bab ii

60
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Penyakit Hipertensi 1. Definisi Hipertensi Hipertensi adalah kondisi dimana jika tekanan darah systole 140 mmHg atau lebih tinggi dan tekanan darah diastole 90 mmHg atau lebih tinggi. Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah suatu peningkatan abnormal tekanan darah dalam pembuluh darah arteri secara terus menerus lebih dari suatu periode. Hal ini terjadi bila arteriol-arteriol kontriksi. Kontriksi arteriol membuat darah sulit mengalir dan meningkatkan tekanan melawan dinding arteri. Hipertensi menambah beban jantung dan arteri yang bila berlanjut dapat menimbulkan kerusakan jantung dan pembuluh darah. Hipertensi juga didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik 140 mmHg dan atau tekanan darah diastolic 90 mmHg yang terjadi pada seseorang klien pada tiga kejadian terpisah (Ignatavicius, 1994). Menurut WHO, batasan tekanan darah yang masih dianggap normal adalah 140/90 mmHg, sedangkan tekanan darah 160/95 mmHg dinyatakan sebagai hipertensi.

Upload: pinkannuphita

Post on 18-Jan-2016

219 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

BAB II

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Penyakit Hipertensi

1. Definisi Hipertensi

Hipertensi adalah kondisi dimana jika tekanan darah systole 140 mmHg

atau lebih tinggi dan tekanan darah diastole 90 mmHg atau lebih tinggi.

Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah suatu peningkatan abnormal

tekanan darah dalam pembuluh darah arteri secara terus menerus lebih dari

suatu periode. Hal ini terjadi bila arteriol-arteriol kontriksi. Kontriksi arteriol

membuat darah sulit mengalir dan meningkatkan tekanan melawan dinding

arteri. Hipertensi menambah beban jantung dan arteri yang bila berlanjut dapat

menimbulkan kerusakan jantung dan pembuluh darah.

Hipertensi juga didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik 140

mmHg dan atau tekanan darah diastolic 90 mmHg yang terjadi pada

seseorang klien pada tiga kejadian terpisah (Ignatavicius, 1994). Menurut

WHO, batasan tekanan darah yang masih dianggap normal adalah 140/90

mmHg, sedangkan tekanan darah 160/95 mmHg dinyatakan sebagai

hipertensi. Tekanan darah di antara normotensi dan hipertensi disebut

boraerline hypertention (Garis Batas Hipertensi). Batasan WHO tersebut tidak

membedakan usia dan jenis kelamin (Ns. Wajan Juni Udjianti, S.Kep., ETN ,

2010 : 107)

Hipertensi merupakan keadaan ketika tekanan darah sistolik lebih dari

120 mmHg dan tekanan diastolic lebih dari 80 mmHg. Hipertensi sering

menyebabkan perubah an pada pembuluh darah yang dapat mengakhibatkan

semakin tingginya tekanan darah. Tekanan darah merupakan salah satu

parameter hemodinamika yang sederhana dan mudah dilakukan

pengukurannya. Tekanan darah menggambarkan situasi hemodinamika

seseorang saat itu. Hemodinamika adalah suatu keadaan dimana tekanan darah

Page 2: BAB II

dapat mempertahankan perfusi atau pertukaran zat di jaringan tubuh (Afif

Muttaqin, 2009 : 112)

2. Klasifikasi Hipertensi

Secara garis besar, hipertensi dapat diklasifikasikan berdasarkan etiologi

yaitu dengan penyebab yang tidak diketahui (hipertensi

esensial/primer/idiopatik) atau diketahui (hipertensi sekunder).

1. Hipertensi Esensial atau Hipertensi Primer

Hipertensi esensial/primer/idiopatik adalah hipertensi tanpa

kelainan dasar patologi yang jelas. Lebih dari 90% kasusu merupakan

hipertensi esensial. Penyebanya multifactor meliputi factor genetik dan

lingkungan. Beberapa factor diduga berkaitan dengan kemungkinan

hipertensi esensial seperti beikut ini.

a. Genetik : individu yang mempunyai riwayat keluarga dengan

hipertensi, berisiko tinggi untuk mendapatkan penyakit ini

b. Jenis kelamin dan usia : laki-laki berusia 35-50 tahun dan wanita

pasca-menopause berisiko tinggi untuk mengalami hipertensi

c. Diet : konsumsi diet tinggi garam atau lemak secara langsung

berhubungan dengan berkembangnya hipertensi

d. Berat badan : obesitas (>25% diatas BB ideal) dikaitkan dengan

berkembangnya hipertensi

e. Gaya hidup : merokok dan konsumsi alcohol dapat meningkatkan

tekanan darah bila gaya hidup ,menetap

2. Hipertensi sekunder

Merupakan 10% dari seluruh kasus hipertensi adalah hipertensi

sekunder, yang didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah karena

suatu kondisi fisik yang ada sebelumnya seperti peyakit ginjal atau

gangguan tiroid. Factor pencetus munculnya hipertensi sekunder antara

lain : penggunaan kontrasepsi oral, coarctation aorta, neurogenik (tumor

Page 3: BAB II

otak, ensefalitis, gangguan psikiatri), kehamilan, peningkatan volume

intravaskuler dan stress.

Tabel 2.1 Klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa menurut JNC VII

Klasifikasi TD Tekanan darah sistolik

(mmHg)

Tekanan darah diastolic

(mmHg)

Optimal <120 <80

Normal <130-139 80-89

Hipertensi stadium I 140-159 90-99

Hipertensi stadium II 160-179 100-109

Hipertensi stadium III >180 >110

Tabel 2.2 Klasifikasi hipertensi berdasarkan level tekanan darah

Tekanan darah sistolik dan diastolic blood

pressure (SBP dan DBP)

Normotensi <140 SBP dan >90 DBP

Hipertensi ringan 140-180 SBP atau 90-105 DBP

Subgroup : garis batas 140-160 SBP atau 90-105 DBP

Subgroup : garis batas 140-160 SBP dan <90 DBP

Hipertensi sedang dan berat >180 SBP atau >105 DBP

Hipertensi sistolik terisolasi >140 SBP dan <90 DBP

3. Etiologi Hipertensi

Etiologi yang pasti dari hipertensi esensial belum diketahui. Namun,

sejumlah interksi beberapa energy homeostatic saling terkait. Etiologi

hipertensi sekunder pada umumnya diketahui. Berikut ini beberapa kondisi

yang menjadi penyebab terjadinnya hipertensi sekunder.

a. Penggunaan kontrasepsi hormonal (estrogen)

Page 4: BAB II

Oral kontrasepsi yang berisi estrogen dapat menyebabkan hipertensi

melalui mekanisme Renin-aldosteron-mediated volume expansion.

