bab ii proposisi nilai - library.binus.ac.id 2_bmc_2015...mie instan, makanan kaleng olahan daging,...
TRANSCRIPT
14
BAB II
PROPOSISI NILAI
2.1 Tren Industri Makanan dan Minuman di Indonesia
Industri makanan dan minuman menjadi salah satu industri yang memiliki
tingkat pertumbuhan cukup tinggi di Indonesia. Nilai investasi pada sektor industri ini
mencapai Rp 32,42 triliun atau mencapai 9,62 persen dari nilai total penanaman
modal bidang manufaktur di Indonesia. Kenaikan omzet industri makanan pada tahun
2014 tahun mengalami pertumbuhan hingga mencapai 9,4 persen dan diperkirakan
akan terus meningkat di tahun-tahun mendatang. Pencapaian tersebut membuat
industri makanan dan minuman memberikan kontribusi sebesar 30 persen terhadap
Produk Domestik Bruto non-minyak dan gas (Buwono, 2014).
Meningkatnya populasi masyarakat kelas menengah (middle class income)
memberikan dampak yang signifikan bagi perkembangan industri makanan dan
minuman olahan di Indonesia. Di samping itu, semakin banyaknya kaum perempuan
urban yang bekerja menyebabkan permintaan akan produk makanan yang praktis
namun tetap sehat meningkat. Oleh karena itu, produk makanan yang mengusung
konsep healthy, convenience, dan lifestyle diperkirakan akan tumbuh semakin pesat.
Tren tersebut muncul karena alasan kesibukan pekerjaan, sehingga waktu untuk
menyiapkan makanan di rumah menjadi lebih sedikit. Dengan tingkat kesibukan yang
15
tinggi, masyarakat memilih untuk membawa makanan dan mengkonsumsinya selama
perjalanan ke tempat tujuan. Ekspansi perusahaan dan jaluran distribusi yang luas
juga mendorong peningkatan konsumsi roti, pastries, dan kue karena makanan
tersebut semakin mudah dijangkau konsumen. Sektor makanan instan lainnya seperti
mie instan, makanan kaleng olahan daging, ikan, buah, sayuran, dan pasta juga
bertumbuh pesat dengan pertumbuhan rata-rata 11 persen per tahun.
Adhi Siswaja Lukman selaku ketua umum GAPMI (Gabungan Pengusaha
Makanan dan Minuman Indonesia) mengungkapkan bahwa industri makanan dan
minuman dalam negeri terus dipersiapkan untuk menghadapi Masyarakat Ekonomi
ASEAN (MEA) pada tahun 2015 dimana sektor pangan menjadi salah satu yang akan
diperkuat. Adanya Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 70 Tahun 2013 tentang
sektor ritel tradisional dan modern menjadi salah satu regulasi yang mendukung
pengembangan industri makanan dan minuman dalam negeri. Dalam peraturan
tersebut terdapat poin yang menyatakan bahwa peritel wajib memasarkan produk
lokal minimal 80 persen, sehingga dapat berdampak positif bagi pengembangan
industri makanan dan minuman dalam negeri (Buwono, 2014).
2.2 Selai
Selai biasanya dikonsumsi bersama dengan roti tawar dengan
mengoleskannya di atas roti tawar tersebut. Selai juga sering digunakan sebagai isi
pada roti, kue-kue kering, dekorasi cake, serta pelengkap pada es krim dan yoghurt.
16
2.2.1 Jenis-Jenis Selai
Dewasa ini varian selai semakin beragam sesuai dengan kebutuhan konsumen
yang semakin beragam. (Alamsjah, 2011) mengungkapkan bahwa dengan semakin
luasnya pengguna selai, produsen selai terus berinovasi untuk mengurangi kejenuhan
konsumen dengan mengembangkan jenis, rasa, hingga bentuk kemasan selai.
Produsen selai juga memproduksi selai dengan berbagai tingkat konsistensi, mulai
dari yang kekentalannya rendah sampai sangat kental. Ada pula produsen yang
menambah potongan buah segar ke dalam selai. Seiring dengan meningkatnya
kesadaran masyarakat akan gaya hidup yang lebih sehat, produsen selai kini mulai
memproduksi selai rendah gula untuk konsumen yang menderita diabetes dan
obesitas. Inovasi lain yang dilakukan adalah dari segi kemasan. Jika pada awalnya
selai hanya tersedia dalam kemasan botol, kini telah tersedia selai dalam bentuk
pouch dan individual portion.
(a) (b)
Gambar 2.1 Berbagai Inovasi Selai: (a) Selai dalam kemasan pouch dan individual portion (b) Selai
rendah gula
Sumber: www.marizafoods.com; www.tropicanaslim.com
17
Berdasarkan bahan dan proses pembuatannya, selai dibedakan menjadi
berbagai varian sebagai berikut.
a. Conserves, yaitu selai yang di dalamnya masih ditemukan berbagai macam
potongan buah dalam berbagai ukuran. Buah-buahan yang digunakan dapat
berupa buah segar ataupun buah kering. Terkadang produsen juga menambahkan
kacang-kacangan sebagai campuran tambahan. Conserves biasayan memiliki
tekstur yang kental dan chunky (Esti, 2010; Patten, 2010).
b. Marmalade, yaitu selai yang dibuat dengan menambahkan potongan kulit buah
citrus (biasanya jeruk). Marmalade pada umumnya memiliki rasa lebih asam
dan sedikit pahit. Dalam pembuatan marmalade biasanya tidak perlu ditambah
pektin komersial karena kulit buah citrus tersebut telah mengandung pektin
dengan kadar cukup tinggi (Esti, 2010; Patten, 2010).
c. Compote, merupakan produk makanan semi padat yang berasal dari Eropa,
dibuat dari potongan buah yang dimasak dalam larutan sirup gula hinga
sebagian besar kandungan airnya menguap dan terbentuk tekstur semi padat.
Sirup gula tersebut biasanya dibumbui dengan beberapa bahan seperti vanilla,
lemon, kayu manis, raisins, parutan kelapa, kacang almond giling, hingga
liquor (Patten, 2004)
d. Fruit butter, yaitu produk makanan semi padat yang dibuat dari ekstrak buah
yang dipanaskan sampai sebagian besar kandungan air dalam buah menguap,
sehingga teksturnya menjadi padat dan kental. Dalam pembuatan fruit butter
tidak ditambahkan gula, sehingga tekstur yang dihasilkan sangat bergantung
pada sifat alami buah untuk membentuk tekstur yang kental. Beberapa jenis
18
buah yang biasa diolah menjadi fruit butter adalah apel, pear, apricot, plum,
peach, dan anggur (Patten, 2004)
e. Jelly, merupakan makanan semi padat yang terbuat dari sari buah, gula, dan
bahan pembentuk gel, berpenampilan jernih dengan tingkat kekenyalan tertentu
dan tekstur yang lebih padat. Jelly yang baik memiliki warna transparan sesuai
dengan warna buah yang diolah (Brown, 2010).
f. Oil-based spread, produk makanan semi padat dengan bahan dasar minyak atau
lemak, biasanya dikombinasikan dengan kacang (peanut butter spread), cokelat
(chocolate spread), vanilla, kacang hazelnut, dan sebagainya. Pada umumnya
oil based-spread memiliki kadar lemak 40-44%.
(a) (b) (c)
(d) (e) (f) Gambar 2.2 Jenis-Jenis Selai: (a) Conserves (b) Marmelaide (c) Compote (d) Fruit butter (e) Jelly
(f) Fat-based spread
Sumber: www.seriouseats.com
19
2.2.2 Proses Pembuatan Selai (Oil-based Spread)
Bahan baku yang digunakan dalam proses produksi oil-based spread antara
lain gula, cocoa powder, skim milk powder, minyak nabati (biasanya digunakan
soybean oil), air, pengemulsi lesitin kedelai, dan stabilizer.
Kualitas selai yang dihasilkan selain dipengaruhi oleh kualitas bahan yang
digunakan, juga dipengaruhi oleh proses produksi yang dilakukan. Secara garis besar
proses produksi oil based-spread meliputi beberapa tahapan utama, yaitu
pencampuran fase minyak dan fase cair, pemanasan dan pengadukan, pembentukan
emulsi, homogenisasi, dan pengisian ke dalam botol. Adapun proses pengolahan oil-
based spread dapat dilihat pada diagram alir berikut ini (Gambar 2.3).
