bab ii kajian pustaka - wisuda.unud.ac.id ii koreksi.pdf · 11 tabel 1 standar porsi makanan biasa...

19

Click here to load reader

Upload: lamtuong

Post on 06-Feb-2018

221 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA - wisuda.unud.ac.id II koreksi.pdf · 11 Tabel 1 Standar porsi makanan biasa menurut Instalasi Gizi dan Penuntun Diet Waktu makan Bahan Makanan Instalasi Gizi

8

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Penyelenggaraan Makanan di Rumah Sakit

Makanan merupakan kebutuhan manusia yang paling dasar yang harus

dipenuhi sesuai dengan kebutuhannya. Secara umum makanan berfungsi sebagai

sumber energi, pertumbuhan dan perkembangan, pengganti sel-sel yang rusak,

mempercepat proses penyembuhan dan pengatur proses dalam tubuh. Dalam

keadaan sakit fungsi makanan sebagai salah satu bentuk terapi untuk kesembuhan

pasien, penunjang pengobatan dan tindakan medis (Moehyi, 1995).

Penyelenggaraan makanan di rumah sakit adalah serangkaian kegiatan

mulai dari perencanaan menu, perencanaan kebutuhan bahan makanan,

perencanaan anggaran belanja, pengadaan bahan makanan, penerimaan dan

penyimpanan sampai distribusi makanan pada pasien/konsumen dalam rangka

pencapaian status kesehatan yang optimal melalui pemberian diet yang tepat.

Tujuan dari penyelenggaraan makanan ini untuk menyediakan makanan yang

bermutu, jumlah sesuai kebutuhan gizi pasien, sesuai dengan biaya dan dapat

diterima oleh pasien guna mencapai status gizi yang optimal. Sasaran

penyelenggaraan makanan di rumah sakit terutama pasien rawat inap. Penyediaan

makanan bagi orang sakit merupakan salah satu hal penting karena tujuan

pemberian makanan untuk mempertahankan dan meningkatkan status gizi,

mempertahankan daya tahan tubuh, serta sebagai bagian dari penyembuhan

penyakitnya (Hartono, 2006). Pelayanan makanan juga merupakan komponen

yang cukup besar dalam pembiayaan rumah sakit, sehingga perlu dikelola secara

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA - wisuda.unud.ac.id II koreksi.pdf · 11 Tabel 1 Standar porsi makanan biasa menurut Instalasi Gizi dan Penuntun Diet Waktu makan Bahan Makanan Instalasi Gizi

9

baik agar bermanfaat secara berdaya guna dan berhasil guna. Adanya perubahan

orientasi nilai dan perkembangan pemikiran yang sejalan dengan perkembangan

ilmu pengetahuan dan teknologi mengakibatkan suatu rumah sakit sebagai

industri pelayanan jasa dituntut dapat memberikan kepuasan pelanggan atau

pasiennya.

2.2 Standar Makanan Rumah Sakit

Standar makanan rumah sakit di Instalasi Gizi RSUP Sanglah Denpasar

tertuang dalam Peraturan Pemberian Makanan Rumah Sakit (PPMRS) tahun 2014

yang berisi tentang jumlah dan jenis bahan makanan yang diberikan kepada

pasien berdasarkan kelas perawatan, nilai gizi dan pembagian waktu makan

dalam sehari (Instalasi Gizi, 2014). PPMRS ini disusun dengan

mempertimbangkan faktor kebutuhan gizi, kebiasaan makan serta anggaran

makanan yang tersedia dan ditetapkan oleh Direktur Rumah Sakit yang menjadi

pedoman dalam penyelenggaraan makanan. Secara lebih terperinci isi peraturan

ini terdiri dari : 1) macam pasien yang layani terdiri dari pasien (VVIP, VIP,

kelas 1, 2 dan 3), dokter jaga, petugas yang berdinas ditempat beresiko, petugas

yang kena paparan panas, 2) siklus menu yang ditetapkan (10 hari), 3) pola

pemberian makan sehari terdiri dari 3 kali makan utama dan 2 kali pemberian

snack, 4) standar makanan rumah sakit untuk pasien berdiit khusus dan biasa, 5)

standar makanan enteral rumah sakit, 6) macam menu yang ditetapkan terdiri dari

menu standar dan menu pilihan, 7) penggunaan bahan makanan sesuai anggaran

bahan makanan yang tersedia, 8) tercantum analisis zat gizi dari standar makanan

biasa, dan untuk makanan khusus. Menu pilihan hanya berlaku pada pasien VVIP

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA - wisuda.unud.ac.id II koreksi.pdf · 11 Tabel 1 Standar porsi makanan biasa menurut Instalasi Gizi dan Penuntun Diet Waktu makan Bahan Makanan Instalasi Gizi

10

dan VIP sedangkan pada kelas 1, 2 dan 3 berlaku menu standar dengan siklus

menu 10 hari.