Dengan penghentian oral kontrasepsi, tekanan darah normal kembali

setelah beberapa bulan.

b. Penyakit perenkim dan vaskuler ginjal

Merupakan penyebab utama hipertensi sekunder. Hipertensi renovaskuler

berhubungan dengan penyempitan satu atau lebih arteri besar yang secara

langsung membawa darah ke ginjal. Sekitar 90% lesi arteri renal pada

klien dengan hipertensi disebabkan oleh aterosklerosis atau fibrus

dysplasia (pertumbuhan abnormal jaringan fibrus). Penyakit parenkim

ginjal terkait dengan infeksi, inflamasi, dan perubahan struktur, serta

fungsi ginjal.

c. Gangguan endokrin

Disfungsi medulla adrenal atau korteks adrenal dapat menyebabkan

hipertensi sekunder. Adrenal-mediated hypertension disebabkan

kelebihan primer aldosteron. Kortisol dan katekolamin. Pada

aldosteronisme primer, kelebihan aldosteron menyebabkan hipertensi dan

hipokalemia. Aldosteronisme primer biasanya timbul dari benign

adenoma korteks adrenal. Pheochomocytomas pada medula adrenal yang

paling umum dan meningkatkan sekresi katekolamin yang berlebihan.

Pada Sindrom Chusing, kelebihan glukokortikoid yang disekresi dari

korteks adrenal Sindrom Chusing’s mungkin disebabkan oleh hyperplasia

adrenokortikal atau adenoma adrenokortikal.

d. Coartation aorta

Merupakan penyempitan aorta konginetal yang mungkin terjadi beberpa

tingkat pada aorta torasik atau aorta abdominal. Penyempitan

menghambat aliran darah melalui lengkung aorta dan mengakhibatkan

peningkatan tekanan darah di atas area kontriksi.

e. Neurogenik : tumor otak, encephalitis dan gangguan psikiatri

f. Kehamilan

Page 5: BAB II

g. Peningkatan volume intravaskuler

h. Merokok

Nikotin dalam rokok merangsang pelepasan katekolamin. Peningkatan

katekolamin menyebabkan iritabilitas miokardial, peningkatan denyut

jantung dan menyebabkan vassokontriksi, yang mana pada akhirnya

meningkatkan tekanan darah.

4. Patofisiologi

Pengaturan tekanan arteri meliputi control sistem pernafasan yang

kompleks dan hormonal yang saling berhubungan satu sama lain dalam

memengaruhi curah jantung dan tahanan vaskuler perifer. Hal ini yang ikut

dalam pengaturan tekanan darah adalah refleks baroreseptor dengan mekanisme

berikut ini.

Curah jantung ditentukan oleh volume sekuncup dan frekuensi jantung.

Tahanan perifer ditentukan oleh diameter arteriol. Bila diameternya menurun

(vasokontriksi), tahanan perifer meningkat; bila diameternya meningkat

(vasodilatasi), tahanan perifer akan menurun.

Pengaturan primer tekanan arteri dipengaruhi oleh baroreseptor pada

sinus karotikus dan arkus aorta yang akan menyampaikan implus ke pusat saraf

simpatis di medulla. Implus tersebut akan menghambat stimulasi sistem saraf

simpatis. Bila tekanan arteri meningkat, maka ujung-ujung baroreseptor akan

terengang. Sehingga bangkit dan menghambat pusat sistematis. Hal ini akan

menurunkan tegangan pusat simpatis, akibatnya frekuensi jantung akan

menurun, arteriol mengalami dilatasi, dan tekanan arteri kembali ke level awal.

Hal yang sebalinya trejadi bila ada penurunan tekanan arteri. Baroreseptor

mengontrol perubahan tekanan darah untuk sementara.

Rennin diproduksi oleh ginjal ketika aliran darah ke ginjal menurun, akibatnya

terbentuklah angiotensin I yang akan berubah menjadi angiotensin II.

Angiotensin II meningkat tekanan darah dengan mengakhibatkan kontraksi

langsung pada arteriol. Secara tidak lansung juga merangsang pelepasan

Page 6: BAB II

aldosteron, yang mengakhibatkan retensi natrium dan air dalam ginjal. Respons

tersebut meningkatkan volume cairan ekstraseluler, yang pada gilirannya

meningkatkan aliran darah yang kembali ke jantung, sehingga meningkatkan

volume sekuncup dan curah jantung. Ginjal juga mempunyai mekanisme

intrinsic untuk meningkatkan retensi natrium dan cairan.

Bila terdapat gangguan menetap yang menyebabkan kontriksi arteriol,

tahanan perifer total dan tekanan arteri rerata meningkat. Dalam menghadapi

gangguan menetap, curah jantung harus ditingkatkan untuk mempertahankan

keseimbangan sistem. Hal tersebut diperlukan untuk mengatasi tahanan,

sehingga pemberian oksigen dna nutrien ke sel dan pembuangan produk

sampah sel tetap terpelihara. Untuk meningkatkan curah jantung, sistem saraf

simpatis akan merangsang jantung untuk berdenyut lebih cepat; juga

meningkatkan volume sekuncup dengan cara membuat vasokontriksi selektif

pada organ perifer, sehingga darah yang kembali ke jantung lebih banyak.

Dengan adanya hipertensi kroni, baroreseptor akan terpasang dengan level yang

lebih tinggi, dan akan merespon meskipun level yang baru tersebut sebenarnya

normal.

Pada mulanya, mekanisme tersebut bersifat kompensasi. Namun, proses

adaptif tersebut membuka jalan dengan memberikan pembebanan pada jantung.

Pada saat yang sama, terjadilah perubahan degenerative pada arteriol yang

menanggung tekanan tinggi terus-menerus. Perubahan tersebut terjadi dalam

organ seluruh tubuh, termasuk jantung, mungkin berkurangnya pasokan darah

ke miokardium. Untik memompa darah, jantung harus bekerja keras untuk

mengatasi tekanan balik muara aorta.

Akibat beban kerja ini, otot ventrikel kiri mengalami hipertrofi atau

membesar. Terjadilah dilatasi dan pembesaran jantung. Kedua perubahan

structural tersebut bersifat adaptif; keduanya meningkatkan volume sekuncup

jantun. Pada saat istirahat, respons kompensassi tersebut mungkin memadai,

namun dalam keadaan pembebanan, jantung tidak mampu memenuhi

kebutuhan tubuh; orang tersebut menjadi cepat lelah dan nafas pendek.

Page 7: BAB II

Gangguan awal yang menyebabkan kenaikan tahanan perifer biasanya

tidak diketahui, seperti pada kasus hipertensi primer atau esensial, meskipun

ada beberapa agen yang diduga sebagai penyebab. Mekanisme patologi yang

terjadi adalah hipoksia karena kegagalan sistem transportasi darah. Pada tahap

berikutnya, saturasi oksigen darah juga menurun akibat odema paru.

Hipertensi merupakan suatu kelainan yang ditandai dengan peningkatan

tahanan perifer. Hal ini menyebabkan penambahan beban jantung(afterload)

sehingga terjadi hipertrofi ventrikel kiri sebagai proses kompensasi adaptasi.

Hipertrofi vemtrikel kiri ialah suatu keadaan yang mengakibatkan penebalan

dinding dan penambahan masa ventrikel kiri. Selain pertumbuhan miosit

dijumpai juga penambahan struktur kolagen berupa fibrosis pada jaringan

intertestial dan perivaskuler fibrosis reaktif koroner intramiokardial.

