bab ii landasan teori - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/ecolls/ethesisdoc/bab2/bab...
TRANSCRIPT
15
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Kualitas
2.1.1 Pengertian Kualitas
Ketika istilah “kualitas” digunakan, maka biasanya kita hanya akan berpikir
tentang kesempurnaan dari suatu produk ataupun jasa yang melewati dari apa yang
kita harapkan. Harapan-harapan ini berdasarkan tingkat kegunaan dan harga
penjualan. Sebagai contoh, seorang konsumen mengharapkan kemampuan yang
berbeda dari computer yang prosessor-nya pentium 4 dengan pentium 2 karena kedua
computer tersebut berada pada kelas yang berbeda. Ketika suatu produk atau jasa
melewati atau melebihi dari apa yang kita harapkan maka kita harus
mempertimbangkan kualitas tersebut. Dengan demikian, ini merupakan sesuatu yang
tidak dapat dinyatakan secara jelas berdasarkan persepsi.
Kata kualitas memiliki banyak definisi yang berbeda dan bervariasi dari
yang konvensional sampai yang lebih strategic (Gasperz,2001). Definisi konvensional
dari kualitas biasanya menggambarkan karakteristik langsung dari suatu produk
seperti: kinerja (performance), keandalan (reliability), mudah dalam penggunaan
(ease of use), estetika (esthetics), dan sebagainya. Sedangkan menurut definisi yang
strategic menyatakan bahwa: kualitas adalah segala sesuatu yang mampu memenuhu
keinginan atau kebutuhan pelanggan (meeting the needs of custmers).
16
Keistimewaan atau keunggulan produk dapat diukur melalui tingkat
kepuasan pelanggan. Keistimewaan suatu produk dapat dibagi ke dalam dua bagian,
yaitu: keistimewaan langsung dan keistimewaan atraktif. Keistimewaan langsung
berkaitan dengan kepuasan pelanggan yang diperoleh secara langsung dengan
mengkonsumsi produk yang memiliki karakteristik unggul seperti produk tanpa cacat,
keterandalan (reliability), dan lain-lain. Sedangkan keistimewaan atraktif berkaitan
dengan kepuasan pelanggan yang diperoleh secara tidak langsung dengan
mengkonsumsi produk itu. Keistimewaan atraktif sering memberikan kepuasan yang
lebih besar pada pelanggan dibandingkan keistimewaan langsung. Beberapa
keistimewaan atraktif, misalnya: Bank yang buka pada hari minggu, pelayanan 24
jam tanpa tambahan biaya, pembelian produk melalui telpon dan penyerahan di
rumah, dan sebagainya. Keistimewaan atraktif dapat meningkatkan kepuasan
pelanggan secara cepat, meskipun untuk itu membutuhkan inovasi dan
pengembangan secara terus menerus.
Dalam ISO 8402 (Quality Vocabulary) kualitas didefinisikan sebagai
totalitas dari karakteristik suatu produk yang menunjang kemampuannya untuk
memuaskan kebutuhan yang dispesifisikan dan ditetapkan. Kualitas seringkali
diartikan sebagai kepuasan pelanggan (customer satisfaction) atau konformansi
terhadap kebutuhan atau persyaratan (conformance to the requirements).
17
2.1.2 Definisi Manajemen Kualitas
Pada dasarnya Manajemen Kualitas (Quality Management) didefinisikan
sebagai suatu cara meningkatkan performansi secara terus-menerus (continuous
performance improvement) pada setiap level operasi atau proses, dalam setiap area
fungsional dari suatu organisasi, dengen menggunakan sumber daya manusia dan
modal yang tersedia (Gasperz,2001).
ISO 8402 (Quality Vocabulary) mendefinisikan Manajemen Kualitas sebagai
semua aktifitas dari fungsi manajemen secara keseluruhan yang menentukan
kebjaksanaan kualitas, tujuan-tujuan dan tanggung jawab, serta
mengimplementasikan melalui alat-alat seperti perencanaan kualitas (quality
planning), pengendalian kualitas (quality control), jaminan kualitas (quality
assurance) dan peningkatan kualitas (quality improvement). Tanggung jawab untuk
menajemen kualitas ada pada semua level dari manajemen, tetapi harus dikendalikan
oleh manajemen puncak (top management), dan implementasinya harus melibatkan
semua anggota organisasi.
Dari definisi tentang manajemen kualitas diatas, ISO 8402 (Quality
Vocabulary) juga mengemukan beberapa definisi tentang: Perencanaan Kualitas
(Qualty Planning) adalah penetapan dan pengembangan tujuan dan kebutuhan untuk
kualitas serta penerapan system kualitas. Pengendalian kualitas (Quality Control)
adalah teknik-teknik dan aktifitas operasional yang digunakan untuk memenuhi
persyaratan kualitas. Jaminan kualitas (Quality Assurance) adalah semua tindakan
terencana dan sistematik yang diimplementasikan dan didemonstrasikan guna
18
memberikan kepercayaan yang cukup bahwa produk akan memuaskan kebutuhan
untuk kualitas tertentu. Peningkatan kualitas (Quality Improvement) adalah tindakan-
tindakan yang diambil guna meningkatkan nilai produk untuk pelanggan melalui
peningkatkan efektifitas dan efisiensi dari proses dan aktifitas melalui struktur
organisasi.
2.1.3 Peningkatan Kualitas
Pada dasarnya Klausul 8 ISO 9001:2000 menyatakan bahwa organisasi harus
menetapkan rencana-rencana dan menerapkan proses-proses pengukuran,
pemantauan, analisis dan peningkatan yang diperlukan agar menjamin kesesuaian
dari produk, menjamin kesesuaian dari system manajemen kualitas dan meningkatkan
terus-menerus efetifitas dari system manajemen kualitas (Gasperz, 2001). Hal ini
dapat dicapai melalui penentuan metode-metode yang dapat diterapkan salah satu nya
adalah metode peningkatan kualitas Six Sigma, termasuk teknik-teknik statistika dan
lainnya.
Peningkatan kualitas merupakan aktifitas teknik dan manajemen, melalui
mana kita mengukur karakteristik kualitas dari produk (barang dan/atau jasa),
kemudian membandingkan hasil pengukuran itu dengan spesifikasi produk yang
diinginkan pelanggan, serta mengambil tindakan peningkatan yang tepat apabila
ditemukan perbedaan diantara kinerja aktual dan standar.
Peningkatan kualitas didefinisikan sebagai suatu metodologi pengumpulan
dan analisis data kualitas, serta menentukan dan mengintepretasikan pengukuran-
19
pengukuran yang menjelaskan tentang proses dalam suatu system industri, untuk
meningkatkan kualitas produk, guna memenuhi kebutuhan dan ekspetasi pelanggan.
