bab ii
DESCRIPTION
rekayasa genetikaTRANSCRIPT
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Bayi Tabung
Bayi tabung atau sering disebut dengan in vitro fertilization adalah suatu metode yang
dipakai dalam biteknologi dengan cara mengambil ovum dari wanita dan sperma dari pria
yang kemudian ditampung di dalam sebuah tabung dalam jangka waktu tertentu dengan
derajat panas tertentu seperti di dalam rahim ibu. Bayi tabung pertama di Indonesia yang lahir
diberi nama Nugroho Karyanto, pada tanggal 2 Mei 1988 dari pasangan suami istri Tn.
Markus dan Ny. Chai Ai Lian. Bayi tabung yang kedua lahir pada tanggal 6 November 1988
yang bernama Stefanus Geovani dari pasangan suami istri Ir. Jani Dipokusumo dan Ny.
Angela. Selanjutnya bayi tabung ketiga lahir pada tanggal 22 Januari 1989 yang diberi nama
Graciele Chandra, sedang keempatnya lahir kembar tiga sehingga oleh Ibu Tien Suharto
diberi nama: Melati, Suci, dan Lestari. Tangal 30 Juli 1989 lahir bayi tabung kelima bernama
Azwar Abimoto. Kemudian disusul oleh bayi-bayi tabung lainnya. Kesemua bayi tabung
tersebut lahir di Rumah Sakit Anak dan Bersalin Harapan Kita Jakarta dan rumah sakit inilah
yang pertama mengembangkan teknologi bayi tabung di Indonesia.
2.1.1 Manfaat program Bayi Tabung
Program bayi tabung dapat membantu pasangan suami istri yang keduanya atau salah
satu nya mandul atau ada hambatan alami pada suami atau istri menghalangi bertemunya sel
sperma dan sel telur.Misalnya karena tuba falopii terlalu sempit atau ejakulasinya terlalu
lemah.
2.1.2 Proses dan Prosedur Program bayi Tabung
Mengingat tingkat keberhasilan program bayi tabung di Indonesia masih rendah,
maka pasangan suami istri yang dapat mengikuti program bayi tabung haruslah memenuhi
beberapa persyaratan tertentu, baik dari segi kesiapan mental/spiritual, medis, maupun dari
segi finansial. Walaupun program bayi tabung merupakan hak bagi pasangan suami istri yang
mandul (infertil), namun tidak semuanya dapat mengikuti program tersebut. Berikut adalah
persyaratan untuk dapat melangsungkan program bayi tabung (Pamungkas, 2002) :
1. Pengelolaan infertilitas
Pengelolaan infertilitas merupakan suatu usaha dari dokter untuk mengetahui faktor
penyebab infertilitas dari pasangan suami istri. Proses ini membutuhkan waktu kira-
kira enam siklus haid atau enam bulan.
2. Terdapat alasan yang sangat jelas
3. Sehat Jiwa dan Raga
Pasangan suami istri yang dapat mengikuti program bayi tabung ialah pasangan suami
istri yang sehat jiwa dan raga. Hal ini bertujan agar pasangan suami istri tersebut
dapat mengikuti semua tahapan-tahapan yang disyaratkan dalam pemeriksaan
infertilitas dan pengambilan sperma maupun sel telur.
4. Mampu membiayai program bayi tabung dan biaya persalinan
Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan, ternyata pasangan suami istri yang
mengikuti program bayi tabung adalah pasangan suami istri yang mempunyai tingkat
ekonomi menengah ke atas. Sebenarnya banyak pasangan suami istri infertil di
kalangan ekonomi lemah ingin mengikuti program bayi tabung, tetapi mereka
terbentur persoalan finansial. Dapat dibayangkan bahwa biaya untuk mengikuti
program bayi tabung tersebut sangat mahal, yaitu berkisar antara 14 juta sampai 15
juta rupiah, dan ini belum termassuk biaya konsultasi dan biaya obat.
5. Mengerti secara umum seluk beluk fertilisasi in vitro dan pemindahan embrio
Pada kunjungan ertama kepada pasangan suami istri yang ingin memperoleh anak
melalui program bayi tabung diminta untuk membeli sebuah buku petunjuk bagi
pasien. Tujuan pembelian buku tersebut adalah diharapkan untuk mempelajari buku
penuntun itu secara mandiri, disamping mendapat informasi dari dokter yang
menanganinya. Sehingga pada saat dilakukan pembuahan dan pemindahan embrio
mereka diharapkan sudah mengerti seluk-beluk tentang bayi tabung.
