bab ii

26
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lanjut Usia 2.1.1. Definisi Lanjut Usia Lanjut usia dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan dalam daur kehidupan manusia. Menurut pasal 1 ayat (2) UU No. 13 Tahun 1998 tentang Kesehatan dikatakan bahwa lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas. 5 Sementara Durmin menyatakan bahwa lansia adalah mereka yang telah berusia 65 tahun ke atas. 6 2.1.2. Klasifikasi Lanjut Usia World Health Organization (WHO) selanjutnya membagi usia lanjut menjadi empat kriteria berikut: Usia pertengahan (middle age): 45-59 tahun Lanjut usia (elderly): 60-74 tahun Lanjut usia tua (old): 75-90 tahun Usia sangat tua (very old): diatas 90 tahun 5 Maryam, dkk. dalam bukunya “Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya”, menyebutkan lima klasifikasi lansia:

Upload: priskaapril

Post on 09-Apr-2016

215 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

priska

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Lanjut Usia

2.1.1. Definisi Lanjut Usia

Lanjut usia dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan dalam daur

kehidupan manusia. Menurut pasal 1 ayat (2) UU No. 13 Tahun 1998 tentang

Kesehatan dikatakan bahwa lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia

60 tahun ke atas.5 Sementara Durmin menyatakan bahwa lansia adalah mereka

yang telah berusia 65 tahun ke atas.6

2.1.2. Klasifikasi Lanjut Usia

World Health Organization (WHO) selanjutnya membagi usia lanjut

menjadi empat kriteria berikut:

Usia pertengahan (middle age): 45-59 tahun

Lanjut usia (elderly): 60-74 tahun

Lanjut usia tua (old): 75-90 tahun

Usia sangat tua (very old): diatas 90 tahun5

Maryam, dkk. dalam bukunya “Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya”,

menyebutkan lima klasifikasi lansia:

Pralansia (prasenilis): seseorang yang berusia 45-59 tahun

Lansia: seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih

Lansia risiko tinggi: seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih atau

seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan

Lansia Potensial: lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan atau

kegiatan yang dapat menghasilkan barang/jasa

Lansia tidak potensial: lansia yang tidak berdaya mencari nafkah sehingga

hidupnya begantung pada bantuan orang lain.6

Page 2: BAB II

2.2. Proses Menua

Penuaan adalah normal, dengan perubahan fisik dan tingkah laku yang

dapat diramalkan yang terjadi pada semua orang saat mereka mencapai usia tahap

kronologis tertentu yang tidak dapat dihindari dan akan dialami oleh setiap orang.

Menua didefinisikan sebagai proses menghilangnya secara perlahan-lahan

(gradual) kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti serta

mempertahankan struktur dan fungsi secara normal, ketahanan terhadap cedera,

termasuk adanya infeksi.5 Menua juga didefinisikan sebagai proses yang

mengubah seorang dewasa sehat menjadi seorang yang frail (lemah, rentan)

dengan berkurangnya sebagian besar cadangan sistem fisiologis dan

meningkatnya kerentanan terhadap berbagai penyakit dan kematian secara

eksponensial. Proses penuaan sebenarnya berlangsung sejak maturitas dan

berakhir dengan kematian. Namun demikian, efek penuaan tersebut umumnya

menjadi lebih terlihat setelah usia 40 tahun.7

Terdapat beberapa istilah yang digunakan oleh gerontologis ketika

membicarakan proses menua:

1. Aging (pertambahan umur): menunjukkan efek waktu; suatu proses

perubahan, biasanya bertahap dan spontan

2.Senescence (menjadi tua): hilangnya kemampuan sel untuk membelah dan

berkembang (dan seiring waktu akan menyebabkan kematian)

