bab ii
DESCRIPTION
tugasTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Diuretik berasal dari kata dioureikos yang berarti merangsang berkemih atau
merangsang pengeluaran urin. Dengan kata lain diuretik ialah obat yang dapat
menambah kecepatan pembentukan urin. Istilah diuresis memiliki dua pengertian,
ialah menunjukkan adanya penambahan volume urin yang diproduksi dan
menunjukkan jumlah pengeluaran zat-zat terlarut dan air. Obat diuretik dapat pula
digunakan untuk mengatasi hipertensi dan edema. Edema dapat terjadi pada
penyakit gagal jantung kongesif, sindrom nefrotik dan edema premenstruasi.
Abnormalitas volume cairan dan komposisi elektrolit adalah problem klinis
yang penting yang dapat mengancam jiwa bila tidak dibatasi. Obat-obat yang
menyakat fungsi transfor di tubulus ginjal merupakan peralatan klinik yang
penting untuk penanggulangan kelainan tersebut.
Walaupun berbagai agen yang meningkatkan aliran urine telah digambarkan
sejak dahulu kala, namun baru sejak tahun 1957, dengan adanya sintesis
chlorothiazide, suatu diuretika yang praktis dan kuat tersedia untuk penggunaan
yang luas. Sehingga karena itulah ilmu pengetahuan mengenai diuretika ini
relative baru. Secara teknis istilah “diuresis” menunjukan peningkatan volume
urine, dan “natriuesis” mengacu pada peningkatan ekskresi natrium ginjal. Karena
obat-obat natriuretic yang penting umumnya selalu meningkatkan ekskresi air,
umumnya disebut diuretika dan diasumsikan terjadi peningkatan ekskresi natrium.
Banyak diuretika (diuretika loop, thiazide, amiloride, dan triamterene)
menggunakan efenya pada protein-protein transfor pada membrane yang spesifik
yang terletak pada permukaan lumen sel-sel epitelel tubulus ginjal. Diuretika
lainnya, menggunakan efek osmotic yang mencegah reabsorbsi air pada segmen
yang permeable-air pada nefron (mannitol), menghambat enzim-enzim
(acetazolamide), atau mempengaruhi reseptor-reseptor hormone sel epitelel ginjal
(spironolactone).
Sebagian besar diuretika bekerja pada segmen anatomis tunggal dari nefron
ginjal. Karena segmen ini punya fungsi-fungsi transfor yang khusus, kerja dari
setiap diuretika paling dapat dimengerti dengan baik dalam hubungan antara titik
tangkap kerjanya pada nefron dan fisiologi normal dari segmen tersebut.
Banyaknya kontraindikasi dan efek samping yang ditimbulkan oleh obat
diuretik antara lain : hipokalemia kadang-kadang bisa juga timbul hiperkalemi,
hiperurisemia, hiperkalsemia, hiponatremia, dan gangguan toleransi glukosa dan
diabetes. Buah semangka (Citrulli Fructus) dapat berperan sebagai diuretika maka
akan sangat berguna bagi penderita gangguan buang air kecil, edema, dan
penderita hipertensi. Di samping pengobatannya mudah dilakukan dan buah
semangka mudah didapatkan.
Oleh karena itu penelitian ini perlu dilakukan untuk mengetahui efektifitas
obat-obat diuretik.
1.2. Rumusan Masalah
1.2.1. Apa yang dimaksud dengan Diuretik?
1.2.2. Apa saja yang menyebabkan Diuretik?
1.2.3. Bagaimana anatomi dan fisiologi ginjal?
1.2.4. Apa saja klasifikasi golongan obat diuretic?
1.3. Tujuan Makalah
1.3.1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Diuretik
1.3.2. Untuk mengetahui apa saja yang menyebabkan Diuretik
1.3.3. Untuk mengetahui bagaimana anatomi dan fisiologi ginjal
1.3.4. Untuk mengetahui apa saja klasifikasi golongan obat Diuretik
1.4. Kegunaan Makalah
Makalah ini disusun dengan harapan memberikan kegunaan baik secara
teoritis maupun secara praktis. Secara teoritis makalah ini berguna sebagai
pengembangan konsep penelitian. Secara praktis makalah ini diharapkan
bermanfaat bagi:
1.1.1. Penulis, sebagai wahana penambah pengetahuan dan konsep keilmuan
khususnya tentang Obat Diuretik.
1.1.2. Pembaca/pelajar, sebagai media informasi tentang Obat Diuretik baik
secara teoritis maupun secara praktis.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Penyakit Diuretik
Diuretika adalah zat-zat yang dapat memperbanyak pengeluaran
kemih (diuresis) melalui kerja langsung terhadap ginjal. Obat-obat lainnya
yang menstimulasi diuresis dengan mempengaruhi ginjal secara tidak
langsung termasuk dalam definisi ini, misalnya zat-zat yang memperkuat
kontraksi jantung (digoksin,teofilin), memperbesar volume darah (dekstran)
atau merintangi sekresi hormon antidiuretik ADH (air,alkohol). Jika pada
peningkatan ekskresi garam-garam maka diuretika ini dinamakan saluretika
atau natriuretika (diuretika dalam arti sempit).
Fungsi utama diuretik adalah untuk memobilisasi cairan udem yang
berarti mengubah keseimbangan cairan sedemikian rupa sehingga volume
cairan ekstrasel menjadi normal.
Proses diuresis dimulai dengan mengalirnya darah ke dalam glomeruli
(gumpalan kapiler) yang terletak di bagian luar ginjal (cortex). Dinding
glomeruli inilah yang bekerja sebagai saringan halus yang secara pasif dapat
dilintasi air,m garam dan glukosa. Ultrafiltrat yang diperoleh dari filtrasi
dan mengandung banyak air serta elektrolit ditampung di wadah, yang
mengelilingi setiap glomerulus seperti corong (kapsul Bowman) dan
kemudian disalurkan ke pipa kecil. Di sini terjadi penarikan kembali secara
aktif dari air dan komponen yang sangat penting bagi tubuh, seperti glukosa
dan garam-garam antara lain ion Na+. Zat-zat ini dikembalikan pada darah
melalui kapiler yang mengelilingi tubuli.sisanya yang tak berguna seperti
”sampah” perombakan metabolisme-protein (ureum) untuk sebagian besar
tidak diserap kembali.