6. Informed consent
Untuk menghindari sanksi yang begitu berat bagi dokter atau rumah sakit, maka
biasaya seorang dokter menyodorkan formulir persetujuan operasi untuk
ditandatangani oleh keluarga terdekat (suami) pasien. Tetapi dalam pelaksanaan bayi
tabung, tim dokterlah yang membaca dan menerangkan secara menyeluruh isi
informed consent kepada pasangan suami istri dan mereka harus mengerti resiko-
resiko yang dapat terjadi. Setelah diberi waktu untuk mempertimbangkannya maka
perlu penandatanganan informed consent.
7. Umur isteri kurang dari 38 tahun
Faktor umur mempunyai peranan yang sangat penting dan perlu dipertimbangkan
dalam mengikuti program bayi tabung. Umur istri disyaratkan kurang dari 38 tahun.
Hal ini dikarenakan pada umur tersebut keberhasilan untuk hamil cukup tinggi jika
dibandingkan dengan istri yang berumur di atas 38 tahun. Dalam dunia medis telah
dibagi-bagi tentang masa kesuburan seorang wanita. Seorang wanita yang berumur
antara 20 – 24 tahun dikatakan paling subur. Usia 24 tahun merupakan usia kesuburan
paling tinggi. Ketika menginjak usia 25 – 30 tahun semakn menurun dan merosot
pada usia 38 tahun ke atas. Mulai usia 45 tahun ke atas kesempatan untuk hamil
semakin tipis.
Apabila kesemua syarat di atas telah dipenuhi oleh pasangan suami istri. Maka
pasangan suami istri tersebut bisa mengikuti program bayi tabung sesuai prosedur. Berikut ini
adalah cara atau prosedur pelaksanaan bayi tabung:
1. Tahap pertama : Pengobatan merangsang indung telur
Pada tahap ini istri diberi obat perangsang indung telur, sehingga dapat mengeluarkan
banyak ovum. Obat yang diberikan kepada istri dapat berupa obat makan atau obat
suntik yang diberikan setiap hari sejak permulaan haid dan baru dihentikan setelah
ternyata sel-sel telur matang. Pematangan sel-sel telur ini dipantau setiap hari dengan
pemeriksaan darah istri, dan pemeriksaan dengan ultrasonografi (USG).
2. Tahap kedua : Pengambilan sel telur
Apabila sel telur dari istri sudah banyak, maka dilakukan pengambilan sel telur yang
akan dilakukan dengan suntikan lewat vagina di bawah bimbingan USG.
3. Tahap ketiga : Pembuahan atau fertilisasi sel telur
Setelah berhasil mengeluarkan beberapa sel telur, suami diminta mengeluarkan
sendiri spermanya. Selanjutnya sperma akan diproses, sehingga sel-sel sperma suami
yang baik saja yang akan dipertemukan dengan sel-sel telur istri dalam tabung gelas
di laboratorium. Sel-sel telur istri dan sel-sel sperma suami yang sudah dipertemukan
itu kemudian dibiakkan dalam lemari pengeram. Pemantauan berikutnya dilakukan
18-20 jam kemudian. Pada pemantauan keesokan harinya diharapkan sudah terjadi
pembelahan sel.
4. Tahap keempat : Pemindahan embrio
Kalau terjadi fertilisasi sebuah sel telur dngan sebuah sperma, maka terciptalah hasil
pembuahan yang akan membelah menjadi beberapa sel yang disebut embrio. Embrio
ini akan dipindahkan melalui vagina ke dalam rongga rahim ibunya 2 – 3 hari
kemudian.
5. Tahap kelima : Pengamatan terjadinya kehamilan
Setelah implantasi embrio maka tinggal menunggu apakah kehamilan akan terjadi.
Apabila 14 hari setelah pemindahan embrio tidak terjadi haid, maka dilakukan
pemeriksaan untuk menentukan kehamilannya.
