25- 29,9

Obese II ≥30,00

Pengklasifikasian IMT yang ditetapkan WHO secara umum terbagi atas 4 kategori

yaitu: underweight, normal, overweight dan obesitas. Klasifikasi ini juga diatur

berdasarkan tempat dan kondisi individu di tempat tersebut.

1. Underweight

IMT dikategorikan kurus atau underweight jika pembagian berat per kuadrat

tinggi <18,5 kg/m2. Penyebabnya rata-rata dikarenakan konsumsi energi lebih

rendah dari kebutuhan yang mengakibatkan sebagian cadangan energi tubuh

dalam bentuk lemak akan digunakan. Kerugiannya jika seseorang masuk

dalam kategori ini antara lain : penampilan cenderung kurang menarik, mudah

letih, risiko sakit tinggi (beberapa risiko sakit yang dihadapi antara lain

penyakit infeksi, depresi, anemia serta diare) dan wanita kurus yang hamil

mempunyai risiko tinggi melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah.

Individu yang kurus berisiko tinggi untuk kekurangan gizi. Berat badan dapat

mempengaruhi pertumbuhan, perkembangan dan dapat menyebabkan

kemandulan atau menstruasi tertunda pada wanita. Hal ini juga dapat

29

menyebabkan kelelahan, lekas marah dan kurangnya konsentrasi, serta

mempengaruhi kemampuan tubuh untuk melakukan thermoregulate sendiri.

Karena respon imun menurun, individu underweight kurang tahan terhadap

infeksi dan penyakit. Untuk mendapatkan berat yang diinginkan disarankan

untuk makan teratur agar berat yang tepat dapat tercapai. Hal ini dapat dicapai

dengan konsisten meningkatkan asupan makanan kalori padat, lebih sering

makan dan minum cairan antara waktu makan ketimbang dengan makanan

(Bonci, 2004).

2. Normal

IMT masuk ketegori normal jika pembagian berat per kuadrat tinggi antara 18-

24,99 kg/m2. Kategori ini bisa diwujudkan dengan mengkonsumsi energi

sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan tubuh, sehingga tidak terjadi

penimbunan energi dalam bentuk lemak maupun penggunaan lemak sebagai

sumber energi (Meutia, 2005).

3. Overweight

Secara ilmiah kelebihan berat badan (overweight) terjadi akibat

mengkonsumsi kalori lebih banyak dari yang diperlukan oleh tubuh. Penyebab

terjadinya ketidakseimbangan antara asupan dan pembakaran kalori ini belum

dapat dijelaskan secara pasti. Metabolisme energi di dalam tubuh manusia

diatur oleh berbagai faktor, baik yang menyebabkan meningkatnya

penyimpanan energi atau yang mendorong pemakaian energi (Meutia, 2005).

Pemakaian energi tubuh diatur dalam keadaan seimbang. Bila energi yang

masuk lebih besar dari energi yang keluar, maka kelebihan energi tersebut

30

akan disimpan dalam jaringan lemak. Peningkatan berlebihan jaringan lemak

pada otot dan jaringan skeletal didefinisikan sebagai overweight (Dorland,

2002). Overweight dikatakan jika seseorang memiliki IMT 25,00–29,99

kg/m2. Overweight adalah keadaan yang hampir mendekati obesitas, selain itu

kondisi overweight juga sering disebut dengan kondisi pre-obese (WHO,

2010).

4. Obesitas

Obesitas didefinisikan sebagai keadaan dimana adanya peningkatan yang

sangat berlebihan pada massa jaringan adiposa (lemak). Obesitas menurut

WHO adalah akumulasi lemak yang abnormal atau berlebihan yang

berpeluang menimbulkan beberapa risiko kesehatan pada seseorang. Kondisi

dimana lemak tubuh telah menumpuk sehingga menimbulkan efek buruk pada

kesehatan (Nurmalina, 2011). Obesitas berpotensi menjadi faktor primer kasus

degeneratif dan sindrom metabolik. Beberapa studi menunjukkan bahwa

obesitas adalah faktor risiko yang paling tinggi untuk penyakit jantung,

diabetes melitus, beberapa jenis kanker, tekanan darah tinggi, gangguan sendi

dan tulang (degeneratif), gangguan fungsi ginjal, pada wanita dapat

mengakibatkan gangguan haid (haid tidak teratur) dan faktor penyulit pada

saat persalinan. Obesitas dianggap merupakan masalah hanya di negara

berpenghasilan tinggi, tetapi sekarang jumlah pederita obesitas dan

kegemukan semakin meningkat di negara berpenghasilan rendah dan

menengah khususnya di perkotaan (World Health Organization, 2010).

31

2.2.4 Kekurangan dan Kelebihan IMT

IMT merupakan salah satu parameter yang dapat dipercayai untuk

mengukur lemak tubuh. Namun, IMT sendiri memiliki beberapa kekurangan atau

keterbatasan dan kelebihan sebagai parameter pengukuran lemak tubuh.