Gambar 2.3 Diagram Alir Proses Pembuatan Oil-based Spread
Sumber: Samsudin (2012)
20
Proses pertama pembuatan oil-based spread adalah pelarutan bahan-bahan
kering seperti cocoa powder dan skim milk powder ke dalam air. Larutan tersebut
kemudian dicampurkan dengan gula dan food stabilizer. Campuran tersebut
kemudian dipanaskan pada suhu 72-90oC kemudian dilakukan pencampuran dengan
mixer kecepatan tinggi. Proses emulsifikasi tersebut merupakan tahapan penting
untuk menghasilkan emulsi yang stabil. Emulsi yang telah terbentuk tersebut
kemudian dihomogenisasi dengan homogenizer agar tekstur produk yang dihasilkan
lebih lembut dan ukuran partikelnya seragam.
Selanjutnya, oil-based spread tersebut diisi ke dalam kemasannya. Pada
umumnya kemasan selai berupa botol kaca atau plastik yang tahan panas. Pengisian
selai ke dalam wadah dilakukan dalam kondisi panas (hot filling) dengan suhu
minimal 85oC untuk menjaga kesterilan produk. Kemasan tersebut kemudian di-seal
untuk memastikan bahwa kondisi di dalam kemasan vakum. Oil based-spread dalam
kemasan selanjutnya diberi label, lalu disimpan dalam ruang penyimpanan sebelum
didistribusikan (Samsudin, 2012).
2.3 Analisis Industri Selai di Indonesia
Potensi pasar selai di Indonesia terus meningkat. Hal ini tidak terlepas
dengan perkembangan industri pengguna selai, terutama industri roti yang
menggunakan selai sebagai pelengkap. Di samping itu, sektor ritel untuk kebutuhan
rumah tangga juga merupakan pasar yang menjanjikan karena permintaan pasar yang
terus meningkat. Moses Latuihamallo, CEO PT Belanja Indonesia (2014)
21
mengungkapkan bahwa pertumbuhan industri roti tahun 2014 mencapai lebih dari 10
persen dan tahun 2015 diperkirakan naik menjadi 15 persen. Hal ini karena roti
dikonsumsi masyarakat setiap hari dan sudah menjadi gaya hidup. Menurut Ketua
Umum Asosiasi Pengusaha Bakery Indonesia (APEBI), Chris Hardijaya, peningkatan
konsumsi roti ini karena kesejahteraan masyarakat Indonesia semakin meningkat,
dimana di kota-kota besar seperti Jakarta masyarakat lebih banyak mengkonsumsi
roti sebagai menu sarapan daripada nasi. Oleh karena itu, Alamsjah (2009), selaku
Direktur PT. Multisari Langgeng Jaya mengungkapkan bahwa potensi pasar selai di
Indonsesia terus meningkat mengingat bahwa kebutuhan selai memiliki persentase
belum terpenuhi sebesar +80%.
Seperti halnya industri lain, industri selai juga harus berinovasi untuk
menghilangkan kejenuhan konsumen dan memenuhi apa yang menjadi keinginan dan
kebutuhan konsumen untuk meraih segmen yang lebih luas. Dengan semakin
banyaknya pengguna selai, maka diperlukan karakter selai yang sesuai dengan
kebutuhan konsumen dengan rasa yang semakin variatif, serta kualitas yang semakin
baik agar selai produksi Indonesia dapat bersaing di pasar internasional.
2.3.1 Five Forces Model
Five Forces Model adalah strategi bisnis yang digunakan dalam melakukan
analisis terhadap sebuah struktur industri; dan menurut Kotler & Keller (2012), model
ini berfungsi untuk menganalisa potensi suatu pasar dalam 5 kekuatan kompetitif,
22
yaitu potential new entrants, substitutes product, bargaining from buyers, bargaining
from suppliers, dan industry competitors.
a. Industry rivalry (high)
Persaingan antara perusahaan yang bergerak dalam industri yang sama
seringkali sulit untuk dihindarkan. Persaingan tersebut dapat menyebabkan
persaingan harga, peluncuran produk baru, hingga perang iklan, dan tentunya
berujung pada peningkatan biaya yang dikeluarkan dalam menghadapi
persaingan tersebut. Persaingan industri selai di Indonesia dapet dikategorikan
cukup tinggi. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya merk selai yang beredar di
pasar dengan berbagai varian rasa, kemasan, harga, dan additional value.
Beberapa tahun terakhir, industri selai banyak mengembangkan selai jenis
oil-based chocolate, terutama sejak selai merk Nuttela dan Ovomaltine
memiliki demand yang terus meningkat di Indonesia. Dewasa ini industri selai
buatan rumah (homemade) yang mengklaim produknya menggunakan
bahan-bahan alami juga semakin bertambah. Selai homemade tersebut dibuat
sebagai alternatif selai buatan pabrik yang rata-rata menggunakan pengawet,
pewarna, dan perasa buatan. Selai rumahan tersebut dijual dengan harga
sedikit di atas harga selai buatan pabrik.
b. Bargaining power of supplier (low)
Tingginya ancaman kekuatan tawar menawar dari penyuplai
ditimbulkan oleh adanya kekuatan untuk membatasi atau menaikkan harga
penjualan mereka. Kekuatan tersebut dapat disebabkan oleh terbatasnya
23
jumlah kompetitor penyuplai sejenis atau faktor monopoli yang dilakukan
oleh penyuplai.
Supplier memegang peranan penting dalam menyediakan setiap
bahan baku yang digunakan untuk pembuatan selai. Bahan baku yang
dibutuhkan untuk proses pembuatan selai cukup beragam dan tergolong bahan
yang banyak digunakan oleh industri makanan atau minuman lainnya, Oleh
karena itu, industri selai tidak hanya tergantung pada satu supplier saja. Harga
yang diberikan supplier juga dapat menjadi pembanding, dimana jika ada
harga yang lebih murah dengan kualitas sama, maka pemesanan barang dapat
dialihkan ke supplier lainnya. Selain itu ketersediaan barang juga menjadi
penentu dalam pemilihan supplier. Apabila supplier tersebut tidak mampu
untuk mengirimkan barang dalam jumlah tertentu, atau kualitas produknya
menurun, maka perusahaan dapat mengganti dengan supplier lainnya.
c. Bargaining power of buyer (high)
Produk selai pada dasarnya memiliki switching cost yang rendah, dimana
pembeli mudah beralih untuk berganti ke produk substitusinya. Harga juga
menjadi faktor pembeda bagi konsumen, dimana saat ini produk pelengkap
roti seperti selai memiliki harga yang bersaing sehingga produk dengan harga
yang lebih murah menjadi pertimbangan tersendiri dalam membeli selai.
Pembeli memiliki banyak pilihan untuk tambahan dalam mengkonsumsi roti
selain selai, seperti keju lembaran, abon, coklat butir (mesis).
24
d. Threat of substitute (high)
Selai tergolong dalam low involvement produk, dimana konsumen cenderung
mudah beralih ke produk substitusi selai lainnya sesuai dengan kondisi yang
ada. Karena sifatnya yang berupa pelengkap, maka penggantinya bisa berupa
coklat butir (mesis), keju, gula dan mentega, ataupun abon. Selain itu untuk
produk pengganti tidak hanya berupa pelengkap saja, akan tetapi bisa berupa
roti isi, ataupun makanan dengan lauk pauk sehingga untuk ancaman produk
pengganti ini dapat dikategorikan kuat.
e. Threat of new entrants (high)
Ancaman pendatang baru untuk industri selai tergolong cukup tinggi. Salah
satu contohnya adalah semakin banyaknya industri makanan yang
memproduksi selai dengan karakter yang mirip dengan salah satu merk selai
luar negeri yang memiliki demand tinggi di pasar. Ancaman pendatang baru
untuk produk selai rumahan, termasuk lembaran lembaran bisa datang dari
perusahaan-perusahaan besar yang memiliki bidang usaha pengolahan
makanan, karena mereka memiliki modal yang cukup untuk melakukan riset
serta pembelian alat dan bahan baku. Selain itu teknologi informasi yang
berkembang dengan pesat seperti saat ini memungkinkan pula bagi pengusaha
baru untuk mencoba bisnis selai ini. Oleh karena itu, industri selai harus terus
melakukan berbagai inovasi dan terus membuat diferensiasi produk baik dari
bentuk maupun rasa agar produknya sulit ditiru oleh pendatang baru.
25
2.3.2 Analisis PESTEL
Analisis PESTEL (Political, Economic, Sociocultural, Technological,
Environmental dan Legal) merupakan sebuah instrumen untuk menganalisis faktor
lingkungan eksternal bisnis; seperti laju pertumbuhan atau penurunan pasar, posisi
bisnis, potensi dan arah bisnis yang ditawarkan. Melaui analisis PESTEL perusahan
dapat memperhitungkan tingkat keberhasilan atau kegagalan yang dapat terjadi
sehubungan dengan bisnis yang akan dijalankan, dan tidak menutup kemungkinan
untuk menjadi faktor peluang bagi perusahaan (Thomson et al., 2012). Analisis
PESTEL yang mempengaruhi industri pangan, khususnya industri selai di Indonesia
seperti yang dijabarkan pada Tabel 2.1 berikut ini.
