bab ii landasan teori - institutional repository | satya...

25
9 BAB II LANDASAN TEORI Menyesuaikan dengan rumusan masalah dan tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini, maka pada bab dua akan dibahas kajian teoritis yang relevan untuk memberikan kerangka dasar dalam melakukan analisis data. 2.1. Kualitas Layanan 2.1.1. Definisi Kualitas Kualitas didasarkan pada pengalaman aktual konsumen terhadap barang atau jasa, yang diukur berdasarkan persyaratan konsumen tersebut. Dengan demikian kualitas barang atau jasa harus didasarkan pada kehendak konsumen. Jadi kualitas barang atau jasa harus dikendalikan sedemikian rupa agar barang atau jasa yang dihasilkan benar-benar sesuai dengan spesifikasi yang dikehendaki konsumen, juga bermanfaat menekan tingginya tingkat kepuasan barang atau jasa yang terjadi. Membicarakan tentang pengertian atau definisi kualitas dapat berbeda makna bagi setiap orang, karena kualitas memiliki banyak kriteria dan sangat tergantung pada konteksnya. Menurut Deming dalam Yamit (2004) kualitas adalah apapun yang menjadi kebutuhan dan keinginan konsumen. Sedangkan menurut Juran dalam Yamit (2004) kualitas sebagai kesesuaian terhadap spesifikasi. Kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berpengaruh dengan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan (Tjiptono, 2001). Pemahaman ini menegaskan bahwa kualitas bukan hanya menekankan pada aspek akhir yaitu produk dan jasa tetapi juga menyangkut kualitas manusia, kualitas proses dan kualitas lingkungan. Sangatlah mustahil menghasilkan produk dan jasa

Upload: hoangbao

Post on 12-Mar-2019

219 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

9

BAB II LANDASAN TEORI

Menyesuaikan dengan rumusan masalah dan

tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini, maka pada bab dua akan dibahas kajian teoritis yang relevan

untuk memberikan kerangka dasar dalam melakukan analisis data.

2.1. Kualitas Layanan 2.1.1. Definisi Kualitas

Kualitas didasarkan pada pengalaman aktual konsumen terhadap barang atau jasa, yang diukur berdasarkan persyaratan konsumen tersebut. Dengan

demikian kualitas barang atau jasa harus didasarkan pada kehendak konsumen. Jadi kualitas barang atau

jasa harus dikendalikan sedemikian rupa agar barang atau jasa yang dihasilkan benar-benar sesuai dengan spesifikasi yang dikehendaki konsumen, juga

bermanfaat menekan tingginya tingkat kepuasan barang atau jasa yang terjadi.

Membicarakan tentang pengertian atau definisi

kualitas dapat berbeda makna bagi setiap orang, karena kualitas memiliki banyak kriteria dan sangat

tergantung pada konteksnya. Menurut Deming dalam Yamit (2004) kualitas adalah apapun yang menjadi kebutuhan dan keinginan konsumen. Sedangkan

menurut Juran dalam Yamit (2004) kualitas sebagai kesesuaian terhadap spesifikasi.

Kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang

berpengaruh dengan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan

(Tjiptono, 2001). Pemahaman ini menegaskan bahwa kualitas bukan hanya menekankan pada aspek akhir yaitu produk dan jasa tetapi juga menyangkut kualitas

manusia, kualitas proses dan kualitas lingkungan. Sangatlah mustahil menghasilkan produk dan jasa

10

yang berkualitas tanpa melalui manusia dan produk yang berkualitas.

Kualitas juga dapat diartikan sebagai mutu atau efektivitas. Dalam dunia pendidikan, efektivitas sekolah mengacu pada kinerja unit organisasi yang disebut

sekolah. Kinerja sekolah salah satunya dapat diperlihatkan melalui output sekolah tersebut. Dari segi

ekonomi memberi pemahaman yang lebih rinci tentang mutu atau efektivitas pendidikan. Konsep-konsep efektivitas dihubungkan dengan proses produksi dari

suatu organisasi yang disebut sekolah. Proses produksi dapat disebut sebagai perubahan dari input ke output. Input dalam sistem di sekolah sekolah meliputi para murid dengan segala karaterisrik tertentu, serta semua bantuan keuangan dan materi yang diberikan. Output meliputi prestasi yang dicapai murid pada akhir pendidikannya. Selanjutnya adalah proses atau alur

masuk (throghtput), yaitu perubahan yang terjadi dalam sekolah, seperti keseluruhan metode pengajaran,

pilihan kurikulum dan prasyarat organisasi yang memungkinkan para murid untuk memperoleh pengetahuan. Sedangkan para psikolog pengajaran

menyelidiki manajemen di ruang kelas, seperti waktu tugas dan strategi pengajaran. Selanjutnya tenaga ahli

pendidikan umum dan para sosiolog pendidikan melihat pada aspek-aspek organisasi sekolah, seperti gaya kepemimpinan (Scheerens, 2003).

Pfeffer dan Salancik (1978) dalam Scheerens (2003) melihat efektivitas organisasi dari perspektif politik. Mereka berpendapat bahwa efektivitas berkaitan

dengan sejauhmana kelompok internal memenuhi permintaan pihak-pihak eksternal. Dalam kasus

sekolah, kelompok ini berupa badan pengelola sekolah, orang tua dan atau masyarakat lokal yang berada di sekitar lingkungan sekolah.

Kata kualitas mengandung banyak definisi dan makna, orang yang berbeda akan mengartikannya secara berlainan tetapi dari beberapa definisi memiliki

beberapa kesamaan elemen seperti, (1) kualitas meliputi usaha memenuhi atau melebihkan harapan konsumen.

11

(2) kualitas mencakup produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan. (3) kualitas atau efektivitas merupakan

upaya pihak internal untuk memenuhi permintaan-permintaan kepentingan pihak eksternal. Dari beberapa pengertian diatas dapat

disimpulkan bahwa kualitas merupakan kondisi sempurna yang sesuai dengan harapan dan kebutuhan

konsumen yang berupa proses, produk, jasa, manusia dan lingkungan.

