bab ii
TRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Status Gizi
1. Definisi status gizi
Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan
dan penggunaan zat-zat gizi. Dibedakan antara status gizi buruk, kurang,
baik, dan lebih (Almatsier, 2010).
Secara klasik kata gizi hanya dihubungkan dengan kesehatan tubuh,
yaitu untuk menyediakan energy, membangun dan memelihara jaringan
tubuh, serta mengatur proses-proses kehidupan dalam tubuh (Almatsier,
2010).
Tetapi, sekarang kata gizi mempunyai pengertian lebih luas;
disamping untuk kesehatan, gizi dikaitkan dengan potensi ekonomi
seseorang, karena gizi berkait dengan perkembangan otak, kemampuan
belajar, dan produktivitas kerja. Oleh karena itu, di Indonesia yang sekarang
sedang membangun, faktor gizi disamping faktor-faktor lain dianggap
penting untuk memacu pembangunan, khususnya yang berkaitan dengan
pengembangan sumber daya manusia berkualitas (Almatsier, 2010).
Balita adalah anak yang berumur 0-59 bulan, pada masa ini di tandai
dengan proses pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat. Disertai
dengan perubahan yang memerlukan zat-zat gizi yang jumlahnya lebih
banyak dengan kualitas tinggi (Waryana, 2010)
2. Penilaian status gizi
Untuk menentukan status gizi seseorang atau kelompok populasi
dilakukan dengan interpretasi informasi dari beberapa metode penelitian
status gizi yaitu :
a. Antropometri
Secara umum antropometri artinya ukuran tubuh manusia. Di
tinjau dari sudut pandangan gizi adalah berhubungan dengan berbagai
macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai
tingkat umur dan tingkat gizi. Parameter yang sering digunakan untuk
menilai status gizi anak di masyarakat adalah data antropometri, karena
antropometri dikenal sebagai indikator sederhana dan akurat untuk
penilaian status perorangan dan juga masyarakat (Supariasa, 2012).
Ukuran antropometri yang bermanfaat dan sering dipakai adalah
hasil pengukuran berat badan, tinggi badan, lingkar kepala, lingkar
lengan atas dan lipatan kulit . berat badan merupakan indikator tunggal
terbaik saat ini untuk menilai keadaan gizi dan tumbuh kembang anak,
karena status gizi dengan indeks Berat Badan menurut Umur (BB/U)
dapat memberi gambaran tentang keadaan gizi dari suatu kelompok
balita pada saat pengukuran dilakukan (Supariasa, 2012).
a) Berat badan menurut umur (BB/U)
Berat badan adalah salah satu parameter yang memberikan gambaran
masa tubuh. Karena masa tubuh sangat sensitif terhadap perubahan-
perubahan yang mendadak.
Indeks antropometri menurut BB/U memiliki kelebihan, antara
lain:
1) Lebih mudah dan lebih cepat dimengerti oleh masyarakat
umum
2) Baik untuk mengukur status gizi akut atau kronik
3) Berat badan dapat berfluktuasi
4) Sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan kecil
5) Dapat mendeteksi kegemukan
Indeks antropometri menurut BB/U memiliki kelemahan, antara
lain:
1) Dapat mengakibatkan interprestasi status gizi yang keliru bila
terdapat edema maupun asites.
2) Memerlukan data umur yang akurat, terutama untuk anak
dibawah usia lima tahun.
3) Sering terjadi kesalahan dalam pengukuran, seperti pengaruh
pakaian atau gerakan anak pada saat penimbangan (Supariasa,
2012).
Tabel 1
Status gizi dengan indikator BB/U menurut baku WHO-NCHS
Status gizi lebih > +2 SD
Status gizi baik -2 SD – +2 SD
Status gizi kurang <-2 SD − <-3 SD
Status gizi buruk ≥-3 SD
(Hasimah, 2011)
b) Tinggi badan menurut umur (TB/U)
Tinggi badan merupakan antropometri yang menggambarkan
keadaan pertumbuhan skeletal. Pada keadaan normal, tinggi
badan tumbuh seiring dengan pertambahan umur.