3. Homeostenosis: penyempitan/berkurangnya cadangan homeostasis yang

terjadi selama penuaan pada setiap sistem organ7

Membicarakan fisiologi proses penuaan tidak dapat dilepaskan dengan

pengenalan konsep homeostenosis. Seiring bertambahnya usia jumlah cadangan

fisiologis untuk menghadapi berbagai perubahan yang mengganggu homeostasis

(challange) berkurang. Setiap challenge terhadap homeostasis merupakan

pergerakan menjauhi keadaan dasar (baseline) dan semakin besar challenge yang

terjadi maka akan semakin besar cadangan fisiologis yang diperlukan untuk

kembali homeostasis. Di sisi lain dengan semakin berkurangnya cadangan

Page 3: BAB II

fisiologis, maka seorang lanjut lebih mudah untuk mencapai suatu ambang,

precipe, yang berupa keadaan sakit atau kematian akibat challenge tersebut.

2.3. Perubahan Akibat Proses Menua

Perubahan akibat akibat proses menua terjadi pada berbagai aspek fisik,

mental, dan sosial. Perubahan fisik yang dapat diamati pada seseorang adalah

rambut memutih, kulit keriput, tipis, kering, dan longgar, mata berkurang

penglihatan oleh kelainan refraksi ataupun katarak, daya penciuman menurun,

daya pengecap kurang peka terhadap rasa manis dan asin, pendengaran berkurang,

persendian kaku dan sakit, lepas BAK/BAB (inkontinensia). Perubahan mental

yang dialami karena perasaan kehilangan terutama pasangan hidup maupun sanak-

keluarga atau teman dekat (bereavement), sering menyendiri, perasaan

ketersendirian sampai menjadi lupa (demensia). Perubahan sosial yang paling

menonjol dengan meningkatnya keusialanjutan adalah ketidakmampuan merawat

diri sendiri dalam hal kegiatan hidup sehari-hari (ADL/IADL) misalnya: mandi,

BAB/BAK, berpakaian, menyisir rambut, makan sehingga lambat laun orang

tersebut harus dibantu oleh seorang pengasuh baik informal maupun formal.

Sedangkan untuk kegiatan hidup instrumental misalnya menghitung uang,

menggunakan telepon ataupun komputer, menggunakan mesin cuci dan lain

sebagainya akan semakin berkurang kemampuannya seiring kapasitas hidup yang

menurun.8

Gambar 1. Skema homeostenosis7

Page 4: BAB II

Akibat proses menua yang terjadi dapat terlihat pada berbagai sistem organ

yang terangkum pada tabel berikut:

Page 5: BAB II
Page 6: BAB II
Page 7: BAB II

2.4. Pedoman Hidup Sehat untuk Lanjut Usia7

Menua sukses/sehat diyakini dapat dicapai, walaupun definisi dan faktor-

faktor yang berperan di dalamnya belum sepenuhnya disepakati. Sebenarnya,

konsep menua sukses tidak hanya terpaku pada kesehatan (baik fisik maupun

mental) saja, namun juga faktor intelektual, emosional, sosial, dan kultural juga

penting dan terbukti berpengaruh pada terciptanya menua yang sukses. Suatu

penelitian besar, Mac Arthur Longitudinal Study on Succesful Aging,

menyimpulkan bahwa menua yang sukses terdiri dari 3 komponen, yaitu:

1. Rendahnya risiko untuk mengalami sakit dan disabilitas akibat penyakit

2. Kapasitas kognitif dan fisik yang tinggi

3. Kehidupan yang selalu aktif, terdiri atas hubungan interpersonal yang

baik serta aktivitas yang produktif

Diperlukan langkah-langkah yang dapat dilakukan untu mencapai menua

sukses yang terangkum dalam pedoman hidup sehat bagi lanjut usia. Pedoman

hidup sehat adalah suatu acuan yang berisi upaya-upaya untuk memberdayakan

seseorang agar sadar, mau, serta mampu melakukan perilaku hidup sehat.

2.4.1. Kesehatan Fisik7,10

Walaupun dianjurkan dilakukan sejak muda, latihan fisik teratur yang

dilakukan saat usia tuapun tetap memberikan banyak manfaat. Dalam melakukan

latihan fisik seyognyanya disertai dengan kontak yang erat dan sehat dengan

lingkungan. Keuntungan dari melakukan aktivitas fisik teratur adalah

meningkatkan kebugaran jasmani, menyehatkan jantung, otot, dan tulang,

membuat lansia lebih mandiri dan percaya diri, meningkatkan mood dan

mencegah depresi, meningkatkan kualitas tidur, serta menjaga berat badan agar

tetap ideal.

