bab ii
TRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Gambaran Umum Lokasi Studi
Kota Pontianak merupakan ibukota Propinsi Kalimantan Barat. Luasnya 107,82 km²
yang terdiri dari 6 kecamatan dan 29 kelurahan. Kota Pontianak dilintasi oleh garis
khatulistiwa yaitu pada 0° 02’ 24” Lintang Utara sampai dengan 0° 05’ 37” Lintang Selatan
dan 109° 16’ 25” Bujur Timur sampai dengan 109° 23’ 01” Bujur Timur. Ketinggian Kota
Pontianak berkisar antara 0.8-1,5 m diatas permukaan laut. Di dalam wilayah Kota Pontianak
banyak terdapat sungai-sungai dan parit-parit. Sungai dan parit tersebut dimanfaatkan oleh
sebagian masyarakat untuk keperluan sehari-hari dan sebagai penunjang sarana transportasi.
Dari enam kecamatan yang terdapat di Kota Pontianak yang merupakan daerah
penelitian yaitu Kecamatan Pontianak Utara, kecamatan ini memiliki luas wilayah yang
paling besar di bandingkan kecamatan lainya di Kota Pontianak yakni 39,97 km2 atau 34,52%
dari luas keseluruhan Kota Pontianak dan memiliki beberapa saluran primer yang bermuara
ke Sungai Kapuas dimana dalam penelitian ini ada 7 saluran berupa anak sungai dan parit
yang akan diteliti yakni sebagai berikut (PU Kota Pontianak, 2013):
Tabel 1. Sungai atau Parit di Kecamatan Pontianak Utara
No. Nama Sungai atau Parit
Panjang Sungai
atau Parit (m)
Lebar Sungai
atau Parit (m)
Luas DAS (km2)
1 Parit Telok Melano 828 - 0,362 Parit Sahang Besar (PLTD) 1.287 - 0,283 Sungai Sahang kecil 8.500 13,35-4,20 3,804 Parit Belanda 3.000 - 5,205 Parit Cek Khwok 453 - 0,406 Parit Pak Kacong 4.800 10,00-4,00 1,717 Sungai Kunyit 4.000 10,00-4,00 1,96
Sumber: PU Kota Pontianak 2013
Pada tahun 2012 Kecamatan Pontianaka Utara memiliki jumlah penduduk sebesar
116.855 jiwa dengan kepadatan penduduk 2.924 jiwa/km2, dengan angka laju pertumbuhan
penduduk sebesar 1,8 % per tahunya yang terbagi ke dalam 4 kelurahan, yakni Kelurahan
Siantan Hulu, kelurahan Siantan tengah. kelurahan Siantan Hilir dan Kelurahan Batulayang
(BPS Kota Pontianak, 2013).
Berikut jumlah penduduk masing masing kelurahan di Kecamatan Pontianak Utara :
Tabel 2. Luas Wilayah, Jumlah Penduduk, dan kepadatan Penduduk di Kecamatan Pontianak
Utara Menurut Kelurahan
No.
Kelurahan Luas (km2)Jumlah
PendudukKepadatan
(Km2)1 Batu Layang 9,20 19.726 2.1442 Siantan Hilir 7,87 27.880 3.5433 Siantan Tengah 13,70 30.863 2.2534 Siantan Hulu 9,20 38.386 4.172
Jumlah 39,97 116.855 2.924Sumber: BPS Kota Pontianak, 2013
Kecamatan Pontianak Utara merupakan wilayah yang paling beragam komposisi
penggunaan lahanya jika di bandingkan dengan wilayah kecamatan lain di Kota Pontianak
mulai dari penggunaan lahan untuk pemukiman, industri, agribisnis, perkebunan, pasar,
kuburan dan bahkan TPA. Penggunaan lahan tersebut memberikan kontribusi yang tidak
sedikit bagi pencemaran perairan.
