bab ii

78
BAB II LANDASAN TEORI 2.1. TINJAUAN UMUM Jembatan dapat didefinisikan sebagai suatu konstruksi atau struktur bangunan yang menghubungkan rute atau lintasan transportasi yang terpisah baik oleh sungai, rawa, danau, selat, saluran, jalan raya, jalan kereta api, dan perlintasan lainnya. Konstruksi suatu jembatan terdiri dari bangunan atas, bangunan bawah dan pondasi. Sesuai dengan istilahnya bangunan atas berada pada bagian atas suatu jembatan yang berfungsi untuk menampung semua beban yang ditimbulkan oleh lalu lintas kendaraan atau orang yang kemudian disalurkan ke bagian bawah. Sedang bangunan bawah terletak 8

Upload: michael-ishak

Post on 08-Dec-2015

218 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

dfrhnfgjmxhgmkhgmxmh

TRANSCRIPT

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. TINJAUAN UMUM

Jembatan dapat didefinisikan sebagai suatu konstruksi

atau struktur bangunan yang menghubungkan rute atau lintasan

transportasi yang terpisah baik oleh sungai, rawa, danau, selat,

saluran, jalan raya, jalan kereta api, dan perlintasan lainnya.

Konstruksi suatu jembatan terdiri dari bangunan atas, bangunan

bawah dan pondasi. Sesuai dengan istilahnya bangunan

atas berada pada bagian atas suatu  jembatan yang berfungsi untuk

menampung semua beban yang ditimbulkan oleh lalu lintas kendaraan

atau orang yang kemudian disalurkan ke bagian bawah. Sedang

bangunan bawah terletak di bawah bangunan atas yang berfungsi

untuk menerima atau memikul beban – beban yang diberikan

bangunan atas dan kemudian menyalurkan ke pondasi. Pondasi

berfungsi menerima beban – beban dari bangunan bawah lalu

disalurkan ke tanah. Jenis pondasi tergantung dari kondisi tanah

dasarnya, dapat menggunakan tiang pancang, tiang bor, atau

sumuran.

Dalam perancangan jembatan ada beberapa aspek yang perlu

ditinjau yang nantinya akan mempengaruhi dalam penetapan bentuk

8

9

maupun dimensi jembatan.

Adapun aspek tersebut antara lain :

1. Aspek lokasi dan tipe jembatan

2. Aspek lalu lintas

3. Aspek hidrologi

4. Aspek tanah

5. Aspek geometri jembatan

6. Aspek konstruksi jembatan

2.2. ASPEK LALU LINTAS

Analisa terhadap lalu lintas diperlukan untuk

mengetahui tingkat pelayanan jembatan sampai umur rencana

tertentu. Lalu lintas merupakan salah satu faktor penting yang harus

diperhitungkan dalam merencanakan suatu jembatan. Dalam

merencanakan sebuah jembatan penentuan lebar jembatan dan tebal

perkerasan berdasarkan kelas jembatan. Berdasarkan Tata Cara

Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota 1997, jalan dapat

diklasifikasikan berdasarkan :

a. Klasifikasi menurut fungsi jalan

Klasifikasi jalan menurut fungsi jalan terbagi atas 3 (tiga) yaitu :

10

Jalan Arteri, yaitu jalan yang melayani angkutan utama dengan

ciri – ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata – rata tinggi, dan

jumlah jalan masuk dibatasi secara efisien.

Jalan Kolektor, yaitu jalan yang melayani angkutan

pengumpul/pembagi dengan ciri – ciri perjalanan jarak sedang,

kecepatan rata – rata sedang dan jumlah jalan masuk dibatasi.

Jalan Lokal, yaitu jalan yang melayani angkutan umum setempat

dengan ciri – ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rendah, dan

jumlah jalan masuk dibatasi.

b. Klasifikasi menurut kelas jalan

Klasifikasi jalan menurut kelas jalan berkaitan kemampuan jalan

menerima beban lalu lintas dinyatakan dengan muatan sumbu

terberat serta kaitannya dengan klasifikasi menurut fungsi jalan

sesuai dengan tabel berikut :

Tabel 2.1. Klasifikasi Menurut Kelas Jalan

Fungsi KelasMuatan Sumbu Terberat MST

(ton)

Arteri

I

II

III A

>10

10

8

KolektorIII A

III B8

(Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota)

11

Untuk menentukan lebar lajur lalu lintas berdasarkan klasifikasi

perencanaan, dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 2.2. Lebar Lajur Jalan Ideal

Fungsi Kelas Lebar Lajur Ideal (m)

ArteriI

II , III A

3,75

3,50

Kolektor III A , III B 3,00

Lokal III C 3,00

(Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota)

2.3. ASPEK HIDROLOGI

Perkiraan besarnya penggerusan tanah sekitar pondasi oleh

aliran sungai ini sangat penting, karena akan berdampak pada

stabilitas dan daya dukung pondasi jembatan. Perhitungan

dan analisa aspek hidrologi digunakan pada jembatan yang

salah satu atau beberapa pondasi pilarnya dan atau pondasi

abutment terletak dalam aliran sungai atau dipengaruhi oleh aliran

air sungai (muka air banjir). Data – data hidrologi yang diperlukan

dalam merencanakan suatu jembatan antara lain adalah sebagai

berikut :

1. Peta topografi DAS

2. Peta situasi dimana jembatan akan dibangun

3. Data curah hujan dari stasiun pemantau terdekat

Data – data tersebut nantinya dibutuhkan untuk menentukan

12

elevasi banjir tertinggi. Dengan mengetahui hal tersebut kemudian

dapat direncanakan :

1. Clearence jembatan dari muka air tertinggi

2. Bentang ekonomis jembatan

3. Penentuan struktur bagian bawah

Analisa dari data – data hidrologi yang tersedia meliputi :

2.3.1. Analisa Frekuensi Curah Hujan

Besarnya curah hujan suatu Daerah Aliran Sungai

(DAS) diperhitungkan dengan mengikuti aturan pada metode

Gumbell, distribusi Log Pearson III, dan berdasarkan distribusi

normal. Setelah itu dilakukan uji keselarasan dari hasil

ketiga distribusi di atas dengan metode Plotting Probability serta

uji Chi Kuadrat Distribusi Normal. Setelah pengujian

itu bisa diketahui manakah dari ketiga distribusi curah hujan

rencana yang akan digunakan untuk langkah selanjutnya

yaitu analisa debit banjir.