Pengertian kualitas dalam konteks peningkatan proses adalah bagaimana
baiknya kualitas suatu produk (barang dan/atau jasa) itu memenuhi spesifikasi dan
toleransi yang ditetapkan oleh bagian desain dan pengembangan dari suatu
perusahaan.
2.1.4 Pandangan Modern dan Tradisional Terhadap Kualitas
(Gasperz, 2001) Secara tradisional, para pembuat produk biasanya melakukan
inspeksi terhadap prduk setelah produk itu selesai dibuat dengan jalan menyortir
produk yang baik dari yang kurang baik, kemudian mengerjakan ulang bagian-bagian
produk yang cacat itu. Dengan demikian pengertian tradisional tentang konsep
kualitas hanya berfokus pada aktifitas inspeksi untuk mencegah lolosnya produk-
produk cacat ke tangan pelanggan. Kegiatan inspeksi ini dipandang dari perspektif
system kualitas modern adalah sia-sia, karena tidak memberikan kontribusi pada
peningkatan kualitas.
Pada dasarnya, system kualitas modern dapat dicirikan oleh lima karakteristik,
sebagai berikut:
1. Berorientasi pada pelanggan (customer orientation).
2. Adanya partisipasi aktif yang dipimpin oleh manajemen puncak (top
management) dalam proses peningkatan kualitas secara terus menerus.
20
3. Adanya pemahaman dari setiap orang terhadap tanggung jawab spesifik untuk
kualitas.
4. Adanya aktifitas yang berorientasi pada tindakan pencegahan kerusakan,
bukan berfokus pada upaya untuk mendeteksi kerusakan saja.
5. Adanya filosofi yang dapat merubah cara berpikir seseorang menjadi selalu
mengarah pada kualitas.
Tabel 2.1 Perbedaan Pandangan Tradisional dan Modern Terhadap Kualitas
Item Pandangan Tradisional Pandangan Modern
Kualitas
1. Ukuran berdasarkan bagian per seratus persen
1. Ukuran berdasarkan bagian per sejuta (ppm)
2. Jika produk tidak rusak, tidak perlu memperbaikinya
2. Perbaikan produk/proses secara terus menerus
3. Inspeksi = kualitas 3. Manajemen kualitas terpadu
Keterlibatan Karyawan
1. Sistem saran secara pasif 1. Tim kualitas proaktif
2. Strategi menang - kalah 2. Strategi menang - menang 3. Paling banyak satu perbaikan per karyawan per tahun
3. Selusin atau lebih perbaikan per karyawan per tahun
Fokus Keuntungan jangka pendek Keuntungan jangka panjang
21
2.1.5 Pengukuran Karakteristik Kualitas
Pada dasarnya pengukuran karakteristik kualitas dapat dilakukan pada tiga
tingkat (Gasperz, 2002), yaitu:
1. Pengukuran pada tingkat proses adalah mengukur setiap langkah atau aktifitas
dalam proses dan karakteristik kualitas input yang diserahkan oleh pemasok
(supplier) yang mengendalikan dan mempengaruhi karakteristik kualitas
output yang diinginkan. Tujuan dari pengukuran pada tingkat ini adalah
mengindentifikasikan perilaku yang mengatur setiap langkah dalam proses
dan mengunakan ukuran-ukuran ini untuk mengendalikan dan meningkatkan
proses operasional serta memperkirakan output yang akan dihasilkan sebelum
output itu diproduksi atau diserahkan kepada pelanggan. Beberapa contoh
pengukuran pada tingkat proses yang mendeskripsikan kinerja kualitas adalah:
lama waktu menjawab panggilan telepon, banyaknya panggilan telepon yang
tidak dikembalikan ke pelanggan, konformansi terhadap waktu penyerahan
yang dijanjikan, cycle time, lama waktu belajar mahasiswa untuk persiapan
menghadapi suatu ujian, dan lain-lain.
2. Pengukuran pada tingkat output adalah mengukur karakteristik kualitas output
yang dihasilkan dari suatu proses dibandingkan terhadap spesfikasi
karakteristik kualitas yang diinginkan oleh pelanggan. Beberapa contoh
pengukuran pada tingkat output adalah banyaknya unit produk yang tidak
memenuhi spesifikasi tertentu yang ditetapkan (banyaknya produk yang
22
cacat), diameter dari produk yang dihasilkan, niali mahasiswa ketika
menempuh suatu ujian, dan lain-lain.
3. Pengukuran pada tingkat outcome adalah mengukur bagaimana baiknya suatu
produk (barang dan/ atau jasa) itu memenuhi kebutuhan spesifik dan ekspetasi
rasional dari pelanggan, jadi mengukur tingkat kepuasan pelanggan dalam
menggunakan produk (barang dan/atau jasa) yang diserahkan. Pengukuran
pada tingka outcome merupakan tingkat tertinggi dalam pengukuran kinerja
kualitas. Beberapa contoh pengukuran pada tingkat outcome adalah:
banyaknya keluhan pelanggan yang diterima, banyaknya produk yang
dikembalikan oleh pelanggan, tingkat kepuasan pelanggan, dan lain-lain.
2.2 Produktifitas
2.2.1 Pengertian Produktifitas
Produktifitas adalah rasio dari keluaran suatu organisasi (barang dan jasa)
terhadap masukannya (manusia, modal, material dan energi) (Brue, 2002).
Produktifitas meningkat bersamaan dengan ditemukannya cara-cara baru oleh suatu
organisasi untuk menggunakan sumber daya yang lebih sedikit untuk memproduksi
keluarannya.
Dalam lingkungan bisnis, meningkatkan produktifitas adalah penting untuk
kesuksesan jangka panjang. Melalui peningkatan produktifitas manager dapat
mengurangi biaya, menghemat sumber daya yang langka dan meningkatkan profit.
23
Pada gilirannya, peningkatan profit membuat organisasi bisa memberikan bayaran,
manfaat dan kondisi kerja yang lebih baik. Hasilnya bisa berupa kualitas kehidupan
kerja yang lebih tinggi bagi para pekerja, yang lebih cenderung termotivasi ke arah
peningkatan yang lebih jauh dalam produktifitas.
Definisi lain mengatakan bahwa produktifitas pada kebanyakan organisasi
merupakan suatu fungsi peraturan yang memiliki paling sedikit 3 variabel, yaitu:
teknologi, modal dan sumber daya manusia. Banyak organisasi memiliki kesempatan
dalam pengembangan teknologi dan investasi modal.
Banyak dari perusahaan tersebut gagal dalam meningkatkan produktifitas oleh
karena gagal memperoleh keuntungan optimal dari karyawannya.