2.2 Pencemaran Air Sungai
Air Permukaan adalah air yang berada di permukaan tanah. Air permukaan
merupakan salah satu sumber yang dapat di pakai untuk bahan baku air bersih, terutama
untuk air minum. Dibandingkan dengan sumber lain, air permukaan merupakan sumber air
yang mudah tercemar. Keadaan ini terutama berlaku bagi tempat tempat yang dekat dengan
tempat tinggal penduduk. Hampir srmua buangan dari sisa kegiatan manusia dilimpahkan
kepada air atau di cuci dengan air, dan pada waktu di buang akan di buang ke badan air
permukaan (Kusnoputranto 1986 dalam Maulana, 2001)
Dalam PP No. 20/1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air, pencemaran air
didefinisikan sebagai : “pencemaran air adalah masuknya atau dimasukkannya mahluk hidup,
zat, energi dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiaan manusia sehingga kualitas air
turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak berfungsi lagi sesuai dengan
peruntukannya” (Pasal 1, angka 2). Definisi pencemaran air tersebut dapat diuraikan sesuai
makna pokoknya menjadi 3 (tiga) aspek, yaitu aspek kejadian, aspek penyebab atau pelaku
dan aspek akibat (Setiawan, 2001).
Berdasarkan definisi pencemaran air, penyebab terjadinya pencemaran dapat berupa
masuknya mahluk hidup, zat, energi atau komponen lain ke dalam air sehingga
menyebabkan kualitas air tercemar. Masukan tersebut sering disebut dengan istilah unsur
pencemar, yang pada prakteknya masukan tersebut berupa buangan yang bersifat rutin,
misalnya buangan limbah cair. Aspek pelaku/penyebab yang disebabkan oleh alam, atau oleh
manusia. Pencemaran yang disebabkan oleh alam tidak dapat berimplikasi hukum, tetapi
Pemerintah tetap harus menanggulangi pencemaran tersebut. Sedangkan aspek akibat dapat
dilihat berdasarkan penurunan kualitas air sampai ke tingkat tertentu. Pengertian tingkat
tertentu dalam definisi tersebut adalah tingkat kualitas air yang menjadi batas antara tingkat
tak-cemar (tingkat kualitas air belum sampai batas) dan tingkat cemar (kualitas air yang telah
sampai ke batas atau melewati batas).(Achmadi, 2001).
Kualitas air pada dasarnya dapat dilakukan dengan pengujian untuk membuktikan
apakah air itu layak dikonsumsi. Penetapan standar sebagai batas mutu minimal yang harus
dipenuhi telah ditentukan oleh standar Internasional, standar Nasional, maupun standar
perusahaan. Di dalam peraturan Pemerintah Republik Indanesia Nomor 82 Tahun 2001
tentang kualitas dan pengendalian pencemaran air disebutkan bahwu mutu air telah
diklasifikasikan menjadi 4 kelas, yang terdiri dari :
1. Kelas satu, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum, dan untuk
peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegiatan tersebut.
2. Kelas dua, air yang diperuntukannya dapat digunakan untuk prasarna/sarana rekreasi air.
pembudidayaan ikan air tawar. peternakan, air untuk mengairi pertanian, dan peruntukan
lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.
3. Kelas tiga, yang diperuntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar,
peternakan, air untuk mengairi pertamanan, dan peruntukan lain yang persyaratan mutu
air yang sama dengan kegunaan tersebut.
4. Kelas empat, air yang diperuntukannya lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama
dengan kegunaan tersebut.
2.3 Tata Guna Lahan dan Pengaruhnya Terhadap Kualitas Air
Proses penataan ruang mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap kegiatan
permukiman dan pengelolaan sumberdaya air dengan mengacu kepada Undang-undang No.
24 tahun 1992 tentang Penataan Ruang disebutkan bahwa penataan ruang mencakup
pengembangan lahan, air, udara dan sumber daya lainnya. Dengan demikian pengelolaan
sumberdaya air adalah bagian dari penataan ruang.
