bab ii
DESCRIPTION
BAB IITRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Penyakit Hipertensi
1. Definisi Hipertensi
Hipertensi adalah kondisi dimana jika tekanan darah systole 140 mmHg
atau lebih tinggi dan tekanan darah diastole 90 mmHg atau lebih tinggi.
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah suatu peningkatan abnormal
tekanan darah dalam pembuluh darah arteri secara terus menerus lebih dari
suatu periode. Hal ini terjadi bila arteriol-arteriol kontriksi. Kontriksi arteriol
membuat darah sulit mengalir dan meningkatkan tekanan melawan dinding
arteri. Hipertensi menambah beban jantung dan arteri yang bila berlanjut dapat
menimbulkan kerusakan jantung dan pembuluh darah.
Hipertensi juga didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik 140
mmHg dan atau tekanan darah diastolic 90 mmHg yang terjadi pada
seseorang klien pada tiga kejadian terpisah (Ignatavicius, 1994). Menurut
WHO, batasan tekanan darah yang masih dianggap normal adalah 140/90
mmHg, sedangkan tekanan darah 160/95 mmHg dinyatakan sebagai
hipertensi. Tekanan darah di antara normotensi dan hipertensi disebut
boraerline hypertention (Garis Batas Hipertensi). Batasan WHO tersebut tidak
membedakan usia dan jenis kelamin (Ns. Wajan Juni Udjianti, S.Kep., ETN ,
2010 : 107)
Hipertensi merupakan keadaan ketika tekanan darah sistolik lebih dari
120 mmHg dan tekanan diastolic lebih dari 80 mmHg. Hipertensi sering
menyebabkan perubah an pada pembuluh darah yang dapat mengakhibatkan
semakin tingginya tekanan darah. Tekanan darah merupakan salah satu
parameter hemodinamika yang sederhana dan mudah dilakukan
pengukurannya. Tekanan darah menggambarkan situasi hemodinamika
seseorang saat itu. Hemodinamika adalah suatu keadaan dimana tekanan darah
dapat mempertahankan perfusi atau pertukaran zat di jaringan tubuh (Afif
Muttaqin, 2009 : 112)
2. Klasifikasi Hipertensi
Secara garis besar, hipertensi dapat diklasifikasikan berdasarkan etiologi
yaitu dengan penyebab yang tidak diketahui (hipertensi
esensial/primer/idiopatik) atau diketahui (hipertensi sekunder).
1. Hipertensi Esensial atau Hipertensi Primer
Hipertensi esensial/primer/idiopatik adalah hipertensi tanpa
kelainan dasar patologi yang jelas. Lebih dari 90% kasusu merupakan
hipertensi esensial. Penyebanya multifactor meliputi factor genetik dan
lingkungan. Beberapa factor diduga berkaitan dengan kemungkinan
hipertensi esensial seperti beikut ini.
a. Genetik : individu yang mempunyai riwayat keluarga dengan
hipertensi, berisiko tinggi untuk mendapatkan penyakit ini
b. Jenis kelamin dan usia : laki-laki berusia 35-50 tahun dan wanita
pasca-menopause berisiko tinggi untuk mengalami hipertensi
c. Diet : konsumsi diet tinggi garam atau lemak secara langsung
berhubungan dengan berkembangnya hipertensi
d. Berat badan : obesitas (>25% diatas BB ideal) dikaitkan dengan
berkembangnya hipertensi
e. Gaya hidup : merokok dan konsumsi alcohol dapat meningkatkan
tekanan darah bila gaya hidup ,menetap
2. Hipertensi sekunder
Merupakan 10% dari seluruh kasus hipertensi adalah hipertensi
sekunder, yang didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah karena
suatu kondisi fisik yang ada sebelumnya seperti peyakit ginjal atau
gangguan tiroid. Factor pencetus munculnya hipertensi sekunder antara
lain : penggunaan kontrasepsi oral, coarctation aorta, neurogenik (tumor
otak, ensefalitis, gangguan psikiatri), kehamilan, peningkatan volume
intravaskuler dan stress.
Tabel 2.1 Klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa menurut JNC VII
Klasifikasi TD Tekanan darah sistolik
(mmHg)
Tekanan darah diastolic
(mmHg)
Optimal <120 <80
Normal <130-139 80-89
Hipertensi stadium I 140-159 90-99
Hipertensi stadium II 160-179 100-109
Hipertensi stadium III >180 >110
Tabel 2.2 Klasifikasi hipertensi berdasarkan level tekanan darah
Tekanan darah sistolik dan diastolic blood
pressure (SBP dan DBP)
Normotensi <140 SBP dan >90 DBP
Hipertensi ringan 140-180 SBP atau 90-105 DBP
Subgroup : garis batas 140-160 SBP atau 90-105 DBP
Subgroup : garis batas 140-160 SBP dan <90 DBP
Hipertensi sedang dan berat >180 SBP atau >105 DBP
Hipertensi sistolik terisolasi >140 SBP dan <90 DBP
3. Etiologi Hipertensi
Etiologi yang pasti dari hipertensi esensial belum diketahui. Namun,
sejumlah interksi beberapa energy homeostatic saling terkait. Etiologi
hipertensi sekunder pada umumnya diketahui. Berikut ini beberapa kondisi
yang menjadi penyebab terjadinnya hipertensi sekunder.
a. Penggunaan kontrasepsi hormonal (estrogen)
Oral kontrasepsi yang berisi estrogen dapat menyebabkan hipertensi
melalui mekanisme Renin-aldosteron-mediated volume expansion.
Dengan penghentian oral kontrasepsi, tekanan darah normal kembali
setelah beberapa bulan.
b. Penyakit perenkim dan vaskuler ginjal
Merupakan penyebab utama hipertensi sekunder. Hipertensi renovaskuler
berhubungan dengan penyempitan satu atau lebih arteri besar yang secara
langsung membawa darah ke ginjal. Sekitar 90% lesi arteri renal pada
klien dengan hipertensi disebabkan oleh aterosklerosis atau fibrus
dysplasia (pertumbuhan abnormal jaringan fibrus). Penyakit parenkim
ginjal terkait dengan infeksi, inflamasi, dan perubahan struktur, serta
fungsi ginjal.
c. Gangguan endokrin
Disfungsi medulla adrenal atau korteks adrenal dapat menyebabkan
hipertensi sekunder. Adrenal-mediated hypertension disebabkan
kelebihan primer aldosteron. Kortisol dan katekolamin. Pada
aldosteronisme primer, kelebihan aldosteron menyebabkan hipertensi dan
hipokalemia. Aldosteronisme primer biasanya timbul dari benign
adenoma korteks adrenal. Pheochomocytomas pada medula adrenal yang
paling umum dan meningkatkan sekresi katekolamin yang berlebihan.