Kekurangan atau keterbatasan IMT saat diterapkan diantaranya adalah:

1. Pada kelompok bangsa : tidak cukup akurat karena harus dimodifikasi

mengikuti kelompok bangsa tertentu. Sebagai contoh IMT yang melebihi 23,0

kg/m2 berada dalam kategori kelebihan berat badan dan IMT yang melebihi

27,5 kg/m2 berada dalam kategori obesitas pada kelompok bangsa seperti

Cina, India, dan Melayu (Centre for Obesity Research and Education, 2007).

IMT tidak membedakan antara gender, ras, atau etnis. Dua orang dengan IMT

yang sama mungkin punya risiko kesehatan yang berbeda karena gender atau

faktor genetik. Dari beberapa penelitian sebelumnya menyatakan bahwa

standar cut off point untuk mendefinisikan obesitas berdasarkan IMT mungkin

tidak menggambarkan risiko yang sama untuk konsekuensi kesehatan pada

semua ras atau kelompok etnis (Koski, 2001).

2. Pada anak-anak : tidak akurat karena dengan seiring pertumbuhan dan

perkembangan tubuh badan seseorang jumlah lemak tubuh akan berubah.

Laki-laki dan perempuan jumlah lemak tubuhnya juga berbeda sesuai dengan

pertumbuhan. Jadi, pada anak-anak dianjurkan pengukuran berat badan lewat

nilai persentil yang dibedakan atas jenis kelamin dan usia (Koski, 2001).

3. Pada olahragawan : tidak cukup akurat terutama atlit binaraga yang berada

pada kategori obesitas dalam IMT disebabkan oleh karena mereka punya

32

massa otot yang berlebihan walaupun presentase lemak tubuh mereka dalam

kadar yang rendah. IMT tidak membedakan antara lemak dan otot. Karena

otot lebih berat dibanding lemak, banyak atlit yang tubuhnya berotot

dikelompokkan sebagai overweight, meski mereka punya persentase lemak

tubuh yang kecil dan kondisi fisik yang prima (Koski, 2001).

4. Pada lansia : IMT cenderung untuk memperkirakan tingkat kegemukan yang

terlalu rendah pada lansia karena massa otot dan tulang mereka sudah banyak

berkurang dan digantikan dengan lemak, alasan serupa yang terjadi pada

tingkat kegemukan di kalangan atlit (Koski, 2001).

5. IMT tidak membedakan tipe-tipe tubuh. Orang yang bertubuh besar

menggunakan standar yang sama dengan orang yang bertubuh kecil (Koski,

2001).

6. Pengelompokan berat dalam IMT itu mutlak, sedangkan dalam banyak kasus

resiko kesehatan akan berubah seiring perubahan IMT. Seseorang dengan IMT

24,9 kg/m2 dikelompokkan sebagai overweight, sementara orang yang punya

IMT 25,1 kg/m2 dikelompokkan sebagai obesitas meski dalam realitanya

risiko kesehatan mereka mungkin cukup mirip (WHO, 2004).

7. IMT tidak memperhitungkan penyakit atau obat-obatan yang mungkin

menyebabkan water retention (Koski, 2001).

8. IMT adalah index comparative dan tidak mengukur jumlah lemak tubuh

secara langsung. Metode lain memberikan pengukuran lemak tubuh secara

langsung, namun meteode ini mahal dan membutuhkan peralatan khusus serta

pelatihan untuk menggunakannya dengan benar. Beberapa contoh dari

33

pengukuran ini antara lain pengukuran ketebalan lipatan kulit, underwater

(hydrostatic) weighing, bioelectrical impedance dan dual-energy x-ray

absorptiometry (DXA). Mengkombinasikan antara BMI, lingkar pinggang,

sejarah kesehatan kelurga dan analisa gaya hidup akan memberikan informasi

yang cukup untuk menganalisa berbagai risiko kesehatan yang berhubungan

dengan berat badan dengan biaya yang minimal (WHO, 2004).

Kelebihan dari IMT antara lain adalah:

1. Lebih mudah untuk diukur, karena untuk mendapat nilai pengukuran hanya

diperlukan data berat badan (BB) dan tinggi badan (TB) seseorang

2. Menggambarkan lemak tubuh yang berlebih

3. Sederhana dan mudah dikerjakan

4. Cocok untuk penelitian dengan populasi yang besar atau banyak

5. Hasil bacaan pengukuran tinggal dilihat pada tabel klasifikasi IMT seperti

klasifikasi IMT yang telah ditetapkan WHO

6. Biaya tidak mahal (Paramurthi, 2014).

2.2.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi IMT

Perubahan berat badan seseorang terjadi karena ketidakseimbangan antara

jumlah kalori yang dikonsumsi dengan kebutuhan tubuh. Jika makanan yang

dimakan memberikan kalori lebih dari kebutuhan tubuh, maka kalori tersebut akan

ditukar atau disimpan sebagai lemak, begitupun sebaliknya. Jika makanan yang

dikonsumsi memberi kalori kurang dari kebutuhan tubuh, maka seseorang akan

mudah kekukarangan berat badan. Pada kasus kelebihan berat badan, awalnya

hanya ukuran sel-sel lemak yang akan meningkat. Tetapi apabila ukuran sel-sel

34

tersebut tidak bisa lagi mengalami peningkatan, maka sel-sel akan menjadi

bertambah banyak. Apabila tubuh mengalami pengurangan berat badan, yang

akan berkurang hanyalah ukuran sel-sel lemak, bukan jumlahnya yang berkurang

yang mengakibatkan lemak akan mudah untuk terbentuk seperti semula.