Makanan biasa adalah makanan yang diberikan kepada pasien yang tidak

memerlukan diet khusus berhubungan dengan penyakitnya. Susunan makanannya

sama dengan makanan orang sehat/makanan sehari-hari yang beraneka ragam,

bervariasi dengan bentuk, tekstur dan aroma yang normal, hanya tidak

diperbolehkan makanan yang merangsang atau yang menimbulkan gangguan

pencernaan. Standar ini mengacu pada pola menu seimbang dan Angka

Kecukupan Gizi (AKG) yang dianjurkan bagi orang dewasa sehat. Tujuan diet

makanan biasa adalah memberikan makanan sesuai kebutuhan gizi untuk

mencegah dan mengurangi kerusakan jaringan tubuh. Standar porsi yang berlaku

untuk makanan biasa dan khusus mengacu pada Buku Penuntun Diet tahun 2010

tetapi untuk standar porsi makanan biasa standar rumah sakit disesuaikan dengan

kondisi dan kemampuan rumah sakit. Nilai gizi makanan biasa pada Buku

Penuntun Diet tahun 2010 adalah energi 2146 kalori, protein 76 gram, lemak 59

gram dan karbohidrat 331 gram. Pemberian makanan pada orang sakit, pada

prinsipnya harus memenuhi kebutuhan zat gizi yang disesuaikan dengan penyakit

yang dideritanya. Hal ini berkaitan dengan perubahan fisiologis dan metabolisme

dalam tubuh orang sakit. Dengan demikian pada kondisi khusus, pengaturan diet

dan penyusunan menu dipersiapkan sesuai dengan jenis penyakit dan gejala untuk

menunjang kesembuhan pasien ( Kemenkes RI, 2013). Pembagian bahan makanan

sehari untuk makanan biasa di Instalasi Gizi RSUP Sanglah Denpasar dapat

dilihat pada tabel di bawah ini.

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA - wisuda.unud.ac.id II koreksi.pdf · 11 Tabel 1 Standar porsi makanan biasa menurut Instalasi Gizi dan Penuntun Diet Waktu makan Bahan Makanan Instalasi Gizi

11

Tabel 1

Standar porsi makanan biasa menurut Instalasi Gizi dan Penuntun Diet

Waktu

makan

Bahan Makanan Instalasi Gizi Penuntun Diet

Pagi Nasi 150 gram 150 gram

Lauk hewani ( telur/penukar) 50 gram 50 gram

Sayuran 50 gram 50 gram

Minyak 5 gram 5 gram

Snack pagi Kue 1 biji -

Siang Nasi 150 gram 250 gram

Lauk hewani (daging/penukar) 50 gram 50 gram

Lauk nabati (tempe/penukar) 50 gram 50 gram

Sayuran 75 gram 75 gram

Minyak 10 gram 10 gram

Buah/penukar 100 gram 100 gram

Snack sore Bubur kacang hijau (25 gram) 1 gelas 1 gelas

Sore Nasi 150 gram 200 gram

Lauk hewani (daging/penukar) 50 gram 50 gram

Lauk nabati ( tahu/penukar) 50 gram 50 gram

Sayuran 75 gram 75 gram

Minyak 10 gram 10 gram

Sumber: Peraturan Pemberian Makan Rumah Sakit (PPMRS) tahun 2014

Penuntun Diet tahun 2010

2.3 Asupan Makanan Pasien

Asupan makanan pada pasien harus disesuaikan dengan kebutuhan gizi

dalam keadaan sakit. Kebutuhan zat gizi dalam keadaan sakit tergantung jenis dan

berat penyakit serta faktor-faktor yang mempengaruhi dalam keadaan sehat seperti

umur, gender (jenis kelamin), aktivitas fisik, serta kondisi khusus, yaitu ibu hamil

dan menyusui (Almatsier, 2010). Pasien rawat inap membutuhkan asupan makan

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA - wisuda.unud.ac.id II koreksi.pdf · 11 Tabel 1 Standar porsi makanan biasa menurut Instalasi Gizi dan Penuntun Diet Waktu makan Bahan Makanan Instalasi Gizi

12

yang adekuat agar kebutuhan dan kecukupan gizi terpenuhi dan terhindar dari

malnutrisi.

Dalam penyelenggaraan makanan di rumah sakit ada perbedaan pengertian

istilah kebutuhan gizi dan kecukupan gizi. Kebutuhan gizi (nutrient requirements)

adalah banyaknya zat gizi minimal yang diperlukan oleh seseorang agar hidup

sehat. Kecukupan gizi (recommended dietary allowences) adalah jumlah masing-

masing zat gizi yang sebaiknya dipenuhi seseorang atau rata-rata kelomok agar

hampir semua orang (97,5% populasi) hidup sehat (Kemenkes RI, 2014). Jika

dalam tubuh terjadi ketidakcukupan gizi, maka dapat menyebabkan terjadinya

malnutrisi. Patogenesis penyakit gizi kurang (malnutrisi) melalui 5 tahapan, yaitu:

pertama ketidakcukupan zat gizi. Jika ketidakcukupan zat gizi ini berlangsung

lama, maka persediaan/cadangan jaringan akan digunakan untuk memenuhi

ketidakcukupan itu. Kedua, apabila ini berlangsung lama, maka akan terjadi

kemerosotan jaringan, yang ditandai dengan penurunan berat badan. Ketiga,

terjadi perubahan biokimia yang dapat dideteksi dengan pemeriksaan

laboratorium. Keempat, terjadi perubahan fungsi yang ditandai dengan tanda yang

khas. Kelima, terjadi perubahan anatomi yang dapat dilihat dari munculnya tanda

yang klasik (Supariasa, 2002). Di rumah sakit, banyak pasien yang mengalami

ketidakcukupan zat gizi sebagai akibat dari rendahnya asupan zat gizi pasien.

Pasien yang memiliki asupan makan yang rendah akan meninggalkan sisa

makanan dalam piringnya. Semakin rendah asupan makan, maka sisa makanan

semakin tinggi

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA - wisuda.unud.ac.id II koreksi.pdf · 11 Tabel 1 Standar porsi makanan biasa menurut Instalasi Gizi dan Penuntun Diet Waktu makan Bahan Makanan Instalasi Gizi

13

2.4 Penilaian Mutu Pelayanan Makanan

Penilaian mutu pelayanan makanan dapat dilakukan melalui evaluasi

secara menyeluruh kegiatan penyelenggaraan makanan mulai dari perencanaan

menu sampai dengan produk makanan yang dihasilkan sampai kepada pasien.

Standar mutu makanan terdiri dari dua aspek utama yaitu aspek penampilan

makanan dan rasa makanan. Penampilan makanan terdiri dari warna makanan,

bentuk makanan, besar porsi dan cara menyajikan makanan. Rasa makanan

dipengaruhi oleh suhu dari setiap jenis hidangan yang disajikan, bumbu yang

digunakan, aroma masakan, keempukan atau kerenyahan serta tingkat

kematangan. Dalam penyajian makanan, penampilan dan rasa makanan harus

diperhatikan sedemikian rupa, sehingga menimbulkan kesan yang menarik bagi

pasien untuk dapat menghabiskan makanan yang disajikan (Moehyi, 1995).

Penilaian mutu makanan dapat dilakukan dengan mencatat jumlah sisa makanan

yang tidak dikonsumsi (Depkes RI, 2007).

Menurut Kepmenkes no. 129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar

Pelayanan Minimal Rumah Sakit, indikator sisa makanan yang tidak termakan

oleh pasien sebesar ≤20%. Sisa makanan yang kurang atau sama dengan 20%

menjadi indikator keberhasilan pelayanan gizi di setiap rumah sakit di Indonesia

(Kemenkes RI, 2012).

Penilaian/evaluasi sisa makanan secara umum didefinisikan sebagai suatu

proses menilai jumlah/kuantitas dari porsi makanan yang sudah disediakan oleh

penyelenggara makanan yang tidak dihabiskan. Ada beberapa cara yang dapat

digunakan untuk menilai sisa makanan yaitu metode penimbangan dan metode

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA - wisuda.unud.ac.id II koreksi.pdf · 11 Tabel 1 Standar porsi makanan biasa menurut Instalasi Gizi dan Penuntun Diet Waktu makan Bahan Makanan Instalasi Gizi

14

taksiran visual. Penelitian yang dilakukan mengenai penggunaan skala comstock

6 poin untuk menaksir secara visual sisa makanan pada program pemberian

makan siang pada anak sekolah, pertama kali dikembangkan oleh Comstock tahun

1981, menunjukkan adanya hubungan yang kuat antara taksiran visual skala

Comstock dan penimbangan (r = 0,93). Demikian juga dengan penelitian yang

dilakukan oleh Murwani (2001), di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta memperoleh

hasil antara taksiran sisa makanan dengan hasil penimbangan menunjukkan

adanya korelasi yang sangat kuat dan positif, dengan rata-rata 0,93 (dengan

rentang 0,91-0,95) sehingga taksiran visual dapat digunakan untuk menentukan

sisa makanan menggantikan metode penimbangan. Susyani (2005), dalam

penelitiannya mengenai akurasi petugas dalam penentuan sisa makanan pasien

rawat inap menggunakan metode taksiran visual skala Comstock 6 poin,

memperoleh kesimpulan penentuan sisa makanan dengan metode taksiran visual

Comstock dapat dilakukan oleh siapa saja baik oleh petugas perawat ataupun

petugas pramusaji.