5. Manifestasi Klinis

Sebagian manifestasi klinis timbul setelah penderita mengalami hipertensi

selama bertahun-tahun. Gejalanya berupa :

1. nyeri kepala saat terjaga, terkadang disertai mual dan muntah akibat

peningkatan tekanan darah intrakranium;

2. penglihatan kabur karena terjadi kerusakan pada retina sebagai dampak

dari hipertensi;

3. ayunan langkah yang tidak mantap karena terjadi kerusakan susunan saraf

pusat;

4. nokturia (sering berkemih di malam hari) karena adanya peningkatan

aliran darah ginjal dan filtrasi glomelurus; dan

5. edema dependent dan pembengkakan akibat peningkatan tekanan kapiler.

Pada kasus hipertensi berat, gejala yang dialami pasien antara lain sakit

kepala (rasa berat ditengkuk), palpitasi, kelelahah, nausea, muntah-muntah,

kegugupan, keringat berlebihan, tremor otot, nyeri dada, epitaksis, pandangan

kabur atau ganda, tinnitus (telinga mendenging), serta kesulitan tidur.

Page 8: BAB II

6. Penatalaksanaan

Pengelolaan hipertensi bertujuan untuk mencegah, morbiditas dan mortalitas

akibat komplikasi kardiovaskuler yang berhubungan dengan pencapaian dan

pemeliharaan tekanan darah dibawah 140/90 mmHg.

a. Terapi tanpa obat

Terapi tanpa obat digunakan sebagai tindakan untuk hipertensi ringan dan

sebagian tindakan suportif pada hipertensi sedang dan berat. Terapi tanpa

obat ini meliputi :

1) Diet

Diet yang dianjurkan untuk penderita hipertensi adalah :

a) Restriksi garam secara moderat dari 10 gr/hari menjadi 5 gr/hari

b) Diet rendah kolestrol dan rendah asam lemak jenuh

c) Penurunan berat badan

d) Menghentikan merokok

e) Diet tinggi kalium

2) Latihan fisik

Latihan fisik atau olahraga tang teratur dan terarah yang dianjurkan

untuk penderita hipertensi adalah olahraga yang mempunyai empat

prinsip yaitu :

a) Macam olahraga seperti jogging, senam, lari, bersepedah

b) Intensitas olahraga yang baik antara 60-80 % dari kapasitas

aerobic atau 72-87% dari denyut nadi maksimal yaitu zona

latihan.

c) Lamanya latihan berkisar antara 20-25 menit berada dalam zona

latihan

d) Frekuensi latihan sebaiknya 3 X perminggu dan paling baik

sampai dengan 5 X perminggu

b. Terapi dengan obat

Tujuan pengobatan hipertensi tidak hanya menurunkan tekanan darah saja

tetapi juga mengurangi dan mencegah komplikasi akibat hipertensi agar

Page 9: BAB II

penderita dapat bertambah kuat. Pengobatan hipertensi umumnya dilakukan

seumur hidup penderita. Pengobatan standart yang dianjurkan oleh Komite

Dokter Ahli Hipertensi (Joint National Committee on Detection, Evaluation

and Treatment of High Blood Pressure, USA, 1988) menyimpulkan bahwa

obat diuretika, penyekat beta, antagonis kalsium, atau penghambat ACE dapat

digunakan sebagai obat tinggal pertama dengan memperhatikan keadaan

penderita dan penyakit lain yang ada pada penderita.

B. Konsep Lansia

1. Definisi Lansia

Lansia adalah periode dimana organisme telah mencapai kemasakan dalam

ukuran dan fungsi dan juga telah menunjukkan kemunduran. Menurut Badan

kesehatan dunia (WHO) menetapkan 65 tahun sebagai usia yang menunjukkan

proses menua yang berlangsung secara nyata dan seseorang telah disebut lanjut

usia.

Menurut pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU No.13 Tahun 1998 tentang Kesehatan

dikatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari

60 tahun.

Menurut Bab I Pasal 1 ayat (2) UU No.13 Tahun 1998 tentang

Kesejahteraan Usia Lanjut, lansia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun.

2. Batasan-batasan Lansia

Usia yang dijadikan patokan untuk lanjut usia berbeda-beda, umumnya

berkisar antara 60-65 tahun. Beberapa pendapat para ahli tentang batasan usia

lanjut adalah sebagai berikut :

a. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), ada 4 tahapan yaitu :

1) Usia pertengahan (Middle Age) : Usia 45-59 tahun

2) Lanjut usia (Elderly) : Usia 60-74 tahun

Page 10: BAB II

3) Lanjut usia tua (Old) : Usia 75-90 tahun

4) Usia sangat tua (Very old) : Usia >90 tahun

b. Menurut Burnsie (1979), ada 4 tahap usia lanjut yaitu :

1) Young old : Usia 60-69 tahun

2) Middle age old: Usia 70-79 tahun

3) Old-old : Usia 80-89 tahun

4) Very old-old : Usia >90 tahun

c. Menurut Setyonegoro (1984), menggolongkan bahwa yang disebut usia

lanjut (Geriatric age) adalah orang yang berusia lebih dari 65 tahun.

Selanjutnya terbagi ke dalam usia :

1) Young old : Usia 70-75 tahun

2) Old : Usia 75-80 tahun

3) Very old : Usia >80 tahun

3. Proses Penuaan

a. Definisi proses penuaan

R.Siti Maryam (2012) menyitir pernyataan Constantinides (1994) bahwa

penuaan atau proses terjadinya tua adalah suatu proses menghilangnya

secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki

diri/mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat

bertahan terhadap infeksi serta memperbaiki kerusakan yang diderita.

b. Teori-teori proses penuaan

Ada beberapa teori yang berkaitan dengan proses penuaan, yaitu teori

biologi dan teori psikososial.

1) Teori Biologi

a) Teori genetik dan mutasi

Menurut teori genetik dan mutasi, menua terprogram secara genetic

untuk spesies-spesies tertentu. Menua terjadi sebagai akibat dari

perubahan biokimia yang di program oleh molekul-molekul DNA

Page 11: BAB II

dan setiap sel pada saatnya akan mengalami mutasi, sebagai contoh

yang khas adalah mutasi dari sel-sel kelamin (terjadi penurunan

kemampuan fungsi sel).

b) Teori Imunologi (Immunology slow theory)

Menurut Immunology slow theory, sistem imun menjadi efektif

dengan bertambahnya usia dan masuknya virus ke dalam tubuh yang

dapat menyebabkan kerusakan organ tubuh.

c) Teori stress

Teori stress mengungkapkan menua terjadi akibat hilangnya sel-sel

yang biasa digunakan tubuh. Regenerasi jaringan tidak dapat

mempertahankan kestabilan lingkungan internal, kelebihan usaha,

dan stress yang menyebabkan sel-sel tubuh lelah terpakai.

d) Teori radikal bebas

Radikal bebas dapat terbentuk di alam bebas, tidak stabilnya radikal

bebas (kelompok atom) mengakibatkan oksiadasi oksigen bahan-

bahan organik seperti karbohidrat dan protein. Radikal ini

menyebabkan sel-sel tidak dapat melakukan regenerasi.

e) Teori rantai silang

Pada teori rantai silang diungkapkan bahwa reaksi kimia sel-sel yang

tua menyebabkan ikatan yang kuat, khususnya jaringan kolagen.

ikatan ini menyebabkan kurangnya elastisitas, kekacauan, dan

hilangnya fungsi sel.

2) Teori Psikososial

a) Teori Menarik diri

Teori ini merupakan teori sosial tentang penuaan yang paling awal

dan pertama kali diperkenalkan oleh Gumming dan Henry (1961).