Pada Sindrom Chusing, kelebihan glukokortikoid yang disekresi dari
korteks adrenal Sindrom Chusing’s mungkin disebabkan oleh hyperplasia
adrenokortikal atau adenoma adrenokortikal.
d. Coartation aorta
Merupakan penyempitan aorta konginetal yang mungkin terjadi beberpa
tingkat pada aorta torasik atau aorta abdominal. Penyempitan
menghambat aliran darah melalui lengkung aorta dan mengakhibatkan
peningkatan tekanan darah di atas area kontriksi.
e. Neurogenik : tumor otak, encephalitis dan gangguan psikiatri
f. Kehamilan
g. Peningkatan volume intravaskuler
h. Merokok
Nikotin dalam rokok merangsang pelepasan katekolamin. Peningkatan
katekolamin menyebabkan iritabilitas miokardial, peningkatan denyut
jantung dan menyebabkan vassokontriksi, yang mana pada akhirnya
meningkatkan tekanan darah.
4. Patofisiologi
Pengaturan tekanan arteri meliputi control sistem pernafasan yang
kompleks dan hormonal yang saling berhubungan satu sama lain dalam
memengaruhi curah jantung dan tahanan vaskuler perifer. Hal ini yang ikut
dalam pengaturan tekanan darah adalah refleks baroreseptor dengan mekanisme
berikut ini.
Curah jantung ditentukan oleh volume sekuncup dan frekuensi jantung.
Tahanan perifer ditentukan oleh diameter arteriol. Bila diameternya menurun
(vasokontriksi), tahanan perifer meningkat; bila diameternya meningkat
(vasodilatasi), tahanan perifer akan menurun.
Pengaturan primer tekanan arteri dipengaruhi oleh baroreseptor pada
sinus karotikus dan arkus aorta yang akan menyampaikan implus ke pusat saraf
simpatis di medulla. Implus tersebut akan menghambat stimulasi sistem saraf
simpatis. Bila tekanan arteri meningkat, maka ujung-ujung baroreseptor akan
terengang. Sehingga bangkit dan menghambat pusat sistematis. Hal ini akan
menurunkan tegangan pusat simpatis, akibatnya frekuensi jantung akan
menurun, arteriol mengalami dilatasi, dan tekanan arteri kembali ke level awal.
Hal yang sebalinya trejadi bila ada penurunan tekanan arteri. Baroreseptor
mengontrol perubahan tekanan darah untuk sementara.
Rennin diproduksi oleh ginjal ketika aliran darah ke ginjal menurun, akibatnya
terbentuklah angiotensin I yang akan berubah menjadi angiotensin II.
Angiotensin II meningkat tekanan darah dengan mengakhibatkan kontraksi
langsung pada arteriol. Secara tidak lansung juga merangsang pelepasan
aldosteron, yang mengakhibatkan retensi natrium dan air dalam ginjal. Respons
tersebut meningkatkan volume cairan ekstraseluler, yang pada gilirannya
meningkatkan aliran darah yang kembali ke jantung, sehingga meningkatkan
volume sekuncup dan curah jantung. Ginjal juga mempunyai mekanisme
intrinsic untuk meningkatkan retensi natrium dan cairan.
Bila terdapat gangguan menetap yang menyebabkan kontriksi arteriol,
tahanan perifer total dan tekanan arteri rerata meningkat. Dalam menghadapi
gangguan menetap, curah jantung harus ditingkatkan untuk mempertahankan
keseimbangan sistem. Hal tersebut diperlukan untuk mengatasi tahanan,
sehingga pemberian oksigen dna nutrien ke sel dan pembuangan produk
sampah sel tetap terpelihara. Untuk meningkatkan curah jantung, sistem saraf
simpatis akan merangsang jantung untuk berdenyut lebih cepat; juga
meningkatkan volume sekuncup dengan cara membuat vasokontriksi selektif
pada organ perifer, sehingga darah yang kembali ke jantung lebih banyak.
Dengan adanya hipertensi kroni, baroreseptor akan terpasang dengan level yang
lebih tinggi, dan akan merespon meskipun level yang baru tersebut sebenarnya
normal.
Pada mulanya, mekanisme tersebut bersifat kompensasi. Namun, proses
adaptif tersebut membuka jalan dengan memberikan pembebanan pada jantung.
Pada saat yang sama, terjadilah perubahan degenerative pada arteriol yang
menanggung tekanan tinggi terus-menerus. Perubahan tersebut terjadi dalam
organ seluruh tubuh, termasuk jantung, mungkin berkurangnya pasokan darah
ke miokardium. Untik memompa darah, jantung harus bekerja keras untuk
mengatasi tekanan balik muara aorta.
Akibat beban kerja ini, otot ventrikel kiri mengalami hipertrofi atau
membesar. Terjadilah dilatasi dan pembesaran jantung. Kedua perubahan
structural tersebut bersifat adaptif; keduanya meningkatkan volume sekuncup
jantun. Pada saat istirahat, respons kompensassi tersebut mungkin memadai,
namun dalam keadaan pembebanan, jantung tidak mampu memenuhi
kebutuhan tubuh; orang tersebut menjadi cepat lelah dan nafas pendek.
Gangguan awal yang menyebabkan kenaikan tahanan perifer biasanya
tidak diketahui, seperti pada kasus hipertensi primer atau esensial, meskipun
ada beberapa agen yang diduga sebagai penyebab. Mekanisme patologi yang
terjadi adalah hipoksia karena kegagalan sistem transportasi darah. Pada tahap
berikutnya, saturasi oksigen darah juga menurun akibat odema paru.
Hipertensi merupakan suatu kelainan yang ditandai dengan peningkatan
tahanan perifer. Hal ini menyebabkan penambahan beban jantung(afterload)
sehingga terjadi hipertrofi ventrikel kiri sebagai proses kompensasi adaptasi.
Hipertrofi vemtrikel kiri ialah suatu keadaan yang mengakibatkan penebalan
dinding dan penambahan masa ventrikel kiri. Selain pertumbuhan miosit
dijumpai juga penambahan struktur kolagen berupa fibrosis pada jaringan
intertestial dan perivaskuler fibrosis reaktif koroner intramiokardial.
5. Manifestasi Klinis
Sebagian manifestasi klinis timbul setelah penderita mengalami hipertensi
selama bertahun-tahun. Gejalanya berupa :
1. nyeri kepala saat terjaga, terkadang disertai mual dan muntah akibat
peningkatan tekanan darah intrakranium;
2. penglihatan kabur karena terjadi kerusakan pada retina sebagai dampak
dari hipertensi;
3. ayunan langkah yang tidak mantap karena terjadi kerusakan susunan saraf
pusat;
4. nokturia (sering berkemih di malam hari) karena adanya peningkatan
aliran darah ginjal dan filtrasi glomelurus; dan
5. edema dependent dan pembengkakan akibat peningkatan tekanan kapiler.
Pada kasus hipertensi berat, gejala yang dialami pasien antara lain sakit
kepala (rasa berat ditengkuk), palpitasi, kelelahah, nausea, muntah-muntah,
kegugupan, keringat berlebihan, tremor otot, nyeri dada, epitaksis, pandangan
kabur atau ganda, tinnitus (telinga mendenging), serta kesulitan tidur.
6. Penatalaksanaan
Pengelolaan hipertensi bertujuan untuk mencegah, morbiditas dan mortalitas
akibat komplikasi kardiovaskuler yang berhubungan dengan pencapaian dan
pemeliharaan tekanan darah dibawah 140/90 mmHg.
a. Terapi tanpa obat
Terapi tanpa obat digunakan sebagai tindakan untuk hipertensi ringan dan
sebagian tindakan suportif pada hipertensi sedang dan berat. Terapi tanpa
obat ini meliputi :
1) Diet
Diet yang dianjurkan untuk penderita hipertensi adalah :
a) Restriksi garam secara moderat dari 10 gr/hari menjadi 5 gr/hari
b) Diet rendah kolestrol dan rendah asam lemak jenuh
c) Penurunan berat badan
d) Menghentikan merokok
e) Diet tinggi kalium
2) Latihan fisik
Latihan fisik atau olahraga tang teratur dan terarah yang dianjurkan
untuk penderita hipertensi adalah olahraga yang mempunyai empat
prinsip yaitu :
a) Macam olahraga seperti jogging, senam, lari, bersepedah
b) Intensitas olahraga yang baik antara 60-80 % dari kapasitas
aerobic atau 72-87% dari denyut nadi maksimal yaitu zona
latihan.
c) Lamanya latihan berkisar antara 20-25 menit berada dalam zona
latihan
d) Frekuensi latihan sebaiknya 3 X perminggu dan paling baik
sampai dengan 5 X perminggu
b. Terapi dengan obat
Tujuan pengobatan hipertensi tidak hanya menurunkan tekanan darah saja
tetapi juga mengurangi dan mencegah komplikasi akibat hipertensi agar
penderita dapat bertambah kuat. Pengobatan hipertensi umumnya dilakukan
seumur hidup penderita. Pengobatan standart yang dianjurkan oleh Komite
Dokter Ahli Hipertensi (Joint National Committee on Detection, Evaluation
and Treatment of High Blood Pressure, USA, 1988) menyimpulkan bahwa
obat diuretika, penyekat beta, antagonis kalsium, atau penghambat ACE dapat
digunakan sebagai obat tinggal pertama dengan memperhatikan keadaan
penderita dan penyakit lain yang ada pada penderita.
B. Konsep Lansia
1. Definisi Lansia
Lansia adalah periode dimana organisme telah mencapai kemasakan dalam
ukuran dan fungsi dan juga telah menunjukkan kemunduran. Menurut Badan
kesehatan dunia (WHO) menetapkan 65 tahun sebagai usia yang menunjukkan
proses menua yang berlangsung secara nyata dan seseorang telah disebut lanjut
usia.
Menurut pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU No.13 Tahun 1998 tentang Kesehatan
dikatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari
60 tahun.
Menurut Bab I Pasal 1 ayat (2) UU No.13 Tahun 1998 tentang
Kesejahteraan Usia Lanjut, lansia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun.
2. Batasan-batasan Lansia
Usia yang dijadikan patokan untuk lanjut usia berbeda-beda, umumnya
berkisar antara 60-65 tahun. Beberapa pendapat para ahli tentang batasan usia
lanjut adalah sebagai berikut :
a. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), ada 4 tahapan yaitu :
1) Usia pertengahan (Middle Age) : Usia 45-59 tahun
2) Lanjut usia (Elderly) : Usia 60-74 tahun
3) Lanjut usia tua (Old) : Usia 75-90 tahun
4) Usia sangat tua (Very old) : Usia >90 tahun
b. Menurut Burnsie (1979), ada 4 tahap usia lanjut yaitu :
1) Young old : Usia 60-69 tahun
2) Middle age old: Usia 70-79 tahun
3) Old-old : Usia 80-89 tahun
4) Very old-old : Usia >90 tahun
c. Menurut Setyonegoro (1984), menggolongkan bahwa yang disebut usia
lanjut (Geriatric age) adalah orang yang berusia lebih dari 65 tahun.
Selanjutnya terbagi ke dalam usia :
1) Young old : Usia 70-75 tahun
2) Old : Usia 75-80 tahun
3) Very old : Usia >80 tahun
3. Proses Penuaan
a. Definisi proses penuaan
R.Siti Maryam (2012) menyitir pernyataan Constantinides (1994) bahwa
penuaan atau proses terjadinya tua adalah suatu proses menghilangnya
secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki
diri/mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat
bertahan terhadap infeksi serta memperbaiki kerusakan yang diderita.
b. Teori-teori proses penuaan
Ada beberapa teori yang berkaitan dengan proses penuaan, yaitu teori
biologi dan teori psikososial.
1) Teori Biologi
a) Teori genetik dan mutasi
Menurut teori genetik dan mutasi, menua terprogram secara genetic
untuk spesies-spesies tertentu. Menua terjadi sebagai akibat dari
perubahan biokimia yang di program oleh molekul-molekul DNA
dan setiap sel pada saatnya akan mengalami mutasi, sebagai contoh
yang khas adalah mutasi dari sel-sel kelamin (terjadi penurunan
kemampuan fungsi sel).
b) Teori Imunologi (Immunology slow theory)
Menurut Immunology slow theory, sistem imun menjadi efektif
dengan bertambahnya usia dan masuknya virus ke dalam tubuh yang
dapat menyebabkan kerusakan organ tubuh.
c) Teori stress
Teori stress mengungkapkan menua terjadi akibat hilangnya sel-sel
yang biasa digunakan tubuh. Regenerasi jaringan tidak dapat
mempertahankan kestabilan lingkungan internal, kelebihan usaha,
dan stress yang menyebabkan sel-sel tubuh lelah terpakai.
d) Teori radikal bebas
Radikal bebas dapat terbentuk di alam bebas, tidak stabilnya radikal
bebas (kelompok atom) mengakibatkan oksiadasi oksigen bahan-
bahan organik seperti karbohidrat dan protein. Radikal ini
menyebabkan sel-sel tidak dapat melakukan regenerasi.
e) Teori rantai silang
Pada teori rantai silang diungkapkan bahwa reaksi kimia sel-sel yang
tua menyebabkan ikatan yang kuat, khususnya jaringan kolagen.
ikatan ini menyebabkan kurangnya elastisitas, kekacauan, dan
hilangnya fungsi sel.
2) Teori Psikososial
a) Teori Menarik diri
Teori ini merupakan teori sosial tentang penuaan yang paling awal
dan pertama kali diperkenalkan oleh Gumming dan Henry (1961).
Teori ini menyatakan bahwa masyarakat dan individu selalu berusaha
untuk mempertahankan diri mereka dalam keseimbangan dan
berusaha untuk menghindari gangguan. Oleh karena itu lansia
mempersiapkan pelepasan terakhir yaitu kematian dengan pelepasan
mutual dan pelepasan yang dapat diterima masyarakat. Pelepasan ini
meliputi pelepasan peran sosial dan aktivitas sosial. Menurut teori ini
seorang lansia dinyatakan mengalami proses penuaan yang berhasil
apabila ia menarik diri dari kegiatan terdahulu dan dapat memusatkan
diri pada persoalan pribadi serta mempersiapkan diri dalam
menghadapi kematian.
b) Teori Aktivitas
Teori aktivitas dikembangkan oleh Palmore (1965) dan Lemon et al.
(1972) yang menyatakan bahwa penuaan yang sukses bergantung
dari bagaimana seseorang lansia merasakan kepuasan dalam
melakukan aktivitas dan mempertahankan aktivitas tersebut. Teori ini
menyatakan bahwa lanjut usia yang sukses adalah mereka yang aktif
dan banyak ikut serta dalam kegiatan sosial.
c) Teori Interaksi sosial
Teori ini menjelaskan mengapa lansia bertindak pada suatu situasi
tertentu, yaitu atas dasar hal-hal yang dihargai masyarakat. Simmons
(1945), mengemukakan bahwa kemampuan lansia untuk terus
menjalin interaksi sosial merupakan kunci untuk mempertahankan
status sosialnya atas dasar kemampuannya bersosialisasi. Mauss
(1954), Homans (1961), dan Blau (1964) mengemukakan bahwa
interaksi sosial terjadi berdasarkan atas hukum pertukaran barang dan
jasa.
d) Teori kepribadian berlanjut
Teori ini menyatakan bahwa perubahan yang terjadi pada seorang
lanjut usia sangat dipengaruhi oleh tipe personalitas yang
dimilikinya. Teori ini mengemukakan adanya kesinambungan dalam
siklus kehidupan lanjut usia. Pengalaman seseorang pada suatu saat
merupakan gambarannya kelak pada saat ia menjadi lansia. Hal ini
dapat dilihat dari gaya hidup, perilaku, dan harapan seseorang
ternyata tidak berubah walaupun ia telah lanjut usia.
e) Teori perkembangan
Teori perkembangan menjelaskan bagaimana proses menjadi tua
merupakan suatu tantangan dan bagaimana jawaban lansia terhadap
bagaimana jawaban lansia terhadap berbagai tantangan tersebut yang
dapat bernilai positif maupun negatif. Akan tetapi teori ini tidak
menggariskan bagaimana cara menjadi tua yang diinginkan atau yang
seharusnya diterapkan oleh lansia tersebut.
c. Perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia
Perubahan yang terjadi pada lansia meliputi perubahan fisik, social, dan
psikologis.
1) Perubahan fisik
Tabel 2.3 Perubahan Fisik lansia
Sel Jumlah berkurang, ukuran membesar, cairan tubuh menurun dan cairan intraseluler menurun.
Kardiovaskuler Katub jantung menebal dan kaku, kemampuan memompa darah menurun (menurunnya kontraksi dan volume), elastisitas pembuluh darah menurun, dan meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer sehingga tekanan darah meningkat.
Respirasi Otot-otot pernapasan kekuatannya menurun dan kaku, elastisitas paru menurun, kapasitas residu meningkat sehingga menarik napas lebih berat, alveoli melebar dan jumlahnya menurun, kemampuan batuk menurun, berkurangnya efektivitas fungsi silia, serta terjadi penyempitan pada bronkus.
Persarafan a. Sistem saraf pusatBerkurangnya sedikit massa otak, berkurangnya aliran
darah otak dan terganggunya autoregulasi perfusi, berkurangnya densitas koneksi dendrit, berkurangnya myelin dan total lipid otak, berubahnya neurotransmitter (termasuk dopamine dan serotonin), melambatnya proses sentral dan waktu reaksi.
b. Sistem saraf perifer
Hilangnya motor neuron spinal, berkurangnya sensai getar (terutama di kaki), berkurangnya sensitivitas termal (panas dan dingin), berkurangnya amplitude aksi potensial saraf sensorik, berkurangnya serat yang termyelinisasi, dan meningkatnya heterogenitas selaput akson myelin
Saraf pancaindera mengecil sehingga fungsinya menurun serta lambat dalam mersepon dan waktu bereaksi khususnya yang berhubungan dengan stress. Berkurang atau hilangnya lapisan akson, sehingga menyebabkan berkurangnya repon motoric dan refleks.
Muskuloskeletal Massa otot berkurang secara bermakna (sarkopenia) karena berkurangnya serat otot, berkurangnya massa tulang baik pada tulang trabecular maupun kortikal, cairan tulang menurun sehingga mudah rapuh (osteroporosis), bungkuk (kifosis), persendian membesar dan menjadi kaku (atrofi otot), kram, termor, tendon mengerut, dan mengalami sklerosis.
Gastrointestinal Jumlah gigi berangsur-angsur berkurang karena tanggal, tonjolan saraf pada lidah berkurang sehingga sensasi rasa pengecapan berkurang, esofagus melebar, asam lambung menurun, rasa lapar menurun, dan peristaltic menurun sehingga daya absorbsi juga ikut menurun. Ukuran lambung mengecil serta fungsi organ aksesori menurun sehingga menyebabkan berkurangnya produksi hormone dan enzim pencernaan.
Genitourinaria Ginjal mengecil, aliran darah ke ginjal menurun, penyaringan di glomerulus menurun, dan fungsi tubulus menurun sehingga kemampuan mengonsentrasi urin menurun. Otot-otot vesika urinaria melemah, kapasitasnya menurun dan terjadi retensi urin. Prostat mengalami hipertropi pada 75% lansia. Selaput lendir vagina mengering dan sekresi lendir vagina menurun.
Pendengaran Membran timpani atrofi sehingga terjadi gangguan pendengaran. Tulang-tulang pendengaran mengalami kekakuan.
Penglihatan Respon terhadap sinar menurun, adaptasi terhadap gelap menurun, akomodasi menurun, lapang pandang menurun, pengeruhan pada lensa mata (katarak), ketidakmampuan untuk fokus pada benda-benda jaraj dekat (presbyopia), berkurangnya sensitivitas terhadap kontras, dan berkurangnya lakrimasi.
Endokrin Toleransi glukosa terganggu, penurunan testosterone bebas
maupun bioavailable, penurunan hormone T3, peningkatan hormone paratiroid (PTH), penurunan produksi vitamin pada kulit, ovarian failure disertai menurunnya hormone ovarium, dan peningkatan kadar homosistein serum.
Integumen Kulit keriput, Elastisitas kulit menurun, Vaskularisasi menurun, kelenjar keringat menurun, kulit kepala dan rambut menipis, rambut dalam hidung dan telinga menebal, rambut memutih (beruban), tak jarang terjadi kebotakan (alopesia), kuku keras dan rapuh, kuku kaki tumbuh berlebihan seperti tanduk.
Sistem imun Berkurangnya imunitas yang dimediasi sel, rendahnya afinitas produksi antibody, meningkatnya autoantibodi, berkurangnya hipersensitivitas tipe lambat, terganggunya fungsi makrofag, atrofi timus dan hilangnya hormone timus, berkurangnya produksi sel B oleh sumsum tulang.
Fungsi kognitif Kemampuan meningkatkan fungsi intelektual berkurang, berkurangnya efisiensi transmisi saraf di otak, menyebabkan proses informasi melambat dan banyak informasi hilang selama transmisi, berkurangnya kemampuan mengakumulasi informasi baru dan mengambil informasi dari memori, dan kemampuan mengingat kejadian masa lalu lebih baik dibandingkan kemampuan mengingat kejadian yang baru saja terjadi.
2) Perubahan sosial
a) Peran : Post power syndrome, single women, dan single
parent.
b) Keluarga : Kesendirian dan kehampaan.
c) Teman : Ketika lansia lainnya meninggal, maka muncul
perasaan akan meninggal. Berada di rumah
terus menerus akan cepat pikun atau tidak
berkembang.
d) Abuse : Kekerasan berbentuk verbal (dibentak) dan
nonverbal (dicubit, tidak diberi makan).
e) Masalah hukum : Berkaitan dengan perlindungan asset dan
kekayaan pribadi yang dikumpulkan sejak
masih muda.
f) Ekonomi : Kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan bagi
lansia dan income security.
g) Transportasi : Kebutuhan akan sistem transportasi yang cocok
bagi lansia.
h) Politik : Kesempatan yang sama untuk terlibat dalam
memberikan masukan dalam system politik
yang berlaku.
i) Pendidikan : Berkaitan dengan pengentasan buta huruf dan
kesempatan untuk tetap belajar sesuai dengan
hak asasi manusia.
j) Panti jompo : Merasa dibuang, diasingkan.
3) Perubahan psikologis
Perubahan psikologis pada lansia meliputi short term memory,
frustasi, kesepian, takut kehilangan kebebasan, takut menghadapi
kematian, perubahan keinginan, depresi dan kecemasan.
C. Konsep Juice Mentimun
1. Deskripsi
Buah mentimun (Cucumis Sativus) sangat dekat dengan melon dan labu.
Buah ini dihasilkan di semua negara dan selalu tersedia di sepanjang tahun.
Selama musim dingin persediaan di California, Florida dan Texas
didatangkan dari Meksiko dan kepulauan di India Barat.
Ada banyak jenis mentimun, tetapi secara garis besar dapat dibagi dalam
tiga kelompok; mentimun kebun yang berkulit halus; timun kecil untuk acar;
dan timun Eropa tanpa biji.
Mentimun yang paling enak, tetapi tidak terlalu bagus bentuknya, adalah
timun untuk acar (disebut Kirbi). Kirbi berwarna hijau pucat dan putih.
Ukurannya sangat kecil semakin bagus. Bentuk tidak terlalu simetris dan
kulitnya pun berbintik bintik. Akan tetapi dalam hal ini wujud luar seringkali
berbeda rasanya. Kirbi biasanya digunakan untuk membuat acar seperti yang
sering anda lihat di pasar swalayan.
Jenis timun acar yang paling kecil disebut gherkin. Jika dimakan
mentahan rasanya sangat jelas, tetapi timun jenis ini jarang dapat dijumpai di
pasar swalayan. Sebab para pabrik pemroses telah membelinya dalam
jumlah berton-ton dan membeli dari penanamannya dengan harga tinggi.
Jika anda memilih mentimun, maka semakin gelap (kecuali untuk jenis
Kirbi) maka akan semakin baik. Warna kuning menunjukkan umurnya yang
sudah tua dan bijinya sudah mengeras. Ukuran kecil dan ramping lebih
disukai daripada yang besar dan gemuk. Hindari mentimun yang gembung,
lembek layu ataupun kisut (timun yang lembek kadang-kadang terasa tidak
enak). Mentimun dapat disimpan di lemari pendingin selama lebih dari
seminggu, tetapi lebih baik segera dikonsumsi segera setelah dibeli.
2. Kandungan Kimia
Kandungan kimia : Biji: minyak lemak, kareton. Daun : kukurbitasin C,
stigmastereol. Buah juga mengandung sedikit saponin, enzyme pencernaan,
glutathione, protein, lemak, karbohidrat, vitamin B dan C.
D. Konsep Asuhan Keperawatan Lansia dengan Hipertensi
Pengkajian
a Anamnesis
Anamnesis pada hipertensi meliputi identitas klien, keluhan utama,
riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit
keluarga, dan pengkajian psikososial.
1) Identitas
a) Identitas klien, meliputi :
(1) Nama
(2) Umur : sering terjadi pada usia tua
(3) Jenis kelamin :
(4) Agama : terkait kepercayaan dan larangan – larangan tertentu
yang mempengaruhi proses asuhan keperawatan
(5) Pekerjaan : pekerjaan berhubungan dengan aktifitas fisik yang
dilakukan. Aktifitas fisik teratur dapat menurunkan tekanan
darah dan gula darah, meningkatkan kadar kolestrol LDL,
menurunkan berat badan dan berhenti merokok. Pikiran akibat
pekerjaan yang terlalu berat (stress) dapat menyebabkan
hipertensi
(6) Alamat
(7) Status perkawinan
(8) Tanggal masuk rumah sakit dan tanggal pengkajian : untuk
menentukan keefektifan intevensi keperawatan
(9) No register
(10) Diagnosa medis
b) Identitas penanggung jawab
(1) Nama
(2) Umur
(3) Jenis kelamin
(4) Pekerjaan
(5) Alamat
(6) Status perkawinan
2) Keluhan utama
Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan
adalah kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak
dapat berkomunikasi, dan penurunan tingkat kesadaran.
3) Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke hemoragik sering kali berlangsung secara mendadak,
pada saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri
kepala, mual, muntah, bahkan kejang sampai tidak sadar, selain gejala
kelumpuhan separuh badan atau gangguan fungsi otak yang lain.
Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran disebabkan
perubahan di dalam intracranial. Keluhan perubahan perilaku juga
umum terjadi. Sesuai perkembangan penyakit, dapat terjadi letargi,
tidak responsif, dan koma.
4) Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, riwayat sroke sebelumnya, diabetes
mellitus, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi
oral yang lama, penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin,
vasodilator, obat-obat adiktif, dan kegemukan. Pengkajian pemakaian
obat-obat yang sering digunakan klien seperti pemakaian obat
antihipertensi, antilipidemia, penghambat beta dan lainnya. Adanya
riwayat merokok, penggunaan alcohol, dan penggunaan obat
kontrasepsi oral. Pengkajian riwayat ini dapat mendukung pengkajian
dari riwayat penyakit sekarang dan merupakan data dasar untuk
mengkaji lebih jauh dan untuk memberikan tindakan selanjutnya.
5) Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes
mellitus, atau adanya riwayat stroke dari generasi terdahulu.