Keuntungan dari indeks TB/U, antara lain:
1) Baik untuk menilai status gizi masa lampau
2) Ukuran panjang dapat dibuat sendiri, murah dan mudah
dibawa.
Kelemahan dari indeks TB/U, antara lain:
1) Tinggi badan tidak cepat naik, bahkan tidak mungkin turun
2) Pengukuran relatif sulit dilakukan karena anak harus berdiri
tegak, sehingga diperlukan dua orang untuk melakukannya.
3) Ketepatan umur sulit didapat (Supariasa, 2012).
Tabel 2
Status gizi dengan indikator TB/U menurut buku WHO-
NCHS
Normal ≥ - 2,0 SD
Pendek < - 2,0 SD
(Ayu, 2008)
c) Berat badan menurut tinggi badan (BB/TB)
Berat badan memiliki hubungan yang linear dengan tinggi badan.
Dalam keadaan normal, perkembangan berat badan akan searah
dengan pertumbuhan tinggi badan dengan kecepatan tertentu.
Keuntungan dari indeks BB/TB, antara lain:
1) Tidak memerlukan data umur
2) Dapat membedakan proporsi badan (gemuk,normal atau kurus)
Kelemahan dari indeks BB/TB, antara lain:
1) Sering mengalami kesulitan dalam melakukan pengukuran
panjang atau tinggi badan pada kelompok balita.
2) Membutuhkan dua macam alat ukur
3) Pengukuran relatif lebih lama
4) Memebutuhkan dua orang untuk melakukannya
5) Sering terjadi kesalahan dalam pembacaan hasil pengukuran,
terutama bila dilakukan oleh kelompok non-profesional
(Supariasa, 2012)
Tabel 3
Status gizi dengan indikator BB/TB menurut baku WHO-
NCHS
Gemuk > 2 SD
Normal -2 SD sampai +2 SD
Kurus < - 2 SD
Sangat kurus < - 3 SD
(Anggraeni, 2012)
b. Klinis
Pemeriksaan klinis adalah metode yang sangat penting untuk
menilai status gizi masyarakat. Metode ini didasarkan atas perubahan-
perubahan yang terjadi yang dihubungkan dengan ketidak cukupan zat
gizi. Hal ini dapat dilihat pada jaringan epitel (supervicial epithelial
tissues) seperti kulit, mata, rambut dan mukosa oral atau pada organ-
organ yang dekat dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid.
Penggunaan metode ini umumnya untuk survei klinis secara cepat
(rapid clinical survey). Survei ini dirancang untuk mendeteksi secara
cepat tanda-tanda klinis umum dari kekurangan salah satu atau lebih zat
gizi. Disamping itu pula digunakan untuk mengetahui tingkat status gizi
seseorang dengan melakukan pemeriksaan fisik yaitu tanda (sign) dan
gejala (symptom) atau riwayat penyakit (Anggraeni, 2012).
c. Biokimia
Penilaian dengan status gizi dengan biokimia adalah pemeriksaan
specimen yang diuji secara laboratoris yang dilakukan pada berbagai
macam jaringan tubuh. Jaringan tubuh yang digunakan antara lain:
darah, urin, tinja dan juga beberapa jaringan tubuh seperti hati dan otot.
Metode ini digunakan untuk suatu peringatan bahwa kemungkinan
akan terjadi keadaan malnutrisi yang lebih parah lagi. Banyak gejala
klinis yang kurang spesifik, maka penentuan kimia faali dapat lebih
banyak menolong untuk menentukan kekurangan gizi yang spesifik
(Anggraeni, 2012).
d. Biofisik
Penentuan status gizi secara biofisik adalah metode penentuan
status gizi dengan melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan) dan
melihat perubahan struktur dari jaringan.
Umumnya dapat digunakan dalam situasi tertentu seperti kejadian
buta senja epidemik (epidemic of night blindnes). Cara yang digunakan
adalah tes adaptasi gelap (Supariasa, 2012).
