bab ii

28
BAB II ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN LEUKIMIA A. DEFINISI Leukimia adalah suatu keganasan pada alat pembuat sel darah berupa poliferasi sel hemopoetik muda yang di tandai oleh adanya kegagalan sumsum tulang dalam pembentuk sel darah normal dan adanya infiltrasi ke jaringan tubuh lain. ( Kapita Selekta kedokteran, 2000 ) Leukimia adalah poliferasi sel darah putih yang masih imatur dalam jaringan pembentukan darah (Asuhan Keperawatan pada Anak, 2001) Leukemia adalah kanker anak yang paling sering, mencapai lebih kurang 33% dari keganasan pediatrik. (Ilmu Kesehatan Anak, 1996) Jadi bisa disimpulkan bahwa leukimia pada anak adalah keganasan pada sel pembuat darah yang bersifat sistemik, yang ditandai oleh adanya kegagalan sumsum tulang dalam pembentuk sel darah normal yang terjadi pada anak. B. ETIOLOGI Walaupun sebagian besar penderita leukemia faktor- faktor penyebabnya tidak dapat diidentifikasi, 3

Upload: zifa-ardilaf

Post on 19-Jan-2016

26 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

leukimia

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II

BAB II

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN LEUKIMIA

A. DEFINISI

Leukimia adalah suatu keganasan pada alat pembuat sel darah berupa

poliferasi sel hemopoetik muda yang di tandai oleh adanya kegagalan sumsum

tulang dalam pembentuk sel darah normal dan adanya infiltrasi ke jaringan

tubuh lain. ( Kapita Selekta kedokteran, 2000 )

Leukimia adalah poliferasi sel darah putih yang masih imatur dalam

jaringan pembentukan darah (Asuhan Keperawatan pada Anak, 2001)

Leukemia adalah kanker anak yang paling sering, mencapai lebih kurang

33% dari keganasan pediatrik. (Ilmu Kesehatan Anak, 1996)

Jadi bisa disimpulkan bahwa leukimia pada anak adalah keganasan pada

sel pembuat darah yang bersifat sistemik, yang ditandai oleh adanya kegagalan

sumsum tulang dalam pembentuk sel darah normal yang terjadi pada anak.

B. ETIOLOGIWalaupun sebagian besar penderita leukemia faktor-faktor penyebabnya

tidak dapat diidentifikasi, tetapi ada beberapa faktor yang terbukti dapat

menyebabkan leukemia. Faktor-faktor tersebut antara lain adalah:

1. Faktor genetic

Insiden leukemia akut pada anak-anak penderita sindrom Down adalah

20 kali lipat lebih banyak dari pada normal. Dari data ini, ditambah

kenyataan bahwa saudara kandung penderita leukemia mempuyai

resiko lebih tinggi untuk menderita sindrom Down, dapat diambil

kesimpulan pula bahwa kelainan pada kromosom 21 dapat

menyebabkan leukemia akut. Dugaan ini diperkuat lagi oleh data

bahwa penderita leukemia garanulositik kronik dengan kromosom

3

Page 2: BAB II

4

Philadelphia translokasi kromosom 21, biasanya meninggal setelah

memasuki fase leukemia akut.

2. Faktor lingkungan

Faktor-faktor lingkungan berupa kontak dengan radiasi ionisasi

desertai manifestasi leukemia yang timbul bertahun-tahun kemudian.

Zat-zat kimia (misalnya, benzen, arsen, klorampenikol, fenilbutazon,

dan agen antineoplastik) dikaitkan dengan frekuensi yang meningkat,

khususnya agen-agen akil. Leukemia juga meningkat pada penderita

yang diobati baik dengan radiasi atau kemoterapi.

3. Virus

Ada beberapa hasil penelitian yang menyebutkan bahwa virus sebagai

penyebab leukemia antaralain: enzyme reverse transcriptase ditenukan

dalam darah penderita leukemia. Seperti diketahui, ensim ini

ditemukan didalam virus onkogenik seperti retrovirus tipe – C, yaitu

jenis virus RNA yang menyebabkan leukemia pada binatang.

4. Obat-obat imunosupresif, obat-obat karsinogenik seperti

diethylstilbestrol.

5. Kelainan kromosom

Anak dengan sindroma down dan sindroma Fanconi memiliki sel yang

lebih peka terhadap leukemia.

C. KLASIFIKASI

Nelson menjelaskan bahwa ada beberapa klasifikasi dari leukemia, yaitu:

1. Leukemia Limfoblastik Akut (LLA)

LLA subtype merupakan 60% dari bentuk leukemia anak dengan

insidens puncak pada usia 3-4 tahun. LLA lebih banyak ditemui pada anak

laki-laki disbanding anak perempuan. Laporan laporan tentang leukemia

akut berkelompok pada anak menimbulkan dugaan adanya pengaruh

beberapa faktor lingkungan umum, seperti agen infeksi atau karsinogen

kimiawai, tetapi analisis statistic yang teliti belum dapat mendukung

dugaan ini.

Page 3: BAB II

5

Ciri-ciri sitokimia untuk indentifikasi sel-sel blasn LLA adalah tidak

adanya granula-granula yang positif dengan peroksidase atau sudan B

hitam didalam sitoplasma, dan seringkali menampakkan gumpalan materi

yang positif, limfoblas tersebut juga bereaksi negatif dengan esterase

nenspesifik.

Manifestasi klinis Anak- anak dengan LLA umumnya memperlihatkan

gambaran yang agak konsisten. Sekitar dua pertiga telah memperlihat kan

gejala dan tanda selama kurang dari 6 minggu pada saat diagnosis

ditegakkan,gejala pertama biasanya tidak khas; dapat memunyai riwayat

infeksi saluran napas akibat virus atau suatu eksentama yang belum

sembuh sempurna. Manifestasi awal yang lazim adalah anoreaksia ,

iritabilitas dan alergi. Kegagalan fungsi sum-sum tulang  yang progresif

menimbulkan keadaan pucat, perdarahan dan demam yaitu gambaran-

gambaran yang mendesak dilakukannya pemeriksaan diagnostic.

2. Leukemia Meiloid AkutLMA mempunyai insidensi tahunan 5-6 kasus tiap juta anak

kurang dari 15 tahun. LMA khas menunjukkan tanda dan gejala yang

berkaitan dengan kegagalan sumsum tulang. LMA harus

dipertimbangkan dalam evaluasi setiap penderita dengan pucat,

demam, infeksi atau perdarahan. Nyeri tulang lebih sedikit terjadi dari

pada LLA. Hepatosplenomegali sering; limfadenopati mungkin ada.

Massa local dari sel leukemia(kloroma), mungkin timbul di tempat

manapun, tetapi daerah retro-orbital dan epidural paling sering.

LMA mungkin timbul pada anak yang mula-mula hanya

menunjukkan anemia, leukopeni atau trombositopenia saja. Perjalanan

alamiah sindrom mielodisplasia pada anak tidak begitu jelas, tetapi

sebagian besar kasus berkembang menjadi LMA

3.    Leukemia Molistik Kronik ( LMK )Bentuk leukemia ini hanya merupakan 3% kasus pada anak-anak.

Ada dua tipe dasar leukemia mielositik kronik. Persamaan keduanya

hanya pada ciri-ciri umum yaitu peningkatan jumlah sel-sel myeloid

Page 4: BAB II

6

yang berdiferensasi dalam darah. Pada bentuk dewasa, kromosom ph1

( Philadelphia ) yang patogonomik ditemukan secara konsisten. Pada

juvenile, sel leukemik dapat dengan berbagai pareasi kromosom

aneoploidi tetapi jarang ditemukan kromosom ph1. Bentuk dewasa

LMK lasim ditemukan pada anak-anak besar, namun kadang-kadang

ditemukan pada bayi karena itu pada pasien LMK harus dilakukan

analisis kromosom untuk menentukan bentuk spesifiknya. Ada dua

macam LMK, yaitu:

a. Leukemia Mielositik Kronik Juvenil

Pasien-pasein ini mempunyai ruwam eksematosa,

limpadenopati dan infeksi bakteri rekuren karena itu dapat

menyerupai penderita penyakit granulamatosa kronik. Pada

saat diagnosis penderita umumnya pucat dengan purpura serta

pembesaran moderat hati dan limpa.

b. Leukemia Melolistik Kronik Familial

Suatu subgroup LMK merupakan penyakit pamilial. Umur

saat awitan 6 bulan gingga 4 tahun  dengan gambaran klinis

kelelahan yang meningkat hambatan pertumbuhan,

hepatoplenomegali pasif. Temuan darah mirip dengan LMK

juvenil.

D. MANIFESTASI KLINIKGejala klinis dari leukemia pada umumnya adalah anemia,

trombositopenia, neutropenia, infeksi, kelainan organ yang terkena infiltrasi,

hipermetabolisme.

Menurut buku Aplikasi ASKEP Berdasarkan Diagnosa Medis&NANDA

NIC-NOC, manifestasi klinik yang sering dijumpai pada penyakit leukemia

adalah sebagi berikut:

1. Abnormalitas WBC

2. Ptechiae, memar tanpa sebab

Page 5: BAB II

7

3. Nyeri pada tulang dan persendian

4. Limphadenopathy

5. Hepatosplenomegaly

6. Nyeri pada tulang dan persendian

7. Nyeri abdomen

8. Berat badan menurun

9. Pucat, lesu, mudah terstimulasi penyakit

10. Pilek tidak sembuh-sembuh

E. PATOFISIOLOGINormal nya tulang marrow diganti dengan tumor yang maligna, imaturnya

sel blast. Adanya proliferasi sel blast, produksi eritrosit dan platelet terganggu

sehingga akan menimbulkan anemia dan trombositopenia

-          Sistem retikuloendotelial akan terpengaruh dan menyebabkan

gangguan sistem pertahanan tubuh dan mudah mengalami infeksi.

-          Manifestasi akan tampak pada gambaran gagalnya bone marrow dan

infiltrasi organ, sistem saraf pusat. Gangguan pada nutrisi dan metabolisme.

Depresi sumsum tulang yang akan berdampak pada penurunan leukosit,

eritrosit, faktor pembekuan dan peningkatan tekanan jaringan.

-          Adanya infiltrasi pada ekstra medular akan berakibat terjadinya

pembesaran hati, limfe dan nodus limfe dan nyeri persendian.

Page 6: BAB II

8

F. PATHWAYS

Faktor pencetus:- Genetic- Radiasi- Obat-obatan- Kelainan kromosom- Infeksi virus- Paparan bahan

kimia

Proliferasi sel kanker

Infiltrasi sumsum tulang Sel onkogenPenyebaran ekstramedular

Melalui sirkulasi darah Melalui system limfatik

Pembesaran hati dan limpa Nodus limfe

hepatosplenomegali limfadenopati

Penekanan ruang abdomen

Sel normal digantikan oleh sel kanker

Depresi produksi sumsum tulang

Penurunan eritrosit

Penurunan trombosit

Penurunan fungsi leukosit

Infiltrasi periosteal

anemia

trombositopeni

Resiko infeksi

Kelemahan tulang

Pertumbuhan berlebih

Kebutuhan nutrisi meningkat

hipermetabolisme

Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan

tubuh

Kecenderungan pendarahan

Resiko pendarahan

Tulang jd lunak dan lemah Stimulasi saraf C (nociceptor)

Fraktur fisiologis

Gang. Rasa nyaman/nyeriHambatan

mobilitas fisik

Mual

Gangguan rasa nyaman/nyeri

Sesak nafas

Resiko volume cairan kurang dari kebutuhan tubuh

Page 7: BAB II

9

G. KOMPLIKASI

1. Sepsis

2.  Perdarahan

3. Gagal organ

4. Iron deficiency Anemia ( IDA )/ anemia kurang darah

5. Kematian

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan dengan pemeriksaan darah tepi

dan pemeriksaan sumsum tulang.

1. Pemeriksaan Darah Tepi

Umumnya pada pemeriksaan leukositnya tinggi yaitu lebih dari

100.000/mm3.

a. LLA

25 % terjadi trombositopenia dengan trombosit 100.000/mm3 , 50%

leukositnya kurang dari 100.000/mm3 , dan sekitar 20% leukositnya

lebih dari 50.000/mm3.

b. LMK

Leukosit melebihi 100.000/mm3 .

2. Pemeriksaan Sumsum Tulang

Hasil pemeriksaan sumsum tulang pada penderita leukemia akut

ditemukan keadaan hiperselular. Hampir semua sel sumsum tulang diganti

sel leukemia (blast), terdapat perubahan tiba-tiba dari sel muda (blast) ke

sel yang matang tanpa sel antara (leukemic gap). Jumlah blast minimal

30% dari sel berinti dalam sumsum tulang. Pada penderita LLK ditemukan

adanya infiltrasi merata oleh limfosit kecil yaitu lebih dari 40% dari total

sel yang berinti. Kurang lebih 95% pasien LLK disebabkan oleh

peningkatan limfosit B. Sedangkan pada penderita LGK/LMK ditemukan

keadaan hiperselular dengan peningkatan jumlah megakariosit dan

aktivitas granulopoeisis. Jumlah granulosit lebih dari 30.000/mm3.

Page 8: BAB II

10

3. Biopsi limpa

Pemeriksaan ini akan memperlihatkan poliferasi sel leukimia dan sel yang

berasal dari jaringan limpa akan terdesak seperti limfosit normal, RES,

granulosit, pulp cell.

I. PENATALAKSANAAN1.  Kemoterapi

a. Kemoterapi pada penderita LLA

1) Tahap 1 (terapi induksi)

Tujuan dari tahap pertama pengobatan adalah untuk membunuh

sebagian besar sel-sel leukemia di dalam darah dan sumsum tulang.

Terapi induksi kemoterapi biasanya memerlukan perawatan di

rumah sakit yang panjang karena obat menghancurkan banyak sel

darah normal dalam proses membunuh sel leukemia. Pada tahap ini

dengan memberikan kemoterapi kombinasi yaitu daunorubisin,

vincristin, prednison dan asparaginase.

2) Tahap 2 (terapi konsolidasi/ intensifikasi)

Setelah mencapai remisi komplit, segera dilakukan terapi

intensifikasi yang bertujuan untuk mengeliminasi sel leukemia

residual untuk mencegah relaps dan juga timbulnya sel yang

resisten terhadap obat. Terapi ini dilakukan setelah 6 bulan

kemudian.

3) Tahap 3 ( profilaksis SSP)

Profilaksis SSP diberikan untuk mencegah kekambuhan pada SSP.

Perawatan yang digunakan dalam tahap ini sering diberikan pada

dosis yang lebih rendah. Pada tahap ini menggunakan obat

kemoterapi yang berbeda, kadang-kadang dikombinasikan dengan

terapi radiasi, untuk mencegah leukemia memasuki otak dan sistem

saraf pusat.

4) Tahap 4 (pemeliharaan jangka panjang)

Page 9: BAB II

11

Pada tahap ini dimaksudkan untuk mempertahankan masa remisi.

Tahap ini biasanya memerlukan waktu 2-3 tahun.

Angka harapan hidup yang membaik dengan pengobatan sangat

dramatis. Tidak hanya 95% anak dapat mencapai remisi penuh,

tetapi 60% menjadi sembuh. Sekitar 80% orang dewasa mencapai

remisi lengkap dan sepertiganya mengalami harapan hidup jangka

panjang, yang dicapai dengan kemoterapi agresif yang diarahkan

pada sumsum tulang dan SSP.

b. Kemoterapi pada penderita LMA

1)   Fase induksi

Fase induksi adalah regimen kemoterapi yang intensif, bertujuan untuk

mengeradikasi sel-sel leukemia secara maksimal sehingga tercapai

remisi komplit. Walaupun remisi komplit telah tercapai, masih tersisa

sel-sel leukemia di dalam tubuh penderita tetapi tidak dapat dideteksi.

Bila dibiarkan, sel-sel ini berpotensi menyebabkan kekambuhan di

masa yang akan datang.

2)  Fase konsolidasi

Fase konsolidasi dilakukan sebagai tindak lanjut dari fase induksi.

Kemoterapi konsolidasi biasanya terdiri dari beberapa siklus

kemoterapi dan menggunakan obat dengan jenis dan dosis yang sama

atau lebih besar dari dosis yang digunakan pada fase induksi.

Dengan pengobatan modern, angka remisi 50-75%, tetapi angka rata-

rata hidup masih 2 tahun dan yang dapat hidup lebih dari 5 tahun

hanya 10%.

c. Kemoterapi pada penderita LLK

Derajat penyakit LLK harus ditetapkan karena menetukan strategi

terapi dan prognosis. Salah satu sistem penderajatan yang dipakai ialah

klasifikasi Rai:

1) Stadium 0 : limfositosis darah tepi dan sumsum tulang

2) Stadium I : limfositosis dan limfadenopati.

3) Stadium II : limfositosis dan splenomegali/ hepatomegali.

Page 10: BAB II

12

4) Stadium III : limfositosis dan anemia (Hb < 11 gr/dl).

5) Stadium IV : limfositosis dan trombositopenia

<100.000/mm3dengan/tanpa gejala pembesaran hati, limpa,

kelenjar.

Terapi untuk LLK jarang mencapai kesembuhan karena tujuan

terapi bersifat konvensional, terutama untuk mengendalikan gejala.

Pengobatan tidak diberikan kepada penderita tanpa gejala karena tidak

memperpanjang hidup. Pada stadium I atau II, pengamatan atau

kemoterapi adalah pengobatan biasa. Pada stadium III atau IV

diberikan kemoterapi intensif.

Angka ketahanan hidup rata-rata adalah sekitar 6 tahun dan 25%

pasien dapat hidup lebih dari 10 tahun. Pasien dengan sradium 0 atau 1

dapat bertahan hidup rata-rata 10 tahun. Sedangkan pada pasien

dengan stadium III atau IV rata-rata dapat bertahan hidup kurang dari

2 tahun.

d. Kemoterapi pada penderita LGK/LMK

1) Fase Kronik

Busulfan dan hidroksiurea merupakan obat pilihan yag mampu

menahan pasien bebas dari gejala untuk jangka waktu yang lama.

Regimen dengan bermacam obat yang intensif merupakan terapi

pilihan fase kronis LMK yang tidak diarahkan pada tindakan

transplantasi sumsum tulang.

2) Fase Akselerasi,

Sama dengan terapi leukemia akut, tetapi respons sangat rendah.

2. Radioterapi

Radioterapi menggunakan sinar berenergi tinggi untuk membunuh sel-

sel leukemia. Sinar berenergi tinggi ini ditujukan terhadap limpa atau

bagian lain dalam tubuh tempat menumpuknya sel leukemia. Energi ini

bisa menjadi gelombang atau partikel seperti proton, elektron, x-ray dan

sinar gamma. Pengobatan dengan cara ini dapat diberikan jika terdapat

Page 11: BAB II

13

keluhan pendesakan karena pembengkakan kelenjar getah bening

setempat.

3. Transplantasi Sumsum Tulang

Transplantasi sumsum tulang dilakukan untuk mengganti sumsum

tulang yang rusak dengan sumsum tulang yang sehat. Sumsum tulang

yang rusak dapat disebabkan oleh dosis tinggi kemoterapi atau terapi

radiasi. Selain itu, transplantasi sumsum tulang juga berguna untuk

mengganti sel-sel darah yang rusak karena kanker. Pada penderita LMK,

hasil terbaik (70-80% angka keberhasilan) dicapai jika menjalani

transplantasi dalam waktu 1 tahun setelah terdiagnosis dengan

donor Human Lymphocytic Antigen (HLA) yang sesuai. Pada penderita

LMA transplantasi bisa dilakukan pada penderita yang tidak memberikan

respon terhadap pengobatan dan pada penderita usia muda yang pada

awalnya memberikan respon terhadap pengobatan.

4. Terapi Suportif

Terapi suportif berfungsi untuk mengatasi akibat-akibat yag

ditimbulkan penyakit leukemia dan mengatasi efek samping obat.

Misalnya transfusi darah untuk penderita leukemia dengan keluhan

anemia, transfusi trombosit untuk mengatasi perdarahan dan antibiotik

untuk mengatasi infeksi.

J. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN1. Pengkajian

a. Anamnesa

1) Keluhan Utama

Nyeri tulang sering terjadi, lemah nafsu makan menurun, demam

(jika disertai infeksi)  juga disertai dengan sakit kepala.

2) Riwayat Perawatan Sebelumnya

3) Riwayat kelahiran anak :

a. Prenatal

Page 12: BAB II

14

b. Natal

c. Post natal

4)  Riwayat Tumbuh Kembang

Bagaimana pemberian ASI, adakah ketidaknormalan pada masa

pertumbuhan dan kelainan lain ataupun sering sakit-sakitan.

5)  Riwayat keluarga

Insiden LLA lebih tinggi berasal dari saudara kandung anak-anak

yang terserang terlebih pada kembar monozigot (identik).

b. Pemeriksaan Fisik :

1) Keadaan Umum tampak lemah

Kesadaran composmentis selama belum terjadi komplikasi.

2) Tanda-Tanda Vital

Tekanan darah : 100/70 mmHG

Nadi :100x/mnt

Suhu :39 c

RR : 20x/mnt

3) Pemeriksaan Kepala Leher

4) Rongga mulut : apakah terdapat peradangan (infeksi oleh jamur

atau bakteri), perdarahan gusi

5) Konjungtiva : anemis atau tidak. Terjadi gangguan penglihatan

akibat infiltrasi ke SSP.

6) Pemeriksaan Integumen

Adakah ulserasi ptechie, ekimosis, tekanan turgor menurun jika

terjadi dehidrasi.

7) Pemeriksaan Dada dan Thorax

Inspeksi bentuk thorax, adanya retraksi intercostae.

Auskultasi suara nafas, adakah ronchi (terjadi penumpukan secret

akibat infeksi di paru), bunyi jantung I, II, dan III jika ada

Palpasi denyut apex (Ictus Cordis)

Perkusi untuk menentukan batas jantung dan batas paru.

8) Pemeriksaan Abdomen

Page 13: BAB II

15

Inspeksi bentuk abdomen apakah terjadi pembesaran, terdapat

bayangan vena, auskultasi peristaltic usus, palpasi nyeri tekan bila

ada pembesaran hepar dan limpa.

2. Diagnosea. Risiko infeksi b.d menurunnya system pertahanan tubuh.

b. Risiko injury: perdarahan b.d penurunan jumlah trombosit

c. Gangguan rasa nyaman/nyeri b.d infiltrasi leukosit jaringan sistemik

d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d

proliferative gastrointestinal dan efek toksik kemoterapi

e.  Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan akibat anemia

3. Intervensi

DX/Tujuan INTERVENSI RASIONAL1. Risiko infeksi b.d

menurunnya system pertahanan tubuh.Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, anak tidak akan mengalami gejala gejala infeksiKriteria Hasil:a. Bebas dari

gejala dan tanda-tanda infeksi.

b. Jumlah leukkosit dalam

1. Tempatkan pada ruang isolasi khusus dan batasi pengunjung.

2. Lakukan protap pencucian tangan bagi setiap orang yang kontak dengan klien

3. Monitor vital sign

4. Jaga integritas kulit, luka yang terbuka dan kebersihan kulit dengan pembersih antibakteri.

1. Untuk menjaga klien dari agent patogen yang dapat menyebabkan infeksi.

2. Mencegah infeksi silang

3. Progresive hipertermia sebagai pertanda infeksi atau demam sebagai efek dari pemakaian kemotherapi maupun tranfusi

4. Untuk mencegah infeksi local. (Luka biasanya tidak bernanah akibat

Page 14: BAB II

16

batas normal.

2. Risiko injury:

perdarahan b.d

gangguan

pembekuan darah

Tujuan: Setelah

5. Periksa mukosa mulut dan lakukan oral hygiene.

6. Jaga kebersihan kebersihan anus dan genital.

7. Berikan asupan makanan yang adekuat yang mengandung cairan serta protein tinggi.

8. Lakukan tindakan kolaborasi:c. Blood test count :  WBC dan

Neutrofil.

b. Lakukan kulture

c.Pemberian antibiotik sesuai order.

d. Review serial X-Ray

1. Lakukan tindakan yang lembut

untuk mencegah perlukaan seperti

menggunakan sikat gigi yang

lembut, kapas swab, lakukan tepid

sponge, gunakan alat cukur

rendahnya kadar granulosit).

5. Jaringan mukosa mulut merupakan  medium bagi perkembangan bakteri.

6. Untuk mencegah terjadinya infeksi anal maupun genital.

7. Untuk konservasi energi bagi perkembangan sel-sel klien dan mempertahankan daya tahan tubuh klien.

a.Penurunan WBC merupakan kesimpulan dari proses penyakit dan  efek samping dari pengobatan kemoterapi.

b. Untuk mengetahui sensitivitas kuman. c.Untuk mencegah infeksi

d. Indikator dari perkembangan kondisi klien.

1. Penekanan bone narrow

dan produksi platelet

yang rendah beresiko

menimbulkan 

perdarahan yang tak

Page 15: BAB II

17

dilakukan tindakan

keperawatan 3x24

jam, tidak terjadi

perdarahan pada

anak.

Kriteria hasil:

a. Tidak ada

hematuria dan

hematemesis.

b. Tekanan darah

anak dalam

batas normal

sistol dan

diastole (80-

100/60 mmHg)

c. Hemoglobin

dan hematokrit

anak dalam

batas normal.

(Hb: 10-16

gr/dL; Ht: 33-

38%)

d. Anak bebas

dari

agen/penyebab

luka.

3. Gangguan rasa nyaman/nyeri b.d infiltrasi leukosit

elektrik.

2. Laporkan setiap tanda-tanda terjadi

perdarahan (tekanan darah

menurun, denyut nadi cepat, pucat,

diaphoresis, meningkatnya

kecemasan)

3. Evaluasi kulit dan membrane

mukosa setiap hari

4. Kolaborasi:

d. Lakukan pemasangan IV

line/injeksi dengan jarum yang

kecil.

e. Monitor laboratorium Platelet,

Hb/Ct, cloting.

1. Kaji keluhan nyeri dengan skala

nyeri (0 – 10)

terkontrol.

Jaringan yang lemah, dan

mekanisme pembekuan

yang abnormal sering

menjadi penyebab

perdarahan  tak

terkontrol.

2. Perubahan TTV mungkin

merupakan indikasi

adanya perdarahan.

3. Kulit dan mulut rawan

terjadi perdarahan

sehingga perlu dimonitor

4. a. Mengurangi resiko

timbulnya luka yang

besar.

b. Jika platelet count <

20000/mm. Penurunan

Hb/Hct  dapat

menimbulkan

perdarahan.

1. Untuk mempermudah

Page 16: BAB II

18

jaringan sistemik.Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, gangguan rasa nyaman/nyeri anak hilang.Kriteria hasil:a. skala nyeri

berkurang/tidak ada.

b. Tanda-tanda vital anak dalam batas normal.

c. Anak dapat tidur sesuai kebutuhan tidurnya.

d. Anak tidak rewel/stress.

2. Monitor vital sign dan kaji ekpresi

nonverbal.

3. Jaga lingkungan agar tetap tenang

4. Kurangi stimulasi yang

meningkatkan stress.

5. Letakkan pada posisi nyaman

6. Lakukan perubahan posisi secara

periodic

7. Kolaborasi:

a.Cek  Kadar asam urat

b.Pemberian analgetik

8. Kaji kelemahan tubuh klien dan ajak anak berpartisipasi untuk bermain.

9. Berikan kesempatan istirahat dan tidur yang cukup

intervensi dan observasi

terhadap nyeri.

2. Mengetahui efektivitas

tindakan terhadap nyeri.

3. Meningkatkan

kesempatan istirahat dan

memperbaiki koping

mekanisme.

4. Mengurangi resiko

timbulnya stress

5. Mencegah rasa tidak

nyaman pada persendian

6. Meningkatkan sirkulasi jaringan dan mobilitas sendi.

7.a.Mengkaji efek dari leukemia terutama pada fase pengobatan, sehingga perlu dianalisa perlu tidaknya bantuan.

b. Mengurangi nyeri.

8. Untuk mengetahui kemampuan kontrol klien terhadap nyeri

9. Mengurangi rasa cemas

Page 17: BAB II

19

4. Ketidakseimbangan

nutrisi kurang dari

kebutuhan tubuh b.d

proliferative

gastrointestinal dan

efek toksik

kemoterapi.

Tujuan: Setelah

dilakukan tindakan

keperawatan selama

3x24 jam, tidak

terjadi

ketidakseimbangan

nutrisi pada anak.

Kriteria hasil:

a. Anak

menghabiskan

porsi makan

yang diberikan.

b. Tidak ada tanda-

tanda

malnutrisi(BB

normal,

konjunctiva

tidak anemis)

10. Berikan makanan selingan yang cukup selama kemotherapi

1. Menginstruksikan pada anak untuk

tetap rileks pada saat makan

2. Ijinkan anak untuk memakan

makanan yang dapat ditoleransi

anak, rencanakan untuk

memperbaiki kualitas gizi pada

saat selera makan

3. Berikan makanan yang disertai

dengan suplemen nutrisi untuk

meningkatkan kualitas intake

nutrisi

4. Ijinkan anak untuk terlibat dalam

persiapan dan pemilihan makanan

10. Memberi energy dan mengalihkan focus klien selama proses kemotherapi.

1. Untuk mengoptimalkan

agar anak mau makan.

2. Untuk membuat anak

berselera makan, sesuai

dengan kebutuhan gizi

nya.

3. Memberi tambahan

nutrisi bagi anak.

4. Supaya anak lebih

tertarik untuk

mnghabiskan makanan

yang diberikan.

Page 18: BAB II

20

5. Intoleransi

aktivitas

berhubungan

dengan kelemahan

akibat anemia.

Tujuan: Setelah

dilakukan

tindakan

keperawatan

selama 3x24 jam,

terjadi

peningkatan

toleransi aktivitas

pada anak.

Kriteria hasil:

a. Anak bisa

berpatisipasi

aktif dalam

melakukan

aktivitas fisik

sesuai dengan

umurnya.

b. Tanda-tanda

vital (Tensi,

nadi, suhu)

dalma batas

normal.

1. Evaluasi laporan kelemahan, perhatikan ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam aktifitas sehari-hari

2. Berikan bantuan dalam aktifitas sehari-hari dan ambulasi

3. Kaji kemampuan untuk

berpartisipasi pada aktifitas yang

diinginkan atau dibutuhkan

1. Menentukan derajat dan efek ketidakmampuan.

2. Memaksimalkan sediaan energi untuk tugas perawatan diri

3. Mengidentifikasi kebutuhan individual dan membantu pemilihan intervensi

Page 19: BAB II

21

4. Evaluasi a. Anak tidak akan mengalami gejala gejala infeksi

b. Tidak terjadi perdarahan pada anak.

c. Gangguan rasa nyaman/nyeri anak hilang.

d. Tidak terjadi ketidakseimbangan nutrisi pada anak.

e. Terjadi peningkatan toleransi aktivitas pada anak.