Ketidakseimbangan asupan kalori dan konsumsi bervariasi bagi tiap individu.

Beberapa hal yang turut memainkan peranan dan berkontribusi adalah usia, jenis

kelamin, genetik, psikososial, penyakit, aktivitas olahraga, kehamilan, obat,

kekurangan enzim dan faktor lingkungan (Galletta, 2005).

1. Faktor genetik

Obesitas cenderung berlaku dalam keluarga. Ini disebabkan oleh faktor

genetik, pola makan keluarga dan kebiasaan atau gaya hidup. Walaupun

begitu, mempunyai anggota keluarga yang obesitas tidak menjamin sesorang

itu juga akan mengalami obesitas (Galletta, 2005).

2. Faktor emosional

Saat mengalami perubahan pada emosinya, setiap orang mempunyai cara

masing-masing dalam mengatasinya. Stres yang berlebihan pada sebagian

orang bisa membuatnya berhenti makan karena kurangnya nafsu makan, mual

atau sedang sibuk dengan kekhawatiran mereka. Sebagian lagi saat emosi akan

mengkonsumsi makanan dalam jumlah yang banyak baik karena depresi,

putus asa, marah, bosan dan banyak alasan lain yang tidak ada hubungannya

dengan rasa lapar. Hal ini tidak berarti bahwa orang dengan kelebihan berat

badan mengalami lebih banyak masalah emosional dari pada orang dengan

berat badan normal. Hal ini hanya berarti bahwa perasaan seseorang

35

mempengaruhi kebiasaan makannya dan membuat seseorang makan terlalu

banyak atau sedikit. Dalam kasus yang jarang terjadi, obesitas dapat

digunakan sebagai mekanisme pertahanan akibat tekanan sosial yang dihadapi

terutama pada seorang dewasa putri. Dalam kasus seperti ini ditambah dengan

masalah emosional yang lain, intervensi psikologis mungkin menberikan

manfaat (Galletta, 2005).

3. Faktor lingkungan

Faktor lingkungan bisa dikatakan sebagai faktor yang paling memainkan

peranan dalam gaya hidup seseorang. Kebiasaan makan dan aktivitas

seseorang dipengaruhi oleh masyarakat sekitarnya. Makan terlalu banyak dan

aktivitas yang pasif (tidak aktif) merupakan faktor risiko utama terjadinya

obesitas (Galletta, 2005).

4. Faktor usia

Semakin bertambah usia seseorang, secara fisiologis mereka akan cenderung

kehilangan massa otot dan akan mudah mengalami akumulasi lemak tubuh

khususnya pada usia tua. Kadar metabolisme juga akan menurun

menyebabkan kebutuhan kalori yang diperlukan menjadi lebih rendah

(Galletta, 2005).

5. Faktor jenis kelamin

Secara rata-rata, laki-laki mempunyai massa otot yang lebih banyak dari

wanita. Lelaki menggunakan kalori lebih banyak dari wanita bahkan saat

istirahat karena otot membakar kalori lebih banyak dibanding tipe-tipe

jaringan yang lain. Dengan demikian, perempuan lebih mudah bertambah

36

berat badan dibanding laki-laki dengan asupan kalori yang sama (Galletta,

2005).

6. Kehamilan

Pada wanita yang sedang hamil atau mengandung, berat badannya akan

cenderung bertambah 4-6 kg setelah kehamilan dibandingkan dengan berat

badan sebelum kehamilan. Hal ini bisa terjadi pada setiap kehamilan dan

kenaikan berat badan ini mungkin akan menyebabkan obesitas pada wanita

(Galletta, 2005).

7. Penyakit

Banyak penyakit yang dapat mengakibatkan penurunan berat badan

sementara, misalnya saat seseorang menderita flu berat disertai dengan suhu

tinggi dapat mengakibatkan penurunan berat badan, tapi mungkin berat badan

akan kembali setelah seseorang sembuh kembali. Namun ada beberapa

penyakit yang menyebabkan penderitanya sulit memperoleh dan

mempertahankan berat badannya misalnya hipertiroidisme, kanker,

tuberkolosis, diabetes dan HIV/AIDS (Galletta, 2005).

8. Obat

Banyak obat-obatan yang baik untuk menekan nafsu makan atau benar-benar

menyebabkan penurunan berat badan. Banyak pula obat-obat yang dikonsumsi

karena menderita penyakit tertentu mempengaruhi pola makan seseorang, baik

itu mengurangi atau menambah nafsu makan (Galletta, 2005).