2.1.2. Definisi Layanan

Kotler (2002) mendefinisikan pelayanan sebagai setiap tindakan atau kegiatan yang dapat ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain dan layanan adalah

pemberian jasa kepada konsumen sesuai dengan kebutuhannya. Layanan merupakan perilaku produsen

dalam rangka memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen demi tercapainya kepuasan pada konsumen itu sendiri. Kotler juga mengatakan pada umumnya

layanan yang bertaraf tinggi akan menghasilkan kepuasan yang tinggi serta pembelian ulang yang lebih sering.

Pelayanan masyarakat menurut Soedarsono (2000) adalah penghubung pertama dalam rantai

aktivitas untuk sistem total quality manajemen yang akan datang. Menurut pendapat Sanapiah (2000), pelayanan masyarakat dalam arti luas, yaitu

keseluruhan proses penyelenggaraan kapentingan umum/masyarakat untuk menciptakan efisiensi,

efektivitas, keadilan sosial dan kesejahteraan. Keputusan Menteri Negara Aparatur Negara No.

25 tahun 2004, disebutkan bahwa pelayanan adalah

suatu bentuk kegiatan layanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara layanan publik sebagai upaya

pemenuhan kebutuhan penerimaan layanan maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan perundang-undangan.

Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa layanan adalah pemberian jasa kepada

12

konsumen sesuai dengan kebutuhannya dan memenuhi keinginan konsumen.

Kualitas layanan dapat diartikan sebagai upaya pemenuhan kebutuhan dan keinginan konsumen serta ketepatan penyampaiannya dalam mengimbangi

harapan konsumen (Tjiptono, 2007). Kualitas layanan (service quality) dapat diketahui dengan cara

membandingkan persepsi para konsumen atas layanan yang nyata-nyata mereka terima/peroleh dengan layanan yang sesungguhnya mereka harapkan atau

inginkan terhadap atribut-atribut layanan suatu perusahaan. Perusahaan menganggap konsumen

sebagai raja yang harus dilayani dengan baik, mengingat dari konsumen tersebut akan memberikan keuntungan kepada perusahaan agar dapat terus

hidup. Jika layanan yang diterima atau dirasakan (perceived service) sesuai dengan yang diharapkan,

maka kualitas layanan dipersepsikan baik dan memuaskan. Jika layanan yang diterima melampaui harapan konsumen, maka kualitas layanan

dipersepsikan sangat baik dan berkualitas. Sebaliknya jika layanan yang diterima lebih rendah daripada yang diharapkan, maka kualitas layanan dipersepsikan

buruk. Dari definisi-definisi tentang kualitas dan layanan

tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa kualitas layanan adalah segala bentuk aktivitas yang dilakukan oleh perusahaan guna memenuhi harapan konsumen.

Layanan dalam hal ini diartikan sebagai jasa atau service yang disampaikan oleh pemilik jasa yang berupa

kemudahan, kecepatan, hubungan, kemampuan dan keramahtamahan yang ditujukan melalui sikap dan sifat dalam memberikan layanan untuk kepuasan

konsumen.

13

2.1.3. Metode Servqual

Metode servqual adalah suatu kuisioner yang digunakan untuk mengukur kualitas jasa. Cara ini

mulai dikembangkan pada tahun 1980-an oleh Zeithaml, Parasuraman & Berry, dan telah digunakan dalam mengukur berbagai kualitas jasa (Nashihuddin,

2010). Dengan kuesioner ini, kita bisa mengetahui seberapa besar celah (gap) yang ada di antara persepsi

pelanggan dan ekspektasi pelanggan terhadap suatu perusahaan jasa. Kuisioner servqual dapat diubah-ubah (disesuaikan) agar cocok dengan industri jasa

yang berbeda-beda pula (misalnya bank, restoran, instansi, atau perusahaan telekomunikasi). Nilai Gap dapat diartikan sebagai nilai selisih antara nilai persepsi dan nilai harapan atau dengan kata lain selisih antara nilai yang dipersepsikan oleh pelanggan dengan

nilai yang diharapkan oleh pelanggan. Pengukurannya metode ini dengan mengukur kualitas layanan dari

atribut masing-masing dimensi (Supranto, 2006). Metode servqual memiliki dua perspektif, yaitu

perspektif internal dan perspektif eksternal. Perspektif

eksternal digunakan untuk memahami apa yang diharapkan konsumen, dirasakan konsumen, dan

kepuasan konsumen. Sedangkan perspektif internal diidentifikasikan dengan bebas kesalahan (zero defect) dan melakukan dengan benar saat pertama kali serta

menyesuaikan dengan permintaan (Nashihuddin,2010). Parasuraman dan kawan-kawan (1994),

mengemukakan lima dimensi pokok kualitas layanan, yaitu: 1. Tangibles (bukti terukur), menggambarkan fasilitas

fisik, perlengkapan, dan tampilan dari personalia serta kehadiran para pengguna.

2. Reliability (keandalan), merujuk kepada kemampuan untuk memberikan layanan yang dijanjikan secara akurat dan handal.

3. Responsiveness (daya tanggap), yaitu kesediaan untuk membantu pelanggan serta memberikan

perhatian yang tepat.

14

4. Assurance (jaminan), merupakan karyawan yang sopan dan berpengetahuan luas yang memberikan

rasa percaya serta keyakinan. 5. Empathy (empati), mencakup kepedulian serta

perhatian individual kepada para pengguna.

