bab ii
DESCRIPTION
leukimiaTRANSCRIPT
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN LEUKIMIA
A. DEFINISI
Leukimia adalah suatu keganasan pada alat pembuat sel darah berupa
poliferasi sel hemopoetik muda yang di tandai oleh adanya kegagalan sumsum
tulang dalam pembentuk sel darah normal dan adanya infiltrasi ke jaringan
tubuh lain. ( Kapita Selekta kedokteran, 2000 )
Leukimia adalah poliferasi sel darah putih yang masih imatur dalam
jaringan pembentukan darah (Asuhan Keperawatan pada Anak, 2001)
Leukemia adalah kanker anak yang paling sering, mencapai lebih kurang
33% dari keganasan pediatrik. (Ilmu Kesehatan Anak, 1996)
Jadi bisa disimpulkan bahwa leukimia pada anak adalah keganasan pada
sel pembuat darah yang bersifat sistemik, yang ditandai oleh adanya kegagalan
sumsum tulang dalam pembentuk sel darah normal yang terjadi pada anak.
B. ETIOLOGIWalaupun sebagian besar penderita leukemia faktor-faktor penyebabnya
tidak dapat diidentifikasi, tetapi ada beberapa faktor yang terbukti dapat
menyebabkan leukemia. Faktor-faktor tersebut antara lain adalah:
1. Faktor genetic
Insiden leukemia akut pada anak-anak penderita sindrom Down adalah
20 kali lipat lebih banyak dari pada normal. Dari data ini, ditambah
kenyataan bahwa saudara kandung penderita leukemia mempuyai
resiko lebih tinggi untuk menderita sindrom Down, dapat diambil
kesimpulan pula bahwa kelainan pada kromosom 21 dapat
menyebabkan leukemia akut. Dugaan ini diperkuat lagi oleh data
bahwa penderita leukemia garanulositik kronik dengan kromosom
3
4
Philadelphia translokasi kromosom 21, biasanya meninggal setelah
memasuki fase leukemia akut.
2. Faktor lingkungan
Faktor-faktor lingkungan berupa kontak dengan radiasi ionisasi
desertai manifestasi leukemia yang timbul bertahun-tahun kemudian.
Zat-zat kimia (misalnya, benzen, arsen, klorampenikol, fenilbutazon,
dan agen antineoplastik) dikaitkan dengan frekuensi yang meningkat,
khususnya agen-agen akil. Leukemia juga meningkat pada penderita
yang diobati baik dengan radiasi atau kemoterapi.
3. Virus
Ada beberapa hasil penelitian yang menyebutkan bahwa virus sebagai
penyebab leukemia antaralain: enzyme reverse transcriptase ditenukan
dalam darah penderita leukemia. Seperti diketahui, ensim ini
ditemukan didalam virus onkogenik seperti retrovirus tipe – C, yaitu
jenis virus RNA yang menyebabkan leukemia pada binatang.
4. Obat-obat imunosupresif, obat-obat karsinogenik seperti
diethylstilbestrol.
5. Kelainan kromosom
Anak dengan sindroma down dan sindroma Fanconi memiliki sel yang
lebih peka terhadap leukemia.
C. KLASIFIKASI
Nelson menjelaskan bahwa ada beberapa klasifikasi dari leukemia, yaitu:
1. Leukemia Limfoblastik Akut (LLA)
LLA subtype merupakan 60% dari bentuk leukemia anak dengan
insidens puncak pada usia 3-4 tahun. LLA lebih banyak ditemui pada anak
laki-laki disbanding anak perempuan. Laporan laporan tentang leukemia
akut berkelompok pada anak menimbulkan dugaan adanya pengaruh
beberapa faktor lingkungan umum, seperti agen infeksi atau karsinogen
kimiawai, tetapi analisis statistic yang teliti belum dapat mendukung
dugaan ini.
5
Ciri-ciri sitokimia untuk indentifikasi sel-sel blasn LLA adalah tidak
adanya granula-granula yang positif dengan peroksidase atau sudan B
hitam didalam sitoplasma, dan seringkali menampakkan gumpalan materi
yang positif, limfoblas tersebut juga bereaksi negatif dengan esterase
nenspesifik.
Manifestasi klinis Anak- anak dengan LLA umumnya memperlihatkan
gambaran yang agak konsisten. Sekitar dua pertiga telah memperlihat kan
gejala dan tanda selama kurang dari 6 minggu pada saat diagnosis
ditegakkan,gejala pertama biasanya tidak khas; dapat memunyai riwayat
infeksi saluran napas akibat virus atau suatu eksentama yang belum
sembuh sempurna. Manifestasi awal yang lazim adalah anoreaksia ,
iritabilitas dan alergi. Kegagalan fungsi sum-sum tulang yang progresif
menimbulkan keadaan pucat, perdarahan dan demam yaitu gambaran-
gambaran yang mendesak dilakukannya pemeriksaan diagnostic.
2. Leukemia Meiloid AkutLMA mempunyai insidensi tahunan 5-6 kasus tiap juta anak
kurang dari 15 tahun. LMA khas menunjukkan tanda dan gejala yang
berkaitan dengan kegagalan sumsum tulang. LMA harus
dipertimbangkan dalam evaluasi setiap penderita dengan pucat,
demam, infeksi atau perdarahan. Nyeri tulang lebih sedikit terjadi dari
pada LLA. Hepatosplenomegali sering; limfadenopati mungkin ada.
Massa local dari sel leukemia(kloroma), mungkin timbul di tempat
manapun, tetapi daerah retro-orbital dan epidural paling sering.
LMA mungkin timbul pada anak yang mula-mula hanya
menunjukkan anemia, leukopeni atau trombositopenia saja. Perjalanan
alamiah sindrom mielodisplasia pada anak tidak begitu jelas, tetapi
sebagian besar kasus berkembang menjadi LMA
3. Leukemia Molistik Kronik ( LMK )Bentuk leukemia ini hanya merupakan 3% kasus pada anak-anak.
Ada dua tipe dasar leukemia mielositik kronik. Persamaan keduanya
hanya pada ciri-ciri umum yaitu peningkatan jumlah sel-sel myeloid
6
yang berdiferensasi dalam darah. Pada bentuk dewasa, kromosom ph1
( Philadelphia ) yang patogonomik ditemukan secara konsisten. Pada
juvenile, sel leukemik dapat dengan berbagai pareasi kromosom
aneoploidi tetapi jarang ditemukan kromosom ph1. Bentuk dewasa
LMK lasim ditemukan pada anak-anak besar, namun kadang-kadang
ditemukan pada bayi karena itu pada pasien LMK harus dilakukan
analisis kromosom untuk menentukan bentuk spesifiknya. Ada dua
macam LMK, yaitu:
a. Leukemia Mielositik Kronik Juvenil
Pasien-pasein ini mempunyai ruwam eksematosa,
limpadenopati dan infeksi bakteri rekuren karena itu dapat
menyerupai penderita penyakit granulamatosa kronik. Pada
saat diagnosis penderita umumnya pucat dengan purpura serta
pembesaran moderat hati dan limpa.
b. Leukemia Melolistik Kronik Familial
Suatu subgroup LMK merupakan penyakit pamilial. Umur
saat awitan 6 bulan gingga 4 tahun dengan gambaran klinis
kelelahan yang meningkat hambatan pertumbuhan,
hepatoplenomegali pasif. Temuan darah mirip dengan LMK
juvenil.
D. MANIFESTASI KLINIKGejala klinis dari leukemia pada umumnya adalah anemia,
trombositopenia, neutropenia, infeksi, kelainan organ yang terkena infiltrasi,
hipermetabolisme.
Menurut buku Aplikasi ASKEP Berdasarkan Diagnosa Medis&NANDA
NIC-NOC, manifestasi klinik yang sering dijumpai pada penyakit leukemia
adalah sebagi berikut:
1. Abnormalitas WBC
2. Ptechiae, memar tanpa sebab
7
3. Nyeri pada tulang dan persendian
4. Limphadenopathy
5. Hepatosplenomegaly
6. Nyeri pada tulang dan persendian
7. Nyeri abdomen
8. Berat badan menurun
9. Pucat, lesu, mudah terstimulasi penyakit
10. Pilek tidak sembuh-sembuh
E. PATOFISIOLOGINormal nya tulang marrow diganti dengan tumor yang maligna, imaturnya
sel blast. Adanya proliferasi sel blast, produksi eritrosit dan platelet terganggu
sehingga akan menimbulkan anemia dan trombositopenia
- Sistem retikuloendotelial akan terpengaruh dan menyebabkan
gangguan sistem pertahanan tubuh dan mudah mengalami infeksi.
