bab ii landasan teori a. tinjauan umum strategi pemasaran ...repository.radenintan.ac.id/4425/4/bab...
TRANSCRIPT
25
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Umum Strategi Pemasaran
1. Pengertian Strategi
Kata “strategi” berasal dari bahasa Yunani yaitu “strategas” (stratus:
militer dan Ag: pemimpin) yang berarti “generalship” atau sesuatu yang
dikerjakan oleh para panglima perang dalam membuat rencana untuk
memenangkan perang. Konsep ini relevan pada zaman dahulu yang sering
diwarnai perang dimana panglima perang dibutuhkan untuk memimpin suatu
angkatan.1 Sementara itu, secara konseptual, strategi dapat dipahami sebagai suatu
garis besar haluan dalam bertindak untuk mencapai sasaran yang telah ditentukan.
Dalam rangka pencapaian tujuan organisasi, telah umum diketahui bahwa
istilah strategi semula bersumber dari kalangan militer dan secara populer sering
dinyatakan sebagai "kiat yang digunakan oleh para jenderal untuk memenangkan
suatu peperangan." Dewasa ini istilah strategi sudah digunakan oleh semua jenis
organisasi dan ide-ide pokok yang terdapat dalam pengertian semula tetap
dipertahankan hanya saja aplikasinya disesuaikan dengan jenis organisasi yang
menerapkannya, karena dalam arti yang sesungguhnya, manajemen puncak
memang terlibat dalam satu bentuk "peperangan" tertentu.2
Pendapat lain menyatakan bahwa strategi merupakan istilah yang sering
diidentikkan dengan "taktik" yang secara bahasa dapat diartikan sebagai
"concerning the movement of organisms in respons to external stimulus" (suatu
1 Hendrawan Supratikno, Advanced Strategic manajement: Back to Basic Approach,
(Jakarta: PR. Gravindo Utama, 2003), h. 19 2 Sondang P. Siagaan, Manajemen Stratejik, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), h. 15
26
yang terkait dengan gerakan organisme dalam menjawab stimulus dari luar).3
Strategi juga bisa dipahami sebagai segala cara dan daya untuk menghadapi
sasaran tertentu dalam kondisi tertentu agar memperoleh hasil yang diharapkan
secara maksimal.4
Istilah strategi (strategy), oleh manajer diartikan sebagai rencana skala
besar yang berorientasi jangka panjang untuk berinteraksi dengan lingkungan
yang kompetitif untuk mencapai tujuan perusahaan. Sebuah strategi merupakan
rencana permainan yang akan dilakukan oleh perusahaan. Suatu strategi
mencerminkan kesadaran perusahaan tentang bagaimana, kapan, dan dimana
perusahaan tersebut berkompetisi, akan melawan siapa dalam kompetisi tersebut,
dan untuk tujuan apa suatu perusahaan berkompetisi.5
Strategi dapat didefinisikan paling sedikit dari dua perspektif yang
berbeda: dari perspektif mengenai apa yang akan dilakukan oleh sebuah
organisasi, dan juga dari perspektif mengenai apa yang pada akhirnya dilakukan
oleh sebuah organisasi, apakah tindakannya sejak semula memang sudah
demikian direncanakan atau tidak. Dari perspektif yang pertama, strategi adalah
"program yang luas untuk mendefinisikan dan mencapai tujuan organisasi dan
melaksanakan misinya.
Kata "program" dalam definisi ini menyiratkan adanya peran yang aktif,
yang disadari, dan yang rasional, yang dimainkan oleh manajer dalam
merumuskan strategi perusahaan/ organisasi. Dari perspektif yang kedua, strategi
3 Lewis Mulford Adams, dkk, Websters World University Dictionary, (Washington: D.C.
Publisher Company, Inc, 1965), h. 1019, tersedia dalam https://books.google.com/. 4 M. Arifin, Psikologi Suatu Pengantar, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2008), h. 39
5 John A. Pearce II, Richard B. Robinson, Jr., Manajemen Strategi, (Jakarta: Salemba
Empat, 2014), h. 4
27
adalah "pola tanggapan organisasi yang dilakukan terhadap lingkungannya
sepanjang waktu." Dalam definisi ini, setiap organisasi mempunyai suatu strategi
walaupun tidak harus selalu efektif sekalipun strategi itu tidak pernah dirumuskan
secara eksplisit. Artinya, setiap organisasi mempunyai hubungan dengan
lingkungannya yang dapat diamati dan dijelaskan. Pandangan seperti ini
mencakup organisasi di mana perilaku para manajernya adalah reaktif, artinya
para manajer menanggapi dan menyesuaikan diri dengan lingkungan hanya jika
mereka merasa perlu untuk melakukannya. Pembahasan mengenai strategi dalam
tulisan ini akan menyangkut kedua definisi di atas, namun akan menekankan pada
peran aktif. Perumusan sebuah strategi secara aktif dikenal sebagai perencanaan
strategis (strategic planning), yang fokusnya luas dan umumnya berjangka
panjang.6
Berdasarkan pembahasan di atas kiranya jelas bahwa pada dasarnya yang
dimaksud dengan strategi bagi manajemen organisasi pada umumnya dan
manajemen organisasi bisnis khususnya ialah rencana berskala besar yang
berorientasi jangkauan masa depan yang jauh serta ditetapkan sedemikian rupa
sehingga memungkinkan organisasi berinteraksi secara efektif dengan
lingkungannya dalam kondisi persaingan yang kesemuanya diarahkan pada
optimalisasi pencapaian tujuan dan berbagai sasaran organisasi yang
bersangkutan.7
Steiner dan Milner mengemukakan strategi adalah penetapan misi
perusahaan, penetapan sasaran organisasi dengan meningkatkan kekuatan
6 James A.F. Stoner, Manajemen, Jilid 1, Alih Bahasa, Alfonsus Sirait, (Jakarta:
Erlangga, 1992), h. 139 7 Sondang P. Siagaan, Op.cit., h. 17
28
eksternal dan internal, perumusan kebijakan dan implementasi secara tepat
sehingga tujuan dan sasaran utama organisasi akan tercapai.8 Strategi menurut
Hamdun Hanafi adalah penetapan tujuan jangka panjang yang dasar dari suatu
organisasi dan pemilihan alternatif tindakan dan alokasi sumber daya yang
diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut.9
Suryana dalam bukunya Kewirausahaan mengemukakan bahwa ada 5P
yang memiliki arti sama dengan strategi, yaitu:
a. Strategi adalah perencanaan (plan)
Konsep pemasaran tidak terlepas dari aspek perencanaan, arahan
atau acuan gerak langkah perusahaan untuk mencapai suatu tujuan di
masa depan. Akan tetapi, tidak selamanya strategi adalah perencanaan
ke masa depan yang belum dilaksanakan. Strategi juga menyangkut
segala sesuatu yang telah dilakukan di masa lampau, misalnya pola-
pola perilaku bisnis yang telah dilakukan di masa lampau.
b. Strategi adalah pola (patern)
Strategi yang belum terlaksana dan berorientasi ke masa depan atau
intended strategy dan disebut realized strategy karena telah dilakukan
oleh perusahaan.
c. Strategi adalah posisi (position)
Menempatkan produk tertentu ke pasar tertentu yang dituju.
Strategi ini cenderung melihat ke bawah, yaitu ke satu titik bidik
dimana produk tertentu bertemu dengan pelanggan, dan melihat ke
luar, yaitu meninjau berbagai aspek lingkungan eksternal.
d. Strategi adalah perspektif (perspektive)
Dalam strategi ini lebih ke dalam perspektif melihat ke dalam,
yaitu ke organisasi tersebut.
e. Strategi adalah permainan (play)
Strategi sebagai suatu maneuver tertentu untuk memperdaya lawan
atau pesaing.10
Pada umumnya strategi harus diturunkan dari analisa terhadap tiga elemen,
yaitu: masalah dan peluang, sasaran serta sumber daya dan kompetensi. Strategi
8 Geroge Stainer dan John Milner,Management Strategic, (Jakarta: Erlangga, 2009), h. 70
9 M. Hamdun Hanafi, Manajemen, (Yogyakarta: Unit Penerbit, 2003), h. 136
10 Suryana, Kewirausahaan, (Jakarta: Salemba Empat Patria, 2006), h. 173 -174
29
harus konsisten dengan sasaran, dicapai dengan sumber daya yang ada dan
diperkirakan akan ada, serta memperhitungkan peluang serta ancaman yang
mungkin timbul pada lingkungan.
Strategi perusahaan atau kegiatan usaha adalah rencana jangka panjang
yang dirancang untuk memilih berbagai bisnis yang seharusnya dimasuki oleh
perusahaan. Strategi ini mengidentifikasikan pasar-pasar yang akan dilayani
(mengidentifikasinya dalam bentuk kebutuhan atau pelanggan atau keduanya),
serta lini produk atau jasa yang dihasilkan berdasarkan penilaian terhadap
lingkungan sumberdaya dan sarana yang dimiliki oleh sebuah perusahaan atau
kegiatan usaha yang sedang berjalan.
2. Pengertian Strategi Pemasaran
Pemasaran merupakan kegiatan pokok yang dilakukan oleh sebuah
perusahaan dalam usahanya untuk memperkenalkan dan mengkomunikasikan
produk atau jasa yang mereka tawarkan kepada konsumen guna mencapai tujuan.
Usaha pemasaran yang baik membutuhkan analisis yang mendalam terhadap
konsumen atau kebutuhan konsumen, berhasil tidaknya dalam mencapai tujuan
tersebut tergantng pada strategi yang telah dibuat dan direncanakan oleh
perusahaan. Jadi, pemasaran adalah kegiatan utama dari sebuah perusahaan dalam
memperkenalkan, menawarkan dan mengkomunikasikan produk dan jasanya
kepada konsumen guna mencapai suatu tujuan.
Menurut para ahli pemasaran memiliki beberapa definisi. Diantaranya
menurut Philip Kotler dan Gary Amstrong mendefinikan pemasaran adalah proses
sosial dan manajerial yang di dalamnya individu dan kelompok untuk
30
mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan melalui penciptaan dan
pertukaran produk dan nilai.11
American Marketing Assosiation dalam Buchari menjelaskan “marketing
is the proses of planning and executing the conception, pricing, promotion and
distribution of ideas, goods, services to create exchanges that satisfy individual
and organizational goals” (pemasaran adalah proses merencanakan konsepsi,
harga, promosi dan distribusi ide, barang atau jasa, menciptakan peluang yang
memuaskan individu sesuai dengan tujuan organisasi.12
Hair Lamb dan Mc. Daniel mengungkapkan pemasaran adalah suatu
proses perencanaan dan penjalanan konsep, harga, promosi dan sejumlah ide,
barang, dan jasa untuk menciptakan pertukaran yang mampu memuaskan tujuan
individu dan organisasi.13
Basu Swasta dan Irawan mengemukakan pemasaran
adalah suatu sistem kegiatan-kegiatan yang saling berhubungan ditujukan untuk
merencanakan, menentukan harga, mempromosikan dan mendistribusikan barang
dan jasa kepada pembeli.14
Menurut Stanton sebagaimana dikutip oleh Deliyanti dalam bukunya
Manajemen Pemasaran Modern menjelaskan bahwa pemasaran adalah
keseluruhan sistem yang berhubungan dengan tujuan untuk merencanakan dan
menentukan harga sampai dengan mempromosikan dan mendistribusikan barang
dan jasa yang bisa memuaskan kebutuhan pembeli actual dan potensial.15
Berdasarkan beberapa pendapat dan pemikiran para ahli di atas, maka
dapat disimpulkan bahwa pemasaran adalah sebuah proses sosial dan manajerial
11
Philip Kotler dan G. Amstrong, Principle Of Marketing, Twelfth Edition, Alih Bahasa
Bob Sabran, Prinsip-Prinsip Pemasaran, Edisi ke-12, Jilid I, (Jakarta: Erlanga, 2008), h. 3 12
Buchari Alma, Manajemen Pemasaran dan Pemasaran Jasa, (Bandung: Alfabeta,
2011), h. 5 13
Hair Lamb dan Mc. Daniel, Pemasaran, (Terjemahan) Bahasa Indonesia, (Jakarta:
Salemba Empat, 2009), h. 6 14
Basu Swasta dan Irawan, Manajemen Pemasaran Modern, Edisi ke-2, (Yogyakarta:
Liberty, 2005), h. 5 15
Deliyanti Oentoro, Manajemen Pemasaran Modern, (Yogyakarta: LaksBang Pressindo,
2010), h. 1
31
yang melibatkan kepentingan-kepentingan baik individu atau kelompok dalam
memenuhi kebutuhan dan keinginan melalui pertukaran barang atau jasa kepada
pelanggan dari produsen. Tujuan dari pemasaran adalah untuk memahami
keinginan kebutuhan konsumen agar produk atau jasa sesuai bagi konsumen
sehingga produk atau jasa tersebut dapat terjual atau dapat diterima dengan
sendirinya oleh konsumen.
