bab ii kajian pustaka a. kajian teori...
TRANSCRIPT
5
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. KAJIAN TEORI
1. Hasil Belajar
a. Pengertian Hasil Belajar
Hasil belajar menurut Arikunto (2001) adalah sebagai hasil yang
telah dicapai seseorang setelah mengalami proses belajar dengan terlebih
dahulu mengadakan evaluasi dari proses belajar yang dilakukan. Hasil
belajar sering dipergunakan dalam arti yang sangat luas yakni untuk
bermacam-macam aturan terdapat apa yang telah dicapai oleh siswa,
misalnya ulangan harian, tugas-tugas pekerjaan rumah, tes lisan yang
dilakukan selama pelajaran berlangsung (Arikunto, 2001). Menurut
Hamalik (2004) menyatakan hasil belajar ialah terjadinya perubahan
tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu,
dan dari tidak mengerti menjadi mengerti. Sependapat dengan
sebelumnya Slameto (2010) mendefinisikan hasil belajar adalah
perubahan yang terjadi dalam diri seseorang berlangsung secara
berkesinambungan. Hasil belajar merupakan satu perubahan yang terjadi
akan menyebabkan perubahan berikutnya dan akan berguna bagi
kehidupan ataupun proses belajar berikutnya.
Djamarah (2003) mengatakan bahwa salah satu indikator tercapai
atau tidaknya suatu proses pembelajaran adalah dengan melihat hasil
belajar yang dicapai oleh siswa. Hasil belajar merupakan cerminan tingkat
keberhasilan atau pencapaian tujuan dari proses belajar yang telah
dilaksanakan yang pada puncaknya diakhiri dengan suatu evaluasi. Hasil
belajar diartikan sebagai hasil akhir pengambilan keputusan tentang
tinggi rendahnya nilai siswa selama mengikuti proses belajar mengajar,
pembelajaran dikatakan berhasil jika tingkat pengetahuan siswa
bertambah dari hasil sebelumnya. Hasil belajar merupakan tingkat
penguasaan yang dicapai dalam mengikuti program belajar mengajar
sesuai dengan tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Sependapat
dengan sebelumnya hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa
setelah ia menerima pengalaman belajarnya (Sudjana, 2011).
Berdasarkan dari beberapa ahli peneliti setuju dengan pendapat
hasil belajar menurut Arikunto (2001) adalah sebagai hasil yang telah
dicapai seseorang setelah mengalami proses belajar dengan terlebih
dahulu mengadakan evaluasi dari proses belajar yang dilakukan.
5
6
b. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar
Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar dibedakan atas dua
kategori, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Kedua faktor tersebut
saling mempengaruhi dalam proses belajar individu sehingga
menentukan kualitas hasil belajar (Baharuddin dan Wahyuni, 2007).
1) Faktor internal
Faktor internal adalah faktor-faktor yang berasal dari
dalam diri individu dan dapat mempengaruhi hasil belajar individu.
Faktor-faktor internal ini meliputi faktor fisiologis dan psikologis.
a) Faktor fisiologis, adalah faktor-faktor yang secara umum
berhubungan dengan kondisi fisik individu, seperti kesehatan
yang prima, tidak dalam keadaan yang lelah dan capek, tidak
dalam keadaan cacat jasmani dan sebagainya, hal tersebut
dapat mempengaruhi siswa dalam menerima materi pelajaran.
Selama proses belajar berlangsung, peran fungsi fisiologi pada
tubuh manusia sangat mempengaruhi hasil belajar terutama
pancaindra.
b) Faktor psikologis, adalah keadaan psikologis seseorang yang
dapat mempengaruhi proses belajar. Beberapa faktor
psikologis yang yang utama mempengaruhi proses belajar
adalah kecerdasan siswa, motivasi, minat, sikap, dan bakat.