2.5 Sisa Makanan dan Faktor yang Mempengaruhinya

Semua pasien rawat inap di rumah sakit menerima makanan sesuai dengan

kebutuhan ataupun kecukupan. Tetapi sebagian besar pasien (59%) meninggalkan

sisa sebanyak 471±372 kalori, 21±17 gram protein per pasien perhari, sehingga

asupan pasien menjadi kurang. Hal ini bukan didominasi oleh penyakit saja

tetapi ada faktor risiko lain sepertai jenis kelamin, resep diet yang dimodifikasi,

lama rawat dan makan malam yang tidak memadai, sehingga instalasi gizi harus

meningkatkan pelayanan makanan di rumah sakit (Dupertuis, 2003).

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA - wisuda.unud.ac.id II koreksi.pdf · 11 Tabel 1 Standar porsi makanan biasa menurut Instalasi Gizi dan Penuntun Diet Waktu makan Bahan Makanan Instalasi Gizi

15

Peranan makanan rumah sakit sebagai suatu terapi belum optimal. Hal ini

karena masih banyak kejadian malnutrisi rumah sakit dan dampak malnutrisi

mempengaruhi kesembuhan dan Length of Stay (LOS) dan makanan rumah sakit

sering dianggap sebagai penyebabnya. Berdasarkan penelitian yang dilakukan di

RSUP Sanglah Denpasar, menemukan rata-rata asupan zat gizi pasien dibawah

kebutuhan dan secara umum terjadi penurunan berat badan pasien selama

perawatan (Weta dan Partiwi, 2009). Adanya sisa makanan pasien di rumah sakit

mengakibatkan asupan gizi pasien tidak adekuat. Pasien dengan asupan gizi yang

tidak adekuat mempunyai resiko 2,4 kali untuk terjadi malnutrisi rumah sakit

(Kusumayanti, 2004).

Berdasarkan beberapa teori dan dari hasil penelitian terdahulu banyak

faktor yang menyebabkan terjadinya sisa makanan pasien di rumah sakit, yang

meliputi faktor internal dan eksternal. Faktor internal yaitu yang berasal dari

pasien sendiri meliputi faktor psikis, kebiasaan makan, aktivitas fisik, umur, jenis

kelamin, kelas perawatan, lama perawatan, faktor pengobatan dan jenis penyakit.

Faktor eksternal terdiri dari faktor yang berasal dari makanan dan lingkungan.

Faktor dari makanan yang mempengaruhi terjadinya sisa makanan adalah cita rasa

dan variasi menu, sedangkan faktor dari lingkungan adalah konsumsi makanan

dari luar rumah sakit, alat makan, jadwal makan atau waktu makan dan sikap

petugas ruangan.

1. Faktor keadaan psikis

Keadaan psikis adalah suatu keadaan yang berhubungan dengan kejiwaan.

Biasanya, perawatan di rumah sakit menyebabkan orang sakit harus menjalani

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA - wisuda.unud.ac.id II koreksi.pdf · 11 Tabel 1 Standar porsi makanan biasa menurut Instalasi Gizi dan Penuntun Diet Waktu makan Bahan Makanan Instalasi Gizi

16

kehidupan yang berbeda dengan apa yang dialami sehari–hari di rumah. Apa yang

dimakan, dimana orang tersebut makan, bagaimana makanan disajikan, dengan

siapa orang tersebut makan, sangat berbeda dengan yang telah menjadi kebiasan

hidupnya. Hal ini ditambah dengan hadirnya orang-orang yang masih asing

baginya yang mengelilinginya setiap waktu, seperti dokter, perawat, atau petugas

paramedis lainnya. Kesemuanya itu dapat membuat orang sakit mengalami

tekanan psikologis, merasa sedih, merasa takut karena menderita suatu penyakit,

ketidakbebasan gerak karena menderita suatu penyakit tertentu, sering

menimbulkan rasa putus asa sehingga pasien kehilangan nafsu makan sehingga

dapat mengurangi asupan makan (Moehyi, 1995).

2. Kebiasaan makan

Kebiasaan makan adalah suatu istilah untuk menggambarkan kebiasaan

dan perilaku yang berhubungan dengan makanan dan makan, seperti tata krama

makan, frekuensi makan seseorang, pola makan, kepercayaan tentang makanan

(pantangan), distribusi makanan di antara angota keluarga, penerimaan terhadap

makanan (timbulnya suka atau tidak suka) dan cara pemilihan bahan makanan

yang hendak dimakan. Kebiasaan makan adalah ekspresi setiap individu dalam

memilih makanan yang akan membentuk pola perilaku makan. Oleh karena itu,

ekspresi setiap individu dalam memilih makanan akan berbeda satu dengan yang

lain (Khomsan, 2004). Dengan pola makan yang baik dan jenis hidangan yang

beraneka ragam dapat menjamin terpenuhinya kecukupan sumber zat tenaga, zat

pembangun dan zat pengatur bagi kebutuhan gizi seseorang, sehingga status gizi

seseorang akan lebih baik dan memperkuat daya tahan tubuh terhadap serangan

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA - wisuda.unud.ac.id II koreksi.pdf · 11 Tabel 1 Standar porsi makanan biasa menurut Instalasi Gizi dan Penuntun Diet Waktu makan Bahan Makanan Instalasi Gizi

17

dari penyakit. Susunan menu atau susunan hidangan masyarakat Indonesia

meliputi bahan makanan pokok, lauk pauk (hewani dan nabati), sayur, dan buah.