- Manifestasi akan tampak pada gambaran gagalnya bone marrow dan
infiltrasi organ, sistem saraf pusat. Gangguan pada nutrisi dan metabolisme.
Depresi sumsum tulang yang akan berdampak pada penurunan leukosit,
eritrosit, faktor pembekuan dan peningkatan tekanan jaringan.
- Adanya infiltrasi pada ekstra medular akan berakibat terjadinya
pembesaran hati, limfe dan nodus limfe dan nyeri persendian.
8
F. PATHWAYS
Faktor pencetus:- Genetic- Radiasi- Obat-obatan- Kelainan kromosom- Infeksi virus- Paparan bahan
kimia
Proliferasi sel kanker
Infiltrasi sumsum tulang Sel onkogenPenyebaran ekstramedular
Melalui sirkulasi darah Melalui system limfatik
Pembesaran hati dan limpa Nodus limfe
hepatosplenomegali limfadenopati
Penekanan ruang abdomen
Sel normal digantikan oleh sel kanker
Depresi produksi sumsum tulang
Penurunan eritrosit
Penurunan trombosit
Penurunan fungsi leukosit
Infiltrasi periosteal
anemia
trombositopeni
Resiko infeksi
Kelemahan tulang
Pertumbuhan berlebih
Kebutuhan nutrisi meningkat
hipermetabolisme
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh
Kecenderungan pendarahan
Resiko pendarahan
Tulang jd lunak dan lemah Stimulasi saraf C (nociceptor)
Fraktur fisiologis
Gang. Rasa nyaman/nyeriHambatan
mobilitas fisik
Mual
Gangguan rasa nyaman/nyeri
Sesak nafas
Resiko volume cairan kurang dari kebutuhan tubuh
9
G. KOMPLIKASI
1. Sepsis
2. Perdarahan
3. Gagal organ
4. Iron deficiency Anemia ( IDA )/ anemia kurang darah
5. Kematian
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan dengan pemeriksaan darah tepi
dan pemeriksaan sumsum tulang.
1. Pemeriksaan Darah Tepi
Umumnya pada pemeriksaan leukositnya tinggi yaitu lebih dari
100.000/mm3.
a. LLA
25 % terjadi trombositopenia dengan trombosit 100.000/mm3 , 50%
leukositnya kurang dari 100.000/mm3 , dan sekitar 20% leukositnya
lebih dari 50.000/mm3.
b. LMK
Leukosit melebihi 100.000/mm3 .
2. Pemeriksaan Sumsum Tulang
Hasil pemeriksaan sumsum tulang pada penderita leukemia akut
ditemukan keadaan hiperselular. Hampir semua sel sumsum tulang diganti
sel leukemia (blast), terdapat perubahan tiba-tiba dari sel muda (blast) ke
sel yang matang tanpa sel antara (leukemic gap). Jumlah blast minimal
30% dari sel berinti dalam sumsum tulang. Pada penderita LLK ditemukan
adanya infiltrasi merata oleh limfosit kecil yaitu lebih dari 40% dari total
sel yang berinti. Kurang lebih 95% pasien LLK disebabkan oleh
peningkatan limfosit B. Sedangkan pada penderita LGK/LMK ditemukan
keadaan hiperselular dengan peningkatan jumlah megakariosit dan
aktivitas granulopoeisis. Jumlah granulosit lebih dari 30.000/mm3.
10
3. Biopsi limpa
Pemeriksaan ini akan memperlihatkan poliferasi sel leukimia dan sel yang
berasal dari jaringan limpa akan terdesak seperti limfosit normal, RES,
granulosit, pulp cell.
I. PENATALAKSANAAN1. Kemoterapi
a. Kemoterapi pada penderita LLA
1) Tahap 1 (terapi induksi)
Tujuan dari tahap pertama pengobatan adalah untuk membunuh
sebagian besar sel-sel leukemia di dalam darah dan sumsum tulang.
Terapi induksi kemoterapi biasanya memerlukan perawatan di
rumah sakit yang panjang karena obat menghancurkan banyak sel
darah normal dalam proses membunuh sel leukemia. Pada tahap ini
dengan memberikan kemoterapi kombinasi yaitu daunorubisin,
vincristin, prednison dan asparaginase.
