bab ii

10
BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pengertian Filsafat Ilmu Kata-kata filsafat diucapkan “falsafah” dalam bahasa Arab, dan berasal dari bahasa Yunani “philosophia“ yang berarti cinta kepada pengetahuan, dan terdiri dari dua kata, yaitu Philos yang berarti cinta dan Sophia yang berarti pengetahuan (hikmah). Orang yang cinta kepada pengetahuan disebut Philosophos” atau “Failasuf” dalam ucapan arabnya. Mencintai pengetahuan adalah orang yang menjadikan pengetahuan sebagai usaha dan tujuan hidupnya, atau dengan perkataan lain orang yang mengabdikan kepada pengetahuan. Dalam buku Filsafat Umum karangan Dr. Ahmad Tafsir, dikatakan bahwa Philosophia merupakan kata majemuk yang terdiri dari atas philo dan sopiha. Philo berarti cinta dalam arti yang luas, yaitu ingin, dan karena itu lalu berusaha mencapai yang diinginkan itu. Sophia artinya bijaksana yang artinya pandai, pengertian yang dalam. Berdasarkan kutipan di atas dapat diketahui bahwa dari segi bahasa, filsafat ialah keinginan yang mendalam untuk mendapat kebijakan, atau keinginan yang mendalam untuk menjadi bijak. Dari berbagai sumber yang penulis baca semua filosof sepakat bahwa filsafat atau philosophia terdiri dari dua kata seperti yang telah penulis uraikan di atas. Dengan demikian pengertian filsafat menurut bahasa ialah cinta pengetahuan atau kebijaksanaan. Perkataan “filsafat” memang berasal dari perkataan Yunani, yang digunakan oleh orang Arab dalam masa keemasan Islam, yang biasa dinamakan juga “zaman terjemah”, yaitu antara tahun 878 – 950 M. Seperti yang dikatakan oleh al-Farabi seorang filosof muslim terbesar sebelum Ibnu Sina, bahwa perkataan “filsafat” itu berasal dari bahasa Yunani, ia masuk dan digunakan sebagai bahasa Arab. Perkataan asal ialah Philosophia, yang terdiri dari dua perkataan yaitu Philo yang berarti cinta dan Sophia yang berarti hikmah atau kebenaran. Plato menyebut Socrates sebagai seorang Philosophos (filosof) dalam pengertian seorang pencinta kebijaksanaan. Oleh karena itu, kata falsafah merupakan hasil Arabisasi, suatu masdar yang berarti kerja atau pencarian yang dilakukan oleh para filosof. Dalam bahasa Belanda didapati

Upload: anisarahma718

Post on 20-Nov-2015

3 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

HH

TRANSCRIPT

BAB IIPEMBAHASAN2.1 Pengertian Filsafat IlmuKata-kata filsafat diucapkan falsafah dalam bahasa Arab, dan berasal dari bahasa Yunani philosophia yang berarti cinta kepada pengetahuan, dan terdiri dari dua kata, yaitu Philos yang berarti cinta dan Sophia yang berarti pengetahuan (hikmah). Orang yang cinta kepada pengetahuan disebut Philosophos atau Failasuf dalam ucapan arabnya. Mencintai pengetahuan adalah orang yang menjadikan pengetahuan sebagai usaha dan tujuan hidupnya, atau dengan perkataan lain orang yang mengabdikan kepada pengetahuan.Dalam buku Filsafat Umum karangan Dr. Ahmad Tafsir, dikatakan bahwa Philosophia merupakan kata majemuk yang terdiri dari atas philo dan sopiha. Philo berarti cinta dalam arti yang luas, yaitu ingin, dan karena itu lalu berusaha mencapai yang diinginkan itu. Sophia artinya bijaksana yang artinya pandai, pengertian yang dalam. Berdasarkan kutipan di atas dapat diketahui bahwa dari segi bahasa, filsafat ialah keinginan yang mendalam untuk mendapat kebijakan, atau keinginan yang mendalam untuk menjadi bijak. Dari berbagai sumber yang penulis baca semua filosof sepakat bahwa filsafat atau philosophia terdiri dari dua kata seperti yang telah penulis uraikan di atas. Dengan demikian pengertian filsafat menurut bahasa ialah cinta pengetahuan atau kebijaksanaan.Perkataan filsafat memang berasal dari perkataan Yunani, yang digunakan oleh orang Arab dalam masa