Teori ini menyatakan bahwa masyarakat dan individu selalu berusaha

untuk mempertahankan diri mereka dalam keseimbangan dan

berusaha untuk menghindari gangguan. Oleh karena itu lansia

mempersiapkan pelepasan terakhir yaitu kematian dengan pelepasan

Page 12: BAB II

mutual dan pelepasan yang dapat diterima masyarakat. Pelepasan ini

meliputi pelepasan peran sosial dan aktivitas sosial. Menurut teori ini

seorang lansia dinyatakan mengalami proses penuaan yang berhasil

apabila ia menarik diri dari kegiatan terdahulu dan dapat memusatkan

diri pada persoalan pribadi serta mempersiapkan diri dalam

menghadapi kematian.

b) Teori Aktivitas

Teori aktivitas dikembangkan oleh Palmore (1965) dan Lemon et al.

(1972) yang menyatakan bahwa penuaan yang sukses bergantung

dari bagaimana seseorang lansia merasakan kepuasan dalam

melakukan aktivitas dan mempertahankan aktivitas tersebut. Teori ini

menyatakan bahwa lanjut usia yang sukses adalah mereka yang aktif

dan banyak ikut serta dalam kegiatan sosial.

c) Teori Interaksi sosial

Teori ini menjelaskan mengapa lansia bertindak pada suatu situasi

tertentu, yaitu atas dasar hal-hal yang dihargai masyarakat. Simmons

(1945), mengemukakan bahwa kemampuan lansia untuk terus

menjalin interaksi sosial merupakan kunci untuk mempertahankan

status sosialnya atas dasar kemampuannya bersosialisasi. Mauss

(1954), Homans (1961), dan Blau (1964) mengemukakan bahwa

interaksi sosial terjadi berdasarkan atas hukum pertukaran barang dan

jasa.

d) Teori kepribadian berlanjut

Teori ini menyatakan bahwa perubahan yang terjadi pada seorang

lanjut usia sangat dipengaruhi oleh tipe personalitas yang

dimilikinya. Teori ini mengemukakan adanya kesinambungan dalam

siklus kehidupan lanjut usia. Pengalaman seseorang pada suatu saat

merupakan gambarannya kelak pada saat ia menjadi lansia. Hal ini

dapat dilihat dari gaya hidup, perilaku, dan harapan seseorang

ternyata tidak berubah walaupun ia telah lanjut usia.

Page 13: BAB II

e) Teori perkembangan

Teori perkembangan menjelaskan bagaimana proses menjadi tua

merupakan suatu tantangan dan bagaimana jawaban lansia terhadap

bagaimana jawaban lansia terhadap berbagai tantangan tersebut yang

dapat bernilai positif maupun negatif. Akan tetapi teori ini tidak

menggariskan bagaimana cara menjadi tua yang diinginkan atau yang

seharusnya diterapkan oleh lansia tersebut.

c. Perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia

Perubahan yang terjadi pada lansia meliputi perubahan fisik, social, dan

psikologis.

1) Perubahan fisik

Tabel 2.3 Perubahan Fisik lansia

Sel Jumlah berkurang, ukuran membesar, cairan tubuh menurun dan cairan intraseluler menurun.

Kardiovaskuler Katub jantung menebal dan kaku, kemampuan memompa darah menurun (menurunnya kontraksi dan volume), elastisitas pembuluh darah menurun, dan meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer sehingga tekanan darah meningkat.

Respirasi Otot-otot pernapasan kekuatannya menurun dan kaku, elastisitas paru menurun, kapasitas residu meningkat sehingga menarik napas lebih berat, alveoli melebar dan jumlahnya menurun, kemampuan batuk menurun, berkurangnya efektivitas fungsi silia, serta terjadi penyempitan pada bronkus.

Persarafan a. Sistem saraf pusatBerkurangnya sedikit massa otak, berkurangnya aliran

darah otak dan terganggunya autoregulasi perfusi, berkurangnya densitas koneksi dendrit, berkurangnya myelin dan total lipid otak, berubahnya neurotransmitter (termasuk dopamine dan serotonin), melambatnya proses sentral dan waktu reaksi.

b. Sistem saraf perifer

Page 14: BAB II

Hilangnya motor neuron spinal, berkurangnya sensai getar (terutama di kaki), berkurangnya sensitivitas termal (panas dan dingin), berkurangnya amplitude aksi potensial saraf sensorik, berkurangnya serat yang termyelinisasi, dan meningkatnya heterogenitas selaput akson myelin

Saraf pancaindera mengecil sehingga fungsinya menurun serta lambat dalam mersepon dan waktu bereaksi khususnya yang berhubungan dengan stress. Berkurang atau hilangnya lapisan akson, sehingga menyebabkan berkurangnya repon motoric dan refleks.

Muskuloskeletal Massa otot berkurang secara bermakna (sarkopenia) karena berkurangnya serat otot, berkurangnya massa tulang baik pada tulang trabecular maupun kortikal, cairan tulang menurun sehingga mudah rapuh (osteroporosis), bungkuk (kifosis), persendian membesar dan menjadi kaku (atrofi otot), kram, termor, tendon mengerut, dan mengalami sklerosis.

Gastrointestinal Jumlah gigi berangsur-angsur berkurang karena tanggal, tonjolan saraf pada lidah berkurang sehingga sensasi rasa pengecapan berkurang, esofagus melebar, asam lambung menurun, rasa lapar menurun, dan peristaltic menurun sehingga daya absorbsi juga ikut menurun. Ukuran lambung mengecil serta fungsi organ aksesori menurun sehingga menyebabkan berkurangnya produksi hormone dan enzim pencernaan.

Genitourinaria Ginjal mengecil, aliran darah ke ginjal menurun, penyaringan di glomerulus menurun, dan fungsi tubulus menurun sehingga kemampuan mengonsentrasi urin menurun. Otot-otot vesika urinaria melemah, kapasitasnya menurun dan terjadi retensi urin. Prostat mengalami hipertropi pada 75% lansia. Selaput lendir vagina mengering dan sekresi lendir vagina menurun.

Pendengaran Membran timpani atrofi sehingga terjadi gangguan pendengaran. Tulang-tulang pendengaran mengalami kekakuan.

Penglihatan Respon terhadap sinar menurun, adaptasi terhadap gelap menurun, akomodasi menurun, lapang pandang menurun, pengeruhan pada lensa mata (katarak), ketidakmampuan untuk fokus pada benda-benda jaraj dekat (presbyopia), berkurangnya sensitivitas terhadap kontras, dan berkurangnya lakrimasi.

Endokrin Toleransi glukosa terganggu, penurunan testosterone bebas

Page 15: BAB II

maupun bioavailable, penurunan hormone T3, peningkatan hormone paratiroid (PTH), penurunan produksi vitamin pada kulit, ovarian failure disertai menurunnya hormone ovarium, dan peningkatan kadar homosistein serum.

Integumen Kulit keriput, Elastisitas kulit menurun, Vaskularisasi menurun, kelenjar keringat menurun, kulit kepala dan rambut menipis, rambut dalam hidung dan telinga menebal, rambut memutih (beruban), tak jarang terjadi kebotakan (alopesia), kuku keras dan rapuh, kuku kaki tumbuh berlebihan seperti tanduk.

