bab ii

19
BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pengertian Injeksi Injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi, suspensi atau serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan terlebih dahulu sebelum digunakan yang disuntikkan dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit atau selaput lendir dimasukkan ke dalam tubuh dengan menggunakan alat suntik. 2.1.1 Keuntungan dan Kerugian Injeksi A. Keuntungan 1. Terapi parenteral dapat memperbaiki kerusakan serius pada keseimbangan cairan dan elektrolit 2. Bila makanan tidak dapat diberikan melalui mulut, nutrisi total diharapkan dapat dipenuhi melalui rute parenteral 3. Aksi obat biasanya lebih cepat B. Kerugian 1. Obat yang diberikan secara parenteral menjadi sulit untuk mengembalikan efek fisiologisnya 2. Pada pemberian dan pengemasan, bentuk sediaan parenteral lebih mahal dibandingkan metode rute yang lain. 3. Beberapa rasa sakit dapat terjadi seringkali tidak disukai oleh pasien

Upload: melia-tiarani

Post on 01-Jan-2016

179 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

bab ii

TRANSCRIPT

Page 1: bab ii

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Injeksi

Injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi, suspensi atau serbuk

yang harus dilarutkan atau disuspensikan terlebih dahulu sebelum digunakan yang

disuntikkan dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit atau

selaput lendir dimasukkan ke dalam tubuh dengan menggunakan alat suntik.

2.1.1 Keuntungan dan Kerugian Injeksi

A. Keuntungan

1. Terapi parenteral dapat memperbaiki kerusakan serius pada keseimbangan

cairan dan elektrolit

2. Bila makanan tidak dapat diberikan melalui mulut, nutrisi total diharapkan

dapat dipenuhi melalui rute parenteral

3. Aksi obat biasanya lebih cepat

B. Kerugian

1. Obat yang diberikan secara parenteral menjadi sulit untuk mengembalikan

efek fisiologisnya

2. Pada pemberian dan pengemasan, bentuk sediaan parenteral lebih mahal

dibandingkan metode rute yang lain.

3. Beberapa rasa sakit dapat terjadi seringkali tidak disukai oleh pasien

2.2 Pengertian Injeksi Intravena

Injeksi intravena adalah pemberian obat dengan cara memasukkan obat ke

dalam pembuluh darah vena dengan menggunakan spuit. Sedangkan pembuluh

darah vena adalah pembuluh darah yang menghantarkan darah ke jantung. Injeksi

intravena bertujuan untuk memperoleh reaksi obat yang cepat diabsorpsi dari pada

dengan injeksi perenteral lain, menghindari terjadinya kerusakan jaringan serta

memasukkan obat dalam jumlah yang lebih besar.

Page 2: bab ii

2.3 Tujuan Injeksi Intravena

a. Mempertahankan atau mengganti cairan tubuh yang mengandung air,

elektrolit, vitamin, protein, lemak dan kalori yang tidak dapat dipertahankan

melalui oral.

b. Mengoreksi dan mencegah gangguan cairan dan elektrolit

c. Memperbaiki keseimbangan asam basa

d. Memberikan tranfusi darah

e. Menyediakan medium untuk pemberian obat intravena

f. Membantu pemberian nutrisi parenteral

g. Memonitor Tekanan Vena Sentral (CVP)

2.2 Lokasi Injeksi Intravena

a. Pada lengan : Vena mediana cubiti, vena sefalika, vena basilica

b. Pada tungkai : Vena dorsalis pedis, vena saphenous

c. Pada leher : Vena Jugularis

d. Pada kepala : Vena frontalis, vena femoralis

Page 3: bab ii

2.3 Indikasi pemberian obat melalui jalur intravena

a. Pasien dengan penyakit berat diperlukan pemberian obat secara langsung

masuk ke pembuluh darah agar kadar puncaknya segera tercapai. Misalnya

pada kasus infeksi bakteri dalam peredaran darah (sepsis), sehingga

memberikan keuntungan lebih dibandingkan memberikan obat oral.

b. Obat tersebut memiliki bioavailabilitas oral yang terbatas

c. Hanya tersedia dalam sediaan intravena (sebagai obat suntik)

d. Pasien tidak dapat minum obat karena muntah atau tidak dapat menelan

obat (ada sumbatan di saluran cerna atas).

