bab ii

28
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Kejang Demam Menurut Arif Mansjoer (2002). Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (Suhu rectal lebih dari 38 0 C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Kemudian Sumijati, M.E (2002), mengemukakan kejang demam adalah kelainan neurologis yang paling sering dijumpai pada anak-anak terutama anak umur 6 bulan sampai 4 tahun. Kejang demam merupakan kejang yang terjadi pada seorang bayi atau anak yang mengalami demam tanpa infeksi system saraf pusat. Pada awal kejang demam biasanya anak akan terlihat aneh untuk beberapa saat, kemudian kaku, kelojotan dan memutar matanya. Anak tidak responsif untuk beberapa waktu, nafas terganggu, dan kulit akan tampak 7

Upload: bahar-phd

Post on 14-Dec-2015

216 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

baru

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Kejang Demam

Menurut Arif Mansjoer (2002). Kejang demam adalah bangkitan kejang

yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (Suhu rectal lebih dari 380C) yang

disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Kemudian Sumijati, M.E (2002),

mengemukakan kejang demam adalah kelainan neurologis yang paling sering

dijumpai pada anak-anak terutama anak umur 6 bulan sampai 4 tahun.

Kejang demam merupakan kejang yang terjadi pada seorang bayi atau

anak yang mengalami demam tanpa infeksi system saraf pusat. Pada awal

kejang demam biasanya anak akan terlihat aneh untuk beberapa saat,

kemudian kaku, kelojotan dan memutar matanya. Anak tidak responsif untuk

beberapa waktu, nafas terganggu, dan kulit akan tampak lebih gelap dari

biasanya. Setelah kejang anak akan segera normal kembali. Kejang biasanya

berakhir kurang dari 1 menit, tetapi walaupun jarang dapat terjadi selama lebih

dari 15 menit (Handryastuti, 2008:1).

Kejang merupakan masalah neurologik yang relatif sering dijumpai,

diperkirakan bahwa satu dari sepuluh orang akan mengalami kejang pada

suatu saat dalam hidup mereka. Dua puncak insidensi kejang adalah dekade

pertama kehidupan dan setelah usia 60 tahun. Kejang terjadi akibat lepas

7

Page 2: BAB II

muatan paroksismal yang berlebihan dari neuron yang sangat mudah terpicu

(fokus kejang) sehingga menganggu fungsi normal otak. Kejang juga terjadi

dari jaringan otak normal di bawah kondisi patologik tertentu, seperti

perubahan keseimbangan asam-basa atau elektrolit. Kejang jika terjadi dalam

waktu singkat sebenarnya jarang mengakibatkan kerusakan, tetapi kejang

yang berlangsung lama dapat menimbulkan kerusakan (Jiemi Ardian, 2008).

Status konvulsi adalah kejang berulang tanpa pulihnya kesadaran

selama 30 menit atau lebih, status konvulsi pada anak adalah kegawatan

yang mengancam jiwa dengan resiko terjadinya gejala sisa neurologis. Resiko

ini tergantung dari penyebab dan lamanya kejang berlangsung, makin lama

kejang berlangsung makin sulit untuk menghentikannya, oleh karena itu

tatalaksana kejang toni-klonik lebih dari 5 menit, adalah menghentikan kejang

dan mencegah terjadinya status konvulsivus (Jiemi Ardian, 2008/).

2.2. Etiologi

Penyebab kejang pada anak bisa karena infeksi, kerusakan jaringan

otak dan faktor lain yang dapat menyebabkan gangguan pada fungsi otak,

keadaan tersebut dapat dijumpai pada kejang demam, meningitis,

hidrosefalus. Kejang terjadi akibat lepas muatan paroksismal yang berlebihan

dari sebuah fokus kejang atau dari jaringan normal yang terganggu akibat

suatu keadaan patologik. Aktivitas kejang sebagian bergantung pada lokasi

muatan yang berlebihan tersebut. (Doengoes, M.E, 2001).