Sistem imun Berkurangnya imunitas yang dimediasi sel, rendahnya afinitas produksi antibody, meningkatnya autoantibodi, berkurangnya hipersensitivitas tipe lambat, terganggunya fungsi makrofag, atrofi timus dan hilangnya hormone timus, berkurangnya produksi sel B oleh sumsum tulang.

Fungsi kognitif Kemampuan meningkatkan fungsi intelektual berkurang, berkurangnya efisiensi transmisi saraf di otak, menyebabkan proses informasi melambat dan banyak informasi hilang selama transmisi, berkurangnya kemampuan mengakumulasi informasi baru dan mengambil informasi dari memori, dan kemampuan mengingat kejadian masa lalu lebih baik dibandingkan kemampuan mengingat kejadian yang baru saja terjadi.

2) Perubahan sosial

a) Peran : Post power syndrome, single women, dan single

parent.

b) Keluarga : Kesendirian dan kehampaan.

c) Teman : Ketika lansia lainnya meninggal, maka muncul

perasaan akan meninggal. Berada di rumah

terus menerus akan cepat pikun atau tidak

berkembang.

d) Abuse : Kekerasan berbentuk verbal (dibentak) dan

nonverbal (dicubit, tidak diberi makan).

Page 16: BAB II

e) Masalah hukum : Berkaitan dengan perlindungan asset dan

kekayaan pribadi yang dikumpulkan sejak

masih muda.

f) Ekonomi : Kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan bagi

lansia dan income security.

g) Transportasi : Kebutuhan akan sistem transportasi yang cocok

bagi lansia.

h) Politik : Kesempatan yang sama untuk terlibat dalam

memberikan masukan dalam system politik

yang berlaku.

i) Pendidikan : Berkaitan dengan pengentasan buta huruf dan

kesempatan untuk tetap belajar sesuai dengan

hak asasi manusia.

j) Panti jompo : Merasa dibuang, diasingkan.

3) Perubahan psikologis

Perubahan psikologis pada lansia meliputi short term memory,

frustasi, kesepian, takut kehilangan kebebasan, takut menghadapi

kematian, perubahan keinginan, depresi dan kecemasan.

C. Konsep Juice Mentimun

1. Deskripsi

Buah mentimun (Cucumis Sativus) sangat dekat dengan melon dan labu.

Buah ini dihasilkan di semua negara dan selalu tersedia di sepanjang tahun.

Selama musim dingin persediaan di California, Florida dan Texas

didatangkan dari Meksiko dan kepulauan di India Barat.

Ada banyak jenis mentimun, tetapi secara garis besar dapat dibagi dalam

tiga kelompok; mentimun kebun yang berkulit halus; timun kecil untuk acar;

dan timun Eropa tanpa biji.

Mentimun yang paling enak, tetapi tidak terlalu bagus bentuknya, adalah

timun untuk acar (disebut Kirbi). Kirbi berwarna hijau pucat dan putih.

Page 17: BAB II

Ukurannya sangat kecil semakin bagus. Bentuk tidak terlalu simetris dan

kulitnya pun berbintik bintik. Akan tetapi dalam hal ini wujud luar seringkali

berbeda rasanya. Kirbi biasanya digunakan untuk membuat acar seperti yang

sering anda lihat di pasar swalayan.

Jenis timun acar yang paling kecil disebut gherkin. Jika dimakan

mentahan rasanya sangat jelas, tetapi timun jenis ini jarang dapat dijumpai di

pasar swalayan. Sebab para pabrik pemroses telah membelinya dalam

jumlah berton-ton dan membeli dari penanamannya dengan harga tinggi.

Jika anda memilih mentimun, maka semakin gelap (kecuali untuk jenis

Kirbi) maka akan semakin baik. Warna kuning menunjukkan umurnya yang

sudah tua dan bijinya sudah mengeras. Ukuran kecil dan ramping lebih

disukai daripada yang besar dan gemuk. Hindari mentimun yang gembung,

lembek layu ataupun kisut (timun yang lembek kadang-kadang terasa tidak

enak). Mentimun dapat disimpan di lemari pendingin selama lebih dari

seminggu, tetapi lebih baik segera dikonsumsi segera setelah dibeli.

2. Kandungan Kimia

Kandungan kimia : Biji: minyak lemak, kareton. Daun : kukurbitasin C,

stigmastereol. Buah juga mengandung sedikit saponin, enzyme pencernaan,

glutathione, protein, lemak, karbohidrat, vitamin B dan C.

D. Konsep Asuhan Keperawatan Lansia dengan Hipertensi

Pengkajian

a Anamnesis

Anamnesis pada hipertensi meliputi identitas klien, keluhan utama,

riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit

keluarga, dan pengkajian psikososial.

1) Identitas

Page 18: BAB II

a) Identitas klien, meliputi :

(1) Nama

(2) Umur : sering terjadi pada usia tua

(3) Jenis kelamin :

(4) Agama : terkait kepercayaan dan larangan – larangan tertentu

yang mempengaruhi proses asuhan keperawatan

(5) Pekerjaan : pekerjaan berhubungan dengan aktifitas fisik yang

dilakukan. Aktifitas fisik teratur dapat menurunkan tekanan

darah dan gula darah, meningkatkan kadar kolestrol LDL,

menurunkan berat badan dan berhenti merokok. Pikiran akibat

pekerjaan yang terlalu berat (stress) dapat menyebabkan

hipertensi

(6) Alamat

(7) Status perkawinan

(8) Tanggal masuk rumah sakit dan tanggal pengkajian : untuk

menentukan keefektifan intevensi keperawatan

(9) No register

(10) Diagnosa medis

b) Identitas penanggung jawab

(1) Nama

(2) Umur

(3) Jenis kelamin

(4) Pekerjaan

Page 19: BAB II

(5) Alamat

(6) Status perkawinan

2) Keluhan utama

Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan

adalah kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak

dapat berkomunikasi, dan penurunan tingkat kesadaran.

3) Riwayat penyakit sekarang

Serangan stroke hemoragik sering kali berlangsung secara mendadak,

pada saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri

kepala, mual, muntah, bahkan kejang sampai tidak sadar, selain gejala

kelumpuhan separuh badan atau gangguan fungsi otak yang lain.

Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran disebabkan

perubahan di dalam intracranial. Keluhan perubahan perilaku juga

umum terjadi. Sesuai perkembangan penyakit, dapat terjadi letargi,

tidak responsif, dan koma.

4) Riwayat penyakit dahulu

Adanya riwayat hipertensi, riwayat sroke sebelumnya, diabetes

mellitus, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi

oral yang lama, penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin,

vasodilator, obat-obat adiktif, dan kegemukan. Pengkajian pemakaian

obat-obat yang sering digunakan klien seperti pemakaian obat

antihipertensi, antilipidemia, penghambat beta dan lainnya. Adanya

riwayat merokok, penggunaan alcohol, dan penggunaan obat

Page 20: BAB II

kontrasepsi oral. Pengkajian riwayat ini dapat mendukung pengkajian

dari riwayat penyakit sekarang dan merupakan data dasar untuk

mengkaji lebih jauh dan untuk memberikan tindakan selanjutnya.