2) Tahap 2 (terapi konsolidasi/ intensifikasi)
Setelah mencapai remisi komplit, segera dilakukan terapi
intensifikasi yang bertujuan untuk mengeliminasi sel leukemia
residual untuk mencegah relaps dan juga timbulnya sel yang
resisten terhadap obat. Terapi ini dilakukan setelah 6 bulan
kemudian.
3) Tahap 3 ( profilaksis SSP)
Profilaksis SSP diberikan untuk mencegah kekambuhan pada SSP.
Perawatan yang digunakan dalam tahap ini sering diberikan pada
dosis yang lebih rendah. Pada tahap ini menggunakan obat
kemoterapi yang berbeda, kadang-kadang dikombinasikan dengan
terapi radiasi, untuk mencegah leukemia memasuki otak dan sistem
saraf pusat.
4) Tahap 4 (pemeliharaan jangka panjang)
11
Pada tahap ini dimaksudkan untuk mempertahankan masa remisi.
Tahap ini biasanya memerlukan waktu 2-3 tahun.
Angka harapan hidup yang membaik dengan pengobatan sangat
dramatis. Tidak hanya 95% anak dapat mencapai remisi penuh,
tetapi 60% menjadi sembuh. Sekitar 80% orang dewasa mencapai
remisi lengkap dan sepertiganya mengalami harapan hidup jangka
panjang, yang dicapai dengan kemoterapi agresif yang diarahkan
pada sumsum tulang dan SSP.
b. Kemoterapi pada penderita LMA
1) Fase induksi
Fase induksi adalah regimen kemoterapi yang intensif, bertujuan untuk
mengeradikasi sel-sel leukemia secara maksimal sehingga tercapai
remisi komplit. Walaupun remisi komplit telah tercapai, masih tersisa
sel-sel leukemia di dalam tubuh penderita tetapi tidak dapat dideteksi.
Bila dibiarkan, sel-sel ini berpotensi menyebabkan kekambuhan di
masa yang akan datang.
2) Fase konsolidasi
Fase konsolidasi dilakukan sebagai tindak lanjut dari fase induksi.
Kemoterapi konsolidasi biasanya terdiri dari beberapa siklus
kemoterapi dan menggunakan obat dengan jenis dan dosis yang sama
atau lebih besar dari dosis yang digunakan pada fase induksi.
Dengan pengobatan modern, angka remisi 50-75%, tetapi angka rata-
rata hidup masih 2 tahun dan yang dapat hidup lebih dari 5 tahun
hanya 10%.
c. Kemoterapi pada penderita LLK
Derajat penyakit LLK harus ditetapkan karena menetukan strategi
terapi dan prognosis. Salah satu sistem penderajatan yang dipakai ialah
klasifikasi Rai:
1) Stadium 0 : limfositosis darah tepi dan sumsum tulang
2) Stadium I : limfositosis dan limfadenopati.
3) Stadium II : limfositosis dan splenomegali/ hepatomegali.
12
4) Stadium III : limfositosis dan anemia (Hb < 11 gr/dl).
5) Stadium IV : limfositosis dan trombositopenia
<100.000/mm3dengan/tanpa gejala pembesaran hati, limpa,
kelenjar.
Terapi untuk LLK jarang mencapai kesembuhan karena tujuan
terapi bersifat konvensional, terutama untuk mengendalikan gejala.
Pengobatan tidak diberikan kepada penderita tanpa gejala karena tidak
memperpanjang hidup. Pada stadium I atau II, pengamatan atau
kemoterapi adalah pengobatan biasa. Pada stadium III atau IV
diberikan kemoterapi intensif.
Angka ketahanan hidup rata-rata adalah sekitar 6 tahun dan 25%
pasien dapat hidup lebih dari 10 tahun. Pasien dengan sradium 0 atau 1
dapat bertahan hidup rata-rata 10 tahun. Sedangkan pada pasien
dengan stadium III atau IV rata-rata dapat bertahan hidup kurang dari
2 tahun.
d. Kemoterapi pada penderita LGK/LMK
1) Fase Kronik
Busulfan dan hidroksiurea merupakan obat pilihan yag mampu
menahan pasien bebas dari gejala untuk jangka waktu yang lama.
Regimen dengan bermacam obat yang intensif merupakan terapi
pilihan fase kronis LMK yang tidak diarahkan pada tindakan
transplantasi sumsum tulang.
2) Fase Akselerasi,
Sama dengan terapi leukemia akut, tetapi respons sangat rendah.
2. Radioterapi
Radioterapi menggunakan sinar berenergi tinggi untuk membunuh sel-
sel leukemia. Sinar berenergi tinggi ini ditujukan terhadap limpa atau
bagian lain dalam tubuh tempat menumpuknya sel leukemia. Energi ini
bisa menjadi gelombang atau partikel seperti proton, elektron, x-ray dan
sinar gamma. Pengobatan dengan cara ini dapat diberikan jika terdapat
13
keluhan pendesakan karena pembengkakan kelenjar getah bening
setempat.
3. Transplantasi Sumsum Tulang
Transplantasi sumsum tulang dilakukan untuk mengganti sumsum
tulang yang rusak dengan sumsum tulang yang sehat. Sumsum tulang
yang rusak dapat disebabkan oleh dosis tinggi kemoterapi atau terapi
radiasi. Selain itu, transplantasi sumsum tulang juga berguna untuk
mengganti sel-sel darah yang rusak karena kanker. Pada penderita LMK,
hasil terbaik (70-80% angka keberhasilan) dicapai jika menjalani
transplantasi dalam waktu 1 tahun setelah terdiagnosis dengan
donor Human Lymphocytic Antigen (HLA) yang sesuai. Pada penderita
LMA transplantasi bisa dilakukan pada penderita yang tidak memberikan
respon terhadap pengobatan dan pada penderita usia muda yang pada
awalnya memberikan respon terhadap pengobatan.
4. Terapi Suportif
Terapi suportif berfungsi untuk mengatasi akibat-akibat yag
ditimbulkan penyakit leukemia dan mengatasi efek samping obat.
Misalnya transfusi darah untuk penderita leukemia dengan keluhan
anemia, transfusi trombosit untuk mengatasi perdarahan dan antibiotik
untuk mengatasi infeksi.
J. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN1. Pengkajian
a. Anamnesa
1) Keluhan Utama
Nyeri tulang sering terjadi, lemah nafsu makan menurun, demam
(jika disertai infeksi) juga disertai dengan sakit kepala.
2) Riwayat Perawatan Sebelumnya
3) Riwayat kelahiran anak :
a. Prenatal
14
b. Natal
c. Post natal
4) Riwayat Tumbuh Kembang
Bagaimana pemberian ASI, adakah ketidaknormalan pada masa
pertumbuhan dan kelainan lain ataupun sering sakit-sakitan.
5) Riwayat keluarga
Insiden LLA lebih tinggi berasal dari saudara kandung anak-anak
yang terserang terlebih pada kembar monozigot (identik).
b. Pemeriksaan Fisik :
1) Keadaan Umum tampak lemah
Kesadaran composmentis selama belum terjadi komplikasi.
2) Tanda-Tanda Vital
Tekanan darah : 100/70 mmHG
Nadi :100x/mnt
Suhu :39 c
RR : 20x/mnt
3) Pemeriksaan Kepala Leher
4) Rongga mulut : apakah terdapat peradangan (infeksi oleh jamur
atau bakteri), perdarahan gusi
5) Konjungtiva : anemis atau tidak. Terjadi gangguan penglihatan
akibat infiltrasi ke SSP.
6) Pemeriksaan Integumen
Adakah ulserasi ptechie, ekimosis, tekanan turgor menurun jika
terjadi dehidrasi.
7) Pemeriksaan Dada dan Thorax
Inspeksi bentuk thorax, adanya retraksi intercostae.
Auskultasi suara nafas, adakah ronchi (terjadi penumpukan secret
akibat infeksi di paru), bunyi jantung I, II, dan III jika ada
Palpasi denyut apex (Ictus Cordis)
Perkusi untuk menentukan batas jantung dan batas paru.
8) Pemeriksaan Abdomen
15
Inspeksi bentuk abdomen apakah terjadi pembesaran, terdapat
bayangan vena, auskultasi peristaltic usus, palpasi nyeri tekan bila
ada pembesaran hepar dan limpa.
2. Diagnosea. Risiko infeksi b.d menurunnya system pertahanan tubuh.
b. Risiko injury: perdarahan b.d penurunan jumlah trombosit
c. Gangguan rasa nyaman/nyeri b.d infiltrasi leukosit jaringan sistemik
d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d
proliferative gastrointestinal dan efek toksik kemoterapi
e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan akibat anemia
3. Intervensi
DX/Tujuan INTERVENSI RASIONAL1. Risiko infeksi b.d
menurunnya system pertahanan tubuh.Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, anak tidak akan mengalami gejala gejala infeksiKriteria Hasil:a. Bebas dari
gejala dan tanda-tanda infeksi.
b. Jumlah leukkosit dalam
1. Tempatkan pada ruang isolasi khusus dan batasi pengunjung.
2. Lakukan protap pencucian tangan bagi setiap orang yang kontak dengan klien
3. Monitor vital sign
4. Jaga integritas kulit, luka yang terbuka dan kebersihan kulit dengan pembersih antibakteri.
1. Untuk menjaga klien dari agent patogen yang dapat menyebabkan infeksi.
2. Mencegah infeksi silang
3. Progresive hipertermia sebagai pertanda infeksi atau demam sebagai efek dari pemakaian kemotherapi maupun tranfusi
4. Untuk mencegah infeksi local. (Luka biasanya tidak bernanah akibat
16
batas normal.
2. Risiko injury:
perdarahan b.d
gangguan
pembekuan darah
Tujuan: Setelah
5. Periksa mukosa mulut dan lakukan oral hygiene.
6. Jaga kebersihan kebersihan anus dan genital.
7. Berikan asupan makanan yang adekuat yang mengandung cairan serta protein tinggi.
8. Lakukan tindakan kolaborasi:c. Blood test count : WBC dan
Neutrofil.
b. Lakukan kulture
c.Pemberian antibiotik sesuai order.
d. Review serial X-Ray
1. Lakukan tindakan yang lembut
untuk mencegah perlukaan seperti
menggunakan sikat gigi yang
lembut, kapas swab, lakukan tepid
sponge, gunakan alat cukur
rendahnya kadar granulosit).
5. Jaringan mukosa mulut merupakan medium bagi perkembangan bakteri.
6. Untuk mencegah terjadinya infeksi anal maupun genital.
7. Untuk konservasi energi bagi perkembangan sel-sel klien dan mempertahankan daya tahan tubuh klien.
a.Penurunan WBC merupakan kesimpulan dari proses penyakit dan efek samping dari pengobatan kemoterapi.
b. Untuk mengetahui sensitivitas kuman. c.Untuk mencegah infeksi
d. Indikator dari perkembangan kondisi klien.
1. Penekanan bone narrow
dan produksi platelet
yang rendah beresiko
menimbulkan
perdarahan yang tak
17
dilakukan tindakan
keperawatan 3x24
jam, tidak terjadi
perdarahan pada
anak.
Kriteria hasil:
a. Tidak ada
hematuria dan
hematemesis.
b. Tekanan darah
anak dalam
batas normal
sistol dan
diastole (80-
100/60 mmHg)
c. Hemoglobin
dan hematokrit
anak dalam
batas normal.
(Hb: 10-16
gr/dL; Ht: 33-
38%)
d. Anak bebas
dari
agen/penyebab
luka.
3. Gangguan rasa nyaman/nyeri b.d infiltrasi leukosit
elektrik.
2. Laporkan setiap tanda-tanda terjadi
perdarahan (tekanan darah
menurun, denyut nadi cepat, pucat,
diaphoresis, meningkatnya
kecemasan)
3. Evaluasi kulit dan membrane
mukosa setiap hari
4. Kolaborasi:
d. Lakukan pemasangan IV
line/injeksi dengan jarum yang
kecil.
e. Monitor laboratorium Platelet,
Hb/Ct, cloting.
1. Kaji keluhan nyeri dengan skala
nyeri (0 – 10)
terkontrol.
Jaringan yang lemah, dan
mekanisme pembekuan
yang abnormal sering
menjadi penyebab
perdarahan tak
terkontrol.
2. Perubahan TTV mungkin
merupakan indikasi
adanya perdarahan.
3. Kulit dan mulut rawan
terjadi perdarahan
sehingga perlu dimonitor
4. a. Mengurangi resiko
timbulnya luka yang
besar.
b. Jika platelet count <
20000/mm. Penurunan
Hb/Hct dapat
menimbulkan
perdarahan.