Akhirnya filtrat dari semua tubuli ditampung di suatu saluran
pengumpul (ductus coligens), di mana terutama berlangsung penyerapan air
kembali. Filtrat akhir disalurkan ke kandung kemih dan ditimbun sebagai
urin. Fungsi utama diuretik adalah untuk memobilisasi cairan udem yang
berarti mengubah keseimbangan cairan sedemikian rupa sehingga volume
cairan ekstrasel menjadi normal.Proses diuresis dimulai dengan mengalirnya
darah ke dalam glomeruli (gumpalan kapiler) yang terletak di bagian luar
ginjal (cortex). Dinding glomeruli inilah yang bekerja sebagai saringan
halus yang secara pasif dapat dilintasi air,m garam dan glukosa. Ultrafiltrat
yang diperoleh dari filtrasi dan mengandung banyak air serta elektrolit
ditampung di wadah, yang mengelilingi setiap glomerulus seperti corong
(kapsul Bowman) dan kemudian disalurkan ke pipa kecil. Di sini terjadi
penarikan kembali secara aktif dari air dan komponen yang sangat penting
bagi tubuh, seperti glukosa dan garam-garam antara lain ion Na+. Zat-zat ini
dikembalikan pada darah melalui kapiler yang mengelilingi tubuli.sisanya
yang tak berguna seperti ”sampah” perombakan metabolisme-protein
(ureum) untuk sebagian besar tidak diserap kembali.
2.2. Penyebab Diuretik
2.2.1.Diabetes Insipidus
Diabetes insipidus adalah suatu penyakit yang penderitanya
mengeluarkan urine terlalu banyak. Penyebab penyakit ini adalah
kekurangan hormon ADH ( Anti Diuretic Hormone ) yaitu hormon
yang mempengaruhi proses reabsorpsi cairan pada ginjal. Bila
kekurangan hormon ADH, jumlah urine dapat meningkat menjadi 30
kali lipat.
2.2.2.Glukosuria
Glukosuria adalah penyakit yang ditandai adanya glukosa dalam
urine. Penyakit ini disebut juga kencing manis. Kadar gula dalam
darah meningkat karena kekurangan hormon insulin. Nefron tidak
mampu menyerap kembali kelebihan glukosa, sehingga kelebihan
glukosa dibuang bersama urine.
2.2.3.Batu ginjal
Batu ginjal dapat terbentuk karena pengendapan garam kalsium
di dalam rongga ginjal, saluran ginjal, dan kantong kemih. Batu ginjal
terbentuk kristal yang tidak bisa larut dan mengandung kalsium
oksalat, asam urat, dan kristal kalsium fosfat. Penyebabnya adalah
karena karena terlalu banyak mengonsumsi garam mineral dan terlalu
sedikit mengonsumsi air. Batu ginjal tersebut dapat menimbulkan
hidronefosis ( membesarnya ginjal karena urine tidak dapat mengalir
keluar ) hal itu akibat penyempitan aliranginjal atau tersumbat oleh
batu ginjal.
2.2.4.Gagal ginjal
Gagal ginjal adalah kelainan ginjal yang tidak berfungsi
sebagaimana mestinya. Penyakit ini disebabkan karena kondisi yang
mengganggu fungsi ginjal. Penyakit ini terbagi menjadi 2 yaitu
penyakit ginjal semestara dan tetap. Penderita penyakit ginjal
sementara dapat ditolong dengan cuci darah. Sedangkan penderita
penyakit ginjal tetap dapat ditong dengan cangkok ginjal.
2.2.5.Nefritis
Nefritis adalah peradangan pada ginjal yang terjadi karena
infeksi bakteri penyakit pada nefron. Bakteri ini masuk melalui
saluran pernafasan kemudian dibawa darah ke ginjal. Karena infeksi
ini nefron mengalami peradangan sehingga protein dan sel – sel darah
yang masuk bersama urine primer tidak dapat disaring dan keluar
bersama urine. Selain itu, nefritis dapat menyebabkan uremia, yaitu
ureum yang masuk dalam darah melebihi kadar normal. Terdapatnya
ureum di dalam darah dapat menyebabkan penyerapan air terganggu,
selanjutnya air akan menumpuk di kaki atau organ tubuh yang lain.
Selain itu, nefritis dapat diakibatkan karena suatu reaksi kekebalan
yang keliru dan melukai ginjal. Tanda-tanda dari nefritis adalah
hematuria (darah di dalam air kemih), proteinuria (protein di dalam air
kemih) dan kerusakan fungsi hati, yang tergantung kepada jenis,
lokasi dan beratnya reaksi kekebalan.
2.2.6.Albuminuria
Albuminuria adalah penyakit pada sistem ekskresi yang ditandai
dengan urine penderita mengandung albumin. Albumin merupakan
protein yang bermanfaat bagi manusia karena berfungsi untuk
mencegah agar cairan tidak terlalu banyak keluar dari darah. Penyakit
ini menyebabkan terlalu banyak albumin yang lolos dari saringan
ginjal dan terbuang bersama urine. Penyakit ini antara lain disebabkan
oleh kekurangan protein. Cara mencegahnya dengan cara
pengendalian kadar gula darah dan mengurangi derajat albuminuria
dengan pemberian diuretik dosis kecil dan pembatasan asupan protein
(0,6-0,8 gram / kg berat badan per hari).
2.3. Anatomi dan Fisiologi Normal Ginjal
Ginjal
Fungsi utama ginjal adalah mengekskresikan zat-zat sisa metabolisme
yang mengandung nitrogen misalnya amonia. Amonia adalah hasil
pemecahan protein dan bermacam-macam garam, melalui proses deaminasi
atau proses pembusukan mikroba dalam usus. Selain itu, ginjal juga
berfungsi mengeksresikan zat yang jumlahnya berlebihan, misalnya vitamin
yang larut dalam air; mempertahankan cairan ekstraselular dengan jalan
mengeluarkan air bila berlebihan; serta mempertahankan keseimbangan
asam dan basa. Sekresi dari ginjal berupa urin.
2.3.1.Struktur Ginjal
Bentuk ginjal seperti kacang merah, jumlahnya sepasang dan
terletak di dorsal kiri dan kanan tulang belakang di daerah pinggang.
Berat ginjal diperkirakan 0,5% dari berat badan, dan panjangnya ± 10
cm. Setiap menit 20-25% darah dipompa oleh jantung yang mengalir
menuju ginjal.
Ginjal terdiri dari tiga bagian utama yaitu:
korteks (bagian luar)
medulla (sumsum ginjal)
pelvis renalis (rongga ginjal)
Bagian korteks ginjal mengandung banyak sekali nefron ± 100 juta sehingga
permukaan kapiler ginjal menjadi luas, akibatnya perembesan zat buangan
menjadi banyak.
Setiap nefron terdiri atas badan Malphigi dan tubulus (saluran) yang
panjang. Pada badan Malphigi terdapat kapsul Bowman yang bentuknya seperti
mangkuk atau piala yang berupa selaput sel pipih. Kapsul Bowman membungkus
glomerulus. Glomerulus berbentuk jalinan kapiler arterial. Tubulus pada badan
Malphigi adalah tubulus proksimal yang bergulung dekat kapsul Bowman yang
pada dinding sel terdapat banyak sekali mitokondria. Tubulus yang kedua adalah
tubulus distal.