8

Page 3: BAB II

2.3. Patofisiologi Kejang Demam

Perubahan-perubahan metabolik yang terjadi selama dan segera

setelah kejang sebagian disebabkan oleh meningkatnya kebutuhan energi

akibat hiperaktivitas neuron. Selama kejang kebutuhan metabolik secara

drastis meningkat, lepas muatan listrik sel-sel saraf motorik dapat meningkat

menjadi 1000 per detik. Aliran darah otak meningkat, demikian juga respirasi

dan glikolisis jaringan. Asetilkolin muncul di cairan serebrospinal (CSS)

selama dan setelah kejang. Asam glutamat mungkin mengalami deplesi

selama aktivitas kejang (Hamilton, Persis Mary, 1995).

Pada keadaan demam, kenaikan suhu 10C akan mengakibatkan

kenaikan metabolisme basal 10-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat

20%. Pada seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari

saluran tubuh dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%, oleh

karena itu kenaikan suhu dapat mengubah keseimbangan dari membran sel

neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion

natrium melalui membran tersebut, dengan akibat terjadinya lepasan muatan

listrik. Lepasnya muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas

keseluruh sel maupun ke membran sel sekitarnya dengan bantuan bahan

yang disebut ”neurotransmitter” dan terjadi kejang. Tiap anak mempunyai

ambang kejang yang berbeda tergantung tinggi rendahnya ambang kejang,

seorang anak akan menderita kejang pada kenaikan suhu tertentu. Pada anak

9

Page 4: BAB II

dengan ambang kejang yang tinggi kejang baru terjadi bilu suhu mencapai

400C atau lebih (Rustam, Mochtar, 1998).

Demam juga bisa merupakan tanda bahwa kita menderita penyakit

tertentu. Karena itu demam merupakan alat pemberitahu bagi kita sendiri.

Biasanya gejala demam adalah bagian kepala, leher, dan tubuh terasa panas.

Karena itu, kalau kita memeriksa seseorang apakah dia demam atau tidak,

rabalah bagian kepala atau lehernya. (Depkes RI, 2009).

Peningkatan suhu biasanya merupakan tanda bahwa tubuh sedang

terinfeksi oleh sesuatu. Setelah infeksi sembuh, suhu tubuh akan menurun

lagi, infeksi bisa terjadi akibat bakteri atau virus yang masuk dalam tubuh.

Demam merupakan mekanisme tubuh untuk melawan infeksi, karena itu

janganlah langsung berusaha menurunkan suhu tubuh, sebab menurunkan

suhu tubuh malah bisa menutupi gejala dan memperpanjang penyakit serta

memperlambat ditemukannya penyebab. Dari kenyataan ini dapat disimpulkan

bahwa berulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada anak dengan

ambang kejang rendah, sehingga dalam penaggulangannya perlu

memperhatikan pada tingkat suhu berapa pasien menderita kejang (Depkes

RI, 2009).

Kejang demam yang belangsung singkat pada umumnya tidak

berbahaya dan tidak meninggalkan gejala sisa. Tetapi kejang demam yang

berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai apnea, meningkatnya

10

Page 5: BAB II

kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi

hipoksemia, disebabkan oleh metabolisme anaerob, hipotensi arterial disertai

denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh makin meningkat yang

disebabkan oleh meningkatnya aktivitas otot dan selanjutnya menyebabkan

metabolisme otak meningkat. Rangkaian kejadian di atas adalah faktor

penyebab hingga terjadinya kerusakan neuron otak selama berlangsungnya

kejang lama (Ganong, 2004).

Gangguan Membran Sel Gangguan Na-Kalium

Gangguan Keseimbangan Ion

Hiperpolarisasi

Potensial Aksi

Pelepasan Neurotransmitter di ujung Akson

Loncatan muatan listrik yang berlebihan

Diteruskan keseluruh sel saraf

KEJANG

11

Page 6: BAB II

2.4. Prognosis

Dengan penanggulangan yang tepat dan cepat prognosisnya baik dan

tidak perlu menyebabkan kematian. Resiko yang akan dihadapi oleh seorang

anak sesudah menderita kejang demam tergantung dari faktor, riwayat

penyakit kejang tanpa demam dalam keluarga, kelainan dalam

perkembangan atau kelainan saraf sebelum anak menderita kejang demam,

kejang yang berlangsung lama atau kejang fokal (Handryastuti, 2008:2).