Untuk keperluan analisa ini, dipilih curah hujan tertinggi

yang terjadi tiap tahun sehingga diperoleh curah hujan

harian maksimum. Dari metode Gumbell, analisa distribusi

frekuensi extreme value adalah sebagai berikut :

X rata−rata=∑ x

n…(2.1)

13

√∑i−1n

(Xi−Xrata−rata)2

(n−1)… (2.2)

Kr=0.78 {−ln [−ln(1− 1Tr )]}−0.45…(2.3)

Xtr=R=Xrata−rata+(Kr×Sx )…(2.4 )

Keterangan :

Xrata−rata =  Curah hujan maksimum rata – rata selama

tahun pengamatan (mm)

Sx =  Standar deviasi

Kr =  Faktor frekuensi Gumbell

Xtr =  Curah hujan untuk periode tahun

berulang Tr (mm)

Sedangkan untuk metode Log Person III rumusnya

seperti di bawah ini :

log X=∑i=1

n

logXi

n…(2.5)

SI=√∑i=1n

( logXi−logX )2

(n−1 )… (2.6)

C s=∑i=1

n

( logXi−logX )3

(n−1 ) (n−2 )SI 2… (2.7)

14

Keterangan :

SI = Standar Deviasi

Cs = Koofisien Kemencengan

2.3.2. Analisa Banjir Rencana

Perhitungan banjir rencana ditinjau dengan cara

Formula Rational Mononobe :

Menurut fomula Dr. Rizha :

V=72×[HL ]0,6

… (2.8)

Keterangan :  

V = Kecepatan aliran (km/jam)

H = Selisih elevasi (km)

L = Panjang aliran (km)

Time concentration (TC)

TC= LV…(2.9)

Keterangan :

TC = Waktu pengaliran (jam)

L = Panjang aliran (km)

V = Kecepatan aliran (km/jam)

Intensitas Hujan (I)

15

I= R24

×[ 24TC ]0,67

…(2.10)

Keterangan :

I = Intensitas hujan (mm/jam)

R = Curah hujan (mm)

Bebit Banjir (Q)

Qtr=C ×I× A ×0,278…(2.11)

Keterangan :

Qtr = Debit banjir rencana (m³/dtk)

A = Luas DAS (km²)

C = Koefisien run off

Analisa Debit Penampang

Q=A×V⇒ A=(B×mH ) H…(2.12)

Keterangan : 

Qtr = Debit banjir (m³/dtk)

m  = Kemiringan lereng sungai

B  = Lebar penampang sungai (m)

A  = Luas penampang basah (m²)

H  = Tinggi muka air sungai (m)

Koefisien run off merupakan perbandingan antara

jumlah limpasan dengan jumlah curah hujan. Besar

kecilnya nilai koefisien limpasan ini dipengaruhi oleh

16

kondisi topografi dan perbedaan penggunaan tanah dapat dilihat

pada Tabel 2.3. dibawah ini :

Tabel 2.3. Koefisien Limpasan (Run Off)

Kondisi daerah pengaliran dan sungai Koefisien Limpasan

Daerah pegunungan yang curam 0,75 – 0,9

Daerah pegunungan tersier 0,70 – 0,80

Tanah bergelombang dan hutan 0,50 – 0,75

Tanah dataran yang ditanami 0,45 – 0,60

Persawahan yang diairi 0,70 – 0,80

Sungai di daerah pegunungan 0,75 – 0,85

Sungai kecil di dataran 0,45 – 0,75

Sungai besar yang lebih dari setengah

daerah pengalirannya terdiri dari dataran

0,50 – 0,75

(sumber : C.D. Soemarto, 1995)

2.4. ASPEK TANAH

Analisa  tanah dimaksudkan untuk mengetahui sifat fisik dan

teknis tanah di sekitar lokasi jembatan Mentirotiku Kabupaten

Toraja Utara. Untuk menentukan jenis dan dimensi bangunan bawah

jembatan dan pondasi yang sesuai dengan keadaan tanah

pada jembatan Mentirotiku. 

Perencanaan pondasi mulai dari pemilihan tipe pondasi,

kedalaman pondasi dan dimensi pondasi ditentukan oleh

kondisi tanah dan besarnya pembebanan yang bekerja pada

struktur, selain itu perencanaan pondasi dipengaruhi sifat,

17

kegunaan dan pemeliharaan jembatan itu sendiri.

Dalam perencanaan pondasi, besaran tanah yang

diperhitungkan adalah daya dukung tanah dan letak lapisan tanah

terkeras. Daya dukung tanah yang telah dihitung harus lebih

besar dari pada beban ultimit yang telah dihitung terhadap faktor

keamanan. 

2.5. ASPEK KONSTRUKSI

Aspek konstruksi merupakan bagian utama dari perencanaan

suatu jembatan. Pada aspek konstruksi terdapat 3 hal yang akan

dibahas yaitu :

Standar pembebanan

Perhitungan super struktur

Perhitungan sub struktur

2.6. JEMBATAN KOMPOSIT

Jembatan komposit adalah jembatan yang mengkombinasikan

dua material atau lebih dengan sifat bahan yang berbeda dan

membentuk satu kesatuan sehingga menghasilkan

sifat gabungan yang lebih baik. Jembatan komposit

yang umum digunakan adalah kombinasi antara bahan konstruksi

baja dengan beton bertuang, yaitu dengan

mengkombinasikan baja sebagai deck (gelagar) dan beton bertulang

18

sebagai plat lantai  jembatan. Gelagar komposit baru berfungsi sebagai

komposit apabila beton yang berada di atas gelagar tersebut

mengeras dan bekerja sama dengan gelagar menjadi satu

kesatuan dalam suatu struktur.

2.7. SIFAT BAHAN MATERIAL STRUKTUR KOMPOSIT

2.7.1. Sifat Bahan Material Baja

Baja adalah logam paduan, logam besi sebagai unsur

dasar dengan karbon sebagai unsur paduan utamanya.

Kandungan unsur karbon dalam baja berkisar antara 0,2%

hingga 2,1% berat sesuai grade-nya. Fungsi karbon dalam

baja adalah sebagai unsur pengeras dengan mencegah

dislokasi bergeser pada kisi kristal (crystal lattice) atom besi.

Unsur paduan lain yang biasa ditambahkan selain karbon

adalah (titanium), krom (chromium), nikel, vanadium, cobalt

dan tungsten (wolfram). Dengan memvariasikan kandungan

karbon dan unsur paduan lainnya.

Baja untuk bahan struktur termasuk ke dalam baja

yang persentase zat arang ringan (mild carbon steel), semakin

tinggi kadar zat arang yang terkandung di dalamnya,

maka semakin tinggi nilai tegangan lelehnya. Sifat – sifat

bahan struktur yang paling penting dari baja adalah sebagai

berikut :

19

Modulus Elastisitas (E) berkisaran antara 193000 Mpa

sampai 207000 Mpa. Nilai untuk lazimnya diambil 200000

Mpa.

Modulus geser (G) dihitung berdasarkan persamaan berikut :

G= E2 (1+μ )

… (2.13)

Dari persamaan  tersebut, µ merupakan angka poisson ratio,

dengan mengambil µ = 0,30 dan E = 200000 Mpa, akan

memberikan G = 80000 Mpa.

Koefisien ekspansi (α ), diperhitungkan sebesar 12×10−612

per ˚C.

Berat jenis baja (γ ), berat jenis baja diambil 7,85 ton/m³.

Tegangan leleh adalah tegangan yang terjadi pada saat

baja mulai meleleh. Dalam kenyataannya, sulit untuk

menentukan besarnya tegangan leleh, sebab perubahan dari

elastisitas menjadi plastis seringkali besarnya tidak tetap.

Sebagai standar menentukan besarnya tegangan leleh dihitung

dengan menarik garis sejajar dengan sudut kemiringan

elastisitasnya, dari regangan sebesar 0,2 % dapat dalam grafik

dibawah ini :

20

Gambar 2.1. Grafik Perbadingan Tegangan dan Regangan (Modulus

Elastisitas)

Dari titik regangannya 0,2% ditarik garis sejajar

dengan garis OB sehingga memotong grafik tegangan –

regangan. Tegangan yang diperoleh ini disebut dengan

tegangan leleh. Tegangan – tegangan leleh dari

bermacam – macam baja bangunan diperlihatkan pada tabel

di bawah ini :

Tabel 2.4. Tegangan Leleh dari Baja

Mutu bajaTegangan leleh

Kg/cm² Mpa

21

Bj 34 2100 210

Bj 37 2400 240

Bj 41 2500 250

Bj 44 2800 280

Bj 50 2900 290

Bj 52 3600 360

2.7.2. Sifat Bahan Material Beton

Beton sendiri adalah merupakan campuran yang

homogen antara semen, air, aggregat dan zat admixture

sebagai bahan tambahan. Agregat yang digunakan terdiri

dari agregat halus (pasir) dan agregat kasar (Krikil).

