bab ii landasan teori a. tinjauan umum strategi pemasaran ...repository.radenintan.ac.id/4425/4/bab...

46
25 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Umum Strategi Pemasaran 1. Pengertian Strategi Kata “strategi” berasal dari bahasa Yunani yaitu “strategas” (stratus: militer dan Ag: pemimpin) yang berarti “generalship” atau sesuatu yang dikerjakan oleh para panglima perang dalam membuat rencana untuk memenangkan perang. Konsep ini relevan pada zaman dahulu yang sering diwarnai perang dimana panglima perang dibutuhkan untuk memimpin suatu angkatan. 1 Sementara itu, secara konseptual, strategi dapat dipahami sebagai suatu garis besar haluan dalam bertindak untuk mencapai sasaran yang telah ditentukan. Dalam rangka pencapaian tujuan organisasi, telah umum diketahui bahwa istilah strategi semula bersumber dari kalangan militer dan secara populer sering dinyatakan sebagai "kiat yang digunakan oleh para jenderal untuk memenangkan suatu peperangan." Dewasa ini istilah strategi sudah digunakan oleh semua jenis organisasi dan ide-ide pokok yang terdapat dalam pengertian semula tetap dipertahankan hanya saja aplikasinya disesuaikan dengan jenis organisasi yang menerapkannya, karena dalam arti yang sesungguhnya, manajemen puncak memang terlibat dalam satu bentuk "peperangan" tertentu. 2 Pendapat lain menyatakan bahwa strategi merupakan istilah yang sering diidentikkan dengan "taktik" yang secara bahasa dapat diartikan sebagai "concerning the movement of organisms in respons to external stimulus" (suatu 1 Hendrawan Supratikno, Advanced Strategic manajement: Back to Basic Approach, (Jakarta: PR. Gravindo Utama, 2003), h. 19 2 Sondang P. Siagaan, Manajemen Stratejik, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), h. 15

Upload: trantram

Post on 28-May-2019

237 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

25

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Umum Strategi Pemasaran

1. Pengertian Strategi

Kata “strategi” berasal dari bahasa Yunani yaitu “strategas” (stratus:

militer dan Ag: pemimpin) yang berarti “generalship” atau sesuatu yang

dikerjakan oleh para panglima perang dalam membuat rencana untuk

memenangkan perang. Konsep ini relevan pada zaman dahulu yang sering

diwarnai perang dimana panglima perang dibutuhkan untuk memimpin suatu

angkatan.1 Sementara itu, secara konseptual, strategi dapat dipahami sebagai suatu

garis besar haluan dalam bertindak untuk mencapai sasaran yang telah ditentukan.

Dalam rangka pencapaian tujuan organisasi, telah umum diketahui bahwa

istilah strategi semula bersumber dari kalangan militer dan secara populer sering

dinyatakan sebagai "kiat yang digunakan oleh para jenderal untuk memenangkan

suatu peperangan." Dewasa ini istilah strategi sudah digunakan oleh semua jenis

organisasi dan ide-ide pokok yang terdapat dalam pengertian semula tetap

dipertahankan hanya saja aplikasinya disesuaikan dengan jenis organisasi yang

menerapkannya, karena dalam arti yang sesungguhnya, manajemen puncak

memang terlibat dalam satu bentuk "peperangan" tertentu.2

Pendapat lain menyatakan bahwa strategi merupakan istilah yang sering

diidentikkan dengan "taktik" yang secara bahasa dapat diartikan sebagai

"concerning the movement of organisms in respons to external stimulus" (suatu

1 Hendrawan Supratikno, Advanced Strategic manajement: Back to Basic Approach,

(Jakarta: PR. Gravindo Utama, 2003), h. 19 2 Sondang P. Siagaan, Manajemen Stratejik, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), h. 15

26

yang terkait dengan gerakan organisme dalam menjawab stimulus dari luar).3

Strategi juga bisa dipahami sebagai segala cara dan daya untuk menghadapi

sasaran tertentu dalam kondisi tertentu agar memperoleh hasil yang diharapkan

secara maksimal.4

Istilah strategi (strategy), oleh manajer diartikan sebagai rencana skala

besar yang berorientasi jangka panjang untuk berinteraksi dengan lingkungan

yang kompetitif untuk mencapai tujuan perusahaan. Sebuah strategi merupakan

rencana permainan yang akan dilakukan oleh perusahaan. Suatu strategi

mencerminkan kesadaran perusahaan tentang bagaimana, kapan, dan dimana

perusahaan tersebut berkompetisi, akan melawan siapa dalam kompetisi tersebut,

dan untuk tujuan apa suatu perusahaan berkompetisi.5

Strategi dapat didefinisikan paling sedikit dari dua perspektif yang

berbeda: dari perspektif mengenai apa yang akan dilakukan oleh sebuah

organisasi, dan juga dari perspektif mengenai apa yang pada akhirnya dilakukan

oleh sebuah organisasi, apakah tindakannya sejak semula memang sudah

demikian direncanakan atau tidak. Dari perspektif yang pertama, strategi adalah

"program yang luas untuk mendefinisikan dan mencapai tujuan organisasi dan

melaksanakan misinya.

Kata "program" dalam definisi ini menyiratkan adanya peran yang aktif,

yang disadari, dan yang rasional, yang dimainkan oleh manajer dalam

merumuskan strategi perusahaan/ organisasi. Dari perspektif yang kedua, strategi

3 Lewis Mulford Adams, dkk, Websters World University Dictionary, (Washington: D.C.

Publisher Company, Inc, 1965), h. 1019, tersedia dalam https://books.google.com/. 4 M. Arifin, Psikologi Suatu Pengantar, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2008), h. 39

5 John A. Pearce II, Richard B. Robinson, Jr., Manajemen Strategi, (Jakarta: Salemba

Empat, 2014), h. 4

27

adalah "pola tanggapan organisasi yang dilakukan terhadap lingkungannya

sepanjang waktu." Dalam definisi ini, setiap organisasi mempunyai suatu strategi

walaupun tidak harus selalu efektif sekalipun strategi itu tidak pernah dirumuskan

secara eksplisit. Artinya, setiap organisasi mempunyai hubungan dengan

lingkungannya yang dapat diamati dan dijelaskan. Pandangan seperti ini

mencakup organisasi di mana perilaku para manajernya adalah reaktif, artinya

para manajer menanggapi dan menyesuaikan diri dengan lingkungan hanya jika

mereka merasa perlu untuk melakukannya. Pembahasan mengenai strategi dalam

tulisan ini akan menyangkut kedua definisi di atas, namun akan menekankan pada

peran aktif. Perumusan sebuah strategi secara aktif dikenal sebagai perencanaan

strategis (strategic planning), yang fokusnya luas dan umumnya berjangka

panjang.6

Berdasarkan pembahasan di atas kiranya jelas bahwa pada dasarnya yang

dimaksud dengan strategi bagi manajemen organisasi pada umumnya dan

manajemen organisasi bisnis khususnya ialah rencana berskala besar yang

berorientasi jangkauan masa depan yang jauh serta ditetapkan sedemikian rupa

sehingga memungkinkan organisasi berinteraksi secara efektif dengan

lingkungannya dalam kondisi persaingan yang kesemuanya diarahkan pada

optimalisasi pencapaian tujuan dan berbagai sasaran organisasi yang

bersangkutan.7

Steiner dan Milner mengemukakan strategi adalah penetapan misi

perusahaan, penetapan sasaran organisasi dengan meningkatkan kekuatan

6 James A.F. Stoner, Manajemen, Jilid 1, Alih Bahasa, Alfonsus Sirait, (Jakarta:

Erlangga, 1992), h. 139 7 Sondang P. Siagaan, Op.cit., h. 17

28

eksternal dan internal, perumusan kebijakan dan implementasi secara tepat

sehingga tujuan dan sasaran utama organisasi akan tercapai.8 Strategi menurut

Hamdun Hanafi adalah penetapan tujuan jangka panjang yang dasar dari suatu

organisasi dan pemilihan alternatif tindakan dan alokasi sumber daya yang

diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut.9

Suryana dalam bukunya Kewirausahaan mengemukakan bahwa ada 5P

yang memiliki arti sama dengan strategi, yaitu:

a. Strategi adalah perencanaan (plan)

Konsep pemasaran tidak terlepas dari aspek perencanaan, arahan

atau acuan gerak langkah perusahaan untuk mencapai suatu tujuan di

masa depan. Akan tetapi, tidak selamanya strategi adalah perencanaan

ke masa depan yang belum dilaksanakan. Strategi juga menyangkut

segala sesuatu yang telah dilakukan di masa lampau, misalnya pola-

pola perilaku bisnis yang telah dilakukan di masa lampau.

b. Strategi adalah pola (patern)

Strategi yang belum terlaksana dan berorientasi ke masa depan atau

intended strategy dan disebut realized strategy karena telah dilakukan

oleh perusahaan.

c. Strategi adalah posisi (position)

Menempatkan produk tertentu ke pasar tertentu yang dituju.

Strategi ini cenderung melihat ke bawah, yaitu ke satu titik bidik

dimana produk tertentu bertemu dengan pelanggan, dan melihat ke

luar, yaitu meninjau berbagai aspek lingkungan eksternal.

d. Strategi adalah perspektif (perspektive)

Dalam strategi ini lebih ke dalam perspektif melihat ke dalam,

yaitu ke organisasi tersebut.

e. Strategi adalah permainan (play)

Strategi sebagai suatu maneuver tertentu untuk memperdaya lawan

atau pesaing.10

Pada umumnya strategi harus diturunkan dari analisa terhadap tiga elemen,

yaitu: masalah dan peluang, sasaran serta sumber daya dan kompetensi. Strategi

8 Geroge Stainer dan John Milner,Management Strategic, (Jakarta: Erlangga, 2009), h. 70

9 M. Hamdun Hanafi, Manajemen, (Yogyakarta: Unit Penerbit, 2003), h. 136

10 Suryana, Kewirausahaan, (Jakarta: Salemba Empat Patria, 2006), h. 173 -174

29

harus konsisten dengan sasaran, dicapai dengan sumber daya yang ada dan

diperkirakan akan ada, serta memperhitungkan peluang serta ancaman yang

mungkin timbul pada lingkungan.

Strategi perusahaan atau kegiatan usaha adalah rencana jangka panjang

yang dirancang untuk memilih berbagai bisnis yang seharusnya dimasuki oleh

perusahaan. Strategi ini mengidentifikasikan pasar-pasar yang akan dilayani

(mengidentifikasinya dalam bentuk kebutuhan atau pelanggan atau keduanya),

serta lini produk atau jasa yang dihasilkan berdasarkan penilaian terhadap

lingkungan sumberdaya dan sarana yang dimiliki oleh sebuah perusahaan atau

kegiatan usaha yang sedang berjalan.

2. Pengertian Strategi Pemasaran

Pemasaran merupakan kegiatan pokok yang dilakukan oleh sebuah

perusahaan dalam usahanya untuk memperkenalkan dan mengkomunikasikan

produk atau jasa yang mereka tawarkan kepada konsumen guna mencapai tujuan.

Usaha pemasaran yang baik membutuhkan analisis yang mendalam terhadap

konsumen atau kebutuhan konsumen, berhasil tidaknya dalam mencapai tujuan

tersebut tergantng pada strategi yang telah dibuat dan direncanakan oleh

perusahaan. Jadi, pemasaran adalah kegiatan utama dari sebuah perusahaan dalam

memperkenalkan, menawarkan dan mengkomunikasikan produk dan jasanya

kepada konsumen guna mencapai suatu tujuan.

