bab ii tinjauan pustakaeprints.umm.ac.id/46900/3/bab ii.pdf · penatalaksanaan tb paru sendiri di...

36
6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tuberkulosis Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular yang masih menjadi permasalahan di dunia kesehatan hingga saat ini. Situasi TB di dunia memburuk dengan meningkatnya jumlah kasus TB dan pasien TB yang tidak berhasil disembuhkan terutama di 22 negara dengan beban TB paling tinggi di dunia, WHO melaporkan dalam Global Tuberkulosis Report 2011 terdapat perbaikan bermakna dalam pengendalian TB dengan menurunnya angka penemuan kasus dan angka kematian akibat TB dalam dua dekade terakhir ini. Pengobatan kasus TB paru merupakan salah satu strategi utama pengendalian karena dapat memutus rantai penularan. Peran penetapan diagnosis dan pengobatan sangat penting dalam menunjang pengobatan tersebut. Penatalaksanaan TB paru sendiri di sebagian besar rumah sakit dan praktik swasta belum sesuai dengan strategi Directly Observed Treatment Short-course (DOTS) dan penerapan standar pelayanan berdasar International Standards for Tuberkulosis Care (ISTC) (Kemenkes RI, 2014). Insiden TB secara global dilaporkan menurun dengan laju 2,2% pada tahun 2010-2011. Walaupun dengan kemajuan yang cukup berarti ini, beban global akibat TB masih tetap besar. Diperkirakan pada tahun 2011 insidens kasus TB mencapai 8,7 juta (termasuk 1,1 juta dengan koinfeksi HIV) dan 990 ribu orang meninggal karena

Upload: others

Post on 09-Nov-2020

12 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/46900/3/BAB II.pdf · Penatalaksanaan TB paru sendiri di sebagian besar rumah sakit dan praktik swasta belum sesuai dengan strategi Directly

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tuberkulosis

Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular yang masih menjadi

permasalahan di dunia kesehatan hingga saat ini. Situasi TB di dunia memburuk

dengan meningkatnya jumlah kasus TB dan pasien TB yang tidak berhasil

disembuhkan terutama di 22 negara dengan beban TB paling tinggi di dunia, WHO

melaporkan dalam Global Tuberkulosis Report 2011 terdapat perbaikan bermakna

dalam pengendalian TB dengan menurunnya angka penemuan kasus dan angka

kematian akibat TB dalam dua dekade terakhir ini.

Pengobatan kasus TB paru merupakan salah satu strategi utama pengendalian

karena dapat memutus rantai penularan. Peran penetapan diagnosis dan pengobatan

sangat penting dalam menunjang pengobatan tersebut. Penatalaksanaan TB paru

sendiri di sebagian besar rumah sakit dan praktik swasta belum sesuai dengan strategi

Directly Observed Treatment Short-course (DOTS) dan penerapan standar pelayanan

berdasar International Standards for Tuberkulosis Care (ISTC) (Kemenkes RI,

2014).

Insiden TB secara global dilaporkan menurun dengan laju 2,2% pada tahun

2010-2011. Walaupun dengan kemajuan yang cukup berarti ini, beban global akibat

TB masih tetap besar. Diperkirakan pada tahun 2011 insidens kasus TB mencapai 8,7

juta (termasuk 1,1 juta dengan koinfeksi HIV) dan 990 ribu orang meninggal karena

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/46900/3/BAB II.pdf · Penatalaksanaan TB paru sendiri di sebagian besar rumah sakit dan praktik swasta belum sesuai dengan strategi Directly

7

TB. Secara global diperkirakan insiden TB resisten obat adalah 3,7% kasus baru dan

20% kasus dengan riwayat pengobatan. Sekitar 95% kasus TB dan 98% kematian

akibat TB di dunia terjadi di negara berkembang (WHO, 2011).

Pada tahun 2015 Indonesia menempati urutan ketiga setelah India dan Cina.

Indonesia merupakan negara dengan beban tinggi TB pertama di Asia Tenggara yang

berhasil mencapai target Millenium Development Goals (MDG) untuk penemuan

kasus TB di atas 70% dan angka kesembuhan 85% pada tahun 2006 (Kemenkes RI,

2011).

2.1.1 Patogenesis Tuberkulosis

Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium

tuberkulosis. Kuman penyebab penyakit ini berukuran 0,3-0,6 mikron berbentuk

bacilli lurus atau filament. Organ bakteri ini tersusun atas protein, lipid dan

polisakarida, sedangkan penyusun organ terbesar adalah lipid yang mana

menyebabkan bakteri tersebut tahan terhadap asam. Adanya cord faktor merupakan

mikosida yang berhubungan dengan virulensi. Suhu optimal pertumbuhan bakteri ini

adalah 37ͦ C, bakteri ini sangat mampu bertahan dalam kondisi asam dengan pH

optimum 6,5 – 6,8. Mycobacterium tuberkulosis dikenal dengan bakteri tahan asam

yang masuk dalam kategori positif (Crofton, Horne & Fred, 2002).

Paru merupakan port d’entree lebih dari 98% kasus infeksi TB. Kuman TB

menular melalui droplet nuclei. Kuman TB yang masuk melalui saluran napas akan

bersarang di jaringan paru, dimana ia akan membentuk suatu sarang pneumonik, yang

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/46900/3/BAB II.pdf · Penatalaksanaan TB paru sendiri di sebagian besar rumah sakit dan praktik swasta belum sesuai dengan strategi Directly

8

disebut sarang primer (afek primer). Sarang primer ini mungkin timbul di bagian

mana saja dalam paru, berbeda dengan sarang reaktivasi. Dari sarang primer akan

kelihatan peradangan saluran getah bening menuju hilus (limfangitis lokal).

Peradangan tersebut diikuti oleh pembesaran kelenjar getah bening di hilus

(limfadenitis regional). Afek primer bersama-sama dengan limfangitis regional

dikenal sebagai kompleks primer. Kompleks primer ini akan mengalami salah satu

keadaan:

1. Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali (restitution ad

integrum).

2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (antara lain sarang Ghon,

garis fibrotik, sarang perkapuran di hilus)

3. Menyebar dengan cara :

a. Perkontinuitatum, menyebar ke sekitarnya, contohnya

epituberkulosis, yaitu kejadian dimana terdapat penekanan bronkus,

biasanya bronkus lobus medius oleh kelenjar hilus yang membesar

sehingga menimbulkan obstruksi pada saluran napas, dan

mengakibatkan atelektasis. Kuman tuberkulosis akan menjalar

sepanjang bronkus yang tersumbat ke lobus yang atelektasis dan

menimbulkan peradangan pada lobus tersebut.

b. Penyebaran secara bronkogen, baik di paru bersangkutan maupun ke

paru sebelahnya.

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/46900/3/BAB II.pdf · Penatalaksanaan TB paru sendiri di sebagian besar rumah sakit dan praktik swasta belum sesuai dengan strategi Directly

9

c. Penyebaran secara hematogen dan limfogen. Kejadian penyebaran ini

sangat bersangkutan dengan daya tahan tubuh. Sarang yang

ditimbulkan dapat sembuh secara spontan, akan tetapi bila tidak

terdapat imunitas yang adekuat, penyebaran ini akan menimbulkan

keadaan cukup gawat seperti tuberkulosis milier, meningitis

tuberkulosa, typhobacillosis Landouzy. Penyebaran ini juga dapat

menimbulkan tuberkulosis pada alat tubuh lainnya, misalnya tulang,

ginjal, anak ginjal, genitalia dan sebagainya. Komplikasi dan

penyebaran ini mungkin berakhir dengan kesembuhan meninggalkan

sekuele (misalnya pertumbuhan terbelakang pada anak setelah

mendapat ensefalomeningitis, tuberkuloma) atau meninggal (PDPI,

2006).

2.1.2 Terapi Tuberkulosis

Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian,

mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan, dan mencegah terjadinya

resistensi kuman terhadap OAT. Obat TB diberikan dalam bentuk kombinasi dari

beberapa jenis, dalam jumlah cukup dan dosis tepat selama 6-8 bulan. Apabila

paduan obat yang digunakan tidak adekuat, kuman TB berkembang menjadi kuman

yang kebal obat (resisten). Untuk itu perlu dilakukan pengawasan langsung DOTS

oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO) (Kemenkes, 2011).