Bila terdapat paling sedikit 2 (dua) sampai 3 (tiga) faktor tersebut di

atas, maka di kemudian hari akan mengalami serangan kejang tanpa demam

sekitar 13%, di bandingkan bila hanya terdapat 1 (satu) atau tidak sama sekali

faktor tersebut di atas, serangan kejang tanpa demam hanya 2,5 – 3% saja.

Hemiparesis biasanya terjadi pada pasien yang mengalami kejang lama

(berlangsung lebih dari 30 menit), baik bersifat umum maupun fokal.

Kelumpuhan sesuai dengan kejang fokal yang terjadi (Handryastuti, 2008:1).

Peneltian yang dilakukan pada 431 pasien dengan demam biasa tidak

terdapat kelainan Intelegensi Question (IQ), tetapi pada pasien yang

mengalami kejang terdapat gangguan perkembangan dan kelainan

neurologis, yaitu akan didapat IQ yang rendah dibanding anak yang tidak

mengalami kejang demam, jika kejang demam di ikuti dengan terulangnya

kejang tanpa demam, retardasi mental akan terjadi 5 kali lebih besar

(Ngastiah, 2001).

12

Page 7: BAB II

2.5. Gambaran Klinis

Terjadinya kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan

kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat, yang disebabkan oleh infeksi

diluar susunan saraf pusat, misalnya tonsilitis, otitis media akut (OMA) dan

lain-lain. Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu

demam dan berlangsung singkat. Umumnya kejang berhenti sendiri, begitu

kejang berhenti anak tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak setelah

beberapa detik atau menit akan terbangun dan sadar kembali tanpa adanya

kelainan saraf (Ngastiyah, 2001).

2.6. Penatalaksanaan Medis

Hasil simposium Fakultas Kedokteran UMS (2009) tentang

penanggulangan kejang demam, ada 4 faktor yang perlu dilakukan yaitu:

2.6.1 Memberantas Kejang secepat mungkin

Bila pasien datang dalam keadaan status konvulsivus, obat

pilihan utama adalah diazepam yang diberikan secara intra vena (IV).

Efek therapeutiknya sangat cepat, yaitu kira-kira 30 detik sampai 5

menit dan efek toksik yang serius hampir tidak dijumpai apabila

diberikan secara perlahan dan dosis tidak melebihi 50 mg persuntikan.

Dosis sesuai dengan berat badan < 10 Kg 0,5-0,75 mg/KgBB, dan > 20

Kg 0,5 mg/KgBB. Biasanya dosis rata-rata yang di pakai 0,3

mg/KgBB/kali dengan dosis maksimum 5 mg pada anak berumur < 5

13

Page 8: BAB II

(lima) tahun, dan 10 mg pada anak yang lebih besar (Handryastuti,

2008:2).

Setelah suntikan pertama secara intra vena (IV,) ditunggu 15

menit, bila masih terdapat kejang, diulangi suntikan ke dua dengan

dosis yang sama juga intra vena (IV), setelah 15 menit suntikan ke dua

masih kejang diberikan suntikan ke tiga dengan dosis sama akan

tetapi pemberiannya secara intra muskular (IM), diharapkan kejang

akan berhenti, bila belum dapat di berikan fenobarbital secara intra

vena (IV). Akibat samping diazepam adalah mengantuk, hipotensi dan

penekanan pusat pernafasan, hal ini terjadi bila sebelumnya anak telah

mendapatkan fenobarbital. Obat diazepam di berikan langsung tanpa

larutan pelarut, harus disuntik perlahan-lahan, kira-kira 1 (satu)

ml/menit dan pada bayi 1 mg diberikan dalam 1 (satu) menit.

(Handryastuti, 2008:2).

Pemberian diazepam IV pada anak yang sering kejang,

seringkali menyulitkan, cara pemberian yang mudah, sederhana dan

efektif adalah melalui rektum. Obat diazepam ini dapat diberikan

dengan dosis sesuai dengan berat badan anak, < 10 Kg; 5 mg/KgBB

dan > 10 Kg; 10mg/KgBB dalam rektiol/rektum, bila kejang tidak

berhenti diberikan lagi secara IV dengan dosis 0,13 mg/KgBB, cara

pemberian dengan rektal, sebelumnya diolesi vaselin/minyak pada

ujungnya kemudian masukkan ke dalam rektum sepanjang 3-5 Cm,

14

Page 9: BAB II

(klien dalam sikap miring), dipijit hingga kosong dan setelah ditarik

lubang anus ditutup dengan kedua muskulus gluteus (Hamitton, Persis

mary, 1995).