2.2. Kepuasan Konsumen

Rangkuti (2003) menjelaskan bahwa kepuasan konsumen didefinisikan sebagai respon konsumen

terhadap ketidaksesuaian antara tingkat kepentingan sebelumnya dalam kinerja aktual yang dirasakannya setelah pemakaian. Sedangkan menurut Kotler (2000)

dan Supranto (2001), kepuasan konsumen adalah perasaan seseorang yang puas atau sebaliknya setelah

membandingkan antara kenyataan dan harapan yang diterima dari sebuah produk barang atau jasa. Jadi tingkat kepuasan merupakan fungsi dari perbedaan

antara kenyataan dengan harapan. Menurut Gerson (2004) kepuasan pelanggan

adalah persepsi pelanggan bahwa harapannnya telah

terpenuhi atau terlampaui. Seorang pelanggan merasa puas jika kebutuhannya, secara nyata atau hanya

anggapan, terpenuhi atau melebihi harapannya. Sedangkan menurut Moenir (2002), kepuasan masyarakat atau konsumen adalah apabila masyarakat

atau konsumen memperoleh layanan dan menerima perlakuan hasil berupa hak dengan kegembiraan dan

keiklasan dari penyelenggara layanan. Kepuasan merupakan reaksi emosional yang

kompleks sebagai akibat dari adanya dorongan,

keinginan, tuntutan dan harapan-harapan seseorang yang berhubungan dengan kenyataan yang dirasakan. Akibat yang ditimbulkan berbentuk reaksi emosional

yang berwujud rasa puas atau tidak puas (Rasimin dalam Haryanti, 1999). Sedangkan Lovelock dan Wright

(2005) menjelaskan bahwa kepuasan adalah keadaan emosional, reaksi pasca pembelian mereka dapat berupa kemarahan, ketidakpuasan, kejengkelan,

kegembiraan atau kesenangan.

15

Harapan menurut Olson dan Dover dalam Tjiptono (2006), merupakan keyakinan konsumen

sebelum mencoba atau membeli suatu produk, yang dijadikan standar atau acuan dalam menilai kinerja produk tersebut. Sedangkan kinerja adalah persepsi

konsumen terhadap apa yang ia terima setelah mengkonsumsi produk yang dibeli. Setelah merasakan

layanan yang diberikan oleh perusahaan/organisasi, pengguna akan membandingkan harapan sebelumnya terhadap layanan dengan kinerja layanan. Apabila

kinerja layanan sesuai dengan apa yang diharapkan, maka kepuasan tercapai, apabila kinerja layanan tidak sesuai dengan apa yang diharapkan maka kepuasan

tidak tercapai (Tjiptono, 2006). Dari beberapa definisi kepuasan konsumen,

dapat disimpulkan bahwa kepuasan konsumen adalah perasaan seseorang yang puas atau sebaliknya setelah merasakan dan membandingkan antara kenyataan dan

harapan yang diterima dari sebuah produk barang atau jasa. Jadi tingkat kepuasan merupakan fungsi dari perbedaan antara kenyataan dengan harapan. Dengan

kata lain kepuasan konsumen merupakan suatu keadaan dimana keinginan, harapan dan kebutuhan

konsumen dipenuhi. Bila konsumen merasakan performa produk sama atau melebihi harapannya, berarti mereka puas. Sebaliknya jika performa produk

kurang dari yang diharapkan, berarti mereka tidak puas. Suatu layanan dinilai memuaskan bila layanan

tersebut dapat memenuhi kebutuhan dan harapan konsumen. Pengukuran kepuasan konsumen merupakan elemen penting dalam

menyediakan layanan yang lebih baik, lebih efisien dan lebih efektif.

16

2.3. Loyalitas Konsumen

Menurut Griffin (2002) loyality is defined as non random purchase experessed over time by some decision making unit. Loyalitas lebih ditujukan pada suatu

perilaku pengambilan keputusan untuk melakukan pembelian secara terus menerus terhadap barang atau jasa suatu perusahaan yang dipilih. Jones dan Sanser

mengatakan bahwa di era globalisasi dan perdagangan bebas ini, tumpuan perusahaan untuk mampu

bertahan hidup adalah pelanggan-pelanggan yang loyal (Hurriyati, 2005). Karena itu perusahaan dituntut untuk mampu memupuk keunggulan kompetitifnya

masing-masing melalui upaya yang kreatif, inovatif serta efisien, sehingga menjadi pilihan dari banyak

pelanggan yang pada gilirannya nanti diharapkan loyal. Gremler dan Brown dalam Hasan (2008)

berpendapat bahwa loyalitas adalah pelanggan yang

tidak hanya membeli ulang suatu barang dan jasa, tetapi juga mempunyai komitmen dan sikap yang positif terhadap perusahaan jasa, misalnya dengan

merekomendasikan orang lain untuk membeli. Sedangkan menurut Kotler dan Armstong (2008),

bahwa loyalitas berasal dari pemenuhan harapan atau harapan konsumen, sedangkan ekspektasi sendiri berasal dari pengalaman pembelian terdahulu oleh

konsumen, opini dari teman dan kerabat, janji atau informasi dari pemasar atau pesaing.

Loyalitas merupakan kesetiaan seseorang atas suatu produk, baik barang maupun jasa tertentu (Samuel dan Foedjiawati, 2005). Loyalitas adalah

komitmen konsumen bertahan secara mendalam untuk berlangganan kembali atau melakukan pembelian ulang produk/jasa terpilih secara konsisten di masa yang

akan datang, meskipun pengaruh situasi dan usaha-usaha pemasaran mempunyai potensi untuk

menyebabkan perubahan perilaku (Oliver dalam Hurriyati, 2005).

Dari berbagai uraian tersebut dapat disimpulkan

bahwa loyalitas pelanggan merupakan sebuah sikap

17

yang menjadi dorongan perilaku untuk melakukan pembelian produk/jasa dari suatu perusahaan yang

menyertakan aspek perasaan di dalamnya, khusunya yang membeli secara teratur dan berulang-ulang dengan konsistensi yang tinggi, namun tidak hanya

membeli ulang suatu barang dan jasa, tetapi juga mempunya komitmen dan sikap yang positif terhadap

perusahaan yang menawarkan produk/jasa tersebut. Dari penjelasan tentang loyalitas tersebut, dapat

dikatakan bahwa sekolah sebagai lembaga pendidikan

juga perlu mempertahankan dan meningkatkan kulaitas layanan pendidikan bagi siswa sebagai konsumennya. Sehingga ketika siswa merasa puas

dengan kualitas layanan pendidikan yang diberikan, siswa dapat bersikap loyal terhadap sekolah, salah

satunya dengan memberikan rekomendasi kepada orang- orang terdekat mereka untuk menjadi siswa di sekolah tersebut.