WHO telah merekomendasikan strategi DOTS sebagai upaya pengendalian

TB. Indonesia mulai menerapkan strategi DOTS secara bertahap sejak tahun 1995

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/46900/3/BAB II.pdf · Penatalaksanaan TB paru sendiri di sebagian besar rumah sakit dan praktik swasta belum sesuai dengan strategi Directly

10

dimulai dari Puskesmas hingga seluruh fasilitas pelayanan kesehatan. OAT yang

digunakan adalah paduan OAT jangka pendek yaitu yang terdiri dari INH,

Rifampisisn, Pirazinamid, Etambutol dan Streptomisin selama 6 bulan (Kemenkes RI,

2011).

Pengobatan tuberkulosis merupakan suatu terapi jangka panjang dengan lebih

dari satu macam obat yang membutuhkan ketelatenan. Kepatuhan biasanya menjadi

suatu problem bagi pasien penyakit kronik dengan terapi jangka panjang. Ada

berbagai faktor yang dapat memengaruhi kepatuhan minum obat pada pasien TB.

Kepatuhan pasien dapat dipengaruhi oleh faktor pasien, faktor terkait obat, faktor

terkait tenaga kesehatan dan sistem pelayanan kesehatan (CMSA, 2007).

Salah satu resiko ketidakpatuhan adalah munculnya resistensi obat. Kasus TB

yang tidak diobati maupun diobati namun tidak dengan sesuai standar hingga

pengobatannya tuntas dapat memicu terjadinya TB-MDR. Secara global, prevalensi

TB-MDR kini semakin meningkat dan mengkhawatirkan baik kasus TB baru maupun

yang sebelumnya pernah dirawat (WHO, 2012).

2.1.3 TB-MDR (Tuberculosis Multi Drug Resistant)

TB-MDR adalah salah satu jenis resistensi basil TB terhadap setidaknya dua

OAT lini pertama yaitu isoniazid dan rifampisin, dua OAT yang paling efektif. TB-

MDR menjadi tantangan baru dalam program pengendalian TB karena penegakan

diagnosis yang sulit, tingginya angka kegagalan terapi dan kematian. Pengobatan bagi

penderita TB-MDR lebih sulit, dengan angka keberhasilan hanya sekitar 50% dan

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/46900/3/BAB II.pdf · Penatalaksanaan TB paru sendiri di sebagian besar rumah sakit dan praktik swasta belum sesuai dengan strategi Directly

11

biaya pengobatan yang mahal bahkan sampai 100 kali lebih mahal dibandingan

dengan pengobatan TB tanpa MDR, sehingga bagi negara berkembang menjadi beban

yang sangat berat dalam penanggulangannya (Kemenkes, 2012).

Setiap tahun selalu muncul kasus TB-MDR baru yang dilaporkan. Tahun

2008 ada sekitar 440.000 kasus TB-MDR, sedangkan sejumlah 650.000 kasus TB-

MDR pada tahun 2010, kejadian TB-MDR ini kemudian disebut 27 high burden

MDR-TB countries oleh WHO Global Report, dimana Indonesia berada pada urutan 9

dibawah India, China, Rusia, Pakistan, Afrika Selatan, Philipina, Ukraina dan

Kazakstan. Berdasarkan data tersebut diketahui bahwa TB-MDR di Indonesia

cenderung meningkat dari tahun ke tahun, pada tahun 2008 jumlahnya mencapai

6.427 kasus. Angka TB-MDR diperkirakan sebesar 2% dari kasus TB pengobatan

ulang (WHO, 2011).

Sedangkan hasil survei resistensi OAT pada tahun 2010 oleh Dinas Kesehatan

Provinsi Jawa Timur menunjukkan angka kejadian TB-MDR di antara pasien TB

baru adalah 2% dan dari pasien TB pengobatan ulang adalah 9,7%. Pada survei ini

didapatkan proporsi kasus pengobatan ulang sekitar 10%. Berdasarkan survei

tersebut, dengan memperhitungkan jumlah pasien TB yang tercatat, maka

diperkirakan kasus TB-MDR di Jawa Timur adalah 626 dengan perincian 526 (84%)

berasal dari kasus pengobatan ulang dan 100 (16%) berasal dari kasus baru (Dinkes

Provinsi Jawa Timur, 2013).

2.1.3.1 Etiologi Munculnya TB-MDR

Analisis beberapa penyebab utama terjadinya resistensi obat telah

diidentifikasi, antara lain:

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/46900/3/BAB II.pdf · Penatalaksanaan TB paru sendiri di sebagian besar rumah sakit dan praktik swasta belum sesuai dengan strategi Directly

12

(1) Implementasi DOTS rumah sakit dan fasilitas kesehatan yang masih

rendah kualitasnya.

(2) Peningkatan co-infection TB-HIV.

(3) Sistem surveilans yang masih lemah.

(4) Penanganan kasus TB resisten obat yang belum memadai (Kemenkes

RI, 2013).

Masalah utama yang muncul pada pasien TB-MDR adalah sulitnya

pengobatan, tingginya kematian, biaya yang mahal dan berpotensi menularkan basil

resisten kepada orang lain. Angka kematian yang lebih banyak dikarenakan oleh

faktor penjamu (host), dimana penderita TB-MDR mengalami penurunan daya tahan

tubuh yang dapat disebabkan oleh asupan gizi tidak seimbang dan kuantitas yang

kurang dan kondisi metabolisme tubuh yang tidak baik (Aditama et al., 2000).

2.1.3.2 Prinsip Terapi TB-MDR (Second Line Drug TB)

Mikrobakteri secara intrinsik resisten terhadap sebagian besar antibiotik. Sel

mikrobakteri juga bersifat dorman, oleh karena itu bakteri banyak mengalami resisten

terhadap banyak obat atau hanya dapat dimatikan secara lambat. Adanya resistensi

dari bakteri tersebut, maka diperlukan kombinasi dua atau lebih obat untuk mengatasi

hambatan dan mencegah resistensi selama pengobatan tak terkecuali pada kasus TB-

MDR.Terapi TB-MDR harus diberikan selama beberapa bulan hingga beberapa

tahun. Obat TB-MDR yang biasa digunakan yakni obat lini kedua atau Second Line

Drug (Katzung, 2013).

Secara alami, kuman tuberkulosis akan menjadi resisten meskipun dalam

jumlah kecil. Kuman resisten ini ada diantara populasi kuman tuberkulosis yang

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/46900/3/BAB II.pdf · Penatalaksanaan TB paru sendiri di sebagian besar rumah sakit dan praktik swasta belum sesuai dengan strategi Directly

13

berjumlah jutaan yang terdapat di setiap kavitas. Oleh karena itu, untuk

menanggulangi bakteri-bakteri yang resisten berkembang biak, maka diperlukan

prinsip pengobatan tuberkulosis dengan memberikan obat anti tuberkulosis tidak

hanya satu jenis obat. Bila pengobatan tuberkulosis diberikan hanya satu jenis obat,

maka obat ini akan berefek pada bakteri yang sensitif terhadap obat sedangkan

bakteri yang resisten akan terus berkembang biak. Pencegahan resistensi dari bakteri

Mycobacterium tuberkulosis maka prinsip pengobatan pada penderita diberikan

dengan kombinasi OAT standar sesuai kategori penderita (Crofton, Horne & Fred,

2002).

Terapi TB-MDR menggunakan beberapa jenis obat sehingga menyebabkan

beberapa permasalahan dalam hal toleransi terhadap obat-obatan tersebut. Respon

masing-masing individu tidak dapat diprediksi, tetapi pengobatan tidak boleh

dihentikan hanya karena ketakutan terhadap reaksi yang timbul (Fattiyah et al, 2011).

Kriteria Obat TB-MDR berdasarkan data biological dibagi menjadi 3

kelompok, yakni :

1. Obat dengan aktiviti bakterisid: aminoglikosid, etionamid dan pirazinamid

yang bekerja pada pH asam.