Sedangkan strategi pemasaran adalah serangkaian tujuan dan sasaran,
kebijakan dan aturan yang memberikan arahan kepada usaha-usaha pemasaran
dari waktu ke waktu, pada masing-masing tingkatan dan acuan serta lokasinya,
terutama sebagai tanggapan perusahaan dalam menghadapi lingkungan dan
keadaan pesaing yang selalu berubah. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh
Philip Kotler dan Armstrong yang menjelaskan bahwa strategi pemasaran dapat
dipahami sebagai logika pemasaran dengan unit usaha berharap dapat mencapai
sasaran pemasarannya.16
Selain itu, strategi pemasaran dapat diartikan sebagai seleksi atas pasar
sasaran, menentukan posisi bersaing dan pengembangan suatu bauran pemasaran
yang efektif untuk mencapai dan melayani klien yang dipilih.17
Sehingga dapat
dipahami strategi pemasaran adalah rencana yang menyeluruh, terpadu dan
menyatu di bidang pemasaran, yang memberikan panduan tentang kegiatan yang
akan dijalankan untuk dapat tercapainya tujuan pemasaran suatu perusahaan.18
Sedangkan menurut Muhammad Syakir, strategi pemasaran merupakan
pernyataan (baik eksplisit maupun implisit) mengenai bagaimana suatu merek
16
Philip Kotler dan G. Amstrong, Op.cit., h. 2-3 17
Philp Kotler dan Paul N. Bloom, Teknik dan Strategi Pemasaran Jasa Profesional,
(Jakarta: Intermedia, 2005), h. 27 18
Sofjan Assauri, Manajemen Pemasaran, (Jakarta: Raja Grafindo, 2007), h. 168-169
32
atau lini produk mencapai tujuannya.19
Pendapat lain menjelaskan bahwa strategi
pemasaran adalah alat yang fundamental yang direncanakan untuk mencapai
tujuan organisasi atau lembaga dengan mengembangkan keunggulan yang
berkesinambungan melalui pasar yang dimasuki dan program-program pemasaran
yang digunakan untuk melayani pasar sasaran tersebut.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka dapat dipahami bahwa
strategi pemasaran adalah serangkaian tujuan dan sasaran, kebijakan dan aturan
yang memberikan arahan kepada usaha-usaha pemasaran dari waktu ke waktu,
pada masing-masing tingkatan dan acuan serta alokasinya, terutama sebagai
tanggapan perusahaan dalam menghadapi lingkungan dan keadaan pesaing yang
selalu berubah. Jadi, dalam strategi pemasaran terdapat dasar tindakan yang
mengarah pada kegiatan pemasaran perusahaan tersebut. Kondisi persaiangan dan
lingkungan yang bisa selalu berubah-ubah dengan harapan dapat tercapainya suatu
tujuan yang diinginkan.
Adapun proses strategi pemasaran yang dilakukan oleh suatu perusahaan
mencakup: Memilih konsumen yang ingin dituju; mengidentifikasi keinginan
konsumen; dan menentukan bauran pemasaran.20 Dengan adanya strategi
pemasaran tersebut maka usaha yang dijalankan harus direncanakan dan
dipersiapkan secara matang agar target yang ingin dituju bisa tercapai, dan strategi
tersebut juga dapat membantu dan mengantisipoasi segala perubahan lingkungan
dan perkembangan yang berlaku di pasar sasaran.
19
Muhammad Syakir, Syari’ah Marketing, (Bandung: Mizan Pustaka, 2006), h. 12 20
Basu Swasta dan Irawan, Op.cit., h. 61
33
3. Jenis-jenis Strategi Pemasaran
Strategi pemasaran yaitu logika pemasaran dimana perusahaan berharap
untuk menciptakan nilai pelanggan dan mencapai hubungan yang
menguntungkan. Perusahaan memutuskan pelanggan mana yang akan dilayaninya
(segmentasi dan penetapan target) dan bagaimana cara perusahaan melayaninya
(diferensiasi dan posisioning). Perusahaan mengenali keseluruhan pasar, lalu
membaginya menjadi segmen-segmen yang lebih kecil, memilih segmen yang
paling menjanjikan, dan memusatkan perhatian pada pelayanan dan pemuasan
pelanggan dalam segmen ini.21
Tujuan utama analisis strategi pemasaran adalah untuk mengetahui
dukungan apa saja yang diperlukan agar pelanggan potensial mau membeli
produk yang ditawarkan. Terutama dalam kondisi persaingan yang sangat ketat
seperti saat ini, pelanggan banyak disuguhi dengan berbagai macam produk
dengan berbagai macam kelebihannya. Semua informasi tersebut datang sangat
cepat, sehingga kondisi ini mengakibatkan para analis strategi pemasaran perlu
mengetahui motivasi dan perilaku pelanggan potensial. Mereka perlu mengetahui
seberapa besar kebutuhan dan keinginan pelanggan. Selain itu, perusahaan perlu
mengetahui apakah terdapat segmen pasar multiple yang menyebabkan pasar
bereaksi secara berbeda-beda terhadap produk yang ditawarkan. Perusahaan jasa
harus mengetahui bagaimana mengidentifikasi segmen pasar yang potensial,
menentukan target pasar, dan melakukan positioning terhadap produk yang akan
ditawarkan kepada pelanggan.22
21
Philip Kotler dan G. Amstrong, Op.cit., h. 58 22
Freddy Rangkuti, Business Plan Teknik Membuat Perencanaan Bisnis dan Analisis
Kasus, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2005), h. 40
34
Dalam strategi pemasaran sebuah perusahaan atau lembaga perlu
menentukan pasar target dan bauran pemasaran yang terkait. Unsur-unsur tersebut
menurut Fredy Rangkuti diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Unsur Strategi Pemasaran
1) Segmentasi pasar, yaitu tindakan mengidentifikasi dan membentuk
kelompok pembeli atau konsumen secara terpisah. Masing-masing
konsumen dibedakan menurut karakteristik kebutuhan produk dan
bauran pemasaran tersendiri. Segmen pasar (market segment)
terdiri dari konsumen yang merespon dengan cara yang sama
terhadap sejumlah usaha pemasaran tertentu. Pasar terdiri dari
banyak tipe pelanggan, produk dan kebutuhan. Oleh karena itu,
pemasar harus menentukan segmen mana yang menawarkan
peluang terbaik. Penentuan segmentasi harus memenuhi syarat,
yaitu dapat diukur dengan jelas besarannya sehingga dapat
diimplementasikan sesuai dengan potensi sumber daya yang
dimilki oleh perusahaan secara keseluruhan.23
2) Targeting, yaitu tindakan memilih satu atau lebih segmen pasar
yang akan dimasuki. Penetapan target pasar melibatkan evaluasi
setiap daya tarik segmen pasar dan memilih satu atau lebih segmen
yang akan dimasuki. Perusahaan harus menargetkan daya tarik
segmen dimana perusahaan dapat menghasilkan nilai pelanggan
terbesar dan mempertahankannya sepanjang waktu.
23
Ibid., h. 45
35
Targeting adalah menentukan segmen pasar mana yang ingin
kita tuju. Strategi untuk menentukan targeting,24
adalah:
Pertama: Undifferentiated Marketing. Pada pasar yang tidak
dibedakan (Undifferentiated), perusahaan melakukan strategi yang
sama untuk seluruh pasar. Dengan demikian produk yang
dihasilkan cenderung bersifat masal, bentuk promosi dilakukan
secara besar-besaran, dan perusahaan memperoleh keuntungan
skala ekonomis karena memproduksi dalam jumlah yang sangat
besar sehingga biaya produksi per unitnya menjadi sangat rendah.
Kedua: Differentiated Marketing. Strategi yang dilakukan
pada pasar yang berbeda-beda (differentiated) adalah sangat
spesifik, tergantung pada segmen pasar yang akan dilayani.
Konsekuensi dari strategi ini pada umumnya adalah masalah biaya
tinggi. Perusahaan harus mengeluarkan biaya untuk memodifikasi
produk, sehingga biaya per unitnya menjadi sangat mahal, serta
harus mengeluarkan biaya promosi yang sangat spesifik dan biaya-
biaya research dan development yang sangat besar.
Ketiga: Concentrated Marketing. Strategi ini diterapkan
apabila perusahaan ingin berfokus pada pasar yang relatif sempit,
tetapi memiliki potensi pasar yang sangat luas. Contohnya adalah
Penerbit Erlangga dengan buku-buku teks untuk dunia pendidikan,
Penerbit Mizan dengan buku-buku spiritual. Strategi terpusat ini
(concentrated) sangat bermanfaat apabila sumber daya yang
dimiliki perusahaan sangat terbatas, dan perusahaan hendak
memperkenalkan produk baru.
Selain itu, dalam targeting ini segmen-segmen yang perlu
dievaluasi adalah: (a). Ukuran dan pertumbuhan segmen,
perusahaan perlu mengevaluasi data mengenai tingkat permintaan
pasar, tingkat pertumbuhan pasar, serta tingkat keuntungan yang
diharapkan dari setiap segmen; (b) Daya tarik segmen, setelah
mengetahui ukuran dan pertumbuhan segmen, perusahaan perlu
mempertimbangkan faktor-faktor yang mempengaruhi daya tarik
jangka panjang setiap segmen; (c) Sasaran dan sumber daya
24
Ibid., h. 46
36
perusahaan, apabila setiap segmen memiliki ukuran dan
pertumbuhan segmen tepat, maka perusahaan perlu menentukan
sasaran dan sumber daya perusahaan. Suatu segmen yang besar dan
menarik mungkin tidak akan berarti apa-apa apabila perusahaan
tidak memiliki sumber daya yang tepat untuk bersaing disegmen
ini.
3) Positioning adalah menetapkan posisi pasar, tujuannya adalah
untuk membangun dan mengkomunikasikan keunggulan bersaing
produk yang ada di pasar ke dalam benak konsumen. Strategi
penentuan posisi pasar terdiri dari: dasar atribut (harga murah atau
harga mahal), menurut kelas pengguna, menurut kelas produk.