2.1.3 Aspek Keamanan, Legalitas, dan Etika dalam Program Bayi Tabung
Indonesia merupakan salah satu negara yang juga tidak tertinggal dalam program
pelayanan reproduksi berbantu. Salah satu reproduksi berbantu ini adalah program bayi
tabung. Dalam hal keamanan dan legalitas pelaksanaan program bayi tabung telah diatur
dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 039/ Menkes/ SK/I /2010.
Dalam Bab II pasal 2 telah disebutkan bahwa “Pelayanan Teknologi Reproduksi Berbantu
hanya dapat diberikan kepada pasangan suami istri yang terikat perkawinan yang sah dan
sebagai upaya akhir untuk memperoleh keturunan serta berdasarkan pada suatu inidikasi
medik”. Dalam Bab III tentang persyaratan juga telah disebutkan bahwa penyelenggaraan
pelayanan teknologi reproduksi berbantu hanya dapat dilaksanakan oleh lembaga yang telah
memenuhi persyaratan ketenagaan, sarana, dan prasarana, serta peralatan (Permenkes, 2010).
Teknik reproduksi buatan mendapat kritik yang menarik dari segi etika dan moral.
Setidaknya, ada empat kesepakatan internasional penting mengenai masalah etika dan moral
teknik reproduksi buatan. Inggris merupakan negara yang pertama kali membuat kebijakan
etika dan moral berkaitan dengan kontroversi reproduksi buatan. Teknik reproduksi buatan
mendapat kritik yang menarik dari segi etika dan moral. Setidaknya, ada empat kesepakatan
internasional penting mengenai masalah etika dan moral teknik reproduksi buatan. Inggris
merupakan negara yang pertama kali membuat kebijakan etika dan moral berkaitan dengan
kontroversi reproduksi buatan (Sugiarto, 2011)
Committee of Enquiry into Human Fertilization and Embriology
Komite yang dibentuk pada tahun 1982 ini menghasilkan beberapa keputusan yang
dapat dijadikan referensi pelaksanaan teknik reproduksi buatan di negara-negara lain.
Pada tahun 1984, Warnock menyampaikan hasil investigasi, telaah, dan kajiannya
terhadap reproduksi buatan. Secara umum, Warnock Report berisi perlu adanya
pengaturan yang jelas segi pelaksanaan teknik reproduksi buatan agar semuanya tidak
bertentangan dengan masalah etika, moral, sosial, dan hukum di negara masing-
masing. Selanjutnya, pada tahun 1990 dibentuk Human Fertilization and Embriology
Authority (HFEA) yang memiliki wewenang menjadi penasihat dan pengatur
pelaksanaan reproduksi buatan di berbagai negara. HFEA juga membuat petunjuk
pelaksanaan dan memberikan rekomendasi kepada pemerintah negara pelaksana atas
berbagai masalah yang timbul akibat pelaksanaan teknik reproduksi buatan.
Semuanya bertujuan meminimalisasi dampak etika dan moral yang dapat ditimbulkan
teknik reproduksi buatan. Beberapa kebijakan penting yang dikeluarkan HFEA adalah
melarang:
a. penelitian dan penyimpanan embrio manusia berusia lebih dari 14 hari
b. menempatkan gamet atau embrio manusia di binatang dan sebaliknya
c. menyimpan dan menggunakan embrio untuk kepentingan lain selain memperoleh
keturunan bagi pasangan sah yang telah diatur oleh peraturan lain
d. melakukan kloning untuk tujuan reproduksi manusia.
Peraturan HFEA sangat jelas dan eksplisit. Berbagai aturan tersebut disosialisasikan
ke seluruh negara di dunia termasuk Indonesia. Rekomendasi HFEA ini sebagian
digunakan oleh Panitia Adhoc Khusus yang dibuat Departemen Kesehatan RI untuk
mengatur syarat-syarat pelaksanaan reproduksi buatan di praktik klinik. Semuanya
dituangkan dalam Pedoman Pelayanan Bayi Tabung di Rumah Sakit yang dibuat oleh
Direktorat Rumah Sakit Khusus dan Swasta Departemen Kesehatan Republik
Indonesia.