2. Obat dengan aktivitas bakterisid rendah: fluorokuinolon.

3. Obat dengan akiviti bakteriostatik: etambutol, cycloserin dan PAS (PDPI,

2006).

Cara yang rasional untuk memilih OAT secara tepat adalah menggunakan

obat dari yang paling kuat efek bakterisidnya dengan toksisitas paling rendah sampai

yang paling lemah dengan toksisitas paling tinggi. Pemilihan obat untuk kasus TB-

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/46900/3/BAB II.pdf · Penatalaksanaan TB paru sendiri di sebagian besar rumah sakit dan praktik swasta belum sesuai dengan strategi Directly

14

MDR antara lain menggunakan obat lini I jika masih efektif, satu obat injeksi,

mempergunakan obat golongan flurokuinolon, menggunakan obat untuk kelompok 4

(lini II oral) sampai diperoleh empat jenis obat yang efektif, dan obat kelompok 5

untuk memperkuat regimen atau saat sebelum diperoleh empat jenis obat yang efektif

dari kelompok sebelumnya (Caminero et al., 2010).

(Bird, Etminan, Brophy et al., 2013)

Gambar 2.1

Second Line Drug

Pengobatan TB-MDR terdiri atas dua fase, fase intensif dan fase lanjutan.

Fase intensif adalah fase pengobatan dengan menggunakan obat injeksi (kanamisin

atau kapreomisin) yang digunakan setidaknya selama enam bulan atau empat bulan

setelah konversi biakan. Sementara fase lanjutan adalah fase setelah injeksi

dihentikan, yang berlangsung minimal selama 18 bulan setelah konversi biakan

(Nawas, Novizar & Burhan, 2010) (PDPI, 2011).

Menyusun rejimen OAT untuk TB-MDR memiliki berbagai tantangan,

dipersulit dengan keterbatasan pilihan obat disertai dengan toksisitas yang lebih

besar dan kurangnya efektivitas terapi. Penggunaan obat kombinasi merupakan

suatu keharusan untuk mencegah timbulnya resistensi lebih lanjut. Resistensi silang

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/46900/3/BAB II.pdf · Penatalaksanaan TB paru sendiri di sebagian besar rumah sakit dan praktik swasta belum sesuai dengan strategi Directly

15

juga perlu dipertimbangkan dalam pemilihan obat saat menyusun rejimen

pengobatan MDR-TB. Saat ini terdapat 3 strategi terapi yang direkomendasikan

WHO yaitu terapi standar, terapi empiris, terapi individual (Wiratmoko, 2015).

Rejimen terapi terdiri dari sedikitnya 4 obat yang dipastikan atau hampir

pasti efektif. Jika bukti efikasi suatu obat tidak jelas, maka obat tersebut dapat tetap

masuk dalam rejimen terapi namun tidak dianjurkan menjadi andalan keberhasilan

terapi. Lebih dari 4 macam obat dapat digunakan pada permulaan terapi jika data uji

kepekaan obat belum tersedia, efektivitas suatu obat diragukan, atau bila terdapat

lesi paru yang luas dan bilateral.

Pemilihan obat sebaiknya mempertimbangkan riwayat OAT sebelumnya,

hasil uji kepekaan OAT baik lini pertama maupun lini kedua serta daftar obat-

obatan yang umum digunakan pada suatu daerah/negara tertentu. Uji kepekaan obat

sebaiknya menggunakan uji dengan reprodusibilitas dan realibilitas tinggi dari

laboratorium yang dapat dipercaya. Uji kepekaan obat beberapa OAT lini pertama

serta OAT lini kedua masih belum dapat diandalkan sepenuhnya sehingga

interpretasi terhadap hasil uji kepekaan obat-obat tersebut harus dilakukan dengan

hati-hati. Uji kepekaan obat juga tidak dapat memastikan efikasi suatu obat ataupun

sebaliknya (Wiratmoko, 2015).

Pemberian pirazinamid, etambutol dan fluorokuinolon sebaiknya diberikan

dalam dosis tunggal jika memungkinkan karena dianggap memiliki efikasi yang

lebih tinggi. Pemberian dosis tunggal juga dapat dilakukan untuk obat lini kedua

jika dapat ditoleransi dengan baik oleh pasien kecuali untuk etionamid/ protionamid,

sikloserin dan PAS yang dianjurkan dalam dosis terbagi guna mengurangi efek

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/46900/3/BAB II.pdf · Penatalaksanaan TB paru sendiri di sebagian besar rumah sakit dan praktik swasta belum sesuai dengan strategi Directly

16

samping yang tidak diinginkan. Pada pasien yang mendapatkan sikloserin harus

ditambahkan piridoksin (vitamin B6) dengan dosis 50 mg untuk setiap 250 mg

sikloserin (Wiratmoko, 2015).

Dari 5 kelompok OAT yang ada, rejimen terapi individual sebaiknya

mengikutsertakan OAT kelompok 1 yang masih sensitif atau diduga efektif (lini

pertama). Salah satu OAT injeksi pada kelompok 2, ditambahkan dengan salah satu

fluorokuinolon serta OAT kelompok 4 sampai tercukupi minimal kebutuhan 4

macam obat yang dipastikan atau hampir pasti efektif pada pasien. Obat pada

kelompok 5 tidak digunakan untuk MDR-TB dan hanya untuk kasus TB-XDR

(tuberculosis extensively-drug resistant) (Wiratmoko, 2015).

Tabel 2.1 Langkah-langkah Penyusunan Rejimen Terapi TB-MDR.

Langkah Terapi Keterangan

Langkah I Menggunakan OAT lini

pertama yang biasa

digunakan Kelompok I

Pirazinamid

Etambutol

• Memulai dengan OAT lini pertama

yang masih sensitive atau hampir pasti

efektif

• Bila kemungkinan resisten tinggi,

sebaiknya tidak digunakan

• Hati-hati menginterpretasikan uji

kepekaan obat

Langkah 2 Ditambah dengan kelompok

2 OAT injeksi

Kanamisin (atau amikasin,

kapreomisin, streptomisin)

• Penambahan dilakukan berdasarkan

uji kepekaan dan riwayat pengobatan

sebelumnya

• Penggunaan streptomisin hendaknya

dihindari walaupun uji kepekaan obat

masih sensitive karena tingginya

angka resisten pada berbagai galur

MDR-TB dan toksisitas yang lebih

tinggi

Langkah 3 Ditambah dengan kelompok

3:

Florokuinolon

Levofloksasin

Moksifloksasin

Ofloksasin

• Penambahan florokuinolon

berdasarkan uji kepekaan obat dan

riwayat pengobatan sebelumnya.

• Pada kasus dengan resisten ofloksasin

atau TB XDR dapat menggunakan

florokuinolon generasi yang lebih baru

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/46900/3/BAB II.pdf · Penatalaksanaan TB paru sendiri di sebagian besar rumah sakit dan praktik swasta belum sesuai dengan strategi Directly

17

tetapi bukan sebagai obat andalan.

Langkah 4 Pilih salah satu atau lebih

obat kelompok 4:

Bakteriostatik oral lini

kedua asam para-

aminosalisilat (PAS),

sikloserin (atau terizadone),

etionamid (atau

protionamid)

• Tambahkan obat kelompok 4 sampai

tercukupi kebutuhan minimal 4

macam obat yang efektif atau hampir

pasti efektif

• Pilihan obat berdasarkan riwayat

pengobatan sebelumnya, efek samping

dan biaya

• Uji kepekaan obat bukan merupakan

standar untuk pemilihan obat

kelompok ini

Langkah 5 Pertimbangkan penambahan

obat kelompok 5 : obat-

obatan yang belum jelas

diketahui efektivitasnya

dalam terapi MDR-TB

Klofazamin

Linezolid

Amoksisilin/klavulanat

Tiosetazon

Imipenem/silastatin

Isoniazid dosis tinggi

Klaritromisin

• Penambahan obat kelompok 5

hendaknya berkonsultasi lebih dahulu

dengan ahli MDR-TB dan dilakukan

bila kebutuhan minimal 4 macam obat

belum terpenuhi dari 4 langkah

sebelumnya.

• Penambahan obat kelompok 5

sebaiknya lebih dari 1, sekurang-

kurangnya 2 macam.

• Uji kepekaan obat bukan merupakan

standar pemilihan obat.

• Obat ini tidak diberikan pada terapi

MDR-TB. (Wiratmoko, 2015)

2.2. Obat TB Lini Kedua (Second Line Drug)

2.2.1 Etambutol (E)

Etambutol adalah suatu senyawa sintetik, larut air, stabil

panas, isomer dekstro, dan dibuat garam sebagai dihidroklorida

(Katzung, 2013). Hampir semua galur Mycobacterium tuberkulosis

dan M. kansasii sensitive terhadap isoniazid dan streptomisin.

Kerjanya menghambat sintesis metabolit sel sehingga metabolisme sel

terhambat dan sel mati. Oleh karena itu, obat ini hanya aktif terhadap

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/46900/3/BAB II.pdf · Penatalaksanaan TB paru sendiri di sebagian besar rumah sakit dan praktik swasta belum sesuai dengan strategi Directly

18

sel yang bertumbuh dengan khasiat tuberkulostatik (Syarif,

Estuningtyas, Muchtar et al., 2007).

Etambutol diserap dengan baik dari usus. Setelah ingesti 25

mg/kg, kadar darah puncak 2-5 mcg/mL dicapai dalam 2-4 jam.

Sekitar 20% obat diekskresikan di feses dan 50% di urin tanpa

berubah. Etambutol mengalami penimbunan pada gagal ginjal, dan

dosis perlu dikurangi hingga separuh jika klirens kreatinin kurang dari

10 mL/mnt (Katzung, 2013).

Dosis harian sebesar 15 mg/kgBB menimbulkan efek toksik

yang minimal. Pada dosis ini kurang dari 2% pasien akan mengalami

efek samping yaitu penurunan ketajaman penglihatan, ruam kulit,dan

demam. Efek samping lain adalah pruritus, nyeri sendi, gangguan

saluran cerna, malaise, sakit kepala, pusing, bingung, disorientasi, dan

mungkin juga halusinasi. Rasa kaku dan kesemutan di jari sering

terjadi. Efek samping yang paling penting adalah gangguan

penglihatan, biasanya bilateral, yang merupakan neuritis retrobulbar

yaitu berupa turunnya tajam penglihatan, hilangnya kemampuan

membedakan warna, mengecilnya lapang pandangan, dan scotoma

sentral maupun lateral. Insiden efek samping ini makin tinggi sesuai

dengan peningkatan dosis, tetapi bersifat mampu pulih. Intensitas

gangguan pun berhubungan dengan lamanya terapi (Syarif,

Estuningtyas, Muchtar et al., 2007).

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/46900/3/BAB II.pdf · Penatalaksanaan TB paru sendiri di sebagian besar rumah sakit dan praktik swasta belum sesuai dengan strategi Directly

19

Seperti semua obat antituberkulosis lainnya, resistensi

terhadap etambutol muncul cepat jika obat digunakan secara tersendiri.

Oleh karena itu, etambutol selalu diberikan dalam kombinasi dengan

obat antituberkulosis lain (Katzung, 2013).

2.2.2 Pirazinamid (PZA)

Pirazinamid merupakan keluarga nikotinamid. Obat ini stabil

dan sedikit larut dalam air. Obat ini inaktif pada PH netral, tetapi pada

pH 5,5 obat ini menghambat basil tuberkel pada konsentrasi sekitar 20

mcg/mL. Obat ini diserap oleh makrofag dan memiliki aktivitas

terhadap mikrobakteri yang berada dalam lingkungan asam lisisom

(Katzung, 2013).

Pirazinamid merupakan obat lini depan yang penting digunakan

bersama dengan isoniazid dan rifampin dalam rejimen jangka pendek

(6 bulan) sebagai obat pensterilisasi yang aktif terhadap organisme

intrasel sisa yang dapat menyebabkan kekambuhan. Basil tuberkel

membentuk resistensi terhadap pirazinamid dengan cara yang cukup

cepat tetapi tidak terdapat resistensi silang dengan isoniazid atau obat

anti tiberkulosis lain (Katzung, 2013).

Pirazinamid diabsorbsi baik dari saluran GI dan terdistribusi

luas di seluruh tubuh, termasuk SSP, paru, dan hati. Waktu paruh

plasma sebesar 9-10 jam pada pasien dengan fungsi ginjal normal.

Obat diekskresikan terutama melalui filtrasi glomerulus. Pirazinamid

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/46900/3/BAB II.pdf · Penatalaksanaan TB paru sendiri di sebagian besar rumah sakit dan praktik swasta belum sesuai dengan strategi Directly

20

dihidrolisis menjadi asam pirazinoat dan kemudian dihidroksi menjadi

asam 5-hidroksipirazinoat (Hardman & Limbird, 2012).

Senyawa induk dimetabolisasi oleh hati tetapi metabolitnya

dibersihkan oleh ginjal, karena itu pirazinamid perlu diberikan dengan

dosis 25-35 mg/kg tiga kali seminggu /bukan setiap hari) pada pasien

hemodialysis dan mereka yang klirens kreatininnya kurang dari 30

mL/mnt. Pada pasien dengan fungsi ginjal normal, digunakan dosis

40-50 mg/kg untuk rejimen pengobatan tiga atau dua kali seminggu

(Katzung, 2013).

Efek samping yang ditimbulkan pirazinamid adalah luka

hepatik. Jika terdapat bukti terjadinya kerusakan hati, terapi harus

dihentikan. Efek merugikan lainnya mencakup atralgia, mual dan

muntah, disuria, rasa tidak enak, dan demam (Istiantoro & Setiabudy,

2009).

2.2.3 Levofloksasin (Lfx)

Levofloksasin adalah antibakteri sintetik golongan florokuinolon

yang merupakan isomer dari ofloksasin dan memiliki aktivitas

antibakteri dua kali lebih besar dari ofloksasin. Levofloksasin

memiliki efek antibakterial spektrum luas, aktif terhadap bakteri gram

positif dan bakteri gram negatif termasuk bakteri anaerob (Sweetman

& Sean, 2005).

Levofloksasin merupakan obat golongan floroquinolon yang

memiliki mekanisme kerja dengan menghambat enzim DNA-gyrase,

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/46900/3/BAB II.pdf · Penatalaksanaan TB paru sendiri di sebagian besar rumah sakit dan praktik swasta belum sesuai dengan strategi Directly

21

yang mengakibatkan kerusakan rantai pada DNA. DNA-gyrase

merupakan enzim yang sangat diperlukan oleh kuman atau bakteri

untuk memelihara struktur superheliks DNA, dan juga diperlukan

untuk replikasi, transkripsi serta perbaikan DNA (Syarif, Estuningtyas,

Muchtar et al., 2007).

Florokuinolon merupakan tambahan penting bagi obat-obat

untuk tuberkulosis, khususnya untuk galur yang resisten terhadap obat

lini pertama. Resistensi yang mungkin timbul dari salah satu dari

beberapa mutase titik tunggal di subunit gyrase A, cepat timbul jika

florokuinolon digunakan sebagai obat tunggal, karena itu obat

golongan ini harus dikombinasikan dengan dua atau lebih obat aktif

lain. Dosis levofloksasin adalah 500-700 mg sekali sehari (Katzung,

2013).

Levofloksasin mengalami absorbsi yang cepat dan hampir

sempurna setelah pemberian secara oral, dimana konsentrasi

maksimum dalam plasma dicapai dalam waktu 1 sampai 2 jam.

Bioavaibilitas absolut dari tablet levofloksasin 500 mg dan 750 mg

adalah sebsar 99% atau lebih besar. Levofloksasin mengalami

metabolisme terbatas dan diekskresikan terutama melalui urine dalam

bentuk tidak berubah. Setelah pemberian secara oral, hampir 87% dari

dosis yang diberikan, ditemukan dalam bentuk tidak berubah di urine

dalam waktu 48 jam, kurang dari 4% ditemukan di feses dalam waktu

72 jam (Sweetman & Sean, 2005).

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/46900/3/BAB II.pdf · Penatalaksanaan TB paru sendiri di sebagian besar rumah sakit dan praktik swasta belum sesuai dengan strategi Directly

22

2.3 Ginjal (Ren)

2.3.1 Anatomi Ginjal

(Drake et al., 2014)

Gambar 2.2

Letak Anatomis Ginjal (Ren)

Ginjal memiliki bentuk seperti kacang polong yang terletak pada

retroperitoneal (antara dinding tubuh dorsal dan peritoneum parietal) di daerah

lumbal superior. Proyeksi ginjal terhadap tulang belakang setinggi T12 samapi L3.

Ginjal kanan terdesak oleh hepar dan terletak sedikit lebih rendah dari ginjal kiri.

Ginjal orang dewasa memiliki massa sekitar 150 g (2 ons) dan dimensi rata-rata

panjangnya 12 cm, lebar 6 cm, dan tebal 3 cm atau seukuran sabun besar. Permukaan

lateral berbentuk cembung. Permukaan medial berbentuk cekung dan memiliki celah

vertikal yang disebut hilus renal yang mengarah ke ruang internal di dalam ginjal

yang disebut sinus ginjal. Saluran ureter, pembuluh darah ginjal, limfatik, dan saraf

semuanya bergabung dengan masing-masing ginjal di hilum dan menempati sinus. Di

atas setiap ginjal terdapat kelenjar adrenal (atau suprarenal), merupakan kelenjar

endokrin yang secara fungsional tidak terkait dengan ginjal (Marieb & Hoehn., 2015).

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/46900/3/BAB II.pdf · Penatalaksanaan TB paru sendiri di sebagian besar rumah sakit dan praktik swasta belum sesuai dengan strategi Directly

23

Ginjal memiliki tiga lapis jaringan penyokong yang mengelilinginya, yakni :

1. Fascia renalis, merupakan lapisan terluar berupa jaringan ikat fibrosa padat yang

menyandarkan ginjal dan kelenjar adrenal ke struktur sekitarnya.

2. Perirenal fat capsule, merupakan massa lemak yang mengelilingi ginjal dan

bantalannya terhadap pukulan.

3. Fibrous capsule, merupakan kapsul transparan yang mencegah infeksi di daerah

sekitarnya menyebar ke ginjal (Marieb & Hoehn, 2015).

(Drake et al., 2014)

Gambar 2.3

Penampang Ginjal (Ren)

Ginjal memiliki korteks ginjal di bagian luar yang berwarna coklat terang

dan medula ginjal di bagian dalam yang berwarna coklat gelap. Korteks ginjal

mengandung jutaan alat penyaring disebut nefron. Setiap nefron terdiri dari

glomerulus dan tubulus. Medula ginjal terdiri dari beberapa massa-massa triangular

disebut piramida ginjal dengan basis menghadap korteks dan bagian apeks yang

menonjol ke medial. Piramida ginjal berguna untuk mengumpulkan hasil ekskresi

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/46900/3/BAB II.pdf · Penatalaksanaan TB paru sendiri di sebagian besar rumah sakit dan praktik swasta belum sesuai dengan strategi Directly

24

yang kemudian disalurkan ke tubulus kolektivus menuju pelvis ginjal (Tortora, 2011;

Moore & Anne, 2012).

Nefron adalah kesatuan unit fungsional dari ginjal, tiap nefron terdiri dari

glomerulus, kapsula Bowman, tubulus kontortus proksimal, loop henle, tubulus

kontortus distal. Bagian luar ginjal disebut korteks dan bagian dalam disebut medulla,

serta bagian paling dalam disebut pelvis. Dibagian medulla ada bentukan piramida

sebagai saluran pengumpul (tubulus collectivus) yang membawa filtrat dari nefron

korteks menuju pelvis. Permukaan medial ginjal yang cekung ada bentukan Hilus.

Hilus merupakan tempat keluar-masuknya vasa renalis, dan tempat keluarnya pelvis

renalis. Ginjal mempunyai pembungkus dari dalam ke luar yaitu capsula renalis,

perirenal fat dan paling luar adalah fascia renalis (Maulana, 2014).

Aliran darah ginjal berasal dari arteri renalis yang merupakan cabang

langsung dari aorta abdominalis, sedangkan yang mengalirkan darah balik adalah

vena renalis yang merupakan cabang vena kava inferior (Marieb & Hoehn, 2015).

Sistem arteri ginjal adalah end arteries yaitu arteri yang tidak mempunyai

anastomosis dengan cabang–cabang dari arteri lain, sehingga apabila terdapat

kerusakan salah satu cabang arteri, berakibat timbulnya iskemia/nekrosis pada daerah

yang dilayaninya (Purnomo, 2012). Persarafan ginjal berasal dari pleksus simpatikus

renalis dan tersebar sepanjang cabang-cabang arteri vena renalis. Serabut aferen yang

berjalan melalui pleksus renalis masuk ke medulla spinalis melalui nervus torakalis

X, XI, dan XII (Netter, 2014).

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/46900/3/BAB II.pdf · Penatalaksanaan TB paru sendiri di sebagian besar rumah sakit dan praktik swasta belum sesuai dengan strategi Directly

25

(Martini, Nath & Bartholomew, 2012)

Gambar 2.4

Struktur pada Ginjal

2.3.2 Fisiologi Ginjal

(Slomianka, 2009).

Gambar 2.5

Struktur Fisiologi Ginjal Umum

Ginjal menjalankan fungsi yang vital sebagai pengatur volume dan

komposisi kimia darah dan lingkungan dalam tubuh dengan mengekresikan zat

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/46900/3/BAB II.pdf · Penatalaksanaan TB paru sendiri di sebagian besar rumah sakit dan praktik swasta belum sesuai dengan strategi Directly

26

terlarut dan air secara selektif. Fungsi vital ginjal dicapai dengan filtrasi plasma darah

melalui glomerulus dengan reabsorpsi sejumlah zat terlarut dan air dalam jumlah

yang sesuai di sepanjang tubulus ginjal. Kelebihan zat terlarut dan air di eksresikan

keluar tubuh dalam urin melalui sistem pengumpulan urin (Price & Wilson, 2012).

Menurut Sherwood (2013), ginjal memiliki fungsi yaitu:

a. Mempertahankan keseimbangan H2O dalam tubuh

b. Memelihara volume plasma yang sesuai sehingga sangat berperan dalam

peraturan jangka panjang tekanan darah arteri.

c. Membantu memelihara keseimbangan asam basa pada tubuh.

d. Mengekskresikan produk-produk sisa metabolism tubuh.

e. Mengekskresikan senyawa asing seperti obat-obatan.

Ginjal menjalankan banyak fungsi homeostatik penting, antara lain ekskresi

produk sisa metabolik dan bahan kimia asing, pengaturan keseimbangan air dan

elektrolit, pengaturan osmolalitas cairan tubuh dan konsentrasi elektrolit,

pengaturan tekanan arteri, pengaturan keseimbangan asam basa, sekresi,

metabolisme, dan ekskresi hormon (Guyton & Hall, 2008).

Menurut Sherwood pada tahun 2013, dalam pembentukan urin terdapat tiga

proses dasar yang terlibat yakni filtrasi glomerulus, reabsorbsi tubulus, dan sekresi

tubulus.

2.3.2.1 Filtrasi Glomerulus

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/46900/3/BAB II.pdf · Penatalaksanaan TB paru sendiri di sebagian besar rumah sakit dan praktik swasta belum sesuai dengan strategi Directly

27

Sewaktu darah mengalir melalui glomerulus, plasma bebas protein tersaring

melalui kapiler glomerulus ke dalam kapsul Bowman. Dalam keadaan normal, 20%

plasma yang masuk ke glomerulus tersaring. Proses ini, dikenal sebagai filtrasi

glomerulus, adalah langkah pertama dalam pembentukan urin. Secara rerata, 125 ml

filtrat glomerulus terbentuk secara kolektif dari seluruh glomerulus setiap menit.

Jumlah ini sama dengan 180 liter setiap harinya. Dengan mempertimbangkan bahwa

volume rerata plasma pada orang dewasa adalah 2,75 liter, maka hal ini berarti

bahwa ginjal menyaring keseluruhan volume plasma sekitar 65 kali sehari. Jika

semua yang difiltrasi keluar sebagai urin, semua plasma akan menjadi urin dalam

waktu kurang dari setengah jam. Namun, hal ini tidak terjadi karena tubulus ginjal

dan kapiler peritubulus berhubungan erat di seluruh panjangnya, sehigga bahan-

bahan dapat diperlukan antara cairan di dalam tubulus dan darah dalam kapiler

peritubulus.

2.3.2.2 Reabsorbsi Tubulus

Sewaktu filtrat mengalir melalui tubulus, bahan-bahan yang bermanfaat bagi

tubuh dikembalikan ke plasma kapiler peritubulus. Perpindahan selektif bahan-

bahan dari bagian dalam tubulus (lumen tubulus) ke dalam darah ini disebut

reabsorbsi tubulus. Bahan-bahan yang direabsorbsi tidak keluar dari tubuh melalui

urin tetapi dibawa oleh kapiler peritubular ke sistem vena dan kemudian ke jantung

untuk diresirkulasi. Dari 180 liter plasma yang disaring per hari, sekitar 178,5 liter

direabsorbsi. Sisa 1,5 liter di tubulus mengalir ke dalam pelvis ginjal untuk

dikeluarkan sebagai urin. Secara umum, bahan-bahan yang perlu dihemat oleh

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/46900/3/BAB II.pdf · Penatalaksanaan TB paru sendiri di sebagian besar rumah sakit dan praktik swasta belum sesuai dengan strategi Directly

28

tubuh secara selektif direabsorbsi, sementara bahan – bahan yang perlu dihemat

oleh tubuh secara selektf direabsorbsi, seentara bahan – bahan yang tidak

dibutuhkan dan harus dikeluarkan tetap berada di urin.

2.3.2.3 Sekresi Tubulus

Proses ginjal ketiga, sekresi tubulus, adalah pemindahan selektif bahan-bahan

dari kapiler peritubulus ke dalam lumen tubulus. Proses ini merupakan rute kedua

bagi masuknya bahan ke dalam tubulus ginjal dari darah sedangkan yang pertama

adalah melalui filtrasi glomerulus. Hanya sekitar 20% dari plasma yang mengalir

melalui kapiler glomerulus difiltrasi ke dalam kapsul bowman, 80% sisanya

mengalir melalui arteriol eferen ke dalam kapiler peritubulus. Sekresi tubulus

merupakan mekanisme untuk mengeluarkan bahan dari plasma secara cepat dengan

mengekstraksi sejumlah tertentu bahan dari 80% plasma yang tidak terfiltrasi di

kapiler peritubulus dan memindahkannya ke bahan yang sudah ada di tubulus

sebagai hasil filtrasi.

2.3.2.4 Ekskresi urin

Ekskresi urin adalah pengeluaran bahan-bahan dari tubuh ke dalam urin. Ini

bukan merupakan proses terpisah tetapi merupakan hasil dari tiga proses pertama di

atas. Semua konstituen plasma yang terfiltrasi atau disekresikan tetapi tidak

direabsorbsi akan tetap di tubulus dan mengalir ke pelvis ginjal untuk dieksresikan

sebagai urin dan dikeluarkan dari tubuh. Perhatikan bahwa semua yang difiltrasi dan

kemudian direabsorbsi, atau tidak difiltrasi sama sekali, masuk ke darah vena dari

kapiler peritubulus dan karenanya dipertahankan di dalam tubuh dan tidak

dieksresikan di urin, meskipun mengalir melewati ginjal.

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/46900/3/BAB II.pdf · Penatalaksanaan TB paru sendiri di sebagian besar rumah sakit dan praktik swasta belum sesuai dengan strategi Directly

29

(Sherwood, 2011)

Gambar 2.6

Struktur Nefron

2.3.3 Histologi Ginjal

Ginjal dibagi menjadi korteks di sebelah luar yang berwarna gelap dan medula

di sebelah dalam yang berwarna terang. Korteks dilapisi oleh jaringan ikat regular

padat, kapsul ginjal. Korteks mengandung tubulus kontortus proksimal dan distal,

glomerulus serta medullary rays. Medula terdiri dari piramid-piramid ginjal. Bagian

basal piramid terletak dekat dengan korteks dan apeksnya membentuk papila ginjal

menonjol ke dalam struktur berbentuk corong, kaliks minor. Terdapat arteri dan vena

interlobaris pada sinus renalis yang merupakan cabang dari arteri dan vena renalis.

Pembuluh darah ini masuk ke ginjal dan nantinya membentuk kapiler glomerulus

(Eroschenko, 2015).

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/46900/3/BAB II.pdf · Penatalaksanaan TB paru sendiri di sebagian besar rumah sakit dan praktik swasta belum sesuai dengan strategi Directly

30

2.3.3.1 Korpuskulum Ginjal

(Eroschenko, 2015)

Gambar 2.7 Histologi Korpuskulum

dan Tubulus

Korpuskulum ginjal terdiri dari glomerulus, berkas kapiler yang terbentuk dari

arteriol aferen glomerulus ditopang oleh jaringan ikat halus dan dilingkupi oleh

kapsul glomerulus (bowman). Lapisan internal (viseral) kapsul menyelubungi kapiler

glomerulus dengan epitel termodifikasi yang disebut podosit. Lapisan parietal atau

eksternal membentuk permukaan luar kapsul tersebut yang merupakan epitel

skuamosa. Setiap korpuskel ginjal memiliki kutub vaskular, tempat masuknya arteriol

aferen dan keluarnya arteriol eferen, serta memiliki kutub urin, tempat tubulus

kontortus proksimal berasal. Epitel skuamosa kutub urin berubah menjadi epitel

selapis kuboid tubulus proksimal (Mescher, 2012)

Tubulus

Proksimal Glomerolus

Tubulus

Distal

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/46900/3/BAB II.pdf · Penatalaksanaan TB paru sendiri di sebagian besar rumah sakit dan praktik swasta belum sesuai dengan strategi Directly

31

2.3.3.2 Tubulus Kontortus Proksimal

Aktivitas dari tubulus kontortus proksimal adalah sebagai tempat reabsorpsi

dan ekskresi. Filtrat glomerulus yang terbentuk di korpuskel ginjal akan masuk ke

dalam Tubulus Kontortus Proksimal (TKP). Di TKP, akan terjadi absorpsi seluruh

glukosa dan asam amino, ±85% NaCl, dan air dari filtrat selain fosfat dan kalsium.

Mekanisme absorpsi ini terjadi secara transport aktif yang melibatkan pompa Na+/K+

ATPase. Di bagian ini, juga terjadi ekskresi dari kreatinin dan substansi asing bagi

organisme dari plasma interstitial ke dalam filtrat (Junqueira, Carneiro & Kelley,

2007).

Air dan zat terlarutnya diangkut secara langsung melalui dinding tubulus dan

segera diambil oleh kapiler peritubular. Sel-sel tubulus proksimal memiliki

sitoplasma asidofilik yang disebabkan oleh adanya sejumlah besar mitokondria.

Apeks sel memiliki banyak mikrovili panjang yang membentuk suatu brush border

untuk reabsorpsi (Mescher, 2012).

2.3.3.3 Gelung Nefron (Ansa Henle)

Tubulus kontortus proksimal berlanjut sebagai tubulus lurus yang lebih

pendek dan memasuki medula serta menjadi gelung nefron. Gelung ini merupakan

struktur berbentuk U dengan segmen desenden dan segmen asenden, keduanya terdiri

atas epitel selapis kuboid di dekat korteks, tetapi berupa epitel skuamosa di dalam

medula (Mescher, 2012).

Di kutub vaskular, terdapat sel epitelioid termodifikasi dengan granula

sitoplasma menggantikan sel otot polos di tunika media arteriol aferen glomerulus.

Sel-sel ini adalah sel jukstaglomerulus (Eroschenko, 2015).

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/46900/3/BAB II.pdf · Penatalaksanaan TB paru sendiri di sebagian besar rumah sakit dan praktik swasta belum sesuai dengan strategi Directly

32

2.3.3.4 Tubulus Kontortus Distal

Tubulus kontortus distal memiliki perbedaan dengan tubulus kontortus

proksimal, yakni tidak memiliki brush border dan ukuran yang lebih kecil. Sel-sel

pada tubulus yang lebih kecil ini membuat jumlah sel dan intinya tampak lebih

banyak di dinding epitelnya (Eroschenko, 2015).

Tubulus ini mengadakan kontak dengan kutub vaskular di korpuskel ginjal

sehingga mengakibatkan terjadinya modifikasi dari Tubulus Kontortus Distal (TKD)

yaitu bentuknya menjadi silindris dan intinya berhimpitan. Bagian dengan susunan

sel-sel yang lebih padat dan lebih gelap di tubulus kontortus distal ini dinamai makula

densa. Dalam tubulus distal terjadi pertukaran ion, natrium akan diabsorpsi dan ion

kalium diekskresi. Selain itu bagian ini juga menyekresi ion hidrogen dan amonium

ke dalam urin tubulus yang penting untuk mempertahankan keseimbangan asam basa

(Junqueira, Carneiro & Kelley, 2007).

2.3.3.5 Tubulus Koligentes

Tubulus koligentes yang lebih kecil dilapisi oleh epitel kuboid. Di sepanjang

perjalanannya, tubulus dan duktus koligentes terdiri atas sel–sel yang tampak pucat

dengan pulasan biasa. Epitel duktus koligentes responsif terhadap vasopresin arginin

atau hormone antidiuretik, yang disekresi hipofisis posterior. Jika masukan air

terbatas, hormon antidiuretik disekresikan dan epitel duktus koligentes mudah dilalui

air yang diabsorbsi dari filtrat glomerulus (Junqueira, Carneiro & Kelley, 2007).

2.3.3.6 Interstitium Ginjal

Celah yang terdapat di antara tubulus uriniferus, dan pembuluh darah dan

limfe disebut interstitium ginjal. Celah ini berada di ruang kecil di korteks ginjal yang

Page 28: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/46900/3/BAB II.pdf · Penatalaksanaan TB paru sendiri di sebagian besar rumah sakit dan praktik swasta belum sesuai dengan strategi Directly

33

melebar hingga medula. Pada bagian ini terdapat sedikit jaringan fibroblas dan sedikit

serat kolagen. Di dalam medula ini terdapat substansi dasar berhidrasi tinggi yang

kaya dengan proteoglikan, serta terdapat sel-sel sekresi yang disebut sel interstitial

(Junqueira, Carneiro & Kelley, 2007).

(Eroschenko, 2015)

Gambar 2.8

Histologi Ginjal Normal Manusia

2.3.4 Induksi Obat TB-MDR Terhadap Histopatologi Ginjal

Ginjal merupakan salah satu organ tubuh yang vital, karena berfungsi

mengekskresikan sisa-sisa metabolisme tubuh. Peningkatan ekskresi sisa-sisa

metabolit dapat menyebabkan kerusakan ginjal, karena keracunan yang diakibatkan

kontak dengan bahan-bahan tersebut. Kerusakan jaringan ini bila dibiarkan dapat

mengakibatkan gagal ginjal yang berakhir dengan kematian (Wilson, 2005).

Seringkali ginjal mengalami kerusakan akibat paparan berbagai macam bahan toksik

Page 29: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/46900/3/BAB II.pdf · Penatalaksanaan TB paru sendiri di sebagian besar rumah sakit dan praktik swasta belum sesuai dengan strategi Directly

34

dan penggunaan obat-obatan kimia maupun herbal dalam dosis yang berlebihan

(Sarjadi, 2003).

Secara histologis, ginjal terdapat empat komponen yakni glomerulus, tubulus,

interstitial dan pembuluh darah. Pola kerusakan ginjal akibat induksi obat bergantung

dimana kerusakan yang terkena pada empat komponen tersebut. Namun, sebagian

besar diketahui bahwa kerusakan ginjal akibat induksi obat yakni interstitial ginjal

dan tubulus proksimal (Markowitz & Perazella, 2005). Pada umumnya, proses

kekebalan humoral dan seluler berperan dalam kerusakan jaringan sela (interstitial).

Mekanisme kerusakan jaringan melibatkan efektor yang terdiri dari aktivasi

komplemen dan kemotaksis sel pengakibat (Yedid L., Sulina YW., Mansyur A.,

2010).

Obat-obatan dengan efek nefrotoksik langsung dapat merangsang terjadinya

cedera ginjal melalui berbagai mekanisme. Mekanisme tersering adalah obat-obatan

yang diekskresikan oleh ginjal langsung memberikan efek toksik kepada tubulus

ginjal, menyebabkan cedera seluler atau menyebabkan terjadinya inflamasi di

interstitial ginjal. Sebagian besar studi menunjukkan bahwa adanya infiltrasi sel

radang pada interstitial disebabkan oleh reaksi hipersensitivitas terhadap antigen yang

sebagian besar adalah obat (Kodner & Kudrimoti, 2003).

Infiltrasi sel radang interstitial dapat disebabkan oleh berbagai obat yang

berbeda, namun antibiotik golongan quinolon seperti levofloksasin sebagian besar

diketahui sebagai obat yang dianggap sebagai antigen tersering dari terjadinya

infiltrasi sel radang interstitial (Markowitz & Perazella, 2005; Chatzikyrkou et al.,

Page 30: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/46900/3/BAB II.pdf · Penatalaksanaan TB paru sendiri di sebagian besar rumah sakit dan praktik swasta belum sesuai dengan strategi Directly

35

2010). Etambutol juga diketahui sebagai salah satu obat yang dapat menyebabkan

infiltrasi sel radang pada ginjal (Thaha, 2012). Pirazinamid, etambutol serta

levofloksasin mampu meningkatkan ROS yang mana dapat menyebabkan terjadinya

kerusakan pada sel ginjal (Talla V. & Veerareddy PR., 2013; Dunn Alvarez, Zhang et

al., 2015).

Pirazinamid dan levofloksasin merupakan antibiotik yang bersifat bakterisidal.

Secara umum antibiotik yang bersifat bakterisidal dapat meningkatkan ROS dengan

melibatkan siklus metabolisme asam trikarboksilat atau siklus krebs yang

menyebabkan deplesi NADH. Adanya deplesi NADH juga akan mengakibatkan

deplesi GSH, yaitu antioksidan dalam tubuh yang merupakan mekanisme proteksi

dalam menetralkan radikal bebas. Penurunan GSH dapat menyebabkan peningkatan

ROS intraseluler. (Vatansever, Melo, Avci et al, 2013; Dykens & Will, 2008; Rubin

et al., 2005).

Kerusakan sel ginjal bisa disebabkan oleh adanya peningkatan stres oksidatif

yang dikarenakan adanya peningkatan ROS, RNS, dan penurunan kadar antioksidan

di dalam tubuh (Palipoch, 2013). Peningkatan ROS dapat berkontribusi pada proses

kerusakan ginjal baik secara langsung maupun tidak langsung melalui peningkatan

inflamasi. Inflamasi dapat memberikan umpan balik untuk meningkatkan

pembentukan ROS atau merangsang produksi sitokin dan faktor pertumbuhan

(Hosohata, 2016). Selain itu, ROS juga memodulasi produksi sel Th 2 dan produksi

IL-4 (Yarosz EL. & Chang CH., 2018). Aktivasi sel Th 2 yang akan memproduksi

sitokin pro inflamasi seperti IL-4 dan IL-5, aktivasi makrofag, sel mast dan respon

Page 31: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/46900/3/BAB II.pdf · Penatalaksanaan TB paru sendiri di sebagian besar rumah sakit dan praktik swasta belum sesuai dengan strategi Directly

36

eosinofil nantinya akan menimbulkan infiltrasi sel radang pada interstitial (Krishnan

M., Perazella MA., 2015).