37

9. Aktivitas olahraga

Orang yang kurang dalam berolahraga dan diet perlu memahami bahwa

seseorang dengan olahraga yang kurang memiliki peluang besar untuk

mendapat masalah kesehatan, meskipun ada kemungkinan bagi seseorang

yang melakukan olahraga yang berlebihan dari kapasitas atau kemapuannya

untuk mengalami gangguan kesehatan (Galletta, 2005).

10. Kekurangan enzim

Kekurangan enzim pencernaan atau asam lambung juga bisa menghambat

pencernaan dan penyerapan makanan sehingga menyebabkan penurunan berat

badan. Kondisi medis lainnya seperti penyakit celiac (alergi glutein) atau

cystic fibrosis juga menyebabkan ketidakmampuan untuk menambah berat

badan. Jika seseorang sulit untuk menaikkan berat badan atau tiba-tiba

mengalami penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan, sangat penting

untuk segera dikonsultasikan dengan dokter untuk diperiksa. Dokter akan

melakukan tes untuk mengetahui tiroid yang terlalu aktif, keganasan TB,

diabetes mellitus, HIV/AIDS, kekurangan enzim, penyakit celiac, cystic

fibrosis dan kondisi fisik lain yang dapat menghambat kenaikan berat badan

(Galletta, 2005).

2.2.6 Hubungan IMT dan Keseimbangan Dinamis

Keterbatasan IMT tidak bisa membedakan berat seseorang yang berasal dari

lemak, serta sistem muskuloskeletal (otot dan tulang). IMT juga tidak dapat

melihat atau mengidentifikasi pendistribusian dari lemak tubuh. Kriteria IMT

menurut WHO bagi orang Asia yaitu dengan standar nilai normal 18,5-22,9

38

kg/m2. Berdasarkan hasil penelitian ternyata IMT yang tinggi pada kriteria

overweight 23-24.9 kg/m2 mempengaruhi tingkat keseimbangan seseorang.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Greve et al. (2007), didapatkan

korelasi yang tinggi antara IMT dengan keseimbangan pada usia 20-40 tahun

(WHO, 2004).

Tinggi badan dan berat badan seseorang mencerminkan proporsi tubuh

orang yang bersangkutan. Tinggi dan pendek atau berat dan ringannya seseorang

akan membedakan letak titik berat yang mempengaruhi keseimbangan. Titik berat

atau pusat gravitasi, garis gravitasi dan bidang tumpu yang berperan dalam

keseimbangan dipengaruhi oleh posisi benda atau individu dimana letak ketiganya

tentu akan berbeda ketika seseorang diam atau bergerak. Kelebihan berat badan

ditandai dengan naiknya IMT, dimana jika IMT meningkat akan mempengaruhi

tingkat keseimbangan tubuh seseorang dan akan menimbulkan risiko jatuh yang

tinggi. Risiko jatuh yang besar tentu akan sangat berbahaya, terutama bagi

manusia yang identik dengan bergerak dan berpindah dari satu tempat ke tempat

lain yang membutuhkan peran keseimbangan dinamis tubuh dalam setiap gerakan

dan perpindahan tersebut (Depkes RI, 2008).

2.3 Aktivitas Fisik

2.3.1 Pengertian Aktivitas Fisik

Kehidupan sehari–hari di dunia ini tidak pernah terlepas dari berbagai

bentuk aktivitas fisik, baik aktivitas yang membutuhkan energi yang banyak

maupun yang sedikit. Bergerak atau aktivitas fisik adalah setiap gerakan tubuh

39

yang meningkatkan pengeluaran tenaga dan energi (pembakaran kalori). Menurut

Badan Kesehatan Dunia, aktivitas fisik didefinisikan sebagai gerakan tubuh yang

dihasilkan oleh otot rangka yang memerlukan pengeluaran energi. Setiap aktivitas

fisik juga meningkatkan metabolisme dalam tubuh kita, sehingga memperlancar

peredaran darah (Karim, 2002).

Aktivitas fisik didefinisikan sebagai setiap gerakan tubuh yang dihasilkan

oleh otot-otot skeletal dan menghasilkan peningkatan resting energy expenditure

yang bermakna. Aktivitas fisik juga dapat didefinisikan sebagai suatu gerakan

fisik yang menyebabkan terjadinya kontraksi otot (Utari, 2007). Aktivitas fisik

dijadikan parameter tingkat kesehatan seseorang. Pemeliharaan dan peningkatan

kondisi kesehatan mutlak diperlukan agar terlindungi dari dampak negatif

penyakit-penyakit non-infeksi. Aktivitas fisik ini dapat dilihat pengaruhnya

terhadap faktor-faktor seperti kondisi metabolik dan tingkat berat badan serta

gangguan metabolisme (Vouri, 2004). Menurut Pusat Promosi Kesehatan

Indonesia, aktivitas fisik adalah pergerakan anggota tubuh yang menyebabkan

pengeluaran tenaga yang sangat penting bagi pemeliharaan kesehatan fisik dan

mental, serta dapat mempertahankan kualitas hidup agar tetap sehat dan bugar

sepanjang hari (Promkes, 2009).