Tabel 2.1 Analisis Lingkungan Eksternal Industri Selai Indonesia
Faktor Dampak
Political
Kenaikan UMR
Kenaikan UMR di Jakarta sebesar minimal 20 persen, yaitu dari
Rp 2.400.000 menjadi Rp 2.700.000 menyebabkan industri selai
harus melakukan efisiensi karyawan dan melakukan
penyesuaian harga jual produk. Kenaikan upah yang cukup
signifikan menyebabkan harga jual produk selai dalam negeri
ikut meningkat
Pembatasan tenaga kerja alih daya
(outsourcing)
Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 19
Tahun 2012 tentang pembatasan penggunaan pekerja
outsourcing. Kendala itu menyebabkan industri makanan
minuman mengurangi pekerja dan tenaga kontrak dengan
mengalihkannya ke mekanisasi yang dapat mengurangi
kapasitas produksi
Kebijakan pemerintah dalam
menaikkan Tarif Dasar Listrik (TDL)
untuk mengurangi APBN
Berdasarkan peraturan Menteri ESDM Nomor 31 Tahun 2014
tentang Tarif Tenaga Listrik Yang Disediakan oleh PT.
Perusahaan Listrik Negara, disebutkan bahwa industri kecil-
menengah yang menggunakan daya listrik di atas 200 KVa tidak
akan menerima subsidi pemerintah dan tetap diberlakukan
26
kenaikan TDL sebesar 11, 57 persen setiap dua bulan. Hal
tersebut menyebabkan kenaikan harga produksi, yang juga
dapat berdampak pada kenaikan harga produk.
Pencanangan politik pangan berbasis
kedaulatan dan kemandirian pangan
yang semakin ditingkatkan.
Kebijakan pemerintah untuk meningkatkan produksi pangan
dalam negeri demi memenuhi kebutuhan konsumsi masyarakat
yang terus tumbuh baik jumlah maupun keragaman jenis
pangannya dapat mendorong berkembangnya industri pangan
dalam .negeri. Industri pangan dituntut untuk lebih inovatif
dengan mewujudkan diversifikasi produk pangan yang diminati
dan dibutuhkan konsumen.
Kebijakan pemerintah untuk
menjamin kecukupan gizi masyarakat
melalui peningkatan konsumsi
protein dan menurunkan konsumsi
karbohidrat sesuai dengan Pola
Pangan Harapan.
Kebijakan ini mendorong industri pangan untuk memproduksi
produk makanan sumber protein dengan nilai nutrisi yang
seimbang. Hal ini juga memicu berkembangnya industri yang
memanfaatkan susu dan produk turunannya yang tinggi protein
sebagai salah satu ingredient utamanya.
Dukungan pemerintah terhadap
produk lokal yang semakin nyata dan
berpayung hukum.
Diberlakukannya Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 70
Tahun 2013 tentang sektor ritel tradisional dan modern menjadi
salah satu regulasi yang mendukung pengembangan industri
makanan dan minuman dalam negeri. Dalam peraturan tersebut
terdapat poin yang menyatakan bahwa peritel wajib
memasarkan produk lokal minimal 80 persen, sehingga
berdampak positif bagi pengembangan industri selai dalam
negeri yang dipasarkan melalui channel ritel.
Pembatasan impor produk pangan
melalui sistem tarif oleh pemerintah
Indonesia
Berkurangnya persaingan produk selai impor dan semakin
besarnya peluang produsen selai di Indonesia untuk mengisi
kebutuhan selai dalam negeri
Economical
Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang
cukup stabil, yaitu berada pada kisaran
6%.
Berdampak pada kondisi finansial masyarakat yang cukup
baik, sehingga daya beli masyarakat juga baik. Industri
pangan berpotensi untuk terus bertumbuh dan besarnya
peluang bisnis produk makanan inovatif yang praktis, higienis,
dan memiliki nilai nutrisi baik.
Meningkatnya jumlah masyarakat kelas
menengah dan menengah atas di
Hal tersebut berdampak pada meningkatnya daya beli
masyarakat. Masyarakat kelas menengah memiliki orientasi
27
Indonesia yang diprediksikan
bertambah tujuh juta orang setiap tahun
yang kuat kepada keluarga. dan cenderung membeli hal-hal
yang dapat meningkatkan kualitas hidup keluarga. Oleh
karena itu, industri makanan yang mengusung konsep healthy
dan convenience memiliki potensi yang besar.
Perencanaan penerapan MEA
(Masyarakat Ekonomi ASEAN) tahun
2015
Meningkatnya persaingan global dengan industri sejenis,
sehingga mendorong industri pangan dalam negeri untuk
terus berinovasi, membuat diferensiasi, dan meningkatkan
kualitas produk dan layanan.
Nilai tukar Rupiah terhadap Dolar
Amerika Serikat (AS) tahun 2015
diperkirakan berada di level Rp11.500-
Rp12.100 per dolar.
Melemahnya kurs di atas Rp 10.000 juga menjadi kendala
bagi industri makanan, termasuk industri selai dalam negeri
karena masih mengandalkan bahan baku impor hingga 60-80
persen. Hal tersebut berdampak pada kenaikan biaya produksi
yang berakibat pada kenaikan produk akhir.
Penyesuaian harga BBM bersubsidi
dapat menyebabkan peningkatan
inflasi.
Pada tahun 2015 inflasi diprediksi akan berada di angka 7,5
persen dan akan mengalami penurunan apabila tidak terjadi
gejolak eknomi lainnya. Peningkatan inflasi menyebabkan
kenaikan biaya produksi
Pertumbuhan industri pengguna selai,
seperti bakery, pastry, es krim,
yoghurt, dan sebagainya
Potensi pasar selai di Indonsesia memiliki peluang besar
mengingat bahwa kebutuhan selai memiliki persentase belum
terpenuhi sebesar +80% (Alamsjah, 2009).
Sociocultural Forces Meningkatnya kesadaran masyarakat
akan gaya hidup sehat dan makanan
sehat
Industri selai yang memproduksi produk dengan
menggunakan bahan alami, minim bahan artifisial, bernutrisi,
dan higienis memiliki peluang bisnis yang semakin besar.
Tingkat kesibukan masyarakat yang
tinggi, semakin banyak waktu yang
dihabiskan di jalan.
Berpengaruh terhadap pilihan masyarakat dalam
mengkonsumis sesuatu, termasuk produk selai yang
mengedepankan practicality.
Keberanian masyarakat perkotaan,
khususnya kelompok ekonomi
menengah dan menengah ke atas untuk
mencoba hal-hal baru.
Mendorong industri selai, baik skala kecil, menengah, maupun
besar berlomba-lomba berinovasi mengeluarkan produk
produk atau varian rasa baru yang unik untuk mengurangi
kejenuhan konsumen.
Generasi muda di perkotaan yang
cenderung mengikuti tren makanan
(menjadikan tren mengkonsumsi
makanan tersebut sebuah lifestyle)
Memberikan peluang besar bagi pelaku bisnis selai untuk
menciptakan produk makanan yang dapat memberikan
pengaruh bagi generasi muda dan menjadi sebuah lifestyle
yang digemari mereka.
28
Technological
Pengguna internet dan media sosial
yang terus meningkat
Kecepatan transfer informasi pada masyarakat melalui internet
dan media sosial, sehingga dapat digunakan sebagai media
promosi, edukasi, dan memberikan product knowledge kepada
konsumen.
Teknologi informasi yang terus
berkembang dengan cepat
Pemanfaatan IT yang dapat membuat kegiatan operasional
(khususnya supply chain), pemasaran, dan keuangan industri
selai semakin efisien.
Berkembangnya teknologi dalam
bidang produksi makanan yang
memungkinkan mutu serta nilai nutrisi
makanan tetap terjaga dengan masa
simpan yang lama.
Mempermudah pelaku industri makanan untuk menghasilkan
produk makanan yang berkualitas, nilai nutrisi yang tetap
terjaga, memiliki umur simpan lama, higienis, dan aman untuk
dikonsumsi.
Environmental
Pengelolaan limbah produksi
Industri selai mengelola limbah secara baik dan benar untuk
menghindari pencemaran lingkungan sekitar dan menurangi
dampak negatif dari limbah tersebut, menjaga keseimbangan
ekosistem
Produk ramah lingkungan
Menurut Global Survey of Corporate Social Responsibility,
sebanyak 64% konsumen Indonesia bersedia untuk membayar
lebih untuk produk yang memiliki komitmen menciptakan
dampak positif bagi lingkungan hidup dan sosial. Dalam
industri makanan termasuk industri selai, bahan pengemas
yang digunakan seringkali menjadi sampah yang tidak
digunakan lagi. Hal ini menjadi tantangan bagi industri selai
untuk menggunakan bahan yang dapat didaur ulang.