e. Kesadaran menurun dan berisiko terjadinya aspirasi apabila diberi obat

secara oral seperti tersedak pada saat minum obat masuk ke saluran

pernapasan.

f. Kadar puncak obat dalam darah harus segera dicapai sehingga perlu

diberikan dalam injeksi bolus sehingga peningkatan cepat konsentrasi obat

dalam darah mudah dicapai. Misalnya pada orang yang mengalami

hipoglikemia berat dan mengancam nyawa seperti pada penderita diabetes

mellitus

2.4 Kontraindikasi pemberian obat melalui jalur intravena

a. Inflamasi (bengkak, nyeri, demam) dan infeksi di lokasi injeksi intravena.

b. Daerah lengan bawah pada pasien gagal ginjal, karena lokasi ini akan

digunakan untuk pemasangan fistula arteri-vena (AV Shunt) pada tindakan

hemodialisis.

c. Obat-obatan yang berpotensi iritan terhadap pembuluh darah vena kecil

yang aliran darahnya lambat (misalnya pembuluh vena di tungkai dan

kaki), contoh obat ranitidin, petidin hidroklorida, eritromisin, protamin

sulfat dan fitomenadion.

2.4 Kelebihan dan Kelemahan Injeksi Intravena

a. Kelebihan :

Tidak mengalami tahap absorbsi, maka kadar obat dalam darah diperoleh

secara cepat, tepat dan dapat disesuaikam langsung dengan respon

Page 4: bab ii

penderita. Larutan tertentu yang iriatif  hanya dapat diberikan dengan cara

ini karena dinding pembuluh darah relative tidak sensitive dan bila di

suntikkan perlahan – lahan obat segera diencerkan oleh darah.

b. Kelemahan :

Efek toksik mudah terjadi karena keadaan obat yang tinggi segera

mencapai darah dan jaringan. Disamping itu, obat yang di suntikkan tidak

dapat di tarik kembali. Obat dalam larutan minyak yang mengendapkan

konstituen darah dan yang menyebakan hemolisis.

2.5 Pemberian Obat Secara Intravena

A. Pemberian Obat Intravena secara langsung

Pada pasien yang tidak dipasang infus, obat diinjeksikan langsung pada

vena. Bila cara ini yang digunakan, maka biasanya dicari vena besar yaitu vena

basilica atau vena sefalika pada lengan. Cara pemberian obat intravena secara

langsung yaitu :

1. Persiapan Pasien

2. Persiapan Obat, Bahan dan Alat

Obat – obat yang diperlukan (beserta cairan pelarut bila diperlukan)

Spuit dan jarum steril (volume spuit tergantung obat yang akan

diberikan)

Kasa/kapas steril dan zat desinfektans (alcohol 70%/povidone iodine)

Handyplast atau sejenisnya

Sarung tangan

Turniket

3. Teknik Penyuntikan

Pastikan adanya order pengobatan

Periksa urutan medikasi terhadap rute, dosis dan waktu pemberian

Persiapan alat

Memakai sarung tangan

Menyiapkan obat dengan mengambil obat dari ampul atau vial

Membersihkan kulit dengan cairan desinfektans secara melingkar dari

dalam ke luar di daerah yang akan dilakukan skin test

Page 5: bab ii

Melakukan skin test, jika terdapat reaksi alergi maka batalkan pemberian

obat.

Menentukan dan mencari vena yang akan ditusuk di daerah yang bebas

peradangan

Bila vena sudah ditemukan, atur lengan lurus dan pasang turniket sampai

vena benar-benar dapat dilihat dan diraba, desinfeksi daerah yang akan

disuntik dengan menggunakan kapas/kasa yang berisi desinfektans

Siapkan spuit yang sudah berisi obat. Bila dalam tabung masih terdapat

udara, maka udara harus dikeluarkan.

Secara perlahan tusukkan jarum ke dalam vena dengan posisi jarum

sejajar dengan vena dan lubang jarum menghadap ke atas. Untuk

mencegah vena tidak bergeser, tangan yang tidak memegang spuit dapat

digunakan untuk menahan vena sampai jarum masuk vena

Melakukan aspirasi dengan cara menarik pengokang spuit. Bila terisap

darah berarti sudah dalam vena maka melepaskan turniket dan masukkan

obat perlahan-lahan sampai habis.