Karakteristik beton adalah mempunyai kuat tekan tekan

yang namun memiliki kuat tarik yang rendah. Untuk

mendesain beton dengan kekuatan tertentu diperlukan

kombinasi semua komponen material yang sesuai dan dihitung

menggunakan standar mix design yang berlaku.

Saat ini beton masih menjadi pilihan utama sebagai

bahan konstruksi, hal ini dikarenakan material yang

dibutuhkan untuk membuat beton sangat mudah didapatkan.

Faktor lain yang menjadikan beton sebagai bahan konstruksi

adalah karena beton sangat mudah dibentuk menjadi beragam

bentuk sesuai dengan desain dan kebutuhan yang

diinginkan.

22

Sifat – sifat penting dari beton adalah kekuatan

karakteristik, kekuatan tekan, tegangan dan regangan, susut

dan rangkak, reaksi terhadap temperatur, keawetan dan

kekedapan terhadap air . Dari semua sifat tersebut yang

terpenting adalah kekuatan tekan beton, karena merupakan

gambaran dari mutu beton yang ada kaitannya dengan struktur

beton. Berbagai test uji kekuatan dilakukan pada beton

keras ini antara lain, Uji kekuatan tekan (compression test),

Uji kekuatan tarik belah (spillting tensile test), Uji kekuatan

lentur, Uji  lekatan antara beton dan tulangan, Uji Modulus

Elastisitas dan  lain sebagainya.

Penggunaan material beton sebagai bahan konstruksi

tentu harus memperhatikan banyak hal. Sebagai bahan

konstruksi beton memiliki berbagai keunggulan dan

kekurangan dibanding dengan material lainya, berikut adalah

keunggulan beton:

Dapat dibentuk sesuai keinginan dan kebutuhan konstruksi.

Mampu menahan beban tekan yang tinggi.

Tahan terhadap temperatur yang tinggi.

Tidak banyak membutuhkan perawatan (biaya perawata

rendah).

Kekurangan beton :

23

Bentuk yang telah dibentuk tidak bisa dirubah kebentuk lain.

Pelaksanaan pekerjaan membutuhkan ketelitian dan

pengawasan yang ketat.

Memiliki berat sendiri yang besar.

Memiliki daya pantul suara yang tinggi.

Diperlukan cetakan (bekisting) untuk membentuk beton.

Tidak memiliki kekuatan tarik.

Setelah dicampur beton segera mengeras dan beton

yang mengeras sebelum pengecoran, tidak bisa didaur

ulang.

2.8. KONSTRUKSI KOMPOSIT BAJA-BETON

Balok baja yang menahan plat beton bertulang pada

awalnya didesain dengan asumsi bahwa kedua komponen

tersebut bertindak sendiri – sendiri dalam menahan beban. Tidak

ada perkiraan untuk memberikan aksi komposit antara balok baja

dengan plat beton bertulang dalam konstruksi tersebut. Hal tersebut

dikarenakan tidak adanya anggapan bahwa plat lantai beton dan balok

baja tidak dapat disatukan menjadi struktur komposit. Namun seiring

dengan perkembangan teknologi pengelasan, berkembang pula

teknologi mekanis shear connector (penghubung geser) untuk

menahan gaya geser horizontal yang terjadi saat terjadi gaya tekuk.

24

(Sumber: Salmon dkk, 1991)

Gambar 2.2. Berbagai Tipe Bentuk Struktur Komposit

2.8.1. Aksi Komposit

Aksi komposit  timbul bila dua struktural pemikul beban

seperti konstruksi lantai beton dan balok baja penyangga

disambung secara integral dan melendut secara satu

kesatuan. Contoh penampang lintang komposit yang umum

diperlihatkan pada Gambar 2.3. Besarnya aksi komposit yang

timbul bergantung pada penataan yang dibuat untuk menjamin

regangan linear tunggal dari atas plat beton sampai muka

bawah penampang baja.

25

(Sumber: Salmon dkk, 1991)

Gambar 2.4. Perbedaan Lendutan Struktur Non-Komposit dan Struktur

Komposit

2.8.2. Kelebihan dan Kekurangan Struktur Komposit

Kelebihan dasar yang dihasilkan dari desain struktur

komposit adalah sebagai berikut :

Dapat mereduksi berat profil baja yang dipakai.

Tinggi profil baja yang dipakai dapat dikurangi.

Meningkatkan kekakuan plat lantai.

Dapat menambah panjang bentang layan dari suatu struktur.

Dengan menggunakan sistem komposit penuh dapat

mereduksi kebutuhan dari berat baja sekitar 20 – 30%.

Dengan adanya reduksi dari berat baja secara otomatis

kebutuhan dari tinggi profil baja yang dibutuhkan

juga akan berkurang. Jika

diaplikasikan untuk bangunan gedung berkurangnya

tinggi profil baja secara otomatis mengurangi tinggi

26

bangunan juga, sehingga mampu menghasilkan

penghematan pada jumlah anak tangga yang dibutuhkan untuk

akses antar lantai.

Kekakuan dari plat  lantai komposit pada dasarnya lebih

besar dari pada kekakuan plat beton dan balok baja yang

beraksi non-komposit. Secara normal pelat beton

berperilaku sebagai pelat satu arah yang membentang

diantara balok – balok penopang. Dalam desain komposit,

momen inersia dari balok akan meningkat sehingga

kekakuan dari struktur komposit akan meningkat.

Meningkatnya kekakuan memberikan keuntungan yaitu

lendutan yang terjadi akibat beban hidup akan berkurang.

Disamping itu dengan menggunakan asumsi desain

komposit, maka kapasitas penampang dalam menahan

beban akan lebih besar dibanding dengan struktur non-

komposit.

Kekurangan dari struktur komposit adalah  erjadi

defleksi yang cukup besar dalam jangka panjang yang

disebabkan karena rangkak susut pada beton. Ketika

beton mengalami rangkak maka kekuatan dari beton akan

berkurang sehingga timbul defleksi yang cukup besar dalam

struktur.

2.8.3. Lebar Efektif.

27

Dalam struktur komposit, konsep lebar efektif slab

dapat diterapkan sehingga akan memudahkan perencanaan.

Spesifikasi AISC/LRFD telah menetapkan lebar efektif

untuk slab beton yang bekerja secara komposit dengan

balok baja, sebagai berikut :

a. Untuk gelagar luar (tepi).

beff≤ L/8 ...(2.14)

dengan L = Panjang bentang.

beff≤ L I /2+b ' ...(2.15)

dengan b’ = jarak dari as balok ke tepi slab.

b. Untuk gelagar dalam.

beff<L/4…(2.16)

dengan L = Panjang bentang.

beff<(L1+L2 )/2…(2.17)

dengan L1 = jarak antar as balok.

Lebar efektif yang dipakai dipilih yang terkecil.

28

Gambar 2.5. Lebar Efektif Struktur Komposit.

2.9. BAGIAN – BAGIAN KONSTRUKSI JEMBATAN 

Secara umum konstruksi jembatan memiliki dua bagian

yaitu bangunan atas (upper structure) dan bangunan bawah

(sub structure).

2.9.1. Bangunan Atas (super struktur)

Bangunan atas terletak pada bagian atas konstruksi

jembatan yang menampung beban – beban lalu lintas,

orang, barang dan berat sendiri konstruksi yang kemudian

menyalurkan beban tersebut ke bagian bawah. Bagian –

bagian bangunan atas suatu jembatan terdiri dari :

1. Sandaran

Berfungsi untuk membatasi lebar dari suatu jembatan

agar membuat rasa aman bagi  lalu lintas kendaraan

maupun orang yang melewatinya, pada jembatan rangka

baja dan jembatan beton umumnya sandaran dibuat dari

pipa galvanis.

2. Rangka Jembatan

Rangka jembatan terbuat dari baja profil seperti type

WF, sehingga lebih baik dalam menerima beban-

beban yang bekerja secara lateral (beban yang

bekerja tegak lurus terhadap sumbu batang).

3. Trotoar

Merupakan tempat pejalan kaki yang terbuat dari

30

beton, bentuknya lebih tinggi dari lantai jalan atau

permukaan aspal. Lebar trotoar minimal cukup untuk

dua orang berpapasan dan biasanya berkisar antara

0,5 – 1,5 meter dan dipasang pada bagian kanan serta

kiri jembatan. Pada ujung tepi trotoar (kerb) dipasang

lis dari baja siku untuk penguat trotoar dari pengaruh

gesekan dengan roda kendaraan.

4. Lantai Kendaraan

Merupakan lintasan utama yang dilalui kendaraan, lebar

jalur kendaraan yang diperkirakan cukup untuk

berpapasan, supaya jalan kendaraan dapat lebih leluasa.

Dimana masing – masing lajur umumnya memiliki lebar

2,75 meter.

5. Gelagar Melintang

Berfungsi menerima beban lantai kendaraan, trotoar

dan beban lainnya serta menyalurkannya ke rangka utama.

6. Ikatan Angin Atas / Bawah dan Ikatan Rem

Ikatan angin berfungsi untuk menahan atau melawan

gaya yang diakibatkan oleh angin, baik pada bagian

atas maupun bagian bawah jembatan agar jembatan

dalam keadaan stabil. Sedangkan ikatan rem berfungsi

untuk menahan saat terjadi gaya rem akibat

31

pengereman kendaraan yang melintas di atasnya.

7. Landasan / Perletakan

Landasan atau perletakan dibuat untuk menerima gaya –

gaya dari konstruksi bangunan atas baik secara

horizontal, vertikal maupun lateral dan menyalurkan ke

bangunan di bawahnya, serta mengatasi perubahan

panjang yang diakibatkan perubahan suhu dan untuk

memeriksa kemungkinan rotasi pada perletakan yang

akan menyertai lendutan dari struktur yang dibebani.

Ada dua macam perletakan yaitu sendi, rol dan elastomer.

2.9.2. Bangunan Bawah (Sub Structure)

Bangunan ini terletak pada bagian bawah konstruksi

yang fungsinya untuk memikul beban – beban yang diberikan

bangunan atas, kemudian disalurkan ke pondasi dan dari

pondasi diteruskan ke tanah keras di bawahnya.

Ditinjau dari konstruksinya, bangunan bawah dapat dibagi

dalam beberapa tahap pekerjaan, dan digabung sehingga

merupakan satu kesatuan bagian struktur dari jembatan.

Bagian – bagian yang termasuk bangunan bawah yaitu :

1. Abutment

Abutment atau kepala jembatan adalah salah satu

bagian konstruksi jembatan yang terdapat pada

32

ujung – ujung jembatan yang berfungsi sebagai

pendukung bagi bangunan diatasnya dan sebagai

penahan tanah timbunan oprit. Adapun jenis

abutment ini dapat dibuat dari bahan seperti batu atau

beton bertulang dengan konstruksi seperti dinding

atau tembok.

2. Pondasi

Pondasi berfungsi untuk memikul beban di atas

dan meneruskannya ke lapisan tanah pendukungnya tanpa

mengalami konsolidasi atau penurunan yang

berlebihan. Adapun hal yang diperlukan dalam

perencanaan pondasi diantaranya :

Daya dukung tanah terhadap konstruksi.

Beban – beban yang bekerja pada tanah baik

secara langsung maupun tidak langsung.

Keadaan lingkungan seperti banjir, longsor dan lainnya.

Secara umum jenis pondasi yang sering digunakan

pada jembatan ada 3 (tiga) macam yaitu :

a) Pondasi langsung

b) Pondasi sumuran

c) Pondasi dalam (pondasi tiang pancang / bor)

3. Pelat Injak

33

Pelat injak berfungsi untuk menahan hentakan pertama

roda kendaraan ketika akan memasuki awal jembatan.

Pelat injak ini sangat berpengaruh pada pekerjaan

bangunan bawah, karena bila dalam pelaksanaan

pemadatan kurang sempurna maka akan

mengakibatkan penurunan dan plat injak akan patah.

2.10. PEMBEBANAN JEMBATAN

Dalam perencanaan jembatan, pembebanan yang

diberlakukan pada jembatan jalan raya, adalah mengacu pada

standar “RSNI T-02-2005 Pembebanan Untuk Jembatan”.

Standar ini menetapkan ketentuan pembebanan dan aksi – aksi

yang akan digunakan dalam perencanaan jembatan jalan raya

termasuk jembatan pejalan kaki dan bangunan – bangunan

sekunder yang terkait dengan jembatan.

2.10.1. Beban Primer

Beban primer adalah beban yang merupakan beban

utama dalam perhitungan tegangan pada setiap

perencanaan jembatan. Yang termasuk beban primer

adalah :

1. Beban Mati.

Beban mati  jembatan terdiri dari berat masing – masing

bagian struktural dan elemen – elemen non-struktural.

34

Masing – masing berat elemen ini harus dianggap

sebagai aksi yang terintegrasi pada waktu menerapkan

faktor beban biasa dan yang terkurangi. Beban mati

tambahan adalah berat seluruh bahan yang

membentuk suatu beban pada

jembatan yang merupakan elemen non struktural,

dan besarnya dapat berubah selama umur jembatan.

Tabel 2.5. Berat Isi Untuk Beban Mati (KN/M³)

NO BahanBerat / Satuan Isi

(kN/m³)Kerapatan

Massa (kg/m³)

1 Campuran Aluminium 26,7 2720

2 Lapisan Permukaan Beraspal 22,0 2240

3 Besi Tulangan 71,0 7200

4 Timbunan Tanah Dipadatkan 17,2 1760

5 Kerikil Dipadatkan 18,8 - 22,7 1920 – 2320

6 Aspal Beton 22,0 2240

7 Beton Ringan 12,25 – 19,6 1250 – 2000

8 Beton 22 ,0 – 25,0 2240 – 2560

9 Beton Prategang 25,0 – 26,0 2540 – 2640

10 Beton Bertulang 23,5 – 25,5 2400 – 2600

11 Timbal 111 11400

12 Lempung Lepas 12,5 1280

13 Batu Pasang 23,5 2400

14 Neoprin 11,3 1150

15 Pasir Kering 15,7 – 17,2 1600 – 1760

16 Pasir Basah 18,0 – 18,8 1840 – 1920

17 Lumpur Lunak 17,2 1760

18 Baja 77,0 7850

19 Kayu (Ringan) 7,8 800

20 Kayu (Keras) 11,0 1120

35

21 Air Murni 9,8 1000

22 Air Garam 10,0 1025

23 Besi Tempa 75,5 7680

(Sumber : RSNI T-02-2005)

2. Beban Hidup

Beban hidup, adalah semua beban yang

berasal dari berat kendaraan – kendaraan

bergerak/lalu lintas dan/atau pejalan kaki yang dianggap

bekerja pada jembatan. Beban hidup pada jembatan

yang harus ditinjau dinyatakan dalam dua macam, yaitu

beban “T” yang merupakan beban terpusat untuk lantai

kendaraan dan beban “D” yang merupakan beban jalur

untuk gelagar.

a. Lajur Lalu Lintas Rencana.