Menurut para ahli pemasaran memiliki beberapa definisi. Diantaranya

menurut Philip Kotler dan Gary Amstrong mendefinikan pemasaran adalah proses

sosial dan manajerial yang di dalamnya individu dan kelompok untuk

30

mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan melalui penciptaan dan

pertukaran produk dan nilai.11

American Marketing Assosiation dalam Buchari menjelaskan “marketing

is the proses of planning and executing the conception, pricing, promotion and

distribution of ideas, goods, services to create exchanges that satisfy individual

and organizational goals” (pemasaran adalah proses merencanakan konsepsi,

harga, promosi dan distribusi ide, barang atau jasa, menciptakan peluang yang

memuaskan individu sesuai dengan tujuan organisasi.12

Hair Lamb dan Mc. Daniel mengungkapkan pemasaran adalah suatu

proses perencanaan dan penjalanan konsep, harga, promosi dan sejumlah ide,

barang, dan jasa untuk menciptakan pertukaran yang mampu memuaskan tujuan

individu dan organisasi.13

Basu Swasta dan Irawan mengemukakan pemasaran

adalah suatu sistem kegiatan-kegiatan yang saling berhubungan ditujukan untuk

merencanakan, menentukan harga, mempromosikan dan mendistribusikan barang

dan jasa kepada pembeli.14

Menurut Stanton sebagaimana dikutip oleh Deliyanti dalam bukunya

Manajemen Pemasaran Modern menjelaskan bahwa pemasaran adalah

keseluruhan sistem yang berhubungan dengan tujuan untuk merencanakan dan

menentukan harga sampai dengan mempromosikan dan mendistribusikan barang

dan jasa yang bisa memuaskan kebutuhan pembeli actual dan potensial.15

Berdasarkan beberapa pendapat dan pemikiran para ahli di atas, maka

dapat disimpulkan bahwa pemasaran adalah sebuah proses sosial dan manajerial

11

Philip Kotler dan G. Amstrong, Principle Of Marketing, Twelfth Edition, Alih Bahasa

Bob Sabran, Prinsip-Prinsip Pemasaran, Edisi ke-12, Jilid I, (Jakarta: Erlanga, 2008), h. 3 12

Buchari Alma, Manajemen Pemasaran dan Pemasaran Jasa, (Bandung: Alfabeta,

2011), h. 5 13

Hair Lamb dan Mc. Daniel, Pemasaran, (Terjemahan) Bahasa Indonesia, (Jakarta:

Salemba Empat, 2009), h. 6 14

Basu Swasta dan Irawan, Manajemen Pemasaran Modern, Edisi ke-2, (Yogyakarta:

Liberty, 2005), h. 5 15

Deliyanti Oentoro, Manajemen Pemasaran Modern, (Yogyakarta: LaksBang Pressindo,

2010), h. 1

31

yang melibatkan kepentingan-kepentingan baik individu atau kelompok dalam

memenuhi kebutuhan dan keinginan melalui pertukaran barang atau jasa kepada

pelanggan dari produsen. Tujuan dari pemasaran adalah untuk memahami

keinginan kebutuhan konsumen agar produk atau jasa sesuai bagi konsumen

sehingga produk atau jasa tersebut dapat terjual atau dapat diterima dengan

sendirinya oleh konsumen.

Sedangkan strategi pemasaran adalah serangkaian tujuan dan sasaran,

kebijakan dan aturan yang memberikan arahan kepada usaha-usaha pemasaran

dari waktu ke waktu, pada masing-masing tingkatan dan acuan serta lokasinya,

terutama sebagai tanggapan perusahaan dalam menghadapi lingkungan dan

keadaan pesaing yang selalu berubah. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh

Philip Kotler dan Armstrong yang menjelaskan bahwa strategi pemasaran dapat

dipahami sebagai logika pemasaran dengan unit usaha berharap dapat mencapai

sasaran pemasarannya.16

Selain itu, strategi pemasaran dapat diartikan sebagai seleksi atas pasar

sasaran, menentukan posisi bersaing dan pengembangan suatu bauran pemasaran

yang efektif untuk mencapai dan melayani klien yang dipilih.17

Sehingga dapat

dipahami strategi pemasaran adalah rencana yang menyeluruh, terpadu dan

menyatu di bidang pemasaran, yang memberikan panduan tentang kegiatan yang

akan dijalankan untuk dapat tercapainya tujuan pemasaran suatu perusahaan.18

Sedangkan menurut Muhammad Syakir, strategi pemasaran merupakan

pernyataan (baik eksplisit maupun implisit) mengenai bagaimana suatu merek

16

Philip Kotler dan G. Amstrong, Op.cit., h. 2-3 17

Philp Kotler dan Paul N. Bloom, Teknik dan Strategi Pemasaran Jasa Profesional,

(Jakarta: Intermedia, 2005), h. 27 18

Sofjan Assauri, Manajemen Pemasaran, (Jakarta: Raja Grafindo, 2007), h. 168-169

32

atau lini produk mencapai tujuannya.19

Pendapat lain menjelaskan bahwa strategi

pemasaran adalah alat yang fundamental yang direncanakan untuk mencapai

tujuan organisasi atau lembaga dengan mengembangkan keunggulan yang

berkesinambungan melalui pasar yang dimasuki dan program-program pemasaran

yang digunakan untuk melayani pasar sasaran tersebut.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka dapat dipahami bahwa

strategi pemasaran adalah serangkaian tujuan dan sasaran, kebijakan dan aturan

yang memberikan arahan kepada usaha-usaha pemasaran dari waktu ke waktu,

pada masing-masing tingkatan dan acuan serta alokasinya, terutama sebagai

tanggapan perusahaan dalam menghadapi lingkungan dan keadaan pesaing yang

selalu berubah. Jadi, dalam strategi pemasaran terdapat dasar tindakan yang

mengarah pada kegiatan pemasaran perusahaan tersebut. Kondisi persaiangan dan

lingkungan yang bisa selalu berubah-ubah dengan harapan dapat tercapainya suatu

tujuan yang diinginkan.

Adapun proses strategi pemasaran yang dilakukan oleh suatu perusahaan

mencakup: Memilih konsumen yang ingin dituju; mengidentifikasi keinginan

konsumen; dan menentukan bauran pemasaran.20 Dengan adanya strategi

pemasaran tersebut maka usaha yang dijalankan harus direncanakan dan

dipersiapkan secara matang agar target yang ingin dituju bisa tercapai, dan strategi

tersebut juga dapat membantu dan mengantisipoasi segala perubahan lingkungan

dan perkembangan yang berlaku di pasar sasaran.

19

Muhammad Syakir, Syari’ah Marketing, (Bandung: Mizan Pustaka, 2006), h. 12 20

Basu Swasta dan Irawan, Op.cit., h. 61

33

3. Jenis-jenis Strategi Pemasaran

Strategi pemasaran yaitu logika pemasaran dimana perusahaan berharap

untuk menciptakan nilai pelanggan dan mencapai hubungan yang

menguntungkan. Perusahaan memutuskan pelanggan mana yang akan dilayaninya

(segmentasi dan penetapan target) dan bagaimana cara perusahaan melayaninya

(diferensiasi dan posisioning). Perusahaan mengenali keseluruhan pasar, lalu

membaginya menjadi segmen-segmen yang lebih kecil, memilih segmen yang

paling menjanjikan, dan memusatkan perhatian pada pelayanan dan pemuasan

pelanggan dalam segmen ini.21

Tujuan utama analisis strategi pemasaran adalah untuk mengetahui

dukungan apa saja yang diperlukan agar pelanggan potensial mau membeli

produk yang ditawarkan. Terutama dalam kondisi persaingan yang sangat ketat

seperti saat ini, pelanggan banyak disuguhi dengan berbagai macam produk

dengan berbagai macam kelebihannya. Semua informasi tersebut datang sangat

cepat, sehingga kondisi ini mengakibatkan para analis strategi pemasaran perlu

mengetahui motivasi dan perilaku pelanggan potensial. Mereka perlu mengetahui

seberapa besar kebutuhan dan keinginan pelanggan. Selain itu, perusahaan perlu

mengetahui apakah terdapat segmen pasar multiple yang menyebabkan pasar

bereaksi secara berbeda-beda terhadap produk yang ditawarkan. Perusahaan jasa

harus mengetahui bagaimana mengidentifikasi segmen pasar yang potensial,

menentukan target pasar, dan melakukan positioning terhadap produk yang akan

ditawarkan kepada pelanggan.22

21

Philip Kotler dan G. Amstrong, Op.cit., h. 58 22

Freddy Rangkuti, Business Plan Teknik Membuat Perencanaan Bisnis dan Analisis

Kasus, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2005), h. 40

34

Dalam strategi pemasaran sebuah perusahaan atau lembaga perlu

menentukan pasar target dan bauran pemasaran yang terkait. Unsur-unsur tersebut

menurut Fredy Rangkuti diklasifikasikan sebagai berikut:

a. Unsur Strategi Pemasaran

1) Segmentasi pasar, yaitu tindakan mengidentifikasi dan membentuk

kelompok pembeli atau konsumen secara terpisah. Masing-masing

konsumen dibedakan menurut karakteristik kebutuhan produk dan

bauran pemasaran tersendiri. Segmen pasar (market segment)

terdiri dari konsumen yang merespon dengan cara yang sama

terhadap sejumlah usaha pemasaran tertentu. Pasar terdiri dari

banyak tipe pelanggan, produk dan kebutuhan. Oleh karena itu,

pemasar harus menentukan segmen mana yang menawarkan

peluang terbaik. Penentuan segmentasi harus memenuhi syarat,

yaitu dapat diukur dengan jelas besarannya sehingga dapat

diimplementasikan sesuai dengan potensi sumber daya yang

dimilki oleh perusahaan secara keseluruhan.23

2) Targeting, yaitu tindakan memilih satu atau lebih segmen pasar

yang akan dimasuki. Penetapan target pasar melibatkan evaluasi

setiap daya tarik segmen pasar dan memilih satu atau lebih segmen

yang akan dimasuki. Perusahaan harus menargetkan daya tarik

segmen dimana perusahaan dapat menghasilkan nilai pelanggan

terbesar dan mempertahankannya sepanjang waktu.

23

Ibid., h. 45

35

Targeting adalah menentukan segmen pasar mana yang ingin

kita tuju. Strategi untuk menentukan targeting,24

adalah:

Pertama: Undifferentiated Marketing. Pada pasar yang tidak

dibedakan (Undifferentiated), perusahaan melakukan strategi yang

sama untuk seluruh pasar. Dengan demikian produk yang

dihasilkan cenderung bersifat masal, bentuk promosi dilakukan

secara besar-besaran, dan perusahaan memperoleh keuntungan

skala ekonomis karena memproduksi dalam jumlah yang sangat

besar sehingga biaya produksi per unitnya menjadi sangat rendah.

Kedua: Differentiated Marketing. Strategi yang dilakukan

pada pasar yang berbeda-beda (differentiated) adalah sangat

spesifik, tergantung pada segmen pasar yang akan dilayani.

Konsekuensi dari strategi ini pada umumnya adalah masalah biaya

tinggi. Perusahaan harus mengeluarkan biaya untuk memodifikasi

produk, sehingga biaya per unitnya menjadi sangat mahal, serta

harus mengeluarkan biaya promosi yang sangat spesifik dan biaya-

biaya research dan development yang sangat besar.

Ketiga: Concentrated Marketing. Strategi ini diterapkan

apabila perusahaan ingin berfokus pada pasar yang relatif sempit,

tetapi memiliki potensi pasar yang sangat luas. Contohnya adalah

Penerbit Erlangga dengan buku-buku teks untuk dunia pendidikan,

Penerbit Mizan dengan buku-buku spiritual. Strategi terpusat ini

(concentrated) sangat bermanfaat apabila sumber daya yang

dimiliki perusahaan sangat terbatas, dan perusahaan hendak

memperkenalkan produk baru.

Selain itu, dalam targeting ini segmen-segmen yang perlu

dievaluasi adalah: (a). Ukuran dan pertumbuhan segmen,

perusahaan perlu mengevaluasi data mengenai tingkat permintaan

pasar, tingkat pertumbuhan pasar, serta tingkat keuntungan yang

diharapkan dari setiap segmen; (b) Daya tarik segmen, setelah

mengetahui ukuran dan pertumbuhan segmen, perusahaan perlu

mempertimbangkan faktor-faktor yang mempengaruhi daya tarik

jangka panjang setiap segmen; (c) Sasaran dan sumber daya

24

Ibid., h. 46

36

perusahaan, apabila setiap segmen memiliki ukuran dan

pertumbuhan segmen tepat, maka perusahaan perlu menentukan

sasaran dan sumber daya perusahaan. Suatu segmen yang besar dan

menarik mungkin tidak akan berarti apa-apa apabila perusahaan

tidak memiliki sumber daya yang tepat untuk bersaing disegmen

ini.