2) Faktor-faktor eksogen atau eksternal
Faktor eksternal juga dapat mempengaruhi hasil belajar
siswa. Menurut Syah sebagaimana dikutip dalam Baharuddin dan
Wahyuni (2007), faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi hasil
belajar dapat digolongkan menjadi dua golongan, yaitu faktor
lingkungan sosial dan faktor lingkungan nonsosial.
a) Lingkungan sosial
Lingkungan sosial terdiri dari lingkungan sosial sekolah,
lingkungan sosial masyarakat, dan lingkungan sosial keluarga.
b) Lingkungan nonsosial
Faktor-faktor yang termasuk dalam lingkungan
nonsosial adalah :
Pertama, lingkungan alamiah, seperti kondisi udara yang segar,
tidak panas dan tidak dingin, sinar yang tidak terlalu silau atau
kuat, suasana yang sejuk dan tenang. Kedua, faktor
instrumenal, yaitu perangkat belajar yang dapat digolongkan
dua macam. Pertama, hardware, seperti gedung sekolah, alat-
7
alat belajar, fasilitas belajar, lapangan olahraga, dan lain
sebagainya. Kedua, software, seperti kurikulum sekolah,
peraturan-peraturan sekolah, dan buku.
c. Ranah Hasil Belajar
Menurut Kingsley dalam Sudjana (2011) membagi tiga macam
hasil belajar, yakni (1) keterampilan dan kebiasaan, (2) pengetahuan dan
pengertian, (3) sikap dan cita-cita. Gagne membagi hasil belajar menjadi
lima, yaitu (1) informasi verbal, (2) keterampilan intelektual, (3) strategi
kognitif, (4) sikap, dan (5) keterampilan motoris. Menurut Bloom dalam
Sudjana (2011), secara garis besar membagi hasil belajar menjadi tiga
ranah, yakni ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotorik.
1) Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri
dari enam aspek, yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman,
aplikasi, analisis, sintetis, dan evaluasi.
2) Ranah afektif berkenaaan dengan sikap dan nilai. Hasil belajar afektif
tampak pada siswa dalam berbagai tingkah laku seperti perhatiannya
terhadap pelajaran, disiplin, motivasi belajar, menghargai guru dan
teman sekelas, kebiasaan belajar, dan hubungan sosial. Ada lima
aspek dalam ranah afektif, yaitu penerimaan, jaawaban atau reaksi,
penilaian, organisasi, dan internalisasi.
3) Ranah psikomotoris, hasil belajar psikomotoris tampak dalam bentuk
keterampilan dan kemampuan bertindak individu. Ada enam aspek
dalam ranah psikomotoris, yaitu gerakan reflex, keterampilan
gerakan dasar, kemampuan perceptual, keharmonisan atau
ketepatan, gerakan keterampilan kompleks, dan gerakan ekspresif
dan interpretatif.
Ketiga ranah tersebut menjadi objek penilaian hasil belajar. Di
antara ketiga ranah itu, ranah kognitiflah yang paling banyak dinilai oleh
para guru di sekolah karena berkaitan dengan kemampuan para siswa
dalam menguasai isi bahan pengajaran (Sudjana, 2011).
2. Model Pembelajaran Kooperatif
a. Pengertian model pembelajaran kooperatif
Pembelajaran kooperatif berasal dari kata cooperative learning yang
artinya mengerjakan sesuatu secara bersama-sama dengan saling membantu
satu sama lainnya sebagai satu kelompok atau satu tim. Lie dalam Isjoni (2010)
menyebut pembelajaran kooperatif dengan istilah pembelajaran gotong
8
royong, yaitu sistem pembelajaran yang memberi kesempatan kepada peserta
didik untuk bekerjasama dengan siswa lain dalam tugas-tugas yang
terstruktur. Sependapat dengan sebelumnya cooperative learning adalah
mengelompokkan siswa di dalam kelas ke dalam suatu kelompok kecil agar
siswa dapat bekerja sama dengan kemampuan maksimal yang mereka miliki
dan mempelajari satu sama lain dalam kelompok tersebut (Isjoni, 2010). In
cooperative learning methods, students work together in four member teams
to master material initially presented by the teacher, Ini berarti bahwa
pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran dimana sistem
belajar dan bekerja kelompok-kelompok kecil berjumlah 4-6 orang secara
kolaboratif sehingga dapat merangsang peserta didik lebih bergairah dalam
belajar (Slavin dalam Isjoni, 2011).