5) Riwayat penyakit keluarga

Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes

mellitus, atau adanya riwayat stroke dari generasi terdahulu.

6) Pengkajian pola-pola fungsi kesehatan dan psikososiospiritual

a) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat

Biasanya ada riwayat perokok, penggunaan alcohol, penggunaan

obat kontrasepsi oral.

b) Pola nutrisi dan metabolisme

Adana keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual,

dan muntah pada fase akut.

c) Pola eliminasi

Biasanya terjadi inkontinensia urine dan pada defekasi biasanya

terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltic usus.

d) Pola aktivitas dan latihan

Adanya kesulitan untuk beraktivitas karena kelemahan,

kehilangan sensori atau paralise, kelumpuhan sesisi atau

hemiplegi, mudah lelah.

e) Pola tidur dan istirahat

Page 21: BAB II

Biasanya klien mengalami kesulitan untuk istirahat karena kejang

otot atau nyeri otot.

f) Pola hubungan dan peran

Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami

kesukaran untuk berkomunkiasi akibat gangguan bicara.

g) Pola persepsi dan konsep diri

Biasanya klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah

marah dan tidak kooperatif.

h) Pola sensori dan kognitif

Pada pola sensori, klien mengalami gangguan penglihatan

(kekaburan pandangan), gangguan perabaan/sentuhan menurun

pada muka dan ekstrimitas yang sakit. Pada pola kognitif biasanya

terjadi penurunan memori dan proses berpikir.

i) Pola reproduksi seksual

Biasanya terjadi penurunan gairah seksual akibat dari beberapa

pengobatan stroke, seperti obt anti kejang, anti hipertensi, dan

antagonis histamin.

j) Pola penanggulangan stres

Klien biasanya mengalami kesulitan untuk memecahkan masalah

karena gangguan proses berpikir dan kesulitan berkomunikasi.

k) Pola tata nilai dan kepercayaan

Page 22: BAB II

Klien biasanya jarang melakukan ibadah karena tingkah laku yang

tidak stabil dan kelemahan atau kelumpuhan pada salah satu sisi

tubuh.

7) Pengkajian status fungsional lansia

Pengkajian status fungsional adalah suatu pengukuran kemampuan

seseorang untuk melalukan aktifitas kehidupan sehari- hari secara

mandiri.

Indeks Katz

Indeks Katz adalah alat yang digunakan untuk menentukan

hasil tindakan dan prognosis pada lansia dan penyakit kronis. Indeks

Katz meliputi keadekuatan pelaksanaan dalam enam fungsi, seperti :

a) Mandi

b) Berpakaian

c) Toileting

d) Berpindah

e) Kontinen

f) Makan

Tabel 2.3 Tingkat Kemandirian Lansia menurut Indeks Katz

Page 23: BAB II

A Kemandirian pada ke enam fungsi tersebutB Kemandirian dalam aktivitas sehari- hari kecuali satu dari fungsi

tambahanC Kemandirian dalam aktivitas sehari- hari kecuali mandi dan satu

fungsi tambahanD Kemandirian dalam aktivitas sehari- hari kecuali mandi, berpakaian

dan satu fungsi tambahanE Kemandirin dalam aktivitas sehari- hari kecuali mandi, berpakaian,

toileting dan satu fungsi tambahanF Kemandirian dalam aktivitas sehari – hari kecuali mandi, berpakaian,

toileting, berpindah dan satu fungsi tambahanG Ketergantunagn pada ke enam fungsi tersebut

8) Pengkajian status kognitif (mental) lansia

Pemeriksaan status mental memberikan sampel perilaku dan

kemampuan mental dalam fungsi intelektual.

SPMSQ (Short Portable Mental Status Questionare)

Digunakan untuk mendeteksi adanya tingkat kerusakan

intelektual, terdiri dari 10 Hal yang menilai orientasi, memory dalam

hubungan dalam kemampuan perawatan diri, memory jauh dan

kemampuan matematis. Cara :

a) Ajukan 1-10 pertanyaan pada klien dan catat semua jawaban

b) Tanyakan pertanyaan 4a jika klien tidak mempunyai nomor

telepon.

c) Catat jumlah kesalahan total berdasarkan pertanyaan tadi.

Tabel 2.4 SPMSQ (Short Portable Mental Status Questionare)

No Pertanyaan Jawaban Skore

Page 24: BAB II

+ -

1 Tanggal berapa hari ini ?2 Hari apa ini ?3 Apa nama tempat ini ?4

4a

Berapa no telp anda ?

Dimana alamat anda ?5 Berapa umur anda ?6 Kapan anda lahir ?7 Siapa presiden sekarang ?8 Siapa presiden sebelumnya ?9 Siapa nama ibu anda ?10 Kurangi 3 dari 20 dan tetap

pengurangan 3 dari setiap angka baru secara menurun ?

Kesimpulan SPMSQ :

Kesalahan 0-2 : Fungsi intelektual utuh

Kesalahan 3-4 : Kerusakan intelektual ringan

Kesalahan 5-7 : Kerusakan intelektual sedang

Kesalahan 8-10 : Kerusakan intelektual berat

b Pemeriksaan fisik

Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan-keluhan

klien, pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari

Page 25: BAB II

pengkajian anamnesis. Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan secara head

to toe dengan fokus pemeriksaan fisik pada pemeriksaan fungsi neurologi

yang terarah dan dihubungkan dengn keluhan-keluhan klien.

1) Keadaan umum

a) Kesadaran : Umumnya mengalami penurunan kesadaran.

b) Suara bicara : Kadang mengalami gangguan bicara yaitu sulit

dimengerti, kadang tidak bisa bicara.

c) Tanda-tanda vital : Tekanan darah meningkat, denyut nadi

bervariasi (kadang cepat dan kadang lambat), peningkatan suhu dan

frekuensi pernapasan (Arif muttaqin, 2012 : 135).

2) Pemeriksaan head to toe

a) Kepala

Inspeksi : Penyebaran rambut, alopesia, kebersihan kepala,

benjolan abnomal dan hematoma yang bisa

diindikasikan adanya trauma kepala.

Palpasi : Adanya benjolan abnormal dan nyeri tekan pada area

kepala dapat diindikasikan riwayat trauma kepala. Nyeri

tekan juga dapat diindikasikan pada peningkatan

tekanan intrakranial.

b) Wajah

Page 26: BAB II

Ketidaksimetrisan wajah akibat gangguan pada saraf kranial ke VII

yang menyebabkan otot wajah tertarik pada sisi yang sehat, pucat

akibat adanya gangguan peredaran darah.

c) Mata

Konjungtiva kemerahan / pucat, pupil isokor / anisokor dapat

dijumpai pada pasien yang mengalami penurunan kesadaran,

papiledema akibat peningkatan tekanan intrakranial yang

mendesak tekanan pada intraokuler, penglihatan dan lapang

pandang berkurang pada sisi yang sakit akibat gangguan pada saraf

ke III, IV, VI sehingga terjadi paralisis pada sisi otot okularis yang

sakit.