keemasan Islam, yang biasa dinamakan juga zaman terjemah, yaitu antara tahun 878 950 M. Seperti yang dikatakan oleh al-Farabi seorang filosof muslim terbesar sebelum Ibnu Sina, bahwa perkataan filsafat itu berasal dari bahasa Yunani, ia masuk dan digunakan sebagai bahasa Arab. Perkataan asal ialah Philosophia, yang terdiri dari dua perkataan yaitu Philo yang berarti cinta dan Sophia yang berarti hikmah atau kebenaran. Plato menyebut Socrates sebagai seorang Philosophos (filosof) dalam pengertian seorang pencinta kebijaksanaan. Oleh karena itu, kata falsafah merupakan hasil Arabisasi, suatu masdar yang berarti kerja atau pencarian yang dilakukan oleh para filosof. Dalam bahasa Belanda didapati perkataan Wijsbegeerte. Wijs berarti cakap, pandai atau bijaksana. Begeerte adalah nama benda atau pekerjaan. Begeren, mengandung arti menghendaki sekali atau ingin sekali. Jadi wijs begeerte berarti kemauan yang keras untuk mendapatkan kecakapan seseorang yang bijaksana, yang biasanya dinamakan wijs (orang yang bijaksana). Menurut sejarah filsafat, istilah philosophi pertama kali digunakan dalam sekolah Socrates, kemudian Plato menanamkan suatu ilmu pengetahuan tentang kegiatan jiwa manusia[2].Sebelum Socrates ada satu kelompok yang menyebut diri mereka Sophist (kaum sophis) yang berarti para cendekiawan. Mereka menjadikan persepsi manusia sebagai ukuran realitas (kebenaran, hakikat) dan menggunakan hujah-hujah yang keliru dalam kesimpulan- kesimpulan mereka. Secara bertahap kata sophis kehilangan arti aslinya dan kemudian menjadi berarti seseorang yang menggunakan hujah-hujah yang keliru. Dengan demikian, kita mempunyai kata sophistry ( cara berfikir yang menyesatkan), yang mempunyai asal kata sama dalam bahasa Arab dengan kata Fatsathah dengan arti yang sama. Socrates karena kerendahan hati dan kemungkinan juga keinginan untuk menghindarkan pengidentifikasian dengan kaum sophis, melarang orang menyebut dirinya seorang sophis, seorang cendekiawan. Ia menyebut dirinya seorang filosof (philosophos), pencinta kebijaksanaan, pencinta kebenaran, menggantikan sophistes yang berarti sarjana dan gelar yang terakhir ini merosot derajatnya menjadi seorang yang menggunakan penalaran yang salah. Filsafat (philosophia) kemudian menjadi sama artinya dengan kebijaksanaan (kearifan). Oleh sebab itu, philosophia ( filosof) sebagai satu istilah teknis tidak dipakaikan pada seorang segera setelahnya. Istilah philosophia juga tidak mempunyai arti yang definitif pada zaman itu; diceritakan bahwa Aristoteles sendiri tidak menggunakannya. Belakangan, penggunaan istilah philosophia (filsafat) dan philosophos (filosof) semakin meluas. Secara etimologi kata filsafat berasal dari bahasa Yunani, para ilmuwan dan filosof sepakat memberi arti yang sama tentang filsafat tersebut.Filsafat menurut istilahPengertian filsafat menurut istilah yang diberikan oleh beberapa ahli yang terkadang jauh lebih luas dibandingkan dengan arti menurut bahasa. Plato (427 347 SM), filosof Yunani yang termashur murid Socrates, menyatakan bahwa Filsafat itu tidaklah lain daripada pengetahuan tentang segala yang ada. Sementara Al Farabi ( wafat 950 M) filosof muslim terbesar sebelum Ibnu Sina berkata: Filsafat itu ialah ilmu pengetahuan tentang alam yang maujud dan bertujuan menyelidiki hakekatnya yang sebenarnya. Sedangkan Thomas Hobbes (1588 1679 M), seorang filosof Inggris mengemukakan: Filsafat ialah ilmu pengetahuan yang menerangkan perhubungan hasil dan sebab atau sebab dari hasilnya, dan oleh karena itu senantiasa adalah suatu perubahan[3].Dari definisi di atas dapat dilihat adanya perbedaan dalam mendefinisikan filsafat antara tokoh yang satu dengan tokoh yang lain. Perbedaan definisi