Pengaruh guna lahan pada masalah air baku terlihat pada penggunaan lahan antara
lain permukiman, perdagangan/jasa atau industri di sekitar lokasi sumber air baku seperti di
waduk/dam, sehingga segala aktivitas dan perubahan yang terjadi di kawasan tersebut
memberi dampak pengaruh pada sumber air baku melalui jaringan aliran drainase baik alam
maupun buatan yang menghubungkan antara kawasan tersebut dengan sumber air baku,
dengan dipengaruhi oleh kondisi alam dan lingkungan antara lain bentuk topografi, kepadatan
bangunan, jumlah penduduknya, kegiatan penduduknya dan jenis tanahnya (Sugiarto,
2005:38).
Kondisi topografi yang landai selalu menjadi pilihan penduduk untuk tinggal di
tempat tersebut dengan pertimbangan ekonomis, teknis, maupun aksesbilitasnya menjadikan
tempat tersebut sebagai konsentrasi persebaran penduduk. Perkembangan penduduk dengan
segala aktifitasnya selalu menghasilkan limbah baik padat maupun cair, dengan segala bentuk
perilaku, pengetahuan dan budaya masyarakat yang beraneka ragam juga berpengaruh di
dalam perlakuan mereka terhadap limbah yang dihasilkan. Pada umumnya perumahan
masyarakat padat penduduk tidak mempunyai lahan yang cukup luas disamping alasan
ekonomis untuk membuat sumur resapan yang berguna untuk meresapkan limbah rumah
tangga baik dari kamar mandi maupun dari dapur. Sedangkan limbah lain yang dihasilkan
berasal dari industri rumah tangga maupun dari hasil aktifitas perdagangan/jasa, seperti
rumah makan, pasar, laundry dan lain-lain. Biasanya limbah tersebut langsung dialirkan
melalui pipa ke dalam saluran drainase lingkungan dan terkadang sampah juga ikut dibuang
ke saluran ini, dimana alirannya akan menuju ke saluran drainase perkotaan yang akan
mengalir menurut kondisi topografinya menuju laut atau sumber air baku seperti dam atau
waduk, hal ini akan semakin parah jika hujan turun karena berkurangnya daerah resapan
maka kecepatan run off semakin bertambah, sehingga limbah akan terbawa aliran air hujan
dengan cepat menuju sumber air baku. Akibatnya sumber air menjadi tercemar, dikarenakan
sumber air tersebut digunakan sebagai air baku yang akan diolah menjadi air bersih maka
pada akhirnya air bersih yang dihasilkan menjadi sangat mahal.
2.4 Parameter Kualitas Air
2.4.1 Suhu
Kenaikan suhu air akan menimbulkan beberapa akibat yaitu: (a) Jumlah oksigen
terlarut di dalam air menurun; (b) Kecepatan reaksi kimia meningkat; (c) Kehidupan ikan
dan hewan air lainnya terganggu. Jika batas suhu yang mematikan terlampaui, ikan dan
hewan air lainnya akan mati (Effendi, 2003).
Perubahan suhu suatu badan air perairan pesisir berpengaruh terhadap proses fisika,
kimia dan biologi perairan. Alga akan tumbuh dengan baik pada suhu 30°C - 35°C serta
fitoplankton pada suhu 20°C - 30°C. Sedangkan air sungai memiliki titik beku (-1,90C). Suhu
alami air sungai adalah suhu normal dimana organisme dapat hidup sesuai dengan oksigen
yang dibutuhkan. Besaran suhu (temperatur) air laut yang terdapat pada baku mutu adalah
alami dengan deviasi 3.
2.4.2 Derajat Keasaman (pH)
Derajat keasaman merupakan kekuatan antara asam dan basa dalam air dan suatu
kadar konsentrasi ion hidrogen dalam larutan. Nilai pH menggambarkan kekuatan bahan
pelarut dari air, karena itu penunjukkannya mungkin dari reaksi kimia pada batu-batuan dan
tanah-tanah. Pertumbuhan organisme perairan dapat berlangsung dengan baik pada kisaran
pH 6,5-8,5.