3. Faktor yang mempengaruhi status gizi
Faktor yang mempengaruhi status gizi dengan balita atau anak
adalah penyediaan makanan yang komposisinya salah, tingkat ekonomi
rendah, dan tingkat pendidikan ibu yang rendah. Faktor pendidikan
mencakup pengetahuan yang kurang tentang nilai bahan makanan,
kebiasaan makan yang buruk akibat lingkungan, cara perawatan anak
yang belum memadai (Supariasa, 2012).
Penyakit-penyakit yang dapat memperparah keadaan gizi adalah
diare, infeksi saluran pernafasan akut (ISPA), tuberculosis, campak,
malaria kronis, dan cacingan (Marimbi, 2010).
B. Diare
1. Definisi
Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair
atau setengah cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari
biasanya lebih dari 200 gram atau 200ml/24 jam. Definisi lain memakai
kriteria frekuensi, yaitu buang air besar encer lebih dari tiga kali per hari.
Buang air besar encer tersebut dapat / tanpa disertai lendir dan darah
(Daldiyono, 2009).
Pada umumnya timbulnya diare karena passage bolus makanan
terlalu cepat dan terganggunya resorpsi air dalam usu besar, sehingga
menyebabkan sering berak-berak (Hadi S, 2002).
Hingga kini diare masih menjadi child killer (pembunuh anak-
anak) peringkat pertama di Indonesia. Semua kelompok usia diserang
oleh diare, baik balita, anak-anak dan orang dewasa. Tetapi penyakit
diare berat dengan kematian yang tinggi terutama terjadi pada bayi dan
anak balita (Suraatmaja, 2010)
2. Etiologi
Menurut Simadibrata (2009) Diare disebabkan oleh faktor infeksi,
malabsorpsi (gangguan penyerapan zat gizi), dan makanan.
a. Faktor infeksi
Infeksi pada saluran pencernaan merupakan penyebab utama
diare pada anak. Jenis-jenis infeksi yang umumnya menyerang antara
lain:
1) Infeksi oleh bakteri : Escherichia coli, Salmonella thyposa,
Vibrio cholerae (kolera), dan serangan bakteri lain yang
jumlahnya berlebihan dan patogenik seperti pseudomonas.
2) Infeksi basil (disentri),
3) Infeksi virus rotavirus,
4) Infeksi parasit oleh cacing (Ascaris lumbricoides),
5) Infeksi jamur (Candida albicans),
6) Infeksi akibat organ lain, seperti radang tonsil, bronchitis, dan
radang tenggorokan, dan
7) Keracunan makanan.
b. Faktor malabsorpsi
Faktor malabsorpsi dibagi menjadi dua yaitu malabsorpsi
karbohidrat dan lemak. Malabsorpsi karbohidrat, pada bayi kepekaan
terhadap lactoglobulis dalam susu formula dapat menyebabkan diare.
Gejalanya berupa diare berat, tinja berbau sangat asam, dan sakit di
daerah perut. Sedangkan malabsorpsi lemak, terjadi bila dalam
makanan terdapat lemak yang disebut triglyserida. Triglyserida,
dengan bantuan kelenjar lipase, mengubah lemak menjadi micelles
yang siap diabsorpsi usus. Jika tidak ada lipase dan terjadi kerusakan
mukosa usus, diare dapat muncul karena lemak tidak terserap dengan
baik.
c. Faktor makanan
Makanan yang mengakibatkan diare adalah makanan yang
tercemar, basi, beracun, terlalu banyak lemak, mentah (sayuran) dan
kurang matang. Makanan yang terkontaminasi jauh lebih mudah
mengakibatkan diare pada anak-anak balita.