Lajur lalu lintas Rencana harus mempunyai lebar

2,75 m, disusun sejajar dengan

sumbu memanjang jembatan.

Jumlah maksimum lajur lalu lintas yang

digunakan untuk berbagai lebar jembatan bisa dilihat

dalam Tabel 2.6. berikut,

Tabel 2.6. Jumlah Lajur Lalu Lintas Rencana

Tipe Jembatan (1) Lebar Jalur Kendaraan (m) (2)Jumlah Lajur Lalu Lintas

Rencana (n1)

Satu lajur 4,0 – 5,0 1

36

Dua arah, tanpa median 5,5 – 8,25

11,3 – 15,0

2 (3)

4

Banyak arah 8,25 – 11,25

11,3 – 15,0

15,1 – 18,75

18,8 – 22,5

3

4

5

6

Catatan (1) : untuk jembatan tipe lain, jumlah lajur lalulintas rencana harus ditentukan oleh instansi yang berwenang.

Catatan (2) : lebar jalur kendaraan adalah jarak minimum antara kerb atau rintangan untuk satu arah atau jarak antara kerb/rintangan/median dengan median untuk banyak arah.

Catatan (3) : lebar minimum yang aman untuk dua-lajur kendaraan adalah 6,0 m. Lebar jembatan antara 5,0 m samapi 6,0 m harus dihindari oleh karena hal ini akan memberikan kesan kepada pengemudi seolah – olah memungkinkan untuk menyiap.

(Sumber : RSNI T-02-2005)

b. Beban “D”.

Beban lajur "D" terdiri dari beban tersebar merata

(BTR) “q” yang digabung dengan beban garis

(BGT) “p” seperti terlihat dalam gambar (2).

Beban terbagi rata (BTR) mempunyai intensitas q

kPa, dimana besarnya q tergantung pada panjang

total yang dibebani “L” seperti berikut :

L≤30m :q=9,0kPa… (2.18)

L>30m : q=9,0 {0,5+15/L }kPa… (2.19)

Dimana,

q = Intensitas beban terbagi rata (BTR) dalam arah

memanjang jembatan.

37

L = Panjang total jembatan yang dibebani (meter).

1 kPa = 0,001 MPa = 0,01 kg/cm2

.

Gambar 2.6. Distribusi beban “D” yang bekerja pada jembatan(Sumber : RSNI T-02-2005)

Ketentuan penggunaan beban “D” dalam arah

melintang jembatan adalah sebagai berikut :

Bila lebar jalur kendaraan kurang atau sama

dengan 5.5 m, maka beban “D” harus ditempatkan

pada seluruh jalur dengan intensitas 100%.

Apabila lebar jalur lebih besar dari 5.5 m, maka

beban “D” harus ditempatkan pada jumlah lajur

lalu lintas rencana yang berdekatan dengan

intensitas 100%.

Beban “D” tambahan harus ditempatkan pada

seluruh lebar sisa dari jalur dengan intensitas

38

sebesar 50%. Susunan pembebanan ini bisa

dilihat pada gambar 2.2.

Gambar 2.2. Penyebaran Beban “D” Pada Arah Melintang(Sumber : RSNI T-02-2005)

Beban hidup per meter lebar jembatan menjadi sebagai

berikut :

Beban terbagi merata q'= q2,75m

…(2.20)

Beban terbagi garis P'= p2,75m

…(2.21)

Angka pembagi 2,75 meter diatas selalu tetap dan tidak

tergantung pada lebar jalur lalu lintas. Beban “D”

tersebut harus ditempatkan sedemikian rupa sehingga

menghasilkan pengaruh terbesar dengan pedoman

39

sebagai berikut :

Dalam menghitung momen – momen maksimum

akibat beban hidup (beban terbagi rata dan beban

garis) pada gelagar menerus di atas beberapa

perletakan digunakan ketentuan sebagai berikut :

- Satu beban garis untuk momen positif yang

menghasilkan pengaruh maksimum

- Dua beban garis untuk momen positif yang

menghasilkan pengaruh maksimum

- Beban terbagi rata ditempatkan pada beberapa

bentang/bagian bentang yang akan menghasilkan

momen maksimum.

Dalam menghitung momen maksimum positif akibat

beban hidup (beban terbagi rata dan beban garis)

pada gelagar dua perletakan digunakan beban

terbagi rata sepanjang bentang gelagar dan satu

beban garis.

a. Beban “T”

Beban “T” diaplikasikan dengan kondisi dimana

hanya ada satu kendaraan truk yang ditempatkan

pada satu jalur lalu lintas rencana. Besarnya beban

truk yang diaplikasikan adalah berat dari masing –

40

masing as yang terbagi rata untuk kedua roda pada

as tersebut. Penempatan beban truk harus dilakukan

sepanjang jembatan untuk mendapatkan pengaruh

dominan pada jembatan. Beban truk umumnya

diaplikasikan pada jembatan terdapat pada gambar

2.3.

Gambar 2.3. Pembebanan Truk “T”(Sumber : RSNI T-02-2005)

b. Beban Kejut

Untuk memperhitungkan pengaruh – pengaruh

getaran dan pengaruh dinamis lainnya, tegangan –

tegangan akibat beban garis “P” harus dikalikan

dengan koefisien kejut yang akan memberikan hasil

41

maksimum.

Koefisien kejut ditentukan dengan rumus :

k=1+( 2050+L )…(2.22)

Koefisien kejut tidak diperhitungkan terhadap

bangunan bawah dan bangunan atas tidak

merupakan satu kesatuan. Bila bangunan bawah

dan bangunan atas merupakan satu kesatuan maka

koefisien kejut diperhitungkan terhadap bangunan

bawah.

c. Gaya akibat tekanan tanah

Bagian bangunan jembatan yang menahan tanah

harus direncanakan daoat menahan tekanan tanah

sesuai rumus – rumus yang ada. Beban kendaraan

dibelakang bangunan penahan tanah diperhitungkan

senilai dengan muatan tanah setinggi 60 cm.

2.10.2. Beban Sekunder

Beban sekunder, adalah beban yang merupakan beban

sementara yang selalu diperhitungkan dalam perhitungan

tegangan pada setiap perencanaan jembatan. Yang

termasuk beban sekunder adalah :

1. Beban Angin

Pengaruh beban angin sebesar 150 kg/m² pada

42

jembatan ditinjau berdasarkan bekerjanya beban angin

horizontal terbagi rata pada bidang vertikal jembatan,

dalam arah tegak lurus sumbu memanjang jembatan.

Bidang vertikal beban hidup ditetapkan sebagai suatu

permukaan bidang vertikal yang mempunyai tinggi

menerus sebesar 2 (dua) meter di atas lantai

kendaraan.

Dalam menghitung jumlah luas bagian – bagian sisi

jembatan yang terkena angin dapat digunakan

ketentuan sebagai berikut.

a. Kendaraan tanpa beban hidup

Untuk jembatan gelagar penuh diambil sebesar

100% luas bidang sisi jembatan yang langsung

terkena angin, ditambah 50% luas bidang sisi

lainnya,

Untuk jembatan rangka diambil sebesar 30% luas

bidang sisi jembatan yang langsung terkena angin

ditambah 15% luas sisi – sisi lainnya.

b. Keadaan dengan beban hidup

Untuk jembatan diambil sebesar 50 % terhadap

luas bidang terhadap

Untuk beban hidup diambil sebesar 100% luas

43

bidang sisi yang langsung terkena angin.

2. Gaya Akibat Perbedaan Suhu

Temperatur dapat menyebabkan material jembatan

mengalami rangkak dan susut. Variasi temperatur

jembatan rata – rata digunakan dalam menghitung

pergerakan pada temperatur dan sambungan pelat

lantai, dan untuk menghitung beban akibat

terjadinya pengekangan dari pergerakan tersebut.

Variasi temperatur rata – rata berbagai tipe bangunan

jembatan diberikan dalam tabel 2.7 berikut. Besarnya

harga koefisien perpanjangan dan modulus elastisitas

yang digunakan untuk menghitung besarnya pergerakan

dan gaya yang terjadi diberikan dalam tabel 2.8.

Tabel 2.7. Temperatur Jembatan Rata – Rata Nominal

Tipe bangunan atas Temperatur jembatanRata – rata minimum (1)

Temperatur jembatan Rata – rata maksimum

Lantai beton di atas gelagar atau boks beton

15°C 40°C

Lantai beton di atas gelagar, boks atau rangka baja

15°C 40°C

Lantai pelat baja di atas gelagar, boks atau rangka baja

15°C 45°C

Catatan (1) : temperatur jembatan rata – rata minimum bisa dikurangi 5°C untuk lokasi yang terletak pada ketinggian lebih besar dari 500 m di atas permukaan laut.

(Sumber : RSNI T-02-2005)

44

Tabel 2.8. Sifat Bahan Rata – Rata Akibat Pengaruh Temperatur

BahanKoefisien Perpanjangan

Akibat SuhuModulus Elastisitas

MpaBaja 12×10−6 per °C 200.000

Beton : Kuat tekan <30 MPa Kuat tekan >30 MPa

10×10−6 per °C

11×10−6 per °C

25.00034.000

Aluminium 24×10−6 per °C 70.000

(Sumber : RSNI T-02-2005)

3. Gaya rangkak dan susut

Pengaruh rangkak dan susut bahan beton terhadap

konstruksi, harus ditinjau. Besarnya pengaruh tersebut

apabila tidak ada ketentuan lain, dapat dianggap senilai

dengan gaya yang timbul turunnya suhu sebesar 15°C.

4. Gaya Rem

Gaya rem dan traksi ditinjau untuk kedua jurusan lalu

lintas dengan nilai sebesar 5% dari beban lajur “D”

yang dianggap ada pada semua jalur lalu lintas. Gaya

rem tersebut dianggap bekerja horizontal dalam arah

sumbu jembatan dengan titik tangkap setinggi 1,8 m

diatas permukaan lantai kendaraan. Beban lajur “D”

tidak direduksi jika panjang bentangan melebihi 30 m,

digunakan rumus q = 9,0 kPa.

45

Gambar 2.4. Gaya rem dari beban lajur “D”(Sumber : RSNI T-02-2005)

5. Gaya Akibat Gempa

Pada perencanaan jembatan, pengaruh gempa

rencana hanya ditinjau pada keadaan batas ultimit.

Beban horizontal statis ekuivalen.

Untuk jembatan – jembatan sederhana, pengaruh

gempa dihitung dengan metode beban statis

ekuivalen. Untuk jembatan besar, rumit dan

penting mungkin diperlukan analisa dinamis. Beban

rencana gempa minimum diperoleh dari rumus

berikut :

T ¿EQ=Kh/W T …(2.23)

Kh=C .S… (2.24)

46

Dimana :

T ¿EQ =  Gaya geser dasar total dalam arah yang

ditinjau (kN).

Kh =  Koefisien beban gempa horisontal.

C =  Koefisien geser dasar untuk daerah, waktu

dan kondisi setempat yang sesuai, diambil

dari gambar 14, RSNI T-02-2005.

I =  Faktor kepentingan, tabel 32, RSNI T-02-

2005.

S =  Faktor tipe bangunan, tabel 33, RSNI T-02-

2005.

WT =  Berat total nominal bangunan yang

mempengaruhi percepatan gempa, diambil

sebagai beban mati ditambah beban mati

tambahan (kN).

Beban vertikal statis ekuivalen.

Untuk perencanaan perletakan dan sambungan,

gaya gempa vertikal dihitung dengan menggunakan

percepatan vertikal  (keatas atau kebawah) sebesar

0.1 g (g = gravitasi), yang harus bekerja secara

bersamaan dengan gaya horisontal yang dihitung.

47

Gaya ini jangan dikurangi oleh berat sendiri

jembatan dan bangunan pelengkapnya. Gaya

gempa vertikal bekerja pada bangunan berdasarkan

pembagian massa, dan pembagian gaya gempa

antara bangunan atas dan bangunan bawah harus

sebanding dengan kekakuan relatif dari perletakan

atau sambungannya.

6. Gaya Akibat Gesekan Pada Tumpuan – Tumpuan

Bergerak

Jembatan harus pula ditinjau terhadap gaya yang

timbul akibat gesekan pada tumpuan bergerak, karena

adanya pemuaian dan penyusutan dari jembatan akibat

perbedaan suhu atau akibat – akibat lain.

Gaya gesek yang timbul hanya ditinjau akibat beban

mati saja, sedang besarnya ditentukan berdasarkan

koefisien gesek pada tumpuan yang bersangkutan

dengan nilai sebagai berikut :

Tumpuan rol baja

- Dengan satu atau dua rol……………………..0,01

- Dengan tiga atau lebih rol…………………….0,05

Tumpuan gesekan

- Antara baja dengan campuran tembaga keras dan

48

baja……………………………………………….0,15

- Antara baja dengan baja atau besi tuang……0,25

- Antara karet dengan baja/beton………0,15 – 0,18

Tumpuan – tumpuan khusus harus disesuaikan dengan

persyaratan spesifikasi dari pabrik material yang

bersangkutan atau didasarkan atas hasil percobaan

dan mendapat persetujuan pihak yang berwenang.

2.10.3. Kombinasi Pembebanan

Konstruksi jembatan beserta bagian – bagiannya

harus ditinjau terhadap kombinasi pembebanan dan gaya

yang mungkin bekerja. Sesuai dengan sifat – sifat serta

kemungkinan – kemungkinan pada setiap beban,

tegangan yang digunakan dalam pemeriksaan kekuatan

konstruksi yang bersangkutan dinaikkan terhadap

tegangan yang diijinkan. Tegangan yang digunakan

dinyatakan dalam proses terhadap tegangan yang

diijinkan sesuai kombinasi pembebanan dan gaya pada

tabel berikut :

Tabel 2.9. Kombinasi Pembebanan dan Gaya

No Kombinasi Pembebanan dan Gaya

Tegangan yang digunakan

Dalam persen (%)

Terhadap Tegangan Izin

Keadaan Elastis

1. M + (H + K) + T A100%

49

2. M + T A + Ah +G g + A +SR + T m 125%

3. Kombinasi (1) + Rm + G g + A + SR + T m + S 140%

4. M + Gh + T ag + G g + Ahg 150%

5. M +P1 130%

6. M + (H + K) + T a + S + T b 150%

(Sumber : Bambang .S dan Agus Setyo .M ,2007 )

Keterangan :

A : beban angin

Ah : gaya akibat aliran dan hanyutan

Ahg : gaya akibat aliran dan hanyutan pada waktu gempa

Gg : gaya gesek pada tumpuan bergerak

Gh : gaya horizontal ekivalen akibat gempa bumi

(H+K) : beban hidup dengan kejut

M : beban mati

P1 : gaya-gaya pada waktu pelaksanaan

Rm : gaya rem

S : gaya sentrifugal

SR : gaya akibat perubahan suhu

Ta : gaya tekanan tanah

Tag : gaya tekanan tanah akibat gempa bumi

Tb : gaya tumbuk

2.11. PERENCANAAN SUPER STRUKTUR JEMBATAN KOMPOSIT

a. Sandaran / Pengaman Samping

50

Sandaran / pengaman samping merupakan pembatas antara

kendaraan dengan pinggiran jembatan sehingga memberi rasa

aman bagi pengguna jalan. Karena pengaman samping harus

mampu menahan gaya benturan kendaraan maka digunakan

material beton bertulang / pipa baja sebagai pengaman samping.

Tahapan perhitungannya adalah sebagai berikut :

1. Pipa sandaran

Tentukan spesifikasi pipa sandaran : panjang (L),

Menghitung beban ultimate (qu)

Menghitung momen maximum (Mmax)

Mmax = 1/8.qu.L² ...(2.25)

Menghitung tegangan yang terjadi (σ)

σ = MmaxW

dimana σ < σijin ...

(2.26)

2. Tiang sandaran (rail post)

Menghitung Luas Tulangan (As)

Mu = Φ x b x d² x k ...(2.27)

As= ρ.b .d ...(2.28)

Untuk tulangan geser (Vs)

b. Trotoar

Trotoar merupakan bagian dari konstruksi jembatan yang ada

pada ke dua samping jalur lalu lintas. Trotoar ini berfungsi

sebagai jalur pejalan kaki dan terbuat dari beton tumbuk.

51

Tahapan perhitungannya adalah sebagai berikut :

Menghitung pembebanan

Menghitung momen ultimate (Mu)

Mu = 1,2 MD + 1,6 ML ...(2.29)

Menghitung luas tulangan (As)

Mu = Φ x b x d² x k ...(2.30)

ρperlu=0,85 f ' cfy (1−√1− 2k

0,85 f ' c ) ...(2.31)

As= ρ.b .d ...(2.32)

Dalam arah tegak lurus terhadap tulangan utama dipasang

tulangan pembagi :

Untuk fy 240 MPa , As=0,25 . b . h100

Untuk fy 320 MPa , As=0,18 . b . h100

c. Pelat Lantai Kendaraan (Slab)

Pelat lantai kendaraan atau Slab merupakan bagian dari

konstruksi jembatan yang memikul beban akibat jalur lalu lintas

secara langsung untuk kemudian disalurkan kepada konstruksi di

bawahnya, selain itu berfungsi juga sebagai penahan lapisan

perkerasan. Pelat lantai komposit adalah sistem pelat lantai

yang terdiri dari lembaran tipis baja berprofil atau

bergelombang yang dikombinasikan dengan campuran beton 

Tahapan perhitungannya adalah sebagai berikut :

52

Menentukan syarat-syarat batas, tebal plat, tumpuan dan

panjang bentang

Menghitung beban-beban yang bekerja pada plat.

Menghitung beban akibat muatan “T” pada lantai kendaraan.

Menghitung luas tulangan (As)

Mu = Φ x b x d² x k ...(2.33)

A s= ρ.b .d ...(2.34)

d. Gelagar komposit

Unsur komposit dalam lentur terdiri dari gelagar baja dan lantai

beton, tahanan geser pada permukaan antara lantai dan gelagar

diadakan dengan hubungan mekanikal. Kekuatan lentur gelagar

komposit ditentukan dengan cara rencana keadaan batas ultimit.

(RSNI T-03-2005 pasal 8.1)

1. Analisis gelagar komposit

a) Lebar efektif sayap beton

Pengaruh geser dalam lantai beton harus

diperhitungkan. Kecuali Ahli Teknik Perencana melakukan

analisis lengkap, geser dapat diperhitungkan dengan

menggunakan suatu lebar efektif lantai seperti yang

dijelaskan dalam pasal ini.

Bila lantai beton meliputi kedua sisi badan gelagar,

lebar efektif lantai harus diambil sebagai nilai terkecil dari:

1/5 x panjang bentang gelagar untuk bentang sederhana

53

atau 1/7 panjang bentang gelagar untuk bentang

menerus;

jarak pusat-pusat antara badan gelagar, dan

1/12 x tebal minimum lantai.

Bila lantai beton hanya ada pada satu sisi dari

gelagar, lebar efektif lantai harus diambil sebagai setengah

dari nilai yang dihitung dalam butir-butir a, b atau c di atas.

Lebar efektif lantai harus digunakan untuk

menghitung besaran penampang gelagar komposit pada

keadaan batas layan dan ultimit. (RSNI T-03-2005 pasal

8.2.1)

b) Lendutan pada beban layan

Dalam perhitungan lendutan pada keadaan batas

layan atau keadaan tegangan kerja, perencana harus

memperhatikan urutan pelaksanaan dan pengaruh setiap

beban yang bekerja pada gelagar baja sebelum terjadi aksi

komposit penuh.

Lendutan dapat dihitung dengan menggunakan teori

elastis dengan menganggap interaksi penuh antara beton

dan gelagar baja dan mengabaikan beton yang tertarik.

Modulus elastisitas beton pada umur tertentu, Ecj’ bisa

diambil dari salah satu seperti berikut :

54

diambil berikut :

Ecj = Wc 1,5 (0,043 √ f’c) …(2.35)

dengan Wc dikatakan dengan kg/m3 dan f’c dikatakan

dengan MPa, dengan pertimbangan bahwa

kenyataannya harga ini berkisar ± 20 %; atau

ditentukan dari hasil pengujian sehubungan dengan

bagian - bagian yang cocok dari spesifikasi yang

dikeluarkan.

Bila beban tetap bekerja pada gelagar komposit,

pengaruh rangkak beton harus diperhitungkan dengan

menggunakan nilai reduksi dari modulus elastis beton.

(RSNI T-03-2005 pasal 8.2.2)

c) Gelagar komposit menerus

Analisis untuk momen lentur memanjang dan gaya

geser serta reaksi yang berkaitan, harus dihitung dengan

menggunakan momen inersia transformasi dari penampang

komposit dengan menganggap :

Beton tidak retak dalam daerah momen positif maupun

negatif.

Lantai beton mempunyai lebar efektif yang ditentukan

sesuai sub-pasal 8.2.1

Beton telah mencapai kekuatan minimal 0,5 fc’ sebelum

55

beban bekerja. (RSNI T-03-2005 pasal 8.2.3)

2. Kekuatan Lentur Gelagar Komposit

Gelagar komposit harus memenuhi syarat yang berikut ini :

M* ≤ φ Ms …(2.36)

e. Penghubung Geser (Shear Connector)

Gelagar yang direncanakan komposit, dimana gelagar dan plat

jembatan tidak dicor dalam satu kesatuan, maka perlu diberi

penahan geser atau shear connector agar antara lantai

jembatan dengan gelagar dapat bekerja bersama-sama untuk

menahan beban-beban mati dan hidup. Tahapan perhitungannya

adalah sebagai berikut :

Menentukan spesifikasi dan dimensi shear connector.

Menghitung kekuatan satu shear connector.

Qn = 0,5 x Asc x √ f ' c x Ec ...(2.37)

Dimana :

Qn = Kekuatan 1 agkur

Asc = Luas penampang 1 angkur

Ec = Modulus elastisitas beton

Menghitung jarak shear connector

n = Vu / Qn ...(2.38)

Dimana :

n = Jarak antar angkur

56

Vu = Gaya geser yang bekerja

f. Perletakan

Untuk perletakan jembatan digunakan elastomeric bearings.

Elastomeric Bearings, yaitu bantalan karet yang yang terbuat

dari lempengan elastomer dan logam yang disusun secara lapis

berlapis. Bantalan ini dapat dapat menahan beban berat baik

yang vertikal maupun horizontal.

Tahapan perhitungannya adalah sebagai berikut :

Hitung gaya geser ultimate (Vu).

Tentukan dimensi elastomer, dimana gaya geser maks

(Nmaks) > Vu.

Hitung tekanan kontak yang diijinkan, σc = 0,25.f’c.√2

Luas perletakan efektif yang digunakan (Apeff)

Apeff = Nmaksσc

< Aload (area pembebanan)

Tabel 2.10. Dimensi Standar Perletakan Elastomer

Size bo LoA.10⁻⁴ Nmax Nmin hi nmax nmin hmax hmin

σbi max

Index

No (mm)(mm

) (cm²) (kN) (kN) (mm) x10⁻³

1 160 250 3.5 350 70 8 3 1 32 16 8

2 160 320 4.6 460 90 8 3 1 32 16 7

3 200 320 5.8 580 120 8 4 2 40 24 4

4 200 400 7.3 730 150 8 4 2 40 24 3.5

5 250 400 9.2 920 180 10 4 2 50 30 3

12 3 1 48 24 3.5

6 250 500 11.2 1160 130 10 4 2 50 30 3

57

12 3 1 48 24 5.5

7 320 500 15 1500 300 10 5 2 60 30 2

12 4 2 60 36 3

8 320 630 19.5 1900 380 10 5 2 60 30 1.5

12 4 2 66 36 2.5

9 400 630 23.9 2400 480 12 6 3 84 48 1.5

10 400 800 30.6 3100 600 12 6 3 84 48 1.3

(Sumber : Idian Road Congress (IRC) : 83 Part II ,1987 )

2.12. PERENCANAAN SUB STRUKTUR JEMBATAN KOMPOSIT

Sub struktur sebuah jembatan adalah bagian dari elemen –

elemen struktur yang dirancang untuk menerima beban konstruksi

diatasnya dan dilimpahkan langsung pada tanah dasar atau bagian

– bagian konstruksi jembatan yang menyangga jenis-jenis yang

sama dan memberikan jenis reaksi yang sama pula. Sub struktur

perlu didesain khusus sesuai dengan jenis kekuatan tanah dasar

dan elevasi jembatan. Analisa struktur bawah ini harus

dipertimbangkan mampu menahan semua gaya – gaya yang

bekerja, begitu pula tinjauan terhadap stabilitas sehingga aman

terhadap guling dan geser dengan angka keamanan yang cukup

serta daya dukung tanahnya masih dalam batas yang diijinkan. Sub

stuktur suatu jembatan dapat dibedakan atas :

a. Plat Injak

Pelat injak berfungsi sebagai landasan yang kuat terhadap

penurunan tanah timbunan pada oprit, sehingga dapat

mengurangi loncatan pada waktu melewati jembatan dan

menyalurkan beban dari beban lalu lintas yang melewatinya ke

58

abutmen. Tahapan perhitungannya adalah sebagai berikut :

Menentukan dimensi dan syarat-syarat batas plat injak

Menghitung beban-beban yang bekerja pada plat.

Menghitung momen maximum (Mmax)

Mmax = 1/2.q.L² ...(2.39)

Menghitung luas tulangan (As)

Mn = Mu∅ ...(2.40)

Rn = Mn

b xd ² ...(2.41)

m = fy

0,85 x f ' c ...(2.42)

ρperlu = 1m

[1−√1−(2.m .Rnfy )] ...(2.43)

As= ρ.b .d ...(2.44)

Tulangan bagi : As=20% As terpasang ...(2.45)

b. Abutmen (Kepala Jembatan)

Abutmen atau kepala jembatan adalah bagian bangunan pada

ujung-ujung jembatan. Karena letak abutmen yang berada di

ujung jembatan maka abutmen ini berfungsi juga sebagai

penahan tanah. Bila abutmen ini makin tinggi, maka berat tanah

timbunan dan tekanan tanah aktif makin tinggi pula, sehingga

sering kali abutmen dibuat dalam bermacam – macam bentuk

untuk mereduksi pengaruh – pengaruh tersebut. Disamping

59

beban – beban vertikal dan momen, kadang – kadang gaya –

gaya horizontal yang timbul masih cukup besar sehingga, pada

abutmen dengan pondasi langsung yang mana didalam

perhitungannya masih didapatkan koefisien keamanan terhadap

geser yang belum mencukupi persyaratan, maka sering

ditempuh cara lain misalnya dengan memberikan semacam kaki

atau tumit pada bidang pondasinya.

Tahapan perencanaan abutmen adalah sebagai berikut :

Menentukan dan menghitung gaya-gaya yang bekerja pada

abutmen.

Menetukan kombinasi pembebanan

Menghitung momen, gaya normal dan gaya geser, yang terjadi

akibat kombinasi pembebanan

Menghitung luas tulangan (As)

Mn = Mu∅ ...(2.46)

Rn = Mn

b xd ² ...(2.47)

m = fy

0,85 x f ' c ...(2.48)

ρperlu = 1m

[1−√1−(2.m .Rnfy )] ...(2.49)

As= ρ.b .d ...(2.50)

Tulangan bagi : As=20% As terpasang ...(2.51)

60

Tinjau terhadap sliding dan bidang runtuh tanah.

c. Pondasi

Pondasi merupakan konstruksi yang berfungsi untuk

meneruskan beban-beban yang bekerja diatasnya ke tanah

dasar. Pada perencaan pondasi hal yang pertama dilakukan

adalah melihat kondisi tanahnya. Dari kondisi tanah ini dapat

ditentukan jenis pondasi yang akan dipakai. Adapun perhitungan

pondasi meliputi :

Penentuan jenis pondasi

Kontrol kapasitas pondasi

σsafe < σmaks ...(2.52)

Kontrol stabilitas pondasi

Stabil terhadap guling : Momenvertikal

Momenhorizontal > 2 ...

(2.53)

Stabil terhadap geser : ∑ Vertikal . tanφ . Luas Penampang

∑ H orizontal >

2...(2.54)

Stabil terhadap eksentrisitas : e < (1/6 x Lebar Pondasi)

...(2.55)

Perhitungan penulangan pondasi