Susunan makanan mengacu pada Pola Menu Seimbang dan Angka Kecukupan

Gizi (AKG) yang dianjurkan bagi orang dewasa sehat (Sediaoetama, 2000).

Berdasarkan hasil penelitian Priyanto (2009), perbedaan pola makan di

rumah dan pada saat di rumah sakit akan mempengaruhi daya terima pasien

terhadap makanan. Bila pola makan pasien tidak sesuai dengan makanan yang

disajikan rumah sakit akan mempengaruhi habis tidaknya makanan yang

disajikan.

3. Aktivitas fisik

Aktifitas fisik berpengaruh terhadap kebutuhan gizi bagi pasien. Aktifitas

fisik pada orang normal berbeda tiap individu ada yang pekerjaan ringan, sedang

ataupun berat. Tidak hanya pada orang normal, pada orang sakit, aktivitas fisik

juga memiliki peranan dalam menetapkan kebutuhan energi. Dalam perhitungan

kebutuhan zat gizi, nilai faktor aktivitas pada orang sakit dibedakan menjadi dua

yaitu istirahat di tempat tidur dan tidak terikat di tempat tidur (Almatsier, 2010).

Pada pasien terjadi penurunan aktivitas fisik selama dirawat.

4. Umur

Menurut Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang dianjurkan, semakin tua

umur manusia maka kebutuhan energi dan zat gizi semakin sedikit. Bagi orang

yang dalam periode pertumbuhan yang cepat yaitu, pada masa bayi dan masa

remaja memiliki peningkatan kebutuhan zat gizi. Pada usia dewasa zat gizi

diperlukan untuk melakukan pekerjaan, penggantian jaringan tubuh yang rusak,

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA - wisuda.unud.ac.id II koreksi.pdf · 11 Tabel 1 Standar porsi makanan biasa menurut Instalasi Gizi dan Penuntun Diet Waktu makan Bahan Makanan Instalasi Gizi

18

meliputi perombakan dan pembentukan sel. Pada usia tua (lanjut usia) kebutuhan

energi dan zat gizi hanya digunakan untuk pemeliharan. Pada usia 65 tahun

kebutuhan energi berkurang mencapai 30% dari usia remaja dan dewasa

(Kemenkes RI, 2014).

Nida (2011), dalam penelitiannya menyimpulkan ada hubungan antara

umur dengan sisa makanan pasien untuk semua jenis makanan, dimana pasien

dengan umur >35 tahun lebih banyak sisa makanannya dibandingkan pasien

dengan umur <35 tahun. Hal ini kemungkinan karena pasien dengan umur >35

tahun aktivitas fisiologisnya menurun. Dengan menurunnya aktivitas maka

kebutuhan kalori dan protein juga lebih sedikit

5. Jenis kelamin

Jenis kelamin kemungkinan dapat menjadi faktor penyebab terjadinya sisa

makanan. Hal ini disebabkan perbedaan kebutuhan energi antara perempuan dan

laki-laki yaitu kalori basal perempuan lebih rendah sekitar 5-10% dari kebutuhan

kalori basal laki-laki. Perbedaan ini terlihat pada susunan tubuh dan aktivitas laki-

laki lebih banyak menggunakan kerja otot daripada perempuan. Menurut hasil

penelitian Djamaluddin (2005), pasien perempuan mengkonsumsi nasi lebih

sedikit daripada pasien laki-laki. Sisa nasi lebih sedikit pada laki-laki diduga

karena AKG pada laki-laki lebih besar daripada perempuan, sehingga laki-laki

memang mampu menghabiskan makanannya dibanding perempuan

6. Lama perawatan

Faktor lain yang mempengaruhi sisa makanan adalah lama perawatan.

Terdapat perbedaan sisa makanan menurut lama perawatan (Djamaludin, 2005).

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA - wisuda.unud.ac.id II koreksi.pdf · 11 Tabel 1 Standar porsi makanan biasa menurut Instalasi Gizi dan Penuntun Diet Waktu makan Bahan Makanan Instalasi Gizi

19

Hal ini karena pasien dengan masa perawatan yang lama cenderung hafal menu

makanan, jenis masakan, rasa dan sebagainya sehingga jika dalam pengolahan

kurang bervariasi akan menimbulkan rasa bosan, akibatnya nafsu makan

berkurang dan makanan yang disajikan tidak dihabiskan (Moehyi, 1995).

7. Kelas perawatan

Terdapat perbedaan sisa makanan menurut kelas perawatan dimana pasien

kelas 2 menyisakan banyak lauk nabati dan sayur dari pasien kelas 1 dan 3

(Djamaludin, 2005). Kelas perawatan menunjukkan status sosial ekonomi pasien.

