bab ii
DESCRIPTION
proposal metlitTRANSCRIPT
BAB II
KAJIAN TEORITIK
A. Landasan Teori
1. Keterampilan Berpikir Kritis
Salah satu tujuan pendidikan nasional adalah untuk mengembangkan
kemampuan berpikir pada umumnya dan mengembangkan keterampilan
berpikir kritis pada khususnya. Berpikir kritis dapat diartikan kemampuan
yang sangat essensial untuk kehidupan, pekerjaan dan berfungsi efektif dalam
semua aspek kehidupan lainnya. Berpikir kritis merupakan topik yang penting
dan vital dalam pendidikan modern. Berpikir kritis sebagai salah satu
komponen dalam proses berpikir tingkat tinggi, menggunakan dasar
menganalisis argumen dan memunculkan wawasan terhadap tiap-tiap makna
dan interpretasi, untuk mengembangkan pola penalaran yang kohesif dan
logis. Semua pendidik semestinya tertarik untukmengajarkan berpikir kritis
kepada para siswanya. Berpikir kritis dimaksudkan sebagai berpikir yang
benar dalam pencarian pengetahuan yang relevan dan reliabel tentang dunia
realita.1
Berpikir kritis merupakan sebuah proses yang terarah dan jelas yang
digunakan dalam kegiatan mental seperti memecahkan masalah, mengambil
keputusan, membujuk, menganalisis asumsi, dan melakukan penelitian ilmiah2
dan menurut Elika Dwi Murwani Berpikir kritis merupakan salah satu ciri
manusia yang cerdas. Akan tetapi berpikir kritis akan terjadi apabila didahului
dengan kesadaran kritis yang diharapkan dapat ditumbuhkembangkan melalui
pendidikan.3
Menurut Black dan Robert Ennis menyatakan bahwa berpikir kritis
adalah kemampuan menggunakan logika. Logika merupakan cara berpikir
untuk mendapatkan pengetahuan yang disertai pengkajian kebenarannya yang
efektif berdasarkan pola penalaran tertentu.4 Pendapat senada diungkapkan 1 Liliasari, Peningkatan Mutu Guru dalam Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi Melalui Model Pembelajaran Kapita Selekta Kimia Sekolah Lanjutan, Jurnal Pendidikan Matematikadan Sains. Edisi 3 Tahun Vlll, 2003, Hlm. 175.2 Elaine B. Johnson, Contextual Teaching and Learning, (Bandung: Mizan Learning Centre (MLC), 2009), hlm.183.3 Elika Dwi Murwani, Peran Guru dalam Membangun Kesadaran Kritis Siswa, Jurnal Pendidikan Penabur - No.06/Th.V/Juni, 2006, Hlm. 60.4 Elika Dwi Murwani, Peran Guru dalam Membangun Kesadaran kritis siswa, Jurnal
oleh MCC General Education Iniatives. Menurutnya, berpikir kritis ialah
sebuah proses yang menekankan kepada sikap penentuan keputusan yang
sementara, memberdayakan logika yang berdasarkan inkuiri dan pemecahan
masalah yang menjadi dasar dalam menilai sebuah perbuatan atau
pengambilan keputusan.5
Menurut Halpen, berpikir kritis adalah memberdayakan keterampilan
atau strategi kognitif dalam menentukan tujuan. Proses tersebut dilalui setelah
menentukan tujuan, mempertimbangkan, dan mengacu langsung kepada
sasaran-merupakan bentuk berpikir yang perlu dikembangkan dalam rangka
memecahkan masalah, merumuskankesimpulan, mengumpulkan berbagai
kemungkinan, dan membuat keputusan ketika menggunakan semua
keterampilan tersebut secara efektif dalam konteks dan tipe yang tepat.