1. Untuk mempermudah
18
jaringan sistemik.Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, gangguan rasa nyaman/nyeri anak hilang.Kriteria hasil:a. skala nyeri
berkurang/tidak ada.
b. Tanda-tanda vital anak dalam batas normal.
c. Anak dapat tidur sesuai kebutuhan tidurnya.
d. Anak tidak rewel/stress.
2. Monitor vital sign dan kaji ekpresi
nonverbal.
3. Jaga lingkungan agar tetap tenang
4. Kurangi stimulasi yang
meningkatkan stress.
5. Letakkan pada posisi nyaman
6. Lakukan perubahan posisi secara
periodic
7. Kolaborasi:
a.Cek Kadar asam urat
b.Pemberian analgetik
8. Kaji kelemahan tubuh klien dan ajak anak berpartisipasi untuk bermain.
9. Berikan kesempatan istirahat dan tidur yang cukup
intervensi dan observasi
terhadap nyeri.
2. Mengetahui efektivitas
tindakan terhadap nyeri.
3. Meningkatkan
kesempatan istirahat dan
memperbaiki koping
mekanisme.
4. Mengurangi resiko
timbulnya stress
5. Mencegah rasa tidak
nyaman pada persendian
6. Meningkatkan sirkulasi jaringan dan mobilitas sendi.
7.a.Mengkaji efek dari leukemia terutama pada fase pengobatan, sehingga perlu dianalisa perlu tidaknya bantuan.
b. Mengurangi nyeri.
8. Untuk mengetahui kemampuan kontrol klien terhadap nyeri
9. Mengurangi rasa cemas
19
4. Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh b.d
proliferative
gastrointestinal dan
efek toksik
kemoterapi.
Tujuan: Setelah
dilakukan tindakan
keperawatan selama
3x24 jam, tidak
terjadi
ketidakseimbangan
nutrisi pada anak.
Kriteria hasil:
a. Anak
menghabiskan
porsi makan
yang diberikan.
b. Tidak ada tanda-
tanda
malnutrisi(BB
normal,
konjunctiva
tidak anemis)
10. Berikan makanan selingan yang cukup selama kemotherapi
1. Menginstruksikan pada anak untuk
tetap rileks pada saat makan
2. Ijinkan anak untuk memakan
makanan yang dapat ditoleransi
anak, rencanakan untuk
memperbaiki kualitas gizi pada
saat selera makan
3. Berikan makanan yang disertai
dengan suplemen nutrisi untuk
meningkatkan kualitas intake
nutrisi
4. Ijinkan anak untuk terlibat dalam
persiapan dan pemilihan makanan
10. Memberi energy dan mengalihkan focus klien selama proses kemotherapi.
1. Untuk mengoptimalkan
agar anak mau makan.
2. Untuk membuat anak
berselera makan, sesuai
dengan kebutuhan gizi
nya.
3. Memberi tambahan
nutrisi bagi anak.
4. Supaya anak lebih
tertarik untuk
mnghabiskan makanan
yang diberikan.
20
5. Intoleransi
aktivitas
berhubungan
dengan kelemahan
akibat anemia.
Tujuan: Setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan
selama 3x24 jam,
terjadi
peningkatan
toleransi aktivitas
pada anak.
Kriteria hasil:
a. Anak bisa
berpatisipasi
aktif dalam
melakukan
aktivitas fisik
sesuai dengan
umurnya.
b. Tanda-tanda
vital (Tensi,
nadi, suhu)
dalma batas
normal.
1. Evaluasi laporan kelemahan, perhatikan ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam aktifitas sehari-hari
2. Berikan bantuan dalam aktifitas sehari-hari dan ambulasi
3. Kaji kemampuan untuk
berpartisipasi pada aktifitas yang
diinginkan atau dibutuhkan
1. Menentukan derajat dan efek ketidakmampuan.
2. Memaksimalkan sediaan energi untuk tugas perawatan diri
3. Mengidentifikasi kebutuhan individual dan membantu pemilihan intervensi
21
4. Evaluasi a. Anak tidak akan mengalami gejala gejala infeksi
b. Tidak terjadi perdarahan pada anak.
c. Gangguan rasa nyaman/nyeri anak hilang.
d. Tidak terjadi ketidakseimbangan nutrisi pada anak.
e. Terjadi peningkatan toleransi aktivitas pada anak.