bab ii

47
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Adversity quotient 2.1.1 Definisi adversity quotient Menurut bahasa, kata adversity berasal dari bahasa Inggris yang berarti kesengsaraan, sedangkan quotient adalah kemampuan. Nashori pada tahun 2007 mendefinisikan adversity quotient merupakan kemampuan individu dalam menggunakan kecerdasan intelektual untuk mengubah cara berfikir, mengarahkan tindakan ketika menghadapi kesulitan. Leman pada tahun 2007 mendefinisikan adversity quotient yaitu kemampuan seseorang untuk menghadapi masalah. 7,16 Adversity Quotient (AQ) dikembangkan pertama kali oleh Paul G. Stoltz, seorang konsultan yang terkenal dalam topik kepemimpinan di dunia kerja dan pendidikan berbasis skill. Stoltz menganggap bahwa IQ dan EQ yang sering dibicarakan tidak cukup dalam meramalkan kesuksesan seseorang. Stoltz mengelompokkan individu menjadi tiga: quitter, camper, dan climber. Penggunaan 7

Upload: nadya-aurelia

Post on 03-Dec-2015

213 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Adversity quotient

2.1.1 Definisi adversity quotient

Menurut bahasa, kata adversity berasal dari bahasa Inggris yang berarti

kesengsaraan, sedangkan quotient adalah kemampuan. Nashori pada tahun 2007

mendefinisikan adversity quotient merupakan kemampuan individu dalam

menggunakan kecerdasan intelektual untuk mengubah cara berfikir, mengarahkan

tindakan ketika menghadapi kesulitan. Leman pada tahun 2007 mendefinisikan

adversity quotient yaitu kemampuan seseorang untuk menghadapi masalah.7,16

Adversity Quotient (AQ) dikembangkan pertama kali oleh Paul G. Stoltz,

seorang konsultan yang terkenal dalam topik kepemimpinan di dunia kerja dan

pendidikan berbasis skill. Stoltz menganggap bahwa IQ dan EQ yang sering

dibicarakan tidak cukup dalam meramalkan kesuksesan seseorang. Stoltz

mengelompokkan individu menjadi tiga: quitter, camper, dan climber.

Penggunaan istilah ini berdasarkan pada sebuah kisah ketika para pendaki gunung

yang akan menaklukan puncak Everest. Stoltz melihat ada pendaki yang

menyerah sebelum pendakian selesai, ada yang merasa cukup puas sampai pada

ketinggian tertentu, dan ada pula yang benar-benar berkeinginan menaklukan

puncak tersebut. Dari pengamatan tersebut, Stoltz mengistilahkan orang yang

berhenti di tengah jalan sebelum pendakian selesai sebagai quitter, kemudian

mereka yang merasa puas berada pada posisi tertentu sebagai camper, sedangkan

yang terus ingin meraih kesuksesan disebut sebagai climber.6

7

8

Stoltz menjelaskan bahwa AQ merupakan kecerdasan seseorang dalam

menghadapi rintangan atau kesulitan. AQ membantu individu memperkuat

kemampuan dan ketekunan dalam menghadapi tantangan hidup sehari-hari, seraya

tetap berpegang teguh pada prinsip dan impian, tanpa memperdulikan apa yang

sedang terjadi.6

Menurut Stoltz, kesuksesan seseorang dalam menjalani kehidupan

terutama ditentukan oleh tingkat AQ yang terwujud dalam tiga bentuk, yaitu :6,8,20

1. Kerangka kerja konseptual baru untuk memahami dan meningkatkan

semua segi kesuksesan.

2. Suatu ukuran untuk mengetahui respon seseorang terhadap kesulitan.

3. Serangkaian alat yang memiliki dasar ilmiah untuk memperbaiki respon

seseorang terhadap kesulitan.

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa AQ merupakan

kemampuan individu untuk dapat bertahan dalam menghadapi segala macam

kesulitan sampai menemukan jalan keluar, memecahkan berbagai macam

permasalahan, mengubah cara berfikir dan bersikap sehingga dapat melewati

hambatan yang sedang dihadapi.6,8,20

2.1.2 Dimensi - dimensi adversity quotient

Stoltz menjelaskan terdapat empat dimensi dasar yang akan menghasilkan

kemampuan AQ yang tinggi, yaitu :6,7,8

1. Kendali / control (C)

Dimensi ini mempertanyakan seberapa besar kendali individu

terhadap sebuah peristiwa yang menimbulkan kesulitan. Control atau

kendali diawali dengan pemahaman bahwa sesuatu, apapun itu, dapat

9

dilakukan. Individu dengan skor control tinggi mampu mengubah situasi

secara positif dan mempunyai kendali lebih besar atas kesulitan yang

dihadapi. Dalam hal ini, keuletan dan tidak kenal menyerah muncul dari

orang dengan skor control tinggi. Tidak hanya itu, individu dengan skor

control tinggi mempunyai tingkat kendali yang kuat untuk bertahan

terhadap peristiwa buruk dan dapat menyelesaikannya dengan pendekatan

yang lebih efektif. Di sisi lain, individu dengan skor control sedang

mampu merespon peristiwa buruk, sekurang-kurangnya masih berada

dalam kendali dirinya, tergantung dari seberapa sulit masalah yang

dihadapi. Individu yang memiliki control sedang tidak mudah menyerah,

namun sulit mempertahankan kendali bila dihadapkan pada tantangan yang

lebih berat lagi. Individu yang memiliki tingkat control rendah merasakan

ketidakmampuan mengubah situasi, karena merasa peristiwa buruk atau

kesulitan yang dialami berada di luar kendalinya. Dalam hal ini, hanya

sedikit yang dapat dilakukan untuk mencegah atau membatasi akibat dari

kesulitan tersebut. Individu yang memiliki control rendah menjadi tidak

berdaya saat menghadapi kesulitan dan menimbulkan pandangan hidup

menyerah kepada nasib.