Menurut Al Ries dan Jack Trout, positioning adalah suatu cara
untuk menempatkan produk sehingga tertanam dalam benak
pelanggan. Produk yang ingin ditempatkan tersebut tidak berupa
produk fisik, tetapi sifatnya lebih perspektif, sehingga dalam
pikiran pelanggan terisi oleh produk yang ditawarkan. Penempatan
produk tersebut dapat berupa perubahan kemasan (nama produk,
warna produk, ukuran, dan sebagainya). Tujuannya adalah untuk
mempertahankan posisinya dalam benak pelanggan.25
b. Unsur Taktik Persaingan
Menurut Pandji Anoraga dalam karyanya Manajemen Binis
menjelaskan bahwa strategi pemasaran mengandung dua faktor yang
25
Ibid., h. 48
37
terpisah tetapi berhubungan erat, yakni pasar target/ sasaran dan
bauran pemasaran (marketing mix).26
Selain itu, unsur taktik persaingan yaitu sebagai berikut:
1. Differensiasi terkait dengan cara membangun strategi pemasaran di
berbagai aspek perusahaan. Kegiatan membangun strategi
pemasaran inilah yang membedakan differensiasi yang dilakukan
oleh sebuah perusahaan dengan perusahaan lainnya.
2. Bauran pemasaran (marketing mix) mengenai produk, harga,
promosi dan tempat yang lebih dikenal dengan 4 P, yaitu produk,
price, promotion dan place. Untuk lebih jelasnya berikut ini akan
digambar 4P yang dimaksud.
a) Produk, segala sesuatu yang memiliki nilai di pasar sasaran dan
manfaat serta kepuasan dalam bentuk barang dan jasa. Strategi
penentuan produk ini adalah: Penentuan logo atau moto;
menciptakan merek; menciptakan kemasan; keputusan label.
b) Price, salah satu aspek dalam bauran pemasaran yang
memberikan pendapatan bagi perusahaan, harga menjadi satuan
ukur mengenai mutu suatu produk dan harga merupakan unsur
bauran pemasaran yang fleksibel artinya dapat berubah secara
cepat. Tujuan dari penetapan harga adalah: Untuk bertahan
hidup; memaksimalkan laba; memperbesar market-share; mutu
produk; persaingan.
c) Promotion, pemasaran perlu lebih dari sekedar pengembangan
produk, penetapan harga dan membuat produk yang ditawarkan
dapat dijangkau oleh konsumen. Pemberian informasi
mengenai produk atau jasa yang ditawarkan tersebut melalui
kegiatan promosi.
d) Place, merupakan strategi yang erat kaitannya dalam
mendistribusikan barang atau jasa kepada konsumen. Faktor
yang mempengaruhi dalam penentuan distribusi ini adalah:
Pertimbangan pembeli atau faktor pasar; dan faktor produksi
atau pengawasan dan keuangan.27
c. Unsur nilai pemasaran
Merek (brand) adalah nama, cermin, tanda, simbol, desain atau
kombinasi dari semuanya yang ditujukan untuk mengidentifikasikan
barang atau jasa sebuah atau sekelompok penjual dan membedakannya
26
Pandji Anoraga, Manajemen Bisnis, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2004), h. 230 27
Fredy Rangkuti, Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis, (Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama, 2007), h. 48
38
dengan para pesaing. Merek mempunyai banyak arti buat konsumen,
yaitu: Sebagai identifikasi untuk membedakan satu produk dengan
produk lainnya; dan sebagai garansi atas kualitas dan kinerja dari
produk yang akan dibeli.28
4. Bauran Pemasaran (Marketing Mix)
Bauran pemasaran adalah gabungan strategi produk, penetapan harga,
promosi, dan distribusi yang digunakan untuk memasarkan produk.29
Dalam
bidang pemasaran, manajemen pemasaran dikelompokkan dalam empat strategi
yang sering dikenal dengan marketing mix atau bauran pemasaran. Strategi-
strategi tersebut adalah strategi product (produk), strategi place (tempat), strategi
price (harga), dan strategi promotion (promosi). Berikut akan digambar strategi
pemasaran yang dimaksud.
a. Strategi Product (produk)
Produk berarti barang dan jasa yang ditawarkan perusahaan kepada
pasar sasaran.30
Pada dasarnya produk yang dibeli konsumen itu dapat
dibedakan atas tiga tingkatan, yaitu:
1) Produk inti (core product), yang merupakan inti atau dasar yang
sesungguhnya dari produk yang ingin diperoleh atau didapatkan
oleh seorang pembeli atau konsumen dari produk tersebut.
2) Produk formal (formal product), yang merupakan bentuk, model,
kualitas/mutu, merek dan kemasan yang menyertai produk
tersebut.
3) Produk tambahan (augemented product) adalah tambahan produk
formal dengan berbagai jasa yang menyertainya, seperti
28
Ibid., h. 48-49 29
Ricky W. Grifin dan Ronald J. Ebert, Business Eight Edition, Alih Bahasa Sita
Wardhani, Bisnis Edisi Kedelapan, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2006), h. 280 30
Philip Kotler dan Gary Armstrong, Op.cit, h. 216
39
pemasangan (instalasi), pelayanan, pemeliharaan, dan pengangkut-
an secara cuma-cuma.
b. Strategi Place (Tempat)
Tempat meliputi kegiatan perusahaan yang membuat produk
tersedia bagi pelanggan sasaran.31
Sedangkan menurut Kasmir
dijelaskan bahwa saluran distribusi adalah suatu jaringan dari
organisasi dan fungsi-fungsi yang menghubungkan produsen kepada
konsumen akhir.32
Selain itu dapat dikemukakan bahwa saluran distribusi adalah
satuan atau sejumlah lembaga pemasaran dari agen pendukung secara
bersama mereka memindahkan hak dan menyerahkan barang dari titik
produksi hingga ke titik penjualan akhir (konsumen).
Penentuan lokasi dan distribusi serta sarana dan prasarana
pendukung menjadi sangat penting, hal ini disebabkan agar konsumen
mudah menjangkau setiap lokasi yang ada serta mendistribusikan
barang atau jasa. Demikian pula sarana dan prasarana harus
memberikan rasa yang aman dan nyaman kepada seluruh
konsumennya.33
c. Strategi Price (harga)
Penetapan harga adalah proses menentukan berapa yang akan
diterima perusahaan dalam penjualan produknya. Strategi harga rendah
dan strategi harga tinggi dapat menjadi efektif pada situasi yang
31
Ibid., h. 63 32
Kasmir, Manajemen Perbankan, (Jakarta: Raja Grafindo, 2000), h. 186 33
Ibid., h. 112
40
berbeda. Harga rendah misalnya, umumnya menyebabkan voleme
penjualan yang lebih besar. Harga tinggi biasanya membatasi ukuran
pasar tetapi meningkatkan laba per unit. Harga tinggi juga dapat
menarik konsumen karena mengisyaratkan bahwa produk memiliki
kualitas yang sangat tinggi. Keputusan penetapan harga juga
dipengaruhi oleh kebutuhan untuk dapat tetap bertahan dalam pasar
yang bersaing, melalui kepedulian sosial dan etika, dan bahkan melalui
citra korporasi.34
d. Strategi Promotion (promosi)
Promosi adalah salah satu bagian dari bauran pemasaran yang
besar peranannya. Promosi merupakan suatu ungkapan dalam arti luas
tentang kegiatan-kegiatan yang secara aktif dilakukan oleh penjual
untuk mendorong konsumen membeli produk yang ditawarkan. Tujuan
akhir segala promosi adalah meningkatkan penjualan. Selain itu, para
tenaga pemasaran dapat menggunakan promosi untuk: penyampaian
informasi; memposisikan produk; nilai tambah; dan mengendalikan
volume penjualan.35
Dalam strategi pemasaran perusahaan jasa memusatkan perhatian
pada pelanggan dan karyawan. Perusahaan jasa memahami rantai laba
jasa, yang menghubungkan laba perusahaan jasa dengan karyawan dan
kepuasan pelanggan. Strategi pemasaran jasa meliputi pemasaran
eksternal, pemasaran internal, dan pemasaran interaktif.36
34
Ricky W. Grifin dan Ronald J. Ebert, Op. cit, h. 319 35
Ibid., h. 365 36
Philip Kotler dan Gary Armstrong, Op.cit, h. 294
41
Pemasaran eksternal yang dimaksud di sini adalah meliputi
Product, Price, Place, dan Promotion. Sementara pemasaran internal
berarti bahwa perusahaan jasa harus mengorientasikan dan memotivasi
karyawannya yang berhubungan dengan pelanggan dan mendukung
orang-orang pelayanan untuk bekerja sebagai satu tim untuk
memberikan kepuasan pelanggan. Pemasaran internal harus
mendahului pemasaran eksternal. Sedangkan pemasaran interaktif
berarti bahwa kualitas jasa sangat bergantung pada kualitas interaksi
pembeli-penjual selama transaksi jasa.
Berikut tujuh unsur aktif terpenting yang biasa digodok untuk
perpaduan pemasaran dalam pasar jasa-jasa yaitu: desain produk / jasa-
jasa dan kemasan; desain perusahaan/ cabang; penetapan harga;
penjualan; komunikasi pemasaran; hubungan masyarakat; dan
merchandising.37
B. Tinjauan Umum Pemasaran Islami
1. Pengertian Pemasaran Islami
Menurut Bukhari Alma dan Donni Juni Priansa, pemasaran islami adalah
sebuah disiplin bisnis strategis yang mengarahkan proses penciptaan, penawaran,
dan perubahan values dari satu inisiator kepada stakeholders-nya, yang dalam
keseluruhan prosesnya sesuai dengan akad serta prinsip-prinsip al-Qur’an dan
hadis.38 Menurut Kertajaya sebagaimana dikutip Bukhari Alma dan Donni Juni
Priansa, bahwa secara umum pemasaran islami adalah strategi bisnis, yang harus
37
Colin McIver dan Geoffrey Naylor, Marketing Faninancial Services, Alih Bahasa Drs.
A. Hasymi Ali, Pemasaran Jasa-Jasa Keuangan, Cet. Ke-6, (Jakarta: Bina Aksara, 2004), h. 83 38
Bukhari Alma dan Donni Juni Priansa, Manajemen Bisnis Syariah: Menanamkan Nilai
dan Praktis Syariah dalam Bisnis Kontemporer, (Bandung: Alfabeta, 2009), h. 340
42
memayungi seluruh aktivitas dalam sebuah perusahaan, meliputi seluruh proses,
menciptakan, menawarkan, pertukaran nilai, dari seorang produsen, atau satu
perusahaan, atau perorangan, yang sesuai dengan ajaran Islam.39
Pentingnya pasar dalam Islam tidak terlepas dari fungsi pasar sebagai
wadah bagi berlangsungnya kegiatan jual beli.40
Keberadaan pasar yang terbuka
memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk ambil bagian dalam menentukan
harga, sehingga harga ditentukan oleh kemampuan riil masyarakat dalam
mengoptimalisasikan faktor produksi yang ada di dalamnya.41
Konsep Islam
memahami bahwa pasar dapat berperan efektif dalam kehidupan ekonomi bila
prinsip persaingan bebas dapat berlaku secara efektif.42
Pasar syari’ah adalah pasar yang emosional (emotional market) dimana
orang tertarik karena alasan keagamaan bukan karena keuntungan financial
semata, tidak ada yang bertentangan dengan prinsip-prinsip muamalah ia
mengandung nilai-nilai ibadah, sebagaimana firman Allah SWT. dalam surat al-
An’am ayat 162, yaitu:
Artinya: Katakanlah: Sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku
dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. (Qs. Al-An’am: 162).
Dalam Syari’ah marketing, bisnis yang disertai keikhlasan semata-mata
hanya untuk mencari ridha Allah, maka bentuk transaksinya insyaallah menjadi
39
Ibid., h. 343 40
Sukarno Wibowo dan Dedi Supriadi, Ekonomi Mikro Islam, (Bandung: Pustaka Setia,
2013), h. 201 41
Heri Sudarsono, Konsep Ekonomi Islam Suatu Pengantar, (Yogyakarta: UII, 2008), h.