Legal and Regulatory UU No. 69 tahu 1999 mengenai
eraturan pelabelan produk pangan,
dimana dalam setiap kemasan wajib
dicantunkan logo perusahaan, nama
produk, daftar nama bahan, netto, kode
produksi, tanggal kadaluwarsa, nilai
gizi, oetunjuk penyimpanan dan
penggunaan, dan alat layanan
konsumen)
Dengan pelabelan, baik produsen maupun konsumen dilatih
untuk masuk dalam sistem yang secara langsung atau tidak
langsung akan melibatkan adanya pengendalian mutu
sekaligus penjagaan terhadap keamanan pangan. Di samping
itu, konsumen mempunyai sarana untuk memberi penilaian
sekaligus menjatuhkan sanksi bagi produk-produk yang tidak
memenuhi syarat. Konsumen dapat lebih waspada dan dapat
meminta pertanggungjawaban produsen,
29
2.3.3 Analisis TOWS
TOWS (Threat, Opportunity, Weakness, dan Strength) merupakan sebuah
instrumen untuk menganalisis faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal
terdiri atas threat dan opportunity yang akan dihadapi perusahaan dan faktor internal
terdiri atas weakness dan strength yang dimiliki perusahaan. Dalam menjalankan
suatu bisnis baru, pengusaha perlu mempersiapkan suatu strategi dalam menghadapi
persaingan di pasar. Berdasarkan hasil analisis tersebut, perusahaan dapat
memanfaatkan peluang yang ada secara lebih optimal, memaksimalkan kekuatan
yang dimiliki, mengantisipasi dan mengatasi ancaman, serta meminimalkan
kelemahan yang dimiliki perusahaan.
Tabel 2.2 TOWS Matriks “Fit-Flat Jam”
Strengths Weaknesses
1. Inovasi baru (sensasi baru makan
selai) dengan varian rasa menarik,
unik dan berbeda
2. Jaminan dari lembaga sertifikasi
(sertifikat halal, BPOM)
3. Memiliki nilai nutrisi yang baik
(mengandung susu segar),
menggunakan bahan baku
berkualitas tinggi, tanpa pewarna
sintetis dan pemanis buatan
4. Lebih praktis, lebih cepat
penyajiannya, tidak
membutuhkan banyak tempat
untuk penyimpanan, mudah
dibawa bepergian
5. Diproses secara higienis dan
quality control yang ketat
6. Kemasan yang menarik dan
mudah dibawa bepergian
7. Memiliki divisi khusus Research
and development yang kuat untuk
melakukan riset yang
berkelanjutan sehingga
diharapkan dapat menghasilkan
1. Merupakan start up
business sehingga brand
yang ada masih belum
dikenal dan melekat di
benak masyarakat
2. Selai merupakan low
involvement product,
dimana masyarakat mudah
beralih ke produk
substitusinya ketika selai
tertentu tidak dapat dibeli
3. Kapasitas produksi masih
terbatas di tahap awal
pengembangan bisnis.
30
produk dan proses produksi yang
inovatif
8. Pada tahap awal pengembangan
merupakan industri rumah tangga
yang lebih fleksibel dalam hal
kapasitas produksi dan waktu
produksi.
Opportunities SO Strategies WO Strategies
1. Inovasi baru sehingga segmen
pasar masih sangat luas
2. Kampanye sarapan pagi meningkat
3. Anak usia sekolah di Jakarta
memiliki aktivitas yang padat,
seringkali tidak sempat sarapan
4. Banyaknya jumlah working mom di
kota-kota besar (khususnya
Jakarta) dengan tingkat kesibukan
tinggi, sehingga membutuhkan
makanan yang praktis dan
bernutrisi
5. Meningkatnya kesadaran
masyarakat untuk mengkonsumsi
makanan sehat dengan bahan alami
6. Perkembangan permintaan pasar
dan industri untuk produk selai
(produksi selai belum dapat
mengimbangi produksi roti tawar)
1. Memberikan pelatihan secara
berkala kepada karyawan untuk
meningkatkan skill
2. Bekerja sama dengan ahli gizi
dan laboratorium pangan untuk
menciptakan produk dengan nilai
nutrisi yang baik
3. Meningkatkan kualitas produksi
agar produk diakui secara
nasional maupun internasional
4. Fokus pada target market tertentu
terlebih dahulu, yaitu anak usia
sekolah khususnya anak SD
5. Meningkatkan penjualan melalui
internet. Trend berbelanja
generasi muda dan ibu muda
untuk berbelanja lewat internet
meningkat, sehingga perusahaan
harus terus meningkatkan
jangkauan pemasaran agar
produk lebih mudah dijangkau
1. Penambahan karyawan dan
line produksi seiring
dengan meningkatnya
permintaan produk
2. Meningkatkan efektivitas
dan efisiensi produksi
3. Membangun brand
awareness melalui aktivitas
marketing yang efektif
sehingga tercipta
terciptanya word of mouth
dan brand loalty
(pendekatan ke komunitas,
memberikan edukasi, dan
customer experience yang
menarik )
4. Membangun customer
relationship dengan
membangun komunitas
atau melakukan pendekatan
ke komunitas
Threats ST Strategies WT Strategies
1. Produk substitusi selai yang
beragam (cokelat butir atau mesis,
keju lembaran, butter) sehingga
pembeli lebih sensitif terhadap
harga
2. Kompetisi di industri selai yang
cukup kuat, dimana perusahaan-
perusahaan besar dapat meniru
produk selai lembaran tersebut.
3. Banyaknya new entrants apabila
usaha ini sukses karena low entry
barrier
1. Mematenkan teknologi yang
digunakan untuk memproduksi
selai lembaran
2. Terus berusaha untuk
menciptakan value lebih
dibanding kompetitor,
membangun hubungan yang baik
dengan supplier dan konsumen
3. Terus melakukan riset yang
berkesinambungan dan
berinovasi untuk meningkatkan
kualitas produk, mengembangkan
varian rasa baru, dengan nilai
nutrisi yang semakin baik
1. Benchmark dengan produk
kompetitor
2. Merekrut ahli di bidang
marketing untuk
meningkatkan performance
produk dan perusahaan
31
2.3.4 Analisis Kompetitor
Di Indonesia banyak produk selai yang menjadi kompetitor langsung selai
lembaran “Fit-Flat Jam”. Selai tersebut dijual dengan berbagai varian rasa, kemasan,
harga, dan klaim kesehatan (Tabel 2.4). Selai yang umumnya digunakan sebagai
produk pelengkap roti juga memiliki substitusi dan komplementer. Substitusi dan
komplementer selai adalah produk makanan lain yang biasa digunakan sebagai
pelengkap ketika mengkonsumsi roti tawar, seperti yang tertera pada Tabel 2.5.
Tabel 2.3 Produk Selai yang Terdapat di Pasar
Merk Produsen Deskripsi Produk Harga
Morin
PT. Astaguna
Wisesa
- Selai dengan berbagai rasa
seperti strawberry, nanas,
mixed fruit, orange, apricot,
blueberry, peanut butter,
chocolate, choco peanut
kaya, kaya pandan.
- Selai dan spread tersebut
dikemas dalam botol kaca
dan wadah plastik individual
portion
- Rp12.900-Rp19.000
(netto 170 g)
- Rp21.000-Rp23.500
(netto 330 g)
- Rp52.500-Rp55.000
(netto 330 g)
Smuckers
The J.M Smuckers
Company, USA
(diimpor oleh PT.
NIrwana Lestari,
Bekasi)
- Selai yang di dalamnya
terdapat potongan buah
(disebut pula preseve atau
conserve) yang tersedia
dalam berbagai varian rasa
yaitu raspberry, strawberry,
blueberry, concord grape,
pinneaple, dan sweet orange
marmalade.
- Tersedia pula varian selai
sugar free
- Dikemas dalam botol kaca.
Rp49.000-Rp64.500
(netto 340 g)
Mariza
PT. Multisari
Langgeng Jaya
- Selai dengan berbagai varian
rasa, antara lain: strawberry,
blueberry, mixed fruit,
pinneaple, durian, sarikaya,
cokelat, dan peanut butter.
- Tersedia dalam kemasan
botol kaca dan individual
portion.