3) Positioning adalah menetapkan posisi pasar, tujuannya adalah

untuk membangun dan mengkomunikasikan keunggulan bersaing

produk yang ada di pasar ke dalam benak konsumen. Strategi

penentuan posisi pasar terdiri dari: dasar atribut (harga murah atau

harga mahal), menurut kelas pengguna, menurut kelas produk.

Menurut Al Ries dan Jack Trout, positioning adalah suatu cara

untuk menempatkan produk sehingga tertanam dalam benak

pelanggan. Produk yang ingin ditempatkan tersebut tidak berupa

produk fisik, tetapi sifatnya lebih perspektif, sehingga dalam

pikiran pelanggan terisi oleh produk yang ditawarkan. Penempatan

produk tersebut dapat berupa perubahan kemasan (nama produk,

warna produk, ukuran, dan sebagainya). Tujuannya adalah untuk

mempertahankan posisinya dalam benak pelanggan.25

b. Unsur Taktik Persaingan

Menurut Pandji Anoraga dalam karyanya Manajemen Binis

menjelaskan bahwa strategi pemasaran mengandung dua faktor yang

25

Ibid., h. 48

37

terpisah tetapi berhubungan erat, yakni pasar target/ sasaran dan

bauran pemasaran (marketing mix).26

Selain itu, unsur taktik persaingan yaitu sebagai berikut:

1. Differensiasi terkait dengan cara membangun strategi pemasaran di

berbagai aspek perusahaan. Kegiatan membangun strategi

pemasaran inilah yang membedakan differensiasi yang dilakukan

oleh sebuah perusahaan dengan perusahaan lainnya.

2. Bauran pemasaran (marketing mix) mengenai produk, harga,

promosi dan tempat yang lebih dikenal dengan 4 P, yaitu produk,

price, promotion dan place. Untuk lebih jelasnya berikut ini akan

digambar 4P yang dimaksud.

a) Produk, segala sesuatu yang memiliki nilai di pasar sasaran dan

manfaat serta kepuasan dalam bentuk barang dan jasa. Strategi

penentuan produk ini adalah: Penentuan logo atau moto;

menciptakan merek; menciptakan kemasan; keputusan label.

b) Price, salah satu aspek dalam bauran pemasaran yang

memberikan pendapatan bagi perusahaan, harga menjadi satuan

ukur mengenai mutu suatu produk dan harga merupakan unsur

bauran pemasaran yang fleksibel artinya dapat berubah secara

cepat. Tujuan dari penetapan harga adalah: Untuk bertahan

hidup; memaksimalkan laba; memperbesar market-share; mutu

produk; persaingan.

c) Promotion, pemasaran perlu lebih dari sekedar pengembangan

produk, penetapan harga dan membuat produk yang ditawarkan

dapat dijangkau oleh konsumen. Pemberian informasi

mengenai produk atau jasa yang ditawarkan tersebut melalui

kegiatan promosi.

d) Place, merupakan strategi yang erat kaitannya dalam

mendistribusikan barang atau jasa kepada konsumen. Faktor

yang mempengaruhi dalam penentuan distribusi ini adalah:

Pertimbangan pembeli atau faktor pasar; dan faktor produksi

atau pengawasan dan keuangan.27

c. Unsur nilai pemasaran

Merek (brand) adalah nama, cermin, tanda, simbol, desain atau

kombinasi dari semuanya yang ditujukan untuk mengidentifikasikan

barang atau jasa sebuah atau sekelompok penjual dan membedakannya

26

Pandji Anoraga, Manajemen Bisnis, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2004), h. 230 27

Fredy Rangkuti, Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis, (Jakarta: Gramedia

Pustaka Utama, 2007), h. 48

38

dengan para pesaing. Merek mempunyai banyak arti buat konsumen,

yaitu: Sebagai identifikasi untuk membedakan satu produk dengan

produk lainnya; dan sebagai garansi atas kualitas dan kinerja dari

produk yang akan dibeli.28

4. Bauran Pemasaran (Marketing Mix)

Bauran pemasaran adalah gabungan strategi produk, penetapan harga,

promosi, dan distribusi yang digunakan untuk memasarkan produk.29

Dalam

bidang pemasaran, manajemen pemasaran dikelompokkan dalam empat strategi

yang sering dikenal dengan marketing mix atau bauran pemasaran. Strategi-

strategi tersebut adalah strategi product (produk), strategi place (tempat), strategi

price (harga), dan strategi promotion (promosi). Berikut akan digambar strategi

pemasaran yang dimaksud.

a. Strategi Product (produk)

Produk berarti barang dan jasa yang ditawarkan perusahaan kepada

pasar sasaran.30

Pada dasarnya produk yang dibeli konsumen itu dapat

dibedakan atas tiga tingkatan, yaitu:

1) Produk inti (core product), yang merupakan inti atau dasar yang

sesungguhnya dari produk yang ingin diperoleh atau didapatkan

oleh seorang pembeli atau konsumen dari produk tersebut.

2) Produk formal (formal product), yang merupakan bentuk, model,

kualitas/mutu, merek dan kemasan yang menyertai produk

tersebut.

3) Produk tambahan (augemented product) adalah tambahan produk

formal dengan berbagai jasa yang menyertainya, seperti

28

Ibid., h. 48-49 29

Ricky W. Grifin dan Ronald J. Ebert, Business Eight Edition, Alih Bahasa Sita

Wardhani, Bisnis Edisi Kedelapan, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2006), h. 280 30

Philip Kotler dan Gary Armstrong, Op.cit, h. 216

39

pemasangan (instalasi), pelayanan, pemeliharaan, dan pengangkut-

an secara cuma-cuma.

b. Strategi Place (Tempat)

Tempat meliputi kegiatan perusahaan yang membuat produk

tersedia bagi pelanggan sasaran.31

Sedangkan menurut Kasmir

dijelaskan bahwa saluran distribusi adalah suatu jaringan dari

organisasi dan fungsi-fungsi yang menghubungkan produsen kepada

konsumen akhir.32

Selain itu dapat dikemukakan bahwa saluran distribusi adalah

satuan atau sejumlah lembaga pemasaran dari agen pendukung secara

bersama mereka memindahkan hak dan menyerahkan barang dari titik

produksi hingga ke titik penjualan akhir (konsumen).

Penentuan lokasi dan distribusi serta sarana dan prasarana

pendukung menjadi sangat penting, hal ini disebabkan agar konsumen

mudah menjangkau setiap lokasi yang ada serta mendistribusikan

barang atau jasa. Demikian pula sarana dan prasarana harus

memberikan rasa yang aman dan nyaman kepada seluruh

konsumennya.33

c. Strategi Price (harga)

Penetapan harga adalah proses menentukan berapa yang akan

diterima perusahaan dalam penjualan produknya. Strategi harga rendah

dan strategi harga tinggi dapat menjadi efektif pada situasi yang

31

Ibid., h. 63 32

Kasmir, Manajemen Perbankan, (Jakarta: Raja Grafindo, 2000), h. 186 33

Ibid., h. 112

40

berbeda. Harga rendah misalnya, umumnya menyebabkan voleme

penjualan yang lebih besar. Harga tinggi biasanya membatasi ukuran

pasar tetapi meningkatkan laba per unit. Harga tinggi juga dapat

menarik konsumen karena mengisyaratkan bahwa produk memiliki

kualitas yang sangat tinggi. Keputusan penetapan harga juga

dipengaruhi oleh kebutuhan untuk dapat tetap bertahan dalam pasar

yang bersaing, melalui kepedulian sosial dan etika, dan bahkan melalui

citra korporasi.34

d. Strategi Promotion (promosi)

Promosi adalah salah satu bagian dari bauran pemasaran yang

besar peranannya. Promosi merupakan suatu ungkapan dalam arti luas

tentang kegiatan-kegiatan yang secara aktif dilakukan oleh penjual

untuk mendorong konsumen membeli produk yang ditawarkan. Tujuan

akhir segala promosi adalah meningkatkan penjualan. Selain itu, para

tenaga pemasaran dapat menggunakan promosi untuk: penyampaian

informasi; memposisikan produk; nilai tambah; dan mengendalikan

volume penjualan.35

Dalam strategi pemasaran perusahaan jasa memusatkan perhatian

pada pelanggan dan karyawan. Perusahaan jasa memahami rantai laba

jasa, yang menghubungkan laba perusahaan jasa dengan karyawan dan

kepuasan pelanggan. Strategi pemasaran jasa meliputi pemasaran

eksternal, pemasaran internal, dan pemasaran interaktif.36

34

Ricky W. Grifin dan Ronald J. Ebert, Op. cit, h. 319 35

Ibid., h. 365 36

Philip Kotler dan Gary Armstrong, Op.cit, h. 294

41

Pemasaran eksternal yang dimaksud di sini adalah meliputi

Product, Price, Place, dan Promotion. Sementara pemasaran internal

berarti bahwa perusahaan jasa harus mengorientasikan dan memotivasi

karyawannya yang berhubungan dengan pelanggan dan mendukung

orang-orang pelayanan untuk bekerja sebagai satu tim untuk

memberikan kepuasan pelanggan. Pemasaran internal harus

mendahului pemasaran eksternal. Sedangkan pemasaran interaktif

berarti bahwa kualitas jasa sangat bergantung pada kualitas interaksi

pembeli-penjual selama transaksi jasa.

Berikut tujuh unsur aktif terpenting yang biasa digodok untuk

perpaduan pemasaran dalam pasar jasa-jasa yaitu: desain produk / jasa-

jasa dan kemasan; desain perusahaan/ cabang; penetapan harga;

penjualan; komunikasi pemasaran; hubungan masyarakat; dan

merchandising.37

B. Tinjauan Umum Pemasaran Islami

1. Pengertian Pemasaran Islami

Menurut Bukhari Alma dan Donni Juni Priansa, pemasaran islami adalah

sebuah disiplin bisnis strategis yang mengarahkan proses penciptaan, penawaran,

dan perubahan values dari satu inisiator kepada stakeholders-nya, yang dalam

keseluruhan prosesnya sesuai dengan akad serta prinsip-prinsip al-Qur’an dan

hadis.38 Menurut Kertajaya sebagaimana dikutip Bukhari Alma dan Donni Juni

Priansa, bahwa secara umum pemasaran islami adalah strategi bisnis, yang harus

37

Colin McIver dan Geoffrey Naylor, Marketing Faninancial Services, Alih Bahasa Drs.

A. Hasymi Ali, Pemasaran Jasa-Jasa Keuangan, Cet. Ke-6, (Jakarta: Bina Aksara, 2004), h. 83 38

Bukhari Alma dan Donni Juni Priansa, Manajemen Bisnis Syariah: Menanamkan Nilai

dan Praktis Syariah dalam Bisnis Kontemporer, (Bandung: Alfabeta, 2009), h. 340

42

memayungi seluruh aktivitas dalam sebuah perusahaan, meliputi seluruh proses,

menciptakan, menawarkan, pertukaran nilai, dari seorang produsen, atau satu

perusahaan, atau perorangan, yang sesuai dengan ajaran Islam.39

Pentingnya pasar dalam Islam tidak terlepas dari fungsi pasar sebagai

wadah bagi berlangsungnya kegiatan jual beli.40

Keberadaan pasar yang terbuka

memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk ambil bagian dalam menentukan

harga, sehingga harga ditentukan oleh kemampuan riil masyarakat dalam

mengoptimalisasikan faktor produksi yang ada di dalamnya.41

Konsep Islam

memahami bahwa pasar dapat berperan efektif dalam kehidupan ekonomi bila

prinsip persaingan bebas dapat berlaku secara efektif.42

Pasar syari’ah adalah pasar yang emosional (emotional market) dimana

orang tertarik karena alasan keagamaan bukan karena keuntungan financial

semata, tidak ada yang bertentangan dengan prinsip-prinsip muamalah ia

mengandung nilai-nilai ibadah, sebagaimana firman Allah SWT. dalam surat al-

An’am ayat 162, yaitu:

Artinya: Katakanlah: Sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku

dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. (Qs. Al-An’am: 162).

Dalam Syari’ah marketing, bisnis yang disertai keikhlasan semata-mata

hanya untuk mencari ridha Allah, maka bentuk transaksinya insyaallah menjadi

39

Ibid., h. 343 40

Sukarno Wibowo dan Dedi Supriadi, Ekonomi Mikro Islam, (Bandung: Pustaka Setia,

2013), h. 201 41

Heri Sudarsono, Konsep Ekonomi Islam Suatu Pengantar, (Yogyakarta: UII, 2008), h.

229 42

Mustafa Edwin Nasution, et. al., Pengenalan Ekslusif Ekonomi Islam, (Jakarta: Prenada

Media Group, 2014), h. 160

43

nilai ibadah dihadapan Allah SWT.43

Ada beberapa sifat yang membuat Nabi

Muhammad berhasil dalam melakukan bisnis yaitu:

a. Shiddiq (jujur atau benar) dalam berdagang Nabi Muhammad selalu

dikenal sebagai seorang pemasar yang jujur dan benar dalam

menginformasikan produknya.

b. Amanah (dapat dipercaya) saat menjadi pedagang Nabi Muhammad

selalu mengembalikan hak milik atasannya, baik itu berupa hasil

penjualan maupun atau sisa barang.

c. Fathanah (cerdas) dalam hal ini pemimpin yang mampu memahami,

menghayati, dan mengenal tugas dan tanggung jawab bisnisnya

dengan sangat baik.

d. Tabligh (komunikatif) jika seorang pemasar harus mampu

menyampaikan keunggulan-keunggulan produk dengan menarik dan

tetap sasaran tanpa meninggalkan kejujuran dan kebenaran.

2. Prinsip, Karakteristik, dan Praktik Pemasaran Nabi Muhammad Saw

Tanpa memperhatikan intensitas persaingan, perusahaan harus bersaing

secara etis. Etika pemasaran merujuk pada prinsip atau nilai-nilai moral secara

umum yang mengatur perilaku seseorang atau sekelompok. Standar-standar

hukum mungkin tidak selalu etis atau sebaliknya, standar-standar etika belum

tentu sesuai dengan standar hukum, karena hukum merupakan nilai-nilai dan

standar-standar yang dapat dilaksanakan oleh pengadilan. Etika terdiri dari nilai-

nilai dan prinsip-prinsip moral seseorang bukan perintah-perintah sosial.

Prinsip-prinsip pemasaran islami menurut Abdullah Gymnastiar dan

Hermawan Kertajaya,44

adalah sebagai berikut:

a. Berlaku adil

Pada dasarnya kompetitor akan memperbesar pasar, sebab tanpa

kompetitor industri tidak dapat berkembang dan kompetitor ini perlu

diikuti mana yang bagus dan mana yang jelek, dimana kompetitor

yang bagus perlu ditiru.

43

Muhammad Syakir, Op.cit., h. xxviii 44

Abdullah Gymnasiar dan Hermawan Kertajaya, Berbisnis dengan Hati, (Jakarta: Mark

Plus & CO, 2004), h. 46

44

b. Tanggap terhadap perubahan

Selalu ada perubahan dalam kegiatan perindustrian, sehingga langkah

bisnis akan terus berubah untuk menyesuaikan dengan pasar.

Kompetisi yang semakin sengit tidak dapat dihindari, arus globalisasi

dan teknologi akan membuat pelanggan semakin pintar dan selektif

sehingga jika kita tidak sensitif terhadap perubahan maka kita akan

kehilangan pelanggan.

c. Berbuat yang terbaik dari sisi produk dan harga

Dalam konsep pemasaran islami, tidak diperbolehkan menjual barang

jelek dengan harga yang tinggi, hal ini dikarenakan pemasaran islami

adalah pemasaran yang fair dimana harga sesuai dengan barang/

produk.

d. Rela sama rela dan adanya hak khiyar pada pembeli

Pada prinsip ini, marketer yang mendapatkan pelanggan haruslah

memelihara hubungan yang baik dengan mereka. Dan dipastikan

pelanggan puas terhadap pelayanan yang diberikan, sehingga

pelanggan menjadi lebih royal. Dengan arti lain keep the costumer,

namun keep the costumer saja tidaklah cukup, perlu pula grow the

costumer, yaitu value yang diberikan kepada pelanggan perlu

ditingkatkan sehingga dengan bertambahnya pelayanan, pelanggan

juga akan mengikuti pertambahan tersebut.

e. Tidak curang

Dalam pemasaran islami tadlis sangatlah dilarang, seperti penipuan

menyangkut kuantitas, kualitas, dan waktu penyerahan barang dan

harga.

f. Berorientasi pada kualitas

Tugas seorang marketer adalah selalu meningkatkan QCD agar tidak

kehilangan pelanggan. QCD yang dimaksud adalah quality, cost, dan

delivery.

Kemudian menurut Abdullah Amrin, prinsip-prinsip pemasaran islami45

adalah: Ikhtiar, Manfaat, Amanah/ tanggungjawab, Nasihat, Keadilan,

Transparan/ keterbukaan, Kejujuran, Ikhlas/ tulus. Kertajaya yang dikutip oleh

Bukhari Alma dan Donni Juni Priansa menyatakan bahwa karakteristik pemasaran

islami terdiri dari beberapa unsur yaitu ketuhanan, etis, realistis, dan humanistis.46

Muhammad dalam bukunya “Etika Bisnis Islami” bahwa Etika pemasaran dalam

45

Abdullah Amrin, Asuransi Syari’ah, (Jakarta: Media Komputindo, 2006), h. 200 46

Bukhari Alma dan Donni Juni Priansa, Op.cit., h. 350

45

konteks produk meliputi: Produk yang halal dan thoyyib; Produk yang berguna

dan dibutuhkan; Produk yang berpotensi ekonomi atau benefit; Produk yang

bernilai tambah yang tinggi; Dalam jumlah yang berskala ekonomi dan social;

Produk yang dapat memuaskan masyarakat.47

Bukhari Alma dan Donni Juni Priansa lebih lanjut menyatakan bahwa

praktik pemasaran Nabi Muhammad Saw,48

antara lain sebagai berikut:

a) Segmentasi dan Targeting

Segmentasi dan targeting dipraktikkan Nabi Muhammad Saw tatkala

ia berdagang ke negara Syam, Yaman, Bahrain. Muhammad mengenal

betul barang apa yang disenangi oleh penduduk dan diserap oleh pasar

setempat. Setelah mengenal target pasarnya (targeting), Nabi

Muhammad Saw menyiapkan barang-barang dagangan yang dibawa ke

daerah tersebut.

Nabi Muhammad Saw betul-betul profesional dan memahami dengan

baik segmentasi dan targeting sehingga sangat menyenangkan hati

Khadijah, yang saat itu berperan sebagai bosnya. Barang-barang yang

diperdagangkan Muhammad selalu cepat terjual, karena memang

sesuai dengan segmen dan target pasarnya (targeting).

b) Positioning

Positioning berarti bagaimana membuat barang yang kita hasilkan atau

kita jual memiliki keunggulan, disenangi, dan melekat di hati

pelanggan dan bisa melekat dalam jangka waktu yang lama.

Positioning berhubungan dengan apa yang ada di benak pelanggan,

berhubungan dengan persepsi, di mana persepsi tersebut akan melekat

dalam waktu yang lama.

Positioning Nabi Muhammad Saw yang sangat mengesankan dan tidak

terlupakan oleh pelanggan merupakan kunci kenapa Muhammad

menjadi pebisnis yang sukses. Beliau menjual barang-barang asli yang

memang original serta sesuai dengan kebutuhan dan keinginan

pelanggan. Tidak pernah terjadi pertengkaran atau klaim dari pihak

pelanggan bahwa pelayanan dan produk yang dijual Muhammad

mengecewakan.

c) Bauran Pemasaran (Marketing Mix)

Ini adalah suatu strategi pemasaran untuk melayani pelanggan dengan

cara memuaskannya melalui product, price, place, dan promotion (4P).

47

Muhammad, Etika Bisnis Islami, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2001), h. 101 48

Bukhari Alma dan Donni Juni Priansa, Op.cit., h. 358-361

46

1) Produk (Product)

Berarti menawarkan produk yang terjamin kualitasnya. Produk

yang dijual harus sesuai dengan selera serta memenuhi kebutuhan

dan keinginan pelanggan. Muhammad dalam praktik elemen

produk selalu menjelaskan kualitas barang yang dijualnya. Kualitas

produk yang dipesan oleh pelanggan selalu sesuai dengan barang

yang diserahkan. Seandainya terjadi ketidakcocokan, beliau

mengajarkan, bahwa pada pelanggan ada hak khiyar, dengan cara

membatalkan jual beli, seandainya terdapat segala sesuatu yang

tidak cocok.

2) Harga (Price)

Penetapan harga ini tidak mementingkan keinginan pedagang

sendiri, tapi juga harus mempertimbangkan kemampuan daya beli

masyarakat. Pada ekonomi Barat, ada taktik menetapkan harga

setinggi-tingginya yang disebut "skimming price". Dalam ajaran

syariah tidak dibenarkan mengambil keuntungan sebesar-besarnya,

tapi harus dalam batas-batas kelayakan. Dan tidak boleh

melakukan perang harga dengan niat menjatuhkan pesaing, tapi

bersainglah secara fair, bikin keunggulan dengan tampil beda

dalam, kualitas dan layanan yang diberikan.

3) Lokasi/Distribusi (Place)

Perusahaan memilih saluran distribusi atau menetapkan tempat

untuk kegiatan bisnis. Dalam perspektif Barat, para penyalur

produk berada di bawah pengaruh produsen, atau bahkan

sebaliknya para penyalur dapat melakukan tekanan-tekanan yang

mengikat kaum produsen, sehingga produsen tidak bisa lepas dari

ikatan penyalur.

Nabi Muhammad Saw melarang orang-orang atau perantara

memotong jalur distribusi dengan melakukan pencegatan terhadap

pedagang dari desa yang ingin menjual barangnya ke kota. Mereka

dicegah di pinggir kota dan mengatakan bahwa harga barang

bawaan mereka sekarang harganya jatuh, dan lebih baik barang itu

dijual kepada mereka yang mencegah. Hal ini sangat dilarang oleh

Nabi Muhammad Saw.

4) Promosi (Promotion)

Banyak pelaku bisnis menggunakan teknik promosi dengan

memujimuji barangnya setinggi langit dan tidak segan-segan

mendiskreditkan produk saingan. Bahkan ada kejadian, produk

pesaing dipalsukan kemudian dilepas ke pasar sehingga pesaingnya

memperoleh citra tidak baik dari masyarakat. Tidak boleh

mengatakan bahwa modal barang ini mahal jadi harganya tinggi,

dan sudah banyak orang yang membeli produk ini, tapi

kenyataannya tidak.