229 42
Mustafa Edwin Nasution, et. al., Pengenalan Ekslusif Ekonomi Islam, (Jakarta: Prenada
Media Group, 2014), h. 160
43
nilai ibadah dihadapan Allah SWT.43
Ada beberapa sifat yang membuat Nabi
Muhammad berhasil dalam melakukan bisnis yaitu:
a. Shiddiq (jujur atau benar) dalam berdagang Nabi Muhammad selalu
dikenal sebagai seorang pemasar yang jujur dan benar dalam
menginformasikan produknya.
b. Amanah (dapat dipercaya) saat menjadi pedagang Nabi Muhammad
selalu mengembalikan hak milik atasannya, baik itu berupa hasil
penjualan maupun atau sisa barang.
c. Fathanah (cerdas) dalam hal ini pemimpin yang mampu memahami,
menghayati, dan mengenal tugas dan tanggung jawab bisnisnya
dengan sangat baik.
d. Tabligh (komunikatif) jika seorang pemasar harus mampu
menyampaikan keunggulan-keunggulan produk dengan menarik dan
tetap sasaran tanpa meninggalkan kejujuran dan kebenaran.
2. Prinsip, Karakteristik, dan Praktik Pemasaran Nabi Muhammad Saw
Tanpa memperhatikan intensitas persaingan, perusahaan harus bersaing
secara etis. Etika pemasaran merujuk pada prinsip atau nilai-nilai moral secara
umum yang mengatur perilaku seseorang atau sekelompok. Standar-standar
hukum mungkin tidak selalu etis atau sebaliknya, standar-standar etika belum
tentu sesuai dengan standar hukum, karena hukum merupakan nilai-nilai dan
standar-standar yang dapat dilaksanakan oleh pengadilan. Etika terdiri dari nilai-
nilai dan prinsip-prinsip moral seseorang bukan perintah-perintah sosial.
Prinsip-prinsip pemasaran islami menurut Abdullah Gymnastiar dan
Hermawan Kertajaya,44
adalah sebagai berikut:
a. Berlaku adil
Pada dasarnya kompetitor akan memperbesar pasar, sebab tanpa
kompetitor industri tidak dapat berkembang dan kompetitor ini perlu
diikuti mana yang bagus dan mana yang jelek, dimana kompetitor
yang bagus perlu ditiru.
43
Muhammad Syakir, Op.cit., h. xxviii 44
Abdullah Gymnasiar dan Hermawan Kertajaya, Berbisnis dengan Hati, (Jakarta: Mark
Plus & CO, 2004), h. 46
44
b. Tanggap terhadap perubahan
Selalu ada perubahan dalam kegiatan perindustrian, sehingga langkah
bisnis akan terus berubah untuk menyesuaikan dengan pasar.
Kompetisi yang semakin sengit tidak dapat dihindari, arus globalisasi
dan teknologi akan membuat pelanggan semakin pintar dan selektif
sehingga jika kita tidak sensitif terhadap perubahan maka kita akan
kehilangan pelanggan.
c. Berbuat yang terbaik dari sisi produk dan harga
Dalam konsep pemasaran islami, tidak diperbolehkan menjual barang
jelek dengan harga yang tinggi, hal ini dikarenakan pemasaran islami
adalah pemasaran yang fair dimana harga sesuai dengan barang/
produk.
d. Rela sama rela dan adanya hak khiyar pada pembeli
Pada prinsip ini, marketer yang mendapatkan pelanggan haruslah
memelihara hubungan yang baik dengan mereka. Dan dipastikan
pelanggan puas terhadap pelayanan yang diberikan, sehingga
pelanggan menjadi lebih royal. Dengan arti lain keep the costumer,
namun keep the costumer saja tidaklah cukup, perlu pula grow the
costumer, yaitu value yang diberikan kepada pelanggan perlu
ditingkatkan sehingga dengan bertambahnya pelayanan, pelanggan
juga akan mengikuti pertambahan tersebut.
e. Tidak curang
Dalam pemasaran islami tadlis sangatlah dilarang, seperti penipuan
menyangkut kuantitas, kualitas, dan waktu penyerahan barang dan
harga.
f. Berorientasi pada kualitas
Tugas seorang marketer adalah selalu meningkatkan QCD agar tidak
kehilangan pelanggan. QCD yang dimaksud adalah quality, cost, dan
delivery.
Kemudian menurut Abdullah Amrin, prinsip-prinsip pemasaran islami45
adalah: Ikhtiar, Manfaat, Amanah/ tanggungjawab, Nasihat, Keadilan,
Transparan/ keterbukaan, Kejujuran, Ikhlas/ tulus. Kertajaya yang dikutip oleh
Bukhari Alma dan Donni Juni Priansa menyatakan bahwa karakteristik pemasaran
islami terdiri dari beberapa unsur yaitu ketuhanan, etis, realistis, dan humanistis.46
Muhammad dalam bukunya “Etika Bisnis Islami” bahwa Etika pemasaran dalam
45
Abdullah Amrin, Asuransi Syari’ah, (Jakarta: Media Komputindo, 2006), h. 200 46
Bukhari Alma dan Donni Juni Priansa, Op.cit., h. 350
45
konteks produk meliputi: Produk yang halal dan thoyyib; Produk yang berguna
dan dibutuhkan; Produk yang berpotensi ekonomi atau benefit; Produk yang
bernilai tambah yang tinggi; Dalam jumlah yang berskala ekonomi dan social;
Produk yang dapat memuaskan masyarakat.47
Bukhari Alma dan Donni Juni Priansa lebih lanjut menyatakan bahwa
praktik pemasaran Nabi Muhammad Saw,48
antara lain sebagai berikut:
a) Segmentasi dan Targeting
Segmentasi dan targeting dipraktikkan Nabi Muhammad Saw tatkala
ia berdagang ke negara Syam, Yaman, Bahrain. Muhammad mengenal
betul barang apa yang disenangi oleh penduduk dan diserap oleh pasar
setempat. Setelah mengenal target pasarnya (targeting), Nabi
Muhammad Saw menyiapkan barang-barang dagangan yang dibawa ke
daerah tersebut.
Nabi Muhammad Saw betul-betul profesional dan memahami dengan
baik segmentasi dan targeting sehingga sangat menyenangkan hati
Khadijah, yang saat itu berperan sebagai bosnya. Barang-barang yang
diperdagangkan Muhammad selalu cepat terjual, karena memang
sesuai dengan segmen dan target pasarnya (targeting).
b) Positioning
Positioning berarti bagaimana membuat barang yang kita hasilkan atau
kita jual memiliki keunggulan, disenangi, dan melekat di hati
pelanggan dan bisa melekat dalam jangka waktu yang lama.
Positioning berhubungan dengan apa yang ada di benak pelanggan,
berhubungan dengan persepsi, di mana persepsi tersebut akan melekat
dalam waktu yang lama.
Positioning Nabi Muhammad Saw yang sangat mengesankan dan tidak
terlupakan oleh pelanggan merupakan kunci kenapa Muhammad
menjadi pebisnis yang sukses. Beliau menjual barang-barang asli yang
memang original serta sesuai dengan kebutuhan dan keinginan
pelanggan. Tidak pernah terjadi pertengkaran atau klaim dari pihak
pelanggan bahwa pelayanan dan produk yang dijual Muhammad
mengecewakan.
c) Bauran Pemasaran (Marketing Mix)
Ini adalah suatu strategi pemasaran untuk melayani pelanggan dengan
cara memuaskannya melalui product, price, place, dan promotion (4P).
47
Muhammad, Etika Bisnis Islami, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2001), h. 101 48
Bukhari Alma dan Donni Juni Priansa, Op.cit., h. 358-361
46
1) Produk (Product)
Berarti menawarkan produk yang terjamin kualitasnya. Produk
yang dijual harus sesuai dengan selera serta memenuhi kebutuhan
dan keinginan pelanggan. Muhammad dalam praktik elemen
produk selalu menjelaskan kualitas barang yang dijualnya. Kualitas
produk yang dipesan oleh pelanggan selalu sesuai dengan barang
yang diserahkan. Seandainya terjadi ketidakcocokan, beliau
mengajarkan, bahwa pada pelanggan ada hak khiyar, dengan cara
membatalkan jual beli, seandainya terdapat segala sesuatu yang
tidak cocok.
2) Harga (Price)
Penetapan harga ini tidak mementingkan keinginan pedagang
sendiri, tapi juga harus mempertimbangkan kemampuan daya beli
masyarakat. Pada ekonomi Barat, ada taktik menetapkan harga
setinggi-tingginya yang disebut "skimming price". Dalam ajaran
syariah tidak dibenarkan mengambil keuntungan sebesar-besarnya,
tapi harus dalam batas-batas kelayakan. Dan tidak boleh
melakukan perang harga dengan niat menjatuhkan pesaing, tapi
bersainglah secara fair, bikin keunggulan dengan tampil beda
dalam, kualitas dan layanan yang diberikan.
3) Lokasi/Distribusi (Place)
Perusahaan memilih saluran distribusi atau menetapkan tempat
untuk kegiatan bisnis. Dalam perspektif Barat, para penyalur
produk berada di bawah pengaruh produsen, atau bahkan
sebaliknya para penyalur dapat melakukan tekanan-tekanan yang
mengikat kaum produsen, sehingga produsen tidak bisa lepas dari
ikatan penyalur.
Nabi Muhammad Saw melarang orang-orang atau perantara
memotong jalur distribusi dengan melakukan pencegatan terhadap
pedagang dari desa yang ingin menjual barangnya ke kota. Mereka
dicegah di pinggir kota dan mengatakan bahwa harga barang
bawaan mereka sekarang harganya jatuh, dan lebih baik barang itu
dijual kepada mereka yang mencegah. Hal ini sangat dilarang oleh
Nabi Muhammad Saw.
4) Promosi (Promotion)
Banyak pelaku bisnis menggunakan teknik promosi dengan
memujimuji barangnya setinggi langit dan tidak segan-segan
mendiskreditkan produk saingan. Bahkan ada kejadian, produk
pesaing dipalsukan kemudian dilepas ke pasar sehingga pesaingnya
memperoleh citra tidak baik dari masyarakat. Tidak boleh
mengatakan bahwa modal barang ini mahal jadi harganya tinggi,
dan sudah banyak orang yang membeli produk ini, tapi
kenyataannya tidak.
47
Untuk melariskan jual belinya, pedagang tidak segan-segan
melakukan sumpah palsu, padahal hal tersebut merusak. Juga tidak
dibenarkan, para penjual main mata dengan teman-temannya agar
pura-pura berminat dengan barang yang dijual dan membelinya
dengan harga mahal sesuai dengan harga yang diminta oleh
penjual. Ini disebut najasi, praktik ini sangat dilarang oleh Nabi
Muhammad Saw.
d) Konsep Produk
Konsep produk pada pemasaran Islami yang dilakukan oleh Nabi
Muhammad Saw selalu menjelaskan dengan baik kepada pembeli akan
kelebihan dan kekurangan produk yang dijualnya, sebagaimana sabda
beliau, yaitu:
Artinya: Dari Abdullah bin al-Harits ia berkata: “Saya mendengar
Hakim bin Hizam r.a dari Nabi Saw beliau bersabda: penjual dan
pembeli boleh melakukan khiyar selama mereka berdua belum
berpisah. Apabila mereka berdua diberi keberkahan di dalam jual beli
mereka, dan apabila mereka berdua berbohong dan merahasiakan,
maka dihapuslah keberkahan jual beli mereka berdua. (H.R al-
Bukhari).49
Kejujuran adalah kunci utama dalam perniagaan Nabi Muhammad,
kejujuran adalah cara yang termurah walaupun sulit dan langka
ditemukan sekarang. Jika kita menjual produk dengan segala kelebihan
dan kekuranganya kita ungkapkan secara jelas, maka yakin produk itu
49
Abu Abdullah Muhammad bin Ismail al-Bukhori, Ensiklopedia Hadits Kitabussittah
Sunan al-Bukhori, Jilid 1, (Jakarta: Penerbit Almahira, 2011), Juz 1, h. 571
48
akan terjual dan juga akan dipercayai oleh konsumen kita. Dan mereka
tidak akan meninggalkan kita karena merasa tidak dibohongi dengan
ucapan kita.
e) Konsep Harga
Strategi harga yang digunakan Nabi Muhammad Saw berdasarkan
prinsip suka sama suka. Dalam surat an-Nisaa ayat 29:
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling
memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan
jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara
kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah
adalah Maha Penyayang kepadamu. (Qs. An-Nisa: 29).
Tidak diperbolehkannya pembatasan harga komoditi dimasa
Muhammad Saw merupakan cerminan pemikiran yang mewakili
konsep pricing. Muhammad Saw dalam (HR. Bhukori, dari Abdullah
bin Umar Ra.) bersabda: “Janganlah kamu menjual menyaingi
penjualan saudaramu”. Konsep persaingan yang sehat dalam
menentukan harga sudah ditekankan oleh Muhammad Saw.
Islam memberikan kebebasan pasar, dan menyerahkannya kepada
hukum naluri yang kiranya dapat melaksanakan fungsinya selaras
dengan penawaran dan permintaan. Justru itu kita lihat Rasulullah
Saw. ketika sedang naiknya harga, beliau diminta oleh orang banyak
49
supaya menentukan harga, maka jawab Rasulullah Saw: “Allah lah
yang menentukan harga, yang mencabut, yang meluaskan dan yang
memberi rezeki. Saya mengharap ingin bertemu Allah sedang tidak
ada seorang pun di antara kamu yang meminta saya upaya berbuat
zalim baik terhadap darah maupun harta benda”. (Riwayat Ahmad,
Abu Daud, Tarmizi, Ibnu Majah, ad-Darimi dan Abu Ya'la).50
f) Konsep Promosi
Islam memaknai marketing sebagai dakwah, karena pada dasarnya
dakwah ini adalah menjual dan mempromosikan nilai Islam yang kita
yakini kebenarannya. Dalam berdakwah ini akan berurusan dalam
penjualan produk yang sudah Allah SWT. berikan kepada kita melalui
Nabi Muhammad. Oleh karena itu dalam prosesi marketing ini perlu
memperhatikan beberapa hal, yaitu: Konten; Sasaran/ segmentasi
pasar; Pengemasan; Pemasaran/ promosi; dan Closing/transaksi/
kesepakatan. Lebih lanjut Muhammad Saw menekankan agar tidak
melakukan sumpah palsu. Dinamakan bersumpah palsu menurut
Beliau adalah usaha yang dilakukan untuk melariskan barang
dagangannya lagi berusaha dengan cara yang tercela.51
Hal ini
sebagaimana firman Allah SWT. dalam surat al-Syuara ayat 181:
50
Thorik Gunara dan Utus Hardiono, Marketing Muhammad, (Bandung: Madania Prima,
2007), h.. 58 51
Ibid., h. 59
50
Artinya: Sempurnakanlah takaran dan janganlah kamu termasuk
orang- orang yang merugikan;(Qs. As-Syuara: 181).
Tidak dibolehkannya pedagang melakukan pencampuran antara barang
yang berkualitas baik dengan yang tidak baik. Harga yang ditetapkan
pedagang, adakalanya terkandung unsure penipuan, ada yang di sadari
dan ada pula yang tidak disadari, misalnya, harga yang ditetapkan
berdasarkan negosiasi (tawar menawar), biasanya ditentukan oleh
keahlian pelanggan dalam menawar, bisa jadi harga berbeda untuk
barang yang sama, tempat yang sama. Apabila pelanggan bertemu satu
sama lain, dengan membeli barang yang sama, tetapi harga berbeda.
Pelanggan dengan harga tinggi merasa tertipu. Hal itu tidak
diperbolehkan dalam Islam
g) Konsep Distribusi
Banyak kecenderungan yang ada pada masa Muhammad Saw dalam
pemasaran, salah satunya yaitu memotong jalur distribusi. Nabi
Muhammad Saw melarang mencegat (menyongsong) pedagang
(sebelum tiba di pasar), dan melarang orang kota membeli dagangan
orang desa. Inti dari pelarangan tersebut adalah untuk menghindarkan
adanya tengkulak perantara).
Pemotongan yang dilakukan secara resmi dapat merugikan beberapa
pihak. Misalnya, kita pergi ke pasar besar, lalu membeli langsung
sayuran pada petani yang baru datang dengan dagangannya. Di sini
kita memotong jalur distribusi petani, hal ini jelas merugikan pedagang
51
kios yang seharusnya menjadi pembeli hasil petani. Kita memang
mendapatkan barang yang kita inginkan dengan harga yang lebih
murah tetapi yang kita lakukan telah merugikan orang lain. Ini yang
perlu kita hindari sebagai umat Islam.52
Dalam hal ini ingin ditekankan oleh Muhammad Saw adalah bahwa
sebuah proses distribusi harus sesuai dengan peraturan yang telah
disepakati bersama dan tidak ada pihak yang dirugikan baik dari pihak
produsen, distributor, agen, penjual eceran dan konsumen.
C. Kesejahteraan Masyarakat dalam Pandangan Ekonomi Islam
1. Pengertian Kesejahteraan
Sejahtera sebagaimana telah dikemukakan dalam kamus besar Bahasa
Indonesia adalah aman, sentosa, damai, makmur dan selamat (terlepas) dari segala
macam gangguan, kesukaran dan sebagainnya.53
Kesejahteraan dapat diartikan
perasaan hidup yang setingkat lebih tinggi dari kebahagian. Orang merasa
hidupnya sejahtera apabila ia merasa senang, tidak kurang suatu apa dalam batas
yang mungkin dicapainya, jiwanya tentram lahir dan batin terpelihara, ia
merasakan keadilan dalam hidupnya, ia terlepas dari kemiskinan yang menyiksa
dan bahaya kemiskinan yang mengancam.54
Konsep kesejahteraan, kapitalisme memaknai kesejahteraan sebagai suatu
keadaan yang membahagiakan setiap individu. Kebebasan individu adalah
merupakan tujuan utama, yaitu kebebasan politik, kebebasan ekonomi, kebebasan
52
Ibid., h. 64 53
W. J. S Poerwardarimta, Pengertian Kesejahteraan Manusia, (Bandung, Mizan, 1996),
h. 126 54
Anwar Abbas, Bung Hatta dan Ekonomi Islam, (Jakarta, Multi Pressindo, 2008), h. 166
52
berfikir, dan kebebasan personal. Kesejahteraan masyarakat akan tercapai dengan
sendirinya jika kebebasan dan kesejahteraan individu dapat terjamin. Pada sudut
lain, sosialis mememaknai kesejahteraan sebagai suatu keadaan yang
membahagiakan masyarakat secara kolektif.55
Pengertian kesejahteraan dalam konsep dunia modern adalah sebuah
kondisi dimana seseorang dapat memenuhi kebutuhan pokok, baik kebutuhan
akan makanan, pakaian, tempat tinggal, air minum yang bersih serta kesempatan
untuk melanjutkan pendidikan dan memiliki perkerjaan yang memadai yang dapat
menunjang kualitas hidupnya, sehingga memiliki status sosial yang sama dengan
warga lainnya.
Kesejahteraan dalam Islam diistilahkan dengan al-Falah. Al-Falah secara
bahasa bermakna Zhafarah bima yurid (kemenangan atas apa yang diinginkan),
disebut al-falah artinya menang, keberuntungan dengan mendapatkan kenikmatan
akhirat. Dalam pengertian liberal, falah adalah kemuliaan dan kemenangan, yaitu
kemuliaan dan kemenangan dalam hidup.56
Menurut Syaikh Muhammad Muhyiddin Qaradaghi, secara istilah al-falah
berarti kebahagiaan dan keberuntungan dalam kehidupan dunia dan akhirat.
Dilihat dari segala sisi dan dimensi (komprehensif) dalam seluruh aspek
kehidupan. Istilah falah ini banyak digunakan untuk menggambarkan suatu
keadaan hidup yang sejahtera secara material-spiritualpada kehidupan di dunia
55
Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI), Ekonomi Islam, (Jakarta;
Rajawali Pers, 2009), h. 12 56
Ibid., h. 2
53
dan akhirat dalam bingkai ajaran Islam. Sehingga dalam pengertian sederhana,
Falah adalah kemuliaan dan kemenangan dalam hidup.57
Komitmen Islam yang mendalam terhadap persaudaraan dan keadilan
menyebabkan konsep kesejahteraan (falah) bagi semua umat manusia sebagai
tujuan pokok Islam. Kesejahteraan ini meliputi kepuasan fisik sebab kedamaian
mental dan kebahagiaan hanya dapat dicapai melalui realisasi yang seimbang
antara kebutuhan materi dan rohani dari personalitas manusia. Karena itu,
memaksimumkan output total semata-mata tidak dapat menjadi tujuan dari sebuah
masyarakat muslim. Memaksimalkan output, harus dibarengi dengan menjamin
usaha-usaha yang ditujukan kepada kesehatan rohani yang terletak pada batin
manusia, keadilan, serta permainan yang fair pada semua peringkat interaksi
manusia.58
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, maka falah bisa diartikan sebagai
kebahagiaan, keberuntungan, kesuksesan dan kesejahteraan yang dirasakan oleh
seseorang, baik ia bersifat lahir dan batin, yang bisa ia rasakan di dunia dan
diakhirat kelak. Tidak ada ukuran yang bisa mengukur tingkat kebahagiaan karena
ia bersifat keyakinan dalam diri seseorang.
Pendefinisian Islam tentang kesejahteraan mencangkup dua pengertian,
yaitu59
:
a. Kesejahteraan holistik dan seimbang, yaitu kecukupan materi yang
didukung oleh terpenuhinya kebutuhan spiritual serta mencakup
57
M. B. Hendrie Anto, Pengantar Ekonomika Mikro Islami, (Yogyakarta; Ekonesia,
2003), h. 7, lihat juga dalam Martini Dwi Pusparini, Konsep Kesejahteraan dalam Ekonomi Islam
(Perspektif Maqasid Asy-Syari’ah), Islamic Economics Journal Universitas Islam Indonesia (UII)
Yogyakarta, Volume I Nomor 1, Juni 2015, h. 49 58
M. Umer Chapra, Islam dan Pembangunan Ekonomi, diterjemahkan oleh: Ikhwan
Abidin Basri, (Jakarta; Gema Insani Press, 2000), h. 8 59
Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI), Op.cit., h. 2
54
individu dan sosial. Sosok manusia terdiri atas unsur fisik dan jiwa,
karenanya kebahagiaan haruslah menyeluruh dan seimbang diantara
keduanya. Demikian pula manusia memiliki dimensi individu
sekaligus sosial. Manusia akan merasa bahagia jika terdapat
keseimbangan diantara dirinya dengan lingkungan sosialnya.
b. Kesejahteraan di dunia dan di akhirat, sebab manusia tidak hanya
hidup di alam dunia saja, tetapi juga di alam setelah kematian atau
kemusnahan dunia (akhirat). Kecukupan materi di dunia ditunjukan
dalam rangka untuk memperoleh kecukupan diakhirat. Jika kondisi
ideal ini tidak dapat dicapai maka kesejahteraan diakhirat tentu lebih
diutamakan, sebab ia merupakan suatu kehidupan yang abadi dan lebih
bernilai dibandingkan kehidupan dunia.
Selain itu, kaitannya dengan kehidupan dunia, falah mencakup tiga
pengertian, yaitu kelangsungan hidup, kebebasan berkeinginan, serta kekuatan dan
kehormatan. Sedangkan untuk kehidupan akhirat, falah mencakup pengertian
kelangsungan hidup yang abadi, kesejahteraan abadi, kemuliaan abadi, dan
pengetahuan abadi.60
Menurut perspektif ekonomi Islam, kesejahteraan merupakan terhindar
dari rasa takut terhadap penindasan, kelaparan, dahaga, penyakit, kebodohan,
masa depan diri, sanak saudara, bahkan lingkungan. Hal ini sesuai dengan
kesejahteraan surgawi dapat dilukiskan antar lain dalam peringatan Allah SWT
kepada Adam,61
terdapat dalam al-Qur’an Surat Thahaa ayat 117-119, yang
berbunyi:
60
Ibid., h. 5 61
M. Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an: Tafsir Maudhu’i atas Berbagai Persoalan
Umat, (Bandung, Mizan, 1996), h. 127
55
Artinya: Maka kami berkata: "Hai Adam, Sesungguhnya Ini (iblis) adalah
musuh bagimu dan bagi isterimu, Maka sekali-kali janganlah sampai ia
mengeluarkan kamu berdua dari surga, yang menyebabkan kamu menjadi celaka
(117); Sesungguhnya kamu tidak akan kelaparan di dalamnya dan tidak akan
telanjang (118); Dan Sesungguhnya kamu tidak akan merasa dahaga dan tidak
(pula) akan ditimpa panas matahari di dalamnya" (119). (Qs. Thahaa: 117-119).
Berdasarkan kandungan ayat tersebut di atas, maka dapat dipahami bahwa
ayat tersebut menjelaskan sandang, pangan, dan papan yang diistilahkan dengan
tidak lapar, dahaga, telanjang, dan kepanasan semuannya telah terpenuhi di sana.
Terpenuhinya kebutuhan ini merupakan unsur pertama untuk mensejahterakan
masyarakat.
Idealisasi “kesejahteraan hidup” dalam Islam khususnya, dan agama
samawi pada umumnya, adalah “kehidupan surgawi” yaitu kehidupan disurga
nanti yang selalu digambarkan yaitu: Serba kecukupan pangan yang berkalori dan
bergizi; Kecukupan sandang yang bagus-bagus; Tempat tinggal yang indah dan
nyaman; Lingkungan hidup yang sehat dan segar; Hubungan sosial yang aman,
tentram, dan damai; Dikelilingi pelayan yang terampil dan menggairahkan; dan
Hubungan yang selalu dekat dengan Allah, Tuhan maha pemurah.62
Kunci keberhasilan untuk mencapai kehidupan yang sejahtera dan ideal itu
harus melalui proses yang panjang yaitu:
1) Keimanan yang mantap kepada Allah dan Rasulnya, dan rukun iman
lainnya. Kewajiban beriman kepada Allah itu bertujuan untuk menjadi
pemegang dalam kehidupan dan dapat mengikat perasaan. Dengan
demikian manusia tidak akan menyeleweng ataupun keluar dari jalan
yang benar dalam perjalanan bersama yang lain.
2) Ketekunan melakukan amal-amal shaleh baik amalan yang bersifat
ritual seperti shalat, zakat, puasa dan lain-lain, dan amalan yang
bersifat social seperti, pendidikan, kesehatan, dan masalah-masalah
62
Moh. Thahah Hasan, Islam dalam Perspektif Sosio Kultural, (Jakarta; Lantabora
Press, 2005), h. 161
56
kesejahteraan lainnya, maupun amalan yang bersifat cultural, yang
lebih luas seperti pendayagunaan dan pelestarian budaya alam,
penanggulangan bencana, penelitian dan sebagainya.
3) Kemampuan menangkal diri dari kemaksiatan dan perbuatan yang
merusak kehidupan.63
Gambaran kesejahteraan “kehidupan surgawi” diindentifikasikan sebagai
kebahagiaan akhirat. Tetapi di samping kesejahteraan kehidupan surgawi tersebut.
Islam juga memberikan perintah agar diupayakan terwujudnya kesejahteraan
kehidupan duniawi dengan kunci keberhasilan yang tidak berbeda dengan kunci
keberhasilan untuk kesejahteraan kehidupan surgawi. Orang yang memperlihatkan
dan melaksanakan ajaran-ajaran Islam dengan cermat, akan selalu mengacu pada
perwujudan kemaslahatan manusia, pencapaian-pencapaian maupun kesejahteraan
ukhrawi.
2. Pengertian Kesejahteraan Masyarakat
Kesejahteraan masyarakat adalah ukuran hasil pembangunan masyarakat
dalam mencapai kehidupan yang lebih baik yang meliputi:
a. Meningkatkan kemampuan dan pemerataan distribusi kebutuhan dasar
makanan, perumahan, kesehatan, dan perlindungan.
b. Peningkatan tingkat kehidupan, tingkat pendapatan, pendidikan yang
lebih baik, dan peningkatan atensi terhadap budaya dan nilai-nilai
kemanusiaan.
c. Memperluas skala ekonomi dan ketersediaan pilihan sosial dari
individu dan bangsa.64
Menurut Sudarsono kesejahteraan masyarakat adalah kondisi ekonomi
yang baik karena berlakunya aturan dalam perekonomian yang mengatur aktivitas
dari semua pihak dan pembagian pendapatan masyarakat sebagai hasil kegiatan
63
Ibid., h. 162 64
Rudy Badrudin, Ekonomika Otonomi Daerah, (Yogyakarta: UUP STIM YKPN, 2012),
h. 145
57
ekonomi tersebut.65
Kesejahteraan sosial menurut Undang-undang Nomor 11
Tahun 2009 tentang kesejahteraan sosial pasal 1 ayat 1 adalah sebagai berikut:
“Kesejahteraan Sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual,
dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri,
sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya.66
Kesejahteraan sosial dan individu sebagai saling melengkapi, karena itu
dia mendorong kerja sama, bukannya persaingan dan perlombaan dan
mengembangkan hubungan yang erat antar perorangan. Kebaikan seseorang
dipandang sebagai kebaikan masyarakat dan sebaliknya, kalau masyarakat
makmur, orang-orangnya berkecukupan, dan orang-orangnya makmur,
masyarakat juga makmur.67
Sementara, pemenuhan kebutuhan-kebutuhan spiritual
menghendaki pembangunan moral, pemuasan kebutuhan materi menghendaki
pembanggunan umat manusia dan sumber-sumber daya materi dalam suatu pola
yang merata sehingga semua kebutuhan umat manusia dapat dipenuhi secara utuh
dan terwujud suatu distribusi pendapatan dan kekayaan yang adil. Hal ini tidak
mungkin diwujudkan kecuali apabila tersedia fasilitas untuk melatih untuk
menjadi lebih produktif melalui pengembangan kemampuannya, dan juga
diberikan kesempatan untuk berwirausaha dan berkerja untuk mendapatkan gaji.68
Dalam perspektif Islam, komitmen Islam yang demikian mendalam
terhadap persaudaraan dan keadilan menyebabkan konsep kesejahteraan (falah)
bagi semua umat manusia sabagai suatu tujuan pokok Islam. Kesejahteraan ini
65
Ibid. 66
Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2009 Tentang Kesejahteraan Sosial. 67
Afzalur Rahman, Doktrin Ekonomi Islam Jilid 1, terjemah: Soeroyo, Nastangin,
(Jakarta: Dana Bakti Wakaf, 1995), h. 10 68
Ibid., h. 8
58
meliputi kepuasaan fisik sebab kedamaian mental dan kebahagiaan hanya dapat
dicapai melalui realisasi yang seimbang antara kebutuhan materi dan rohani dari
personalitas manusia.69
Imam Ghazali mendefinisikan aspek dari fungsi kesejahteraan sosialnya
dalam kerangka sebuah hierarki utilitas individu dan sosial yang tripartit meliputi:
kebutuhan pokok (dharuriyat), kesenangan atau kenyamanan (hajiyat), dan
kemewahan (tahsiniyat).70
a) Prioritas utama:
“Ad-Dharuriyyat” ialah kebutuhan pokok, yakni kebutuhan pangan,
sandang, perumahan atau papan dan semua kebutuhan pokok yang
tidak dapat dinilai dari kehidupan minimum. Dharuriyyat merupakan
tujuan yang harus ada dan mendasar bagi penciptaan kesejahteraan di
dunia dan di akhirat, yaitu mencakup terpeliharanya lima elemen dasar
kehidupan yakni jiwa, keyakinan atau agama, akal atau intelektual,
keturunan dan keluarga serta harta benda. Jika tujuan dharuriyyat
diabaikan, maka tidak akan ada kedamaian, yang timbul adalah
kerusakan (fasad) di dunia dan kerugian yang nyata diakhirat.
b) Prioritas kedua:
“Al-Hajiyat” ialah kebutuhan-kebutuhan yang wajar, seperti kebutuhan
penerangan, kebutuhan pendidikan, dan lain sebagainnya. Kebutuhan
sekunder, yakni kebutuhan manusia untuk memudahkan kehidupan,
agar terhindar dari kesulitan. Kebutuhan ini tidak perlu dipenuhi
sebelum kebutuhan primer terpenuhi. Kebutuhan ini pun masih
berkaitan dengan lima tujuan syari’at. Syari’ah bertujuan memudahkan
kehidupan dan menghilangkan kesempitan. Hukum syara’ dalam
kategori ini tidak dimaksudkan untuk memelihara lima hal pokok tadi
melainkan mehilangkan kesempitan dan berhati-hati.
c) Prioritas ketiga:
“Tahsiniyat” atau dapat disebut juga sebagai kesempurnaan yang lebih
berfungsi sebagai kesenangan akhirat dari pada kesenangan hidup.
Kebutuhan pelengkap, yaitu kebutuhan yang dapat menciptakan
kebaikan dan kesejahteraan dalam kehidupan manusia. Pemenuhan
kebutuhan primer dan sekunder serta berkaitan dengan lima tujuan
syari’at. Syari’ah menghendaki kehidupan yang indah dan nyaman di
dalamnya. Dan yang dimaksud syari’ah adalah untuk mencapai
69
M. Umer Chapra, Op.cit., h. 8. 70
Adiwarman A. Karim, Ekonomi Mikro Islam, (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2012),
h. 62
59
pemanfaatan yang lebih baik, keindahan dan simplifikasi dari
dharuriyah dan hajiyah.