- Rp19.600-Rp32.100
(kemasan botol kaca
netto 350 g)
- Rp8.300-Rp9.850
(kemasan individual
portion isi 10 pack,
netto 14.2 g)
32
Buddy Jam
PT. Bersama Cipta
Mandiri, Bandung
- Selai dan spread dengan
berbagai varian rasa seperti
strawberry, nanas, sarikaya,
cokelat, cokelat kacang, dan
peanut butter.
- Dikemas dalam kemasan
pouch.
- Rp5.200-Rp8.200
(netto 150 g)
- Rp7.200-Rp9.200
(netto 200 g)
Tropicana Slim
Jam
PT. Nutrifood
Indonesia
Selai strawberry bebas gula
dan rendah kalori yang
ditujukan untuk penderita
diabetes dan obesitas.
Rp 49.300 (netto 375 g)
Skippy
Beijing Hormel
Business
Management Co.,
Ltd (diimpor oleh
PT. Sukanda
Djaya)
Fat-based spread dengan
basis peanut butter dengan
beberapa varian rasa seperti
regular peanut butter, peanut
butter creamy, dan peanut
butter chunky. Produk tersebut
dikemas dalam botol kaca.
- Rp 44.900 (netto 340
g)
- Rp 59.900 (netto 500
g)
Ceres
PT. Ceres
Indonesia,
Bandung
Fat-based spread dengan
beberapa varian rasa antara
lain: choco spread, double
hazelnut, chocolate hazelnut,
hazelnut, dan ceres duo.
- Rp42.600-Rp43.500
(netto 400 g)
- Rp 69.900 (netto 750
g)
Nutella
Grupo Ferrero Ltd.
(diimpor oleh PT.
Sukanda Djaya)
Fat-based spread dengan rasa
cokelat hazelnut yang dikemas
dalam botol plastik.
- Rp 33.000 (netto 200
g)
- Rp 52.000 (netto 375
g)
- Rp 99.900 (netto 750
g)
Sumber: Penulis
Pangsa pasar produk selai buatan dalam negeri masih didominasi oleh Morin
yang merupakan leader market dengan pangsa pasar sebesar 60-70% dan menjadi
Top Brand selama 5 tahun berturut-turut. Morin merupakan merk selai yang telah
berkiprah di Indonesia selama lebih dari 30 tahun yang memiliki tagline “jodohnya
33
roti”. Selai Morin dipasarkan melalui ritel dengan target pasar masyarakat kelas
menengah ke atas dari berbagai tingkat usia. Selai Morin memiliki variasi rasa paling
banyak, tekstur produk paling digemari dan rasa juga lebih digemari dibanding merk
lainnya seperti Mariza dan Buddy Jam. Mariza merupakan follower market meskipun
merupakan merek lama dalam industri selai (jam dan spread). Selai Mariza memiliki
brand awareness yang cukup tinggi di mata konsumen. Selai tersebut juga
mempunyai kemasan yang eye catching dan selama tiga tahun terakhir ini melakukan
promosi dalam bentuk display secara terus menerus. Selai Mariza juga telah
dipasarkan di seluruh wilayah Indonesia dari Banda Aceh hingga Papua. Selai
sarikaya mariza bahkan telah memasuki pasar ekspor yang meliputi Australia, Brunei,
China, Japan, US, dan UK. Buddy Jam merupakan chalengger market dengan
menerapkan strategi fokus pada keunggulan harga, dimana harga jual yang
ditawarkan Buddy Jam relatif murah. Buddy Jam yang dikemas dalam kemasan
pouch memiliki target market kalangan kelas menengah dan menengah ke bawah.
Tropicana Slim Jam merupakan nicher market dengan target market kalangan
menengah ke atas. Tropicana slim jam memiliki positioning yang jelas karena
merupakan selai rendah kalori yang ditujukan untuk konsumen yang sedang
menjalani program diet dan penderita diabetes.
Beberapa tahun terakhir, kategori produk olesan berbasis lemak (spread)
didominasi oleh Nuttela. Positioning Nuttela adalah selai cokelat hazelnut dengan
kandungan kacang hazelnut lebih dari 25% di setiap kemasannya dan merupakan
menu esensial sarapan. Saat ini Nuttela telah didistribusikan di seluruh wilayah di
Indonesia, mulai dari ritel hingga toko kue kecil dan digunakan tidak hanya untuk
34
olehsan roti, tapi juga di berbagai produk minuman, es krim, cake, pudding, hingga
jajanan pasar. Skippy peanut butter juga telah memiliki tempat tersendiri di persepsi
konsumen Indonesia. Brand Skippy telah melekat di benak konsumen Indonesia dan
merupakan market leader untuk kategori peanut butter spread. Target marketnya
adalah anak-anak usia 5-11 tahun dari kalangan menengah ke atas. Ceres fat based
spread merupakan market challenger dari Nuttela. Ceres dijual dengan harga yang
sedikit lebih rendah dibanding Nuttela dan memiliki varian rasa yang lebih banyak.
Ceres juga menyasar target market yang hampir sama dengan Nuttela.
Tabel 2.4 Produk Substitusi dan/atau Komplementer dari Selai
Merk Produsen Deskripsi Produk Harga Satuan Kraft Single
PT. Kraft Ultrajaya
Indonesia, Bandung
- Keju lembaran dalam
kemasan plastik
- Tersedia dalam
beberapa varian, antara
lain: Kraft singles
reguler, Kraft singles
BBQ chicken, dan Kraft
singles 40% reduced fat.
- Rp13.100
(reguler 6 slices, 100
g)
- Rp12.600
(BBQ chicken, 6
slices, netto 100 g)
- Rp 24.700 (low fat, 6
slices, netto 100 g)
Prochiz
PT. Mulia Boga
Raya, Bandung
Keju lembaran yang
dikemas dalam kemasan
plastik
- Rp 7.100 (5 slices,
netto 85 g)
- Rp 13.400 (10 slices,
netto170 g)
Mesis Ceres
PT. Ceres
Indonesia, Bandung
- Mesis tabur dengan tiga
varian rasa, yaitu cokelat
klasik, coklat susu, dan
festive
- Tersedia dalam kemasan
plastik dan kemasan
pouch
- Rp 5.700 (kemasan
plastik netto 50 g)
- Rp 10.200 (kemasan
plastik netto 100 g)
- Rp 27.300 (kemasan
plastik netto 225 g)
- Rp 40.800 (kemasan
pouch zip lock netto
500 g) Sumber: Penulis
35
2.4 Teori Business Model Canvas
Dalam membangun suatu bisnis, diperlukan sebuah model untuk menunjang
kelancaran proses bisnis tersebut. Business Model Canvas merupakan alat bantu
dalam mendeskripsikan, menganalisis, dan mendesain sebuah model bisnis
(Osterwalder & Pigneur, 2010). Business Model Canvas terdiri dari sembilan bagian
yang disebut 9 Building Blocks yaitu Customer Segments, Value Propositions,
Channel, Customer Relationship, Revenue Stream, Key Resources, Key Activities,
Key Partnership dan Cost Structure.
2.4.1 Customer Segments
Osterwalder & Pigneur (2010) mengungkapkan bahwa customer segments
adalah sekelompok individu atau organisasi yang berusaha dijangkau oleh perusahaan
melalui produk atau jasa yang ditawarkan. Dilihat dari jangkauan luas pasar, terdapat
beberapa segmentasi pasar sebagai berikut :
1. Mass market
Jenis pasar ini tidak disegmentasi atau dibatasi. Pasar ini bersifat sangat luas dan
mencakup seluruh jenis konsumen yang ada.
2. Niche market
Jenis pasar ini terpusat pada satu jenis konsumen dengan kebutuhan dan
persyaratan yang spesifik. Niche market umumnya ditujukan untuk konsumen
yang berpotensi memberikan keuntungan lebih besar.
36
3. Segmented market
Jenis pasar ini dibatasi oleh kriteria-kriteria tertentu. Segmented market dibagi
menjadi beberapa kriteria, seperti demographic segmentation, geographic
segmentation, psychographic segmentation dan behavioral segmentation.
a. Geographic segmentation, dengan membagi pasar berdasarkan variabel
geografis. Umumnya variabel yang digunakan ialah daerah, kota,iklim, dan
tingkat populasi.
b. Demographic segmentation, dengan membagi pasar berdasarkan variabel
demografis, seperti gender, usia dan suku (ras).
c. Psychographic segmentation, merupakan gabungan antara psikologi dan
demografis agar lebih dapat memahami konsumen. Hal ini dilakukan karena
adanya perbedaan karakter setiap manusia meskipun tinggal di daerah yang
sama. Variabel yang dijadikan parameter dalam segmentasi ini adalah gaya
hidup dan karakter personal.
d. Behavioral segmentation, merupakan identifikasi pasar dengan mengamati
perilaku yang berkembang di masyarakat saat itu mengenai suatu produk.