2.2.2 Pengukuran Produktifitas
Pengaruh dari sumber daya manusia dalam organisasi terhadap produktifitas
bagaimanapun juga dapat diukur dengan mendasarkan pada apa yang dilakukan
individu pada pekerjaannya. Apa yang dilakukan individu dapat dinilai dengan
pengukuran berdasarkan kehadiran kecelakaan kerja bawahan dan pelanggan sebagai
frekuensi yang telah dilakukan pekerja terhadap pekerjaannya yang menyangkut
kesuksesan pekerjaannya.
Jika orang yang mempunyai pengetahuan dan keterampilan untuk melakukan
suatu pekerjaan, tetapi diperlakukan dengan cara yang tidak memuaskan, masalah
yang dihadapi kemungkinan besar adalah motivasi. Kunci keberhasilan dari strategi
efektif motivasi termasuk umpan balik seperti pengontrolan diri sendiri, yang
24
memberikan kesempatan pada para pekerja untuk mempelajari seberapa baik
pekerjaan yang telah dilakukannya.
Untuk mengukur produktifitas kerja dapat menggunakan dua pendekatan
berikut:
1. Skala sifat
Pendekatan yang sering digunakan untuk mengukur produktifitas pekerja
adalah menggunakan sifat acuannya, seperti kesetiaan, kepercayaan,
ketegasan dan pengaturan diri sendiri.
Keuntungan dari pendekatan ini adalah dapat digunakan untuk mengukur
pada skala yang sama dari tingkatan CEO (Chief Executive Officer) sampai
ke posisi entry level sekalipun dan dapat dengan mudah diterapkan secara
cepat, karena tidak adanya pertimbangan waktu atau imaginasi untuk bertukar
pikiran.
2. Biaya-biaya yang berkaitan dengan hasil
Pendekatan kedua ini mentitikberatkan pada tingkatan manager senior, para
pemegang saham, dan pelanggan karena pertimbangan mereka terhadap
kesejahteraan perusahaan. Mereka mempertimbangkan dan mengukur secara
kuantitatif atau produktifitas dari hasil seperti laba, biaya dan tingkatan
pengembalian investasi yang kebanyakan merupakan tanggung jawab dari
manager.
25
Six Sigma
2.3.1 Sejarah Six Sigma
Pada permulaan tahun 1980-an, Motorola secara terus menerus dikalahkan di
pasar yang kompetitif yang pada akhirnya mereka kehilangan marketnya karena
perbedaan kualitas dibandingkan dengan perusahaan Jepang pada saat itu
(Pyzdek,2002). Saat perusahaan Jepang mengambil alih Motorola yang memproduksi
pesawat televisi di Amerika Serikat, mereka dengan cepat menetapkan perubahan
yang drastic dalam menjalankan perusahaan, Di bawah manajemen Jepang,
perusahaan segera memproduksi televisi dengan jumlah kerusakan satu dibandingkan
dua puluh yang mereka pernah produksi di bawah manajemen Motorola. Pada tahun
1981, Motorola menghadapi tantangan tersebut dengan mengevaluasi kualitasnya
hingga 5 kali dalam 5 tahun namun tetap saja tidak berhasil. Kemudian Motorola
dengan Bob Galvin sebagai CEOnya memutuskan untuk menekuni kualitas dengan
serius dengan mengembangkan suatu proses yang konsisten berdasarkan pendekatan
statistik.
Akhirnya pada tahun 1986, Bill Smith, seorang ahli dan senior engineer di
Divisi Komunikasi Motorola yang juga seorang ahli statistik, menyimpulkan bahwa
bila suatu produk cacar dan diperbaiki pada waktu produksi maka cacat-cacat lain
mungkin akan terabaikan (Brue,2002). Dengan kata lain, rata-rata kegagalan proses
jauh lebih tinggi ketimbang yang ditunjukan oleh tes-tes akhir produk. Bila produk
dirakit secara sama sekali bebas cacat, mungkin produk itu kelak tidak akan
mengecewakan pelanggan. Dari sinilah Six Sigma bertolak, Dr Mikael J Harry,
26
pendiri Motorola Six Sigma Research Institute, selanjutnya memperhalus
metodologinya, bukan saja untuk menghapus pemborosan tetapi juga mengubahnya
menjadi pertumbuhan.
Kemudian ide tersebut diajukan kepada CEO Motorola yaitu Bob Gavin, yang
kemudian ide tersebut dijadikan sebagai pedoman atau acuan untuk menyelesaikan
permasalahan kualitas yang ada di Motorola pada saat itu. Six Sigma dijadikan
sebagai strategi utama Motorola untuk dapat menghasilkan produk-produk yang
sesuai atau cocok dengan keinginan konsumen. Pendekatan yang biasa digunakan
oleh Motorola adalah measure, analyze, improve dan control. Kemudian pada tahun
1987, Motorola berhasil menerapkannya sebagai kunci sukses. Sebagai hasilnya pada
tahun 1988 Motorola memenangkan penghargaan paling bergengsi dalam bidang
kualitas yaitu The Malcolm Baldrige National Quality Award (MBNQA). Tahun
1990, Motorola bersama dengan beberapa perusahaan seperti IBM, Texas
Instruments dan Xerox membuat konsep Black Belts (BBs) yang dijadikan sebagai
ahli dalam menggunakan metode statistic. Lalu, Allied Signal (sekarang Honeywell
International Inc) dan General Electric Co berhasil menggunakan dan
mempopulerkan Six Sigma Motorola tersebut.
2.3.2 Apakah Six Sigma itu?
Six Sigma adalah sebuah proses bisnis yang dapat membuat perusahaan-
perusahaan secara drastic meningkatkan laba mereka dengan meningkatkan dan
memonitor aktifitas bisnis harian dengan cara meminisasi pemborosan dan sumber
27
daya bersamaan dengan meningkatkan kepuasan pelanggan (Harry dan Schroeder,
2000).
Tujuan dari Six Sigma sendiri adalah bukannya untuk meningkatkan kualitas
hingga tingkat kualitas Six Sigma, namun untuk meningkatkan profitabilitas
perusahaan meskipun meningkatnya kualitas dan efisiensi merupakan hasil antara
dari Six Sigma itu sendiri. Sehingga hal tersebut membuat banyak perusahaan tertarik
untuk mengimplementasikan Six Sigma pada perusahaannya dengan harapan
memperoleh margin laba yang lebih tinggi dari sebelumnya.
Jadi Six Sigma sebenarnya mencakup beberapa hal, diantara nya adalah
(Anonim,2002):
1. Pengukuran statistik
Memberikan informasi tentang seberapa bagus produk dan pelayanan serta
proses yang ada.