2.6.2 Pengobatan Penunjang.

Sebelum memberantas kejang tidak boleh dilupakan perlunya

pengobatan penunjang yaitu semua pakaian ketat di buka, posisi

kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi

lambung,usahakan agar jalan nafas bebas untuk menjamin kebutuhan

oksigen, bila perlu dilakukan intubasi atau trakestomi dengan

pengisapan lendir harus di lakukan secara teratur dan beri oksigen.

Fungsi vital seperti kesadaran, suhu, pernafasan dan fungsi jantung di

awasi dengan ketat, cairan intra vena (IV) sebaiknya di berikan dengan

di pantau untuk kelainan metabolik dan elektrolit. Jika suhu tubuh

meningkat sampai pasien hiperpireksia maka diberikan kompres

(Handryastuti, 2008:3).

2.6.3 Mencari dan mengobati penyebab

Penyebab kejang demam maupun epilepsi yang diprovokasi

oleh demam biasanya adalah infeksi respiratorius bagian atas dan

OMA, pemberian antibiotik yang adekuat perlu untuk mengobati

penyakit tersebut. Anak yang mengalami kejang demam yang datang

untuk pertama kali sebaiknya dilakukan fungsi lumbal untuk

menyingkirkan kemungkinan adanya faktor infeksi di dalam otak,

15

Page 10: BAB II

misalnya meningitis. Pada anak yang diketahui kejang lama

pemeriksaan lebih di intensifkan seperti fungsi lumbal, darah lengkap

(DL), kalium, bila perlu dilakukan pemeriksaan rontgent photo

tengkorak, Electro Encepalopathy Graphy (EEG), dan lain-lain

(Handryastuti, 2008:4).

2.7. Penatalaksanaan Keperawatan

Masalah yang perlu diperhatikan pada pasien kejang demam adalah

resiko terjadinya kerusakan sel otak akibat kejang, suhu tubuh yang

meningkat di atas suhu normal, resiko terjadi bahaya atau komplikasi,

kurangnya pengetahuan orang tua mengenai penyakit, cara memberantas

kejang demam, segera diberikan diazepam intra vena, dosis rata-rata 0.13

mg/KgBB atau diazepam rektal dengan dosis berat badan anak kurang dari 10

Kg sebanyak 5 mg/KgBB, sedangkan berat badan lebih dari 10 Kg diberikan

10 mg/Kg BB (Handryastuti, 2008:4).

Jika kejang tidak berhenti, tunggu 15 menit, dapat diulang dengan

dosis dan cara yang sama, setelah kejang berhenti berikan dosis awal

fenobarbital sebagai berikut: untuk umur 1 bulan – 1 tahun, 5 mg dan untuk

anak berumur lebih dari 1 tahun > 5 mg, diberikan secara intra muskular (IM).

Pengobatan rumat 4 jam kemudian (setelah berhenti kejang) hari ke 1 (satu)

dan ke 2 (dua) fenobarbital 9 – 19 mg/KgBB, di bagi dalam 2 dosis, hari

16

Page 11: BAB II

berikutnya fenobarbital diberikan 4 – 5 mg/KgBB, di bagi menjadi 2 dosis

(Handryastuti, 2008:4).

2.7.1 Resiko Terjadi Kerusakan Sel Otak Akibat Kejang

Setiap kejang menyebabkan kontriksi pembuluh darah sehingga

aliran darah tidak lancar dan mengakibtkan peredaran O2 juga

terganggu, kekurangan O2 (anoksia) pada otak akan mengakibatkan

kerusakan sel otak dan dapat terjadi kelumpuhan sampai retardasi

mental, bila kerusakannya berat. Jika hanya sebentar tidak banyak

menimbulkan kerusakan otak, tetapi jika kejang berlangsung lebih dari

1 menit biasanya berakhir dengan apnea yang akan menimbulkan

kerusakan otak yang makin berat (pada keadaan demam, kenaikan

suhu 1ºC akan mengakibatkan metabolisme basal 10-15%, kebutuhan

O2 akan meningkat 20% (Hamitton, Persis mary, 1995).