Menurut Brook et al. dalam Fakhri (2000) menyebutkan bahwa perairan sudah
dianggap tercemar jika memiliki nilai pH < 4,8 dan > 9,8. Derajat keasaman atau pH air
biasanya digunakan untuk menentukan tingkat pencemaran dengan melihat tingkat keasaman
atau kebasaan air yang dikaji. Mackereth et al. dalam Effendi (2003) berpendapat bahwa pH
berkaitan erat dengan karbondioksida dan alkalinitas. Semakin tinggi nilai pH, semakin tinggi
pula nilai alkalinitas dan semakin rendah kadar karbondioksida bebas. Larutan yang bersifat
asam akan bersifat korosif. Nilai pH sangat mempengaruhi proses biokimia perairan,
misalnya proses nitrifikasi akan berakhir jika kadar pH rendah.
2.4.3 COD (Chemical Oxygen Demand)
Chemical oxygen Demand (COD) atau kebutuhan oksigen kimia (KOK) merupakan
jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat- zat organik yang ada dalam sampel
air atau banyaknya oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat- zat organik menjadi
CO2 dan H2O. Pada reaksi ini hampir semua zat yaitu sekitar 85% dapat teroksidasi menjadi
CO2 dan H2O dalam suasana asam, sedangkan penguraian secara biologi (BOD) tidak semua
zat organik dapat diuraikan oleh bakteri. Angka COD merupakan ukuran bagi pencemaran air
oleh zat- zat organik yang secara alamiah dapat dioksidasikan melalui proses mikrobiologis,
dan mengakibatkan berkurangnya oksigen terlarut didalam air .
Nilai COD pada perairan yang tidak tercemar biasanya kurang dari 20 mg/l.
Sementara pada perairan yang tercemar memiliki nilai COD dapat melebihi 200 mg/l. Oleh
karena itu perairan yang memiliki nilai COD tinggi tidak baik untuk kegiatan perikanan
(Fakhri, 2000).
2.4.4 BOD (Biological Oxygen Demand)
Bahan organik yang memasuki perairan merupakan salah satu jenis pencemar
perairan. Secara alami, pencemar ini akan diuraikan oleh bakteri pengurai karena bahan
organik merupaka makanan bagi bakteri. Proses penguraian membutuhkan oksigen sehingga
reaksi ini akan mengurangi konsentrasi oksigen terlarut bagi organisme perairan. BOD adalah
ukuran jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh bakteri untuk menguraikan bahan organik
secara biologi. Bila polutan dengan konsentrasi BOD yang tinggi masuk ke sungai, hal ini
akan mempercepat pertumbuhan bakteri dan membutuhkan oksigen yang semakin banyak
untuk menguraikan polutan tersebut.
Bahan-bahan buangan yang memerlukan oksigen terutama terdiri dari bahan-bahan
organik dan mungkin beberapa bahan anorganik, kotoran manusia dan hewan, tanaman-
tanaman yang mati atau sampah organik, bahan-bahan buangan industri dan sebagainya. Air
yang hampir murni mempunyai nilai BOD kira-kira 1 mg/l, dan air yang mempunyai nilai
BOD 3 mg/l masih dianggap cukup murni, tetapi kemurnian air diragukan jika nilai BOD nya
mancapai 5 mg/l atau lebih.
Pemeriksaan BOD diperlukan untuk menentukan beban pencemaran akibat air
buangan penduduk atau industri dan untuk mendesain sistem-sistem pengolahan biologis bagi
air yang tercemar tersebut.
2.4.5 Total Nitrogen (TN)
Nitrogen dan senyawanya tersebar secara luas dalam biosfer. Lapisan atmosfer bumi
mengandung sekitar 78% gas nitrogen. Bebatuan juga mengandung nitrogen. Pada tumbuhan
dan hewan, senyawa nitrogen ditemukan sebagai penyusun protein dan klorofil.
Meskipun ditemukan dalam jumlah yang melimpah dilapisan atmosfer, akan tetapi
nitrogen tidak dapat dimanfaatkan oleh makhluk hidup secara langsung. Nitrogen harus
mengalami fiksasi terlebih dahulu menjadi NH3, NH4, dan NO3.