Setelah obat masuk semua, segera cabut spuit dan buang ke tempat

pembuangan kotoran

B. Pemberian obat Intravena Secara Tidak Langsung

Pemberian obat intravena secara tidak langsung dilakukan dengan

menggunakan infus sehingga cairan dapat dimasukkan ke dalam pembuluh vena.

Cairan yang di masukkan dengan cara demikian ini harus di alirkan perlahan –

lahan masuk ke dalam pembuluh vena bersangkutan. Pasien yang terpasang infus

mendapatkan obat yang dimasukkan secara intravena sehingga tidak perlu

membuat tusukan baru tetapi memasukan obat melaui karet pada pipa infus yang

dirancang untuk memasukan obat atau melalui botol infus.

Indikasi pemasangan infus melalui jalur pembuluh darah vena (Peripheral

Venous Cannulation) yaitu :

a. Pemberian cairan intravena (intravenous fluids)

b. Pemberian nutrisi parenteral (langsung masuk ke dalam darah) dalam

jumlah terbatas

Page 6: bab ii

c. Pemberian kantong darah dan produk darah

d. Pemberian obat yang terus menerus (kontinyu)

e. Upaya profilaksis (tindakan pencegahan) sebelum prosedur (misalnya

pada operasi besar dengan risiko perdarahan, dipasang jalur infus

intravena untuk persiapan jika terjadi syok, juga memudahkan pemberian

obat).

f. Upaya profilaksis pada pasien-pasien yang tidak stabil, misalnya resiko

dehidrasi (kekurangan cairan) dan syok (mengancam nyawa) sebelum

pembuluh darah kolaps (tidak teraba).

Pemberian obat secara tidak langsung terdiri dari dua cara :

1. Pemberian obat secara intravena melalui selang infus (bolus).

Infus cairan intravena merupakan pemberian sejumlah cairan ke dalam

tubuh melalui sebuah jarum ke dalam pembuluh vena (pembuluh balik) untuk

menggantikan kehilangan cairan atau zat-zat makanan dari tubuh. Cara

penyuntikan obat intravena melalui selang infus yaitu :

a. Melakukan tindakan secara aseptik dan antiseptik.

b. Memastikan tidak ada gelombang udara pada syringe

c. Menusukkan jarum pada bagian karet pada selang infus

d. Menghisap sedikit untuk memastikan jarum benar masuk ke dalam selang

infus

e. Menyuntikkan obat secara perlahan

f. Meletakkan kapas alkohol pada lokasi tusukan jarum dan mencabut jarum.

g. Membuang syringe pada tempat sampah medis.

Kekurangan cara pemberian bolus adalah lajak takar (overdosis) sering

terjadi terutama pada obat-obat dengan indeks terapeutik sempit. Setelah

pemberian intravena, dosis tidak dapat dikurangi. Rekomendasi penghasil obat

dalam hal ini sering mengejutkan, bahwa obatnya harus diberikan secara intravena

dalam waktu sampai 1-2 menit.

2. Pemberian obat intravena secara drip

Cara pemberian obat intravena melalui drip yaitu :

a. Melakukan tindakan aseptik

Page 7: bab ii

b. Pada sediaan larutan infus tertutup karet, obat bisa langsung disuntikkan

dengan menusukkan jarum pada karet untuk selanjutnya larutan infus

dikocok sekali dua kali untuk memastikan meratanya obat larut.

c. Pada sediaan larutan infuse tanpa tutup karet, maka selang infus harus

dipisahkan dulu dari botol cairal infus. Jarum ditusukkan pada mulut botol

infus sama dengan lokasi tusukan selang infus.

d. Periksa kecepatan infus dan observasi reaksi obat.

e. Mencatat obat yang telah diinjeksikan dan catat dosisnya

2.6 Komplikasi Injeksi Intravena

1. Komplikasi Lokal

a. Hematoma, yaitu darah mengumpul dalam jaringan tubuh akibat pecahnya

pembuluh darah arteri vena, atau kapiler, terjadi akibat penekanan yang

kurang tepat saat memasukkan jarum atau “tusukan” berulang pada

pembuluh darah. Tanda dan gejala hematoma yaitu ekimosis,

pembengkakkan segera pada tempat penusukan dan kebocoran darah

apada tempat penusukan.