Berpikir kritis juga merupakan kegiatan mengevaluasi- mempertimbangkan
kesimpulan yang akan diambil manakala menentukan beberapa faktor
pendukung untuk membuat keputusan.6
Wingkel dalam bukunya mendefinisikan bahwa kemampuan berpikir
kritis adalah kemampuan untuk mengidentifikasikan dan merumuskan sesuatu
problem, yang mencakup menentukan intinya, menemukan kesamaan dan
perbedaan, menggali informasi serta data yang relevan, kemampuan untuk
mempertimbangkan dan menilai, yang meliputi membedakan antara fakta dan
pendapat, menemukan asumsi atau pengandaian, memisahkan prasangka dan
pengaruh sosial, menimbang konsistensi dalam berpikir, dan menarik
kesimpulan yang dapat dipertanggungjawabkan berdasarkan data yang
relevan, serta memperkirakan akibat yang dapat timbul.7
Menurut Schafersman (1991) berpikir kritis adalah berpikir secara
nalar, reflektif, bertanggung jawab dan mahir yang difokuskan untuk
menentukan apa yang diyakini dan dilakukan. Siswa tidak dapat
mengembangkan keterampilan berpikirnya dengan baik tanpa berlatih
menggunakannya dalam konteks berbagai bidang studi. Dengan demikian
pengembangan keterampilan berpikir siswa dalam pembelajaran kimia tidak
dapat dilakukan dengan cara mengingat dan menghafal konsep-konsep, tetapi
Pendidikan Penabur - No.06/Th.V/Juni, 2006, Hlm. 60.5 op.cit., hlm.26 Arief Achmad, Memahami Berpikir hal.1., ( http:/researchengines.com/1007arief3.html)7 Wingkel, Psikologi Penggajaran, (Yogjakarta: Media Abadi, 2007) Cet X., hlm. 400-401.
dengan mengintegrasikan, mengaplikasikan dan mengkomunikasikan konsep-
konsep yang telah dimiliki.8
Ennis (1985) mengklasifikasikan keterampilan berpikir kritis menjadi
5 kelompok, yaitu:
1) Memberikan penjelasan sederhana, meliputi memfokuskan pertanyaan, menganalisis pertanyaan, bertanya dan menjawab pertanyaan tentang suatu penjelasan atau tantangan.
2) Membangun keterampilan dasar, meliputi mempertimbangkan apakah sumber dapat dipercaya/tidak, mengamati dan mempertimbangkan suatu penjelasan atau tantangan.
3) Menyimpulkan, meliputi mendeduksi dan mempertimbangkan hasil deduksi, menginduksi dan mempertimbangkan hasil induksi dan membuat dan menentukan nilai pertimbangan.
4) Memberikan penjelasan lanjut, meliputi mendefinisikan istilah dan mempertimbangkan suatu definisi dan mengidentifikasi asumsi.
5) Mengatur strategi dan taktik, meliputi menentukan suatu tindakan dan berinteraksi dengan orang lain.9
Unsur kemampuan berpikir kritis menurut wingkel adalah
merencanakan, menetapkan sasaran, membagi-bagi materi studi atas bagian-
bagian, mengatur waktu, memusatkan perhatian, menilai kemajuan yang
dicapai, mengadakan perubahan terhadap rencana yang kurang efisien,
mengoreksi kesalahan yang dibuat, mengambil inti dari suatu bacaan,
merumuskan pertanyaan mengenai hal yang belum jelas.10
Indikator berpikir kritis menurut Arief Achmad yang mengutif wade
(1995) mengidentifikasi delapan karakteristik berpikir kritis yakni meliputi:11
1) Kegiatan merumuskan pertanyaan2) Membatasi permasalahan3) Menguji data-data4) Menganalisis berbagai pendapat5) Menghindari pertimbangan yang sangat emosional6) Menghindari penyederhanaan berlebihan7) Mempertimbangkan berbagai interpretasi8) Mentoleransi Ambiguitas.
8 Gebi Dwiyanti dan Siti Darsati, Keterampilan Berpikir Kritis Siswa SMA Kelas X Dan XI Pada Pembelajaran Kimia Menggunakan Metoda Praktikum, hlm.2. (http://file.upi.edu/Direktori/FPMIPA/Jur._Pend._Kimia/195603231981012 Siti_Darsati/Makalah_Semnaskim.pdf)9 Ibid, hlm. 2-3. 10 Joko Sutrisno, Menggunakan Keterampilan Berpikir Untuk Meningkatkan Mutu Pembelajaran, hlm. 3. (http://www.erlangga.co.id)11 Hanumi Oktiyani Rusdi, Analisis Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Kelas XI Pada Pembelajaran Sistem Koloid Melalui Metode Praktikum dengan Menggunakan Bahan Sehari-Hari, (Bandung: UPI Bandung, 2007), hlm.12-15.