Lie (2009) menyebut pembelajaran kooperatif merupakan salah satu
model pembelajaran kelompok yang memiliki aturan-aturan tertentu, prinsip
dasar pembelajaran kooperatif adalah siswa membentuk kelompok kecil dan
saling mengajar sesamanya untuk mencapai tujuan bersama. Johnson &
Johnson dalam Isjoni (2010) cooperative learning adalah mengelompokkan
siswa di dalam kelas ke dalam suatu kelompok kecil agar siswa dapat bekerja
sama dengan kemampuan maksimal yang mereka miliki dan mempelajari satu
sama lain dalam kelompok tersebut. Berbeda dengan pendapat sebelumnya
Nurhadi dan Senduk dalam Wena (2009) menyatakan pembelajaran kooperatif
adalah pembelajaran yang secara sadar menciptakan interaksi yang silih asah
sehingga sumber belajar bagi siswa bukan hanya guru dan buku ajar, tetapi
juga sesama siswa. Pembelajaran kooperatif menurut Lie (2009) adalah sistem
pembelajaran yamg memberi kesempatan kepada siswa untuk bekerja sama
dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur, dan dalam sistem ini
guru bertindak sebagai fasilitator. Abdurrahman dan Bintaro dalam Lie (2009)
mengatakan bahwa pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang
secara sadar dan sistematis mengembangkan interaksi yang silih asah, silih
asih, dan silih asuh antarsesama siswa sebagai latihan hidup di dalam
masyarakat nyata.
Depdiknas (2003) menyatakan Pembelajaran Kooperatif adalah
merupakan strategi pembelajaran melalui kelompok kecil siswa yang saling
bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan
belajar. Menurut Suprijono, Agus (2010) menyatakan pembelajaran kooperatif
adalah konsep yang lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk
bentuk-bentuk yang dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru.
9
b. Langkah-langkah pembelajaran kooperatif
Ibrahim dkk (2010) mengemukakan langkah-langkah model
pembelajaran kooperatif yang terdiri atas 6 langkah, yaitu: 1)
Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa, 2) Menyajikan informasi, 3)
Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar, 4)
Membimbing kelompok bekerja dan belajar, 5) Evaluasi, 6) Memberi
penghargaan.
Langkah awal dalam pembelajaran guru menyampaikan tujuan
pelajaran dan memotivasi siswa untuk belajar. Langkah ini diikuti oleh
penyajian informasi, seringkali dengan bahan bacaan daripada secara
verbal. Selanjutnya siswa dikelompokkan ke dalam tim-tim belajar. Tahap
ini diikuti bimbingan guru pada saat siswa bekerja bersama untuk
menyelesaikan tugas bersama mereka. Langkah terakhir pembelajaran
kooperatif meliputi presentasi hasil akhir kerja kelompok atau evaluasi
tentang apa yang telah mereka pelajari dan memberi penghargaan
terhadap usaha-usaha kelompok maupun individu agar siswa dapat
termotivasi dalam mengikuti model pembelajaran kooperatif atau kerja
kelompok. Jadi pembelajaran kooperatif sangat positif dalam
menumbuhkan kebersamaan dalam belajar pada setiap siswa sekaligus
menuntut kesadaran dari siswa untuk aktif dalam kelompok, karena jika
ada siswa yang pasif dalam kelompok maka hal itu dapat mempengaruhi
kualitas pelaksanaan pembelajaran kooperatif khususnya berkaitan dengan
rendahnya kerjasama dalam kelompok.
Pembelajaran kooperatif juga harus didukung oleh langkah –
langkah dan keterampilan yang melengkapinya. Langkah utama dalam
pembelajaran kooperatif menurut Arends dalam Karuru (2001) ada
enam fase. Pembelajaran kooperatif dimulai dengan guru
menyampaikan tujuan pembelajaran dan motivasi siswa untuk
belajar. Fase ini diikuti siswa dengan penyajian informasi, sering
dalam bentuk teks bukan verbal. Selanjutnya siswa
dikelompokkan kedalam tim – tim belajar. Tahap ini diikuti bimbingan
guru pada saat siswa bekerjasama menyelesaikan tugas mereka. Fase
terakhir dari pembelajaran kooperatif yaitu penyajian hasil akhir kerja
kelompok, dan mengetes apa yang mereka pelajari, serta
memberi penghargaan terhadap usaha – usaha kelompok maupun
individu. Keenam fase pembelajaran kooperatif dirangkum pada tabel 1
berikut.