2.4. Konsep Layanan Pendidikan 2.4.1. Definisi Pendidikan

Pendidikan menurut Dewey (dalam pembahasan

pengertian pendidikan menurut para ahli, 2011) adalah suatu proses pengalaman karena kehidupan adalah pertumbuhan. Pendidikan berarti membantu

pertumbuhan batin tanpa dibatasi oleh usia. Proses pertumbuhan ialah proses menyesuaikan pada tiap-tiap

fase serta menambahkan kecakapan di dalam perkembangan seseorang.

Yunus (pengertian pandidikan menurut para ahli,

2011) mendefinisikan pendidikan sebagai usaha-usaha yang sengaja dipilih untuk mempengaruhi dan membantu anak dengan tujuan peningkatan keilmuan

jasmani dan akhlak sehingga secara bertahap dapat mengantarkan si anak kepada tujuannya yang paling

tinggi, agar si anak hidup bahagia serta seluruh apa yang dilakukanya menjadi bermanfaat bagi dirinya dan masyarakat.

18

Dalam kamus besar bahasa Indonesia (2003), definisi pendidikan adalah proses pembelajaran bagi

individu untuk mencapai pengetahuan dan pemahaman yang lebih tinggi mengenai obyek-obyek tertentu dan spesifik. Pengetahuan tersebut diperoleh secara formal

yang berakibat individu mempunyai pola pikir dan perilaku sesuai dengan pendidikan yang telah

diperolehnya. Menurut Brameld (kumpulan ilmu 2011),

istilah pendidikan mengandung fungsi yang luas dari

pemelihara dan perbaikan kehidupan suatu masyarakat, terutama membawa warga masyarakat yang baru mengenal tanggung jawab bersama di dalam

masyarakat. Jadi pendidikan adalah suatu proses yang lebih luas daripada proses yang berlangsung di dalam

sekolah saja. Pendidikan adalah suatu aktivitas sosial yang memungkinkan masyarakat tetap ada dan berkembang. Di dalam masyarakat yang kompleks,

fungsi pendidikan ini mengalami spesialisasi dan melembaga dengan pendidikan formal yang senantiasa tetap berhubungan dengan proses pendidikan informal

di luar sekolah). Menurut UU No. 20 tahun 2003, Pendidikan

adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya

untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak

mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara.

Dari beberapa pengertian diatas, maka dapat

disimpulkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,

kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat. Pendidikan meliputi pengajaran keahlian khusus, dan

juga sesuatu yang tidak dapat dilihat.

19

Tujuan pendidikan adalah menciptakan seseorang yang berkualitas dan berkarakter sehingga memiliki

pandangan yang luas kedepan untuk mencapai suatu cita- cita yang di harapkan dan mampu beradaptasi secara cepat dan tepat di dalam berbagai lingkungan.

Karena pendidikan itu sendiri memotivasi diri kita untuk lebih baik dalam segala aspek kehidupan (Putra,

2010). Tjiptono (2007), berpendapat bahwa istilah jasa

adalah padanan kata dari kata service yang dalam

bahasa Indonesia diartikan sebagai jasa, layanan atau layanan. Layanan atau jasa memiliki beragam jenis dan berkaitan dengan empat sektor utama, yaitu: sektor

pemerintah (kantor pos, kantor layanan pajak, kantor polisi), sektor nirlaba (sekolah, universitas dan rumah

sakit), sektor bisnis (penerbangan, perbankan dan hotel), sektor manufaktur yang melibatkan pekerja jasa (akuntan, penasehat hokum dan arsitek). Pengertian

jasa atau layanan menurut Kotler dan Keller (2009) adalah setiap tindakan atau perbuatan yang dapat ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak yang lain

dan pada dasarnya bersifat intangible dan tidak menghasilkan kepemikikan sesuatu. Layanan menurut

Daviddow dan Uttal dalam Sutopo dan Suryanto (2003) merupakan usaha apa saja yang meningkatkan kepuasan konsumen. Sedangkan Pasolong (2007)

berpendapat bahwa layanan pada dasarnya dapat didefinisikan sebagai aktivitas seseorang, sekelompok,

dan organisasi baik langsung maupun tidak langsung untuk memenuhi kebutuhan.

Berdasarkan definisi tersebut, dapat dikatakan

bahwa layanan yang ditawarkan lembaga pendidikan (sekolah) merupakan produk jasa atau layanan. Dalam pemberian layanan selalu ada aspek interaksi antara

pihak penyedia/pemberi layanan dengan konsumen atau penerima layanan. Dalam pembahasan ini yang

dimaksud dengan pemberi layanan adalah sekolah dan penerima layanan adalah siswa dan orang tua siswa.

20

Menurut Sallis (2010), mutu atau kualitas dapat dipandang sebagi sebuah konsep yang absulut dan

relatif. Kualitas dalam konsep layanan didefinisikan sebagai sesuatu yang memuaskan dan melampaui keinginan dan kebutuhan pelanggan. Kualitas dalam

konteks ini dianggap sebagai mutu sesuai persepsi (quality in perception), di mana sesuatu dikatakan

bermutu hanya dapat didefinisikan sendiri dari orang yang melihat atau merasakannya (yaitu pelanggan). Jadi dapat diartikan bahwa, konsep layanan pendidikan

yang dimaksudkan adalah layanan yang diberikan kepada pelanggan pendidikan secara memuaskan dan

dapat memenuhi kebutuhannya dalam hal pendidikan. Kualitas yang baik merupakan dambaan setiap

orang, terlebih dalam bidang pendidikan. Kualitas

pendidikan biasanya terdiri dari beberapa indikator dan komponen yang saling barkait. Komponen dan variabel yang menetukan terwujudnya mutu pendidikan

yang baik secara umum, masih dikaitkan dengan sistem, kurikulum, tenaga pendidik, peserta didik,

PBM, anggaran, sarana dan prasarana pendidikan, lingkungan belajar, budaya organisasi, kepemimpinan dan lain sebagainya (Onisimus, 2010). Dalam konteks

pendidikan, kualitas dapat diartikan sebagai kemampuan sekolah dalam pengelolaan secara

operasional dan efisien terhadap komponen-komponen yang berkaitan dengan sekolah, sehingga menghasilkan nilai tambah terhadap komponen tersebut menurut

norma/standar yang berlaku.