Ciri-ciri Berpikir kritis yang dikemukakan oleh Cece Wijaya dalam
bukunya yaitu sebagai berikut:12
1) Pandai menditeksi permasalahan2) Mampu membedakan ide yang relevan dengan yang tidak relevan3) Mampu mengidentifikasi perbedaan-perbedaan atau kesenjangan-
kesenjangan informasi.4) Dapat membedakan argumentasi logis dan tidak logis.5) Mampu mengetes asumsi dengan cermat6) Mampu mengidentifikasi atribut-atribut manusia, tempat dan benda,
seperti dalam sifat, bentuk, wujud, dan lain-lain.7) Mampu menarik kesimpulan generalisasi dari data yang telah tersedia
dengan data yang diperoleh dari lapangan.8) Dapat membedakan konklusi yang salah dan tepat terhadap informasi
yang diterimanya.9) Mampu menarik kesimpulan dari dari data yang telah ada dan
terseleksi dan lain-lain.2. Metode Praktikum
Metode Praktikum/Eksperimen merupakan salah satu cara mengajar dengan
melakukan suatu percobaan tentang sesuatu hal, mengamati prosesnya serta
menuliskan hasil percobaannya, kemudian pengamatannya disampaikan di kelas dan
dievaluasi oleh guru. Atau Menurut Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan zain metode
eksperimen (percobaan) adalah cara penyajian pelajaran, dimana siswa melakukan
percobaan dengan mengalami dan membuktikan sendiri sesuatu yang dipelajari.13
Menurut Dimyati dan Mudjiono bereksperimen adalah Keterampilan untuk
mengadakan pengujian terhadap ide-ide yang bersumber dari fakta, konsep, dan
prinsip ilmu pengetahuan sehingga dapat diperoleh informasi yang menerima atau
menolak ide-ide itu.17 Dalam praktikum siswa diberi kesempatan untuk menemukan
sendiri fakta yang ingin diketahuinya dengan melakukan kegiatan eksperimen sendiri
maupun kelompok. Dengan kata lain metode eksperimen menekankan pada kegiatan
yang harus dialami sendiri oleh siswa, mencari sendiri dan menemukan sendiri.14
Dalam proses belajar mengajar dengan metode praktikum siswa diberi
kesempatan untuk mengalami sendiri atau melakukan sendiri, mengikuti suatu proses,
mengamati suatu objek, menganalisis, membuktikan dan menarik kesimpulan sendiri
mengenai suatu objek, keadaan, atau proses tertentu. Dengan demikian, siswa dituntut
untuk mengalami sendiri, mencari kebenaran, atau mencoba mencari suatu hukum
atau dalil, dan menarik kesimpulan atas proses yang dialaminya itu.15
Menurut Christofi tujuan praktikum adalah untuk mengembangkan
keterampilan memecahkan masalah dan berpikir kreatif, merancang percobaan,
12 Joko Sutrisno., Menggunakan Keterampilan Berpikir Untuk Meningkatkan Mutu Pembelajaran, hlm. 3. (http://www.erlangga.co.id)13 Sardiman, Interaksi & Motivasi Belajar Mengajar. (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000), hlm. 84.14 Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran. (Jakarta: Rineka Cipta, 1999). hlm. 150.15 Abu Ahmadi dan Joko Tri Prasetya, Strategi Belajar Mengajar. (Bandung: Pustaka Setia, 1997) hlm. 174.
menganalisis dan mengkomunikasikan data percobaan serta meningkatkan sikat
positif dan minat untuk peduli terhadap lingkungan.16 Keterampilan-keterampilan
yang telah disebutkan merupakan bagian dari keterampilan proses sains siswa.