47

Untuk melariskan jual belinya, pedagang tidak segan-segan

melakukan sumpah palsu, padahal hal tersebut merusak. Juga tidak

dibenarkan, para penjual main mata dengan teman-temannya agar

pura-pura berminat dengan barang yang dijual dan membelinya

dengan harga mahal sesuai dengan harga yang diminta oleh

penjual. Ini disebut najasi, praktik ini sangat dilarang oleh Nabi

Muhammad Saw.

d) Konsep Produk

Konsep produk pada pemasaran Islami yang dilakukan oleh Nabi

Muhammad Saw selalu menjelaskan dengan baik kepada pembeli akan

kelebihan dan kekurangan produk yang dijualnya, sebagaimana sabda

beliau, yaitu:

Artinya: Dari Abdullah bin al-Harits ia berkata: “Saya mendengar

Hakim bin Hizam r.a dari Nabi Saw beliau bersabda: penjual dan

pembeli boleh melakukan khiyar selama mereka berdua belum

berpisah. Apabila mereka berdua diberi keberkahan di dalam jual beli

mereka, dan apabila mereka berdua berbohong dan merahasiakan,

maka dihapuslah keberkahan jual beli mereka berdua. (H.R al-

Bukhari).49

Kejujuran adalah kunci utama dalam perniagaan Nabi Muhammad,

kejujuran adalah cara yang termurah walaupun sulit dan langka

ditemukan sekarang. Jika kita menjual produk dengan segala kelebihan

dan kekuranganya kita ungkapkan secara jelas, maka yakin produk itu

49

Abu Abdullah Muhammad bin Ismail al-Bukhori, Ensiklopedia Hadits Kitabussittah

Sunan al-Bukhori, Jilid 1, (Jakarta: Penerbit Almahira, 2011), Juz 1, h. 571

48

akan terjual dan juga akan dipercayai oleh konsumen kita. Dan mereka

tidak akan meninggalkan kita karena merasa tidak dibohongi dengan

ucapan kita.

e) Konsep Harga

Strategi harga yang digunakan Nabi Muhammad Saw berdasarkan

prinsip suka sama suka. Dalam surat an-Nisaa ayat 29:

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling

memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan

jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara

kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah

adalah Maha Penyayang kepadamu. (Qs. An-Nisa: 29).

Tidak diperbolehkannya pembatasan harga komoditi dimasa

Muhammad Saw merupakan cerminan pemikiran yang mewakili

konsep pricing. Muhammad Saw dalam (HR. Bhukori, dari Abdullah

bin Umar Ra.) bersabda: “Janganlah kamu menjual menyaingi

penjualan saudaramu”. Konsep persaingan yang sehat dalam

menentukan harga sudah ditekankan oleh Muhammad Saw.

Islam memberikan kebebasan pasar, dan menyerahkannya kepada

hukum naluri yang kiranya dapat melaksanakan fungsinya selaras

dengan penawaran dan permintaan. Justru itu kita lihat Rasulullah

Saw. ketika sedang naiknya harga, beliau diminta oleh orang banyak

49

supaya menentukan harga, maka jawab Rasulullah Saw: “Allah lah

yang menentukan harga, yang mencabut, yang meluaskan dan yang

memberi rezeki. Saya mengharap ingin bertemu Allah sedang tidak

ada seorang pun di antara kamu yang meminta saya upaya berbuat

zalim baik terhadap darah maupun harta benda”. (Riwayat Ahmad,

Abu Daud, Tarmizi, Ibnu Majah, ad-Darimi dan Abu Ya'la).50

f) Konsep Promosi

Islam memaknai marketing sebagai dakwah, karena pada dasarnya

dakwah ini adalah menjual dan mempromosikan nilai Islam yang kita

yakini kebenarannya. Dalam berdakwah ini akan berurusan dalam

penjualan produk yang sudah Allah SWT. berikan kepada kita melalui

Nabi Muhammad. Oleh karena itu dalam prosesi marketing ini perlu

memperhatikan beberapa hal, yaitu: Konten; Sasaran/ segmentasi

pasar; Pengemasan; Pemasaran/ promosi; dan Closing/transaksi/

kesepakatan. Lebih lanjut Muhammad Saw menekankan agar tidak

melakukan sumpah palsu. Dinamakan bersumpah palsu menurut

Beliau adalah usaha yang dilakukan untuk melariskan barang

dagangannya lagi berusaha dengan cara yang tercela.51

Hal ini

sebagaimana firman Allah SWT. dalam surat al-Syuara ayat 181:

50

Thorik Gunara dan Utus Hardiono, Marketing Muhammad, (Bandung: Madania Prima,

2007), h.. 58 51

Ibid., h. 59

50

Artinya: Sempurnakanlah takaran dan janganlah kamu termasuk

orang- orang yang merugikan;(Qs. As-Syuara: 181).

Tidak dibolehkannya pedagang melakukan pencampuran antara barang

yang berkualitas baik dengan yang tidak baik. Harga yang ditetapkan

pedagang, adakalanya terkandung unsure penipuan, ada yang di sadari

dan ada pula yang tidak disadari, misalnya, harga yang ditetapkan

berdasarkan negosiasi (tawar menawar), biasanya ditentukan oleh

keahlian pelanggan dalam menawar, bisa jadi harga berbeda untuk

barang yang sama, tempat yang sama. Apabila pelanggan bertemu satu

sama lain, dengan membeli barang yang sama, tetapi harga berbeda.

Pelanggan dengan harga tinggi merasa tertipu. Hal itu tidak

diperbolehkan dalam Islam

g) Konsep Distribusi

Banyak kecenderungan yang ada pada masa Muhammad Saw dalam

pemasaran, salah satunya yaitu memotong jalur distribusi. Nabi

Muhammad Saw melarang mencegat (menyongsong) pedagang

(sebelum tiba di pasar), dan melarang orang kota membeli dagangan

orang desa. Inti dari pelarangan tersebut adalah untuk menghindarkan

adanya tengkulak perantara).

Pemotongan yang dilakukan secara resmi dapat merugikan beberapa

pihak. Misalnya, kita pergi ke pasar besar, lalu membeli langsung

sayuran pada petani yang baru datang dengan dagangannya. Di sini

kita memotong jalur distribusi petani, hal ini jelas merugikan pedagang

51

kios yang seharusnya menjadi pembeli hasil petani. Kita memang

mendapatkan barang yang kita inginkan dengan harga yang lebih

murah tetapi yang kita lakukan telah merugikan orang lain. Ini yang

perlu kita hindari sebagai umat Islam.52

Dalam hal ini ingin ditekankan oleh Muhammad Saw adalah bahwa

sebuah proses distribusi harus sesuai dengan peraturan yang telah

disepakati bersama dan tidak ada pihak yang dirugikan baik dari pihak

produsen, distributor, agen, penjual eceran dan konsumen.

C. Kesejahteraan Masyarakat dalam Pandangan Ekonomi Islam

1. Pengertian Kesejahteraan

Sejahtera sebagaimana telah dikemukakan dalam kamus besar Bahasa

Indonesia adalah aman, sentosa, damai, makmur dan selamat (terlepas) dari segala

macam gangguan, kesukaran dan sebagainnya.53

Kesejahteraan dapat diartikan

perasaan hidup yang setingkat lebih tinggi dari kebahagian. Orang merasa

hidupnya sejahtera apabila ia merasa senang, tidak kurang suatu apa dalam batas

yang mungkin dicapainya, jiwanya tentram lahir dan batin terpelihara, ia

merasakan keadilan dalam hidupnya, ia terlepas dari kemiskinan yang menyiksa

dan bahaya kemiskinan yang mengancam.54

Konsep kesejahteraan, kapitalisme memaknai kesejahteraan sebagai suatu

keadaan yang membahagiakan setiap individu. Kebebasan individu adalah

merupakan tujuan utama, yaitu kebebasan politik, kebebasan ekonomi, kebebasan

52

Ibid., h. 64 53

W. J. S Poerwardarimta, Pengertian Kesejahteraan Manusia, (Bandung, Mizan, 1996),

h. 126 54

Anwar Abbas, Bung Hatta dan Ekonomi Islam, (Jakarta, Multi Pressindo, 2008), h. 166

52

berfikir, dan kebebasan personal. Kesejahteraan masyarakat akan tercapai dengan

sendirinya jika kebebasan dan kesejahteraan individu dapat terjamin. Pada sudut

lain, sosialis mememaknai kesejahteraan sebagai suatu keadaan yang

membahagiakan masyarakat secara kolektif.55

Pengertian kesejahteraan dalam konsep dunia modern adalah sebuah

kondisi dimana seseorang dapat memenuhi kebutuhan pokok, baik kebutuhan

akan makanan, pakaian, tempat tinggal, air minum yang bersih serta kesempatan

untuk melanjutkan pendidikan dan memiliki perkerjaan yang memadai yang dapat

menunjang kualitas hidupnya, sehingga memiliki status sosial yang sama dengan

warga lainnya.

Kesejahteraan dalam Islam diistilahkan dengan al-Falah. Al-Falah secara

bahasa bermakna Zhafarah bima yurid (kemenangan atas apa yang diinginkan),

disebut al-falah artinya menang, keberuntungan dengan mendapatkan kenikmatan

akhirat. Dalam pengertian liberal, falah adalah kemuliaan dan kemenangan, yaitu

kemuliaan dan kemenangan dalam hidup.56

Menurut Syaikh Muhammad Muhyiddin Qaradaghi, secara istilah al-falah

berarti kebahagiaan dan keberuntungan dalam kehidupan dunia dan akhirat.

Dilihat dari segala sisi dan dimensi (komprehensif) dalam seluruh aspek

kehidupan. Istilah falah ini banyak digunakan untuk menggambarkan suatu

keadaan hidup yang sejahtera secara material-spiritualpada kehidupan di dunia

55

Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI), Ekonomi Islam, (Jakarta;

Rajawali Pers, 2009), h. 12 56

Ibid., h. 2

53

dan akhirat dalam bingkai ajaran Islam. Sehingga dalam pengertian sederhana,

Falah adalah kemuliaan dan kemenangan dalam hidup.57

Komitmen Islam yang mendalam terhadap persaudaraan dan keadilan

menyebabkan konsep kesejahteraan (falah) bagi semua umat manusia sebagai

tujuan pokok Islam. Kesejahteraan ini meliputi kepuasan fisik sebab kedamaian

mental dan kebahagiaan hanya dapat dicapai melalui realisasi yang seimbang

antara kebutuhan materi dan rohani dari personalitas manusia. Karena itu,

memaksimumkan output total semata-mata tidak dapat menjadi tujuan dari sebuah

masyarakat muslim. Memaksimalkan output, harus dibarengi dengan menjamin

usaha-usaha yang ditujukan kepada kesehatan rohani yang terletak pada batin

manusia, keadilan, serta permainan yang fair pada semua peringkat interaksi

manusia.58

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, maka falah bisa diartikan sebagai

kebahagiaan, keberuntungan, kesuksesan dan kesejahteraan yang dirasakan oleh

seseorang, baik ia bersifat lahir dan batin, yang bisa ia rasakan di dunia dan

diakhirat kelak. Tidak ada ukuran yang bisa mengukur tingkat kebahagiaan karena

ia bersifat keyakinan dalam diri seseorang.

Pendefinisian Islam tentang kesejahteraan mencangkup dua pengertian,

yaitu59

:

a. Kesejahteraan holistik dan seimbang, yaitu kecukupan materi yang

didukung oleh terpenuhinya kebutuhan spiritual serta mencakup

57

M. B. Hendrie Anto, Pengantar Ekonomika Mikro Islami, (Yogyakarta; Ekonesia,

2003), h. 7, lihat juga dalam Martini Dwi Pusparini, Konsep Kesejahteraan dalam Ekonomi Islam

(Perspektif Maqasid Asy-Syari’ah), Islamic Economics Journal Universitas Islam Indonesia (UII)

Yogyakarta, Volume I Nomor 1, Juni 2015, h. 49 58

M. Umer Chapra, Islam dan Pembangunan Ekonomi, diterjemahkan oleh: Ikhwan

Abidin Basri, (Jakarta; Gema Insani Press, 2000), h. 8 59

Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI), Op.cit., h. 2

54

individu dan sosial. Sosok manusia terdiri atas unsur fisik dan jiwa,

karenanya kebahagiaan haruslah menyeluruh dan seimbang diantara

keduanya. Demikian pula manusia memiliki dimensi individu

sekaligus sosial. Manusia akan merasa bahagia jika terdapat

keseimbangan diantara dirinya dengan lingkungan sosialnya.

b. Kesejahteraan di dunia dan di akhirat, sebab manusia tidak hanya

hidup di alam dunia saja, tetapi juga di alam setelah kematian atau

kemusnahan dunia (akhirat). Kecukupan materi di dunia ditunjukan

dalam rangka untuk memperoleh kecukupan diakhirat. Jika kondisi

ideal ini tidak dapat dicapai maka kesejahteraan diakhirat tentu lebih

diutamakan, sebab ia merupakan suatu kehidupan yang abadi dan lebih

bernilai dibandingkan kehidupan dunia.

Selain itu, kaitannya dengan kehidupan dunia, falah mencakup tiga

pengertian, yaitu kelangsungan hidup, kebebasan berkeinginan, serta kekuatan dan

kehormatan. Sedangkan untuk kehidupan akhirat, falah mencakup pengertian

kelangsungan hidup yang abadi, kesejahteraan abadi, kemuliaan abadi, dan

pengetahuan abadi.60

Menurut perspektif ekonomi Islam, kesejahteraan merupakan terhindar

dari rasa takut terhadap penindasan, kelaparan, dahaga, penyakit, kebodohan,

masa depan diri, sanak saudara, bahkan lingkungan. Hal ini sesuai dengan

kesejahteraan surgawi dapat dilukiskan antar lain dalam peringatan Allah SWT

kepada Adam,61

terdapat dalam al-Qur’an Surat Thahaa ayat 117-119, yang

berbunyi:

60

Ibid., h. 5 61

M. Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an: Tafsir Maudhu’i atas Berbagai Persoalan

Umat, (Bandung, Mizan, 1996), h. 127

55

Artinya: Maka kami berkata: "Hai Adam, Sesungguhnya Ini (iblis) adalah

musuh bagimu dan bagi isterimu, Maka sekali-kali janganlah sampai ia

mengeluarkan kamu berdua dari surga, yang menyebabkan kamu menjadi celaka

(117); Sesungguhnya kamu tidak akan kelaparan di dalamnya dan tidak akan

telanjang (118); Dan Sesungguhnya kamu tidak akan merasa dahaga dan tidak

(pula) akan ditimpa panas matahari di dalamnya" (119). (Qs. Thahaa: 117-119).

Berdasarkan kandungan ayat tersebut di atas, maka dapat dipahami bahwa

ayat tersebut menjelaskan sandang, pangan, dan papan yang diistilahkan dengan

tidak lapar, dahaga, telanjang, dan kepanasan semuannya telah terpenuhi di sana.

Terpenuhinya kebutuhan ini merupakan unsur pertama untuk mensejahterakan

masyarakat.

Idealisasi “kesejahteraan hidup” dalam Islam khususnya, dan agama

samawi pada umumnya, adalah “kehidupan surgawi” yaitu kehidupan disurga

nanti yang selalu digambarkan yaitu: Serba kecukupan pangan yang berkalori dan

bergizi; Kecukupan sandang yang bagus-bagus; Tempat tinggal yang indah dan

nyaman; Lingkungan hidup yang sehat dan segar; Hubungan sosial yang aman,

tentram, dan damai; Dikelilingi pelayan yang terampil dan menggairahkan; dan

Hubungan yang selalu dekat dengan Allah, Tuhan maha pemurah.62

Kunci keberhasilan untuk mencapai kehidupan yang sejahtera dan ideal itu

harus melalui proses yang panjang yaitu:

1) Keimanan yang mantap kepada Allah dan Rasulnya, dan rukun iman

lainnya. Kewajiban beriman kepada Allah itu bertujuan untuk menjadi

pemegang dalam kehidupan dan dapat mengikat perasaan. Dengan

demikian manusia tidak akan menyeleweng ataupun keluar dari jalan

yang benar dalam perjalanan bersama yang lain.

2) Ketekunan melakukan amal-amal shaleh baik amalan yang bersifat

ritual seperti shalat, zakat, puasa dan lain-lain, dan amalan yang

bersifat social seperti, pendidikan, kesehatan, dan masalah-masalah

62

Moh. Thahah Hasan, Islam dalam Perspektif Sosio Kultural, (Jakarta; Lantabora

Press, 2005), h. 161

56

kesejahteraan lainnya, maupun amalan yang bersifat cultural, yang

lebih luas seperti pendayagunaan dan pelestarian budaya alam,

penanggulangan bencana, penelitian dan sebagainya.

3) Kemampuan menangkal diri dari kemaksiatan dan perbuatan yang

merusak kehidupan.63

Gambaran kesejahteraan “kehidupan surgawi” diindentifikasikan sebagai

kebahagiaan akhirat. Tetapi di samping kesejahteraan kehidupan surgawi tersebut.

Islam juga memberikan perintah agar diupayakan terwujudnya kesejahteraan

kehidupan duniawi dengan kunci keberhasilan yang tidak berbeda dengan kunci

keberhasilan untuk kesejahteraan kehidupan surgawi. Orang yang memperlihatkan

dan melaksanakan ajaran-ajaran Islam dengan cermat, akan selalu mengacu pada

perwujudan kemaslahatan manusia, pencapaian-pencapaian maupun kesejahteraan

ukhrawi.

2. Pengertian Kesejahteraan Masyarakat

Kesejahteraan masyarakat adalah ukuran hasil pembangunan masyarakat

dalam mencapai kehidupan yang lebih baik yang meliputi:

a. Meningkatkan kemampuan dan pemerataan distribusi kebutuhan dasar

makanan, perumahan, kesehatan, dan perlindungan.

b. Peningkatan tingkat kehidupan, tingkat pendapatan, pendidikan yang

lebih baik, dan peningkatan atensi terhadap budaya dan nilai-nilai

kemanusiaan.

c. Memperluas skala ekonomi dan ketersediaan pilihan sosial dari

individu dan bangsa.64

Menurut Sudarsono kesejahteraan masyarakat adalah kondisi ekonomi

yang baik karena berlakunya aturan dalam perekonomian yang mengatur aktivitas

dari semua pihak dan pembagian pendapatan masyarakat sebagai hasil kegiatan

63

Ibid., h. 162 64

Rudy Badrudin, Ekonomika Otonomi Daerah, (Yogyakarta: UUP STIM YKPN, 2012),

h. 145

57

ekonomi tersebut.65

Kesejahteraan sosial menurut Undang-undang Nomor 11

Tahun 2009 tentang kesejahteraan sosial pasal 1 ayat 1 adalah sebagai berikut:

“Kesejahteraan Sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual,

dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri,

sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya.66

Kesejahteraan sosial dan individu sebagai saling melengkapi, karena itu

dia mendorong kerja sama, bukannya persaingan dan perlombaan dan

mengembangkan hubungan yang erat antar perorangan. Kebaikan seseorang

dipandang sebagai kebaikan masyarakat dan sebaliknya, kalau masyarakat

makmur, orang-orangnya berkecukupan, dan orang-orangnya makmur,

masyarakat juga makmur.67

Sementara, pemenuhan kebutuhan-kebutuhan spiritual

menghendaki pembangunan moral, pemuasan kebutuhan materi menghendaki

pembanggunan umat manusia dan sumber-sumber daya materi dalam suatu pola

yang merata sehingga semua kebutuhan umat manusia dapat dipenuhi secara utuh

dan terwujud suatu distribusi pendapatan dan kekayaan yang adil. Hal ini tidak

mungkin diwujudkan kecuali apabila tersedia fasilitas untuk melatih untuk

menjadi lebih produktif melalui pengembangan kemampuannya, dan juga

diberikan kesempatan untuk berwirausaha dan berkerja untuk mendapatkan gaji.68

Dalam perspektif Islam, komitmen Islam yang demikian mendalam

terhadap persaudaraan dan keadilan menyebabkan konsep kesejahteraan (falah)

bagi semua umat manusia sabagai suatu tujuan pokok Islam. Kesejahteraan ini

65

Ibid. 66

Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2009 Tentang Kesejahteraan Sosial. 67

Afzalur Rahman, Doktrin Ekonomi Islam Jilid 1, terjemah: Soeroyo, Nastangin,

(Jakarta: Dana Bakti Wakaf, 1995), h. 10 68

Ibid., h. 8

58

meliputi kepuasaan fisik sebab kedamaian mental dan kebahagiaan hanya dapat

dicapai melalui realisasi yang seimbang antara kebutuhan materi dan rohani dari

personalitas manusia.69

Imam Ghazali mendefinisikan aspek dari fungsi kesejahteraan sosialnya

dalam kerangka sebuah hierarki utilitas individu dan sosial yang tripartit meliputi:

kebutuhan pokok (dharuriyat), kesenangan atau kenyamanan (hajiyat), dan

kemewahan (tahsiniyat).70

a) Prioritas utama:

“Ad-Dharuriyyat” ialah kebutuhan pokok, yakni kebutuhan pangan,

sandang, perumahan atau papan dan semua kebutuhan pokok yang

tidak dapat dinilai dari kehidupan minimum. Dharuriyyat merupakan

tujuan yang harus ada dan mendasar bagi penciptaan kesejahteraan di

dunia dan di akhirat, yaitu mencakup terpeliharanya lima elemen dasar

kehidupan yakni jiwa, keyakinan atau agama, akal atau intelektual,

keturunan dan keluarga serta harta benda. Jika tujuan dharuriyyat

diabaikan, maka tidak akan ada kedamaian, yang timbul adalah

kerusakan (fasad) di dunia dan kerugian yang nyata diakhirat.

b) Prioritas kedua:

“Al-Hajiyat” ialah kebutuhan-kebutuhan yang wajar, seperti kebutuhan

penerangan, kebutuhan pendidikan, dan lain sebagainnya. Kebutuhan

sekunder, yakni kebutuhan manusia untuk memudahkan kehidupan,

agar terhindar dari kesulitan. Kebutuhan ini tidak perlu dipenuhi

sebelum kebutuhan primer terpenuhi. Kebutuhan ini pun masih

berkaitan dengan lima tujuan syari’at. Syari’ah bertujuan memudahkan

kehidupan dan menghilangkan kesempitan. Hukum syara’ dalam

kategori ini tidak dimaksudkan untuk memelihara lima hal pokok tadi

melainkan mehilangkan kesempitan dan berhati-hati.

c) Prioritas ketiga:

“Tahsiniyat” atau dapat disebut juga sebagai kesempurnaan yang lebih

berfungsi sebagai kesenangan akhirat dari pada kesenangan hidup.

Kebutuhan pelengkap, yaitu kebutuhan yang dapat menciptakan

kebaikan dan kesejahteraan dalam kehidupan manusia. Pemenuhan

kebutuhan primer dan sekunder serta berkaitan dengan lima tujuan

syari’at. Syari’ah menghendaki kehidupan yang indah dan nyaman di

dalamnya. Dan yang dimaksud syari’ah adalah untuk mencapai

69

M. Umer Chapra, Op.cit., h. 8. 70

Adiwarman A. Karim, Ekonomi Mikro Islam, (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2012),

h. 62

59

pemanfaatan yang lebih baik, keindahan dan simplifikasi dari

dharuriyah dan hajiyah.

Agar kesejahteraan di masyarakat dapat terwujud, pemerintah berperan

dalam mencukupi kebutuhan masyarakat, baik dasar/primer, sekunder (the

need/haji), maupun tersier (the commendable/tahsini), dan pelengkap (the huxury/

kamili). Disebabkan hal tersebut, pemerintah dilarang untuk berhenti pada

pemenuhan kebutuhan dan pelayanan primer masyarakat saja, namun harus

berusaha untuk mencukupi keseluruhan kebutuhan komplemen lainnya, selama

tidak bertentangan dengan syari’ah sehingga tercipta kehidupan masyarakat yang

sejahtara.71

Oleh karena itu, tujuan dari sistem ekonomi Islam tidak bisa terlepas dari

tujuan syari’ah, yang menurut asy-Syatibi adalah untuk meningkatkan

kesejahteraan seluruh manusia, yang terletak pada terlindunginya keimanan (ad-

din), jiwa (an-nafs), akal (al-agl), keturunan (an-nasl), dan kekayaan (al-mal).72

Imam Ghazali berpendapat bahwa yang jelas masuk dalam kategori ad-dharuriyat

yang menjadi prioritas garapan Islam yang menjaga kemaslahatan73

:

Para fuqaha sepakat bahwa kesejahteraan manusia penghapusan kesulitan

adalah tujuan utama syari’ah. Pandangan ini dalam ekonomi Islam memberikan

penjelasan bahwa kesejahteraan dilakukan melalui pemenuhan semua kebutuhan

pokok manusia, penghapusan semua kesulitan dan ketidaknyamanan, serta

meningkatkan kualitas kehidupan secara moral dan material.74

71

Ruslan Abdul Ghofur Noor, Op.cit., h. 89 72

Ibid., h. 66 73

Adiwarman A. Karim, Op.cit., h. 164 74

M. Umer Chapra, Towards A Just Monetary System, Alih Bahasa Ikhwan Abidin Basri,

Sistem Moneter Islam, (Jakarta; Gema Insani Press, 2009), h. 2

60

3. Indikator Kesejahteraan Masyarakat

Kesejahteraan masyarakat dapat diukur dari berbagai indikator, indikator

kesejahteraan merupakan suatu ukuran ketercapaian masyarakat dimana

masyarakat dapat dikatakan sejahtera atau tidak. Berikut beberapa indikator-

indikator kesejahteraan masyarakat menurut beberapa organisasi sosial dan

menurut beberapa ahli. Kesejahteraan masyarakat yang hanya diukur dengan

indikator moneter menunjukan aspek ketidaksempurnaan ukuran kesejahteraan

masyarakat karena adanya kelemahan indicator moneter. Oleh karena itu

Beckerman membedakan indikator masyarakat dalam tiga kelompok yaitu:

a. Kelompok yang berusaha membandingkan tingkat kesejahteraan didua

negara dengan memperbaiki cara perhitungan pendapatan nasional

yang dipelopori Collin Clark, Gilbert dan Kravis.

b. Kelompok yang berusaha menyusun penyesuaian pendapatan

masyarakat yang dibandingkan dengan mempertimbangkan perbedaan

tingkat harga disetiap negara.

c. Kelompok yang berusaha untuk membandingkan tingkat

kesejahteraan setiap negara berdasarkan data yang tidak bersifat

moneter seperti jumlah keadaan bermotor dan konsumsi.75

Gagasan lain untuk menyempurnakan indikator kesejahteraan masyarakat

terus menerus dilakukan hingga muncul gagasan menggunakan Phisical Quality

Of Life Indeks (PQLI) atau Basic Need Approach. PQLI merupakan kesejahteraan

masyarakat yang mempertimbangkan kecukupan sandang, pangan, dan

perumahan. Dalam perkembangannya, indikator kesejahteraan masyarakat PQLI

belum memuaskan karena tingkat pendapatan, kecukupan sandang pangan dan

perumahan belum dapat dijadikan indikator kesejahteraan. Untuk

menyempurnakan PQLI yang belum dapat dijadikan indicator masyarakat, maka

75

Rudy Badrudin, Op.cit., h. 149

61

United Nation Develoment Program (UNDP) mengenalkan formula Human

Develoment Indeks (HDI) atau juga disebut pula Indeks Pembangunan Manusia

(IPM) pada tahun 1990. IPM dapat digunakan untuk mengklasifikasikan apakah

sebuah negara atau daerah merupakan daerah atau negara maju, berkembang, atau

terbelakang dan juga untuk mengukur pengaruh kebijakan ekonomi terhadap

kualitas hidup. Indeks ini pada tahun 1990 dikembangkan oleh pemenang nobel

India Amrtya Send an Mahbub ul Had seorang ekonomi Paskistan dibantu oleh

Gustav Rams dari Yale University dan Lord Megnad Desai dari London School of

Economic.76

Menurut Bappenas, status kesejahteraan dapat diukur berdasarkan proporsi

pengeluaran rumah tangga. Rumah tangga dapat dikategorikan sejahtera apabila

proporsi pengeluaran untuk kebutuhan pokok sebanding atau lebih rendah dari

proporsi pengeluaran untuk kebutuhan bukan pokok. Sebaliknya rumah tangga

dengan proporsi pengeluaran untuk kebutuhan pokok lebih besar dibandingkan

dengan pengeluaran untuk kebutuhan bukan pokok, dapat dikategorikan sebagai

rumah tangga dengan status kesejahteraan yang masih rendah.77

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) ada 14 kriteria untuk menentukan

keluarga atau rumah tangga miskin seperti luas bangunan, jenis lantai, dinding,

fasilitas MCK, sumber penerangan, sumber air minum, jenis bahan bakar untuk

memasak, frekuensi mengkonsumsi daging, susu dan ayam, frekuensi membeli

76

Ibid., h. 149 77

Hendrik, Analisis Pendapatan dan Kesejahteraan Masyarakat Nelayan Danau Pulau

Besar dan Danau Bawah di Kecamatan Dayun Kabupaten Siak Provinsi Riau, Jurnal Perikanan

dan Kelautan, Volume 1, 2011, h. 23, dapat diakses pada https://ejournal.unri.ac.id/index.php/

JPK/article/viewFile/44/39.

62

pakaian dalam setahun, frekuensi makan setiap hari, kemampuan untuk berobat,

luas lahan usaha tani, pendidikan kepala keluarga, dan tabungan atau barang yang

mudah dijual dengan nilai minimal Rp. 500.000,- seperti sepeda motor kredit atau

non-kredit, emas, ternak, kapal motor, atau barang modal lainnya. Jika minimal 9

variabel terpenuhi, maka dikategorikan sebagai rumah tangga miskin atau tidak

sejahtera.78

Badan Pusat Statistik menyebutkan (BPS) tentang latar belakang informasi

mengenai konsep dan istilah yang digunakan dalam statistik kesejahteraan sosial

diantaranya adalah kondisi rumah tangga, luas lantai, daerah perkotaan dan

pedesaan, probabilitas bayi mati sebelum mencapai usia satu tahun, keluhan

masyarakat terhadap kesehatan, imunisasi, pasien rawat inap, status gizi,

narapidana, aksi dan korban kejahatan, mendengarkan radio, membaca Koran atau

surat kabar, serta menonton televisi.

Berdasarkan beberapa gambaran indikator kesejahteraan tersebut di atas,

terdapat indikator kesejahteraan yang meliputi:

1) Tingkat pendapatan

Pendapatan merupakan penghasilan yang diperoleh masyarakat yang

berasal dari pendapatan kepala rumah tangga maupun pendapatan

anggota rumah tangga. Penghasilan tersebut biasanya dialokasikan

untuk konsumsi, kesehatan, maupun pendidikan dan kebutuhan lainnya

yang bersifat material.79

2) Komposisi pengeluaran

Pola konsumsi rumah tangga merupakan salah satu indikator

kesejahteraan rumah tangga atau keluarga. Selama ini berkembang

pengertian bahwa besar kecilnya proporsi pengeluaran untuk

78

Ibid., h. 23 79

Wuradji, Sosiologi Pendidikan, (Jakarta; P2LPTK, 2005). h. 31

63

mengkonsumsi makanan terhadap seluruh pengeluaran rumah tangga

dapat memberikan gambaran kesejahteraan rumah tangga tersebut.

Rumah tangga dan poporsi pengeluaran lebih besar untuk konsumsi

makanan mengindikasikan rumah tangga yang berpenghasilan rendah.

Semakin tinggi tingkat penghasilan rumah tangga, makin kecil

proporsi pengeluaran untuk makanan terhadap seluruh pengeluaran

rumah tangga. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa rumah tangga

atau keluarga akan semakin sejahtera bila presentase pengeluaran

untuk makanan jauh lebih kecil dibandingkan presentase pengeluaran

untuk non makanan.80

Rata-rata pengeluaran rumah tangga dapat

digunakan untuk melihat pola konsumsi dan tingkat kesejahteraan dari

rumah tangga yang bersangkutan.

Dalam perspektif Islam, Yusuf Qardawi81

mengemukakan tentang standar

kecukupan dan kemandirian keluarga muslim, yaitu:

a. Cukup makan yang memenuh nilai standar gizi;

b. Cukup air untuk memasak makanan, pengairan, membersihkan badan,

bersuci dan sebagainya;

c. Cukup sandang yaitu tersedianya pakaian untuk menutupi aurat

menjaga diri dari terik matahari dan udara dingin, serta agar bisa

tampil lebih banyak, termasuk perlu emilki pakaian yang bagus untuk

menghadiri peristiwa tertentu, serta pakaian untuk sholat jumat dan

sholat hari raya;

d. Cukup papan, yaitu tersedianya tempat tinggal yang layak huni, luas

dan lapang terhindar dari kondisi alam, serta merdeka yaitu penghuni

rumah tidak terlihat oleh orang lewat;

e. Cukup uang untuk keperluan hidup berumah tangga;

f. Cukup uang untuk menuntut ilmu dan segala perlengkapannya;

g. Cukup uang untuk pengobatan apabila sakit;

h. Tabungan haji dan umrah.

Kemudian menurut Imam Nawawi sebagaimana dikurip oleh Cahyadi

Takariawan mengatakan bahwa: dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan pokok,

Islam menghendaki agar setiap rumah tangga muslim mampu mencapai kondisi

80

Ibid., h. 42 81

Richard G. Lipsey dkk, Ilmu Ekonomi, (Jakarta: Bina Aksara, 2006), h. 103.

64

standar kecukupan ekonomi dalam berumah tangganya yaitu cukup sandang,

pangan, papan, dan segala kebutuhan tanpa berlebihan.82

Berdasarkan keterangan di atas dapat dipahami bahwa dalam konsep

Yusuf Qardawi dan Imam Nawawi bahwa standar kecukupan dan kemandirian

keluarga muslim ditandai dengan terpenuhinya kebutuhan hidup seperi sandang,

pangan, papan, dan kebutuhan untuk pendidikan, dan dilarang untuk berlebih-

lebihan dalam pemenuhan kebutuhan. Namun demikian, menurut hemat penulis,

standar kecukupan ekonomi bagi sebuah keluarga adalah kesejahteraan keluarga

itu sendiri. Hal ini disebabkan karena sebuah keluarga terlihat cukup secara

ekonomi apabila keluarga tersebut telah hidup sejahtera. Dikatakan sejahtera

apabila seluruh hidup baik jasmani maupun rohani dapat dipenuhi sesuai dengan

tingkat hidup dari masing-masing keluarga itu sendiri.

Untuk mengukur kesejahteraan keluarga, BKKBN (Badan Koordinasi

Keluarga Berencana Nasional) sejak tahun 1994 memperkenalkan kategorisasi

baku yang didasarkan pada kondisi fisik maupun nonfisik dari suatu entitas

keluarga. Ada lima kategori keluarga sejahtera (KS) menurut BKKBN, yaitu KS

tahap Pra Sejahtera, KS Tahap I, KS tahap II, KS tahap III, dan KS tahap III plus.

Pengkategorian tersebut didasarkan pada indikator- indikator yang disusun secara

hierarkis. Hierarki kategori kesejahteraan keluarga tersebut merupakan terjemahan

dari tahapan pembentukan keluarga sejahtera.83

82

Cahyadi Takariawan, Pernak-Pernik Rumah Tangga Islam, Cet. Ke-1, (Solo;

Intermedia, 2001), h. 103. 83

Syalabi, Kesejahteraan dan Indikator Kesejahteraan”, tersedia di

http://syalabi.net.com., hlm. 3-4, diakses pada 21 Desember 2017.

65

Adapun indikator-indikator untuk mengukur taraf keluarga sejahtera

dengan menggunakan acuan BKKBN,84

adalah sebagai berikut:

Keluarga Pra Sejahtera, yaitu:

Keluarga pra sejahtera merupakan keluarga yang belum dapat memenuhi

kebutuhan dasar secara minimal, yaitu kebutuhan pengajaran agama,

sandang, pangan, papan dan kesehatan. Atau keluarga yang belum dapat

memenuhi salah satu atau lebih indikator keluarga sejahtera tahap satu.

Atau dengan kata lain, masyarakat ataupun keluarga yang tidak memenuhi

salah satu dari 6 (enam) indikator Masyarakat Sejahtera I (MS I) atau

indikator “kebutuhan dasar keluarga dan masyarakat” (basic needs).

Keluarga Sejahtera Tahap I, yaitu:

Indikator keluarga sejahtera tahap I yakni melaksanakan ibadah menurut

agama masing-masing yang dianut, makan dua kali sehari atau lebih,

pakaian yang berbeda untuk berbagai keperluan, lantai rumah bukan dari

tanah, bila anggota keluarga sakit berobat kesarana atau petugas kesehatan.

Masyarakat ataupun keluarga dalam hal ini hanya mampu memenuhi 6

(enam) indikator tahapan MS I, tetapi tidak memenuhi salah satu dari 8

(delapan) indikator Masyarakat Sejahtera II atau indikator “kebutuhan

psikologis.

1) Pada umumnya anggota keluarga makan dua kali sehari atau lebih.

2) Anggota keluarga memiliki pakaian yang berbeda untuk di rumah,

bekerja/sekolah dan bepergian.

3) Rumah yang ditempati keluarga mempunyai atap, lantai dan dinding

yang baik.

4) Bila ada anggota keluarga sakit dibawa ke sarana kesehatan.

5) Bila pasangan usia subur ingin ber KB pergi ke sarana pelayanan

kontrasepsi.

6) Semua anak umur 7-15 tahun dalam keluarga bersekolah.

Keluarga Sejahtera Tahap II, yaitu:

1) Anggota keluarga melaksanakan ibadah secara teratur menurut agama

yang dianut masing-masing.

2) Paling kurang sekali seminggu keluarga menyediakan daging atau ikan

atau telur sebagai lauk pauk.

84

Biro Pelaporan dan Statistik, Petunjuk Teknis Pendataan Keluarga Sejahtera, (Jakarta:

BKKBN, 1997), h. 29.

66

3) Seluruh anggota keluarga memperoleh paling kurang 1 stel pakaian

setahun terakhir.

4) Luas lantai rumah paling kurang 8 meter persegi untuk tiap penghuni

rumah.

5) Seluruh anggota keluarga dalam 3 bulan terakhir dalam keadaan sehat

sehingga dapat melaksanakan tugas atau fungsi masing-masing.

6) Paling kurang 1 anggota keluarga usia 15 tahun ke atas mempunyai

penghasilan tetap.

7) Seluruh anggota keluarga yang berumur 10 – 60 tahun bisa baca

tulisan latin.

8) Seluruh anak usia 5 – 15 tahun bersekolah pada saat ini.

9) Bila anak hidup 2 atau lebih, keluarga yang masih berstatus pasangan

usia subur memakai kontrasepsi (kecuali bila sedang hamil)

Keluarga Sejahtera Tahap III, yaitu:

1) Keluarga mempunyai upaya untuk meningkatkan pengetahuan agama.

2) Sebagian dari pendapatan dapat disisihkan untuk tabungan keluarga.

3) Keluarga biasanya makan bersama paling kurang sekali sehari dan

kesempatan itu dimanfaatkan untuk berkomunikasi antaranggota

keluarga.

4) Keluarga biasanya ikut serta dalam kegiatan masyarakat di lingkungan

tempat tinggalnya.

5) Keluarga mengadakan rekreasi bersama/penyegaran di luar rumah

paling kurang satu kali dalam 6 bulan.

6) Keluarga dapat memperoleh berita dari surat kabar atau radio atau

televise atau majalah.

7) Anggota keluarga mampu menggunakan sarana transportasi sesuai

kondisi daerah.

Keluarga Sejahtera Tahap III Plus, yaitu:

1) Keluarga atau anggota keluarga secara teratur (pada waktu tertentu)

dan sukarela memberikan sumbangan bagi kegiatan sosial masyarakat

dalam bentuk materi.

2) Kepala keluarga atau anggota keluarga aktif sebagai pengurus

perkumpulan atau yayasan atau institusi masyarakat.

Adapun keluarga Pra Sejahtera dan Keluarga Sejahtera I termasuk dalam

kategori keluarga tertinggal atau miskin. Karena keluarga pra sejahtera dianggap

belum dapat memenuhi kebutuhan dasarnya secara minimal seperti kebutuhan

akan pengajaran agama, pangan, sandang, papan, dan kesehatan. Sedangkan

67

keluarga sejahtera tahap I adalah keluarga yang sudah dapat memenuhi kebutuhan

sangat mendasar, tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi.

Menurut Sayogyo dalam bukunya yang berjudul Garis Kemiskinan dan

Kebutuhan Minimum Pangan menjelaskan bahwa, tingkat atau standar

kesejahteraan masyarakat, dapat diukur secara absolut dan secara relatif. Tingkat

kesejahteraan secara absolut, diukur berdasarkan pendapatan perkapita per-tahun

yang disertakan dengan nilai beras setempat,85

yaitu:

a. Miskin, apabila pendapatan perkapita per-tahun kurang dari 320 Kg

untuk daerah pedesaan dan 480 Kg untuk daerah perkotaan.

b. Miskin sekali, apabila pendapatan perkapita per-tahun kurang 240 Kg

untuk daerah pedesaan dan 360 Kg untuk daerah perkotaan.

c. Paling miskin, apabila pendapatan perkapita per-tahun kurang 180 Kg

untuk daerah pedesaan dan 270 Kg untuk daerah perkotaan.

Berdasarkan konsep kesejahteraan sosial di atas, terungkap bahwa dalam

rangka pencapaian kesejahteraan sosial yang meliputi kesejahteraan lahir dan

batin, perlu diwujudkan suasana keselamatan, kesusilaan serta ketentraman lahir

dan batin, sehingga masyarakat dapat berusaha untuk mewujudkan kesejahteraan

sendiri.

Dalam perspektif Islam, menurut Imam Al-ghazali kegiatan ekonomi

sudah menjadi bagian dari kewajiban sosial masyarakat yang telah ditetapkan oleh

Allah SWT., jika hal itu tidak dipenuhi, maka kehidupan dunia akan rusak dan

kehidupan umat manusia akan binasa. Selain itu, Al-ghazali juga merumuskan

tiga alasan mengapa seseorang harus melakukan aktivitas ekonomi, yaitu:

Pertama, Untuk memenuhi kebutuhan hidup masing-masing. Kedua, Untuk

85

Sayogyo, Garis Kemiskinan dan Kebutuhan Minimum Pangan, (Yokyakarta: Aditya

Media, 1996), h. 48

68

menciptakan kesejahteraan bagi dirinya dan keluarganya dan Ketiga, Untuk

membantu orang lain yang sedang membutuhkan.86

Tiga kriteria tersebut di atas menunjukkan bahwa kesejahteraan seseorang

akan terpenuhi jika kebutuhan mereka tercukupi, kesejahteraan sendiri

mempunyai beberapa aspek yang menjadi indikatornya, di mana salah satunya

adalah terpenuhinya kebutuhan seseorang yang bersifat materi, kesejahteraan yang

oleh Al-ghazali dikenal dengan istilah (al-mashlahah) yang diharapkan oleh

manusia tidak bisa dipisahkan dengan unsur harta, karena harta merupakan salah

satu unsur utama dalam memenuhi kebutuhan pokok, yaitu sandang, pangan dan

papan.87

Menurut Amirus Sodiq, al-Qur’an telah menyinggung indikator

kesejahteraan dalam Surat Quraisy ayat 3-4, yaitu “Maka hendaklah mereka

menyembah Tuhan (pemilik) rumah ini (Ka’bah), yang telah memberikan

makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka

dari rasa takut”, berdasarkan ayat di atas, maka kita dapat melihat bahwa

indikator kesejahteraan dalam al-Qur’an tiga, yaitu menyembah Tuhan (pemilik)

Ka’bah, menghilangkan lapar dan menghilangkan rasa takut.88

Indikator pertama untuk kesejahteraan adalah ketergantungan penuh

manusia kepada Tuhan pemilik Ka’bah, indikator ini merupakan representasi dari

pembangunan mental, hal ini menunjukkan bahwa jika seluruh indikator

86

Abu Hamid Al-Ghazali, Al Mustashfa Min Ilmi Al Ushul, Vol. 2, (Madinah: Universitas

Islam Madinah, 1991), h. 482. Lihat juga dalam Amirus Sodiq, Konsep Kesejahteraan dalam

Islam, (Jurnal EQUILIBRIUM, Vol. 3, No. 2, Desember 2015), h. 389 87

Adiwarman Azwar Karim, Sejarah Pemikiran ekonomi Islam, (Jakarta: Raja Grafindo

Persada, 2008), h. 318 88

Amirus Sodiq, Op.cit., h. 390

69

kesejahteraan yang berpijak pada aspek materi telah terpenuhi, hal itu tidak

menjamin bahwa pemiliknya akan mengalami kebahagiaan, kita sering mendengar

jika ada orang yang memiliki rumah mewah, kendaraan banyak, harta yang

melimpah namun hatinya selalu gelisah dan tidak pernah tenang bahkan tidak

sedikit yang mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri, padahal seluruh kebutuhan

materinya telah terpenuhi. Karena itulah ketergantungan manusia kepada

Tuhannya yang diaplikasikan dalam penghambaan (ibadah) kepada-Nya secara

ikhlas merupakan indikator utama kesejahteraan (kebahagiaan yang hakiki)

seseorang sebagaimana yang dialami oleh penduduk Bhutan, Negara yang

memiliki indeks kebahagiaan tertinggi dan merupakan negara paling aman di

dunia.

Indikator kedua adalah hilangnya rasa lapar (terpenuhinya kebutuhan

konsumsi), ayat di atas menyebutkan bahwa Dialah Allah yang memberi mereka

makan untuk menghilangkan rasa lapar, statemen tersebut menunjukkan bahwa

dalam ekonomi Islam terpenuhinya kebutuhan konsumsi manusia yang

merupakan salah satu indikator kesejahteraan hendaknya bersifat secukupnya

(hanya untuk menghilangkan rasa lapar) dan tidak boleh berlebih-lebihan apalagi

sampai melakukan penimbunan demi mengeruk kekayaan yang maksimal, terlebih

lagi jika harus menggunakan cara-cara yang dilarang oleh agama, tentu hal ini

tidak sesuai anjuran Allah dalam surat Quraisy di atas, jika hal itu bisa dipenuhi,

maka kita tidak akan menyaksikan adanya korupsi, penipuan, pemerasan, dan

bentuk-bentuk kejahatan lainnya.

Sedangkan indikator yang ketiga adalah hilangnya rasa takut, yang

merupakan representasi dari terciptanya rasa aman, nyaman, dan damai. Jika

70

berbagai macam kriminalitas seperti perampokan, pemerkosaan, pembunuhan,

pencurian, dan kejahatan-kejahatan lain banyak terjadi di tengah masyarakat, hal

itu menunjukkan bahwa masyarakat tidak mendapatkan ketenangan, kenyamanan

dan kedamaian dalam kehidupan, atau dengan kata lain masyarakat belum

mendapatkan kesejahteraan.

Ayat lain yang menjadi rujukan bagi kesejahteraan terdapat dalam al-

Qur’an surat An-nisaa’ ayat 9 yang artinya adalah “Dan hendaklah takut kepada

Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak

yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. oleh sebab

itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucap-

kan perkataan yang benar”.

Berpijak pada ayat di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa kekhawatiran

terhadap generasi yang lemah adalah representasi dari kemiskinan, yang

merupakan lawan dari kesejahteraan, ayat tersebut menganjurkan kepada manusia

untuk menghindari kemiskinan dengan bekerja keras sebagai wujud ikhtiyar dan

bertawakal kepada Allah, sebagaimana hadits Rasulullah Saw. yang diriwayatkan

oleh Al-Baihaqi yang artinya “Sesungguhnya Allah menyukai seseorang yang

melakukan amal perbuatan atau pekerjaan dengan tekun dan sungguh-sungguh

(profesional)”.89

89

Yusuf Qardhawi, Al Iman Wa al Hayah, (Beirut: Muassasah Risalah, 1995), h. 256