10
Tabel 1
Langkah – langkah Pembelajaran kooperatif
Fase Tingkah laku guru
Fase – 1 Menyampaikan tujuan dan motivasi
Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar.
Fase – 2 Menyajikan informasi
Guru menyampaikan informasi pada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan.
Fase – 3 Mengorganisasikan siswa dalam kelompok – kelompok belajar
Guru menjelaskan kepada siswa bagiamana caranya membentuk kelompok – kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien.
Fase – 4 Membimbing kelompok bekerja dan belajar
Guru membimbing kelompok – kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka
Fase – 5 Evaluasi
Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing – masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya.
Fase – 6 Memberi penghargaan
Guru mencari cara menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu maupun kelompok.
c. Kelebihan pembelajaran kooperatif
Menurut Karli dan Yuliariatiningsih (2010) mengemukakan kelebihan
pembelajaran kooperatif terdiri atas : 1) Dapat mengurangi rasa kantuk
dibanding belajar sendiri, 2) Dapat merangsang motivasi belajar, 3)
Ada tempat bertanya, 4) Dapat membantu timbulnya asosiasi dengan
peristiwa lain yang mudah diingat. Sependapat dengan pernyataan
sebelumnya Karli dan Yuliariatiningsih (2002) mengemukakan kelebihan model
pembelajaran kooperatif, yaitu: 1) Dapat melibatkan siswa secara aktif dalam
mengembangkan pengetahuan, sikap, dan keterampilannya dalam suasana
belajar mengajar yang bersifat terbuka dan demokratis. 2) Dapat
mengembangkan aktualisasi berbagai potensi diri yang telah dimiliki oleh
siswa. 3) Dapat mengembangkan dan melatih berbagai sikap, nilai, dan
keterampilan-keterampilan sosial untuk diterapkan dalam kehidupan di
masyarakat. 4) Siswa tidak hanya sebagai obyek belajar melainkan juga
sebagai subyek belajar karena siswa dapat menjadi tutor sebaya bagi siswa
11
lainnya. 4) siswa dilatih untuk bekerjasama, karena bukan materi saja yang
dipelajari tetapi juga tuntutan untuk mengembangkan potensi dirinya secara
optimal bagi kesuksesan kelompoknya. 5) Memberi kesempatan kepada siswa
untuk belajar memperoleh dan memahami pengetahuan yang dibutuhkan
secara langsung, sehingga apa yang dipelajarinya lebih bermakna bagi dirinya.
3. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Co-op Co-op
a. Pengertian model pembelajaran kooperatif tipe co-op co-op
Menurut Slavin (2008) Co-op Co-op adalah sebuah bentuk Group
investigation yang cukup familiar. Metode ini menempatkan tim dalam
kooperasi antara satu dengan yang lainnya (seperti namanya) untuk
mempelajari sebuah topik di kelas.
Co-op Co-op merupakan salah satu metode dari pembelajaran
Kooperatif yang termasuk dalam tipologi spesialisasi tugas. Darsim (2011)
mengemukakan Co-op Co-op memberi kesempatan pada siswa untuk bekerja
sama dalam kelompok-kelompok kecil pertama untuk meningkatkan
pemahaman mereka tentang diri mereka. Selanjutnya memberikan mereka
kesempatan untuk saling berbagi pemahaman baru itu dengan teman
sekelasnya.
Menurut Slavin (2008) Co-op Co-op memberi kesempatan pada siswa
untuk bekerja sama dalam kelompok kecil, pertama untuk meningkatkan
pemahaman mereka tentang diri mereka dan dunia, dan selanjutnya
memberikan mereka kesempatan untuk saling berbagi pemahaman baru itu
dengan teman sekelasnya. Metodenya sederhana dan fleksibel. Guru bisa
memegang filosofi Co-op Co-op, maka mereka bisa memilih sekian macam
cara untuk mengaplikasikan pendekatan ini dalam kelas yang mereka ajari.