2. Metodologi
Langkah-langkah yang dijadikan sebagai Improvement Tool (Alat Perbaikan)
yang lengkap yang dapat digunakan dan diaplikasikan pada Design,
Manufacturing, Sales, Service, dll.
3. Strategi bisnis
Dapat membantu dalam meraih keuntungan pada suatu persaingan. Bila dapat
memperbaiki sigma level pada proses, berati kualitas produk akan lebih baik
28
dan biaya yang tidak perlu akan berkurang dan hasilnya yang pasti konsumen
akan semakin puas.
4. Philosophy
a. Kelangsungan perusahaan bergantung pada kemajuan bisnis
b. Perusahaan bertambah besar berdasarkan kepuasan pelanggan
c. Kepuasan pelanggan ditentukan oleh Quality, Price dan Delivery
d. Quality, Price dan Delivery dikontrol oleh process capability
e. Process Capability tergantung dari variasi
f. Variasi proses menentukan kenaikan defect, cost dan cycle time
g. Untuk mengurangi variasi, kita harus mengaplikasikan pengetahuan yang
benar
h. Untuk mengaplikasikan pengetahuan yang benar, langkah pertama adalah
dengan mengukur
i. Dengan mengukur permasalahan, kita akan dapat pengetahuan yang benar.
Terdapat tiga bentuk umum permasalahan hasil/output dari suatu proses yang
menjadi sasaran Six Sigma, yaitu (Anonim,2002):
1. Tepat namun tidak akurat
Artinya rata-rata dari output (keluaran) yang dihasilkan oleh proses
menyimpang dari target yang telah ditentukan berdasarkan suara customer
(pelanggan) atau mungkin jauh dari target tersebut sehingga kemungkinan sebagian
atau seluruh hasil outputnya berada di luar spesifikasi. Dengan begitu pada masalah
29
ini Six Sigma diharapkan dapat menggeser rata-rata hasil proses tersebut hingga tidak
terjadi penyimpangan dari target yang telah ditetapkan, melalui langkah-langkah
perbaikan yang sistematis dibantu dengan alat statistik.
2. Akurat namun tidak tepat
Artinya output (keluaran) yang dihasilkan oleh proses adalah sangat bervariasi
atau beragam sehingga kemungkinan hasil dari proses tersebut ada yang keluar dari
spesifikasi yang telah ditentukan. Sehingga tujuan dari Six Sigma disini adalah untuk
mengurangi jumlah variasi tersebut hingga minimal hasil dari proses tidak ada yang
keluar dari batas spesifikasi yang telah ditetapkan berdasarkan suara dari pelanggan
(customer).
3. Tidak tepat dan akurat
Artinya bahwa output yang dihasilkan oleh proses tersebut adalah bervariasi
dan juga tidak akurat/menyimpang hasilnya dengan target yang telah ditentukan.
Disini dengan Six Sigma diharapkan dapat menggeser rata-rata proses ke target dan
juga meminimasi variasi dari proses hingga mendekati level 6 sigma.
Untuk lebih jelasnya mengenai penjelasan diatas, dapat dilihat pada Gambar
2.1 yang menunjukan ilustrasi dari permasalahan pokok dari hasil/output proses yang
ditangani oleh Six Sigma.
30
Gambar 2.1 Masalah Variasi dan Pergeseran Hasil Proses
Note : LSL: Lower Scale Limit USL : Upper Scale Limit
31
2.3.3 Konsep Six Sigma Motorola
Pada dasarnya pelanggan akan puas apabila mereka menerima nilai
sebagaimana yang mereka harapkan (Gasperz,2002). Apabila produk (barang
dan/atau jasa) diproses pada tingkat kualitas Six Sigma, perusahaan boleh
mengharapkan 3,4 kegagalan per sejuta kesempatan (Defect Per Million
Opportunity/DPMO) atau mengharapkan bahwa 99,99966 persen dari apa yang
diharapkan pelanggan akan ada dalam produk itu. Dengan demikian Six Sigma dapat
dijadikan ukuran target kinerja system industri tentang bagaimana baiknya suatu
proses transaksi produk antara pemasok (industri) dan pelanggan (pasar). Semakin
tinggi target sigma yang dicapai, kinerja system industri akan semakin baik. Sehingga
Six Sigma otomatis akan lebih baik dari Four Sigma, Four Sigma akan lebih baik dari
Three Sigma. Six Sigma juga dapat dianggap sebagai strategi terobosan yang
memungkinkan perusahaan melakukan peningkatan luar biasa (dramatic) di tingkat
bawah. Six Sigma juga dapat dipandang sebagai pengendalian proses industri
berfokus pada pelanggan, melalui penekanan pada kemampuan proses (process
capability).
2.3.4 Karakteristik Six Sigma
Terdapat beberapa hal yang dapat mencirikan Six Sigma (Anonim,2002),
diantaranya adalah:
1. Metode peningkatan kualitas yang dapat diaplikasikan di segala bidang,
diantaranya Design, manufacturing, Sales, Service, dll.
32
2. Fokus terhadap 3P (Product, Process, People).
3. Berdampak terhadap penghematan biaya (cost saving) dengan meminimalisasi
pemborosan (waste) yang ada di dalam proses.
4. Membuat keputusan berdasarkan data, bukan berdasarkan ide-ide yang salah
dan praduga.
5. Pengolahan data menggunakan statistic dibantu dengan Statistic Software
(SPSS) sehingga mempermudah untuk yang awam terhadap statistik.
Ada beberapa hal yang membedakan pendekatan Six Sigma dengan
pendekatan tradisional, yang dapat dilihat pada Tabel 2.3 berikut:
Table 2.2 Perbedaan Pendekatan Tradisional Vs 6 σ
2.3.5 Dampak Six Sigma
Beberapa keberhasilan Motorola yang telah diperoleh hingga sekarang
diantaranya adalah (Gasperz,2002):
33
1. Peningkatan produktifitas rata-rata 12.3% per tahun.
2. Peningkatan COPQ (cost of poor quality) lebih dari 84%.
3. Eliminasi kegagalan dalam proses sekitar 99.7%.
4. Penghematan biaya manufacturing lebih dari $11 miliar.
5. Peningkatan tingkat pertumbuhan tahunan rata-rat 17% dalam penerimaan,
keuntungan dan harga saham Motorola.
Beberapa survei yang dilakukan di Amerika telah menunjukan keberhasilan
aplikasi program Six Sigma di beberapa perusahaan, contoh: dimana perusahaan-
perusahaan yang beroperasi pada tingkat 3 sigma akan mampu memperoleh
manfaat secara rata-rata per tahun setelah beroperasi pada tingkat 4 sigma
(peningkatan kualitas sebesar 1 sigma) adalah:
1. Peningkatan keuntungan (contribution margin improvement) rata-rata 20%
2. Peningkatan kapasitas sekitar 12-18%.
3. Penghematan tenaga kerja sekitar 12%.
4. Penurunan penggunaan modal operasional sekitar 10-30%.
2.3.6 Metodologi Six Sigma
Untuk melakukan peningkatan terus menerus menuju target Six Sigma
dibutuhkan suatu pendekatan yang sistematis, berdasarkan ilmu pengetahuan dan
fakta (systematic, scientific and fact based) dengan menggunakan peralatan, pelatihan
dan pengukuran sehingga ekspetasi dan kebutuhan pelanggan dapat terpenuhi
34
(Simon,2003). Saat ini terdapat dua pendekatan yang biasa digunakan dalam Six
Sigma, yaitu:
1. DMAIC (Define, Measure, Analyze, Improve and Control)
Metodologi DMAIC digunakan pada saat sudah terdapat produk atau proses
di perusahaan namun belum dapat mencapai spesifikasi yang ditentukan oleh
pelanggan.
a. Define, menentukan tujuan proyek dan ekspetaksi pelanggan.
b. Measure, mengukur proses untuk dapat mentukan kinerja sekarang
atau sebelum mengalami perbaikan.
c. Analyze, menganalisa dan menentukan akar permasalahan dari suatu
cacat atau kegagalan.
d. Improve, memperbaiki proses menghilangkan atau mengurangi jumlah
cacat/kegagalan.
e. Control, mengawasi kinerja proses yang akan datang setelah
mengalami perbaikan.
2. DMADV (Define, Measure, Analyze, Design and Verify)
Metodologi DMADV dapat digunakan pada tempat/perusahaan yang belum
terdapat produk maupun proses atau pada perusahaan yang sudah memiliki
produk maupun proses dan sudah dilakukan optimisasi (menggunakan
DMAIC ataupun metode yang lain) namun tetap saja tidak bisa mencapai
level spesifikasi yang ditetapkan berdasarkan pelanggan atau sigma level.
35
a. Define, menentukan tujuan proyek dan ekspetasi pelanggan.
b. Measure, mengukur dan memutuskan spesifikasi dan kebutuhan
pelanggan.
c. Analyze, menganalisa beberapa proses pilihan yang sesuai dengan
kebutuhan pelanggan.
d. Design, merancang proses secara terperinci yang sesuai dengan
kebutuhan pelanggan.
e. Verify, menguji kemampuan dan kekuatan hasil rancangan agar sesuai
dengan kebutuhan pelanggan.
Gambar 2.2 Flow Chart Pemilihan Metodologi Six Sigma
36
2.4 Metode DMAIC
DMAIC (Define, Measure, Analyze, Improve and Control) merupakan sebuah
proses untuk peningkatan yang dilakukan secara terus menerus, bersifat sistematis,
ilmiah dan berdasarkan pada kenyataan yang ada. DMAIC meliputi langkah-langkah
yang perlu dilakukan secara berurutan, yang masing-masing langkah/tahapan amat
penting guna mencapai hasil yang diinginkan. Dan juga DMAIC biasa disebut
sebagai metodologi Six Sigma yang dijadikan sebagai metode penyelesaian masalah
atau kunci pemecahan masalah. Agar dapat lebih memahami proses DMAIC secara
umum dapat dilihat pada Gambar 2.5 dan untuk sub tahapan dari tiap tahapan
DMAIC menggunakan acuan atau pedoman yang ada di perusahaan tempat penelitian
dan juga Basic Six Sigma Handbook sedangkan untuk uraiannya dapat dilihat di
bawah.
Gambar 2.3 Proses DMAIC Six Sigma
37
2.4.1 Tahap Define
Ini merupakan tahapan awal dalam menjalankan metode DMAIC yang
merupakan salah satu metode dalam six sigma. Tahap ini akan memfokuskan untuk
menemukan CTQ (Critical to Quality) yaitu sebuah focus permasalahan yang menjadi
hal yang paling penting untuk memenuhi keinginan customers. Dalam tahap ini akan
dibagi ke dalam beberapa tahapan lagi, namun sub-tahapan di dalam metode DMAIC
sendiri belum baku sehingga belum ada persamaan persepsi mengenai langkah-
langkah yang ada di dalamnya. Disini akan dicoba untuk menggunakan tahapan yang
biasa digunakan oleh perusahaan tempat studi kasus yang juga banyak dipakai di
berbagai perusahaan yang telah mengembangkan Six Sigma.
1. Menentukan Proyek Six Sigma
Pada bagian ini terdiri dari pemilihan critical line dan critical model. Untuk
menetukan line dan model yang akan dipilih akan digunakan Diagram Pareto
sebagai alat statistik untuk menemukannya.
2. Menentukan CTQ (Critical to Quality)
Disini akan ditentukan CTQ yang merupakan unsur yang terdapat pada proses
yang secara signifikan akan mempengaruhi output dari proses, dalam hal ini
adalah peningkatan laju produksi (kebutuhan/kepuasan konsumen). Dan yang
terpenting adalah CTQ ini harus terukur dan dapat diamati.
38
3. Menentukan Critical to Process (CTP)
Tujuan dari tahap ini adalah untuk menemukan sub proses yang menyebabkan
masalah, dengan menggunakan data yang ada pada Standard Time Leader yang
menangani waktu standar yang dibutuhkan setiap stasiun kerja setiap waktu
sehingga data tersebut lebih up to date dan dapat mewakili kondisi yang ada. Dari
data-data tersebut kemudian ditampilkan dalam bentuk grafik untuk memudahkan
dalam menentukan workstation yang bermasalah sehingga dapat dilakukan
perbaikan pada work station tersebut sehingga kebutuhan konsumen dapat
terpenuhi dan perusahaan pun memperoleh penghematan biaya dari perbaikan
tersebut.
2.4.2 Tahap Measure
Tahap measure merupakan tahapan kedua dari metode DMAIC yang pada
tahap ini lebih difokuskan untuk mengetahui kapabilitas proses yang ada saat ini
(current process capability) sehingga dapat dijadikan sebagai tolak ukur dalam
peningkatan proses dan dapat diketahui sudah seberapa jauh kemajuan yang telah
dicapai dari suatu proses yang telah mengalami perbaikan dari kondisi awalnya.
Namun sebelumnya harus dilakukan pengujian terhadap sistem pengukuran yang
akan dilakukan agar semua hasil pengukuran yang dilakukan dapat dinyatakan valid
dan kesimpulan yang diambil dari data pengukuran tersebut dapat sesuai dengan
kenyataan yang ada pada proses tersebut.