2. Asal-usul dan pengakuan / origin dan ownership (O2)

Dimensi ini mengukur kemampuan individu dalam menempatkan

perasaan dirinya, berani menanggung akibat dari situasi yang ada,

sehingga menciptakan pembelajaran dalam melakukan perbaikan atas

masalah yang terjadi. Individu dengan skor origin tinggi memiliki

kemampuan untuk menghindari perilaku menyalahkan diri sendiri sebagai

10

penyebab masalah. Individu dengan skor ownership tinggi mengakui

akibat-akibat yang ditimbulkan oleh kesulitan karena kesulitan merupakan

proses menuju keberhasilan sambil menempatkan tanggung jawab secara

tepat. Di sisi lain, individu dengan skor origin sedang mampu menghindari

perilaku menyalahkan diri sendiri sebagai penyebab masalah yang

dihadapi, tergantung dari seberapa sulit masalah yang dihadapi. Individu

yang memiliki origin sedang tidak mudah menyalahkan dirinya, namun

sulit mempertahankan origin nya bila dihadapkan pada tantangan yang

lebih berat lagi. Individu dengan skor ownership sedang memiliki

tanggung jawab hanya pada masalah yang bisa diselesaikannya saja tetapi

ketika menghadapi permasalahan yang lebih sulit sering melepaskan

tanggung jawabnya. Individu dengan skor origin rendah cenderung

berfikir bahwa semua kesulitan itu karena kesalahan, kecerobohan dirinya

sendiri, serta membuat perasaan dan pikiran yang merusak semangat,

sehingga menggerogoti kemampuannya untuk belajar dari kesalahan-

kesalahan yang telah lakukan. Individu dengan skor ownership rendah

cenderung tidak mengakui akibat-akibat yang ditimbulkan oleh kesalahan,

kecerobohan dirinya sendiri, sehingga sering menghindari tanggung-

jawabnya.

3. Jangkauan / reach (R)

Dimensi ini mengukur kemampuan individu dalam membatasi

masalah agar tidak menjangkau bidang lain. Individu dengan reach tinggi

akan merespon kesulitan sebagai sesuatu yang spesifik dan terbatas.

Semakin efektif individu menahan atau membatasi jangkauan kesulitan,

11

dia akan dapat berfikir jernih dan semakin berdaya untuk mengambil

tindakan. Semakin tinggi skor reach seseorang, semakin efektif dalam

membatasi jangkauan kesulitan, maka seseorang akan lebih mampu

membedakan hal-hal yang relevan dengan kesulitan yang ada, sehingga

ketika memiliki masalah disatu bidang, dia tidak merasa mengalami

kesulitan untuk seluruh aspek kehidupannya. Individu dengan skor reach

sedang merespon kesulitan sebagai sesuatu yang spesifik, namun ketika

menghadapi masalah yang tidak bisa diselesaikan dengan mudah, dia akan

membiarkan kesulitan itu memasuki wilayah lain dari kehidupannya.

Individu dengan reach rendah akan merespon kesulitan secara berlebihan,

menganggap kesulitan sebagai bencana, dan kesulitan tersebut masuk

wilayah lain dari kehidupannya.

4. Daya tahan / endurance ( E )

Kemampuan individu mempersepsi dan menghadapi kesulitan

dengan cara menciptakan ide dalam menyelesaikan masalah. Dimensi ini

berupaya melihat berapa lama seseorang mempersepsi kesulitan akan

berlangsung. Endurance dapat menilai situasi yang baik dan buruk.

Individu dengan skor endurance tinggi akan merespon kesulitan dan

penyebabnya sebagai sesuatu yang bersifat sementara, cepat berlalu serta

kecil kemungkinannya terjadi lagi jika dapat diselesaikan dengan baik. Hal

ini akan meningkatkan energi, optimisme untuk meningkatkan

kemampuan dalam mengatasi kesulitan serta tantangan yang lebih besar.

Individu dengan skor endurance sedang akan merespon peristiwa buruk

dan penyebabnya sebagai sesuatu yang berlangsung lama sehingga

12

individu tersebut sering menunda untuk menyelesaikan masalahnya.

Individu dengan skor endurance rendah menganggap kesulitan sebagai

sesuatu yang berlangsung selamanya. Hal ini akan memunculkan respon

perasaan tidak berdaya. Individu yang melihat kemampuan diri mereka

sebagai penyebab kegagalan (penyebab yang tidak bisa diubah/permanen)

cenderung tidak bisa bertahan ketika menghadapi situasi sulit,

dibandingkan dengan orang yang mengaitkan kegagalan berasal dari usaha

mereka (penyebab yang bersifat sementara dan bisa diubah).

2.1.3 Faktor-faktor pembentuk adversity quotient

Menurut Stoltz, faktor-faktor pembentuk AQ adalah :6,8,20

1. Daya saing

Penelitian yang dilakukan Satterfield dan Seligman mengenai

perbandingan retorika Saddam Hussein dan George Bush selama perang

teluk, dikutip dari Stoltz pada tahun 2000, menemukan bahwa orang-orang

yang memiliki respon optimis terhadap kesulitan akan bersikap lebih gesit,

mengambil banyak resiko, tangkas dalam memelihara energi, fokus dan

menjaga tenaga yang diperlukan supaya berhasil dalam persaingan,

sedangkan yang memiliki respon pesimis akan bersikap pasif dan

cenderung kehilangan energi atau mudah berhenti berusaha. Satterfield

dan Seligman dikutip dari Stoltz pada tahun 2000, juga menjelaskan

bahwa AQ yang rendah dikarenakan tidak adanya daya saing ketika

menghadapi kesulitan, sehingga tidak memiliki kemampuan untuk

menciptakan peluang dalam menghadapi kesulitan.

13

2. Produktivitas

Penelitian yang dilakukan Seligman di Metropolitan Life Insurance

Company mengenai hubungan produktifitas karyawan dengan respon

terhadap kesulitan, dikutip dari Stoltz pada tahun 2000, menunjukkan

bahwa terdapat hubungan antara produktivitas karyawan dengan respon

yang diberikan terhadap kesulitan. Artinya karyawan yang memiliki

respon positif terhadap kesulitan akan membantu meningkatkan

produktivitasnya menjadi lebih baik, sebaliknya respon yang negatif akan

mempunyai produktivitas yang rendah.