b. Infiltrasi, yaitu masuknya cairan ke dalam jaringan sekitarnya (bukan

pembuluh darah), terjadi akibat ujung jarum infus menembus pembuluh

darah. Infiltrasi ditunjukkan dengan adanya pembengkakkan (akibat

peningkatan cairan di jaringan), palor (disebabkan oleh sirkulasi yang

menurun) di sekitar area insersi, ketidaknyamanan dan penurunan

kecepatan aliran secara nyata. Infiltrasi mudah dikenali jika tempat

penusukan lebih besar daripada tempat yang sama di ekstremitas yang

berlawanan.

c. Tromboflebitis atau bengkak (inflamasi) pada pembuluh vena, terjadi

akibat infus yang dipasang tidak dipantau secara ketat dan benar.

Flebitis merupakan inflamasi vena yang disebabkan oleh iritasi kimia

maupun mekanik. Kondisi ini dikarakteristikkan dengan adanya daerah

yang memerah dan hangat di sekitar daerah insersi/penusukan atau

sepanjang vena dan pembengkakkan. Insiden flebitis meningkat sesuai

dengan lamanya pemasangan jalur intravena, komposisi cairan atau obat

yang diinfuskan (terutama pH dan tonisitasnya, ukuran dan tempat kanula

Page 8: bab ii

dimasukkan, pemasangan jalur IV yang tidak sesuai dan masuknya

mikroorganisme saat penusukan.

Tromboflebitis menggambarkan adanya bekuan ditambah peradangan

dalam vena. Karakteristik tromboflebitis adalah adanya nyeri yang

terlokalisasi, kemerahan, rasa hangat, dan pembengkakkan di sekitar area

insersi atau sepanjang vena, imobilisasi ekstremitas karena adanya rasa

tidak nyaman dan pembengkakkan, kecepatan aliran yang tersendat,

demam, malaise dan leukositosis.

d. Occlusion, ditandai dengan tidak adanya penambahan aliran ketika botol

dinaikkan, aliran balik darah di selang infus dan tidak nyaman pada area

pemasangan/insersi. Occlusion disebabkan oleh gangguan aliran IV, aliran

balik darah ketika pasien berjalan dan selang diklem terlalu lama.

e. Spasme vena, kondisi ini ditandai dengan nyeri sepanjang vena, kulit pucat

di sekitar vena, aliran berhenti meskipun klem sudah dibuka maksimal.

Spasme vena dapat disebabkan oleh pemberian darah atau cairan yang

dingin, iritasi vena oleh obat atau cairan yang mudah mengiritasi vena dan

aliran yang terlalu cepat.

f. Emboli udara, masuknya udara yang ada dalam cairan infus ke dalam

pembuluh darah.

g. Reaksi vasovagal, kondisi ini digambarkan dengan pasien tiba-tiba terjadi

kollaps pada vena, dingin, berkeringat, pingsan, pusing, mual, dan

penurunan tekanan darah

h. Alergi, apabila obat yang diberikan tidak cocok dengan pasien, sehingga

pasien merasa gatal, panas, merah dan bengkak. Apabila alerginya

berlebihan dapat mengakibatkan mual, muntah, pusing dan keringat

dingin.

i. Perdarahan

j. Rasa perih / sakit

2.7 Anestesi Intravena

Anestesia intravena adalah teknik anestesia dimana obat-obat anestesia

diberikan melalui intravena, baik obat yang berkhasiat hipnotik atau analgetik

maupun pelumpuh otot. Setelah masuk ke dalam pembuluh darah vena, obat-obat

Page 9: bab ii

ini akan diedarkan ke seluruh jaringan tubuh melalui sirkulasi umum, selanjutnya

akan menuju ke target organ masing-masing dan akhirnya diekskresikan, sesuai

dengan farmakokinetiknya masing-masing.