Hal ini berhubungan dengan kebiasaan, kesukaan, pola makan, atau kepercayaan

pasien (Dewi et al., 2013).

8. Faktor pengobatan dan jenis penyakit

Sisa makanan juga disebabkan oleh faktor lain yang berkaitan dengan

jenis penyakit pasien seperti penggunaan obat-obatan. Interaksi antara obat dan

makanan dapat menurunkan nafsu makan, mengganggu pengecapan dan

mengganggu saluran pencernaan. Menurut Moore (1997) dalam Suharyati (2006),

obat-obatan dapat mempengaruhi makanan yang masuk atau diabsorpsi,

metabolisme dan sekresi dari zat gizi. Beberapa efek khusus obat-obatan dapat

menurunkan nafsu makan. Berdasarkan hasil penelitian Djamaludin (2005),

terlihat bahwa ada perbedaan sisa makanan pada beberapa jenis penyakit seperti

penyakit kanker, ginjal, postpartum, saraf, dan bedah. Pada pasien dengan

penyakit ginjal, postpartum, dan saraf memiliki sisa makanan sedikit. Pada

penyakit kanker dan bedah terjadi sisa makanan yang banyak karena pada

umumnya pasien dengan penyakit ini mempunyai tingkat stress yang tinggi yang

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA - wisuda.unud.ac.id II koreksi.pdf · 11 Tabel 1 Standar porsi makanan biasa menurut Instalasi Gizi dan Penuntun Diet Waktu makan Bahan Makanan Instalasi Gizi

20

disebabkan oleh penyakitnya sendiri maupun pengobatan yang dialaminya

sehingga nafsu makan menurun.

9. Cita rasa makanan

Cita rasa makanan yang kurang baik mengakibatkan persepsi pasien

terhadap makanan yang disajikan kurang baik pula. Persepsi pasien yang kurang

baik terhadap makaan yang disajikan maka dapat menyebabkan makanan yang

disajikan tidak habis dikonsumsi sehingga menimbulkan sisa. Pasien yang menilai

rasa makanan tidak enak akan memberikan sisa makanan yang lebih banyak,

sedangkan pasien yang menilai makanan enak akan memberikan sisa makanan

yang lebih sedikit (Aula, 2011; Dian, 2012, Kumboyono, 2012).

Cita rasa makanan dapat dinilai dari aspek penampilan makanan dan rasa

makanan (Moehyi, 1992). Faktor yang menentukan penampilan makanan waktu

disajikan adalah :

a. Warna makanan memegang peran utama dalam penampilan makanan oleh

karena bila warnanya tidak menarik akan mengurangi selera orang yang

memakannya..

b. Bentuk makanan yang disajikan membuat makanan menjadi lebih

menarik biasanya disajikan dalam bentuk–bentuk tertentu. Bentuk

makanan yang menarik akan memberikan daya tarik tersendiri bagi setiap

makanan yang disajikan

c. Porsi makanan adalah banyaknya makanan yang disajikan dan kebutuhan

setiap individu berbeda sesuai dengan kebiasaan makannya. Potongan

makanan yang terlalu kecil atau besar akan merugikan penampilan

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA - wisuda.unud.ac.id II koreksi.pdf · 11 Tabel 1 Standar porsi makanan biasa menurut Instalasi Gizi dan Penuntun Diet Waktu makan Bahan Makanan Instalasi Gizi

21

makanan. Pentingnya porsi makanan bukan saja berkenaan dengan waktu

disajikan tetapi juga berkaitan dengan perencanaan dan perhitungan

pemakaian bahan.

d. Penyajian makanan merupakan faktor terakhir dari proses

penyelenggaraan menu makanan. Meskipun makanan diolah dengan cita

rasa yang tinggi tetapi bila dalam penyajiaannya tidak dilakukan dengan

baik, maka nilai makanan tersebut tidak akan berarti, karena makanan

yang ditampilkan waktu disajikan akan merangsang indera penglihatan

sehingga menimbulkan selera yang berkaitan dengan cita rasa (Moehyi,

1992). Penyajian makanan memberikan arti khusus bagi penampilan

makanan. Penyajian dirancang untung menyediakan makanan yang

berkualitas tinggi dan dapat memuaskan pasien, aman serta harga yang

layak. Penggunaan dan pemilihan alat makan yang tepat dalam

penyusunan makanan akan mempengaruhi penampilan makanan yang

disajikan dan terbatasnya perlengkapan alat merupakan faktor penghambat

bagi pasien untuk menghabiskan makanannya (Nuryati, 2008).