3. Klasifikasi
Menurut Suraatmaja (2010), berdasarkan jenisnya diare dibagi
empat yaitu :
a. Diare Akut
Diare yang terjadi secara mendadak pada bayi dan anak
yang sebelumnya sehat . Diare akut yaitu, diare yang berlangsung
kurang dari 14 hari (umumnya kurang dari 7 hari). Akibatnya adalah
dehidrasi, sedangkan dehidrasi merupakan penyebab utama kematian
bagi penderita diare.
b. Diare kronikDiare yang berlanjut sampai 2 minggu atau lebih dengan
kehilangan berat badan atau berat badan tidak bertambah (failure to
thrive) selama masa diare tersebut.
c. Diare persisten
Diare persisten, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14
hari secara terus menerus. Diare persisten disebabkan oleh infeksi
penurunan berat badan dan gangguan metabolism.
d. Diare dengan masalah lain
Anak yang menderita diare (diare akut dan diare persisten)
mungkin juga disertai dengan penyakit lain, seperti demam,
gangguan gizi atau penyakit lainnya.
4. Faktor Risiko terjadinya diare
Menurut Subagyo dan Santoso (2010) adalah :
a. Faktor umur:
Sebagian besar episode diare terjadi pada dua tahun pertama
kehidupan. Insidensi tertinggi terjadi pada kelompok umur 6-11 bulan
pada saat diberikan makanan pendamping ASI.
b. Infeksi asimtomatik:
Sebagian besar infeksi usus bersifat asimtomatik dan proporsi
asimtomatik ini meningkat setelah umur dua tahun dikarenakan
pembentukan imunitas aktif.
c. Faktor musim:
Variasi pola musiman diare dapat terjadi menurut letak geografis. Di
daerah sub tropic, diare karena bakteri lebih sering terjadi pada musim
panas, sedangkan diare karena virus terutama karena rotavirus puncaknya
terjadi pada musim dingin.
d. Epidemi dan pandemic:
Vibrio cholera 0.1 dan Shigella dysentriae 1 dapat menyebabkan epidemi
dan pandemi yang mengakibatkan tingginya angka kesakitan dan
kematian pada semua golongan usia (Subagyo dan Santoso, 2010).
5. Pemeriksaan Fisik
Subagyo dan Santoso (2010) menyebutkan:
Beberapa pemeriksaan yang harus mendapat perhatian pada
penderita yang mengalami diare di anataranya adalah:
a. Suhu badan, jika kulit penderita teraba panas, maka kemungkinan besar
ia menderita penyakit inflamasi atau neoplasma.
b. Penurunan berat badan, disertai dengan edema, tanda-tanda vitamin
defisiensi, anemia, tetani, atau kadang-kadang dengan diatease
hemorrhagia biasanya dijumpai pada yang mendertia sindroma
malabsorpsi.
c. Abdomen protuberant tanpa adanya “shifting dullness”, sering dijumpai
pada penderita sprue.
d. Bila disertai tanda-tanda arthritis biasanya terdapat pada koliis ulserativa,
enteritis regional, dan penyakit whippe.
e. Pada colitis ulserativa, enteritis regional kadang-kadang juga dijumpai
tanda reaksi hipersensitif, misalnya : iritis, eritema multiforme, pioderma
gangrenosum.
6. Mekanisme Diare
Secara umum diare disebabkan dua hal yaitu gangguan pada proses
absorbsi atau sekresi. Kejadian diare secara umum terjadi dari satu atau
beberapa mekanisme yang saling tumpang tindih. Menurut mekanisme diare
maka dikenal:
Diare akibat gangguan absorpsi yaitu volume cairan yang berada
dikolon lebih besar daripada kapasitas absorpsi. Disini diare dapat terjadi
akibat kelainan di usus halus, mengakibatkan absorpsi menurun atau sekresi
yang bertambah. Apabila fungsi usus halus normal, diare dapat terjadi
akibat absorpsi di kolon menurun atau sekresi di kolon meningkat. Diare
dapat juga dikaitkan dengan gangguan motilitas, inflamasi, dan imunologi
(Subagyo dan Santoso, 2010).