d) Hidung

Kebersihan hidung terganggu akibat kelemahan fisik yang

mengakibatkan pasien kesulitan dalam membersihkannya secara

mandiri, epitaksis akibat peningkatan tekanan pembuluh darah di

hidung, pernapasan cuping hidung akibat peningkatan sekresi

sekret dan ketidakmampuan batuk efektif akibat nyeri kepala atau

kelemahan sehingga terjadi peningkatan usaha untuk bernapas

termasuk pernapasan cuping hidung, penciuman yang dipersyarafi

oleh syaraf I pada umumnya tidak terganggu.

e) Telinga

Kebersihan terganggu akibat kelemahan fisik yang mengakibatkan

pasien kesulitan dalam membersihkannya secara mandiri,

Page 27: BAB II

pendengaran yang di atur oleh syaraf VIII tidak terganggu, tidak

ditemukan tuli konduktif dan tuli persepsi.

f) Mulut dan tenggorokan

Mulut mencong dan penurunan koordinasi gerakan mengunyah

akibat paralisis saraf trigeminus (saraf V), gangguan pada saraf IX

dan X yang menyebabkan kemampuan menelan kurang baik dan

kesulitan membuka mulut, sianosis akibat penurunan suplai

oksigen, kebersihan rongga mulut dan gigi terganggu akibat

kelemahan fisik yang mengakibatkan pasien kesulitan dalam

membersihkannya secara mandiri, disartria, afasia.

g) Leher

Terdapat distensi pembuluh darah vena jugularis akibat gangguan

pada peredaran darah di kepala, ada/tidaknya pembesaran kelenjar

limfe dan pembesaran kelenjar tiroid, kaku kuduk jarang dijumpai.

h) Dada

Bentuk dada, adakah gerakan tertinggal costae saat bernapas.

(1) Paru

Inspeksi : Pada inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan

produksi sputum, sesak napas, penggunaan otot

bantu pernapasan, dan peningkatan frekuensi

pernapasan. Pada klien stroke dengan tingkat

kesadaran compos mentis, pengkajian inspeksi

pernapasannya tidak ada kelainan.

Page 28: BAB II

Palpasi : Taktil premitus kanan dan kiri sama atau tidak

Perkusi : Resonan

Auskultasi : Auskultasi bunyi napas tambahan seperti ronchi

pada klien dengan peningkatan produksi secret

dan kemampuan batuk yang menurun yang sering

didapatkan pada klien stroke dengan penurunan

tingkat kesadaran koma.

(2) Jantung

Inspeksi : Adakah pulsasi atau ictus cordis

Palpasi : Teraba ictus cordis pada ICS 5 mid clavicula

sinistra

Perkusi : Pekak dalam batas jantung

Auskultasi : BJ I dan BJ I terdengar tunggal, bunyi jantung

satu terdengar lebih keras pada area mitral dan

trikuspid. Bunyi jantung dua terdengar lebih keras

pada area aortik dan pulmonal. Pada klien stroke

yang disertai penyakit jantung, dapat ditemukan

mur-mur pada auskultasi jantung.

i) Abdomen

Inspeksi : Bentuk abdomen, adakah lesi, adakah bayangan

vena, adakah acites.

Page 29: BAB II

Auskultasi : Peristaltic usus menurun (konstipasi) atau

meningkat (diare/inkontinensia alvi)

Perkusi : Tympani

Palpasi : Adakah benjolan abnormal, nyeri tekan pada

abdomen

(1) Kuadran kiri atas : adakah pembesaran lien

(2) Kuadran kanan atas : adakah pembesaran hepar

(3) Kuadran kanan bawah : adakah nyeri tekan pada area

Mc.bourney

(4) Kuadaran kiri bawah : adakah skibala

(5) Adakah distensi vesika urinaria

j) Genetalia dan anus

Kebersihan genetalia, adakah penyakit menular seksual

(kondiloma, sipilis, gonore), Kebersihan anus, peradangan,

hemoroid, pada klien lansia dengan stroke bisa ditemukan

inkontinensia urine dan alvi.

k) Muskuloskeletal

Stroke adalah penyakit UMN dan mengakibatkan kehilangan

control volunter terhadap gerakan motorik. Disfungsi motorik

paling umum adalah hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi)

karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau

kelemahan salah satu sisi tubuh adalah tanda yang lain. Adanya

Page 30: BAB II

kesulitan untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensori

atau paralise/hemiplegi, serta mudah lelah menyebabkan masalah

pada pola aktivitas dan istirahat.

l) Integumen

Kebersihan kulit, kehangatan kulit, kelembaban kulit, tekstur kulit.

Jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat atau kebiruan,

periksa CRT (Cappilary Reffil Time) untuk mengetahui perfusi

jaringan perifer, normalnya kurang dari 3 detik, jika klien

kekurangan cairan maka turgor kulit akan buruk, adakah oedema.

Selain itu, perlu juga dikaji tanda-tanda decubitus terutama pada

daerah yang menonjol karena klien stroke mengalami masalah

mobilitas fisik.

m) Neurologi

(1) Tingkat kesadaran

Tingkat kesadaran klien stroke secara kualitatif biasanya

berkisar pada tingkat letargi (keadaan mengantuk dan mudah

dibangunkan), stupor (keadaan mengantuk yang dalam dan

dapat dibangunkan dengan rangsang yang kuat, namun

kesadarannya akan menurun lagi) dan semikoma. Jika klien

sudah mengalami koma, maka penilaian GCS sangat penting

untuk menilai tingkat kesadaran klien dan bahan evaluasi untuk

pemantauan pemberian asuhan.

(2) Fungsi Serebral

Page 31: BAB II

Pengkajian ini meliputi status mental, fungsi intelektual,

kemampuan bahasa, lobus frontal dan hemisfer.

(a) Status mental

Observasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya bicara,

ekspresi wajah, dan aktivitas motoric klien. Pada klien

stroke tahap lanjut biasanya status mental klien mengalami

perubahan.

(b) Fungsi intelektual

Didapatkan penurunan dalam ingatan dan memori, baik

jangka pendek maupun jangka panjang. Penurunan

kemampuan berhitung dan kalkulasi. Pada beberapa kasus,

klien mengalami brain damage yaitu kesulitan untuk

mengenal persamaan dan perbedaan yang tidak begitu

nyata.

(c) Kemampuan bahasa

Penurunan kemampuan bahasa tergantung daerah lesi yang

mempengaruhi fungsi dari serebral. Lesi pada daerah

hemisfer yang dominan pada bagian posterior dari girus

temporalis superior (area Wernicke) didapatkan disfasia

reseptif, yaitu klien tidak dapat memahami bahasa lisan

atau bahasa tertulis. Sedangkan lesi pada bagian posterior

dari girus frontaslis inferior (area broca) didapatkan

disfagia ekspresif, yaitu klien dapat mengerti, tetapi tidak

Page 32: BAB II

dapat menjawab dengan tepat dan bicaranya tidak lancar.

Disartria (kesulitan berbicara), ditunjukkan dengan bicara

yang sulit dimengerti yang disebabkan oleh paralisis otot

yang bertanggung jawab untuk menghasilkan bicara.

Apraksia (ketidakmampuan untuk melakukan tindakan

yang dipelajari sebelumnya), seperti terlihat ketika klien

mengambil sisir dan berusaha untuk menyisisr rambutnya.