Rasa makanan lebih banyak melibatkan penginderaan cecapan (lidah),

penginderaan cecapan dapat dibagi menjadi cecapan utama yaitu asin, manis asam

dan pahit (Winarno,1997). Mengkombinasikan berbagai rasa sangat diperlukan

dalam mencipatakan keunikan sebuah menu. Menurut Moehyi, (1992) Rasa

makanan adalah rasa yang ditimbulkan dari makanan yang disajikan dan

merupukan faktor kedua yang menentukan cita rasa makanan setelah penampilan

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA - wisuda.unud.ac.id II koreksi.pdf · 11 Tabel 1 Standar porsi makanan biasa menurut Instalasi Gizi dan Penuntun Diet Waktu makan Bahan Makanan Instalasi Gizi

22

makanan itu sendiri. Komponen yang berperan dalam penentuan rasa makanan

yaitu :

a. Aroma makanan adalah aroma yang disebarkan oleh makanan yang

mempunyai daya tarik yang sangat kuat dan mampu merangsang indera

penciuman sehingga mampu membangkitkan selera. Aroma yang

dikeluarkan oleh makanan berbeda-beda. Demikian pula cara memasak

makanan yang berbeda akan memberikan aroma yang berbeda pula

(Moehyi, 1992 )

b. Bumbu masakan adalah bahan yang ditambahkan dengan maksud untuk

mendapatkan rasa makanan yang enak dan rasa yang tepat setiap kali

pemasakan

c. Suhu makanan waktu disajkan memegang peranan dalam penentuan cita

rasa makanan. Namun makanan yang terlalu panas atau terlalu dingan

sangat mempengaruhi sensitifitas saraf pengecap terhadap rasa makanan

sehingga dapat menguranggi selera untuk memakannya.

d. Tingkat kematangan sesuai dengan jenis makanan yang disajikan, tidak

terlalu matang atau terlalu mentah sehingga mempengaruhi keempukan,

kerenyahan dan tekstur dari makanan tersebut.

10. Variasi menu

Variasi menu adalah variasi dalam menggunakan bahan makanan, bumbu,

cara pengolahan, resep masakan, dan variasi makanan dalam suatu hidangan.

Bervariasi adalah tidak boleh terjadi pengulangan hidangan yang sama dalam satu

siklus menu atau tidak boleh terjadi metode pemasakan yang sama dalam satu kali

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA - wisuda.unud.ac.id II koreksi.pdf · 11 Tabel 1 Standar porsi makanan biasa menurut Instalasi Gizi dan Penuntun Diet Waktu makan Bahan Makanan Instalasi Gizi

23

makan. Menu yang bervariasi dapat merangsang selera makan sehingga makanan

yang disajikan akan dapat dihabiskan pasien (Depkes RI, 2007).

11. Jadwal makan atau waktu makan

Waktu makan adalah waktu dimana orang lazim makan setiap sehari.

Manusia secara alamiah akan merasa lapar setelah 3-4 jam makan, sehingga

setelah waktu tersebut sudah harus mendapat makanan, baik dalam bentuk

makanan ringan atau berat. Makanan di rumah sakit harus tepat waktu, tepat diet,

dan tepat jumlah. Waktu pembagian makanan yang tepat dengan jam makan

pasien serta jarak waktu makan yang sesuai, turut berpengaruh terhadap timbulnya

sisa makanan. Hal ini berkaitan dengan ketepatan petugas dalam menyajikan

makanan sesuai dengan waktu yang sudah ditentukan Makanan yang terlambat

datang dapat menurunkan selera makan pasien, sehingga dapat menimbulkan sisa

makanan yang banyak (Puspita dan Rahayu, 2011).

12. Makanan luar rumah sakit

Makanan yang dimakan oleh pasien yang berasal dari luar rumah sakit

berpengaruh terhadap terjadinya sisa makanan (Aula, 2011). Pasien yang

mendapatkan makanan dari luar rumah sakit menyisakan lebih banyak makanan

dari pada pasien yang tidak mendapatkan makanan dari luar rumah sakit

(Kumboyono, 2012). Jenis makanan yang biasa dikonsumsi oleh pasien dari luar

rumah sakit adalah berupa buah dan snack seperti biskuit, kue, dan aneka cemilan

lainnya. Rasa lapar yang tidak segera diatasi pada pasien yang sedang dalam

perawatan, timbulnya rasa bosan karena mengkonsumsi makanan yang kurang

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA - wisuda.unud.ac.id II koreksi.pdf · 11 Tabel 1 Standar porsi makanan biasa menurut Instalasi Gizi dan Penuntun Diet Waktu makan Bahan Makanan Instalasi Gizi

24

bervariasi menyebabkan pasien mencari tambahan makanan dari luar rumah sakit ,

sehingga makanan yang disajikan kepada pasien tidak dihabiskan (Aula, 2011).

13. Sikap petugas

Sikap petugas ini juga mempengaruhi faktor psikologis pada pasien.

Intervensi keperawatan, intervensi gizi, termasuk di dalamnya adalah sikap

petugas dalam menyajikan makanan, sangat diperlukan untuk meningkatkan

nutrisi yang optimal bagi pasien rawat inap. Oleh karena itu, sikap petugas

ruangan dalam menyajikan makanan berperan dalam terjadinya sisa makanan.

Berdasarkan hasil survey menyebutkan bahwa faktor utama kepuasan pasien

terletak pada pramusaji. Pramusaji diharapkan dapat berkomunikasi, baik dalam

bersikap, baik dalam berekspresi, wajah, dan senyum. Hal ini penting karena akan

mempengaruhi pasien untuk menikmati makanan dan akhirnya dapat

menimbulkan rasa puas (Nuryati, 2008). Hal ini juga penting untuk meningkatkan

asupan makan pasien agar pasien mau menghabiskan makanannya.

2.6 Biaya Makan Pasien

Dalam melakukan kegiatan penyelenggaraan makanan pasien di rumah

sakit, biaya merupakan salah satu sumber daya yang sangat penting dan

menentukan. Biaya harus diperhitungkan setepat mungkin, sehingga secara

ekonomi dapat dipertanggungjawabkan dan dikendalikan seefisien dan seefektif

mungkin (Kemenkes RI, 2013). Biaya pelayanan gizi rumah sakit adalah biaya

yang telah atau akan dikeluarkan dalam rangka melaksanakan kegiatan pelayanan

gizi rumah sakit, dan salah satunya meliputi biaya untuk kegiatan

penyelenggaraan makanan pasien. Biaya makan adalah biaya bahan-bahan yang

Page 18: BAB II KAJIAN PUSTAKA - wisuda.unud.ac.id II koreksi.pdf · 11 Tabel 1 Standar porsi makanan biasa menurut Instalasi Gizi dan Penuntun Diet Waktu makan Bahan Makanan Instalasi Gizi

25

dipakai untuk menghasilkan makanan yang diperlukan. Biaya ini merupakan

variabel langsung, karena mempunyai hubungan langsung terhadap pelayanan

makanan yang diselenggarakan. Biaya makan per orang per hari merupakan biaya

yang dibutuhkan untuk menyelenggarakan makanan. Biaya ini diperoleh

berdasarkan total biaya yang dikeluarkan untuk penyelenggaraan makanan dibagi

dengan jumlah output setiap jenis pelayanan. Data yang dibutuhkan untuk

menghitung biaya makan per orang per hari adalah jumlah output dari

penyelenggaraan makanan, yaitu porsi makan atau jumlah konsumen yang

dilayani.

Konsep perhitungan biaya makanan di rumah sakit terdiri dari 3 komponen

utama yaitu biaya bahan baku atau bahan dasar, biaya tenaga kerja dan biaya

overhead (Kemenkes RI, 2013). Biaya bahan baku atau bahan dasar adalah biaya

yang pasti akan dikeluarkan secara langsung dan digunakan dalam rangka

menghasilkan produk dan dalam hal ini biaya bakunya adalah bahan makanan.

Biaya tenaga kerja adalah biaya yang dikeluarkan untuk tenaga kerja yang terlibat

dalam proses kegiatan, baik tenaga kerja langsung maupun tenaga kerja tidak

langsung. Biaya overhead adalah biaya yang dikeluarkan untuk menunjang

operasional produk yang dihasilkan. Pada penyelenggaraan makan, biaya

overhead yang dimaksud antara lain biaya bahan bakar, alat masak, alat makan,

alat rumah tangga, telepon, listrik dan biaya pemeliharaan.

Analisis biaya makan adalah suatu proses pengumpulan dan

pengelompokan data keuangan unit penyelenggaraan makanan untuk memperoleh

dan menghitung biaya produk makanan selama periode tertentu, baik biaya total

Page 19: BAB II KAJIAN PUSTAKA - wisuda.unud.ac.id II koreksi.pdf · 11 Tabel 1 Standar porsi makanan biasa menurut Instalasi Gizi dan Penuntun Diet Waktu makan Bahan Makanan Instalasi Gizi

26

(total cost) maupun biaya satuan/unit cost. Analisis biaya makan memberikan

informasi tentang biaya, proses sekaligus produk makanan yang dihasilkan.

Informasi ini berguna dalam perencanaan, pelaksanaan, pengendalian keuangan

penyelenggaraan makanan dan penetapan tarif makan atau rawat inap. Hasil

analisis dapat pula digunakan untuk memperbaiki tindakan manajemen di masa

yang akan datang sehingga diharapkan dapat mengurangi atau mengoptimalkan

biaya dengan perbaikan tindakan tersebut (Akmal, 2005).

Perhitungan biaya makanan pasien di RSUP Sanglah Denpasar sesuai

dengan Pedoman Pengorganisasian Unit Kerja Instalasi Gizi tahun 2014, hanya

berdasarkan besarnya biaya yang dikeluarkan untuk pembelian bahan makanan

tanpa memperhitungkan biaya tenaga kerja dan biaya overhead lainnya. Hal ini

karena untuk biaya makan pasien belum menggunakan unit cost tetapi masuk ke

dalam biaya akomodasi rawat inap di rumah sakit.