Inaktivitas fisik atau kurang aktivitas fisik merupakan faktor risiko penting

pada banyak penyebab kematian, morbiditas kronis dan kecacatan (BRFS, 2001).

Aktivitas fisik yang kurang juga merupakan masalah kesehatan dunia yang umum

dan merupakan prioritas dunia kesehatan internasional. Seseorang yang

menghabiskan sedikit waktunya untuk melakukan aktivitas fisik dalam sehari

40

dibanding dengan orang yang aktif, memiliki tingkat METs yang rendah dan

memiliki lebih banyak lemak tubuh. Fakta disertai bukti yang jelas mengenai

adanya hubungan inaktivitas fisik terhadap banyak peningkatan risiko penyakit-

penyakit kronis termasuk penyakit jantung, stroke dan juga penyakit kanker

(Roux dkk, 2008). Diantara beberapa hal tersebut ada faktor risiko yang

mempengaruhi seperti obesitas, dyslipidemia, diabetes tipe 2 dan leukemia

(Sakuta dan Suzuki, 2005). Aktivitas fisik dan latihan dapat mempengaruhi

keseimbangan, postural stability dan lain-lain, yang ditunjukkan oleh gambar

berikut :

Gambar 2.8 Pengaruh Aktivitas Fisik Dan Exercise

Sumber : Skelton, 2001

Aktivitas

Fisik

Olahraga

teratur

Efek Positif pada Stabilitas Postural atau Faktor Resiko Jatuh

Keseimbangan Kekuatan dan

power Kemampuan fungsional Koordinasi Mobilitas Pola jalan Depresi Khawatir akan jatuh

Efek Negative pada Stabilitas Postural

Kegiatan tidak aman Fatigue akut Perpindahan pusat

gravitasi Lingkungan berisiko

jatuh

Efek Positif Jatuh

Cukup hanya dengan :

- Menjahit, durasi, - frekuensi,

intensitas

Dan dengan bebrapa komponen dari: - Keseimbangan dan

Tai Chi - Kekuatan dan

power - Daya tahan - Mengurangi

ketidaksimetrisan - Koordinasi - Fungsional/

kemampuan berjalan

- Postural/ kemampuan transfer

Efek Negative Jatuh

Kegiatan tidak aman Fatigue akut Perpindahan pusat

gravitasi Lingkungan berisiko jatuh

41

Perlu dipahami bahwa aktivitas fisik (physical activity) berbeda dengan olahraga

(exercise). Aktivitas fisik adalah pergerakan dari sistem muskuloskeletal yang

menghasilkan energi, sedangkan olahraga (exercise) merupakan bagian dari

aktivitas fisik namun melibatkan suatu program terstruktur (ada tipe, frekuensi,

durasi dan intensitas tertentu) yang dirancang untuk meningkatkan kebugaran

jasmani (Buchner, 2007).

2.3.2 Tipe-tipe Aktivitas Fisik

Ada 3 tipe atau sifat aktivitas fisik yang dapat dan penting kita lakukan

untuk mempertahankan kesehatan dan kebugaran tubuh, yaitu :

1. Ketahanan (endurance)

Aktivitas fisik yang bersifat untuk ketahanan, dapat membantu jantung, paru-

paru, otot dan sistem sirkulasi darah tetap sehat dan membuat kita lebih

bertenaga. Untuk mendapatkan ketahanan yang baik maka disarankan untuk

melakukan aktivitas fisik yang dilakukan selama 30 menit (4-7 hari per

minggu). Contoh beberapa kegiatan yang dapat dipilih seperti berjalan kaki,

misalnya turun dari bus lebih awal menuju tempat kerja kira-kira

menghabiskan 20 menit berjalan kaki dan saat pulang berhenti di halte yang

menghabiskan 10 menit berjalan kaki menuju rumah, lari ringan, berenang,

senam, bermain tenis, berkebun dan kerja di taman (Departemen Kesehatan

RI, 2006).

2. Kelenturan (flexibility)

Aktivitas fisik yang bersifat untuk kelenturan dapat membantu pergerakan

menjadi lebih mudah, mempertahankan otot tubuh tetap lemas (lentur) dan

42

sendi berfungsi dengan baik. Untuk mendapatkan kelenturan maka disarankan

untuk melakukan aktivitas fisik yang dilakukan selama 30 menit (4-7 hari per

minggu). Contoh beberapa kegiatan yang dapat dipilih seperti peregangan

yang dimulai dengan perlahan-lahan tanpa kekuatan atau sentakan, lakukan

secara teratur selama 10-30 detik yang bisa dimulai dari tangan dan kaki,

senam taichi, yoga, mencuci pakaian, mobil dan mengepel lantai (Pusat

Promosi Kesehatan Departemen Kesehatan RI, 2006).

3. Kekuatan (strength)

Aktivitas fisik yang bersifat untuk kekuatan dapat membantu kerja otot tubuh

dalam menahan suatu beban yang diterima tubuh, tulang tetap kuat dan

mempertahankan bentuk tubuh serta membantu meningkatkan pencegahan

terhadap penyakit seperti osteoporosis. Untuk mendapatkan kelenturan maka

disarankan untuk melakukan aktivitas fisik yang dilakukan selama 30 menit

(2-4 hari per minggu). Contoh beberapa kegiatan yang dapat dipilih seperti

push-up, naik turun tangga, angkat berat/beban, membawa belanjaan,

mengikuti kelas senam terstruktur dan terukur (fitness) (Departemen

Kesehatan RI, 2006).