ini menurut Abu Bakar Atjeh disebabkan oleh berbedaan konotasi filsafat pada tokoh-tokoh itu karena perbedaan keyakinan hidup yang dianut mereka. Perbedaan itu juga dapat muncul karena perkembangan filsafat itu sendiri yang menyebabkan beberapa pengetahuan khusus memisahkan diri dari filsafat. Di sini dapat diambil kesimpulan bahwa perbedaan definisi filsafat antara satu tokoh dengan tokoh lainnya disebabkan oleh perbedaan konotasi filsafat pada mereka masing-masing.2.2 Ruang Lingkup Filsafat IlmuBidang garapan filsafat ilmu terutama diarahkan pada komponen-komponen yang menjadi tiang penyangga bagi eksistensi ilmu, yaitu ontologi, epistemologi, dan aksiologi.a. Ontologi ilmu meliputi apa hakikat ilmu itu, apa hakikat kebenaran dan kenyataan yang inheren dengan pengetahuan ilmiah, yang tidak terlepas dari persepsi filsafat tentang apa dan bagaimana yang ada itu. Paham monisme yang terpecah menjadi idealisme atau spiritualisme, paham dualisme, pluralisme dengan berbagai nuansanya, merupakan paham ontologik yang pada akhimya menentukan pendapat bahkan keyakinan kita masing-masing mengenai apa dan bagaimana yang ada sebagaimana manifestasi kebenaran yang kita cari.b. Epistemologi ilmu meliputi sumber, sarana, dan tatacara mengunakan sarana tersebut untuk mencapai pengetahuan (ilmiah). Perbedaan mengenal pilihan landasan ontologik akan dengan sendirinya mengakibatkan perbedaan dalam menentukan sarana yang akan kita pilih. Akal, akal budi pengalaman, atau komunikasi antara akal dan pengalaman, intuisi, merupakan sarana yang dimaksud dalam epistemologik, sehingga dikenal adanya model-model epistemologik seperti rasionalisme, empirisme, kritisisme atau rasionalisme kritis, positifisme, fenomenologi dengan berbagai variasinya. Ditunjukkan pula bagaimana kelebihan dan kelemahan sesuatu model epistemologik beserta tolok ukurnya bagi pengetahuan (ilmiah) itu seped teori koherensi, korespondesi, pragmatis, dan teori intersubjektif.c. Akslologi llmu meliputi nilai-nilal (values) yang bersifat normatif dalam pemberian makna terhadap kebenaran atau kenyataan sebagaimana kita jumpai dalam kehidupan kita yang menjelajahi berbagai kawasan, seperti kawasan sosial, kawasansimbolik atau pun fisik material. Lebih dari itu nilai-nilai juga ditunjukkan oleh aksiologi ini sebagai suatu conditio sine qua non yang wajib dipatuhi dalam kegiatan kita, baik dalam melakukan penelitian maupun di dalam menerapkan ilmu. Dalam perkembangannya filsafat ilmu juga mengarahkan pandangannya pada strategi pengembangan ilmu, yang menyangkut etik dan heuristik. Bahkan sampal pada dimensi kebudayaan untuk menangkap tidak saja kegunaan atau kemanfaatan ilmu, tetapi juga arti maknanya bagi kehidupan[4].2.3 Objek Filsafat IlmuIsi filsafat ditentukan oleh objek apa yang dipikirkan, objek yang dipikirkan oleh filsafat ialah segala yang ada dan yang mungkin ada. Jadi luas sekali. Objek filsafat ilmu meliputi segala pengetahuan manusia serta segala sesuatu yang ingin diketahui manusia.Oleh karena itu manusia memiliki pikiran atau akal yang aktif, maka manusia sesuai dengan tabiatnya, cenderung untuk mengetahui segala sesuatu yang ada dan yang mungkin ada menurut akal pikirannya. Jadi objek filsafat ialah mencari keterangan sedalam-dalamnya.Objek filsafat ada dua yaitu Objek Material dan Objek Formal, tentang objek material ini banyak yang sama dengan objek material sains. Sains memiliki objek material yang empiris. Filsafat menyelidiki objek itu juga, tetapi bukan bagian yang empiris melainkan bagian yang abstrak. Sedang objek formal filsafat tiada lain ialah mencari keterangan yang sedalam-dalamnya tentang objek materi filsafat yakni segala sesuatu yang ada dan yang mungkin ada.