7. Terapi
Departemen Kesehatan mulai melakukan sosialisasi panduan
tatalaksana pengobatan diare pada balita yang baru didukung oleh Ikatan
Dokter Anak Indonesia, dengan merujuk pada panduan WHO. Tatalaksana
ini sudah mulai diterapkan di rumah sakit- rumah sakit. Rehidrasi bukan
satu-satunya strategi dalam penatalaksanaan diare. Memperbaiki kondisi
usus dan menghentikan diare juga menjadi cara untuk mengobati pasien.
Untuk itu, Departemen Kesehatan menetapkan lima pilar penatalaksanaan
diare bagi semua kasus diare yang diderita anak balita baik yang dirawat di
rumah maupun sedang dirawat di rumah sakit, yaitu:
a. Rehidrasi dengan menggunakan oralit baru, berikan segera bila anak
diare utnuk mencegah dan mengatasi dehidrasi. Ketentuan pemberian
oralit formula baru:
1) Beri ibu dua bungkus oralit formula baru.
2) Lanjutkan satu bungkus oralit formula baru dalam satu liter air
matang, utnuk persediaan 24 jam.
3) Berikan larutan oralit pada anak setiap kali buang air besar dengan
ketentuan sebagai berikut:
a) Anak berumur < 2 tahun : berikan 50-100 ml tiap kali BAB
b) Anak berumur 2 tahun atau lebih : berikan 100-200 ml tiap kali BAB
4) Jika dalam waktu 24 jam persediaan oralit masih tersisa, maka sisa
larutan harus dibuang.
b. Zinc diberikan selama 10 hari berturut-turut, zinc mengurangi lama dan
beratnya diare, zinc juga dapat mengembalikan nafsu makan anak.
c. ASI dan makanan tetap diteruskan, sesuai umur anak dengan menu
yang sama pada waktu anak sehat utnuk mencegah kehilangan berat
badan serta pengganti nutrisi yang hilang.
d. Antibiotik selektif, antibiotic jangan diberikan kecuali ada indikasi
misalnya diare berdarah atau kolera (Subagyo dan Santoso, 2010).
C. Hubungan Status Gizi dan Kejadian Diare
Penelitian yang dilakukan oleh Palupi, A., Hadi, H., dan Soenarto, S.S
(2009) dengan menggunakan metode kohort retrospektif pada semua penderitra
diare akut anak di bangsal anak RSUP Sardjito Yogyakarta. Hubungan antara
status gizi dengan kejadian diare pada sampel didapatkan pada anak yang
gemuk rata-rata durasi 64,52 ± 11,07 jam, pada anak dengan status gizi normal
rata-rata durasi 65,06 ± 6,90 jam, pada anak yang kurus durasi diare 96,31 ±
16,69 jam, dan pada anak yang kurus sekali didapatkan rata-rata durasi 101,0 ±
28,8 jam. Penelitian ini signifikan karena didapatkan nilai p< 0,05.
Resiko relative kematian karena rendahnya status gizi berdasarkan berat
badan per umur berhubungan dengan penyebab kematian. Secara keseluruhan
52,5% dari semua kematian pada anak-anak disebabkan kekurangan gizi,
bervariasi dari 44,8% kematain karena campak, dan 60,7% kematian karena
diare (Caulfield, L.E., 2004).
Menurut WHO (2009) menyebutkan bahwa diare pada anak
dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah kualitas air minum,
sanitasi lingkungan, personal hygiene, kemiskinan, kesehatan dan status gizi
D. Kerangka Konsep
Asupan gizi menurun / kurang
Kerusakan epitel dan vili usus
Paparan bakteri dan virus
Diare Pada Balita
1. BBLR2. Imunisasi3. ASI4. Lingkungan
Gizi kurang / buruk
Sistem imunitas menurun
Status Gizi Balita
Diteliti :
Tidak diteliti :
E. Hipotesis
Ada hubungan antara status gizi dengan frekuensi diare pada balita
di Puskesmas Kecamatan Karanganyar Kabupaten Karanganyar.