bab ii kajian pustaka - sinta.unud.ac.id · 5 bab ii kajian pustaka . 2.1 definisi mieloma multipel...

22
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 DEFINISI Mieloma multipel termasuk dalam kelainan gamopati monoklonal karena berasal dari limfosit yang menghasilkan paraprotein (globulin gamma) yang bersifat monoklonal. Mieloma multipel adalah keganasan sel plasma dalam sumsum tulang khas disertai lesi osteolitik dan terdapat protein monoklonal dalam serum dan urine (Multiple Myeloma Research Foundation, 2012). Sumber : (International Myeloma Foundation, 2011) Gambar 2.1 Sel Multipel Mieloma 2.2 EPIDEMIOLOGI Angka kejadian mieloma multipel pada skala dunia, diperkirakan bahwa sekitar 86.000 kasus insiden terjadi setiap tahun (47.000 laki-laki dan 39.000 perempuan). Sekitar 63.000 orang dilaporkan meninggal karena penyakit ini setiap tahun (33.000 laki-laki dan 30.000 perempuan). Tingkat kejadian tahunan berjumlah 1,7 per 100.000 orang pada laki-laki dan 1,2 per 100.000 orang pada perempuan. Mieloma multipel merupakan 1% dari semua keganasan dan 10% dari tumor hematologi. Secara geografis, frekuensi sangat tidak merata di dunia 5

Upload: hanhu

Post on 10-Mar-2019

220 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

5

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI

Mieloma multipel termasuk dalam kelainan gamopati monoklonal karena

berasal dari limfosit yang menghasilkan paraprotein (globulin gamma) yang

bersifat monoklonal. Mieloma multipel adalah keganasan sel plasma dalam

sumsum tulang khas disertai lesi osteolitik dan terdapat protein monoklonal dalam

serum dan urine (Multiple Myeloma Research Foundation, 2012).

Sumber : (International Myeloma Foundation, 2011)

Gambar 2.1 Sel Multipel Mieloma

2.2 EPIDEMIOLOGI

Angka kejadian mieloma multipel pada skala dunia, diperkirakan bahwa

sekitar 86.000 kasus insiden terjadi setiap tahun (47.000 laki-laki dan 39.000

perempuan). Sekitar 63.000 orang dilaporkan meninggal karena penyakit ini

setiap tahun (33.000 laki-laki dan 30.000 perempuan). Tingkat kejadian tahunan

berjumlah 1,7 per 100.000 orang pada laki-laki dan 1,2 per 100.000 orang pada

perempuan. Mieloma multipel merupakan 1% dari semua keganasan dan 10% dari

tumor hematologi. Secara geografis, frekuensi sangat tidak merata di dunia

5

6

dengan insiden tertinggi di daerah industri seperti Australia, Selandia Baru, Eropa,

dan Amerika Utara (Alexander DD, 2007; Syahrir, M. 2009).

Perbandingan etnis dalam populasi Amerika Serikat menunjukkan

kejadian mieloma multipel hampir dua kali lipat antara kulit hitam dibandingkan

dengan orang kulit putih, sementara orang-orang asal Asia, terutama Cina dan

Jepang, mengalami kejadian yang jauh lebih rendah. Kejadian tahunan mieloma

multipel di Inggris adalah sekitar 60-70 per juta penduduk (Alexander DD, 2007;

Brown LM, 2008). Prevalensi kemungkinan akan mengalami peningkatan seiring

dengan meningkatnya tingkat harapan hidup selama dekade terakhir (Brenner H,

dkk, 2009).

2.3 FAKTOR RISIKO

Menurut American Cancer Society (2015) beberapa faktor risiko yang

dapat menyebabkan seseorang menderita mieloma multipel:

a. Usia, risiko mieloma multipel meningkat seiring dengan peningkatan usia

seseorang. Kurang dari 1% dari kasus yang didiagnosis pada orang yang

berusia di bawah 35 tahun. Kebanyakan didiagnosis dengan kanker pada

usia 65 tahun.

b. Jenis kelamin, pria lebih berisiko menderita mieloma multipel dari pada

wanita.

c. Ras, kejadian mieloma multipel dua kali lebih besar pada ras Afrika

Amerika dari pada ras Amerika berkulit putih.