Meskipun beberapa organisme akuatik dapat memanfaatkan nitrogen dalam bentuk
gas, akan tetapi sumber utama nitrogen di perairan tidak terdapat dalam bentuk gas. Di
perairan, nitrogen berupa nitrogen anorganik dan organik. Nitrogen anorganik terdiri atas
amonia (NH3), amonium (NH4), nitrit (NO2), nitrat (NO3), dan molekul nitrogen (N2) dalam
bentuk gas. Nitrogen organik berupa protein, asam amino, dan urea. Tranformasi nitrogen
dapat melibatkan ataupun tidak melibatkan makrobiologi dan mikrobiologi.
Nitrogen total adalah gambaran nitrogen dalam bentuk organik dan amonia pada air
limbah. Nitrogen total adalah penjumlahan dari nitrogen anorganik yang berupa N-NO3 , N-
NO2, dan N-NH3, yang bersifat larut; dan nitrogen organik yang berupa partikulat yang tidak
larut dalam air (Effendi,H.,2003)
N Total = (A x 0,23) + (B x 0,30) + (C x 0,89) + D
Keterangan : A = NO3 C = NH4+
B = NO2 D = N organik
2.4.6 Total Posfat (TP)
Menurut Effendi (2003) bahwa sumber alami fosfor di perairan adalah pelapukan
batuan mineral. Sumber antropogenik fosfor adalah limbah industri dan domestik, yakni
fosfor yang berasal dari detergen. Limpasan dari derah pertanian yang menggunakan pupuk
juga memberikan kontribusi yang cukup besar bagi keberadaan fosfor.
Fosfat total menggambarkan jumlah total fosfat, baik berupa partikulat atau terlarut,
anorganik maupun organik. Fosfat organik banyak terdapat di pengairan. Perubahan
polifosfat menjadi ortofosfat pada air limbah yang mengandung bakteri berlangsung sangat
cepat dibandingkan dengan perubahan yang terjadi pada air bersih (Yuniato, 2005).
Perubahan polifosfat dan fosfat organik menjadi ortofosfat dapat dilakukan dengan peleburan
atau metode digesti dengan asam sulfat (Alaerts, dkk., 1984). Analisa fosfat dapat dilakukan
dengan metode stano klorida dalam suasana asam. Prinsip metode stano klorida ini
pembentukan asam molibdofosfor oleh reduktor timah (II) klorida untuk pembentukan warna
biru molibdenum (Clessceri, 1989).
Penentuan fosfat total dengan sampel cair didahului dengan metode digesti persulfat
untuk mendekstruksi fosfat organik atau polifosfat menjadi ortofosfat, kemudian diteruskan
dengan metode stano klorida. Pengukuran fosfat total dapat menggunakan molibdenum dan
digesti untuk mengubah polifosfat menjadi ortofosfat.
Fosfat dalam lingkungan dapat bersumber dari limbah industri dan domestik, seperti
fosfat yang berasal dari detergen. Komposisi kimia detergen terdiri dari tiga komponen utama
yaitu surfaktan, bahan pembentuk dan bahan bahan lainnya, misalnya softener (Fachrul, dkk.,
2006).
2.4.7 Coliform
Bakteri coliform adalah golongan bakteri intestinal, yaitu hidup didalam saluran
pencernaan manusia. Bakteri coliform adalah bakteri indikator keberadaan bakteri patogenik
lain. Lebih tepatnya, bakteri coliform fekal adalah bakteri indikator adanya pencemaran
bakteri patogen. Penentuan coliform fekal menjadi indikator pencemaran dikarenakan
jumlah koloninya pasti berkorelasi positif dengan keberadaan bakteri patogen. Selain itu,
mendeteksi coliform jauh lebih murah, cepat, dan sederhana daripada mendeteksi bakteri
patogenik lain. Contoh bakteri coliform adalah, Escherichia coli dan Enterobacter aerogenes.
Jadi, coliform adalah indikator kualitas air. Makin sedikit kandungan coliform, artinya,
kualitas air semakin baik.