2.3.2.Fungsi Ginjal :
Menyaring darah sehingga menghasilkan urine
Membuang zat / sisa metabolisme yang membahayakan tubuh
(urea, asam urat)
Mempertahankan tekanan osmosis cairan ekstraseluler
Mempertahankan keseimbangan asam & basa
Fungsi endokrin
Di dalam ginjal terjadi rangkaian proses filtrasi, reabsorbsi, dan
augmentasi.
Penyaringan (filtrasi)
Filtrasi terjadi pada kapiler glomerulus pada kapsul Bowman. Pada
glomerulus terdapat sel-sel endotelium kapiler yang berpori (podosit)
sehingga mempermudah proses penyaringan. Beberapa faktor yang
mempermudah proses penyaringan adalah tekanan hidrolik dan
permeabilitias yang tinggi pada glomerulus.
Selain penyaringan, di glomelurus terjadi pula pengikatan kembali sel-
sel darah, keping darah, dan sebagian besar protein plasma. Bahan-bahan
kecil terlarut dalam plasma, seperti glukosa, asam amino, natrium, kalium,
klorida, bikarbonat, garam lain, dan urea melewati saringan dan menjadi
bagian dari endapan.
Hasil penyaringan di glomerulus berupa filtrat glomerulus (urin
primer) yang komposisinya serupa dengan darah tetapi tidak mengandung
protein. Pada filtrat glomerulus masih dapat ditemukan asam amino,
glukosa, natrium, kalium, dan garam garam lainnya.
Penyerapan kembali (reabsorbsi)
Volume urin manusia hanya 1% dari filtrat glomerulus. Oleh karena
itu, 99% filtrat glomerulus akan direabsorbsi secara aktif pada tubulus
kontortus proksimal dan terjadi penambahan zat-zat sisa serta urea pada
tubulus kontortus distal.
Substansi yang masih berguna seperti glukosa dan asam amino
dikembalikan ke darah. Sisa sampah kelebihan garam, dan bahan lain pada
filtrat dikeluarkan dalam urin. Tiap hari tabung ginjal mereabsorbsi lebih
dari 178 liter air, 1200 g garam, dan 150 g glukosa. Sebagian besar dari zat-
zat ini direabsorbsi beberapa kali.
Setelah terjadi reabsorbsi maka tubulus akan menghasilkan urin
sekunder yang komposisinya sangat berbeda dengan urin primer. Pada urin
sekunder, zat-zat yang masih diperlukan tidak akan ditemukan lagi.
Sebaliknya, konsentrasi zat-zat sisa metabolisme yang bersifat racun
bertambah, misalnya ureum dari 0,03`, dalam urin primer dapat mencapai
2% dalam urin sekunder. Meresapnya zat pada tubulus ini melalui dua cara.
Gula dan asam mino meresap melalui peristiwa difusi, sedangkan air
melalui peristiwa osmosis. Reabsorbsi air terjadi pada tubulus proksimal
dan tubulus distal.
Augmentasi (sekresi)
Augmentasi adalah proses penambahan zat sisa dan urea yang mulai
terjadi di tubulus kontortus distal. Komposisi urin yang dikeluarkan lewat
ureter adalah 96% air, 1,5% garam, 2,5% urea, dan sisa substansi lain,
misalnya pigmen empedu yang berfungsi memberi warna dan bau pada urin.
2.4. Klasifikasi Golongan Obat Diuretik
Berdasarkan aspek mekanisme kerjanya, diuretic dibagi menjadi dua
yaitu:
Secara langsung (aksi langsung pada sel di nefron ginjal)
Secara tidak langsung (mengubah komposisi dari filtrate)
Secara langsung (aksi langsung pada sel di nefron ginjal)
2.4.1.Penghambat Karbonik Anhydrase
Mekanisme Kerja
Efek farmakodinamik yang utama dari asetazolamid
adalah penghambatan karbonik anhydrase secara nonkompetitif.
Akibatnya terjadi perubahan sistemik dan perubahan terbatas
pada organ tempat enzim tersebut berada.
GINJAL. Di dalam sel-sel tubuli proksimal asetazolamid
menghambat perubahan CO2 + H2O → H2CO3, sehingga
pembentukan HCO3- dan H+ dalam sel tubuli juga berkurang.
Jumlah H+ untuk disekresi dan ditukarkan dengan Na+ dari
lumen tubulus juga berkurang sehingga eksresi Na+ akan
meningkat. Selain itu, HCO3- dalam limen yang tidak digabung
dengan H+ akan diekskresi ke urin. Hal ini mengakibatkan
meningkatkanya ekskresi bikarbonat, natrium dan kalium
melalui urin sehingga urin menjadi alkalis, sedangkan darah
cenderung mengalami asidosis. Bertambahnya ekskresi kalium
disebabkan oleh pertukaran Na+ dengan K+ menjadi lebih aktif,
menggantikan pertukaran dengan H+. meningkatnya ekskresi
elektrolit menyebabkan bertambahnya ekskresi air.
SUSUNAN CAIRAN PLASMA. Bertambahnya ekskresi
bikarbonat dalam urin menyebabkan terjadinya asidosis
metabolic. Karena kerjanya melalui peningkatan ekskresi
bikarbonat dan kation, maka besarnya efek diuresis tergantung
dari kadar ion tersebut dalam plasma. Pada alkalosis metabolic,
kadar ion bikarbonat dalam plasma meninggi dan ion klorida
menurun (karena adanya chloride shift) dalam keadaan ini efek
diuresis asetazolamid makin kuat. Hal yang sebaliknya terjadi
dalam keadaan asidosis metabolic.
Bila pada pasien dengan edema diberikan asetazolamid
jangka lama, maka dapat terjadi asidosis metabolic sehingga
efek asetazolamid makin lemah. Selain ion bikarbonat adanya
kadar kalium juga penting dalam menentukan efek diuresis
asetazolamid, karena pada alkalosis ekstrasel yang sudah
disertai hypokalemia, efek diuresis obat ini juga kurang.
Asetazolamid memperbesar ekskresi K+, tetapi efek ini
hanya nyata pada permulaan terapi saja, sehingga pengaruhnya
terhadap keseimbangan kalium tidak sebesar pengaruh tiazid.
MATA. Dalam cairan bola mata banyak sekali terdapat
enzim karbinik anhydrase dan bikarbonat. Pemberian
asetazolamid baik secara oral maupun parenteral, mengurangi
pembentukan cairan bika mata disertai penurunanvtekanan
intraocular sehingga asetazolamid berguna dalam pengobatan
glukoma.
SUSUNAN SARAF PUSAT. Telah lama diketahui
bahwa keadaan asidosis dapat mengurangi timbulnya serangan
epilepsi. Karena asetazolamid dapat menimbulkan asidosis dan
SSP banyak mengandung karbonik anhydrase, maka diduga
bahwa obat ini daoat dipakai mengobati penyakit epilepsy.
Dugaan ini ternyata benar, tetapi rupanya efek penguranagan
serangan epilipsi tersebut bukan hanya disebabkan
penghambatan karbonik anhydrase tetapi juga oleh adanya efek
langsung pada SSP. Gejala SSP yang sering timbul pada
penggunaan asetazolamid adalah somnolen dan paresthesia.
LAIN-LAIN. Asetazolamid dosis besar dapat
menghambat sekresi asam lambung, namun secara klinis efek ini
tidak bermakna.
Indikasi
Glaukoma. Penghambatan karbonik anhidrasi
menurunkan laju pembentukan caira bola mata (aqueous
humor), yang dapat menyebabkan penurunan tekanan
intraokuler. Efek tersebut bermanfaat pada penatalaksanaan
beberapa bentuk glaucoma, menyebabkannya menjadi indikasi
paling lazim penggunaan penghambat carbonic anhydrase.
Penghambat karbonik anhydrase yang aktif pada
penggunaan secara topical (dorzolamide, brinzolamide)
sekarang telah tersedia. Senyawa baru tersebut dapat mencapai
penurunan tekanan intraokuler yang sebanding dengan obat oral.
Walaupun dorzolamide diambil oleh sel darah merah, kadarnya
dalam plasma tidak terdeteksi. Oleh karenanya efek diuretic dan
metabolic sistemiknya dihilangkan.
Alkalisasi Urine. Asam urat dan cystine relative tidak
dapat larut dalam urine yang asam, dan peningkatan ekskresi
ginjal senyawa tersebut dapat dicapai dengan peningkatan pH
urine dengan penghambatan carbonic anhydrase. Dengan cara
yang sama, eksresi ginjal dari asam lemah (misalnya, aspirin)
ditingkatkan oleh acetazolamide. Pada pemberian bikarbonat
yang tidak berkesinambungan, efek acetazolamide tersebut
relative berdurasi pendek dan hanya bermanfaat dalam
mengawali suatu respon. Terapi dalam jangka waktu panjang
membutuhkan pemberian bersama bikarbonat.
Alkalosis metabolic. Alkalosis metabolic yang menetap
merupakan suatu konsekuensi dari penurunan total K+ tubuh
dan volume intravascular atau kadar tinggi mineralocorticoid.
Oleh karenanya pada lazimnya kasus tersebut dirawat dengan
melakukan koreksi pada kondisi yang mendasarinya, tidak
dengan pemberian acetazolamide. Apabila alkalosis disebabkan
oleh penggunaan yang berlebihan dari diuretrika terhadap pasien
dengan gagal jantung parah, pemberian saline (larutan garam
fisiologis) dapat merupakan kontraindikasi karena peningkatan
tekanan pengisian jantung. Pada kasus tersebut, acetazolamide
dapat sangat berguna untuk memperbaiki alkalosis seperti
halnya dengan menyebabkan sedikit dieresis tambahan untuk
memperbaiki gagal jantung.
Efek Samping dan Kontraindikasi
Intoksikasi asetazolamid jarang terjadi. Pada dosis tinggi
dapat timbul parestesia dan kantuk yang terus-menerus.
Asetazolamid memepermudah pembentukan batu ginzal karena
berkurangnya ekskresi sitrat; kadar kalsium dalam urin tidak
berubah atau meningkat.
Reaksi alergi yang jarang terjadi berupa demam, reaksi
kulit, depresi sumsum tulang dan lesi renal mirip reaksi terhadap
sulfonamide.
Seperti tiazid, obat ini dapat menyebabkan disorientasi
mental pada pasien sirosis hepatis. Hal ini mungkin disebabkan
oleh amoniak yang biasanya disekresi kedalam urin masuk ke
darah karena tidak adanya H+ yang terbentuk dalam sel tubuli.
Biasanya H+ tersebut bergabung dengan NH3 membentuk NH4+
yang berguna untuk menukar ion tetap dalam cairan tubuli. Hati
tidak mampu mengubah amoniak yang terlalu banyak menjadi
urea dan amoniak inilah yang menyebabkan disorientasi mental.
Karena itu asetazolamid dikontraindikasikan pada sirosis
hepatis.
Asetazolamid sebaiknya tidak diberikan selama
kehamilan, karena pada hewan coba, obat ini dapat
menimbulkan efek teratogenik.
Dosis:
Obat SediaanDosis
(mg/hari)
Acetazolamide Tablet 125 mg dan 250 mg 250-500
Dichlorphenamide Tablet 50 mg 200
Metazolamid Tablet 25 mg dan 50 mg 100-300
Toksisitas
Asidosis metabolic hiperkloremik. Asidosis diperkirakan
akibat dari penurunan kronis cadangan-cadangan bikarbonat
oleh penghambat-penghambat carbonic anhydrase. Pembuangan
nikarbonat membatasi efikasi diuretic dari obat ini selama 2-3
hari.
Batu ginjal. Fosfaturia dan hiperkalsiuria terjadi selama
respons bikarbonaturik terhadap penghambatan carbonic
anhydrase. Ekskresi ginjal dari factor pelarut dapat juga
menurun pada penggunaan kronis. Garam kalsium relative tidak
larut pada pH alkali, yang berarti bahwa potensi pembentukan
batu ginjal dari garam tersebut meningkat.
Pembuangan kalium ginjal. Pembuangan kalium dapat
terjadi karena NaHCO3 yang terdapat pada tubulus pengumpul
menyebabkan suatu peningkatan pada potensial negative
elektris-lumen pada segmen tersebut dan meningkatkan sekresi
K+. efek tersebut dapat dilawan dengan pemberian bersama
KCl.
Toksisitas lain. Rasa kantuk dan parestesi adalah gejala
lazim pada pemberian dosis besar. Terjadi akumulasi obat pada
pasien dengan gagal ginjal, dan terjadi toksisitas system saraf
pusat yang jelas pada tatanan tersebut. Reaksi hipersensitivitas
(demam, ruam, supresi sumsum tulang, nefritis, interstisinal)
dapat pula terjadi.
2.4.2.Diuretika ansa
Mekanisme Kerja
Diuretik kuat terutama bekerja dengan cara menghambat
reabsorpsi elektrolit Na+/K+/Cl2 diansa henle asendens bagian
epitel tebal; tempat bekerjanya di permukaan sel epitel bagian
luminal (yang menghadap ke lumen tubuli). Pada pemerian
secara IV obat ini cenderung meningkatkan aliran darah ginjal
tanpa disertai peningkatan filtrasi glomerulus. Perubahan
hemodinmik ginjal ini mengakibatkan menurunnya reabsorpsi
cairan dan elektrolit di tubuli proksimal serta meningkatnya efek
awal diuresis. Peningkatan aliran darah ginjal ini, realitf hanya
berlangsung sebentar. Dengan berkurangnya cairan ekstrasel
akibat diuresis, maka aliran darah ginjalmenurun dan hal ini
mengakibatkan meningkatnya reabsorpsi cairan dan elektrolit
tubuli proksimal.Hal yang terakhir ini agaknya merupakan suatu
mekanisme kompensasi yang membatasi jumlah zat terlarut
yang menapai epitel tebal Henle asendens, dengan demikian
akan mengurangi diuretis.
Masih dipertentangkan apakah diuretik kuat juga bekerja
di tubuli proksimal. Furosemid dan bumetanid mempunyai daya
hambat enzim karbonik anhidrase karena keduanya merupakan
drivad sulfonamid, seperti juga tiazid dan asetazolamid, tetapi
aktivitasnya terlalu lemah untuk menyebabkan diuresis di tubuli
proksimal. Asam etakrinat tidak menghambat enzim karbonik
anhidrase. Efek diuretik kuat terhadap segmen yang lebih distal
dan ansa henle asendens epitel tebal belum dipastikan, tetapi
dari besarnya diuresis yang terjadi, diduga obat ini bekerja di
segmen tubuli tubuli lain.
Diuretik kuat juga menyebabkan eksresi K+ dan kadar
asam urat plasma, mekanismenya kemungkinan besar sama
dengan tiazid. Eksresi Ca++ dan Mg++ juga ditingkatkan
sebanding dengan peningkatan eksresi Na+. Berbeda dengan
tiazid, golongan ini tidak meningkatkan re-absorpsi Ca++ di
tubuli distal. Berdasarkan atas efek kalsiuria ini, golongan
diuretik kuat digunakan untuk pengobatan simptomatik
hiperkalsemia.
Diuretik kuat meningkatkan eksresi asam yang dapat di
tirsi (titrable acis) dan ammonia. Fenomena yang diduga
terjadikarena efeknya di nefron distal ini merupakan salah satu
faktor penyebab terjadinya alkalois metabolik.
Bila mobilisasi cairan edema terlalu cepat, alkalosis
metabolit oleh diuretik kuat ini terutama terjadi akibat
penyusutan volume cairan ekstrasel . Sebaliknya pada
penggunaan yang kronik, faktor utama penyebab alkalosis ialah
besarnya asupan garam dan eksresi H+ dan K+. Alkalosis ini
sering kali disertai dengan hipotermia, tetapi masing-masing
disebakan oleh mekanisme yang berbeda.
Indikasi
Indikasi yang terpenting dari penggunaan diuretika ansa
termasuk edema paru akut, kondisi edematous lain dan
hiperkalsemia akut. Indikasi lain dari diuretika ansa termasuk
yang berikut.
Hiperkalemia. Pada hiperkalemia ringan atau setelah
penatalaksanaan akut hiperkalemia yang parah dengan cara lain,
diuretika ansa dapat secara bermakna meningkatkan ekskresi
urine dari K+ sebagai sarana menurunkan simpanan K+ tubuh
total. Respon tersebut ditingkatkan dengan pemberian bersama
NaCl dan air.
Gagal ginjal akut. Agen ansa dapat meningkatkan
kecepatan aliran urine dan meningkatkan ekskresi K+ pada
ginjal akut. Agen tersebut dapat mengatasi gagal ginjal oligurik
menjadi gagal ginjal nonoligurik, yang dapat mempermudah
penatalaksanaan pada pasien. Bila sejumlah besar beban pigmen
telah mengakibatkan kegagalan ginjal atau setidaknya
mengancam, agen ansa dapat membantu mengalirkan ke luar
cast intratubuler dan memperbaiki obstruksi intratubuler.
Overdosis anion. Bromide, fluoride dan iodide semuanya
diabsorpsi kembali pada cabang meningkat yang tebal sehingga
diuretika ansa berguna dalam penatalaksanaan keracunan
makanan yang disebabkan ion-ion tersebut. Larutan garam
fisiologis harus diberikan untuk menggantikan kehilangan Na+
dari urine dan untuk menyediakan Cl-, begitu juga untuk
menghindari deplesi volume cairan ekstraseluler.
Kontraindikasi
Tiazid menjadi kontraindikasi untuk dipakai pada
penderita gagal ginjal. Gejala-gejala gangguan fungsi ginjal
yang berat meliputi oliguria (penurunan jumlah urin yang sangat
jelas), peningkatan nitrogen urea darah dan peningkatan
kreatinin darah
Dosis:
Obat Sediaan Dosis Efek
Furosemid
Tab. 20 dan 40
mg; injeksi 20
mg/amp 2 mL
10-40 mg oral 2 x
sehari (HT) 20-80
mg iv, 2-3 x sehari
(CHF) sampai 250-
2000 mg oral/iv
Diuresis dalam 10-
20 menit. Efek
maksimal 1,5 jam.
Lama kerja 4-5 jam
Torsemid
5-10 mg oral, 1 x
sehari (HT); 10-2-
mg (CHF), oral atau
IV, dapat naik
sampai 200 mg
Onset 10 menit. Efek
maksimal 60 menit.
Lama kerja 6-8 jam.
BumetanidTab 0,5 dan 1 mg
Injeksi 5 mg
0,5-2 mg, oral 1-2 x
sehari. Maksimum
10 mg/hari
Onset 75-90 menit.
Lama kerja 4-5 jam
Asam Etakrinat
Tab 25 dan 50 mg
Injeksi 50
mg/amp
50-200 mg/hari
0,5-1 mg/kgBB
Efek Samping:
Gangguan cairan dan elektrolit. Sebagian eek samping
berkaitan dengan gangguan kseimbangan dan elektrolit, antara
lain hipotensi, hiponatremia, hipokalemia, hipokalsemia dan
hipomagnesemia.
Ototoksitas. Asam etkrinat dapat menyebabkan ketulian
sementara maupun menetap, dan hal ini merupakan efek
samping yang serius. Ketulian sementara juga dapat terjadi pada
furosemid dan lebih jarang pada bumetanid. Ototoksisitas
merupakan suatu efek samping unik kelompok obat ini.
Efek metabolik. Seperti diuretik tiazid, diuretik juga
dapat menimbulkan efek samping metabolit berupa
hiperurisemia, hiperglikemia, peningkatan kolesterol LDL dan
trigliserida, serta penurunan HDL.
Reaksi alergi. Reaksi alergi umumnya berkaitan dengan
struktur molekul yang meyerupai sulfonamid. Diuretik kuat dan
diuretik tiazid dikontraindikasi pada pasien dengan riwayat
alergi sulfonamid . Asam etakrinat merupakan satu-satunya
diuretik kuat yang tidak termasuk golongan sulfonamid, dan
dapat digunakan khususnya untuk pasien yang alergi terhadap
sulfonamid.
Nefritis interstialis alergik. Furosamid dan tiazid diduga
dapat menyebakan nefritis interstialis alergik yang
menyebabkan gagal ginjal reversibel. Berdasarkan efeknya pada
janin hewan dicoba, mka diuretik ini tidak dianjurkan pada
wanita hamil, kecuali bila mutlak diperlukan.
Toksisitas
Alkalosis metabolic hipokalemik. Diuretika ansa
meningkatkan penghantaran garam dan air ke duktus pengumpul
dan karenanya meningkatkan sekresi K+ dan H+ ginjal, yang
mengakibatkan alkalosis metabolic hipokalemik. Toksisitas
tersebut merupakan suatu fungsi dari pembesaran efek diuretic
dan dapat dihentikan dengan penggantian K+ dan koreksi
hipovolemia.
Ototoksisitas. Diuretika dapat mengakibatkan hilangnya
pendengaran yang berkaitan dengan dosis dan lazimnya bersifat
reversible. Hilangnya pendengaran tersebut lazimnya terjadi
pada pasien dengan penurunan fungsi ginjal atau pada pasien
yang juga mendapat agen ototoksik lain seperti antibiotika
aminiglycoside.
Hiperurikemia. Diuretika ansa dapat menyebabkan
hiperurikemia dan memicu serangan pirai. Keadaan tersebut
disebabkan oleh peningkatan reabsorpsi uric acid pada tubulus
proksimal yang dihubungkan dengan hipovolemia. Keadaan
tersebut dapat dihindari dengan pemberian diuretika dosis
rendah.
Hipomagnesemia. Deplesi magnesium merupakan
konsekuensi yang dapat diperkirakan dari penggunaan kronis
agen ansa dan terjadi pada pasien dengan defisiensi diet
magnesium. Keadaan tersebut dapat diperbaiki secara cepat
dengan pemberian sediaan magnesium oral.
Toksisitas lain. Lebih daripada diuretika lain, diuretika
ansa dapat menyebabkan dehidrasi berat. Hiponatremia kurang
lazim terjadi bila dibandingkan dengan thiazide karena agen
ansa menurunkan kemampuan pengonsentrasian maksimal.
2.4.3.Thiazide
Mekanisme Kerja
Efek farmakodinamika tiazid yang utama ialah
meningkatkan ekskresi natrium, klorida dan sejumlah air. Efek
natriuresis dan kloruresis ini disebabkan oleh penghambatan
reabsorbsielektrolit pada hulu tubuli distal. Pada penderita
hipertensi, tiazid menurunkan tekanan darah bukan saja karena
efek diuretiknya, tetapi juga karena efek langsung terhadap
arteriolsehingga terjadi vasodilatasi.
Bekerja pada tubulus distal untuk menurunkan reabsorpsi
Na+ dengan menghambat kotransporter Na+/Cl- pada membran
lumen.
Indikasi
Tiazid merupakan diuretik terpilih untuk pengobatan udem
akibat payah jantung ringansampai sedang. Ada baiknya bila
dikombinasi dengan diuretik hemat kalium pada penderitayang
juga mendapat pengobatan digitalis unruk mencegah timbulnya
hipokalemia yangmemudahkan terjadinya intoksikasi digitalis.
Merupakan salah satu obat penting pada pengobatan
hipertensi, baik sebagai obat tunggalatau dalam kombinasi
dengan obat hipertensi lain.
Pengobatan diabetes insipidus terutama yang bersifat
nefrogen dan hiperkalsiuria padapenderita dengan batu kalsium
pada saluran kemih.
Hiperkasiura. Pasien dengan batu kalisum pada saluran
kemih mendapat manfaat dari pengobatan tiazid, karena obat ini
dapat mengurangi eksresi kalsium ke selaruan kemih sehingga
mengurangi risiko pembentukan batu.
Kontraindikasi
Penggunan diuretika berlebihan berbahaya pada sirosis
hati, gagal ginjal atau gagal jantung kongestif.
Dosis
Efek Samping
Gangguan elektrolit meliputi hipokalemia, hipovolemia,
hiponatremia, hipokloremia, hipomagnesemia. Hipokalemi
mempermudah terjadinya aritmia terutama pada pasien yang
juga mendapat digitalis atau antiaritmia lain. Pemberian diuretik
pada pasien sirosis dengan asites perlu ilakukan dengan hati-
hati, gangguan pembentukan H+ menyebabkan amoniak tidak
dapat diubah menjadi ion amonium dan memasuki darah, ini
merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya depresi mental
dan koma pada pasien sirosis hepatis.
Gejala insufisiensi ginjal dapat diperberat oleh tiazid,
mungkin karena tiazid langsung mengurangi aliran dara ginjal.
Suatu reaksi idiosinkrasi yang jarang sekali timbul seperti
hepatitis kolestatik, telah dilaporkan.
Hiperkalsemia. Tendensi hiperkalsemia pada emberian
tiazid jangka panjang merupakan efek samping yang
menguntungkan terutama untuk orang tua dengan resiko
ostoporosis, karena dapat mengurangi risiko fraktur.
Tiazid dapat menyebabkan peningkatan kadar kolesterol
dan trigliserida palsma dengan mekanisme yang tidak diketahui,
trtapi tidak jelas apakah ini meningkatkan resiko terjadinya
aterosklerosis.
Gangguan fungsi seksual kadang-kadang dapat terjadi
akibat pemakaian diuretik. Mekanisme efek samping ini tidak
diketahui dengan jelas.
Toksisitas
Alkalosis metabolic hipokalemik dan hiperurikemia.
Toksisitas tersebut menyerupai yang teramati pada diuretika
ansa.
Hiperlipidemia. Thiazide menyebabkan peningkatan 5-
15% kolesterol serum dan menurunkan lipoprotein dengan
kepadatan rendah (LDL).
Hiponatremia. Merupakan efek tidak diinginkan yang
penting dari diuretika thiazide dan dapat mengancam jiwa
walupun jarang terjadi.
Reaksi alergi. Thiazide adalah sulfonamide dan
mempunyai reaktivitas silang dengan anggota lain dari
kelompoknya. Sensitifitas terhadap cahaya atau dermatitis
menyeluruh jarang terjadi. Reaksi serius alergi sangat jarang
tetapi termasuk anemia hemolitik, trobositopenia, dan
pancreatitis nekrotik akut.
Toksisitas lain. Kelemahan, kelelahan, dan parestesi
dapat menyerupai penghambat carbonic anhydrase lain.
Impotensi telah dlaporkan tetapi diduga berkaitan dengan
deplesi volume.
2.4.4.Diuretika hemat-kalium
Mekanisme Kerja
Diuretik hemat kalium ini bekerja pada hilir tubuli distal
dan duktus koligentes daerah korteks dengan cara menghambat
reabsorpsi natrium dan sekresi kalium dengan jalan antagonisme
kompetitif (sipironolakton) atau secara langsung (triamteren dan
amilorida).
Indikasi
Agen hemat-kalium walaupun tidak digunakan sebagai
terapi seperti diuretic hemat-kalium, agen ini mengantagonis
efek aldosterone dengan mempengaruhi sekresinya dan
seringnya dihubungkan dengan hiperkalemia. Agen tersebut
paling bermanfaat pada kondisi-kondisi mineralocorticoid yang
berlebihan, baik yang disebabkan hipersekresi primer (sindroma
Conn, produksi ACTH ektopik) atau aldosteronisme sekunder.
Aldosteronisme sekunder disebabkan oleh gagal jantung
kongestif, sirosis hati, sindroma nefrotik, dan kondisi lain yang
dihubungkan dengan retensi garam ginjal dan penurunan volume
intravascular efektif. Penggunaan diuretic lain, seperti thiazide
dan agen ansa, dapat menyebabkan kontraksi volume dan
kemudian mengintensifikasikan aldosterone sekunder. Pada
kondisi peningkatan sekresi mineralocorticoid dan penghantaran
Na + yang berkelanjutan pada situs nefron distal, terjadi
pembuangan K+ dari ginjal. Keadaan tersebut disebabkan oleh
sekresi K+ pada tubulus pengumpul. Diuretika hemat-K+ jenis
apapun dapat digunakan pada tatanan tersebut untuk
menumpulkan respons sekresi K+ dan mencegah deplesi
penyimpanan K+ intraseluler.
Kontraindikasi
Agen tersebut dapat menyebabkan hiperkalemia parah
bahkan fatal pada pasien tertentu. Pemberian oral K+
seyogyanya dihentikan pada penggunaan antagonis aldosterone.
Pasien dengan insufisiensi ginjal kronis yang khusus berbahaya
dan jarang dirawat dengan antagonis aldosterone. Penggunaan
secara bersamaan agen lain yang menumpulkan system
angiostensin-renin (penyakat beta/penghambat ACE) meningkat
kecenderungan terjadinya hiperkalemia. Pasien dengan penyakit
hati diduga mempunyai hambatan metabolism triamterene dan
spironolactone, dan karenanya dosis harus disesuaikan secara
hati-hati.
Dosis
Nama dagang Agen hemat-kalium Hydrochlorothiazide Frekuensi dosis
Aldactazide Spironolactone 25 mg 25 mg 1-4 kali sehari
Aldactone Spironolactone 25 mg … 1-4 kali sehari
Dyazide Triamterene 50 mg 25 mg 1-4 kali sehari
Dyrenium Triamterene 50 mg … 1-3 kali sehari
Maxzide Triamterene 75 mg 50 mg Sekali sehari
Maxzide-25 mg Triamterene 27,5 mg 25 mg Sekali sehari
Mildamor Amiloride 5 mg … Sekali sehari
moduretic Amiloride 5 mg 50 mg Sekali/dua kali sehari
Efek samping
Ginekomasti. Steroid sintesis dapat menyebakan
abnormalitas endokrin yang disebakan oleh efek reseptor steroid
lain. Ginekomasti dan efek tidak diingikan yang lain (impotensi,
hyperplasia prostat) telah dilaporkan sehubungan dengan
penggunaan spironolactone.
Gagal ginjal akut. Kombinasi triamterene dan
indomethacin telah dilaporkan menjadi penyebab gagal ginjal
akut. Kejadian tersebut nelum pernah dilaporkan terjadi
berkaitan dengan pengguna agen hemat-kalium lain.
Batu ginjal. Triamterene bersifat kurang larut sehingga
dapat mengendap di urine dan menyebabkan batu ginjal.
Toksisitas
Hiperkalemia. Tidak seperti diuretika lain, agen-agen ini
dapat menyebabkan hiperkalemia ringan, sedang, atau bahkan
yang mengancam keselamatan jiwa. Risiko dari komplikasi ini
sangat meningkat pada penyakit ginjal atau dengan kehadiran
obat lain yang dapat menurunkan rennin (penghambat ACE,
penghambat reseptor angiostensin). Karena sebagian
besardiuretika lain menimbulkan terjadinya kehilangan K+,
hiperkalemia lebih lazim terjadi pada pengguna antagonis
aldosterone sebagai agen diuretic tunggal, khususnya pada
pasien dengan insufisiensi ginjal. Dengan kombinasi dosis tetap
dari diuretic hemat-kalium dan thiazide, dengan jumlah yang
cukup seimbang, sehingga baik hipokalemia dan alkalosis
metabolic yang berkaitan dengan thiazide diringankan oleh
antagonis aldosterone. Sehubungan dengan variasi
bioavailabilitas dari komponen beberapa bentuk dosis tetap, efek
tidak diinginkan yang dikaitkan dengan penggunaan thiazide
diduga menjadi dominan (misalnya, alkalosis metabolic,
hiponatremia). Untuk alas an tersebut secara umu lebih disukai
untuk menyesuaikan dosis kedua obat tersebut secara terpisah.
Asidosis metabolic hiperkloremik. Dengan menghambat
sekresi H+ yang parallel dengan sekresi K+, diuretika hemat-
kalium dapat menyebabkan asidosis yang sama dengan yang
terjadi pada asidosis tubuler ginjal tipe IV.
Secara tidak langsung (mengubah komposisi dari filtrate)
2.4.5.Diuretic Osmotik
Mekanisme Kerja
Istilah diuretic osmotic biasanya dipakai untuk zat bukan
elektrolit yang mudah dan cepat dieksresi oleh ginjal. Suatu zat
dapat bertindak sebagai diuretic osmotic apabila memenuhi 4
syarat : (1) difiltrasi secara bebas oleh glomerulus; (2) tidak atau
hanya sedikit direabsorpsi sel tubuli ginjal; (3) secara
farmakologis merupakan zat yang inert; dan (4) umumnya
resisten terhadap perubahan metabolic.
Dengan sifat-sifat ini, maka diuretic osmotic dapat
diberikan dalam jumlah cukup besar sehingga turut menentukan
derajat osmolaritas plasma, filtrate glomerulus dan cairan tubuli.
Contoh golongan obat ini adalah manitol, urea, gliserin,
isosorbid. Adanya zat tersebut dalam lumen tubuli,
meningkatkan tekanan osmotic, sehingga jumlah air dan
elektrolit yang diekskresi bertambah besar. Tetapi untuk
menimbulkan diuresis yang cukup besar, diperlukan dosis
diuretik osmotik yang tinggi.
Indikasi
Manitol antara lain digunakan untuk :
Profilaksis gagal ginjal akut (GGA). GGA dapat timbul
oleh sebab prarenal (syok hipovolemik, operasi jantung, luka
traumatic berat atau tindakan operatif lain, pada pasien yang
juga menderita iketrus berat), sebab postrenal (obstruksi) atau
sebab intra renal (misalnya keracunan). Nekrosis tubulus akut
(NTA) merupakan kejadian yang paling sering pada GGA. Pada
hewan, manitol bermanfaat mengurangu kejadian NTA. Namun
data klinis tidak menunjukan kelebihan manitol dibanding
dengan pemeberian diuretic kuat dan hidrasi yang cukup;
Menurunkan tekanan maupun volume cairan intraocular;
Menurunkan tekanan atau volume cairan serebrospinal.
Dengan meninggikan tekanan osmotic plasma, maka air dari
cairan bola mata atau dari cairan otak akan berdifusi kembali ke
plasma dan ke dalam ruangan ekstrasel;
Pengobatan sindrom disekuilibrium pada hemodialisis.
Pada proses dialysis dapat terjadi penarikan cairan dan elektrolit
yang berlebihan sehingga menurunkan osmolaritas cairan
ekstrasel. Akibatnya terjadi perpindahan cairan ke dalam sel
yang selanjutnya menyebabkan hipovolemia dengan gejala
hipotensi dan gejala-gejala neurologis (sakit kepala, mual, kram
otot, gelisah, depresi, kejang). Diuretic osmotic meningkatkan
osmolalitas cairan ektrasel dan kembali menarik cairan dari
dalam sel.
Kontraindikasi
Manitol dikontraindikasikan pada penyakit ginjal dengan
anuria atau pada keadaan oliguria yang tidak responsif dengan
dosis percobaan; kongesti atau edema paru yang berat, dehidrasi
hebat dan perdarahan intracranial kecuali bila akan dilakukan
kraniotomi. Infus manitol harus segera dihentikan bila terdapat
tanda-tanda gangguan fungsi ginjal yang progresif, payah
jantung atau kongesti paru.
Urea tidak boleh diberikan pada gangguan fungsi hati
berat karena ada resiko terjadinya peningkatan kadaramoniak.
Manitol dan urea dikontraiindikasikan pada perdarahan serebral
aktif.
Dosis
Manitol. Untuk infus intravena digunakan larutan 20%.
Dosis dewasa berkisar antara 50-100 g (250-500) dengan
kecepatan infus 30-50 mL/jam. Untuk mengurangi edema otak
diberikan 0,25-2 g/kgBB selama 30-60 menit. Untuk edema dan
asites dan untuk mengatasi GGA pada keracunan digunakan
dosis 500 mL dalam 6 jam.
Efek Samping
Manitol didistribusi ke cairan ekstrasel, oleh karena itu
pemberian larutan manitol hipertonis akan meningkatkan
osmolaritas cairan ekstrasel. Hal ini tentu berbahaya bagi pasien
payah jantung. kadang-kadang manitol juga dapat menibulkan
reaksi hipersensitif.
Toksisitas
Ekspansi Cairan Ekstraseluler. Manitol secara cepat
didistribusikan ke ruangan Ekstraseluler dan mengeluarkan air
dari ruang Intraseluler. Awalnya, hal ini akan menyebabkan
ekspansi cairan ektraseluler dan hiponatremia. Efek ini dapat
menimbulkan komplikasi gagal jantung kongestif dan akan
menimbulkan edema paru. Sakit kepala, mual, dan muntah
ditemukan pada penderita yang mendapatkan diuretic ini.
Dehidrasi Dan Hipernatremia. Penggunaan Manitol
berlebihan tanpa disertai pergantian air yang cukup dapat
menimbulkan dehidrasi berat, kehilangan air dan hipernatremia.
Komplikasi ini dapat dihindari dengan memperhatikan ion
serum dan keseimbangan cairan.
Peningkatan TIK kembali pasca pemberian Manitol.
Meskipun osmotic ini telah lama dipertimbangkan
memnyebabkan resiko balik, dengan Tekanan Intra cranial
kem,bali tinggi. Atau menjadi lebih tinggi dari tekanan awal
penanganan, fenomena seperti ini sekaran dipertayakan kembali.
Bebarapa peneliti percaya bahwa resiko ini harusnya tidak
terjadi bila pembarian obat dilakukan dengan tepat. Karena
alasan ini pembarian manitol harus hati-hati, tepat dan
pengawasan atau monitoring respon klien yang benar dan
adekuat.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Diuretikaadalahzat-zat yang dapatmemperbanyakpengeluarankemih
(diuresis)
melaluikerjalangsungterhadapginjal
.Fungsiutamadiuretikadalahuntukmemobilisasicairanudem yang
berartimengubahkeseimbangancairansedemikianrupasehingga volume
cairanekstraselmenjadi normal.Penyebab diuretic antaralainDiabetes Insipidus,
glukosuria, batuginjal, gagalginjal, nefritis, albuminuria.
Fungsiutamaginjaladalahmengekskresikanzat-zatsisametabolisme yang
mengandung nitrogen misalnyaammonia.Ginjalterdiridaritigabagianutamayaitu:
korteks (bagianluar)
medulla (sumsumginjal)
pelvis renalis (ronggaginjal)
FungsiGinjal :
Menyaringdarahsehinggamenghasilkan urine
Membuangzat / sisametabolisme yang membahayakantubuh (urea,
asamurat)
Mempertahankantekanan osmosis cairanekstraseluler
Mempertahankankeseimbanganasam&basa
Fungsiendokrin
Di dalamginjalterjadirangkaian proses filtrasi, reabsorbsi, danaugmentasi.
Berdasarkanaspekmekanismekerjanya, diuretic dibagimenjadiduayaitu:
Secaralangsung (aksilangsungpadasel di nefronginjal)
PenghambatKarbonikAnhydrase
Diuretikaansa
Thiazide
Diuretikahemat-kalium
Secaratidaklangsung (mengubahkomposisidari filtrate)
Diuretic Osmotik
3.2 Saran
Mengingatmasihbanyakmasyarakat yang
belumpahamtentangpenggunaanobatdiuretika di
harapkanmahasiswafarmasidapatpahambetultentangpenggunaanobatdiuretikaini.
DAFTAR PUSTAKA
FakultasKedokteranUniversitas Indonesia.2007.Farmakologi
danTerapi.BalaiPenerbitFKUI : Jakarta.
GanGunawan, Sulistia.2009. FarmakologidanTerapi.Jakarta : FKUI
Katzung, Bertam G.2001.Farmakologi DasardanKlinik.SalembaMedika :
Jakarta