Selain telaah terhadap Warnock Report dan HFEA, ada dua lagi aturan penting
berkaitan dengan aspek etika dan moral dari teknik reproduksi buatan:
The International Islamic Center for Population Studies and Research
Lokakarya ini diselenggarakan pada bulan November 2000 dihadiri oleh negara-
negara Islam di dunia. Kesepakatan negara-negara Islam tidak jauh berbeda dari
Warnock Report dan HFEA1:
a. IVF diperbolehkan kecuali mengambil ovum, sperma, atau embrio dari donor
b. pre-implantation genetic diagnosis diperbolehkan dengan tujuan mendiagnosis
penyakit keturunan dan anomali genetik, kecuali melihat jenis kelamin
c. penelitian untuk melihat pematangan folikel, pematangan oosit in vitro, dan
pertumbuhan oosit in vitro diperbolehkan
d. implantasi embrio dari suami yang sudah meninggal belum memiliki keputusan
tetap
e. IVF pada ibu pasca-menopause dilarang karena berisiko terhadap kesehatan ibu
dan anak
f. transplantasi uterus masih kontroversial, penelitian pada binatang diperbolehkan
g. penggunaan sel punca untuk pengobatan diperdebatkan, diusulkan untuk
diperbolehkan
h. kloning untuk tujuan reproduksi dan duplikasi manusia dilarang.
FIGO
Ketentuan ini diatur pada bulan Agustus 2000. Beberapa keputusan etik tentang
teknik reproduksi buatan adalah:
a. preconceptional sex selection untuk tujuan diskriminasi sex tidak dibenarkan.
Penelitian boleh dilanjutkan untuk mengetahui adanya sex-linked genetic
disorders
b. reproductive cloning atau duplikasi manusia tidak dibenarkan
c. therapeutic cloning dapat disetujui
d. Penelitian pada embrio manusia sampai dengan 14 hari pasca-fertilisasi (pre-
embrio), tidak termasuk periode simpan beku:
Dapat diterima bila untuk tujuan kesehatan manusia
Hasil mendapat izin khusus dari pemilik pre-embrio tersebut
Harus disahkan oleh komite tertentu
Tidak boleh ditransfer ke uterus kecuali dalam rangka memperoleh hasil
kehamilan yang baik
Tidak untuk tujuan komersial
e. Tidak etis melakukan:
Melakukan penelitian seperti kloning setelah 14 hari pasca-fertilisasi
Mendapat hybrid dengan fertilisasi interspesies
Implantasi pre-embrio ke dalam uterus spesies lain
Manipulasi genom pre-embrio kecuali untuk tujuan pengobatan.
Keempat kesepakatan itu semuanya merupakan rambu-rambu yang harus dipatuhi
setiap pelaksana dan penyelenggara teknik reproduksi buatan. Indonesia sendiri sudah
menggunakan peraturan-peraturan di atas untuk tujuan penelitian maupun praktik klinik.
2.2 Kloning
Kloning berasal dari bahasa Inggris cloning. Bahasa Yunani mengartikan klon sebagai
tangkai. Sebelum klon sebagai kata benda berarti suatu individu yang dihasilkan secara
aseksual, suatu individu yang berasal dari sel somatik tunggal orang tuanya dan secara
genetik dia idntik. Klon dalam kata kerja adalah suatu populasi sel atau organisme yang
terbentuk dari pembelahan yang berulang (aseksual) dari satu sel atau organisme.
2.2.1 Manfaat Kloning untuk Kepentingan Manusia dan Dampak Negatifnya
Teknologi kloning manusia memberikan manfaat sebagai berikut:
1) Kloning manusia memungkinkan banyak pasangan tidak subur untuk mendapatkan
anak
2) Organ manusia dapat dikloning secara selektif untuk dimanfaatkan
3) Sel-sel dapat dikloning dan diregenerasi untuk menggantikan jaringan- jaringan tubuh
yang rusak, misalnya urat syaraf dan jaringan otot. Ada kemungkinan bahwa kelak
manusia dapat mengganti jaringan tubuhnya yang terkena penyakit dengan jaringan
tubuh embrio hasil kloning, atau mengganti organ tubuhnya yang rusak dengan organ
tubuh manusia hasil kloning. Di kemudian hari akan ada kemungkinan tumbuh pasar
jual-beli embrio dan sel-sel hasil kloning.