2.4.2. Standar Layanan Pendidikan

Sekolah berkualitas sangat erat hubungannya

dengan pemberian pelayanan pendidikan yang bermutu, dan untuk mengetahui tingkat ketercapaian

kualitas itu, maka sekolah berkualitas harus merujuk kepada PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standat Nasional Pendidikan di Indonesia meliputi : 1) standar isi, 2)

standar kompetensi lulusan, 3) standar proses, 4) standar sarana dan prasarana, 5) Standar pengelolaan,

21

6) Standar pendidik dan tenaga kependidikan, 7) standar pembiayaan, dan 8) standar penilaian

(Depdiknas, 2006). Tercapainya kualitas dari kedelapan standar itu kemudian berujung kepada layanan pendidikan kepada peserta didik dan masyarakat serta

stakeholder pendidikan sebagai bagian dari konsumen pendidikan. Dalam pembahasan kali ini tidak semua

pasal dicantumkan, tetapi akan dipilih pasal dan ayat-ayat yang berkaitan secara langsung dengan standar layanan pendidikan.

Pada bab I berisi ketentuan umum, dengan pasal 1 ayat 4-8. Ayat 4 berbunyi standar kompetensi lulusan

adalah kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan dan keterampilan. Ayat 5: standar isi adalah ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi

yang dituangkan dalam criteria tentang kompetensi tamatan, bahan kajian, mata pelajaran dan silabus pembelajaran yang harus dipenuhi oleh peserta didik

pada jenajang dan jenis pendidikan tertentu. Ayat 6: standar proses adalah standar nasiomal pendidikan

yang berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran pada satuan pendidikan untuk mencapai standar kompetensi lulusan. Ayat 7: standar pendidik dan tenaga

kependidikan adalah criteria pendidikan prajabatan dan kelayakan fisik maupun mental serta pendidikan

dalam jabatan. Ayat 8: standar sarana dan prasarana adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan criteria minimal tentang ruanag belajar, tempat

berolahraga, tempat beribadah, perpustakaan, laboratorium, bengkl kerja, tempat brmain, tempat berkreasi, serta sumber belajar lain, yang diperlukan

untuk menunjang proses pembelajaran, termasuk penggunaan teknologi informasi dan komunikasi.

Pada bab IV pasal 19 ayat 1-3 berisi tentang standar proses. Ayat 1 berbunyi proses pembelajarqan pada satuan pendidikan diselenggarakan secara

interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa,

kreativitas dan kemandirian sesuai dengan bakat,

22

minat dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Ayat 3: setiap satuan pendidikan melakukan

perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran dan pengawasan proses pembelajaran untuk terlaksananya

proses proses pembelajaran yang efektif dan efisien.

Pengaturan tentang standar pendidik dan tenaga

kependidikan diatur dalam bab VI. Pada bagian kedua dari bab VI pasal 35 mengatur tentang tenaga kependidikan. Ayat 1 bagian d berbunyi SMK/MAK atau

bentuk lain yang sederajat sekurang-kurangnya terdiri atas kepala sekolah atau madrasah, tenaga administrasi,tenaga perpustakaan, tenaga laboratorium

dan tenaga kebersihan sekolah atau madrasah.

Bab VII pasal 42-48 mengatur tentang standar

sarana dan prasarana. Pasal 42 ayat 1 berbunyi setiap satuan pendidikan wajib memiliki sarana yang meliputi perabot, peralatan pendidikan, media pendidikan, buku

dan sumber belajar lainnya, bahan habis pakai, serta perlengkapan lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan.

Ayat 2: setiap satuan pendidikan wajib memilik prasarana yang meliputi lahan, ruang kelas, ruang

pimpinan satuan pendidikan, ruang pendidik, ruang tata usaha, ruang perpustakaan, ruang laboratorium, ruang benbgkel kerja, ruang unit produksi, ruang

kantin, instalasi daya dan jasa, tempat berolahraga, tempat beribadah, tempat bermain, tempat berkreasi

dan ruang tempat lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan.

Selanjutnya pasal 44 ayat 1 berbunyi lahan sebagaimana dimaksud dalam pasal 42 ayat 2 untuk bangunan satuan pendidikan, lahan praktek, lahan

untuk prasarana penunjang, dan lahan pertamanan untuk menjadikan satuan pendidikan suatu lingkunagn

ynag secara ekologis nyaman dan sehat. Ayat 4: standar letak lahan satuan pendidikan mempertimbangkan jarak tempuh maksimal yang harus dilalui oleh peserta

didik untuk menjangkau satuan pendidikan tersebut.

23

Ayat 5: standar letak lahan satuan pendidikan mempertimbangkan keamanan, kenyamanan, dan

kesehatan lingkungan. Standar pengelolaan diatur dalam bab VIII dan

pada bagian kesatu berisi tentang standar pengelolaan

oleh satuan pendidikan. Pasal 50 ayat 3 berbunyi, pada satuan pendidikan SMA/MA/SMALB, SMK/MAK, atau

bentuk lain yang sederajat kepala satuan pendidikan dalam melaksanakan tugasnya dibantu minimal oleh tiga wakil kepala satuan pendidikan yang masing-

masing secara berturut-turut membidangi akademik, saran prasarana serta kesiswaan.