4. Diversified
Pasar ini menargetkan pasar baru yang tidak memiliki keterkaitan dengan yang
lama, hal ini dilakukan untuk memperluas area bisnis yang sedang dijalankan.
5. Multi-sided platform
Pasar ini menargetkan dua atau lebih jenis konsumen yang tidak memiliki
keterkaitan antara satu dengan yang lainnya.
37
2.4.2 Value Propositions
Menurut Osterwalder & Pigneur, (2010) value propositions adalah produk
atau layanan yang menciptakan nilai lebih dibandingkan produk yang sudah ada pada
segmen pasar yang spesifik. Ada beberapa elemen yang dimiliki oleh value
propositions :
a. Newness
Newness merupakan salah satu kunci dari sebuah value propositions, karena
konsumen dapat merasakan sesuatu yang “baru” dari sebuah produk atau
layanan yang mereka tidak dapatkan di produk atau layanan sebelumnya.
b. Performance
Memperbaiki performance dari sebuah produk atau layanan merupakan cara
tradisional dalam menambah value kepada konsumen.
c. Customization
Menciptakan sebuah produk atau layanan yang sesuai dengan kategori
konsumen tertentu pada masa kini menjadi sebuah pembeda antara sebuah
produk dengan produk lainnya. Dengan adanya customization, konsumen
dapat menentukan sendiri produk atau layanan yang mereka inginkan.
d. “Getting the Job Done”
Sebuah value dapat diciptakan dengan memberikan bantuan kepada
konsumen.
e. Design
Design merupakan faktor pembeda antara satu produk dengan produk
lainnya. Untuk menciptakan sebuah design yang unik dan berbeda memang
38
memiliki tingkat kesulitan yang tinggi. Akan tetapi jika berhasil, kualitas
sebuah produk dapat diingat hanya dengan melihat disain logonya.
f. Brand/status
Konsumen dapat mencari nilai dari sebuah produk berdasarkan brand yang
spesifik.
g. Price
Faktor harga bisa menjadi pembeda antar produk atau layanan, khususnya
untuk price sensitive customer segment. Akan tetapi pemberian harga yang
terlalu murah dapat berakibat kepada keseluruhan bisnis model.
2.4.3 Channels
Channels merupakan cara perusahaan dalam berkomunikasi dan menjangkau
setiap segmen pelanggan untuk menyampaikan value propotion yang dimiliki
perusahaan. Menurut Osterwalder & Pigneur juga ada fungsi yang dimiliki oleh
channels, antara lain (Osterwalder & Pigneur, 2010):
a. Meningkatkan awareness dari produk dan jasa yang diberikan oleh
perusahaan.
b. Membantu setiap konsumen untuk memberikan tanggapan mengenai value
propotion dari produk dan jasa yang diberikan perusahaan.
c. Tempat bagi konsumen untuk membeli produk dan jasa yang ditawarkan.
d. Sebagai tempat untuk menyalurkan value propotion kepada konsumen.
e. Tempat memberikan pelayanan post-purchase kepada konsumen.
39
Secara umum channel dibagi menjadi lima jenis, yaitu sales force, web sales,
own stores, partner stores, dan wholesales. Masing-masing jenis channel tersebut
memiliki kelebihan dan kekurangan tersendiri. Kelebihan dan kekurangan ini harus
dipertimbangkan dalam pemilihan channel sesuai dengan karakter produk atau jasa
yang dijual dan strategi perusahaan yang akan dipakai.
2.4.4 Customer Relationship
Customer relationship merupakan hubungan antara konsumen dengan
organisasi dalam segmentasi yang spesifik di dalamnya. Organisasi harus jelas
memberikan tujuan dari customer relationship, apakah untuk mendapatkan konsumen
baru, atau untuk mempertahankan basis konsumen yang sudah ada dan menambah
konsumen baru (Osterwalder & Pigneur, 2010). Terdapat enam bentuk customer
relationship, antara lain:
1. Personal assistance
Hubungan dimana komunikasi dan interaksi dilakukan secara langsung ke
konsumen oleh sales assistant yang membantu memberikan penjelasan mengenai
produk yang dijual.
2. Dedicated personal assistance
Hubungan dimana seorang perwakilan perusahaan menangani secara khusus satu
konsumen dan membina hubungan tidak hanya sekedar jual beli, tapi lebih
bersifat pribadi dan dalam jangka waktu yang lama.
40
3. Self service
Konsumen tidak berhubungan secara langsung dengan perusahaan, akan tetapi
segala kebutuhan konsumen sudah disediakan sehingga konsumen tinggal
memilih informasi apa saja yang mereka butuhkan.
4. Automated service
Hubungan dengan konsumen dilakukan melalui media yang sudah disediakan
oleh perusahaan, misalnya situs jual beli, sehingga layanan dapat dilakukan
dengan cepat.
5. Communities
Hubungan dengan konsumen melibatkan sekelompok orang yang menjadi
konsumen baik secara online maupun offline dengan tujuan meningkatkan
komunikasi antara perusahaan dan konsumen.
6. Co-creation
Hubungan perusahaan dengan pihak vendor dan konsumen untuk berinteraksi
sehingga menciptakan sinergi diantara ketiga elemen ini.
2.4.5 Revenue Stream
Menurut Osterwalder & Pigneur (2010), terdapat beberapa cara dalam
mendapatkan income melalui revenue stream, antara lain:
1. Asset sale
Merupakan revenue stream yang paling sering digunakan, dimana penjualan
dilakukan melalui penjualan barang maupun hak atas sebuah barang, dan bebas
digunakan oleh konsumen.
41
2. Usage fee
Revenue stream ini dihasilkan dengan menggunakan jasa. Semakin lama atau
semakin baik jasa yang diberikan kepada konsumen, semakin mahal biaya yang
dikenakan.
3. Subscription fee
Revenue stream ini dihasilkan dengan menjual hak akses kedalam sebuah
layanan.
4. Lending/renting/leasing
Revenue stream ini dihasilkan dengan memberikan hak akses sementara kepada
konsumen untuk menggunakan aset tetap yang dimiliki dalam jangka waktu yang
telah ditentukan.
5. Licensing
Revenue stream ini dihasilkan dengan memberikan akses untuk menggunakan
intellectual property dengan imbalan berupa ongkos atas lisensi tersebut.
6. Brokage fees
Revenue stream ini dihasilkan melalui perantara diantara dua belah pihak yang
saling terkait. Sebagai contoh, penyedia kartu kredit memperoleh revenue dengan
memberikan charge fee atas setiap transaksi yang dilakukan.
7. Advertising
Revenue stream ini dihasilkan dengan memberikan layanan iklan kepada sebuah
produk atau jasa dan perusahaan tersebut memberikan imbalan berupa biaya jasa
iklan yang telah digunakan.
42
2.4.6 Key Resources
Key resources merupakan aset paling penting yang dibutuhkan agar bisnis
model dapat bekerja. Resources memampukan perusahaan untuk menciptakan value
propositions kepada konsumen, menarik pasar potensial, menjaga hubungan dengan
tiap segmen konsumen, hingga meningkatkan pendapatan.Menurut Osterwalder &
Pigneur (2010), key resources dibagi menjadi empat jenis :
1. Physical
Resources ini mencakup gedung, kendaraan, mesin atau sistem, dan peralatan
fisik lainnya. Resources ini biasanya membutuhkan modal yang besar.
2. Intellectual
Resources ini mencakup merk dagang, dan hak cipta. Intellectual resources sulit
untuk diciptakan dan dikembangkan karena membutuhkan waktu yang lama
untuk menciptakannya. Akan tetapi apabila sukses, maka akan memberikan
pengaruh yang sangat signifikan terhadap keuntungan finansial perusahaan.
3. Human
Resources ini mencakup sumber daya manusia yang akan digunakan dalam
perusahaan, sehingga untuk menjamin kelangsungan hidup perusahaan,
dibutuhkan sumber daya manusia yang berkualitas.
4. Financial
Resources ini mencakup seluruh aktivitas yang berhubungan dengan finansial
perusahaan, seperti kredit perusahaan, arus kas masuk dan keluar, hingga
jaminan bank.
43
2.4.7 Key Activities
Osterwalder & Pigneur (2010) mengungkapkan bahwa key activities adalah
sejumlah kegiatan yang harus dilakukan agar sebuah perusahaan dapat berjalan
dengan baik. Key activities juga harus mampu memberikan value proposition kepada
konsumen, menarik pasar potensial, menjaga hubungan dengan konsumen, hingga
mendapatkan penghasilan. Secara garis besar, terdapat tiga jenis key activities yaitu:
1. Production
Aktivitas ini berhubungan dengan desain, pembuatan, hingga penyampaian
produk. Aktivitas produksi ini biasanya didominasi oleh perusahaan manufaktur.
2. Problem solving
Aktivitas ini berhubungan dengan memberikan sejumlah solusi atau memberikan
solusi yang baru atas kendala yang sedang dihadapi. Problem solving ini
biasanya dapat berupa layanan atau konsultasi.
3. Platform/network
Aktivitas ini berhubungan dengan bisnis model yang sesuai di management
perusahaan itu. Sebagai contoh, perusahaan kartu kredit membutuhkan aktivitas
yang berhubungan antar platform, baik dengan merchant, konsumen, dan bank.
2.4.8 Key Partnership
Key partnership merupakan jaringan kerjasama antara supplier dan partner
yang membuat bisnis model berjalan baik. Kerjasama ini umumnya dapat berupa
perjanjian untuk meningkatkan kinerja bisnis secara keseluruhan. Ada empat tipe
partnership menurut Osterwalder & Pigneur yaitu:
44
a. Strategic alliances between non-competitors
b. Coopetition : stratregic partnership between competitors
c. Joint ventures to develop new business
d. Buyer-supplier relationship to assure reliable supplies
2.4.9 Cost Structure
Menurut Osterwalder & Pigneur (2010) cost structure menjelaskan segala
biaya yang berhubungan dengan operasional sebuah bisnis. Berdasarkan cost
structure bisnis model dapat dibagi ke dalam dua kelas, yaitu :
1. Cost driven
Bisnis model dengan cost driven berfokus pada pengurangan biaya sebisa
mungkin dengan mengorbankan nilai dari produk atau jasa itu sendiri.
2. Value driven
Bisnis model dengan value driven berfokus pada value suatu produk atau jasa
yang perusahaan berikan kepada konsumen. Perusahaan tidak terlalu
mementingkan biaya yang dikeluarkan karena memang ingin memberikan value
kepada konsumen dengan memberikan produk/jasa yang bersifat premium.
Karakteristik yang dimiliki cost structure adalah sebagai berikut :
1. Fixed costs
Biaya yang dikeluarkan dengan jumlah yang tetap tanpa memperhatikan produk
atau jasa yang dihasilkan. Contohnya gaji karyawan tiap bulan.
45
2. Variable costs
Biaya yang dikeluarkan secara proporsional, dimana banyaknya biaya tergantung
dari banyaknya barang atau jasa yang telah digunakan sebelumnya.
3. Economies of scale
Penurunan biaya secara signifikan disebabkan penambahan output secara besar-
besaran.
4. Economies of scope
Penurunan biaya secara signifkan yang disebabkan meningkatnya kegiatan
operasional.
2.5 Teori Strategi Pemasaran
2.5.1 Bauran Pemasaran
Bauran pemasaran menurut McCarthy terbagi menjadi empat aspek utama,
yaitu product (produk), price (harga), place (tempat), dan promotion (promosi).
2.5.1.1 Produk
Produk merupakan sentral dari kegiatan marketing. Menurut Kotler
(2012), produk adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan ke suatu pasar
untuk memenuhi keinginan atau kebutuhan. Produk-produk yang terdapat di
pasar dapat berupa barang fisik, jasa, pengalaman, peristiwa, orang, tempat,
properti, organisasi, dan gagasan. Sebelum meluncurkan sebuah produk
perlu adanya pengajian tentang kebutuhan dan keinginan customer agar
46
produk yang diluncurkan menjawab kebutuhan konsumen.
2.5.1.2 Harga
Harga merupakan pertukaran uang bagi barang atau jasa, juga
termasuk pengorbanan waktu karena menunggu untuk memperoleh barang
atau jasa. Harga juga dapat berhubungan dengan segala sesuatu mengenai
nilai persepsi (perceived value), tidak hanya uang. Philip Kotler
mengungkapkan bahwa perusahaan harus mempertimbangkan berbagai
faktor dalam menetapkan kebijakan harga. Perusahaan harus menetapkan
harga yang sesuai dengan tujuan pemasaran perusahaan dan tidak merugikan
perusahaan itu sendiri (Kotler, 2012).
2.5.1.3 Tempat
Philip Kotler (2012) menyatakan bahwa aspek tempat meliputi
berbagai kegiatan yang dilakukan perusahaan agar produk dapat diperoleh
dan tersedia bagi konsumen yang merupakan target pasarnya. Ruang lingkup
dari aspek tempat meliputi saluran pemasaran, cakupan pasar,
pengelompokan pasar, lokasi, persediaan dan transportasi. Sebagian besar
produsen tidak langsung menjual barang mereka kepada konsumen akhir,
melainkan melalui perantara seperti pedagang (merchants), pialang, agen
penjualan, agen distribusi, dan sebagainya.
2.5.1.4 Promosi
47
Promosi adalah semua kegiatan yang dilakukan perusahaan untuk
mengkomunikasikan dan mempromosikan suatu produk ke pasar sasaran.
Adapun Alat-alat promosi menurut Philip Kotler (2012) antara lain:
1. Periklanan
Semua bentuk penyajian dan promosi nonpersonal atas ide, barang atau
jasa yang dilakukan perusahaan atau sponsor tertentu.
2. Promosi Penjualan
Berbagai insentif jangka pendek untuk mendorong keinginan mencoba
atau membeli suatu produk atau jasa.
3. Hubungan Masyarakat dan Publisitas
Berbagai program untuk mempromosikan dan melindungi citra
perusahaan atau masing-masing produknya.
4. Penjualan Pribadi
Interaksi langsung dengan satu calon pembeli atau lebih guna melakukan
presentasi, menjawab pertanyaan, dan menerima pesan.
5. Pemasaran Langsung
Penggunaan surat, telepon, faksimili, e-mail, dan alat penghubung lainnya
untuk berkomunikasi secara langsung dengan atau mendapatkan
tanggapan langsung dari pelanggan dan calon pelanggan tertentu.
2.5.2 Segmenting, Targeting, Positioning
Setiap konsumen memiliki kebutuhan yang berbeda-beda, oleh karena itu
dalam mendapatkan laba semaksimal mungkin, perusahaan perlu mengidentifikasi
48
pasar sebelum melakukan penetrasi ke dalam pasar yang kuat. STP (Segmenting,
Targeting, dan Positioning) Model merupakan sebuah instrumen untuk
mengidentifikasi pasar sebelum melakukan penetrasi untuk mendapatkan pasar yang
tepat sasaran dan berujung pada keuntungan yang maksimal. Proses ini terdiri dari
tiga langkah, yaitu segmentasi pasar (segmenting), menetapkan sasaran atau pasar
yang dituju (targeting), dan menempatkan posisi pasar (positioning).
2.5.2.1 Segmenting
Segmenting adalah tindakan yang dilakukan perusahaan dalam
menyusun pasar menjadi beberapa segmen berdasarkan karakteristiknya.
Tahap ini merupakan tahap pertama dimana perusahaan melakukan
pengidentifikasian pasar yang ada menjadi beberapa segmen yang
memungkin untuk mendapatkan keuntungan. Tahap ini juga merupakan
tahap terpenting karena dengan dilakukannya segmentasi pasar maka
perusahaan akan lebih fokus dalam mengolah sumber daya yang dimilikinya
untuk didistribusikan kedalam segmen yang berpotensi menghasilkan
keuntungan. Terdapat 3 pola dalam karakteristik untuk menyusun segmen
pasar :
a. Segmen demografis, dimana pasar dibagi berdasarkan variabel
demografi, seperti usia, jenis kelamin, pendidikan, agama, dan lain-lain;
b. Segmen geografis, dimana pasar dibagi berdasarkan variabel geografi,
seperti kecamatan, kota, propinsi, negara, dan lain-lain;
c. Segmen psikografis, dimana pasar dibagi berdasarkan karakteristik
kelas sosial, gaya hidup, kepribadian, dan lain-lain.
49
2.5.2.2. Targeting
Targeting adalah tindakan yang dilakukan perusahaan dalam
menentukan target konsumen yang telah diidentifikasi dalam segmentasi
pasar. Tahap ini merupakan tahap kedua dimana perusahaan melakukan
proses mengumpulkan informasi untuk menentukan segmen mana yang
memiliki daya tarik lebih terhadap produk yang ditawarkan, dan kemudian
dijadikan target pasar. Terdapat lima pola dalam menentukan targer pasar,
yaitu :
a. Single Segment Concentration, dimana perusahaan fokus kepada satu
segmen untuk dijadikan target.
b. Selective Specialization, dimana perusahaan memilih beberapa segmen
yang dianggap memiliki keuntungan terbesar.
c. Product Specialization, dimana perusahaan fokus memproduksi satu
jenis produk untuk ditawarkan kepada berbagai segmen.
d. Market Specialization, dimana perusahaan memproduksi beberapa jenis
produk untuk ditawarkan hanya kepada satu segmen.
e. Full Market Coverage, dimana perusahaan melayani seluruh segmen
dan berusaha memenuhi kebutuhan di setiap segmen.
2.5.2.3 Positioning
Positioning adalah tindakan yang dilakukan perusahaan dalam
menempatkan produknya kepada target pasar, agar dapat memberikan
pengaruh yang besar terhadap target pasar. Tahap ini merupakan tahap akhir
dimana dilakukannya pengidentifikasian dan pengembangan konsep agar
50
produk dapat diterima dengan baik di target pasar. Dengan dilakukannya hal
ini maka dapat diciptakannya image atau brand yang dapat selalu diingat
para target pasar, guna mendapatkan keuntungan perusahaan.
2.6 Teori Analisis Keuangan
2.6.1 Income Statement
Income statement berisikan kumpulan laporan keuangan suatu perusahaan
dalam satu periode tertentu, dan berfungsi untuk mengukur besarnya keuntungan
yang dihasilkan oleh perusahaan dalam periode waktu yang telah ditentukan. Income
statement menyajikan pendapatan, beban, laba atau rugi bersih yang dihasilkan
perusahaan dalam periode waktu tertentu. Income statement dapat digunakan sebagai
alat untuk menganalisa kemajuan yang dicapai perusahaan dalam periode waktu
tersebut (Sheridan et.al., 2012). Perhitungan profit dapat dirumuskan sebagai berikut:
Profit = Sales – Expense
2.6.2 Balance Sheet
Balance Sheet adalah salah satu dari laporan keuangan yang memperlihatkan
keseluruhan aset perusahaan, kewajiban, dan modal perusahaan dalam suatu periode
waktu tertentu. Balance sheet ini dapat memberikan gambaran kepada investor
terhadap data-data investasi, jumlah terhutang maupun yang telah dimiliki oleh
perusahaan (Sheridan et.al., 2012).
51
2.6.3 Statement of Cash Flow
Statement of cash flow atau laporan arus kas adalah salah satu dari laporan
keuangan yang memperlihatkan informasi secara detail mengenai arus kas masuk dan
arus kas keluar dari setiap aktivitas perusahaan dalam suatu periode waktu tertentu.
Seluruh aktivitas seperti biaya operasional, investasi, atau pendaan, akan tercantum
seluruhnya di dalam laporan ini. Hasil dari laporan arus kas dapat bernilai positif
ataupun negatif. Arus kas bernilai positif apabila arus kas masuk lebih besar
dibandingkan arus kas keluar, dan begitu pula sebaliknya (Sheridan et.al., 2014).
2.6.4 Net Present Value (NPV)
Menurut Sheridan et.al. (2011), Net Present Value merupakan konsep yang
digunakan untuk mengukur tingkat kekayaan atau kelayakan suatu proyek/investasi.
Tingkat kekayaan atau kelayakan suatu proyek/investasi dapat diukur dengan cara
menghitung selisih antara arus kas masuk dengan arus kas keluar. Perhitungan Net
Present Value (NPV) dapat dirumuskan sebagai berikut:
Dimana:
NPV : Net Present Value
Ct : arus kas masuk seiring berjalannya waktu
C0 : arus kas awal
r : tingkat suku bunga
52
t : jumlah periode
Tingkat kelayakan suatu proyek/investasi dapat ditentukan sebagai berikut:
1. NPV > 1, yang menunjukkan bahwa proyek/investasi layak untuk dieksekusi
dan memberikan profit
2. NPV = 1, yang berarti proyek/investasi tidak dapat memberikan keuntungan
maupun kerugian
3. NPV < 1, menunjukkan bahwa proyek/investasi tidak layak untuk dieksekusi
karena akan menimbulkan kerugian.
2.6.5 Internal Rate of Return
Internal Rate of Return (IRR) adalah suatu perhitungan rasio untuk
mengukur tingkat suku bunga dari suatu investasi yang menghasilkan NPV (Net
Present Value) sama dengan nol. IRR berfungsi untuk menentukan kelayakan suatu
investasi dengan membandingkan discount rate atau rate of return (Sheridan et.al.,
2011). Perhitungan Internal Rate of Returun (IRR) dapat dirumuskan sebagai berikut:
Dimana:
n : number of cash flows
CFi : Cash Flows at period i
IRR : Internal Rate of Return
Tingkat kelayakan suatu proyek/investasi dapat ditentukan sebagai berikut:
53
IRR > Discount Rate : investasi layak untuk ditanamkan
IRR = Discount Rate : investasi yang ditanamkan akan balik modal
IRR < Discount Rate : investasi tidak layak untuk ditanamkan
2.7 Value Proposition dan Idea Generation
Dewasa ini kepraktisan merupakan keunggulan yang banyak diinginkan
oleh produk-produk pada masa kini. Hal ini karena kesibukan masyarakat yang tinggi
menuntut adanya kepraktisan. Selain itu, kepedulian masyarakat terhadap makanan
sehat juga semakin tinggi. Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi pelaku industri
makanan untuk terus berinovasi menciptakan produk makanan yang praktis namun
bernutrisi. Selai salah satu produk yang banyak digunakan masyarakat Indonesia
sebagai pelengkap roti untuk sarapan pagi ataupun makanan selingan. Dalam bisnis
model ini, inovasi yang dilakukan terhadap produk selai adalah membuat selai
berbentuk lembaran merk “Fit-Flat Jam”.
Salah satu value proposition utama yang diusung “Fit-Flat Jam” adalah
newness. “Fit-Flat Jam” merupakan inovasi selai menjadi berbentuk lembaran
pertama di Indonesia, yang menawarkan bentuk dan cara baru dalam mengkonsumsi
selai. Selai yang selama ini berbentuk semi solid dan dikonsumsi dengan cara dioles
kini hadir dalam bentuk lembaran elastis yang disesuaikan dengan ukuran roti,
sehingga dapat langsung ditempelkan ke roti. “Fit-Flat Jam” juga merupakan
merupakan pelopor selai berbentuk lembaran dengan kandungan susu murni. Di
samping itu, “Fit-Flat Jam” juga memiliki varian rasa unik dan berbeda dengan selai
54
yang ada di pasaran yaitu rasa green tea matcha, choco crunch, dan cookies and
cream. Rasa-rasa tersebut merupakan varian rasa yang kini banyak diminati oleh
konsumen Indonesia. Dengan adanya varian rasa yang menarik, diharapkan
masyarakat tertarik untuk mengkonsumsi produk tersebut.
Value proposition lain yang diusung “Fit-Flat Jam” adalah convenience,
yaitu easy to prepare, easy to consume, dan easy to carry. Bentuknya yang lembaran
membuat “Fit-Flat Jam” lebih mudah dan cepat untuk dikonsumsi dimanapun,
terutama ketika sedang terburu-buru. Kemasan karton dipilih untuk mengemas
produk, sehingga tidak membutuhkan banyak ruang untuk disimpan dan lebih praktis
untuk dibawa bepergian. Di samping itu, “Fit-Flat Jam” juga berusaha untuk
menciptakan pengalaman menyenangkan ketika konsumen mengkonsumsi produk
dengan memberikan kebebasan kepada konsumen untuk menciptakan sendiri cara
unik makan selai dan berkreasi menciptakan menu baru menggunakan “Fit-Flat Jam”.
Seiring dengan meningkatnya kepedulian masyarakat Indonesia terhadap
nutrisi dan makanan sehat, maka “Fit-Flat Jam” juga memiliki value nutritious.
Dalam pembuatannya, “Fit-Flat Jam” juga menggunakan bahan pengawet, pemanis,
dan pewarna buatan, sehingga lebih aman untuk dikonsumsi. Di samping itu,
selembar “Fit-Flat Jam” dapat memberikan nutrisi yang cukup lengkap untuk
menunjang aktivitas harian karena produk tersebut diperkaya dengan susu murni yang
memiliki kandungan nutrisi baik.
Channel penjualan “Fit-Flat Jam” juga menawarkan kemudahan konsumen
untuk mendapatkan produk tersebut. “Fit-Flat Jam” dijual secara online melalui
website dan media sosial yang dapat diakses oleh siapapun. Konsep mobile juga
55
diterapkan untuk menambah aksesibilitas produk dengan membuka booth di berbagai
event yang melibatkan anak sekolah dan orang tuanya, sehingga diharapkan dapat
meningkatkan brand awareness produk tersebut.