Agar kesejahteraan di masyarakat dapat terwujud, pemerintah berperan
dalam mencukupi kebutuhan masyarakat, baik dasar/primer, sekunder (the
need/haji), maupun tersier (the commendable/tahsini), dan pelengkap (the huxury/
kamili). Disebabkan hal tersebut, pemerintah dilarang untuk berhenti pada
pemenuhan kebutuhan dan pelayanan primer masyarakat saja, namun harus
berusaha untuk mencukupi keseluruhan kebutuhan komplemen lainnya, selama
tidak bertentangan dengan syari’ah sehingga tercipta kehidupan masyarakat yang
sejahtara.71
Oleh karena itu, tujuan dari sistem ekonomi Islam tidak bisa terlepas dari
tujuan syari’ah, yang menurut asy-Syatibi adalah untuk meningkatkan
kesejahteraan seluruh manusia, yang terletak pada terlindunginya keimanan (ad-
din), jiwa (an-nafs), akal (al-agl), keturunan (an-nasl), dan kekayaan (al-mal).72
Imam Ghazali berpendapat bahwa yang jelas masuk dalam kategori ad-dharuriyat
yang menjadi prioritas garapan Islam yang menjaga kemaslahatan73
:
Para fuqaha sepakat bahwa kesejahteraan manusia penghapusan kesulitan
adalah tujuan utama syari’ah. Pandangan ini dalam ekonomi Islam memberikan
penjelasan bahwa kesejahteraan dilakukan melalui pemenuhan semua kebutuhan
pokok manusia, penghapusan semua kesulitan dan ketidaknyamanan, serta
meningkatkan kualitas kehidupan secara moral dan material.74
71
Ruslan Abdul Ghofur Noor, Op.cit., h. 89 72
Ibid., h. 66 73
Adiwarman A. Karim, Op.cit., h. 164 74
M. Umer Chapra, Towards A Just Monetary System, Alih Bahasa Ikhwan Abidin Basri,
Sistem Moneter Islam, (Jakarta; Gema Insani Press, 2009), h. 2
60
3. Indikator Kesejahteraan Masyarakat
Kesejahteraan masyarakat dapat diukur dari berbagai indikator, indikator
kesejahteraan merupakan suatu ukuran ketercapaian masyarakat dimana
masyarakat dapat dikatakan sejahtera atau tidak. Berikut beberapa indikator-
indikator kesejahteraan masyarakat menurut beberapa organisasi sosial dan
menurut beberapa ahli. Kesejahteraan masyarakat yang hanya diukur dengan
indikator moneter menunjukan aspek ketidaksempurnaan ukuran kesejahteraan
masyarakat karena adanya kelemahan indicator moneter. Oleh karena itu
Beckerman membedakan indikator masyarakat dalam tiga kelompok yaitu:
a. Kelompok yang berusaha membandingkan tingkat kesejahteraan didua
negara dengan memperbaiki cara perhitungan pendapatan nasional
yang dipelopori Collin Clark, Gilbert dan Kravis.
b. Kelompok yang berusaha menyusun penyesuaian pendapatan
masyarakat yang dibandingkan dengan mempertimbangkan perbedaan
tingkat harga disetiap negara.
c. Kelompok yang berusaha untuk membandingkan tingkat
kesejahteraan setiap negara berdasarkan data yang tidak bersifat
moneter seperti jumlah keadaan bermotor dan konsumsi.75
Gagasan lain untuk menyempurnakan indikator kesejahteraan masyarakat
terus menerus dilakukan hingga muncul gagasan menggunakan Phisical Quality
Of Life Indeks (PQLI) atau Basic Need Approach. PQLI merupakan kesejahteraan
masyarakat yang mempertimbangkan kecukupan sandang, pangan, dan
perumahan. Dalam perkembangannya, indikator kesejahteraan masyarakat PQLI
belum memuaskan karena tingkat pendapatan, kecukupan sandang pangan dan
perumahan belum dapat dijadikan indikator kesejahteraan. Untuk
menyempurnakan PQLI yang belum dapat dijadikan indicator masyarakat, maka
75
Rudy Badrudin, Op.cit., h. 149
61
United Nation Develoment Program (UNDP) mengenalkan formula Human
Develoment Indeks (HDI) atau juga disebut pula Indeks Pembangunan Manusia
(IPM) pada tahun 1990. IPM dapat digunakan untuk mengklasifikasikan apakah
sebuah negara atau daerah merupakan daerah atau negara maju, berkembang, atau
terbelakang dan juga untuk mengukur pengaruh kebijakan ekonomi terhadap
kualitas hidup. Indeks ini pada tahun 1990 dikembangkan oleh pemenang nobel
India Amrtya Send an Mahbub ul Had seorang ekonomi Paskistan dibantu oleh
Gustav Rams dari Yale University dan Lord Megnad Desai dari London School of
Economic.76
Menurut Bappenas, status kesejahteraan dapat diukur berdasarkan proporsi
pengeluaran rumah tangga. Rumah tangga dapat dikategorikan sejahtera apabila
proporsi pengeluaran untuk kebutuhan pokok sebanding atau lebih rendah dari
proporsi pengeluaran untuk kebutuhan bukan pokok. Sebaliknya rumah tangga
dengan proporsi pengeluaran untuk kebutuhan pokok lebih besar dibandingkan
dengan pengeluaran untuk kebutuhan bukan pokok, dapat dikategorikan sebagai
rumah tangga dengan status kesejahteraan yang masih rendah.77
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) ada 14 kriteria untuk menentukan
keluarga atau rumah tangga miskin seperti luas bangunan, jenis lantai, dinding,
fasilitas MCK, sumber penerangan, sumber air minum, jenis bahan bakar untuk
memasak, frekuensi mengkonsumsi daging, susu dan ayam, frekuensi membeli
76
Ibid., h. 149 77
Hendrik, Analisis Pendapatan dan Kesejahteraan Masyarakat Nelayan Danau Pulau
Besar dan Danau Bawah di Kecamatan Dayun Kabupaten Siak Provinsi Riau, Jurnal Perikanan
dan Kelautan, Volume 1, 2011, h. 23, dapat diakses pada https://ejournal.unri.ac.id/index.php/
JPK/article/viewFile/44/39.
62
pakaian dalam setahun, frekuensi makan setiap hari, kemampuan untuk berobat,
luas lahan usaha tani, pendidikan kepala keluarga, dan tabungan atau barang yang
mudah dijual dengan nilai minimal Rp. 500.000,- seperti sepeda motor kredit atau
non-kredit, emas, ternak, kapal motor, atau barang modal lainnya. Jika minimal 9
variabel terpenuhi, maka dikategorikan sebagai rumah tangga miskin atau tidak
sejahtera.78
Badan Pusat Statistik menyebutkan (BPS) tentang latar belakang informasi
mengenai konsep dan istilah yang digunakan dalam statistik kesejahteraan sosial
diantaranya adalah kondisi rumah tangga, luas lantai, daerah perkotaan dan
pedesaan, probabilitas bayi mati sebelum mencapai usia satu tahun, keluhan
masyarakat terhadap kesehatan, imunisasi, pasien rawat inap, status gizi,
narapidana, aksi dan korban kejahatan, mendengarkan radio, membaca Koran atau
surat kabar, serta menonton televisi.
Berdasarkan beberapa gambaran indikator kesejahteraan tersebut di atas,
terdapat indikator kesejahteraan yang meliputi:
1) Tingkat pendapatan
Pendapatan merupakan penghasilan yang diperoleh masyarakat yang
berasal dari pendapatan kepala rumah tangga maupun pendapatan
anggota rumah tangga. Penghasilan tersebut biasanya dialokasikan
untuk konsumsi, kesehatan, maupun pendidikan dan kebutuhan lainnya
yang bersifat material.79
2) Komposisi pengeluaran
Pola konsumsi rumah tangga merupakan salah satu indikator
kesejahteraan rumah tangga atau keluarga. Selama ini berkembang
pengertian bahwa besar kecilnya proporsi pengeluaran untuk
78
Ibid., h. 23 79
Wuradji, Sosiologi Pendidikan, (Jakarta; P2LPTK, 2005). h. 31
63
mengkonsumsi makanan terhadap seluruh pengeluaran rumah tangga
dapat memberikan gambaran kesejahteraan rumah tangga tersebut.
Rumah tangga dan poporsi pengeluaran lebih besar untuk konsumsi
makanan mengindikasikan rumah tangga yang berpenghasilan rendah.
Semakin tinggi tingkat penghasilan rumah tangga, makin kecil
proporsi pengeluaran untuk makanan terhadap seluruh pengeluaran
rumah tangga. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa rumah tangga
atau keluarga akan semakin sejahtera bila presentase pengeluaran
untuk makanan jauh lebih kecil dibandingkan presentase pengeluaran
untuk non makanan.80
Rata-rata pengeluaran rumah tangga dapat
digunakan untuk melihat pola konsumsi dan tingkat kesejahteraan dari
rumah tangga yang bersangkutan.
Dalam perspektif Islam, Yusuf Qardawi81
mengemukakan tentang standar
kecukupan dan kemandirian keluarga muslim, yaitu:
a. Cukup makan yang memenuh nilai standar gizi;
b. Cukup air untuk memasak makanan, pengairan, membersihkan badan,
bersuci dan sebagainya;
c. Cukup sandang yaitu tersedianya pakaian untuk menutupi aurat
menjaga diri dari terik matahari dan udara dingin, serta agar bisa
tampil lebih banyak, termasuk perlu emilki pakaian yang bagus untuk
menghadiri peristiwa tertentu, serta pakaian untuk sholat jumat dan
sholat hari raya;
d. Cukup papan, yaitu tersedianya tempat tinggal yang layak huni, luas
dan lapang terhindar dari kondisi alam, serta merdeka yaitu penghuni
rumah tidak terlihat oleh orang lewat;
e. Cukup uang untuk keperluan hidup berumah tangga;
f. Cukup uang untuk menuntut ilmu dan segala perlengkapannya;
g. Cukup uang untuk pengobatan apabila sakit;
h. Tabungan haji dan umrah.
Kemudian menurut Imam Nawawi sebagaimana dikurip oleh Cahyadi
Takariawan mengatakan bahwa: dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan pokok,
Islam menghendaki agar setiap rumah tangga muslim mampu mencapai kondisi
80
Ibid., h. 42 81
Richard G. Lipsey dkk, Ilmu Ekonomi, (Jakarta: Bina Aksara, 2006), h. 103.
64
standar kecukupan ekonomi dalam berumah tangganya yaitu cukup sandang,
pangan, papan, dan segala kebutuhan tanpa berlebihan.82
Berdasarkan keterangan di atas dapat dipahami bahwa dalam konsep
Yusuf Qardawi dan Imam Nawawi bahwa standar kecukupan dan kemandirian
keluarga muslim ditandai dengan terpenuhinya kebutuhan hidup seperi sandang,
pangan, papan, dan kebutuhan untuk pendidikan, dan dilarang untuk berlebih-
lebihan dalam pemenuhan kebutuhan. Namun demikian, menurut hemat penulis,
standar kecukupan ekonomi bagi sebuah keluarga adalah kesejahteraan keluarga
itu sendiri. Hal ini disebabkan karena sebuah keluarga terlihat cukup secara
ekonomi apabila keluarga tersebut telah hidup sejahtera. Dikatakan sejahtera
apabila seluruh hidup baik jasmani maupun rohani dapat dipenuhi sesuai dengan
tingkat hidup dari masing-masing keluarga itu sendiri.
Untuk mengukur kesejahteraan keluarga, BKKBN (Badan Koordinasi
Keluarga Berencana Nasional) sejak tahun 1994 memperkenalkan kategorisasi
baku yang didasarkan pada kondisi fisik maupun nonfisik dari suatu entitas
keluarga. Ada lima kategori keluarga sejahtera (KS) menurut BKKBN, yaitu KS
tahap Pra Sejahtera, KS Tahap I, KS tahap II, KS tahap III, dan KS tahap III plus.
Pengkategorian tersebut didasarkan pada indikator- indikator yang disusun secara
hierarkis. Hierarki kategori kesejahteraan keluarga tersebut merupakan terjemahan
dari tahapan pembentukan keluarga sejahtera.83
82
Cahyadi Takariawan, Pernak-Pernik Rumah Tangga Islam, Cet. Ke-1, (Solo;
Intermedia, 2001), h. 103. 83
Syalabi, Kesejahteraan dan Indikator Kesejahteraan”, tersedia di
http://syalabi.net.com., hlm. 3-4, diakses pada 21 Desember 2017.
65
Adapun indikator-indikator untuk mengukur taraf keluarga sejahtera
dengan menggunakan acuan BKKBN,84
adalah sebagai berikut:
Keluarga Pra Sejahtera, yaitu:
Keluarga pra sejahtera merupakan keluarga yang belum dapat memenuhi
kebutuhan dasar secara minimal, yaitu kebutuhan pengajaran agama,
sandang, pangan, papan dan kesehatan. Atau keluarga yang belum dapat
memenuhi salah satu atau lebih indikator keluarga sejahtera tahap satu.
Atau dengan kata lain, masyarakat ataupun keluarga yang tidak memenuhi
salah satu dari 6 (enam) indikator Masyarakat Sejahtera I (MS I) atau
indikator “kebutuhan dasar keluarga dan masyarakat” (basic needs).
Keluarga Sejahtera Tahap I, yaitu:
Indikator keluarga sejahtera tahap I yakni melaksanakan ibadah menurut
agama masing-masing yang dianut, makan dua kali sehari atau lebih,
pakaian yang berbeda untuk berbagai keperluan, lantai rumah bukan dari
tanah, bila anggota keluarga sakit berobat kesarana atau petugas kesehatan.
Masyarakat ataupun keluarga dalam hal ini hanya mampu memenuhi 6
(enam) indikator tahapan MS I, tetapi tidak memenuhi salah satu dari 8
(delapan) indikator Masyarakat Sejahtera II atau indikator “kebutuhan
psikologis.
1) Pada umumnya anggota keluarga makan dua kali sehari atau lebih.
2) Anggota keluarga memiliki pakaian yang berbeda untuk di rumah,
bekerja/sekolah dan bepergian.
3) Rumah yang ditempati keluarga mempunyai atap, lantai dan dinding
yang baik.
4) Bila ada anggota keluarga sakit dibawa ke sarana kesehatan.
5) Bila pasangan usia subur ingin ber KB pergi ke sarana pelayanan
kontrasepsi.
6) Semua anak umur 7-15 tahun dalam keluarga bersekolah.
Keluarga Sejahtera Tahap II, yaitu:
1) Anggota keluarga melaksanakan ibadah secara teratur menurut agama
yang dianut masing-masing.
2) Paling kurang sekali seminggu keluarga menyediakan daging atau ikan
atau telur sebagai lauk pauk.
84
Biro Pelaporan dan Statistik, Petunjuk Teknis Pendataan Keluarga Sejahtera, (Jakarta:
BKKBN, 1997), h. 29.
66
3) Seluruh anggota keluarga memperoleh paling kurang 1 stel pakaian
setahun terakhir.
4) Luas lantai rumah paling kurang 8 meter persegi untuk tiap penghuni
rumah.
5) Seluruh anggota keluarga dalam 3 bulan terakhir dalam keadaan sehat
sehingga dapat melaksanakan tugas atau fungsi masing-masing.
6) Paling kurang 1 anggota keluarga usia 15 tahun ke atas mempunyai
penghasilan tetap.
7) Seluruh anggota keluarga yang berumur 10 – 60 tahun bisa baca
tulisan latin.
8) Seluruh anak usia 5 – 15 tahun bersekolah pada saat ini.
9) Bila anak hidup 2 atau lebih, keluarga yang masih berstatus pasangan
usia subur memakai kontrasepsi (kecuali bila sedang hamil)
Keluarga Sejahtera Tahap III, yaitu:
1) Keluarga mempunyai upaya untuk meningkatkan pengetahuan agama.
2) Sebagian dari pendapatan dapat disisihkan untuk tabungan keluarga.
3) Keluarga biasanya makan bersama paling kurang sekali sehari dan
kesempatan itu dimanfaatkan untuk berkomunikasi antaranggota
keluarga.
4) Keluarga biasanya ikut serta dalam kegiatan masyarakat di lingkungan
tempat tinggalnya.
5) Keluarga mengadakan rekreasi bersama/penyegaran di luar rumah
paling kurang satu kali dalam 6 bulan.
6) Keluarga dapat memperoleh berita dari surat kabar atau radio atau
televise atau majalah.
7) Anggota keluarga mampu menggunakan sarana transportasi sesuai
kondisi daerah.
Keluarga Sejahtera Tahap III Plus, yaitu:
1) Keluarga atau anggota keluarga secara teratur (pada waktu tertentu)
dan sukarela memberikan sumbangan bagi kegiatan sosial masyarakat
dalam bentuk materi.
2) Kepala keluarga atau anggota keluarga aktif sebagai pengurus
perkumpulan atau yayasan atau institusi masyarakat.
Adapun keluarga Pra Sejahtera dan Keluarga Sejahtera I termasuk dalam
kategori keluarga tertinggal atau miskin. Karena keluarga pra sejahtera dianggap
belum dapat memenuhi kebutuhan dasarnya secara minimal seperti kebutuhan
akan pengajaran agama, pangan, sandang, papan, dan kesehatan. Sedangkan
67
keluarga sejahtera tahap I adalah keluarga yang sudah dapat memenuhi kebutuhan
sangat mendasar, tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi.
Menurut Sayogyo dalam bukunya yang berjudul Garis Kemiskinan dan
Kebutuhan Minimum Pangan menjelaskan bahwa, tingkat atau standar
kesejahteraan masyarakat, dapat diukur secara absolut dan secara relatif. Tingkat
kesejahteraan secara absolut, diukur berdasarkan pendapatan perkapita per-tahun
yang disertakan dengan nilai beras setempat,85
yaitu:
a. Miskin, apabila pendapatan perkapita per-tahun kurang dari 320 Kg
untuk daerah pedesaan dan 480 Kg untuk daerah perkotaan.
b. Miskin sekali, apabila pendapatan perkapita per-tahun kurang 240 Kg
untuk daerah pedesaan dan 360 Kg untuk daerah perkotaan.
c. Paling miskin, apabila pendapatan perkapita per-tahun kurang 180 Kg
untuk daerah pedesaan dan 270 Kg untuk daerah perkotaan.
Berdasarkan konsep kesejahteraan sosial di atas, terungkap bahwa dalam
rangka pencapaian kesejahteraan sosial yang meliputi kesejahteraan lahir dan
batin, perlu diwujudkan suasana keselamatan, kesusilaan serta ketentraman lahir
dan batin, sehingga masyarakat dapat berusaha untuk mewujudkan kesejahteraan
sendiri.
Dalam perspektif Islam, menurut Imam Al-ghazali kegiatan ekonomi
sudah menjadi bagian dari kewajiban sosial masyarakat yang telah ditetapkan oleh
Allah SWT., jika hal itu tidak dipenuhi, maka kehidupan dunia akan rusak dan
kehidupan umat manusia akan binasa. Selain itu, Al-ghazali juga merumuskan
tiga alasan mengapa seseorang harus melakukan aktivitas ekonomi, yaitu:
Pertama, Untuk memenuhi kebutuhan hidup masing-masing. Kedua, Untuk
85
Sayogyo, Garis Kemiskinan dan Kebutuhan Minimum Pangan, (Yokyakarta: Aditya
Media, 1996), h. 48
68
menciptakan kesejahteraan bagi dirinya dan keluarganya dan Ketiga, Untuk
membantu orang lain yang sedang membutuhkan.86
Tiga kriteria tersebut di atas menunjukkan bahwa kesejahteraan seseorang
akan terpenuhi jika kebutuhan mereka tercukupi, kesejahteraan sendiri
mempunyai beberapa aspek yang menjadi indikatornya, di mana salah satunya
adalah terpenuhinya kebutuhan seseorang yang bersifat materi, kesejahteraan yang
oleh Al-ghazali dikenal dengan istilah (al-mashlahah) yang diharapkan oleh
manusia tidak bisa dipisahkan dengan unsur harta, karena harta merupakan salah
satu unsur utama dalam memenuhi kebutuhan pokok, yaitu sandang, pangan dan
papan.87
Menurut Amirus Sodiq, al-Qur’an telah menyinggung indikator
kesejahteraan dalam Surat Quraisy ayat 3-4, yaitu “Maka hendaklah mereka
menyembah Tuhan (pemilik) rumah ini (Ka’bah), yang telah memberikan
makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka
dari rasa takut”, berdasarkan ayat di atas, maka kita dapat melihat bahwa
indikator kesejahteraan dalam al-Qur’an tiga, yaitu menyembah Tuhan (pemilik)
Ka’bah, menghilangkan lapar dan menghilangkan rasa takut.88
Indikator pertama untuk kesejahteraan adalah ketergantungan penuh
manusia kepada Tuhan pemilik Ka’bah, indikator ini merupakan representasi dari
pembangunan mental, hal ini menunjukkan bahwa jika seluruh indikator
86
Abu Hamid Al-Ghazali, Al Mustashfa Min Ilmi Al Ushul, Vol. 2, (Madinah: Universitas
Islam Madinah, 1991), h. 482. Lihat juga dalam Amirus Sodiq, Konsep Kesejahteraan dalam
Islam, (Jurnal EQUILIBRIUM, Vol. 3, No. 2, Desember 2015), h. 389 87
Adiwarman Azwar Karim, Sejarah Pemikiran ekonomi Islam, (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2008), h. 318 88
Amirus Sodiq, Op.cit., h. 390
69
kesejahteraan yang berpijak pada aspek materi telah terpenuhi, hal itu tidak
menjamin bahwa pemiliknya akan mengalami kebahagiaan, kita sering mendengar
jika ada orang yang memiliki rumah mewah, kendaraan banyak, harta yang
melimpah namun hatinya selalu gelisah dan tidak pernah tenang bahkan tidak
sedikit yang mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri, padahal seluruh kebutuhan
materinya telah terpenuhi. Karena itulah ketergantungan manusia kepada
Tuhannya yang diaplikasikan dalam penghambaan (ibadah) kepada-Nya secara
ikhlas merupakan indikator utama kesejahteraan (kebahagiaan yang hakiki)
seseorang sebagaimana yang dialami oleh penduduk Bhutan, Negara yang
memiliki indeks kebahagiaan tertinggi dan merupakan negara paling aman di
dunia.
Indikator kedua adalah hilangnya rasa lapar (terpenuhinya kebutuhan
konsumsi), ayat di atas menyebutkan bahwa Dialah Allah yang memberi mereka
makan untuk menghilangkan rasa lapar, statemen tersebut menunjukkan bahwa
dalam ekonomi Islam terpenuhinya kebutuhan konsumsi manusia yang
merupakan salah satu indikator kesejahteraan hendaknya bersifat secukupnya
(hanya untuk menghilangkan rasa lapar) dan tidak boleh berlebih-lebihan apalagi
sampai melakukan penimbunan demi mengeruk kekayaan yang maksimal, terlebih
lagi jika harus menggunakan cara-cara yang dilarang oleh agama, tentu hal ini
tidak sesuai anjuran Allah dalam surat Quraisy di atas, jika hal itu bisa dipenuhi,
maka kita tidak akan menyaksikan adanya korupsi, penipuan, pemerasan, dan
bentuk-bentuk kejahatan lainnya.
Sedangkan indikator yang ketiga adalah hilangnya rasa takut, yang
merupakan representasi dari terciptanya rasa aman, nyaman, dan damai. Jika
70
berbagai macam kriminalitas seperti perampokan, pemerkosaan, pembunuhan,
pencurian, dan kejahatan-kejahatan lain banyak terjadi di tengah masyarakat, hal
itu menunjukkan bahwa masyarakat tidak mendapatkan ketenangan, kenyamanan
dan kedamaian dalam kehidupan, atau dengan kata lain masyarakat belum
mendapatkan kesejahteraan.
Ayat lain yang menjadi rujukan bagi kesejahteraan terdapat dalam al-
Qur’an surat An-nisaa’ ayat 9 yang artinya adalah “Dan hendaklah takut kepada
Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak
yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. oleh sebab
itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucap-
kan perkataan yang benar”.
Berpijak pada ayat di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa kekhawatiran
terhadap generasi yang lemah adalah representasi dari kemiskinan, yang
merupakan lawan dari kesejahteraan, ayat tersebut menganjurkan kepada manusia
untuk menghindari kemiskinan dengan bekerja keras sebagai wujud ikhtiyar dan
bertawakal kepada Allah, sebagaimana hadits Rasulullah Saw. yang diriwayatkan
oleh Al-Baihaqi yang artinya “Sesungguhnya Allah menyukai seseorang yang
melakukan amal perbuatan atau pekerjaan dengan tekun dan sungguh-sungguh
(profesional)”.89
89
Yusuf Qardhawi, Al Iman Wa al Hayah, (Beirut: Muassasah Risalah, 1995), h. 256