39
1. Menguji Sistem Pengukuran
Hal ini dilakukan untuk mengesahkan sistem pengukuran yang dipakai
sehingga tidak terjadi kesalahan dalam pengukuran berikutnya, yang pada
akhirnya mempengaruhi hasil kesimpulan yang telah dibuat berdasarkan sistem
pengukuran yang tidak sah.
2. Mengukur Kapabilitas Proses Sekarang
Pada tahap ini, kita ingin mengetahui seberapa besar indeks kapabilitas proses
yang dapat dicapai oleh proses kita baik untuk yang short term maupun long term.
Indeks kapabilitas proses dapat dikatakan baik apabila tidak memiliki masalah di
dalam prosesnya dan dikatakan tidak baik apabila terjadi masalah di dalam proses
tersebut. Maka dapat disimpulkan bahwa untuk mengetahui apakah ada masalah
dengan proses kita, dapat diketahui melalui indeks kapabilitas prosesnya.
2.4.3 Tahap Analyze
Tahap ini merupakan tahapan yang ketiga dalam DMAIC dimana konsentrasi
nya pada pemilihan faktor-faktor yang paling berpengaruh terhadap CTQ (masalah).
Disini akan banyak dibutuhkan pengujian-pengujian yang tujuannya untuk
mengetahui factor yang paling berpengaruh terhadap masalah (vital factors). Namun
sebelumnya dilakukan pengumpulan factor-factor yang potensial untuk
mempengaruhi CTQ dengan menggunakan survey lalu dipilih lagi diantara factor-
faktor potensial tersebut yang layak untuk dilakukan pengujian.
40
1. Menentukan Potensial Faktor
Pada bagian ini akan dicari beberapa factor yang mempunyai kemungkinan
untuk dapat mempengaruhi Y (masalah) atau biasa disebut sebagai potential factor.
Alat statistik yang digunakan untuk menganalisisnya adalah Fishbone Diagram
(diagram sebab akibat). Pada tahap ini pun harus hati-hati karena akan mempengaruhi
hasil yang diperoleh bila pemilihannya tidak tepat maka hasil yang dicapainya pun
tidak optimal. Untuk itu dibutuhkan beberapa orang yang ahli di bidangnya untuk
dapat memilah-milah factor-faktor apa saja yang kemungkinan dapat mempengaruhi
Y tersebut secara signifikan.
2. Menentukan Vital Faktor
Setelah ditemukannya beberapa factor yang potensial dari langkah
sebelumnya, lalu langkah berikutnya adalah menentukan factor-faktor yang sangat
berpengaruh terhadap Y (masalah) dengan melakukan pengujian hipotesis terhadap
factor-faktor tersebut, apakah faktor tersebut benar-benar berpengaruh terhadap
masalah yang ada? Sehingga improvement yang akan kita lakukan tidak akan sia-sia
dilakukan dan juga tidak banyak keluar biaya yang besar untuk melakukan perbaikan
tersebut.
2.4.4 Tahap Improve
Pada tahap ini akan dipilih setting yang paling baik untuk setiap vital factor
yang didapat dari langkah sebelumnya sehingga menghasilkan Y yang optimum.
41
Dilanjutkan dengan membuat prosedur yang baru dan menghitung kapabilitasnya
setelah tahap implementasi
1. Menentukan factor yang vital
Disini akan dicari factor-faktor vital bagi perusahaan dimana factor-faktor
tersebut telah diindentifikasi pada tahapsebelumnya dengan menggunakan survey.
2. Membuat Prosedur Baru
Setelah ditemukan setting factor yang paling optimal, maka langkah
berikutnya adalah membuat prosedur yang baru sehingga dapat dijadikan sebagai
acuan oleh karyawan pada saat melakukan tahap pengimplementasian.
3. Mengukur Kapabilitas Proses setelah Implementasi
Disini akan digunakan cara yang sama dengan perhitungan Kapabilitas
Proses yang ada di tahapan Measure. Namun disini data yang digunakan adalah
sample data setelah mengalami perbaikan atau sudah diimplementasikannya
konsep yang baru agar hasil yang dicapai dapat optimal.
2.4.5 Tahap Control
Pada tahap akhir ini akan lebih tefokus pada bagaimana caranya untuk dapat
menjaga dan mempertahankan kondisi dari hasil ide-ide perbaikan agar tidak berubah
lagi atau kembali lagi pada kondisi awal. Sehingga dibutuhkan seperangkat prosedur
yang akan digunakan sebagai alat untuk menjaga dan mengawasinya.
42
1. Merancang Sistem Kontrol
Disini akan dirancang sistem control apa yang kira-kira cocok dengan kondisi
yang ada. Sistem kontrol disini maksudnya adalah seperangkat langkah-
langkah yang akan dilakukan untuk melakukan pengontrolan terhadap proses
yang telah mengalami perbaikan.
2. Mengaplikasikan Sistem Kontrol
Sedangkan mengaplikasikan sistem control disini dimaksudkan untuk
menjalankan proses control dengan menggunakan rancangan sistem control
yang telah dibuat sebelumnya. Namun untuk penelitian ini hanya terbatas
pada waktu tertentu saja untuk melakukan pengontrolan.
2.5 Statistika
2.5.1 Pengertian Statistika
Statistika adalah ilmu yang membahas tentang pengumpulan, penyusunan,
analisa, interpretasi dan penyajian data (Anonim,2002). Tujuan penggunaan
statistika dalam Six Sigma adalah bukan sekedar untuk inspeksi dan deteksi
namun juga untuk memprediksi dan mencegah sesuatu. Agar tujuan dari statistik
tersebut dapat terlaksana dengan baik maka dibutuhkan data yang lengkap dan
akurat sebagai bahan acuan untuk melakukan improvement.
43
2.5.2 Macam-macam Statistik
Dalam arti sempit, statistik dapat diartikan sebagai data, tetapi dalam arti
luas, statistik dapat diartikan sebagai alat (Sugiyono,2003). Alat untuk analisi dan
alat untuk membuat keputusan. Statistik dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
1. Statistik deskriptif
Adalah statistik yang digunakan untuk menggambarkan atau menganalisis
suatu statistic hasil penelitian, tetapi tidak digunakan untuk membuat kesimpulan
yang lebih luas.
2. Statistik Inferential
Adalah statistic yang digunakan untuk menganalisis data sample dan hasilnya
akan digeneralisasikan untuk populasi dimana sampel diambil. Terdapat dua
macam statistic inferential, yaitu:
a. Parametris
Digunakan untuk menganalisa data interval atau rasio, yang diambil dari
populasi yang berdistribusi normal.
b. Non Parametris
Digunakan untuk menganalisis data nominal dan ordinal dari populasi yang
bebas distribusi, jadi tidak harus normal.
44
Pengumpulan Data
Data adalah catatan tentang sesuatu, baik yang bersifat kualitatif maupun
kuantitatif yang digunakan sebagai petunjuk untuk bertindak (Anonim,2002).
Berdasarkan data, kita dapat mempelajari fakta-fakta yang ada dan kemudian
mengambil tindakan yang tepat berdasarkan pada fakta tersebut. Di dalam Six
Sigma data-data yang digunakan dapat berupa data defects, waktu, biaya,
efisiensi, ataupun kinerja.
Data-data dikumpulkan dengan tujuan seperti berikut (Anonim,2002):
1. Untuk mendapatkan fakta-fakta yang dapat dijadikan sebagai landasan kuat
untuk memilih suatu masalah yang akan dijadikan sebagai project.
2. Untuk dijadikan sebagai bahan acuan yang akan menunjukkan kemajuan
suatu proses.
Gambar 2.4 Jenis Data
45
Berdasarkan jenisnya, data dapat dibagi menjadi:
1. Data Kualitatif
Yaitu data yang berbentuk kategori atau kualitas (tidak berbentuk bilangan).
Contoh: Bagus, Manis, Pahit, Cantik, Tinggi, dll.
2. Data Kuantitatif
Yaitu data yang berbentuk bilangan (angka) baik hasil penghitungan maupun
hasil pengukuran. Contoh: 150 anak, 30 derajat, 40 motor, dll.
Berdasarkan cara memperoleh datanya, maka data kuantitatif dapat dibagi
menjadi (Gasperz,2002):
1. Data Atribut merupakan data kualitatif yang dihitung menggunakan daftar
pencacahan atau tally untuk keperluan pencatatan dan analisis. Data atribut
bersifat diskrit. Jika suatu catatan hanya merupakan suatu ringkasan atau
klasifikasi yang berkaitan dengan sekumpulan persyaratan yang telah
ditetapkan, maka catatan itu disebut sebagai “atribut”. Contoh data atribut
karakteristik kualitas adalah: ketiadaan label pada kemasan produk, kesalahan
proses adminitrasi buku tabungan nasabah, banyaknya jenis cacat pada
produk, banyaknya produk kayu lapis yang cacat, dan lain-lain. Data atribut
biasanya diperoleh dalam bentuk unit-unit ketidaksesuaian atau
cacat/kegagalan terhadap spesifikasi kualitas yang telah ditetapkan.
46
2. Data Variabel merupakan data kuantitatif yang diukur menggunakan alat
pengukuran tertentu untuk keperluan pencatatan dan analisis. Data variabel
bersifat kontinyu. Jika suatu catatan dibuat berdasarkan keadaan aktual,
diukur secara langsung, maka karakteristik kualitas yang diukur itu disebut
sebagai variabel. Contoh data variabel karakteristik kualitas adalah: diameter
pipa, ketebalan produk kayu lapis, berat semen dalam kantong, waktu yang
dibutuhkan untuk melakukan satu proses, dan lain-lain. Ukuran-ukuran berat,
panjang, tinngi, diameter, waktu dan volume merupakan data variabel.
Populasi dan Sampel
Gambar 2.5 Hubungan antara Populasi dan Sampel
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas; objek/subjek
yang mempunyai kuantitas dari karakteristik tertentu yang akan ditetapkan oleh
peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono,2003).
Jadi populasi bukan hanya orang, tetapi juga benda-benda alam yang lain.
Populasi juga bukan sekedar jumlah yang ada pada objek.subjek yang dipelajari,
tetapi meliputi seluruh karakteristik/sifat yang dimiliki oleh objek atau subjek itu.
47
Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki
oleh populasi tersebut. Bila populasi besar, dan peneliti tidak mungkin
mempelajari semua yang ada pada populasi, misalnya karena keterbatasan tenaga,
dana dan waktu maka peneliti dapat menggunakan sampel yang diambil dari
populasi itu. Apa yang dipelajari dari sampel itu, kesimpulannya akan
diberlakukan untuk populasi. Untuk itu sampel yang diambil dari populasi harus
benar-benar representatif. Bila sampel tidak representatif, ibarat orang yang tidak
bisa melihat tetapi diminta untuk menyimpulkan karakteristik dari gajah. Satu
orang memegang telinga gajah, maka ia akan menyimpulkan bahwa gajah itu
seperti kipas. Orang kedua memegang badan gajah, maka ia akan menyimpulkan
bahwa gajah seperti tembok besar. Begitulah jika sampel yang dipilih tidak
representatif maka ibarat 2 orang yang tidak bisa melihat itu yang membuat
kesimpulan yang salah tentang gajah.
Apabila kandungan dari suatu sampel berfluktuasi atau berubah-rubah
maka perhitungan statistik pun akan menjadi lebih besar atau kecil dari nilai
populasi yang sebenarnya. Pengambilan sampel diperlukan juga ketika
diperlukannya inspeksi dengan jalan menghancurkan produk yang akan diinspeksi
atau ketika pengujian pada seluruh populasi menjadi sangat berbahaya.
Sebenarnya, kemungkinan analisis terhadap seluruh populasi tidak seakurat
dengan cara sampling. Karen apabila rasa bosan dan lelah dirasakan oleh
inspektor maka akan membuat pemeriksaan yang dilakukannya menjadi tidak
akurat lagi.
48
2.6 Alat-Alat Six Sigma
2.6.1 Diagram Pareto
Apa yang menjadi area utama dalam proses itu? (Gasperz,2001). Pertanyaan
ini dapat dijawab dengan menggunakan prinsip Pareto yang menyatakan bahwa
sekitar 80% dari masalah yang disebabkan oleh 20% dari penyebab. Vilfredo Pareto,
seorang ahli ekonomi Italia pada abad ke 19 menemukan bahwa bagian terbesar dari
kesejahteraan dimiliki oleh beberapa orang saja, sehingga menimbulkan maldistribusi
dari kesejahteraan (maldistribution of wealth). Kunci peningkatan proses pertama kali
adalah mengidentifikasi area utama dan memfokuskan perhatian pada masalah utama
itu.
Diagram Pareto adalah grafik batang yang menunjukan masalah
berdasarkan urutan banyaknya kejadian. Masalah yang paling banyak terjadi
ditunjukan oleh grafik batang pertama yang tertinggi serta ditempatkan pada sisi
paling kiri dan seterusnya sampai masalah yang paling sedikit terjadi ditunjukan oleh
grafik batang terakhir yang terendah serta ditempatkan pada sisi paling kanan.
Pada dasarnya Diagram Pareto dapat dipergunakan sebagai alat interpretasi
untuk:
a. Menentukan frekuensi relatif dan urutan pentingnya masalah-masalah
atau penyeba-penyebab dari masalah yang ada.
b. Memfokuskan perhatian pada isu-isu kritis dan penting melalui
membuat ranking terhadap masalah-masalah atau penyebab-penyebab
dari masalah itu dalam bentuk yang signifikan.
49
2.6.2 Gage R&R
Gage R&R adalah salah satu alat Six Sigma yang digunakan untuk
mengukur tingkat kevalidan dan keterandalan dari suatu sistem pengukuran yang
akan digunakan (Pyzdek,2002). Secara konseptual, pengukuran cukup sederhana;
pengukuran adalah penetapan angka-angka untuk mengamati gejala sesuai dengan
aturan tertentu. Pengukuran menyampaikan informasi tertentu mengenai hubungan
antara elemen tersebut dengan elemen lainnya. Terdapat fungsi pemetaan yang
membawa dari sistem empiris ke dalam sistem angka-angka. Sistem angka-angka
dimanipulasi dan hasil manipulasi tersebut dipelajari untuk membantu manajer
memahami sistem empiris dengan lebih baik. Isi informasi dari suatu angka
tergantung pada skala pengukuran yang digunakan. Skala ini menentukan jenis
analisis statistikal yang dapat digunakan secara benar dalam mempelajari angka
tersebut.
Kesalahan pada sistem pengukuran dapat dikelompokkan menjadi 2
kategori, yaitu (Anonim,2001):
1. Keakuratan (accuracy), menjelaskan perbedaan antara nilai aktual dari
pengukuran dengan part. Untuk menguji dapat menggunakan Gage Linearity
and Accuracy yang ada di SPSS. Tingkat kearutan (accuracy) dari suatu
sistem pengukuran biasanya terdiri atas 3 komponen, yaitu:
a. Linearitas (Linearity), mengukur seberapa besar part mempengaruhi
tingkat keakuratan dari suatu sistem pengukuran.
b. Akurasi (Accuracy), mengukur bias pada sistem pengukuran.
50
c. Stabilitas (stability), mengukur seberapa akuratnya sistem pengukuran
selama periode waktu.
2. Ketepatan (precision), menjelaskan variasi yang terlihat ketika mengukur part
yang sama secara berulang dengan menggunakan alat ukur yang sama. Untuk
mengujinya dapat menggunakan Gage R&R Study yang telah tersedia pada
SPSS. Kepresisian dari sistem pengukuran terdiri atas 2 komponen, yaitu:
a. Repeatability (kemampuan pengulangan), variasi yang disebabkan
oleh alat ukur. Merupakan variasi pengamatan ketika operator yang
sama mengukur part yang sama secara berulang dengan alat ukur yang
sama.
b. Reproducibility (kemampuan dihasilkan kembali), variasi yang
disebabkan oleh sistem pengukuran atau operator. Merupakan variasi
dari pengamatan ketika operator yang berbeda mengukur part yang
sama dengan menggunakan alat ukur yang sama.
Gage Repeatability & Reproducibility Studies menentukan variasi dari suatu
proses yang diamati yang diakibatkan variasi dari sistem pengukuran. SPSS
menyediakan dua macam Gage R&R Studies, yaitu:
1. Gage R&R Study (crossed), gunakan jenis ini pada saat tiap-tiap part diukur
beberapa kali oleh tiap operator
2. Gage R&R Study (nested), gunakan jenis tersebut pada saat mengukur tiap-
tiap part hanya dengan satu orang operator. Seperti melakukan pengujian
51
dengan merusak atau merubah struktur dari produk tersebut ataupun kondisi
yang tidak mendukung untuk melakukan part yang sama.
Terdapat tiga kriteria untuk menentukan kualifikasi dari sistem pengukuran,
yaitu (Anonim,2001):
1. %Contribution
Prosentase kontribusi terhadap seluruh variasi yang dibuat oleh setiap
komponen variasi. (Setiap komponen yang berbeda dibagi dengan total
variasi, kemudian dikalikan 100). Presentase masing-masing komponen
tersebut apabila dijumlahkan akan berjumlah 100.
2. %Study Variation
Presentase dari study variation untuk setiap komponen (standard deviasi untuk
setiap komponen dibagi dengan total standard deviasi). Presentase masing-
masing komponen tersebut bila dijumlahkan tidak berjumlah 100.
52
3. Distinct Categories
Jumlah kategori yang berbeda di dalam data proses yang dapat dilihat oleh
sistem pengukuran. Sebagai contoh, bayangkan ketika mengukur 10 part yang
berbeda, dan SPSS melaporkan bahwa sistem pengukurannya melihat 4
kategori yang berbeda. Ini artinya bahwa beberapa dari 10 part tersebut ada
yang tidak begitu berbeda oleh sistem pengukurannya. Jika ingin memperoleh
jumlah dari kategori yang berbedanya tinggi, maka diperlukan alat ukur yang
presisi. Jumlah kategori yang berbeda dapat dihitung dengan membangi
standard deviasi dari part dengan standard deviasi dari alat ukur (gage),
kemudian dikalikan 1,41 dan bulatkan ke dalam bilangan bulat yang terdekat.
Analisa Kapabilitas Proses
Kapabilitas proses dalam ilmu statistik adalah pengukuran kapabilitas
suatu proses yang dinyatakan dalam bentuk angka sehingga dapat membandingkan
kapabilitas pada proses yang berbeda (Anonim,2001). Pada dasarnya pengukuran
kapabilitas proses adalah ratio antar lebar variasi proses yang diijinkan (specification
limits) dengan lebar variasi proses yang aktual (six sigma).
Sebenarnya kapabilitas proses tidak dapat ditentukan/ditetapkan hingga X-
bar dan R chart telah tercapai peningkatan kualitas yang optimal atau dengan kata
lain proses tesebut telah berada dalam batas-batas kontrol/terkontrol (Gasperz, 2001).
53
Jika hal tersebut tidak dilakukan terlebih dahulu maka akan diperoleh perhitungan
kapabilitas proses yang salah. Kapbilitas proses adalah sama dengan six sigma ketika
proses berada dalam kontrol statistik. Kapabilitas proses ditentukan oleh variasi yang
bersumber dari variasi penyebab umum. Secara umum, kapabilitas proses
menggambarkan kinerja terbaik (misalnya range minimum) dari proses itu sendiri.
Dengan menggunakan indeks kapabilitas, dapat mengukur kualitas
(Anonim, 2001). Semakin besar indeks kapabilitasnya maka semakin baik pula
kualitasnya. Oleh karena itu dibutuhkan usaha untuk melakukan perbaikan secara
terus menerus agar dapat membuat indeks kapabilitas tersebut meningkat sebesar
mungkin. Untuk itu pada Tabel 2.5 terdapat beberapa indeks kapabilitas yang
nantinya akan digunakan dalam penelitian.