Pada kejang demam yang berlangsung lama kebutuhan O2

lebih banyak karena selain diperlukan juga untuk kontraksi otot-otot

skelet yang akhirnya terjadi hipokalsemia yang disebabkan

metabolisme anaerob, disertai kelainan denyut jantung yang

menyebabkan metabolisme meningkat dan mengakibatkan kerusakan

neuron selama berlangsungnya kejang (Hamitton, Persis mary, 1995).

17

Page 12: BAB II

Tindakan selama berlangsung kejang baringkan anak ditempat

yang rata, kepala dimiringkan dan pasangkan sudip lidah yang telah

dibungkus kasa atau bila ada guedel lebih baik. Singkirkan benda-

benda yang ada disekitar anak, lepaskan pakaian yang menganggu

pernafasan (misalnya pakaian ketat, ikat pinggang dan lain-lain). Isap

lendir sampai bersih, berikan O2 boleh sampai 4 liter/menit, jika anak

jatuh apnea lakukan tindakan pertolongan, bila suhu tinggi berikan

kompres secara intensif, setelah bangun dan sadar berikan minum

hangat, jika dengan tindakan ini tidak berhenti hubungi dokter apakah

perlu pemberian obat penenang (Hamitton, Persis mary, 1995).

2.7.2 Suhu yang Meningkat diatas Normal

Masing-masing anak mempunyai ambang kejang yang berbeda,

tidak selalu dalam keadaan hiperpireksia tetapi yang jelas bahwa pada

kejang demam selalu didahului kenaikan suhu sebelum kejang terjadi.

Pada anak dengan ambang kejang rendah bila suhu naik menjadi 38ºC

atau lebih, sedikit saja sudah timbul kejang, oleh karena itu jika sudah

diketahui suhu naik diatas normal anak akan menderita kejang, maka

setelah diketahui suhu mulai naik harus segera diberikan obat

antipiretik (Hamitton, Persis mary, 1995).

Obat antipiretik untuk pasien kejang demam biasanya telah

bersama-sama dengan anti kejang, perlu diingat bahwa pada pasien

yang akan mengalami kenaikan suhu karena adanya infeksi faringitis,

18

Page 13: BAB II

OMA, atau infeksi lainnya, maka disamping obat antipiretik juga harus

ada antibiotik. Jika belum ada antibiotik tersebut pasien harus dibawa

berobat, karena tanpa antibiotik demam akan turun hanya sebentar

kemudian naik lagi, disamping obat-obatan tersebut pasien perlu diberi

banyak minum dan jika suhu tinggi sekali berikan kompres (Hamitton,

Persis mary, 1995).

2.7.3 Resiko Terjadi Bahaya/Komplikasi

Akibat dari kejang dapat terjadi perlukaan misalnya lidah tergigit

atau akibat gesekan dengan gigi, akibat terkena benda tajam atau

keras yang ada disekitar anak, serta dapat juga terjatuh, oleh karena itu

setiap anak yang mendapat serangan kejang harus ada yang

mendampinginya (Handryastuti, 2008:5).

Jika anak telah didiagnosis kejang demam, orangtuanya perlu

dijelaskan mengapa anak dapat kejang, terutama yang berhubungan

dengan kenaikan suhu tubuh tersebut di sebabkan oleh infeksi. Orang

tua perlu diajari bagaimana cara menolong pada saat anak kejang

(jangan panik) dan yang penting adalah mencegah jangan sampai

timbul kejang, yang perlu dijelaskan adalah harus selalu tersedia obat

penurun panas yang didapatkan atas resep dokter yang telah

mengandung anti kejang, jika obat hampir habis masih sisa dua

bungkus supaya datang berobat untuk mendapatkan obat persediaan,

19

Page 14: BAB II

orang tua harus memahami hal ini untuk keperluan anaknya (Hamitton,

Persis Mary, 1995).