Jenis latihan fisik yang dapat dilakukan oleh lansia sebaiknya tetap

memenuhi kriteria FITT (frequency, intensity, time, dan type). Frekunsi adalah

seberapa sering aktivitas dilakukan. Intensitas adalah seberapa keras suatu

aktivitas dilakukan biasanya diklasifikasikn menjadi intensitas ringan, sedang, dan

Page 8: BAB II

berat. Waktu mengacu pada durasi yakni seberapa lama aktivitas tersebut

dilakukan dalam satu pertemuan.

Lansia direkomendasikan melakukan aktivitas fisik setidaknya selama 30

menit dengan intensitas sedang hampir setiap hari (paling tidak 5 hari) dalam

seminggu. Namun sebaiknya olahraga dilakukan secara bertahap, dimulai dengan

intensitas rendah (40-50% denyut nadi istirahat) selama 10-20 menit, kemudian

ditingkatkan sesuai dengan kemampuan adaptasi indvidu. Jenis-jenis aktivitas

fisik pada lansia meliputi latihan aerobik (meingkatkan kerja jantung dan paru

untuk memenuhi kebutuhan oksigen), penguatan otot, fleksibilitas dan latihan

keseimbangan. Latihan aerobik untuk usia lebih dari 65 tahun disarankan

melakukan olah raga yang tidak terlalu membebani tulang seperti berjalan, sepeda

statis, latihan dalam air (berenang).

Untuk latihan penguatan otot bertujuan agar otot dapat membentuk

kekuatan untuk menggerakkan atau menahan beban, misalnya aktivitas yang

melawan gravitasi seperti gerakan berdiri di atas kursi kemudian ditahan beberapa

detik, berulang-ulang 10-15 repetisi. Dapat juga melakukan aktivitas dengan

tahanan berupa tali elastik.

Page 9: BAB II

Latihan fleksibilitas adalah aktivitas untuk membantu mempertahankan

kisaran gerak sendi, yang diperlukan untuk melakukan aktivitas dan tugas sehari-

hari secara teratur. Latihan ini disarankan 2-3 hari perminggu dengan melibatkan

peregangan otot dan sendi dan memperhatikan rasa tidak nyaman atau nyeri.

Latihan dilakukan sebanyak 3-4kali dengan masing-masing tarikan dipertahankan

10-30 detik, dimulai dari otot-otot kecil kemudia ke otot-otot besar. Latihan ini

ddapat berupa yoga.

Latihan keseimbangan dilakukan untuk membantu mencegah lansia jatuh.

Latihan keseimbangan setidaknya dilakukan 3 hari dalam seminggu yang

dilakukan pada intensitas rendah. Kegiatan berjalan, Tai Chi dan penguatan otot

dapat memperlihatkan perbaikan keseimbangan pada lansia. Olahraga dilakukan

dengan cara menyenangkan disertai dengan modifikasi, termasuk denga

mengombinasikan beberapa aktivitas sekaligus, misalnya berupa berjalan yang

bersifat rekreasi atau kombinasi latihan fisik dengan musik atau menari bisa

dilakukan.

Page 10: BAB II

Olahraga pada lansia dilakukan dengan mempertimbangkan keamanan,

masalah kesehatan, dan kelemahan yang mungkin ada. Masalah kesehatan

tersebut diantaranya:

Osteoartritis: olahraga yang direkomendasikan adalah yang bersifat tidak

membebani tubuh, misalnya bersepeda dan latihan dalam air. Latihan

fleksibilitas dilakukan dengan melibatkan sendi yang terkena atritis namun

dengan batasan ROM yang bebas nyeri. Kontraindikasinya yaitu latihan

berat, berulang-ulang pada sendi yang tidak stabil, serta melatih sendi saat

tanda-tanda radang masih aktif.