Pasal 52 ayat 1 berisi: setiap satuan pendidikan

harus memiliki pedoman yang mengatur tentang: kurikulum tingkat satuan pendidikan dan silabus;

kalender pendidikan akademik, yang menunjukkan seluruh kategori aktivitas satuan pendidikan selama satu tahun dan rinci secara semesteran, bulanan dan

mingguan; struktur organisasi satuan pendidikan; pembagian tugas diantara pendidikan; peraturan akademik; tata tertib satuan pendidikan, yang minimal

meliputi tata tertib pendidik, tenaga kependidikan dan peserta didik, serta penggunaan dan pemeliharaan

sarana prasarana; kode etik hubungan antara sesama warga di dalam lingkungan satuan pendidikan dan hubungan antara warga satuan pendidikan dengan

masyarakat; biaya pengelolaan satuan pendidikan. Pasal 53 ayat 2 bagian (i) berisi tentang jadwal

rapat Dewan Pendidik, rapat konsultasi satuan pendidikan dengan orang tua/wali peserta didik, dan rapat satuan pendidikan dengan komite

sekolah/madrasah, untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah.

24

2.4.3. Mode-mode Pendidikan Dalam Sekolah Untuk Meningkatkan Efektivitas

Mintzberg (1979) dan De Leeuw (1982),

mengemukakan ketegori-kategori yang dapat digunakan sebagai kerangka untuk membedakan antara unsur-unsur dan aspek-aspek berfungsinya sekolah dalam

upaya meningkatkan mutu atau efektivitas sekolah. Mode-mode pendidikan yang dipandang sebagai kondisi untuk meningkatkan efektivitas sekolah yaitu, tujuan,

struktur posisi atau sub unit (‘Aufbau’), struktur prosedur (‘Ablauf’), kultur, lingkungan organisasi dan

proses dasar organisasi. Bagian pertama yaitu tujuan, meliputi tujuan

menurut berbagai kriteria efektivitas, prioritas dalam penentuan tujuan (kognitif – non kognitif), aspirasi menurut tingkat pencapaian dan distribusi pencapaian

serta koordinasi tujuan. Kedua, struktur posisi (‘Aufbau’) terdiri atas struktur manajemen, struktur

dukungan, pembagian tugas dan posisi serta peneglompokan para guru dan siswa. Ketiga, struktur prosedur (‘Ablauf’) meliputi manajemen umum,

manajemen produksi, manajemen pemasaran, manajemen personalia, manajemen keuangan dan

administrative serta kejasama. Keempat, kultur yang mencakup pengukuran tidak langsung dan pengukuran langsung. Kelima, lingkungan yang meliputi pertukaran

rutin (arus sumber daya, penyerahan prosuk), penyangga dan manipulasi aktif. Mode ke enam yaitu

proses dasar organisasi, yang mencakup piulihan kurikuler, penyejajaran kurikulum, kurikulum sesuai dengan prestrukturisasi proses pengajaran, seleksi

murid, tingkat individualisasi dan diferensiasi serta pengaturan pengajaran berkenaan dengan strategi mengajar dan organisasi kelas.

Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Coleman mengenai kesmpatan memperoleh pendidikan, menjadi

landasan bagi kajian tentang efektivitas sekolah. Hasil laporan penelitian ini dikenal dengan nama laporan Coleman yang diterbitkan pada tahun 1966. Laporan

25

ini menunjukkan sejauhmana prestasi sekolah dihubungkan dengan latar belakang sosial dan etnik

siswa, selain itu juga diuji pengaruh faktor sekolah yang memungkinkan atas prestasi belajar siswa (Coleman et al.,1966 dalam Scheerens, 2003).

Dalam laporan Coleman ada tiga karateristik sekolah yang diukur, yaitu karateristik guru, fasilitas

material dan kurikilum serta karateristik kelompok atau kelas dimana para siswa ditempatkan. Selanjutnya ditambahkan karateristik lain dalam laporan Coleman

ini, seperti sikap kepala sekolah dan guru terhadap murid dan sikap guru terhadap pendidikan terpadu, yaitu pengajaran multirasial dan tanpa perbedaan

golongan (dalam pengertian sosial).

2.5. Penelitian yang Relevan

Penelitian ini mengacu pada penelitian-penelitian

terdahulu yang berkaitan dengan kualitas layanan dan loyalitas pelanggan baik dari segi ekonomi maupun yang ditinjau dari dunia pendidikan. Berikut ini akan

disajikan beberapa penelitian yang relevan dan mendukung penelitian, dalam tabel 2.1.

Tabel 2.1. Hasil Penelitian yang Relevan

No Peneliti Kajian Penelitian Hasil

1 Abadi (2005) Menguji pengaruh

persepsi tentang

kualitas layanan

terhadap kepuasan mahasiswa pada

Perguruan Tinggi di

Kota Kendari (studi

pada mahasiswa

FE UNHALU, FE

UNSULTRA, dan STIE Dharma

Barata).

Kualitas layanan

berpengaruh positif

dan signifikan terhadap kepuasan

mahasiswa.

26

Tabel 2.1. Hasil Penelitian yang Relevan (Lanjutan)

No Peneliti Kajian Penelitian Hasil

2 Noviana (2007)

Menganalisis

pengaruh kualitas

pelayanan

terhadap loyalitas

siswa di lembaga bimbingan belajar

Sony Sugeme

College (SSC)

Malang

Kualitas pelayanan

secara parsial dan

simultan

berpengaruh secara

signifikan terhadap loyalitas para siswa.

3

Matabei (2008) Menganalisis

pengaruh kualitas

pelayanan terhadap kepuasan

konsumen dan

dampaknya

terhadap loyalitas

konsumen (survei pada mahasiswa

Program

Pascasarjana

UKSW), Salatiga.

1. Kualitas pelayanan

berpengaruh positif

dan signifikan terhadap kepuasan

mahasiswa.

2. Kepuasan

mahasiswa tidak

berpengaruh positif terhadap loyalitas

mahasiswa.

4

Rahayu (2008)

Menguji tingkat

kesesuaian antara kualitas jasa yag

diharapkan dan

dirasakan

mahasiswa pada

Universitas Swasta di kota Malang dan

menjelaskan

pengaruh lima

dimensi kulaitas

jasa terhadap

kepuasan dan loyalitas

mahasiswa.

1. Lima dimensi

kualitas jasa berpengaruh positif

pada kepuasan

mahasiswa.

2. Kepuasan berpengaruh positif

dan signifikan

terhadap loyalitas

mahasiswa.