Dari uraian tertera di atas jelaslah, bahwa :1. Objek material filsafat ialah Sarwa yang ada, yang pada garis besarnya dapat dibagi atas tiga persoalan pokoka. Hakekat Tuhanb. Hakekat Alamc. Hakekat Manusia.2. Objek formal filsafat ialah usaha mencari keterangan secara radikal (sedalam-dalamnya sampai ke akarnya) tentang objek materi filsafat (sarwa yang ada).Dalam buku Filsafat Agama, Titik Temu Akal dengan Wahyu karangan Dr. H. Hamzah Yaqub dikatakan bahwa objek filsafat ialah mencari keterangan sedalam-dalamnya. Di sinilah diketahui bahwa sesuatu yang ada atau yang berwujud inilah yang menjadi penyelidikan dan menjadi pembagian filsafat menurut objeknya ialah :a. Ada Umum yakni menyelidiki apa yang ditinjau secara umum. Dalam realitanya terdapat bermacam-macam yang kesemuanya mungkin adanya. Dalam bahasa Eropa, Ada Umum ini disebut Ontologia yang berasal dari perkataan Yunani Onontos yang berarti ada, dalam Bahasa Arab sering menggunakan Untulujia dan Ilmu Kainat.b. Ada Mutlak, sesuatu yang ada secara mutlak yakni zat yang wajib adanya, tidak tergantung kepada apa dan siapapun juga. Adanya tidak berpermulaan dan tidak berpenghabisan ia harus terus menerus ada, karena adanya dengan pasti. Ia merupakan asal adanya segala sesuatu. Ini disebut orang Tuhan dalam Bahasa Yunani disebut Theodicea dan dalam Bahasa Arab disebut Ilah atau Allah.c. Comologia, yaitu filsafat yang mencari hakekat alam dipelajari apakah sebenarnya alam dan bagaimanakah hubungannya dengan Ada Mutlak. Cosmologia ini ialah filsafat alam yang menerangkan bahwa adanya alam adalah tidak mutlak, alam dan isinya adanya itu karena dimungkinkan Allah. Ada tidak mutlak, mungkin ada dan mungkin lenyap sewaktu-waktu pada suatu masa.d. Antropologia (Filsafat Manusia), karena manusia termasuk ada yang tidak mutlak maka juga menjadi objek pembahasan. Apakah manusia itu sebenarnya, apakah kemampuan-kemampuannya dan apakah pendorong tindakannya? Semua ini diselidiki dan dibahas dalam Antropologia.e. Etika, filsafat yang menyelidiki tingkah laku manusia. Betapakah tingkah laku manusia yang dipandang baik dan buruk serta tingkah laku manusia mana yang membedakannya dengan lain-lain makhluk.f. Logika, filsafat akal budi dan biasanya juga disebut mantiq. Akal budi adalah akal yang terpenting dalam penyelidikan manusia untuk mengetahui kebenaran. Tanpa kepastian tentang logika, maka semua penyelidikan tidak mempunyai kekuatan dasar. Tegasnya tanpa akal budi takkan ada penyelidikan. Oleh karena itu dipersoalkan adakah manusia mempunyai akal budi dan dapatkah akal budi itu mencari kebenaran? Dengan segera timbul pula soal, apakah kebenaran itu dan sampai dimanakah kebenaran dapat ditangkap oleh akal budi manusia. Maka penyelidikan tentang akal budi itu disebut Filsafat Akal Budi atau Logika[5].Penyelidikan tentang bahan dan aturan berpikir disebut logica minor, adapun yang menyelidiki isi berpikir disebut logica mayor. Filsafat akal budi ini disebut Epistimologi dan adapula yang menyebut Critica, sebab akal yang menyelidiki akal.Adapun objek Filsafat Islam ialah objek kajian filsafat pada umumnya yaitu realitas, baik yang material maupun yang ghaib. Perbedaannya terletak pada subjek yang mempunyai komitmen Quranik[6].Dalam hubungan ini objek kajian filsafat islam dalam tema besar adalah Tuhan, alam, manusia dan kebudayaan. Tema besar itu hendaknya dapat dijabarkan lebih spesifik sesuai dengan perkembangan zaman, sehingga dapat ditarik benang merah dari perkembangan sejarah pemikiran kefilsafatan yang hingga sekarang. Setiap zaman mempunyai semangatnya sendiri-sendiri.Dari keterangan di atas dapat dikatakan bahwa objek filsafat itu sama dengan objek ilmu pengetahuan bila ditinjau secara material dan berbeda bila secara formal. Sedangkan objek kajian filsafat islam itu sendiri mencakup Tuhan, alam, manusia dan kebudayaan.2.4 Implikasi dari Filsafat IlmuFilsafat ilmu sebagai suatu cabang khusus filsafat yang membicarakan tentang sejarah perkembangan ilmu, metode-metode ilmiah, sikap etis yang harus dikembangkan para ilmuwan secara umum memiliki tujuan-tujuan sebagai berikut:a. Filsafat ilmu sebagai sarana pengujian penalaran ilmiah, sehingga orang menjadi kritis terhadap kegiatan ilmiah. Sikap seorang ilmuwan mesti kritis pada bidang ilmunya, sehingga terhindar dari sikap solipsistic (tak ada pendapat yang paling benar).b. Filsafat ilmu merupakan usaha merefleksi, menguji, mengkritik asumsi dan metode keilmuan. Satu sikap yang diperlukan disini yakni menerapkan metode sesuai atau cocok dengan struktur ilmu pengetahuan, karena metode merupakan sarana berfikir, bukan merupakan hakikat ilmu pengetahuan.c. Ilmu memberikan pendasaran logis terhadap metode keilmuan, secara logis atau rasional pengembangan metode dapat dipertanggungjawabkan, agar dapat dipahami dan dipergunakan secara umum. Validnya suatu metode ditentukan dengan diterimanya metode tersebut secara umum.Implikasi dalam mempelajari filsafat ilmu diperlukan pengetahuan dasar yang memadai tentang ilmu, baik ilmu alam maupun ilmu sosial, supaya para ilmuan dapat memiliki landasan berpijak yanga kuat, ilmu alam secara garis besar mesti dikuasai, demikian pula halnya dengan ilmu sosial, sehingga antara ilmu yang satu dengan yang lain saling menyapa, bahkan mencipta suatu harmoni yang dapat memecahkan persoalan-persoalan kemanusiaan. Kesadaran seorang ilmuwan tidak semata berfikir murni pada bidangnya saja, tanpa mengaitkan dengan kenyataan di luar dirinya ini akan terlihat seperti menara gading, setiap aktivitas keilmuwan tidak terlepas dari konteks kehidupan sosial kemasyarakatan.2.5 Sejarah Filsafat Ilmu dan Aliran-AlirannyaFilsafat ilmu berkembang dari masa ke masa sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta realitas sosial. Dimulai dengan aliran rasionalisme-empirisme , kemudian kritisisme dan positifisme. Rasionalisme adalah paham yang menyatakan kebenaran haruslah ditentukan melalui pembuktian, logika, dan dan analisis yang berdasarkan fakta. Paham ini menjadi salah satu bagian dari renaissance atau pencerahan dimana timbul perlawanan terhadap gereja yang menyebar ajaran dengan dogma-dogma yang tidak bisa diterima oleh logika. Filsafat Rasionalisme sangat menjunjung tinggi akal sebagai sumber dari segala pembenaran. Segala sesuatu harus diukur dan dinilai berdasarkan logika yang jelas. Titik tolak pandangan ini didasarkan kepada logika matematika. Pandangan ini sangat popular pada abad 17. Tokoh-tokohnya adalah Rene Descartes (1596-1650), Benedictus de Spinoza - biasa dikenal: Barukh Spinoza (1632-1677), G.W. Leibniz (1646-1716), Blaise Pascal (1623-1662).Empirisisme adalah pencarian kebenaran melalui pembuktian-pembukitan indrawi. Kebenaran belum dapat dikatakan kebenaran apabila tidak bisa dibuktikan secara indrawi, yaitu dilihat, didengar dan dirasa. Francis Bacon (1561-1624) seorang filosof Empirisme pada awal abad pencerahan menulis dalam salah satu karyanya Novum Organum. Segala kebenaran hanya diperoleh secara induktif, yaitu melalui pengalamn dan pikiran yang didasarkan atas empiris, dan melalui kesimpulan dari hal yang khusus kepada hal yang umum. Empirisisme muncul sebagai akibat ketidakpuasan terhadap superioritas akal. Paham ini bertolak belakang dengan Rasionalisme yang mengutamakan akal. Tokoh-tokohnya adalah John Locke (1632-1704); George Berkeley (1685-1753); David Hume (1711-1776). Kebenaran dalam Empirisme harus dibuktikan dengan pengalaman. Peranan pengalaman menjadi tumpuan untuk memverifikasi sesuatu yang dianggap benar. Kebenaran jenis ini juga telah mempengaruhi manusia sampai sekarang ini, khususnya dalam bidang Hukum dan HAM[7].Kedua aliran ini dibedakan lewat caranya untuk mencari kebenaran rasionalisme didominasi akal sementara empirisisme didominasi oleh pengalaman dalam pencarian kebenaran. Kedua aliran ini secara ekstrim bahkan tidak mengakui realitas di luar akal, pengalaman atau fakta. Superioritas akal menyebabkan agama dilempar dari posisi yang seharusnya. Agama didasarkan pada doktrin-dokrtin yang tidak bisa diterima oleh rasio sehingga tidak diterima oleh para pemegang paham rasionalisme dan empirisisme. Bukan berarti dogma yang diajarkan agama itu tidak benar, tapi rasio manusia masih terbatas untuk menguji kebenaran dogma Tuhan. Munculah aliran kritisisme sebagai jawaban dari rasionalisme dan empirisisme untuk menyelamatkan agama.Kritisisme merupakan filsafat yang terlebih dahulu menyelidiki kemampuan dan batas-batas rasio sebelum melakukan pencarian kebenaran. Tokoh yang terkenal dari aliran ini adalah Immanuel Kant (1724-1804). Filsafatnya dikenal dengan Idealisme Transendental atau Filsafat Kritisisme. Menurutnya, pengetahuan manusia merupakan sintesa antara apa yang secara apriori sudah ada dalam kesadaran dan pikiran dengan impresi yang diperoleh dari pengalaman (aposteriori). Filsafat positifisme membatasi kajian filsafat ke hal-hal yang dapat dijustifikasi (diuji) secara empirik. Hal-hal tersebut dinamakan hal-hal positif. Positifisme digunakan untuk merumuskan pengertian mengenai relaita sosial dengan Penjelasan ilmiah, prediksi dan control seperti yang dipraktekan pada fisika, kimia, dan biologi. Tahap penelitian positifisme dimulai dengan pengamatan, percobaan, generalisasi, produksi, manipulasi.BAB IIIPENUTUP3.1 KesimpulanSetelah kita mengenal dan mempelajari tentang teori filsafat. Maka kita akan melihat bahwa betapa luasnya kajian filsafat itu sendiri, bukan hanya sebatas teori besar tentang kehidupan ini. Akan tetapi mencakup segala aspek yang ada, walau kajian filsafat tidak terkait dan masuk dalam kajian agama. Karena agama tidak bisa kita filsafati dan hanya kehidupan yang berkaitan dengan manusia saja yang bisa dikaji. Adapun kajian mengenai Filsafat Ilmu, maka hal tersebut sangatlah diutamakan bagi para mahasiswa dan dosen yang akan memdalami sebuah teori atau hipotesis dalam kajiannya yang dikaji. Dan dalam mengkaji itu semua maka Filsafat Pengtahuanlah yang menjadi landasan teori berpikirnya.Filsafat ilmu sangat berguna dan sangat penting, kepentingannya tentu saja dinikmati perkembangan IPTEK yang ditandai dengan semakin menajamnya ilmu pengetahuan, dan dengan mempelajari filsafat ilmu, para ilmuan tidak mudah terperangkap kedalam sikap arogansi intelektual, sikap yang saling terbuka dikalangan ilmuwan akan memudahkan pengembangan kearah kepentingan sosial, masyarakat dari suatu negara dimana mereka menjalankan kehidupannnya.DAFTAR PUSTAKABakhtiar, Amsal. 2007. Filsafat Ilmu. Jakarat : PT. Raja Grafindo Persada.Gie, Liang. 1999. Pengantar Filsafat Ilmu. Yogyakarta : Liberty.Bakry, Hasbullah. 1986. Sistematika Filsafat. Jakarta : FA Widjaya.Muntasyir, Rizal. 2001. Filsafat Ilmu. Jakarta : Pustaka Pelajar.HA. Dardiri, Humaniora. 1986. Filsafat dan Logika. Jakarta : Rajawali.Asyari, Musa. 2005. Filsafat Islam. Yogyakarta : Lesfi.Hendrik, Jan. 1996. Pengantar Filsafat. Yogyakarta : Kanisius.Wibisono, Koento dkk. 1997. Filsafat Ilmu sebagai Dasar Pengembangan Ilmu Pengetahuan. Klaten : Intan Pariwara.