6) Pengkajian pola-pola fungsi kesehatan dan psikososiospiritual
a) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Biasanya ada riwayat perokok, penggunaan alcohol, penggunaan
obat kontrasepsi oral.
b) Pola nutrisi dan metabolisme
Adana keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual,
dan muntah pada fase akut.
c) Pola eliminasi
Biasanya terjadi inkontinensia urine dan pada defekasi biasanya
terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltic usus.
d) Pola aktivitas dan latihan
Adanya kesulitan untuk beraktivitas karena kelemahan,
kehilangan sensori atau paralise, kelumpuhan sesisi atau
hemiplegi, mudah lelah.
e) Pola tidur dan istirahat
Biasanya klien mengalami kesulitan untuk istirahat karena kejang
otot atau nyeri otot.
f) Pola hubungan dan peran
Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami
kesukaran untuk berkomunkiasi akibat gangguan bicara.
g) Pola persepsi dan konsep diri
Biasanya klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah
marah dan tidak kooperatif.
h) Pola sensori dan kognitif
Pada pola sensori, klien mengalami gangguan penglihatan
(kekaburan pandangan), gangguan perabaan/sentuhan menurun
pada muka dan ekstrimitas yang sakit. Pada pola kognitif biasanya
terjadi penurunan memori dan proses berpikir.
i) Pola reproduksi seksual
Biasanya terjadi penurunan gairah seksual akibat dari beberapa
pengobatan stroke, seperti obt anti kejang, anti hipertensi, dan
antagonis histamin.
j) Pola penanggulangan stres
Klien biasanya mengalami kesulitan untuk memecahkan masalah
karena gangguan proses berpikir dan kesulitan berkomunikasi.
k) Pola tata nilai dan kepercayaan
Klien biasanya jarang melakukan ibadah karena tingkah laku yang
tidak stabil dan kelemahan atau kelumpuhan pada salah satu sisi
tubuh.
7) Pengkajian status fungsional lansia
Pengkajian status fungsional adalah suatu pengukuran kemampuan
seseorang untuk melalukan aktifitas kehidupan sehari- hari secara
mandiri.
Indeks Katz
Indeks Katz adalah alat yang digunakan untuk menentukan
hasil tindakan dan prognosis pada lansia dan penyakit kronis. Indeks
Katz meliputi keadekuatan pelaksanaan dalam enam fungsi, seperti :
a) Mandi
b) Berpakaian
c) Toileting
d) Berpindah
e) Kontinen
f) Makan
Tabel 2.3 Tingkat Kemandirian Lansia menurut Indeks Katz
A Kemandirian pada ke enam fungsi tersebutB Kemandirian dalam aktivitas sehari- hari kecuali satu dari fungsi
tambahanC Kemandirian dalam aktivitas sehari- hari kecuali mandi dan satu
fungsi tambahanD Kemandirian dalam aktivitas sehari- hari kecuali mandi, berpakaian
dan satu fungsi tambahanE Kemandirin dalam aktivitas sehari- hari kecuali mandi, berpakaian,
toileting dan satu fungsi tambahanF Kemandirian dalam aktivitas sehari – hari kecuali mandi, berpakaian,
toileting, berpindah dan satu fungsi tambahanG Ketergantunagn pada ke enam fungsi tersebut
8) Pengkajian status kognitif (mental) lansia
Pemeriksaan status mental memberikan sampel perilaku dan
kemampuan mental dalam fungsi intelektual.
SPMSQ (Short Portable Mental Status Questionare)
Digunakan untuk mendeteksi adanya tingkat kerusakan
intelektual, terdiri dari 10 Hal yang menilai orientasi, memory dalam
hubungan dalam kemampuan perawatan diri, memory jauh dan
kemampuan matematis. Cara :
a) Ajukan 1-10 pertanyaan pada klien dan catat semua jawaban
b) Tanyakan pertanyaan 4a jika klien tidak mempunyai nomor
telepon.
c) Catat jumlah kesalahan total berdasarkan pertanyaan tadi.
Tabel 2.4 SPMSQ (Short Portable Mental Status Questionare)
No Pertanyaan Jawaban Skore
+ -
1 Tanggal berapa hari ini ?2 Hari apa ini ?3 Apa nama tempat ini ?4
4a
Berapa no telp anda ?
Dimana alamat anda ?5 Berapa umur anda ?6 Kapan anda lahir ?7 Siapa presiden sekarang ?8 Siapa presiden sebelumnya ?9 Siapa nama ibu anda ?10 Kurangi 3 dari 20 dan tetap
pengurangan 3 dari setiap angka baru secara menurun ?
Kesimpulan SPMSQ :
Kesalahan 0-2 : Fungsi intelektual utuh
Kesalahan 3-4 : Kerusakan intelektual ringan
Kesalahan 5-7 : Kerusakan intelektual sedang
Kesalahan 8-10 : Kerusakan intelektual berat
b Pemeriksaan fisik
Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan-keluhan
klien, pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari
pengkajian anamnesis. Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan secara head
to toe dengan fokus pemeriksaan fisik pada pemeriksaan fungsi neurologi
yang terarah dan dihubungkan dengn keluhan-keluhan klien.
1) Keadaan umum
a) Kesadaran : Umumnya mengalami penurunan kesadaran.
b) Suara bicara : Kadang mengalami gangguan bicara yaitu sulit
dimengerti, kadang tidak bisa bicara.
c) Tanda-tanda vital : Tekanan darah meningkat, denyut nadi
bervariasi (kadang cepat dan kadang lambat), peningkatan suhu dan
frekuensi pernapasan (Arif muttaqin, 2012 : 135).
2) Pemeriksaan head to toe
a) Kepala
Inspeksi : Penyebaran rambut, alopesia, kebersihan kepala,
benjolan abnomal dan hematoma yang bisa
diindikasikan adanya trauma kepala.
Palpasi : Adanya benjolan abnormal dan nyeri tekan pada area
kepala dapat diindikasikan riwayat trauma kepala. Nyeri
tekan juga dapat diindikasikan pada peningkatan
tekanan intrakranial.
b) Wajah
Ketidaksimetrisan wajah akibat gangguan pada saraf kranial ke VII
yang menyebabkan otot wajah tertarik pada sisi yang sehat, pucat
akibat adanya gangguan peredaran darah.
c) Mata
Konjungtiva kemerahan / pucat, pupil isokor / anisokor dapat
dijumpai pada pasien yang mengalami penurunan kesadaran,
papiledema akibat peningkatan tekanan intrakranial yang
mendesak tekanan pada intraokuler, penglihatan dan lapang
pandang berkurang pada sisi yang sakit akibat gangguan pada saraf
ke III, IV, VI sehingga terjadi paralisis pada sisi otot okularis yang
sakit.
d) Hidung
Kebersihan hidung terganggu akibat kelemahan fisik yang
mengakibatkan pasien kesulitan dalam membersihkannya secara
mandiri, epitaksis akibat peningkatan tekanan pembuluh darah di
hidung, pernapasan cuping hidung akibat peningkatan sekresi
sekret dan ketidakmampuan batuk efektif akibat nyeri kepala atau
kelemahan sehingga terjadi peningkatan usaha untuk bernapas
termasuk pernapasan cuping hidung, penciuman yang dipersyarafi
oleh syaraf I pada umumnya tidak terganggu.