27

Tabel 2.1. Hasil Penelitian yang Relevan (Lanjutan)

No Peneliti Kajian Penelitian Hasil

5 Prasetyaningrum

(2009)

Menganalisis

pengaruh variabel kualitas

pembelajaran dan

variabel kualitas

layanan terhadap

kepuasan

mahasiswa dan loyalitas

mahasiswa

UNDARIS Ungaran

1. Terdapat pengaruh

yang positif dari variabel kualitas

pembelajaran

terhadap kepuasan

mahasiswa.

2. Terdapat pengaruh

yang positif dari variabel kepuasan

mahasiswa

terhadap variabel

loyalitas

mahasiswa.

6

Wantara (2009)

Menganalisis pengaruh citra,

reputasi dan

kualitas pelayanan

terhadap kepuasan

dan loyalitas

mahasiswa PTS di jawa timur (studi

pada STIE dengan

program studi

terakreditasi)

1. Citra STIE berpengaruh

posotif dan

signifikan terhadap

kepuasan dan

loyalitas

mahasiswa. 2. Kualitas pelayanan

berpengaruh

posotif dan

signifikan terhadap

kepuasan mahasiswa.

3. Kualitas layanan

berpengaruh positif

dan tidak

signifikan terhadap

loyalitas mahasiswa.

4. Kepuasan

mahasiswa

berpengaruh positif

dan signifikan terhadap loyalitas

mahasiswa.

28

Tabel 2.1. Hasil Penelitian yang Relevan (Lanjutan)

No Peneliti Kajian Penelitian Hasil

7 Susanti (2011) Menganalisis

pengaruh kualitas

layanan terhadap

kepuasan

mahasiswa dan

dampaknya terhadap loyalitas

mahasiswa

program diploma

Fakiltas Teknik

UNDIP

1. Kualitas layanan

yang diberikan

program Diploma

Fakultas Teknik

UNDIP

berpengaruh positif terhadap kepuasan

mahasiswa.

2. Kepuasan

Mahasiswa

berpengaruh positif

dan signifikan terhadap loyalitas

mahasiswa.

8 Murjoko dan

Shihab (2011)

Menganalisis

pengaruh kualitas

pelayanan dan

kepuasan terhadap loyalitas siswa

SMKN 11 Jakarta.

1. Kualitas pelayanan

berpengaruh

signifikan terhadap

kepuasan siswa SMKN 11 Jakarta.

2. Kualitas layanan

melalui kepuasan

siswa, berpengaruh

signifikan terhadap

loyalitas siswa SMKN 11 Jakarta.

3. Variabel physical aspect merupakan

satu-satunya

variabel yang

berpengaruh tidak langsung terhadap

loyalitas siswa

SMKN 11 Jakarta.

Dengan kata lain, variabel physical aspect untuk

menuju loyalitas, terlebih dahulu

melalui variabel kepuasan.

29

Tabel 2.1. Hasil Penelitian yang Relevan (Lanjutan)

No Peneliti Kajian Penelitian Hasil

9 Sari (2012) Pengaruh kualitas

pelayanan

pendidikan terhadap kepuasan

dan loyalitas

mahasiswa

(Studi pada

Sekolah Tinggi Manajemen

Informatika dan

Komputer (STMIK)

Palangkaraya)

1. Kualitas pelayanan

pendidikan

berpengaruh positif terhadap kepuasan

mahasiswa.

2. Kepuasan

mahasiswa STMIK

Palangkaraya berpengaruh positif

terhadap loyalitas

mahasiswa.

3. Kualitas layanan

pendidikan

berpengaruh positif terhadap

loyalitas

mahasiswa

STIMIK

Palangkaraya

2.6. Pengembangan Hipotesis 2.6.1. Pengaruh Kualitas Layanan Terhadap

Kepuasan Konsumen

Persepsi pelanggan terhadap kualitas layanan akan mempengaruhi tingkat kepuasannya. Upaya

pemberian layanan yang berkualitas baik dilakukan dengan memperhatikan kebutuhan konsumen,

sehingga konsumen dapat merasa puas karena harapannya menggunakan layanan tersebut dapat terpenuhi (Wicaksono dan Ihalauw, 2005).

Berikut ini ada beberapa penelitian yang dilakukan untuk mengetahui pengaruh kualitas layanan terhadap kepuasan pelanggan: Abadi (2005),

dalam penelitiannya menemukan bahwa persepsi mahasiswa tentang kualitas layanan berpengaruh

signifikan terhadap kepuasan mahasiswa UNHALU, FE UNSULTRA dan STIE Dharma Brata. Matabei (2008), menemukan bahwa kualitas pelayanan berpengaruh

30

positif dan signifikan terhadap kepuasan mahasiswa Program Pascasarjana Universitas Kristen Satya

Wacana. Berdasarkan hasil penelitian diatas, dapat diduga bahwa semakin tinggi kualitas layanan yang diberikan

oleh suatu organisasi/perusahaan, maka akan semakin tinggi pula kepuasan yang dirasakan oleh konsumen.

Sehingga dapat dibuat hipotesis penelitian sebagai berikut: H11 : kualitas layanan berpengaruh positif dan

signifikan terhadap kepuasan konsumen.

2.6.2. Pengaruh Kepuasan Konsumen Terhadap Loyalitas konsumen

Kepuasan konsumen dapat menciptakan kesetiaan atau loyalitas konsumen kepada perusahaan

yang memberikan kualitas layanan memuaskan (Tjiptono, 2006, Engel, Blackwell, dan Miniard, 1995). Jika konsumen merasa puas terhadap layanan yang

diberikan perusahaan, maka konsumen akan berbicara kepada orang lain tentang kebaikan perusahaan dan produk-produknya serta tetap setia untuk periode yang

lama (Kotler dan Amstrong, 2004). Beberapa penelitian yang menunjukkan bahwa

konsumen yang merasa puas terhadap layanan yang diterimaya dari suatu perusahaan/organisasi, cenderung menjadi loyal. Hasil penelitian Rahayu

(2008), menunjukkan bahwa kualitas layanan memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan dan

loyalitas mahasiswa. Demikian pula dengan hasil penelitian Prasetyaningrum (2009), menunjukkan bahwa ada pengaruh positif dari variabel kualitas

pembelajaran dan kualitas layanan terhadap kepuasan dan loyalitas mahasiswa. Penelitian Susanti (2011), menunjukkan bahwa kualitas layanan yang diberikan

Program Diploma fakultas Teknik UNDIP berpengaruh positif terhadap kepuasan dan loyalitas mahasiswa.