Osteoporosis: latihan jasmani yang dipilih bersifat melawan gravitasi

(weight bearing), misalnya berjalan

Penyakit kardiovaskular: latihan aerobik 30-60 menit perhari untuk

menurunkan tekanan darah dengan latihan penguatan yang dilakukan

denga tahanan lebih rendah namun lebih banyak repetisi.

Diabetes: latihan fisik mempertimbangkan efek insulin dam kadar gula

darah. Insulin disuntikkan 1 jam sebelum latihan. Monitor gula darah

dilakukan sebelum, selama, dan sesudah latihan untuk menentukan

perlunya penyesuaian dosis insulin.

2.4.2. Kesehatan mental7

Dengan bermain dan bercengkrama dengan cucu-cucu, selain bermanfaat

secara fisik, hubungan sosial dan kondisi mentalpun akan tetap terjaga bahkan

meningkat sampai tahap optimal. nikmati berbagai aktivitas yang menjaga

ketajaman pikiran, seperti: membaca, menulis, mengisi teka-teki silang, atau

terlibat dalam pembicaraan atau diskusi yang santai namun serius. Tidur yang

cukup sangat dibutuhkan tubuh untuk tetap sehat fisik maupun psikis. PAPDI

mennganjurkan paling tidak tidur selama 6 jam setiap hari.

2.4.3. Kebutuhan Nutrisi7,10

Walaupun status nutrisi yang buruk lebih mudah didapatkan pada mereka

yang berusia lanjut, namun bukan hal yang tidak mungkin mereka mampu

mendapatkan nutrisi yang cukup dan seimbang untuk mempertahankan kesehatan

Page 11: BAB II

dan kebugaran fisik. Pemenuhan kebutuhan nutrisi tidak semata-mata terbatas

pada jenis dan jumlah makanan, tetapi yang tidak kalah penting adalah aktivitas

makan yang tentu melibatkan hubungan sosial dan rekreasi yang manfaatnya juga

akan sangat dirasakan.

Kebutuhan nutrisi sehat untuk lansia yaitu:

o Kebutuhan kalori untuk lansia akan berkurang dibandingkan

dewasa karena penurunan kecepatan basal metabolik dan aktivitas

fisik seiring bertambahnya usia. Menurut Angka Kecukupan Gizi

Indonesia, laki-laki lansia membutuhkan 2200 Kkal/hari dan

perempuan lansia sekitar 1850 Kkal/hari

o Kebutuhan kalori tersebut dipenuhi dari sumber energi

karbohidrat 45-65%, lemak 20-35% dengnan lemak jenuh tidak

lebih dari 10% dan kolesterol tidak lebih dari 200mg/dl, serta

protein sisanya dan dipengaruhi oleh fungsi ginjal

o Porsi makan kecil dan sering, dianjurkan makan besar 3 kali dan

selingan 2 kali sehari, sayuran dipotong lebih kecil, bila perlu

dimasak sampai empuk, daging dicincang dan buah dapat

dijus/diblender

o Untuk memenuhi kebutuhan cairan minum 6-8 gelas air putih

setiap hari

o Menggunakan bumbu-bumbu seperti bawang merah, bawang

putih, jahe, kunyit, lada, gula, untuk meningkatkan cita rasa

makanan. Namun tidak menggunakan bumbu yang merangsang

seperti pedas atau asam karena mengganggu kesehatan lambung

dan alat pencernaan

o Mengurangi pemakaian garam dapur yakni tidak lebih dari 4

gram (satu sendok teh) perhari untuk mengurangi risiko darah

tinggi

o Mengurangi santan, daging yang berlemak dan minyak agar

kolesterol darah tidak tinggi. Menggunakan sedikit minyak untuk

menumis dan kurangi makanan yang digoreng. Memperbanyak

Page 12: BAB II

makanan yang diolah dengan direbus karena makanan lebih

mudah dicerna

o Memperbanyak makanan yang berkalsium tinggi seperti susu dan

ikan. Pada lanjut usia khususnya ibu-ibu yang menopause sangat

perlu mengonsumsi kalsium untuk mengurangi risiko keropos

tulang. Bila perlu dengan suplementasi kalsium hingga memenuhi

kebutuhan kalsium >1200mg/ hari bagi yang berusia di atas 51

tahun. Dapat juga dengan berjemur di bawah matahari selama 15

menit setiap pagi hari untuk meningkatkan aktivasi vitamin D

dalam tubuh.

o Memperbanyak makanan serat, sayuran dan buah-buahan paling

tidak 5porsi sehari agar pencernaan lancar dan tidak sembelit

o Menggurangi mengonsumsi gula dan makanan yang mengandung

karbohidrat tinggi agar gula darah normal khususnya bagi

penderita kencing manis agar tidak terjadi komplikasi lain

o Makan bersama teman agar lebih meningkatkan selera makan dan

hubungan sosial dengan teman

2.4.4. Pemeriksaan Kesehatan dan Manajemen Penyakit7,10

Semenjak usia 40 tahun, setiap orang sangat dianjurkan untuk melakukan

pemeriksaan kesehatan secara berkala, terutama jika memiliki faktor risiko

penyakit tertentu dari keluarga. Upaya ini dapat diakukan untuk mencegah,

menunda, atau menemukan dan mengenali secara dini berbagai penyakit atau

gangguan kesehatan, serta mengatasi penyakit yang muncul untuk mencegah

komplikasi. Penyakit yang paling sering dialami kaum lanjut usia diantaranya

adalah: penyakit jantung dan pembuluh darah, hipertensi, diabetes melitus,

pernyakit kanker, dan penyakit sendi dan tulang. Deteksi dini diperlukan agar

dapat menatalaksana penyakit sedini mungkin pula. Hal ini dapat berupa:

o Kanker: pemeriksaan pap smear setiap 1-3 tahun, pemeriksaan

payudara sendiri (sadari), setiap bulan setelah selesai menstruasi,

dan pemeriksaan payudara oleh dokter setiap tahun setelah usia

Page 13: BAB II

40 tahun, mamografi setiap tahun setelah usia 40 tahun.

Pemeriksaan rektal (colok dubur) setiap tahun pada orang dewasa

setelah usia 40 tahun. Endoskopi pada semua usia lanjut setelah

usia 50 tahun, setiap 5 tahun. Pemeriksaan pemeriksaan PSA

setiap  tahun antara 50 sampai dengan 70 tahun

o Pemeriksaan kolesterol tiap 3-5 tahun

o Pemeriksaan rutin kimia darah, darah perifer lengkap, dan

pemeriksaan urin lengkap

o Pemeriksaan tekanan darah setiap 3 tahun sebelum usia 40 tahun

dan setiap tahun setelah berusia 40 tahun bila. Bila pasien telah

menderita darah tinggi, sangat dianjurkan untuk mengevaluasi

tekanan darah 2-4 minggu setelah terapi dimulai atau setelah

adanya perubahan terapi. Target tekanan darah bagi lansia diatas

60 tahun tanpa penyakit penyerta (gagal ginjal kronis dan

diabetes): sistole: <150 mmHg dan diastole <90 mmHg. Bila

lansia dengan penyerta target sistole adalah <140 mmHg.

o Pemeriksaan elektrokardiogram (EKG): berikan 1 kopi hasil EKG

tersebut kepada pasien. Manakala pasien mengalami masalah

jantung (nyeri dada), hasil EKG tersebut dapat diberikan ke

dokter yang melayaninya untuk digunakan oleh sang dokter

dalam membuat penilaian klinis

o Pemeriksaan ketajaman penglihatan dan penapisan glaukona

setiap 1-3 tahun setelah usia 50 tahun.

o Evaluasi fungsi pendengaran setiap 3 tahun setelah berusia 50

tahun

o Pemeriksaan dan perawatan gigi-geligi paling tidak enam bulan

sekali. Bila perlu menggunakan gigi palsu

o Pengkajian fungsi fisik dan mental

Apabila pasien terbukti mengidap penyakit atau gangguan kesehatan,

maka pengelolaan penyakit secara seksama harus dilakukan. Diperlukan

Page 14: BAB II

kerjasama yang baik antara tenaga kesehatan dan pasien serta keluarganya agar

penyakit atau gangguan kesehatan yang diderita pasien dapat terkelola dan

terkendali dengan baik. Untuk itu amat dibutuhkan kepatuhan pasien dalam

mengontrol penyakit-penyakit yang diderita agar tidak timbul komplikasi atau

penyulit.

Pada umumnya berbagai penyakit kronik degeneratif memerlukan

kedisiplinan dan ketekunan dalam diet atau latihan jasmani, demikian pula di

dalam pengobatan yang umumnya membutuhkan waktu bertahun-tahun bahkan

bisa seumur hidup. Tidak jarang pasien merasa bosan dan akhirnya menghentikan

pengobatannya sehingga penyakit menjadi tidak terkendali dan kemudian timbul

berbagai komplikasi yang tidak jarang sampai mengancam nyawa.

2.4.5. Penghindaran Faktor Risiko yang Dapat Menggangu Kesehatan7

Hal ini dapat berupa penghindaran stres (meningkatkan rasa percaya diri,

selalu berfikir positif, mengatur waktu dengan baik, mengetahui dan menerima

keterbatasan diri, hilangkan ketegangan, dan berbuat sesuatu yang positif),

penghindaran diri dari kecelakaan (tidak bepergian seorang diri terutama bagi

yang sudah memiliki gangguan keseimbangan, gangguan penglihatan, dan

pendengaran), mengurangi dan berhenti merokok dan mengonsumsi alkohol.

2.4.6. Hubungan sosial7

Sahabat-sahabat sejati serta anggota keluarga yang mendukung tentu

merupakan obat yang mujarab, terutama pada masa akhir-akhir kehidupan.

Dengan membina hubungan yang positif dengan berbagai pihak, kita akan

semakin sehat, panjang umur, dan makin menikmati hidup. Hubungan sosial dapat

ditingkatkan dengan ikut bergabung dengan kelompok/komunitas khusus bagi

lanjut usia, salah satunya Karang/Panti Wreda. Panti Wreda merupakan wadah

bagi para usia lanjut yang berada di wilayah desa/kelurahan dengan anggota para

usia lanjut di wilayah tersebut. Kegiatan yang dilaksanakan di dalamnya

merupakan disupervisi puskesmas setempat. Di kultur masyarakat kita,

sebenarnya peran sosial orang tua sudah sangat jelas. Sebagai seorang yang

dituakan, umumnya seorang berusia tua selalu diminta nasihat dan pemikiran-

Page 15: BAB II

pemikirannya dalam berbagai masalah. Perasaan telah memberikan manfaat bagi

orang lain ternyata sangat membantu baik dari segi mental maupun kesehatan

fisik.

2.4.7. Kesejahteraan Material7

Walaupun kekayaan dan kesejahtraan material bukan merupakan hal

penting dalam kehidupan, kemampuan pemenuhan kebutuhan material baik untuk

diri sendiri maupun keluarga berdampak pada kesehatan fisik, mental, maupun

sosial. Bagi seorang yang akan memasuki usia pensiun, adalah sangat tepat dan

bermanfaat bila dapat merencanakan masa-masa pensiunnya tanpa harus

kekurangan materi.

2.4.8. Vitalitas Spiritual7,10

Kehidupan spiritual yang baik, di masyarakat dan kultur kita, telah

diyakini dapat memberikan makna lebih dalam menjalani kehidupan, terutama

bagi mereka yang menuju usia senja. Hal yang samapun juga terjadi di negara

barat yang selama ini terkesan cenderung memisahkan agama dari kehidupan.

Larry Dorsey, seorang peneliti, dokter, dan penulis buku terkemuka, setelah

mengamati berbagai studi menyimpulkan bahwa paling tidak terdapat 250 studi

yang menunjukkan bahwa mereka yang taat menjalankan ibadahnya lebih sehat

selama kehidupannya dibanding mereka yang tidak, terbukti dari jarangnya sakit,

jarangnya kunjungan ke dokter, dan biaya yang rendah untuk biaya kesehatan

pada mereka yang taat beribadah.

2.4.9 Sikap Positif7

Dalam perjalanan hidup menjadi tua, tentu banyak tantangan dan

kehilangan yang terjadi yang mendera orang tua. Tetapi jangan berkecil hati,

karena berbagai masalah yang selama ini dihadapi tersebut merupakan pelajaran

berharga agar dapat bersikap positif terhadap kehidupan. Seorang yang bersikap

positif umumnya lebih menerima berbagai peristiwa apapun yang terjadi, serta

dapat mengendalikan emosi pada keadaan apapun. Bersikap positif diyakini akan

Page 16: BAB II

memberikan manfaat yang lebih dalam kehidupan seorang lanjut yang berkualitas.

Dalam menjalani hidup, seyogyanya keinginan yang berasal dari lubuk hati yang

paling dalam harus diperhatikan; tidak memaksakan kehendak dan jangan

membiarkan apapun menggangu keinginan hati.Nikmati setiap waktu dari

kehidupan anda sambil menerima segala perubahan yang terjadi pada diri kita.

Setiap ada kehilangan, hendaknya selalu berusaha untuk bangkit, dengan mencoba

mencari teman-teman baru atau mengembangkan hobi serta berekreasi.

Page 17: BAB II

DAFTAR PUSTAKA

1. Djaja S. Analisis Penyebab Kematian dan Tantangan yang Dihadapi

Penduduk Lanjut Usia di Indonesia menurut Riset Kesehatan Dasar 2007.

Buletin Penelitian Sistem Kesehatan. 2012 Okt;15(4):323-30.

2. Kemenkes RI. Gambaran Kesehatan Lanjut Usia di Indonesia. Buletin

Jendela Data dan Informasi Kesehatan. 2013 Juli:1-17.

3. Nasution, Z. Pengaruh Pengetahuan, Sikap, Dukungan Keluarga dan Kader

terhadap Pemanfaatan Posyandu Lanjut Usia di Wilayah Kerja Puskesmas

Bandar Dolok Kecamatan Pagar Merbau Kabupaten Deli Serdang. Thesis.

Medan: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara; 2013.

H.1-5.

4. Soejono CH. Pengkajian Paripurna pada Pasien Geriatri. Dalam: Sudoyo AW,

Setiohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit

Dalam. Ed 5. Jakarta: Interna Publishing; 2009. H.768-70.

5. Astari P. Hubungan Coated Tongue dengan Candida sp. dan Faktor-Faktor

Resiko Lainnya Pada Lansia di Panti Jompo Abdi Darma Asih Binjai

Sumatera Utara tahun 2009. Skripsi. Medan: Fakultas Kedokteran Gigi

Universitas Sumatera Utara; 2011. H. 1-5.

6. Sihombing HC. Karakteristik Kasus Menopause Osteoporosis di Makmal

Terpadu Immunoendrokinologi FK UI Tahun 2006-2008. Skripsi. Depok:

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia;2009. H. 1-10.

7. Setiati S, Harimurti K, Govinda AR. Proses Menua dan Implikasi Klinis.

Dalam: Sudoyo AW, Setiohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku

Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed 5. Jakarta: Interna Publishing; 2009. H.757-66.

8. Abikusno N. Kelanjutusiaan Sehat Menuju Masyarakat Sehat untuk Segala

Usia. Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan. 2013 Juli:25-28.

9. Asfriyati. Upaya Pembinaan dan Pelayanan Kesehatan Usia Lanjut. Thesis.

Medan: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara;2003. H.

2-5.

Page 18: BAB II

10. PAPDI. Pencegahan Penyakit dan Kiat Tetap Sehat pada Usia Lanjut.

Available from: http://www.pbpapdi.org/papdi.php?pb=detil_berita =19

[Accessed 03 March 2015].