Menurut Brian (2011), ada beberapa aktivitas fisik yang dapat meningkatkan

pengeluaran tenaga dan energi (pembakaran kalori), misalnya:

1. Tidur (1,2 cal/min)

2. Mandi (3,4 cal/min)

3. Berpakaian (3,4 cal/min)

4. Berjalan kaki (5,6-7 cal/min)

43

5. Berlari (10-25 cal/min)

6. Naik tangga (1,8 cal/min)

7. Turun tangga (7.5 cal/min)

8. Berkebun, menanam bunga (5,6 kkal/menit)

9. Menyetrika (4,2 kkal/menit)

10. Menyapu rumah (3,9 kkal/menit)

11. Membersihkan jendela (3,7 kkal/menit)

12. Mencuci baju (3,56 kkal/menit)

13. Mengemudi mobil (2,8 kkal/menit)

14. Lompat tali (10-15 cal/min)

15. Berenang (6-12,5 cal/min)

16. Mendaki gunung (10-15 cal/min)

2.3.3 Kategori Aktivitas Fisik

Menurut Nurmalina (2011), aktivitas fisik dapat digolongkan menjadi tiga

tingkatan yaitu sebagai berikut :

1. Kegiatan ringan adalah aktivitas fisik yang dapat membantu jantung, paru-

paru, otot dan sistem sirkulasi darah tetap sehat dan membuat tubuh lebih

bertenaga. Kegiatan ini biasanya hanya memerlukan sedikit tenaga dan

biasanya tidak menyebabkan perubahan dalam pernapasan atau ketahanan

(endurance). Contoh : berjalan kaki, menyapu lantai, mencuci baju/piring,

mencuci kendaraan, berdandan, duduk, les di sekolah, les di luar sekolah,

mengasuh adik, nonton TV, aktivitas main play station, main komputer,

belajar di rumah dan nongkrong (Nurmalina, 2011).

44

2. Kegiatan sedang adalah aktivitas fisik yang dapat meningkakan kelenturan dan

membantu pergerakan menjadi lebih mudah, mempertahankan otot tubuh tetap

lentur dan sendi berfungsi dengan baik. Kegiatan ini membutuhkan tenaga

yang intens atau terus menerus dan gerakan otot yang berirama untuk

kelenturan (flexibility). Contoh : peregangan, berlari kecil, tenis meja,

berenang, bermain dengan hewan peliharaan, bersepeda, bermain musik dan

jalan cepat (Nurmalina, 2011).

3. Kegiatan berat adalah aktivitas fisik untuk kekuatan yang dapat membantu

kerja otot tubuh dalam menahan beban yang diterima sehingga tulang tetap

kuat dan dapat mempertahankan bentuk tubuh dengan baik serta membantu

meningkatkan pencegahan terhadap penyakit seperti osteoporosis. Biasanya

berhubungan dengan olahraga dan membutuhkan kekuatan (strength) yang

mengeluarkan keringat. Contoh : berlari, bermain sepak bola, push-up, angkat

berat/beban, aerobik, bela diri (seperti karate, taekwondo, pencak silat) dan

outbond (Nurmalina, 2011).

2.3.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Aktivitas Fisik

Aktivitas fisik merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi

tingkat kesehatan seseorang (Vouri, 2004). Beberapa faktor yang mempengaruhi

aktivitas fisik adalah sebagai berikut :

1. Umur

Aktivitas fisik remaja sampai dewasa terus meningkat sampai mencapai batas

maksimal pada usia 25-30 tahun, kemudian akan terjadi penurunan kapasitas

45

fungsional dari seluruh tubuh, kira-kira sebesar 0,8-1% pertahun, tetapi bila

rajin olahraga penurunan ini dapat dikurangi sampai separuhnya.

2. Jenis kelamin

Sampai pubertas biasanya aktivitas fisik remaja laki-laki hampir sama dengan

remaja perempuan, tapi setelah pubertas remaja laki-laki biasanya mempunyai

nilai atau tingkat aktivitas fisik yang jauh lebih besar dari remaja perempuan.

3. Pola makan

Makanan adalah salah satu faktor yang mempengaruhi aktivitas fisik karena

bila jumlah makanan dan porsi makanan lebih banyak atau sedikit, maka

tubuh akan merasa mudah lelah dan tidak ingin melakukan kegiatan seperti

olahraga atau menjalankan aktivitas lainnya. Kandungan dari makanan yang

berlemak juga banyak mempengaruhi tubuh dalam melakukan aktivitas sehari-

hari atau berolahraga, sebaiknya makanan yang akan dikonsumsi

dipertimbangkan kandungan gizinya agar tubuh tidak mengalami kelebihan

energi yang tidak dapat dikeluarkan secara maksimal.

4. Penyakit atau kelainan pada tubuh

Hal ini berpengaruh terhadap kapasitas jantung paru, postur tubuh, obesitas,

hemoglobin atau sel darah dan serat otot. Bila terdapat kelainan pada tubuh

seperti itu maka akan berpengaruhi terhadap aktivitas yang akan dilakukan.

Seperti kekurangan sel darah merah, maka orang tersebut tidak diperbolehkan

untuk melakukan olahraga yang berat. Obesitas juga menyebabkan kesulitan

dalam melakukan aktivitas fisik (Karim, 2002).

46

2.3.5 Manfaat Aktivitas Fisik

Aktivitas fisik sangat dibutuhkan manusia karena memberi banyak

keuntungan terutama bagi remaja untuk manfaat jangka panjang, terutama dalam

tahun-tahun atau masa-masa pertumbuhan sehingga pertumbuhan remaja dapat

menjadi lebih optimal (Nurmalina, 2011). Beberapa keuntungan atau manfaat

aktivitas fisik bagi kesehatan bila dilakukan secara teratur dan konsisten antara

lain sebagai berikut :

1. Meningkatkan pengeluaran energi

2. Meningkatkan sirkulasi darah

3. Meningkatkan fungsi organ-organ vital seperti jantung dan paru-paru

4. Membantu menjaga otot dan sendi tetap sehat

5. Fleksibilitas otot meningkat dan tulang lebih kuat

6. Membantu meningkatkan mood atau suasana hati

7. Meningkatkan rasa percaya diri

8. Membantu menurunkan kecemasan, stres dan depresi sebagai faktor yang

berkontribusi pada penambahan berat badan

9. Membantu untuk meningkatkan kualitas tidur

10. Terhindar dari penyakit kronik seperti penyakit jantung, stroke, osteoporosis,

kanker, tekanan darah tinggi, kencing manis dan lain-lain

Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa aktivitas fisik yang dilakukan

secara teratur dan konsisten dapat meningkatkan kulitas kesehatan menjadi lebih

baik (Vouri, 2004).

47

2.3.6 Pengukuran Tingkat Aktivitas Fisik

Tingkat aktivitas fisik diukur dengan 2 variabel, yakni (1) Frekuensi yaitu

berapa kali atau berapa jam seseorang bekerja dalam seminggu dan (2) Durasi

yaitu berapa lama seseorang melakukan pekerjaan tiap minggunya. Berdasarkan

penelitian yang dilakukan kriteria aktivitas fisik dibagi menjadi 3 bagian (IPAQ),

yaitu :

1. Aktivitas fisik rendah

Tidak ada aktivitas yang dilaporkan atau beberapa aktivitas dilaporkan tetapi

tidak cukup untuk memenuhi kategori.

2. Aktivitas fisik sedang

Memenuhi salah satu dari 3 kriteria berikut :

a. 3 hari atau lebih intensitas aktivitas setidaknya 20 menit per hari

b. 5 hari atau lebih aktivitas intensitas sedang dan atau berjalan setidaknya 30

menit per hari

c. 5 hari atau lebih dari kombinasi berjalan, aktivitas intensitas sedang atau

kuat intensitas mencapai minimal setidaknya 600 MET-menit/minggu

3. Aktivitas fisik berat

Memenuhi salah satu dari 2 kriteria berikut :

a. Aktivitas fisik setidaknya 3 hari intensitas kuat dan mengumpulkan

minimal 1500 MET-menit/minggu

b. 7 hari atau lebih dari kombinasi berjalan, aktivitas sedang atau intensitas

berat mengumpulkan setidaknya 3000 MET-menit/minggu

48

Pengukuran tingkat aktivitas fisik menggunakan standar dari International

Physical Activity Questionnaire (IPAQ). Dimana pengukuran ini menggunakan

perhitungan akumulasi waktu dalam seminggu dengan kriteria data frekuensi

beraktivitas fisik dalam seminggu terakhir untuk penduduk 10 tahun ke atas.

Kegiatan aktivitas fisik dikategorikan ‘cukup’ apabila kegiatan dilakukan terus

menerus sekurangnya 10 menit dalam satu kegiatan tanpa henti dan secara

kumulatif 150 menit selama lima hari dalam satu minggu. Selain frekuensi,

dilakukan pula pengumpulan data intensitas, yaitu jumlah hari melakukan

aktivitas ‘berat’, ‘sedang’ dan ‘berjalan’. Perhitungan jumlah menit aktivitas fisik

dalam seminggu mempertimbangkan pula jenis aktivitas yang dilakukan, di mana

aktivitas diberi pembobotan, masing-masing untuk aktivitas ‘berat’ empat kali,

aktivitas ‘sedang’ dua kali terhadap aktivitas ‘ringan’ atau jalan santai

(Bowolaksono, 2013).

2.3.7 Hubungan Aktivitas Fisik dengan Keseimbangan Dinamis

Keseimbangan dinamis melibatkan berbagai gerakan di setiap segmen tubuh

dengan didukung oleh sistem muskuloskeletal, titik gravitasi, garis gravitasi dan

bidang tumpu. Perkembangan keseimbangan tubuh dipengaruhi oleh sistem

informasi sensoris, respon otot–otot sensoris yang sinergis (postural muscle

response synergies), kekuatan otot (muscle strenght), adaptive system, serta

lingkup gerak sendi (Suhartono, 2005). Kemajuan teknologi sangat memudahkan

manusia khususnya para remaja dalam mengakses berbagai informasi, berbagai

fasilitas seperti jejaring sosial yang marak beredar pada media elektronik.

49

Kemudahan – kemudahan yang didapat dalam keseharian memberikan dampak

berupa terbatas dan kurangnya aktivitas fisik pada remaja (RISKESDAS, 2013).

Remaja saat ini memiliki gaya hidup yang sedikit melibatkan aktivitas fisik

sehingga mengalami ketidakoptimalan keseimbangan pada remaja. Aktivitas fisik

yang tidak ada (kurangnya aktivitas fisik) merupakan faktor risiko independent

suntuk penyakit kronis dan secara keseluruhan diperkirakan menyebabkan

kematian secara global (WHO, 2010). Sebagian besar remaja lebih suka makan

makanan ringan tinggi kadar lemak dan menghabiskan minimal 30 jam per

minggu menonton televisi. Hampir 50% dari orang dewasa muda dan remaja tidak

melibatkan diri pada setiap jenis aktivitas fisik setiap hari. Setiap manusia

memiliki potensi gerak yang dapat dikembangkan sampai maksimal, tetapi dalam

kenyataannya gerak yang tersedia bukanlah gerak maksimal melainkan gerak

aktual yang belum tentu dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan manusia

dalam beraktivitas. Menurut Kepala Pusat Promosi Kesehatan Kemenkes pada

hasil RISKESDAS tahun 2013 juga menunjukkan bahwa gaya hidup bermalas-

malasan dan aktivitas fisik yang kurang dapat melemahkan dan menurunkan

kemampuan tonus otot. Tonus otot sangat berperan dalam menjaga keseimbangan

tubuh manusia. Keseimbangan dinamis yang tidak optimal akan meningkatkan

risiko cedera yang akan dialami ketika berjalan atau melakukan aktivitas lain

terutama aktivitas yang berat (RISKESDAS, 2013).

50

2.4 Modified Bass Test of Dynamic Balance

2.4.1 Definisi

Pengukuran keseimbangan dinamis dengan menggunakan Modified Bass

Test of Dynamis Balance merupakan suatu tes yang dilakukan untuk mengukur

kemampuan dalam melompat secara akurat dan menjaga keseimbangan selama

dan sesudah gerakan (Nakhostin dkk, 2013).

Gambar 2.9 Skema Modified Bass Test

Sumber: Nakhostin dkk, 2013

51

2.4.2 Prosedur Pelaksanaan

Pengukuran keseimbangan dinamis dengan menggunakan Modified Bass

Test of Dynamic Balance dilakukan dengan prosedur pelaksanaan tes sebagai

berikut :

1. Peneliti menyiapkan ruang lantai yang memadai, meterline, stopwatch dan

spidol atau selotip untuk menandai

2. Prosedur pengukuran yang dijelaskan di sini adalah Modified Bass Test of

Dynamic Balance. Program ini dlakukan seperti yang terlihat pada skema

Modified Bass Test. Sampel terlebih dahulu diberikan penjelasan sehingga

paham tentang tes yang akan dilakukan

3. Posisi awal diam berdiri dengan satu kaki dimana kaki kanan sebagai

tumpuan. Sampel kemudian melompat ke tanda nomor 1 dengan kaki kiri dan

langsung dalam posisi diam atau statis (tidak bergerak selama 5 detik). Setelah

itu sampel melompat ke tanda nomor 2 dengan kaki kanan dan langsung

dalam posisi diam atau statis (tidak bergerak selama 5 detik)

4. Dengan cara yang sama, sampel melompat mengikuti tanda yang telah diberi

nomor sesuai urutan sampai tanda nomor 10

5. Dari tanda nomor 1-10 pastikan setiap lompatan mendarat dengan satu kaki

yang berlawanan. Dimulai dengan mendarat dengan kaki kiri di tanda

pertama, selanjutnya kaki kanan di tanda kedua dan seterusnya sampai tanda

kesepuluh dengan salah satu kaki bergantian

6. Sampel melompat menginjak tanda, telapak kaki harus menutup setiap tanda

sehingga tanda tidak dapat dilihat

52

7. Jika sampel tidak dapat mempertahankan posisi statis, bergerak, goyang atau

jatuh pada saat posisi diam statis tidak bergerak selama 5 detik, setelah 5 detik

bahkan kurang dari 5 detik, maka dinyatakan terjadi penurunan keseimbangan

dinamis atau tidak seimbang. Jika sampel mampu mempertahankan posisi

statis selama 5 detik setelah lompatan dan mampu menyelesaikan lompatan

sampai tanda nomor 10 maka dinyatakan seimbang (Nakhostin dkk, 2013).