Sehingga praktikum dapat mengembangkan keterampilan proses sains siswa. Selain
itu, Krischner menyatakan kegiatan praktikum merupakan sarana yang tepat untuk
pembelajaran yang menggunakan pendekatan akademis dengan memberikan
pengalaman langsung bagi siswa.17
Dedy Kurniawan dalam Suparni mengemukankan bahwa proses
pembelajaran disekolah dengan metode eksperimen memberikan beberapa
keuntungan antara lain (1) siswa terlibat aktif dalam melakukan percobaan karena
siswa melakukan sendiri, (2) semua siswa mendapat kesempatan untuk melakukan
pembuktian terhadap suatu teori maupun konsep, (3) siswa menjadi terampil
menggunakan alat, (4) siswa terlatih utuk berpikir ilmiah seperti ilmuan, (5) hasil
belajar siswa sifatnya tahan lama (retensi) dan (6) siswa semakin mempercayai
konsep yang telah dicobanya sendiri.18
Metode praktikum mempunyai kelebihan dan kekurangan sebagai
berikut:19
a. Kelebihan Metode Praktikum
1) Membuat peserta didik lebih percaya atas kebenaran atau kesimpulan
berdasarkan percobaannya.
2) Dapat membina peserta didik untuk membuat terobosan-terobosan baru
dengan penemuan dari hasil percobaannya dan bermanfaat bagi kehidupan
manusia.
3) Hasil-hasil percobaan yang berharga dapat dimanfaatkan untuk kemakmuran
umat manusia.
b. Kekurangan Metode Praktikum
1) Metode ini lebih sesuai dengan bidang-bidang sains dan teknologi.
2) Metode ini memerlukan berbagai fasilitas peralatan dan bahan yang tidak
selalu mudah diperoleh dan mahal.
3) Metode ini menuntut ketelitian, keuletan dan ketabahan.
16 Amalia Sapriati, Pengembangan Instrumen Penilaian Praktikum Fotosintesis, JurnalPendidikan Volume 7, 2006, hlm. 2.17 Gebi Dwiyanti, dan Wiwi Siswaningsih, Keterampilan Proses Sains Siswa SMU KelasII Pada Pembelajaran Kesetimbangan Kimia Melalui Metode Praktikum, 2005, hal. 218 Yunita, Panduan Demonstrasi dan Percobaan Permainan Kimia Jilid 2 Untuk SD, SMP, SMA dan yang Sederajat. (Bandung: Pudak Scientific, 2007) hlm. 5.19 Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2006), hlm. 84-85.
4) Setiap percobaan tidak selalu memberikan hasil yang diharapkan karena
mungkin ada faktor-faktor tertentu yang berada diluar jangkauan
kemampuan atau pengendalian.
3. Model Pembelajaran Inquiri Terbimbing
a. Pengertian Model Pembelajaran Inquiri Terbimbing
Inkuiri terbimbing (Guided Inquiry) merupakan salah satu metode
inkuiri dimana guru menyediakan materi atau bahan dan permasalahan untuk
penyelidikan. Siswa merencanakan prosedurnya sendiri untuk memecahkan
masalah. Guru memfasilitasi penyelidikan dan mendorong siswa
mengungkapkan atau membuat pertanyaan-pertanyaan yang membimbing
mereka untuk penyelidikan lebih lanjut.20
b. Karakteristik Model Pembelajaran Inquiri Terbimbing
Menurut Carol C. Kuhlthau dan Ross J. Todd terdapat enam karakteristik
inkuiri terbimbing (Guided Inquiry), yaitu:21
1) Siswa belajar aktif dan terefleksikan pada pengalaman
Jhon Dewey menggambarkan pembelajaran sebagai proses aktif
individu, bukan sesuatu dilakukan untuk seseorang tetapi lebih kepada
sesuatu itu dilakukan oleh seseorang. Pembelajaran merupakan sebuah
kombinasi dari tindakan dan refleksi pada pengalaman. Dewey sangat
menekankan pembelajaran Hands on (berdasar pengalaman) sebagai
penentang metode otoriter dan menganggap bahwa pengalaman dan inkuiri
(penemuan) sangat penting dalam pembelajaran bermakna.