3. Kreatifitas

Kreativitas pada intinya merupakan tindakan berdasarkan harapan

dan membutuhkan keyakinan bahwa sesuatu yang sebelumnya tidak ada

dapat menjadi ada. Barker dikutip dari Stoltz pada tahun 2000 menjelaskan

bahwa, kreativitas muncul dari keputusasaan. Kreatifitas mampu

mengatasi kesulitan yang ditimbulkan oleh keputusasaan dan orang-orang

yang tidak kreatif tidak akan mampu mengatasi kesulitan.

4. Motivasi

Stoltz pada tahun 2000 melakukan pengukuran AQ terhadap

motivasi karyawan yang berkerja di perusahaan farmasi. Penelitian yang

dilakukan oleh Stoltz tersebut menunjukkan bahwa seseorang yang

mempunyai motivasi tinggi mampu menciptakan peluang dalam kesulitan,

artinya seseorang dengan motivasi tinggi akan berupaya menyelesaikan

kesulitan dengan menggunakan seluruh kemampuannya. Orang yang

14

memiliki skor AQ tinggi disebut sebagai orang-orang yang paling

memiliki motivasi.

5. Mengambil resiko

Berdasarkan penelitian oleh Satterfield dan Seligman yang

membandingkan retorika Saddam Hussein dan George Bush selama

perang teluk, dikutip dari Stoltz pada tahun 2000, menunjukkan bahwa

seseorang yang mempunyai AQ tinggi merespon kesulitan secara lebih

positif, sehingga lebih berani mengambil resiko dari tindakan yang

dilakukan.

6. Perbaikan

Stoltz pada tahun 2000 melakukan pengukuran kinerja dan AQ

para perenang. Stoltz menemukan bahwa, perenang yang memiliki skor

AQ tinggi mampu melakukan perbaikan skill berenangnya, dibandingkan

perenang yang memiliki skor AQ rendah. Seseorang dengan AQ tinggi

senantiasa berupaya mengatasi kesulitan dengan langkah konkrit, yaitu

dengan melakukan perbaikan dalam berbagai aspek.

7. Ketekunan

Ketekunan merupakan kemampuan untuk terus berusaha meskipun

berhadapan dengan kegagalan. Seligman dikutip dari Stoltz pada tahun

2000, menemukan bahwa tenaga penjual, kadet militer, mahasiswa dan

tim-tim olahraga yang merespon kesulitan dengan baik akan senantiasa

bertahan dari situasi sulit. Seseorang yang memiliki respon yang buruk

ketika berhadapan dengan kesulitan akan mudah menyerah.

15

8. Belajar

Seligman dikutip dari Stoltz pada tahun 2000 melakukan penelitian

mengenai perbandingan retorika Saddam Hussein dan George Bush selama

perang teluk, membuktikan bahwa orang-orang yang pesimistis merespon

kesulitan sebagai hal yang permanen dikarenakan mereka tidak mau

belajar dari kesulitan yang dialaminya. Dweck melakukan penelitian

mengenai hubungan semangat belajar pada anak-anak dengan respon

terhadap situasi sulit, dikutip dari Stoltz pada tahun 2000, membuktikan

bahwa anak-anak yang merespon secara optimis akan banyak belajar dan

lebih berprestasi dibandingkan dengan anak-anak yang memiliki pola

pesimistis.

9. Merangkul perubahan

Stoltz pada tahun 2000 melakukan penelitian di perusahaan Mott’s

mengenai hubungan AQ dengan kemampuan merangkul perubahan,

menjelaskan bahwa karyawan yang mampu merangkul perubahan

cenderung merespon kesulitan secara positif sehingga mampu memperkuat

niat dan usaha mereka.

10. Keuletan, stress, tekanan dan kemunduran

Hasil penelitian Oullette, dikutip dari Stoltz pada tahun 2000,

menjelaskan bahwa orang-orang yang merespon kesulitan dengan sifat

tahan banting (pengendalian, tantangan dan komitmen) akan tetap ulet

dalam menghadapi kesulitan. Seseorang yang merespon kesulitan dengan

sifat tahan banting cenderung ulet, bisa mengontrol stress, tekanan dan

kemunduran dengan baik.

16

2.1.4 Tiga tingkatan kesulitan

Stoltz mengklasifikasikan tantangan atau kesulitan menjadi tiga, dan

menggambarkan ketiga kesulitan tersebut dalam suatu piramida pada gambar 2.1

berikut:6,8,20

Gambar 2.1 Tiga tingkatan kesulitan6,8,20

Bagian puncak piramida menggambarkan kesulitan di masyarakat,

kesulitan ini meliputi kecemasan tentang keamanan, ekonomi, serta hal-hal lain

yang dihadapi seseorang ketika berada dan berinteraksi di dalam sebuah

masyarakat. Bagi mahasiswa diidentifikasikan dengan pencapaian prestasi

belajar.6,8,20

Kesulitan kedua yaitu kesulitan yang berkaitan dengan kesulitan di tempat

kerja meliputi keamanan di tempat kerja, pekerjaan, dan jaminan penghidupan

yang layak. Bagi mahasiswa kesulitan di kampus digambarkan sebagai aktivitas

kuliah yang penuh dengan tantangan, meliputi sosialisasi di lingkungan kampus,

proses belajar sehingga membutuhkan motivasi tinggi dalam menjalankannya.6,8,20

17

Kesulitan ketiga yaitu individu menanggung beban akumulatif dari ketiga

tingkat, namun individu memulai perubahan dan pengendalian. Bagi mahasiswa,

harus mampu memulai perubahan dan pengendalian untuk menyelesaikan

kesulitan agar meraih prestasi.6,8,20

Dari tiga kesulitan di atas, tantangan berprestasi paling penting bagi

mahasiswa. Kesulitan tersebut dapat diatasi apabila mahasiswa mampu melakukan

perubahan positif dan meningkatkan kendali terhadap kesulitan.8,20

2.1.5 Karakter manusia berdasarkan tinggi rendahnya adversity quotient

Terdapat tiga tipe karakter manusia ditinjau dari tingkat kemampuannya di

dalam merespon suatu kesulitan, yaitu:6

1. Quitters

Quitters (mereka yang berhenti) adalah seseorang yang memilih

untuk keluar, menghindari kewajiban, mundur dan berhenti apabila

menghadapi kesulitan. Orang-orang jenis ini berhenti di tengah proses

pendakian, gampang putus asa dan mudah menyerah. Di dalam hirarki

maslow tipe ini berada pada pemenuhan kebutuhan fisiologis yang

letaknya paling dasar dalam bentuk piramida. Orang dengan tipe ini puas

dengan pemenuhan kebutuhan dasar atau fisiologis saja dan cenderung

pasif, memilih untuk keluar menghindari perjalanan, selanjutnya mundur

dan berhenti. Para quitters menolak menerima tawaran keberhasilan yang

disertai dengan tantangan dan rintangan. Orang yang seperti ini akan

banyak kehilangan kesempatan berharga dalam kehidupan karena

mengabaikan potensi yang ada di dalam diri mereka.

18

2. Campers

Campers (orang yang berkemah). Golongan ini cepat merasa puas

sehingga tidak mau mengembangkan diri. Tipe ini merupakan golongan

yang sedikit lebih banyak dari quitter, yaitu mengusahkan terpenuhinya

kebutuhan rasa aman pada skala hirarki Maslow. Campers setidaknya telah

melangkah dan menanggapi tantangan, tetapi setelah mencapai tahap

tertentu, campers berhenti meskipun masih ada kesempatan untuk lebih

berkembang lagi. Kelompok ini juga tidak tinggi kapasitasnya untuk

perubahan karena terdorong oleh ketakutan dan hanya mencari keamanan

dan kenyamanan. Berbeda dengan quitters, campers sekurang-kurangnya

telah menanggapi tantangan yang dihadapinya sehingga telah mencapai

tingkat tertentu.

3. Climbers

Climbers (pendaki) mereka yang selalu optimis, melihat peluang,

melihat celah, melihat secercah harapan di balik keputusasaan dan selalu

bergairah untuk maju. Secarcah harapan yang dianggap kecil bagi para

climbers mampu dijadikannya sebagai cahaya pencerah kesuksesan.

Climbers merupakan kelompok orang yang selalu berupaya mencapai

puncak kebutuhan aktualisasi diri pada skala hirarki Maslow. Climbers

adalah tipe manusia yang berjuang seumur hidup, tidak perduli sebesar

apapun kesulitan yang datang. Climbers tidak dikendalikan oleh

lingkungan, tetapi dengan berbagai kreatifitasnya tipe ini berusaha

mengendalikan lingkungannya. Climbers akan selalu memikirkan berbagai

alternatif permasalahan dan menganggap kesulitan dan rintangan yang ada

19

justru menjadi peluang untuk lebih maju, berkembang, dan mempelajari

lebih banyak lagi tentang kesulitan hidup. Tipe ini akan selalu siap

menghadapi berbagai rintangan dan menyukai tantangan yang diakibatkan

oleh adanya perubahan-perubahan.

Kemampuan quitters, campers, dan climbers dalam menghadapi tantangan

kesulitan dapat dijelaskan, bahwa quitters memang tidak selamanya ditakdirkan

untuk selalu kehilangan kesempatan namun dengan berbagai bantuan orang lain

untuk bisa terus bertahan di kehidupan ini. Campers akan mendapat dorongan

untuk bertahan dalam menghadapi kesulitan yang sedang dihadapi karena

terdorong oleh ketakutan dan hanya mencari keamanan dan kenyamanan.

Kehidupan climbers selalu menghadapi dan mengatasi rintangan yang tiada

hentinya. Kesuksesan yang diraih climber berkaitan langsung dengan kemampuan

dalam menghadapi dan mengatasi kesulitan, setelah yang lainnya menyerah, inilah

indikator-indikator AQ yang tinggi.6

Dalam hirarki Maslow dapat dijelaskan hubungan quitters, campers, dan

climbers pada gambar 2.2 berikut :6,8,20

Gambar 2.2 Hirarki kebutuhan maslow6

20

2.1.6 Teori-teori pendukung adversity quotient

AQ dibangun dengan memanfaatkan tiga cabang ilmu pengetahuan, yaitu:6

1. Psikologi kognitif

Psikologi kognitif merupakan ilmu yang mempelajari bagaimana

seseorang memperoleh, mentransformasi, mempresentasi, menyimpan,

menggali kembali pengetahuan, bagaimana pengetahuan tersebut dapat

dipakai untuk merespon atau memecahkan kesulitan, berfikir dan

berbahasa. Orang yang berfikir bahwa kesulitan bersifat menetap, maka

mereka tidak akan mampu menghadapi masalah dengan baik sedangkan

yang berfikir kesulitan itu pasti akan berlalu, maka ia akan tumbuh maju

dengan pesat. Respon seseorang terhadap kesulitan mempengaruhi kinerja

dan kesuksesannya.

2. Neuropsikologi

Neuropsikologi adalah bagian psikologi terapan yang berhubungan

dengan bagaimana perilaku dipengaruhi oleh fungsi otak. Menurut dr.

Nuwer dikutip dari Stoltz pada tahun 2000, menjelaskan bahwa proses

belajar berlangsung di wilayah sadar otak yaitu cortex cerebri, jika

seseorang mengulangi sebuah pola pikiran atau perilaku yang baru maka

kegiatan itu berpindah ke wilayah otak bawah sadar yang bersifat otomatis

yaitu ganglia basalis. Ilmu ini menyumbangkan pengetahuan bahwa otak

secara ideal dilengkapi sarana pembentuk kebiasaan-kebiasaan, sehingga

otak segera dapat diinterupsi dan diubah. Dengan demikian, kebiasaan

baru dapat tumbuh dan berkembang dengan baik.

21

3. Psikoneuroimunologi

Ilmu ini membuktikan adanya hubungan fungsional antara otak dan

sistem kekebalan tubuh, hubungan antara apa yang difikirkan dan

dirasakan terhadap kesulitan dengan kesehatan fisiknya. Hal ini penting

untuk kesehatan, sehingga ketika seseorang mampu menghadapi kesulitan

dengan baik maka akan berpengaruh terhadap fungsi-fungsi kekebalan,

kerentanan, dan kesembuhan terhadap berbagai penyakit.

Ketiga teori tersebut membentuk AQ dengan tujuan utama, yaitu:

timbulnya pemahaman baru, tersedianya alat ukur untuk meningkatkan efektivitas

seseorang dalam menghadapi segala bentuk kesulitan hidup.6

2.1.7 Cara mengungkap adversity quotient

AQ dapat diungkap dengan menggunakan skala yang diciptakan oleh

Stoltz. Skala AQ merupakan alat ukur psikologis yang mengukur aspek-aspek

kepribadian.6

Aspek-aspek dalam skala AQ ini meliputi control (C) atau kendali, origin

and ownership (O2) atau asal-usul dan pengakuan, reach (R) atau jangkauan dan

endurance (E) atau daya tahan. Jika skor yang diperoleh dari skala AQ ini tinggi,

maka menunjukkan AQ tinggi, sebaliknya jika skor yang diperoleh rendah maka

menunjukkan AQ rendah.6

2.1.8 Angket skala model Likert

Skala Likert adalah suatu skala psikometrik yang umum digunakan dalam

kuesioner, dan merupakan skala yang paling banyak digunakan dalam riset berupa

survei. Skala Likert ditemukan oleh Dr.Rensis Likert, yang merupakan seorang

direktur dari Institut Penelitian Sosial di Universitas Michigan. Dr. Rensis Likert

22

pada tahun 1932, membuat laporan yang berjudul A Technique for the

Measurement of Attitudes menjelaskan tujuan dibentuknya skala Likert yaitu

untuk mengembangkan alat ukur sikap psikologis secara ilmiah.26

Sewaktu menanggapi pertanyaan dalam skala Likert, responden

menentukan tingkat persetujuan mereka terhadap suatu pernyataan dengan

memilih salah satu dari pilihan yang tersedia. Biasanya disediakan lima pilihan

skala dengan format yaitu: sangat tidak setuju, tidak setuju, netral, setuju, sangat

setuju. Selain pilihan dengan lima skala, skala Likert juga menggunakan empat

pilihan skala dengan format, yaitu sangat setuju, setuju, tidak setuju, sangat tidak

setuju. Skala Likert yang menggunakan empat pilihan skala memiliki kelebihan

yaitu tidak adanya pilihan netral karena jawaban netral akan banyak dipilih oleh

responden untuk memilih jawaban aman sehingga tidak menjelaskan jawaban

responden yang sebenarnya secara pasti.21,23

2.2 Tinjauan tentang prestasi belajar

2.2.1 Pengertian prestasi belajar

Prestasi belajar terdiri dari dua kata, yaitu prestasi dan belajar. Azwar pada

tahun 2000, mendefinisikan prestasi sebagai keberhasilan seseorang dalam

mengungkap performansi maksimal subjek dalam menguasai bahan atau materi

yang diajarkan.8

Chaplin pada tahun 2005, mendefinisikan prestasi merupakan suatu

tingkatan khusus dari kesuksesan karena mempelajari kecakapan atau keahlian

dalam tugas-tugas akademik yang dinilai oleh guru, lewat tes-tes yang dibakukan,

atau lewat kombinasi kedua hal tersebut.24 Berdasarkan beberapa definisi prestasi

23

di atas dapat disimpulkan bahwa prestasi merupakan penilaian yang dilakukan

terhadap hasil dari proses yang telah dilakukan oleh seseorang.8,24

Slameto pada tahun 2003, mendefinisikan bahwa belajar adalah

serangkaian kegiatan jiwa raga untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku

sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya

menyangkut kognitif, afektif, dan psikomotorik. Dalam belajar, mahasiswa

mengalami sendiri proses dari tidak tahu menjadi tahu.12

Menurut Iskandar pada tahun 2009, belajar merupakan suatu proses

perubahan perilaku individu berdasarkan praktik atau pengalaman baru,

perubahan yang terjadi bukan secara alami atau menjadi dewasa dengan

sendirinya, namun yang dimaksud dengan perubahan perilaku adalah perubahan

yang dilakukan secara sadar dan reaksi dari situasi yang dihadapi.13 Dari beberapa

definisi belajar di atas dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan kegiatan yang

dilakukan secara sadar dan menghasilkan pengetahuan, keterampilan dan

perubahan perilaku dalam berbagai bidang.12,13

Menurut Bloom pada tahun 2004, prestasi belajar adalah proses belajar

yang dialami mahasiswa dan menghasilkan perubahan dalam bidang pengetahuan,

pemahaman, penerapan, daya analisis, sintesis dan evaluasi.14 Sedangkan menurut

Chaplin pada tahun 2004, prestasi belajar adalah tingkatan yang ditentukan dari

pencapaian atau keahlian dalam bidang akademik yang ditentukan oleh evaluasi

yang dilakukan oleh pengajar berupa ujian yang terstandarisasi, ujian yang

diberikan oleh pengajar atau kombinasi dari keduanya.15 Berdasarkan uraian dari

beberapa pendapat tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar

adalah hasil atau pencapaian keberhasilan yang diperoleh karena usaha belajar

24

atau sebagai hasil akhir dari aktivitas belajar setelah melalui tahap tes yang

dinyatakan dalam bentuk nilai berupa angka.14,15

2.2.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar

Menurut Purwanto pada tahun 2011, faktor-faktor yang mempengaruhi

prestasi belajar adalah :9

1. Faktor dari dalam individu

Terdiri dari faktor fisiologis dan psikologis. Faktor fisiologis

adalah kondisi jasmani dan kondisi panca indera, sedangkan faktor

psikologis yaitu bakat, minat, kecerdasan, motivasi berprestasi dan

kemampuan kognitif.

2. Faktor dari luar individu

Terdiri dari faktor lingkungan dan faktor instrumental. Faktor

lingkungan yaitu lingkungan sosial dan lingkungan alam, sedangkan faktor

instrumental yaitu kurikulum, bahan, guru, sarana, administrasi, dan

manajemen.

Menurut Slameto pada tahun 2003, faktor-faktor yang mempengaruhi

prestasi belajar terbagi menjadi dua macam, yaitu :7,8

1. Faktor internal, adalah faktor yang berasal dari dalam diri individu yang

meliputi:

a. Faktor biologis, kondisi jasmani dan tonus (tegangan otot) yang

menandai tingkat kebugaran organ-organ tubuh dan sendi-sendinya,

mempengaruhi semangat dan intensitas seseorang dalam mengikuti

pelajaran. Kondisi jasmani yang tidak mendukung kegiatan belajar,

seperti gangguan kesehatan, cacat tubuh, gangguan penglihatan,

25

gangguan pendengaran dan lain sebagainya sangat mempengaruhi

kemampuan seseorang dalam menyerap informasi dan pengetahuan,

khususnya yang disajikan di kelas.

b. Faktor psikologis, banyak faktor yang masuk dalam aspek psikologis

yang dapat mempengaruhi kuantitas dan kualitas pembelajaran. Faktor

psikologis ini mencakup segala sesuatu yang berkaitan dengan kondisi

mental dan jiwa seseorang, seperti :

i. Intelegensi. Intelegensi merupakan kemampuan yang dibutuhkan

untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi sehingga intelegensi

sangat membantu seseorang dalam menyelesaikan kesulitan

termasuk memahami materi pelajaran. Seseorang yang memilki

intelegensi yang baik umumnya mudah memahami pelajaran dan

hasilnya pun cenderung baik.

ii. Perhatian. Keberhasilan dalam memahami materi yang dipelajari

dapat dicapai apabila seorang mempunyai perhatian yang besar

terhadap bahan yang dipelajari.

iii. Minat. Minat dapat diartikan kecenderungan atau keinginan yang

tetap tinggi untuk memperhatikan beberapa kegiatan disertai

dengan perasaan senang. Minat yang tinggi terhadap mata

pelajaran tertentu mengakibatkan seseorang lebih fokus dan

intensif kedalam bidang tersebut sehingga memungkinkan

mencapai hasil yang memuaskan.

iv. Bakat. Secara umum bakat merupakan kemampuan potensial

yang dimiliki seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa

26

yang akan datang. Setiap individu mempunyai bakat dan setiap

individu yang memiliki bakat akan berpotensi untuk mencapai

prestasi sampai tingkat tertentu sesuai dengan kapasitas masing-

masing. Bakat akan dapat mempengaruhi tinggi rendahnya

pencapaian prestasi belajar pada bidang-bidang tertentu.

v. Motif. Motif merupakan pemicu seseorang untuk melakukan

sesuatu. Motif mampu mendorong seseorang untuk memusatkan

konsentrasi dan belajar dengan baik sehingga memiliki pengaruh

yang besar terhadap pencapaian prestasi belajar.

vi. Kematangan. Tingkat kematangan seseorang dapat dilihat dari

sejauh mana organ-organ yang ada di dalam tubuhnya telah siap

untuk melaksanakan kegiatan.

vii. Kesiapan. Kesiapan membantu seseorang dalam memahami

materi pelajaran. Oleh karena itu mahasiswa yang telah memiliki

kesiapan akan mempunyai hasil yang baik.

viii. Kreativitas. Secara umum kreatifitas dapat diartikan sebagai

kemampuan untuk berfikir tentang sesuatu dengan suatu cara

yang baru dan tidak biasa (unusual) dan menghasilkan

penyelesaian yang unik terhadap berbagai persoalan. Salah satu

yang mendorong aktivitas belajar dalam meningkatkan prestasi

belajar adalah kreativitas.

27

2. Faktor eksternal, yaitu faktor yang berasal dari luar diri individu, yang

meliputi :7,8

a. Keluarga. Lingkungan sosial yang paling banyak berperan dan

mempengaruhi kegiatan belajar mahasiswa adalah lingkungan

keluarga. Faktor keluarga meliputi sifat orang tua, praktik pengelolaan

keluarga, ketegangan keluarga, demografi keluarga, tingkat

pendidikan orang tua, kepedulian dan tingkat sosial ekonomi.

Semuanya dapat memberi dampak baik ataupun buruk terhadap

kegiatan belajar dan prestasi yang dapat dicapai mahasiswa.

b. Lingkungan masyarakat. Ketika mahasiswa berada di lingkungan

keluarga dan lingkungan kampus merupakan bagian dari suatu

masyarakat, sehingga kondisi lingkungan masyarakat seperti media

massa, latar belakang kebudayaan mempengaruhi keberhasilan

mahasiswa.

c. Faktor waktu. Prestasi merupakan penilaian yang dilakukan terhadap

aktivitas belajar dalam kurun waktu tertentu. Jadi, kemampuan

mahasiswa dalam menggunakan waktu juga mempengaruhi hasil yang

dicapai. Semakin terampil mahasiswa membagi dan menggunakan

waktu maka semakin berhasil pula dalam kegiatan belajarnya.

d. Faktor lingkungan kampus

i. Sarana dan prasarana. Kelengkapan sarana dan prasarana kampus

seperti: Papan tulis, OHP, proyektor, laptop atau komputer,

bentuk ruangan, kenyamanan ruangan, sirkulasi udara dan

28

lingkungan sekitar kampus dapat mempengaruhi proses belajar

mengajar.

ii. Kompetensi dosen dan mahasiswa. Kualitas dosen dan mahasiswa

sangat penting dalam meraih prestasi, kelengkapan sarana dan

prasarana tanpa disertai kinerja yang baik dari para penggunanya

akan menghasilkan lulusan perguruan tinggi yang tidak

berkualitas. Bila fasilitas dan tenaga pendidiknya berkualitas,

hubungan dengan dosen dan teman-teman sejawatnya

berlangsung harmonis, maka mahasiswa akan memperoleh

suasana belajar yang menyenangkan. Dengan demikian,

mahasiswa termotivasi untuk meningkatkan prestasi belajarnya.17

iii. Kurikulum dan metode mengajar. Metode pembelajaran yang

lebih interaktif sangat diperlukan untuk menumbuhkan minat dan

peran serta mahasiswa dalam kegiatan belajar. Sarlito Wirawan

pada tahun 1993, mengatakan bahwa faktor yang paling penting

adalah dosen, jika dosen mengajar dengan arif, bijaksana, tegas,

memiliki disiplin tinggi, luwes dan mampu membuat mahasiswa

senang dalam belajar, maka prestasi belajar mahasiswa akan

cenderung tinggi, setidaknya mahasiswa tersebut tidak bosan

atau jenuh dalam mengikuti pelajaran.18

Fakultas Kedokteran Universitas Riau yang telah menerapkan kurikulum

pembelajaran Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) sejak tahun 2007 dengan

metode Problem Based Learning (PBL) yang menuntut mahasiswa lebih aktif

dalam proses belajar, dimana seorang dosen hanya memberikan pengantar sebuah

29

materi dan sebagai pemicu (triger), selanjutnya mahasiswa yang mempelajari

lebih dalam tentang sebuah masalah dan mencari materi untuk memecahkan

masalah tersebut. Metode pembelajaran ini, diharapkan mahasiswa mampu

memahami materi.4

Semakin tinggi tingkat intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif,

kematangan, kesiapan, dan kreativitas maka semakin tinggi pula prestasi belajar.

Demikian pula dengan keadaan keluarga, lingkungan kampus, lingkungan

masyarakat yang sangat mendukung mahasiswa untuk meningkatkan prestasi

belajar.7,8,9

2.2.3 Indikator prestasi belajar

Bloom pada tahun 2004, menyusun tujuan belajar menjadi tiga ranah,

yaitu:19

1. Ranah kognitif, tentang hasil belajar yang berhubungan dengan

pengetahuan, kemampuan dan kemahiran intelektual, terdiri dari:

pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisa, sintesa dan evaluasi.

2. Ranah afektif, tentang hasil belajar yang berhubungan dengan perasaan

sikap, minat, dan nilai, terdiri dari: penerimaan, partisipasi, penilaian,

organisasi dan pembentukan pola hidup.

3. Ranah psikomotorik, tentang hasil belajar yang berhubungan dengan

kemampuan fisik seperti ketrampilan motorik dan syaraf, manipulasi

objek, dan koordinasi syaraf, terdiri dari: persepsi, kesiapan, gerakan

terbimbing, gerakan yang terbiasa, gerakan yang komplek dan kreativitas.

Berdasarkan hal tersebut, penulis berkesimpulan bahwa prestasi belajar

memiliki 3 (tiga) ranah, yaitu: 1) ranah kognitif (cognitive domain); 2) ranah

30

afektif (affective domain); dan 3) ranah psikomotor (psychomotor domain). Untuk

mengungkap prestasi belajar pada ketiga ranah tersebut, diperlukan indikator

sebagai penunjuk bahwa seseorang telah berhasil meraih prestasi pada tingkat

tertentu dari ketiga ranah tersebut.

Syah pada tahun 2003, menjelaskan bahwa kunci pokok untuk

memperoleh ukuran dan data hasil belajar mahasiswa adalah mengetahui garis-

garis besar indikator (penunjuk adanya prestasi tertentu) dikaitkan dengan jenis

prestasi yang hendak diukur. Pengetahuan dan pemahaman yang mendalam

mengenai indikator-indikator prestasi belajar sangat diperlukan ketika seseorang

akan menggunakan alat dan kiat evaluasi. Urgensi pengetahuan dan pemahaman

yang mendalam mengenai jenis-jenis prestasi belajar dan indikator-indikatornya

adalah pemilihan dan penggunaan alat evaluasi akan menjadi lebih tepat, reliabel,

dan valid.8

2.2.4 Cara mengungkap prestasi belajar

Syah pada tahun 2003, mengatakan pada prinsipnya evaluasi hasil belajar

merupakan kegiatan berencana dan berkesinambungan sehingga memiliki ragam,

mulai dari yang paling sederhana sampai yang paling kompleks, ragam evaluasi

tersebut terdiri dari : 8,21

1. Pre test dan post test

Kegiatan pre test diberikan secara rutin, pada saat akan memulai penyajian

materi sedangkan post test yaitu kegiatan evaluasi yang dilakukan pada

akhir penyajian materi.

31

2. Evaluasi pra syarat

Evaluasi jenis ini sangat mirip dengan pre test. Evaluasi pra syarat

bertujuan untuk mengidentifikasi penguasaan mahasiswa terhadap materi

lama yang mendasari materi baru yang akan disajikan.

3. Evaluasi diagnostik

Evaluasi ini dilakukan setelah selesai penyajian pelajaran, bertujuan

mengidentifikasi bagian-bagian tertentu yang belum dikuasai mahasiswa.

4. Evaluasi formatif

Evaluasi jenis ini kurang lebih sama dengan ulangan yang dilakukan pada

akhir penyajian satuan pelajaran atau modul.

5. Evaluasi sumatif

Ragam penilaian sumatif kurang lebih sama dengan ulangan umum yang

dilakukan untuk mengukur prestasi belajar mahasiswa pada akhir periode

pelaksanaan program pengajaran, hasilnya dijadikan bahan laporan resmi

mengenai prestasi belajar mahasiswa.

2.2.5 Penilaian prestasi belajar

Penilaian prestasi belajar pada Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK)

yang harus dipenuhi oleh mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Riau,

meliputi: pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill) dan sikap (attitude).

Penilaian Prestasi belajar adalah sebagai berikut :4

1. Alat ukur evaluasi

Jenis alat ukur :

a. Multiple Choice Quotion (MCQ) atau True False Quotion (TFQ)

b. Essay Examination

32

c. Objective Structure Clinical Examination (OSCE)

d. Oral Examination (OE)

e. Makalah atau laporan

f. Skripsi

g. Hasil analisis objektif tim attitude

2. Jenis-jenis evaluasi

a. Evaluasi blok

Evaluasi blok adalah evaluasi yang dilakukan pada akhir setiap blok

terdiri atas ujian tulis, praktikum dan ujian skill praktik berupa

Objective Structure Clinical Examination (OSCE).

b. Progress test

Progress test adalah evaluasi yang dilakukan untuk menilai

pengetahuan yang harus dikuasai ketika mahasiswa lulus. Tes ini

berguna sebagai feed back terhadap blok-blok yang diambil pada

tahun sebelumnya. Progress test dilaksanakan untuk mahasiswa yang

sudah lulus semua blok pada tahun yang bersangkutan. Progress test

ini merupakan prasyarat untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang

klinik. Mahasiswa yang tidak lulus diwajibkan mengulang ujian pada

tahun berikutnya sampai lulus sebelum memasuki praktek klinik.

Materi ujian tulis adalah materi-materi dari berbagai bidang ilmu yang

berhubungan dengan blok-blok pada tahun yang sebelumnya.

Penilaian yaitu penulisan modul (Case Writter) dan tim evaluasi.

33

c. Evaluasi praktik klinik

Evaluasi praktik klinik dilakukan pada setiap akhir rotasi bagian klinik

yang bersangkutan.

d. Evaluasi attitude atau professional behaviour

Penilaian attitude dilakukan sepanjang pendidikan dan hasil penilaian

attitude dilaporkan setiap akhir blok. Penilaian dilakukan oleh tim

penilai yang terdiri dari jajaran pimpinan Fakultas Kedokteran

Universitas Riau, penasehat akademik (PA), tutor, instruktur dan

dosen, yang dianalisis secara objektif oleh tim penilai. Pelanggaran

dapat dilaporkan oleh seluruh civitas akademika Fakultas Kedokteran

Universitas Riau dan dipelajari secara objektif. Komponen penilaian

attitude adalah sebagai berikut :4

i. Kehadiran merupakan suatu syarat mutlak dalam proses belajar

dan mengajar, untuk dapat memahami suatu materi kuliah

dibutuhkan tingkat kehadiran yang tinggi sedangkan untuk

mengikuti ujian blok kehadiran mahasiswa dalam perkuliahan

minimal 75% dan skill lab 100%.

ii. Ketaatan terhadap peraturan Fakultas Kedokteran Universitas

Riau dan hukum atau norma yang berlaku dalam masyarakat.

34

Tabel 2.1 Kriteria nilai akhir blok4

NILAI ANGKA NILAI MUTU ANGKA MUTU86-100 A 4,0081-85 A- 3,7576-80 B+ 3,5071-75 B 3,0066-70 B- 2,7561-65 C+ 2,5051-60 C 2,0046-50 D 1,000-45 E 0,00

2.3 Hubungan adversity quotient dengan prestasi belajar

Untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas, yaitu AQ dengan

variabel terikat, yaitu prestasi belajar pada mahasiswa Fakultas Kedokteran

Universitas Riau angkatan 2012, maka dalam hal ini perlu diperjelas kembali

mengenai definisi masing-masing variabel serta faktor-faktor yang

mempengaruhi. AQ oleh beberapa peneliti sebelumnya diartikan sebagai

kemampuan seseorang dalam menghadapi kesulitan sehingga mampu mengubah

hambatan menjadi sebuah peluang bagi dirinya untuk mengasah kemampuan.6,7,8

Prestasi belajar merupakan hasil yang telah dicapai oleh seorang

mahasiswa selama proses belajar dalam kurun waktu tertentu.14,15 Prestasi belajar

seorang mahasiswa dapat diketahui melalui nilai IPK.4 Dalam usaha pencapaian

prestasi belajar tidak terlepas dari berbagai kesulitan.10 Begitu pula bagi

mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Riau angkatan 2012.

Kesulitan yang dihadapi oleh mahasiswa kedokteran bisa bersumber dari

akademiknya maupun non akademik. Kesulitan yang bersumber dari akademik

adalah jadwal kuliah dan praktikum yang padat, tugas yang menumpuk, bahan

35

ujian yang banyak, terancam drop out, IPK rendah dan masalah akademik lainnya.

Sedangkan kesulitan yang berasal dari non akademik adalah masalah keuangan,

masalah keluarga, interpersonal maupun intrapersonal.10

Kesulitan atau hambatan yang dirasakan mahasiswa tidak menutup

kemungkinan mengakibatkan prestasi belajarnya menurun, walaupun secara

intelegensi mereka dikategorikan sebagai anak yang cerdas. Hal tersebut

dikarenakan banyak faktor yang mempengaruhi prestasi belajar mahasiswa. Salah

satunya terletak pada kemampuan dan kegigihan mahasiswa dalam menghadapi

kesulitan untuk mencari alternatif pemecahan masalah yang tepat. Kemampuan

dalam menghadapi kesulitan ini disebut dengan AQ. Stoltz mengemukakan bahwa

AQ mencakup faktor-faktor yang dibutuhkan dalam mencapai kesuksesan.

Faktor-faktor tersebut yaitu daya saing, produktivitas, kreativitas, motivasi,

mengambil resiko, perbaikan, ketekunan, belajar dan merangkul perubahan.6

Berdasarkan pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa seseorang

yang mempunyai AQ tinggi dapat diprediksi akan mempunyai prestasi yang baik,

sebab untuk mencapai prestasi belajar yang tinggi, diperlukan adanya daya tahan,

kemampuan menjangkau kesulitan yang lebih luas pengakuan dan rasa tanggung

jawab, serta kontrol yang kuat agar dapat menghadapi berbagai kesulitan dan

hambatan sehingga dapat mencapai prestasi belajar yang memuaskan.6,7,8

36

2.4 Kerangka teori

Kerangka teori dalam penelitian ini dapat dilihat pada gambar 2.3 berikut:

Gambar 2.3 Kerangka teori

37

2.5 Kerangka konsep

Berdasarkan kajian teori dan kerangka pikir di atas, dapat dilihat hubungan

antara variabel bebas yaitu AQ dengan variabel terikat yaitu prestasi belajar

mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Riau angkatan 2012.

Hubungan tersebut dapat digambarkan dengan paradigma sesuai gambar

2.4 sebagai berikut :

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 2.4 Kerangka konsep

Adversity Quotient (AQ) Prestasi belajar