2.5 Beban Pencemaran
Definisi pencemaran menurut Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No 01
Tahun 2010 adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau
komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu air
limbah yang telah ditetapkan. Beban pencemaran adalah jumlah suatu unsur pencemar yang
terkandung dalam air atau limbah . Beban pencemaran juga merupakan besaran satuan berat
zat pencemar dalam satuan waktu, misal 1 ton BOD/hari.
Sedangkan menurut Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 beban pencemaran
adalah jumlah suatu pencemar yang terkandung di dalam air atau air limbah. Selain itu beban
pencemaran juga didefinisikan sebagai bahan pencemar dikalikankapasitas aliran air yang
mengandung bahan pencemar, artinya adalah jumlah berat pencemar dalam satuan waktu
tertentu, misalnya kg/hari. Istilah beban pencemaran dikaitkan dengan jumlah total
pencemar atau campuran pencemar yang masuk ke dalam lingkungan (langsung atau tidak
langsung) oleh suatu industry aatau kelompok industri pada areal tertentu dalam periode
waktu tertentu. Pada kasus limbah rumah tangga dan kota, istilah beban pencemaran
berkaitan dengan jumlah total limbah yang masuk ke dalam lingkungan (langsung atau tidak
langsung dari komunitas kota selama periode waktu tertentu
Beban pencemaran sungai adalah jumlah suatu unsur pencemar yang terkandung
dalam air sungai. Beban pencemar sungai dapat disebabkan oleh adanya aktivitas industri,
pemukiman dan pertanian (Mitsch & Goesselink, 1993 dalam Margonof, 2007).
2.6 Debit
Debit sungai dapat diukur secara langsung atau tidak langsung. Pengukuran debit
sungai secara langsung dilakukan dengan mengukur luas potongan melintang palung sungai
dan kecepatan rata-rata airnya. Kecepatan aliran biasanya diukur dengan menggunakan alat
ukur current meter. Alat tersebut dihubungkan dengan kotak pencatat (alat monitor yang
akan mencatat jumlah putaran selama propeler tersebut berada dalam air) kemudian
dimasukkan ke dalam sungai yang akan di ukur kecepatan aliranya. Bagian ekor alat tersebut
menyerupai sirip dan akan berputar karena gerakan aliran air sungai. Tiap putaran ekor
tersebut akan tercatat oleh alat monitor, dan kecepatan aliran sungai akan ditentukan oleh
jumlah putaran per detik untuk kemudian dihitung dengan menggunakan persamaan
metematik yang khusus disediakan untuk alat tersebut. Pengukuran biasanya dilakukan
dengan membagi kedalaman sungai menjadi beberapa bagian dengan lebar permukaan yang
berbeda.
Kecepatan aliran sungai pada setiap bagian diukur sesuai dengan kedalaman,
misalnya pada kedalaman 0,6 atau kedalaman rata rata antara 0,2 dan 0,8. Bagian kedalaman
yang dipilih untuk dasar perhitungan yang diinginkan. Selanjutnya, apabila kecepatan alitan
sudah di ketahui, besarnya debit dapat dihitung berdasarkan persamaan bernoulli atau sering
juga dikenal sebagai the continuity equation. Pada persamaan ini nilai Q diperoleh dari
perkalian antara kecepatan aliran V (m/dt) dan luas penampang melintang A (m2) atau secara
matematis:
Q=A . V
Kecepatan aliran sungai bervariasi dari yang paling kecil pada dasar sungai sampai
pada kecepatan terbesar dekat atau pada permukaan air sungai. Perhitungan yang lazim
dilakukan di lapangan adalah bahwa untuk memperoleh kecepatan rata rata aliran sungai,
kedalaman 0,2 dan 0,8 di bawah permukaan air sungai umum dipakai sebagai lokasi alat
ukur. Prosedur perhitungan kecepatan aliran sungai rata rata menurut cara tersebut di atas
adalah sebagai berikut:
1. Hitung kedalaman sungai dengan menggunakan tongkat berskala.
2. Tempatkan alat ukur current meter pada kedalaman 0,8 dari total kedalaman sungai,
dan dengan menggunakan alat pencatat waktu (stop watch), hitung kecepatan aliran
sungai melalui angka meter pada alat tersebut. Lama waktu setiap pencatatan adalah
45 detik.