2) Siswa belajar berdasarkan pada apa yang mereka tahu
Pengalaman masa lalu dan pengertian sebelumnya merupakan bentuk
dasar untuk membangun pengetahuan baru. Menurut Ausubel faktor
terpenting yang mempengaruhi pembelajaran adalah melalui apa yang
mereka tahu.
3) Siswa mengembangkan rangkaian berpikir dalam proses pembelajaran
melalui bimbingan
Rangkaian berpikir ke arah yang lebih tinggi memerlukan proses
mendalam yang membawa kepada sebuah pemahaman. Proses yang
mendalam memerlukan waktu dan motivasi yang dikembangkan oleh
pertanyaan-pertanyaan yang otentik mengenai objek yang telah
digambarkan dari pengalaman dan keingintahuan siswa.
20 Pedagogical Approaches to Science Instruction, Defining Inquiry, Bay Area Science Project @ Oakland Unified School District POSIT, 2007 ( http://www.mcps.k12.md.us/curriculum/science/instr/inq3levels.htm) 21Carol C. Kuhkthau dan Ross J Todd, Guided Inquiry: A Framework for learning Troug School Libraries in 21st Century School, 2006, (http://cissl.scills.rutger.edu/guidedinquiry/char.htm)
Proses yang mendalam juga memerlukan perkembangan kemampuan
intelektual yang melebihi dari penemuan dan pengumpulan fakta. Menurut
Bloom, kemampuan intelektual seperti pengetahuan, pemahaman, aplikasi,
analisis, sintesis dan evaluasi membantu merangsang untuk berinkuiri yang
membawa kepada pengetahuan dan pendalaman yang mendalam.
4) Perkembangan siswa terjadi secara bertahap
Berkembang melalui tahap perkembangan kognitif, kapasitas mereka
untuk berpikir abstrak ditingkatkan oleh umur. Perkembangan ini
merupakan proses kompleks yang meliputi kegiatan berpikir, tindakan,
refleksi, menemukan dan menghubungkan ide, membuat hubungan,
mengembangkan dan mengubah pengetahuan sebelumnya, kemampuan
serta sikap dan nilai.
5) Siswa mempunyai cara yang berbeda dalam pembelajaran
Siswa belajar melalui semua pengertiannya. Mereka menggunakan
seluruh kemampuan fisik, mental dan sosial untuk membangun pemahaman
yang mendalam mengenai dunia dan apa yang hidup di dalamnya.
6) Siswa belajar melalui interaksi sosial dengan orang lain
Siswa hidup di lingkungan sosial dimana mereka terus menerus
belajar melalui interaksi dengan orang lain di sekitar mereka. Orang tua,
teman, saudara, guru, kenalan dan orang asing merupakan bagian dari
lingkungan sosial yang membentuk pembelajaran lingkungan pergaulan
dimana mereka membangun pemahaman mengenai dunia dan membuat
makna untuk mereka. Vigotsky berpendapat bahwa perkembangan proses
hidup bergantung pada interaksi sosial dan pembelajaran sosial berperan
penting untuk perkembangan kognitif.
4. Laju Reaksi dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya
a. Pengertian Laju Reaksi
Laju atau kecepatan didefinisikan sebagai jumlah suatu perubahan tiap
satuan waktu. Satuan waktu dapat berupa detik, menit, jam, hari atau tahun.
Sebagai contoh, seseorang lari dengan kecepatan 10 km/jam. Artinya orang
tersebut telah berpindah tempat sejauh 10 km dalam waktu satu jam.
Bagaimanakah cara menyatakan laju dari suatu reaksi? Dalam reaksi
kimia, perubahan yang dimaksud adalah perubahan konsentrasi pereaksi atau
produk. Seiring dengan bertambahnya waktu reaksi, maka jumlah zat pereaksi
akan makin sedikit, sedangkan produk makin banyak. Laju reaksi dinyatakan
sebagai laju berkurangnya pereaksi atau laju bertambahnya produk. Satuan
konsentrasi yang digunakan adalah molaritas (M) atau mol per liter (mol. L-1).