Berdasarkan hasil penelitian diatas, dapat disimpulkan bahwa kepuasan yang dirasakan oleh

31

konsumen dapat menimbulkan sikap loyal. Sehingga dapat dibuat hipotesis penelitian sebagai berikut:

H12 : kepuasan konsumen berpengaruh positif dan signifikan terhadap loyalitas konsumen.

2.6.3. Pengaruh Kualitas Layanan Terhadap Loyalitas Konsumen Melalui Mediasi Variabel

Kepuasan Konsumen

Loyalitas merupakan besarnya konsumsi dan

frekuensi pembelian dilakukan oleh seorang konsumen terhadap suatu perusahaan dan ditemukan bahwa kualitas keterhubungan yaitu kepuasan, kepercayaan

dan komitmen mempunyai hubungan yang positif dengan loyalitas. Pelanggan yang puas dan loyal (setia)

merupakan peluang untuk mendapatkan pelanggan baru (Wulf, Gaby dan Locobucci dalam Cornelia dan Veronica, 2008). Perusahaan yang berhasil menjaga

agar konsumen selalu puas akan lebih mudah untuk mempertahankan bahkan mengembangkan usahanya karena konsumen yang setia, sehingga konsumen

tersebut kerap kali melakukan pembelian ulang dan rela membayar lebih (Johnson, 1997).

Berikut ini akan dikemukakan berapa penelitian yang menunjukkan adanya hubungan atau pengaruh kualitas layanan terhadap loyalitas konsumen melalui

mediasi kepuasan konsumen. Hasil penelitian Murjoko dan Shihab (2011), menemukan bahwa kualitas

pelayanan melalui kepuasan siswa berpengaruh secara signifikan terhadap loyalitas siswa SMKN 11 Jakarta. Sari (2012), mengadakan penelitian tentang pengaruh

kualitas pelayanan pendidikan terhadap kepuasan dan loyalitas mahasiswa (Studi pada Sekolah Tinggi Manajemen Informatika dan Komputer (STMIK)

Palangkaraya) dan hasilnya menunjukkan bahwa kualitas layanan pendidikan melalui variabel kepuasan

berpengaruh positif terhadap loyalitas mahasiswa STIMIK Palangkaraya.

Berdasarkan hasil penelitian di atas, dapat

disimpulkan bahwa tingkat kualitas layanan yang tinggi

32

dapat menimbulkan kepuasan konsumen dan mempengaruhi sikap loyal pada konsumen. Sehingga

dapat dibuat hipotesis sebagai berikut: H13 : Kualitas layanan melalui variabel kepuasan

konsumen berpengaruh positif dan signifikan

terhadap loyalitas konsumen.

2.6.4. Pengaruh Kualitas Layanan Secara Langsung Terhadap Loyalitas Konsumen

Tumpuan sebuah perusahaan atau organisasi untuk tetap bertahan hidup adalah pelanggan-pelanggan yang loyal (Jones dan Sanser dalam Huriyati,

2005). Menurut Zeithaml et. al. dalam Japarianto (2007), tujuan akhir keberhasilan perusahaan menjalin

hubungan relasi dengan pelanggannya adalah untuk membentuk loyalitas yang kuat. Indikator dari loyalitas yang kuat adalah: mengatakan hal yang positif tentang

produk yang telah dikonsumsi, merekomendasikan produk yang telah dikonsumsi kepada teman, pembelian yang dilakukan secara terus menerus

terhadap produk yang telah dikonsumsi. Sehingga kualitas layanan yang baik berpengaruh terhadap

loyalitas pelanggan secara langsung. Maka dapat dikatakan bahwa dimensi kualitas layanan yang berupa tangibles, reliability, responsiveness, assurance,dan

empathy yang positif berpengaruh langsung dengan indikator loyalitas pelanggan yaitu mengatakan hal

yang positif (say positive things), memberikan rekomendasi kepada orang lain (recommend friend) dan

melakukan pembelian terus-menerus (continue purchasing) (Japarianto, dkk, 2007).

Noviana (2007), mengadakan penelitian tentang pengaruh kualitas pelayanan terhadap loyalitas siswa di lembaga bimbingan belajar Sony Sugeme College (SSC)

Malang, dan hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas layanan secara parsial dan simultan

berpengaruh secara signifikan terhadap loyalitas para siswa di lembaga bimbingan belajar Sony Sugeme College (SSC) Malang. Berdasarkan hasil penelitian

33

tersebut, dapat dikatakan bahwa jika kualitas layanan tinggi maka dapat berpengaruh secara langsung

terhadap loyalitas konsumen. Sehingga dapat dibuat hipotesis sebagai berikut: H14 : Kualitas Layanan berpengaruh secara langsung

terhadap loyalitas konsumen.

2.7. Kerangka Berpikir

Agar penelitian ini menjadi jelas dan terarah,

maka akan disusun kerangka berpikir berdasarkan

variabel yang dipakai pada penelitian. Penelitian ini

bertujuan untuk mengetahui pengaruh kualitas

layanan yang terdiri dari lima dimensi dalam skala

servqual yaitu Tangiables, Reliability, Responsiveness,

Assurance, dan Empathy terhadap kepuasan konsumen

berdasarkan harapan dan persepsi. Selanjutnya

kepuasan (terpenuhinya harapan melalui persepsi)

akan dilihat pengaruhnya terhadap loyalitas konsumen.

Selain itu, akan dilihat juga pengaruh kualitas layanan

terhadap loyalitas konsumen.

Gambar 2.1 Model Hubungan Antar Variabel

L

Kualitas

Layanan

Loyalitas

Konsumen

Kepuasan

Konsumen