(d) Lobus frontal

Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologis didapatkan

jika kerusakan telah terjadi pada lobus frontal kapasitas,

memori, atau fungsi intelektual kortikal yang lebih tinggi

mungkin rusak. Disfungsi ini dapat ditunjukkan dalam

lapang perhatian tebatas, kesulitan dalam pemahaman,

lupa, dan kurang motivasi, yang menyebabkan klien ini

menghsdapi masalah frustasi dalam program rehabilitasi

mereka. Depresi umum terjadi dan mungkin diperberat

oleh respon alamiah klien terhadap penyakit katastrofik ini.

Masalah psikologis lain juga umum terjadi dan

dimanifestasikan oleh emosi yang labil, bermusuhan,

frustasi, dendam, dan kurang kerja sama.

(e) Hemisfer

Page 33: BAB II

Stroke hemisfer kanan didapatkan hemiparese sebelah kiri

tubuh, penilaian buruk dan mempunyai kerentanan

terhadap sisi kolateral sehingga kemungkinan terjatuh ke

sisi yang berlawanan tersebut. Pada stroke hemisfer kiri,

mengalami hemiparesa kanan, perilaku lambat dan sangat

hati-hati, kelainan bidang pandang sebelah kanan, disfagia

global, afasia, dan mudah frustasi.

n) Saraf kranial

(1) Saraf I (olfaktorius). Pada pasien srtoke perdarahan tidak ada

kelainan pada fungsi penciuman.

(2) Saraf II (optikus). Disfungsi persepsi visual karena gangguan

jaras sensori primer diantara mata dan korteks visual.

Gangguan hubungan visual spasial sering terlihat pada pasien

dengan hemiplegi kiri. Pasien mungkin tidak dapat memakai

pakaian tanpa bantuan karena ketidakmampuan untuk

mencocokan pakaian ke bagian tubuh.

(3) Saraf III (okulomotor), IV (troklearis), VI (abdusen). Stroke

mengakibatkan paralisis pada satu sisi otot okularis, sehingga

didapatkan penurunan kemampuan gerak dan lapang pandang

pada sisi yang sakit.

(4) Saraf V (trigeminus). Pada beberapa penderita stroke

menyebabkan paralisis saraf trigeminus, sehingga

Page 34: BAB II

mengakibatkan penurunan kemampuan koordinasi gerakan

mengunyah.

(5) Saraf VII (fasialis). Wajah asimetris dan otot wajah tertarik ke

bagian sisi yang sehat.

(6) Saraf VIII (vestibulokoklearis). Tidak ditemukan adanya tuli

konduktif dan tuli persepsi.

(7) Saraf IX (glosofaringeal) dan X (vagus). Kemampuan

menelan kurang baik dan kesulitan membuka mulut.

(8) Saraf XI (aksesorius). Tidak ada atrofi otot

sternokleidomastoideus dan trapezius.

(9) Saraf XII (hipoglossus). Lidah simetris.

o) Pengkajian fungsi motorik

Stroke adalah penyakit saraf motorik atas (UMN) dan

mengakibatkan kehilangan control volunter terhadap gerakan

motoric. Salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan kerusakan pada

UMN di sisi yang berlawanan dari otak.

(1) Inspeksi umum : didapatkan hemiplegia (paralisis pada salah

satu sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan.

Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh adalah

tanda yang lain.

(2) Fasikulasi : didapatkan pada otot-otot ekstrimitas

(3) Tonus otot : didapatkan meningkat.

Page 35: BAB II

(4) Kekuatan otot : pada penilaian dengan menggunakan tingkat

kekuatan otot pada sisi sakit didapatkan tingkat 0.

(5) Keseimbangan dan koordinasi : didapatkan mengalami

gangguan Karen hemiparesa dan hemiplegi.

p) Pengkajian fungsi sensorik

Dapat terjadi hemihipestesi. Pada persepsi terdapat

ketidakmampuan untuk menginterpretasikan sensasi. Disfungsi

persepsi visual karena gangguan jaras sensori primer diantara mata

dan kortek visual.

Gangguan hubungan visual-spasial (mendapatkan hubungan

dua atau lebih objek dalam area spasial). Sering terlihat pada klien

dengan hemiplegia kiri. Klien mungkin tidak dapat memakai

pakaian tanpa bantuan karena ketidakmampuan untuk

mencocokkan pakaian ke bagian tubuh.

Kehilangan sensori karena stroke dapat berupa kerusakan

sentuhan ringan atau mungkin lebih berat, dengan kehilangan

propriosepsi (kemampuan untuk merasakan posisi dan gerakan

bagian tubuh) serta kesulitan dalam menginterpretasikan stimuli

visual, taktil, dan auditorius.

q) Pengkajian refleks

Pemeriksaan refleks terdiri atas pemeriksaan refleks profunda dan

pemeriksaan refleks patologis.

(1) Refleks profunda

Page 36: BAB II

Pengetukan pada tendon, ligamentum atau periosteum derajat

refleks pada respon normal.

(2) Refleks patologis

Pada fase akut, refleks fisiologis sisi yang lumpuh akan

menghilang. Setelah beberapa hari, refleks fisiologis akan

muncul kembali didahului dengan refleks patologis.

Gerakan involunter : tidak ditemukan adanya termor, tic, dan

dystonia. Pada keadaan tertentu, klien biasanya mengalami

kejang umum, terutama pada anak dengan stroke disertai

peningkatan suhu tubuh yang tinggi. Kejang berhubungan

sekunder akibat area fokal kortikal yang peka.

c Pemeriksaan penunjang

1) Angiografi Serebral

Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik seperti

perdarahan arteriovena atau adanya ruptur, dan untuk mencari sumber

perdarahan seperti aneurisma atau malformasi vaskuler.

2) Lumbal Pungsi

Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada cairan lumbal

menunjukkan adanya hemoragi pada subarachnoid atau perdarahan

pada intracranial. Peningkatan jumlah protein menunjukkan adanya

proses inflamasi. Hasil pemeriksaan liquor merah biasanya dijumpai

pada perdarahan yang massif, sedangkan perdarahan yang kecil

biasanya warna liquor masih normal sewaktu hari-hari pertama.

Page 37: BAB II

3) CT Scan

Pemindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi

hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia dan

posisinya secara pasti. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan

hiperdens fokal, kadang pemadatan terlihat di ventrikel atau menyebar

ke permukaan otak.

4) MRI

Menggunakan gelombang magnetic untuk menentukan posisi dan

besar/luas terjadinya perdarahan otak. Hasil pemeriksaan biasanya

didapatkan area yang mengalami lesi dan infark akibat dari hemoragi.

5) USG Doppler

Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah system

karotis)

6) EEG

Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan

dampak dari jarinmgan yang infark sehingga menurunnya impuls

listrik dari jaringan otak.

7) Pemeriksaan Laboratorium

a) Pemeriksaan darah lengkap : untuk mencari kelainan pada darah

itu sendiri.

b) Pemeriksaan kimia darah : pada stroke akut dapat terjadi

hiperglikemia, gula darah dapat mencapai 250 mg di dalam serum

dan kemudian berangsur-angsur turun kembali.

Page 38: BAB II

c. Analisa Data

Analisa data adalah kemampuan mengkaitkan data dang

menghubungkan data tersebut dengan konsep, teori dan prinsip yang

relevan untuk membuat kesimpulan dalam menentukan masalah

kesehatan dan keperawatan klien (Mohammad Judha, 2011:65).