Indikasi anestesi intravena yaitu:

1. Obat induksi anestesi umum

2. Obat tunggal untuk anestesi pembedahan singkat

3. Tambahan untuk obat inhalasi yang kurang kuat

4. Obat tambahan anestesi regional

5. Menghilangkan keadaan patologis akibat rangsangan SSP (SSP sedasi)

Cara Pemberiannya yaitu :

1. Sebagai obat tunggal :

- Induksi anestesi

- Operasi singkat: cabut gigi

2. Suntikan berulang : Sesuai kebutuhan : curetase

3. Diteteskan lewat infus : Menambah kekuatan anestesi.

A. Obat-obat Anestesi Intravena

1. Barbiturat (Thiopental)

Barbiturat berupa bubuk berwarna putih kekuningan, bersifat higrokopos,

rasanya pahit, berbau seperti bawang putih. Thiopental dikemas dalam ampul 500

mg atau 1000 mg sebelum digunakan dilarutkan dalam akuabides sampai

kepekatan 2,5 % (1 ml = 25 mg). Thiopental hanya boleh digunakan utuk

intravena dengan dosis 3-2 mg/KgBB dan disuntikkan perlahan-lahan dihabiskan

dalam 30-60 detik.

Thiopental dapat diinjeksi intravena untuk menginduksi anestesi umum

dan juga dapat digunakan untuk pemeliharaan keadaan tidak sadar karena efek

komponen hipnotik. Saat disuntikkan intravena, obat yang larut lemak ini akan

mencapai efek maksimum ± 1 menit karena barbiturate secara cepat direstribusi

dari otak ke jaringan tubuh non lemak, durasi efek untuk induksi tunggal daalah

sekitar 5-8 menit. Dosis induksi thiopental adalah 2,5-4,5 mg/kg, untuk anak 5-6

mg/kg dan 7-8 untuk bayi.

Page 10: bab ii

Selama keadaan tidak sadar, barbiturate dapat menyebabkan gerakan

eksitasi otot ringan seperti hipertonus, tremor, twitching dan batuk. Walaupun

efek eksitasi tidak begitu mengganggu, pemberian atropine atau opioid

sebelumnya mengurangi efek eksitasi, sebaliknya premedikasi dengan fenotiazin

atau skopolamin meningkatkan efek eksitasi. Thiopental dan barbiturate lain

bukan anestesi yang ideal, karena secara primer hanya menimbulkan hypnosis.

Intravena anestesi yang ideal menimbulkan hypnosis, amnesia dan analgetik.

2. Propofol

Merupakan derivate fenol dengan nama kimia di-iso profil fenol yang

banyak dipakai sebagai obat anesthesia intravena. Pertama kali digunakan dalam

praktik anestesi pada tahun 1977 sebagai obat induksi. Bentuk fisik berupa cairan

berwarna putih seperti susu, tidak larut dalam air dan bersifat asam. Dikemas

dalam bentuk ampul, berisi 20 ml/ampul (1 ml = 10 mg). suntikkan intravena

sering menyebabkan nyeri, sehingga beberapa detik sebelumnya dapat diberikan

lidokain 1-2 mg/kg intravena.

Efek propofol pada sistem organ :

a. Kardiovaskular

Efek utama adalah menurunkan tekanan darah arteri selama induksi

anestesi. Penurunan tekanan arteri diikuti oleh penurunan COP hingga 15%,

stroke volume 25%, tahanan sistemik vascular sekitar 15-25%. Vasodilatasi

muncul karena penurunan aktivitas simpatis, dan efek langsung pada mobilisasi

Ca intrasel otot polos.

b. Respirasi

Seperti barbiturate, propofol mengakibatkan depresan respiratori yang

menyebabkan apneu. Walaupun dengan subanestetik, infus propofol mencegah

arus ventilator hipoksik dan menekan respon normal terhadap hiperkarbi.

c. Otak

Propofol menurunkan aliran darah otak dan tekanan intracranial. Pada

pasien dengan peningkatan tekanan intracranial, propofol dapat menyebabkan

reduksi CPP (<50 mmHg). Propofol dan tiophental dapat memproteksi otak

selama terjadi iskemia fokal. Uniknya mempunyai efek antipruritik. Propofol juga

menurunkan tekanan intraokuler.