3. Tempatkan alat ukur pada kedalaman 0,2 dari total kedalaman sungai dan ulangi
langkah 2. Pada sungai dangkal, perhitungan kecepatan aliran sungai dapat dilakukan
hanya pada kedalaman 0,6 dari total kedalaman sungai.
Sedangkan pengukuran debit secara tidak langsung dapat dilakukan dengan beberapa
cara, antara lain:
1. Luas penampang palung sungai diukur sedang kecepatan air dihitung secara analitis.
2. Debit sungai dihitung dari bangunan – bangunan air yang teradapat dalam sungai,
misalnya gorong – gorong, jembatan, talang siphon, bangunan terjun, bendung. Besar
debit aliran yang melalui bangunan itu dihitung dengan rumus hidraulika yang berlaku
untuk bangunan yang bersangkutan.
3. Debit sungai dihitung dari hujan
4. Debit sungai dihitung dengan menggunakan rumus – rumus empiris.
Cara tidak langsung umumnya dipakai kalau pengukuran secara langsung tidak dapat
dilakukan. Di dalam zat cair ideal, dimana tidak terjadi gesekan, kecepatan aliran (V) adalah
sama di setiap titik pada tampang lintang.
Daftar Pustaka
Abdurochman, A. 2005. Studi Parameter Fisika-Kimia di Perairan Pulau Panggang,
Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. [Skripsi]. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Achmadi. 2001. Umar Fachmi, Prof. Dr.MPH, Ph.D, Peranan Air Dalam Peningkatan
Kesehatan Masyarakat, http:// www. bpk penabur. or. id / kps-jkt /berita /200104/
lap-perananair.pdf., dikunjungi 5/3/2004.
Clessceri, L.S., EG Arnorld.R.R. Trussel and A.H.F. Mory, 1989, Standart Methods for The
Examination of Water and Wastewater, 17th Ed, Washington: AWWA and APLF
Effendi, H., 2003, Telaah Kualitas Air : Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan
Perairan, Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
Fachrul, Melati Ferianita, Herman Haeruman, dan Anita Anggraeni, 2006, Distribusi Spatial
Nitrat, Fosfat dan Ratio N/P di Perairan Teluk Jakarta, Teknik Lingkungan,
Universitas Trisakti, Disampaikan pada Seminar Nasional Penelitian Lingkungan di
Perguruan Tinggi, IATPI –Teknik Lingkungan ITB, Bandung,
Fakhri, I. 2000. Evaluasi Kualitas Air Sungai di Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum, Jawa
Barat selama periode 1996-1998. Skripsi. Program Studi Manajemen Sumberdaya
Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Bogor.
Margonof, 2007. Potensi Limbah Udang sebagai Penyerap Logam Berat, Institut Pertanian
Bogor, Bogor.
Maulana, Rizal. 2001. Gambaran Kualitas Air Sungai Ciulengsi Kabupaten Bogor Tahun
2001. Skripsi Program Sarjana. FKM-UI.Depok
Setiawan, Hendra, Agustus 2001, Pengertian Pencemaran Air Dari Perspektif Hukum,
http: //www. menlh .go .id/ airnet/ Artike l01 .htm, dikunjungi 7/3/2004.
Sugiarto, 2005. Dasar-Dasar Pengelolaan Air Limbah. UI-Press. Jakarta
Trofisa, Dany. 2011. Kajian Beban Pencemaran dan Daya Tampung Pencemaran Sungai
Ciliwung di Segmen Kota Bogor. Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan
Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
Yuniato, Dhany, 2005, Studi Efesiensi Sistem Pengolahan Limbah Cair di RSU dr Saiful
Anwar Malang Terhadap Parameter BOD, COD, TSS dan Phospat, Skripsi tidak
diterbitkan, Jurusan Teknik Pengairan, Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya