bab ii

15
4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Ekologi Ekologi berasal dari bahasa Yunani oikos (rumah atau tempat hidup) dan logos (ilmu). Secara harafiah ekologi merupakan ilmu yang mempelajari organisme dalam tempathidupnya atau dengan kata lain mempelajari hubungan timbal -balik antara organisme dengan lingkungannya. Ekologi hanya bersifat eksploratif dengan tidak melakukan percobaan, jadi hanya mempelajari apa yang ada dan apa yang terjadi di alam. Struktur ekosistem menurut Odum (1983), terdiri dari beberapa indikator yang menunjukan keadaan dari system ekologi pada waktu dan tempat tertentu. Beberapa penyusun struktur ekosistem antara lain adalah densitas (kerapatan), biomas, materi, energi, dan faktor -faktor fisik-kimia lain yang mencirikan keadaan system tersebut. Fungsi ekosistem menggambarkan hubungan sebab akibat yang terjadi dalam system. Laut merupakan bagian dari ekosistem perairan yang memiliki ciri -ciri antara lain:bersifat continental,

Upload: anggersubangun

Post on 28-Nov-2015

38 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

skripsi teripang

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II

4

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Ekologi

Ekologi berasal dari bahasa Yunani oikos (rumah atau tempat hidup) dan

logos (ilmu). Secara harafiah ekologi merupakan ilmu yang mempelajari

organisme dalam tempathidupnya atau dengan kata lain mempelajari hubungan

timbal -balik antara organisme dengan lingkungannya. Ekologi hanya bersifat

eksploratif dengan tidak melakukan percobaan, jadi hanya mempelajari apa yang

ada dan apa yang terjadi di alam. Struktur ekosistem menurut Odum (1983),

terdiri dari beberapa indikator yang menunjukan keadaan dari system ekologi

pada waktu dan tempat tertentu. Beberapa penyusun struktur ekosistem antara lain

adalah densitas (kerapatan), biomas, materi, energi, dan faktor -faktor fisik-kimia

lain yang mencirikan keadaan system tersebut. Fungsi ekosistem

menggambarkan hubungan sebab akibat yang terjadi dalam system.

Laut merupakan bagian dari ekosistem perairan yang memiliki ciri -ciri

antara lain:bersifat continental, luas dan dalam, asin, memiliki arus dan

gelombang, pasang -surut, dan dihuni oleh organisme baik plankton, neuston

maupun bentos. Ekosistem laut yang luas dan dalam menyebabkan terdinya varasi

fisiko-kimiawi lingkungan yang akan menjadi factor pembatas bagi kehidupan

organisme

II.1.1. Keberlanjutan Ekologi

Keberlanjutan ekologis adalah prasyarat untuk pembangunan dan

keberlanjutan kehidupan. Keberlanjutan ekologis akan menjamin keberlanjutan

ekosistem bumi. Untuk menjamin keberlanjutan ekologis harus diupayakan hal-

hal sebagai berikut:

HP-USER, 01/14/14,
Tambahkan di tinjaun pustaka tentang tinajuan penelitian terdahulu mengenai teripang, factor-faktor yg mempengaruhi kehidupan teripang, serta pola hidup teripang
Page 2: BAB II

5

a. Memelihara integritas tatanan lingkungan agar sistem penunjang kehidupan

dibumi tetap terjamin dan sistem produktivitas, adaptabilitas, dan pemulihan

tanah, air, udara dan seluruh kehidupan berkelanjutan.

b. Tiga aspek yang harus diperhatikan untuk memelihara integritas tatanan

lingkungan yaitu ; daya dukung, daya asimilatif dan keberlanjutan

pemanfaatansumberdaya terpulihkan. ketiga untuk melaksanakan kegiatan

yang tidak mengganggu integritas tatanan lingkungan yaitu hindarkan konversi

alam dan modifikasi ekosistem, kurangi konversi lahan subur dan kelola

dengan buku mutu ekologis yang tinggi, dan limbah yang dibuang tidak

melampaui daya asimilatifnya lingkungan.

c. Memelihara keanekaragaman hayati pada keanekaragaman kehidupan yang

menentukan keberlanjutan proses ekologis. Proses yang menjadikan rangkaian

jasa pada manusia masa kini dan masa mendatang. Terdapat tiga aspek

keanekaragaman hayati yaitu keanekaragaman genetika, spesies, dan tatanan

lingkungan. Untuk mengkonversikan keanekaragaman hayati tersebut perlu

hal-hal berikut yaitu “menjaga ekosistem alam dan area yang representatif

tentang kekhasan sumberdaya hayati agar tidak dimodifikasikan, memelihara

seluas mungkin area ekosistem yang dimodifikasikan untuk keanekaragaman

dan keberlanjutan keanekaragaman spesies, konservatif terhadap konversi

lahan pertanian”.

Pengelolaan pembangunan yang berwawasan lingkungan merupakan hal

penting untuk keberlanjutan ekosistem. Hal ini dapat dilaksanakan melalui :

pencegahan pencemaran lingkungan; rehabilitasi dan pemulihan ekosistem dan

sumberdaya alam yang rusak; meningkatkan kapasitas produksi dari ekosistem

alam dan binaan manusia (Jaya, 2004)

Page 3: BAB II

6

2.2. Teripang (Holothuroidea)

Teripang termasuk ke dalam Filum Echinodemata. biota ini dikenal pula

dengan nama mentimun laut, sea cucumber (Inggris), be-chede-mer (Prancis) atau

dalam istilah pasaran internasional dikenal dengan teat fish. Di Indonesia biota ini

lebih sering disebut dengan nama Teripang, gamat atau gamet (Hartati et al, 2009

dalam Muttaqin, 2013). Teripang merupakan hewan berkulit duri sehingga

tergolong Filum Echinodermata. Filum Echinodermata terbagi manjadi lima kelas

yaitu Holothuroidea (timun laut atau teripang), Asteroidea (bintang laut),

Echinoieda (bulu babai), Ophiuroidea (bintang laut ular), dan Crinoidea (Jasin,

1992 dalam Andirisnanti, 2011). Duri-duri pada Teripang merupakan butir-butir

kapur mikroskopis yang letaknya tersebar dalam lapisan epidermis. Namun, tidak

semua jenis Teripang mempunyai duri pada kulitnya (Maryoto dkk., 2006 dalam

Andirisnanti, 2011)

Teripang adalah salah satu kelompok Echinodermata yang mempunyai arti

ekonomis penting. Teripang merupakan komponen penting dalam rantai makanan

di terumbu karang dan ekosistem asosiasinya pada berbagai tingkat struktur

pakan (trophic levels). Teripang berperan penting sebagai pemakan deposit

(deposit feeder) dan pemakan suspensi (suspension feeder) (Setiawan, 2010 dalam

Rudiyanti, 2012).

Salah satu sumberdaya hayati laut yang mempunyai potensi nilai ekonomi

adalah dari kelompok teripang yang mempunyai hidup tersebar di perairan

Indonesia yang luas. Ada beberapa jenis Teripang diantaranya merupakan

sumberdaya perikanan bernilai ekonomis penting, terutama sebagai komoditas

ekpor ke luar negeri (SLOAN 1985; AZIZ 1987; CONAND & SLOAN 1989

dalam Yusron, 2009). Beberapa jenis teripang banyak dimanfaatkan sebagai

Page 4: BAB II

7

bahan makanan secara langsung dengan model pengolahannya yang sangat

sederhana yang berbentuk teripang segar maupun dengan proses yang melalui

pengeringan, pembekuan, pembuatan tepung dan diolah menjadi makanan

kerupuk teripang. Masyarakat Cina menggunakan teripang atau “haisom” sebagai

salah satu hidangan istimewa semasa musim perayaan hari besar etnis Cina, dan

juga sebagai makanan suplemen dan sebagai ramuan obat tradisional untuk segala

penyakit. Salah satu contoh untuk menyembuhkan luka, meredakan rasa sakit di

persendian dan memperlancar sirkulasi darah, karena teripang banyak

mengandung zat gizi seperti protein, mineral, omega 3 dan zat bio aktif. Oleh

karena itu tidaklah mengherankan jika pemanfaatan fauna tersebut, yang saat ini

sepenuhnya mengandalkan dari stok alami, cenderung dilakukan secara intensif

tanpa melihat jenis dan ukuran. Cara ini pada akhirnya akan menurunkan

populasi teripang di alam, seperti yang terjadi di berbagai wilayah perairan

Indonesia, contoh salah satunya di Kepulauan Seribu (Romimohtarto,1977 dalam

Yusron, 2009).

2.3. Morfologi Teripang (Holothuroidea)

Tubuh Teripang umumnya berbentuk silindris memanjang seperti timun

sehingga sering disebut timun laut (sea cucumber). Dinding tubuh teripang

bersifat elastis, dengan mulut dibagian anterior dan anus dibagian posterior.

Teripang memiliki kaki tabung yang berfungsi untuk pergerakan dan dibagian

dorsal terdapat papilla sebagai alat sensor (Jasni, 1992; Darsono, 1998 dalam

Andirisnanti, 2011). Menurut Barnes (1963) dalam Andirisnanti (2011) sebagian

besar teripang berwarna hitam, coklat, coklat keabuan atau kehijauan, tetapi ada

pula yang berwarna jingga atau ungu, bahkan memiliki pola bergaris, struktur

tubuh teripang dapat kita lihat pada (Gambar 1):

Page 5: BAB II

8

(Sumber: Jasin, 1992 dalam Andirisnanti, 2011)

Gambar 1. Struktur tubuh Teripang

Secara morfologi, perbedaan teripang jantan dan Teripang betina tidak

jelas. Umumnya Teripang berkelamin terpisah (dioceus), bereproduksi secara

aseksual dan seksual. Reproduksi aseksual pada teripang dilakukan dengan cara

membelah tubuh menjadi dua bagian. Masing-masing bagian kemudian akan

tumbuh menjadi individu yang normal sedangkan reproduksi seksual dilakukan

secara eksternal dikolom air laut sehingga terjadi pembuahan (Darsono, 1998;

Castor & Huber, 2010 dalam Andirisnanti, 2011).

Identifikasi Teripang dapat dilakukan secara makroskopis dan

mikroskopis. Identifikasi secara makroskopis dilakukan dengan cara mengamati

morfologi teripang yaitu variasi warna, bentuk tubuh, ada tidaknya gigi anal, serta

ada tidaknya kaki tabung sedangkan identifikasi secara mikroskopis dilakukan

dengan pengamatan spikula yang terdapat pada bagian dalam dinding tubuh

Teripang (Lal, 1986 & Birtles, 1989 dalam Andirisnanti, 2011). Tidak semua

jenis Teripang yang ditemukan diperairan Indonesia mempunyai nilai ekonomis

penting, hanya sekitar 10 jenis Teripang yang memiliki nilai komersial. Jenis

Teripang yang dapat dimakan dan yang memiliki nilai ekonomis penting terbatas

pada suku Holothuriidae dan Stichopodidae yang meliputi marga Holothuria,

Page 6: BAB II

9

Actinopyga, Bhodaschia, Theloneta dan Stichopus (Arlyza, 2009 dalam

Andirisnanti, 2011) dapat kita lihat pada (Gambar 2):

(Sumber: Zubi, 1999 dalam Andirisnanti, 2011)

Gambar 2. Beberapa jenis Teripang yang memiliki nilai ekonomis

Secara garis besar klasifikasi dari teripang yang memiliki nilai ekonomis

penting adalah sebagai berikut: (Arnold & Birtles, 1989; Kamarudin dkk, 2010

dalam Andirisnanti, 2011)

Kerajaan : Animalia

Filum : Echinodermata

Kelas : Holothuroidea

Bangsa : Aspidocchirotida

Suku : 1. Holothuriidae

Marga : Holothuria

Bohadshia

Actinopyza

2. Stichopodidae

Marga : Stichopus

Thelenota

Page 7: BAB II

10

2.4. Habitat dan penyebaran Teripang (Holothuroidea)

Habitat Teripang adalah ekosistem terumbu karang dan padang lamun.

Teripang umumnya ditemukan pada perairan laut dangkal, tetapi dapat juga

ditemukan hingga kedalaman 10.000 meter (Purwati. 2002 dalam Andirisnanti,

2011). Kondisi perairan yang ideal bagi pertumbuhan dan kehidupan Teripang

adalah perairan yang bersih dan jernih serta airnya relatif tenang dengan suhu

berkisar 28-31°C dan salinitas 30-40‰ (Aziz, 1997; Darsono, 2003 dalam

Andirisnanti, 2011).

Sumber utama makanan Teripang di alam yaitu kandungan zat organick

dalam lumpur, detritus (sisa pembusukan bahan organik), dan plankton. Jenis

makanan lain adalah organisme-organisme kecil, protozoa, alga filament, rumput

laut, dan potongan-potongan kecil hewan maupun tumbuhan laut serta partikel-

partikel pasir (Darsono, 2007 dalam Andirisnanti, 2011).

Penyebaran Teripang di Indonesia sangat luas. Daerah penyebaran tersebut

meliputi, perairan pantai Madura, Jawa Timur, Bali, Sumba, Lombok, Aceh,

Bengkulu, Bangka, Riau dan sekitarnya, Belitung, Kalimantan Sulawesi, Maluku,

Timor, dan Kepulauan Seribu (Jakarta) (Maryoto dkk, 2006 dalam Andirisnanti,

2011).

2.5. Parameter Fisika dan Kimia Perairan

Suhu suatu perairan dipengaruhi oleh musim, lintang, ketinggian dari

permukaan laut, waktu dalam hari, sirkulasi udara, penutupan awan serta

kedalaman perairan. Organisme akuatik memiliki kisaran tertentu yang disukai

untuk pertumbuhannya. Kondisi lingkungan perairan yang cocok untuk

pertumbuhan teripang dengan suhu air laut 24,0–30,0 ºC (Martoyo et al. 2006

dalam Hana, 2011).

Page 8: BAB II

11

Salinitas adalah gambaran padatan total dalam air setelah semua karbonat

diubah menjadi oksida, bromida dan iodida diganti oleh klorida, dan bahan

organik telah teroksidasi (Effendi, 2003 dalam Hana 2011). Sebaran salinitas

dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti pola sirkulasi air, penguapan, curah

hujan, dan aliran sungai (Nontji 1987 in Dwindaru 2010 dalam Hana, 2011).

Teripang menyukai perairan dengan salinitas optimum sekitar 32,0–35,0‰.

Perubahan salinitas melebihi 3,0‰ dapat menyebabkan terjadinya pengelupasan

kulit Teripang yang dalam kondisi ekstrim dapat terjadi kematian (James et al.

1988 in Gultom 2004 dalam Hana, 2011).

Arus di laut dipengaruhi oleh tiupan angin, perbedaan densitas air laut,

dan gerakan periodik pasang surut. Teripang hidup dan pertumbuhannya

berkembang dengan baik pada perairan yang tenang. Kecepatan arus yang cocok

untuk hidup teripang adalah 0,30 – 0,50 m/detik (Martoyo et al, 2006 dalam

Hana, 2011).

Kecerahan perairan menunjukan kemampuan cahaya untuk menembus

lapisan air sampai kedalaman tertentu. Kecerahan perairan harus tinggi dan bebas

dari bahan pencemar dengan nilai 50 – 150 cm (Martoyo et al, 2006 dalam Hana,

2011).

Setiap organisme memiliki nilai toleransi pH yang berbeda. Umumnya

makrozoobenthos hidup pada pH perairan 7,0 – 8,5. Perairan yang terlalu asam

atau basa dapat mengganggu metabolisme dan respirasi biota. Selain itu, perairan

dengan pH yang terlalu rendah dapat menyebabkan tingginya mobilitas logam

berat sedangkan pH yang tinggi dapat mengakibatkan meningkatnya konsentrasi

amoniak (Effendi, 2003 dalam Hana, 2011).

Page 9: BAB II

12

Kelarutan oksigen di perairan bergantung dan berbanding terbalik dengan

suhu dan salinitas. Semakin tinggi suhu dan salinitas maka kandungan oksigen

terlarut semakin kecil. Lapisan atas permukaan laut dalam keadaan normal

mengandung oksigen terlarut sebesar 4,5 – 9,0 mg O2/l (KepMen No. 51 Tahun

2004 Tentang pedoman penetapan baku mutu air laut untuk biota laut )

Kandungan oksigen terlarut di perairan yang baik untuk kehidupan dan

pertumbuhan Teripang sebesar 4,0–8,0 ppm (Martoyo et al. 2006 dalam Hana,

2011). basa dapat mengganggu metabolisme dan respirasi biota. Selain itu,

perairan dengan pH yang terlalu rendah dapat menyebabkan tingginya mobilitas

logam berat sedangkan pH yang tinggi dapat mengakibatkan meningkatnya

konsentrasi amoniak (Effendi, 2003 dalam Hana, 2011).

Kelarutan oksigen di perairan bergantung dan berbanding terbalik dengan

suhu dan salinitas. Semakin tinggi suhu dan salinitas maka kandungan oksigen

terlarut semakin kecil. Lapisan atas permukaan laut dalam keadaan normal

mengandung oksigen terlarut sebesar 4,5 – 9,0 mg O2/l (Kep.Men.LH No. 51

Tahun 2004 Tentang pedoman penetapan baku mutu air laut untuk biota).

Kandungan oksigen terlarut di perairan yang baik untuk kehidupan dan

pertumbuhan Teripang sebesar 4,0–8,0 ppm (Martoyo et al. 2006 dalam Hana,

2011).