e) Telinga
Kebersihan terganggu akibat kelemahan fisik yang mengakibatkan
pasien kesulitan dalam membersihkannya secara mandiri,
pendengaran yang di atur oleh syaraf VIII tidak terganggu, tidak
ditemukan tuli konduktif dan tuli persepsi.
f) Mulut dan tenggorokan
Mulut mencong dan penurunan koordinasi gerakan mengunyah
akibat paralisis saraf trigeminus (saraf V), gangguan pada saraf IX
dan X yang menyebabkan kemampuan menelan kurang baik dan
kesulitan membuka mulut, sianosis akibat penurunan suplai
oksigen, kebersihan rongga mulut dan gigi terganggu akibat
kelemahan fisik yang mengakibatkan pasien kesulitan dalam
membersihkannya secara mandiri, disartria, afasia.
g) Leher
Terdapat distensi pembuluh darah vena jugularis akibat gangguan
pada peredaran darah di kepala, ada/tidaknya pembesaran kelenjar
limfe dan pembesaran kelenjar tiroid, kaku kuduk jarang dijumpai.
h) Dada
Bentuk dada, adakah gerakan tertinggal costae saat bernapas.
(1) Paru
Inspeksi : Pada inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan
produksi sputum, sesak napas, penggunaan otot
bantu pernapasan, dan peningkatan frekuensi
pernapasan. Pada klien stroke dengan tingkat
kesadaran compos mentis, pengkajian inspeksi
pernapasannya tidak ada kelainan.
Palpasi : Taktil premitus kanan dan kiri sama atau tidak
Perkusi : Resonan
Auskultasi : Auskultasi bunyi napas tambahan seperti ronchi
pada klien dengan peningkatan produksi secret
dan kemampuan batuk yang menurun yang sering
didapatkan pada klien stroke dengan penurunan
tingkat kesadaran koma.
(2) Jantung
Inspeksi : Adakah pulsasi atau ictus cordis
Palpasi : Teraba ictus cordis pada ICS 5 mid clavicula
sinistra
Perkusi : Pekak dalam batas jantung
Auskultasi : BJ I dan BJ I terdengar tunggal, bunyi jantung
satu terdengar lebih keras pada area mitral dan
trikuspid. Bunyi jantung dua terdengar lebih keras
pada area aortik dan pulmonal. Pada klien stroke
yang disertai penyakit jantung, dapat ditemukan
mur-mur pada auskultasi jantung.
i) Abdomen
Inspeksi : Bentuk abdomen, adakah lesi, adakah bayangan
vena, adakah acites.
Auskultasi : Peristaltic usus menurun (konstipasi) atau
meningkat (diare/inkontinensia alvi)
Perkusi : Tympani
Palpasi : Adakah benjolan abnormal, nyeri tekan pada
abdomen
(1) Kuadran kiri atas : adakah pembesaran lien
(2) Kuadran kanan atas : adakah pembesaran hepar
(3) Kuadran kanan bawah : adakah nyeri tekan pada area
Mc.bourney
(4) Kuadaran kiri bawah : adakah skibala
(5) Adakah distensi vesika urinaria
j) Genetalia dan anus
Kebersihan genetalia, adakah penyakit menular seksual
(kondiloma, sipilis, gonore), Kebersihan anus, peradangan,
hemoroid, pada klien lansia dengan stroke bisa ditemukan
inkontinensia urine dan alvi.
k) Muskuloskeletal
Stroke adalah penyakit UMN dan mengakibatkan kehilangan
control volunter terhadap gerakan motorik. Disfungsi motorik
paling umum adalah hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi)
karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau
kelemahan salah satu sisi tubuh adalah tanda yang lain. Adanya
kesulitan untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensori
atau paralise/hemiplegi, serta mudah lelah menyebabkan masalah
pada pola aktivitas dan istirahat.
l) Integumen
Kebersihan kulit, kehangatan kulit, kelembaban kulit, tekstur kulit.
Jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat atau kebiruan,
periksa CRT (Cappilary Reffil Time) untuk mengetahui perfusi
jaringan perifer, normalnya kurang dari 3 detik, jika klien
kekurangan cairan maka turgor kulit akan buruk, adakah oedema.
Selain itu, perlu juga dikaji tanda-tanda decubitus terutama pada
daerah yang menonjol karena klien stroke mengalami masalah
mobilitas fisik.
m) Neurologi
(1) Tingkat kesadaran
Tingkat kesadaran klien stroke secara kualitatif biasanya
berkisar pada tingkat letargi (keadaan mengantuk dan mudah
dibangunkan), stupor (keadaan mengantuk yang dalam dan
dapat dibangunkan dengan rangsang yang kuat, namun
kesadarannya akan menurun lagi) dan semikoma. Jika klien
sudah mengalami koma, maka penilaian GCS sangat penting
untuk menilai tingkat kesadaran klien dan bahan evaluasi untuk
pemantauan pemberian asuhan.
(2) Fungsi Serebral
Pengkajian ini meliputi status mental, fungsi intelektual,
kemampuan bahasa, lobus frontal dan hemisfer.
(a) Status mental
Observasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya bicara,
ekspresi wajah, dan aktivitas motoric klien. Pada klien
stroke tahap lanjut biasanya status mental klien mengalami
perubahan.
(b) Fungsi intelektual
Didapatkan penurunan dalam ingatan dan memori, baik
jangka pendek maupun jangka panjang. Penurunan
kemampuan berhitung dan kalkulasi. Pada beberapa kasus,
klien mengalami brain damage yaitu kesulitan untuk
mengenal persamaan dan perbedaan yang tidak begitu
nyata.
(c) Kemampuan bahasa
Penurunan kemampuan bahasa tergantung daerah lesi yang
mempengaruhi fungsi dari serebral. Lesi pada daerah
hemisfer yang dominan pada bagian posterior dari girus
temporalis superior (area Wernicke) didapatkan disfasia
reseptif, yaitu klien tidak dapat memahami bahasa lisan
atau bahasa tertulis. Sedangkan lesi pada bagian posterior
dari girus frontaslis inferior (area broca) didapatkan
disfagia ekspresif, yaitu klien dapat mengerti, tetapi tidak
dapat menjawab dengan tepat dan bicaranya tidak lancar.
Disartria (kesulitan berbicara), ditunjukkan dengan bicara
yang sulit dimengerti yang disebabkan oleh paralisis otot
yang bertanggung jawab untuk menghasilkan bicara.
Apraksia (ketidakmampuan untuk melakukan tindakan
yang dipelajari sebelumnya), seperti terlihat ketika klien
mengambil sisir dan berusaha untuk menyisisr rambutnya.
(d) Lobus frontal
Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologis didapatkan
jika kerusakan telah terjadi pada lobus frontal kapasitas,
memori, atau fungsi intelektual kortikal yang lebih tinggi
mungkin rusak. Disfungsi ini dapat ditunjukkan dalam
lapang perhatian tebatas, kesulitan dalam pemahaman,
lupa, dan kurang motivasi, yang menyebabkan klien ini
menghsdapi masalah frustasi dalam program rehabilitasi
mereka. Depresi umum terjadi dan mungkin diperberat
oleh respon alamiah klien terhadap penyakit katastrofik ini.
Masalah psikologis lain juga umum terjadi dan
dimanifestasikan oleh emosi yang labil, bermusuhan,
frustasi, dendam, dan kurang kerja sama.
(e) Hemisfer
Stroke hemisfer kanan didapatkan hemiparese sebelah kiri
tubuh, penilaian buruk dan mempunyai kerentanan
terhadap sisi kolateral sehingga kemungkinan terjatuh ke
sisi yang berlawanan tersebut. Pada stroke hemisfer kiri,
mengalami hemiparesa kanan, perilaku lambat dan sangat
hati-hati, kelainan bidang pandang sebelah kanan, disfagia
global, afasia, dan mudah frustasi.
n) Saraf kranial
(1) Saraf I (olfaktorius). Pada pasien srtoke perdarahan tidak ada
kelainan pada fungsi penciuman.
(2) Saraf II (optikus). Disfungsi persepsi visual karena gangguan
jaras sensori primer diantara mata dan korteks visual.
Gangguan hubungan visual spasial sering terlihat pada pasien
dengan hemiplegi kiri. Pasien mungkin tidak dapat memakai
pakaian tanpa bantuan karena ketidakmampuan untuk
mencocokan pakaian ke bagian tubuh.
(3) Saraf III (okulomotor), IV (troklearis), VI (abdusen). Stroke
mengakibatkan paralisis pada satu sisi otot okularis, sehingga
didapatkan penurunan kemampuan gerak dan lapang pandang
pada sisi yang sakit.
(4) Saraf V (trigeminus). Pada beberapa penderita stroke
menyebabkan paralisis saraf trigeminus, sehingga
mengakibatkan penurunan kemampuan koordinasi gerakan
mengunyah.
(5) Saraf VII (fasialis). Wajah asimetris dan otot wajah tertarik ke
bagian sisi yang sehat.
(6) Saraf VIII (vestibulokoklearis). Tidak ditemukan adanya tuli
konduktif dan tuli persepsi.
(7) Saraf IX (glosofaringeal) dan X (vagus). Kemampuan
menelan kurang baik dan kesulitan membuka mulut.
(8) Saraf XI (aksesorius). Tidak ada atrofi otot
sternokleidomastoideus dan trapezius.
(9) Saraf XII (hipoglossus). Lidah simetris.
o) Pengkajian fungsi motorik
Stroke adalah penyakit saraf motorik atas (UMN) dan
mengakibatkan kehilangan control volunter terhadap gerakan
motoric. Salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan kerusakan pada
UMN di sisi yang berlawanan dari otak.
(1) Inspeksi umum : didapatkan hemiplegia (paralisis pada salah
satu sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan.
Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh adalah
tanda yang lain.
(2) Fasikulasi : didapatkan pada otot-otot ekstrimitas
(3) Tonus otot : didapatkan meningkat.
(4) Kekuatan otot : pada penilaian dengan menggunakan tingkat
kekuatan otot pada sisi sakit didapatkan tingkat 0.
(5) Keseimbangan dan koordinasi : didapatkan mengalami
gangguan Karen hemiparesa dan hemiplegi.
p) Pengkajian fungsi sensorik
Dapat terjadi hemihipestesi. Pada persepsi terdapat
ketidakmampuan untuk menginterpretasikan sensasi. Disfungsi
persepsi visual karena gangguan jaras sensori primer diantara mata
dan kortek visual.
Gangguan hubungan visual-spasial (mendapatkan hubungan
dua atau lebih objek dalam area spasial). Sering terlihat pada klien
dengan hemiplegia kiri. Klien mungkin tidak dapat memakai
pakaian tanpa bantuan karena ketidakmampuan untuk
mencocokkan pakaian ke bagian tubuh.
Kehilangan sensori karena stroke dapat berupa kerusakan
sentuhan ringan atau mungkin lebih berat, dengan kehilangan
propriosepsi (kemampuan untuk merasakan posisi dan gerakan
bagian tubuh) serta kesulitan dalam menginterpretasikan stimuli
visual, taktil, dan auditorius.
q) Pengkajian refleks
Pemeriksaan refleks terdiri atas pemeriksaan refleks profunda dan
pemeriksaan refleks patologis.
(1) Refleks profunda
Pengetukan pada tendon, ligamentum atau periosteum derajat
refleks pada respon normal.
(2) Refleks patologis
Pada fase akut, refleks fisiologis sisi yang lumpuh akan
menghilang. Setelah beberapa hari, refleks fisiologis akan
muncul kembali didahului dengan refleks patologis.
Gerakan involunter : tidak ditemukan adanya termor, tic, dan
dystonia. Pada keadaan tertentu, klien biasanya mengalami
kejang umum, terutama pada anak dengan stroke disertai
peningkatan suhu tubuh yang tinggi. Kejang berhubungan
sekunder akibat area fokal kortikal yang peka.
c Pemeriksaan penunjang
1) Angiografi Serebral
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik seperti
perdarahan arteriovena atau adanya ruptur, dan untuk mencari sumber
perdarahan seperti aneurisma atau malformasi vaskuler.
2) Lumbal Pungsi
Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada cairan lumbal
menunjukkan adanya hemoragi pada subarachnoid atau perdarahan
pada intracranial. Peningkatan jumlah protein menunjukkan adanya
proses inflamasi. Hasil pemeriksaan liquor merah biasanya dijumpai
pada perdarahan yang massif, sedangkan perdarahan yang kecil
biasanya warna liquor masih normal sewaktu hari-hari pertama.
3) CT Scan
Pemindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi
hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia dan
posisinya secara pasti. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan
hiperdens fokal, kadang pemadatan terlihat di ventrikel atau menyebar
ke permukaan otak.
4) MRI
Menggunakan gelombang magnetic untuk menentukan posisi dan
besar/luas terjadinya perdarahan otak. Hasil pemeriksaan biasanya
didapatkan area yang mengalami lesi dan infark akibat dari hemoragi.
5) USG Doppler
Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah system
karotis)
6) EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan
dampak dari jarinmgan yang infark sehingga menurunnya impuls
listrik dari jaringan otak.
7) Pemeriksaan Laboratorium
a) Pemeriksaan darah lengkap : untuk mencari kelainan pada darah
itu sendiri.
b) Pemeriksaan kimia darah : pada stroke akut dapat terjadi
hiperglikemia, gula darah dapat mencapai 250 mg di dalam serum
dan kemudian berangsur-angsur turun kembali.
c. Analisa Data
Analisa data adalah kemampuan mengkaitkan data dang
menghubungkan data tersebut dengan konsep, teori dan prinsip yang
relevan untuk membuat kesimpulan dalam menentukan masalah
kesehatan dan keperawatan klien (Mohammad Judha, 2011:65).