Satuan waktu yang digunakan biasanya detik (dt). Sehingga laju reaksi
mempunyai satuan mol per liter per detik (mol. L-1. dt-1 atau M.dt-1).22
b. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Laju Rekasi
1) Konsentrasi
Larutan dengan konsentrasi yang besar (pekat) mengandung partikel
yang lebih rapat, jika dibandingkan dengan larutan encer. Semakin tinggi
konsentrasi berarti semakin banyak molekul-molekul dalam setiap satuan
luas ruangan, akibatnya tumbukan antar molekul makin sering terjadi dan
reaksi berlangsung semakin cepat.
2) Luas permukaan sentuh
Suatu zat akan bereaksi apabila bercampur dan bertumbukan. Pada
pencampuran reaktan yang terdiri dari dua fasa atau lebih, tumbukan
berlangsung pada bagian permukaan zat. Padatan berbentuk serbuk halus
memiliki luas permukaan bidang sentuh yang lebih besar daripada padatan
berbentuk lempeng atau butiran. Semakin luas permukaan partikel, maka
frekuensi tumbukan kemungkinan akan semakin tinggi sehingga reaksi
dapat berlangsung lebih cepat.
3) Temperatur
Setiap partikel selalu bergerak. Dengan naiknya suhu, energi gerak
(kinetik) partikel ikut meningkat sehingga makin banyak partikel yang
memiliki energi kinetik di atas harga energi aktivasi (Ea). Kenaikan suhu
akan memperbesar laju reaksi
4) Katalisator
Katalis adalah zat yang dapat memperbesar laju reaksi, tetapi tidak
mengalami perubahan kimia secara permanen, sehingga pada akhir reaksi
zat tersebut dapat diperoleh kembali. Katalis mempercepat reaksi dengan
cara menurunkan harga energi aktivasi (Ea). Katalisis adalah peristiwa
peningkatan laju reaksi sebagai akibat penambahan suatu katalis. Meskipun
katalis menurunkan energi aktivasi reaksi, tetapi ia tidak mempengaruhi
perbedaan energi antara produk dan pereaksi. Dengan kata lain, penggunaan
katalis tidak akan mengubah entalpi reaksi.23
B. Penelitian Yang Relevan
Hasil Penelitian relevan dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah
penelitian dari Hanumi Oktiyani Rusdi dengan judul penelitian “Analisis
22 Utiya Azizah, Laju Reaksi, 2004,hlm.7.(http://www2.jogjabelajar.org/modul/adaptif/adaptif_kimia/10_laju_reaksi.pdf)23 Ibid, 52-53
Keterampilan Berpikir Kritis Siswa kelas XI pada Pembelajaran Sistem Koloid
melalui Metode Praktikum dengan menggunakan bahan sehari-hari”, Hasilnya
menunjukan bahwa siswa merasa senang dengan pembelajaran melalui metode
praktikum, selain itu siswa dapat mengembangkan keterampilan berpikir kritis siswa
pada indikator menyebutkan contoh dan indikator menarik kesimpulan dari hasil
menyelidiki.24
Penelitian yang dilakukan oleh Iis Siti Jahro dan Susilawati yang berjudul
Analisis Penerapan Metode Praktikum Pada Pembelajaran Ilmu Kimia Di Sekolah
Menengah Atas menghasilkan bahwa metode praktikum merupakan salah satu metode
yang sangat tepat untuk diterapkan dalam pembelajaran Ilmu Kimia karena metode ini
memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan sendiri fakta-fakta yang
diperlukan untuk meningkatkan penguasaan dan pemahamannya terhadap materi-
materi Kimia. Selain itu, metode ini dapat meningkatkan minat dan motivasi belajar
kimia siswa lebih dari 75 %. Dalam penenlitiannya, Iis Siti Jahro dan Susilawati
mendapatkan 83.6 % siswa mengaku kegiatan laboratorium dapat meningkatkan hasil
belajar atau prestasi siswa.25
Penelitian Tonih Feronika, dalam artikel “Implementasi Teknik Guided
Worksheet Activity Dalam Pembelajaran Hands-on Dalam Melatih Kemampuan