Page 11: bab ii

3. Phencyclidines (Ketamin)

Ketamin hidroklorida adalah golongan fenil siklohksilamin merupakan

rapid acting non barbiturate general anesthetic yang popular disebut ketalar yang

pertama kali digunakan pada tahun 1965. Bentuk fisik berupa larutan tidak

berwarna, bersifat agak asam dan sensitive terhadap cahaya dan udara, oleh

karena itu disimpan dalam botol (vial) berwarna coklat.

Ketamin merupakan obat yang dapat diberikan secara intramuscular

apabila akses pembuluh darah sulit didapat contohnya pada anak-anak. Ketamin

bersifat larut air sehingga dapat diberikan secara IV atau IM. Dosis induksi adalah

1-2 mg/KgBB secara IV atau 5-10 mg/KgBB IM untuk dosis sedative lebih

rendah yaitu 0,2 mg/KgBB dan harus dititrasi untuk mendapatkan efek yang

diinginkan. Untuk pemeliharaan dapat diberikan secara intermiten atau kontinyu.

Pemberian secara intermiten diulang setiap 10-15 menit dengan dosis setengah

dari dosis awal sampai operasi selesai.

Efek ketamin pada sistem organ :

a. Sistem saraf pusat

Ketamin menghasilkan keadaan tidak sadar dan analgesic. Efek

analgesiknya sangat kuat, akan tetapi efek hipnotiknya kurang dan disertai dengan

efek disosiasi, artinya pasien mengalami perubahan persepsi terhadap rangsang

dan lingkungannya. Sering terjadi lakrimasi dan salivasi. Pasien akan mengalami

perubahan tingkat kesadaran yang disertai tanda khas pada mata berupa kelopak

mata terbuka spontan, pupil berdilatasi sedang dan timbul nistagmus. Pasien

dengan anesthesia ketamin masih ada reflex seperti kornea, batuk dan menelan.

b. Mata

Menimbulkan lakrimasi, nistagmus dan kelopak mata terbuka secara

spontan. Terjadi peningkatan tekanan intraokuler akibat peningkatan aliran darah

pada pleksus khoroidalis.

c. Kardiovaskuler

Ketamin adalah obat anestesi yang bersifat simpatomimetik, stimulasi

sentral di system saraf simpatis dan inhibisi ambilan kembali norepinefrin

sehingga bias meningkatkan tekanan darah dan denyut jantung (efek inotropik

Page 12: bab ii

positif dan vasokonstriksi pembuluh darah perifer). Selain itu terjadi peningkatan

tekanan arteri pulmonary dan kerja miokardial. Oleh karena itu, ketamin harus

dihindari pada pasien dengan penyakit arteri koroner, hipertensi tak terkontrol dan

aneusrime arterial.

d. Respirasi

Ketamin adalah suatu relaxan otot bronkus. Efek ini mungkin disebabkan

oleh simpatomimetik dari ketamin. Ketamin merupakan bronkodilator yang poten

dan baik untuk pasien asma.

e. Otot

Tonus otot bergaris meningkat bahkan bias terjadi rigiditas sampai kejang.

Keadaan ini bias dikurangi dengan pemberian diazepam terlebih dahulu.

Kontraksi spontan otot kelopak mata menyebabkan mata terbuka spontan dan

kontraksi ritmis otot bola mata menyebabkan timbulnya nistagmus. Terjadi

peningkatan tonus otot uterus yang sesuai dengan dosis yang diberikan.

4.Benzodiazepin

Golongan benzodiazepine yang sering digunakan oleh anestesiologi adalah

diazepam (Valium), Lorazepam (Ativan) dan Midazolam (Versed), diazepam dan

lorazepam tidak larut dalam air dan kandungannya berupa propylene glycol.

Diazepam tersedia dalam sediaan emulsi lemak (Diazemuls atau Dizac) yang

tidak menyebabkan nyeri atau tromboplebitis tetapi hal itu berhubungan

bioaviabilitasnya yang rendah, midazolam merupakan benzodiazepine yang larut

air yang tersedia dalam larutan dengan Ph 3,5. Dosis midazolam bervariasi

tergantung dari pasien itu sendiri. Untuk preoperative digunakan 0,5-2,5 mg/kgBB

sedangkan untuk keperluan endoskopi digunakan dosis 3-5 mg.