Agar anak segera diberikan obat antipiretik, bila orangtua

mengetahui anak mulai demam (jangan menunggu suhu meningkat

lagi) dan pemberian obat di teruskan sampai suhu sudah turun selama

24 jam berikutnya, jika demam masih naik turun agar di bawa ke dokter

atau puskesmas untuk mendapatkan antibiotik. Jika terjadi kejang anak

harus di baringkan di tempat yang rata, kepala di miringkan buka

bajunya dan pasangkan gagang sendok yang telah di bungkus

kain/sapu tangan yang bersih dalam mulutnya (jelaskan apa

tujuannya), setelah kejang berhenti anak bangun atau sadar kembali

suruh minum obatnya dan tunggu sampai keadaanya betul-betul

tenang. Jika suhu pada waktu kejang tersebut tinggi sekali supaya di

kompres hangat, anak harus diberikan minum yang banyak

(Handryastuti, 2008:5).

Apabila terjadi kejang berulang atau kejang terlalu lama

walaupun telah diberikan obat segera bawa anak tersebut ke rumah

sakit, karena hanya rumah sakit yang dapat memberikan pertolongan

pada anak yang menderita status konvulsivus. Apabila orang tua telah

diberi obat persediaan rektal berikan petunjuk cara memberikannya,

yaitu ujung rektiol yang akan dimasukkan kedalam anus diolesi pakai

minyak sayur atau vaselin kemudian dimasukkan kedalam anus sambil

20

Page 15: BAB II

dipencet sampai habis (tetapi dengan pelan-pelan memencetnya)

setelah kosong dan masih dipencet rektiol dicabut sebagian isinya akan

ikut terisap kembali), bila mungkin sikap anak di baringkan miring

(Hamitton, Persis mary, 1995).

Walaupun kejang sudah lama tidak terjadi, orang tua supaya

tidak menghentikan therapi sendiri, jelaskan bahwa pengobatan

profilaksis ini berlangsung sampai 3 tahun kemudian secara bertahap

dosis dikurangi dalam waktu 3 sampai 6 bulan (Hamitton, Persis mary,

1995).

2.8. Penanganan Kejang Demam Pada Anak Di Rumah

Saat anak mengalami kejang demam, hal-hal penting yang harus kita

dilakukan antara lain :

a. Jika anak anda mengalami kejang demam, cepat bertindak

untuk mencegah luka.

b. Letakkan anak anda di lantai atau tempat tidur dan jauhkan

dari benda yang keras atau tajam.

c. Palingkan kepala ke salah satu sisi sehingga saliva (ludah)

atau muntah dapat mengalir keluar dari mulut.

d. Pasangkan gagang sendok yang telah dibungkus kain/sapu

tangan bersih dalam mulutnya (jelaskan tujuannya).

21

Page 16: BAB II

e. Setelah kejang berhenti dan anak bangun/sadar kembali

berikan obat penurun panas dan tunggu sampai keadaannya betul-betul

tenang. Jika suhu pada waktu kejang tersebut tinggi sekali supaya

dikompres, anak diberikan banyak minum.

f. Hubungi dokter anak anda (Ismet Lugito, 2009)

Pada sebagian besar kasus kejang terjadi tanpa terduga atau tidak

dapat dicegah, dahulu digunakan obat anti kejang sebagai tindakan

pencegahan pada anak-anak yang sering mengalami kejang demam, tetapi

hal ini sekarang sudah jarang dilakukan. Pada anak-anak yang cenderung

mengalami kejang demam, pada saat mereka menderita kejang demam, bisa

di berikan obat anti kejang seperti diazepam (baik yang melalui mulut maupun

melalui rektal), dengan penanggulangan kejang demam secara tepat dan

cepat, maka perjalanan penyakitnya menjadi baik dan tidak menimbulkan

kematian (Handryastuti, 2008:5).

Pada saat anak pertama kali menderita demam, maka ibu harus

memeriksa kenaikan suhu dengan menggunakan termometer, sehingga hasil

pengukuran menjadi akurat dan tidak mengira-ngira dengan perabaan di dahi

anak saja, apabila kenaikan suhu melebihi 38ºC maka anjurkan ibu untuk

memberikan obat penurun panas, sambil memberikan kompres dan minum

yang banyak pada anaknya, selain itu pengontrolan suhu tubuh sangat

bermakna dan harus dilakukan setiap beberapa menit sekali biasanya setiap

5 – 10 menit sekali. Apabila suhu tubuh masih tinggi maka berikan lagi obat

penurun panas dan segeralah bawa anak ke pelayanan kesehatan terdekat

22

Page 17: BAB II

seperti Puskesmas. Keputusan yang tepat dan cepat dari orang tua dapat

membantu mencegah anaknya terkena serangan kejang demam

(Handryastuti, 2008:5).