4) Teknologi kloning memungkinkan para ilmuan medis untuk menghidupkan dan
mematikan sel-sel. Dengan demikian, teknologi ini dapat digunakan untuk mengatasi
kanker. Di samping itu, ada sebuah optimisme bahwa kelak kita dapat menghambat
proses penuaan berkat apa yang kita pelajari dari kloning.
5) Teknologi kloning memungkinkan dilakukan pengujian dan penyembuhan penyakit-
penyakit keturunan. Dengan teknologi kloning, kelak dapat membantu manusia dalam
menemukan obat kanker, menghentikan serangan jantung, dan membuat tulang,
lemak, jaringan penyambung, atau tulang rawan yang cocok dengan tubuh pasien
untuk tujuan bedah penyembuhan dan bedah kecantikan.
Dalam segala hal yang baru, sydah pasti ada sisi positif dan juga negatif. Demikian
pula halnya dengan kloning, maka sisi negatif yang ditimbulkannya adalah:
1) Keragaman populasi akan hilang, akibatnya setiap orang memiliki respon yang sama
2) Bila manusia secara genetik sama, maka terdapat resiko besar dari patogen tunggal,
yaitu penakit yang fatal dapat memusnahkan semua individu
3) Kloning dianggap tidak etis, tidak manusiawi, dan juga tidak normal.
2.2.2 Proses dan Prosedur Kloning
Teknik SCNT (Somatik Cell Nuclear Transfer) berbeda dengan fertilisasi yang terjadi
secara alami. Pada fertilisasi alami, setelah mengalami pembelahan meiosis, sel telur dan sel
sperma memiliki materi genetik haploid (n). Terjadinya pembuahan sel telur oleh sel sperma
atau fertilisasi akan menghasilkan embrio satu sel yang memiliki materi genetik 2n.
Kemudian, embrio ini akan terus berkembang ke tahapan perkembangan selanjutnya menjadi
2 sel, 4 sel, 8 sel, 16 sel, dan seterusnya.
Berbeda dengan fertilisasi alami, teknik SCNT merupakan suatu teknik rekayasa sel
telur dengan cara mentransfer inti dari sel donor ke dalam sel telur yang telah dikeluarkan
intinya (enucleated oocyte). Enucleated oocyte tidak memiliki materi genetik. Untuk
mendapatkan embrio konstruksi yang diploid, sel telur harus direkonstruksi dengan cara
mentransfer sel somatik (2n) ke dalam enucleated oocyte. Proses enukleasi sel telur dapat
dilakukan secara mekanik menggunakan teknik mikromanipulasi. Sedangkan, proses
introduksi sel donor dapat dilakukan dengan teknik mikroinjeksi.
a. Kloning Reproduktif
Kloning reproduktif mengandung arti suatu teknologi yang digunakan untuk
menghasilkan individu (hewan) baru. Genetika hewan klon tidak seluruhnya memiliki
kesamaan dengan sang induk. Dengan menggunakan teknik SCNT, persamaan genetika
hewan klon dengan induknya hanya terletak pada inti DNA donor yang berada di kromosom.
Hewan klon juga memiliki material genetik lainnya yang berasal dari DNA mitokondria di
sitoplasma.
Teknologi kloning reproduktif dapat digunakan untuk mencegah terjadinya kepunahan
hewan-hewan langka ataupun hewan-hewan sulit dikembangbiakkan. Namun, laju
keberhasilan teknologi ini sangatlah rendah. Domba Dolly merupakan satu-satunya klon yang
berhasil lahir setelah dilakukan 276 kali percobaan (3)4,5. Semasa hidupnya, Dolly
mengalami kanker paru-paru dan artritis, dan kemudian meninggal pada usia 6 tahun.
Padahal, usia rata-rata domba pada umumnya mencapai 11-12 tahun.
Masalah-masalah yang kerap kali timbul dalam kloning reproduktif adalah biaya dan
efisiensinya. Penelitian dalam kloning reproduktif membutuhkan biaya yang sangat tinggi
dan tingkat kegagalannya tinggi. Di samping tingkat keberhasilan yang rendah, hewan klon
cenderung mengalami masalah defisiensi sistem imun serta sangat rentan terhadap infeksi,
pertumbuhan tumor, dan kelainan-kelainan lainnya.
b. Kloning Terapeutik dan Sel Punca
Sel punca atau sel induk (bahasa Inggris: stem cell) merupakan sel yang belum
berdiferensiasi dan mempunyai potensi untuk dapat berdiferensiasi menjadi jenis sel lain.
Kemampuan tersebut memungkinkan sel induk menjadi sistem perbaikan tubuh dengan
menyediakan sel-sel baru selama organisme bersangkutan hidup. Peneliti medis meyakini
bahwa penelitian sel induk berpotensi untuk mengubah keadaan penyakit manusia dengan
cara digunakan memperbaiki jaringan atau organ tubuh tertentu.
Sel punca memiliki potensi yang sangat menjanjikan untuk terapi berbagai penyakit
sehingga menimbulkan harapan baru untuk mengobatinya. Sampai saat ini, ada 3 golongan
penyakit yang dapat diatasi dengan penggunaan sel punca, di antaranya adalah:
1) Penyakit autoimun, contoh penyakit lupus.
2) Penyakit degeneratif, contoh stroke, parkinson, alzhimer.
3) Penyakit kanker, contoh leukemia
Dengan menggunakan teknologi SCNT, sel punca embrionik yang dihasilkan akan
identik dengan induknya (dalam hal ini adalah pasien itu sendiri). Hal itu mengakibatkan
tidak akan adanya reaksi penolakan terhadap system imun pasien apabila dilakukan
transplantasi.29 Secara teoritis, teknik SCNT memiliki potensi besar dalam dunia kesehatan
karena dapat dipergunakan untuk transplantasi berbagai organ dan jaringan pada manusia.
Secara singkat tahapan untuk melakukan kloning terapeutik pada manusia adalah mengambil
biopsy sel somatik dari tubuh pasien dan inti dari sel somatik tersebut ditransfer ke dalam sel
telur donor yang telah dikeluarkan intinya. Sel telur hasil manipulasi dikultur sampai ke
tahapan tertentu dan setelah mengalami berbagai proses akan didapatkan sel punca
embrionik. Sel punca embrionik ini diarahkan perkembangannya menjadi suatu jaringan atau
organ tertentu yang akan dapat digunakan untuk transplantasi jaringan atau organ dan tidak
akan mengalami rejeksi sistem imun pada pasien itu sendiri.
2.2.3 Aspek Keamanan, Legalitas, dan Etika dalam Pelaksanaan Kloning
Dalam dimensi legalitas, teknolgi kloning masih dalam posisi pro dan kontra. Di
negara Australia, telah berlaku UU anti kloning bagi manusia, tetapi tidak demikian halnya
terhadap hewan maupun tumbuhan. Di Inggris,berlaku UU yang mengizinkan penelitian pada
embrio manusia baru dapat dilakukan sampai umur 14 hari sesudah fertilisasi, dengan dasar
pembuangan embrio berumur kurang 12 hari dipandang tidak mengurangi hak hidup calon
bayi. Kloning diperbolehkan jika ada alasan kuat, seperti untuk kesehatan dan pengobatan
serta untuk tujuan meningkatkan nilai genetik guna menjadikan manusia yang berkualitas ( S.
Aprilyana, 2005).
Masalah-masalah etis yang muncul akibat kloning manusia antara lain adalah :
a) Dalih “hak atas anak”
b) Prinsip-prinsip dasar kloning manusia
c) Asal dan cara mengambil gen yang baik kaitannya dengan metode yang digunakan
maupun resiko-resiko yang secara logis ada.
d) Resiko-resiko selanjutnya dalam perkembangan embrio yang bersangkutan
e) Masalah kelebihan fetus
f) Masalah ibu pengganti dan rahim kontrakan
Munculnya ibu pengganti untuk mengandung janin yang bukan anaknya bukan
merupakan suatu prakiraan yang mungkin timbul, namun sudah merupakan fenomena yang
benar0benar terjadi. Sejumlah wanita (di Perancis ada perkumpulan yang disebut “Les
Cigogens”) dipersiapkan untuk mengandung seorang anak demi kepentingan pasangan lain.
Anak yang dikandung bisa merupakan anak 100% dari pasangan menikah ataupun 50% dari
“si ibu pengandung” ini. Penggunaan ibu pengganti dalam teknik inseminasi secara in vitro
tidak diperkenankan menurut hukum positif di Indonesia (Pratrimaratri, 1998).