7

d. Riwayat keluarga, seseorang yang memiliki saudara kandung atau orang

tua dengan mieloma multipel 4 kali lebih mungkin untuk menderita

mutipel mieloma daripada yang tidak memiliki riwayat keluarga.

e. Lingkungan dan pekerjaan, terutama eksposur pestisida, pelarut, terutama

benzena, bahan kimia lainnya, dan pewarna rambut.

f. Kegemukan, sebuah studi yang dilakukan oleh American Cancer Society

menemukan bahwa kelebihan berat badan atau obesitas meningkatkan

risiko seseorang terkena multipel mieloma.

g. Memiliki penyakit sel plasma lainnya, penderita monoklonal gammopathy

(MGUS) atau plasmasitoma soliter akhirnya akan berkembang menjadi

multipel mieloma.

2.4 ETIOLOGI

Sampai saat ini belum terdapat penyebab pasti untuk multipel mieloma.

Penyebab yang sampai saat ini ditemukan akibat mutasi gen yang terjadi dalam

sel mieloma. Mutasi melibatkan molekul imunoglobulin dan protein yang penting

untuk pertumbuhan sel, pematangan sel atau kematian sel. Ada kemungkinan

bahwa semua faktor yang menimbulkan mutasi dapat berkontribusi pada

perkembangan mieloma multipel seperti:

a. Genetik, dalam beberapa penelitian dilaporkan peningkatan risiko pada

keluarga tingkat pertama dengan diagnosis mieloma multipel atau

hematopoietik keganasan lainnya. Peningkatan risiko tidak ditemukan di

kerabat kedua atau ketiga.

8

b. Karsinogen kimiawi, karsinogen kimiawi dapat masuk ke dalam tubuh

melalui kontak langsung dengan kulit, inhalasi udara serta melalui

makanan dan minuman. Di dalam tubuh karsinogen akan teraktivasi di

jalur metabolisme dan berkompetisi dengan proses detoksifikasi tubuh.

Selanjutnya bila bahan kimia berhasil mengubah komposisi genetik DNA

maka sel akan memasuki tahap inisisasi tumor. Contoh dari karsinogen

kimiawi adalah benzene, etilen oksida dan lain sebagainya (Rasjidi I,

2013).

c. Karsinogen nutrisi, makanan berperan sebagai pemicu dalam terjadinya

kanker dalam tubuh. Pada pasien MM diduga makanan yang dapat

meningkatkan hormonal seseorang. Namun, penelitian epidemiologi

belum menemukan hubungan sebab-akibat definitive antara makanan dan

kanker (Rasjidi I, 2013).

d. Karsinogen fisik, energi radiasi dalam bentuk sinar UV, radiasi ionisasi

dan radiasi partikel dapat menyebabkan transformasi sel baik secara in

vivo maupun in vitro. Efek sinar UV dan radiasi ionisasi terhadap

kerusakan DNA masing-masing memiliki mekanisme yang berbeda

(Rasjidi I, 2013).

2.5 PATOFISIOLOGI

Pertumbuhan mieloma multipel dalam sel plasma sampai saat ini belum

diketahui secara pasti, namun perubahan tertentu dalam DNA dapat menyebabkan

sel-sel plasma berubah menjadi kanker. DNA adalah bahan kimia yang membawa

petunjuk pada hampir semua sel-sel dalam tubuh. Beberapa gen berisi instruksi

untuk mengontrol ketika sel tumbuh dan membelah. Gen yang mengintrusikan

9

pembelahan sel disebut onkogen, sedangkan gen yang memperlambat pembelahan

sel atau penyebab kematian sel pada waktu yang tepat disebut gen supresor tumor.

Sumber : (National Comprehensive Cancer Network, 2016) Gambar 2.2 Pembelahan pada sel plasma normal dan pada sel mieloma

multipel

Kanker dapat disebabkan oleh kesalahan, atau kecacatan dalam mutasi

DNA, yang mengaktifkan onkogen dan menghambat gen supresor tumor. Studi

terbaru menemukan bahwa kelainan beberapa onkogen (seperti MYC)

mengembangkan proses awal perjalanan tumor sel plasma. Perubahan onkogen

lain (seperti gen RAS) yang lebih sering ditemukan pada sel-sel mieloma di

sumsum tulang, dan perubahan dalam gen penekan tumor (seperti gen p53 )

berhubungan dengan penyebaran ke organ lain (American Cancer Society, 2015).

Sel-sel mieloma juga menunjukkan kelainan pada kromosom. Dalam sel

manusia, DNA dikemas dalam kromosom, meskipun sel-sel manusia normal

mengandung 46 kromosom, namun kromosom sel kanker dapat berduplikasi atau

mengalami delesi. Salah satu temuan umum di sel mieloma adalah bahwa

kromosom nomor 13 mengalami delesi. Mekanisme delesi ini berguna untuk

10

menjadikan sel kanker lebih agresif dan resisten terhadap pengobatan. Para

peneliti telah menemukan bahwa pasien dengan tumor sel plasma memiliki

kelainan dalam sel-sel sumsum tulang dan kelainan ini juga dapat menyebabkan

peningkatan pertumbuhan sel pada plasma. Sel tertentu di sumsum tulang yang

disebut sel dendritik melepaskan hormon yang disebut interleukin-6 (IL-6), yang

merangsang sel-sel plasma yang normal untuk tumbuh. Produksi berlebihan dari

IL-6 ini dapat menjadi faktor penting dalam perkembangan tumor sel plasma

(American Cancer Society, 2015; Syahrir, M. 2009).

2.6 MANIFESTASI KLINIS

Meskipun beberapa pasien dengan mieloma multipel tidak memiliki gejala

yang spesifik, berikut ini adalah gejala yang umum dari penyakit ini yaitu : (1)

Nyeri tulang, gejala yang paling sering dijumpai terutama pada tulang punggung;

(2) Terlihat lesu, lemah, letih pucat dan sesak nafas sebagai manifestasi dari

anemia; (3) Gejala infeksi yang berulang terutama infeksi paru karena terjadi

leukopenia; (4) Gejala gagal ginjal dan hiperkalsemia, seperti polidipsi, poliuri,

anoreksia, mual, muntah, konstipasi dan gangguan mental; (5) Perdarahan akibat

trombositopenia; (6) Syndrome hiperviskositas, seperti gangguan pengelihatan,

kesadaran menurun, atau payah jantung. (7) Fraktur patologik oleh karena adanya

lesi osteolitik; (8) Gangguan saraf berupa parastesia atau paraplegia (National

Comprehensive Cancer Network (NCCN), 2015).

11

2.7 DIAGNOSIS

Diagnosis mieloma multipel dapat ditegakan dengan beberapa diagnosis

salah satunya adalah menurut Durie dan Salmon adalah (International Myeloma

Foundation, 2011):

Kriteria mayor:

a. Plasmasitoma pada biopsi jaringan

b. Plasmasitoma pada sumsum tulang dengan plasma sel > 30 %

c. Spike dari globulin monoklonal pada elektroforesis :

1. Ig G > 35 g/l

2. Ig A > 20 g/l

3. Ekspresi light chain urine > 1 g/24 jam tanpa adanya amiloidosis

Kriteria minor :

a. Plasmasitoma pada sumsum tulang dengan sel plasma 10-30%

b. Terdapat spike globulin monoklonal, tetapi nilainya kurang dari nilai yang

diatas

c. Terdapat lesi osteolitik

d. IgM normal < 0,5 g/l, Ig A < 1 g/l atau Ig G < 6 g/l

Diagnosis mieloma multipel ditegakan apabila, terdapat 1 mayor dan 1

minor positif, atau 3 minor positif.

2.7.1 Tes Laboratorium

Pada Pemeriksaan laboratorium mieloma multipel dapat ditemukan:

12

2.7.1.1. Tes darah

a. Tes darah lengkap (DL) adalah tes yang mengukur jumlah sel darah

merah, sel darah putih, dan trombosit dalam darah. Pada pasien

mieloma multipel terjadi penurunan jumlah sel darah merah. Pada fase

lanjut dapat dijumpai leukopenia dan trombositopenia (American

Cancer Society, 2015).

b. Free light chains, Tes ini mengukur jumlah light chain dalam darah

yang menjadi tanda kemungkinan mieloma. Hal ini sangat membantu

dalam kasus yang jarang terjadi dimana tidak ditemukannya M protein

saat pemeriksaan SPEP (American Cancer Society, 2015).

c. Beta-2 microglobulin adalah protein lain yang dihasilkan oleh sel-sel

ganas. Jumlah protein Beta-2 microglobulin dapat menjadi indicator

dalam menentukan prognosis pasien. Semakin tinggi jumlah protein

dalam tubuh maka staging penyakit dan prognosis semakin buruk

(American Cancer Society, 2015).

d. C-reactive protein, dengan mengukur CRP secara tidak langsung

dapat mengukur jumlah sel kanker (Mieloma multipel Research

Foundation (MMRF), 2012).

e. Elektroforesis protein serum (SPEP) adalah tes yang mengukur

imunoglobulin dalam darah dan dapat menemukan imunoglobulin

monoklonal. Menemukan imunoglobulin monoklonal dalam darah

mungkin menjadi langkah pertama dalam mendiagnosis multipel

mieloma. Protein yang abnormal ini dikenal dengan beberapa nama

yang berbeda, termasuk imunoglobulin monoklonal, protein M, M

13

lonjakan, dan paraprotein. Protein urine ini dikenal sebagai protein

Bence-Jones yang membentuk “spike” pada daerah gamma. Pada

Imunoelektroforesis ditemukan jenis Ig G (59%), IgA (23%), IgD

(1%), light chain (16%) dan tidak ada M protein. Tes yang digunakan

untuk menemukan imunoglobulin monoklonal dalam urin disebut

elektroforesis protein urin (UPEP) dan immunofixation urine. Ini

dilakukan paling sering pada urin yang telah dikumpulkan selama

periode 24-jam (American Cancer Society, 2015).

f. Tes kimia darah digunakan untuk melihat jumlah nitrogen urea darah

(BUN) dan kreatinin (Cr), albumin, kalsium, dan elektrolit lain. BUN

dan Cr tingkat menunjukkan fungsi ginjal, jika jumlah meningkat dari

normal mengindikasikan adanya gangguan fungsi pada ginjal.

Albumin adalah protein yang ditemukan dalam darah, jumlahnya yang

rendah menjadi tanda mieloma. Mieloma multipel menunjukan

adalanya peningkatan kalsium maka pemeriksaan kadar kalsium dapat

membantu diagnosis (American Cancer Society, 2015).

2.7.1.2. Biopsi sumsum tulang

Penderita mieloma multipel memiliki banyak sel plasma di

sumsum tulang mereka. Biopsi sumsum tulang dapat membantu

diagnosis, jika ditemukan lebih dari 10% sel plasma dalam sumsum

tulang dengan “malignant looking plasma cell” (American Cancer

Society, 2015).

14

2.7.1.3. Tes Urin

Uji urin bisa digunakan untuk mendiagnosis mieloma multipel

dengan melihat keadaan ginjal, melihat Bence Jones protein yang

dikeluarkan melalui urine. Tipe tes urine yang dapat membantu

mendiagnosis mieloma multipel adalah (Mieloma Multipel Research

Foundation (MMRF), 2012 ; National Comprehensive Cancer Network

(NCCN), 2015).

a. Urine protein electrophoresis (UPEP) digunakan untuk mengukur

protein bence jones dan M protein sebagai indikasi mieloma

multipel.

b. Urine Imunofixation electrophoresis (UIFE), tes untuk

mengidentifikasi jenis M protein dalam urine. Hanya ligt chain, tidak

heavy chain yang di temukan dalam urine.

2.7.2 Tes Radiologi

Tes radiologi yang dapat dilakukan untuk membantu menentukan

diagnosis serta pengobatan ialah:

a. X-ray tulang dapat mendeteksi kerusakan tulang yang disebabkan oleh sel-

sel mieloma (American Cancer Society, 2015).

b. Computed tomography scan (CT scan) merupakan prosedur X-ray yang

menghasilkan gambar penampang rinci tubuh Anda. CT scan memakan

waktu lebih lama dari X-ray biasa, CT scan juga dapat digunakan untuk

memandu jarum biopsi justru menjadi tumor yang dicurigai (American

Cancer Society, 2015).

15

c. Magnetic Resonance Imaging (MRI) scan menggunakan gelombang radio

dan magnet yang kuat bukan sinar-X. Energi dari gelombang radio yang

diserap dan kemudian dirilis dalam pola yang dibentuk oleh jenis jaringan

dan oleh penyakit tertentu. MRI scan sangat membantu dalam melihat

tulang, otak, dan sumsum tulang belakang. Karena MRI dapat menemukan

plasmasitoma yang tidak dapat terlihat pada X-ray biasa, MRI dapat

membantu pasien yang mengalami nyeri di tulang tapi terlihat normal pada

X-ray. MRI scan lebih nyaman daripada CT scan (American Cancer

Society, 2015).

d. Positron emission tomography scans bekerja dengan menyuntikan glukosa

radioaktif (gula) ke pembuluh darah pasien untuk mencari sel-sel kanker.

Karena kanker menggunakan glukosa dalam jumlah yang lebih besar dari

jaringan normal, radioaktivitas akan cenderung berkonsentrasi di kanker.

PET scan dapat menemukan plasmacytomas yang tidak dapat terlihat pada

X-ray biasa, sehingga membantu jika pasien mengalami nyeri di tulang

tetapi hasil X-ray negatif (American Cancer Society, 2015).

2.8 TERAPI

Tujuan pengobatan ialah menghancurkan sel kanker, mencegah dampak

yang akan ditimbulkan dengan mengontrol penyakit, mempertahankan kualitas

hidup, menghilangkan gejala lain dan mencegah kekambuhan mieloma multipel

(Mieloma Multipel Research Foundation (MMRF), 2012). Beberapa pengobatan

yang dapat dilakukan untuk pasien MM adalah:

16

2.8.1 Kemoterapi

Pengobatan kemoterapi bertujuan untuk membunuh langsung sel

mieloma. Obat kemoterapi yang dapat digunakan untuk mengobati mieloma

multipel ialah (American Cancer Society, 2015):

Terapi standar (siklus diulang setiap 28 hari) : Melphalan 9 mg/m2

oral, selama 4 hari, Prednisone 80 mg oral, selama 4 hari, Regimen VAD,

Vincristine 0,4 mg/hari iv kontinu, selama 4 hari, Doxorubicin 9 mg/m2/hari

iv kontinu, selama 4 hari, Deksametason 32 mg tds oral, selama 5 hari

Selama pemberian VAD berikan ranitidine 150 mg dua kali sehari,

kotrimoksasol 2 kali sehari untuk mencegah pneumositis. Untuk penderita

yang akan dilakukan transplantasi, VAD merupakan regimen pilihan.

Pemberian terapi standar antara melphalan dan prednisone memberikan hasil

yang sama dengan regimen kemoterapi kombinasi dengan dosis tinggi

lainnya. Obat kemoterapi lain yang juga dapat digunakan adalah

Cyclophosphamide, Etoposide, Liposomal Doxorubicin, Bendamustine

(American Cancer Society, 2015).

Terdapat dua kontraindikasi dalam pemberian kemoterapi yaitu,

kontraindikasi absolut dan kontraindikasi relatif. Kontraindikasi absolut

meliputi pasien dengan stadium kanker terminal, hamil trimester pertama

(kecuali akan digugurkan), septicemia, dan koma. Kontraindikasi relatif

meliputi pasien usia lanjut (terutama penderita tumor yang lambat tumbuh

dan kurang sensitif), gangguan berat fungsi organ vital, demensia, pasien

17

tidak mampu mengunjungi rumah sakit secara teratur, pasien tidak

koopertatif, dan tidak terdapat fasilitas penunjang yang memadai.

2.8.2 Medikamentosa

a. Kortikosteroid seperti deksametason dan prednison, merupakan bagian

penting dari pengobatan multipel mieloma. Kortikosteroid dapat

digunakan sendiri atau dikombinasikan dengan kemoterapi. Kortikosteroid

juga digunakan untuk membantu mengurangi mual dan muntah

kemoterapi. Ketika digunakan untuk waktu yang lama, kortikosteroid juga

menekan sistem kekebalan tubuh, hal ini menyebabkan peningkatan risiko

infeksi serius (American Cancer Society, 2015).

b. Proteasome inhibitor bekerja dengan menghentikan kompleks enzim

(proteasomes) dalam sel dari pemecahan protein untuk menjaga

pembelahan agar tetap terkontrol (American Cancer Society, 2015).

c. Bortezomib bekerja dalam mengobati pasien mieloma dengan masalah

ginjal. Ini disuntikkan ke pembuluh darah (IV) atau di bawah kulit, sekali

atau dua kali seminggu (American Cancer Society, 2015).

d. Carfilzomib adalah jenis proteasome inhibitor baru yang dapat digunakan

untuk mengobati mieloma multipel. Efek samping carfalizomib ialah

kelelahan, mual dan muntah, diare, sesak napas, demam, dan masalah

serius yang dapat timbul adalah pneumonia, masalah jantung, dan ginjal

atau gagal hati (American Cancer Society, 2015).

18

2.8.3 Terapi radiasi

Terapi radiasi merupakan modalitas penting dari pengobatan untuk

mieloma. Terapi radiasi menggunakan energi tinggi sinar-X yang terfokus

atau partikel yang menembus jaringan tubuh untuk mencapai dan

menghancurkan sel-sel kanker. Radiasi efektif untuk pasien dengan masalah

lokal yang parah seperti kerusakan tulang, tekanan pada saraf atau sumsum

tulang belakang. Kerugian utama adalah terapi radiasi secara permanen

merusak sumsum tulang sel-sel induk normal dalam bidang pengobatan.

Radiasi merupakan pengobatan yang paling umum untuk plasmasitoma

soliter. (American Cancer Society, 2015 ; Bird, J.M, , dkk, 2014).

2.8.4 Bedah

Operasi pada mieloma multipel dilakukan jika terjadi kompresi

sumsum tulang belakang yang menyebabkan kelumpuhan, kelemahan otot

yang parah, atau mati rasa. Non-darurat (elektif) operasi untuk melampirkan

batang logam atau pelat dapat mengatasi kelemahan tulang dan mungkin

diperlukan untuk mencegah atau mengobati patah tulang (American Cancer

Society, 2015).

2.8.5 Perawatan suportif

Terapi suportif diberikan untuk mengatasi gejala atau komplikasi yang

timbul, seperti:

a. Bifosfonat, Sel-sel mieloma dapat melemahkan, dan mematahkan tulang.

Obat bifosfonat seperti asam zoledronic dan pamidronat dapat membantu

19

tulang tetap kuat. Penelitian meta-analisis mengevaluasi peran bifosfonat

dalam pengobatan penyakit tulang dibeberapa mieloma. Penelitian

menyimpulkan bahwa efek menguntungkan dari bifosfonat adalah

Pengurangan patah tulang belakang, mengurangi kesakitan, dan tidak ada

efek langsung dari bifosfonat pada kelangsungan hidup secara

keseluruhan. Pasien mieloma dengan pemberian pengobatan bifosfonat

harus memantau fungsi ginjal sebelumnyaa. Pengobatan bisfosfonat

memiliki efek samping serius yang disebut osteonekrosis rahang (ONJ)

(American Cancer Society, 2015 ; Kyle Robert, dkk, 2007).

b. Agen imunomodulator, bekerja dengan mempengaruhi sistem kekebalan

tubuh. Terapi imunmodulator seperti interferon masih dalam taraf

penelitian. Obat agen imunnomodulator lain yang juga dapat membantu

mengobati mieloma multipel adalah Imunoglobulin intravena (IVIG),

pomalidomide, lenalidomide, thalidomide dan revlimid (American Cancer

Society, 2015). Pada pertemuan tahunan ASH 2010 melaporkan, terapi

suportif revlimid signifikan untuk meningkatkan survival rate pasien

mieloma multipel (Durie B, dkk, 2012).

c. Pengobatan Anemia, Anemia yang menyebabkan gejala dapat diobati

dengan transfusi, atau pemberian obat Eritropoitin dan darbepoietin untuk

mengurangi kebutuhan transfusi darah pada beberapa pasien yang

mendapatkan kemoterapi (American Cancer Society, 2015). Eritropoitin

diberikan untuk meningkatkan tingkat hemoglobin pada pasien yang

mengalami anemia persisten. Namun, dibawah pedoman baru, eritropoitin

seharusnya hanya digunakan dalam pengobatan aktif mieloma dan hanya

20

harus dilanjutkan pada pasien yang menunjukkan manfaat yang jelas

(Durie B, dkk, 2012).

d. Plasmaparesis dapat digunakan untuk menghilangkan protein mieloma dari

darah yang menyebabkan hiperviskositas. Meskipun plasmaparesis

menurunkan jumlah protein kanker dalam darah dan dapat meredakan

gejala untuk sementara waktu, namun tidak dapat membunuh sel-sel

mieloma. Maka plasmaparesis dikombinasikan dengan kemoterapi atau

beberapa jenis obat lain untuk membunuh sel-sel yang membuat protein

(American Cancer Society, 2015).

e. Pengobatan hiperkalsemia, hiperkalsemia diatasi dengan pemberian cairan

intravena yang adekuat, atau dengan pemberian furosemid dan

kortikosteroid. Namun jika tidak berhasil berikan kalsitonin dan

mithramycin atau bifosfonat intravena (American Cancer Society, 2015).

f. Antibiotik, infeksi adalah masalah umum dan berulang pada pasien dengan

mieloma. Diperlukan sebuah strategi yang cermat untuk manajemen

infeksi seperti penggunaan antibiotik pencegahan atau profilaksis. Namun

sebuah studi perbandingan baru-baru ini yang disajikan pada ASH 2010

menyimpulkan bahwa "penggunaan antibiotik profilaksis tidak

menurunkan kejadian infeksi serius atau infeksi apapun dalam 2 bulan

pertama pengobatan". Berdasarkan penelitian ini, perlu di pertimbangkan

lagi pemberian antibiotik pada 2 bulan pertama dalam beberapa kasus

karena dapat meningkatkan kemungkinan resistensi antibiotik.

Penggunaan dosis tinggi gamma globulin diperlukan pada pasien dengan

infeksi berulang akut dan parah. Seperti GM-CSF dapat membantu

21

meningkatkan jumlah sel darah putih dalam upaya untuk mengatasi

komplikasi infeksi (Durie B, dkk, 2012).

g. Antivirus, peningkatan kejadian herpes zoster telah diamati pada beberapa

populasi pasien dengan mieloma multipel. Pasien mieloma diharapkan

untuk menghindari vaksin herpes zoster, karena vaksin herpes merupakan

virus hidup yang dapat menimbulkan risiko bagi pasien yang kekebalan

tubuhnya menurun (Durie B, dkk, 2012).

2.9 KOMPLIKASI

a. Patah Tulang

Mieloma multipel dapat merusak sel normal tulang sehingga

membentuk lesi pada tulang yang dapat menyebabkan rasa nyeri, kelemahan

bahkan patah tulang. Nyeri tulang, umunya terjadi di punggung, pinggul, dan

tengkorak. Patah tulang disebabkan hanya karena stres ringan atau cedera

ringan akibat adanya lesi osteolitik pada tulang. Patah tulang umumnya

terjadi pada tulang punggung (American Cancer Society, 2015).

b. Hiperkalsemia

Pasien mieloma multipel dengan hiperkalsemia mencapai 30% dari

keseluruhan kasus. Tingginya kadar kalsium dalam darah dapat menyebabkan

dehidrasi yang diikuti dengan peningkatan produksi urin, masalah pada ginjal

dan bahkan gagal ginjal, sembelit, pankreatitis, perut terasa nyeri, nafsu

makan menurun, lemah, rasa mengantuk, dan bingung (American Cancer

Society, 2015).

22

c. Penekanan Spinal Cord

Kompresi sumsum tulang belakang terjadi pada 5% pasien mieloma

multipel selama perjalanan penyakitnya. Gambaran klinis tergantung pada

sifat kompresi, tingkat tulang belakang, luasnya penyakit dan laju

perkembangan kompresi, tetapi umumnya gejala yang ditimbulkan seperti

kesakitan punggung yang parah, kelemahan otot dan anggota gerak sensorik

yang umunya terjadi di kaki. Ini adalah keadaan darurat medis yang

membutuhkan diagnosis yang cepat dan pengobatan (American Cancer

Society, 2015 ; Bird, J.M, , dkk, 2014).

d. Hiperviskositas

Sindrom hiperviskositas dapat berkembang pada pasien dengan kadar

serum paraprotein tinggi, terutama dari IgA dan jenis IgG3. Pada beberapa

pasien, sejumlah besar protein mieloma dapat menyebabkan peningkatan

kekentalan darah. Hal ini dapat memperlambat aliran darah ke otak dan

menyebabkan: kebingungan, pusing, perdarahan, dan gejala-gejala stroke,

seperti kelemahan pada satu sisi tubuh dan bicara cadel (American Cancer

Society, 2015 ; Bird, J.M, dkk, 2014).

e. Masalah ginjal

Gangguan ginjal adalah komplikasi umum dan berpotensi serius pada

kasus mieloma multipel, terjadi hingga 20-25%, dan sampai dengan 50%

selama perjalanan penyakit. Ginjal adalah organ yang menyaring darah dalam

tubuh. Mieloma dapat merusak tulang, sehingga menyebabkan kalsium keluar

23

menuju saluran darah. Kalsium yang berlebihan dalam darah dapat merusak

fungsi ginjal. Tanda-tanda kerusakan ginjal dapat dilihat pada tes darah atau

tes urine. Ginjal mulai kehilangan kemampuan untuk membuang kelebihan

garam, cairan, dan produk-produk limbah tubuh. Hal ini dapat menyebabkan

gejala seperti, lemas, nafas pendek, pembengkakan pada kaki (American

Cancer Society, 2015; National Comprehensive Cancer Network (NCCN),

2015).

2.10 STADIUM DAN PROGNOSIS

2.10.1 Stadium

Prognosis mieloma multipel sangat bervariasi, sebagaian besar

ditentukan oleh tingkat penyakit serta dampak pada organ. Terdapat

klasifikasi CRAB untuk mengidentifikasi organ yang terkena, klasifikasi

sebagai berikut (Durie B, dkk, 2012):

a. C adalah Calcium Elevation (>10 mg/L)

b. R adalah Renal Disfunction (creatinine >2 mg/dL)

c. A adalah Anemia (hemoglobin <10 g/dL atau ≥2 g/dL)

d. B adalah Bone Disease

Durie dan Salmon membuat kriteria stadium berdasarkan tingkat

keparahan penyakit sebagai berikut (International Myeloma Foundation,

2011):

24

1. Stadium I

Memenuhi semua kriteria di bawah ini :

a. Foto rontgen normal atau dijumpai lesi osteolitik soliter

b. Laboratorium :

1. Kadar Hb > 10 g/dl

2. Kalsium serum ≤ 12 mg/dl

3. Ig G < 5 g/dl atau igA < 3 g/dl dalam serum atau rantai

ringan dalam urine < 4 g/24 jam

2. Stadium II

Terletak antara stadium I dan III, namun tidak memenuhi secara

lengkap stadium I maupun Stadium III.

3. Stadium III

Memenuhi satu atau lebih kriteria di bawah ini:

a. Foto rontgen normal atau di jumpai lesi osteolitik luas

b. Laboratorium:

1. Kadar Hb < 8.5 g/dl

2. Kalsium serum > 12 mg/dl

3. Ig G < 7 g/dl atau igA < 5 g/dl dalam serum atau rantai

ringan dalam urine > 12 g/24 jam

25

Subklasifikasi :

A: Jika kreatinin serum < 2 mg/dl

B: Jika kreatinin serum > 2 mg/dl

Tabel 2.1 International Staging Sistem (ISS)

International Staging Sistem (ISS)

Stadium Nilai

Stadium 1 Serum β 2M < 3.5 mg/l

Serum Albumin ≥ 3.5 g/dl

Stadium 2 β 2M < 3.5

Serum Albumin < 3.5 or β 2M

3.5 – 5.5

Stadium 3 Serum β 2M > 5.5 mg/l

Sumber : Moreau, P., San Miguel, J., Ludwig, H., Schouten, H., Mohty, M., Dimopoulos, M. and

Dreyling, M. (2013). pp.vi134.

26

2.10.2 Prognosis

Tabel 2.2 Indikator Prognosis Mieloma Multipel

Tes Indikasi Indikator risiko

rendah

Kadar ß2-M Semakin tinggi kadar ß2-M penyebaran

kanker semakin luas serta fungsi ginjal

semakin buruk

<3.5 mg/mL

Kadar Albumin Kadar albumin tingi mengindikasikan

prognosis yang lebih baik

≥3.5 g/dL

Kadar Lactate

Dehydrogenase

(LDH)

Semakin tinggi kadar LDH penyebaran

kanker semakin luas

Usia <60 tahun:

100-190 U/L

Usia >60 tahun:

110-210 U/L

Analisi

kromosom

Jika terdapat gangguan yang spesifik

mengindikasikan prognosis yang buruk

Tidak terdapat

gangguan

Freelite™

serum free

light chain

assay

Hasil yang abnormal mengindikasikan

risiko perkembangan menuju MGUS dan

Smoldering Myeloma (SMM) dan

mengindikasikan prognosis yang buruk

Rasio Free light

chain

MGUS: 0.26-1.65

SMM: 0.125-8.0

Mieloma: 0.03-32

Gene expression

profiling

Adanya kelompok gen yang spesifik,

kemungkinan relaps dapat diprediksi

Risiko tergantung

setiap individu

Sumber : Multiple Myeloma Research Foundation. 2012. pp : 2.