2.9. Konsep Prilaku

Menurut Widayatun (1999), berbicara tentang perilaku manusia tidak

sama antar dan inter manusianya baik kepandaian, bakat, sikap, minat

maupun kepribadian. Prilaku kesehatan pada dasarnya adalah respon

seseorang (organisme) terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan

penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, serta lingkungan. Respon

tersebut bisa bersifat pasif (pengetahuan, persepsi dan sikap) maupun aktif

(tindakan nyata). Sedangkan stimulus atau rangsangan terdiri dari 4 unsur

pokok yakni sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan dan

lingkungan (Notoatmodjo, 2005).

Kemudian Notoatmojo (2005) mendefinisikan perilaku sebagai suatu

kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati secara langsung

maupun yang tidak dapat diamati secara tidak langsung. Jadi perilaku

manusia pada hakekatnya adalah tindakan aktivitas dari manusia itu sendiri.

Oleh karena itu, perilaku manusia mempunyai batasan yang sangat luas yang

mencakup perjalanan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis,

membaca dan sebagainya.

23

Page 18: BAB II

Bekker (1979) dalam Notoatmodjo (2005), mengklasifikasikan perilaku

yang berhubungan dengan kesehatan (health related behaviour) sebagai

berikut

2.9.1 Dengan tindakan atau kegiatan perilaku kesehatan (health related

behaviour) yakni hal-hal yang berkaitan dengan seseorang dalam

memelihara dan meningkatkan kesehatannya

2.9.2 Perilaku sakit (illness behaviour), yaitu segala tindakan atau kegiatan

yang dilakukan oleh seseorang individu yang merasa sakit untuk

mengenal dan merasakan keadaan kesehatannya atau sakitnya,

terutama individu untuk mengidentifikasi penyakit serta upaya

pencegahannya.

2.9.3 Perilaku peran sakit (the sick role bihaviour), yaitu segala tindakan

atau kegiatan yang dilakukan oleh individu yang sedang sakit untuk

memperoleh kesembuhan.

Menurut Kwik (1974) seperti dikutip Notoatmodjo (2005), bahwa faktor-

faktor yang mempengaruhi terbentuknya perilaku dibedakan menjadi 2 (dua)

yaitu faktor intern mencakup pengetahuan, persepsi, emosi, dan motivasi juga

faktor ekstern mencakup fisik seperti, iklim, ekonomi, sosial budaya dan

sebagainya.

Green (1980) dalam Notoatmodjo (2005), mengidentifikasi bahwa

perilaku kesehatan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor predisposisi

yang meliputi pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi, persepsi, faktor

pendukung meliputi ketersediaan sarana kesehatan dan akses ke pelayanan

24

Page 19: BAB II

kesehatan, faktor pendorong meliputi dukungan sosial, sikap, perilaku petugas

dan lain-lain.

2.10. Kerangka Teori

Berdasarkan dari konsep perilaku yang telah dikemukakan oleh Green

(1980) dalam Notoatmodjo (2005), mengidentifikasi bahwa perilaku kesehatan

dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor predisposisi yang meliputi;

pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi, persepsi, faktor pendukung

meliputi; ketersediaan sarana kesehatan dan akses ke pelayanan kesehatan,

faktor pendorong meliputi; dukungan sosial, sikap, perilaku petugas dan lain-

lain, di atas maka dapat dijelaskan kerangka konsepnya sebagai berikut.

Gambar. 2.1

Sumber : Green dalam Notoatmodjo (2005)

25

Faktor Predisposisi Pengetahuan Sikap Kepercayaan Tradisi Persepsi

Faktor Pendukung Ketersediaan

sarana kesehatan Akses ke

pelayanan kesehatan

Faktor Pendorong Dukungan

sosial Sikap Perilaku

Perilaku Kesehatan