ROS adalah senyawa pengoksidasi turunan oksigen yang bersifat sangat

reaktif yang terdiri atas kelompok radikal bebas dan kelompok nonradikal. Kelompok

radikal bebas antara lain anion superoksida (O2-), radikal hidroksil (HO-), dan radikal

peroksil (RO2). Sedangkan nonradikal misalnya H2O2 dan peroksida organik (ROOH)

(Halliwell & Whiteman, 2004). ROS dapat menyebabkan kerusakan pada semua

makromolekul utama dalam sel tubuh dan dapat berujung pada peroksidasi lipid.

Fosfolipid plasma dan membran organel merupakan subjek bagi peroksidasi lipid,

sebuah reaksi berantai radikal bebas yang diinisiasi oleh penghilangan hidrogen dari

asam lemak lemak jenuh ganda oleh radikal hidroksil. Radikal lemak tersebut

kemudian bereaksi dengan O2 untuk membentuk lipid peroksida.

Salah satu akibat signifikan dari peroksidasi lipid adalah peningkatan

permeabilitas membran yang mengarah pada influx Ca2+ dan ion lainnya yang

disusul dengan pembengkakan sel (Devlin, 2011). Untuk menghindari kerusakan

yang disebabkan oleh ROS, seperti lipid peroxidation (LPO), modifikasi protein, dan

kerusakan rantai DNA, mekanisme yang bisa digunakan ialah mengurangi dan atau

mencegah terbentuknya ROS (Rawi, Mourad, Arafa et al, 2011).

Sitokin adalah polipeptida yang mengatur banyak proses biologis penting

bertindak sebagai mediator peradangan dan respon kekebalan tubuh. Sitokin

berhubungan erat dengan perbaikan jaringan yang rusak dan berpotensi sebagai

Page 32: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/46900/3/BAB II.pdf · Penatalaksanaan TB paru sendiri di sebagian besar rumah sakit dan praktik swasta belum sesuai dengan strategi Directly

37

biomarker nefrotoksisitas karena mereka terlibat dalam kerusakan dan perbaikan

(Finn & Porter, 2003; Kim & Moon, 2012).

Menurut Krishnan & Perazella (2015), obat menjadi immunogenik bergantung

kemampuan setiap obat tersebut dalam berpartisipasi pada beberapa mekanisme

seperti:

1) Obat diikat oleh molekul besar seperti protein untuk menjadi substansi aktif yang

bersifat antigenik. Protein tersebut berada di sirkulasi maupun di jaringan seperti

ginjal. Proses pengikatan obat oleh protein tersebut disebut proses haptenisasi.

Adanya ikatan tersebut mampu menstimulasi respon dari sel limfosit T. Proses

haptenisasi ini dapat terjadi di sirkulasi dan ikatan substansi aktif yang bersifat

antigenik ini dapat terperangkap di ginjal selama proses filtrasi.

2) Dalam beberapa kasus, obat dapat bertindak sebagai prohapten dan

membutuhkan metabolisme suatu senyawa reaktif yang kemudian dapat diikat

oleh protein spesifik untuk mengalami proses haptenisasi. Tubulus proksimal

diketahui mampu menghidrolisis dan memetabolisme antigen eksogen seperti

obat dan menyajikannya ke APC melalui MHC.

3) Beberapa obat juga dapat bersifat neo-antigen yang menyebabkan efek toksik

secara langsung yang dapat merusak struktur interstitial ginjal.

4) Obat juga mampu memiliki kemampuan sebagai Antigen-mimicry yakni obat

meniru antigen endogen yang terdapat pada Renal Tubular Epitel atau

interstitium dan menginduksi respon imun yang akan diarahkan pada sumber

antigen.

Page 33: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/46900/3/BAB II.pdf · Penatalaksanaan TB paru sendiri di sebagian besar rumah sakit dan praktik swasta belum sesuai dengan strategi Directly

38

5) Obat dapat menstimulasi produksi antibodi dan disimpan serta beredar di

interstitial sebagai kompleks antigen-antibodi.

(International Society of Nephrology, 2001)

Gambar 2.9

Reaksi Obat dalam Induksi Inflamasi Interstitial

Adanya beberapa reaksi obat yang mampu bersifat imunogenik nantinya akan

merangsang APC melalui MHC yang berada di interstitial ginjal sebagai respon

apabila terdapat adanya suatu antigen eksogen maupun endogen atau cidera pada

ginjal. Ketika antigen telah ditangkap oleh APC melalui MHC akan dibawa ke KGB

regional untuk dipresentasikan ke sel limfosit T naif terutama CD4+ dan akhirnya

melepaskan sitokin pro inflamasi, makrofag dan sel inflamasi non spesifik lain

setelah itu akan dibawa pada sumber antigen ataupun area cidera dan timbul reaksi

infiltrasi sel radang di interstitial (Krishnan M., Perazella MA., 2015).

Obat golongan floroquinolon menyebabkan cedera ginjal akut melalui reaksi

hipersensitivitas. Golongan floroquinolon yang digunakan salah satunya ialah

Page 34: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/46900/3/BAB II.pdf · Penatalaksanaan TB paru sendiri di sebagian besar rumah sakit dan praktik swasta belum sesuai dengan strategi Directly

39

levofloksasin. Selain itu dari bukti-bukti sebelumnya didapatkan bahwasanya

penggunaan floroquinolon dapat menyebabkan granulomatous interstitial nephritis,

yang ditandai dengan adanya inflitrasi histiosit dan limfosit T ke dalam jaringan

ginjal dan akan membentuk granuloma (Bird, Etminan, Brophy et al., 2013).

2.3.4.1 Kerusakan Histopatologi Ginjal

Beberapa tanda kerusakan pada ginjal salah satunya dapat dilihat melalui

adanya infiltrasi sel radang interstitial. Infiltrasi sel radang yaitu penyusupan sel atau

masuknya sel-sel radang dari luar jaringan. Secara mikroskopik, jaringan infiltrasi sel

seluruhnya ditandai dengan adanya sel radang berwarna keunguan (Himawan, 1992

dalam Sugihartini N., Fajri MA., 2016).

Pada paparan toksik akut, hanya daerah glomerulus saja yang mengalami

infiltrasi sel radang, bila paparan toksik berlangsung lama, maka infiltrasi sel radang

akan difus dan menyebar sampai pada tubulus ginjal. Infiltrasi sel limfosit dan

neutrofil menunjukkan radang ginjal ringan. Infiltrasi sel limfosit dan neutrofil yang

difus dan menyebar sampai tubulus ginjal menunjukkan radang ginjal berat (Muljadi,

Givano, Fauzi et al., 2010).

Page 35: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/46900/3/BAB II.pdf · Penatalaksanaan TB paru sendiri di sebagian besar rumah sakit dan praktik swasta belum sesuai dengan strategi Directly

40

(Seely JC., Brix A., 2014)

Gambar 2.10

Infiltrasi Sel Radang Interstitial

2.4 Tikus Putih Rattus Norvegicus Strain Wistar

Tikus Putih Rattus Novergicus merupakan spesies mamalia yang sering

digunakan untuk kepentingan penelitian eksperimental. Tikus putih sangat mudah

beradaptasi dengan baik dan cenderung tahan terhadap berbagai macam perlakuan

saat penelitian (Koolhaas, 2010). Selain itu, tikus putih mewakili kelas mamalia

sehingga kelengkapan organ, kebutuhan nutrisi, metabolisme biokimia, sistem

reproduksi, pernafasan, peredaran darah, serta ekskresinya menyerupai manusia

(Animal Care Program, 2011). Klasifikasi tikus putih sebagai hewan percobaan

dalam taksonomi sebagai berikut:

Kingdom : Animalia

Filum : Chordata

Kelas : Mamalia

Ordo : Rodentia

Subordo : Odontoceti

Page 36: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/46900/3/BAB II.pdf · Penatalaksanaan TB paru sendiri di sebagian besar rumah sakit dan praktik swasta belum sesuai dengan strategi Directly

41

Familia : Muridae

Genus : Rattus

Spesies : Rattus Norvegicus

(Koolhaas, 2010).

(Koolhaas, 2010)

Gambar 2.11

Rattus Norvegicus Strain Wistar