Inkuiri”. Hasilnya mengenai kemampuan inkuiri siswa terhadap hands-on dengan
teknik guided worksheet activity pada pokok bahasan asam-basa sub pokok indikator
asam basa, di antara ke delapan aspek yang muncul, aspek pertanyaan yang muncul
paling sering dengan nilai persentasi tinggi.42
Penelitian Zulfiani, dalam artikel “Pengembangan Program Pembelajaran
Bioteknologi Untuk Meningkatkan Kemampuan Inkuiri Calon Guru”. Hasilnya
bahwa kemampuan inkuiri dapat mengembangkan kemampuan intelektual,
mengembangkan emosional, dan mengembangkan keterampilan. Serta keterampilan
berpikir tingkat tinggi dapat mengembangkan keterampilan metakognisi.43
C. Kerangka Berpikir
Pada dasarnya proses belajar itu tidak hanya menekankan pada aspek
pengetahuan dan pemahaman, tetapi aspek aplikasi, analisis, sintesis, evaluasi bahkan
24 Hanumi Oktiyani Rusdi, Analisis Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Kelas XI Pada Pembelajaran Sistem Koloid Melalui Metode Praktikum dengan Menggunakan Bahan Sehari-Hari. (Bandung: UPI Bandung,2007)25 Iis Siti Jahro, dan Susilawati, Analisis Penerapan Metode Praktikum PadaPembelajaran Ilmu Kimia Di Sekolah Menengah Atas, Jurnal Pendidikan Matematika dan Sains,2009, h. 29-34
keterampilan-keterampilan juga harus ditekankan. Hal ini sangat penting karena siswa
akan dapat mengembangkan daya nalarnya dalam memecahkan permasalahan dan
mengaplikasikan konsep-konsep yang telah dipelajari dalam kehidupan nyata. Oleh
karena itu diperlukan pembelajaran yang dapat meningkatkan kognitif, afektif dan
psikomotor.
Dalam proses pembelajaran IPA khususnya Ilmu Kimia seorang guru
seharusnya tidak hanya sekedar penyampaian konsep/materi saja tetapi guru harus
menjelaskan dan memberikan suatu pengalaman tertentu agar para siswa dapat
menemukan konsep itu sendiri. Pengalaman-pengalaman tersebut akan didapatkan
para siswa pada saat melakukan kegiatan praktikum.26
Melalui praktikum siswa memahami dan melihat suatu kejadian lebih
rinci, selain itu siswa diberi kesempatan untuk mengalaminya sendiri, mengikuti
suatu proses, mengamati suatu objek, menganalisis, membuktikan dan menarik
kesimpulan sendiri mengenai suatu objek, keadaan atau proses sesuatu sekaligus
keterampilan berpikir kritis siswa akan ikut berkembang karena metode
praktikum tidak hanya mempersoalkan hasil akhirnya tetapi bagaimana proses
berpikir tersebut dapat ikut berkembang.
Kegitan praktikum ini menggunakan model pembelajaran inquiri. Karena
model pembelajaran inkuiri berusaha merangsang siswa untuk bersifat aktif dan
kreatif, memberikan suasana yang kondusif dan terbuka memungkinkan siswa untuk
belajar aktif baik secara individual mauapun kelompok berani memecahkan masalah
yang dihadapi dengan pemikirannya sendiri.27
26 Arif Soleh, Analisis Keterampilan Proses Sains Siswa Pada Kegiatan Praktikum Termokimia dan Laju Reaksi Berbasis Inquiry, Skripsi pada Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan PIPA FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Tangerang Selatan, 2013, hlm.5., Tidak Dipublikasikan.27 Memi Malihah, “Pengaruh Model Guided Inquiry (Inkuiri Terbimbing) Terhadap Hasil Belajar Kimia SiswaPada Konsep Laju Reaksi”, Skripsi pada Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan PIPA FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Tangerang Selatan, 2013, hlm.5. (http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3004/1/Memi%20Malihah-FITK.pdf)