Adapun kelebihan dan kekurangan menurut Darsim (2011), kelebihan
model pembelajaran kooperatif tipe Co-op Co-op adalah siswa dapat
mengkonstruk pengetahuan sendiri, berfikir kompleks ketika menganaisis
materinya, memberikan kesempatan berdiskusi dan bekerjasama dengan
teman sekelas. kekurangan model pembelajaran kooperatif tipe Co-op Co-op
adalah membutuhkan banyak waktu untuk persiapan materi kecil, berdiskusi,
dan mempresenasikan hasil diskusi kelompok sehingga dibutuhkan
pengetahuan waktu yang lebih efektif,dan efisien. Selain itu model
pembelajaran ini dapat diterapkan pada materi yang berjenjeng, artinya dalam
satu materi atau topic, sub topik tidak menjadi syarat untuk sub topik lainnya.
Slavin (2009) yang menyatakan bahwa dengan model pembelajaran kooperatif
tipe co-op co-op apabila setiap siswa bertanggung jawab atas sebagaian dari
12
keseluruhan tugas maka masing-masing akan merasa bangga atas
kontribusinya terhadap kelompok.
b. Langkah-langkah model pembelajaran kooperatif tipe Co-op Co-op
Sembilan langkah spesifik meningkatkan kemungkinan sukses dari
metode ini, Slavin (2008).
Langkah 1 : Diskusi kelas terpusat pada siswa
Guru mendorong para siswa untuk menemukan dan mengekpresikan
ketertarikan mereka pada materi pelajaran yang akan mempelajari.
Melalui diskusi kelas yang terpusat pada siswa untuk meningkatkan
keterlibatan siswa dalam belajar.
Langkah 2 : Menyusun tim pembelajaran siswa
Guru mengatur siswa kedalam kelompok-kelompok yang heterogen
yang terdiri dari empat sampai lima orang siswa dalam satu
kelompok. Kemudian setiap kelompok diberikan topik-topik
pelajaran untuk dibahas bersama dalam kelompok.
Unsur kooperatif yang terdapat dalam langkah ini adalah adanya
komunikasi antar anggota.
Langkah 3 : menyeleksi topik untuk tiap kelompok
Siswa dibiarkan memilih topik untuk kelompok mereka dan langsung
diikuti dengan diskusi kelas terpusat pada siswa.
Unsur kooperatif yang terdapat dalam langkah ini adalah adanya
tatap muka antar anggota kelompok.
Langkah 4 : Pemilihan topik mini dalam tiap kelompok
Setelah ditentukan topik untuk tiap kelompok, selanjutnya tiap
kelompok membuat pembagian tugas diantara anggota kelompok
dengan membuat topik utama menjadi topik mini yang mencakup
satu aspek dari topik kelompok.
Unsur kooperatif yang terdapat dalam langkah ini adalah adanya
komunikasi antar anggota kelompok
Langakah 5 : Persiapan dan penyelesaian topik mini
Setelah para siswa membagi topik kelompok mereka menjadi topik
mini, maka siswa akan bekerja secara individu dan
bertanggungjawab terhadap topik mini mereka yang menentukan
kesuksesan usaha kelompok itu sendiri.
Unsur kooperatif yang terdapat dalam langkah ini adalah adanya
tanggungjawab perseorangan terhadap usaha kelompoknya. Dalam
langkah ini tiap siswa akan dapat memberikan kontribusi yang unik
dan kreatif bagi usaha kelompoknya.
13
Langkah 6 : Persiapan presentasi kelompok
Para siswa didorong untuk memadukan semua topik kecil yang telah
diselesaikan secara individual.
Unsur kooperatif yang terdapat dalam langkah ini adalah adanya
tatap muka antar anggota kelompok.
Langkah 7 : Presentasi kelompok
Selama waktu presentasi, kelompok memegang kendali kelas dan
bertanggung jawab terhadap waktu, ruang dan bahan-bahan yang
ada di dalam kelas selama presentasi. Dan kelompok juga harus
memasukkan sesi tanya jawab untuk memberikan komentar dan
umpan balik bagi para siswa.
Unsur kooperatif yang terdapat dalam langkah ini adalah adanya
hubungan saling ketergantungan positif antar anggota kelompok
Langkah 8 : Presentasi Tim
Mempresentasikan hasil diskusi kelompok
Langkah 9 : Evaluasi
Pada saat presentasi tim dievaluasi oleh kelas
Tabel 2
Langkah-langkah Co-op Co-op
Langkah-langkah
Tingkah laku guru Aktivitas siswa
Langkah 1 a. Memotivasi siswa untuk menemukan dan mengekspresikan ketertarikan mereka sendiri terhadap subjek yang akan dicakupi.
b. Membiarkan siswa untuk diskusi kelas yang terpusat pada siswa itu sendiri.
Menemukan ide/ materi yang akan di pelajari.
Langkah 2 Pembentukan
tim
a. Membagi siswa dalam tim heterogen yang terdiri dari empat sampai lima anggota.
b. Menginformasikan kepada siswa bagaimana menemukan ide pokok/tujuan pembelajaran yang hendak dicapai.
a. Membentuk kelompok. b. Memperhatikan
penjelasan guru.
Langkah 3 Seleksi topik tim
Mendorong para siswa untuk mendiskusikan berbagai macam topik di antara mereka sendiri.
mendiskusikan berbagai macam topik.
Langkah 4 Pemilihan Topik
Kecil
Memberikan tugas kepada siswa yang berkaitan dengan topik kecil mereka atau dengan tim membagi topiknya
Memperhatikan penjelasan guru dan pembagian tugas tim.
14
untuk membuat pembagian tugas di antara anggota tim.
Langkah 5 Persiapan Topik
Kecil
Mengamati siswa dalam bekerja individual untuk kontribusi dalam tim.
Belajar sendiri tentang topik kecil dari tim.
Langkah 6 Presentasi Topik
Kecil
Mengamati siswa dalam mempresentasikan pemahamannya dalam tim sendiri.
Mempresentasikan pemahamannya dalam tim sendiri.
Langkah 7 Persiapan
Presentasi Tim
Mendorong para siswa untuk memadukan semua topik kecil dalam presentasi tim.
Memadukan semua topik kecil dalam tim.
Langkah 8 Presentasi Tim
a. Mengatur waktu presentasi tim. b. Membuka tanya jawab siswa kepada tim
yang selesai presentasi.
a. Siswa dan tim melakukan presentasi di depan kelas.
b. Menanyakan dan menjawab pertanyaan-pertanyaan
Langkah 9 Evaluasi
a. Membiarkan siswa pada saat presentasi tim dievaluasi oleh kelas.
b. Guru bersama dengan siswa melakukan refleksi.
Mengevaluasi pembelajaran
B. PENELITIAN RELEVAN
Beberapa penelitian yang relevan dalam penelitian ini antara lain,
Ikhwani (2012) dengan judul “penerapan model pembelajaran kooperatif tipe
co-op co-op (cooperation in education) pada pokok bahasan aritmatika sosial di
kelas VII SMP N 6 Tebing Tinggi ”. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
Penelitian dilakukan di SMP Negeri 6 Tebing Tinggi tahun pelajaran 2011/2012,
dengan subjek penelitian 40 siswa yang terdiri dari 20 siswa untuk kelas
eksperimen dan 20 siswa untuk kelas kontrol yang diperoleh dengan teknik
cluster random sampling pada siswa kelas VII. Instrumen penelitian yang
diberikan berupa tes, observasi dan angket. Dari hasil perhitungan uji hipotesis
diperoleh nilai t hitung = 2,49 kemudian dibandingkan dengan t tabel ada taraf
signifikan 0,05 dan derajat kebebasan 68, diperoleh nilai t tabel = 1,68, karena
atau t hitung 2,49 > t tabel 1,68, sehingga H a diterima. Hasil dari penelitian dapat
disimpulkan bahwa rata-rata hasil belajar matematika siswa yang diajar dengan
model pembelajaran kooperatif tipe co-op co-op lebih tinggi dari pada rata-rata
hasil belajar yang menggunakan metode konvensional. Dengan demikian
pembelajaran dengan menggunakan model kooperatif tipe co-op co-op
berpengaruh terhadap hasil belajar matematika siswa.
15
Penelitian Kusumariyatni, dkk (2010) dengan judul “pengaruh model
pembelajaran kooperatif tipe co-op co-op berorientasi literasi sains
terhadap hasil belajar kelas IV di SD Pancasari ”. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa, penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe
co-op co-op lebih efektif daripada metode konvensional pada pembelajaran
IPA dengan standar kompetensi pengenalan organ tubuh pada manusia tahun
pelajaran 2011/2012. Hal ini dapat dibuktikan dari nilai rata – rata post
test untuk kelas eksperimen sebesar 17,70 dan kelas kontrol sebesar 15,27.
Simpulan dalam penelitian ini yaitu penggunaan model pembelajaran
kooperatif tipe co-op co-op dapat meningkatkan hasil belajar dan aktivitas
siswa, dan lebih efektif dibandingkan metode konvensional terhadap hasil
belajar siswa dalam pembelajaran IPA dengan standar kompetensi pengenalan
organ tubuh pada manusia tahun pelajaran 2011/2012. Saran dalam penelitian
ini yaitu pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe co-op
co-op dijadikan sebagai alternatif pembelajaran bagi guru dalam rangka
menambah variasi model mengajar karena efektif dalam meningkatkan hasil
belajar dan aktivitas siswa, perlu adanya belajar kelompok yang efektif untuk
melatih tingkat sosial siswa, dan perlu adanya penelitian lebih lanjut dalam
rangka untuk meningkatkan hasil belajar dan aktivitas siswa.
Sependapat dengan penelitian sebelumnya, penelitian yang dilakukan
Silviani, dkk (2011) dengan judul “pengaruh penerapan model kooperatif tipe
co-op co-op dalam pembelajaran matematika untuk mengetahui respon siswa
kelas VIII MTsN Kota Solok”. Pengujian hipotesis penelitian dianalisis
menggunakan rumus regresi diperoleh Freg hitung sebesar = 19,732. Harga ini
lebih besar dari F tabel pada taraf signifikansi 5% dan 1 % yaitu 4,11 dan 7,39.
Artinya , baik pada taraf 1% maupun 5%, Freg signifikan, sehingga H1 diterima.
Hal ini menunjukkan bahwa ada pengaruh yang signifikan antara respon siswa
pada penerapan metode pembelajaran berbasis masalah dengan model
kooperatif tipe co-op co-op terhadap hasil belajar siswa kelas VIII materi pokok
sistem persamaan linier dua variabel.
Sebaliknya penelitian yang dilakukan Triansah (2011) dengan judul
“pembelajaran fisika menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw
dan model pembelajaran kooperatif tipe co-op co-op ditinjau dari motivasi
belajar dan tingkat berpikir abstrak siswa”. Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode eksperimen dengan populasi penelitian siswa
kelas X SMA 1 Ngaglik Sleman tahun ajaran 2011/2012, Sampel penelitian
ditentukan dengan teknik cluster random sampling sebanyak dua kelas. Model
pembelajaran pada kelas eksperimen 1 yaitu kelas X 2 menggunakan model
16
kooperatif tipe jigsaw dan pada kelas eksperimen 2 adalah kelas X 5
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe co-op co-op. Teknik
pengumpulan data menggunakan metode tes untuk data prestasi belajar dan
tes berfikir abstrak siswa, kemudian metode angket untuk data motivasi belajar
siswa. Uji hipotesis penelitian menggunakan anava tiga jalan dengan desain
faktorial 2 x 2 x 2. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa: (1) terdapat
pengaruh yang signifikan penggunaan model pembelajaran terhadap prestasi
belajar siswa (Sig.= 0,016 < α = 0,05), model kooperatif tipe jigsaw lebih baik
dibandingkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe co-op co-op; (2)
terdapat pengaruh yang signifikan motivasi belajar siswa terhadap prestasi
belajar siswa (Sig.= 0,021 < α = 0,05), dan motivasi belajar kategori tinggi lebih
baik daripada motivasi belajar kategori rendah; (3) terdapat pengaruh yang
signifikan tingkat berfikir abstrak siswa terhadap prestasi belajar siswa (Sig.=
0,002 < α = 0,05), kemudian tingkat berfikir abstrak kategori tinggi tidak lebih
baik dibandingkan dengan kategori rendah; (4) tidak terdapat interaksi antara
model pembelajaran dengan motivasi belajar siswa; (5) tidak terdapat interaksi
antara model pembelajaran dengan tingkat berfikir abstrak siswa terhadap
prestasi belajar siswa; (6) tidak terdapat interaksi antara motivasi belajar
dengan tingkat berfikir abstrak siswa terhadap prestasi belajar siswa; (7) tidak
terdapat interaksi antara model pembelajaran dengan motivasi belajar dan
dengan tingkat berfikir abstrak siswa terhadap prestasi belajar siswa.
Berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya, para peneliti telah
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe co-op co-op pada tingkat
SD, SMP, maupun MTs. Peneletian ini untuk mengetahui pengaruh model
pembelajaran kooperatif tipe co-op co-op terhadap hasil belajar siswa kelas VII.
Peneletian ini dilkukan pada tingkat SMP pada mata pelajaran matematika.
Peneleti memilih matematika sebagai mata pelajaran yang digunakan ini suatu
kelebihan karena ada peneletian sebelumnya menggunakan mata pelajaran IPA
sebagai materi untuk peneletian. Walaupun ada peneletian sebelumnya pada
mata pelajaran matematika, tetapi untuk melihat respon siswa, hasil belajar,
dan aktivitas, sedangkan peneletian ini akan melihat sejauh mana pengaruh
model pembelajaran kooperatif tipe co-op co-op terhadap hasil belajar siswa
kelas VII SMP Kristen 2 Salatiga.
C. KERANGKA BERFIKIR
Guru memiliki peranan penting dalam mengelola lingkungan kelas dan
menyusun ateri pelajaran dengan baik, karena akan membantu pembelajaran
lebih efektif. Pembelajaran matematika seharusnya kemampuan guru dalam
17
membuat belajar matematika menjadi menyenangkan, karena pada
kenyataannya, pelajaran matematika adalah pelajaran yang menakutkan dan
membosankan bagi sebagian besar anak, apalagi fasilitas yang mendukung
pembelajaran sangat kurang, sehingga siswa sering berbicara sendiri bahkan
tidak mengikuti pelajaran, begitupula yang terjadi di SMP Kristen 2 Salatiga. Hal
ini diketahui dari kemampuan keterampilan, sikap dan keterampilan yang
diperoleh siswa setelah ia menerima perlakuan dari guru sehingga dapat
menerapkan pengetahuan itu dalam kehidupan sehari-hari, terutama di
sekolahan tempat peneliti mengadakan penelitian dapat dilihat dari nilai rata-
rata hasil ujian matematika yang rendah dibandingkan dengan pelajaran
lainnya. Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor, dan salah satu faktor yang
paling dominan adalah faktor metode mengajar dalam kegiatan belajar
mengajar.
Pemilihan model pengajaran menjadi suatu tantangan bagi para guru,
karena sukses tidaknya suatu pembelajaran tergantung pada kualitas
pengajaran guru. Penerapan suatu model dalam pembelajaran matematika,
merupakan hal yang sangat penting dalam meningkatkan kemampuan siswa
dan mengarah kepada penguasaan materi, oleh karena itu seorang guru harus
memiliki model pembelajaran yang tepat, efektif, menarik minat dan perhatian
siswa, mengembangkan motivasi siswa, dan tentunya dapat menghasilkan hasil
belajar matematika siswa yang lebih baik.
Siswa SMP Kristen 2 Salatiga nampak malas karena hanya mendengarkan
serta menuruti kata-kata guru saja tanpa berperan aktif dalam proses
pembelajaran sehingga model pembelajaran kooperatif tipe co-op co-op
dianggap sebagai model yang efektif dan sesuai dengan yang diharapkan oleh
peneliti untuk meningkatkan hasil belajar siswa SMP K 2 Salatiga, dengan
model co-op co-op siswa dituntut untuk aktif dalam proses belajar mengajar di
kelas. Siswa diharapkan dapat melaksanakan langkah-langkah model co-op co-
op dengan baik dari awal hingga selesai proses belajar mengajar. Penggunaan
model pembelajaran co-op co-op diduga dapat memberikan pengaruh yang
signifikan antara hasil belajar matematika siswa yang digambarkan dalam pola
paradigma penelitian sebagai berikut.
18
Gambar 1
Paradigma penelitian
D. HIPOTESIS PENELITIAN
Berdasarkan uraian di atas, maka diajukan rumusan hipotesis penelitian.
Hipotesis penelitian ini adalah model pembelajaran kooperatif tipe co-op co-op
berpengaruh terhadap hasil belajar matematika pada materi statistika kelas VII
SMP Kristen 2 Salatiga.
Pembelajaran Matematika
dengan Model
Pembelajaran Kooperatif
Tipe Co-op Co-op
Hasil Belajar Matematika